94
1 TESIS ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR NI LUH PARTIWI WIRASAMADI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

  • Upload
    vandien

  • View
    282

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

1

TESIS

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR

PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

SANGLAH DENPASAR

NI LUH PARTIWI WIRASAMADI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 2: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

2

TESIS

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR

PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

SANGLAH DENPASAR

NI LUH PARTIWI WIRASAMADI

NIM :1392161020

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 3: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

3

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR

PENENTU TERJADINYA SISA MAKANAN PASIEN

RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT

SANGLAH DENPASAR

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI LUH PARTIWI WIRASAMADI

NIM 1392161020

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2015

Page 4: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

4

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 8 JUNI 2015

Pembimbing I,

Dr. dr. I Wayan Weta, M.S,Sp.GK

NIP 195811051987021001

Pembimbing II,

Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes

NIP 197910182005012002

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Ilmu Kesehatan Masyarakat

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH

NIP. 194810101977021001

Direktur

Program Pascasarjana

Universitas Udayana,

Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K)

NIP 195902151985102001

Page 5: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

5

Tesis Ini Telah Diuji Pada

Tanggal 15 Juni 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No: 1686/UN14.4/HK/2015 Tanggal : 15 Juni 2015

Ketua: Dr. dr. I WayanWeta, M.S, Sp. GK

Anggota:

1. Kadek Tresna Adhi, SKM., M.Kes

2. Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA(K)

3. Ir. Nengah Sujaya, M. Agr. Sc, PhD

4. dr. Ni Wayan AryaUtami, M.App. Bsc, PhD

Page 6: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

6

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Nama : Ni Luh Partiwi Wirasamadi

NIM : 1392161020

Program Studi : Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat

Judul Tesis : Analisis Jumlah, Biaya dan Faktor Penentu Terjadinya Sisa

Makanan Pasien Rawat Inap di RSUP Sanglah Denpasar

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila

dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan di Universitas Udayana dan Peraturan

perundang-undangan lain yang berlaku.

Denpasar, 8 Juni 2015

Pembuat Pernyataan

Ni Luh Partiwi Wirasamadi

Page 7: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

7

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur dan terima kasih sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada

Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas segala asung kertha waranugraha-Nya,

sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis menyampaikan terimakasih

yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. I Wayan Weta, M.S, Sp. GK, selaku

pembimbing I yang telah memberikan semangat, dorongan, bimbingan dan saran

mulai dari perumusan masalah proposal penelitian sampai tahap akhir penulisan

tesis. Terimakasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada ibu Kadek Tresna

Adi, SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan

masukan mulai dari proposal sampai penulisan tesis ini.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan,

MPH, sebagai Ketua Program Studi Magister Imu Kesehatan Masyarakat

Universitas Udayana yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan,

bimbingan, dan dukungan selama proses pembelajaran dan juga dalam

penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih yang mendalam juga penulis

sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,

Sp.PD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis

untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Pascasarjana di

Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur

Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi,

Sp.S(K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis sebagai mahasiswa

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat di Universitas Udayana.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dosen dan staf karyawan

Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bimbingan dan

dukungannya selama menempuh pendidikan.

Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada

penguji tesis ini, yaitu Prof. Dr. dr. Mangku Karmaya, M. Repro, PA(K), Ir. I

Nengah Sujaya, M. Agr. Sc. PhD, dr. Ni Wayan Arya Utami, M.PP. Bsc, PhD,

yang telah memberikan masukan dan koreksinya terhadap tesis ini.

Page 8: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

8

Terimakasih juga penulis sampaikan kepada dr. Anak Ayu Saraswati,

M.Kes., Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar dan jajaran Direksi RSUP

Sanglah Denpasar atas ijin Penelitian di RSUP Sanglah.

Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Rina Maharani M,

DCN., MM, mantan Kepala Instalasi Gizi yang telah mengijinkan dan memotivasi

penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis juga

sampaikan banyak terima kasih kepada teman ahli gizi ; Putu Yuliasih, Etik

Septyawati, AA Sumitri, Pradanayanti, Destriani Devi, Suryanadi, Wita Linley,

Mirayanti, Dony Aryawan dan teman pramusaji yang telah membantu penulis

dalam melaksanakan penelitian ini. Kepada bapak Putu Suiraoka, SST.,M.Kes

penulis ucapkan terimaksih yang sebesar-besarnya sudah dibantu dalam

pengolahan data sampai selesai.

Terimakasih dan penghargaan yang mendalam juga disampaikan kepada

subyek penelitian atas kerjasama yang baik dan pengertiannya yang positif

sehingga penelitian berjalan sesuai dengan protokol yang diharapkan.

Terakhir, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan kepada

keluarga. Kepada orang tua atas segala perjuangan yang telah beliau lakukan,

kepada suami tercinta, anak-anak tersayang, atas segala dukungan, perhatian dan

pengertiannya sehingga tesis ini bisa diselesaikan. Kepada seluruh teman Magister

Ilmu Kesehatan Masyarakat Angkatan V atas doa dan dukungan selama ini

sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dan tesis ini tepat waktu.

Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya

kepada kita semua.

Penulis,

Page 9: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

9

ABSTRAK

ANALISIS JUMLAH, BIAYA DAN FAKTOR PENENTU TERJADINYA

SISA MAKANAN PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM

PUSAT SANGLAH DENPASAR

Proporsi pasien yang menyisakan makanan ≥25% di RSUP Sanglah

Denpasar pada tahun 2013 masih cukup tinggi melebihi target yang ditetapkan

rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jumlah, biaya dan

faktor penentu terjadinya sisa makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar.

Penelitian ini adalah cross-sectional analitik dengan subyek pasien rawat

inap di kelas 1, 2 dan 3 yang mendapatkan makanan standar rumah sakit selama

perawatan maksimal 10 hari (n=68). Data sisa makanan diperoleh dengan metode

visual comstock skala 6 poin. Umur, jenis kelamin, lama rawat, kelas rawat, jenis

penyakit diperoleh dari rekam medis pasien. Persepsi pasien tentang penampilan

dan rasa makanan dengan wawancara. Data dianalisis secara kuantitatif dengan

independent sampel t-test dan one-way ANOVA.

Rata-rata jumlah sisa makanan sebesar 14,79%. Pasien yang menyisakan

makanan lebih banyak dengan jenis kelamin perempuan, pada kelompok umur

50-64 tahun, berada di kelas 2 dan 3 dan lama rawat ≤ 5 hari. Pasien yang menilai

baik pada penampilan dan rasa makanan cenderung menyisakan makanan lebih

sedikit. Rata-rata biaya makan terbuang sehari sebesar Rp. 2.939±2.185 per pasien

atau 14,61% dari harga menu sehari. Ada hubungan antara jenis kelamin,

kelompok umur, lama rawat, kelas perawatan, persepsi pasien tentang penampilan

dan rasa makanan dengan sisa makanan (p<0,05) sedangkan tidak ada hubungan

antara jenis penyakit, siklus menu dengan sisa makanan (p>0,05).

Faktor penentu terjadinya sisa makanan adalah jenis kelamin, kelompok

umur, kelas rawat, lama rawat, persepsi pasien tentang penampilan dan rasa

makanan. Diperlukan evaluasi siklus menu, perbaikan penampilan makanan dan

penyusunan standar resep di instalasi gizi.

Kata Kunci : siklus menu, sisa makanan, biaya terbuang, pasien rawat inap

Page 10: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

10

ABSTRACT

ANALYSIS OF QUANTITY, COST AND DETERMINANT FACTORS

INPATIENT LEFTOVERS IN SANGLAH GENERAL HOSPITAL

DENPASAR

The proportion of patients left ≥25% foods at Sanglah General Hospital,

Denpasar in 2013 was fairly enough exceeding the hospital’s appointed target.

This study aimed to know the quantity, cost and determinant factors of inpatient’s

leftovers occurring at Sanglah General Hospital, Denpasar.

Design of this study was cross-sectional analytic. Subjects were inpatients

from 1st , 2

nd and 3

rd class care who received standard hospital diet during

treatment at a maximum staying up to 10 days (n = 68). Data leftovers were

collected by visual comstock method in a scale of 6 points. Data of ages, genders,

length of stay, class of hospital care, and type of diseases were obtained from

medical records. Patient's perception about food’s taste and appearance was

gained by interview. Data were then analyzed quantitatively by independent

sample t-test and one way ANOVA.

Results showed that the mean of leftovers were 14.79%. Patients who

leaved more food were female from the group age 50-64 years old, being treated

in 3rd

class care and ≤ 5 days length of stay. Patients who expressed foods in good

taste and appearance tended to leave least foods. Average cost from leftovers was

2,939 IDR/patient per day or 14.61% of the daily menu. There were an association

between genders, length of stay, class care, patient's perception of food’s taste and

appearance with leftovers (p<0.05) whereas no association between type of

diseases and menu’s cycle with leftovers.

It can be concluded that the determinant factors of leftovers are genders,

length of stay, class care, and patient's perception about food’s taste and

appearance. Thus, it is needed an evaluation on the menu’s cycle, improving

appearance of the food and making of standard recipe in nutrition ward.

Keywords: menu’s cycle, leftovers, wasted cost, inpatients.

Page 11: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

11

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM .................................................................................................... ii

PRASYARAT GELAR .............................................................................................. iii

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................................... iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ........................................................ v

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ............................................................... vi

UCAPAN TERIMAKASIH ....................................................................................... vii

ABSTRAK ................................................................................................................. ix

ABSTRACT ............................................................................................................... x

DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xv

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xvii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 5

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 6

1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................... 6

1.3.2 Tujuan Khusus .............................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 8

2.1 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit ............................................... 8

2.2 Standar Makanan Rumah Sakit .............................................................. 9

2.3 Asupan Makan Pasien…………………………………………………. 11

2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Makanan ...................................................... 13

Page 12: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

12

2.5 Sisa Makanan dan Faktor yang Mempengaruhinya ............................... 14

2.6 Biaya Makan .......................................................................................... 24

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN…………………………………………………………. 27

3.1 Kerangka Berpikir .................................................................................. 27

3.2 Konsep Penelitian ................................................................................... 28

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................................ 29

BAB IV METODE PENELITIAN ....................................................................... 30

4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................. 30

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 30

4.3 Penentuan Sumber Data ......................................................................... 30

4.3.1 Batasan Populasi ........................................................................... 30

4.3.2 Sampel Penelitian ......................................................................... 30

4.3.3 Besar Sampel Penelitian ................................................................ 31

4.3.4 Cara Pengambilan Sampel ............................................................ 32

4.4 Variabel Penelitian ................................................................................ 32

4.4.1 Identifikasi Variabel Penelitian ..................................................... 32

4.4.2 Definisi Operasional Variabel ....................................................... 32

4.5 Instrumen Penelitian ............................................................................... 36

4.6 Prosedur Penelitian ................................................................................. 37

4.6.1 Pencarian Subyek .......................................................................... 37

4.6.2 Protokol Penelitian ........................................................................ 37

4.6.3 Informed Consent .......................................................................... 38

4.6.4 Pengumpulan Data ........................................................................ 38

4.6.5 Etika Penelitian ............................................................................. 40

4.7 Analisis Data .......................................................................................... 40

BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................................ 41

5.1 Karakteristik Pasien ............................................................................... 41

5.2 Menu Standar Rumah Sakit ................................................................... 42

Page 13: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

13

5.3 Jumlah Sisa Makanan dan Analisis Faktor yang Berhubungan dengan

Terjadinya Sisa Makanan……………………………………………… 43

5.4 Intake Zat Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pasien ...................... 47

5.5 Persepsi Pasien Tentang Makanan Rumah Sakit……………………… 48

5.6 Estimasi Biaya Terbuang dari Sisa Makanan…………………………. 51

BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………………. 53

6.1 Standar Makanan Rumah Sakit………………………………………... 53

6.2 Sisa Makanan Pasien………………………………………………….. 53

6.3 Intake dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pasien……………………… 55

6.4 Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan………… 57

6.4.1 Hubungan Umur dengan Sisa Makanan………………………... 57

6.4.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Sisa Makanan……………….. 58

6.4.3 Hubungan Lama Perawatan dengan Sisa Makanan…………….. 59

6.4.4 Hubungan Kelas Perawatan dengan Sisa Makanan…………….. 60

6.4.5 Hubungan Kelompok Penyakit dengan Sisa Makanan…………. 61

6.4.6 Hubungan Persepsi Pasien dengan Sisa Makanan……………… 62

6.4.7 Hubungan Siklus Menu dengan Sisa Makanan………………… 65

6.5 Biaya Sisa Makanan…………………………………………………… 66

6.6 Keterbatasan Penelitian………………………………………………... 69

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 70

7.1 Simpulan………………………………………………………………. 70

7.2 Saran…………………………………………………………………... 71

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 73

LAMPIRAN………………………………………………………………………... 77

Page 14: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

14

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun

Diet…………………………………………………………………

11

Tabel 5.2 Karakteristik responden berdasarkan demografi, jenis penyakit,

kelas rawat dan lama perawatan……………………………………

41

Tabel 5.3 Nilai gizi menu standar RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015…….. 43

Tabel 5.4 Jumlah dan analisis sisa makanan berdasarkan karakteristik

responden……………………………………………………….......

44

Tabel 5.5 Distribusi sisa makanan berdasarkan indikator mutu pelayanan

gizi………………………………………………………………….

46

Tabel 5.6 Jumlah dan analisis sisa makanan berdasarkan siklus menu………. 46

Tabel 5.7 Intake dan tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan jenis kelamin…. 47

Tabel 5.8 Persepsi pasien tentang penampilan makanan RS…………………. 49

Tabel 5.9 Persepsi pasien tentang rasa makanan RS…………………………. 50

Tabel 5.10 Analisis sisa makanan berdasarkan persepsi

pasien……………….........................................................................

51

Tabel 5.11 Rata-rata biaya terbuang dari sisa makanan pasien per siklus menu. 52

Page 15: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

15

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Konsep Penelitian…………………..…………………………….. 28

Page 16: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

16

DAFTAR SINGKATAN

AKG : Angka Kecukupan Gizi

AsDI : Asosiasi Dietisien Indonesia

BOR : Bed Occupation Rate

DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien

LOS : Length Of Stay

NTB : Nusa Tenggara Barat

NTT : Nusa Tenggara Timur

PPMRS : Peraturan Pemberian Makan Rumah Sakit

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RS : Rumah Sakit

VVIP : Very Very Important Person

VIP : Very Important Person

Page 17: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

17

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Consent

Lampiran 2 Formulir Pencatatan Data Pasien

Lampiran 3 Pedoman Pengamatan Sisa Makanan Pasien

Lampiran 4 Pedoman Wawancara

Lampiran 5 Analisis Zat Gizi Menu Standar Rumah Sakit

Lampiran 6 Harga Menu Standar Rumah Sakit

Lampiran 7 Ethical Clearance dari Litbang FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar

Lampiran 8 Rekomendasi Penelitian dari Badan Penanaman Modal dan

Perizinan Provinsi Bali

Lampiran 9 Ijin Penelitian dari Direktur RSUP Sanglah Denpasar

Page 18: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan mempunyai

tujuan untuk melakukan upaya penyembuhan pasien dengan waktu yang singkat.

Salah satu upaya yang mendukung tujuan tersebut adalah dengan melakukan

kegiatan pelayanan gizi yang bermutu terutama dalam menyediakan makanan

baik kualitas maupun kuantitas sehingga dapat mencukupi kebutuhan pasien

terhadap gizi seimbang. Makanan selain sebagai terapi, juga memiliki nilai

ekonomi yang cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit. Jumlah biaya makan

cukup besar mencapai ±15% dari total biaya rumah sakit (Depkes RI, 2007).

Manajemen rumah sakit pada umumnya menghendaki pengelolaan makanan yang

efektif dan efisien. Efektif dalam arti tingkat keberhasilan penanganan terhadap

pasien cukup tinggi dan efisien berarti hemat dalam penggunaan sumber daya

yang ada.

Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan sering dikaitkan dengan

adanya sisa makanan. Sisa makanan menunjukkan adanya pemberian makanan

yang kurang optimal, sehingga sisa makanan merupakan salah satu indikator yang

sederhana yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan gizi

rumah sakit (Kemenkes RI, 2013). Tingginya sisa makanan mengakibatkan

kebutuhan gizi pasien tidak adekuat dan secara ekonomis menunjukkan

banyaknya biaya yang terbuang. Adanya biaya yang terbuang menyebabkan

Page 19: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

19

anggaran makanan kurang efisien dan efektif, sehingga pengelolaan biaya makan

tidak mencapai tujuan yang optimal.

Dalam penelitian yang dilakukan di 150 rumah sakit di Amerika tahun

2012 terhadap sisa makanan pasien di ruang rawat selama 6 hari, secara total 38%

dari makanan yang disediakan oleh dapur rumah sakit tersisa (Van Bokhorst-de

van der Schueren et al., 2012). Demikian juga dalam penelitian terhadap 400

pasien rawat inap di Brazil menemukan lebih dari 50% limbah rumah sakit berasal

dari limbah makanan dari bangsal perawatan (Mattoso dan Schalch, 2001).

