24
ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE DALAM PERJANJIAN WARALABA (STUDI PUTUSAN NOMOR 493/PDT/2018/PT.DKI) J U R N A L Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH: NATASIA AGUSTIN SINABARIBA NIM: 150200143 DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2019

ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE DALAM

PERJANJIAN WARALABA (STUDI PUTUSAN NOMOR 493/PDT/2018/PT.DKI)

J U R N A L

Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

NATASIA AGUSTIN SINABARIBA

NIM: 150200143

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

Page 2: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

ii

ABSTRAK ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE DALAM

PERJANJIAN WARALABA (STUDI PUTUSAN NOMOR 493/PDT/2018/PT.DKI)

Oleh:

Natasia Agustin Sinabariba

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.

Waralaba merupakan salah satu bisnis yang berkembang pesat dewasa ini. Oleh karena hal ini, maka diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam bisnis waralaba. Para pihak yang terlibat dalam waralaba diwajibkan untuk mengadakan perjanjian waralaba. Perjanjian waralaba yang disepakati tersebut merupakan undang-undang bagi para pihak yag membuatnya. Para pihak yang tidak mematuhi perjanjian waralaba yang telah disepakati bersama dapat dinyatakan wanprestasi. Wanprestasi pembayaran royalty fee merupakan salah satu bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh franchisee. Penelitian ini membahas kasus wanprestasi royalty fee yang terdapat dalam putusan No. 493/PDT/2018/PT.DKI. Wanprestasi pembayaran royalty fee dilakukan oleh pihak frachisee kepada PT. My Salon Internasional selaku franchisor. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan cara meneliti data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka. Data yang telah diperoleh tersebut dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian, pengaturan wanpretasi pembayaran royalty fee dalam perjanjian waralaba diatur dalam perjanjian yang disepakati para pihak serta dalam ketentuan-ketentuan umum yang terdapat pada buku III KUH Perdata. Penyelesaian sengketa dalam perkara ini diselesaikan melalui jalur litigasi. Adapun penerapan hukum dalam putusan No. 493/PDT/2018/PT. DKI telah dilaksanakan dengan benar. Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyatakan bahwa pihak penggugat telah kehilangan hak nya untuk menggugat karena telah terlebih dahulu melakukan wanprestasi, yaitu dalam hal tidak menyediakan karyawan untuk outlet salon yang ada. Hal ini sesuai dengan prinsip exceptio non adimpleti contractus yang diatur dalam Pasal 1478 KUH Perdata. Hal ini mengakibatkan outlet salon yang dikelola Tergugat tidak dapat beroperasi secara maksimal, sehingga Tergugat tidak melakukan kewajiban nya dalam hal membayar royalty. Kata Kunci: Waralaba, Wanprestasi, Royalty Fee

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Page 3: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

iii

ABSTRACT

JURIDICIAL ANALYSIS ON ROYALTY FEE DEFAULT IN FRANCHISE CONTRACT (A STUDY ON THE VERDICT NUMBER 493/PDT/2018/ PT.DKI)

By:

Natasia Agustin Sinabariba

Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H.

Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum.

Franchise is a kind of business that is growing rapidly nowadays. Because of this thing, a regulation is needed to provide protection and legal certainty for those who involved in the franchise business. Each party involved in the franchise is required to make a franchise contract. The franchise contract that was agreed upon was a law for them. Every parties who do not comply with the contract are declared default. Royalty fee default is one form of default carried out by franchisee. This study discusses the case of royalty fee default in franchise contract which is contained in the verdict number 493/PDT/2018/ PT.DKI. The royalty fee default was done by franchisee to PT. My Salon International as the franchisor.

The method of research juridicial normative that is done by examining secondary data consist of primary, secondary, and tertier legal material. Data collection techniques through literature study. Then the data obtained were analysed qualitatively.

Based on the result of this research, regulation of default royalty fee in franchise contract regulated in a contract agreed by the parties and general provisions contained in book III of the Civil Code. Dispute resolution in this case is carried out through litigation. The application of the law in Verdict Number 493/PDT/2018/ PT.DKI has been done properly. In the verdict, the judges stated that the plaintiff had lost his right to sue because they had previously defaulted. Default in kind of not providing employees for existing salon outlets. This is an accordance with the principle exception non adimpleti contractus that regulated in article 1478 Civil Code. This resulted in the salon outlet managed by the defendant being unable to operate properly, which made the defendant not carry out their obligation to pay royalty fee. Key Word: Franchise, Default, Royalty Fee

University of North Sumatra Faculty of Law students

First Advisor of the Faculty of Law, University of North Sumatra

Supervisor II of the Faculty of Law, University of North Sumatra

Page 4: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

iv

CURRICULUM VITAE

Nama Lengkap Natasia Agustin Sinabariba

Jenis Kelamin Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir Deli Tua, 31 Agustus 1997

Kewarganegraan Indonesia

Status Belum Menikah

Identitas NIK KTP.1207227108970003

Agama Kristen Protestan

Alamat Domisili Jl. Besar Deli Tua, Gg.

Teratai No. 73

No. Telp 081262867636

Email [email protected]

