Upload
vanliem
View
288
Download
15
Embed Size (px)
Citation preview
TESIS
ANALISIS MINIMALISASI – BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED
INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
ADI CHANDRA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
TESIS
ANALISIS MINIMALISASI – BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED
INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
ADI CHANDRA NIM 1014108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED
INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik pada Program Magister,Program Studi Ilmu Biomedik,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
ADI CHANDRA NIM 1014108204
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR 2015
Tesis Ini Telah Diuji Pada
Tanggal 25 Maret 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor : 797/UN14.4/HK/2015, Tanggal 12 Maret 2015
Pembimbing I : Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO
Pembimbing II : Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, Mkes,
KMN,, KNA
Penguji :
1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC
2. dr. I Gede Budiarta, Sp.An, KMN
3. dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida
Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas asung kerta
wara nugraha-Nya, tugas penyusunan tesis ini dapat terselesaikan.
Kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, selaku Rektor
Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
atas perkenannya memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan
pendidikan spesialis di Universitas Udayana.
Kepada Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), MKes, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana, penulis juga mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas perkenannya memberikan kesempatan menjalani dan
menyelesaikan pendidikan spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Kepada dr. I Nyoman Semadi, SpB, SpBTKV, selaku Ketua TKP PPDS I
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis mengucapkan terima kasih atas
kesempatan yang diberikan sehingga penulis mampu menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Anak Ayu Sri Saraswati, MKes, selaku Direktur Utama RSUP
Sanglah, penulis menyampaikan terima kasih atas kesempatan yang diberikan
untuk menjalani pendidikan dan melakukan penelitian di RSUP Sanglah
Denpasar.
Kepada Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS(K), selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana, penulis menyampaikan terima kasih karena
telah diberikan kesempatan untuk menjalani program magister pada program studi
ilmu biomedik, program pascasarjana Universitas Udayana.
Kepada dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC, selaku Kepala Bagian Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, penulis
mengucapkan terima kasih dan rasa hormat setinggi-tingginya atas bimbingan,
inspirasi dan motivasi yang telah diberikan selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada dr. Ida Bagus Gde Sujana, SpAn, MSi, selaku Sekretaris Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
penulis mengucapkan terima kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas
bimbingan, semangat, inspirasi dan motivasi selama penulis mengikuti program
pendidikan dokter spesialis ini dan khususnya selaku pembimbing satu dalam
penyusunan tesis ini.
Kepada Prof. Dr. dr. Made Wiryana, SpAn, KIC, KAO, selaku Ketua
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas keteladanan dan bimbingan
yang telah diberikan selama penulis menempuh program pendidikan dokter
spesialis ini dan selaku pembimbing satu yang telah memberikan bimbingan,
masukan dan motivasi dalam penulisan serta penyusunan tesis ini.
Kepada dr. I Made Gede Widnyana, SpAn, MKes, KAR, selaku Sekretaris
Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima
kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya atas bimbingan yang telah
diberikan selama penulis menyelesaikan tesis dan menempuh program pendidikan
dokter spesialis ini.
Kepada dr. I Wayan Sukra, SpAn, KIC, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya atas kemurahan hatinya dengan tidak mengenal lelah
memberikan bimbingan dan landasan berpikir tentang ilmu dasar anestesi.
Kepada semua guru : dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH; dr. I Gusti
Putu Sukrana Sidemen, SpAn, KAR; Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC; dr. I
Gede Budiarta, SpAn, KMN; Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes,
KNA, KMN; Dr. dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi, SpAn, KAR; dr. Putu Agus
Surya Panji, SpAn, KIC; dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC; dr. I Ketut
Wibawa Nada, SpAn, KAKV; dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn; dr. I
Gusti Ngurah Mahaalit Aribawa, SpAn, KAR; dr. I G.A.G. Utara Hartawan,
SpAn, MARS; dr. Pontisomaya Parami, SpAn, MARS; dr I Putu Kurniyanta,
SpAn; dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn; dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn,
MARS; dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn; dr. Ida Bagus Krisna Jaya
Sutawan, SpAn, MKes; dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn, penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar- besarnya atas bimbingan yang telah diberikan selama
menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada semua senior dan rekan - rekan residen anestesi, penulis
mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kerja sama yang baik selama penulis
menjalani program pendidikan dokter spesialis ini.
Kepada Ibu Ni Ketut Santi Diliani, SH dan seluruh staf karyawan di Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif, penulis mengucapkan terima kasih atas semua
bantuannya selama menjalani program pendidikan dokter spesialias ini, kepada
segenap penata anestesi, paramedis dan semua karyawan yang tidak bisa penulis
sebutkan satu persatu yang telah membantu selama proses pendidikan ini.
Kepada Bapak Oh Bin Soe dan Ibu Eri selaku orang tua yang telah merawat
dan membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tanpa pamrih serta penuh
kesabaran memberikan dukungan semangat dan doa supaya penulis dapat
menjalani dan menyelesaikan studi ini dengan baik.
Kepada Agus, Agus Rina, Hendra, Rina, Jono Effendy, Dewi Ismaya,
Charles, Karaniya, Prajna, Brian, Citta, dan Mona Mariana selaku keluarga
tercinta yang telah mengiringi perjalanan pendidikan penulis dengan kasih sayang
tanpa pamrih serta penuh kesabaran memberikan dukungan baik spiritual maupun
finansial, semangat, dan doa supaya penulis dapat menjalani dan menyelesaikan
studi ini dengan baik.
Serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para pasien yang menjadi
“sumber ilmu” selama penulis menjalani proses pendidikan spesialisasi ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa / Tuhan Yang Maha Esa selalu
memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada semua pihak yang tertulis di atas
maupun yang tidak tertulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama proses pendidikan dan penyusunan tesis ini.
Denpasar, Maret 2015
dr. Adi Chandra
ABSTRAK
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN
ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH
Dalam penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, termasuk untuk jaminan kesehatan, dengan terbatasnya anggaran yang tersedia, maka aspek pengendalian mutu sekaligus biaya obat, menjadi salah satu hal penting yang mendapatkan perhatian. Sehingga penerapan hasil kajian farmakoekonomi dalam pemilihan dan penggunaan obat secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan. Tujuan penelitian ini mengetahui analisis minimalisasi – biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion dan anestesi inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Consecutive Randomized controlled trial pada pasien yang menjalani pembedahan dengan anestesi umum di kamar operasi RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian ini mengambil sampel 40 pasien yang dibagi menjadi dua kelompok (n = 40), kelompk A menggunakan target controlled infusion propofol dan kelompok B menggunakan anestesi inhalasi isofluran. Uji statistik menggunakan Shapiro Wilk, Lavene Test, dan independent sample T-test (dengan derajat kemaknaan < 0.05). Analisis data menggunakan program SPSS v. 17.0 for windows (Statistical Package for the Social Sciences Inc, USA).
Pada penelitian ini didapatkan rasio penggunaan obat persatuan waktu kelompok A 8,54 mg (±2,04 mg) per menit dan kelompok B 0,42 ml (±0,09 ml) per menit. Biaya obat anestesi umum pada kelompok A Rp. 800,85 (±Rp. 127,99) per menit. Pada kelompok B Rp. 1.266,32 (± Rp. 227,26) per menit (p < 0.001).
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa analisis minimalisis – biaya obat anestesi umum menggunakan TCI propofol secara signifikan berbeda bermakna menghasilkan beban biaya yang lebih murah dibandingkan anestesi inhalasi isofluran.
Kata kunci : analisis minimalisasi – biaya, obat anestesi umum, TCI propofol, isofluran
ABSTRACT
COST-MINIMALIZATION ANALYSIS GENERAL ANESTHESIA BETWEEN PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) AND
INHALATION ANESTHESIA AT SANGLAH HOSPITAL
Due to the funding limitation in government community health protection scheme in 2014, quality control and medical cost are the important factor to be concerned. Therefore the application in pharmacoeconomic study in choosing the effective and efficient medication has an important roles. Objective : To know the cost-minimalization analysis general anesthesia between propofol target controlled infusion and anastehsia inhalation in major operation patient at Sanglah hospital. Methods : A Consecutive Randomized Controlled Trial study of 40 patient that undergo a major operation at central operating theather Sanglah hospital, divided into two groups. Group A is patient with propofol target controlled infusion and group B is patient with anesthesia inhalation isoflurane. The collected data was statistically analyzed with Shapiro Wilk, Lavene Test, and independent sample T-test (P < 0.05). Results : In this study, the drug usage ratio perminute in group A is 8,54 mg (±2,04 mg) and 0,42 ml (±0,09 ml) in group B. The drug cost in general anesthesia group A is Rp. 800,85 (±Rp. 127,99) per minute and in group B is Rp.1.266,32 (± Rp. 227,26) per minute (P < 0.001). Conclusion : the cost-minimalization analysis in general anesthesia drug using propofol TCI siginificantly cheaper than anesthesia inhalation isofluran.