Penelitian di 11 rumah sakit di Inggris selama periode 3 hari berturut-turut

terhadap makan pagi, makan siang dan makan malam, ditemukan proporsi pasien

yang menyisakan makanannya sebesar 55,8%. Mayoritas pasien wanita

menyisakan makanan karena ukuran porsi terlalu besar, sedangkan pasien laki-

laki menyatakan nafsu makan yang menurun (Hong dan Kirk,1995). Penelitian

lain di sebuah rumah sakit di Seoul menemukan rata-rata sisa makanan pasien

sebesar 33,3%. Pasien dari bangsal bedah dan anak menyisakan makanan lebih

banyak dari pada bangsal lain. Adanya sisa makanan ini mengakibatkan

ketidakcukupan asupan nutrisi pada pasien dan menimbulkan kerugian keuangan

yang besar (Yang et al., 2001).

Makanan yang tersisa masih sangat sering terjadi di berbagai rumah sakit

di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Kota

Bandung didapatkan bahwa sisa makanan lunak sebesar 31,2% (Munawar, 2011).

Sisa makanan di Rumah Sakit Jiwa Madani kota Palu sebesar 24,48% dan

mendapatkan biaya makan yang terbuang dalam sehari sebesar 9,97 % dari total

Page 20: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

20

harga makanan (Irawati, 2010). Begitu pula dengan penelitian Djamaludin

(2005), yang dilakukan di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, diperoleh rata-rata sisa

makanan sebesar 23,41% dan biaya yang terbuang sebesar 10,79% dari biaya

makan pasien perhari, sedangkan menurut Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/

2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan

yang tidak termakan oleh pasien ≤20%. Sisa makanan yang kurang atau sama

dengan 20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi disetiap rumah sakit di

Indonesi ( Kemenkes RI, 2012).

Sisa makanan dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu yang berasal

dari dalam diri pasien yang meliputi nafsu makan sebagai faktor utama. Rasa tidak

senang dan rasa takut karena adanya penyakit dapat menimbulkan rasa putus asa

sehingga pasien kehilangan nafsu makan. Faktor lainnya seperti fisik yang lemah,

adanya gangguan saluran cerna, kebiasaan makan dan faktor sosial budaya yang

menentukan sikap dan kesukaan terhadap makanan dapat mempengaruhi pasien

untuk dapat menghabiskan porsi makanan yang disajikan kepadanya (Moehyi,

1995). Obat-obatan dapat menekan atau menurunkan nafsu makan. Beberapa efek

khusus obat dapat menyebabkan perubahan nafsu makan, perubahan indera

pengecap dan penciuman atau mual dan muntah (Suharyati, 2006). Hasil

penelitian terdahulu faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan

di rumah sakit yaitu faktor dari pasien adalah umur, jenis kelamin, kelas

perawatan, lama perawatan dan jenis penyakit, faktor dari makanan seperti

aroma, rasa, penampilan makanan, besar porsi, variasi menu dan faktor

lingkungan seperti jadwal makan, adanya asupan makanan dari luar RS, alat

Page 21: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

21

makan dan petugas penyaji makanan (Djamaluddin, 2005; Irawati, 2010; Aula,

2011; Dian, 2012).

Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar adalah rumah sakit

pemerintah dan merupakan rumah sakit pendidikan kelas A, serta merupakan

rumah sakit rujukan utama untuk wilayah Bali, Nusa Tenggara barat (NTB) dan

Nusa Tenggara Timur (NTT). Kapasitas tempat tidur sebanyak 715 yang meliputi

rawat inap bagi pasien VVIP 32 tempat tidur, pasien VIP sebanyak 107 tempat

tidur, kelas 1 sebanyak 132 tempat tidur, kelas 2 sebanyak 103 tempat tidur, dan

pasien kelas 3 sebanyak 341 tempat tidur. Berdasarkan data dari bagian Evaluasi

dan Pelaporan RSUP Sanglah tahun 2013, hasil kegiatan menunjukkan Bed

Occupation Rate (BOR) rata-rata sebesar 85,05% dan Length of Stay (LOS)

selama 6,21 hari. Biaya yang diperlukan untuk makanan pasien tercatat sebesar 11

milyar pertahun atau sekitar 5% dari dana operasional rumah sakit.

Kegiatan penyelenggaraan makan di Instalasi Gizi RSUP Sanglah

Denpasar mengacu pada Peraturan Pemberian Makan Rumah Sakit (PPMRS).

PPMRS adalah suatu pedoman yang ditetapkan pimpinan rumah sakit sebagai

salah satu acuan dalam memberikan pelayanan gizi yang disesuaikan dengan

kondisi dan kemampuan rumah sakit. Macam menu yang ditetapkan terdiri dari

menu standar untuk kelas 1, 2, 3 dengan siklus 10 hari dan menu pilihan yang

berlaku di kelas VVIP/VIP. Salah satu indikator penilaian mutu pelayanan gizi

adalah tidak boleh lebih dari 20% pasien yang menyisakan makanan ≥25%. Tetapi

berdasarkan hasil pengamatan triwulan I, II dan III tahun 2013, proporsi pasien

yang menyisakan makanan ≥25% sebesar 22,9% melebihi standar yang sudah

Page 22: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

22

ditetapkan, sedangkan jumlah sisa makanan pasien dan besar biaya yang terbuang

dari sisa makanan belum pernah dilakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar.

Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

menganalisis sisa makanan dan besarnya biaya yang terbuang dari sisa makanan

rumah sakit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dapat dirumuskan

masalah seperti di bawah ini.

1. Bagaimanakah gambaran jumlah sisa makanan pasien di RSUP

Sanglah Denpasar?

2. Berapakah intake zat gizi pasien berdasarkan siklus menu rumah sakit?

3. Berapakah tingkat kecukupan zat gizi pasien dibandingkan dengan

standar rumah sakit?

4. Bagaimanakah persepsi pasien terhadap makanan rumah sakit?

5. Berapakah estimasi biaya yang terbuang dari sisa makanan?

6. Bagaimanakah hubungan umur dengan sisa makanan pasien?

7. Bagaimanakah hubungan jenis kelamin dengan sisa makanan pasien?

8. Bagaimanakah hubungan jenis penyakit dengan sisa makanan pasien?

9. Bagaimankah hubungan kelas perawatan dengan sisa makanan pasien?

10. Bagaimanakah hubungan lama perawatan dengan sisa makanan

pasien?

11. Bagaimanakah hubungan persepsi pasien tentang makanan rumah sakit

dengan sisa makanan ?

Page 23: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

23

12. Bagaimanakah hubungan siklus menu dengan sisa makanan pasien?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah dan biaya yang

terbuang pada sisa makanan serta menganalis faktor penentu terjadinya sisa

makanan pasien rawat inap kelas 1, 2 dan 3 di RSUP Sanglah Denpasar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal seperti berikut.

1. Gambaran jumlah sisa makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar.

2. Intake zat gizi pasien berdasarkan siklus menu rumah sakit.

3. Tingkat kecukupan zat gizi pasien dibandingkan dengan standar rumah

sakit.

4. Persepsi pasien tentang rasa dan penampilan makanan rumah sakit.

5. Estimasi biaya yang terbuang dari sisa makanan.

6. Hubungan umur dengan sisa makanan pasien.

7. Hubungan jenis kelamin dengan sisa makanan pasien.

8. Hubungan jenis penyakit dengan sisa makanan pasien.

9. Hubungan kelas perawatan dengan sisa makanan pasien.

10. Hubungan lama perawatan dengan sisa makanan pasien.

11. Hubungan persepsi pasien tentang makanan rumah sakit dengan sisa

makanan pasien.

12. Hubungan siklus menu dengan sisa makanan pasien.

Page 24: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

24

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang

berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu

pengetahuan dari hasil penelitian.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi

bagi pelayanan gizi di RSUP Sanglah Denpasar dalam perencanaan,

pelaksanaan dan evaluasi siklus menu secara berkala sehingga lebih efisien

dan efektif dalam penggunaan dana.

Page 25: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

25

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Makanan merupakan kebutuhan manusia yang paling dasar yang harus

dipenuhi sesuai dengan kebutuhannya. Secara umum makanan berfungsi sebagai

sumber energi, pertumbuhan dan perkembangan, pengganti sel-sel yang rusak,

mempercepat proses penyembuhan dan pengatur proses dalam tubuh. Dalam

keadaan sakit fungsi makanan sebagai salah satu bentuk terapi untuk kesembuhan

pasien, penunjang pengobatan dan tindakan medis (Moehyi, 1995).

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah serangkaian kegiatan

mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan,

perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan

penyimpanan sampai distribusi makanan pada pasien/konsumen dalam rangka

pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.

Tujuan dari penyelenggaraan makanan ini untuk menyediakan makanan yang

bermutu, jumlah sesuai kebutuhan gizi pasien, sesuai dengan biaya dan dapat

diterima oleh pasien guna mencapai status gizi yang optimal. Sasaran

penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien rawat inap. Penyediaan

makanan bagi orang sakit merupakan salah satu hal penting karena tujuan

pemberian makanan untuk mempertahankan dan meningkatkan status gizi,

mempertahankan daya tahan tubuh, serta sebagai bagian dari penyembuhan

penyakitnya (Hartono, 2006). Pelayanan makanan juga merupakan komponen

yang cukup besar dalam pembiayaan rumah sakit, sehingga perlu dikelola secara

Page 26: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

26

baik agar bermanfaat secara berdaya guna dan berhasil guna. Adanya perubahan

orientasi nilai dan perkembangan pemikiran yang sejalan dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan suatu rumah sakit sebagai

industri pelayanan jasa dituntut dapat memberikan kepuasan pelanggan atau

pasiennya.

2.2 Standar Makanan Rumah Sakit

Standar makanan rumah sakit di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar

tertuang dalam Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit (PPMRS) tahun 2014

yang berisi tentang jumlah dan jenis bahan makanan yang diberikan kepada

pasien berdasarkan kelas perawatan, nilai gizi dan pembagian waktu makan

dalam sehari (Instalasi Gizi, 2014). PPMRS ini disusun dengan

mempertimbangkan faktor kebutuhan gizi, kebiasaan makan serta anggaran

makanan yang tersedia dan ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit yang menjadi

pedoman dalam penyelenggaraan makanan. Secara lebih terperinci isi peraturan

ini terdiri dari : 1) macam pasien yang layani terdiri dari pasien (VVIP, VIP,

kelas 1, 2 dan 3), dokter jaga, petugas yang berdinas ditempat beresiko, petugas

yang kena paparan panas, 2) siklus menu yang ditetapkan (10 hari), 3) pola

pemberian makan sehari terdiri dari 3 kali makan utama dan 2 kali pemberian

snack, 4) standar makanan rumah sakit untuk pasien berdiit khusus dan biasa, 5)

standar makanan enteral rumah sakit, 6) macam menu yang ditetapkan terdiri dari

menu standar dan menu pilihan, 7) penggunaan bahan makanan sesuai anggaran

bahan makanan yang tersedia, 8) tercantum analisis zat gizi dari standar makanan

biasa, dan untuk makanan khusus. Menu pilihan hanya berlaku pada pasien VVIP

Page 27: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

27

dan VIP sedangkan pada kelas 1, 2 dan 3 berlaku menu standar dengan siklus

menu 10 hari.

Makanan biasa adalah makanan yang diberikan kepada pasien yang tidak

memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya. Susunan makanannya

sama dengan makanan orang sehat/makanan sehari-hari yang beraneka ragam,

bervariasi dengan bentuk, tekstur dan aroma yang normal, hanya tidak

diperbolehkan makanan yang merangsang atau yang menimbulkan gangguan

pencernaan. Standar ini mengacu pada pola menu seimbang dan Angka

Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat. Tujuan diet

makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk

mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Standar porsi yang berlaku

untuk makanan biasa dan khusus mengacu pada Buku Penuntun Diet tahun 2010

tetapi untuk standar porsi makanan biasa standar rumah sakit disesuaikan dengan

kondisi dan kemampuan rumah sakit. Nilai gizi makanan biasa pada Buku

Penuntun Diet tahun 2010 adalah energi 2146 kalori, protein 76 gram, lemak 59

gram dan karbohidrat 331 gram. Pemberian makanan pada orang sakit, pada

prinsipnya harus memenuhi kebutuhan zat gizi yang disesuaikan dengan penyakit

yang dideritanya. Hal ini berkaitan dengan perubahan fisiologis dan metabolisme

dalam tubuh orang sakit. Dengan demikian pada kondisi khusus, pengaturan diet

dan penyusunan menu dipersiapkan sesuai dengan jenis penyakit dan gejala untuk

menunjang kesembuhan pasien ( Kemenkes RI, 2013). Pembagian bahan makanan

sehari untuk makanan biasa di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Page 28: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

28

Tabel 1

Standar porsi makanan biasa menurut Instalasi Gizi dan Penuntun Diet

Waktu

makan

Bahan Makanan Instalasi Gizi Penuntun Diet

Pagi Nasi 150 gram 150 gram

Lauk hewani ( telur/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 50 gram 50 gram

Minyak 5 gram 5 gram

Snack pagi Kue 1 biji -

Siang Nasi 150 gram 250 gram

Lauk hewani (daging/penukar) 50 gram 50 gram

Lauk nabati (tempe/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 75 gram 75 gram

Minyak 10 gram 10 gram

Buah/penukar 100 gram 100 gram

Snack sore Bubur kacang hijau (25 gram) 1 gelas 1 gelas

Sore Nasi 150 gram 200 gram

Lauk hewani (daging/penukar) 50 gram 50 gram

Lauk nabati ( tahu/penukar) 50 gram 50 gram

Sayuran 75 gram 75 gram

Minyak 10 gram 10 gram

Sumber: Peraturan Pemberian Makan Rumah Sakit (PPMRS) tahun 2014

Penuntun Diet tahun 2010

2.3 Asupan Makanan Pasien

Asupan makanan pada pasien harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi

dalam keadaan sakit. Kebutuhan zat gizi dalam keadaan sakit tergantung jenis dan

berat penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keadaan sehat seperti

umur, gender (jenis kelamin), aktivitas fisik, serta kondisi khusus, yaitu ibu hamil

dan menyusui (Almatsier, 2010). Pasien rawat inap membutuhkan asupan makan

Page 29: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

29

yang adekuat agar kebutuhan dan kecukupan gizi terpenuhi dan terhindar dari

malnutrisi.

Dalam penyelenggaraan makanan di rumah sakit ada perbedaan pengertian

istilah kebutuhan gizi dan kecukupan gizi. Kebutuhan gizi (nutrient requirements)

adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang agar hidup

sehat. Kecukupan gizi (recommended dietary allowences) adalah jumlah masing-

masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi seseorang atau rata-rata kelomok agar

hampir semua orang (97,5% populasi) hidup sehat (Kemenkes RI, 2014). Jika

dalam tubuh terjadi ketidakcukupan gizi, maka dapat menyebabkan terjadinya

malnutrisi. Patogenesis penyakit gizi kurang (malnutrisi) melalui 5 tahapan, yaitu:

pertama ketidakcukupan zat gizi. Jika ketidakcukupan zat gizi ini berlangsung

lama, maka persediaan/cadangan jaringan akan digunakan untuk memenuhi

ketidakcukupan itu. Kedua, apabila ini berlangsung lama, maka akan terjadi

kemerosotan jaringan, yang ditandai dengan penurunan berat badan. Ketiga,

terjadi perubahan biokimia yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan

laboratorium. Keempat, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang

khas. Kelima, terjadi perubahan anatomi yang dapat dilihat dari munculnya tanda

yang klasik (Supariasa, 2002). Di rumah sakit, banyak pasien yang mengalami

ketidakcukupan zat gizi sebagai akibat dari rendahnya asupan zat gizi pasien.

Pasien yang memiliki asupan makan yang rendah akan meninggalkan sisa

makanan dalam piringnya. Semakin rendah asupan makan, maka sisa makanan

semakin tinggi

Page 30: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

30

2.4 Penilaian Mutu Pelayanan Makanan

Penilaian mutu pelayanan makanan dapat dilakukan melalui evaluasi

secara menyeluruh kegiatan penyelenggaraan makanan mulai dari perencanaan

menu sampai dengan produk makanan yang dihasilkan sampai kepada pasien.

Standar mutu makanan terdiri dari dua aspek utama yaitu aspek penampilan

makanan dan rasa makanan. Penampilan makanan terdiri dari warna makanan,

bentuk makanan, besar porsi dan cara menyajikan makanan. Rasa makanan

dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan yang disajikan, bumbu yang

digunakan, aroma masakan, keempukan atau kerenyahan serta tingkat

kematangan. Dalam penyajian makanan, penampilan dan rasa makanan harus

diperhatikan sedemikian rupa, sehingga menimbulkan kesan yang menarik bagi

pasien untuk dapat menghabiskan makanan yang disajikan (Moehyi, 1995).

Penilaian mutu makanan dapat dilakukan dengan mencatat jumlah sisa makanan

yang tidak dikonsumsi (Depkes RI, 2007).

Menurut Kepmenkes no. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan

oleh pasien sebesar ≤20%. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan 20%

menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di Indonesia

(Kemenkes RI, 2012).

