Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
ANALISIS KELANGSUNGAN HIDUP PASIEN KANKER
PAYUDARA DI RUMAH SAKIT IBNU SINA MAKASSAR
TAHUN 2012-2016
THE SURVIVAL OF BREAST CANCER PATIENTS
IN IBNU SINA HOSPITAL, MAKASSAR
IN 2012-2016
YOHANA P.
P1804215016
KONSENTRASI EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
ii
ANALISIS KELANGSUNGAN HIDUP PASIEN KANKER
PAYUDARA DI RUMAH SAKIT IBNU SINA MAKASSAR
TAHUN 2012-2016
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
YOHANA P.
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yohana P.
NIM : P1804215016
Program Studi : Kesehatan Masyarakat/Epidemiologi
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
merupakan hasil pekerjaan saya sendiri, bukan merupakan kegiatan
plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, saya bersedia
menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya, agar dimanfaatkan
sebagaimana mestinya.
Makassar, 29 Juli 2017
Yang menyatakan
Yohana P.
v
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis hanturkan kepada Tuhan Yesus.
Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, karunia, hidayah
serta ilmu pengetahuan yang tidak terhingga yang telah diberikan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Kelangsungan Hisup Pasien Kanker Payudara di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar Tahun 2012-2016”.
Keberhasilan penulis sampai ke tahap penulisan tesis ini tidak
lepas dari dukungan berbagai pihak selama proses penelitian hingga
penyelesaian tesis ini sebagai tugak akhir. Olehnya, dalam kesempatan ini
penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada
Prof. Dr. Nur Nasry Noor, MPH., M.Kes selaku Ketua Komisi Penasihat
dan Dr. A. Ummu Salmah, S.KM.,M.Sc selaku Anggota Komisi Penasihat
atas segala kesabaran, waktu, bantuan, bimbingan, ilmu, nasihat, arahan,
dan saran, yang telah diberikan selama ini kepada penulis.
Rasa hormat dan terima kasih penulis haturkan pula kepada Bapak
Ansariadi, SKM., M.Sc.PH, Ph.D, Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes dan
Anwar, SKM, M.Sc., Ph.D selaku Penguji yang telah memberikan arahan,
saran, dan waktunya demi perbaikan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kepada Prof. Dr. Dwia
Aries Tina Pulubuhu, MA selaku Rektor Universitas Hasanuddin, Prof. Dr.
Muhammad Ali, SE., MS selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin beserta staf, Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes selaku Dekan
vi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Wakil Dekan,
Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Ansariadi,
SKM., M.Sc.PH., Ph.D selaku ketua bagian Departemen Epidemiologi,
Dosen pengajar dan seluruh pegawai yang telah memberikan dukungan
dan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Terima kasih kepada Direktur Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar,
beserta staf dan jajarannya (dr. Jean, A. Hadimah, SKM, MM, Alyunasril)
yang telah memberikan rekomendasi, data, informasi, yang telah
membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.
Terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan di Magister
Kesehatan Masyarakat/Epidemiologi Angkatan 2015 “Epiders 2015” untuk
kebersamaanya dan telah menjadi teman yang baik yang selalu menjadi
tempat penulis mengeluarkan keluh kesah selama proses perkuliahan dan
juga penyelesaian tesis ini.
Terima kasih dan penghargaan tak terhingga kepada suamiku
tercinta Mayfry Membia, ST yang senantiasa penuh cinta, kasih sayang
dan kesabaran memberi dukungan moril dan materil, kedua orang tua
tercinta Bapak Payung dan Mama Monika Sassu’, yang telah
membesarkan dan mendidik saya sejak kecil dengan penuh kesabaran
dan kasih sayang, teruntuk adik-adikku tersayang Athanasius, S.S.T.Pi,
Seth Sassu’, Rangga Alfriani, AMKG, dan Edlyn Maynard, dan seluruh
vii
keluarga yang senantiasa memberikan semangat, motivasi dan do’a
kepada penulis selama proses pendidikan di Magister Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin. Tesis ini penulis persembahkan
untuk mereka yang saya cintai dan sayangi. Semoga Tuhan Yesus
membalasnya dengan kasih sayang, kebahagiaan dan berkat melimpah
senantiasa.
Pada akhirnya, kepada seluruh pihak yang mendukung yang tidak
dapat saya uraikan satu persatu, saya ucapkan banyak terima kasih.
Manusia memang tidak pernah luput dari kekhilafan, karena itu penulis
sangat berterima kasih apabila terdapat kritik dan saran demi
penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil karya ini dapat memberikan
manfaat terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat pada masa
yang akan datang khusunya pencegahan dan penanggulangan penyakit
kanker Payudara.
Makassar, 29 Juli 2017
Penulis
Yohana P.
viii
ix
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN …...……………………...……………………………. ... iii
PRAKATA …………..………………………………………………………………. iv
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv
DAFTAR SINGKATAN ……………………………...…………………………….. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………………. xv
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... x
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 7
C. Tujuan ......................................................................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 11
A. Tinjauan Umum tentang Kanker Payudara ................................................ 11
B. Faktor yang berhubungan dengan Kelangsungan Hidup Pasien Kanker
Payudara .................................................................................................. 44
C. Tinjauan Umum tentang Analisis Ketahanan Hidup .................................. 56
D. Kerangka Teori ......................................................................................... 65
E. Kerangka Konsep ..................................................................................... 65
F. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 67
G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif .................................................. 68
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 72
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 72
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 73
C. Alur Penelitian ........................................................................................... 74
D. Populasi dan Sampel ................................................................................ 75
E. Pengumpulan Data ................................................................................... 76
xi
F. Pengolahan Data ...................................................................................... 77
G. Analisis Data ............................................................................................. 78
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 80
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 80
B. Pembahasan ........................................................................................... 106
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................................... 117
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 118
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 122
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Tumor Primer (T)…………..………..……………………... 19
Tabel 2 Kelenjar Getah Bening Regional (N)……..……………… 21
Tabel 3 Metastasis Jauh (M)…...…………………….……...…….. 23
Tabel 4 Stadium Kanker Payudara ……..…………….…………... 23
Tabel 5a Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Umur………………….………………………
44
Tabel 5b Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Umur………………….………………………
45
Tabel 6 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Status Nyeri………………………………….
51
Tabel 7 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Stadium Kanker…………………..…………
52
Tabel 8a Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Metastasis……….………………………….
53
Tabel 8b Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Metastasis…………………..……………….
54
Tabel 9 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Pengobatan ………………………………..
55
Tabel 10 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Kelompok Umur di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun
2012–2016.…………………………………………………. 82
Tabel 11 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Pendidikan di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 ……………………………..…………………………. 83
Tabel 12 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Status
Pernikahan di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 ………………..…………………………….………….. 82
Tabel 13 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Status
Nyeri di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 – 2016 …. 84
Tabel 14 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Stadium Kanker di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012
- 2016 ………………………………………………………. 84
Tabel 15 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Pengobatan di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 …………………………………………………………. 85
xiii
Tabel 16 Distribusi Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Metastasis di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 …………………………………………………………… 85
Tabel 17 Distribusi Status Pasien Berdasarkan Kejadian kanker
payudara di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 – 2016.. 86
Tabel 18 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Umur di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 – 2016 …. `88
Tabel 19 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Status Pernikahan di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun
2012 – 2016 …………………………………………………. 90
Tabel 20 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Status Nyeri di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 ……………………………………................................ 92
Tabel 21 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Stadium Kanker di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 …………………………………………………….…….. 93
Tabel 22 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Pengobatan di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 ………………………..……........................................ 95
Tabel 23 Distribusi Status Survival Pasien Kanker Berdasarkan
Metastasis di RS. Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 –
2016 ………………………………………………………….. 97
Tabel 24 Analisis regresi Cox antara variable Independen dengan
ketahanan Hidup Pasien Kanker Payudara di RS Ibnu
SIna Makassar Tahun 2012-2016 ……………….………… 99
Tabel 25 Analisis Regresi Cox Multivariat dengan Metode
Backward LR Kelangsungan Hidup Pasien Kanker
Payudara di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012 – 2016.. 104
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Visual Analog Scale…………..……………………..…... 47
Gambar 2 Numerical Rating Scale ..…………………….………….. 47
Gambar 3 Face Pain Rating Scale…...……….…………………...... 47
Gambar 4 Kerangka Teori Penelitian ……………………………..... 65
Gambar 5 Kerangka Konsep Penelitian ……………………………. 66
Gambar 6 Diagram Rancangan Penelitian Kohort Restrospektif ... 72
Gambar 7 Alur Penelitian Kelangsungan Hidup Pasien Kanker
Payudara …………………………………………………....
73
Gambar 8 Kurva Survival Pasien Kanker Payudara di RS Ibnu Sina
Makassar Tahun 2012-2016 ……………………………… 87
Gambar 9 Kurva Survival Pasien Kanker Payudara Berdasarkan
Umur di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-2016 …… 89
Gambar 10 Kurva Survival Pasien kanker Payudara Berdasarkan
Status Pernikahan di RS Ibnu Sina Makassar Tahun
2012-2016 ……………………………………..…………… 91
Gambar 11 Kurva Survival Pasien kanker Payudara Berdasarkan
Status Nyeri di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-
2016 ……………………………………………………..…. 93
Gambar 12 Kurva Survival Pasien kanker Payudara Berdasarkan
Stadium Kanker di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-
2016 …………………………………………………..…….. 93
Gambar 13 Kurva Survival Pasien kanker Payudara Berdasarkan
Pengobatan di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-
2016 …………………………………………..……………. 96
Gambar 14 Kurva Survival Pasien kanker Payudara Berdasarkan
Metastasis di RS Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-2016 98
xv
DAFTAR SINGKATAN
WHO (World Health Organization)
SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit)
PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia)
DCIS (Karsinoma duktal in situ)
LCIS (Karsinoma lobular in situ)
HR (Hazard Rasio)
TNM (Tumor Nodus Metastasis)
AJCC (American Join Committee on Cancer)
ITC (Isolated Tumor Cell)
KGB (Kelenjar Getah Bening)
USG (Ultrasonografi)
CC (Cranio Caudal)
MLO (Medo Lateral Oblique)
ML (Medio Lateral)
ACR (American College of Radiology)
BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data System)
MRI (Magnetic Resonance Imaging)
FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy)
ER (Esterogen Reseptor)
PR (Progesteron Resepton)
CEA (Carcinoembryonic Antigen)
CA (Cancer Antigen)
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar observasi penelitian
Lampiran 2 Hasil Output SPSS Analisis Uji Statistik
Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Dokumentasi Penelitian
Lampiran 5 Biodata Penulis
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar,
saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit
payudara. Kanker payudara adalah kanker terbanyak pada wanita baik di
Negara maju maupun negara berkembang dengan insiden 38 per 100.000
perempuan (Ferlay et al., 2015). Insiden kanker payudara meningkat di
negara berkembang karena meningkatkan harapan hidup, meningkatkan
urbanisasi dan adopsi gaya hidup barat (WHO, 2017). Kanker payudara
menempati urutan kedua seluruh kanker pada perempuan dengan
penemuan kasus baru tertinggi dan penyebab kematian terbesar akibat
kanker setiap tahunnya. Kematian pada kasus kanker payudara dua kali
lebih besar pada negara berkembang dibanding negara maju, hal ini
terjadi karena kurangnya program skrining dan diperparah dengan
rendahnya kemampuan dan aksesibilitas untuk pengobatan (Kesehatan,
2015a, Kesehatan, 2015b).
Prevalensi kanker di Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebesar
1,4‰. Provinsi D.I. Yogyakarta memiliki prevalensi tertinggi kanker
payudara sebesar 4,1‰, kemudian Provinsi Jawa Tengah (2,1/‰) dan
Provinsi Bali (2,0/‰). Di Sulawesi Selatan prevalensi kanker payudara
sebanyak 1,7‰ melebihi angka nasional (Kesehatan, 2013a). Prevalensi
2
kanker tertinggi terdapat di Bulukumba (5,9‰), diikuti Toraja Utara (5,4‰),
Pinrang (4,6‰) dan Enrekang (2,6‰)(Kesehatan, 2013b).
Estimasi insidens kanker payudara di Indonesia sebesar 40 per
100.000 perempuan (Ferlay et al., 2015). Sedangkan menurut Sistem
Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2010 diketahui bahwa
kanker payudara menempati urutan pertama pasien rawat inap maupun
rawat jalan di seluruh RS di Indonesia dengan jumlah pasien sebanyak
12.014 orang (28%) (Kesehatan, 2015a).
Data Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013-2015
penderita kanker payudara yang berobat di rumah sakit masing-masing
420 orang, 436 orang dan 508 orang. Sedangkan, data Dinas Kesehatan
Kota Makassar tahun 2013-2015 menunjukkan jumlah penderita kanker
payudara yang berobat di rumah sakit masing-masing yakni 96 orang, 100
orang, dan 38 orang. Terkait data tersebut tidak dapat dijadikan acuan
dalam menggambarkan prevalensi kanker payudara di Sulawesi Selatan
khususnya di Makassar. Hasil wawancara singkat dengan petugas
pencatatan penyakit tidak menular menyatakan, pencatatan penyakit
terbilang tidak tercatat secara keseluruhan, dikarenakan masih banyaknya
rumah sakit yang tidak melaporkan jumlah kejadian penyakit yang berada
di wilayah kerjanya.