Tahun Institusi Pendidikan Jurusan IPK

2004-2009 SD Swasta Singosari Deli Tua - -

2009-2012 SMP Negeri 2 Medan - -

2012-2015 SMA Swasta Santa Maria Medan IPA -

2015-2019 Universitas Sumatera Utara Hukum Ekonomi 3,55

C. Data Orang Tua

Nama Ayah/ Ibu : Rosbet Sinabariba/Tiarma Sitohang

Pekerjaan : Pegawai Swasta/-

Alamat : Jl. Besar Deli Tua, Gg. Teratai No. 73

A. Data Pribadi

B. Pendidikan Formal

Page 5: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bisnis waralaba adalah bisnis yang dewasa ini pertumbuhannya sangat

pesat dan memberi warna tersendiri dalam bisnis di Indonesia. Walaupun pada

awalnya lembaga waralaba tidak terdapat dalam tradisi bisnis masyarakat

Indonesia, saat ini waralaba telah masuk ke dalam tatanan budaya dan hukum

masyarakat Indonesia karena adanya pengaruh globalisasi dari berbagai

bidang.1

Di Indonesia bentuk usaha franchise ini banyak digunakan dalam

berbagai sektor usaha. Diantaranya adalah sektor makanan, jasa, retail, dan

farmasi.2 Perkembangan brand waralaba lokal sangat baik belakangan ini. Hal ini

dapat terjadi karena inovasi yang terus dilakukan oleh pengusaha waralaba

untuk dapat bersaing dengan bisnis lainnya.3 Pertumbuhan bisnis waralaba

memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian di Indonesia. Pada

tahun 2018, omzet dari bisnis waralaba di Indonesia mencapai sekitar Rp150

triliun dan masih akan terus bertambah ke depannya. Kontribusi itu berasal dari

waralaba lokal dan asing sebanyak 2.000 merek. Waralaba masih menjadi salah

satu bisnis yang menjanjikan di masa depan.4

Dengan adanya perkembangan tersebut, maka diperlukan suatu aturan

hukum yang dapat memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para

pihak yang terlibat dalam bisnis waralaba. Pemerintah telah mengeluarkan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 16 tahun 1997 tentang Waralaba

(selanjutnya disebut PP No. 16/1997) dan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Republik Indonesia No. 259/MPP/KEP/7/1997 tentang Ketentuan

dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Waralaba. Keduanya telah diubah

dengan Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2007 tentang Waralaba (selanjutnya

1 Adrian Sutedi, Hukum Waralaba, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), hlm.6-7.

2 Gunawan Widjaja (selanjutnya disebut Gunawan Widjaja I), Seri Hukum

Bisnis:Waralaba, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hlm.19. 3Bisnis UKM, “Waralaba, Apa Keuntungannya?”, diakses dari

https://bisnisukm.com/waralaba-apa-keuntungannya.html, tanggal 27 Juni 2019 pukul 18.02 WIB

4Oke Finance, “Omzet Rp150 Triliun, Momentum Emas Ekspansi Bisnis

Waralaba”, diakses dari

https://economy.okezone.com/read/2019/04/22/320/2046337/omzet-rp150-triliun-

momentum-emas-ekspansi-bisnis-waralaba?page=1 diakses tanggal 27 Juni 2019 pukul

18.14 WIB.

Page 6: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

2

disebut PP No. 42 tahun 2007) dan Peraturan Menteri Perdagangan RI No.

12/M-DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat

Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba (selanjutnya disebut Peraturan Mentri

Perdagangan RI No.12/M-DAG/PER/3/2006).

Pada dasarnya Waralaba/Franchise adalah sebuah metode

pendistribusian barang dan jasa kepada konsumen. Adapun para pihak yang

terlibat dalam bisnis Waralaba yaitu franchisor (pemberi waralaba) yang

memberikan lisensi kepada franchisee (penerima waralaba) untuk melakukan

pendistribusian barang dan jasa dengan menggunakan kumpulan produk, merek

dagang, dan sistem bisnis yang diciptakan franchisor, dan franchisor

memberikan bantuan terhadap franchisee agar franchisee dapat menjalankan

usahanya dengan baik.5

PP No. 42 tahun 2007 dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 12/M-

DAG/PER/3/2006 mewajibkan para pihak yang terlibat dalam sistem waralaba

melakukan perjanjian waralaba. Perjanjian Waralaba merupakan salah satu

aspek perlindungan hukum kepada para pihak dari perbuatan merugikan pihak

lain.6 Para pihak juga harus mematuhi perjanjian waralaba yang telah disepakati

bersama agar tidak menimbulkan wanprestasi. Wanprestasi terjadi ketika salah

satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana tertera dalam perjanjian

waralaba. Wanprestasi dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.7

Bentuk-bentuk wanprestasi yang dilakukan oleh para pihak dalam

perjanjian waralaba tergantung kepada siapa yang melakukan wanprestasi

tersebut.8 Wanprestasi pembayaran royalty fee merupakan salah satu bentuk

wanprestasi yang dilakukan oleh franchisee. Royalty fee adalah biaya berjalan

atau periodik yang harus dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sebagai

bentuk kontribusi bagi hasil dari pendapatan franchisee atas penggunaan hak

kekayaan intelektual milik franchisor dalam menjalankan bisnis waralaba.9

Wanprestasi yang dilakukan oleh franchisee dalam hal tidak membayar royalty

fee kepada franchisor dapat merugikan pihak franchisor.

Berdasarkan latar belakang yang ada tersebut, membuat penulis tertarik

untuk mengangkat judul tentang “Analisis Hukum Terhadap Wanprestasi Royalty

5 H. Moch. Basarah dan H.M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-aspek

Hukumnya (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008), hlm.2. 6 Gunawan Widjaja I, Op. Cit., hlm.80.

7 Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm.90.

8 Ibid.

9 Ibid., hlm.73.

Page 7: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

3

fee dalam Perjanjian Waralaba (Studi Putusan No. 493/PDT/2018/PT.DKI)”.

Kasus ini berkaitan dengan PT. My Salon Internasional sebagai Penggugat yang

adalah sebuah perseroan yang bergerak dalam bidang usaha jasa salon dengan

menggunakan merek dagang MYSalon melawan Ratnasari Lukitaningrum

sebagai Tergugat yang adalah sebagai pihak yang menjalin hubungan kerjasama

dengan pola kerjasama waralaba/franchise dengan pihak Penggugat. Tergugat

telah membuka usaha salon dengan menggunakan merek dagang MYSalon milik

Penggugat di lokasi yang telah disepakati bersama yaitu Outlet MYSalon

Jababeka dan Outlet MYSalon Galaxi. Dalam kasus ini Tergugat sebagai

penerima waralaba/franchisee telah melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian

Kerjasama Waralaba dan Perjanjian Lisensi yaitu sudah tidak lagi membayar

kewajiban royalty fee outlet MYSalon yang dijalankannya.

B. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah pengaturan wanprestasi royalty fee pada perjanjian waralaba

dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa akibat wanprestasi pembayaran royalty

fee dalam perjanjian waralaba?

3. Bagaimanakah penerapan hukum dalam perkara wanprestasi royalty fee

dalam perjanjian waralaba pada putusan No. 493/PDT/2018/PT.DKI?

Page 8: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

4

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Wanprestasi Pembayaran Royalty Fee Dalam Perjanjian Waralaba

Berdasarkan Hukum Di Indonesia

Waralaba yang dikenal juga dengan Franchise berasal dari bahasa Latin,

yaitu francorum rex yang berarti “bebas dari ikatan”, yang mengacu kepada

kebebasan untuk memiliki hak usaha. Adapun pengertian franchise berasal dari

bahasa Perancis abad pertengahan, diambil dari kata “franc” (bebas) dan

“francher” (membebaskan), yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak

istimewa.10 Dalam pengertian franchise tersebut terkandung makna, adanya

kebebasan yang dimiliki seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri usahanya

berdasarkan hak istimewa yang diberikan kepadanya.

Secara sederhana, waralaba diartikan sebagai hak istimewa yang

diberikan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba dengan sejumlah

kewajiban atau pembayaran yang harus diberikan oleh penerima waralaba

kepada pemberi waralaba.11 Pada mulanya waralaba bukanlah suatu usaha,

melainkan suatu konsep, metode atau sistem pemasaran yang dapat digunakan

oleh suatu perusahaan (franchisor) untuk mengembangkan pemasarannya tanpa

melakukan investasi langsung pada outlet (tempat penjualan), melainkan dengan

melibatkan kerjasama pihak lain (franchisee) selaku pemilik outlet.12

Pada dasarnya waralaba dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu:13

1) Product Franchises atau Distributorship Franchises

2) Business Format Franchises atau Chain-Style Franchises

3) Manufacturing Plant Franchises atau Processing Plant Franchises

Adapun sistem waralaba yang ada di Indonesia dibagi menjadi 4 jenis, yaitu:14

1) Waralaba dengan sistem format bisnis

2) Waralaba bagi keuntungan

3) Waralaba kerjasama investasi

4) Waralaba produk dan merek dagang

10

Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 6. 11

Ibid. 12

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum dalam Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm.56.

13 Camelia Malik, Implikasi Hukum Adanya Globalisasi Bisnis Franchise, Jurnal

Hukum No. 1, Vol. 14, Januari 2007, hlm. 102-103. 14

Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 15.

Page 9: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

5

Dalam keberadaannya sebagai salah satu konsep bisnis di Indonesia,

waralaba telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan serta telah

mendapat pengakuan dari berbagai kalangan pelaku usaha dan pakar hukum

bisnis. Sebelum munculnya perangkat hukum yang mengatur waralaba di

Indonesia yaitu PP No. 16/1997 tentang Waralaba, pengaturan waralaba yang

berhubungan dengan hak milik intelektual telah diatur dengan Undang-Undang

Hak Cipta, Undang-Undang Paten, dan Undang-Undang Merek.

Menurut Prof. Sudargo Gautama, perlindungan hukum terhadap waralaba

sebelum adanya perangkat hukum yang mengaturnya tetap bisa dilakukan

melalui kontrak waralaba yang dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat. Hal tersebut

sesuai dengan KUH Perdata yang secara tegas mengakui bahwa perjanjian yang

disepakati oleh beberapa pihak, mengikat mereka sebagai hukum.15 Sebagai

lembaga waralaba yang di dalamnya terkandung hubungan-hubungan hukum

para pihak, sebagai akibat perjanjian yang mereka buat, asas yang pertama-

tama dapat dijadikan dasar keberadaannya adalah asas kebebasan berkontrak

sebagaimana tersirat dan dapat disimpulkan dari Pasal 1338 Ayat (1) KUH

Perdata yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang dibuat secara sah

berlaku sebagai undang-undang bagi pembuatnya.16

Asas kebebasan berkontrak maksudnya para pihak yang terikat dalam

perjanjian bebas melakukan kontrak apapun asalkan tidak bertentangan dengan

hukum yang berlaku, kebiasaan, kesopanan, atau hal lainnya yang berkaitan

dengan kepentingan umum. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak

mempunyai kekuatan berlaku seperti kekuatan berlakunya undang-undang. Oleh

karena itu, perjanjian waralaba yang dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan

franchisee berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka.17

Dalam PP No. 42 tahun 2007 tentang Waralaba, waralaba

diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara para pihak yang disebut

dengan pemberi waralaba dan penerima waralaba. Dalam Pasal 1 angka 3 dan 4

PPNo. 42 tahun 2007, yang disebut dengan pemberi waralaba adalah orang

perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan

dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.

Adapun penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang

15

Sudargo Gautama, Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional (Bandung: PT. Alumni, 1985), hlm. 9.

16 Moch. Basarah dan Faiz Mufidin, Op. Cit., hlm. 41.

17Munir Fuady, Arbitrase Nasional (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000),

hlm.348.

Page 10: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

6

diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau

menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba. Penerima waralaba

dapat diberikan oleh pemberi waralaba untuk bertindak sebagai penerima

waralaba utama (master franchise) atau pemberi waralaba lanjutan yang diberi

wewenang untuk menunjuk pihak lain sebagai penerima waralaba lanjutan.