Keywords : cost-minimalization analysis, general anesthesia drug, TCI propofol,isoflurane
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ……………………………………………… i
PRASYARAT GELAR ………………………………………… ii
LEMBAR PERSETUJUAN ……………………………………. iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……………………………. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ….……………… v
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………… vi
ABSTRAK …………………………………………………….. x
ABSTRACT ……………………………………………………. xi
DAFTAR ISI …………………………………………………... xii
DAFTAR TABEL ……………………………………………... xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………... xvi
DAFTAR SINGKATAN ………………………………...…….. xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………… xx
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………. 1
1.1 Latar Belakang …….………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah ………………………….………... 4
1.3 Tujuan Penelitian …………………………………….. 4
1.3.1 Tujuan umum ………………….……………….. 4
1.3.2 Tujuan khusus …………………….………...….. 4
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………. 5
1.4.1 Manfaat akademis………………….…………….. 5
1.4.2 Manfaat praktis……. …………………….……….. 5
BAB II. KAJIAN PUSTAKA ……………………………..………. 6
2.1 Farmakoekonomi …………………………………..…… 6
2.2 Target Controlled Infusion (TCI) Propofol.……………… 10
2.2.1 Farmakoekonomi TCI propofol ……………….…… 18
2.3 Anestesi Inhalasi ………………………………………….. 19
2.3.1 Farmakoekonomi anestesi inhalasi …………………. 21
2.4 Bispectral (BIS) Indek.…………………………….……… 27
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ………………………………… 33
3.1 Kerangka Berpikir …………….……………………………. 33
3.2 Kerangka Konsep ………..………………………………… 35
3.3 Hipotesis Penelitian …………………………………….….. 35
BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………… 36
4.1 Rancangan Penelitian ………………………………….….. 36
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian …………………………….. 37
4.3 Ruang Lingkup Penelitian …………………………………. 37
4.4 Penentuan Sumber Data …………………………………… 37
4.4.1 Populasi penelitian ………….…………….………… 37
4.4.2 Sampel penelitian ….……………….…….………….. 37
4.4.3 Kriteria inklusi ………………………………………. 37
4.4.4 Kriteria eksklusi ……..………………………………. 38
4.4.5 Cara pengambilan sampel …………………………… 38
4.4.6 Besar Sampel ………………………………………… 38
4.5 Variabel Penelitian …………………………………………. 39
4.6 Definisi Operasional Variabel …………………………….. 40
4.7 Instrumen Penelitian ……………………………………….. 43
4.8 Prosedur Penelitian …………………………………………. 43
4.8.1 Persiapan ……………………………………………… 43
4.8.2 Penapisan pasien ……………………………………… 43
4.8.3 Pelaksanaan penelitian ……………………………….. 44
4.8.3.1 Cara kerja ………………………………………. 44
4.9 Analisis Data ……………………………………………….. 51
4.9.1 Analisis statistik deskriptif …………………………… 51
4.9.2 Uji normalitas data …………………………………… 51
4.9.3 Uji homogenitas varian ………………………………. 51
4.9.4 Analisis beda rerata …………………………………… 51
BAB V. HASIL PENELITIAN ……………………………………....... 52
BAB VI. PEMBAHASAN ……………………………………………... 60
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 74
7.1 Simpulan …………………………………………………… 74
7.2 Saran ……………………………………………………….. 74
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….. 76
LAMPIRAN …………………………………………………………… 81
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Metode analisis dalam kajian farmakoekonomi……………....... 7
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan ........... 54
Tabel 5.2 Perbandingan Lama Operasi ....................................................... 54
Tabel 5.2.1 Perbandingan total penggunaan obat anestesi umum .............. 55
Tabel 5.2.2 Perbandingan dosis induksi propofol ....................................... 55
Tabel 5.2.3 Perbandingan total fentanyl ..................................................... 55
Tabel 5.3.1 Perbandingan tekanan arteri rerata basal, pascainduksi,
Pascaintubasi ........................................................................... 56
Tabel 5.3.2 Perbandingan kejadian hipotensi pascainduksi ........................ 57
Tabel 5.4 Perbandingan Waktu Pulih Sadar ............................................... 57
Tabel 5.5 Perbandingan Total Biaya Obat Anestesi Umum ....................... 59
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah. ..................... 13
2.2 Skema three compartment pharmacokinetic model ............................... 15
2.3 Agen inhalasi isofluran dan vaporizer ................................................... 27
2.4 Kompleksitas gambaran gelombang EEG- gambaran gelombang dianalisa
menggunakan tipe gelombang amplitude (microvolts) dan frekuensi
(cycles/second – Hz). .............................................................................. 29
2.5 Pola umum dari perubahan EEG yang diobservasi selama peningkatan
dosis dari anestesi – dengan peningkatan efek anestesi, frekuensi EEG
menunjukkan penurunan menghasilkan pola transisi frekuensi– bergantung
kelas : Beta Alfa Theta Delta. .................................................. 30
2.6 Panduan skala BIS indek. BIS indek adalah skala dari 100 ( Terjaga,
respon terhadap suara normal) sampai 0 ( menunjukkan keadaan
isoelektrik, garis flat EEG) .................................................................... 32
3.1 Bagan kerangka konsep ......................................................................... 35
4.1 Bagan rancangan penelitian ................................................................... 36
4.2 Bagan alur penelitian ............................................................................. 48
4.3 Bagan alur penelitian kelompok TCI propofol ...................................... 49
4.4 Bagan alur penelitian kelompok anestesi inhalasi ................................. 50
DAFTAR SINGKATAN ATAU TANDA
AMiB : Analisis minimalisasi – biaya
AEB : Analisis efektivitas – biaya
AUB : Analisis utilitas – biaya
AMB : Analisis manfaat – biaya
ASA : American Society of Anesthesiology
BB : Berat Badan
BIS : Bispektral Index
CACI : Computer Assisted Continuous Infusion
CATIA : Computer Assisted Total Intravenous System
cm : Centimeter
Ce : Effect Site Concentration
Cp : Concentration in Plasma
CRP : C- Reactive Protein
dL : Desiliter
EEG : Electroencephalogram
DSC : Digital Signal Converter
FDA : Food and Drug Administration
FGF : Fresh Gas Flow
GABA : Gamma Aminobutyric Acid
Ho : Hipotesis nol
HET : Harga Eceran Tertinggi
Hz : Hertz
IBS : Instalasi Bedah Sentral
iv : intravena
im : intramuskular
kg : kilogram
kg/m2 : kilogram per meter persegi
kgBB : kilogram berat badan
KTP : Kartu Tanda Penduduk
L : Liter
NMDA : N-methyl-D-aspartate
N2O : Nitrous Oxide
NSAID : Non-Steroid Anti Inflammatory Drug
MAC : Minimum Alveolar Concentration
MCI : Manually Controlled Infusion
MAP : Mean Arterial Pressure
mmHg : millimeter air raksa
mL : milliliter
mg : miligram
mcg : microgram
MW : Molecul Weight
µg : microgram
O2 : Oksigen
ODC : One Day Care
PaCO2 : Tekanan Parsial Karbondioksida arteri
PDCA : Plan, Do, Check and Action
PIC : Patient interface cable
PONV : Post Operative Nausea Vomiting
PRIS : Propofol related infusion syndrome
RL : Ringer Lactate
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
SD : Standar Deviasi
SPSS : Statistical Package for the Social Sciences
SSP : Susunan Saraf Pusat
SVR : Systemic Vascular Resistance
SIM : Surat Ijin Mengemudi
TAR : Tekanan Arteri Rerata
TB : Tidak Berubah
TCI : Target Controlled Infusion
QALYs : Quality Adjusted Life Years 0 C : Derajat Celcius
α : Alfa
µ : miu
% : Persen
› : lebih dari ‹ : kurang dari $ : dollar Amerika
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 : Surat Keterangan Kelaikan Etik ............................................ 81
Lampiran 2 : Surat Ijin Uji Klinik .............................................................. 82
Lampiran 3 : Jadwal Penelitian ................................................................... 83
Lampiran 4 : Rincian Informasi .................................................................. 84
Lampiran 5 : Formulir Persetujuan Tindakan ............................................. 86
Lampiran 6 : Pencatatan Hasil Evaluasi Penelitian..................................... 90
Lampiran 7 : Tabulasi Data Penelitian ........................................................ 98
Lampiran 8 : Hasil Analisis SPSS .............................................................. 100
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Farmakoekonomi didefinisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya
terapi dalam suatu sistem pelayanan kesehatan. Lebih spesifik lagi adalah sebuah
penelitian tentang proses identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya,
resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg,
2001). Salah satu evaluasi farmakoekonomi adalah analisis minimalisasi – biaya
yang merupakan metode kajian farmakoekonomi paling sederhana, analisis
minimalisasi-biaya hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua atau lebih
intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama, serupa,
atau setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi
(diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya
(Walley, Haycox, 1991).
Obat dan perbekalan farmasi merupakan bagian penting dari pelayanan
kesehatan. Biaya obat umumnya mencapai 30% dari total biaya pelayanan
kesehatan dan cenderung untuk terus meningkat. Bahkan akhir-akhir ini
diperkirakan biaya konsumsi obat nasional mencapai 40% dari total biaya
pelayanan kesehatan. (Walley, Davey, 1995)
Perhitungan biaya obat dalam upaya mengendalikan biaya kesehatan
merupakan hal penting dalam pembangunan kesehatan. Untuk menganalisa biaya
obat dalam dekade terakhir ini ilmu farmakoekonomi telah semakin berkembang,
termasuk di negara – negara Asia-Pasifik. Data farmakoekonomi semakin
dibutuhkan di banyak negara, seperti Thailand, Korea Selatan, Filipina dan
Taiwan, terutama sebagai bukti pendukung dalam pengambilan keputusan obat
apa saja yang akan dimasukkan dalam daftar obat yang digunakan dalam jaminan
kesehatan masyarakat, daftar obat esensial atau untuk persetujuan obat baru.
Sedangkan di Indonesia, ilmu ini masih baru berkembang, sehingga penerapannya
belum banyak dilakukan dalam pengambilan keputusan penggunaan obat. Dalam
penerapan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2014, termasuk
untuk jaminan kesehatan, dengan terbatasnya anggaran yang tersedia, maka aspek
pengendalian mutu sekaligus biaya obat, menjadi salah satu hal penting yang
mendapatkan perhatian. Sehingga penerapan hasil kajian farmakoekonomi dalam
pemilihan dan penggunaan obat secara efektif dan efisien sangat dibutuhkan,
bukan hanya oleh pemerintah, namun juga bagi industri, pendidikan, dan lain-lain.
Studi farmakoekonomi di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah
belum banyak dilakukan. Biaya obat anestesi yang cukup besar selalu menjadi
momok pembicaraan. Seperti kita ketahui bersama pelayanan anestesi umum
inhalasi merupakan standar baku yang dikerjakan di Instlasi Bedah Sentral (IBS)
RSUP Sanglah. Namun, seiring kemajuan farmakologi dan teknologi maka
terdapat berbagai perkembangan teknik anestesi serta alat monitor kedalaman
anestesi yang mampu membantu ahli anestesi dalam menentukan pemakaian obat
dan dosis yang sesuai bagi pasien. Pengembangan dari sistem komputerisasi dan
tersedianya obat anestesi yang bersifat short acting seperti propofol dan
sufentanyl, menjadikan anestesi umum intravena total (Total Intra Venous
Anestesia (TIVA)) populer dan makin rutin dikerjakan. Target controlled infusion
(TCI) adalah suatu metode yang semakin sering digunakan untuk kepentingan
anestesi intravena total (Anthony R, dkk., 2007).
Bispektral indek (BIS) merupakan salah satu alat monitor kedalaman
anestesi yang telah mendapatkan persetujuan penggunaannya secara klinis oleh
Food and Drug Administration (FDA) Amerika sejak Oktober 1996. (Johansen,
dkk.,2000). Wong J, dkk meneliti pada 68 pasien operasi ortopedi berumur lebih
dari 60 tahun dengan anestesi umum isofluran fentanyl, monitor BIS
memfasilitasi penurunan 30% penggunaan isofluran dan penurunan 26% dari
waktu pulih (Absalom, dkk., 2002). Tentu saja hal ini membuat biaya penggunaan
obat anestesi yang makin ekonomis.