Menurut National Cancer Institute Surveillance, Epidemiology and
End Result Program, insiden kanker payudara meningkat cepat selama
dekade ke empat kehidupan. Setelah menopause insiden terus meningkat
3
tapi lebih lambat, puncaknya pada dekade 6 dan menurun setelah umur
70 tahun. Tahap kanker pada diagnosis, yang mengacu pada tingkat
kanker dalam tubuh, menentukan pilihan pengobatan dan memiliki
pengaruh yang kuat pada panjang kelangsungan hidup.
Kelangsungan hidup setelah diagnosis kanker merupakan salah
satu pengukuran outcome dan kriteria utama untuk menilai kualitas
pengendalian kanker yang berhubungan dengan preventif (deteksi dini)
dan level terapeutik (Seedhom and Kamal, 2011). Kelangsungan hidup
kanker payudara digunakan untuk memperkirakan probabilitas
kelangsungan hidup pasien kanker payudara menurut waktu dalam
menilai keberhasilan pengobatan dan laju penyakit kanker payudara.
Untuk kanker payudara perempuan, 61,4% didiagnosis pada tahap lokal
dengan kelangsungan hidup 5 tahun adalah 98,8% (National Cancer
Institute Surveilance, 2016). Di Asia Tenggara, etnis Melayu dengan
kanker payudara memiliki kelangsungan hidup paling buruk dibanding
wanita etnis Cina dan India (Bhoo-Pathy et al., 2012). Beberapa penelitian
telah dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia terkait kelangsungan
hidup pasien kanker payudara antara lain di RS Cipto Mangunkusumo
adalah 54,3% (Megawati, 2012), RS Sadjito Yogya 51,07% (Sinaga,
2015), RS Kanker Dharmais Jakarta 70% (Safarudin et al., 2016), dan
RSUP DR. Wahidin Sudirohusodo Makassar 12,2% (Aeni et al., 2014).
Rendahnya ketahanan pasien kanker payudara disebabkan karena
sebagian besar pasien kanker payudara yang datang berobat ke rumah
4
sakit adalah pasien kanker payudara stadium lanjut. Hal ini disebabkan
oleh pengetahuan yang terbatas tentang faktor risiko dan gejala kanker
payudara (Rajini et al., 2015). Kurangnya kesadaran untuk melakukan
deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan payudara sendiri atau
pemeriksaan mammografi, ataupun pemeriksaan saat muncul benjolan
sebagai tanda-tanda awal perkembangan kanker payudara (Ranasinghe
et al., 2013). Dari penelitian yang dilakukan oleh Elobaid et al. (2014)
diketahui bahwa setengah dari peserta tidak mengetahui adanya teknik
mammografi sebagai metode deteksi dini.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup pasien
kanker payudara antara lain: umur, status pernikahan, stadium kanker,
status nyeri, riwayat metastasis dan pengobatan (Olfah et al., 2013). Tren
insiden dan kematian meningkat sebelum usia 45 tahun dan menurun
setelah usia 55 tahun, dengan umur rata-rata penderita kanker payudara
adalah 45,83 (SD =13,5) tahun (Balekouzou et al., 2016). Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di RS Kanker Dharmais bahwa 35%
pasien kanker payudara berumur 50 tahun sampai 60 tahun (Amandito et
al., 2013). Penelitian pada pasien kanker payudara tidak metastasis
diketahui bahwa kelangsungan hidup bebas penyakit pada wanita muda
adalah 38,9% ± 4,6% dibandingkan dengan 48,6% ± 2,5% pada wanita
lebih tua dengan rasio hazard 1,22 95% CI (0,91-1,64), p = 0,19 (Alieldin
et al., 2014). Dari beberapa penelitian hanya menunjukkan peningkatan
5
kasus pada setiap kelompok usia pasien, namun kelangsungan hidup
pada setiap dekade usia pasein kanker payudara belum banyak diketahui.
Menurut Price dan Wilson 2006 dalam Olfah et al. (2013), bahwa
perempuan tidak menikah 50% lebih sering mengalami kanker payudara.
Penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2012) di RS Cipto
Mangunkusumo Tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa ketahanan hidup
pasien kanker payudara yang sudah menikah lebih tinggi dibandingkan
dengan pasien yang tidak menikah yaitu 58,7%. Wanita menikah
dianggap memiliki kontrol penyakit yang lebih baik (Megawati, 2012).
Salah satu gejala pada penderita kanker adalah nyeri yang dapat
bersifat ringan, sedang sampai menjadi berat yang dapat mempengaruhi
kualitas hidup dan meningkatan risiko kematian pada orang dengan nyeri
kronis (Smith et al., 2014). Namun, hubungan langsung nyeri terhadap
kematian penderita kanker belum banyak diteliti.
Berdasarkan data PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia) pada tahun 2003, diperoleh data prognosis daya tahan hidup
penderita kanker payudara (survival rate) per stadium sebagai berikut
Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98%, Stadium I : 5-years survival
ratenya 85%, Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70%, Stadium III : 5-
years survival ratenya 30-50%, dan Stadium IV : 5-years survival ratenya
15% (Kesehatan, 2015a). Penelitian yang dilakukan oleh Aeni et al. (2014)
di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun 2009-2013 menunjukkan
bahwa resiko kematian pasien dengan stadium lanjut 6 kali lebih besar
6
dibanding dengan stadium awal dan ketahanan hidup tertinggi adalah
stadium I (Megawati, 2012). Angka harapan hidup dua tahun subyek
penelitian kanker payudara stadium lokal-lanjut secara keseluruhan
selama 24 bulan adalah sebesar 61,8% (Wulandari, 2012).
Kelangsungan hidup pasien kanker payudara juga dipengaruhi oleh
metastasis dimana diketahui bahwa median survival pasien sejak
diagnosa metastasis adalah 34 bulan (95% CI 31-37) (Weide et al., 2014).
Kematian lebih banyak pada pasien dengan metastasis kanker payudara
di hati, paru-paru dan tulang. Jika dibandingkan dengan pasien tanpa
metastasis, pasien dengan metastasis pada tulang memiliki risiko
kematian tiga kali (HR = 3,22, 95% CI: 1,71-6,05), metastasis paru-paru
memiliki risiko dua kali (HR = 2,314, 95% CI: 1,225-4,373) (Seedhom and
Kamal, 2011).
Penelitian pada pasien kanker payudara stadium lokal-lajut
berdasarkan riwayat pengobatan diketahui bahwa angka harapan hidup
dua tahun kanker payudara dengan kemoterapi didapatkan 58,8%
sedangkan dengan menggunakan terapi kemoradiasi sebanyak 64,7%
(Wulandari, 2012). Banyaknya modalitas pengobatan juga sangat
mempengaruhi prognosis pasien kanker payudara, namun belum banyak
penelitian yang melihat pada masing-masing modalitas pengobatan
tersebut mempengaruhi kelangsungan hidup.
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar merupakan salah satu rumah
sakit swasta tipe B, yang menjadi rumah sakit rujukan dari rumah sakit di
7
daerah untuk pasien-pasien dengan keganasan. Penanganan kanker
payudara di RS Ibnu Sina telah lama dilakukan dengan didukung oleh
tenaga professional yang cukup memadai. Oleh karena itu jumlah pasien
kanker payudara di rumah sakit ini cukup banyak. Berdasarkan data dari
Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar, jumlah pasien kanker payudara dari
tahun 2012-2016 sebanyak 1870 orang. Dari 1870 pasien, 98.1% (1836
orang) berjenis kelamin perempuan. Jumlah pasien tahun 2012 sebanyak
456 orang, tahun 2013 sebanyak 230 orang, tahun 2014 sebanyak 684
orang, tahun 2015 sebanyak 276 orang dan tahun 206 sebanyak 224
orang. Jumlah yang meninggal tahun 2012 sebanyak 3 orang, tahun 2013
sebanyak 14 orang, tahun 2014 sebanyak 20 orang, tahun 2015 sebanyak
7 orang dan tahun 2016 sebanyak 4 orang.
B. Rumusan Masalah
Kelangsungan hidup yang baik merupakan hal yang diharapkan
oleh semua penderita kanker payudara. Harapan ini seringkali tidak
terpenuhi karena kanker payudara dideteksi setelah stadium lanjut.
Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan serta masih kurangnya
informasi terkait prognosis pasien kanker payudara, maka kajian terkait
ketahanan hidup penderita kanker payudara cukup penting untuk
dilakukan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup
pasien kanker payudara antara lain: umur, status pernikahan, stadium
8
kanker, status nyeri, riwayat metastasis dan pengobatan (Olfah et al.,
2013).
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan, maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa
besar proporsi determinan kelangsungan hidup (umur, status pernikahan,
status nyeri, stadium kanker, metastase, dan pengobatan) pasien kanker
payudara di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui proporsi determinan kelangsungan hidup kanker
payudara yang didiagnosis pada tahun 2012 - 2016 di Rumah Sakit
Ibnu Sina Makassar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui survival rate pasien kanker payudara menurut
tahun (1-5 tahun) di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-
2016.
b. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan umur di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Tahun 2012-2016.
c. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan status pernikahan di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar Tahun 2012-2016.
9
d. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan status nyeri di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar Tahun 2012-2016.
e. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan stadium kanker di Rumah Sakit Ibnu Sina
Makassar Tahun 2012-2016.
f. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan riwayat metastasis di Rumah Sakit Ibnu
Sina Makassar Tahun 2012-2016.
g. Untuk mengetahui proporsi kelangsungan hidup pasien kanker
payudara berdasarkan riwayat pengobatan di Rumah Sakit Ibnu
Sina Makassar Tahun 2012-2016.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian lebih
lanjut mengenai analisis kelangsungan hidup khususnya bagi
penderita kanker payudara, serta diharapkan dapat menjadi
referensi dalam rangka pengembangan konsep bagi peneliti-
peneliti selanjutnya.
2. Manfaat Institusi
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan dalam
menyusun kebijakan penatalaksanaa pasien kanker payudara.
10
b. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar untuk
mengetahui kelangsungan hidup pasien kanker payudara dan
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelangsungan hidup
pasien kanker pasien.
c. Sebagai masukan bagi tenaga kesehatan di Rumah Sakit Ibnu
Sina Makassar untuk meningkatkan pelayanan, penanganan
atau pengobatan pada pasien kanker payudara.
3. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan
pengetahuan dan sebagai media untuk menambah pengalaman
peneliti.
4. Manfaat bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi sumber bacaan dan
informasi bagi masyarakat khususnya kepada penderita kanker
payudara tentang probabilitas keberlangsungan hidup dan faktor
yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup pasien kanker
payudara.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kanker Payudara
1. Anatomi dan Fisiologi Payudara
Jaringan payudara dibentuk oleh glandula yang memproduksi
air susu (lobulus) yang dialirkan ke puting (nipple) melalui duktus.
Struktur lainnya adalah jaringan lemak yang merupakan komponen
terbesar, connective tissue, pembuluh darah dan saluran beserta
kelenjar limfatik. Setiap payudara mengandung 15-20 lobus yang
tersusum sirkuler. Jaringan lemak (subcutaneus adipose tissue) yang
membungkus lobus memberikan bentuk dan ukuran payudara. Tiap
lobus terdiri dari beberapa lobulus yang merupakan tempat produksi
air susu sebagai respon dari signal hormonal. Terdapat tiga hormon
yang mempengaruhi payudara yakni esterogen, progesteron dan
prolaktin, yang menyebabkan jaringan glandula payudara dan uterus
mengalami perubahan selama siklus menstruasi. Areola adalah area
hiperpigmentasi di sekitar nipple.
Jaringan payudara juga didukung oleh ligamentum
suspensorium cooper. Ligamen ini berjalan sepanjang parenkim dari
fasia dalam (deep fasia) dan melekat ke dermis. Jika ligamentum ini
memendek oleh karena infiltrasi sel kanker, akan menarik dermis yang
memberikan gambaran skindimpling. Tidak ada otot dalam payudara,
tapi otot terletak di bawah payudara dan menutup iga.
12
Surgical level (Berg’s Level) dari kelenjar getah bening (kgb)
payudara dikelompokkan pada tiga level. Level I adalah kelompok kgb
yang berada di lateral otot pektoralis minor yang meliputi kelompok kgb
mammaria eksterna dan kgb vena aksilaris. Level II kgb di posterior
pektoralis minor yakni kgb sentral. Level III kgb di sebelah medial
pektoralis minor sampai dengan ligamentum. Halsted yaitu kelompok
kgb subklavikula Suyatno and Pasaribu (2014).
2. Faktor Risiko
Penyebab secara pasti belum diketahui, namun risiko untuk
menderita kanker payudara meningkat pada wanita yang mempunyai
faktor risiko. Yang termasuk faktor risiko kanker payudara adalah
sebagai berikut :
a) Wanita. Insiden kanker payudara pada wanita dibanding pria lebih
dari 100 : 1.
b) Hormonal
Pentingnya estrogen, endogen dan progesteron dalam
perkembangan kanker payudara juga terlihat dari hubungan yang
kuat antara kanker payudara dan faktor reproduksi wanita, seperti
usia saat menarche, usia menopause, dan paritas. Faktor risiko
terhadap kanker payudara dapat dianggap sebagai ukuran
kumulatif 'dosis' estrogen dan progesteron yang terkena pada
epitel payudara. Faktor-faktor lain, seperti konsumsi alkohol,
aktivitas fisik, dan adipositas pascamenopause, juga berkontribusi
13
terhadap risiko kanker payudara karena efeknya pada profil
hormon endogen.(Setiawan et al., 2006)
c) Usia.
