115
i ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO) TERHADAP AMERIKA SERIKAT KEPADA DISPUTE SETTLEMENT BODY (DSB) WTO (1995-2018) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos) Oleh : Farihah Nishfah Lailah 11141130000006 PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

i

ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA

ANGGOTA WORLD TRADE ORGANIZATION (WTO)

TERHADAP AMERIKA SERIKAT KEPADA DISPUTE

SETTLEMENT BODY (DSB) WTO (1995-2018)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Farihah Nishfah Lailah

11141130000006

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

ii

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA WORLD TRADE

ORGANIZATION (WTO) TERHADAP AMERIKA SERIKAT KEPADA DISPUTE

SETTLEMENT BODY (DSB) WTO (1995-2018)

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang

berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tangerang, 4 Juli 2018

Farihah Nishfah Lailah

Page 3: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Farihah Nishfah Lailah

NIM : 11141130000006

Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul :

ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA WORLD TRADE

ORGANIZATION (WTO) TERHADAP AMERIKA SERIKAT KEPADA DISPUTE

SETTLEMENT BODY (DSB) WTO (1995-2018)

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Tangerang, 4 Juli 2018

Mengetahui Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Ahmad Alfajri, MA. Irfan R Hutagalung, SH, L.LM.

Page 4: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

iv

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA WORLD TRADE

ORGANIZATION (WTO) TERHADAP AMERIKA SERIKAT KEPADA DISPUTE

SETTLEMENT BODY (DSB) WTO (1995-2018)

oleh:

Farihah Nishfah Lailah

11141130000006

telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Agustus 2018. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.

Ketua, Sekretaris,

Ahmad Alfajri, MA. Eva Mushoffa, MHSPS.

Penguji I, Penguji II,

M. Adian Firnas, SIP, M.Si. Febri Dirgantara Hasibuan, SE, MM.

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 9 Agustus 2018.

Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

FISIP UIN Jakarta

Ahmad Alfajri, MA.

Page 5: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

iv

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang alasan mengapa Amerika Serikat menjadi

negara yang paling banyak diadukan oleh negara-negara anggota lain di WTO kepada

DSB WTO. Sedangkan, Amerika Serikat merupakan penggagas GATT/WTO yang

pada dasarnya mengetahui dengan baik aturan main mengenai perdagangan bebas

yang dibuatnya pada saat pendirian GATT/WTO. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk menganalisis faktor apa yang melatarbelakangi banyaknya pengaduan negara

terhadap Amerika Serikat kepada DSB WTO.

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Adapun cara

pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi kepustakaan. Kerangka

teori yang digunakan adalah konsep kepentingan nasional dan teori kepatuhan. Dapat

disimpulkan bahwa diadukannya Amerika Serikat oleh negara-negara anggota WTO

kepada DSB WTO dilatarbelakangi oleh ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap

peraturan WTO. Ketidakpatuhan ini dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan

nasional Amerika Serikat dibidang ekonomi. Selain itu, untuk meraih kepentingan

nasionalnya Amerika Serikat menggunakan instrumen yang secara detail dijelaskan

melalui teori kepatuhan, diantaranya berkaitan dengan faktor ambiguitas hukum,

kapabilitas negara, dan dimensi temporal. Adanya kepentingan nasional yang

didukung oleh faktor-faktor tersebut, menjadikan Amerika Serikat sebagai negara

yang tidak patuh terhadap peraturan WTO yang menimbulkan banyaknya pengaduan

dari negara anggota WTO lainnya.

Kata kunci : World Trade Organization, kepentingan nasional, kepatuhan, ambiguitas

hukum, kapabilitas negara, dimensi temporal.

Page 6: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan dan kasih sayang-Nya yang tak

terhingga, sehingga skripsi berjudul “Analisis Kasus Pengaduan Negara-negara Anggota

World Trade Organization terhadap Amerika Serikat kepada Dispute Settlement Body (DSB)

WTO (1995-2018)” ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam senantiasa

tercurah bagi teladan umat manusia, Rasulullah SAW.

Penulisan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Banyak pihak yang turut berkontrubusi dan memberikan

bantuan yang tak ternilai demi terselesaikannya skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada :

1. Bapak Irfan R Hutagalung, SH, L.LM selaku dosen pembimbing yang dengan penuh

kesabaran memberikan masukan bagi hasil skripsi yang lebih baik. Kesabaran,

dedikasi, kecermatan, dan nasihat-nasihat yang Bapak sampaikan selama proses

penulisan skripsi akan menjadi bekal hidup bagi penulis untuk menghadapi tantangan-

tantangan dunia akademis di masa yang akan datang. Selama proses penulisan skripsi

ini, Bapak telah memberi saya banyak inspirasi untuk menjadi individu yang baik,

senantiasa mempermudah urusan orang lain, berdedikasi, dan pantang menyerah.

Selalu menyenangkan untuk berdiskusi banyak hal dengan Bapak. Jika guru adalah

orang tua disekolah, maka bagi saya Bapak adalah orang tua di kampus. Hanya

ucapan terimakasih sebanyak-banyaknya yang dapat saya berikan, dan doa yang

senantiasa saya panjatkan untuk kebaikan-kebaikan Bapak, dunia-akhirat.

Page 7: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

vi

2. Bapak Ahmad Alfajri, MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

FISIP UIN. Beliau merupakan sosok pemimpin yang sangat bijak dan inspiratif.

Terimakasih atas semua ilmu dan bantuan yang telah diberikan. Semoga Allah SWT

membalas semua kebaikan Bapak.

3. Tim penguji, Bapak M. Adian Firnas, SIP, M.Si dan Bapak Febri Dirgantara

Hasibuan, SE, MM yang telah memberikan masukan-masukan bagi skripsi yang saya

tulis serta seluruh dosen HI UIN Jakarta untuk semua ilmu yang telah diberikan.

4. Kedua orang tua saya, Bapak Deden Sobar (Alm) dan Ibu Paulina Purlina. Ayah dan

Ibu adalah segalanya. Doa ayah dan ibu selalu menjadi cahaya bagi setiap jalan yang

saya lewati. Kasih sayang dan perjuangan ayah dan ibu tak terbalaskan. Namun,

izinkan saya untuk selalu melakukan yang terbaik untuk ayah dan ibu. Terimakasih

banyak, semoga Teteh bisa menjadi anak solehah sebagai jariyah bagi ayah dan ibu

di akhirat kelak.

5. Suami dan anak saya, Fajar Iqbal Mirza dan Farras Muhammad Mirza. Terimakasih

karena telah menemani keseharian saya dan tiap langkah perjuangan dalam

menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita bersama sampai ke surga.

6. Adik saya, Avicena Farhan Ramadhan. Semoga apa yang telah saya lewati ini bisa

memotivasi Kamu untuk terus berjuang menggapai cita.

7. Bapak, Bunda, Oliv, Kak Nina, Bang Ozan, Sulaiman, terimakasih atas dukungan

yang telah diberikan.

8. Seluruh dosen dan civitas akademik HI UIN yang telah membuat fase kuliah ini

begitu menyenangkan dan mengesankan.

Page 8: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

vii

9. Saudara-saudaraku TST 1830, yang telah banyak menginspirasi untuk terus

meningkatkan kualitas diri dan menebar manfaat bagi sesama.

10. Saudara-saudaraku HI UIN 2014, yang telah menjadi teman kelas yang sangat baik,

teman diskusi yang asik, dan teman mengejar cita yang inspiratif.

11. Safira, Fitri, Fani, terimakasih karena telah menjadi teman seasrama yang sangat baik.

Prakoso, Haikal, Ade Rohman, Acep, terimakasih telah menjadi teman diskusi yang

brilliant. Ani, Allyn, Darma, Vina, Bella, Azmi, Fikri, Jaka, Hanin, Ola, Zahra dan

Rizki terimakasih untuk bantuan dan perhatian lebihnya selama masa studi. Serta

teman-teman HI A lain yang kalau kesan terhadapnya dituliskan satu persatu maka

tidak akan selesai dalam beberapa lembar kata pengantar ini.

12. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah turut membantu

dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Semoga apa-apa yang telah dituliskan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan. Penulis menyadari luasnya ilmu yang masih harus

dipelajari sehingga skripsi ini mungkin masih memiliki banyak kekurangan. Meskipun

demikian, semoga kekurangan yang ada tidak mengurangi kebermanfaatan yang bisa diambil

melalui skripsi ini.

Tangerang, 4 Juli 2018

Farihah Nishfah Lailah

Page 9: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ............................................................................................................ i

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................................................... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ................................................................... iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................................. iv

ABSTRAK ..................................................................................................................... iv

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI ................................................................................................................ viii

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xi

DAFTAR SINGKATAN................................................................................................ xii

BAB I .............................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1

A. PERNYATAAN MASALAH ................................................................................ 1

B. PERTANYAAN PENELITIAN ............................................................................ 6

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .......................................................... 7

D. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 7

E. KERANGKA TEORI ......................................................................................... 12

1. Konsep Kepentingan Nasional ....................................................................................... 13

2. Teori Kepatuhan............................................................................................................ 14

F. METODE PENELITIAN ....................................................................................... 16

G. SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................................... 18

BAB II ........................................................................................................................... 20

WORLD TRADE ORGANIZATION ........................................................................... 20

A. SEJARAH WTO ................................................................................................. 20

B. KEANGGOTAAN WTO .................................................................................... 23

C. ATURAN YANG BERLAKU DALAM WTO .................................................... 25

D. DISPUTE SETTLEMENT BODY ........................................................................ 28

BAB III ......................................................................................................................... 35

ANATOMI KASUS-KASUS PENGADUAN NEGARA TERHADAP .......................... 35

AMERIKA SERIKAT KEPADA DSB WTO ................................................................ 35

Page 10: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

ix

BAB IV .......................................................................................................................... 62

KEPENTINGAN NASIONAL AMERIKA SERIKAT SEBAGAI FAKTOR

KETIDAKPATUHAN TERHADAP PERATURAN WTO ........................................... 62

A. KONSEP KEPENTINGAN NASIONAL ............................................................ 62

B. TEORI KEPATUHAN ........................................................................................ 70

1. AMBIGUITAS HUKUM .................................................................................... 71

2. KAPABILITAS NEGARA .................................................................................. 75

3. DIMENSI TEMPORAL...................................................................................... 79

BAB V ........................................................................................................................... 87

KESIMPULAN ............................................................................................................. 87

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 91

Page 11: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar III.1 Jumlah Kasus pada Tiap Tahapan Penyelesaian Sengketa

Gambar IV.1 Bentuk-bentuk Proteksionisme Amerika Serikat

Gambar IV.2 Nilai Impor Pasca Penerapan Anti Dumping Duties

Gambar IV. 3 Neraca Perdagangan Amerika Serikat terhadap Korea Selatan

Gambar IV. 4 Neraca Perdagangan Amerika Serikat dalam Ekonomi Global

(1960-2016)

Gambar IV. 5 Real Gross Domestic Product (GDP) Amerika Serikat

Gambar IV.6 Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat

Page 12: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

xi

DAFTAR TABEL

Tabel III.1 Anatomi Kasus di Tiap Tahapan Penyelesaian Sengketa

Tabel III.2 Pemetaan Kasus

Page 13: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

xii

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association of South East Asian Nations

CFR Council on Foreign Relations

COOL Country of Origin Labelling

CPA Common Policy Agriculture

DSB Dispute Settlement Body

DSU Dispute Settlement Understanding

EU European Union

GATT General Agreement on Tariff and Trade

GDP Gross Domestic Product

IBRD International Bank of Reconstruction and Development

ICJ International Court of Justice

IMF International Monetary Fund

ITO International Trade Commision

KORUS United States-South Korea Free Trade Agreement

MFN Most Favor Nations

OCTG Oil Country Tubular Goods

PBB Perserikatan Bangsa-bangsa

SOE State Owned Enterprises

URAA Uruguay Round Agreement on Agriculture

WTO World Trade Organization

Page 14: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. PERNYATAAN MASALAH

Perdagangan internasional yang terjadi pasca perang dunia kedua

merupakan perdagangan antar negara yang berkembang sangat pesat.1 Bahkan,

selama satu dekade terakhir perdagangan sektor barang dan jasa masih

menunjukkan tren peningkatan secara signifikan.2 Perdagangan sektor barang dari

tahun 2006-2016 meningkat sebesar 32% hingga mencapai angka 16 triliun USD.

Begitupun dengan sektor jasa yang meningkat sebesar 64% hingga mencapai

angka 4,77 triliun USD.3 Angka ini merupakan jumlah yang besar dibandingkan

dengan angka perdagangan sektor barang pada tahun 1995-2010 yang jumlahnya

peningkatannya hanya mencapai 14%.4 Besarnya jumlah angka peningkatan

tersebut menunjukkan bahwa perdagangan internasional telah menjadi aktivitas

yang lazim dilakukan oleh negara-negara yang ada didunia.

Perdagangan internasional yang kini dilakukan oleh banyak negara pada

dasarnya berawal dari kebutuhan negara akan perbaikan ekonomi pasca perang

1 Thomas Oatley, International Political Economy: Interests and Institutions in the Global

Economy (New York: Pearson, 2008), 18. 2 WTO, World Trade Statistical Review (laporan tahunan), (WTO, 2016, diunduh pada 16

Desember 2017) tersedia di https://www.wto.org/english/res_e/statis_e/wts2017_e/wts2017_e.pdf 3 WTO, World Trade Statistical Review, 5. 4 WTO, World Trade Statistical Review (laporan tahunan), (WTO, 2016, diunduh pada 13 Agustus

2018) tersedia di https://www.wto.org/english/res_e/statis_e/its2015_e/its15_highlights_e.pdf,

2016.

Page 15: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

2

dunia kedua.5 Untuk menciptakan perdagangan yang efektif dan menguntungkan

bagi pihak-pihak yang terlibat didalamnya, maka perlu diciptakan sistem yang

mendukung pengurangan hambatan serta penghapusan diskriminasi dalam

perdagangan internasional.6 Oleh karena itu, pemenang perang pada saat itu yakni

Amerika Serikat, Inggris dan sekutunya bersama-sama dengan PBB (Perserikatan

Bangsa-bangsa) mulai membahas tentang perlunya dibentuk suatu sistem

perdagangan internasional.7 Pada tahun 1947 barulah muncul General Agreement

on Tariff and Trade (GATT) yang mengatur banyak hal tentang mekanisme

perdagangan internasional.8 Setelah itu negara akan membutuhkan GATT (atau

yang kemudian menjadi WTO) sebagai payung perlindungan hukum dan akses

yang memudahkan dalam melakukan praktik perdangan bebas.

GATT pada dasarnya merupakan perjanjian sementara (interim) mengenai

perdagangan bebas yang mengandung prinsip-prinsip yang ditetapkan bersama

untuk menjalankan perdagangan internasional. Namun dalam perjalanannya,

GATT dianggap kurang representatif dalam menjembatani permasalahan-

permasalahan yang muncul antar anggotanya dalam perdagangan. Maka,

berdasarkan pertimbangan pada putaran Uruguay dari tahun 1986-1994,

5 Sudargo Gautama, Segi-segi Hukum Perdagangan Internasional (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1994), 108. 6 Sudargo Gautama, Segi-segi Hukum Perdagangan Internasional, 108. 7 H. S. Kartadjoemena, GATT dan WTO (Jakarta: Universitas Indonesia Press (UI Press), 1996), 64. 8 Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), 102.

Page 16: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

3

ditetapkan World Trade Organization (WTO) sebagai organisasi pengganti

GATT.9

WTO merupakan organisasi dengan status sebagai organisasi internasional

seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), World Bank, maupun Internasional

Monetary Fund (IMF). WTO memiliki fungsi untuk menjadi forum negosiasi

perdagangan internasional, mengatur perjanjian perdagangan yang dibuat negara-

negara, dan menciptakan regulasi yang dapat dijadikan rujukan oleh negara jika

ada sengketa bidang ekonomi. Hingga hari ini, regulasi yang dikeluarkan oleh

WTO masih berpijak pada keputusan yang dibuat di GATT, meskipun telah

dilakukan amandemen berkali-kali untuk menyesuaikan dengan perubahan

keadaan.10

WTO dengan statusnya sebagai organisasi internasional memiliki dispute

settlement mechanism yang lebih jelas dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi

antara anggotanya.11 Dengan adanya mekanisme tersebut, diharapkan WTO dapat

menjadi problem solver bagi sengketa-sengketa perdagangan yang terjadi demi

mewujudkan iklim perdagangan yang ‘fair’ dan sehat. Perdagangan bebas

diharapkan tidak hanya berpihak pada negara-negara maju yang punya

9 Meredith A Crowley, An Introduction to GATT and WTO, (Chicago: Federal Reserve Bank of Chicago,

2003) 10 Thomas Oatley. 2008. International Political Economy: Interests and Institutions in the Global

Economy, 19 11 Paul B Stephan, “Sheriff or Prisoner? The United States and the World Trade Organization,”

Chicago Journal of International Law: Vol. 1: No. 1, Article 7 (2000).

Page 17: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

4

‘bargaining power’ yang lebih besar melainkan bisa memberi manfaat juga bagi

negara-negara berkembang.12

Semenjak WTO berdiri tahun 1995 hingga tahun 2016, terdapat sekitar

520 kasus yang dilaporkan terkait pelanggaran terhadap asas-asas perdagangan

bebas yang dirumuskan melalui WTO.13 Pelanggaran-pelanggaran tersebut

misalnya yang terkait dengan penerapan tariff yang tinggi, munculnya hambatan

dalam perdagangan, dumping, pelarangan suatu produk masuk ke negara, dll.14

Padahal, harapan dari dibuatnya GATT (yang kemudian jadi WTO) adalah

negara bisa saling menjual produknya keluar negeri dengan berbagai kemudahan

dan keleluasaan. Namun faktanya masih terdapat berbagai upaya yang dilakukan

negara untuk melindungi negaranya dari produk-produk negara lain.

Salah satu negara yang tercatat banyak diadukan oleh mitra dagangnya ke

WTO adalah Amerika Serikat. Menurut laporan tahunan aktifitas dispute

settlement body tahun 2017 dan data yang dipublikasikan di laman WTO,

Amerika Serikat diadukan oleh mitra dagangnya sebanyak 150 kali. Amerika

Serikat berada diurutan pertama sebagai negara paling banyak diadukan atau

paling banyak terlibat dalam sengketa semenjak tahun 1995-2018.15 Jika

12 Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada., Retaliasi Silang bagi Negara

Berkembang dalam Dispute Settlement Mechanism WTO (laporan mingguan), (UGM, 2013,

diunduh pada 19 Desember 2017) tersedia di http://cwts.ugm.ac.id/retaliasi-silang-bagi-negara-

berkembang-dalam-dispute-settlement-mechanism-wto/ 13 WTO, Annual Report 2017 (laporan tahunan), (WTO, 2017, diunduh pada 31 Oktober 2017)

tersedia di https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/anrep_e/anrep17_e.pdf 14 WTO, Annual Report of Dispute Settlement Body (laporan tahunan), (WTO, 2015, diunduh pada

31 Oktober 2017) tersedia di

https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/anrep_e/anrep16_chap6_e.pdf 15 WTO, Annual Report of Dispute Settlement Body, 104.

Page 18: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

5

dipersentasekan, maka 28% dari jumlah total aduan tertuju kepada Amerika

Serikat, padahal Uni Eropa yang berada di urutan kedua sebagai responden jumlah

pengaduannya hanya 16%. Artinya, angka tersebut merupakan angka yang besar

dan menunjukkan signifikansi banyaknya pengaduan yang ditujukan kepada

Amerika Serikat.

Amerika Serikat diadukan oleh mitra dagangnya karena berbagai hal.

Biasanya, pengaduan-pengaduan yang dilakukan oleh negara kepada negara lain

terjadi karena adanya ketidaksesuaian praktik perdagangan bebas dengan prinsip

yang ada. Amerika Serikat dapat dikatakan bermasalah karena terdapat fakta

bahwa 30 dari 164 negara anggota WTO mengadukan Amerika Serikat ke WTO.