Penerima waralaba lanjutan adalah perseorangan atau badan usaha yang

menerima hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba dari

pemberi waralaba lanjutan. 18

Perjanjian waralaba adalah perjanjian kerjasama bisnis waralaba yang

dibuat secara tertulis antara pemberi waralaba (franchisor) dengan penerima

waralaba (franchisee), yang di dalam perjanjian tersebut juga terkandung

perjanjian lisensi HaKI dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengan

penyelenggaraan sistem bisnis waralaba secara keseluruhan.19 Waralaba

diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemberi waralaba dengan

penerima waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia. Dalam hal

perjanjian waralaba ditulis dengan bahasa asing, perjanjian tersebut harus

diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.20 Perjanjian waralaba bukanlah

perjanjian baku. Perjanjian waralaba dibuat secara bebas dan tunduk pada asas

kebebasan berkontrak yang dijamin oleh KUH Perdata.21

Berdasarkan Pasal 5 PP No. 42 tahun 2007, perjanjian waralaba harus

memuat data-data atau klausula yang paling sedikit mencantumkan hal-hal

berikut:22

a. nama dan alamat para pihak;

b. jenis Hak Kekayaan Intelektual;

c. kegiatan usaha;

d. hak dan kewajiban para pihak;

e. bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan dan pemasaran

yang

diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;

f. wilayah usaha;

18

Cita Yustisia dkk, Franchise Top Secret-Rumusan Sukses Bisnis Waralaba Sepanjang Masa, (Yogyakarta: Andi, 2015), hlm. 36.

19 Cita Yustisia, dkk., Op. Cit., hlm.78

20 Ibid.

21 Suryono Ekotama, Jurus Jitu Memilih Bisnis Franchise, (Yogyakarta: Citra

Media, 2010), hlm. 9. 22

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba, Bab III, Pasal 5.

Page 11: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

7

g. jangka waktu perjanjian;

h. tata cara pembayaran imbalan;

i. kepemilikan, perubahan kepemilikan dan hak ahli waris;

j. penyelesaian sengketa; dan

k. tata cara perpanjangan, pengakhiran dan pemutusan perjanjian.

Perjanjian yang dibuat oleh franchisor dan franchisee dalam suatu

waralaba berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Sejak

perjanjian waralaba ditandatangani oleh kedua belah pihak, maka timbul lah hak

dan kewajiban masing-masing pihak. Menurut Adrian Sutedi, secara umum

berikut ini adalah hak dan kewajiban pemberi waralaba dan penerima waralaba23

Pemberi waralaba berkewajiban untuk:

a) Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan Hak

atas Kekayaan Intelektual, penemuan atau ciri khas usaha misalnya

sistem manajemen atau penataan, cara penjualan, atau cara distribusi

merupakan karakter khusus yang menjadi objek waralaba

b) Memberikan bantuan kepada penerima waralaba berupa pembinaan,

pelatihan kepada penerima waralaba.

Adapun hak yang dimiliki pemberi waralaba yaitu:

a) Melakukan pengawasan jalannya pelaksanaan waralaba

b) Memperoleh laporan-laporan secara berkala atas jalannya kegiatan

usaha penerima waralaba

c) Mewajibkan penerima waralaba untuk menjaga kerahasiaan hak atas

kekayaan intelektual serta penemuan atau ciri khas usaha, misalnya

sistem manajemen dan cara penjualan atau penataan atau cara distribusi

yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba

d) Mewajibkan agar penerima waralaba tidak melakukan kegiatan yang

sejenis, serupa, ataupun yang secara langsung maupun tidak langsung

dapat menimbulkan persaingan dengan kegiatan usaha yang

diwaralabakan.

e) Menerima pembayaran royalty dalam bentuk, jenis, dan jumlah yang

dianggap layak olehnya

23

Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 40-41.

Page 12: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

8

f) Atas pengakhiran waralaba, meminta kepada penerima waralaba untuk

mengembalikan seluruh data, informasi, maupun keterangan yang

diperoleh penerima waralaba selama masa pelaksanaan waaralaba.

Kewajiban penerima waralaba, yaitu:

a) Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh pemberi waralaba

guna melaksanakan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan atau

ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen dan cara penjualan atau

penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang

menjadi objek waralaba.

b) Memberikan keleluasaan kepada pemberi waralaba untuk melakukan

pengawasan maupun inspeksi berkala, maupun secara tiba-tiba, guna

memastikan bahwa penerima waralaba telah melaksanakan waralaba

yang diberikan dengan baik

c) Memberikan laporan secara berkala maupun atas permintaan khusus dari

pemberi waralaba

d) Membeli barang modal tertentu maupun barang-barang tertentu lainnya

dalam rangka pelaksanaan waralaba dari pemberi waralaba

e) Menjaga kerahasiaan hak atas kekayaan intelektual serta penemuan atau

ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen dan cara penjualan atau

penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang

menjadi objek waralaba

f) Melakukan pendaftaran waralaba

g) Melakukan pembayaran royalty dalam bentuk, jenis dan jumlah yang

telah disepakati secara bersama

h) Jika terjadi pengakhiran waralaba, maka wajib mengembalikan seluruh

data, informasi, maupun, keterangan yang diperolehnya.

Hak penerima waralaba, yaitu:

a) Memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan hak

atas kekayaan intelektual serta penemuan atau ciri khas usaha, misalnya

sistem manajemen dan cara penjualan atau penataan atau cara distribusi

yang merupakan karakteristik yang menjadi objek waralaba yang

diperlukan untuk melaksanakan waralaba yang diberikan tersebut

b) Memperoleh bantuan dari pemberi waralaba atas segala macam cara

pemanfaatan atau penggunaan hak atas kekayaan intelektual serta

Page 13: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

9

penemuan atau ciri khas usaha, misalnya sistem manajemen dan cara

penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan

karakteristik khusus yang menjadi objek waralaba.