Penilaian/evaluasi sisa makanan secara umum didefinisikan sebagai suatu

proses menilai jumlah/kuantitas dari porsi makanan yang sudah disediakan oleh

penyelenggara makanan yang tidak dihabiskan. Ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk menilai sisa makanan yaitu metode penimbangan dan metode

Page 31: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

31

taksiran visual. Penelitian yang dilakukan mengenai penggunaan skala comstock

6 poin untuk menaksir secara visual sisa makanan pada program pemberian

makan siang pada anak sekolah, pertama kali dikembangkan oleh Comstock tahun

1981, menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara taksiran visual skala

Comstock dan penimbangan (r = 0,93). Demikian juga dengan penelitian yang

dilakukan oleh Murwani (2001), di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta memperoleh

hasil antara taksiran sisa makanan dengan hasil penimbangan menunjukkan

adanya korelasi yang sangat kuat dan positif, dengan rata-rata 0,93 (dengan

rentang 0,91-0,95) sehingga taksiran visual dapat digunakan untuk menentukan

sisa makanan menggantikan metode penimbangan. Susyani (2005), dalam

penelitiannya mengenai akurasi petugas dalam penentuan sisa makanan pasien

rawat inap menggunakan metode taksiran visual skala Comstock 6 poin,

memperoleh kesimpulan penentuan sisa makanan dengan metode taksiran visual

Comstock dapat dilakukan oleh siapa saja baik oleh petugas perawat ataupun

petugas pramusaji.

2.5 Sisa Makanan dan Faktor yang Mempengaruhinya

Semua pasien rawat inap di rumah sakit menerima makanan sesuai dengan

kebutuhan ataupun kecukupan. Tetapi sebagian besar pasien (59%) meninggalkan

sisa sebanyak 471±372 kalori, 21±17 gram protein per pasien perhari, sehingga

asupan pasien menjadi kurang. Hal ini bukan didominasi oleh penyakit saja

tetapi ada faktor risiko lain sepertai jenis kelamin, resep diet yang dimodifikasi,

lama rawat dan makan malam yang tidak memadai, sehingga instalasi gizi harus

meningkatkan pelayanan makanan di rumah sakit (Dupertuis, 2003).

Page 32: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

32

Peranan makanan rumah sakit sebagai suatu terapi belum optimal. Hal ini

karena masih banyak kejadian malnutrisi rumah sakit dan dampak malnutrisi

mempengaruhi kesembuhan dan Length of Stay (LOS) dan makanan rumah sakit

sering dianggap sebagai penyebabnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

RSUP Sanglah Denpasar, menemukan rata-rata asupan zat gizi pasien dibawah

kebutuhan dan secara umum terjadi penurunan berat badan pasien selama

perawatan (Weta dan Partiwi, 2009). Adanya sisa makanan pasien di rumah sakit

mengakibatkan asupan gizi pasien tidak adekuat. Pasien dengan asupan gizi yang

tidak adekuat mempunyai resiko 2,4 kali untuk terjadi malnutrisi rumah sakit

(Kusumayanti, 2004).

Berdasarkan beberapa teori dan dari hasil penelitian terdahulu banyak

faktor yang menyebabkan terjadinya sisa makanan pasien di rumah sakit, yang

meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu yang berasal dari

pasien sendiri meliputi faktor psikis, kebiasaan makan, aktivitas fisik, umur, jenis

kelamin, kelas perawatan, lama perawatan, faktor pengobatan dan jenis penyakit.

Faktor eksternal terdiri dari faktor yang berasal dari makanan dan lingkungan.

Faktor dari makanan yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan adalah cita rasa

dan variasi menu, sedangkan faktor dari lingkungan adalah konsumsi makanan

dari luar rumah sakit, alat makan, jadwal makan atau waktu makan dan sikap

petugas ruangan.

1. Faktor keadaan psikis

Keadaan psikis adalah suatu keadaan yang berhubungan dengan kejiwaan.

Biasanya, perawatan di rumah sakit menyebabkan orang sakit harus menjalani

Page 33: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

33

kehidupan yang berbeda dengan apa yang dialami sehari–hari di rumah. Apa yang

dimakan, dimana orang tersebut makan, bagaimana makanan disajikan, dengan

siapa orang tersebut makan, sangat berbeda dengan yang telah menjadi kebiasan

hidupnya. Hal ini ditambah dengan hadirnya orang-orang yang masih asing

baginya yang mengelilinginya setiap waktu, seperti dokter, perawat, atau petugas

paramedis lainnya. Kesemuanya itu dapat membuat orang sakit mengalami

tekanan psikologis, merasa sedih, merasa takut karena menderita suatu penyakit,

ketidakbebasan gerak karena menderita suatu penyakit tertentu, sering

menimbulkan rasa putus asa sehingga pasien kehilangan nafsu makan sehingga

dapat mengurangi asupan makan (Moehyi, 1995).

2. Kebiasaan makan

Kebiasaan makan adalah suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan

dan perilaku yang berhubungan dengan makanan dan makan, seperti tata krama

makan, frekuensi makan seseorang, pola makan, kepercayaan tentang makanan

(pantangan), distribusi makanan di antara angota keluarga, penerimaan terhadap

makanan (timbulnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan

yang hendak dimakan. Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam

memilih makanan yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu,

ekspresi setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang

lain (Khomsan, 2004). Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang

beraneka ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat

pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang, sehingga status gizi

seseorang akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan

Page 34: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

34

dari penyakit. Susunan menu atau susunan hidangan masyarakat Indonesia

meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk (hewani dan nabati), sayur, dan buah.

Susunan makanan mengacu pada Pola Menu Seimbang dan Angka Kecukupan

Gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat (Sediaoetama, 2000).

Berdasarkan hasil penelitian Priyanto (2009), perbedaan pola makan di

rumah dan pada saat di rumah sakit akan mempengaruhi daya terima pasien

terhadap makanan. Bila pola makan pasien tidak sesuai dengan makanan yang

disajikan rumah sakit akan mempengaruhi habis tidaknya makanan yang

disajikan.

3. Aktivitas fisik

Aktifitas fisik berpengaruh terhadap kebutuhan gizi bagi pasien. Aktifitas

fisik pada orang normal berbeda tiap individu ada yang pekerjaan ringan, sedang

ataupun berat. Tidak hanya pada orang normal, pada orang sakit, aktivitas fisik

juga memiliki peranan dalam menetapkan kebutuhan energi. Dalam perhitungan

kebutuhan zat gizi, nilai faktor aktivitas pada orang sakit dibedakan menjadi dua

yaitu istirahat di tempat tidur dan tidak terikat di tempat tidur (Almatsier, 2010).

Pada pasien terjadi penurunan aktivitas fisik selama dirawat.

4. Umur

Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan, semakin tua

umur manusia maka kebutuhan energi dan zat gizi semakin sedikit. Bagi orang

yang dalam periode pertumbuhan yang cepat yaitu, pada masa bayi dan masa

remaja memiliki peningkatan kebutuhan zat gizi. Pada usia dewasa zat gizi

diperlukan untuk melakukan pekerjaan, penggantian jaringan tubuh yang rusak,

Page 35: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

35

meliputi perombakan dan pembentukan sel. Pada usia tua (lanjut usia) kebutuhan

energi dan zat gizi hanya digunakan untuk pemeliharan. Pada usia 65 tahun

kebutuhan energi berkurang mencapai 30% dari usia remaja dan dewasa

(Kemenkes RI, 2014).

Nida (2011), dalam penelitiannya menyimpulkan ada hubungan antara

umur dengan sisa makanan pasien untuk semua jenis makanan, dimana pasien

dengan umur >35 tahun lebih banyak sisa makanannya dibandingkan pasien

dengan umur <35 tahun. Hal ini kemungkinan karena pasien dengan umur >35

tahun aktivitas fisiologisnya menurun. Dengan menurunnya aktivitas maka

kebutuhan kalori dan protein juga lebih sedikit

5. Jenis kelamin

Jenis kelamin kemungkinan dapat menjadi faktor penyebab terjadinya sisa

makanan. Hal ini disebabkan perbedaan kebutuhan energi antara perempuan dan

laki-laki yaitu kalori basal perempuan lebih rendah sekitar 5-10% dari kebutuhan

kalori basal laki-laki. Perbedaan ini terlihat pada susunan tubuh dan aktivitas laki-

laki lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan. Menurut hasil

penelitian Djamaluddin (2005), pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih

sedikit daripada pasien laki-laki. Sisa nasi lebih sedikit pada laki-laki diduga

karena AKG pada laki-laki lebih besar daripada perempuan, sehingga laki-laki

memang mampu menghabiskan makanannya dibanding perempuan

6. Lama perawatan

Faktor lain yang mempengaruhi sisa makanan adalah lama perawatan.

Terdapat perbedaan sisa makanan menurut lama perawatan (Djamaludin, 2005).

Page 36: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

36

Hal ini karena pasien dengan masa perawatan yang lama cenderung hafal menu

makanan, jenis masakan, rasa dan sebagainya sehingga jika dalam pengolahan

kurang bervariasi akan menimbulkan rasa bosan, akibatnya nafsu makan

berkurang dan makanan yang disajikan tidak dihabiskan (Moehyi, 1995).

7. Kelas perawatan

Terdapat perbedaan sisa makanan menurut kelas perawatan dimana pasien

kelas 2 menyisakan banyak lauk nabati dan sayur dari pasien kelas 1 dan 3

(Djamaludin, 2005). Kelas perawatan menunjukkan status sosial ekonomi pasien.

Hal ini berhubungan dengan kebiasaan, kesukaan, pola makan, atau kepercayaan

pasien (Dewi et al., 2013).

8. Faktor pengobatan dan jenis penyakit

Sisa makanan juga disebabkan oleh faktor lain yang berkaitan dengan

jenis penyakit pasien seperti penggunaan obat-obatan. Interaksi antara obat dan

makanan dapat menurunkan nafsu makan, mengganggu pengecapan dan

mengganggu saluran pencernaan. Menurut Moore (1997) dalam Suharyati (2006),

obat-obatan dapat mempengaruhi makanan yang masuk atau diabsorpsi,

metabolisme dan sekresi dari zat gizi. Beberapa efek khusus obat-obatan dapat

menurunkan nafsu makan. Berdasarkan hasil penelitian Djamaludin (2005),

terlihat bahwa ada perbedaan sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti

penyakit kanker, ginjal, postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan

penyakit ginjal, postpartum, dan saraf memiliki sisa makanan sedikit. Pada

penyakit kanker dan bedah terjadi sisa makanan yang banyak karena pada

umumnya pasien dengan penyakit ini mempunyai tingkat stress yang tinggi yang

Page 37: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

37

disebabkan oleh penyakitnya sendiri maupun pengobatan yang dialaminya

sehingga nafsu makan menurun.

9. Cita rasa makanan

Cita rasa makanan yang kurang baik mengakibatkan persepsi pasien

terhadap makanan yang disajikan kurang baik pula. Persepsi pasien yang kurang

baik terhadap makaan yang disajikan maka dapat menyebabkan makanan yang

disajikan tidak habis dikonsumsi sehingga menimbulkan sisa. Pasien yang menilai

rasa makanan tidak enak akan memberikan sisa makanan yang lebih banyak,

sedangkan pasien yang menilai makanan enak akan memberikan sisa makanan

yang lebih sedikit (Aula, 2011; Dian, 2012, Kumboyono, 2012).

Cita rasa makanan dapat dinilai dari aspek penampilan makanan dan rasa

makanan (Moehyi, 1992). Faktor yang menentukan penampilan makanan waktu

disajikan adalah :

a. Warna makanan memegang peran utama dalam penampilan makanan oleh

karena bila warnanya tidak menarik akan mengurangi selera orang yang

memakannya..

b. Bentuk makanan yang disajikan membuat makanan menjadi lebih

menarik biasanya disajikan dalam bentuk–bentuk tertentu. Bentuk

makanan yang menarik akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap

makanan yang disajikan

c. Porsi makanan adalah banyaknya makanan yang disajikan dan kebutuhan

setiap individu berbeda sesuai dengan kebiasaan makannya. Potongan

makanan yang terlalu kecil atau besar akan merugikan penampilan

Page 38: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

38

makanan. Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan waktu

disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan

pemakaian bahan.

d. Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses

penyelenggaraan menu makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita

rasa yang tinggi tetapi bila dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan

baik, maka nilai makanan tersebut tidak akan berarti, karena makanan

yang ditampilkan waktu disajikan akan merangsang indera penglihatan

sehingga menimbulkan selera yang berkaitan dengan cita rasa (Moehyi,

1992). Penyajian makanan memberikan arti khusus bagi penampilan

makanan. Penyajian dirancang untung menyediakan makanan yang

berkualitas tinggi dan dapat memuaskan pasien, aman serta harga yang

layak. Penggunaan dan pemilihan alat makan yang tepat dalam

penyusunan makanan akan mempengaruhi penampilan makanan yang

disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat merupakan faktor penghambat

bagi pasien untuk menghabiskan makanannya (Nuryati, 2008).

Rasa makanan lebih banyak melibatkan penginderaan cecapan (lidah),

penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi cecapan utama yaitu asin, manis asam

dan pahit (Winarno,1997). Mengkombinasikan berbagai rasa sangat diperlukan

dalam mencipatakan keunikan sebuah menu. Menurut Moehyi, (1992) Rasa

makanan adalah rasa yang ditimbulkan dari makanan yang disajikan dan

merupukan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan

Page 39: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

39

makanan itu sendiri. Komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan

yaitu :

a. Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang

mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera

penciuman sehingga mampu membangkitkan selera. Aroma yang

dikeluarkan oleh makanan berbeda-beda. Demikian pula cara memasak

makanan yang berbeda akan memberikan aroma yang berbeda pula

(Moehyi, 1992 )

b. Bumbu masakan adalah bahan yang ditambahkan dengan maksud untuk

mendapatkan rasa makanan yang enak dan rasa yang tepat setiap kali

pemasakan

c. Suhu makanan waktu disajkan memegang peranan dalam penentuan cita

rasa makanan. Namun makanan yang terlalu panas atau terlalu dingan

sangat mempengaruhi sensitifitas saraf pengecap terhadap rasa makanan

sehingga dapat menguranggi selera untuk memakannya.

d. Tingkat kematangan sesuai dengan jenis makanan yang disajikan, tidak

terlalu matang atau terlalu mentah sehingga mempengaruhi keempukan,

kerenyahan dan tekstur dari makanan tersebut.

10. Variasi menu

Variasi menu adalah variasi dalam menggunakan bahan makanan, bumbu,

cara pengolahan, resep masakan, dan variasi makanan dalam suatu hidangan.

Bervariasi adalah tidak boleh terjadi pengulangan hidangan yang sama dalam satu

siklus menu atau tidak boleh terjadi metode pemasakan yang sama dalam satu kali

Page 40: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

40

makan. Menu yang bervariasi dapat merangsang selera makan sehingga makanan

yang disajikan akan dapat dihabiskan pasien (Depkes RI, 2007).

11. Jadwal makan atau waktu makan

Waktu makan adalah waktu dimana orang lazim makan setiap sehari.

Manusia secara alamiah akan merasa lapar setelah 3-4 jam makan, sehingga

setelah waktu tersebut sudah harus mendapat makanan, baik dalam bentuk

makanan ringan atau berat. Makanan di rumah sakit harus tepat waktu, tepat diet,

dan tepat jumlah. Waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan

pasien serta jarak waktu makan yang sesuai, turut berpengaruh terhadap timbulnya

sisa makanan. Hal ini berkaitan dengan ketepatan petugas dalam menyajikan

makanan sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan Makanan yang terlambat

datang dapat menurunkan selera makan pasien, sehingga dapat menimbulkan sisa

makanan yang banyak (Puspita dan Rahayu, 2011).

12. Makanan luar rumah sakit

Makanan yang dimakan oleh pasien yang berasal dari luar rumah sakit

berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan (Aula, 2011). Pasien yang

mendapatkan makanan dari luar rumah sakit menyisakan lebih banyak makanan

dari pada pasien yang tidak mendapatkan makanan dari luar rumah sakit

(Kumboyono, 2012). Jenis makanan yang biasa dikonsumsi oleh pasien dari luar

rumah sakit adalah berupa buah dan snack seperti biskuit, kue, dan aneka cemilan

lainnya. Rasa lapar yang tidak segera diatasi pada pasien yang sedang dalam

perawatan, timbulnya rasa bosan karena mengkonsumsi makanan yang kurang

Page 41: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

41

bervariasi menyebabkan pasien mencari tambahan makanan dari luar rumah sakit ,

sehingga makanan yang disajikan kepada pasien tidak dihabiskan (Aula, 2011).

13. Sikap petugas

Sikap petugas ini juga mempengaruhi faktor psikologis pada pasien.

Intervensi keperawatan, intervensi gizi, termasuk di dalamnya adalah sikap

petugas dalam menyajikan makanan, sangat diperlukan untuk meningkatkan

nutrisi yang optimal bagi pasien rawat inap. Oleh karena itu, sikap petugas

ruangan dalam menyajikan makanan berperan dalam terjadinya sisa makanan.

Berdasarkan hasil survey menyebutkan bahwa faktor utama kepuasan pasien

terletak pada pramusaji. Pramusaji diharapkan dapat berkomunikasi, baik dalam

bersikap, baik dalam berekspresi, wajah, dan senyum. Hal ini penting karena akan

mempengaruhi pasien untuk menikmati makanan dan akhirnya dapat

menimbulkan rasa puas (Nuryati, 2008). Hal ini juga penting untuk meningkatkan

asupan makan pasien agar pasien mau menghabiskan makanannya.