Insiden kanker payudara meningkat cepat selama dekade ke-4
kehidupan. Setelah menopause insiden terus meningkat tapi lebih
lambat, puncak insiden pada dekade ke-5 dan ke-6. Satu dari
delapan penderita kanker payudara berusia kurang dari 45 tahun
dan berkisar 2/3 penderita kanker payudara berusia lebih dari 55
tahun.(National Cancer Institute Surveilance, 2016). Usia
melahirkan anak pertama 30 tahun atau lebih risiko dua kali
dibanding wanita yang melahirkan usia kurang dari 20 tahun.
d) Riwayat keluarga.
Pasien dengan riwayat keluarga tingkat pertama (ibu dan saudara
kandung) mempunyai risiko 4-6 kali dibanding wanita yang tidak
mempunyai faktor risiko ini. Usia saat terkena juga mempengaruhi
faktor risiko, pasien dengan ibu didiagnosis kanker payudara saat
usia kurang dari 60 tahun risiko meningkat 2 kali. Pasien dengan
keluarga tingkat pertama premenopouse menderita bilateral
breast cancer, mempunyai risiko 9 kali. Pasien dengan keluarga
tingkat pertama postmenopouse menderita bilateral breast cancer
mempunyai risiko 4-5,4 kali.
14
e) Riwayat menderita kanker payudara, juga merupakan faktor risiko
untuk payudara kontralateral. Risiko ini tergantung pada usia saat
diagnosis. Risiko ini meningkat pada wanita usia muda.
f) Faktor Familial dan Genetik
Kanker payudara dikaitkan dengan riwayat penyakit keluarga
yang telah dilaporkan menyumbang 6 sampai 19 persen dari
semua kasus kanker payudara. Kanker payudara herediter
ditandai dengan timbulnya lebih awal, tingginya insiden penyakit
bilateral, berhubungan dengan keganasan, dan sifatnya
autosomal dominan. Studi genetik-linkage pada keluarga dengan
beberapa anggota dengan kanker payudara telah menunjukkan
peningkatan besar dalam pemahaman tentang perubahan genetik
yang terkait dengan kecenderungan turun-temurun. studi tersebut
menyebabkan penemuan mutasi germline dalam gen BRCA1 dan
BRCA2.(Winchester and Winchester, 2000)
g) Radiasi
Radiasi pada usia di bawah 16 mempunyai risiko 100 kali, radiasi
sebelum umur 20 tahun mempunyai risiko 18 kali, usia 20-29
tahun risiko 6 kali, radiasi setelah usia 30 tahun risiko tidak
bermakna. Lebih kurang 0,1% pasien yang diradasi timbul
sarkoma setelah 5 tahun.
15
3. Patologi
1) Karsinoma duktal in situ (DCIS) merupakan tipe paling sering dari
kanker payudara non-invasif, berkisar 15% dari semua kasus baru
kanker payudara di USA. In situ berarti di tempat, sehingga duktal
karsinoma in situ berarti pertumbuhan sel tak terkontrol yang masih
dalam duktus (belum menembus membrana basalis). Oleh karena
itu beberapa pakar meyakini DCIS merupakan lesi precancer.
Umumnya lesi tunggal, terjadi dalam satu payudara tapi pasien
dengan DCIS risiko juga lebih tinggi untuk menderita kanker
payudara kontra lateral. Sangat sedikit kasus DCIS muncul sebagai
masa yang teraba, umumnya didiagnosis dengan mammografi
gambaran yang sering berubah mikrokalsifikasi yang berkelompok
(clustered microcalcifications). DCIS terkadang muncul sebagai
pathologic nipple discharge dengan atau tanpa masa. Dengan
terapi tepat dan segera, rata-rata survival 5 tahun (five year
survival) untuk DCIS mencapai 100%.
2) Karsinoma lobular in situ (LCIS), ditandai dengan adanya
perubahan sel dalam lobulus atau lobus. Insiden tidak sering (4200
kasus pertahun di USA) dan risiko untuk menderita kanker
payudara invasif sedikit lebih kecil dibanding DCIS. Disebut juga
lobular intraepithelial neoplasia, saat ini kebanyakan pakar
meyakini LCIS bukan lesi premalina, tapi merupakan marker untuk
penigkatan risiko kanker payudara. Yang khas pada LCIS adalah
16
lesi multiple dan sering bilateral, sering ditemukan insidental dari
biospi payudara.jarang ditemukan secara klinis ataupun
mammografi (tidak ada tanda khas).
3) Karsinoma invasif. Karsinoma payudara invasif merupakan tumor
yang secara histologik heterogen. Mayoritas tumor ini adalah
adenokarsinoma yang tumbuh dari terminal duktus. Terdapat lima
varian holistik yang sering dari adenokarsinoma payudara.
1. Karsinoma duktal invasif, merupakan 75% dari keseluruhan
kanker payudara. Lesi ini ditandai oleh tidak adanya gambaran
histologik yang khusus. Tumor ini konsistensinya keras dan
terasa berpasir ketika dipotong. Sering terdapat komponen
ductal carcinoma insitu (DCIS) di dalam spesimen. Umumnya
metastasis ke kelenjar getah bening aksila, metastasis jauh
sering ditemukan di tulang, paru, liver dan otak. Prognosis lebih
buruk dibanding sub tipe histologik yang lain (mucinous, colloid,
tubular dan medullar).
2. Karsinoma lobular invasif, merupakan 5%-10% dari keseluruhan
kanker payudara. Secara klinis lesi sering memiliki area
abnormal yang menebal (ill-defined thickening) di dalam
payudara. Secara mikroskopis gambaran yang khas adalah sel
kecil tunggal atau Indian file pattern. Karsinoma lobular invasif
cenderung untuk tumbuh disekitar duktus dan lobulus.
Multicentris dan bilateral duktal. Juga metastasis ke kgb aksila,
17
lebih sering metastasis jauh ke tempat yang tidak umum
(mening dan permukaan serosa). Prognosa serupa dengan
karsinoma duktal invasive.
3. Karsinoma tubular, hanya merupakan 2% dari kanker payudara.
Diagnosis ditegakkan bila lebih dari 75% tumor menunjukkan
formasi tubule. Jarang metastasis ke kgb aksila. Prognosis
sangat lebih bagus dibanding tipe lain.
4. Karsinoma meduller, merupakan 5-7% dari kanker payudara.
Secara histologik lesi ditandai oleh inti dengan diferensiasi
buruk, a syncytial growth pattern, batas tegas, banyak infiltrasi
limfosit dan plasma sel, dan sedikit atau tanpa DCIS. Prognosis
untuk pasien yang murni karsinoma meduller adalah baik, tapi
bila bercampur dengan komponen duktal invasif prognosisnya
sama dengan karsinoma duktal.
5. Karsinoma mucinous atau koloid, merupakan 3% dari kanker
payudara. Ditandai oleh akumulasi yang menonjol dari mucin
ekstraseluler melingkupi kelompok sel tumor. Karsinoma kolloid
tumbuh lambat dan cenderung untuk besar ukurannya (bulky).
Bila terdapat predominan musinous, prognosis baik.
Tipe histologik kanker payudara yang jarang adalah papiler,
apocrine, secretory, squamous cell dan spindle cell karsinoma, dan
karsinosarkoma. Karsinoma duktal invasis umumnya memiliki area
kecil yang mengandung satu atau lebih sub tipe ini. Tumor dengan
18
histologik campuran ini berkelakuan sama dengan karsinoma
duktal invasif. Berikut tipe histologi yang jarang.
1) Karsinoma metaplastik, kejadiannya jarang kurang dari 5% dari
kanker payudara. Lesi mengandung beberapa tipe sel berbeda
yang terlihat tidak khas untuk tipe kanker payudara lain.
Gambaran klinis, sering merupakan lesi tunggal yang tumbuh
cepat. Mammografi batas tegas, tidak ada kalsifikasi yang
dalam beberapa kasus terlihat jinak. Prognosis tipe ini
bervariasi.
2) Karsinoma invasif kribiform, merupakan kanker dengan
diferensiasi baik terdiri atas sel kecil dan uniform. Kanker ini
memiliki gambaran seperti karsinoma tubular dan umumnya
prognosis lebih bagus dibanding yang lain. Sekitar 5-6%
karsinoma payudara invasif mengandung komponen ini.
3) Karsinoma papiler, sangat jarang, kurang dari 1-2% kanker
payudara. Ditemukan dominan pada wanita postmenopause,
ditandai oleh nodul padat yang sering multiple dan labulated.
Diduga prognosis baik (data terbatas).
4) Karsinoma mikropapiler invasif adalah berbeda tapi sulit dikenal,
umumnya merupakan masa padat dan immobile. Pada
mammografi terdapat gambaran spekula, irregular atau bundar,
densitas tinggi dengan atau tanpa mikrokalsifikasi. Insiden
19
sangat jarang kurang dari 3%, prognosis relatif buruk (data
terbatas).
4. Stadium
Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem TNM
dari AJCC (American Joint Committee on Cancer), terbaru adalah edisi
7 dipublikasikan tahun 2010.
Tabel 1 Tumor Primer (T)
TX Tumor primer tidak bisa diperiksa
T0 Tumor primer tidak terbukti
Tis Karsinoma in situ
Tis (DCIS) ductal carcinoma in situ
Tis (LCIS) lobular carcinoma in situ
Tis (Paget) Paget’s disease pada puting payudara tanpa tumor
T1 Tumor 2 cm atau kurang pada dimensi terbesar.
T1mi Mikroinvasi 0.1 cm atau kurang pada dimensi terbesar
T1a Tumor lebih dari 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm pada dimensi terbesar
T1b Tumor lebih dari 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm pada dimensi terbesar
T1c Tumor lebih dari 1 cm tetapi tidak lebih dari 2 cm pada dimensi terbesar
T2 Tumor lebih dari 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar
T3 Tumor berukuran lebih dari 5 cm pada dimensi terbesar.
T4 Tumor berukuran apapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada / kulit
T4a Ekstensi ke dinding dada, tidak termasuk otot pectoralis
T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi kulit payudara atau satellite skin nodules pada payudara yang sama
T4c Gabungan T4a dan T4b
T4d Inflammatory carcinoma
DCIS = ductal carcinoma in situ; LCIS = Lobular Carcinoma In Situ(Kesehatan)
20
Klasifikasi T dibuat berdasarkan kriteria klinis (pemeriksaan fisik
dan radiologi) atau patologis atau keduanya. Ukuran tumor harus
diukur dengan skala milimeter. Jika ukuran mendekati cut off klasifikasi
T, direkomendasikan untuk dibulatkan ke milimeter terdekat titik potong
(cut off) klasifikasi T. Invasi hanya ke dermis saja tidak termasuk pada
kualifikasi T4. Dalam klasifikasi P atau Patologi hanya ductal dan
Lobular carcinoma in situ (DCIS, LCIS) dan Isolated Paget’s disease
yang diklasifikasikan sebagai pTis..
Isolated tumor cell (ITC) adalah kelompok kecil dari sel-sel tumor
dengan ukuran tidak lebih dari 2 mm, atau sekelompok sel tumor yang
tidak lebih dari 200 sel pada satu potongan histologi dari kelenjar getah
bening. Stadium I dikelompokkan menjadi stadium IA stadium IB,
stadium IB mencakup tumor kecil (T1) dengan mikrometastasis pada
kelenjar getah bening (N1mi).
21
Tabel 2 Kelenjar Getah Bening Regional (N)
NX KGB regional tak dapat dinilai (mis.: sudah diangkat)
N0 Tak ada metastasis KGB regional
N1 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral level I dan II yang masih dapat digerakkan
pN1mi Mikrometastasis >0,2 mm < 2 mm
pN1a 1-3 KGB aksila
pN1b KGB mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis
pN1c T1-3 KGB aksila dan KGB mamaria interna denganmetastasis mikro melalui sentinel node biopsy tetapi tidak terlihat secara klinis
N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir atau matted, atau KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis.
N2a Metastatis pada KGB aksila ipsilateral yang terfiksir satu sama lain (matted) atau terfiksir pada struktur lain
pN2a 4-9 KGB aksila
N2b Metastasis hanya pada KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* dan jika tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis
pN2b KGB mamaria interna, terlihat secara klinis tanpa KGB aksila
N3 Metastatis pada KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila, atau pada KGB mamaria interna yang terdekteksi secara klinis* dan jika terdapat metastasis KGB aksila secara klinis; atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau mamaria interna
N3a Metastasis pada KGB infraklavikula ipsilateral
pN3a > 10 KGB aksila atau infraklavikula
N3b Metastasis pada KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila
pN3b
KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan KGB aksila atau >3 KGB aksila dan mamaria interna dengan metastasis mikro melalui sentinel node biopsy namun tidak terlihat secara klinis
N3c Metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral
pN3c KGB supraklavikula
*Deteksi klinis maksudnya adalah terdeteksi dengan pemeriksaan imaging (tidak termasuk lymphoscintygraphy) atau dengan pemeriksaan fisik maupun pada pemeriksaan patologis terlihat jelas.(Kesehatan)
22
Tabel 3 Metastasis Jauh (M)
Mx Metastasis jauh tak dapat dinilai
M0 M0 Tak ada metastasis jauh
M1 M1 Terdapat Metastasis jauh
(Suyatno and Pasaribu, 2014)
Tabel 4 Stadium Kanker Payudara
Stadium Kanker Kriteria
Stadium I Tumor terbatas pada payudara dengan ukuran <2 cm, tidak ada penyebaran getah bening.