Waralaba sebagai suatu format bisnis yang dituangkan dalam perjanjian

antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo, dan sistem

operasi dengan franchisee sebagai penerima, mewajibkan royalty fee dibayarkan

oleh franchisee kepada franchisor sesuai dengan yang diperjanjikan. Biasanya

franchisor menghitung nilai royalty fee dari omset yang dicapai bisnis franchisee-

nya. Besarnya antara 1% sampai dengan 15% dari omset per bulan. 24

Royalty adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh

franchisee kepada franchisor sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh

franchisee yang merupakan persentase dari omzet penjualan. Nilai royalty ini

bergantung pada jenis waralabanya.25 Royalty fee yang dibayarkan oleh

franchisee kepada franchisor mengakibatkan franchisee dapat menggunakan

merek dagang milik franchisor. Merek dagang milik franchisor ini dilindungi oleh

undang-undang. Oleh karenanya jika ada pihak lain yang mempergunakan

merek tersebut maka ia wajib membayarkan royalty kepada pemegang haknya.26

Kewajiban pembayaran sejumlah royalty oleh pemegang waralaba

(franchisee) untuk penggunaan merek dagang dan proses pembuatan produk

besarnya ditetapkan berdasarkan perjanjian. Royalty kadang-kadang bukan

ditetapkan dari persentase keuntungan melainkan dari beberapa unit.27 Dengan

pemberian royalty berarti ada pemberian lisensi yang merupakan suatu bentuk

hak untuk melakukan satu atau serangkaian tindakan atau perbuatan yang

diberikan oleh mereka yang berwenang dalam bentuk izin. Tanpa adanya izin

tersebut, maka tindakan atau perbuatan tersebut merupakan tindakan atau

perbuatan yang terlarang, yang tidak sah yang merupakan perbuatan melawan

hukum.28

Membayar royalty fee merupakan salah satu kewajiban dari franchisee

karena telah menggunakan merek dagang milik franchisor. Adapun yang menjadi

24

Ibid., hlm. 83. 25

Adrian Sutedi, Op. Cit., hlm. 73. 26

Suryono Ekotama, Op. Cit., hlm. 82. 27

Sri Redjeki Slamet, Waralaba (Franchise) di Indonesia, Lex Jurnalica Vol. 8, No. 2, April 2011, hlm. 131.

28 Gunawan Widjaja (selanjutnya disebut dengan Gunawan Widjaja II), Seri

Hukum Bisnis: Lisensi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), hlm. 12.

Page 14: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

10

akibat hukum dalam hal salah satu pihak wanprestasi, yaitu apabila pihak

penerima waralaba tidak membayar royalty fee yang menjadi hak pihak pemberi

waralaba, maka diwajibkan membayar royalty fee yang belum dibayarkan kepada

pihak pemberi waralaba/franchisor, bunga keterlambatan sesuai kesepakatan

dalam perjanjian dan mengganti rugi semua kerugian yang ditanggung oleh

pemberi waralaba.29

Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban

sebagaimana seharusnya yang telah dibebankan kepada para pihak yang terlibat

dalam kontrak, yang merupakan pembelokan pelaksanaan kontrak, sehingga

menimbulkan kerugian yang disebakan oleh kesalahan dari satu pihak atau para

pihak. 30

Menurut ketentuan Pasal 1239 sampai dengan Pasal 1242 KUH Perdata,

perikatan yang prestasinya berupa melakukan sesuatu atau tidak berbuat

sesuatu, maka pihak kreditur, di samping memperoleh ganti rugi juga dapat

menuntut pelaksanaan perjanjian. Bahkan seandainya debitur tidak mau menaati

putusan pengadilan, maka kreditur dapat minta dikuasakan oleh hakim untuk

melakukan prestasi itu sendiri atas biaya debitur atau dalam hal perikatan untuk

tidak berbuat sesuatu dilanggar, maka kreditur berhak untuk minta dikuasakan

oleh hakim untuk menghapus sendiri segala sesuatu yang telah dibuat oleh

debitur. Dalam ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah relee executie atau

eksekusi riil. Ketentuan seperti ini tidak dikenal dalam kasus di mana salah satu

pihak telah lalai memenuhi perjanjian yang perstasinya berupa kewajiban untuk

menyerahkan sesuatu maka menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

kreditur hanya dapat menuntut ganti rugi.31

Ketika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya atau wanprestasi,

pihak lain yang dirugikan atas tidak dipenuhinya prestasi tersebut dapat

menuntut pembatalan. Ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata menyatakan bahwa

syarat batal dianggap selamanya dicantumkan dalam perjanjian timbal balik. Hal

ini dimaksud bahwa salah satu pihak diperbolehkan untuk menuntut

29

Bella Katrinasari, Tinjauan Hukum Terhadap Wanprestasi Royalty Rahasia Dagang dalam Perjanjian Waralaba, Privat Law No. 1, Vol. V, Januari-Juni 2017, hlm. 90.

30 Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak: Memahami Kontrak dalam Perspektif

Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum, (Bandung: Mandar Maju, 2012), hlm. 338. 31

Ibid.

Page 15: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

11

pembatalan.32 Pembatalan merupakan pernyataan batalnya suatu perbuatan

hukum atas tuntutan pihak yang menurut undang-undang dibenarkan untuk

menuntut pembatalan seperti itu. Pembatalan dilakukan oleh hakim berdasarkan

atas tuntutan pihak yang diberikan hak oleh undang-undang untuk menuntut

seperti itu, akibat pembatalan berlaku surut setelah pernyataan batal oleh

hakim.33 Apabila dihubungkan dengan pasal 1266 KUH Perdata maka dalam

perjanjian timbal balik terdapat hak dan kewajiban para pihak yang saling

berhadapan. Hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan

kewajiban pihak yang lain. 34 Pembatalan tidak terjadi dengan sendirinya oleh

karena adanya wanprestasi dari pihak yang dirugikan, melainkan harus

dimintakan ke pengadilan. Oleh karenanya apabila pihak franchisee telah

wanprestasi kepada pihak franchisor, maka pihak franchisor mempunyai hak

untuk menuntut ganti rugi dan juga pelaksanaan perjanjian.