2.6 Biaya Makan Pasien

Dalam melakukan kegiatan penyelenggaraan makanan pasien di rumah

sakit, biaya merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dan

menentukan. Biaya harus diperhitungkan setepat mungkin, sehingga secara

ekonomi dapat dipertanggungjawabkan dan dikendalikan seefisien dan seefektif

mungkin (Kemenkes RI, 2013). Biaya pelayanan gizi rumah sakit adalah biaya

yang telah atau akan dikeluarkan dalam rangka melaksanakan kegiatan pelayanan

gizi rumah sakit, dan salah satunya meliputi biaya untuk kegiatan

penyelenggaraan makanan pasien. Biaya makan adalah biaya bahan-bahan yang

Page 42: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

42

dipakai untuk menghasilkan makanan yang diperlukan. Biaya ini merupakan

variabel langsung, karena mempunyai hubungan langsung terhadap pelayanan

makanan yang diselenggarakan. Biaya makan per orang per hari merupakan biaya

yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan makanan. Biaya ini diperoleh

berdasarkan total biaya yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan makanan dibagi

dengan jumlah output setiap jenis pelayanan. Data yang dibutuhkan untuk

menghitung biaya makan per orang per hari adalah jumlah output dari

penyelenggaraan makanan, yaitu porsi makan atau jumlah konsumen yang

dilayani.

Konsep perhitungan biaya makanan di rumah sakit terdiri dari 3 komponen

utama yaitu biaya bahan baku atau bahan dasar, biaya tenaga kerja dan biaya

overhead (Kemenkes RI, 2013). Biaya bahan baku atau bahan dasar adalah biaya

yang pasti akan dikeluarkan secara langsung dan digunakan dalam rangka

menghasilkan produk dan dalam hal ini biaya bakunya adalah bahan makanan.

Biaya tenaga kerja adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang terlibat

dalam proses kegiatan, baik tenaga kerja langsung maupun tenaga kerja tidak

langsung. Biaya overhead adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang

operasional produk yang dihasilkan. Pada penyelenggaraan makan, biaya

overhead yang dimaksud antara lain biaya bahan bakar, alat masak, alat makan,

alat rumah tangga, telepon, listrik dan biaya pemeliharaan.

Analisis biaya makan adalah suatu proses pengumpulan dan

pengelompokan data keuangan unit penyelenggaraan makanan untuk memperoleh

dan menghitung biaya produk makanan selama periode tertentu, baik biaya total

Page 43: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

43

(total cost) maupun biaya satuan/unit cost. Analisis biaya makan memberikan

informasi tentang biaya, proses sekaligus produk makanan yang dihasilkan.

Informasi ini berguna dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian keuangan

penyelenggaraan makanan dan penetapan tarif makan atau rawat inap. Hasil

analisis dapat pula digunakan untuk memperbaiki tindakan manajemen di masa

yang akan datang sehingga diharapkan dapat mengurangi atau mengoptimalkan

biaya dengan perbaikan tindakan tersebut (Akmal, 2005).

Perhitungan biaya makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar sesuai

dengan Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja Instalasi Gizi tahun 2014, hanya

berdasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan makanan

tanpa memperhitungkan biaya tenaga kerja dan biaya overhead lainnya. Hal ini

karena untuk biaya makan pasien belum menggunakan unit cost tetapi masuk ke

dalam biaya akomodasi rawat inap di rumah sakit.

Page 44: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

44

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir

Sistem penyelenggaraan makanan rumah sakit bertujuan untuk

menyediakan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi pasien sesuai dengan

standar yang sudah ditetapkan dan tersaji kepada pasien sesuai siklus menu.

Dalam penyediaan makanan kepada pasien diperlukan biaya yang cukup besar

sehingga perlu dikelola secara baik agar tercapai tujuan yang optimal. Untuk

mengevaluasi keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah sakit salah satu

indikatornya adalah sisa makanan. Sisa makanan yang kurang atau sama dengan

20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi di setiap rumah sakit di

Indonesia. Tingginya sisa makanan menunjukkan adanya pemberian makanan

yang kurang optimal sehingga terjadi ketidakcukupan asupan zat gizi dan secara

ekonomis menunjukkan banyaknya biaya yang terbuang.

Berdasarkan beberapa teori dan dari hasil penelitian terdahulu faktor-

faktor yang menyebabkan terjadinya sisa makanan pasien di rumah sakit adalah

hilangnya nafsu makan karena kondisi penyakit atau karena efek obat-obatan,

kebiasaan makan, aktivitas fisik, umur, jenis kelamin, kelas perawatan, lama

rawat, jenis penyakit. Faktor yang berasal dari makanan yaitu cita rasa dan variasi

menu dan faktor lingkungan seperti jadwal makan, adanya asupan makanan dari

luar rumah sakit dan sikap petugas ruangan. Pada penelitian ini faktor yang diteliti

adalah umur, jenis kelamin, jenis penyakit, kelas perawatan, lama perawatan, dan

persepsi pasien tentang penampilan dan rasa makanan rumah sakit.

Page 45: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

45

3.2 Konsep Penelitian

Keterangan :

: Diteliti

: Tidak diteliti

Gambar 3.1 Konsep Penelitian

Demografi

-Umur

-Jenis Kelamin

Jenis

Penyakit

Kelas

perawatan

Siklus

Menu

Tersaji

Persepsi

pasien tentang

makanan RS

-Penampilan

-Rasa

Jumlah sisa

makanan

Lama

perawatan

Faktor Lingkungan

-Makanan luar RS

-Sikap petugas

Biaya sisa

makanan

Intake dan

Kecukupan

zat gizi

Kebiasaan makan

Obat-obatan

Page 46: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

46

3.3 Hipotesis Penelitian

1. Ada hubungan umur dengan sisa makanan pasien.

2. Ada hubungan jenis kelamin dengan sisa makanan pasien.

3. Ada hubungan jenis penyakit dengan sisa makanan pasien.

4. Ada hubungan kelas perawatan dengan sisa makanan pasien.

5. Ada hubungan lama perawatan dengan sisa makanan pasien.

6. Ada hubungan persepsi pasien tentang penampilan dengan sisa makanan.

7. Ada hubungan persepsi pasien tentang rasa dengan sisa makanan.

8. Ada hubungan siklus menu dengan sisa makanan pasien.

Page 47: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

47

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat observasional dengan rancangan cross-sectional

analitik. Pengamatan dilakukan terhadap sisa makanan pasien setiap makan pagi,

siang dan sore serta makanan selingan (snack) pagi dan sore selama perawatan

maksimal 10 hari.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Pengumpulan data penelitian dilaksanakan di RSUP Sanglah Denpasar di

ruang rawat kelas 1, 2 dan 3 mulai dari bulan Pebruari sampai dengan Maret tahun

2015.

4.3 Penentuan Sumber Data

4.3.1 Batasan populasi

Populasi dari penelitian ini adalah pasien rawat inap kelas 1, 2 dan 3 di

RSUP Sanglah Denpasar dari periode bulan Pebruari sampai dengan Maret tahun

2015.

4.3.2 Sampel penelitian

Sampel dari penelitian ini adalah pasien yang mendapatkan makanan biasa

standar rumah sakit dengan bentuk nasi yang memenuhi kriteria inklusi.

4.3.2.1 Kriteria inklusi :

1. Pasien umur 13-64 tahun yang mendapatkan makanan biasa bentuk

nasi dan dirawat minimal 2 hari.

2. Dirawat di kelas 1, 2 dan 3.

Page 48: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

48

3. Pasien mempunyai kesadaran yang baik

4. Pasien bersedia berpartisipasi dalam penelitian dengan

menandatangani informed consent

4.3.2.2 Kriteria eksklusi

1. Pasien yang mendapat diet khusus seperti diet rendah garam, diet

rendah protein, diet jantung, diet khusus lainnya dan makanan cair.

2. Pasien di bangsal geriatri, immunocompromise, intensif dan menular.

3. Pasien yang mengalami perubahan diet dari makanan biasa ke bentuk

lain.

4.3.3 Besar sampel penelitian

Besar sampel minimal dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

n = Zα² PQ

= 68

Keterangan :

n = Jumlah sampel

Zα = Koefisien reliabilitas dengan α = 5 %

P = Proporsi pasien yang menyisakan makanan sebesar 0,229

Q = 1-P = 1- 0,229 = 0,771

d = Tingkat presisi sebesar 10%

Berdasarkan rumus besar sampel di atas diperoleh jumlah sampel sebanyak 68

orang.

Page 49: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

49

4.3.4 Cara pengambilan sampel

Sampel diambil dengan cara consecutive sampling yaitu semua subyek

yang memenuhi kriteria inklusi dimasukkan dalam penelitian hingga jumlah

subyek yang dibutuhkan terpenuhi.

4.4 Variabel Penelitian

4.4.1 Identifikasi variabel penelitian

1. Variabel independen (bebas) adalah umur, jenis kelamin, jenis penyakit,

kelas perawatan, lama perawatan, persepsi pasien tentang rasa dan penampilan

makanan rumah sakit dan siklus menu.

2. Variabel dependen (tergantung) adalah sisa makanan.

4.4.2 Definisi operasional variabel

4.4.2.1 Umur

Umur (dalam tahun) pasien yang tercatat dalam rekam medis.

Skala ukur: interval

Selanjutnya dikelompokkan menurut kelompok umur 16–18 tahun, 19-29 tahun,

30-49 tahun, 50-64 tahun (Kemenkes RI, 2014).

4.4.2.2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin pasien yang tercatat dalam rekam medis, dikelompokkan

menjadi jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

Skala ukur: nominal

Page 50: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

50

4.4.2.3 Jenis penyakit

Jenis penyakit pasien yang tercatat dalam rekam medis, selanjutnya

dikelompokkan berdasarkan disiplin ilmu Dokter Penanggung Jawab Pasien

(DPJP) (Djamaludin, 2005).

Skala ukur : nominal

4.4.2.4 Kelas perawatan

Kelas perawatan pasien yang tercatat dalam rekam medis meliputi kelas 1,

2 dan 3.

Skala ukur : ordinal

4.4.2.5 Lama perawatan

Lama perawatan adalah jumlah hari rawat pasien mulai masuk rumah sakit

sampai pulang, yang dilihat dari rekam medis pasien.

Skala ukur : interval

Selanjutnya dikelompokkan menjadi lama perawatan ≤ 5 hari dan lama perawatan

> 5 hari (Kumboyono dan Rahmi, 2012).

4.4.2.6 Persepsi pasien tentang penampilan makanan rumah sakit

Persepsi pasien tentang penampilan makanan rumah sakit adalah penilaian

pasien mengenai warna, bentuk, besar porsi dan cara penyajian makanan yang

disajikan. Terdiri dari skor 4= sangat baik, skor 3= baik, skor 2= kurang dan skor

1= sangat kurang (Instalasi Gizi, 2015). Dalam analisis data dikatagorikan

menjadi: 0 = persepsi kurang jika rata-rata skor <3 dan 1 = persepsi baik jika rata-

rata skor ≥3

Skala ukur : ordinal

Page 51: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

51

4.4.2.7 Persepsi pasien tentang rasa makanan rumah sakit

Persepsi pasien tentang rasa makanan rumah sakit adalah penilaian pasien

mengenai aroma, bumbu, suhu dan tingkat kematangan makanan yang disajikan.

Terdiri dari skor 4= sangat baik, skor 3= baik, skor 2= kurang dan skor 1= sangat

kurang (Instalasi Gizi, 2014). Dalam analisis data dikatagorikan menjadi: 0 =

persepsi kurang jika rata-rata skor <3 dan 1 = persepsi baik jika rata-rata skor ≥3

Skala ukur: ordinal

4.4.2.8 Siklus menu

Siklus menu adalah macam menu yang berlaku di Instalasi Gizi RSUP

Sanglah Denpasar yang terdiri dari 10 siklus harian ( Instalasi Gizi, 2014).

Skala ukur : nominal

4.4.2.8 Sisa makanan

Sisa makanan adalah makanan yang tidak habis dimakan oleh pasien dari

yang disediakan oleh rumah sakit selama perawatan. Untuk mengukur sisa

makanan pasien menggunakan formulir visual Comstock skala 6 poin yang

terdiri dari :

1. Skor 0 (0%) jika tidak ada porsi makanan yang tersisa, sama dengan 100%

makanan yang disajikan dikonsumsi oleh pasien.

2. Skor 1 (25%) jika tersisa ¼ porsi, sama dengan 75% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

3. Skor 2 (50%) jika tersisa ½ porsi, sama dengan 50% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

Page 52: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

52

4. Skor 3 (75%) jika tersisa ¾ porsi, sama dengan 25% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

5. Skor 4 (95%) jika tersisa hampir mendekati utuh, sama dengan 5%

makanan yang disajikan dikonsumsi oleh pasien.

6. Skor 5 (100%) jika tersisa semua atau utuh, sama dengan tidak ada

makanan yang dikonsumsi.

Skala ukur : ordinal

Selanjutnya sisa makanan per siklus menu dipersentasekan untuk mendapatkan

data interval.

4.4.2.9 Biaya sisa makanan

Biaya sisa makanan adalah besaran biaya yang diperoleh berdasarkan

konversi rata-rata persentase sisa semua jenis makanan dengan harga kontrak

bahan makanan pada saat itu dan dinyatakan dalam rupiah.

Skala ukur : rasio

4.4.2.10 Intake zat gizi

Intake zat gizi adalah konsumsi pasien berdasarkan siklus menu rumah

sakit yang dihitung dengan software nutri survey. Selanjutnya dinyatakan dalam

intake energi, protein, lemak dan karbohidrat.

Skala ukur: interval

4.4.2.11 Kecukupan

Kecukupan adalah perbandingan intake zat gizi dengan standar.

Dinyatakan dalam persentase tingkat kecukupan energi, protein, lemak dan

karbohidrat.

Page 53: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

53

Skala ukur : interval

4.5 Instrumen Penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian, seperti diuraikan di bawah ini.

1. Formulir pencatatan data pasien

Formulir untuk mencatat data umur, jenis kelamin, jenis penyakit, lama

rawat, dan kelas perawatan.

2. Pedoman pengamatan sisa makanan dan pedoman wawancara.

Pedoman pengamatan sisa makanan sesuai siklus menu harian dengan

formulir taksiran visual (visual comstock) skala 6 poin seperti berikut ini.

1. Skor 0 (0%) jika tidak ada porsi makanan yang tersisa, sama dengan 100%

makanan yang disajikan dikonsumsi oleh pasien.

2. Skor 1 (25%) jika tersisa ¼ porsi, sama dengan 75% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

3. Skor 2 (50%) jika tersisa ½ porsi, sama dengan 50% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

4. Skor 3 (75%) jika tersisa ¾ porsi, sama dengan 25% makanan yang

disajikan dikonsumsi oleh pasien.

5. Skor 4 (95%) jika tersisa hampir mendekati utuh, sama dengan 5%

makanan yang disajikan dikonsumsi oleh pasien.

6. Skor 5 (100%) jika tersisa semua atau utuh, sama dengan tidak ada

makanan yang dikonsumsi.

Pedoman wawancara untuk mendapatkan data persepsi pasien tentang rasa

dan penampilan makanan rumah sakit yang terdiri dari skor 4= sangat baik, skor

Page 54: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

54

3= baik, skor 2= kurang dan skor 1= sangat kurang. Selanjutnya data

dikelompokkan menjadi 2 katagori yaitu 0 = persepsi kurang jika rata-rata skor <3

dan 1 = persepsi baik jika rata-rata skor ≥3

Skala ukur: ordinal

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Pencarian subyek

Sumber subyek diperoleh melalui Daftar Pemberian dan Evaluasi Makanan

(DPEM) pasien rawat inap disetiap ruang perawatan.

4.6.2 Protokol penelitian

Pada pertemuan pertama peneliti dan juga enumerator akan memastikan

bahwa pasien memenuhi kriteria subyek penelitian. Setelah kriteria terpenuhi

peneliti memberikan penjelasan secara lisan dan tertulis mengenai maksud dan

tujuan penelitian serta prosedur yang harus dipatuhi oleh pasien dalam penelitian

ini. Pasien diminta agar sisa makanan yang tidak dimakan supaya tidak dibuang,

tidak diberikan kepada keluarga/orang lain karena akan diukur. Jika pasien ingin

memberikannya kepada keluarga agar dilakukan setelah sisa makanan diukur.

Pada alat makan pasien yang menjadi sampel akan diberi label untuk

membedakan dengan pasien lainnya yang tidak menjadi sampel. Pengamatan

terhadap sisa makanan pasien dilakukan selama pasien dirawat maksimal 10 hari,

setiap makan pagi, makan siang, makan sore serta selingan pagi dan sore.

Pengamatan makan pagi dilakukan pukul 06.30 – 07.30 wita, makan siang pukul

11.30 – 12.30 wita, makan sore pukul 17.00 – 18.00 wita, selingan pagi pukul

09.30- 10.00 wita dan selingan sore pukul 14.00-15.00 wita. Setelah dinyatakan

Page 55: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

55

boleh pulang oleh dokter, pasien akan ditanya mengenai persepsi tentang rasa dan

penampilan makanan rumah sakit dengan menggunakan kuesioner. Semua data

yang berhubungan dengan pribadi pasien dirahasiakan.