Stadium IIa Tumor dengan diameter <2 cm tetapi sudah menyebar pada kelenjar getah bening.
Stadium IIb Tumor dengan diameter 2-5 cm tetapi sudah menyebar pada kelenjar getah bening atau tumor dengan diameter >5 cm yang belum menyebar pada kelenjar getah bening.
Stadium IIIa Tumor dengan diameter <5 cm sudah menyebar pada kelenjar getah bening disertai perlengketan struktur lainnya atau tumor dengan diameter >5 cm dan sudah menyebar pada kelenjar getah bening.
Stadium IIIb Tumor yang telah menginfiltrasi kulit atau dinding toraks atau menyebar pada kelenjar getah bening.
Stadium IIIc Tumor sudah menyebar sampai kebagian dalam payudara dan kelenjar di bawah lengan juga meliputi daerah disekitar dada.
Stadium IV Tumor yang telah mengadakan metastasis yang jauh.
(Cancer, 2010)
5. Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesis bertujuan untuk mengidentifikasi identitas
penderita, faktor risiko, perjalanan penyakit, tanda dan gejala
kanker payudara, riwayat pengobatan dan riwayat penyakit yang
pernah diderita.Keluhan utama yang sering umumnya adalah
23
benjolan dipayudara.Nyeri payudara dan nipple discharge adalah
keluhan yang sering, tapi tidak selalu pertanda kanker, kelainan
jinak seperti fibrocystic disease dan papiloma intraductal juga bisa
bergejala seperti ini. Malaise, nyeri tulang, dispnea dan kehilangan
berat badan adalah keluhan yang jarang, tapi merupakan indikasi
adanya metastasis jauh (NCCN,2012).
Keluhan utama pada kanker payudara umumnya adalah:
1) Benjolan yang padat keras dengan atau tanpa rasa sakit
2) Bentuk puting berubah
3) Perubahan pada kulit
4) Payudara terasa panas,nyeri dengan atau ada masa di
payudara
5) Ada benjolan di aksila dengan atau tanpa masa di payudara
Keluhan tambahan merupakan manifestasi adanya metastasis
regional, metastasis jauh ataupun komplikasi. Keluhan tambahan
ini meliputi :
1) Benjolan di aksila atau leher
2) Nyeri pinggang/punggung atau tulang belakang, lemah atau
kelumpuhan tungkai, nyeri atau patah tulang
3) Sesak napas atau batuk-batuk
4) Rasa penuh, mual, perut kembung, mata kuning
5) Nyeri kepala yang hebat, muntah nyemprot (proyektil),
kesadaran menurun
24
6) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
Pemeriksaan fisik, ditujukan untuk menentukan karakter
(nature) dan lokasi lesi.Pemeriksaan ini dilakukan secara sistematis
dengan inspeksi dan palpasi (Willet AM et al).Inspeksi dilakukan
dengan pasien duduk, pakaian atas dan bra dilepas dan posisi
tangan disamping, di atas kepala dan kacak pinggang.Inspeksi
dilakukan pada kedua payudara, aksila dan sekitar klavikula yang
bertujuan untuk identifikasi tanda dan gejala tumor primer dan
kemungkinan metastasis ke kelenjar getah bening ataupun
metastasis jauh.
Palpasi parenkim payudara dilakukan pada pasien dengan
posisi tidur (supine), lengan ipsilateral di atas kepala dan punggung
diganjal bantal kecil. Jaringan subareolar dan masing-masing
kuadran dari kedua payudara dipalpasi secara sistematis,
menyeluruh dan overlap baik secara sirkuler ataupun radier.
Palpasi aksila dilakukan dalam posisi pasien duduk dengan
lengan pasien dan pemeriksa saling menopang.Palpasi juga
dilakukan pada infra dan supraklavikula. Hasil pemeriksaan fisik
dicatat dalam bentuk level kecurigaan keganasan (the level of
suspicion for malignancy, Willet AM et al) :
P1 = normal
P2 = benigna
P3 = uncertain
25
P4 = suspek maligna
P5 = maligna
Pemeriksaan ini (anamnesis dan pemeriksaan fisik)
mempunyai akurasi untuk membedakan ganas atau jinak sekitar
60-80% (eror 20-40%) oleh karenanya memerlukan pemeriksaan
tambahan.
2. Pemeriksaan Penunjang
a) Ultrasonografi (USG)
Pada USG, lesi hipoekoik dengan tepi tidak teratur
irregular) dan shadowing disertai orientasi vertikal kemungkinan
merupakan lesi maligna.Lesi ini terkadang menunjukkan adanya
infiltrasi ke jaringan lemak disekitarnya. Lesi solid benigna
dengan batas tegas dan lobulated yang terlihat sebagai lesi
hipoekoik homogen dan orientasi horizontal diduga adalah
fibroadenoma. USG secara umum diterima sebagai metode
terpilih untuk membedakan masa kistik dengan solid dan
sebagai pengarah (guide) untuk biopsi. Disamping untuk
pemeriksaan skrining pasien usia muda (kurang dari 35 tahun).
Penggunaan USG untuk tmbahan mammografi
meningkatkan akurasinya sampai 7,4%. Namun USG tidak
dianjurkan untuk digunakan sebagai modalitas skrining oleh
karena didasarkan penelitiannya ternyata USG gagal
menunjukkan efikasinya. Peran USG lain adalah untuk evaluasi
26
metastasis ke organ viseral. Protokol PERABOI 2002
merekomendasikan pemeriksaaan USG abdomen (hepar)
secara rutin untuk penentuan stadium.
b) Mammografi
Mammografi memegang peranan mayor dalam deteksi
dini kanker payudara, sekitar 75% kanker terdeteksi paling tidak
satu tahun sebelum ada gejala atau tanda. Lesi dengan ukuran
2mm sudah dapat dideteksi dengan mammografi.Akurasi
mammografi untuk prediksi malignansi adalah 70-80%. Namun
akurasi pada pasien usia muda (kurang dari 35 tahun) dengan
payudara yang padat adalah kurang akurat disamping nyeri
yang signifikan.
Terdapat 2 tipe pemeriksaan mammografi: skrining dan
diagnostik. Skrining mammografi dilakukan pada wanita yang
asimptomatik. Deteksi dini dari kanker payudara yang masih
kecil memungkinkan pasien untuk mendapatkan kesuksesan
terapi dengan kualitas hidup yang lebih baik. Skrining
mammografi direkomendasikan setiap 1-2 tahun untuk wanita
usia 40 tahun dan setiap tahun untuk usia 50 tahun atau lebih.
Pada kondisi tertentu direkomendasikan sebelum usia 40 tahun
misal wanita dengan keluarga tingkat pertama menderita kanker
payudara). Untuk skrining mammografi,masing-masing
27
payudara dibuat dalam posisi cranio-caudal (CC) dan medo-
lateral oblique (MLO).
Mammografi diagnostik dilakukan pada wanita yang
simptomatik, tipe ini lebih rumit dan waktu lebih lama dibanding
mammografi skrining dan digunakan untuk menentukan ukuran
yang tepat, lokasi abnormalitas payudara, untuk evaluasi
jaringan sekitar dan kelenjar getah bening sekitar payudara.
Untuk mammografi diagnostik, masing-masing payudara difoto
dalam posisi cranio-caudal (CC), medo-lateral oblique(MLO)
dan dapat ditambah dengan latero-medial (LM) atau medio-
lateral (ML).
Protokol PERABOI 2002 merekomendasikan
pemeriksaan mammografi untuk tumor dengan ukuran kurang
dari 3 cm tapi MD.Anderson Cancer Centre menganjurkan untuk
dilakukan mammografi pada ukuran berapapun dengan tujuan
untuk skrining adanya lesi nonpalpable pada kedua payudara
(ipsilateral dan kontralateral) dan untuk mengevaluasi risiko
malignansi lesi tumor.Bilateral synchronous cancers terjadi
sekitar 3% dari kasus, minimal setengahnya adalah
nonpalpable. Gambaran mammografi untuk lesi ganas dibagi
atas tanda primer dan sekunder.
Tanda primer berupa:
1. Densitas yang meninggi pada tumor
28
2. Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses
infiltrasi ke jaringan sekitarnya atau batas yang tidak jelas
(komet sign).
3. Gambaran transusen disekitar tumor
4. Gambaran stelata
5. Adanya mikrokalsifiksi sesuai kriteria Egan
6. Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis
Tanda sekunder:
1. Retraksi kulit atau penebalan kulit
2. Bertembahnya vaskularisasi
3. Perubahan posisi putting
4. Kelenjar getah bening aksila (+)
5. Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak
teratur
6. Kepadatan jaringan sub areolar yang berbentuk utas
Gambaran kalsifikasi yang diduga ganas menurut kriteria
Egan adalah kalsifikasi dengan lokasi di parenkim payudara,
ukuran kurang dari 0,5 mm, jumlah lebih dari 5 dan bentuk
stelata.
Pada lesi nonpalpable gambaran mammografi dapt
dibagi menjadi 2 kategori: mikrokalsifikasi dan perubahan
densitas. Mikrokalsifikasi dapat berkelompok (clustered) atau
menyebar (scattered) .perubahan densitas mencakup masa
29
terpisah-pisah (discrete masses), distorsi arsitektur, dan
asimetri. Gambaran mammografiyang paling prediktif untuk
malignansi adalah masa berspekula (stelata), mikrokalsifikasi
berkelompok dan mikrokalsifikasi di dalam masa.
Sistem pelaporan hasil mammografi adalah mengacu
pada sistem yang dimiliki ACR (American College of Radiology)
yaitu BIRADS (Breast Imaging Reporting and Data System).
Sistem pelaporan ini disamping memberikan informasi hasil
pemeriksaan juga tentang rencana tindakan yang sesuai.
c) MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan
instrument yang sensitif untuk deteksi kanker payudara, karena
itu MRI sangat baik (excellent) untuk deteksi kekambuhan lokal
pasca BCT atau augmentasi payudara dengan implant, deteksi
multifocal cancer dan sebagai tambahan terhadap mammografi
pada kasus tertentu. MRI sangat beguna dalam skrining pasien
usia muda dengan densitas payudara yang padat yang memiliki
risiko kanker payudara yang tinggi. Sensitivitas MRI mencapai
98% tapi spesifisitasnya rendah, biaya pemeriksaan mahal dan
waktu pemeriksaan yang lama oleh karena itu MRI belum
menjadi prosedur rutin.
30
d) Biopsi
Biopsi pada payudara memberikan informasi sitologi atau
histopatologi. FNAB (Fine Needle Aspiration Biopsy) merupakan
salah satu prosedur diagnostik awal, untuk evaluasi masa di
payudara. Pemeriksaan ini sangat berguna terutama untuk
evaluasi lesi kistik. Masa persisten atau rekuren setelah aspirasi
berulang adalah indikasi untuk biopsi terbuka (insisi atau eksisi).
Namun, FNAB merupakan biopsi yang memberikan informasi
sitologi, belum menjadi standar baku (gold standart) untuk
diagnostik definitif. Bila mampu dianjurkan triple diagnostik
(klinis, mammografi, FNAB).
Biopsi yang memberikan informasi histopatologi adalah
biopsi Core, biopsi insisi, biopsi eksisi, potong beku dan ABBI
(advace breast biospy instrument). Hasil biopsi ini merupakan
standar baku untuk diagnostik dan terapi. Masing-masing biopsi
ini mempunyai keuntungan dan kerugian. Biopsi eksisi
direkomendasikan untuk tumor ukuran kurang dari 3 cm. Biopsi
insisi dilakukan pada tumor operabel dengan ukuran lebih dari 3
cm atau inoperabel. Potong beku dilakukan saat operasi, teknis
pengambilan spesimen bisa insisi atau eksisi. Dari biopsi ini
dapat sekaligus dilakukan pemeriksaan immunohistikimia dari
esterogen reseptor (ER), progesteron resepton (PR), CerbB2,
p53 dan cathepsin D.
31
Diagnosis juga ditentukan grading histopatologi kanker
payudara. Grading ini ditentukan berdasarkan tubular formation,
nuclear pleomorfism dan mitotic activity. Berdasarkan jumlah
skor dari 3 faktor tersebut, grading kanker payudra terbagi atas:
well differentiated (grade 1), moderately differentiated (grade 2)
dan poorly differentiated (grade 3).
e) Bone scan, foto toraks, USG Abdomen
Pemeriksaan bone scan (sidik tulang) bertujuan untuk
evaluasi metastasis di tulang. Pemeriksaan ini dianjurkan pada
kasus: advanced local disease, lymfe node metastases, distant
metastases dan ada simptom pada tulang. Bone scan secara
rutin tidak dianjurkan pada stadium dini yang asimtommatik
karena berdasarkan beberapa penelitian hanya 2% hasil yang
positif pada kondisi ini. Berbeda halnya pada yang simtomatis
stadium III, insiden positif bone scan mencapai 25% oleh
karenanya pemeriksaan bone scan secara rutin sangat
bermanfaat. Protokol PERABOI 2002 merekomendasikan
pemeriksaan ini bilamana sitologi sangat mencurigai pada lesi di
atas 5 cm. Foto toraks dan USG abdomen rutin dilakukan untuk
melihat adanya metastasis di paru, pleura, mediastinum, tulang-
tulang dada dan organ viseral terutama hepar).