B. Penyelesaian Sengketa Akibat Wanprestasi Pembayaran Royalty Fee

Dalam Perjanjian Waralaba

Perbedaan kepentingan dalam bisnis waralaba dapat mengakibatkan

timbulnya sengketa. Terjadinya sengketa waralaba dapat diselesaikan melalui

jalur litigasi dan non-litigasi. Bila dicermati, waralaba merupakan suatu kontrak

bisnis dimana terdapat kesepakatan yang tidak boleh untuk diketahui umum.

Oleh karena itu, sebelum nya perlu dilakukan perundingan di antara pihak yang

bersengketa, baik secara langsung maupun dengan menunjuk kuasa hukumnya,

hal ini dilakukan guna menghasilkan kesepakatan bersama yang menguntungkan

kedua belah pihak. Jika proses perundingan ini tidak menghasilkan kesepakatan,

baru para pihak akan menyerahkan kepada arbitrase atau pengadilan untuk

menyelesaikan atau memutuskannya.35

Dalam perjanjian Franchise (Waralaba) apabila salah satu pihak

wanprestasi maka pihak yang dirugikan dapat menempuh upaya hukum

penyelesaian sengketanya melalui cara litigasi yakni melalui pengadilan Negeri

dan Pengadilan Niaga. Penanganan sengketa waralaba di lingkup keperdataan,

32

J Satrio, “Hukum Perikatan: Perikatan Pada Umumnya”, (Bandung:Alumni, 1999), hlm. 301.

33 J Satrio, “Hukum Perikatan Tentang Hapusnya Perikatan”, (Bandung: Citra

Aditya Bhakti, 1996), hlm. 173. 34

Syahrani, “Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata”, (Bandung, Alumni, 2004), hlm. 229.

35 Rahmi Yuniarti, Efisiensi Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam

Penyelesaian Sengketa Waralaba, Fiat Justisia Journal of Law, Vol. 10, hlm. 559.

Page 16: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

12

maka penyelesaiannya melalui pengadilan negeri jika yang disengketakan

adalah mengenai masalah-masalah selain masalah HAKI. Jika yang

disengketakan dalam lingkup masalah HAKI (Hak cipta, paten, merek, dll) maka

penyelesaiannya di lingkup wilayah Pengadilan Niaga. Di lingkup peradilan ini,

upaya hukum yang dapat ditempuh yaitu jika salah satu pihak menolak putusan

dari pengadilan tingkat pertama (judex facti) maka bisa melakukan banding

kemudian kasasi.36

Penyelesaian sengketa waralaba juga dapat dilakukan melalui cara non

litigasi. Penyelesaian sengketa bisnis di luar pengadilan (non litigasi) lebih

banyak dipilih karena proses peradilan di Indonesia masih dianggap tidak efisien

dan tidak efektif. Alternatif Penyelesaian Sengketa lebih diminati oleh para pelaku

bisnis dalam penyelesaian sengketa bisnis. Misalnya, suatu sengketa

diselesaikan lewat Alternatif Penyelesaian Sengketa model Arbitrase, maka para

pihak dapat memilih sendiri hukumnya dan memilih arbiter yang akan memeriksa

perkara. Di samping itu, jika menggunakan model negosiasi, mediasi, dan

konsolidasi, para pihak dapat menentukan sendiri tata cara penyelesaian

sengketa berdasarkan kesepakatan bersama.37

C. Penerapan Hukum Dalam Perkara Wanprestasi Royalty Fee Dalam

Perjanjian Waralaba Pada Putusan Nomor 493/PDT/2018/PT.DKI

Kasus yang dijadikan objek penelitian ini adalah wanprestasi pembayaran

royalty fee dalam suatu perjanjian waralaba. Adapun perkara ini telah diputus

pada tingkat Pengadilan Negeri. Namun, karena Penggugat tidak merasa puas

dengan putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, penggugat

mengajukan banding kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dalam diktum

putusan Majelis Hakim pada tingkat banding, Majelis Hakim dalam perkara

memutus bahwa permohonan banding yang diajukan oleh Pembanding PT

MySalon Iternational diterima. Majelis Hakim memutuskan untuk menguatkan

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 9 Mei 2018 Nomor

612/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel. yang dimohonkan banding tersebut. Adapun yang

menjadi diktum putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yaitu, Majelis Hakim

menyatakan bahwa Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi/PT MYSalon

International telah melakukan wanprestasi terhadap Penggugat Rekonvensi/

36

Marselo Pariela, Wanprestasi dalam Perjanjian Waralaba, Jurnal SASI Vol. 23, No. 01, Januari-Juni 2017, hlm. 44.

37 Cita Yustisia, dkk, Op. Cit., hlm. 177

Page 17: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

13

Tergugat Konvensi/ Ratnasari Lukitaningrum, serta menyatakan bahwa

perjanjian waralaba dan perjanjian lisensi tanggal 25 April 2015 dan tanggal 18

Juni 2015 berakhir dengan segala akibat hukumnya, menghukum Tergugat

Rekonvensi untuk membayar kerugian materiil kepada Penggugat Rekonvensi

yaitu biaya franchise fee masing-masing Outlet MYSalon Jababeka dan Outlet

MYSalon Galaxi, dan juga menghukum Penggugat dalam Konvensi /Tergugat

dalam Rekonvensi untuk membayar biaya perkara yang ditaksir sebesar Rp.

866.000,- (delapan ratus enam puluh enam ribu rupiah).