Iswahyudi, Sinardja, dan Senapathi meneliti perbandingan biaya
intraoperatif teknik anestesi umum TIVA TCI propofol dengan anestesi inhalasi
sevofluran, didapatkan perbedaan bermakna pada biaya anestesi periode
intraoperatif baik dari total biaya, biaya per-pasien maupun biaya per-menit
anestesi, di mana teknik TCI Propofol lebih ekonomis dibandingkan teknik
anestesi inhalasi sevofluran. Kejadian hipotensi, waktu pulih sadar, dan kejadian
mual muntah pasca operasi pada kelompok TCI Propofol juga didapatkan lebih
rendah dibandingkan dengan kelompok inhalasi sevofluran, di mana faktor-faktor
di atas memiliki peranan pula dalam menentukan biaya anestesi intraoperatif
(Iswahyudi, dkk., 2013).
Studi yang dilakukan oleh Stefan Suttner,dkk., didapatkan bahwa biaya
intraoperatif lebih tinggi di grup TCI propofol ($62.19/pasien; $0.55/menit
anestesia) dibandingkan pada grup isofluran ($16.97/pasien; $0.13/menit
anestesia) dan grup propofol kontinyu ($34.68/pasien; $0.32/menit anestesia)
(Stefan Suttner, dkk., 1999).
Berdasarkan uraian diatas, maka kami terdorong untuk melakukan
penelitian mengenai analisis minimalisasi – biaya anestesi umum intravena total
propofol TCI dan anestesi inhalasi isofluran di RSUP Sanglah tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka disusun rumusan masalah sebagai berikut:
Apakah biaya obat anestesi umum intravena total TCI propofol lebih
rendah dibandingkan anestesi umum inhalasi pada pasien yang menjalani operasi
bedah mayor di RSUP Sanglah?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis minimalisasi – biaya
obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion dan anestesi
inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk membuktikan bahwa biaya obat anestesi umum propofol intravena
target control infusion menghasilkan biaya lebih murah dibandingkan anestesi
umum inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor di RSUP
Sanglah.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam dunia kedokteran khususnya
anestesi dalam penerapan teknik anestesi umum intravena total menggunakan
TCI propofol pada operasi bedah mayor untuk menekan biaya anestesi,
menjaga kestabilan hemodinamik dan mempersingkat waktu pulih sadar.
2. Dapat menjadi sumber informasi untuk menjelaskan teknik anestesi umum
intravena total menggunakan TCI propofol yang lebih murah pada pasien yang
menjalani prosedur operasi bedah mayor.
1.4.2 Manfaat praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai dasar pemilihan teknik anestesi
umum untuk menekan biaya obat anestesi yang lebih lanjut dapat
digeneralisir pemakaiannya pada jenis operasi lainnya.
2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi para pengambil
kebijakan, baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi
dan Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan dengan menerapkan kajian
farmakoekonomi, dalam rangka pemilihan dan penggunaan obat yang efektif
dan efisien khususnya di bidang pelayanan anestesi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Farmakoekonomi
Farmakoekonomi merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi
yang mempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana
pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif,
bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan
kualitas hidup (Waley, Davey, 1995), ( Walley, Haycox, 1991).
Farmakoekonomi (pharmacoeconomics) adalah suatu metoda baru untuk
mendapatkan pengobatan dengan biaya yang lebih efisien dan serendah mungkin
tetapi efektif dalam merawat penderita untuk mendapatkan hasil klinik yang baik
(cost effective with best clinical outcome) (Waley, Davey, 1995).
Kajian farmakoekonomi dikenal empat metode analisis, yang dapat dilihat
pada tabel 2.1. Empat metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan
efektivitas, keamanan, dan kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek
ekonominya. Karena aspek ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar
kajian farmakoekonomi, hasil kajian yang dilakukan diharapkan dapat
memberikan masukan untuk menetapkan penggunaan yang paling efisien dari
sumber daya kesehatan yang terbatas jumlahnya.
Tabel 2.1 Metode analisis dalam kajian farmakoekonomi
Metode analisis Karakteristik analisis
Analisis minimalisasi biaya
(AMiB)
Efek dua intervensi sama (atau setara),
valuasi/ biaya dalam rupiah.
Analisis efektivitas biaya (AEB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil
pengobatan diukur dalam unit
alamiah/indikator kesehatan, valuasi/biaya
dalam rupiah.
Analisis utilitas-biaya (AUB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil
pengobatan dalam quality-adjusted life
years (QALY), valuasi/biaya dalam rupiah.
Analisis manfaat-biaya (AMB) Efek dari satu intervensi lebih tinggi, hasil
pengobatan dinyatakan dalam rupiah,
valuasi/biaya dalam rupiah.
Metode analisis minimalisasi-biaya (AMiB) adalah analisis
farmakoekonomi yang paling sederhana. AMiB digunakan untuk membandingkan
dua intervensi kesehatan yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa,
atau setara. Jika dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang
perlu dibandingkan hanya biaya untuk melakukan intervensi. sesuai prinsip
efisiensi ekonomi, jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah
yang membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan
untuk mencapai efek yang diharapkan. Untuk membandingkan dua atau lebih
intervensi kesehatan yang memberikan besaran efek berbeda, dapat digunakan
analisis efektivitas biaya (AEB) ( Walley, Haycox, 1991).
Analisis efektivitas biaya tidak mengukur hasil pengobatan dalam unit
moneter, melainkan didefinisikan dan diukur dalam unit alamiah, baik yang secara
langsung menunjukkan efek suatu terapi atau obat (misalnya, penurunan kadar
LDL darah dalam mg/dL, penurunan tekanan darah diastolik dalam mm Hg)
maupun hasil selanjutnya dari efek terapi tersebut (misalnya, jumlah kematian
atau serangan jantung yang dapat dicegah, radang tukak lambung yang
tersembuhkan).
Metode lain yang juga banyak digunakan adalah analisis utilitas biaya
(AUB). Seperti AEB, biaya pada AUB juga diukur dalam unit moneter (jumlah
rupiah yang harus dikeluarkan), tetapi hasil pengobatan dinyatakan dalam unit
utilitas, misalnya JTKD. Karena hasil pengobatannya tidak bergantung secara
langsung pada keadaan penyakit (disease state), secara teoretis AUB dapat
digunakan untuk membandingkan dua area pengobatan yang berbeda, misalnya
biaya per JTKD operasi jantung koroner versus biaya per JTKD erythropoietin
pada penyakit ginjal. Namun demikian, pembandingan antar-area pengobatan ini
tidak mudah, karena JTKD diperoleh pada waktu dan dengan cara berbeda
sehingga tak dapat begitu saja diperbandingkan ( Walley, Haycox, 1991).
Analisis manfaat biaya (AMB) digunakan untuk membandingkan dua atau
lebih intervensi kesehatan yang memiliki tujuan berbeda atau dua program yang
memberikan hasil pengobatan dengan unit berbeda. Pembandingan intervensi
kesehatan dengan tujuan dan/atau unit hasil pengobatan berbeda ini dimungkinkan
karena, pada metode AMB, manfaat (benefit) diukur sebagai manfaat ekonomi
yang terkait (associated economic benefit) dan dinyatakan dengan unit yang sama,
yaitu unit moneter. Namun demikian, karena alasan etika serta sulitnya
mengkuantifikasi nilai kesehatan dan hidup manusia, AMB sering menuai
kontroversi. Sebab itu, AMB juga agak jarang digunakan dalam kajian
farmakoekonomi, bahkan dalam kajian ekonomi kesehatan yang lebih luas pun
masih jarang sekali dilakukan. Pada penelitian ini akan memfokuskan bahasan
pada medote yang sederhana yaitu analisis minimalisasi-biaya.
Analisis Minimalisasi-Biaya (AMiB)
Merupakan metode kajian farmakoekonomi paling sederhana, analisis
minimalisasi-biaya (AMiB) hanya dapat digunakan untuk membandingkan dua
atau lebih intervensi kesehatan, termasuk obat, yang memberikan hasil yang sama,
serupa, atau setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari
intervensi (diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu
biaya. Dengan demikian, langkah terpenting yang harus dilakukan sebelum
menggunakan AMiB adalah menentukan kesetaraan (equivalence) dari intervensi
(misalnya obat) yang akan dikaji. Tetapi, karena jarang ditemukan dua terapi,
termasuk obat, yang setara atau dapat dengan mudah dibuktikan setara,
penggunaan AMiB agak terbatas, misalnya untuk:
1. Membandingkan obat generik berlogo (OGB) dengan obat generik
bermerek dengan bahan kimia obat sejenis dan telah dibuktikan
kesetaraannya melalui uji bioavailabilitas bioekuivalen (BA/BE). Jika
tidak ada hasil uji BA/BE yang membuktikan kesetaraan hasil pengobatan,
AMiB tidak layak untuk digunakan.
2. Membandingkan obat standar dengan obat baru yang memiliki efek setara.
Dalam hal ini, peneliti akan membandingkan agen inhalasi isofluran yang
standar digunakan dengan TCI propofol.
Setiap perspektif analisis memiliki banyak jenis biaya yang harus
dimasukkan. Untuk menggunakan metode AMiB secara baik tetap diperlukan
keahlian dan ketelitian (Cull, Wells, 1992), (McGregor M, 2003).
2.2. Target Controlled Infusion (TCI ) Propofol
Propofol pertama kali ditemukan tahun 1970 dan diperkenalkan di pasaran
sejak tahun 1977 sebagai obat induksi anestesi (Kay dan Rolly 1977), semakin
populer dan semakin luas penggunaannya di seluruh dunia mulai tahun 1986.
Sebagai turunan dari phenol dengan komponen hipnotik kuat yang dihasilkan dari
pengembangan 2,6-diisopropofol. Propofol tidak larut dalam air dan pada awalnya
disediakan dengan Ctemophor EL (polyethoxylated Castrol oil), namun karena
banyaknya reaksi anafilaktoid yang ditimbulkan, sediaannya diubah menjadi
bentuk emulsi (Hasani A. dkk., 2012). Ahli anestesi lebih suka menggunakan
propofol karena sifat mula kerja obat yang cepat hampir sama dengan obat
golongan barbiturat tetapi masa pemulihan yang lebih cepat dan pasien bisa lebih
cepat dipindahkan dari ruang pemulihan ke ruang rawat. Secara subyektif pasien
merasa lebih baik dan lebih segar pasca anestesi dengan propofol dibandingkan
obat anetesi induksi lainnya. Kejadian mual muntah pasca operasi sangat jarang
karena propofol memiliki efek anti muntah. Efek yang menguntungkan lainnya
adalah efekanti pruritik, antikonvulsan dan mengurangi konstriksi bronkus.