Negara-negara tersebut antara lain Antigua dan Barbuda (1 kasus), Argentina (5

kasus), Australia (2 kasus), Brazil (11kasus) , Kanada (19 kasus), Cili (2 kasus),

Tiongkok (12 kasus), Kolombia (1 kasus), Kosta Rika (1 kasus), Ekuador (1

kasus) , Uni Eropa (33 kasus), India (10 kasus), Indonesia (3 kasus), Jepang (8

kasus), Korea Selatan (12 kasus), Malaysia (1 kasus), Meksiko (9 kasus), Selandia

Baru (2 kasus), Norwegia (1 kasus), Pakistan (2 kasus), Filipina (1 kasus), Swis (1

kasus), CinaTaipei (1 kasus), Thailand (5 kasus), Turki (1 kasus), Venezuela (1

kasus), dan Vietnam (4 kasus).16

30 negara pengadu dari 164 negara anggota WTO adalah jumlah yang

banyak, karena jika dibandingkan dengan pengaduan terhadap negara lain,

Amerika Serikat tetap mendapat pengaduan yang paling banyak. Misalnya, Uni

16 WTO, Dispute by Member-Dispute by Respondent (database online), (WTO, diunduh pada 4

November 2017) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_by_country_e.htm

Page 19: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

6

Eropa yang berada diurutan kedua sebagai negara responden diadukan oleh 25

negara, Australia diadukan oleh 11 negara, India diadukan oleh 9 negara, dan

Brazil diadukan oleh 8 negara. Penyebutan negara-negara pembanding tersebut

didasarkan pada urutan jumlah negara yang menjadi complainant terhadap kasus-

kasus yang menimpa negara-negara tersebut.17

Banyaknya pengaduan atas Amerika Serikat yang dilayangkan kepada

WTO merupakan fenomena yang menarik untuk dikaji. Hal tersebut disebabkan

oleh adanya fakta bahwa Amerika Serikat yang merupakan salah satu pengusung

pasar bebas dan pelopor GATT/WTO justru menjadi negara yang banyak

melakukan ‘kekeliruan’ dalam perdagangan bebas sehingga diadukan oleh banyak

negara sebagai mitra dagangnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan diteliti

mengapa Amerika Serikat menjadi pihak yang paling banyak diadukan padahal

statusnya sebagai pelopor dari GATT (nama sebelum WTO), karena secara umum

penggagas merupakan pihak yang paling memahami hakikat dari aturan yang

dibuatnya sendiri.

B. PERTANYAAN PENELITIAN

Mengapa Amerika Serikat sebagai penggagas GATT/WTO menjadi pihak yang

paling banyak diadukan oleh mitra dagangnya ke dispute settlement body (DSB)

WTO dalam praktik perdagangan bebas?

17 WTO, Dispute by Member-Dispute by Respondent.

Page 20: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

7

C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis sebab-sebab mengapa

Amerika Serikat yang merupakan penggagas GATT/WTO bisa menjadi pihak

yang paling banyak diadukan oleh mitra dagangnya. Adapun manfaat dari

penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan terkait penyebab mengapa

Amerika Serikat banyak diadukan mitra dagangnya padahal ia adalah penggagas

GATT/WTO.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam meneliti isu ini akan digunakan tiga referensi sebagai bahan

tinjauan pustaka. Pertama, ada sebuah jurnal yang berjudul “Sherrif or Prisoner?

The United States and The World Trade Organization” yang ditulis oleh Paul B

Stephen. Jurnal ini dikeluarkan oleh Chicago Journal of International Law.

Secara umum, jurnal ini membahas tentang hegemoni Amerika Serikat dalam

perekonomian dunia yang direpresentasikan oleh tiga institusi besar yakni World

Bank, Internasional Monetary Fund (IMF), dan World Trade Organization

(WTO).18

Menurut Paul, institusi-institusi tersebut merupakan institusi yang

kebijakannya akan searah dengan Amerika Serikat untuk menguatkan hegemoni

Amerika Serikat dan dolar. Namun, seiring dengan perkembangan institusi

internasional khususnya WTO, hegemoni Amerika Serikat dalam ekonomi global

18 Paul B Stephan, Sheriff or Prisoner? The United States and the World Trade Organization, 50.

Page 21: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

8

justru menjadi terancam. Paul berpendapat bahwa ancaman terhadap hegemoni

Amerika Serikat tampak lebih nyata pasca berubahnya GATT menjadi WTO

dimana WTO memiliki mekanisme khusus terkait proses penyelesaian sengketa

yang memungkinkan bagi negara anggota untuk meminta bantuan WTO untuk

menyelesaikan permasalahan yang terjadi padanya.19

Jurnal ini digunakan sebagai tinjauan pustaka karena terdapat persamaan

dengan hal yang ingin diteliti. Persamaannya terletak pada objek penelitian yakni

Amerika Serikat. Hal yang ingin diketahui ialah sikap atau aktifitas Amerika

Serikat dalam kancah ekonomi global khususnya melalui institusi WTO. Selain

itu, dalam jurnal ini pun berbicara mengenai posisi Amerika Serikat diantara

negara-negara anggota WTO dengan statusnya sebagai negara hegemon dan

penggagas GATT/WTO.

Adapun yang membedakan penelitian yang akan dilakukan dengan jurnal

tersebut adalah penelitian jurnal tersebut fokus pada isu tentang efektifitas

institusi WTO sebagai ‘alat’ untuk mempertahankan hegemoni Amerika Serikat.

Sedangkan, penelitian yang akan dilakukan membahas masalah mengapa Amerika

Serikat banyak diadukan oleh mitra dagangnya (bahkan berada diposisi pertama

yang paling banyak diadukan) padahal ia adalah penggagas dari WTO itu sendiri.

Oleh karena itu, penelitian yang akan dilakukan menjadi lebih signifikan dari

jurnal tersebut karena jika hanya membahas relasi WTO dan Amerika Serikat

19 Paul B Stephan, Sheriff or Prisoner? The United States and the World Trade Organization, 51.

Page 22: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

9

untuk mendukung kepentingan Amerika Serikat, maka hal tersebut sudah dikaji

oleh banyak scholars.

Tinjauan pustaka yang kedua adalah tesis yang berjudul “Sengketa

Perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok di WTO Tahun 2009-2010 (Studi

Terhadap Kenaikan Tarif Impor Ban Asal Tiongkok). Tesis ini ditulis oleh Fanny

Fajarianti, mahasiswi magister hubungan internasional Universitas Indonesia.

Tesis ini membahas pengajuan Tiongkok terhadap Amerika Serikat ke WTO

terkait kenaikan tariff produk ban dari Tiongkok.20

Menurut Fanny, hubungan perdagangan yang terjadi antara Amerika

Serikat dan Tiongkok sarat akan tarik menarik kepentingan. Hal tersebut

tercermin dari kasus kenaikan tariff impor ban dari Tiongkok. Pada awalnya,

jumlah ekspor ban Tiongkok meningkat sangat drastis sehingga mempengaruhi

industri ban domestik Amerika Serikat. Untuk melindungi industri domestiknya,

maka Amerika Serikat mengeluarkan kebijakan kenaikan tariff impor terhadap

produk ban Tiongkok agar harga ban produksi Amerika Serikat bisa bersaing

dengan produksi Tiongkok. Selanjutnya, Tiongkok mengajukan tindakan Amerika

Serikat tersebut ke WTO karena Tiongkok merasa dirugikan.21

Alasan digunakannya tesis tersebut sebagai tinjauan pustaka adalah adanya

kesamaan mengenai analisis terhadap tindakan Amerika Serikat dalam

20 Fanny Fajarianti, Sengketa Perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok di WTO Tahun 2009-

2010 (Studi Terhadap Kenaikan Tarif Impor Ban Asal Tiongkok (Tesis, Universitas Indonesia,

2011) 21 Fanny Fajarianti, Sengketa Perdagangan Amerika Serikat dan Tiongkok di WTO Tahun 2009-

2010.

Page 23: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

10

perdagangan bebas. Tindakan yang dimaksud adalah penerapan tariff impor

terhadap industri ban dari Tiongkok. Tindakan yang dilakukan Amerika Serikat

tersebut memicu pengaduan negara lain (dalam hal ini Tiongkok) kepada WTO.

Tesis tersebut berhasil menjelaskan motif Amerika Serikat menerapkan tariff

impor yang kemudian mampu memicu pengaduan dari Tiongkok terhadap

Amerika Serikat.

Adapun yang membedakan tesis tersebut dengan penelitian yang akan

dilakukan adalah tesis tersebut hanya meneliti motif Amerika Serikat menaikkan

tariff impor terhadap produk ban Tiongkok dan penyelesaian sengketa yang

terjadi pada dua negara tersebut. Artinya, tesis tersebut fokus pada tiga objek

utama yakni Amerika Serikat, Tiongkok, dan Dispute Settlement Body WTO.

Sedangkan penelitian yang akan dilakukan ingin mencari tahu mengenai alasan

dibalik tindakan Amerika Serikat yang pada akhirnya memicu pengaduan dari

banyak negara. Sehingga, penelitian yang dilakukan hanya akan fokus pada

Amerika Serikat dan WTO saja. Adapun aktor-aktor lain seperti negara-negara

yang mengadukan Amerika Serikat hanya akan menjadi pendukung dalam

melakukan analisis terkait isu ini.

Tinjauan pustaka yang ketiga adalah sebuah jurnal yang berjudul

“Developing Countries and GATT/WTO Rules : Dynamic Transformations in

Trade Policy Behavior and Performance”. Jurnal ini ditulis oleh Chiedu Osakwe,

yang merupakan direktur penerimaan keanggotaan WTO. Osakwe menjelaskan

bahwa yang dimaksud developing country adalah:

Page 24: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

11

“developing countries are defined as all countries and separate customs

territories minus “developed countries,” which include Australia, Canada,

EU27, Iceland, Japan, New Zealand, Norway, Switzerland, and the United

States” (Osakwe 2011: 365)

yang dimaksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa negara berkembang

itu merupakan negara-negara selain Australia, Kanada, EU27, Islandia, Jepang,

Selandia Baru, Norwegia, Swiss, dan Amerika Serikat.22

Jurnal ini membahas tentang hubungan negara maju dan negara

berkembang dalam keanggotaan WTO. Negara-negara anggota WTO melakukan

berbagai reformasi ekonomi domestik agar dapat ikut serta dalam liberalisasi

perdagangan multilateral. Meskipun negara berkembang turut terhadap aturan

yang ditetapkan WTO, namun negara berkembang sempat meminta pengecualian-

pengecualian dibanding negara maju yang membuat hubungan negara maju dan

berkembang ini semakin dinamis dan kompleks.23

Jurnal ini dijadikan tinjauan pustaka karena terdapat irisan dengan

penelitian yang akan dilakukan yakni mengenai relasi negara maju dan

berkembang dalam keanggotaan WTO. Dalam penelitian yang akan dilakukan,

telah diketahui bahwa Amerika Serikat diadukan oleh berbagai negara termasuk

negara berkembang. Dari 30 negara pengadu, 21 negara merupakan negara

22 Chiedu Osakwe, ”Developing Countries and GATT/WTO Rules : Dynamic Transformations in

Trade Policy Behavior and Performance” Minnesota Journal of International Law Vol 20:2

(Minnesota: Minnesota Law School, 2011, diunduh pada 4 November 2017) tersedia di

http://www.minnjil.org/wp-content/uploads/2011/10/Osakwe-Final-Version.pdf. Hal 365 23 Chiedu Osakwe, Developing Countries and GATT/WTO Rules : Dynamic Transformations in

Trade Policy Behavior and Performance.

Page 25: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

12

berkembang diantaranya : Antigua dan Barbuda, Brazil, Cili, Tiongkok,

Kolombia, Kosta Rika, Ekuador, Uni Eropa, India, Indonesia, Korea Selatan,

Malaysia, Meksiko, Pakistan, Filipina, Tiongkok Taipei, Thailand, Turki,

Venezuela, dan Vietnam.24 Ini menunjukkan bahwa antara jurnal dan penelitian

yang akan dilakukan sama-sama memperlihatkan kompleksitas hubungan negara

maju dan negara berkembang dalam keanggotaan WTO.

Adapun yang membedakan antara jurnal tersebut dengan penelitian yang

akan dilakukan adalah jurnal tersebut fokus pada isu dinamika hubungan negara

maju dan berkembang serta reformasi ekonomi domestik. Adapun penelitian yang

akan dilakukan lebih fokus pada analisis kasus-kasus pengaduan negara terhadap

Amerika Serikat yang dapat menunjukkan sebab banyaknya pengaduan negara

terhadap Amerika Serikat.

E. KERANGKA TEORI

Dalam penelitian ini akan digunakan satu konsep dan satu teori untuk

membantu menjelaskan analisis terhadap kasus banyaknya negara yang

mengadukan Amerika Serikat ke WTO. Konsep yang akan digunakan adalah

konsep kepentingan nasional. Adapun teori yang juga akan digunakan untuk

menguraikan analisis tersebut adalah teori kepatuhan. Berikut ini adalah

penjelasannya :

24 WTO, Dispute by Member-Dispute by Respondent.

Page 26: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

13

1. Konsep Kepentingan Nasional

Menurut Hans J Morgenthau kepentingan nasional merupakan kapabilitas

paling minimal negara dalam melindungi dan membela negaranya dari negara lain

baik dalam hal identitas, fisik, politik, dan budaya. Kepentingan nasional menjadi

acuan bagi pemimpin negara, dalam menentukan kebijakannya dalam

berhubungan negara lain. Hubungan tersebut dapat berupa konflik maupun

kerjasama, berdasarkan pertimbangan yang lebih menguntungkan bagi

kepentingan nasionalnya.25

Kepentingan nasional merupakan hal yang krusial bagi suatu negara.

Sebagaimana yang dinyatakan Mohtar Mas’oed dalam bukunya, bahwa

kepentingan nasional berkaitan dengan keberlangsungan hidup suatu negara.26

Sehingga, sangat bisa dipahami jika negara melakukan berbagai upaya untuk

memperoleh kepentingannya meskipun tidak jarang harus bertentangan dengan

nilai yang telah disepakati bersama.

Menurut Holsti, kepentingan nasional dapat dipahami berdasarkan

tingkatan kepentingannya dan dampak yang akan ditimbulkan dari perolehan

kepentingan nasional tersebut. Kepentingan nasional menurut Holsti terbagi

kepada tiga kategori diantaranya core values yang berkaitan dengan eksistensi

negara, middle range objectives yang berkaitan dengan peningkatan derajat

perekonomian, dan long range objectives misalnya kepentinga negara untuk

25 Theodore A Couloumbis dan James H Wolfe, International Relation: Power and Justice”

(Prentice-Hall, 1978) 115. 26 Mochtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi (Jakarta: PT. Pustaka

LP3ES, 1994) 34.

Page 27: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

14

memperjuangkan perdamaian dunia.27 Dalam penelitian ini, yang akan digunakan

sebagai kerangka konseptual adalah kepentingan nasional pada kategori middle

range objectives yang berkaitan dengan peningkatan derajat perekonomian

negara.

Konsep kepentingan nasional ini akan digunakan dalam menganalisis

jawaban pertanyaan penelitian. Konsep ini menjadi relevan karena semua

tindakan yang dilakukan negara dalam percaturan WTO, baik Amerika Serikat

sebagai negara yang diadukan maupun negara lain sebagai pihak yang

mengadukan, pasti dilatarbelakangi oleh kepentingan nasionalnya masing-masing.

Kepentingan nasional dalam dimensi ekonomi menjadi hal yang penting karena

berkaitan erat dengan berjalannya sebuah negara. Oleh karena itu, konsep ini akan

membantu peneliti dalam menjelaskan dan membuktikan mengenai setiap

tindakan yang diambil oleh negara dibawah regulasi WTO.

2. Teori Kepatuhan

Merupakan sebuah bahasan yang muncul dalam diskursus mengenai

relevansi antara hubungan internasional dan hukum internasional. Teori ini

digagas oleh Abram Chayes dan Antonia Handler Chayes. Bahasan ini pertama

kali dituliskan dalam pembahasan mengenai organisasi internasional yakni untuk

melihat alasan dibalik ketidakpatuhan negara dalam sebuah organisasi

internasional.28

27 KJ Holsti. Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1987) 20.

28 Abram Chayes dan Antonia Handler Chayes. “On Compliance” dalam International

Organization, Vol. 47, No. 2 (1993), 175-205.

Page 28: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

15

Menurut Chayes dan Chayes, penyebab ketidakpatuhan negara dalam

sebuah organisasi internasional adalah karena adanya ambiguitas hukum,

kapabilitas negara, dan dimensi temporal.29 Ambiguitas hukum merupakan aspek

yang dilihat dari sisi intrepetasi negara terhadap suatu teks hukum yang ada.

Ketidakjelasan atau pasal-pasal yang multitafsir dalam sebuah teks hukum

memungkinkan untuk diintrepertasikan oleh negara dalam mendukung

kepentingan nasionalnya.30

Adapun yang dimaksud kapabilitas negara adalah kemampuan negara

dalam mematuhi sebuah peraturan yang ada dalam organisasi internasional.

Kemampuan ini bisa ditinjau dari kemampuan yang berkaitan dengan adanya

perangkat hukum domestik yang mendukung negara untuk patuh terhadap

peraturan dalam organisasi internasional. Selain itu, kapabilitas negara juga bisa

ditinjau dari kemampuan finansial dan birokrasi negara untuk menjalankan

peraturan tersebut di atas.31

Adapun yang dimaksud dimensi temporal adalah berkaitan dengan situasi

sosial politik ekonomi yang senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Beberapa

organisasi internasional (termasuk GATT/WTO) telah dibentuk lebih dari satu

dekade yang lalu dan pembuatan kebijakan didalamnya didasarkan pada kondisi

sosial politik ekonomi pada masa itu. Padahal kondisi sosial politik ekonomi

dunia internasional hari ini telah banyak berubah. Namun, peraturan-peraturan

29 Abram Chayes dan Antonia Handler Chayes, On Compliance.

30 Jacob Katz Cogan, Noncompliance and The International Rule of Law, Yale Journal of

International Law Vol 31 artikel 4 (2006), 194.

31 Abram Chayes dan Antonia Handler Chayes, On Compliance.

Page 29: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

16

yang telah dibentuk sejak awal pendiriannya masih diberlakukan hingga hari

sehingga tidak jarang menimbulkan ketidakpatuhan negara dalam organisasi

internasional. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh faktor karakteristik dasar negara

yang sangat rasional dan harus tetap dinamis dalam memijakkan kebijakan yang

dikeluarkannya untuk kepentingan nasional.32

Teori ini relevan untuk membahas isu mengenai banyaknya pengaduan

yang dilayangkan terhadap Amerika Serikat ini. Hal tersebut disebabkan karena

kasus-kasus yang diadukan negara anggota WTO kepada Amerika Serikat

menunjukkan ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap peraturan-peraturan di

WTO. Dengan demikian, teori ini merupakan teori yang tepat untuk melihat

alasan dibalik ketidakpatuhan Amerika Serikat yang membuatnya banyak

diadukan oleh negara-negara angota WTO yang lain.

F. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Menurut Jane Richie

dalam buku “Metode Penelitian Kualitatif”, metode kualitatif dapat

didefinisikan sebagai upaya untuk memaparkan fenomena yang terjadi

terhadap objek yang diteliti baik dalam hal perilaku, motivasi, tindakan

maupun persepsi.33 Selanjutnya, metode kualitatif menghasilkan data atau

informasi yang dijabarkan dalam bentuk deskripsi kata-kata.34 Metode

32 Abram Chayes dan Antonia Handler Chayes, On Compliance.

33 Lexy J Moleong. Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta : Rosda Karya, 2005) 69. 34 Robert C Bogdan dan Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An Introduction

to Theory and Methods (Boston : Allyn and Bacon Inc, 1982) 53.

Page 30: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

17

penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin

menganalisis tindakan negara-negara dalam ruang lingkup WTO yang hasil

penelitiannya nanti akan disajikan dalam bentuk penjabaran yang deskriptif

analitis.

Sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Data tersebut

diperoleh dari website resmi WTO, website resmi kementerian perdagangan

negara-negara anggota WTO, artikel media, jurnal, buku, tesis, dan disertasi.

Sumber-sumber tersebut akan digunakan untuk membangun argumen dan

membuktikan validitas analisis dalam penelitian ini.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi

kepustakaan. Dengan demikian, ada beberapa perpustakaan yang akan

dikunjungi untuk menghimpun informasi diantaranya perpustakaan pusat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dan perpustakaan

berbasis online dari berbagai perguruan tinggi dunia. Selanjutnya, data dan

informasi yang telah diperoleh akan digunakan untuk menganalisis kasus

pengaduan anggota-anggota WTO terhadap Amerika Serikat pasca WTO

berdiri dan memiliki mekanisme dispute settlement nya sendiri.

Page 31: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

18

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Bab I berisi tentang gambaran umum mengenai penelitian yang akan

dilakukan. Di dalam bab ini mengandung pemaparan mengenai latar belakang

masalah, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metode penelitian, dan kerangka teori. Secara umum, bab ini

bertujuan untuk menginformasikan tentang hal yang berkaitan dengan

penelitian secara singkat dan jelas.

Bab II berisi informasi tentang GATT/WTO. Informasi-informasi

tersebut meliputi sejarah pembentukan GATT sampai menjadi WTO,

keanggotaan WTO, prinsip-prinsip dasar yang ada didalamnya, dan uraian

singkat mengenai dispute settlement body yang akan mendukung analisis

tentang banyaknya pengaduan yang dilayangkan terhadap Amerika Serikat

kepada DSB WTO.

Bab III berisi tentang anatomi kasus. Anatomi kasus yang dimaksud

adalah pemaparan tentang kasus-kasus atau sengketa yang terjadi antara

Amerika Serikat dengan negara lain. Informasi yang ada di bab ini meliputi

dengan negara mana saja Amerika Serikat bersengketa, dalam kasus apa saja

mereka bersengketa, sektor-sektor yang disengketakan, tahapan tiap kasus dan

waktu terjadinya sengketa. Informasi-informasi tersebut bermanfaat untuk

menganalisis jawaban pertanyaan yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya.