32
f) Pemeriksaan laboratorium dan marker
Pemeriksaan laboratorium darah yang dianjurkan adalah
darah rutin, alkaline phospate, SGOT, SGPT dan tumor marker.
Kadar alkaline phospate yang tinggi dalam darah
mengindikasikan adanya metastasis ke liver, saluran empedu
dan tulang. SGOT dan SGPT merupakan gambaran fungsi liver,
kadar yang tinggi dalam darah mengindikasikan kerusakan atau
metastasis pada liver. Tumor marker untuk kanker payudara
yang dianjurkan American Society of Clinical Oncology adalah
carcinoembryonic antigen (CEA), cancer antigen (CA) 15-3, dan
CA 27.29. Pemeriksaan ini sensitif tapi tidak spesifik oleh
karena itu dianjurkan untuk follow up. Pemeriksaan genetika
BRCA-1 dan BRCA-2 dianjurkan pada pasien dengan keluarga
tingkat pertama menderita kanker payudara atau ovarium.
3. Penatalaksanaan
Pengobatan kanker payudara bertujuan untuk mendapatkan
kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik. Oleh
karena itu terapi dapat bersifat kuratif atau paliatif. Terapi kuratif
ditandai oleh adanya periode bebas penyakit (disease free interval),
peningkatan harapan hidup (overall survival) dan peningkatan
kualitas hidup, dilakukan pada kanker payudara stadium I, II dan III.
Terapi paliatif bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup tanpa
adanya periode bebas penyakit, umumnya dilakukan pada stadium
33
IV. Kesembuhan yang tinggi dengan kualitas hidup yang baik akan
tercapai bila kanker diterapi pada stadium dini.
Keuntungan penatalaksanaan tumor stadium dini adalah:
1) Kemungkinan tidak dilakukan kemoterapi bila tidak ada
metastasis kgb aksila dan tergolong risiko rendah
2) Tidak perlu dilakukan diseksi aksilla jika sentinel negatif,
sehingga risiko terjadinya limpadem berkurang
3) Tidak diperlukan radiasi
4) Dapat dilakukan BCT bagi yang memenuhi kriteria atau
dilakukan SSM/NSP sekaligus rekonstruksi sehingga bentuk
dan fungsinya masih baik
5) Biaya penatalaksanaan jauh lebih ekonomis
6) Disease free interval dan overall survival lebih baik (lama).
Adapun modalitas terapi kanker payudara secara umum
meliputi: operasi (pembedahan), kemoterapi, radioterapi, terapi
hormonal dan terapi target.
a) Operasi (pembedahan)
Operasi adalah terapi untuk membuang tumor,
memperbaiki komplikasi dan merekonstruksi efek yang ada
melalui operasi. Operasi merupakan modalitas utama untuk
penatalaksanaan kanker payudara.Namun tidak semua stadium
kanker dapat disembuhkan atau dihilangkan dengan cara ini
(Olfah et al., 2013)
34
Berbagai jenis operasi pada kanker payudara adalah
Classic Radical Mastectomy (CRM)., Modified Radical
Mastectomy (MRM), Skin Sparing Mastectomy (SSM), Nipple
Sparing Mastectomy (NSP), dan Breast Conserving Treatment
(BCT). Jenis-jenis ini memiliki indikasi dan keuntungan serta
kerugian yang berbeda-beda. SSM dan NSP memerlukan
rekonstruksi langsung tapi kualitas hidup lebih baik dengan
kuratifitas yang hampir sama dengan MRM.
CRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit di atas
tumor, otot pektoralis mayor dan minor serta diseksi aksila level
I-III. Operasi ini dilakukan bila ada infiltrasi tumor ke fasia atau
otot pektoral tanpa ada metastasis jauh. Jenis operasi ini mulai
ditinggalkan karena morbiditas tinggi sementara nilai kuratifitas
sebanding dengan MRM.
MRM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor, nipple areola komplek, kulit di atas
tumor dan fasia pektoral serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini
dilakukan pada kanker payudara stadium dini dan lokal lanjut.
Merupakan jenis operasi yang banyak dilakukan. Kuratifitas
sebanding dengan CRM.
SSM adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor dan nipple areola komplek dengan
35
membertahankan kulit sebanyak mungkin serta diseksi aksila
level I-II. Operasi ini harus disertai rekonstruksi payudara secara
langsung yang umumnya adalah TRAM flap (Transverse Rektus
Abdominus Musculotaneus flap), LD flap (Latissimus Dorsi flap)
atau implant (silicon). Dilakukan pada tumor stadium dini
dengan jarak tumor ke kulit jauh (>2 cm) atau stadium dini yang
tidak memenuhi sarat untuk BCT.
NSP adalah operasi pengangkatan seluruh jaringan
payudara beserta tumor dengan mempertahankan nipple areola
komplekdan kulit serta diseksi aksila level I-II. Operasi ini juga
harus disertai rekonstruksi payudara secara langsung yang
umumnya dalah TRAM flap (transverse rektus abdominis
muscolocutaneus flap), LD flap (Latissimus Dorsi flap) atau
implant (silicon). Dilkukan tumor stadium dini dengan ukuran 2
cm atau kurang, lokasi periper, secara klinis NAC tidak terlibat,
kgb N0, histopatologi baik, dan potong beku sub areola: bebas
tumor (Devita 2008, hal 1628).
BCT adalah terapi yang komponennya terdiri dari
lumpektomi atau segmentektomi atau kuadrantektomi dan
diseksi aksila serta radioterapi. Jika terdapat fasilitas, lymphatic
mapping dengan Sentinel Lymph Node Biospy (SLNB) dapat
dilakukan untuk menggantikan diseleksi aksila. Terapi ini
memberikan survval yang sama dengan MRM namun
36
rekurensinya lebih besar. Ada 3 syarat yang harus terpenuhi
dalam pemilihan jenis terapi ini yakni tepi sayatan bebas tumor
(dibuktikan dengan potong beku), radioterapi dapat dilakukan
dan kosmetik bisa diterima. Kontra indikasi yang tidak
memenuhi ke 3 syarat tersebut adalah:
1) Tumor yang multisentris, sehingga margin tidak bebas tumor
atau bebas tapi kosmetik tidak tercapai
2) Mikrokalsifikasi yang luas/difus
3) Riwayat radiasi sebelumnya
4) Penyakit kolagen (SLE, Scleroderma) terutama yang
ketergantungan terhadap steroid
5) Ukuran tumor yang besar sedangkan payudaranya kecil.
6) Letak sentral atau di bawah
7) Pada wanita hamil trimester kedua atau ketiga tidak
merupakan kontra indikasi karena radiasi dapat ditunda
hingga melahirkan
8) Pada riwayat keluarga (+) dan pada umur muda ditakutkan
radiasi akan menimbulkan kanker sekunder
b) Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat anti kanker
(sitostatika) untuk menghancurkan sel kanker. Obat ini
umumnya bekerja dengan menghambat atau mengganggu
sintesa DNA dalam siklus sel. Pengobatan kemoterapi bersifat
37
sistemik, berbeda dengan pembedahan atau radiasi yang lebih
bersifat lokal/setempat. Obat sitostatika dibawa melalui aliran
darah atau diberikan langsung ke dalam tumor, jarang
menembus blood-brain barrier sehingga obat ini sulit mencapai
sistem saraf pusat. Ada 3 jenis setting kemoterapi yakni
adjuvan, neoadjuvan dan primer (paliatif).
Adjuvan kemoterapi adalah terapi tambahan setelah
terapi utama (pembedahan). Tujuannya adalah untuk
mengendalikan occult micrometastic disease sehingga
menurunkan risiko timbulnya kekambuhan dan metastasis jauh.
Usia, ukuran tumor, karakter biologik tumor dan status kelenjar
getah bening merupakan faktor yang menentukan pemberian
kemoterapi. Kemoterapi bekerja paling efektif pada tumor yang
berukuran kecil dan masih dalam fase pertumbuhan linier (linier
growt phase). Adjuvan kemoterapi menurunkan 25% mortalitas
kanker payudara.
Indikasi kemoterapi adjuvan ditentukan oleh ekspresi
HER-2 dan ER/PR, ukuran tumor, grading tumor, metastasis
kelenjar getah bening dan ada tidaknya invasi lymphovascular.
Indikasi kemoterapi adjuvan pada Protokol PERABOI 2003
adalah penderita dengan kelenjar getah bening aksila positif
atau penderita kelenjar getah bening negatif tapi pasien dalam
38
kelompok high risk (usia< 40 tahun, high grade, ER/PR negatif,
invasi limfatik atau vaskular, high thymidin index).
Pemberian kemoterapi kombinasi lebih superior
dibanding kemoterapi tunggal dalam setting adjuvan. Pada
pasien dengan kgb positif metastasi, stadium dini, kombinasi
kemoterapi yang mengandung anthracycline (misal FAC)
merupakan terapi pilihan untuk first line kemoterapi. Namun
untuk penderita dengan gangguan jantung (ejection fraction
<60%) anthracycline harus diganti dengan regimen lain seperti
methotrexate atau taxane. Lama pemberian kemoterapi adjuvan
menurut konsep terbaru, 6 bulan kemoterapi ekuivalen dengan
durasi yang lebih lama. Namun, masih kontroversi apakah
apakah 4 bulan kemoterapi (AC, 4 siklus) ekuivalen dengan 6
bulan.
Untuk pasien dengan stadium lokal lanjut (stadium IIIA,
IIIB, IIIC) dianjurkan neoadjuvan kemoterapi, 3 siklus sebelum
operasi dan 3 siklus pasca operasi. Neoadjuvan kemoterapi
adalah pemberian kemoterapi pada penderita kanker dengan
high grade malignancy dan belum pernah mendapat tindakan
loco-regional dengan bedah atau radiasi. Neoadjuvan
kemoterapi bertujuan untuk memperkecil ukuran tumor
(shrinkage tumor) dan kontrol mikrometastasis, disamping itu
neoadjuvan dapat memberikan informasi tentang respon
39
regimen kemoterapi. Rasional ilmiah, (Frei 1985; Norton 1985;
Schilsky 1985; Ragaz et al 1986) menyatakan bahwa
pemberian Neo Adjuvant Chemotherapy dapat mencegah
muktiplikasi tumor dan memungkinkan regresi yang signifikan
pada tumor primer sehingga tindakan bedah selanjutnya tidak
perlu terlalu radikal.
Respon terhadap kemoterapi didefinisikan dalam:
1) Complete response. Berarti seluruh kanker atau tumor
menghilang. Tidak terlihat lagi adanya kanker maupun
metastasis. Tumor marker turun ke angka normal. Respon
ini bertahan lebih dari satu bulan.
2) Partial respon. Volume kanker mengecil lebih dari 50% ,
tidak ada lesi baru ataupun metastasis. Tumor kanker
angkanya menurun, tapi penyakit masih ada dan respon
bertahan lebih dari satu bulan.
3) Stable disease/minimal response. Volume kanker mengecil
kurang dari 25% atau kanker tidak mengecil, juga tidak
tumbuh membesar. Tumor marker juga tidak berubah secara
signifikan.
4) Disease progression. Kanker terlihat tumbuh membesar.
Penyakit menunjukkan peningkatan ukuran volume, juga
peningkatan yang signfikan dari tumor marker.
40
Kemoterapi primer (paliatif) diberikan pada stadium lanjut
(stadium IV), untuk mengendalikan gejala yang ditimbulkan oleh
penyakit kanker. Tujuannya adalah untuk mempertahankan
kualitas hidup yang baik, kontrol progresi tumor, dan
memperlama harapan hidup. Respon terbaik diperoleh dengan
firts line kemoterapi dan kombinasi regimen. Kombinasi yang
sering dinjurkan adalah anthracycline dengan taxane.
Faktor prediktor dari respon buruk (poor response)
terhadap kemoterapi pada metastatic breas cancer adalah
status performa yang jelek, metastasis multiple dan atau
visseral, disease –free interval pendek dan riawayat respon
kemoterapi yang buruk.
c) Radioterapi
Radioterapi (RT) merupakan modalitas terapi yang cukup
penting pada kanker payudara. Mekanisme utama kematian sel
karena radiasi adalah kerusakan DNA dengan gangguan proses
replikasi. RT menurunkan risiko rekurensi lokal dan berpotensi
untuk menurunkan mortalitas jangka panjang pnderita kanker
payudara.Radioterapi dalam tatalaksana kanker payudara dapat
diberikan sebagai terapi kuratif ajuvan dan paliatif (Kesehatan).
RT terhadap payudara (dengan dan tanpa area
supraclavikula) diindikasikan pada BCT (breast conservation
therapy), pasien dengan kgb aksila positif metastasis 4 atau
41
lebih, kontrol lokal pada metastasis disease (perdarahan, ulkus,
impending fraktur), tumor besar (>5 cm) dan batas sayatan
dekat atau tidak batas tumor.