Propofol dalam dosis 1,5 – 2,5 mg/kgBB diberikan intravena akan
menyebabkan kehilangan kesadaran dalam waktu 30 detik. Proses pemulihannya
juga cepat dibandingkan dengan obat anestesi yang lain. Pasien cepat kembali
sadar setelah pembiusan dengan propofol dan efek residual yang minimal
merupakan keuntungan propofol. Karena keunggulan sifat inilah Propofol
dipergunakan sebagai obat induksi dan pemeliharaan anestesi, sehingga
penggunaannya begitu luas di seluruh dunia.
Propofol adalah modulator selektif reseptor gamma aminobutyric acid
(GABA). GABA merupakan neurotransmiter inhibitor utama di sistem saraf
pusat. Saat reseptor GABA diaktifkan akan terjadi peningkatan konduksi klorida
transmembran sehingga terjadi hiperpolarisasi membran sel post-sinap dan
inhibisi fungsi neuron post-sinap. Interaksi antara propofol dengan reseptor
GABA menurunkan kecepatan disosiasi neurotransmiter inhibisi (GABA) dari
reseptornya sehingga memperpanjang efek GABA. Efek hipnotik dan
kemungkinan efek analgesia propofol dihubungkan dengan reseptor GABA ini,
selain itu juga propofol akan menginduksi potensiasi dari reseptor glisin pada
tingkat spinal dan juga diperkirakan memberikan kontribusi sebagai antinosiseptif
yang bekerkja pada reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) (Hasani A. dkk.,
2012).
Sediaan propofol di pasaran sebagai induksi anestesi hanya untuk
penggunaan intravena saja. Tingginya tingkat kelarutan propofol dalam lemak
menyebabkan onset kerja cepat. Waktu yang diperlukan dari saat pertama kali
diberikan bolus sampai pasien terbangun (waktu paruh) sangat singkat yaitu 2-8
menit. Waktu paruh eliminasi sekitar 30-60 menit (Katzung, 2004). Banyak
peneliti yang mempunyai pendapat yang sama bahwa waktu pemulihan propofol
lebih cepat dan kurangnya perasaan seperti mabuk dibandingkan obat lain
(methohexital, thiopental atau etomidate). Hal ini menyebabkan propofol menjadi
pilihan untuk anestesi rawat jalan (one day care). Sehubungan dengan volume
distribusi yang lebih rendah pada orang dewasa maka kebutuhan dosis induksi
lebih rendah dan perempuan memerlukan dosis yang lebih besar dibanding laki-
laki juga waktu bangun pada perempuan lebih cepat.
Farmakokinetik propofol digambarkan sebagai model 3 kompartemen,
dimana pada pemberian bolus propofol, kadar propofol dalam darah akan
menurun dengan cepat akibat adanya redistribusi dan eliminasi. Waktu paruh
distribusi awal dari propofol adalah 2-8 menit. Pada model tiga kompartemen
waktu paruh distribusi awal adalah 1-8 menit, yang lambat 30-70 menit dan waktu
paruh eliminasi 4-23,5 jam. Waktu paruh yang panjang diakibatkan oleh karena
adanya kompartemen dengan perfusi terbatas. Context sensitive half time untuk
infus propofol sampai 8 jam adalah 40 menit. Propofol mengalami distribusi yang
cepat dan luas juga dimetabolisme dengan cepat (Stoelting, dkk., 2006).
Perkembangan TCI semakin meningkat maka konsep context sensitivity
half time diperkenalkan kembali. Context sensitivity half time adalah waktu yang
diperlukan sampai konsentrasi obat menjadi setengah dari saat infus dihentikan.
Tidak seperti konsep farmakokinetik klasik yaitu bersihan obat tidak tergantung
dari cara pemberian obat, konsep context sensitivity half time memperkenalkan
pengaruh lamanya infus diberikan. Semakin banyak obat yang terakumulasi akan
menyebabkan semakin lama obat dieleminasi. Semakin lama durasi infus maka
semakin lama pula context sensitivity half timenya. Context sensitivity half time
sangat berguna dalam pemilihan obat serta memperkirakan pemulihan dari
anestesi. Karena context sensitivity half time propofol tidak lebih dari 40 menit,
terutama saat dipergunakan sebagai sedasi dan anestesi dimana penurunan
konsentrasi di plasma untuk pemulihan umumnya kurang dari 50% maka propofol
cocok digunakan untuk infus jangka panjang tanpa mengganggu proses pemulihan
(TCI manual, 2009).
Gambar 2.1 Hubungan waktu dan konsentrasi propofol dalam darah. Simulasi
hubungan antara waktu dan level propofol dalam darah setelah induksi dosis
2mg/kgBB. Level propofol dalam darah yang diperlukan untuk anestesia
pembedahan adalah 2-3µg/mL, dengan bangun dari anestesi biasanya pada level
kurang dari 1.5µg/ml
Waktu yang diperlukan untuk bangun dari anestesi atau sedasi dari
propofol hanya 50%, sehingga waktu pulih sadar dari propofol tetap cepat
meskipun pada infus kontinyu yang lama.
Keadaan equilibrium untuk propofol yang dapat menyebabkan supresi dari
elektroencephalogram (EEG) yang berkaitan dengan hilangnya kesadaran adalah
sekitar 0,3 menit dengan efek puncak dicapai 90-100 detik. Farmakokinetik
propofol menurun oleh karena beberapa faktor antara lain jenis kelamin, berat
badan, penyakit sebelumnya, umur dan medikasi lain yang diberikan.
Tingkat bersihan (clearence) propofol yang tinggi di hepar (hampir 10 kali
lipat dibanding tiopental) menyebabkan cepatnya waktu pemulihan setelah
pemberian infus kontinyu. Walaupun metabolisme propofol utamanya
diekskresikan melalui ginjal, tetapi penurunan fungsi ginjal tidak mempengaruhi
bersihan propofol (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006).
TCI adalah infus yang dikontrol dengan tujuan untuk mencapai
konsentrasi tertentu obat pada kompartemen tubuh. Dengan menggunakan teknik
ini ahli anestesi dapat mengatur dan mengganti konsentrasi yang diinginkan sesuai
dengan observasi klinis pada pasien.
Dasar penerapan TCI adalah menetapkan konsentrasi tertentu obat yang
harus dicapai dan dipertahankan baik di plasma (Cp) maupun effect site (Ce).
Konsentrasi target diset sejak awal oleh ahli anestesi untuk mendapat luaran klinis
yang diperlukan. Perubahan konsentrasi target yang diset oleh ahli anestesi akan
terlihat pada effect site kompartemen setelah waktu tertentu karena terdapat jarak
waktu perpindahan obat dari darah ke tempat yang dituju atau obat berefek (Ce)
(Naidoo D, 2011).
Gambar 2.2. Skema three compartment pharmacokinetic model (dikutip dari
Naidoo, 2011)
TCI telah banyak diaplikasikan untuk anestesi umum intravena total
(TIVA). Secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu open loop pattern dan
closed loop pattern. Open loop pattern digunakan oleh ahli anestesi untuk
menyesuaikan konsentrasi target sesuai keperluan klinis yang bervariasi dan
mempertahankan kedalaman anestesi. The closed loop pattern digunakan untuk
menentukan kontrol anestesi dengan cara menyesuikan konsentrasi target melalui
feedback otomatis.
Penggunaan sistem TCI propofol pada orang dewasa model
farmakokinetik yang banyak digunakan adalah Marsh dan Schnider, sedangkan
pada pasien anak-anak model Paedfusor dan Kataria. Selain propofol obat lain
yang dapat dioperasikan menggunakan sistem TCI adalah sufentanil (model Bovil
dan Gepts), alfentanil (model Maitre), remifentanil (model Minto).
Model Marsh
Model Marsh adalah model yang pertama kali dikembangkan, merupakan
pengembangan dari model farmakokinetik propofol oleh Gepts dengan
memperkirakan volume kompartemen sentral sebagai sebuah fungsi linear secara
langsung terhadap berat badan. Usia tidak dimasukkan dalam kalkulasi, namun
pompa tidak dapat digunakan untuk umur dibawah 16 tahun. Hal ini menjadi
sumber bias dan ketidakakuratan sistem Marsh.
Model Schnider
Model Schnider disebut sebagai generasi baru dari TCI. Metode ini
menggunakan model 3 kompartemen dengan memasukkan umur, tinggi badan,
dan berat badan ke dalam perhitungan. Lean body mass pasien dihitung dan
digunakan untuk mengkalkulasi dosis dan laju infus, jika yang dipakai berat badan
aktual maka akan ada kemungkinan kelebihan konsentrasi obat pada pasien obese.
Pada pasien obese dipergunakan berat badan ideal.
Perbedaan utama antara kedua model ini adalah jumlah volume
kompartemen sentral. Pada model Schnider menggunakan volume kompartemen
sentral tetap dan sama pada setiap pasien dan lebih kecil (4,27 L pada pasien BB
70 kg) dibanding model Marsh (15,9 L). Akibat perbedaan ini akan didapatkan
model Schnider Keo yang lebih besar (equilibrasi sentral dan effect site
kompartemen lebih cepat) dan K10 lebih besar (bersihan metabolik lebih cepat)
sehingga model Schnider waktu pulihnya lebih cepat dibanding Marsh. Untuk
tujuan induksi model Schnider akan lebih lambat dibandingkan model Marsh.
Pada model Marsh hanya menggunakan berat badan sebagai kovariat sedangkan
model Schnider memakai berat badan, lean body mass, umur dan jenis kelamin.
Newson dkk., 1995, membandingkan pemberian propofol dengan bolus
intermitten, syringe pump, dan teknik TCI mendapatkan kualitas sedasi, kondisi
operasi, dan waktu pulih sadar secara umum sama pada ketiga metode, namun
pada pemberian intermiten memerlukan lebih banyak intervensi pemberian obat,
sehingga disimpulkan bahwa pemberian secara infus kontinyu memberikan waktu
bagi ahli anestesi untuk melakukan monitoring pasien.
Passot dkk.,2002 membandingkan antara penggunaan teknik MCI dan TCI
dalam pemberian propofol mendapatkan bahwa TCI lebih unggul dibandingkan
MCI dalam hal tidak adanya pergerakan saat intubasi, stabilitas hemodinamik,
episode apnea, dan waktu pulih sadar yang lebih cepat. Namun jumlah propofol
yang digunakan pada kedua teknik tidak dijabarkan.