Bab IV merupakan analisis tentang mengapa Amerika Serikat sebagai

negara penggagas GATT/WTO justru malah menjadi negara yang paling

Page 32: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

19

banyak diadukan oleh mitra dagangnya. Dalam kata lain, bab ini merupakan

jawaban atas pertanyaan penelitian yang dikaji dengan menggunakan teori.

Bab V merupakan kesimpulan. Dalam bab ini akan dipaparkan

mengenai kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan .

Page 33: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

20

BAB II

WORLD TRADE ORGANIZATION

Bab ini membahas pengetahuan umum tentang World Trade

Organization (WTO) yang meliputi sejarah terbentuknya GATT hingga

bertransisi menjadi WTO, keanggotaan WTO, aturan-aturan yang berlaku

dalam WTO khususnya prinsip dasar, dan penjelasan singkat mengenai

Dispute Settlement Body (DSB). Tujuan penulisan materi dalam bab ini adalah

untuk memperkenalkan institusi WTO secara umum agar selanjutnya pembaca

dapat memahami penjelasan tentang mengapa Amerika Serikat yang

merupakan penggagas GATT/WTO menjadi negara yang paling banyak

diadukan oleh negara-negara anggota WTO.

A. SEJARAH WTO

Berakhirnya perang dunia kedua menjadi awal dari kemunculan

perdagangan internasional yang diinstitusionalisasikan.35 Hal tersebut terjadi

karena pada saat itu negara-negara mengalami keterpurukan ekonomi dan

memerlukan perbaikan untuk membangkitkan kembali perekonomiannya.

Oleh karena itu, Amerika Serikat dan negara aliansinya menginisiasikan

1 Gilbert R Winham, The Evolution of The Global Trade Regime dalam John Ravenhill “Global

Political Economy”, (Oxford : Oxford University Press, 2008), 138.

Page 34: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

21

sebuah pertemuan di Breton Woods yang nantinya akan menghasilkan

beberapa kesepakatan.36

Kesepakatan yang dihasilkan dari Bretton Woods diantaranya:

pembentukan International Monetary Funds (IMF) untuk mengatasi

permasalahan hutang negara-negara, International Trade Organization (ITO)

untuk mengakomodasi masalah perdagangan internasional, dan International

Bank for Reconstruction and Development (IBRD) untuk permasalahan

rekonstruksi pasca perang dunia kedua. IMF masih eksis hingga hari ini,

meskipun dalam hal tugas dan fungsinya telah mengalami beberapa

penyesuaian dengan kebutuhan. Adapun IBRD telah berubah nama menjadi

World Bank.37 Namun lain halnya dengan ITO yang pada saat itu gagal

dibentuk. Salah satu alasan gagalnya pembentukan ITO adalah adanya

penolakan dari Amerika Serikat untuk meratifikasi isi dari Havana charter

mengenai pembentukan ITO, karena kongres mengkhawatirkan ITO ini akan

mengurangi wewenang Amerika Serikat dalam menentukan kebijakan.38

Meskipun ITO gagal dibentuk, dunia mendasarkan praktik

perdagangan internasionalnya kepada General Agreement on Tariff and Trade

(GATT). GATT pada awal pembentukannya merupakan sebuah perjanjian

sementara (interim) melalui sebuah Protocol of Provisional Application.

36 Richard Peet, Bretton Woods : Emergence of a Global Economic Regime dalam “Unholy Trinity

: The IMF, World Bank, and WTO” (London: Zedbooks, 28) 37 Richard Peet, Bretton Woods : Emergence of a Global Economic Regime dalam “Unholy Trinity

: The IMF, World Bank, and WTO”, 28 38 Gilbert R Winham, The Evolution of The Global Trade Regime dalam John Ravenhill “Global

Political Economy”, 144.

Page 35: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

22

GATT lahir dari salah satu isi Havana charter khususnya yang berkaitan

dengan trade policy. Sejak tahun 1947-1986, GATT menjadi instrument

penting dalam pengaturan perdagangan internasional.39

GATT melaksanakan beberapa kali putaran untuk menegosiasikan

kebijakan-kebijakan yang akan diterapkan kepada negara anggotnya.40 Salah

satu putaran yang paling penting dalam sejarah GATT adalah putaran

Uruguay. Putaran Uruguay yang dilaksanakan pada tahun 1986-1994 memuat

isu mengenai peningkatan fungsi GATT.41 Meskipun sejak tahun 1947 GATT

telah menjadi pedoman bagi negara-negara dalam melakukan perdagangan

internasional, namun GATT hanya merupakan perjanjian sementara yang

tidak memiliki mekanisme khusus terkait pengaduan dan banding bagi negara-

negara yang terlibat dalam sengketa perdangan. Oleh karena itu, salah satu

hasil dari putaran Uruguay adalah mengganti GATT menjadi World Trade

Organization (WTO).42

WTO adalah organisasi internasional yang memiliki status yang

serupa dengan organisasi-organisasi seperti World Bank, IMF dan PBB. WTO

merupakan wadah negosiasi negara-negara anggotanya dalam hal-hal yang

39 WTO, The GATT Years: From Havana to Marakesh (WTO, diakses pada 6 Maret 2018) tersedia

di https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact4_e.htm 40 WTO, Glossary : Uruguay Round (WTO, diakses pada 20 Maret 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/glossary_e/uruguay_round_e.htm

Putaran/round dalam WTO adalah pertemuan untuk negosiasi perdagangan multilateral

41 Gilbert R Winham, The Evolution of The Global Trade Regime dalam John Ravenhill “Global

Political Economy”, 152-155.

42 Thomas J Dillon Jr, The World Trade Organization: A New Legal Order for World Trade,

(University of Michigan Law School, 1995) 12.

Page 36: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

23

berkaitan dengan perdagangan internasional.43 WTO merupakan

institusionalisasi perdagangan internasional yang memiliki status lebih kuat

dibanding GATT. Terdapat salah satu ciri khas yang dimiliki WTO dan tidak

ada pada GATT. Ciri khas tersebut adalah bahwa WTO memiliki Dispute

Settlement Body (DSB) yang memungkinkan setiap anggota WTO untuk

mengadukan kasus-kasus dalam perdagangan internasional serta mengajukan

banding atas kasus yang menimpanya.44

B. KEANGGOTAAN WTO

Dalam WTO, ada dua istilah yang digunakan untuk menggambarkan

keikutsertaan negara dalam WTO. Pertama, negara anggota WTO yang artinya

negara-negara yang memperoleh hak dan wajib menjalankan kewajiban serta

terikat untuk memenuhi segala aturan main yang ditetapkan WTO. Kedua,

observer yakni mereka yang sedang dalam pertimbangan untuk bergabung

bersama WTO. Sebagai hasil dari integrasi ekonomi, negara-negara berkoalisi

untuk membentuk kelompok atau aliansi yang menyuarakan kesamaan

kepentingannya terkait isu tertentu di WTO. Aliansi ini biasanya diwakili oleh

seorang juru bicara yang akan menegosiasikan isu bersama. Contoh dari

aliansi tersebut misalnya ASEAN, MERCOSUR, dll. 45

43 WTO, Who We Are (WTO, 2016, diunduh pada 12 Februari 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/who_we_are_e.htm

44 John H Jackson, Restructuring The GATT System (London, The Royal Institute of International

Affairs, 1990), 126.

45 WTO, Membership, Alliances, Bureaucracy (WTO, 2018, diunduh pada 19 Februari 2018)

tersedia di https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org3_e.htm

Page 37: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

24

Adapun Uni Eropa, meskipun statusnya sebagai sebuah organisasi

regional namun ia diakui sebagai anggota WTO pada 1 Januari 1995

bersamaan dengan terbentuknya WTO. Dengan demikian, Uni Eropa

menambah deretan anggota WTO dari 28 anggota menjadi 29 anggota pada

masanya. Tidak semua organisasi regional yang ada di dunia ini termasuk

kedalam keanggotaan WTO, meskipun mereka tetap bisa menegosiasikan isu

tertentu. Misalnya ASEAN yang memiliki juru bicara yang dikirim ke WTO

untuk menegosiasikan masalah agrikultur.46

Pada awal pendiriannya, ada 23 negara yang turut menandatangani

perjanjian GATT.47 Diakhir periode GATT tahun 1994, jumlah negara yang

telah menjadi anggota GATT adalah 128 negara.48 Pada 29 Juli 2016, jumlah

46 WTO, Membership, Alliances, Bureaucracy.

47 WTO. Press Brief Fiftieth Anniversary of The mUltilateral Trading System (WTO, diunduh

pada 22 Februari 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/min96_e/chrono.htm

23 negara yang menandatangani GATT antara lain : Australia, Belgia, Brazil, Burma, Kanada,

Srilanka, Chili, China, Kuba, Cekoslowakia, Perancis, India, Lebanon, Luxembourg, Belanda,

Selandia Baru, Norwegia, Pakistan, Rhodesia Selatan, Suriah, Afrika Selatan, United Kingdom

dan Amerika Serikat. 48 WTO. The 128 Country That Had Signed GATT by 1994 (WTO, diunduh pada 22 Februari

2018) tersedia di https://www.wto.org/english/thewto_e/gattmem_e.htm

128 negara tersebut antara lain : Negara-negara tersebut antara lain : Angola, Antigua dan

Barbuda, Argentina, Austria, Australia, Bahrain, Banglades, Barbados, Belgia, Belize, Benin,

Bolivia, Botswana , Brazil, Brunei Darussalam , Burkina Faso, Burundi, Kamerun, Kanada,

Republik Afrika Tengah, Chad, Chile, Kolombia, Republik Kongo, Kosta Rika, Côted

'Ivoire, Siprus, Republik Ceko, Denmark, Djibouti, Republik Dominika, Mesir, El Salvador, Fiji,

Finlandia, Perancis, Gabon, Gambia, Germany, Ghana, Yunani, Grenada, Guatemala, Guinea,

Guinea Bissau,

Guyana, Haiti, Honduras, HongKong, Hungaria,Islandia, India, Indonesia, Irlandia, IsraelItalia, Ja

maika, Jepang, Kenya, RepublikKorea, Kuwait, Lesotho, Liechtenstein,

Luxembourg, Macao, Madagaskar, Malawi, Malaysia, Maldives, Mali, Malta, Mauritania,Mauritiu

s, Meksiko, Maroko, Mozambique, Myanmar, Namibia, Belanda, Selandia Baru, Nikaragua,

Page 38: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

25

negara anggota WTO semakin bertambah hingga mencapai 164 negara.

Adapun negara-negara yang kini masih menjadi observer di WTO diantaranya

: Aljazair, Andora, Ajerbaizan, Bahamas, Belarus, Butan, Bosnia dan

Herzegovina, Komoro, Guinea Equatorial, Etiopia, Tahta Suci, Iran, Irak,

Republik Lebanon, Libya, Sao Tome dan Principe, Serbia, Somalia, Sudan

Selatan, Sudan, Republik Arab Suriah, Timor Leste, dan Uzbekistan.49

C. ATURAN YANG BERLAKU DALAM WTO

WTO sebagai sebuah organisasi internasional menetapkan hak dan

kewajiban bagi segenap anggotanya. Dengan menjadi anggota WTO, negara

telah setuju untuk memperoleh hak dan menjalankan kewajiban-kewajiban

yang diatur dalam WTO agreements. Dalam bahasa lain, negara telah sepakat

untuk mengikatkan dirinya terhadap perjanjian-perjanjian yang ada di WTO

dan harus menerima setiap konsekuensi logis dari perbuatan yang

dilakukannya apabila ada yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.50

Niger, Nigeria, Norwegia, Pakistan, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina,

Polandia, Portugal, Qatar, Romania, Rwanda, Senegal, Sierra Leone,

Singapura, RepublikSlovakia, Slovenia, Kepulauan Solomon, Afrika Selatan, Spanyol

SriLanka, Saint Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan the

Grenadines, Suriname Kerajaan Swaziland, Swedia, Swiss, Tanzania, Thailand, Togo,

Trinidad dan Tobago, Tunisia, Turki, Uganda, Uni Emirat Arab, United Kingdom

Amerika Serikat, Uruguay, Venezuela, Yugoslavia, Zaire (sekarang Rebuplik Demokratik

Kongo) Zambia, Zimbabwe.

49 WTO. Members and Observers (WTO, diunduh pada 23 Februari 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_e.htm

50 WTO, WTO Accesion (WTO, diunduh pada 20 Maret 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/acc_e/acc_e.htm

Page 39: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

26

Secara umum, GATT/WTO memiliki tiga prinsip dasar yang dimuat

dalam WTO agreement yang harus dilaksanakan oleh negara anggotanya. Prinsip-

prinsip tersebut antara lain :

1. Non diskriminasi. Prinsip non diskriminasi artinya bahwa negara

harus menghapuskan segala bentuk diskriminasi atau pembedaan pemberlakuan

aturan maupun pajak kepada negara-negara tertentu. Prinsip ini dijabarkan

kembali kepada dua jenis prinsip yang lebih spesifik, yakni The Most Favor

Nations (MFN) treatment obligation dan national treatment obligation.51

Prinsip MFN artinya negara anggota WTO diwajibkan untuk menerapkan

kebijakan yang sama terhadap mitra dagangnya tanpa mengecualikan atau

memberlakukan kebijakan yang berbeda terhadap negara anggota WTO tertentu.52

Berikut adalah analogi dari penerapan prinsip MFN, misalnya negara A

menetapkan bea masuk untuk kentang sebesar 10%, dan ini berlaku terhadap

seluruh negara anggota WTO yang mengekspor kentangnya ke negara A. Lalu,

negara B berinisiatif untuk melakukan negosiasi terkait pengurangan bea masuk

kentang ke negara A. Kemudian negara A memutuskan untuk menurunkan pajak

hingga 0%. Maka bea masuk 0% ini harus diberlakukan kepada seluruh anggota

WTO yang hendak mengekspor kentangnya ke negara A. Jika negara A hanya

memberlakukan pajak 0% itu terhadap negara B, maka negara A tidak

51 WTO. Introduction to WTO Basic Principle and Rules (WTO, diunduh pada 23 Februari 2018)

tersedia di https://ecampus.wto.org/admin/files/Course_385/Module_1562/ModuleDocuments/BP-

L1-R1-E.pdf

52 WTO. Principle of Trading System (WTO, diunduh pada 23 Februari 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htm

Page 40: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

27

menjalankan prinsip MFN.53 Sebenarnya, dalam prinsip MFN ini ada juga

pengecualian untuk menetapkan kebijakan yang berbeda. Namun, aturan yang

dibuat WTO terkait pengecualian ini sangat ketat dan harus berada dibawah

pengawasan WTO agar tidak terjadi penyalahgunaan atas pengecualian yang

dibenarkan oleh WTO.54

Adapun prinsip national treatment obligation adalah bahwa barang yang

masuk ke suatu negara dari luar negeri harus diberi perlakuan yang sama dengan

barang hasil produksi dalam negeri, baik dari segi penerapan pajak, peraturan

dalam undang-undangnya, maupun dalam hal persyaratan hukum untuk penjualan,

pembelian, dan distribusi barang. Prinsip ini secara lebih spesifik melindungi

perdagangan multilateral dari praktik-praktik proteksionisme yang mungkin

terjadi.55

2. Transparansi dan prediktabilitas. Dalam hal ini, yang dimaksud

transparansi adalah adanya keterbukaan mengenai hambatan dalam perdagangan.

Dalam kata lain, negara tidak boleh menyembunyikan informasi terkait kebijakan

yang ditetapkan dalam melakukan perdagangan internasional.56 Transparansi ini

harus dibarengi dengan komitmen yang tinggi dari negara untuk secara berangsur-

53 WTO. Introduction to WTO Basic Principle and Rules.

54 Japan Ministry Economy, Trade, and Industry (METI). Chapter I : Most Favor Nation Principle

(METI, diunduh pada 23 Februari 2018) tersedia di

http://www.meti.go.jp/english/report/data/g400011e.html

55 Ratya Anindita & Michael R.Reed, Bisnis dan Perdagangan Internasional (Yogyakarta: CV.

Andi Offset) 67

56 Ratya Anindita, Bisnis Perdagangan Internasional.

Page 41: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

28

angsur menurunkan pajak dan hambatan sehingga dapat terwujud perdagangan

internasional yang lebih bebas. Selain itu, negara-negara juga perlu menerapkan

tariff binding yakni komitmen untuk tidak menaikkan tarif dimasa yang akan

datang atau dalam bahasa yang lebih sederhana disebut kepastian tarif.57

3. Adanya persaingan yang adil. WTO bekerja untuk menciptakan pasar

yang lebih bebas namun tetap adil bagi segenap partisipannya. Dengan demikian,

peraturan yang ada dalam WTO memuat hal-hal yang dikategorikan adil atau

tidak adil, misalnya dalam hal praktik pemberian subsidi.58

4. Membantu pertumbuhan dan pembaharuan ekonomi bagi negara

maju dan berkembang. Sistem yang dibentuk dalam WTO memberikan

penyesuaian bagi negara berkembang agar siap menghadapi pasar bebas. WTO

memberikan kesempatan serta perlakuan khusus agar negara berkembang yang

tergabung dalam WTO mendapat kemudahan dalam fase transisinya menuju pasar

yang lebih liberal.59

D. DISPUTE SETTLEMENT BODY

Dispute Settlement Body (DSB) WTO merupakan badan yang dibentuk

untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antar negara terkait isu

perdagangan internasional. Setiap negara anggota WTO memiliki hak untuk

57 WTO, Principle of The Trading System.

58 WTO, Principle of The Trading System.

59 WTO, Principle of The Trading System.

Page 42: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

29

melaporkan kasus perdagangan yang terjadi kepada DSB WTO. Secara umum,

negara akan melaporkan negara terlapor jika dirasa terdapat praktik-praktik

yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan WTO.60

Fungsi dari DSB WTO termaktub dalam pasal 3 Dispute Settlement

Understanding (DSU). Fungsi DSB WTO antara lain61 :

1. Memeriksa kembali ketentuan yang terdapat dalam perjanjian

WTO dan mengkajinya berdasarkan hukum kebiasaan

internasional publik.

2. Memastikan bahwa hasil dari penyelesaian sengketa tidak

mereduksi maupun menambah hak dan kewajiban negara

sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan WTO.

3. Memastikan bahwa solusi bersifat positif dan dapat diterima oleh

pihak-pihak terkait serta sejalan dengan perjanjian dalam WTO.

4. Menghentikan tindakan negara pelanggar jika terbukti melanggar

ketentuan perjanjian. Adapun upaya pembalasan atau retaliasi bisa

dilakukan sebagai upaya terakhir.

60 WTO, Dispute Settlement (WTO, diunduh pada 5 Maret 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_e.htm

61 Ade Maman Suherman. “Dispute Settlement Body WTO dalam Penyelesaian Sengketa

Perdagangan Internasional” Jurnal/ Hukum dan Pembangunan Tahun ke-42 No.1 Januari- Maret

2012, 5.

Page 43: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

30

Pihak yang bisa menjadi partisipan dalam DSB WTO adalah

negara anggota WTO. Adapun aktor non pemerintah seperti perusahaan-

perusahaan yang biasanya terkena dampak langsung dari pelanggaran

perdagangan internasional tidak bisa melaporkan kasusnya secara

langsung ke WTO. Meskipun demikian, biasanya terdapat kebijakan

dalam negara terkait mekanisme pengajuan petisi oleh perusahaan kepada

negara untuk melaporkan kasus pelanggaran dalam perdagangan

internasional ke WTO.62

Secara umum, ada lima tahapan dalam DSB WTO yang dapat

ditempuh oleh negara dalam menyelesaikan sengketa, diantaranya63 :

1. Konsultasi. Ini merupakan tahap pertama dalam mekanisme

penyelesaian sengketa melalui DSB WTO. Negara yang merasa terjadi

pelanggaran yang menyebabkan terhambatnya atau berkurangnya

keuntungan dalam perdagangan dapat mengajukan kasusnya ke DSB

WTO. Kemudian negara terlapor harus memberikan respon dalam

jangka waktu 10 hari. Apabila dalam jangka waktu 30 hari belum

tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak, maka negara pelapor

memiliki hak untuk meminta DSB WTO membentuk panel. Dalam

62 WTO, Introduction to the WTO Dispute Settlement System (WTO, diunduh pada 5 Maret 2018)

tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c1s4p1_e.htm#parties

63 Ade Maman Suherman, Dispute Settlement Body WTO dalam Penyelesaian Sengketa

Perdagangan Internasional, 6-12.

Page 44: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

31

tahap konsultasi, negara diberi waktu 60 hari untuk menyelesaikan

sengketa yang terjadi.

2. Pembentukan panel. Tahapan ini akan dilaksanakan manakala tahap

konsultasi gagal dalam mencapai kesepakatan. Panel dibentuk oleh

DSB dengan mempertimbangkan nominasi nama-nama yang diajukan

sekretariat WTO. Pemilihan panelis didasarkan pada berbagai syarat

seperti bahwa panelis harus indepeden, orang dari latar belakang yang

berbeda-beda, dan memiliki pengalaman yang banyak. Apabila dalam

waktu 20 hari DSB tidak mampu menetapkan panelis, maka penetapan

tersebut bisa diserahkan kepada dirjen WTO. Selanjutnya, jika panelis

sudah terpilih, maka mereka harus mengacu pada term of reference

dalam menetapkan perkara yang disengketakan. Tugas utama dari

panel ini adalah melakukan penilaian terhadap sengketa dengan

objektif dan menganalisis apakah ada atau tidak pelanggaran terhadap

perjanjian WTO. Selain itu, tugas panel ini juga adalah menyusun serta

melampirkan hasil temuannya agar dapat dijadikan bahan oleh DSB

dalam membuat putusan dan rekomendasi.