4.6.3 Informed consent

Peneliti dibantu oleh enumerator memberikan informasi kepada pasien

mengenai penelitian ini baik secara lisan maupun tertulis dan pasien bersedia

tanda tangan informed consent sebagai persetujuan.

4.6.4 Pengumpulan data

4.6.4.1 Jenis data yang dikumpulkan

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer adalah data mengenai jumlah sisa makanan tiap siklus

menu, data biaya sisa makanan, intake zat gizi, tingkat kecukupan gizi dan data

persepsi pasien tentang rasa dan penampilan makanan rumah sakit.

Data sekunder yaitu data mengenai umur, jenis kelamin, jenis penyakit,

kelas perawatan dan lama perawatan.

4.6.4.2 Cara pengumpulan data

1. Enumerator/peneliti mengisi formulir pencatatan data pasien untuk

mendapatkan data sekunder.

2. Enumerator menaksir sisa makanan yang ada dialat makan pasien secara

visual berdasarkan jenis makanan yaitu nasi, lauk hewani, lauk nabati,

sayur, buah dan snack dengan menggunakan formulir skala comstock 6

point yaitu 0, 1, 2, 3, 4 dan 5.

Page 56: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

56

3. Data biaya sisa makanan diperoleh dari konversi rata-rata persentase sisa

makanan dengan harga kontrak bahan makanan pada saat itu.

4. Data intake zat gizi diperoleh dari konsumsi berdasarkan hasil taksiran

visual comstock skala 6 point.

5. Data kecukupan zat gizi diperoleh dengan membandingkan intake zat gizi

dengan nilai gizi standar.

6. Data siklus menu diperoleh dari hasil pengumpulan data pengamatan sisa

makanan harian dengan taksiran visual comstock 6 poin. Siklus menu 1

dilakukan pengamatan pada tanggal 1, 11 dan 21; siklus menu 2 pada

pengamatan tanggal 2,12 dan 22; siklus menu 3 pada pengamatan tanggal

3,13 dan 23; siklus menu 4 pada pengamatan tanggal 4, 14 dan 24; siklus

menu 5 pada pengamatan tanggal 5,15 dan 25; siklus menu 6 pada

pengamatan tanggal 6, 16 dan 26; siklus menu 7 pada pengamatan tanggal

7, 17 dan 27; siklus menu 8 pada pengamatan tanggal 8, 18 dan 28; siklus

menu 9 pada pengamatan tanggal 9, 19 dan 29; siklus menu 10 pada

pengamatan tanggal 10, 20 dan 30.

7. Data persepsi pasien tentang rasa dan penampilan makanan yang disajikan

rumah sakit diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan

kuesioner. Petugas membacakan pertanyaan penelitian dan dijawab oleh

responden.

Enumerator pada pengumpulan data di kelas 1 dan 2 adalah ahli gizi ruang

rawat inap tempat subyek diambil, sedangkan pengumpulan data di kelas 3

dilakukan oleh peneliti sendiri. Enumerator mempunyai pendidikan minimal DIII

Page 57: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

57

Gizi yang salah satu uraian jabatannya melakukan monitoring dan evaluasi

terhadap asupan makan pasien dengan menggunakan taksiran visual comstock 6

poin.

4.6.5 Etika penelitian

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan pengajuan permohonan ijin

penelitian kepada Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar serta dilengkapi juga

dengan Ethical Clearance dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana.

4.7 Analisis Data

Data sisa makanan per siklus menu diolah dengan rumus (Kemenkes RI,

2013). Persentase Sisa Makanan = Total nilai________ x 100%

Jumlah jenis menu X skor tertinggi

Selanjutnya data yang diperoleh ditabulasi dan dideskripsikan berdasarkan

variabel yang diteliti.

Normalitas data diuji dengan statistik kolmogorov smirnov. Analisis faktor

untuk mengetahui hubungan antara 2 variabel yaitu variabel bebas dan variabel

tergantung, untuk variabel dengan 2 katagori dilakukan uji independen sampel t-

test, sedangkan untuk variabel lebih dari 2 katagori dilakukan diuji one-way

ANOVA (Analisis of Variance). Jika ada perbedaan antar kelompok dilanjutkan

dengan uji Post Hock Least Significant Difference (LSD). Semua keputusan

ditetapkan dengan tingkat kemaknaan α = 0,05.

Page 58: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

58

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Responden

Jumlah responden pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi sebanyak 68 orang, dengan karakteristik seperti tercantum pada tabel 5.1

berikut ini.

Tabel 5.2

Karakteristik responden berdasarkan demografi, jenis penyakit, kelas rawat dan

lama perawatan

Variabel n (%)

Jenis kelamin

Laki-laki 28 (41,2)

Perempuan 40 (58,8)

Kelompok umur (tahun)

16 - 18 7 (10,3)

19 – 29 15 (22,1)

30 - 49 27 (39,7)

50 – 64 19 (27,9)

Kelas perawatan

Kelas 1 10 (14,7)

Kelas 2 2 (2,9)

Kelas 3 56 (82,4)

Kelompok Penyakit

Interna 11 (16,2)

Mata 3 (4,4)

Obgyn 3 (4,4)

Onkologi 27 (39,7)

Orthopedi 11 (16,2)

Syaraf 7 (10,3)

Urologi 6 (8,8)

Lama perawatan

≤ 5 hari 29 (42,6)

>5 hari 39 (57,4)

Page 59: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

59

Hasil analisis deskriptif diperoleh data sebagian besar pasien (58,8%)

berjenis kelamin perempuan, terletak antara umur 16 sampai dengan 63 tahun,

dengan rata-rata umur 38,75±13,97. Sebagian besar (39,7%) berada pada

kelompok umur 30-49 tahun. Menurut kelas perawatan sebagian besar pasien

(82,4%) dirawat dikelas 3, dan paling sedikit (2,9%) di kelas 2. Distribusi

kelompok penyakit terbanyak adalah onkologi (39,7%) dan yang paling sedikit

adalah penyakit mata dan obgyn (4,4%). Berdasarkan lama rawat antara 2

sampai dengan 18 hari, dengan rata-rata lama rawat 6,8±3,58, yang selanjutnya

dikelompokkan dengan kelompok lama rawat >5 hari sebanyak 39 orang (57,4%)

dan lama rawat ≤ 5 hari sebanyak 29 orang (42,6%).

5.2 Menu Standar Rumah Sakit

Siklus menu yang berlaku di Instalasi Gizi RSUP Sanglah Denpasar tahun

2015 untuk pasien kelas 1, 2 dan 3 yang mendapatkan makanan biasa adalah

siklus menu standar yang terdiri dari 10 siklus harian. Susunan hidangan berupa

tiga kali makanan utama dan dua kali selingan (snack). Berdasarkan susunan

hidangan dari masing-masing siklus menu maka dapat dihitung nilai gizi standar

dengan menggunakan software nutrisurvey. Rata-rata nilai gizi dari siklus menu

standar adalah energi sebesar 1950 kilo kalori, protein 68,28 gram, lemak 52 gram

dan karbohidrat 296,1 gram. Nilai gizi menu standar dari siklus menu ke-1 sampai

ke-10 dapat dilihat pada tabel 5.3 dibawah ini.

Page 60: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

60

Tabel 5.3

Nilai gizi menu standar RSUP Sanglah Denpasar tahun 2015

Siklus

Menu

Zat Gizi

Energi (Kkal) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr)

Menu 1 1916 67,28 49,57 290,53

Menu 2 1843 65,45 46,89 291,19

Menu 3 2037 64,62 56,70 309,90

Menu 4 1870 64,66 49,30 284,30

Menu 5 1965 72,66 50,80 308,50

Menu 6 2008 69,57 57,40 292,08

Menu 7 1920 65,46 50,80 293,90

Menu 8 1900 66,75 51,00 298,00

Menu 9 2168 77,10 61,63 296,18

Menu 10 1854 69,24 45,70 296,41

Rata-rata 1950 68,28 52,00 296,10

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa siklus menu ke-9 dengan menu

pagi soto ayam dan menu siang opor ayam menyumbang nilai zat gizi paling

tinggi yaitu energi 2168 kilo kalori, protein 77,1 gram dan lemak 61,63 gram.

Menu ke-3 dengan menu siang tempe goreng tepung dan menu ke-5 dengan menu

pagi soup kentang soun menyumbang karbohidrat tertinggi dengan masing-

masing 309,9 gram dan 308,05 gram.

5.3 Jumlah Sisa Makanan dan Analisis Faktor yang Berhubungan dengan

Terjadinya Sisa Makanan.

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sisa makanan pasien dengan

metode visual comstock selama perawatan dengan pengamatan maksimal 10 hari,

didapatkan data sisa makanan pasien seperti disajikan pada tabel 5.4. Analisis

faktor untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan

variabel tergantung. Dalam pengujian hipotesis penelitian dengan data interval,

harus memenuhi syarat uji normalitas data. Uji normalitas data variabel sisa

Page 61: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

61

makanan dengan jumlah sampel 68 responden menggunakan uji kolmogorov-

smirnov test. Adapun hasil uji normalitas data dengan variabel sisa makanan yaitu

p=0,080. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa penyebaran data

subyek penelitian untuk variabel sisa makanan dalam keadaan berdistribusi

normal (p>0,05) sehingga dapat dilakukan uji parametrik independent sampel t-

test untuk variabel dengan 2 katagori dan one-way ANOVA (Analysis of

Variance), untuk variabel yang lebih dari 2 katagori.

Tabel 5.4

Jumlah dan analisis sisa makanan berdasarkan karakteristik responden

Variabel N Sisa makanan (%) Nilai p

Mean± SD

Jenis Kelamin

Laki-laki 28 12,03±7,76 0,047

Perempuan 40 16,72±11,65

Kelompok Umur (tahun)

16-18 7 10,57±7,55

19-29 15 16,67±11,31

30-49 27 12,15±9,87* 0,037

50-64 19 18,63±10,49*

Kelas Perawatan

Kelas 1 10 8,10 ± 9,37* 0,030

Kelas 2 2 18,00 ±7.07

Kelas 3 56 15.87±10,37*

Kelompok Penyakit

Interna 11 14,27±9,09 0,832

Mata 3 14,33±6,81

Obgyn 3 20,00±8,54

Onkologi 27 15,26±10,28

Orthopedi 11 11,91±9,63

Syaraf 7 12,71±8,85

Urologi 6 19,00±18,79

Lama Perawatan (hari)

≤5 29 15,76±12,00 0,026

>5 39 14,08±9,19

Total 14,79±10,43

*Diuji dengan one-way ANOVA untuk variabel lebih dari 2 katagori

Page 62: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

62

Berdasarkan tabel di atas didapatkan rata-rata persentase sisa makanan

pasien sebesar 14,79%±10,43. Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin, rata-rata

persentase sisa makanan lebih besar pada sampel perempuan yaitu sebesar 16,72%

dari pada sampel laki-laki sebesar 12,03% ( nilai p=0,047) yang menunjukkan ada

hubungan antara jenis kelamin dengan sisa makanan. Menurut kelompok umur,

ada perbedaan sisa makanan antara kelompok umur 30-49 tahun dengan

kelompok umur 50-64 tahun (p=0,037). Data menunjukkan tingginya sisa

makanan pada kelompok umur 50-64 tahun (18,63%) dibandingkan dengan sisa

makanan pada kelompok umur 30-49 tahun. Menurut kelas perawatan,

menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kelas perawatan dengan sisa

makanan (p=0,030). Data menunjukkan terdapat banyak sisa makanan dikelas 2

(18,00%) dan kelas 3 (15,87%) dari pada sisa makanan di kelas 1 (8,10%). Nilai

terendah di kelas 1 sebesar 1% dan nilai tertinggi 33%, di kelas 2 nilai terendah

13% dan nilai tertinggi 23% dan di klas 3 nilai terendah 1% dan nilai tertinggi

47%. Secara statistik perbedaan di kelas 2 tidak bermakna tetapi persentase sisa

makanan menunjukkan jumlah yang paling tinggi.

Berdasarkan kelompok penyakit, rata-rata persentase sisa makanan paling

tinggi pada bagian obgyn sebesar 20%, selanjutnya bagian urologi sebesar 19%,

onkologi sebesar 15,26%, mata sebesar 14,33%, interna interna 14,27%, syaraf

sebesar 12,71% dan orthopedi sebesar 11,91%. Perbedaan ini secara statistik

tidak bermakna dengan nilai p=0,832. Menurut lama rawat ada hubungan antara

lama perawatan dengan sisa makanan (p=0,026). Pasien dengan lama perawatan

Page 63: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

63

≤5 menyisakan makanan lebih besar (15,76%) dari pada pasien dengan lama

rawat >5 hari.

Berdasarkan indikator penilaian mutu pelayanan gizi, proporsi pasien yang

menyisakan makanan ≥25% pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.5.

Tabel 5.5

Distribusi sisa makanan berdasarkan indikator mutu pelayanan gizi

Katagori Sisa Makanan n (%)

Tidak bersisa (<25%) 57 (83,8)

Sisa (≥25%) 11 (16,2)

Berdasarkan tabel di atas proporsi pasien yang menyisakan makanan ≥25%

sebesar 16,2%.

Untuk melihat sisa makanan per siklus menu, dilakukan pengelompokan

data sisa makanan setiap siklus menu dari setiap pasien yang diamati selama

perawatan, minimal 2 hari sampai dengan maksimal 10 hari seperti yang

tercantum pada tabel 5.6 di bawah ini.

Tabel 5.6

Jumlah dan analisis sisa makanan berdasarkan siklus menu

Variabel N Sisa makanan (%) nilai p

Mean±SD

Siklus menu 1 35 15,24±12,90 0,927

Siklus menu 2 34 13,38±11,35

Siklus menu 3 32 13,16±11,04

Siklus menu 4 29 13,10±15,11

Siklus menu 5 33 14,37±11,52

Siklus menu 6 31 14,62±14,02

Siklus menu 7 36 16,44±12,15

Siklus menu 8 34 13,44±11,22

Siklus menu 9 23 13,14±11,21

Siklus Menu 10 20 10,93±11,10

Rata-rata sisa 13,86±12,16

Page 64: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

64

Berdasarkan tabel 5.6 diketahui rata-rata sisa makanan pasien bervariasi

menurut siklus dengan rata-rata sisa makanan sebesar 13,86%±12,16. Hasil

analisis statistik menunjukkan tidak ada hubungan antara siklus menu dengan sisa

makanan, meskipun terdapat banyak sisa makanan pada siklus menu ke-1

(15,24%) dan ke-7 (16,44%), tetapi secara statistik tidak bermakna (p=0,927).

Pada semua siklus menu baik siklus ke-1 dan ke-7 mempunyai susunan hidangan

yang sama

5.4 Intake dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pasien

Berdasarkan hasil dari pengukuran sisa makanan dengan metode visual

comstock, maka dapat dihitung intake zat gizi pasien. Asupan dihitung dengan

menggunakan software nutrisurvey. Tingkat kecukupan zat gizi dihitung dengan

membandingkan intake zat gizi dengan nilai gizi dari menu standar rumah sakit.

Tabel 5.7

Intake dan tingkat kecukupan zat gizi berdasarkan jenis kelamin

Variabel Laki-laki Perempuan Nilai p Total

Mean±SD Mean±SD

Intake zat gizi

Energi (kkal) 1675±160 1577±214 0,044 1618±198

Protein (gram) 58,68±6,08 55,58±8,73 0,008 56,85±8,30

Lemak (gram) 43,57±7,43 43,83±6,72 0,847 43,72±6,42

Karbohidrat (gram) 260,64±26,18 239,90±33,5 0,131 248,44±32,2

Kecukupan zat gizi

Energi (%) 85,91±8,20 80,87±10,99 0,044 82,94±10,18 Protein (%) 86,29±10,92 81,73±12,83 0,008 83,61±12,21 Lemak (%) 83,79±11,69 84,28±12,92 0,847 84,08±12,33

Karbohidrat (%) 88,06±8,84 81,05±11,34 0,131 83,93±10,88

Berdasarkan tabel 5.7 rata-rata intake zat gizi yaitu kalori 1618 kilo kalori,

protein 56,85 gram, lemak 43,72 gram dan karbohidrat 248,44 gram. Hasil

analisis dengan independent sample t-test terlihat bahwa rata-rata intake energi

Page 65: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

65

dari menu standar rumah sakit pada pasien laki-laki (1675 kkal) lebih tinggi dari

pada perempuan (1577 kkal). Demikian juga untuk intake protein, pasien laki-laki

lebih banyak mengkonsumsi protein (58,68 gram) dibandingkan dengan pasien

perempuan (55,58 gram), sedangkan untuk rata-rata konsumsi lemak dan

karbohidrat tidak berbeda.

Tingkat kecukupan zat gizi pasien diperoleh dengan cara membandingkan

asupan zat gizi dengan nilai gizi menu standar. Nilai gizi menu standar rumah

sakit yaitu rata-rata untuk energi 1950 kkal, protein 68,28 gram, lemak 52 gram

dan karbohidrat 296,1 gram (seperti tertuang pada tabel 5.3). Berdasarkan hasil

perhitungan, rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein pada pasien laki-laki

lebih tinggi dari pada perempuan. Tingkat kecukupan energi dan protein pada

pasien laki-laki masing-masing sebesar 85,91% dan 86,29% sedangkan pada

pasien perempuan masing-masing 80,87% dan 81,73%. Rata-rata tingkat

konsumsi lemak dan karbohidrat pada pasien laki-laki maupun perempuan tidak

berbeda.