Keuntungan penggunaan TCI secara umum adalah: dapat memfasilitasi
titrasi dosis untuk mencapai efek yang diinginkan, memudahkan perhitungan
dosis obat dan pemberiannya, diperolehnya informasi tambahan mengenai obat
yang diberikan seperti jumlah obat yang diberikan, durasi pemberian, konsentrasi
dan lain-lain, pemberian dosis obat dengan memperhitungkan usia dan
karakteristik pasien lainnya, konsentrasi obat yang dicapai lebih stabil, dapat
terhindar dari kelebihan dosis dan masa pulih yang lebih cepat (Sugiarto, 2012).
2.2.1 Farmakoekonomi TCI propofol
Penelitian farmakoekonomi dibidang anestesi dan terapi intensif
khususnya di Indonesia belum banyak dilakukan. Iswahyudi, dkk meneliti analisis
biaya anestesi umum TIVA TCI Propofol dibandingkan dengan anestesi inhalasi
sevofluran pada pasien yang menjalani operasi mayor onkologi di RSUP Sanglah
tahun 2013. Hasil penelitian tersebut didapatkan perbedaan yang bermakna dalam
hal biaya intraoperatif dari kedua kelompok. Biaya anestesi intraoperatif pada
kelompok anestesi intravena total dengan TCI dengan rata-rata Rp. 957.870, - dan
simpang baku Rp. 73.910,-. Sedangkan pada kelompok kontrol biaya anestesi
intraoperatif dengan rata-rata 1.318.130 dengan simpang baku Rp. 155.238,-.
Berdasarkan statistik dengan uji t didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki
perbedaan signifikan (p = 0.000).
Berdasarkan rerata biaya anestesi intraoperatif, juga didapatkan biaya
anestesi per-pasien yaitu sebesar Rp. 957.870,- untuk kelompok TCI Propofol dan
Rp. 1.318.130,- untuk kelompok sevofluran. Sedangkan jika berdasarkan menit
anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi intraoperatif sebesar Rp. 5.999,-
untuk per menit anestesi pada kelompok TCI Propofol serta Rp. 8.170,- untuk per
menit anestesi pada kelompok Sevofluran (Iswahyudi, dkk. 2013).
Penelitian farmakoekonomi pada tahun 1999 di jerman, bertempat di
departemen anestesi dan terapi intensif, Klinikum der Stadt Ludwigshafen,
Akademisches Lehrkrankenhaus der Universita¨t Mainz, Ludwigshafen. Tujuan
studi ini adalah membandingkan biaya anestesi berbasis TCI dan dua regimen
standar anestesi. 60 pasien yang menjalani operasi elektif laparoskopi
kolesistektomi dibagi menjadi tiga grup. Grup I (TIVA/TCI) menerima TIVA
menggunakan sistem TCI propofol dan remifentanil kontinu. Grup II (Isofluran)
mendapatkan anestesi inhalasi dengan isoluran, fentanyl dan N2O, grup III
(propofol standar) mendapatkan fentanyl dan N2O dan infus kontinu propofol
menggunakan sistem standar.
Waktu yang dibutuhkan dari penghentian regimen anestesi hingga ektubasi
(6 ± 2 menit) dan lama perawatan di Post Anesthesia Care Unit (PACU) (70 ± 12
menit) lebih singkat pada grup I dibandingkan grup II (15 ± 3 dan 87 ± 13 menit)
dan grup III ( 10 ± 4 dan 81 ± 14 menit) dengan nilai p 0.05. Episode kejadian
Postoperative nausea and vomiting (PONV) lebih kecil di grup I dibandingkan
kedua grup lainnya. Biaya intraoperatif lebih tinggi di grup I ($62.19/pasien;
$0.55/menit anestesia) dibandingkan pada grup II ($16.97/pasien; $0.13/menit
anestesia) dan grup III ($34.68/pasien; $0.32/menit anestesia) (Stefan Suttner,
dkk., 1999).
2.3 Anestesi Inhalasi
Obat anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang
dilakukan dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa
gas dan atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi
langsung ke udara inspirasi. Ambilan dan distribusi gas atau uap anestetik inhalasi
ditentukan oleh ambilan oleh paru, difusi gas dari paru ke darah, distribusi oleh
darah ke organ target.
Pembuangan gas anestesi sebagian besar melalui paru-paru. Sebagian lagi
dimetabolisir oleh hepar dan ginjal dengan sistem oksidasi sitokrom P450. Derajat
metabolisme di dalam tubuh kira-kira 10-20 persen untuk halotan, 2,5 % untuk
enfluran, 0,2% untuk isofluran dan 0% untuk nitrous oxide. Sisa metabolisme
yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal. Jumlah agen anestesi yang
dikeluarkan dari tubuh melalui metabolisme lebih kecil dibanding jumlah yang
dikeluarkan melalui cara ekspirasi (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk.,
2006).
Mekanisme kerja obat anestesi inhalasi sangat rumit dan masih merupakan
misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi melalui
pernafasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang unik
daklam dunia anestesiologi (Latief S A, dkk., 2002).
Anestesi inhalasi bekerja pada berbagai level sistem saraf pusat.
Mengacaukan transmisi sinaptik normal dengan mempengaruhi pelepasan
neurotransmitter dari ujung saraf presinaptik (depress eksitatori atau
meningkatkan transmisi inhibitori), atau mengganggu re-uptake neurotransmitter,
atau dengan mengubah ikatan neurotransmitter pada reseptor post sinaptik.
Keduanya, baik itu efek pre- dan postsinaptik dapat terjadi.
Interaksi langsung dengan membran plasma neuronal lebih sering terjadi ,
tetapi selain itu kerja tidak langsung melalui seccond messenger juga
memungkinkan. Adanya hubungan yang kuat antara kelarutan dalam lemak dan
potensi anestesi menunjukkan agen anestesi inhalasi memiliki kerja pada sisi
hidrofobik juga. Postulat hipotesis reseptor protein mengatakan bahwa SSP
berperan terhadap kerjanya agen anestesi inhalasi. Bagaimanapun, masih belum
jelas apakah agen inhalasi mengganggu aliran ion melalui membran channel
dengan cara kerja tidak langsungnya pada membran lipid melalui perantara
seccond messenger. Atau secara langsung dan spesifik mengikat channel protein.
Teori lain menjabarkan mengenai aktivasi dari Gamma Aminobutyric Acid
(GABA) reseptor oleh gen anestesi inhalasi. Agen volatile mengaktifkan GABA
channel dan meng-hiperpolarisasi-kan membran sel. Sebagai tambahan, agen ini
juga menghambat Calcium Channel yang pada akhirnya mencegah pelepasan
neurotransmitter (Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006).
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
tetapi meningkatkan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peningkatan aliran
darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak (Latief S A,
dkk., 2002) (Katzung, dkk., 2004).
Efek samping terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal,
sehingga digemari untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada
pasien dengan gangguan koroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap
uterus hamil menyebabkan relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan
oksitosin, sehingga dapat menyebabkan perdarahan pasca persalinan. Dosis
pelumpuh otot dapat dikurangi sampai 1/3 dosis biasa jika menggunakan isofluran
(Morgan EG, Jr. dkk., 2006), (Stoelting, dkk., 2006).
2.3.1 Farmakoekonomi anestesi inhalasi
Analisis terhadap penggunaan sumber daya dan biaya yang efektif telah
menjadi prioritas dalam mengelola suatu layanan kesehatan. Ini menyediakan
tantangan untuk penyedia layanan anestesi yang menginginkan memberikan
layanan berkualitas yang aman tapi ekonomis. Dalam anestesi, penggunaan
volatil/ gas anestesi menyumbang hingga 20-25% dari biaya total anestesi secara
keseluruhan. Biaya penggunaan gas anestesi bervariasi pada setiap institusi dan
lokasi. Tantangan terbesar untuk farmasi rumah sakit adalah menganggarkan
biaya obat. Merancang anggaran untuk obat intravena jauh lebih mudah daripada
gas anestesi karena ada hubungan langsung antara jumlah obat yang diterima dan
dimasukkan. Menghitung biaya obat gas anestesi dibuat berdasar metode
penyampaian. Gas anestesi dibeli dalam bentuk cair dan dimasukkan melalui
vaporizer, membuatnya menjadi sulit untuk mengukur secara langsung berapa gas
anestesi yang telah digunakan per kasus tanpa bantuan vapor analyzer.
Konsentrasi penyampaian yang bervariasi dan teknik penyampaian dapat
meningkatkan atau menurukan konsumsi total gas anestesi dan secara signifikan
merubah biaya akuisisi (John Varkey, 2012).
Tujuh metode analisis biaya ditemukan dalam literatur untuk tenaga
anestesi profesional dalam menentukan biaya gas anestesi, yaitu : (1) Pengukuran
Berat, (2) Perbandingan Minimum Alveolar Concentration (MAC), (3) Model
Empat Kompartemen, (4) Persamaan Volume Persen, (5) Pengukuran Volume,
(6) Formula Dion, dan (7) Formula Loke. Sudah ditentukan bahwa formula Dion
merupakan metode yang lebih diandalkan untuk tenaga anestesi profesional untuk
menentukan biaya gas anestesi. Menghitung jumlah gas yang digunakan
mennggunakan formula Dion dapat mempermudah dalam melakukan kalkulasi
biaya. Untuk menentukan total biaya gas anestesi, adalah penting untuk
menentukan persen konsentrasi, jumlah fresh gas flow (FGF), densitas, dan berat
molekul dari gas tersebut.
Lockwood dan White pada tahun 2001 memasukkan sistem Kompartemen
Empat Model dari Weiskopf dan Eger untuk menciptakan model komputer guna
membandingkan langsung biaya isofluran, desfluran, dan sevofluran pada sistem
terbuka dan tertutup. Model komputer empat kompartemen memperhitungkan
kelarutan, penyerapan, dan penghapusan gas anestesi dalam tubuh.
Biaya gas volatil anestesi dapat ditentukan dengan menggunakan harga
pasar, potensi, jumlah uap yang dihasilkan, dan aliran FGF. (Odin I, Feiss P,
2005). Peter Dion (1992) menyatakan formula untuk langsung mengukur biaya
gas anestesi menggabungkan hukum gas ideal hukum. Biaya agen anestesi dapat
dihitung dari konsentrasi (%) gas yang telah dikirimkan, FGF (L/ menit) , durasi
pengiriman anestesi inhalasi (menit) , berat molekul (molecul weight/ MW dalam
gram) , biaya per mL (dalam dolar) , faktor 2412 untuk memperhitungkan volume
molar gas pada 21 °C ( 24,12 L ) , dan kepadatan (D dalam g/mL).