3. Lembaga Banding (Appellate Body). Tahapan ini akan dilaksanakan

jika terdapat penolakan terhadap putusan panel oleh salah satu atau

kedua belah pihak yang bersengketa. Lembaga ini memiliki wewenang

untuk memperkuat atau melakukan perubahan terhadap temuan hukum

dan kesimpulan yang disusun oleh panel. Meskipun demikian, dalam

tahap ini appellate body tidak dapat menerima bukti-bukti baru.

Page 45: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

32

Appellate body terdiri dari 7 orang yang merepresentasikan regional

yang ada didunia : Amerika, Amerika Selatan, Asia, Afrika Utara, dan

Afrika Selatan. Mereka menjabat selama empat tahun, dan hanya boleh

dipilih kembali untuk satu periode lainnya.

Dalam penyusunan laporan appellate body, DSB dan dirjen WTO turut

dilibatkan sebagai konsultan. Semua draft yang dihasilkan oleh

appellate body ini bersifat rahasia dan selama perumusannya tidak

boleh diketahui oleh pihak yang terlibat dalam sengketa. Oleh karena

itu, setelah laporan ini selesai, keputusan yang ada didalamnya harus

diterima tanpa syarat oleh pihak bersengketa.

4. Rekomendasi panel dan appellate body. Secara umum, panel dan

appellate body akan merekomendasikan kepada negara yang

bersengketa untuk memijakkan sengketa yang terjadi kepada perjanjian

WTO agar sesuai dengan perjanjian tersebut yang telah disepakati

bersama. Selain itu, rekomendasi dari mereka berisi upaya-upaya yang

disarankan yang dapat dilakukan negara agar mampu

mengimplementasikan rekomendasi yang telah dibuat. Kemudian,

dapat dipastikan bahwa rekomendasi yang dibuat panel dan appellate

body tidak akan mengurangi maupun menambah hak dan kewajiban

negara, sehingga akan lebih memudahkan dalam hal implementasi.

5. Surveillance of Implementation. Tahap ini merupakan tahap akhir yang

merupakan pemantauan terhadap implementasi rekomendasi. Semua

Page 46: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

33

negara diharapkan dapat melaksanakan rekomendasi untuk melakukan

penyesuaian sikap dengan perjanjian yang ada di WTO. Implementasi

harus dilaksanakan dalam jangka waktu 30 hari sejak pengadopsian

laporan panel dan appellate body oleh WTO. Jika negara terlapor tidak

mampu melakukannya, maka boleh mengajukan reasonable time atau

perpajangan waktu yang bisa diterima yang tidak melebihi 15 bulan.

Jika negara termohon tidak mengimplementasikan rekomendasinya

sesuai tenggat waktu yang ditetapkan, maka WTO memberi wewenang

kepada negara pelapor untuk melakukan tindakan pembalasan dengan

memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

Serangkaian prosedur dalam DSB WTO tersebut telah mampu

menghantarkan DSB WTO menjadi salah satu pengadilan terbaik yang

sejajar dengan International Court of Justice (ICJ).64 Dasar penyematan

status tersebut didasarkan pada kemampuan DSB WTO untuk menarik

minat negara-negara dalam membawa kasusnya ke DSB WTO hingga

mencapai angka 520 kasus di tahun 2017.65 Jika dibandingkan dengan

International Criminal Court (ICC) yang telah berdiri selama 15 tahun,

ICC hanya mampu menyelesaikan 23 kasus. Begitu pula dengan The

64 Mitsuo Matsushita, The WTO Dispute Settlement System dalam “The Oxford Handbook on The

World Trade Organization” (buku online, diunduh pada 6 Maret 2018) tersedia di

https://books.google.co.id/books?id=yrwqIcrTn2gC&pg=PA510&lpg=PA510&dq=is+DSB+WTO

+more+effective+than+ICJ?&source=bl&ots=m83_1mCJt0&sig=LUa4bTttRaNz40YwqWAYjR2

i9iw&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiex-

iE29XZAhWKtI8KHc5jBz4Q6AEIWjAH#v=onepage&q=is%20DSB%20WTO%20more%20effe

ctive%20than%20ICJ%3F&f=false

65 WTO, Annual Report 2017.

Page 47: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

34

International Tribunal for the Law of the Sea yang masa berdirinya sama

dengan WTO namun hanya mampu menyelesaikan 25 kasus.66 Dengan

demikian, eksistensi DSB WTO menjadi penting dalam menunjang

efektifitas dan kredibilitas institusi WTO, khususnya dalam penyelesaian

sengketa perdagangan internasional.

Oleh karena itu, status WTO yang merupakan organisasi

internasional dengan jumlah negara anggota yang banyak memiliki

berbagai aturan berlaku yang mesti dilaksanakan. Pelanggaran terhadap

aturan dapat diproses ke DSB WTO. Dalam WTO, setiap anggota

memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang kapabilitas

ekonomi negara. Dengan demikian, sekalipun negara maju seperti

Amerika Serikat memiliki potensi untuk dilaporkan ke WTO oleh negara

anggota lain. Maka, pada bab selanjutnya akan dibahas masalah kasus-

kasus yang pernah terjadi terhadap Amerika Serikat di WTO dalam

kaitannya dengan pengaduan dari negara lain.

66 Arie Reich, “The Effectiveness of The WTO Dispute Settlement System : A Statistical

Analysis”, European University Institute Working Papers (online); tersedia di

http://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/47045/LAW_2017_11.pdf?sequence=1 diunduh pada

6 Maret 2018.

Page 48: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

35

BAB III

ANATOMI KASUS-KASUS PENGADUAN NEGARA TERHADAP

AMERIKA SERIKAT KEPADA DSB WTO

Bab ini akan menjelaskan mengenai anatomi kasus pengaduan yang

dilayangkan oleh negara-negara terhadap Amerika Serikat kepada DSB WTO.

Didalamnya memuat tentang penjelasan mengenai negara mana saja yang pernah

terlibat kasus pengaduan dengan Amerika Serikat, industri apa saja yang

seringkali disengketakan, dan bagaimana implementasi Amerika Serikat terhadap

gugatan-gugatan yang ditujukan kepadanya. Bab ini bertujuan untuk memberikan

informasi mengenai keterlibatan Amerika Serikat dalam mengimplementasikan

aturan perdagangan bebas yang ada di WTO sejak tahun 1995 sampai dengan

tahun 2018.

Sebagaimana yang pernah disinggung dalam bab-bab sebelumnya, bahwa

Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang banyak melakukan

perdagangan internasional. Amerika Serikat berada diurutan pertama sebagai

negara eksportir dibidang jasa dan urutan kedua terbesar dalam ekspor barang.

Jumlah ekspornya di tahun 2016 mencapai 2,21 triliun USD.67 Adapun dalam

bidang impor, Amerika Serikat merupakan importer terbesar didunia (menguasai

67 Department of Commerce United States of America, US Trade Overview 2016 (International

Trade Administration, April 2017, diakses pada 21 April 2018) tersedia di

https://www.trade.gov/mas/ian/build/groups/public/@tg_ian/documents/webcontent/tg_ian_00553

7.pdf

Page 49: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

36

18% dari total impor dunia) dengan angka impor mencapai 2,71 triliun USD.68

Dengan banyaknya perdagangan yang dilakukan, Amerika Serikat berpotensi

memiliki berbagai permasalahan dengan anggota WTO yang lain.69 Banyaknya

permasalahan yang dihadapi Amerika Serikat dalam perdagangan internasional

menjadikannya sebagai negara diurutan pertama yang paling banyak mengadukan

kasus (complainant) dan diadukan (respondent) oleh negara lain ke DSB WTO.70

Status Amerika Serikat sebagai negara yang paling sering menjadi

complainant dan respondent di WTO sebenarnya memiliki interpretasi yang lain.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan European University Institute

menunjukkan bahwa Amerika Serikat telah memenangkan gugatan kasus di WTO

sebanyak 42% (atau tidak memenangkan gugatan kasus sebanyak 58%) dari total

persentase pengaduan.71 Artinya, Amerika Serikat dapat dikatakan sebagai negara

yang banyak melanggar karena gugatan-gugatan yang dilayangkan kepadanya di

DSB WTO lebih banyak dimenangkan oleh negara penggugatnya.

68 Eurostat, USA-EU International Trade in Goods Statistics (Eurostats, 2018, diakses pada 21

April 2018) tersedia di http://ec.europa.eu/eurostat/statistics-explained/index.php/USA-EU_-

_international_trade_in_goods_statistics#EU_and_United_States_in_world_trade_in_goods

69 Raymond J Ahearn, Trade Conflict and The US-European Union Economic Relationship

(Congressional Research Service Report for Congress, 2007, diakses pada 13 April 2018) tersedia

di http://www.nationalaglawcenter.org/wp-content/uploads/assets/crs/RL30732.pdf

70 WTO, United States of America and The WTO (WTO, diakses pada 13 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/usa_e.htm

71 John Brinkley, Trumph Is Quietly Trying to Vandalize WTO (Forbes, 2017, diakses pada 13

April 2018) tersedia di https://www.forbes.com/sites/johnbrinkley/2017/11/27/trump-quietly-

trying-to-vandalize-the-wto/#1fc479b4263f

Page 50: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

37

Lima negara diurutan teratas sebagai negara yang paling banyak

mengadukan kasusnya dengan Amerika Serikat ke DSB WTO diantaranya Uni

Eropa (33 kasus), Kanada (19 kasus), China (12 kasus), Korea Selatan (12 kasus),

dan Brazil (11 kasus).72 Secara umum, permasalahan yang terjadi antara negara-

negara tersebut dengan Amerika Serikat berkaitan dengan kebijakan-kebijakan

yang dikeluarkan Amerika Serikat untuk memperoleh keuntungan dan

mendukung kemajuan industri domestiknya seperti dumping, export credit,

pemberian subsidi, penetapan tariff, dan pelanggaran-pelanggaran terhadap

aturan-aturan lain yang ditetapkan dalam covered agreement WTO.73

Secara spresifik, Uni Eropa banyak bersengketa dengan Amerika Serikat

dalam sektor agrikultur, industri dirgantara, dan industri baja. Permasalahan

agrikultur mulai muncul pasca Uruguay Round karena pada Uruguay Round

ditetapkan aturan-aturan terkait agrikultur salah satunya terkait izin pemberian

subsidi dengan jumlah tertentu. Namun, Common Agricultural Policy (CPA) yang

selama ini menjadi pedoman bagi Uni Eropa dalam menjalankan kebijakan yang

72 WTO, Dispute by Respondent (WTO, diakses pada 13 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_by_country_e.htm

73 WTO, Dispute by Respondent.

The Economist, Dumping, Export Credit (The Economist, diakses pada 21 April 2018) tersedia di

https://www.economist.com/economics-a-to-z/

Dumping= menjual barang dengan harga yang lebih murah diluar negeri daripada di negara tempat

barang diproduksi.

Export credit = pinjaman untuk meningkatkan ekspor. Biasanya negara memberi bantuan berupa

pinjaman ini kepada pelaku bisnis domestik untuk memenangkan dan membesarkan sektor

domestiknya.

Page 51: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

38

berkiatan dengan agrikultur cenderung memberi subsidi dalam jumlah yang besar

untuk meningkatkan pendapatan petani dalam negerinya.74

Adapun dalam industri dirgantara, kedua belah pihak merasa bahwa baik

Amerika Serikat maupun Uni Eropa memberikan subsidi yang banyak kepada

produsennya untuk memajukan industri tersebut. Uni Eropa mensinyalir bahwa

Amerika Serikat memberi subsidi illegal agar produksi industri dirgantara bisa

bersaing di pasar internasional. Selain itu, Uni Eropa juga menyatakan bahwa

Amerika Serikat memberikan pendanaan yang besar untuk penelitian bagi

pengembangan produk di perusahaan dirgantara yang ada di Amerika Serikat

demi memperoleh keuntungan yang besar.75

Begitu pula dengan industri baja, Uni Eropa merasa bahwa Amerika

Serikat memberi subsidi yang besar dan memberlakukan dumping untuk

memperoleh keuntungan. Masalah industri baja antara Amerika Serikat dan Uni

Eropa telah terjadi secara masif selama dua dekade ini. Puncaknya terjadi pada

pemerintahan Presiden Bush (tahun 2001) ketika ia melalui pertimbangan yang

diberikan International Trade Commision akhirnya membelakukan peningkatan

tariff terhadap sektor baja dari Uni Eropa. Tindakan tersebut dianggap tidak ‘fair’

sehingga memicu dilayangkannya gugatan oleh Uni Eropa kepada Amerika

Serikat. Namun, pada 2003 WTO menyatakan bahwa Amerika Serikat tidak

mampu menunjukkan bahwa peningkatan tariff tersebut dilatarbelakangi oleh

74 Raymond J Ahean, Trade Conflict and The US-European Union Economic Relationship.

75 Raymond J Ahean, Trade Conflict and The US-European Union Economic Relationship.

Page 52: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

39

alasan yang dibenarkan (misalnya karena dapat mengancam stabilitas atau bahkan

menghancurkan industri yang ada di Amerika Serikat).76

Kanada sebagai negara kedua complainant terhadap Amerika Serikat

bersengketa dalam 19 kasus, diantaranya yang berkaitan dengan subsidi

agrikultur, COOL (Country of Origin Labelling), export restraint, offset act (byrd

amandement), section 129 (c) (1), Uruguay Round Agreement on Agriculture

(URAA), kayu halus, dan supercalender paper. Ketiga, China 12 kasus yang

berkaitan dengan anti dumping methodologies, anti dumping and countervailing

duties, unggas, udang dan sawblades, steel safeguards, dan industri ban.

Keempat, Korea Selatan 12 kasus yang berkaitan dengan carbon steel,

countervailing duty investigation on DRAMs, jalur pipa, Oil Country tubular

Goods (OCTG), stainless steel, steel safeguards, mesin cuci, dan zeroing. Kelima,

Brazil 11 kasus yang berkaitan dengan subsidi agrikultur, florida excise tax,

gasoline, orange juice, steel safeguards, dan upland cotton.77

Kasus-kasus yang dilayangkan kepada Amerika Serikat sampai di tahapan

yang berbeda-beda. Sebagaimana yang sempat disinggung di bab dua, bahwa

dalam DSB WTO terdapat beberapa tahap dalam penyelesaian sengketa. Adapun

bagi Amerika Serikat sebagai negara respondent, terdapat 36 kasus yang sampai

ditahap konsultasi, 8 kasus sampai pada tahap pembentukan panel (dengan panelis

yang belum terpilih), 3 kasus sampai pada tahap panel (dengan panelis yang sudah

76 Raymond J Ahean, Trade Conflict and The US-European Union Economic Relationship.

77 WTO, Dispute by Short Title (WTO, diakses pada 13 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_by_short_title_e.htm

Page 53: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

40

terpilih), 19 kasus sampai pada tahap adopsi report (tanpa perlu tindak lanjut dari

respondent), 11 kasus sampai pada tahap adopsi report (dengan adanya

rekomendasi untuk tindak lanjut), 23 kasus sampai pada tahap implementasi

rekomendasi DSB WTO, 9 kasus sampai pada tahap penerimaan solusi oleh

pihak-pihak yang bersengketa, 3 kasus sampai pada tahap pengajuan retaliasi oleh

complainant, 6 kasus sampai pada tahap penerapan retaliasi, dan 14 kasus sampai

pada tahap penyelesaian akhir dengan ditariknya gugatan atau dihentikannya

tindakan oleh negara respondent (dibawah pasal 3.6 Dispute Settlement

Understanding/DSU).78

78 WTO, Current Status of Dispute (WTO, diakses pada 14 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_current_status_e.htm

Pasal 3.6 DSU = dalam bagian ketentuan umum yang menyatakan tentang kesepakatan bersama

antara pihak-pihak yang bersengketa harus diinformasikan kepada DSB WTO

Page 54: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

41

Gambar III.1 : Jumlah kasus pada tiap tahap penyelesaian sengketa

Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas terkait jenis kasus yang

cukup problematis dalam proses penyelesaiannya, maka akan dipaparkan kasus-

kasus secara detail dari tahap adopsi report (dengan adanya tindak lanjut dari

negara respondent) sampai tahap akhir (withdrawn or terminated solution). 11

kasus yang sampai pada tahap adopsi report (dengan adanya tindak lanjut negara

respondent) diantaranya upaya perlindungan dengan membatasi kuantitas gandum

yang datang dari Uni Eropa (agrikultur), permasalahan merk dagang kendaraan

bis (Intelectual Property Rights/IPR) yang diadukan oleh Uni Eropa, tuduhan dan

investigasi atas dumping yang dilakukan Jepang dalam industri besi baja

gulungan, pengaduan regulasi zeroing (metodologi dalam menghitung dumping

margin) oleh Jepang, pengaduan regulasi zeroing oleh Uni Eropa, tuduhan dan

investigasi atas dumping yang dilakukan India dalam industri besi baja gulungan,

Page 55: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

42

pelarangan produk olahan hewan dari Argentina atas tuduhan adanya penyakit

kaki dan mulut pada hewan, countervailing measure (upaya menyeimbangkan

subsidi ekspor) dan anti dumping produk dari Tiongkok (terjadi dua kali), dan anti

dumping OCTG (Oil Country Tubular Goods) yang diadukan oleh Korea Selatan.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa Amerika Serikat

bersengketa hingga tahap ini untuk 1 kasus dalam sektor agrikultur, 1 kasus hak

kekayaan intelektual, 1 kasus dalam sektor peternakan, dan 9 kasus dalam

masalah regulasi dumping (termasuk zeroing). Dari kasus tersebut, Amerika

Serikat dinyatakan telah mematuhi putusan yang dikeluarkan DSB WTO dalam

semua kasus meskipun dalam implementasi putusannya membutuhkan waktu

yang berbeda-beda.79

Pada tahap implementasi, mayoritas kasus yang sampai pada tahap ini

adalah industri baja yakni ada 5 kasus. Selanjutnya, dalam sektor minyak bumi

dan gas ada 3 kasus, sektor tekstil 3 kasus, sektor perikanan 3 kasus, dan sektor

ternak 2 kasus. Selain itu, negara complainant juga menyasar Amerika Serikat

dengan pengaduan terkait hukum yang ada di Amerika Serikat. Misalnya dalam

regulasi anti dumping dan zeroing terdapat 3 kasus, dan dalam regulasi

countervailing measure juga terdapat 3 kasus.80

Pada tahap penerimaan solusi oleh pihak-pihak yang bersengketa, ada 9

kasus yang berhasil terselesaikan. Kasus-kasus tersebut antara lain dalam sektor

79 WTO, Current Status of Dispute.

80 WTO, Current Status of Dispute.

Page 56: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

43

tekstil 1 kasus, sektor telekomunikasi 1 kasus, sektor jasa 1 kasus, sektor kayu 3

kasus (dengan Argentina) 1 kasus (dengan Kanada), sektor pertanian 1 kasus, dan

sektor industry rokok 1 kasus. 9 kasus ini berhasil diselesaikan dengan

tercapainya kesepakatan antara negara yang bersengketa dengan Amerika Serikat.