5.5 Persepsi Pasien Tentang Makanan Rumah Sakit.

Data persepsi pasien tentang penampilan dan rasa makanan rumah sakit

diperoleh dengan melakukan wawancara dengan pasien menggunakan kuesioner.

Berdasarkan penilaian pasien pada setiap aspek penampilan makanan (warna

makanan, bentuk, besar porsi dan cara penyajian) maupun aspek rasa (aroma

makanan, bumbu, suhu dan tingkat kematangan) maka didapatkan hasil seperti

pada tabel di bawah ini.

Page 66: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

66

Tabel 5.8

Persepsi pasien tentang penampilan makanan rumah sakit

Variabel Kelas 1 Kelas 2 dan 3

n(%) n(%)

Warna makanan

Sangat baik 2 (20%) 1 (1,7%)

Baik 8 (80%) 56 (96,6%)

Kurang 0 1 (1,7%)

Bentuk makanan

Sangat baik 2 (20%) 3 (5,2%)

Baik 8 (80%) 54 (93,1%)

Kurang 0 1 (1,7%)

Besar porsi makanan

Sangat baik 1 (10%) 3 (5,2%)

Baik 9 (90%) 52 (89,6%)

Kurang 0 3 (5,2%)

Cara penyajian makanan

Sangat baik 2 (20%) 4 (6,9%)

Baik 8 (80%) 48 (82,8%)

Kurang 0 6 (10,3%)

Berdasarkan penilaian pasien tentang penampilan makanan rumah sakit

diperoleh data bahwa di kelas 1 semua pasien menilai baik untuk semua aspek

penampilan makanan dan tidak ada yang menilai kurang maupun sangat kurang,

sedangkan di kelas 2 dan 3 meskipun tidak ada yang menilai sangat kurang tetapi

masih ada pasien yang menilai kurang pada setiap aspek penampilan makanan

terutama pada aspek cara penyajian makanan (10,3%). Untuk persepsi pasien

tentang rasa makanan rumah sakit disajikan pada tabel 5.9.

Page 67: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

67

Tabel 5.9

Persepsi pasien tentang rasa makanan rumah sakit

Variabel Kelas 1 Kelas 2 dan 3

n(%) n(%)

Aroma makanan

Sangat baik 2 (20%) 2 (3,4%)

Baik 7 (70%) 53 (91,4%)

Kurang 1(10%) 3 (5,2%)

Bumbu makanan

Sangat baik 1 (10%) 3 (5,2%)

Baik 9 (90%) 41(70,7%)

Kurang 0 14 (24,1%)

Suhu makanan

Sangat baik 1 (10%) 4 (6,9%)

Baik 9 (90%) 47 (81%)

Kurang 0 7 (12,1%)

Tingkat kematangan

Sangat baik 1 (10%) 3 (5,2%)

Baik 9 (90%) 47 (81%)

Kurang 0 8 (13,8%)

Berdasarkan penilaian pasien tentang rasa makanan rumah sakit diperoleh

data bahwa di kelas 1 hampir seluruh pasien menilai baik untuk semua aspek rasa

makanan, tidak ada yang menilai sangat kurang dan hanya 1 orang yang menilai

aroma makanan kurang. Persepsi tentang rasa di kelas 2 dan 3, meskipun tidak ada

yang menilai sangat kurang tetapi masih banyak pasien yang menilai kurang pada

setiap aspek rasa makanan terutama pada aspek bumbu makanan (24,1%).

Analisis faktor untuk mengetahui hubungan antara persepsi pasien tentang

penampilan dan rasa makanan rumah sakit dengan sisa makanan dilakukan

dengan mengkatagorikan data menjadi 2 yaitu persepsi baik dan persepsi kurang,

seperti pada tabel di bawah ini.

Page 68: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

68

Tabel 5.10

Analisis sisa makanan berdasarkan persepsi pasien

Variabel n (%) Sisa makanan (%)

Nilai p Mean±SD

Persepsi Penampilan

Baik 61 (89,70) 13,95±9,12 0,001

Kurang 7 (10,30) 22,14±17,68

Persepsi Rasa

Baik 45 (66,18) 10,15±6,35 0,001

Kurang 23 (33,82) 23,86±10,97

Menurut persepsi pasien tentang penampilan makanan terlihat ada

hubungan yang bermakna antara penampilan makanan dengan sisa makanan

(p=0,001), demikian juga dengan rasa makanan, ada hubungan antara rasa

makanan dengan sisa makanan pasien (p=0,001). Data tersebut menunjukkan

banyaknya sisa makanan (22,14%) pada pasien yang menilai penampilan

makanan kurang dan banyaknya sisa makanan (23,86%) pada pasien yang

menilai rasa makanan kurang.

5.6 Estimasi Biaya Terbuang Dari Sisa Makanan

Berdasarkan rata-rata persentase sisa makanan maka dapat dihitung rata-

rata biaya yang terbuang dari sisa makanan per siklus menu. Perhitungan biaya

yang terbuang dari sisa makanan menggunakan harga kontrak bahan makanan

pasien semester I tahun 2015 dan yang dihitung adalah biaya bahan makanan

(food cost). Harga menu didapatkan dari harga bahan makanan tiap jenis hidangan

pada menu ke-1 sampai menu ke-10.

Page 69: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

69

Tabel 5.11

Rata-rata biaya terbuang dari sisa makanan pasien per siklus menu

Variabel Sisa makanan (%) Biaya Sisa

(Rp.)

Harga

Menu

(Rp.)

Biaya sisa

(%)

Mean±SD Mean±SD Mean±SD

Siklus menu 1 15,24±12,90 3.268±2.960 19.356 17,91±15,15

Siklus menu 2 13,38±11,35 2.633±2.587 18.960 13,89±13,64

Siklus menu 3 13,16±11,04 2.382±2.113 18.867 12,24±11,24

Siklus menu 4 13,10±15,11 2.538±3.020 20.187 12,15±14,88

Siklus menu 5 14,37±11,52 2.723±2.332 19.167 14,65±12,09

Siklus menu 6 14,62±14,02 2.995±3.014 18.439 16,24±16,35

Siklus menu 7 16,44±12,15 3.369±2.728 19.641 16,69±13,98

Siklus menu 8 13,44±11,22 2.279±1.995 17.896 12,36±10,98

Siklus menu 9 13,14±11,21 2.818±2.579 19.578 15,05±13,09

Siklus Menu 10 10,93±11,10 2.480±2.314 18.429 14,95±12,35

Rata-rata 13,86±12,16 2.939±2.185 19.052 14,61±11,27

Berdasarkan tabel 5.11 didapatkan hasil bahwa rata-rata biaya yang

terbuang dari sisa makanan pasien sebesar Rp. 2.939 per orang per hari,

sedangkan rata-rata harga menu standar rumah sakit sebesar Rp. 19.052 sehingga

persentase rata-rata biaya makan yang terbuang setiap hari sebesar 14,61% dari

harga menu (food cost). Biaya sisa makanan tertinggi pada siklus menu ke-1 dan

ke-7 masing-masing sebesar Rp. 3.268 dan Rp. 3.369.

Page 70: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

70

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Standar Makanan Rumah Sakit

Standar Makanan Rumah Sakit disusun dengan mengacu pada Buku

Penuntun Diet tahun 2010 yang disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan

rumah sakit. Nilai gizi standar makanan biasa pada Buku Penuntun Diet adalah

energi sebesar 2146 kalori, protein 76 gram, lemak 59 gram dan karbohidrat 331

gram, sedangkan pada penelitian ini nilai gizi rata-rata pada siklus menu standar

dari siklus ke-1 sampai ke-10 yaitu energi sebesar 1950 kalori, protein 68,28

gram, lemak 52 gram dan karbohidrat 296 gram. Hal ini menunjukkan pemenuhan

nilai gizi dari menu standar sekitar 90% dari acuan Buku Penuntun Diet. Selain itu

dengan menu standar pemberian makanan kepada pasien menjadi tidak sesuai

kebutuhan, yang seharusnya kebutuhan pasien berorientasi pada jenis kelamin,

umur, aktivitas fisik serta kondisi khusus (Almatsier, 2010).

6.2 Sisa Makanan Pasien

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 68 pasien rawat inap

yang ada di RSUP Sanglah Denpasar, mendapatkan hasil rata-sata sisa makanan

pasien yang mendapatkan makanan biasa standar rumah sakit sebesar 14,79%.

Beberapa penelitian yang dilakukan di rumah sakit memperlihatkan hasil bahwa

rata-rata sisa makanan masih sangat bervariasi jumlahnya berkisar antara 17%-

67% (Zakiah, 2005). Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin Bandung

dengan metode penimbangan terhadap sisa makanan lunak sebesar 31,2%

(Munawar, 2011). Penelitian di RS Dr. Sardjito Yogyakarta terhadap sisa

Page 71: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

71

makanan biasa dengan metode visual comstock sisa makanan sebesar 23,41%

(Djamaludin, 2005), dan sisa makanan biasa di RS Puri Cinere Depok sebesar

21,4% (Dian, 2012). Rata-rata sisa makanan pasien di RSUP Sanglah Denpasar

tahun 2015 masih lebih rendah (14,79%) dibandingkan dengan hasil penelitian

tersebut. Sesuai dengan Kepmenkes No.129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar

Pelayanan Minimal Rumah Sakit, indikator sisa makanan yang tidak termakan

oleh pasien tidak boleh lebih dari 20%. Sisa makanan yang kurang atau sama

dengan 20% menjadi indikator keberhasilan pelayanan gizi disetiap rumah sakit di

Indonesia. Berdasarkan hal tersebut, pelayanan gizi di Instalasi Gizi RSUP

Sanglah Denpasar dengan rata-rata sisa makanan pasien 14,79% dapat dikatakan

sudah melewati standar pelayanan minimal. Hal ini sangat mendukung RSUP

Sanglah Denpasar sebagai rumah sakit berstandar internasional karena telah lulus

akreditasi Internasional JCI tahun 2013 dan Akreditasi Nasional tahun 2015.

Berdasarkan siklus menu, sisa makanan pasien bervariasi menurut siklus

dengan rata-rata sisa sebesar 13,86%. Setiap pasien mendapatkan menu sesuai

siklus tetapi tidak semua pasien mendapatkan menu selama satu putaran menu (10

hari), tergantung dari lama rawat masing-masing pasien. Rata-rata persentase sisa

makanan terbanyak terdapat pada menu ke-1 dan ke-7. Bahan makanan yang

digunakan dari menu ke-1 sampai ke-10 hampir sama hanya jenis masakannya

yang berbeda. Sejalan dengan penelitian Diaz dan Angel (2013) di Rumah Sakit

Carlos Haya Cordoba terhadap 11 siklus menu ditemukan sisa makanan yang

bervariasi menurut siklus menu dan jenis makanan. Evaluasi sisa makanan

berguna untuk mengoptimalkan jenis dan kualitas menu yang disajikan.

Page 72: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

72

6.3 Intake Zat Gizi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Pasien

Intake zat gizi dapat dilihat dari jumlah sisa makanan pasien karena sisa

makanan dapat menunjukkan banyaknya hidangan makanan yang dapat

dihabiskan oleh pasien (AsDI, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data rata-rata asupan zat gizi dari

makanan rumah sakit pada sampel laki-laki yaitu energi sebesar 1675 kalori,

protein sebesar 58,68 gram, lemak sebesar 43,57 gram dan karbohidrat sebesar

260,64 gram. Pada sampel perempuan asupan zat gizi sebesar 1577 kalori, 55,58

gram protein, 43,83 gram lemak dan 260,64 gram karbohidrat. Pada penelitian ini

asupan laki-laki untuk energi dan protein lebih tinggi dari pada perempuan. Sesuai

dengan Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan, kecukupan zat gizi pada laki-laki

lebih tinggi dari pada perempuan (Kemenkes RI, 2014). Selain itu kebutuhan zat

gizi pada laki-laki lebih tinggi dari perempuan yang berhubungan susunan tubuh

dan aktivitas fisik lebih banyak menggunakan kerja otot daripada perempuan.

Selanjutnya jika asupan zat gizi pasien dibandingkan dengan standar

rumah sakit didapatkan bahwa tingkat kecukupan zat gizi baik pada pasien laki-

laki maupun perempuan dengan tingkat kecukupan zat gizi ≥80%. Berdasarkan

PGRS tahun 2013 dan sesuai dengan indikator mutu pelayanan gizi di Instalasi

Gizi RSUP Sanglah Denpasar bahwa asupan dikatakan baik bila pasien

mengkonsumsi ≥80% dari standar yang diberikan oleh rumah sakit. Berdasarkan

hal tersebut asupan pasien dengan diet makanan biasa di RSUP Sanglah Denpasar

dari segi penilaian indikator mutu sudah bisa dikatakan baik. Hal ini menandakan

Page 73: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

73

bahwa pelayanan makanan rumah sakit sudah cukup baik karena pasien

mempercayakan kebutuhan gizinya didapatkan dari makanan rumah sakit.

Berdasarkan Buku Penuntun Diet tahun 2010 yang menjadi acuan dalam

menyusun standar makanan umum dan standar makanan khusus di rumah sakit,

nilai gizi makanan biasa adalah energi 2146 kalori, protein 76 gram, lemak 59

gram, dan karbohidrat 331 gram, maka didapatkan tingkat kecukupan zat gizi

pasien menjadi sedikit lebih rendah dari standar yaitu pada pasien perempuan

untuk energi sebesar 73,49%, protein 73,13%, lemak 74,29, dan karbohidrat

72,48% dan pada sampel laki-laki tingkat kecukupan energi 78,05%, protein

77,21%, lemak 73,84% dan karbohidrat 78,74%. Total asupan ini belum

mencakup konsumsi pasien dari luar rumah sakit, karena sekitar 84% pasien

mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit (Kumboyono, 2012).

Menurut Renaningtyas (2004), pasien seharusnya menghabiskan seluruh

makanan yang sudah disajikan. Jika pasien tidak menghabiskan makanannya,

berarti asupan makan pasien tidak adekuat. Hal ini karena makanan yang

disediakan oleh instalasi gizi sudah diperhitungkan jumlah dan mutu gizinya, dan

harus dihabiskan pasien agar penyembuhannya dapat berjalan sesuai dengan

program yang sudah ditetapkan. Sisa makanan yang tinggi menyebabkan asupan

pasien tidak adekuat, dan jika terjadi dalam jangka waktu yang lama akan berisiko

terjadi malnutrisi rumah sakit sebesar 2,4 kali (Kusumayanti, 2003). Pemenuhan

makanan atau zat gizi yang cukup akan memegang peranan penting dalam proses

penyembuhan dan memperpendek lama rawat inap (Walton, 2008). Jadi

berdasarkan hal ini asupan makan pasien di RSUP Sanglah Denpasar belum

Page 74: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

74

adekuat karena masih menyisakan makanan sebesar 14,79%. Selain hal tersebut,

pada hakekatnya pelayanan gizi tidak bisa dilakukan menggunakan pendekatan

kelompok pasien, akan tetapi hendaknya dilakukan secara individual kasus per

kasus, berorientasi pada kebutuhan zat gizi dan kondisi kesehatan setiap pasien,

sehingga diharapkan akan meningkatkan angka kesembuhan dan memperpendek

lama perawatan (Weta dan Partiwi, 2009). Berdasarkan hal ini idealnya asupan zat

gizi pasien semestinya sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing pasien.

6.4 Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa Makanan

Berikut ini faktor yang berhubungan dengan terjadinya sisa makanan pada

pasien rawat inap di RSUP Sanglah Denpasar adalah umur, jenis kelamin, jenis

penyakit, kelas perawatan, lama perawatan, persepsi pasien tentang rasa dan

penampilan makanan rumah sakit dan siklus menu.

6.4.1 Hubungan umur dengan sisa makanan

Analisis statistik menujukkan ada perbedaan jumlah sisa makanan antara

kelompok umur 30-49 tahun dengan kelompok umur 50-64 tahun (p=0,037).

Pasien pada kelompok umur 50-64 tahun lebih banyak menyisakan makanan

(18,63%) dari pada pasien pada kelompok umur 30-49 tahun (12,15%). Hal ini

juga ditemukan pada penelitian Nida (2011), yang menyatakan sisa makanan pada

kelompok umur ≥35 tahun lebih banyak dibandingkan sisa makanan pada pasien

dengan kelompok umur <35 tahun. Tetapi berbeda dengan penelitian Djamaludin

(2005) yang menyatakan tidak ada hubungan sisa makanan menurut kelompok

umur (17-25 tahun; 26-35 tahun; 36-45 tahun; dan 46-60 tahun). Demikian juga

dengan penelitian Irawati (2010), yang menyatakan tidak ada hubungan sisa

Page 75: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

75

makanan menurut kelompok umur (15-45 tahun; >45 tahun). Perbedaan hasil ini

kemungkinan karena jumlah sampel dan pengelompokan umur yang berbeda.