Indikasi RT pada Protokol PERABOI 2003 adalah:
Setelah tindakan operasi BCS
Tepi sayatan dekat atau tidak bebas tumor (T > 5 cm)
Tumor letak sentral atau medial
Kgb positif dengan ekstensi ekstra kapsular
Pada dasarnya diberikan radiasi lokoregional (payudara, aksila
dan supraklavikula) kecuali :
Ukuran tumor ≤ T2 dengan klinis dan patologis kgb negatif,
tidak dilakukan RT pada supraklavikula
Lokasi tumor di sentral atau medial diberikan tambahan
radiasi pada mamaria interna
Dosis lokoregional profilaksis adalah 50Gy, booster
dilakukan sebagai berikut : 1. Pada potensial residif ditambah
10Gy (misalnya tepi sayatan dekat atau tidak bebas tumor), 2.
Pada terdapat masa tumor atau residu pasca operasi
(mikroskopis atau makroskopis) maka diberikan booster dengan
dosis 20Gy kecuali aksila 15Gy.
Peranan RT aksila setelah diseksi aksila radikal (ALND)
masih menjadi perdebatan. Beberapa ahli meyakini bahwa RT
sebaiknya dihindari setelah diseksi aksila level I,II dan III
42
(Radikal Mastektomi Klasik). Insiden limf edema ipsilateral
meningkat 6-8 kali pada kombinasi RT dan diseksi radikal.Pada
follw up jangka panjang radiasi radikal tidak sebaik
pembedahan (kuratif sekitar 40%).
d) Terapi hormonal
Terapi hormonal yang mulai dikembangkan sejak satu
abad yang lalu, masih paling efektif dan paling jelas targetnya
dari terapi sistemik untuk kanker payudara. Adjuvan hormonal
terapi diindikasikan hanya pada payudara yang menunjukkan
ekspresi positif dari esterogen reseptor (ER) dan atau
progesteron reseptor (PR) tanpa memandang usia, status
manopause, status kgb aksila maupun ukuran tumor. ER positif
pada sepertiga penderita kanker payudara dan sepertiga kasus
rekuen sedang PR positif pada 50% ER positif. Pemberian
terapi hormonal pada ER atau PR negatif tidak akan
memperbaiki overall survival maupun disease free survival dan
bahkan merugikan pada premenopause.
Tujuan terapi hormonal pada kanker payudara adalah
untuk menghilangkan atau mengurangi esterogen dalam sel
tumor (esterogen deprivation). Hal ini dapat diperoleh dengan:
Blockade reseptor dengan selective esterogen receptor
modulator (SERM), misalnya tamoxifen atau toremifen
43
Supresi sintesis esterogen pada wanita post menopause
dengan aromatase inhibitor, misal anastrozole, letrozole,
exemestane atau dengan analoge LHRH (luteinizing
hormone-realising hormone) pada wanita premenopause.
Tamoxifen merupakan adjuvan hormonal yang paling
banyak digunakan dan merupakan terapi standar untuk wanita
premenopause. Terapi ini menurunkan frekurensi hingga 50%
dan menurunkan 28% mortalitas kanker payudara sedangkan
ablasi ovarium menghasilkan keuntungan yang serupa dengan
kemoterapi pada premenopause dengan reseptor hormone
positif.
Namun beberapa penelitian belakangan menunjukkan
bahwa arometasi inhibitor (mis. Anastrozole) lebih superior
dibanding tamoxifen pada penderita pasca menopause. Pada
Protokol PERABOI 2003 tamoxifen diindikasikan untuk
penderita dengan ER dan atau PR positif sedangkan ablasi
ovarium (oophorectomy) diindikasikan apabila :
Tanpa pemeriksaan reseptor
Premenopause
Menopause 1-5 tahun dengan efek esterogen positif
Perjalanan penyakit slow dan intermediated growing
Tamoxifen diberikan 20 mg/hari, diberikan selama 5
tahun lebih superior dibanding jangka waktu yang lebih pendek.
44
Pemberian tamoxifen lebih 5 tahun masih belum dapat
ditentukan keuntungan dan kerugiannya. Dosis untuk
aromatase inhibitor adalah: Anastrozole (Arimedex) 1 mg/hari
per oral, Letrozole (femara) 2,5/hari per oral (Suyatno and
Pasaribu, 2014).
B. Faktor yang berhubungan dengan Kelangsungan Hidup Pasien
Kanker Payudara
1. Umur
Kejadian kanker payudara meningkat seiring bertambahnya usia
dimulai pada usia tiga puluh tahun dan terus meningkat sampai usia 50
tahun, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh De Glas et al.,
(2015) dan Amandito et al., (2013). Angka harapan hidup lebih baik
pada usia muda berdasarkan penelitian olehAna Habibah dan Nunik
Puspitasari(2013), Megawati (2012), dan Alieldin et al., (2014). Kanker
payudara dengan kehamilan juga banyak ditemukan pada usia 31-40
tahun (Octovianus et al., 2015).
Tabel. 5a Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup Berdasarkan Umur
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian Karakteristik Temuan
Subjek Metode Desain
Megawati (2012)
Gambaran Ketahanan Hidup Pasien Kanker Payudara Berdasarkan Karakteristik Demografi dan Faktor Klinis di RS Cipto Mangunkusumo Tahun 2007-2010
138 Pasien
Kohort retrospektif
Ketahanan hidup tertinggi berdasarkan umur adalah usia 31-40 tahun (60,9%).
45
Tabel 5b Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Umur
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian Karakteristik
Temuan Subjek
Metode Desain
Ana Habibah dan Nunik Puspitasari(2013)
Aplikasi Life Table Untuk Mengukur Harapan Hidup Penderita Ca Mamae Stadium III
50 pasien
retrospektif kohor
Responden (32%) berumur < 45 tahun mempunyai harapan hidup lebih baik yaitu 15,19 minggu dengan median survival 74,35 minggu dibandingkan dengan Responden dengan kelompok umur ≥ 45 tahun
(de Glas et al., 2015)
Survival of older patients with metastasised breast cancer lags behind despite evolving treatment strategies – A population-based study
14310 pasien dengan kanker payudara stadium IV
survival life table
Keseluruhan kelangsungan hidup pasien <65 telah meningkat secara signifikan (Hazard Ratio (HR) per tahun 0,98, 95% Confidence Interval (CI) 0,98-0,99, P <0,001)
(Alieldin et al., 2014)
Age at diagnosis in women with non-metastatic breast cancer: Is it related to prognosis?
941 wanita dengan kanker payudara tidak metastasis
Disease free survival
Kelangsungan hidup bebas penyakit pada wanita muda adalah 38,9% ± 4,6% dibandingkan dengan 48,6% ± 2,5% pada wanita lebih tua dengan rasio hazard yang disesuaikan 1,22 95% CI (0,91-1,64), p = 0,19.
2. Status Pernikahan
Menurut Price dan Wilson 2006 dalam Olfah et al. (2013),
bahwa perempuan tidak menikah 50% lebih sering mengalami kanker
payudara. Penelitian yang dilakukan oleh Megawati (2012) di RS Cipto
46
Mangunkusumo Tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa ketahanan
hidup pasien kanker payudara yang sudah menikah lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang tidak menikah yaitu 58,7%. Wanita
menikah dianggap memiliki kontrol penyakit yang lebih baik (Megawati,
2012).
3. Status Nyeri
Salah satu gejala pada penderita kanker adalah nyeri yang
dapat bersifat ringan, sedang sampai menjadi berat. Hal ini juga yang
menjadi gejala yang paling ditakuti pasien karena menjadi faktor utama
dalam mengalami penurunan kualitas hidupnya. Sebagian besar
pasien kanker akan mengalami gangguan perasaan nyeri dalam
perjalanan hidupnya (Hakam, 2009).
Nyeri kanker sering dalam praktek sehari-hari dan bersifat
subyektif. Pada pasien yang pertama kali datang berobat, sekitar 30%
pasien kanker disertai dengan keluhan nyeri dan hampir 70% pasien
kanker stadium lanjut yang menjalani pengobatan disertai dengan
keluhan nyeri dalam berbagai tingkatan. Nyeri kanker adalah nyeri
kronik yang membutuhkan penatalaksanaan yang berbeda dengan
nyeri kronik lainnya, membutuhkan penilaian dengan tingkatan akurasi
yang tepat, evaluasi secara komprehensif dan waktu yang ketat
terutama untuk nyeri berat serta pengobatannya yang berlangsung
lama. Prevalensi nyeri kanker sekitar 50% pasien pada stadium awal
47
penyakit tumor, sekitar 70-80% pada stadium tumor lanjut, 75-90%
pada stadium terminal (Tarau and Burst, 2009).
a. Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan adanya potensi
kerusakan padajaringan atau gangguan pada metabolisme
jaringan. Nyeri neuropatik (kronis) terjadi akibat pemprosesan input
sensorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat atau perifer.
Terdapat sejumlah besar sindroma nyeri neuropatik yang seringkali
sulit diatasi misal: nyeri kanker, nyeri punggung bawah, neuropati
diabetik, luka pada sum-sum tulang belakang (Sukandar,dkk.,
2009).
b. Faktor-faktor yang Menyebabkan Nyeri
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab dari timbulnya nyeri
kanker pada umumnya adalah :
1) Nyeri yang disebabkan langsung oleh tumor yang menyebabkan
kompresi saraf sentral maupun perifer.
2) Nyeri akibat pengobatan kanker seperti kemoterapi
menyebabkan neuropati dan nekrosis jaringan menimbulkan
nyeri.
3) Nyeri yang tidak berhubungan dengan tumor biasanya
tergantung kondisi pasien yang mengalami distensi lambung,
infeksi, nyeri musculoskeletal (Murtedjo, 2006).
48
c. Tipe-tipe Nyeri
1. Nyeri Nociceptive.
Nyeri Nociceptive merupakan nyeri yang distimulasi oleh
reseptor nyeri. Nyeri jenis ini biasanya berasal dari respon yang
terjadi akibat kerusakan pada tubuh. Pengobatan Nyeri
Nociceptive dapat menggunakan golongan analgesik biasa atau
yang sudah umum seperti parasetamol, NSAID, atau golongan
opioid (Wiffen, et al., 2007).
2. Nyeri Neuropathic.
Nyeri Neuropathic disebabkan karena adanya luka atau
disfungsi sistem saraf. Nyeri jenis ini tidak dapat diobati dengan
analgetik yang biasa, sehingga obat-obat yang sering
digunakan seperti antidepresan, antikonvulsan, dan beberapa
golongan obat lain (Wiffen, etal., 2007). Nyeri Neuropathic juga
biasa disebabkan karena tekanan atau infiltrasi saraf oleh
kanker (Sukardja, 2000).
d. Pengukuran Tingkat Nyeri Pada Kanker
1) Analog Visual Scale dan Numerical Rating Scale.
Langkah yang dilakukan adalah memberikan pertanyaan verbal
kepada pasien tentang seberapa nyeri yang dirasakan.Jika
pasien tidak bisa mengungkapkan rasa nyeri secara verbal,
maka pasien disuruh mendeskripsikan seberapa parah tingkat
nyeri yang dirasakan berdasarkan skala angka. Ada beberapa
49
alat yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat nyeri yang
dirasakan oleh pasien antara lain
Gambar 1 Visual Analog Scale
Berdasarkan gambar di atas pasien hanya menunjukan posisi
nyeri pada garis antara kedua nilai yang berbeda. Apabila
pasien menunjukan garis tengah, maka menunjukan tipe nyeri
sedang (Rhondam, J., 2003).
Gambar 2 Numerical Rating Scale
Berdasarkan gambar di atas kategori skala nyeri adalah tidak
ada nyeri (0), nyeri ringan (1-3), nyeri sedang (4-6) dan nyeri
parah (7-10).
2) The Face Pain Rating Scale
Skala pengukururan nyeri ini menggambarkan wajah yang
menunjukkan seberapa parah rasa sakit yang diakibatkan oleh
nyeri.
Gambar 3 Face Pain Rating Scale
50
Berdasarkan gambar di atas pengukuran skala nyeri
menggunakan wajah menunjukkan bahwa 0-2 adalah nyeri
ringan, 4-6 adalah nyeri sedang, 8-10 adalah nyeri berat.
e. Metode Pengatasan Nyeri
Metode pengatasan nyeri pada pasien kanker payudara bisa
dilakukan dengan berbagai cara antara lain :
1) Menghilangkan nyeri dengan jalan operasi.
2) Pengatasan dengan menggunakan obat analgetika yaitu obat
golongan opoid dan golongan non opoid.
3) Menggunakan anestesi.
4) Menggunakan metode fisik seperti fisioterapi, panas, dan lain-
lain
5) Mengurangi berat badan (Oncology, 2016)
Pasein kanker payudara sebagian besar datang ke rumah sakit
disertai dengan keluhan nyeri yang bersifat subjektif. Persepsi rasa
sakit ini dipengaruhi oleh faktor penolakan social dan kelelahan. (Amiel
et al., 2016). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Smith et al.,
(2014) menunjukan adanya peningkatan resiko kematian pada pasien
kanker payudara dengan nyeri kronis.
51
Tabel 6 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup Berdasarkan Status Nyeri
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Karakteristik
Temuan Subjek
Metode Desain
(Smith et al., 2014)
Chronic Pain and
Mortality: A Systematic
Review
10 studi Meta-
analisis
Ulasan ini menunjukkan sedikit peningkatan risiko
kematian pada orang dengan nyeri kronis,
terutama kanker. Hubungan asosiasi lebih kuat antara nyeri meluas dan semua
penyebab kematian (n = 5, I2 = 82,3%) MRR1.22 (95%
CI 0,93-1,60).