Bentuk kesepakatannya antara lain perubahan kebijakan dari Amerika Serikat

misalnya menghentikan pemberlakuan countervailing duty dan pembebanan pajak

tambahan dan pembuatan agreement khusus terkait sektor tertentu misalnya dalam

sektor softwood lumber (kayu lunak).81

Pada tahap pengajuan retaliasi oleh complainant terdapat 3 kasus yang

terjadi diantaranya pertama, terkait US-Section 110 (5) Copyright Act. Undang-

undang ini memberikan izin untuk memutar musik ataupun siaran televisi yang

telah memiliki hak ekslusif atau hak cipta khusus dimuka publik seperti restoran,

bar dan tempat umum lainnya tanpa memperoleh royalti. Kebijakan ini dianggap

merugikan produsen musik Uni Eropa. Selanjutnya, ditetapkanlah periode

implementasi putusan bagi Amerika Serikat yakni selama 12 bulan dan ganti rugi

sejumlah 1,219,900 euro. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan Amerika

Serikat tidak memenuhinya sehingga Uni Eropa mengajukan permohonan to

suspend concession (sebagai tahap awal dari retaliasi). Setelah itu, Amerika

Serikat merasa keberatan karena ada prinsip dan prosedur yang juga tidak

dijalankan oleh Uni Eropa. Sehingga, akhir dari kasus ini adalah kedua belah

81 WTO, Current Status of Dispute.

Page 57: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

44

pihak sepakat untuk mencari solusi bersama dan menetapkan perjanjian sementara

terkait kasus ini.82

Kedua, kasus US- Sunset Reviews of Anti Dumping Measures On Oil

Country Tubular Goods (OCTG). Dalam kasus ini, Argentina mengadukan

Amerika Serikat karena hukum yang terdapat di Amerika Serikat terkait sunset

review dianggap inkonsisten dengan pasal 1,2,3,5,6,11,12, dan 18 Anti Dumping

Agreement (ADA). Setelah ditetapkan putusan dan periode waktu untuk

implementasi putusan oleh DSB WTO, selanjutnya Amerika Serikat melaporkan

bahwa ia telah mengimplementasikan putusan yang ditetapkan. Namun, Argentina

meragukan jika Amerika Serikat telah mengimplementasikan putusannya secara

penuh. Sehingga, Argentina mengajukan permohonan to suspend concession.83

Ketiga, kasus US-Anti Dumping and Countervailing Measures on Large

Residential Washers from Korea . Sebagaimana yang juga terjadi pada dua

kasus sebelumnya, Amerika Serikat gagal mengimplementasikan rekomendasi

DSB WTO pada periode waktu yang telah ditentukan sehingga memicu negara

complainant untuk mengajukan suspension concessions.84

82 WTO, US-Section 110 (5) Copyright Act (WTO, 2018, diakses pada 22 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds160_e.htm

83 WTO, US- Sunset Reviews of Anti Dumping Measures On Oil Country Tubular Goods (OCTG),

(WTO, 2018, diakses pada 22 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds268_e.htm

84 WTO, US-Anti Dumping and Countervailing Measures on Large Residential Washers from

Korea (WTO, 2018, diakses pada 22 April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds464_e.htm

Page 58: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

45

Selanjutnya, 6 kasus yang sampai pada tahap retaliasi adalah 2 kasus yang

berkaitan dengan Anti Dumping and Subsidy Offset Act of 2000, 2 kasus tentang

Certain Country of Origin Labelling (COOL), 1 kasus di sektor jasa dan 1 kasus

di sektor perikanan. DSB WTO mengabulkan suspension request dari negara

complainant untuk kasus-kasus tersebut karena Amerika Serikat terbukti

melakukan pelanggaran dan merugikan atau menghilangkan keuntungan yang bisa

diperoleh mitra dagangnya akibat kebijakan yang dikeluarkannya. Selain itu,

Amerika Serikat juga tidak dapat memenuhi apa yang direkomendasikan DSB

WTO. Maka, penerapan retaliasi diberlakukan.

Yang paling terakhir, di tahap penyelesaian dengan penarikan gugatan atau

pemberhentian tindakan yang menjadi sumber gugatan terdapat 14 kasus. 14 kasus

tersebut antara lain 3 kasus di sektor tekstil (dengan India dan Uni Eropa), 2 kasus

di sektor agrikultur (dengan Brazil), 2 kasus di sektor kayu (dengan Kanada), 2

kasus di sektor perikanan (dengan Vietnam), 1 kasus di sektor permobilan dengan

Jepang, 1 kasus di sektor alat elektronik dengan Korea Selatan, 1 kasus di sektor

baja dengan Meksiko, I kasus di industry semen dengan Meksiko, dan 1 kasus

terkait kenaikan tariff untuk produk dari Uni Eropa.85

Berikut ini merupakan bentuk tabel dari penjelasan deskriptif mengenai

kasus-kasus ditiap tahap penyelesaian sengketa. Infomasi yang termuat

didalamnya antara lain tahapan penyelesaian sengketa, judul kasus, negara yang

85 WTO, Current Status of Disputes.

Page 59: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

46

mengadukan/complainant,jenis perjanjian yang dilanggar, dan sektor yang

dilanggar.

Tabel III.1 : Anatomi Kasus di Tiap Tahapan Penyelesaian Sengketa

Tahap

Penyelesaian

Sengketa

Short Title Complainant Agreement Cited Sector

Adopsi

Report

(Dengan

Tindak

Lanjut)

1. US-Wheat

Gluten

(2001)

EU -Agriculture Art 4.2

- GATT 1994 Art I,

XIX

-Safeguards Art 2,

2.1, 4,5,8,12

Agrikultur

2. US-Section

211

Appropriatio

ns Act

(2002)

EU Intellectual Property

(TRIPS)

Kendaraan

Bis

3. US- Hot

Rolled Steel

(2001)

Jepang -Anti Dumping (Art

VI of GATT 1994)

-Agreement

establishing WTO

(Art XVI)

Baja

4. US- Zeroing

(EC) (2012)

EU -Anti Dumping (Art

VI of GATT 1994)

-Agreement

establishing WTO

(Art XVI : 4)

Regulasi

Metodologi

Zeroing

5. US-

Continued

Zeroing

(2009)

EU -Anti Dumping (Art

VI of GATT 1994)

-Agreement

establishing WTO

(Art XVI : 4)

Regulasi

Metodologi

Zeroing

6. US- Zeroing

Japan (2012)

Jepang -Anti Dumping (Art

VI of GATT 1994)

-Agreement

establishing WTO

Regulasi

Metodologi

Zeroing

Page 60: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

47

(Art XVI : 4)

7. US-Carbon

Steel India

(2014)

India -GATT 1994: Art. I,

VI

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Baja

8. US-Animals

(2015)

Argentina -GATT 1994: Art.

I:1, III:4, XI:1

-Sanitary and

Phytosanitary

Measures (SPS)

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Peternakan

9. US-

Countervaili

ng and Anti

Dumping

Measures

(China)

(2014)

China -GATT 1994: Art.

X, VI

-Subsidies and

Countervailing

Measures: Art. 10,

15, 19, 21, 32

-Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

Regulasi

dalam

Undang-

undang

10. US-Anti

Dumping

Methodologi

es (China)

(2017)

China -GATT 1994: Art.

VI:2

-Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

Regulasi

Metodologi

Investigasi

Anti

Dumping

11. US-OCTG

(Korea)

(2018)

Korea Selatan -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994

-GATT 1994: Art. I,

X:3

-Agreement

Establishing the

OCTG

Page 61: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

48

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Implementasi

Rekomendasi

1. US- Gasoline

(1997)

Venezuela dan

Brazil

-GATT 1994: Art. I,

III, XXII:1

-Technical Barriers

to Trade (TBT): Art.

2, 14.1

Migas

2. US-

Underware

(1997)

Costa Rica Textiles and

Clothing: Art. 2, 6, 8

Tekstil

3. US-1916 Act

(EC) (2004)

EU dan Jepang -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Undang-

undang anti

dumping

4. US-Lead and

Bismuth II

(2000)

EU Subsidies and

Countervailing

Measures: Art.

1.1(b), 10, 14, 19.4

Baja

5. US-Lamb

(2001)

New Zealand

dan Australia

-GATT 1994: Art. I,

II, XIX

-Safeguards: Art. 2,

3, 4, 5, 11, 12

Peternakan

6. US-Stainless

Steel (2001)

Korea Selatan -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

-GATT 1994: Art.

VI, X:3

Baja

7. US-Cotton

Yarn (2001)

Pakistan Textiles and

Clothing: Art. 2.4,

6.2, 6.3, 6.4, 6.7

Tekstil

8. US-Line Pipe

(2003)

Korea Selatan -GATT 1994: Art. I,

XIII, XIX

-Safeguards: Art. 2,

3, 4, 5, 7.1, 8, 9.1,

11, 12

Migas

9. US-Steel

Plate (2003)

India -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

Baja

Page 62: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

49

-GATT 1994: Art.

VI, VI:1, VI:2(a), X

-Subsidies and

Countervailing

Measures: Art. 10,

11, 15, 22, 27

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI, XVI:4

10. US-Shrimp

(Thailand)

(2006&2009)

and

(Ecuador)

(2007)

Thailand and

Ecuador

-Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994

-GATT 1994: Art.

I:1, II, II:1, III, VI,

XI:1, XIII:1, XX,

X:3(a), VI:2

Perikanan

11. US-Custom

Bond

Directive

(2009)

India -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994

-GATT 1994: Art. I,

II, II:1, VI, VI:3, X,

X:1, X:2, XI, XIII,

VI:2

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Regulasi

Anti

Dumping

dan

Countervaili

ng Duties

12. US-

Countervaili

ng Measures

on Certain

EC Products

(2006)

EU -GATT 1994: Art.

VI:3

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Regulasi

Countervaili

ng Measures

13. US-Carbon

Steel (2004)

EU -Subsidies and

Countervailing

Measures: Art. 10,

Baja

Page 63: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

50

11.9, 21, 32.5

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

14. US-

Countervaili

ng Duty

Investigation

on DRAMS

(2006)

Korea Selatan -GATT 1994: Art.

VI:3, X:3

-Subsidies and

Countervailing

Measures: Art. 1, 2,

10, 11, 12, 14, 15,

17, 19, 22, 32, 32.1

Telekomuni

kasi

15. US-Anti

Dumping

Measures on

Pet Bags

(2010)

Thailand -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 2.4.2

-GATT 1994: Art.

VI

Tekstil

16. US-Zeroing

(Korea)

(2011)

Korea Selatan -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 2.1,

2.4, 2.4.2, 5.8

-GATT 1994: Art.

VI

Regulasi

Metodologi

Zeroing

17. US- Anti

Dumping and

Countervaili

ng Duties

(China)

(2012)

China -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 2, 6, 9,

18, Annex II

GATT 1994: Art. I,

VI

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Protocol of

Accession: Art. 15

Regulasi

Anti

Dumping

18. US-Shrimp

and

Sawblades

(2013)

China -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 2.1,

2.4, 2.4.2, 5.8, 9.2,

9.3, 9.4, 11.3

-GATT 1994: Art.

VI:1, VI:2(a),

VI:2(b)

Perikanan

Page 64: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

51

Penerimaan

Solusi

1. US- Wool

Shirts and

Blouses

(1997)

India Textiles and

Clothing: Art. 2, 6, 8

Tekstil

2. US-DRAMS Korea Selatan -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 2, 3, 5.8,

6, 11, 17, 17.6(i)

-GATT 1994: Art. I,

VI, X

Telekomuni

kasi

3. US-FSC

(2006)

EU -Agriculture: Art. 1,

3, 8, 9, 10

-GATT 1994: Art.

III:4, XVI

-Subsidies and

Countervailing

Measures: Art.

3.1(a), 3.1(b)

Regulasi

Tax

Treatment

4. US-

Softwood

Lumber III,

IV, V, VI

(2006)

Kanada -GATT 1994: Art.

VI:3

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Kayu

5. US-Upland

Cotton

(2014)

Brazil -Agriculture: Art.

3.3, 7.1, 8, 9.1, 10.1

-GATT 1994: Art.

III:4, XVI

-Subsidies and

Countervailing

Measures: Art. 3, 5,

6

Tekstil

Page 65: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

52

6. US-Clove

Cigarettes

(2014)

Indonesia -GATT 1994: Art.

III:4, XX,

XXIII:1(a)

-Sanitary and

Phytosanitary

Measures (SPS):

Art. 2, 3, 5, 7

-Technical Barriers

to Trade (TBT): Art.

2, 2.1, 2.2, 2.3, 2.5,

2.8, 2.9, 2.10, 2.12,

12

Rokok

Pengajuan

Retaliasi

1. US-Section

110 (5)

Copyright

Act (2002)

EU Intellectual Property

(TRIPS): Art. 9.1

Regulasi

Hak

Kekayaan

Intelektual

2. US-OCTG

Sunset

Reviews

(2007)

Argentina -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 2, 3, 5,

6, 11, 12, 18, Annex

II

-GATT 1994: Art.

VI, X

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Regulasi

Sunset

Reviews

3. US-Washing

Machines

(2018)

Korea Selatan -Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994)

-GATT 1994: Art.

VI:1, VI:2, VI, VI:3

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

-Subsidies and

Countervailing

Measures

Residential

Washing

Machines

Page 66: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

53

Penerapan

Retaliasi

1. US-Offset

Act (Byrd

Agreement)

(2004)

Australia;

Brazil; Chile;

European

Communities;

India;

Indonesia;

Japan; Korea,

Republic of;

Thailand

-Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 5.4, 8,

18.1, 18.4

-GATT 1994: Art.

VI:3, X:3, XXIII:1,

VI:2

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Regulasi

Tarif

2. US-Offset

Act (Byrd

Agreement)

(2004)

Kanada dan

Meksiko

Anti-dumping

(Article VI of GATT

1994): Art. 1, 5.4, 8,

18.1, 18.4

-GATT 1994: Art.

VI:3, X:3, XXIII:1,

VI:2

-Subsidies and

Countervailing

Measures

-Agreement

Establishing the

World Trade

Organization: Art.

XVI:4

Regulasi

Tarif

3. US-

Gambling

(2013)

Antigua dan

Barbuda

Services (GATS):

Art. II, VI, VIII, XI,

XVI, XVII

Jasa

Page 67: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

54

4. US-Tuna II

Mexico

(2017)

Meksiko -GATT 1994: Art. I,

III

-Technical Barriers

to Trade (TBT): Art.

2, 5, 6, 8

Perikanan

5. US-COOL

(2015)

Kanada dan

Meksiko

-GATT 1994: Art.

III:4, IX, IX:2, X:3,

XXIII:1(b), X:3(a)

-Rules of Origin:

Art. 2, 2(b), 2(c),

2(e), 2(j)

-Sanitary and

Phytosanitary

Measures (SPS):

Art. 2, 5, 7

-Technical Barriers

to Trade (TBT): Art.

2, 2.1, 2.2, 2.4

Regulasi

Country of

Origin

Labelling

Untuk memudahkan pemahaman akan kasus-kasus tersebut, maka akan

ditunjukkan melalui tabel pemetaan berdasarkan jenis sektor dan regulasi yang

dilanggar oleh Amerika Serikat. Adapun pemetaan kasus dalam bentuk tabel

tersebut, dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 68: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

55

Tabel III.2 : pemetaan kasus

No Jenis

Sektor/Regulasi

yang dilanggar

Complainant Keterangan

1 Agrikultur Uni Eropa Upaya perlindungan dan

pembatasan kuantitas impor

gandum

2 Hak Cipta

Uni Eropa Merk dagang kendaraan (bis)

Uni Eropa Undang-undang “US-Section 110

(5) Copyright Act” memberi izin

untuk pemutaran music atau siaran

televisi yang memiliki hak cipta

tanpa pemberian royalty

3 Anti dumping Jepang Tuduhan dan investigasi dumping

Jepang pada sektor baja gulungan

India Tuduhan dan investigasi dumping

Jepang pada sektor baja gulungan

Tiongkok Penerapan bea anti dumping

terhadap produk tertentu dari

Tiongkok

Korea Selatan Anti dumping terhadap Oil Country

Tubular Goods (OCTG)

Tiongkok Penggunaan metodologi

investigasi anti dumping

Jepang Anti Dumping Act 1916

Uni Eropa Anti Dumping Act 1916

Korea Selatan Anti dumping produk piring

stainless steel

India Anti dumping steel plate

Ekuador Penerapan bea anti dumping untuk

Page 69: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

56

produk udang

Thailand Penerapan bea anti dumping untuk

produk udang

Tiongkok Definitive anti dumping

Thailand Anti dumping produk tas berbahan

Tiongkok Penerapan bea anti dumping untuk

produk udang

Korea Selatan Anti dumping DRAMS (Dynamic

Random Access Memory

Semiconductors)

Kanada Anti dumping produk kayu halus

Argentina Anti dumping OCTG

Korea Selatan Anti dumping produk mesin cuci

Australia,

Brazil, Cili, Uni

Eropa, India,

Indonesia,

Jepang, Korea

Selatan,

Thailand

Regulasi tentang “Continued

Dumping and Subsidy Offset Act

of 2000”

Kanada dan

Brazil

Regulasi tentang “Continued

Dumping and Subsidy Offset Act

of 2000”

4 Zeroing Jepang Perselisihan dalam metodologi

perhitungan margin dumping

Uni Eropa Perselisihan dalam metodologi

perhitungan margin dumping

Korea Selatan Perselisihan dalam metodologi

perhitungan margin dumping

Page 70: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

57

5 Peternakan Argentina pelarangan impor produk olahan

hewan atas tuduhan adanya

penyakit kaki dan mulut pada

hewan

Selandia Baru Safeguard measures produk daging

kambing olahan

Australia Safeguard measures produk daging

kambing olahan

Kanada Certain Country Of Origin

Labelling (COOL) produk daging

sapi dan babi

Meksiko Certain Country Of Origin

Labelling (COOL) produk daging

sapi dan babi

6 Countervailing

measure

Tiongkok Penerapan bea terhadap produk

dari non market economy yang

bersumber pada Tariff Act 1930

India Steel plate

Uni Eropa Produk tertentu dari Uni Eropa

Uni Eropa Produk baja anti korosi dari

Jerman

7 Bensin Venezuela Standarisasi jenis bensin

reformulated dan conventional

Brazil Standarisasi jenis bensin

reformulated dan conventional

8 Garmen Kosta Rika Larangan impor produk katun dan

underwear pria

Pakistan Safeguard measures bahan katun

combed

India Larangan impor produk pakaian

berbahan wol

Page 71: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

58

Brazil Subsidi bahan katun

9 Baja Uni Eropa Pembebanan pajak terhadap

produk bismuth karbon baja dari

United Kingdom

10 Larangan impor Indonesia Pelarangan masuk produk rokok

kretek dari Indonesia karena alasan

kesehatan

Meksiko Pelarangan masuk produk ikan

tuna apabila tidak bisa

menunjukkan label keamanan

penangkapan ikan tuna terhadap

eksistensi ikan lumba-lumba

11 Permobilan Jepang Pembebanan bea impor dibawah

undang-undang Trade Act 1974

Data-data tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya Amerika Serikat

berpartisipasi aktif dalam DSB WTO. Namun, jika dibandingkan dengan jumlah

total aduan (150 kasus) data tersebut belum bisa menunjukkan komitmen yang

cukup kuat dari Amerika Serikat untuk mematuhi ketentuan atau rekomendasi

yang disarankan DSB WTO.86 Dalam data yang lain dari penelitian yang

dilakukan oleh European University Institute dinyatakan bahwa Amerika Serikat

86 WTO, Dispute by Respondent.

Page 72: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

59

merupakan negara diurutan pertama yang tingkat kepatuhannya terhadap putusan

DSB paling rendah.87

Hal tersebut dapat disimpulkan dengan melihat kepada angka suspension

request yang dilakukan complainant terhadap Amerika Serikat.88 Dari jumlah

total suspension request yang pernah diajukan di DSB WTO, Amerika Serikat

menjadi target sebanyak 68,42% yang mana angka tersebut adalah jumlah yang

besar, karena selisihnya dengan anggota WTO lain cukup banyak (Uni Eropa

diurutan kedua hanya 15, 78%). Menurut sudut pandang lain, dari 75 complainant

yang menang melawan Amerika Serikat, 26 darinya mengajukan suspension

request. Artinya 1/3 dari mereka menuntut kepatuhan Amerika Serikat terhadap

apa yang telah diputuskan oleh DSB WTO. 89

Suspension request sebagai rangkaian dari upaya retaliasi bagi negara yang

tidak mau patuh terhadap putusan DSB WTO merupakan proses akhir dan

konsekuensi yang sangat serius. Tujuan utama dari dilakukannya retaliasi ini

adalah untuk mendorong negara agar mau mematuhi atau mengimplementasikan

87 87 Arie Reich, “The Effectiveness of The WTO Dispute Settlement System : A Statistical

Analysis”, European University Institute Working Papers (online); tersedia di

http://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/47045/LAW_2017_11.pdf?sequence=1 diunduh pada

6 Maret 2018.

88 WTO, Suspension of Concessions or Other Obligation (WTO, diakses pada 14 April 2018)

tersedia di https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/repertory_e/s9_e.htm

Suspension request = salah satu tahap akhir dalam penyelesaian sengketa yang mana negara yang

memenangkan gugatan dapat mengajukan permohonan penerapan kebijakan yang dikecualikan

(tidak sesuai dengan aturan umum WTO) untuk memberikan tindakan balasan atau memastikan

respondent nya mendapat sanksi agar negara bersangkutan mau patuh terhadap putusan DSB

WTO

89 Arie Reich, The Effectiveness of The WTO Dispute Settlement System : A Statistical Analysis.

Page 73: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

60

apa yang telah diputuskan oleh DSB WTO.90 Meskipun retaliasi ini menimbulkan

pro dan kontra, seperti menjadikan aturan WTO tampak inkonsisten dan retaliasi

dianggap tidak punya kekuatan bagi negara yang ekonominya tidak kuat, namun

dalam banyak kasus retaliasi dapat dikatakan cukup berhasil.91

Efektivitas retaliasi dapat ditinjau dari sudut pandang yang lain. Menurut

sebuah penelitian yang dilakukan Michelle Engel Limenta dalam disertasinya

dikatakan bahwa retaliasi memiliki berbagai tujuan. Sebenarnya, tujuan retaliasi

itu tidak hanya mendorong negara untuk patuh saja, melainkan menciptakan

kondisi ‘balancing’ atau penyeimbangan terhadap apa yang telah dilakukan oleh

negara pelanggar. Selain itu, Michelle dalam penelitiannya menemukan bahwa

retaliasi mampu mengubah sikap negara-negara yang bersengketa misalnya

dengan memutuskan untuk mencapai kesepakatan bersama dibandingkan

melakukan tindakan balasan.92

Dengan demikian, dari data-data yang dipaparkan di atas dapat dikatakan

bahwa terdapat banyak negara yang mengadukan kasusnya melawan Amerika

90 WTO, The Process – Stages in a Typical WTO Dispute Settlement Case (WTO, diakses pada 14

April 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c6s10p1_e.htm

91 Maslihati Nur Hidayati, “Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO: Suatu Tinjauan

Yuridis Formal” Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2 (Jakarta : Pusat Pengelola Jurnal Universitas

Esa Unggul, Agustus 2014, diunduh pada 14 April 2017) tersedia di

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=314557&val=4569&title=Analisis%20Tentan

g%20Sistem%20Penyelesaian%20Sengketa%20WTO%20:%20Suatu%20Tinjauan%20Yuridis%2

0Formal

92 Michelle Engel Limenta, Non Compliance in WTO Dispute Settlement : Assesing The

Effectiveness of WTO Retaliation From Its Purposes (Disertasi, 2012, Victoria University of

Wellington) diakses pada 14 April 2018 tersedia di

http://researcharchive.vuw.ac.nz/xmlui/bitstream/handle/10063/2071/thesis.pdf?sequence=2

Page 74: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

61

Serikat ke DSB WTO. Kasus-kasus yang terjadi tersebut sampai ditahapan yang

berbeda-beda dalam tahapan penyelesaian sengketa WTO. Kasus yang banyak

disengketakan antara lain berkaitan dengan kebijakan Amerika Serikat dalam

sektor agrikultur, industri dirgantara, industri baja, tekstil, peternakan, dll.