Pada penelitian ini pengelompokan umur disesuaikan dengan AKG tahun 2013,

yang memuat kecukupan energi dan zat gizi lainnya berbeda menurut kelompok

umur. Sesuai dengan AKG tersebut kecukupan zat gizi pada kelompok umur 50-

64 tahun lebih rendah dari pada kelompok umur 30-49 tahun. Pada usia 50 tahun

ke atas yang sudah memasuki masa lanjut usia (lansia) awal akan mengalami

kemunduran pada organ tubuh termasuk kepekaan lidah, menurunnya nafsu

makan sehingga pada masa ini memerlukan perhatian khusus dalam hal

makanannya.

6.4.2 Hubungan jenis kelamin dengan sisa makanan

Analisis statistik menunjukkan ada hubungan jenis kelamin dengan sisa

makanan. Adanya hubungan yang bermakna pada sisa makanan yang berarti

bahwa pasien perempuan lebih banyak meninggalkan sisa dari pada pasien laki-

laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Djamaludin (2005), yang menyatakan

pasien perempuan mengkonsumsi nasi lebih sedikit dari pada pasien laki-laki.

Adanya sisa makanan yang lebih sedikit pada pasien laki-laki diduga karena AKG

pada laki-laki lebih besar dari pada perempuan (Sediaoetama, 2000). Dengan

demikian laki-laki memang mampu menghabiskan makanannya dibanding

perempuan karena kebutuhan zat gizi pada laki-laki lebih tinggi.

Pemberian makanan di RSUP Sanglah Denpasar untuk makanan biasa

tidak membedakan jumlah dan nilai gizi pada pasien laki-laki maupun perempuan.

Setiap pasien diberiakan menu standar yang sama tanpa menghitung jumlah

Page 76: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

76

kebutuhan masing-masing pasien. Perhitungan kebutuhan zat gizi pasien dihitung

berdasarkan jenis kelamin yaitu kalori basal pada laki-laki lebih tinggi dari pada

perempuan yaitu pada laki-laki 30 kalori per kilogram berat badan dan pada

perempuan 25 kalori per kilogram berat badan (Almatsier, 2010).

6.4.3 Hubungan lama perawatan dengan sisa makanan

Terdapat perbedaan sisa makanan menurut lama perawatan, yaitu dijumpai

lebih banyak sisa makanan pada lama perawatan ≤5 hari dibandingkan dengan

lama perawatan >5 hari. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang

dilaporkan sebelumnya oleh Djamaludin (2005), yang menyatakan bahwa

semakin lama hari perawatan, maka sisa makanan akan semakin banyak, karena

waktu perawatan yang lama akan menimbulkan kebosanan pasien terhadap menu

yang disajikan. Menurut Soegianto (2008), penerimaan makanan oleh pasien di

rumah sakit salah satunya dipengaruhi oleh tingkat adaptasi pasien terhadap

lingkungan rumah sakit yang berbeda dengan lingkungan rumah, sehingga

mempengaruhi motivasi untuk makan. Hal ini dipertegas pula oleh penelitian

Kumboyono dan Rahmi (2012), di rumah sakit tentara dr. Soepraoen Malang

yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat

adaptasi dengan sisa makanan pada pasien. Pasien yang tidak bisa beradaptasi

dengan lingkungan rumah sakit cenderung banyak dalam hal sisa makanan,

sedangkan pasien yang mampu beradaptasi dengan lingkungan cenderung

menyisakan sedikit sisa makanan. Dalam penelitian ini dan berdasarkan hasil

pengamatan selama penelitian semakin lama hari rawat, pasien akan lebih bisa

beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit sehingga lebih bisa menerima

Page 77: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

77

makanan rumah sakit. Selain itu pada awal masuk rumah sakit dimana fase akut

belum teratasi pasien merasa takut karena penyakitnya, ketidakbebasan gerak

karena menderita suatu penyakit dapat menurunkan nafsu makan sehingga pasien

tidak mampu menghabiskan makanan yang disajikan (Moehyi, 1995). Selain hal

tersebut diatas berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) di Instalasi Gizi

RSUP Sanglah Denpasar, yang mengharuskan untuk memberikan edukasi atau

konseling gizi kepada pasien rawat inap mengenai diet dan aturan makan rumah

sakit, menyebabkan pasien lebih memahami mengenai diet yang diberikan dan

mau menghabiskan makanan yang disajikan. Hal ini dipertegas pula oleh

penelitian Louhenapessy dan Dradjat (2003), di RSUD Dr. M. Haulussy Ambon

yang menyimpulkan bahwa ada pengaruh konseling gizi terhadap sisa makanan

pasien. Pemberian konseling gizi dengan motivasi secara rutin akan membantu

pasien dalam menghabiskan makanan yang disajikan.

6.4.4 Hubungan kelas perawatan dengan sisa makanan

Hubungan sisa makanan berdasarkan kelas perawatan, terdapat perbedaan

rata-rata persentase sisa makanan pasien menurut kelas perawatan. Sisa makanan

di kelas 2 dan 3 lebih banyak dibandingkan dengan sisa makanan di kelas 1. Hal

ini berbeda dengan penelitian Djamaludin (2005), yang menyatakan terdapat

perbedaan sisa makanan menurut kelas perawatan dimana terdapat banyak sisa

makanan pada pasien di kelas 2 dari pada pasien di kelas 1 dan kelas 3. Di RSUP

Sanglah Denpasar ada perbedaan cara penyajian makanan di ruang rawat inap.

Penyajian makanan merupakan faktor terakhir dari proses penyelenggaraan menu

makanan. Meskipun makanan diolah dengan cita rasa yang tinggi tetapi bila

Page 78: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

78

dalam penyajiaannya tidak dilakukan dengan baik, maka nilai makanan tersebut

tidak akan berarti, karena makanan yang ditampilkan waktu disajikan akan

merangsang indera penglihatan sehingga menimbulkan selera yang berkaitan

dengan cita rasa (Moehyi, 1995). Hal tersebut juga sesuai dengan Tanaka (1998),

yang menyatakan bahwa tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam penyajian,

yaitu pemilihan alat makan yang digunakan, cara menyusun makanan ke dalam

tempat sajian atau wadah makan, dan cara menghias hidangan. Dalam penyajian

makanan, pasien yang berada di ruang rawat kelas 1 mendapatkan penyajian

makan yang menarik dengan alat makan berupa piring yang terdiri dari piring

makan, piring lauk, mangkok sayur dan piring snack, serta pemberian

garnish/hiasan pada wadah makanan. Di kelas 2 dan kelas 3 alat makan yang

digunakan berupa plato yang terbuat dari melamin. Penggunaan dan pemilihan

alat makan yang tepat dalam penyusunan makanan akan mempengaruhi

penampilan makanan yang disajikan dan terbatasnya perlengkapan alat

merupakan faktor penghambat bagi pasien untuk menghabiskan makanannya

(Nuryati, 2008)

6.4.5 Hubungan kelompok penyakit dengan sisa makanan

Berdasarkan analisis statistik terlihat bahwa tidak ada hubungan antara

kelompok penyakit dengan sisa makanan. Dalam penelitian ini didapatkan 7

kelompok penyakit yaitu interna, mata, obgyn, onkologi, orthopedi, syaraf dan

urologi. Jenis diet yang diberikan sama berupa makanan biasa standar rumah

sakit, yang berarti dianggap mempunyai tingkat stress yang sama dan pasien tidak

memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya. Aula (2011), dalam

Page 79: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

79

penelitiannya menyebutkan bahwa kondisi psikis yang terjadi pada pasien dalam

bentuk depresi (stress) dapat mengurangi asupan makan.

Hal ini berbeda dengan penelitian Djamaludin (2005), terhadap 100 pasien

rawat inap dengan metode visual comstok yang menemukan bahwa ada perbedaan

sisa makanan pada beberapa jenis penyakit seperti penyakit kanker, ginjal,

postpartum, saraf, dan bedah. Pada pasien dengan penyakit ginjal, postpartum, dan

saraf memiliki sisa makanan sedikit, sedangkan pada penyakit kanker dan bedah

terjadi sisa makanan yang banyak. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena

kondisi psikis maupun pengobatan yang dialami pasien yang berbeda.

6.4.6 Hubungan persepsi pasien dengan sisa makanan

Ada hubungan cita rasa makanan dengan sisa makanan baik dari segi

penampilan makanan maupun rasa makanan. Pasien yang menyatakan rasa dan

penampilan makanan baik cenderung menyisakan makanan yang lebih sedikit dari

pada pasien yang menyatakan rasa dan penampilan makanan kurang. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dian (2012), di RS Puri Cinere

Depok yang menyatakan bahwa ada perbedaan proporsi sisa makanan antara

responden yang menilai penampilan makanan sudah menarik dengan yang menilai

tidak menarik. Pasien yang berpendapat penampilan makanan tidak menarik akan

lebih banyak menyisakan makanan sedangkan pasien yang berpendapat

penampilan makanan sudah menarik akan menyisakan makanan lebih sedikit.

Penelitian Puspita dan Rahayu (2011), di RSUD Dr.M.Ashari Pemalang, juga

menyatakan ada hubungan antara persepsi pasien mengenai cita rasa makanan

dengan terjadinya sisa makanan pasien.

Page 80: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

80

Penampilan makanan merupakan penentu cita rasa makanan yang meliputi

komponen warna makanan, bentuk makanan, besar porsi makanan dan cara

penyajian makanan (Moehyi, 1992). Berdasarkan penelitian ini, sebagian besar

pasien (89,7%) menilai penampilan makanan baik. Hal ini karena warna, bentuk,

besar porsi dan cara penyajian makanan sudah sesuai menurut pasien. Hasil

penelitian ini lebih baik dari penelitian Munawar (2011), dimana setengah dari

total responden menyatakan penampilan makanan di RSHS Bandung menarik.

Sama halnya dengan penelitian Nuryati (2008), di RS Bhakti Wira Tamtama

Semarang yaitu dari 35 pasien, hampir seluruhnya menyatakan penampilan makan

menarik. Dari keseluruhan aspek penampilan makanan semua pasien di kelas 1

menyatakan penampilan makanan sudah baik, sedangkan di kelas 2 dan 3 yang

masih mendapakan penilaian kurang yaitu aspek cara penyajian makanan dan

besar porsi makanan. Berdasarkan besar porsi sebanyak 5,2% pasien menyatakan

kurang besar dan sebanyak 10,3% menyatakan cara penyajian makanan kurang

menarik. Besar porsi nasi untuk makan siang dan sore dinilai sebagian pasien

terlalu sedikit. Hal ini bila dihubungkan dengan standar makanan rumah sakit dan

Buku Penuntun Diet sebagai acuan memang ada pengurangan porsi nasi untuk

makan siang sebesar 100 gram nasi dan sore sebesar 50 gram nasi. Selain itu

pemberian diet kepada pasien dengan makanan biasa adalah menggunakan standar

bukan berdasarkan perhitungan kebutuhan zat gizi pasien sehingga kemungkinan

yang diberikan lebih kecil dari kebutuhan. Cara penyajian makanan dikelas 2 dan

3 berbeda dengan di kelas 1. Di kelas 1 tidak ada pasien yang menilai kurang

Page 81: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

81

untuk penyajian makanan sementara dikelas 2 dan 3 sebanyak 10,3% menilai

kurang, kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan alat makan tersebut.

Rasa makanan merupakan salah satu aspek utama cita rasa makanan yang

terdiri dari aroma makanan, kesesuaian bumbu-bumbu, keempukan makanan atau

tingkat kematangan dan suhu makanan. Aspek ini sangat penting untuk

diperhatikan agar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan pasien (Moehyi,

1992). Sebagian besar responden menyatakan rasa makanan di RS Sanglah

Denpasar sudah baik (66,18%) dibandingkan dengan yang menilai rasa makanan

kurang (33,82%). Sejalan dengan hasil penelitian Munawar (2011), di RSHS

Bandung, dan Nuryati dkk (2008), di RS Bhakti Wira Tamtama Semarang

sebagian besar berpendapat rasa makan yang disajikan sudah baik. Rasa makanan

adalah aspek penilaian makanan yang sukar untuk dinilai secara akurat oleh

karena rasa makanan sangat bersifat subjektif, tergantung selera pasien yang

mengkonsumsinya. Dari keseluruhan aspek rasa makanan, yang mendapat

penilaian kurang paling banyak di kelas 2 dan 3 yaitu aspek kesesuaian bumbu-

bumbu sebanyak 24.1% responden yang menilai bumbu makanan masih kurang.

Jika dihubungkan dengan siklus menu di instalasi gizi, belum semua jenis menu

memiliki standar resep yang dipakai acuan dalam mengolah makanan. Menurut

Aritonang (2012), dalam perencanaan menu di rumah sakit diperlukan adanya

peraturan pemberian makanan rumah sakit, standar porsi, standar resep dan

standar bumbu.

Page 82: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

82

6.4.7 Hubungan siklus menu dengan sisa makanan

Hubungan antara siklus menu dengan sisa makanan menunjukkan tidak

ada hubungan yang bermakna. Sejalan dengan penelitian Rizani (2013), di RS

Bhayangkara Palembang, Puspita dan Rahayu (2011), di RSUD Dr. M. Ashari

Pemalang, menyatakan tidak ada hubungan antara siklus menu dengan sisa

makanan. Meskipun dalam penelitian ini terlihat sisa makanan yang lebih tinggi

pada menu ke-1 dan ke-7 tetapi perbedaan ini secara statistik tidak bermakna.

Hal ini dapat disebabkan oleh karena menu yang disajikan oleh instalasi gizi

RSUP Sanglah Denpasar dirancang dengan siklus menu 10 hari dengan susunan

hidangan yang sama dan dengan pengulangan beberapa kali bahan makanan pada

setiap siklus seperti daging ayam, ikan, telur, tahu dan tempe yang selalu ada di

setiap siklus. Tingginya sisa makanan pada menu tersebut kemungkinan terjadi

karena cara pengolahan atau bumbu yang kurang disukai pasien atau karena

rasanya yang tidak sesuai. Seringnya pengulangan variasi jenis bahan makanan

dalam waktu yang berdekatan dapat menimbulkan kebosanan pada pasien

terhadap jenis makanan tersebut. Hal ini dipertegas pula oleh penelitian Lau dan

Gregoire (1998), di rumah sakit pendidikan Midwestern yang menyimpulkan

bahwa variasi bahan makanan yang disajikan merupakan prediktor pelayanan

makan di rumah sakit. Variasi bahan makanan yang baik akan meningkatkan

kualitas makanan yang disajikan dan dapat meningkatkan daya terima makan

pasien.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap siklus menu 10 hari

di RS Sanglah Denpasar, setiap hari selama 10 hari baik itu makan pagi, makan

Page 83: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

83

siang, maupun makan sore, jenis menu yang disajikan berupa lauk hewani, lauk

nabati, sayur dan buah dengan 3 kali makanan utama dan 2 kali selingan.

Susunan menu pagi berupa nasi, lauk hewani dan sayur, menu siang dan sore

berupa nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Hidangan snack berupa kue

dan kacang hijau. Pasien di kelas 1, 2 dan 3 tidak bisa memilih menu seperti

pasienVIP, hanya berlaku menu standar yang sudah dihitung sesuai tercantum

dalam PPMRS. Selain itu, menu makanan yang disajikan oleh RS Sanglah

menggunakan bahan makanan daerah setempat, sehingga diharapkan sesuai

dengan kebiasaan makan pasien sebelum sakit. Tetapi karena RSUP Sanglah

merupakan RS rujukan utama untuk wilayah Bali, NTB dan NTT, kemungkinan

pasien yang berasal dari daerah tersebut perlu penyesuaian dengan menu yang

disajikan. Jika dihubungkan dengan rata-rata lama rawat inap 6,8 hari, siklus

menu 10 hari sudah melebihi lama rawat dan pasien tidak akan mendapatkan

pengulangan menu yang sama.

6.5 Biaya Sisa Makanan

Sisa makanan selain menyebabkan kebutuhan gizi pasien tidak adekuat

juga akan menyebabkan ada biaya yang terbuang akibat dari sisa makanan dan hal

ini akan merugikan semua pihak. Rata-rata biaya terbuang per orang per hari

sebesar Rp. 2.939,00. Berdasarkan data terlihat adanya variasi biaya yang

terbuang dari sisa makanan pada setiap siklus menu berkisar antara Rp.2.279-

Rp.3.369. Biaya yang terbuang dari sisa makanan tertinggi pada menu ke-1 dan

menu ke-7. Besarnya biaya sisa makanan dipengaruhi oleh besarnya harga satuan

dari bahan makanan dan banyaknya sisa makanan (Djamaludin, 2005). Setiap

Page 84: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

84

jenis menu dapat diminimalkan sisanya atau diharapkan habis dikonsumsi oleh

pasien sesuai porsi yang diberikan melalui upaya dari manajemen Instalasi Gizi

dengan meningkatkan mutu makanan tersebut. Pengaturan variasi dan kombinasi

hidangan merupakan salah satu cara peningkatan mutu makanan serta cita rasa

makanan yang disajikan memuaskan pasien. Hal ini diharapkan dapat

menurunkan sisa makanan yang disajikan sehingga dapat menurunkan biaya

terbuang akibat dari sisa makanan. Pada penelitian ini total biaya sisa yang

terbuang dalam sehari 14,61 % dari total harga menu (food cost). Biaya makan

yang terbuang dari sisa makanan berada di bawah 20% dari harga makanan tetapi

tetap menggambarkan belum optimalnya penyelenggaraan makanan di rumah

sakit ini, karena bila diperhitungkan dalam setahun akan diperoleh total biaya

makan yang terbuang sebesar Rp. 1.072.735 per orang. Jumlah ini lebih besar dari

penelitian Djamaludin (2005), di RS Dr. Sardjito Yogyakarta yang menunjukan

bahwa total biaya makan yang terbuang sebesar 10,79% per hari, penelitian

Irawati (2010) di RS Jiwa Madani Palu biaya terbuang sebesar 9,97% per hari.