Rumus dari Formula Dion adalah sebagai berikut :
BIAYA ( $ ) = [ ( Konsentrasi ) ( FGF ) ( Durasi ) ( MW ) ( Biaya / mL ) ]
[ ( 2412 ) ( D ) ]
Formula Dion menggunakan hukum gas ideal untuk mengkonversi mL gas
anestesi menjadi mL cairan gas anestesi, yang kemudian digunakan untuk
menentukan biaya menggunakan harga per mL. Untuk merubah volume menjadi
mL cairan gas anestesi, densitas dan berat molekul digunakan untuk megkonversi
gas anestesi menjadi mol, dan mol kemudian dirubah menjadi mL cairan gas
anestesi menggunakan faktor konversi 2412. Menurut ekuasi hukum gas
universal, satu mol dari gas ideal pada tekanan satu atmosfir pada suhu 21o C akan
menjadi 24.12 liter cairan.
Formula Dion tidak mengambil jumlah distribusi dan uptake secara
spesifik tapi lebih kepada jumlah gas anestesi inhalasi. Jumlah vapor yang
digunakan menetukan biaya, membuat formula Dion metode yang dapat dipercaya
untuk perhitungan biaya dan menunjukkan sevofluran sebagai gas anestesi yang
paling ekonomis dibandingkan desfluran.
Loke dan Shearer (1993) mempertanyakan penggunaan rumus Dion di
agents volatil baru Mereka menggunakan rumus asli Dion dan memasukkan
hukum gas ideal langsung menjadi rumus daripada menggunakan faktor konversi
2.412 untuk 24.12 Liter, yang menggambarkan volume molar gas pada satu
atmosfer di 21 OC. Loke lalu memformulasikan untuk menggantikan konstanta
2412 dengan suhu atmosfer dalam pascal, hukum gas ideal konstan 8.314, dan
temperatur di Kelvin. Loke dan Shearer juga memasukan biaya gas pembawa
nitrous oxide dan oksigen dan dibandingkan halotan, enfluran, dan isofluran
(Loke J, Shearer WAJ, 1993). Saat publikasi tersebut, desfluran dan sevofluran
belum tersedia di Australia.
FORMULA LOKE
Biaya per MAC jam ( $ ) = [ ( MAC ) ( FGF ) ( 60menit ) ( MW ) ( Biaya / mL ) ]
[ ( Tekanan / ( RT ) ) ( D ) ]
3.
Menentukan biaya gas anestesi adalah tugas yang sulit untuk dibuat
bahkan lebih menantang dengan berbagai metode yang tersedia untuk menentukan
biaya. Dari tujuh metode dalam literatur, enam ditemukan menjadi tidak praktis
atau tidak akurat. Mengukur beratnya vaporizer adalah mustahil untuk dilakukan
dalam situasi ruang operasi yang sibuk . Metode komputerisasi data log dan
metode empat kompartemen juga tidak mengungkapkan perhitungan biaya
sehingga sulit untuk menentukan akurasi. Sebuah perbandingan sederhana MAC
tidak menjadi faktor variabel penting seperti FGF dan perbedaan sifat gas
anestesi. Menggunakan perhitungan volume persen tidak akurat karena didasarkan
pada konsentrasi yang dipanggil dan bukan konsentrasi yang sebenarnya
ditentukan dengan rumus gas analyzer. Formula Loke, versi modifikasi dari
formula Dion, tidak terlalu bermakna karena pada kenyataannya perbandingan
biaya akan terjadi di fasilitas yang sama dengan tekanan atmosfer dan suhu sama.
Formula Dion mudah direproduksi, akurat, dan merupakan metode yang paling
direferensikan untuk menghitung biaya dalam literatur. Weinberg dkk menyatakan
formula Dion sebagai alat farmakoekonomi sederhana yang dapat digunakan oleh
setiap dokter ahli anestesi (Weinberg L, Story D, Nam J, McNicols L, 2010).
Berbagai studi telah banyak membandingkan biaya agen anestesi inhalasi.
isofluran selalu menjadi tempat yang paling ekonomis dikarenakan berat molekul
yang lebih besar dibandingkan agen inhalasi lainnya, sifat penguapan yang lebih
lama, dan biaya jual yang lebih murah. Salah satu studi membandingkan harga
isofluran dan sevofluran di Kanada, studi ini meneliti 40 pasien yang menjalani
operasi daycare arthroscopic menisectomy. Demografi sampel, durasi operasi,
potensi anestesi inhalasi, dan penggunaan obat lainnya adalah sama pada kedua
kelompok. Total biaya perioperatif perpasien $ 38.10 ± 10.13 pada kelompok
sevofluran dan $ 23.87 ± 6.59 pada kelompok isofluran. Biaya obat inhalasi
perpasien $ 19.40 ± 8.8 pada kelompok sevofluran dan $ 4.5 ± 1.9 pada kelompok
isofluran dengan nilai p <0.01 (Craig R, dkk., 1998).
Penelitian farmakoekonomi di Indonesia khususnya di RSUP Sanglah
Denpasar bali yang mengkaji biaya anestesi inhalasi isofluran belum pernah
dilakukan. Dengan penerapan sistem jaminan kesehatan nasional BPJS, maka hal
ini merupakan informasi yang penting bagi penyedia pelayanan kesehatan.
Sediaan Volatil Agent Anestesi isofluran yang terdapat di IBS RSUP
Sanglah Denpasar (harga jual dari instalasi farmasi RSUP Sanglah) saat ini adalah
Aerran dengan harga Rp. 2.204.393,- perbotol 250 ml dan Terrel dengan harga
jual Rp. 326. 680,- perbotol 100ml.
Gambar
2.3 Agen inhalasi isofluran dan vaporizer
2.4 Bispectral (BIS) Indek
Selama evolusi praktek anestesi modern, penilaian kedalaman anestesi
pada pasien telah mengalami perubahan bertahap dan perbaikan. Pengamatan
kedalaman anestesi sebelumnya dari tanda-tanda klinis seperti respon pupil, pola
pernapasan, kualitas denyut nadi ditambah dengan pengukuran langsung dari titik
akhir fisiologis termasuk tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan
volume pernapasan. Dengan perkembangan pulse oximetry dan kapnografi,
penilaian yang tepat dari manajemen ventilasi mampu ditegakkan. Penggunaan
end-tidal dan stimulasi saraf perifer memberikan kemampuan dokter anestesi
untuk mengukur konsentrasi agen farmakologis dan efek masing-masing obat.
Saat ini, fungsi jantung dapat dievaluasi dengan menggunakan teknologi canggih
yaitu kateter arteri pulmonalis dan transesophageal echocardiography untuk
metode baru tekanan darah secara kontinyu dan pemantauan curah jantung.
Penentuan efek langsung dari obat anestesi pada sistem saraf pusat tetap
menjadi suatu tantangan meskipun perkembangan yang luar biasa dalam penilaian
sistem kardiovaskular selama anestesi. Penyelidikan klinis yang cermat
menunjukkan bahwa respon hemodinamik tidak selalu memberikan representasi
akurat dari respon sistem saraf pusat untuk agen anestesi dan karena itu tidak
dapat diandalkan sebagai indikator status otak. Sebaliknya, teknologi yang
memungkinkan pemantauan neurofisiologis independen dari sistem saraf pusat
akan menyediakan ukuran langsung status otak selama anestesi dan sedasi, yang
memungkinkan dokter untuk menyempurnakan manajemen perioperatif dan
mencapai hasil terbaik untuk setiap pasien. Pemantauan yang akurat target efek
terhadap otak, dalam kombinasi dengan penilaian tanda klinis dan pemantauan
tradisional, akan memberikan pendekatan yang lebih lengkap untuk menyesuaikan
dosis obat anestesi dan agen analgesik (Scott D, Kelley, 2003).
BIS indek menawarkan anestesi profesional dengan metode langsung dan
akurat untuk memonitor status otak terus menerus sepanjang perjalanan
administrasi anestesi atau obat penenang. Secara khusus, BIS Indek menyediakan
pengukuran efek hipnotik anestesi.
Inti dari teknologi pemantauan otak adalah surface dari
electroencephalogram (EEG). Sinyal fisiologis yang kompleks ini adalah bentuk
gelombang yang mewakili semua jumlah aktivitas otak yang dihasilkan oleh
korteks serebral (Billard V, dkk., 2001). Gelombang normal EEG terdapat dua
karakteristik yaitu amplitudo kecil (20-200 microvolts) dan frekuensi variabel (0-
50 Hz) ( Gambar 2.4).
Gambar 2.4. Kompleksitas gambaran gelombang EEG- gambaran gelombang
dianalisa menggunakan tipe gelombang amplitude (microvolts) dan frekuensi
(cycles/second – Hz) (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Perubahan EEG dalam merespon efek dari anestesi dan obat penenang /
agen hipnotik telah diketahui selama puluhan tahun. Walaupun masing-masing
obat dapat menginduksi beberapa efek unik pada EEG, pola keseluruhan
perubahan sangat mirip untuk banyak agen ini. (Billard V, dkk., 2001). Seperti
yang terlihat pada Gambar 2.5, selama anestesi umum, perubahan EEG khas
meliputi: Peningkatan rata-rata amplitudo (kekuatan) dan penurunan frekuensi
rata-rata.
Gambar 2.5 Pola umum dari perubahan EEG yang diobservasi selama
peningkatan dosis dari anestesi – dengan peningkatan efek anestesi, frekuensi
EEG menunjukkan penurunan menghasilkan pola transisi frekuensi– bergantung
kelas : Beta Alfa Theta Delta (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Perubahan sebagian dari EEG kortikal mencerminkan perubahan yang
timbul dari hubungan harmonis dan fase antara generator saraf kortikal dan
subkortikal. Hubungan ini diubah selama hipnosis, memproduksi pola
karakteristik di EEG.
Analisis Bispektral - dan hasilnya, misalnya bicoherence dan bispectrum
adalah metodologi proses sinyal canggih yang menilai hubungan antara komponen
sinyal dan menangkap sinkronisasi dalam sinyal seperti EEG. Dengan mengukur
korelasi antara semua frekuensi dalam sinyal, analisis bispektral (bersama-sama
dengan power spectral dan analisis EEG kortikal) menghasilkan keterangan
tambahan EEG mengenai aktivitas otak selama hipnosis (Renna M, 2000).