Permasalahan pada sektor tersebut dipicu oleh adanya kebijakan yang dikeluarkan

Amerika Serikat terkait praktik dumping, pemberian subsidi, penetapan tariff dan

bentuk-bentuk dukungan lain terhadap sektor domestik. Setelah mengetahui

anatomi kasus pengaduan negara terhadap Amerika Serikat di DSB WTO, maka

pada bab selanjutnya akan dijelaskan mengenai alasan ketidakpatuhan Amerika

Serikat terhadap rekomendasi yang disampaikan oleh DSB WTO.

Page 75: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

62

BAB IV

KEPENTINGAN NASIONAL AMERIKA SERIKAT SEBAGAI FAKTOR

KETIDAKPATUHAN TERHADAP PERATURAN WTO

Pada bab ini dijelaskan alasan mengapa Amerika Serikat tidak mematuhi

beberapa peraturan yang ada di WTO. Ketidakpatuhan Amerika Serikat pada

akhirnya memicu banyaknya pengaduan oleh negara-negara anggota WTO ke

DSB WTO. Untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini akan digunakan

kerangka konsep kepentingan nasional dan teori kepatuhan (compliance theory).

Pada bagian awal di bab ini akan dijelaskan mengenai konsep kepentingan

nasional dalam studi hubungan internasional untuk memahami ketidakpatuhan

Amerika Serikat di WTO. Selanjutnya, untuk memahami ketidakpatuhan dalam

hal yang lebih teknis, akan digunakan teori kepatuhan Chayes dan Chayes. Selain

itu, setiap poin nya akan dikuatkan dengan data-data pendukung lain seperti

temuan fakta dan pendapat ahli.

A. KONSEP KEPENTINGAN NASIONAL

Morgenthou sebagai pemikir awal konsep kepentingan nasional

mendefinisikan konsep kepentingan nasional sebagai “kemampuan minimum

negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur

dari gangguan negara lain”.93 Selanjutnya, Holsti mengklasifikasikan kepentingan

nasional pada tiga kaegori yakni core values, middle range objectives, dan long

93 Hans J Morgenthou, In Defense of the National Interest: A Critical Examination of American

Foreign Policy (New York: University Press of America, 1951)

Page 76: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

63

range objectives94. Untuk menjelaskan masalah ketidakpatuhan Amerika Serikat

terhadap peraturan WTO ini, akan digunakan konsep kepentingan nasional di

level middle range objectives yang berkaitan dengan kepentingan negara dalam

peningkatan taraf perekonomian.

Negara mendasarkan kebijakannya atas kepentingan nasional yang ingin

dicapai.95 Dengan demikian, kepentingan nasional erat kaitannya juga dengan

kepatuhan negara terhadap suatu perjanjian internasional, karena negara bisa

patuh atau tidak patuh tergantung kepada tindakan mana yang akan membawanya

pada perolehan kepentingan nasional yang ingin dicapai. Selain itu,

ketidakpatuhan Amerika Serikat merupakan pengejawantahan dari karakter

naluriah negara yakni aktor yang rasional dan profit seeking yang dalam konteks

kepentingan nasional akan selalu mendasarkan pertimbangan untung rugi dari

sebuah tindakan yang diambilnya. Dalam hal ini, bisa dipastikan bahwa

ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap aturan WTO dilatarbelakangi oleh

adanya kepentingan nasional yang terganggu. Berikut ini akan dipaparkan berbagi

kondisi yang bisa menjelaskan adanya kepentingan nasional Amerika Serikat yang

terganggu yang mendorong ketidakpatuhan terhadap peraturan yang ada di WTO.

Sebagaimana yang telah disinggung dalam pembahasan sebelumnya,

bahwa Amerika Serikat banyak menggunakan instrument anti dumping maupun

bentuk-bentuk proteksionisme lain untuk melindungi industri domestiknya

94 KJ Holsti. Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis. (Bandung: Bina Cipta, 1987) 20.

95 T May Rudi, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin

(Bandung: Refika Aditama, 2002) 116.

Page 77: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

64

meskipun hal tersebut bertentangan dengan aturan WTO. Ketidakpatuhan

Amerika Serikat dalam aturan WTO dapat tercermin dari grafik di bawah ini :

Gambar IV.1. Bentuk-bentuk Proteksionisme Amerika Serikat

Sumber : Global Trade Alert96

Pada dasarnya, hal tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi

Amerika Serikat yang terancam oleh kemajuan ekonomi negara lain yang

berdampak pula pada perekonomiannya. Misalnya dalam kasus relasi dagang

antara Amerika Serikat dan China. China menjadi salah satu partner dagang

strategis dan terbesar bagi Amerika Serikat. Perdagangan barang dan jasa

96 Global Trade Alert, The USA Imposes Highest Number of Protectionist Measures (GTA, 2016,

diakses pada 21 Mei 2018) dari https://www.globaltradealert.org/

Page 78: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

65

Amerika Serikat dengan China berjumlah $648 triliun dengan angka ekspor

$169.8 triliun dan angka impor $478.8 triliun (tahun 2016).97

Angka tersebut menunjukkan tingkat ketergantungan kedua negara

terhadap satu sama lain yang sangat tinggi. China membutuhkan Amerika Serikat

sebagai pasar bagi produk-produknya karena Amerika Serikat merupakan negara

tujuan ekspor pertama bagi China. Sedangkan Amerika Serikat membutuhkan

China untuk memperoleh harga barang yang lebih murah.98

Meskipun demikian, sebenarnya keuntungan yang diperoleh oleh kedua

negara tidaklah berimbang. Hal tersebut ditunjukkan oleh adanya defisit

perdagangan yang cukup tinggi yang dialami oleh Amerika Serikat. Defisit

perdagangan Amerika Serikat dengan China jumlahnya $309 triliun.99 Defisit ini

terjadi karena jumlah impor Amerika Serikat jauh melampaui ekspornya terhadap

China. Salah satu alasan banyaknya impor yang dilakukan Amerika Serikat

terhadap barang-barang China adalah karena harganya yang lebih murah.

Murahnya harga barang dari China berkaitan dengan rendahnya biaya standar

hidup di China yang memungkinkan produsen di China membayar tenaga kerja

dengan harga yang murah untuk menekan biaya produksi. Oleh karena itu, produk

Amerika Serikat tidak bisa bersaing di pasar dengan produk China karena

97 United States Trade Representative, US-China Trade Facts (Washington DC: USTR, 2018)

[database online] tersedia di https://ustr.gov/countries-regions/china-mongolia-taiwan/peoples-

republic-china , diakses pada 18 Mei 2018.

98 United States Trade Representative, US-China Trade Facts.

99 United States Trade Representative, US-China Trade Facts

Page 79: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

66

preferensi konsumen Amerika Serikat sendiri adalah produk-produk lebih murah

dari China.100

Padahal, maraknya impor produk buatan China telah menyebabkan

banyaknya warga Amerika Serikat yang bekerja di perusahaan manufaktur

kehilangan pekerjaannya. Misalnya, menurut data yang dirilis oleh Jurnal of

Labor Economics, dikisaran yahun 1999-2011 setidaknya terdapat dua juta

pekerjaan di Amerika Serikat yang tutup. Hal tersebut terjadi karena perusahaan

tidak lagi berproduksi akibat ketidakmampuan bersaing untuk memproduksi

barang dengan harga yang sama rendah atau lebih rendah dari China.101

Selanjutnya, tindakan-tindakan tersebut yang merupakan bentuk

ketidakpatuhan terhadap aturan WTO terbukti mendatangkan keuntungan bagi

Amerika Serikat sebagai bagian dari pertahanannya terhadap kepentingan nasional

dalam bidang ekonomi. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Thomas J Prusa,

dinyatakan bahwa anti dumping memiliki pengaruh terhadap nilai impor dari

negara yang dikenakan pajak anti dumping. Penerapan pajak anti dumping,

apalagi yang jumlahnya tinggi dapat menghambat atau mengurangi nilai impor

dari negara yang dinyatakan melakukan dumping terhadap produknya.102 Berikut

100 Kimberly Amadeo, US Trade to China And Why It’s So High (The Balance, 2018, diakses pada

19 Mei 2018) dari http s://www.thebalance.com/u-s-china-trade-deficit-causes-effects-and-

solutions-3306277

101 Michael Schuman, Is China Stealing Jobs? It May be Losing Them Instead (Nytimes, 2016,

diakses pada 19 Mei 2018) dari

https://www.nytimes.com/2016/07/23/business/international/china-jobs-donald-trump.html

102 Thomas J Prusa, The Trade Effect of Anti Dumping Actions (NBER Working Paper No 5440

Januari 1996) diakses pada 21 Mei 2018 dari http://www.nber.org/papers/w5440

Page 80: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

67

ini merupakan grafik yang menunjukkan adanya korelasi antara penerapan pajak

anti dumping dengan nilai impor dari suatu negara

Gambar IV.2. Nilai Impor Pasca Penerapan Anti Dumping Duties

Sumber : Thomas J Prusa, The Trade Effect of Anti Dumping

Actions.103

Grafik tersebut dapat memberi gambaran mengenai nilai impor negara

pasca diberlakukan pajak anti dumping. Pada tahun pertama (t1) nilai impor

berkurang sebanyak 9% dari sebelumnya. Dengan demikian, angka-angka tersebut

103 Thomas J Prusa, The Trade Effect of Anti Dumping Actions (NBER Working Paper No 5440

Januari 1996) diakses pada 21 Mei 2018 dari http://www.nber.org/papers/w5440

Page 81: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

68

menunjukkan pengaruh yang signifikan dari penerapan pajak anti dumping

terhadap nilai impor dari negara yang dikenakan pajak anti dumping. Meskipun

dalam keterangannya Thomas J Prusa menyatakan bahwa pengaruhnya tersebut

hanya berlaku dalam jangka waktu pendek.104

Selain China, ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap aturan WTO

banyak bersinggungan dengan hubungan perdagangannya dengan Korea Selatan.

Hal tersebut bisa dipahami juga sebagai gangguan akan kepentingan nasional

Amerika Serikat dibidang ekonomi karena perdagangan yang dilakukan kedua

negara ini pun ada pada tahap ketergantungan yang tidak seimbang khususnya

dalam perdagangan jasa.105

104 Thomas J Prusa, The Trade Effect of Anti Dumping Actions.

105 United States Census Bureau, Trade in Goods with Korea, South (USCB, 2018, diakses pada 19

Mei 2018) dari https://www.census.gov/foreign-trade/balance/c5800.html

Page 82: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

69

Gambar IV.3. Neraca Perdagangan Amerika Serikat dengan Korea

Sumber : United States Census Bureau106

Data-data tersebut menunjukkan defisit perdagangan Amerika Serikat dan

Korea Selatan yang terjadi sepanjang tahun di tahun 2017. Defisit yang terjadi

terhadap Amerika Serikat dengan Korea Selatan, menurut pemerintahan Trump

salah satunya disebabkan oleh perjanjian perdagangan dengan Korea Selatan

yakni KORUS. Perjanjian dalam KORUS dianggap hanya menguntungkan Korea

Selatan. Apalagi, menurut Edward Alden, anggota senior Council on Foreign

Relations (CFR) Korea Selatan lebih tertutup ekonominya dibandingkan Amerika

106 United States Census Bureau, Trade in Goods with Korea.

Page 83: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

70

Serikat.107 Selain itu, pemerintahan Trump juga mengklaim bahwa defisit

perdagangan Amerika Serikat dengan Korea Selatan yang meningkat dua kali

lipat pasca adanya perjanjian KORUS telah menyebabkan hilangnya banyak

pekerjaan di Amerika Serikat.108

Dengan demikian, tindakan yang diambil Amerika Serikat termasuk

ketidakpatuhan yang dilakukan Amerika Serikat terhadap peraturan WTO dapat

dipahami sebagai upaya mempertahankan kepentingan nasionalnya. Upaya

pertahanan tersebut dapat datang dari adanya kebutuhan Amerika Serikat akan

kesejahteraan maupun akibat ancaman dari negara lain yang bisa meniadakan atau

mengurangi perolehan kepentingan nasional yang ingin dicapai.109

B. TEORI KEPATUHAN

Masalah kepentingan nasional Amerika Serikat yang menjadi sebab

ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap peraturan WTO secara lebih detail dapat

dijelaskan dengan teori kepatuhan. Dalam teori ini, terdapat tiga aspek penyebab

ketidakpatuhan yakni ambiguitas hukum, kapabilitas negara, dan dimensi

temporal. Ketiga aspek ini, dalam kasus ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap

107 James McBride, The US Trade Deficit: How Much Does It Matter (CFR, 2017, diakses pada 19

Mei 2018) dari https://www.cfr.org/backgrounder/us-trade-deficit-how-much-does-it-matter

108 Phil Eskeland, Improvementsto The US Korea Trade Balance (Korea Economy Institute of

America, 2018, diakses pada 19 Mei 2018) dari http://keia.org/improvements-us-korea-trade-

balance

109 T May Rudi, Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin.

Page 84: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

71

WTO, pada dasarnya dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional Amerika Serikat

yang ingin dicapainya. Berikut penjelasannya:

1. AMBIGUITAS HUKUM

Chayes menjelaskan bahwa dalam suatu naskah perjanjian terdapat

kemungkinan adanya ketidakjelasan atau bahasa-bahasa yang ambigu khususnya

dalam hal-hal yang bersifat spesifik sehingga memungkinkan negara untuk

menginterpretasikan isi perjanjian berdasarkan kepentingan yang mereka miliki.

Dalam kasus Amerika Serikat ini, hal tersebut terjadi dalam kaitannya dengan

pasal VI GATT mengenai anti dumping.

Pasal VI GATT terbagi kepada empat bagian besar yaitu penentuan

dumping (the determination of dumping), penentuan kerugian (the determination

of injury), procedure dan circumvention. Keempat bagian besar tersebut

terjabarkan dalam 18 pasal yang memuat tentang penentuan dumping, penentuan

kerugian, industri dalam negeri, investigasi awal dan lanjutan, pembuktian,

tindakan sementara, penyesuaian harga, pengenaan dan pengumpulan bea anti

dumping, pemberitahuan publik dan penjelasan penentuan, tinjauan peradilan,

tindakan anti dumping atas nama negara ketiga, anggota-anggota negara

Page 85: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

72

berkembang, komite praktik anti dumping, serta konsultasi dan penyelesaian

sengketa.110

Kasus anti dumping merupakan kasus yang paling banyak dilanggar oleh

Amerika Serikat yang memicu pengaduan dari negara lain. Menurut data yang

diperbarui tahun 2018, sebanyak 20 kasus dari 43 kasus pada tahap adopsi report

dengan tindak lanjut sampai tahap retaliasi, merupakan kasus anti dumping.

Amerika Serikat bersengketa dalam kasus-kasus anti dumping dengan Uni Eropa,

Jepang, China, Indonesia, India, Argentina, Korea Selatan, Australia, Brazil, Cili,

Thailand, Kanada, dan Meksiko.111

Salah satu kasus ketidakpatuhan terhadap aturan anti dumping yang

melibatkan banyak negara adalah kasus DS217. Dalam kasus ini Amerika Serikat

diadukan oleh Uni Eropa, Jepang, India, Korea Selatan, Australia, Brazil, Cili,

Thailand, dan Indonesia.112 Negara-negara tersebut tidak dapat menerima tindakan

yang dilakukan Amerika Serikat yakni mendistribusikan hasil bea anti dumping

nya kepada industri domestik yang terkena dampak dumping. Atas pengaduan

yang dilayangkan negara-negara tersebut, Amerika Serikat memberikan respon

pertamanya kepada WTO dengan pernyataan sebagai berikut :

110 WTO, Article VI GATT (GATT, 1994) [database online) tersedia di

https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/19-adp.pdf , diakses pada 5 Juni 2018.

111 WTO, Current Status of Dispute (WTO, diakses pada 5 Juni 2018) tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_current_status_e.htm

112 WTO, United States-Continued Dumping and Subsidy Offset Act of 2000 (WTO, 2018, diakses

pada 15 Mei 2018) dari https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds217_e.htm

Page 86: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

73

Complaining parties are essentially arguing that WTO members cannot

enact a law which permits the distribution of revenues generated from

AD/CVD duties to any recipient other than the national treasury. No

word, phrase, or paragraph in the entire WTO Agreement, however,

supports their argument. A review of the negotiating history since

1947confirms that a specific restriction on how Members can spend or

distribute moneys received as AD/CVD duties was not raised or

addressed during negotiations. As the Appellate Body cautioned in India

– Patents, the panel’s role is limited to the words and concepts used in

the treaty.Under the WTO Agreement, Members retain the right to

control their treasury, allocate their resources, and disburse funds for a

wide range of purposes. A Member’s sovereign right to appropriate

lawfully assessed and collected duties cannot be restricted by this

Panelex aequo et bono113

. Pernyataan Amerika Serikat tersebut menjelaskan bahwa keberatan yang

dirasakan oleh negara-negara respondent tidak bisa dibenarkan karena tidak

memiliki dasar hukum yang kuat. Pertama, karena tidak ada aturan yang jelas

mengenai aturan distribusi hasil bea anti dumping. Aturan yang terdapat di WTO

hanyalah terkait hak yang dimiliki anggota WTO untuk mengatur keuangannya

untuk berbagai tujuan. Hak tersebut diperoleh dari kedaulatannya sebagai sebuah

negara. Kedua, sekalipun dalam negosiasi yang dilakukan pada tahun 1947 terkait

isu ini, tidak ada ketentuan jelas mengenai destinasi aliran dana yang

diperkenankan dari bea anti dumping tersebut.

Pada akhirnya, ketetapan untuk kasus DS217 ini, Amerika Serikat

dinyatakan inkonsisten dengan aturan WTO pasal 18.1 yakni : “No specific action

against dumping of exports from another Member can be taken except in

accordance with the provisions of GATT 1994, as interpreted by this Agreement”.

113 USTR, Executive Summary fof The First Written Submission of The United States (USTR,

2002) [database online] tersedia di

https://ustr.gov/archive/assets/Trade_Agreements/Monitoring_Enforcement/Dispute_Settlement/W

TO/Dispute_Settlement_Listings/asset_upload_file453_6484.pdf diakses pada 3 Juni 2018.

Page 87: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

74

Artinya, Amerika Serikat dianggap telah mengambil tindakan spesifik yang tidak

sejalan dengan aturan WTO. Amerika Serikat mendasarkan tindakannya

(mendistribusikan hasil bea anti dumping nya kepada produsen domestik)

berdasarkan undang-undang nasionalnya yakni Continued Dumping and Subsidy

Offset Agreement (CDSOA) yang merupakan amandemen dari Tariff Act 1930.114

Masalah ambiguitas sebagai salah satu faktor ketidakpatuhan negara dalam

hukum internasional juga dibenarkan oleh Jacob Katz Cogan. Dalam tulisannya

yang berjudul Noncompliance and The International Rule of Law yang dirilis oleh

Yale Journal of International Law, Cogan menyatakan bahwa sebab

ketidakpatuhan negara terhadap hukum internasional karena terdapat ambiguitas

dalam hukum itu sendiri. Sehingga mengarah pada ketidakpatuhan yang

disengaja.115

Ketidakpatuhan yang disengaja ini dilatarbelakangi oleh adanya

kepentingan nasional Amerika Serikat dalam perdagangan bebas. Sehingga

Amerika Serikat menggunakan instrumen ambiguitas hukum ini sebagai alasan

terhadap pilihannya untuk tidak patuh terhadap peraturan WTO. Dengan

demikian, sekalipun ambiguitas hukum menyebabkan adanya ketidakjelasan

dalam hukum, namun pada dasarnya Amerika Serikat memiliki pilihan untuk

mengambil tindakan lain. Dan dalam hal ini Amerika Serikat mengambil tindakan

114 Paul B Stephan dan Julie A Roin, International Business and Economics : Law and Policy

(Lexis Nexis: New York, 2010) 987.