Dalam kasus ini, franchisor sebagai penggugat menggugat franchisee

karena telah melakukan wanprestasi atas perjanjian waralaba berupa tidak lagi

membayar kewajiban royalty fee atas Outlet Mysalon Jababeka sejak bulan Juni

2016 sebagaimana yang diatur dalam Perjanjian Lisensi dan Perjanjian

Kerjasama Waralaba tertangal 18 Juni 2015, serta Tergugat telah melakukan

wanprestasi karena tidak melaksanakan kewajibannya untuk membayar royalty

fee atas outlet MYSalon Galaxi sejak bulan Juli 2016 kepada Penggugat

sebagaimana yang diatur dalam Perjanjian Lisensi tertanggal dan Perjanjian

Kerjasama Waralaba tertangal 25 April 2015,

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menyatakan bahwa Penggugat

yang telah wanprestasi terlebih dahulu, tidak dapat menuntut pihak lain/Tergugat,

melakukan wanprestasi. Dalam kasus ini, pihak penggugat/franchisor telah

terlebih dahulu melakukan wanprestasi dalam hal tidak menyediakan karyawan

untuk outlet MY Salon yang ada. Wanprestasi pihak penggugat/franchisor yang

telah terlebih dahulu dilakukan tersebut menyebabkan Outlet MY Salon milik

Tergugat tidak dapat beroperasi secara maksimal dan menyebabkan Tergugat

tidak dapat membayar Royalty fee yang menjadi kewajibannya. Adapun putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta

yang memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

sudah benar karena dalam hal ini penggugat telah kehilangan hak nya untuk

menggugat wanprestasi pihak tergugat, karena penggugat telah melakukan

wanprestasi terlebih dahulu. Dalam putusan ini, penulis sependapat dengan

dasar pertimbangan oleh Majelis Hakim bahwa Penggugat yang telah

wanprestasi terlebih dahulu, tidak dapat menuntut pihak lain/Tergugat telah

melakukan wanprestasi.

Page 18: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

14

Hal ini sesuai dengan prinsip yang dikenal dalam hukum perjanjian, yaitu

prinsip exceptio non adimpleti contractus. Menurut J. Satrio, prinsip exceptio non

adimpleti contractus adalah suatu tangkisan, yang menyatakan bahwa kreditor

sendiri belum berprestasi dan karenanya kreditor tidak patut untuk menuntut

debitor berprestasi. Tangkisan ini dikemukakan untuk melawan tuntutan kreditor

akan pemenuhan perjanjian. Tangkisan ini hanya berlaku untuk perjanjian timbal

balik saja.38 Prinsip ini diatur dalam Pasal 1478 KUH Perdata yang berisi: “si

penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum

membayar harganya, sedangkan si penjual tidak telah mengizinkan penundaan

pembayaran kepadanya”. Oleh karena Tergugat tidak dapat dituntut wanprestasi,

maka tuntutan penggugat dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis Hakim.

38

J. Satrio, “Beberapa segi hukum tentang somasi”, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cdb67c58d247/beberapa-segi-hukum-tentang-somasi/. Diakses pada tanggal 12 September 2019, pukul 10.50 wib.

Page 19: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

15

III. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pengaturan wanprestasi royalty fee perjanjian waralaba telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor

16 tahun 1997 tentang waralaba yang telah digantikan dengan Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 yang menjadi dasar hukum waralaba

mengatur ketentuan terkait waralaba. Adapun pembayaran royalty fee

merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh franchisee

sebagi imbalan atas penggunaan HaKI milik franchisor dalam menjalankan

suatu bisnis waralaba sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian

waralaba. Perjanjian waralaba merupakan perjanjian khusus karenanya tidak

dijumpai dalam KUH Perdata. KUH Perdata secara tegas mengakui bahwa

perjanjian yang disepakati oleh beberapa pihak, mengikat mereka sebagai

hukum. Perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mempunyai

kekuatan berlaku seperti kekuatan berlakunya undang-undang. Oleh karena

itu, perjanjian waralaba yang dibuat oleh para pihak yaitu franchisor dan

franchisee berlaku sebagai undang-undang pula bagi mereka. Pengaturan

dalam KUH Perdata ini dapat dijadikan sebagai perlindungan hukum bagi

para pihak yang terlibat dalam bisnis waralaba.

2. Penyelesaian sengketa akibat wanprestasi pembayaran royalty fee dapat

diselesaikan melalui pengadilan negeri ataupun Alternatif Penyelesaian

Sengketa dan Arbitrase, sebagaimana penyelesaian sengketa perdata

lainnya. Dalam isi perjanjian waralaba yang dibuat dalam bentuk standar,

biasanya juga dicantumkan tentang klausula penyelesaian sengketa dan

forum penyelesaian sengketa yang dipilih berdasarkan asas kebebasan

berkontrak. Namun, pada umumnya para pelaku bisnis akan memilih untuk

menyelesaikan sengketa mereka melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa

dan Arbitrase karena dianggap lebih memberi keuntungan bagi mereka

tanpa merusak nama baik pelaku usaha.

3. Penerapan hukum dalam perkara wanprestasi pembayaran royalty fee pada

perjanjian waralaba pada putusan No. 493/PDT/2018/PT.DKI telah

diterapkan secara benar. Putusan tersebut membahas tentang perjanjian

waralaba antara pihak penggugat yaitu PT. MYSalon International sebagai

franchisor dengan pihak tergugat yaitu Ratnasari Lukitaningrum sebagai

franchisee. Sebelumnya, para pihak telah sepakat untuk memilih Pengadilan

Page 20: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

16

Negeri Jakarta Selatan sebagai forum penyelesaian perselisihan

sebagaimana yang telah diatur dalam perjanjian waralaba yang disepakati

para pihak. Tergugat digugat karena telah melakukan tindakan wanprestasi

dalam pembayaran royalty fee kepada pihak penggugat. Dalam kasus ini

dapatlah disimpulkan bahwa pihak penggugat/franchisor telah terlebih

dahulu melakukan wanprestasi dalam hal tidak menyediakan karyawan

untuk outlet MY Salon yang ada. Wanprestasi tersebut menyebabkan Outlet

MY Salon milik Tergugat tidak dapat beroperasi secara maksimal dan

menyebabkan Tergugat tidak dapat membayar Royalty fee yang menjadi

kewajibannya. Dalam hal ini penggugat telah kehilangan hak nya untuk

menggugat wanprestasi pihak tergugat, karena penggugat telah melakukan

wanprestasi terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan prinsip exceptio non

adimpleti contractus yang diatur dalam Pasal 1478 KUH Perdata. Dalam

putusan ini, penulis sependapat dengan dasar pertimbangan oleh Majelis

Hakim bahwa Penggugat yang telah wanprestasi terlebih dahulu, tidak dapat

menuntut pihak lain/Tergugat telah melakukan wanprestasi. Oleh karenanya,

gugatan penggugat pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak dapat

diterima oleh majelis hakim. Sehingga pada akhirnya gugatan penggugat

rekonvensi/ semula tergugat dikabulkan dan mengakibatkan pihak tergugat

rekonvensi/ semula penggugat harus membayar kerugian materil yang

dialami penggugat rekonvensi/ semula tergugat.