Salah satu tujuan utama dalam pengembangan teknologi pemantauan
status otak adalah untuk mengidentifikasi fitur EEG atau "deskripsi" - Bispektral
atau sebaliknya - yang sangat berhubungan dengan sedasi / hipnosis yang
disebabkan oleh agen anestesi yang paling umum digunakan.
Selama pengembangan BIS Indek, fitur ini diidentifikasi dengan
menganalisis database EEG lebih dari 5.000 subjek yang menerima satu atau lebih
dari agen hipnotis yang sering digunakan dan telah dievaluasi dengan penilaian
sedasi simultan (Glass P S, dkk., 1997).
Fitur utama EEG yang diidentifikasi dari analisis database ditandai dengan
spektrum yang penuh perubahan selama induksi anestesi yaitu termasuk:
• Tingkat beta atau frekuensi tinggi (14-30 Hz) teraktivasi
• Jumlah sinkronisasi frekuensi rendah
• Adanya periode nearly suppressed dalam EEG
• Adanya periode fully suppressed (yaitu isoelektrik, "garis datar") dalam EEG.
BIS indek adalah skala angka antara 0 dan 100 berkorelasi dengan titik
akhir klinis yang penting selama pemberian obat anestesi (Gambar 2.6). Nilai BIS
mendekati 100 menunjukkan keadaan "terjaga" dari keadaan klinis , sementara 0
menunjukkan efek maksimal EEG (yaitu, EEG isoelektrik) (Sigl J C, dkk.,1994).
Gambar 2.6 Panduan skala BIS indek. BIS indek adalah skala dari 100 (Terjaga,
respon terhadap suara normal) sampai 0 (menunjukkan keadaan isoelektrik, garis
flat EEG) (Dikutip dari Billard V, dkk., 2001)
Nilai BIS indek di bawah 70 kemungkinan recall eksplisit menurun secara
drastis. Pada nilai BIS Indek kurang dari 60, pasien memiliki probabilitas
kesadaran yang sangat rendah (Struys M M, dkk., 2002).
Nilai BIS indek lebih rendah dari 40 menandakan efek anestesi berlebih
pada EEG. Pada nilai-nilai BIS rendah, tingkat penekanan EEG adalah penentu
utama dari nilai BIS. Uji klinis prospektif telah menunjukkan bahwa
mempertahankan nilai-nilai BIS indek di kisaran 40-60 memastikan efek hipnotis
yang memadai selama anestesi umum sementara meningkatkan proses pemulihan.
Selama pemberian sedasi, nilai BIS indek> 70 dapat diamati selama kecukupan
tingkat sedasi adekuat tetapi memiliki probabilitas yang lebih besar akan
kesadaran dan potensi memori (Scott D, Kelley, 2004).
BAB III
KERANGKA BERFIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
PENELITIAN
3.1 Kerangka Berfikir
Anestesi umum inhalasi merupakan metode anestesi umum standar yang
dikerjakan di RSUP Sanglah. Seiring kemajuan farmakologi dan teknologi,
terdapat berbagai teknik anestesi serta alat monitor kedalaman anestesi.
Pengembangan dari sistem komputerisasi dan tersedianya obat anestesi yang
bersifat short acting seperti propofol, menjadikan anestesi umum intravena total
(Total Intra Venous Anestesia/ TIVA) populer dan makin rutin dikerjakan.
Propofol sebagai agen anestesi intravena total bisa dipergunakan untuk
tujuan induksi maupun pemeliharaan selama tindakan pembedahan berlangsung.
Onset kerja singkat dan durasi singkat serta keuntungan lainnya dari propofol
seperti kestabilan hemodinamik, hipnotik, anti emetik dan juga memiliki sifat anti
oksidan serta onset dan waktu pemulihannya yang cepat (context sensitivity half
time singkat) membuat obat ini makin popular penggunaannya.
Target controlled infusion (TCI) adalah suatu metode yang semakin sering
digunakan untuk kepentingan anestesi intravena total. TCI akan memberikan dan
memelihara konsentrasi obat berdasarkan konsentrasi plasma (Cp) atau
konsentrasi efek (effect site concentration/Ce) sesuai kebutuhan pasien (Naidoo
D, 2011).
Bispektral indek telah mendapatkan persetujuan penggunaannya sejak
Oktober 1996 secara klinis oleh Food and Drug Administration Amerika sebagai
alat monitor kedalaman anestesi (Johansen dkk.,2000). BIS Indek merupakan alat
varian dari EEG yang dapat digunakan untuk mengukur kedalaman anestesi
umum, dengan target anestesi umum 40-60. Dari beberapa penelitian
membuktikan bahwa penggunaan monitor BIS Indek mengurangi dosis obat
anestesi.
Kemajuan ilmu farmakologi dan teknologi tersebut diatas tentu saja akan
berimplikasi terhadap perubahan biaya anestesi. Belum banyak penelitian
mengenai farmakoekonomi yang dikerjakan di Indonesia, mengingat dengan
minimnya anggaran kesehatan sejak diberlakukannya sistem jaminan kesehatan
nasional 2014. Farmakoekonomi didefenisikan sebuah penelitian tentang proses
identifikasi, mengukur dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari
suatu program, pelayanan dan terapi (Vogenberg, 2001). Salah satu evaluasi
dalam farmakoekonomi adalah Analisis minimalisasi - biaya. Analisis
minimalisasi - biaya adalah tipe analisis yang menentukan biaya program terendah
dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan
untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam
bentuk hasil yang diperoleh. (Walley, Haycox, 1991), (Waley, Davey, 1995).
Perbandingan biaya obat anestesi umum propofol intravena TCI dan
anestesi inhalasi pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor diharapkan
menghasilkan perbedaan bermakna dalam hal biaya yang ditimbulkan.
3.2 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Bagan kerangka konsep
3.3 Hipotesis Penelitian
Biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion
lebih murah dibandingkan anestesi umum inhalasi isofluran pada pasien yang
menjalani operasi bedah mayor di RSUP Sanglah.
ANESTESI UMUM :
- TCI Propofol - Inhalasi
VARIABEL KENDALI EKSTERNAL
• Kedalaman anestesi BIS indek • Jumlah opioid yang dipergunakan • Lama operasi
Analisis minimalisasi - biaya
VARIABEL KENDALI INTERNAL
• Status fisik ASA • Umur • Indeks massa tubuh
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah uji klinik dan alokasi subyek
penelitian dilakukan dengan randomisasi berurutan (consecutive randomized
control trial) yang membandingkan dua kelompok penelitian yaitu kelompok
yang mendapatkan anestesi umum TCI Propofol intravena dan kelompok yang
mendapatkan anestesi umum inhalasi untuk mengetahui perbedaan beban biaya
kedua obat tersebut dengan fasilitas monitor BIS indek.
.
Gambar 4.1. Bagan rancangan penelitian
Keterangan: P: populasi, S: sampel, R: randomisasi, T1:tekanan arteri rerata
basal, T2: tekanan arteri rerata pascainduksi, T3: tekanan arteri rerata
paskaintubasi, W: waktu pulih sadar dihitung mulai saat propofol dihentikan
pemberiannya sampai dilakukan buka mata spontan atas perintah, C 1 : Biaya
total kelompok anestesi umum intravena TCI propofol, C 2 : Biaya total
kelompok anestesi inhalasi.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
OTT P S
KLP TCI
KLP INHALASI
R
O P E R A S I
I N D U K S I
PROPOFOL/ ISOFLURAN
STOP
C 1 BIS 40-60
BIS 40-60
C 2
T1
T2
T2
T1 T3
T3
W
W
Penelitian ini dilaksanakan di Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah
Denpasar. Penelitian ini dilaksanakan Februari 2015 – Maret 2015.
4.3. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dibidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana Bali.
4.4. Penentuan Sumber Data
4.4.1. Populasi penelitian
Populasi target adalah semua pasien yang menjalani operasi elektif bedah
mayor. Populasi terjangkau adalah semua pasien yang menjalani bedah mayor
dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah Sentral Rumah Sakit Umum
Pusat Sanglah Denpasar periode Februari 2015 – Maret 2015.
4.4.2. Sampel penelitian
Sampel penelitian adalah pasien yang menjalani operasi bedah mayor
dengan anestesi umum di ruang Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah Denpasar
periode Februari 2015 – Maret 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
4.4.3 Kriteria inklusi
• Pasien dengan status fisik ASA I – II
• Pasien usia 16-64 tahun
• Tinggi badan lebih besar atau sama dengan 130 cm
• Berat badan diatas 30 kg
• Pasien dengan status cara bayar Jaminan Kesehatan Nasional, Jaminan
Kesehatan Bali Mandara, Jaminan Kesehatan Masyarakat Miskin, dan
BPJS.
4.4.4 Kriteria eksklusi
• Pasien menolak ikut serta subjek penelitian
• Durasi operasi<1 jam
• Pasien alergi terhadap propofol
• Pasien alergi terhadap isofluran
• Subjek penelitian dengan defisit neurologis
• Subjek penelitian dengan gangguan psikiatri
• Subjek penelitian dengan riwayat penyakit jantung dan pembuluh
darah.
4.4.5 Cara pengambilan sampel
Sampel diambil secara konsekutif menjadi kelompok teknik anestesi
intravena total propofol menggunakan TCI dan anestesi inhalasi, pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih sampai jumlah sampel yang
diperlukan terpenuhi.
4.4.6 Besar sampel
Jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus untuk jumlah sampel pada
penelitian analitik numerik tidak berpasangan yaitu:
dimana :
SD : Standar deviasi
Zα : nilai Z untuk α tertentu
Zß : nilai Z untuk power (1- ß) tertentu
X1-X2 : perbedaan klinis yang dianggap bermakna antara kelompok
perlakuan dan kontrol
Penelitian sebelumnya oleh Iswahyudi dkk (2012) biaya anestesi
intraoperatif TCI propofol 957.870 (±73.910) dan sevofluran 1.318.130
(±155.238) untuk rerata durasi operasi dua jam. Perbedaan beban biaya anestesi
dianggap bermakna adalah 15%, Dengan tingkat kesalahan tipe I, α ditetapkan
sebesar 5% sehingga nilai Zα adalah 1,96 sedangkan kesalahan tipe II, β
ditetapkan sebesar 10% sehingga power adalah 90 % dan nilai Zβ adalah 1,282,
maka didapatkan jumlah sampel pada masing-masing kelompok adalah 17,9 ~ 18
orang. Maka total jumlah sampel yang diperlukan adalah 36 orang. Dengan
asumsi bahwa subyek yang mengalami lost to follow up sebesar 10% maka kami
bulatkan subyek penelitian menjadi 40 orang.