115 Jacob Katz Cogan, Noncompliance and The International Rule of Law, Yale Journal of

International Law Vol 31 artikel 4 (2006), 194.

Page 88: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

75

yang bertentangan dengan interpretasi kebanyakan negara terhadap hukum yang

ambigu itu, yang menyebabkan Amerika Serikat dinyatakan tidak patuh terhadap

peraturan WTO.

2. KAPABILITAS NEGARA

Dalam penjelasan Chayes, yang dimaksud kapabilitas adalah kemampuan

negara untuk patuh terhadap peraturan. Dengan demikian, apabila terdapat hal-hal

yang menjadikannya tidak mampu untuk mematuhi peraturan yang ada maka

negara bisa saja tidak mematuhi peraturan yang dimaksud. Untuk mencapai pada

tingkat kepatuhan, menurut Chayes negara harus mampu memenuhi kemampuan

dasar seperti kemampuan birokratis dan finansial.116

Dalam kasus ini, ketidakmampuan Amerika Serikat dapat ditinjau dari

kemampuan dasarnya dalam sisi finansial yang ditunjukkan oleh kondisi ekonomi

Amerika Serikat dalam ekonomi global. Perdagangan Amerika Serikat telah

mengalami defisit khususnya pasca menjamurnya perdagangan bebas di dunia

internasional. Meskipun dinyatakan oleh Phil Eskeland, direktur eksekutif

operation and policy Korea Economic Institute of America bahwa defisit

perdagangan tidak selamanya menunjukkan kemunduran ekonomi karena negara

mungkin saja defisit dengan suatu negara tapi surplus dengan negara lainnya.117

116 Beth A Simmons dan Richard H Steinberg, ed., International Law and International Relations

(New York: Cambridge University Press, 2007), 81.

117 Phil Eskeland, Improvementsto The US Korea Trade Balance.

Page 89: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

76

Namun, jika defisit perdagangan tersebut telah membawa dampak

signifikan, misalnya karena terlalu banyak impor sehingga industri domestik

terkena dampak besar (tutup dan menyebabkan hilangnya pekerjaan) maka defisit

menjadi suatu hal yang serius. Apalagi jika defisit perdagangan itu merangkum

defisit perdagangan secara global seperti yang ditunjukkan dalam grafik dibawah

ini. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat memang

mengalami defisit dalam perdagangan internasional khususnya pasca China

bergabung dengan WTO pada tahun 2001.

Gambar IV.4. Neraca Perdagangan Amerika Serikat dalam Ekonomi Global

1960-2016.

Sumber : Council of Foreign Relations118

118 James McBride, The US Trade Deficit: How Much Does It Matter (CFR, 2017, diakses pada 19

Mei 2018) dari https://www.cfr.org/backgrounder/us-trade-deficit-how-much-does-it-matter

Page 90: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

77

Selain defisit dalam perdagangan, Amerika Serikat pun mengalami

instabilitas ekonomi karena banyak perusahaan yang memindahkan proses

produksinya ke negara lain seperti Meksiko dan China. Diakhir tahun 2016,

dilaporkan terdapat tiga perusahaan besar yang memindahkan proses produksi ke

Meksiko. Perusahaan yang selama puluhan tahun telah beroperasi di Amerika

Serikat kemudian mengambil kebijakan untuk pindah ke Meksiko maupun China

dilatarbelakangi oleh alasan penghematan biaya produksi, karena di Meksiko dan

China mereka bisa membayar buruh dengan harga lebih murah. Contoh-contoh

perusahaan-perusahaan Amerika Serikat yang memindahkan produksinya ke

Meksiko antara lain Brake Parts Inc yang pindah ke Nuevo Laredo, Mondelez

International Inc, dan Rexnord Corp.119

Ada implikasi langsung yang dirasakan Amerika Serikat dari pindahnya

perusahaan-perusahaan ke negara lain (Meksiko dan China). Dampak tersebut

yakni banyaknya pekerja Amerika Serikat yang kehilangan pekerjaannya. Dengan

demikian, beban negara bertambah dan secara otomatis negara harus menerapkan

kebijakan-kebijakan yang dapat menyelamatkan perekonomiannya. Misalnya,

dalam kasus perpindahan produksi perusahaan ini, Trump berencana menaikkan

tariff masuk barang-barang yang dihasilkan dari perusahaan tersebut sebagai

upaya balancing.120 Sedangkan, dalam peraturan WTO pengurangan maupun

119 Jim Puzzanghera, These Three US Com. panies Moved Jobs to Mexico. Here’s Why (Latimes,

2016, diakses pada 27 Juni 2018) dari http://www.latimes.com/business/la-fi-mexico-jobs-

20161212-story.html

120 Jim Puzzanghera, These Three US Companies Moved Jobs to Mexico. Here’s Why.

Page 91: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

78

penghapusan tariff merupakan hal yang ingin dicapai bersama dalam perdagangan

bebas.

Kondisi ekonomi Amerika Serikat yang telah disebutkan diatas

mendorong Amerika Serikat melakukan upaya-upaya agar aktivitas perekonomian

seperti perpindahan produksi ke negara lain bisa direduksi. Salah satu upaya yang

dimaksud adalah dengan memberikan subsidi. Salah satu jenis perusahaan yang

paling banyak mendapat subsidi dari pemerintah federal Amerika Serikat adalah

perusahaan dalam bidang kendaraan.121 Meskipun perusahaan dibidang kendaraan

menjadi salah satu fokus bagi pemberian subsidi oleh Amerika Serikat, namun

faktanya masih ada perusahaan kendaraan yang tetap memindahkan produksinya

ke negara lain misalnya Ford yang akan memulai produksi di China pada tahun

2019 mendatang.122

Subsidi merupakan jenis pelanggaran yang berada diurutan kedua sebagai

pelanggaran yang banyak dilakukan oleh Amerika Serikat.123 Dengan demikian,

maka dapat dipahami bahwa ketidakmampuan Amerika Serikat dalam hal

finansial yang ditunjukkan melalui kondisi ekonomi negaranya menjadi salah satu

penyebab dari ketidakpatuhan Amerika Serikat terhadap peraturan di WTO.

121 Kimberly Amadeo, Government Subsidies (Farm, Oil, Export, Etc) (The Balance, 2018, diakses

pada 27 Juni 2018) dari https://www.thebalance.com/government-subsidies-definition-farm-oil-

export-etc-3305788

122 Bill Vlasic, Ford Chooses China, Not Mexico, To Build Its New Focus (NYtimes, 2017, diakses

pada 27 Juni 2018) dari https://www.nytimes.com/2017/06/20/business/ford-focus-china-

production.html

123 WTO, Dispute by Current Status.

Page 92: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

79

Ketidakmampuan Amerika Serikat untuk mematuhi peraturan WTO atas

dasar kapabilitas finansialnya lagi-lagi dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional

negaranya. Pemenuhan akan kepentingan nasional menjadikan Amerika Serikat

melakukan berbagai upaya atau tindakan pemulihan ekonomi yang

menyebabkannya tidak memiliki kemampuan untuk patuh terhadap peraturan

WTO.

3. DIMENSI TEMPORAL

Pada poin ini, Chayes menjelaskan bahwa ketidakpatuhan negara terhadap

suatu peraturan dapat dilatarbelakangi oleh adanya tuntutan bagi negara untuk

mengimplementasikan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam periode waktu

yang lama. Sedangkan, situasi sosial ekonomi negara senantiasa berubah dari

waktu ke waktu. Misalnya dalam WTO, berbagai peraturan dibuat sejak awal

berdirinya (fase GATT) hingga sekarang, dan negara harus senantiasa tunduk

padanya. Padahal, keadaan ekonomi negara pada saat GATT terbentuk hingga

hari ini dapat berubah.

Salah satu contoh perubahan kondisi negara seiring berjalannya waktu

adalah dalam kasus Amerika Serikat. Angka GDP (Gross Domestic Product)

Amerika Serikat terhadap GDP global pada tahun 1960 an sebesar $543 triliun

dan GDP global sebesar $1367 triliun (40% dari GDP global). Sedangkan GDP

Page 93: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

80

Amerika Serikat hari ini hanya dikisaran 22% dari GDP global.124 Angka tersebut

menunjukkan perubahan yang signifikan yang akan memiliki implikasi terhadap

kebijakan-kebijakan yang diambil negara.

GDP merupakan indikator ekonomi yang digunakan untuk melihat standar

kehidupan disuatu negara. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, GDP

menjadi salah satu instrument yang digunakan sebagai pertimbangan untuk

mengambil kebijakan disuatu negara. Hal ini berlaku bagi Amerika Serikat,

karena pengambilan kebijakan ekonominya salah satunya didasarkan pada angka

GDP nya.125

Contoh kasus adanya pengaruh GDP terhadap pengambilan kebijakan

ekonomi di Amerika Serikat secara spesifik terjadi pada tahun 2009 yang

dianggap sebagai waktu puncak resesi. Periode ini merupakan resesi terparah

pasca perang dunia II yang mengakibatkan menurunnya angka GDP Amerika

Serikat hingga 5%.126 Kondisi ini berbarengan pula dengan melemahnya

pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat. Berikut ini merupakan grafik yang

menunjukkan kondisi ekonomi yang dijelaskan diatas:

124 Mike Patton, US Role in Global Economoy Declines Nearly 50% (Forbes, 2016, diakses pada

21 Mei 2018) dari https://www.forbes.com/sites/mikepatton/2016/02/29/u-s-role-in-global-

economy-declines-nearly-50/#403d12c5e9e7

125 Roya Wolverson, GDP and Economic Policy (Council on Foreign Relations, 2013, diakses

pada 28 Juni 2018) dari https://www.cfr.org/article/gdp-and-economic-policy

126 Nouriel Roubini, A Global Breakdownof The Recession in 2009 (Forbes, 2009, diakses pada 28

Juni 2018) dari https://www.forbes.com/2009/01/14/global-recession-2009-oped-

cx_nr_0115roubini.html#3465226a185f

Page 94: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

81

Gambar IV. 5. Real GDP Amerika Serikat

Sumber : Economic Helps127

Gambar IV. 6. Pertumbuhan Ekonomi Amerika Serikat

Sumber : Economics Help128

127 Tejvan Pettinger, US Economy Under Obama 2009-2017 (Economics Help, 2017, diakses pada

28 Juni 2018) dari https://www.economicshelp.org/blog/25420/economics/us-economy-under-

obama-2009-2017/

Page 95: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

82

Pada periode ini, dibawa kepemimpinan Presiden Obama, Amerika Serikat

mengeluarkan kebijakan yang diharapkan mampu mengembalikan kejatuhan

ekonomi Amerika Serikat pada level yang lebih baik. Kebijakan yang dimaksud

adalah American Recovery and Reinvestment Act of 2009 yang didalamnya

memuat aturan tentang stimulus ekonomi diantaranya pemotongan pajak, bantuan

terhadap pengangguran, dan belanja infrastruktur.129

Masa ini merupakan salah satu periode dimana Amerika Serikat banyak

tidak mematuhi peraturan di WTO khususnya dalam hubungan dagang dengan

China. Pada tahun 2009, pemerintahan Presiden Obama menerapkan pajak anti

dumping terhadap industri ban China sebesar 35%, 30%, dan 25% (dalam jangka

waktu tiga tahun berturut turut). Tindakan Amerika Serikat ini kemudian diikuti

oleh negara-negara lain diantaranya Brazil, Argentina, dan India. Besarnya nilai

pajak yang diterapkan ditambah banyaknya negara yang turut memberlakukan

penerapan pajak anti dumping tersebut menjadikan perusahaan ban China harus

menghadapi periode tersulit sepanjang sejarahnya bergelut dalam perdagangan

internasional.130

Dampak terbesar salah satunya dirasakan oleh Triangle Group. Dengan

diberlakukannya pajak anti dumping di Amerika Serikat, ia kehilangan 35%

keuntungan yang biasa dapat diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya. Penerapan

128 Tejvan Pettinger, US Economy Under Obama 2009-2017.

129 Tejvan Pettinger, US Economy Under Obama 2009-2017.

130 Qian Kewei, “The Impact of USA Anti Dumping Measures Againts China With a Case Study”

(Tesis Universitas Bodo Graduate School of Business, 2010), 1.

Page 96: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

83

pajak Amerika Serikat punya dampak yang signifikan karena 40% dari total impor

produk impor ban China, 30% nya dipasarkan di Amerika Serikat. Atau dengan

kata lain, Amerika Serikat merupakan pasar terbesar bagi industry ban di China.131

Triangle Group merupakan salah satu State Owned Enterprises (SOE) atau

badan usaha milik negara China. Dikatakan dalam The Role of State Owned

Enterprises in The Chinese Economy yang ditulis oleh Fan Gang dan Nicholas C

Hope, bahwa salah satu peran SOE China adalah membuka lapangan pekerjaan

bagi warga China.132 Selain itu, keuntungan yang diberikan oleh SOE khususnya

pasca reformasi SOE dengan meningkat sebanyak 26.5% tahun 2017. Oleh karena

itu, posisi SOE menjadi penting dan sesuatu yang terjadi kepadanya akan turut

mengundang respon China.133

Salah satu contoh respon China terhadap tindakan yang mempengaruhi

salah satu SOE nya (Triangle Group) adalah tindakan balasan untuk Amerika

Serikat pasca diberlakukannya pajak anti dumping yang tinggi. Setelah Obama

memberlakukan pajak 35% terhadap industri ban China, China memberlakukan

penerapan tariff terhadap produk otomotif dan daging ayam dari Amerika Serikat.

Jumlah ekspor ban China adalah $1.3 triliun, sedangkan jumlah ekspor produk

otomotif Amerika Serikat $800 milyar dan jumlah ekspor daging ayam $376

131 Qian Kewei, “The Impact of USA Anti Dumping Measures Againts China With a Case Study”

132 Fan Gang dan Nicholas C Hope, The Role of State Owned Enterprises in The Chinese

Economy (The Fung Business Intelligence Center, diakses pada 20 mei 2018) dari

https://www.chinausfocus.com/2022/wp-content/uploads/Part+02-Chapter+16.pdf

133 Keith Bradsher, China Moves to Retaliate Againts US Tire Tariff (Nytimes, 2009, diakses pada

22 Mei 2018) dari https://www.nytimes.com/2009/09/14/business/global/14trade.html

Page 97: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

84

milyar. Sehingga keduanya berada pada situasi yang sengit dalam konteks saling

berbalas kebijakan terhadap barang yang diekspor dari negara masing-masing.134

Keadaan tersebut merupakan gambaran mengenai pengaruh kondisi

ekonomi suatu negara yang ditunjukkan melalui GDP terhadap kepatuhan negara

dalam WTO. Perubahan ekonomi dan sosial disuatu negara seiring berjalannya

waktu, punya pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan negara yang seringkali

tidak sejalan dengan peraturan yang ada di WTO.

Selain itu, secara lebih spesifik dimensi temporal dalam konteks aturan

WTO berkaitan dengan tenggang waktu yang ditetapkan WTO dalam

menyelesaikan sengketa. DSB WTO menetapkan batas waktu tertentu bagi negara

untuk dapat mengimplementasikan putusan yang ditetapkan kepadanya. Pada

kasus-kasus yang sampai ditahap penerapan retaliasi Amerika Serikat terbukti

tidak mampu mematuhi ketetapan WTO dalam periode waktu yang ditentukan.

Empat dari lima kasus yang sampai pada tahap retaliasi, rekomendasi DSB

WTO nya gagal diimplementasikan Amerika Serikat pada waktu yang ditetapkan

diawal. Untuk kasus US-Gambling dan US-Offset Act (Byrd Amendment) waktu

yang ditetapkan bersama untuk implementasi rekomendasi adalah 11 bulan.

Sedangkan untuk kasus US-Tuna II periode waktunya adalah 13 bulan. Hingga

sampai pada batas waktu yang ditentukan, Amerika Serikat tidak mampu

134 Keith Bradsher, China Moves to Retaliate Againts US Tire Tariff.

Page 98: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

85

mengimplementasikan rekomendasi atau dalam bahasa lain, dia tidak mematuhi

ketentuan yang telah ditetapkan.135

Gagalnya Amerika Serikat dalam memenuhi rekomendasi WTO dalam

batas waktu yang ditentukan berkaitan pula dengan poin kedua mengenai masalah

kapabilitas. Ketidakmampuan Amerika Serikat untuk mematuhi peraturan yang

ada di WTO erat kaitannya dengan proses pengambilan kebijakan yang ada dalam

negerinya. Menurut Adam S Chilton dan Rachel Brewster dalam “Supplying

Compliance: Why and When The US Complies with WTO Rulings”, dinyatakan

bahwa tingkat kepatuhan negara terhadap perjanjian internasional dipengaruhi

oleh aktor-aktor yang bermain dalam negerinya. Aktor-aktor tersebut diantaranya

eksekutif (presiden) dan kongres. Menurut Chilton dan Brewster, dalam kasus-

kasus yang melibatkan kongres dalam proses implementasi

kebijakan/rekomendasi WTO, maka akan memerlukan waktu yang lebih lama.

Hal tersebut dilatarbelakangi oleh banyaknya tarik menarik kepentingan dalam

kongres. Selain itu, untuk kebijakan yang ditetapkan oleh presiden (misalnya

masalah safeguard), akan lebih mudah untuk dipatuhi atau diimplementasikan

karena berkaitan dengan isu reputasi presiden dalam hubungan internasional.136

Contoh kasus-kasus yang sampai pada tahap retaliasi diatas menunjukkan

kesesuaian dengan argumentasi Chilton dan Brewster. Keempat kasus tersebut

(dengan US-Offset Act terjadi dua kali) merupakan kasus-kasus yang melibatkan

135 WTO, Current Status of Disputes.

136 Chilton dan Rachel Brewster, Supplying Compliance: Why and When The US Complies with

WTO Rulings (39 Yale Journal of International Law 201 (2014), 217-218.

Page 99: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

86

kongres dalam proses implementasi rekomendasinya, sehingga perlu waktu lebih

lama untuk dapat mematuhi kebijakan yang telah ditetapkan oleh DSB WTO

kepada Amerika Serikat tersebut.

Kesimpulannya, Amerika Serikat menjadi negara yang paling banyak

diadukan oleh mitra dagangnya ke DSB WTO dilatarbelakangi oleh

ketidakpatuhannya atau inkonsistensi kebijakannya dengan peraturan yang ada di

WTO. Ketidakpatuhan tersebut dilatarbelakangi oleh adanya kepentingan nasional

Amerika Serikat khususnya dalam bidang ekonomi. Selanjutnya, dalam hal-hal

yang lebih spesifik, ketidakpatuhan Amerika Serikat akibat kepentingan

nasionalnya dijabarkan dengan teori kepatuhan yang terdiri dari adanya

ambiguitas hukum, kapabilitas negara, dan dimensi temporal. Ketiga aspek dalam

teori kepatuhan tersebut merupakan alat yang digunakan Amerika Serikat untuk

melegitimasi ketidakpatuhannya terhadap peraturan WTO.

Page 100: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

87

BAB V

KESIMPULAN

Amerika Serikat merupakan negara yang berada diurutan pertama sebagai

negara yang paling banyak diadukan oleh negara-negara anggota WTO lain ke

DSB WTO. Padahal, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang menjadi

pelopor atau penggagas berdirinya GATT yang kemudian menjadi WTO. Selain

itu, Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang mengusung berjalannya

pasar bebas di dunia internasional. Namun dalam perjalanannya, semenjak WTO

berdiri tahun 1995, Amerika Serikat menunjukkan sikap yang cenderung

berlainan dengan peraturan yang telah ditetapkan dalam WTO. Hal tersebut

memicu negara lain untuk mengadukan tindakan Amerika Serikat kepada DSB

WTO.

Dari total 546 kasus yang terjadi di WTO sepanjang tahun 1995-2018,

Amerika Serikat bersengketa dengan negara lain sebanyak 150 kasus. Dari 150

kasus tersebut, Amerika Serikat dinyatakan bersalah untuk 57 kasus. Angka ini

menunjukkan signifikansi bahwa Amerika Serikat adalah negara pelanggar,

karena meskipun angka kepatuhannya pun cukup tinggi, namun jika dibandingkan

dengan negara lain maka Amerika Serikat tetap dianggap sebagai negara yang

paling tidak patuh. Selain itu, pada dasarnya dalam hukum internasional berlaku

bahwa manakala sebuah negara sudah menetapkan untuk menyetujui dan

menandatangani sebuah peraturan dalam organisasi internasional, maka mau tidak

patuh ia harus tunduk dan patuh padanya. Dengan demikian, meskipun suatu

Page 101: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

88

negara hanya melanggar satu peraturan saja, maka ia sudah bisa dikatakan sebagai

negara pelanggar.