B. Saran

1. Pengaturan hukum mengenai wanprestasi royalty fee dalam suatu perjanjian

waralaba kiranya dapat diatur secara tegas dalam perjanjian waralaba yang

disepakati bersama oleh para pihak. Mengingat bahwa perjanjian yang

dibuat para pihak itu dijadikan sebagai undang-undang yang mengikat setiap

pihak yang terlibat. Perjanjian disebut hendaknya dibuat dengan ketentuan-

ketentuan yang bersifat seimbang dan tidak merugikan salah satu pihak.

Dengan perjanjian tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan

hukum terhadap para pihak, serta dijadikan acuan sebagai cara

penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi antara para pihak dalam bisnis

waralaba.

2. Penyelesaian sengketa yang dapat terjadi dalam perjanjian waralaba

hendaknya dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat

Page 21: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

17

terlebih dahulu. Dan apabila tidak ditemukan penyelesaian, para pihak

diharapkan dapat menyelesaikan sengketa yang ada berdasarkan

kesepakatan yang telah diatur dalam perjanjian waralaba. Hendaknya para

pihak memilih forum penyelesaian sengketa yang tidak merugikan para

pihak. Mengingat bahwa waralaba merupakan kegiatan bisnis dimana para

pihak harus menjaga nama baik mereka.

3. Ada berbagai bentuk wanprestasi yang dapat terjadi dalam perjanjian

waralaba. Salah satunya wanprestasi pembayaran royalty fee dalam

perjanjian waralaba. Hendaknya para pihak melaksanakan hak dan

kewajiban nya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan dalam perjajian

yang telah disepakati bersama. Sehingga tidak terjadi tindakan wanprestasi

yang pada akhirnya dapat mengakibatkan kerugian bagi para pihak.

Page 22: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

18

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Basarah, Moch. dan M. Faiz Mufidin. Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek

Hukumnya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 2008.

Ekotama, Suryono. Jurus Jitu Memilih Bisnis Franchise. Yogyakarta: Citra Media.

2010.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2000.

Gautama, Sudargo. Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional. Bandung: PT.

Alumni. 1985.

Satrio, J. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni. 1999.

_______________ .Hukum Perikatan Tentang Hhapusnya Perikatan. Bandung:

Citra Aditya Bhakti. 1996

Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni., 2004.

Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum dalam Bisnis. Jakarta: Rineka Cipta.

2007.

Sutedi, Adrian. Hukum Waralaba. Bogor: Ghalia Indonesia. 2008.

Syaifuddin, Muhammad. Hukum Kontrak. Bandung: Mandar Maju. 2012.

Widjaja, Gunawan. Seri Hukum Bisnis: Lisensi. Jakarta: Rajawali Pers. 2001.

_______________. Lisensi atau Waralaba. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

2002.

Yustisia, Cita, dkk. Franchise Top Secret-Rumusan Sukses Bisnis Waralaba

Sepanjang Masa. Yogyakarta: Andi. 2015.

B. Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23.

Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Cet. 41. Jakarta: PT

Balai Pustaka. 2014.

Page 23: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

19

________________.Peraturan Pemerintah tentang Waralaba. Peraturan

Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 Tentang Waralaba. LN Tahun 1997

Nomor 49, TLN Nomor 3690.

________________. Peraturan Pemerintah tentang Waralaba. Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba. LN Tahun 2007

Nomor 90, TLN Nomor 4742.

________________.Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-

DAG/PER/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat

Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

C. Website

Bisnis UKM, “Waralaba, Apa Keuntungannya?”,diakses dari

https://bisnisukm.com/waralaba-apa-keuntungannya.html, tanggal 27

Juni 2019 pukul 18.02 WIB.

Oke Finance, “Omzet Rp150 Triliun, Momentum Emas Ekspansi Bisnis

Waralaba”, diakses dari

https://economy.okezone.com/read/2019/04/22/320/2046337/omzet-

rp150-triliun-momentum-emas-ekspansi-bisnis-waralaba?page=1,

diakses tanggal 27 Juni 2019 pukul 18.14 WIB.

J.Satrio, “Beberapa segi hukum tentang somasi”,

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4cdb67c58d247/beberapa-

segi-hukum-tentang-somasi/. Diakses pada tanggal 12 September 2019,

pukul 10.50

D. Jurnal

Katrinasari, Bella. “Tinjauan Hukum Terhadap Wanprestasi Royalty Rahasia

Dagang dalam Perjanjian Waralaba”. Jurnal Privat Law Vol. V No. 1.

Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 2017

Page 24: ANALISIS HUKUM TERHADAP WANPRESTASI ROYALTY FEE …

20

Malik, Camelia. “Implikasi Hukum Adanya Globalisasi Bisnis Franchise”. Jurnal

Hukum No. 1 Vol. 14. Alumni Pascasarna FH UII Yogyakarta. 2007

Pariela, Marselo. “Wanprestasi dalam Perjanjian Waralaba”. Jurnal SASI Vol. 23.

No. 01. Ambon: Universitas Pattimura. 2017.

Yuniarti, Rahmi. “Efisiensi Pemilihan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam

Penyelesaian Sengketa Waralaba”. Fiat Justisia Journal of Law. Vol. 10.

Lampung: Universitas Lampung. 2016.

E. Putusan

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 493/PDT/2018/PT.DKI

Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 612/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Sel.