(Amiel et al.,
2016)
Concerns about Breast
Cancer, Pain, and Fatigue in
Non-Metastatic
Breast Cancer Patients
Undergoing Primary
Treatment
240 wanita dengan kanker
payudara
stadium 0-IIIb
longitudinal study
Persepsi rasa sakit setelah terapi adjuvant sebagian
dipengaruhi oleh hubungan antara penolakan sosial dan
gangguan kelelahan, dengan efek tidak langsung signifikan (b = 0,06, 95% CI
(0,009, 0,176)) dan efek langsung (b = 0,18, SE =
0,07, t (146) = 2.78, p <0,01, 95% CI (0,053,
0,311)). Intervensi menargetkan kekhawatiran
penolakan sosial dan keterampilan interpersonal
pada awal pengobatan dapat mengurangi beban
gejala fisik selama perawatan dan ketahanan
hidup.
4. Stadium Kanker
Diagnosis awal stadium kanker pada pasien kanker payudara,
merupakan faktor penentu tindakan yang akan diberikan, yang juga
mempengaruhi ketahanan hidup. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa semakin tinggi stadium penyakit kanker semakin rendah
ketahanan hidup pasien. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh
52
Syahratul Aeni (2014) di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Tahun
2009-2013, bahwa resiko kematian pasien dengan stadium lanjut 6 kali
lebih besar dibanding dengan stadium awal. Penelitian ini juga yang
dilakukan oleh Megawati (2012) bahwa stadium ketahanan hidup
tertinggi adalah stadium I.
Tabel 7 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup Berdasarkan Stadium Kanker
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Karakteristik
Temuan Subjek
Metode Desain
Megawati
(2012)
Gambaran Ketahanan Hidup
Pasien Kanker Payudara
Berdasarkan Karakteristik
Demografi dan Faktor Klinis di
RS Cipto Mangunkusumo
Tahun 2007-2010
138 Pasien
Kohort retrosp
ektif
Ketahanan hidup tertinggi berdasarkan stadium
klinis adalah Stadium I (100%).
Syahratul Aeni (2014)
Ketahanan Hidup Pasien Kanker
Payudara di RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Tahun 2009-2013
106 pasien
Kohort retrosp
ektif (Kappla
n Meier)
Probabilitas ketahanan hidup stadium dini lebih
tinggi 0,933 (93,3%) dibandingkan stadium
lanjut 0,079 (7,9%),risiko stadium klinis lanjut untuk
meninggal 6,2 kali dibandingkan dengan
stadium awal.
5. Metastasis
Pasien kanker payudara dengan diagnosis metastatis berkaitan
dengan ketahanan hidup yang buruk. Dari 10 pasien kanker payudara
ditemukan 3-4 yang mengalami metastasis oleh Safarudin et al.,
53
(2016) dan metastatis ke tulang dan ke paru-paru sangat berkaitan
dengan kelangsungan hidup, ini berdasarkan oleh penelitian Seedhom
and Kamal, (2011) dan de Glas et al., (2015)
Tabel 8a Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup Berdasarkan Metastase
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Karakteristik
Temuan Subjek
Metode Desain
Megawati (2012)
Gambaran Ketahanan
Hidup Pasien Kanker
Payudara Berdasarkan Karakteristik
Demografi dan Faktor Klinis di
RS Cipto Mangunkusumo
Tahun 2007-2010
138 Pasien
Kohort retrospe
ktif
Ketahanan hidup tertinggi berdasarkan
riwayat metastasis adalah riwayat
metastasis negatif (71,4%).
(Octovianus et al.,
2015)
Pregnancy Associated
Breast Cancer di Rumah
Sakit Onkologi Surabaya 2006
–2014
21 pasien
Deskriptif,
retrospektif
12 pasien (57,14%) metastasis ke kelenjar getah bening; 4 pasien (19,05%) metastasis jauh; Pada follow up didapatkan 8 pasien
(38,10%) berada dalam kondisi baik, 5 pasien mengalami metastasis jauh (23,81%), dan 4
pasien meninggal (19,05%). Dua puluh
satu bayi terlahir sehat (100%).
54
Tabel 8b Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup
Berdasarkan Metastase
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Karakteristik Temuan
Subjek Metode Desain
(Safarudin et al., 2016)
Pengaruh Indeks Massa
Tubuh terhadap
Disease-Free Survival Lima Tahun Pasien
Kanker Payudara di Rumah Sakit
Kanker “Dharmais”
Jakarta
127 pasien
Studi kohort
retrospektif
nilai hazard rate untuk kejadian
outcome (metastasis atau kekambuhan) dari pasien kanker payudara sebesar
3,6/10 orang-bulan. Artinya, dari 10 pasien kanker
payudara, akan ditemukan 3-4 pasien
yang mengalami metastase atau
kekambuhan setiap bulan.
(Seedhom and
Kamal, 2011)
Factors Affecting
Survival of Women
Diagnosed with Breast Cancer in El-Minia
Governorate, Egypt
1207
Studi Retrospectif(Kapplan Meier)
Cox regresi menunjukkan bahwa metastase ke tulang (HR = 3,22, 95% CI:
1,71-6,05), metastase ke paru-paru (HR = 2,314,
95% CI: 1,225-4,373) secara signifikan terkait dengan
kelangsungan hidup .
(de Glas et al., 2015)
Survival of older patients
with metastasised breast cancer lags behind
despite evolving
treatment strategies – A
population-based study
14310 pasien
dgn kanker
payudara stadium
IV
survival life table
Pasien yg lebih muda lebih sering
didiagnosis dengan tumor duktal, lebih
banyak lokasi metastasis dibanding pasien yang lebih tua
(54%), dan lebih sering metastasis
pada tulang dan hati.
55
7. Pengobatan
Status pengobatan juga menjadi faktor pendukung yang
menentukan ketahanan hidup pasien kanker payudara.Penelitian yang
di lakukan oleh Megawati (2012), menunjukkan bahwa pasien kanker
payudara dengan pengobatan yang lengkap memiliki ketahanan hidup
yang tinggi. Menurut Wulandari (2012) menunjukkan bahwa ketahanan
hidup dua tahun pasien kanker payudara yang mendapatkan terapi
kemoradiasi lebih tinggi dibandingkan pasien yang kemoterapi.
Tabel 9 Sintesa Hasil Penelitian Terkait Kelangsungan Hidup Berdasarkan Pengobatan
Peneliti (Tahun)
Judul Penelitian
Karakteristik
Temuan Subjek
Metode Desain
Megawati (2012)
Gambaran Ketahanan Hidup Pasien Kanker
Payudara Berdasarkan Karakteristik
Demografi dan Faktor Klinis di RS Cipto Mangunkusumo
Tahun 2007-2010
138 Pasien
Kohort retrospe
ktif
Ketahanan hidup tertinggi
berdasarkan riwayat pengobatan adalah dengan pengobatan
yang lengkap (72,7%).
(Wulandari (2012))
Peran Radioterapi Eksterna Adjuvan
terhadap Penderita Kanker Payudara
Stadium Lokal Lanjut di RSUP Kariadi Semarang (Studi Terhadap Angka
Harapan Hidup Dua Tahun)
34 kasus
Kohort retrospe
ktif, metode Kapplan
Meier
Angka harapan hidup dua tahun kanker payudara
dengan kemoterapi didapatkan 58,8% sedangkan dengan
menggunakan terapi kemoradiasi
sebanyak 64,7%. Pada pasien kemoterapi
ditemukan 3 pasien (8,8%) yang
mengalami residif lokal (muncul di
daerah yang sama).
56
C. Tinjauan Umum tentang Analisis Ketahanan Hidup
Analisis ketahanan dikembangkan pertama kali oleh astronom
Inggris, yaitu Edmund Halley (1656-1742). Secara umum analisis
ketahanan dideskripsikan sebagai kumpulan prosedur statistik untuk
menganalisis data yang variabel akhirnya adalah waktu hingga muncul
kejadian. Waktu dapat berupa tahun, bulan, bulan, hari, jam, atau bahkan
menit yang diukur sejak pengamatan dimulai hingga muncul kejadian.
Kejadian yang diamati dapat berupa kematian, insiden penyakit,
kekambuhan, atau penyembuhan (Gayatri, 2005)
Tujuan dasar dari analisis survival adalah untuk memperkirakan
dan menginterpretasikan survivor dan/atau fungsi hazard dari data
survival, membandingkan survivor dan/atau fungsi hazard, dan menilai
hubungan variabel penjelas ke waktu survival (Kleinbaum and Klein,
2005).
Dalam analisis ketahanan, terdapat tiga istilah yang perlu dipahami.
Pertama, waktu dari variabel (waktu ketahanan atau survival time) atau
waktu individu untuk tetap bertahan pada periode pengamatan. Kedua,
kejadian (event) atau variabel yang menjadi fokus dalam penelitian,
misalkan pada penelitian waktu terjadinya phelebitis setelah pemasangan
terapi intra vena, kejadian pada penelitian ini adalah terjadinya phelebitis.
Seringkali kejadian dikaitkan sebagai sesuatu yang negatif misal
kematian, insiden penyakit, diidentikkan sebagai sesuatu yang negatif.
Kejadian dapat pula sesuatu yang positif, misalkan pada penelitian
57
pengaruh pemberian makanan tambahan pada balita kurang gizi, adanya
perbaikan gizi merupakan kejadian dalam penelitian ini dan perbaikan gizi
dalam hal ini merupakan sesuatu yang positif. Istilah ketiga adalah sensor,
sensor terjadi bila kita mempunyai waktu ketahanan individu yang menjadi
subyek penelitian, walaupun sesungguhnya kita tidak mengetahui waktu
ketahanan yang pasti (Gayatri, 2005).
Pada umumnya ada tiga alasan mengapa sensor dapat terjadi:
1. Lost of follow up. Pasien hilang dari pengamatan selama masa studi
2. Drop Out. Pasien menolak untuk melanjutkan pengobatan dengan
alasan apapun atau menarik diri dari studi.
3. Termination of study. Pasien masih "hidup" pada akhir studi (Tableman
and Kim, 2004).
Pada analisis ketahanan selalu terjadi data tersensor (censored
data), yaitu ada informasi mengenai waktu ketahanan individu tetapi tidak
diketahui secara pasti berapa lama waktu ketahanannya (Kleinbaum and
Klein, 2005). Penyebab terjadinya adalah hingga studi berakhir belum
muncul kejadian yang diinginkan, hilang dari pengamatan, atau
mengalami kejadian yang tidak berhubungan dengan substansi yang
diteliti. Kasus tersensor tidak dibuang tetapi tetap diperhitungkan karena
minimum hingga titik tertentu masih dapat dilihat belum mengalami
kejadian dan dengan asumsi kejadian sensor dalam rentang waktu
tertentu terjadi secara merata.
58
Disebut sensor jika misalnya suatu studi berakhir tetapi tidak
muncul kejadian yang diinginkan atau subjek yang diteliti pergi tanpa
pesan atau subjek mengundurkan diri karena suatu alasan atau dapat
pula subyek mendapatkan kejadian yang bukan merupakan fokus
penelitian.
Kleinbaum and Klein (2005) menyatakan bahwa kegunaan analisis
ketahanan pertama adalah untuk memperkirakan probabilitas ketahanan
suatu kejadian menurut waktu. Kedua dapat untuk menyimpulkan status
kesehatan penduduk. Ketiga, membandingkan ketahanan suatu kejadian
antar kelompok. Keempat, mengidentifikasi laju suatu kejadian yang
dialami penduduk dalam periode waktu tertentu.
Analisis ketahanan mengenal dua terminologi yaitu fungsi
ketahanan (survival function) yang diberi simbol dengan S(t) dan fungsi
hazard (hazard function) yang diberi simbol H(t). Fungsi ketahanan atau
S(t) menjelaskan probabilitas seseorang untuk survive lebih lama dari
waktu spesifik t.
Fungsi survival digunakan untuk menyatakan probabilitas suatu
individu bertahan dari waktu mula-mula sampai waktu t. Waktu survival
dilambangkan dengan T yang merupakan variabel random dan
mempunyai fungsi distribusi peluang f(t). Fungsi survival S(t), didefinisikan
sebagai probabilitas bahwa waktu survival lebih besar atau sama dengan t
sehingga:
59
Fungsi hazard atau H(t) adalah probabilitas gagal pada interval
waktu t. Penggunaan fungsi ini untuk menghitung besarnya risiko
seseorang untuk mengalami kejadian, umumnya variabel penelitian
dijadikan variabel kategorik terlebih dahulu serta salah satu dari kategori
dijadikan pembanding.
Fungsi hazard menyatakan proporsi atau laju kematian seketika
suatu individu yang survive sampai waktu ke-t. Berikut adalah fungsi
hazard tanpa pengaruh variabel bebas yang biasa disebut dengan fungsi
baseline hazard:(Ernawatiningsih, 2012)
a. Metode Analisis Life Table
Secara umum metode untuk mengestimasi dan kurva waktu
ketahananan dalam analisis ketahanan terdapat dua metode, yaitu
metode tabel kehidupan (Life Tabel) atau dalam analisis lain disebut
Actuarial (Cutler-Ederer) dan metode Product Limit (Kaplan Meier)
(Gayatri, 2005).