Selanjutnya, alasan banyaknya pengaduan dari negara lain kepada

Amerika Serikat dilatarbelakangi oleh tingginya tingkat ketidakpatuhan Amerika

Serikat terhadap peraturan di WTO. Hal tersebut dijelaskan oleh konsep

kepentingan nasional dan teori kepatuhan. Menurut konsep kepentingan nasional,

Amerika Serikat tidak patuh terhadap peraturan WTO karena Amerika Serikat

memiliki kepentingan nasional dibidang ekonomi yang mengharuskannya

mengambil tindakan-tindakan tertentu meskipun berlawanan dengan WTO

misalnya penerapan pajak anti dumping yang tinggi, dan pemberian subsidi diluar

jumlah yang diizinkan WTO.

Kepentingan nasional dibidang ekonomi ini muncul dari adanya dorongan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Amerika Serikat serta adanya

ancaman dari kemajuan ekonomi negara lain seperti China yang membuat posisi

Amerika Serikat dalam perdagangan internasional menjadi terancam. Dengan

demikian, untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya Amerika Serikat harus

mengambil tindakan dengan memanfaatkan situasi yang ada. Untuk lebih

detailnya mengenai bagaimana Amerika Serikat beroperasi dalam meraih

kepentingan nasional dibidang ekonomi sehingga ia tidak patuh terhadap

peraturan WTO, maka ini dijelaskan degan teori kepatuhan.

Menurut teori kepatuhan, ketidakpatuhan negara didirorong oleh tiga

faktor; ambiguitas hukum, kapabilitas negara dan dimensi temporal. Ambiguitas

Page 102: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

89

hukum digunakan oleh Amerika Serikat sebagai legitimasi atas ketidakpatuhannya

terhadap peraturan WTO. Ketidakjelasan dan perbedaan intrepretasi terhadap

pasal IV WTO tentang anti dumping dimanfaatkan Amerika Serikat untuk

memenuhi kepentingan nasionalnya. Dalam pasal ini tidak dijelaskan mengenai

kemana saja dana hasil pajak anti dumping dapat dialirkan. Sehingga Amerika

Serikat menggunakannya untuk menstimulus produsen domestik dalam

berproduksi. Hal ini tidak dapat diterima oleh banyak negara karena mekanisme

seperti itu tidak ada dalam pasal IV WTO dan menimbulkan persaingan tidak

sehat karena terdapat intervensi yang terlalu berlebihan dari pemerintah.

Selanjutnya, faktor kapabilitas negara berkaitan dengan kemampuan

negara dalam hal finansial dan birokrasi. Amerika Serikat mengalami krisis

ekonomi yang cukup parah selama dekade terakhir yang menyebabkan jatuhnya

perekonomian dan lemahnya pertumbuhan ekonomi di negaranya. Dengan

demikian, untuk mempertahankan kepentingan nasionalnya, Amerika Serikat

melakukan berbagai hal sebagai upaya untuk pemulihan ekonomi negaranya yang

terpuruk akibat krisis.

Adapun faktor dimensi temporal berkaitan dengan eksistensi GATT/WTO

yang sudah lama berdiri namun mayoritas peraturannya masih diberlakukan

meskipun kondisi ekonomi banyak negara era ini sudah banyak berubah drastis.

Dalam konteks yang lebih spesifik di WTO, dimensi temporal yang dimaksud

berkaitan dengan tenggang waktu yang disediakan WTO untuk negara untuk

menjalankan rekomendasi yang diajukan WTO atau untuk patuh padanya. Namun

4 dari 5 kasus yang sampai pada tahap retaliasi menunjukkan bahwa Amerika

Page 103: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

90

Serikat tidak mampu memenuhi rekomendasi yang ditetapkan. Hal ini salah

satunya dilatarbelakangi oleh kompleksitas tarik menarik kepentingan dalam

kongres. Sehingga untuk kasus-kasus yang memerlukan persetujuan kongres

dalam implementasinya, Amerika Serikat cenderung kesulitan bahkan tidak

mematuhi peraturan yang telah di tetapkan. Dengan demikian, karena

ketidakpatuhan Amerika Serikat yang dilatarbelakangi oleh kepentingan nasional

yang harus diperjuangkan, maka Amerika Serikat menjadi negara yang paling

banyak diadukan oleh negara-negara anggota WTO lain.

Page 104: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

91

DAFTAR PUSTAKA

Buku Adolf, Huala. Hukum Perdagangan Internasional. Jakarta: PT. RajaGrafindo

Persada. Hal 102, 2005.

Anindita, Ratya & Michael R.Reed. Bisnis dan Perdagangan Internasional.

Yogyakarta: CV. Andi Offset. Hal 67.

Bogdan, Robert C dan Sari Knopp Biklen. Qualitative Research for Education:

An Introduction to Theory and Methods. Boston : Allyn and Bacon Inc.

Hal 53, 1982.

Couloumbis, Theodore A dan James H Wolfe, International Relation: Power and

Justice. New Jersey: Prentice-Hall. Hal 115, 1978.

Crowley, Meredith A. An Introduction to GATT and WTO. Chicago: Federal

Reserve Bank of Chicago. 2003.

Dillon Jr, Thomas J. The World Trade Organization: A New Legal Order for

World Trade. University of Michigan Law School. Hal 12: 1995.

Gautama, Sudargo. Segi-segi Hukum Perdagangan Internasional. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti. Hal 108, 1994.

Griffiths, Martin dan Terry O’callaghan. International Relations: The Key

Concepts. Oxon: Routledge. Hal 62, 2002.

Holsti, KJ. Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis. Bandung: Bina Cipta.

Hal 20, 1987.

Jackson, John H. Restructuring The GATT System . London, The Royal Institute

of International Affairs. Hal 126, 1990.

Page 105: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

92

Jemadu, Aleksius. Politik Global dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta: Graha

Ilmu. Hal 68, 2008.

Kartadjoemena, H. S. GATT dan WTO. Jakarta: Universitas Indonesia Press (UI

Press). Hal 64, 1996.

Mas’oed, Mochtar. Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi.

Jakarta: PT. Pustaka LP3ES. Hal 34, 1994.

Michalak, Wieslaw dan Gibb, Richard. Trading Blocs and Multilateralism in The

World Economy. Malden: Blackwell Publishers. Hal 267, 1997.

Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif . Jakarta : Rosda Karya. Hal 44,

2005.

Morgenthou, Hans J . In Defense of the National Interest: A Critical Examination

of American Foreign Policy New York: University Press of America. Hal

88, 1951.

Oatley, Thomas. International Political Economy: Interests and Institutions in

the Global Economy . New York: Pearson. Hal 18-19, 2008.

Peet, Richard. “Bretton Woods : Emergence of a Global Economic Regime”

dalam Unholy Trinity : The IMF, World Bank, and WTO. London: Zedbooks. Hal

2.

Rudi, T May .Studi Strategis dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca

Perang Dingin. Bandung: Refika Aditama. Hal 116, 2002.

Page 106: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

93

Simmons, Beth A dan Richard H Steinberg, ed., International Law and

International Relations. New York: Cambridge University Press. Hal 81,

2007.

Stephan, Paul B dan Julie A Roin. International Business and Economics : Law

and Policy. Lexis Nexis: New York. Hal 987, 2010.

Winham, Gilbert R. “The Evolution of The Global Trade Regime” dalam John

Ravenhill Global Political Economy. Oxford : Oxford University Press.

Hal 138, 2008.

Jurnal dan Artikel Jurnal

Chayes, Abram dan Antonia Handler Chayes. “On Compliance” International

Organization, Vol. 47, No. 2 (1993), 175-205.

Chilton dan Rachel Brewster. “Supplying Compliance: Why and When The US

Complies with WTO Rulings”. Yale Journal of International Law 201

(2014), 217-218.

Cogan, Jacob Katz . “Noncompliance and The International Rule of Law”. Yale

Journal of International Law Vol 31 artikel 4 (2006), 194.

Hidayati, Maslihati Nur. “Analisis Tentang Sistem Penyelesaian Sengketa WTO:

Suatu Tinjauan Yuridis Formal” . Lex Jurnalica Volume 11 Nomor 2.

Tersedia di

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=314557&val=4569&t

itle=Analisis%20Tentang%20Sistem%20Penyelesaian%20Sengketa%20

WTO%20:%20Suatu%20Tinjauan%20Yuridis%20Formal; Internet;

diunduh pada 14 April 2017.

Osakwe, Chiedu. ”Developing Countries and GATT/WTO Rules : Dynamic

Transformations in Trade Policy Behavior and Performance”. Minnesota

Journal of International Law Vol 20:2 (2011).

Page 107: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

94

Simmons, Beth A. “Compliance with International Agreement” Political Science

Vol 1:75 (1998); 93.

Stephan, Paul B. "Sheriff or Prisoner? The United States and the World Trade

Organization" Chicago Journal of International Law: Vol. 1: No. 1,

Article 7 (2000): 50-51.

Suherman, Ade Maman. “Dispute Settlement Body WTO dalam Penyelesaian

Sengketa Perdagangan Internasional” Jurnal/ Hukum dan Pembangunan

Tahun ke-42 No.1 Januari- Maret (2012:, 5.

Laporan dan Dokumen

Global Trade Alert, The USA Imposes Highest Number of Protectionist Measures.

Database on-line. Tersedia di https://www.globaltradealert.org/; Internet;

diakses pada 21 Mei 2018.

Matsushita, Mitsuo. The WTO Dispute Settlement System dalam “The Oxford

Handbook on The World Trade Organization”. Buku on-line. Tersedia di

https://books.google.co.id/books?id=yrwqIcrTn2gC&pg=PA510&lpg=PA

510&dq=is+DSB+WTO+more+effective+than+ICJ?&source=bl&ots=m8

3_1mCJt0&sig=LUa4bTttRaNz40YwqWAYjR2i9iw&hl=id&sa=X&ved=

0ahUKEwiex-

iE29XZAhWKtI8KHc5jBz4Q6AEIWjAH#v=onepage&q=is%20DSB%20

WTO%20more%20effective%20than%20ICJ%3F&f=false; Internet;

diunduh pada 6 Maret 2018.

Prusa, Thomas J. The Trade Effect of Anti Dumping Actions. NBER Working

Paper No 5440 Januari 1996. Tersedia di

http://www.nber.org/papers/w5440; Internet; diakses pada 21 Mei 2018.

Page 108: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

95

Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada., Retaliasi Silang bagi

Negara Berkembang dalam Dispute Settlement Mechanism WTO.

Database on-line. Tersedia di http://cwts.ugm.ac.id/retaliasi-silang-bagi-

negara-berkembang-dalam-dispute-settlement-mechanism-wto/; Internet;

diunduh 2013, diunduh pada 19 Desember 2017)

Reich, Arie. The Effectiveness of The WTO Dispute Settlement System : A

Statistical Analysis. European University Institute Working Papers.

Tersedia di

http://cadmus.eui.eu/bitstream/handle/1814/47045/LAW_2017_11.pdf?seq

uence=1; Internet; diunduh pada 6 Maret 2018.

United States Trade Representative. US-China Trade Facts. Database on-line.

Tersedia di https://ustr.gov/countries-regions/china-mongolia-

taiwan/peoples-republic-china; Internet; diakses pada 18 Mei 2018.

WTO. Annual Report of Dispute Settlement Body 2017. Database on-line.

Tersedia di

https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/anrep_e/anrep17_e.pdf;

Internet; diunduh pada 31 Oktober 2017.

------. Annual Report of Dispute Settlement Body 2015. Database on-line. Tersedia

di

https://www.wto.org/english/res_e/booksp_e/anrep_e/anrep16_chap6_e.pd

f; Internet; diunduh pada 31 Oktober 2017.

------. Article VI GATT. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/19-adp.pdf ; Internet; diakses

pada 5 Juni 2018.

------. Current Status of Dispute. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_current_status_e.htm;

Internet; diakses pada 14 April 2018.

Page 109: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

96

------. Dispute by Respondent. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_by_country_e.htm;

Internet; diakses pada 13 April 2018.

------. Dispute by Short Title. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/dispu_by_short_title_e.htm

; Internet; diakses pada 13 April 2018.

------. Glossary : Uruguay Round. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/glossary_e/uruguay_round_e.htm;

Internet; diunduh pada 20 Maret 2018.

------. Introduction to WTO Basic Principle and Rules. Databaseon-line. Tersedia

di

https://ecampus.wto.org/admin/files/Course_385/Module_1562/ModuleDo

cuments/BP-L1-R1-E.pdf ; Internet; diunduh pada 23 Februari 2018.

------. Members and Observers. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org6_e.htm;

Internet; diunduh pada 23 Februari 2018.

------. Membership, Alliances, Bureaucracy. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/org3_e.htm’

Internet; diunduh pada 19 Februari 2018.

------. Press Brief Fiftieth Anniversary of The mUltilateral Trading System.

Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/minist_e/min96_e/chrono.htm;

Internet; diunduh pada 22 Februari 2018.

------. Principle of Trading System. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact2_e.htm;

Internet; diunduh pada 23 Februari 2018.

Page 110: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

97

------. Suspension of Concessions or Other Obligation. Database on-line. Tersedia

di https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/repertory_e/s9_e.htm;

Internet; diakses pada 14 April 2018.

------. The GATT Years: From Havana to Marakesh. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/tif_e/fact4_e.htm;

Internet; diunduh pada 6 Maret 2018.

------. The Process – Stages in a Typical WTO Dispute Settlement Case. Dokumen

on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/disp_settlement_cbt_e/c6s1

0p1_e.htm; Internet; diakses pada 14 April 2018.

------. United States of America and The WTO. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/countries_e/usa_e.htm ; Internet;

diakses pada 13 April 2018

------. United States-Continued Dumping and Subsidy Offset Act of 2000. Database

on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds217_e.htm;

Internet; diakses pada 15 Mei 2018.

------. US-Anti Dumping and Countervailing Measures on Large Residential

Washers from Korea. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds464_e.htm ;

Internet; diakses pada 22 April 2018.

Page 111: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

98

------. US-Section 110 (5) Copyright Act. Dokumen on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds160_e.htm ;

Internet; diakses pada 22 April 2018.

------. US- Sunset Reviews of Anti Dumping Measures On Oil Country Tubular

Goods (OCTG). Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/cases_e/ds268_e.htm ;

Internet; diakses pada 22 April 2018.

------. Who We Are. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/whatis_e/who_we_are_e.htm;

Internet; Diunduh pada 12 Februari 2018.

------, World Trade Statistical Review. Tersedia di

https://www.wto.org/english/res_e/statis_e/wts2017_e/wts2017_e.pdf;

Internet; diunduh pada 16 Desember 2017.

------. WTO Accesion. Database on-line. Tersedia di

https://www.wto.org/english/thewto_e/acc_e/acc_e.htm; Internet; diunduh

pada 20 Maret 2018.

Situs Pemerintah

Ahearn, Raymond J. Trade Conflict and The US-European Union Economic

Relationship. Congressional Research Service Report for Congress.

Tersedia di http://www.nationalaglawcenter.org/wp-

content/uploads/assets/crs/RL30732.pdf ; Internet; diakses pada 13 April

2018.

Department of Commerce United States of America. US Trade Overview 2016.

Database on-line. Tersedia di

Page 112: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

99

https://www.trade.gov/mas/ian/build/groups/public/@tg_ian/documents/w

ebcontent/tg_ian_005537.pdf ;Internet; diunduh pada 21 April 2018.

Korea Economy Institute of America. Improvementsto The US Korea Trade

Balance. Database on-line. Tersedia di http://keia.org/improvements-us-

korea-trade-balance; Internet; diakses pada 19 Mei 2018.

Eurostat, USA-EU International Trade in Goods Statistics. Database on-line.

Tersedia di http://ec.europa.eu/eurostat/statistics-

explained/index.php/USA-EU_-

_international_trade_in_goods_statistics#EU_and_United_States_in_worl

d_trade_in_goods; Internet; diakses pada 21 April 2018.

Japan Ministry Economy, Trade, and Industry (METI). Chapter I : Most Favor

Nation Principle. Database on-line. Tersedia di

http://www.meti.go.jp/english/report/data/g400011e.html ; Internet;

diunduh pada 23 Februari 2018.

United States Census Bureau, Trade in Goods with Korea, South. Tersedai di

https://www.census.gov/foreign-trade/balance/c5800.html; Internet;

diakses pada 19 Mei 2018.

United States Trade of Representative. Executive Summary fof The First Written

Submission of The United States. Database online. Tersedia di

https://ustr.gov/archive/assets/Trade_Agreements/Monitoring_Enforcemen

t/Dispute_Settlement/WTO/Dispute_Settlement_Listings/asset_upload_fil

e453_6484.pdf; Internet; diakses pada 3 Juni 2018.

Tesis dan Disertasi

Fajarianti, Fanny. Sengketa Perdagangan Amerika Serikat dan China di WTO

Tahun 2009-2010 (Studi Terhadap Kenaikan Tarif Impor Ban Asal China,.

Tesis Universitas Indonesia, 2011.

Page 113: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

100

Kewei, Qian. The Impact of USA Anti Dumping Measures Againts China With a

Case Study. Tesis Universitas Bodo Graduate School of Business. Hal 1,

2010.

Limenta, Michelle Engel. Non Compliance in WTO Dispute Settlement : Assesing The

Effectiveness of WTO Retaliation From Its Purposes. Disertasi Victoria

University of Wellington. Tersedia di

http://researcharchive.vuw.ac.nz/xmlui/bitstream/handle/10063/2071/thesis.pdf?s

equence=2; Internet; diunduh pada 14 April 2018.

Artikel Media

Amadeo, Kimberly. “US Trade to China And Why It’s So High”. The Balance, 14

Juni 2018. Tersedia di http s://www.thebalance.com/u-s-china-trade-

deficit-causes-effects-and-solutions-3306277; Internet; diakses pada 19

Mei 2018.

------. “Government Subsidies (Farm, Oil, Export, Etc)”. The Balance, 5

Maret2018. Tersedia di https://www.thebalance.com/government-

subsidies-definition-farm-oil-export-etc-3305788; Internet; diakses pada

27 Juni 2018.

Bradsher, Keith. “China Moves to Retaliate Againts US Tire Tariff” . Nytimes, 14

Juni 2009. Tersedia di

https://www.nytimes.com/2009/09/14/business/global/14trade.html;

Internet; diakses pada 22 Mei 2018.

Brinkley, John. “Trumph Is Quietly Trying to Vandalize WTO”. Forbes, 27

November 2017. Tersedia di

https://www.forbes.com/sites/johnbrinkley/2017/11/27/trump-quietly-

trying-to-vandalize-the-wto/#1fc479b4263f ; Internet; diakses pada 13

April 2018.

Page 114: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

101

Patton, Mike. “US Role in Global Economoy Declines Nearly 50%”. Forbes, 29

Februari 2016. Tersedia di

https://www.forbes.com/sites/mikepatton/2016/02/29/u-s-role-in-global-

economy-declines-nearly-50/#403d12c5e9e7 ; Internet; diakses pada 21

Mei 2018.

Puzzanghera, Jim. “These Three US Companies Moved Jobs to Mexico. Here’s

Why”. Latimes, 2 Desember 2016. Tersedia di

http://www.latimes.com/business/la-fi-mexico-jobs-20161212-story.html;

Internet; diakses pada 27 Juni 2018.

Roubini, Nouriel. “A Global Breakdownof The Recession in 2009 “ Forbes, 15

Januari 2009. Tersedia di https://www.forbes.com/2009/01/14/global-

recession-2009-oped-cx_nr_0115roubini.html#3465226a185f; Internet;

diakses pada 28 Juni 2018.

Schuman, Michael. “Is China Stealing Jobs? It May be Losing Them Instead”.

Nytimes, 22 Juli 2016. Tersedia di

https://www.nytimes.com/2016/07/23/business/international/china-jobs-

donald-trump.html; Internet; diakses pada 19 Mei 2018.

Vlasic, Bill. “Ford Chooses China, Not Mexico, To Build Its New Focus”.

Nytimes, 20 Juni 2017. Tersedia di

https://www.nytimes.com/2017/06/20/business/ford-focus-china-

production.html; Internet; diakses pada 27 Juni 2018.

Internet

Economic Help. US Economy Under Obama 2009-2017. Tersedia di

https://www.economicshelp.org/blog/25420/economics/us-economy-

under-obama-2009-2017/; diakses pada 28 Juni 2018.

Page 115: ANALISIS KASUS PENGADUAN NEGARA-NEGARA ANGGOTA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42874/1/FARIHAH... · v KATA PENGANTAR Alhamdulillah wa syukurillah, atas kemurahan

102

Council for Foreign Relations. GDP and Economic Policy. Tersedia di

https://www.cfr.org/article/gdp-and-economic-policy; diakses pada 28 Juni

2018.

------. The US Trade Deficit: How Much Does It Matter. Tersedia di

https://www.cfr.org/backgrounder/us-trade-deficit-how-much-does-it-

matter; diakses

The Fung Business Intelligence Center. The Role of State Owned Enterprises in

The Chinese Economy Tersedia di

https://www.chinausfocus.com/2022/wp-content/uploads/Part+02-

Chapter+16.pdf ; diakses pada 19 Mei 2018.

The Economist. Dumping, Export Credit. Tersedia di

https://www.economist.com/economics-a-to-z/; diakses pada 21 April

2018.