Perbedaan besar biaya terbuang ini kemungkinan karena harga bahan makanan di

masing-masing daerah berbeda, dan juga jenis bahan makanan yang tersisa. Harga

kontrak bahan makanan di RSUP sanglah menggunakan harga rata-rata survey

pasar di Kota Denpasar, yang fluktuasinya cukup tinggi. Harga bahan makanan

kelompok daging jauh lebih tinggi dari pada harga buah-buahan, sayuran, tahu

atau tempe.

Jumlah biaya yang terbuang ini, jika dibandingkan dengan rata-rata jumlah

pasien yang dilayani yang mendapatkan makanan biasa pada saat penelitian

Page 85: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

85

berlangsung di kelas 1, 2 dan 3 yaitu 120 sampai 150 orang per hari maka total

biaya makan yang terbuang sehari sebesar sebesar Rp.440.850,00, dan bila

diperhitungkan dalam setahun akan diperoleh total biaya makan yang terbuang

sebesar Rp. 160.910.250,00. Jumlah ini jika dibandingkan dengan realisasi

anggaran makan dalam setahun untuk pasien kelas 1, 2 dan 3, maka rata-rata

persentase biaya makan yang terbuang dari sisa makanan biasa sebesar 4,3%. Hal

ini sejalan dengan penelitian Djamaludin (2005), di RS Dr. Sardjito Yogyakarta

yang menemukan banyaknya biaya terbuang dari sisa makanan biasa sebesar 4,4%

dari anggaran tersedia. Selain makanan biasa, dalam sehari instalasi gizi melayani

sekitar ±500 sampai 600 pasien per hari, dengan berbagai macam diet seperti, nasi

kotak, makanan lunak, makanan saring, makanan cair, makanan lewat pipa, diet

khusus seperti Tinggi Kalori Tinggi Protein, diet jantung, diet Diabetes Melitus,

diet rendah protein, rendah garam, rendah serat, diet luka bakar, dan lain-lain yang

belum pernah diteliti mengenai sisa makanannya.

Analisis biaya makan merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi

pelayanan gizi yang diberikan terutama penyelenggaraan makanan, diantaranya

mengenai efektifitas dan efieiensi dari sistem penyelenggaraan makanan yang

digunakan pada rumah sakit tersebut. Adanya analisis biaya makan yang terbuang

dapat memberikan masukan kepada manajemen rumah sakit dalam pengelolaan

mutu pelayanan gizi terutama untuk memperbaiki standar porsi sesuai dengan

kebutuhan pasien dan perbaikan menu yang diharapkan meminimalkan sisa

makanan yang terbuang. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan performance

rumah sakit dengan meningkatkan mutu pelayanan gizi yang bertujuan untuk

Page 86: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

86

meminimalkan biaya yang terbuang. Menurut Akmal (2005), analisis biaya sisa

makan dapat memberikan informasi mengenai biaya yang berguna dalam

perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian keuangan penyelenggaraan makanan.

6.6 Keterbatasan Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti menyadari terdapat keterbatasan dan

kelemahan dalam penelitian ini seperti berikut.

1. Sampel pada penelitian ini adalah pasien rawat inap di kelas 1, 2 dan 3

sesuai kriteria yang sudah ditetapkan dan sulit mendapatkan sampel yang

memenuhi kriretia subyek terutama untuk di kelas 2.

2. Sampel yang drop out selama waktu penelitian menyebabkan waktu

pengumpulan data menjadi lebih lama dari waktu yang telah direncakanan.

3. Sampel untuk penilaian sisa makanan tiap siklus menu jumlahnya berbeda

dan tidak bisa dihindari karena siklus menu jumlahnya banyak (10 hari)

sementara lama rawat inap pasien bervariasi antara 2 hari sampai lebih dari

10 hari. Oleh karena itu tidak semua sampel mengalami 10 jenis siklus

menu tergantung lama perawatan masing-masing sampel.

4. Penelitian ini tidak membatasi jenis penyakit dan tidak melihat pemberian

obat yang mungkin mempengaruhi nafsu makan sehingga dapat

mempengaruhi jumlah sisa makanan dan menimbulkan bias dalam

melakukan analisis sisa makanan.

Page 87: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

87

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 SIMPULAN

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan seperti berikut.

1. Rata-rata sisa makanan pasien sebesar 14,79%. Hal ini sudah melewati

standar pelayanan minimal rumah sakit yaitu < 20%.

2. Rata-rata intake zat gizi pasien yaitu energi 1618 kalori, protein 56,85

gram, lemak 43,72 gram dan karbohidrat 248 gram.

3. Rata-rata tingkat kecukupan zat gizi pasien berdasarkan standar rumah

sakit yaitu energi 82,94%, protein 83,61%, lemak 84,08%, karbohidrat

83,93%. Sesuai dengan indikator mutu pelayanan gizi, tingkat kecukupan

zat gizi pasien sudah cukup karena sudah mencapai lebih dari 80%

standar.

4. Sebagian besar responden menyatakan baik pada penampilan dan rasa

makanan yang disajikan yaitu masing-masing sebesar 89,70% dan 66,18%.

5. Rata-rata biaya yang terbuang oleh karena sisa makanan dalam sehari

sebesar Rp. 2.939,- per pasien.

6. Ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin (p=0,047), kelompok

umur (p=0,037), lama perawatan (p=0,026), kelas perawatan (p=0,030),

persepsi pasien tentang rasa dan penampilan (p=0,001) terhadap sisa

makanan, akan tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara, jenis

penyakit dan siklus menu dengan sisa makanan.

Page 88: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

88

7.2 SARAN

1. Pelayanan diet hendaknya dilakukan berorientasi pada kebutuhan zat gizi

pasien yang ditentukan oleh umur, jenis kelamin dan jenis penyakit.

Walaupun hal tersebut belum bisa diberikan terhadap seluruh pasien

setidaknya untuk hal-hal khusus seperti kebutuhan zat gizi kelompok umur

lansia perlu menjadi perhatian.

2. Diharapkan instalasi gizi untuk mengevaluasi kembali siklus menu 10 hari,

sehingga pengulangan bahan makanan tidak terlalu sering terjadi. Hal ini

bisa dilakukan mengingat rata-rata lama rawat inap 6,8 hari sehingga

siklus menu 7 hari sudah cukup efektif dan efisien. Menu-menu yang

sisanya tinggi seperti menu ke-1 dan ke-7 bisa di pertimbangkan untuk

dikeluarkan dari siklus menu.

3. Untuk mengurangi jumlah sisa makanan di kelas 2 dan 3 perlu adanya

perbaikan penampilan makanan yaitu menyamakan penyajian makanan

seperti di kelas 1 dengan menggunakan peralatan makan piring dan

pemberian garnish/hiasan.

4. Perbaikan rasa makanan terutama untuk bumbu masakan dengan

pembuatan standar resep untuk seluruh jenis menu yang ada.

5. Mengembangkan media edukasi gizi untuk pasien rawat inap dan

keluarganya sehingga mampu memberikan informasi yang dibutuhkan

dalam rangka menunjang kesembuhan pasien.

6. Perlu adanya penelitian lanjutan untuk mengukur sisa makanan di semua

kelas perawatan dan semua jenis diet sehingga dapat menggambarkan sisa

Page 89: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

89

makanan dan biaya terbuang secara keseluruhan. Faktor yang dianggap

berpengaruh seperti obat-obatan dan makanan luar rumah sakit agar

dimasukkan dalam penelitian.

Page 90: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

90

DAFTAR PUSAKA

Akmal, N. 2005. Analisis Biaya Makan di Rumah Sakit. Naskah Lengkap

Pertemuan Ilmiah Nasional Dietetic II Asosiasi Dietisien Indonesia.

Bandung 18 - 19 Februari.

Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Aritonang, I. 2012. Penyelenggaraan Makanan, Manajemen Sistem Pelayanan

Gizi Swakelola dan Jasaboga di Instalasi Gizi Rumah Sakit. Yogyakarta:

Leutika.

Aula, L.E. 2011. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Sisa

Makanan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Haji Jakarta tahun 2011.

Available at:

http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/1812[Accessed

September 26, 2013].

AsDI, 2011. Manajemen Food Waste. Buku Kumpulan Materi Pertemuan Ilmiah

Nasional (PIN) Dietetik IV AsDI. Jakarta 17-19 Maret.

Comstock, E.M., St Pierre, R.G., Mackiernan, Y.D. 1981. Measuring Individual

Plate Waste in School Lunches. Visual Estimation and Children’s Ratings vs.

Actual Weighing of Plate Waste. Journal of the American Dietetic

Association 79(3): 290–296.

Dewi, A.B.F.K., Pujiastuti, N dan Fajar, I. 2013. Ilmu Gizi Untuk Praktisi

Kesehatan. Jakarta : Graha Ilmu.

Dian, B.2012. "Hubungan Penampilan Makanan dan Faktor Lainnya Dengan Sisa

Makanan Biasa Pasien Kelas 3 Seruni RS Puri Cinere Depok bulan April-

Mei 2012" (skripsi). Jakarta :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Indonesia.

Diaz, A dan Garcia, A. 2013. Evaluation of Factors Affecting Plate Waste of

Inpatients in Different Healthcare Settings. Nutricion Hospitalaria 28

(2):419-427.

Djamaluddin, M. 2005. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pada Pasien

dengan Makanan Biasa di RS Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik

Indonesia 1(3): 108-112.

Dupertuis, Y. 2003. Food Intake in 1707 Hospitalised Patients: a Prospective

Comprehensive Hospital Survey. Clinical Nutrition 22(2): 115–123.

Page 91: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

91

Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Penyelenggaraan Makanan Rumah

Sakit. Jakarta: Dep Kes RI.

Hartono, A.2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta : EGC Buku

Kedokteran.

Hong, W., dan Kirk, D. 1995. The Analisys of Edible Plate Waste Results In 11

Hospitals In The UK. Foodservice Research International 8(2): 115–123.

Irawati, 2010. Analisis Zat Gizi dan Biaya Sisa Makanan Pasien Skizofrenia

Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Madani Palu. Jurnal Gizi Klinik Indonesia

6(3): 123-131.

Instalasi Gizi RSUP Sanglah. 2013. Laporan Tahunan Instalasi Gizi RSUP

sanglah Denpasar.

Instalasi Gizi RSUP Sanglah. 2014. Peraturan Pemberian Makanan Rumah Sakit

(PPMRS).

Instalasi Gizi RSUP Sanglah. 2015. Pedoman Survey Kepuasan Pelanggan.

Kementrian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Penyusunan Standar pelayanan

Minimum di Rumah Sakit. Jakarta: Dirjen BUK Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Jakarta:

Kemenkes RI.

Kementrian Kesehatan RI. 2014. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi

Bangsa Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.

Kusumayanti, Hamam H., Susetyowati. 2004. Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kejadian Malnutrisi Pasien Dewasa di Ruang Rawat Inap

Rumah Sakit. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(1): 9-17.

Kumboyono dan Rahmi, Y. 2012. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Penerimaan Makanan Biasa oleh Pasien di Ruang Rawat Inap Kelas III

Rumah Sakit Tentara dr. Soepraoen Malang. Majalah Kesehatan FKUB

Januari 2012: 1-11.

Khomsam A. 2004. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta: PT Rajagrafindo

Persada.

Lau, C. dan Gregoire, M.B. 1998. Quality Ratings of a Hospital Foodservice

Department by Inpatients and Postdischarge Patients. Journal of the

American Dietetic Association 98(11): 1303–1307.

Page 92: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

92

Louhenapessy, L. dan Dradjat B. 2003. Pengaruh Konseling Gizi Terhadap Sisa

Makanan dan Status Gizi Pasien dengan Makanan Khusus di Ruang Penyakit

Dalam RSUD Dr. M. Haulussy Ambon. Available at:

http://etd.repository.ugm.ac.id [Accessed May 2, 2015].

Mattoso, V.D. dan Schalch, V. 2001. Hospital Waste Management in Brazil: a

case study. Waste Management and Rresearch :TheJournal of the

International Solid Wastes and Public Cleansing Association, ISWA 19(6):

567–572.

Moehyi, S. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta:

Penerbit Bhratara.

Moehyi, S.1995. Pengaturan Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit.

Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Murwarni, 2001. "Penentuan Sisa Makanan Pasien Rawat Inap dengan Metode

Taksiran Visual Comstock di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta"(tesis).

Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

Munawar, A. 2011. "Hubungan Makanan, Rasa Makanan dan Faktor Lainnya

Dengan Sisa Makanan (Lunak) Pasien Kelas 3 di RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung" (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan

Masyarakat.

Nida, K.2011. "Faktor-Faktor Yang Berubungan Dengan Sisa Makanan Pasien

Rawat Inap Di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum" (skripsi). Banjarbaru

:Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo.

Nuryati, P. 2008. Hubungan Antara Waktu Penyajian, Penampilan dan Rasa

Makanan dengan Sisa Makanan pada Pasien Rawat Inap Dewasa di RS

Bhakti Wira Tamtama Semarang. UNIMUS Digital Library Universitas

Muhammadiyah Semarang . Available at: http://digilib.unimus.ac.id

[Accessed May 1, 2015].

Puspita, D.K. dan Rahayu, R.S.R., 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Perilaku Menyisakan Makanan Pasien Diit Diabetes Mellitus. Jurnal

Kesehatan Masyarakat 6(2): 120-126

Priyanto, O.H. 2009. Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Sisa

Makanan Pada Pasien Rawat Inap Kelas III di RSUD Kota Semarang.

Available at: http://lib.unnes.ac.id/132/1/6113.pdf [Accessed May 28, 2015].

Renaningtyas, D. 2004. Pengaruh Penggunaan Modifikasi Standar Resep Lauk

Nabati Tempe Terhadap Daya Terima Dan Persepsi Pasien Rawat Inap.

Jurnal Gizi Klinik Indonesia 1(1): 47-50.

Page 93: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

93

Rizani, A. 2013. Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal Rawat Inap Di Rumah

Sakit Bhayangkara Palembang Tahun 2013. Available at:

http://www.akademik.unsri.ac.id [Accessed January 27, 2015].

RSUP Sanglah Denpasar. 2013. Laporan Tahunan RSUP Sanglah Denpasar.

Sastroasmoro, S dan Ismael, S. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian

Klinis.Jakarta : CV Sagung Seto.

Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Jakarta:

Gramedia.

Soegianto, B. 2008. Advokasi Gizi Rumah Sakit. Available at: http://

ww.scribd.com [Accessed May 1, 2015].

Suharyati, 2006. "Hubungan Asupan Makan Dengan Status Gizi Pasien Dewasa

Penyakit Dalam RS Dr. Ciptomangunkusumo Jakarta" (skripsi).Jakarta

:Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Susyani., Prawirohatono, E., Sudargo,T. 2005. Akurasi Petugas dalam Penentuan

Sisa Makanan Pasien Rawat Inap Menggunakan Metode Taksiran Visual

Skala Comstock 6 poin. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 2(1):37-43.

Supariasa, 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tanaka, ML. 2008. Faktor Eksternal yang Berhubungan dengan Daya Terima

Makan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Tangerang Available at:

http://www.google.co.id/faktor+eksternal+yang+berhubungan+dengan+daya

+terima+makan+pasien+rawat+inap+di+rumah+sakit+tangerang [Accessed

May 1, 2015].

Van Bokhorst-de van der Schueren, M.A.E. et al., 2012. High waste contributes to

low food intake in hospitalized patients. Nutrition in clinical practice :

official publication of the American Society for Parenteral and Enteral

Nutrition 27(2): 274–80.

Weta,W dan Partiwi, N. 2009. Kecukupan Zat Gizi dan perubahan Status Gizi

Pasien Selama Dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Gizi

Indonesia. 32(2): 139-149.

Walton, K. 2008. A Volunteer Feeding Assistance Program Can Improve Dietary

Intakes of Elderly Patients – A Pilot Study. Available at:

http://www.google.co.id/chima%2C+plate+waste%2C+1997&gbv=2&oq=ch

ima%2C+plate+waste%2C+1997&gs_l=heirlo

Page 94: analisis jumlah, biaya dan faktor penentu terjadinya sisa makanan

94

Winarno, F.G.1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.

Yang, I.S., Kim, J.L., Seoul, H.Y. 2001. Assessment of Factors Affecting Plate

Waste and Its Effects in Normal and Soft Diets Provided from Hospital

Foodservice. Korean Journal of Community Nutrition 6(5): 830–836.

Zakiyah, L. 2005. Plate Waste Among Hospital Inpatients. Malaysian Journal Of

Public Health Medicine. 5(2): 19-24