Metode ini dikenal dengan nama metode Actuarial atau Cutler-
Ederer. Penggunaan metode ini dengan cara menentukan interval
waktu yang dikehendaki. Syarat dan asumsi yang harus dipenuhi pada
metode tersebut adalah saat awal pengamatan harus jelas dan harus
60
jelas, efek yang diteliti harus jelas dan harus berskala nominal dikotom
atau dianggap sebanding dengan pengukuran dengan skala
kategorikal, kasus hilang masa pengamatan (lost to follow) harus
independen terhadap efek, risiko untuk terjadi efek tidak bergantung
pada tahun kalender, dan risiko untuk terjadi efek pada interval waktu
yang dipilih dianggap sama (Gayatri, 2005)
Sebuah life table menggambarkan pengalaman kematian dari
kelompok yang tidak ada. Namun, kelompok teori ini sering
memberikan ringkasan berharga dari pola kematian berguna untuk
membandingkan sama dibangun kehidupan ringkasan tabel dari
kelompok lain atau populasi (Selvin, 2008).
Life table kohort untuk menghitung analisis kohort berdasarkan
prinsip life tabel dalam menilai/menhitung besarnya kemungkinan
(probability) terjadinya peristiwa (sakit atau mati) sehingga dapat
diperkirakan angka keberlangsungan dalam suatu perubahan keadaan
penyakit/sebab kematian secara periodik (Noor, 2014).
Prosedur Life Table menghasilkan tabel kehidupan non
parametrik dengan uji statistik yang berkaitan. Anda juga dapat
meminta plot ketahanan hidup (survival) dan hazard dan
membandingkan ketahanan hidup antar 2 kelompok. Pada prosedur
Life Tables, SPSS akan membagi waktu ketahanan hidup menurut
interval yang Anda minta. Untuk menjalankan prosedur Life Tables,
syarat minimal adalah:
61
1) Satu variabel waktu ketahanan hidup
2) Satu variabel status subyek, yang menjelaskan apakah satu
kejadian (event) telah terjadi atau sensor telah terjadi
3) Kode terjadinya kejadian (event) dan sensor
4) Interval waktu untuk perhitungan tabel kehidupan (Besral, 2006)
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan, bila data penelitian
tersensor dan kejadian yang dimiliki tidak terlalu lengkap dimiliki maka
sebaiknya memilih metode Life tabel dan sebaliknya. Pada metode Life
Table maupun Kaplan Meier, selain menampilkan kurva estimasi
ketahanan, kurva tersebut juga mencatat median waktu ketahanan.
Median waktu ketahanan merupakan nilai rata-rata waktu ketahanan
untuk masing-masing grup. Alasan utama mengapa median menjadi
ukuran rerata waktu ketahanan karena gambaran waktu ketahanan
hidup selalu tidak terdistribusi secara normal. Besarnya median waktu
ketahanan dapat dilihat pada axis Y di titik 0,5 kemudian menarik garis
mendatar hingga kurva ketahanan kemudian turun ke garis horisontal
pada axis X. Lihat grafik di bawah ini.
62
b. Regresi Cox
Regresi cox merupakan salah satu analisis survival yang sering
digunakan, metode ini pertama kali dikenalkan oleh Cox dan respon
yang digunakan adalah data yang diperoleh dari perhitungan waktu
suatu peristiwa tertentu (waktu survival).Misalnya data tentang waktu
pasien menderita penyakit tertentu, dimana perhitungannya dimulai
dari awal sakit hingga terjadi pada kejadian khusus, yaitu seperti
kematian, sembuh atau kejadian khusus lainnya. Regresi cox ini tidak
mempunyai asumsi mengenai sifat dan bentuk sesuai dengan
distribusi normal seperti asumsi pada regresi yang lain, distribusi yang
digunakan adalah sesuai dengan respon yang digunakan. Model dari
regresi cox adalah sebagai berikut:
Dimana h0(t) merupakan fungsi baseline hazard yang diperoleh dari
fungsi hazard pada distribusi Lognormal dua parameter. Bentuk umum
63
fungsi baseline hazard dari distribusi Lognormal dua parameter adalah
sebagai berikut (Ernawatiningsih, 2012)
Analisis ketahanan pada masa kini lebih banyak difokuskan
pada fungsi hazard (menghitung peluang kejadian) dengan metode
yang paling terkenal adalah Proportional Hazard Model (regresi Cox).
Metode Regresi Cox lebih terkenal dengan metode Kaplan Meier dan
Life Table, yaitu dapat mengestimasi hazard ratio tanpa perlu diketahui
ho(t), dapat mengestimasi ho(t), h(t,X), dan fungsi survivor meskipun
ho(t) tidak spesifik, serta hasil dari cox model hampir sama dengan
hasil model parametrik. Penaksiran fungsi hazard dapat dipakai untuk
menghitung risiko relatif terjadinya kejadian.
i. Penaksiran Risiko Relatif (RR) untuk variabel independen dikotomi
Penaksiran RR untuk mengalami peristiwa dengan segera,
antara individu dengan suatu faktor risiko dan individu lainnya
tanpa faktor risiko itu, dimana kedua individu memiliki nilai yang
sama untuk semua kovariat, diperoleh sebagai RR = exp (β1).
Risiko relatif ini dapat ditafsirkan sebagai hazard ratio atau peluang
terjadinya kejadian (misalnyameninggal) segera pada waktu t (per
satuan waktu), antara individu mampu bertahan tanpa peristiwa
tersebut (misalnya bertahan hidup) sampai waktu t (Murti,1997).
Contoh aplikasi, yaitu : pada penelitian penaksiran ketahanan hidup
64
pada pasien kanker serviks menyimpulkan bahwa adanya
metastase ke Kelenjar Getah Bening (KGB) berisiko 1,3 kali untuk
meninggal (meninggal menjadi kejadian/event) dibandingkan
dengan yang tidak ada metastase KGB
ii. Penafsiran Risiko Relatif (RR) untuk variabel independen kontinu
Penaksiran risiko relatif untuk mengalami peristiwa dengan
segera, antara individu dengan nilai suatu faktor risiko (Xi ?) dan
individu lainnya dengan nilai faktor risiko (xi), jika kedua individu
memiliki nilai yang sama untuk semua kovariat, diperoleh sebagai
berikut: RR = exp (bi?). Risiko relatif ini dapat ditaksirkan sebagai
hazard ratio terjadinya kejadian, misalnya meninggal dengan
segera waktu t (per satuan waktu), antara individu dengan nilai
suatu faktor risiko (xi+?) dan individu lainnya dengan faktor risiko
(xi), jika kedua individu mampu bertahan tanpa peristiwa tersebut
(misalnya bertahan hidup) sampai waktu t. Pada intinya adalah
adanya perubahan nilai risiko relatif bila variabel kovariat berubah
setiap satu unit. Contoh aplikasi, yaitu : pada penelitian penaksiran
ketahanan hidup pada pasien kanker serviks menyimpulkan bahwa
setiap besar tumor bertambah 1 cm maka peluang meninggal
meningkat 0,86 kali.(Gayatri, 2005)
65
D. Kerangka Teori
Gambar 8 Kerangka Teori Penelitian Sumber: Modifikasi teori Banadonna G. et all 2006: Committee on Breast
and Environment: 2012.
E. Kerangka Konsep
Pada kerangka teori telah dijelaskan berbagai faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup pasien kanker payudara, tetapi pada
penelitian ini tidak semua variabel akan diteliti. Variabel dependen pada
penelitian ini adalah kelangsungan hidup pasien kanker payudara,
mengingat tingginya angka morbiditas dan mortalitas kanker payudara
sehingga perlu untuk melihat faktor determinan yang mempengaruhi
Hormonal Paparan Karsinogen Faktor Genetik
KANKER PAYUDARA
Outcome :
Kekambuhan
Kematian
Kelangsungan Hidup
Pengobatan
Faktor Pasien :
Genetik
Umur
Hormonal
Reproduksi
Gaya hidup
Ras/Etnik
Sosial Ekonomi
Pendidikan
Pekerjaan
Kadar Hb
Penyakit Penyerta
Status Nyeri
Status Pernikahan
Faktor Pengobatan :
Kelengkapan
Pengobatan
Jenis terapi :
Operasi, Kemoterapi,
Radiasi, dan
Hormonal
Keteraturan Pengobatan
Faktor Tumor :
Stadium klinis
Klasifikasi
Histopatologi
Riwayat
Metastasis
66
kelangsungan hidup pasien kanker payudara.Variabel independen yang
dimasukkan dalam kerangka konsep adalah skala nyeri, stadium kanker,
metastasis dan pengobatan yang sangat berpengaruh pada outcome
pasien.
Berdasarkan hal tersebut di atas makan disusunlah kerangka
konsep penelitian dengan variable-variabel yang akan diteliti sebagai
berikut:
Keterangan:
= Variabel Independen
= Variabel Dependen
Gambar 5 Kerangka Konsep Penelitian
Status pernikahan
Skala nyeri
Umur
FAKTOR PASIEN
Kelangsungan Hidup
Pengobatan
KANKER PAYUDARA
FAKTOR TUMOR
Metastasis
Stadium
67
F. Hipotesis Penelitian
1. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup lima tahun pasien kanker
payudara di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-2016.
2. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan umur di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun 2012-
2016.
3. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan status pernikahan di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Tahun 2012-2016.
4. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan status nyeri di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun
2012-2016.
5. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan stadium kanker di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar
Tahun 2012-2016.
6. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan metastase di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun
2012-2016.
7. Ada perbedaan proporsi kelangsungan hidup pasien kanker payudara
berdasarkan pengobatan di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar Tahun
2012-2016.
68
G. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
Definisi operasional dan kriteria objektif variabel penelitian yaitu:
1. Kelangsungan hidup adalah kelangsungan hidup yang dihitung
menggunakan periode survival dan memperhitungkan efek dalam
jangka waktu tertentu. Dalam hal ini lama kelangsungan hidup pasien
kanker payudara sejak didiagnosis pertama kali oleh dokter serta
dicatat status kehidupan pasien selama pengamatan berlangsung,
pengamatan dilaksanakan dengan melihat data rekam medik pasien.
Alat Ukur : data rekam medis pasien kanker payudara.
Kriteria objektif
- Event : apabila pasien telah meninggal. Penderita
dikatakan meninggal apabila telah disahkan oleh
pihak rumah sakit. Bila informasi dari rekam
medis tidak ada, maka kematian dinilai dari
pernyataan keluarga terdekat penderita yang
telah dihubungi melalui telepon.
- Sensor : apabila pasien masih hidup hingga penelitian
berakhir atau hilang dari pengamatan. Hilang
dari pengamatan adalah penderita yang tidak
diketahui status kehidupannya pada akhir
pengamatan. Waktu hidup dinilai pada
kunjungan terakahir ke rumah sakit.
69
2. Umur adalah lama hidup pasien sejak dilahirkan hingga pasien
pertama kali didiagnosis kanker payudara berdasarkan kategori umur
dewasa Kemenkes Tahun 2009.
Alat Ukur : Data rekam medis pasien kanker payudara.
Kriteria objektif
- < 50 tahun : Jika umur pasien saat terdiagnosis pertama kali
kurang dari 50 tahun.
- > 50 tahun : Jika umur pasien saat terdiagnosis pertama kali
lebih atau sama dengan 50 tahun
3. Status Pernikahan adalah kedudukan pasien dalam hubungan resmi
seorang wanita dan pria dalam lembaga perkawinan.
Alat Ukur : Data rekam medis pasien kanker payudara.
Kriteria objektif
- Tidak Memiliki pasangan : Jika status pernikahan pasien
berdasarkan rekam medis belum kawin atau
janda
- Memiliki pasangan : Jika status pernikahan pasien berdasarkan
rekam medis kawin
4. Status nyeri adalah seberapa parah tingkat nyeri yang dirasakan
berdasarkan Numeric Rating Scale yang dinilai pada awal pengobatan.
Alat Ukur : Data rekam medis pasien kanker payudara.
Kriteria objektif
- Tidak nyeri : jika skala nyeri adalah 0
70
- Nyeri : jika skala nyeri adalah 1 - 10
5. Stadium kanker adalah derajat atau tingkatan pada penderita kanker
payudara berdasarkan klasifikasi TNM AJCC (American Joint
Committee on Cancer, 2010) yang dinilai pada awal pengobatan.
Alat Ukur : data rekam medis pasien kanker payudara.
Kriteria objektif
- Stadium awal : jika pasien pertamakali terdiagnosa kanker
payudara pada stadium I - IIIa
- Stadium lanjut : jika pasien pertamakali terdiagnosa kanker
payudara pada stadium IIIb - IV
6. Metastase adalah riwayat sel kanker yang telah mencapai ke organ
tubuh lainnya.
Alat ukur : hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang.
Kriteria objektif
- Metastasis : adanya perkembangan sel tumor primer ke organ
lain.
- Tidak metastasis : tidak ditemukan perkembangan sel tumor
primer ke organ tubuh lainnya dari hasil
laboratorim danpemeriksaan penunjang
7. Pengobatan adalah jenis pengobatan kanker payudara yang diterima
oleh pasien.
Alat ukur : data rekam medis pasien kanker payudara.
71
Kriteria objektif
- Paliatif : apabila pasien kanker payudara hanya
mendapatkan pengobatan paliatif (mengurangi
gejala dan perbaikan kondisi).
- Kuratif : apabila pasien kanker payudara mendapatkan
pengobatan kuratif (operasi, kemoterapi, dan
radioterapi)