4.5. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas adalah teknik anestesi TCI propofol dan anestesi inhalasi.
2. Variabel tergantung adalah Analisis minimalisasi – biaya anestesi umum.
3. Variabel kendali adalah status fisik ASA, umur, indek masa tubuh,
jumlah opioid yang dipergunakan, dan lama operasi.
4.6. Definisi Operasional Variabel
1. Teknik anestesi intravena total (TIVA) adalah teknik anestesi dengan
menggunakan obat-obat yang diberikan secara intravena. Dalam
penelitian ini obat yang digunakan sebagai agen utama adalah propofol.
2. Target controlled infusion (TCI) adalah teknik anestesi umum dengan
menggunakan obat intravena yang diberikan secara kontinu dengan target
kadar tertentu di plasma berdasarkan umur, berat badan serta tinggi
badan pasien.
3. Teknik anestesi inhalasi adalah teknik anestesi dengan mempergunakan
induksi intravena diberikan secara bolus yang kemudian dilanjutkan
rumatan dengan penggunaan obat anestesi inhalasi yang mana dalam
penelitian ini menggunakan isofluran.
4. Analisis minimalisasi - biaya adalah tipe analisis yang menentukan biaya
obat terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama.
Dalam hal ini akan dibandingkan biaya obat anestesi umum TCI propofol
dan anestesi inhalasi isofluran. Biaya obat anestesi umum adalah
mencakup biaya langsung penggunaan obat-obat anestesi untuk induksi
dan pemeliharaan sampai pasien ekstubasi. Biaya obat propofol dihitung
berdasarkan per ampul dan per ml rupiah, dan biaya obat anestesi
isofluran dihitung dengan mengukur jumlah volume yang habis dipakai
dan dikonversikan dalam rupiah per ml.
5. Kedalaman anestesi adalah suatu keadaan dimana terjadinya keadaan
hipnotik berkelanjutan akibat adanya penekanan pada sistem saraf pusat
dan menurunnya respon terhadap stimuli dengan monitor BIS Indek
menunjukkan nilai 40-60.
6. Operasi bedah mayor adalah operasi di bidang bedah onkologi, THT,
Ortopedi, Digestif, Obstetri dan Ginekologi dengan durasi lebih dari 1
jam yang dikelola dengan anestesi umum.
7. Waktu pulih sadar adalah waktu mulai saat propofol atau gas volatil
dihentikan pemberiannya setelah selesai tindakan pembedahan saat
pasien dapat membuka mata secara spontan atas perintah dan BIS Indek
menunjukkan nilai >70.
8. Tekanan arteri rerata (TAR) adalah tekanan darah arteri rata-rata pada
setiap individu yang selama satu kali siklus jantung yang didapatkan
melalui perhitungan 2 kali tekanan darah diastolik ditambahkan tekanan
darah sistolik dibagi 3. Angka tekanan darah rerata dicatat berdasarkan
angka yang muncul di layar monitor, yang dicatat saat pasien sudah
berada di ruang operasi sebelum induksi, sesaat setelah laringoskopi
intubasi dan sesaat setelah dilakukan insisi pembedahan.
Tekanan arteri rerata yang dianggap stabil bila perubahannya tidak
melebihi 20% dari TAR basal.
Hipotensi adalah tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP
kurang dari 65 mmHg.
9. Laju nadi adalah perubahan denyut jantung persatuan waktu. Pencatatan
dilakukan saat pasien sudah berada di ruang operasi sebelum dilakukan
induksi, sesaat setelah laringoskopi intubasi dan saat dilakukan incisi,
dari angka yang terekam dalam layar monitor.
10. Riwayat kejadian cerebrovascular adalah adanya riwayat kejadian
kematian sel otak akibat gangguan aliran darah ke otak seperti stroke atau
pecahnya pembuluh darah otak.
11. Penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit yang berhubungan
dengan jantung dan pembuluh darah. Dalam penelitian ini yang
dimaksud adalah penyakit jantung dan hipertensi.
12. Umur adalah umur resmi 16 – 64 tahun pada saat akan dilakukan operasi,
yang diketahui dari tanggal lahir yang didapat dari wawancara atau dari
dokumen resmi, misalnya KTP atau SIM (tahun).
13. Indek Masa Tubuh adalah ukuran persentase relatif antara masa otot
dengan lemak yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram dibagi
tinggi badan dalam satuan meter. IMT normal adalah 19-25 Kg/m2.
14. Berat badan : diukur dengan timbangan dengan nama dagang Health
Scale seri TZ 120, posisi berdiri memakai busana seminimal mungkin,
dengan satuan kilogram (Kg).
15. Tinggi badan : diukur dengan alat ukur tinggi badan dengan nama dagang
Health Scale seri TZ 120, dalam posisi berdiri tegak tanpa alas kaki,
dengan satuan meter (m).
16. Status Fisik ASA : adalah suatu sistem penilaian status fisik pasien
praoperasi menurut klasifikasi berdasarkan American Society of
Anesthesiologist, dikatakan status fisik ASA I jika pasien tanpa penyakit
sistemik, ASA II jika pasien dengan penyakit sistemik ringan tanpa
keterbatasan fungsional, ASA III jika pasien dengan penyakit sistemik
berat yang mengakibatkan keterbatasan fungsional (Morgan dkk., 2006).
4.7. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah:
1. Kuesioner dan data dari status pasien
2. Tabel penggunaan obat-obatan, tekanan darah, dan laju nadi.
3. Monitor tekanan darah, tekanan darah rerata dan laju nadi.
4. Target controlled infusion machine (Perfusor®Space dari B.Braun)
5. Alat monitor BIS Indek
6. Vaporizer isofluran yang ada di IBS RSUP Sanglah Denpasar.
4.8. Prosedur Penelitian
4.8.1. Persiapan
Penelitian ini dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan
penelitian (ethical clearence) dari Komisi Etika Penelitian dari Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana dan RSUP Sanglah-Denpasar.
4.8.2. Penapisan pasien
Seleksi dilakukan pada saat kunjungan pra - anestesia pada pasien yang
akan menjalani pembedahan mayor dengan teknik anestesi umum. Pasien yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi ditetapkan sebagai sampel. Setelah
mendapatkan penjelasan dan pasien setuju dilanjutkan dengan menandatanangi
informed concent.
4.8.3. Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan dalam tahapan-tahapan yang ditentukan
sebelumnya dengan harapan perlakuan lain yang tidak diteliti diberikan sama ke
semua subyek.
4.8.3.1. Cara kerja
Cara kerja dalam melakukan penelitian dan pengumpulan data adalah
sebagai berikut :
1. Seleksi dilakukan pada pasien yang akan menjalani prosedur
pembedahan mayor dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah
Sentral RSUP Sanglah berdasarkan kriteria inklusi. Selanjutnya diberi
penjelasan mengenai penelitian dan dimohon kesediaannya untuk
berpartisipasi pada penelitian.
2. Surat persetujuan tindakan dan surat persetujuan berpartisipasi dalam
penelitian ditandatangani oleh pasien atau wali pasien apabila telah
menyetujui tindakan.
3. Pencatatan kembali identitas sampel di ruang persiapan Instalansi
Bedah Sentral RSUP Sanglah, kemudian dilakukan pemasangan infus
dengan cairan kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan cairan
pemeliharaan sesuai berat badan pasien.
4. Pasien dibawa ke ruang operasi, kemudian dipindahkan ke meja
operasi.
5. Pemasangan monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry,
BIS, dilakukan pencatatan hasil di monitor untuk tekanan darah
sistolik, diastolik, tekanan arteri rerata, laju nadi basal. Obat-obatan
yang disiapkan termasuk disposable spuit, three-way catheter,
extention tube, dan gas anestesi (Isofluran) yang akan dimasukkan ke
vaporizer yang sudah dikosongkan sebelumnya dicatat.
6. Pada kelompok A, dilakukan anestesi intravena total propofol
menggunakan TCI. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi
dengan propofol menggunakan TCI dengan target konsentrasi efek 4
mcg/mL. Ditunggu sampai BIS indek menunjukkan angka 40-60
kemudian diberikan fasilitas intubasi pelumpuh otot menggunakan
Atrakurium 0,5 mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan secara
lege artis 3 menit setelah atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan
dengan compressed air 2 liter/menit, oksigen 2 liter/menit dan propofol
dengan target konsentrasi efek 3 mcg/mL. Sebagai komponen
analgetika fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam
dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah
intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai
kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS indek
selama pembedahan pada angka 40-60 maka konsentrasi propofol
diturunkan 1 µg /mL bila BIS < 40 dan konsentrasi propofol dinaikkan
1 µg /mL bila BIS menunjukkan angka > 60. Jika BIS kembali ke
target angka 40-60, konsentrasi propofol kembali ke konsentrasi
pemeliharaan 3µg /mL.
7. Pada kelompok B, dilakukan anestesi umum inhalasi dengan isofluran.
Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol
2 – 2,5 mg/kgBB bolus secara titrasi manual sampai pasien terinduksi
dan BIS indek menunjukkan angka 40-60. Pelumpuh otot yang
digunakan atrakurium 0,5 mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan
secara lege artis 3 menit setelah atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan
dengan compressed air 2 liter/menit, oksigen 2 liter/menit dan
Isofluran 0,5 – 1,5 vol%. Sebagai komponen analgetika fentanyl
diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac
diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi.
Atrakurium dapat diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan
relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS selama pembedahan
pada angka 40-60 maka volume gas (vol %) isofluran diturunkan
sampai dengan 0,5 vol% bila BIS < 40 dan volume gas (vol %)
isofluran dinaikkan sampai dengan 1,5 vol% bila BIS indek
menunjukkan angka > 60. Jika BIS kembali ke target angka 40-60,
volume gas (vol %) isofluran kembali ke volume pemeliharaan.
8. Pencatatan tekanan darah, nadi, RR, SaO2 saat pasien terinduksi yang
ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata, respon verbal, dan nilai
BIS 40-60, saat laringoskopi-intubasi, satu menit setelah intubasi serta
satu menit setelah insisi.
9. Pemberian propofol atau Isofluran dihentikan (BIS indek masih 40-60)
setelah selesai dilakukan dressing luka operasi, dilakukan pencatatan
waktu dan pemakaian obat / gas anestesi.
10. Evaluasi dilakukan dengan memberikan perintah untuk buka mata pada
pasien. Waktu pasien bisa buka mata atas perintah dicatat sebagai
waktu pulih sadar. Segera setelah ekstubasi pasien dipindahkan ke
ruang pulih.
11. Bila terjadi komplikasi :
• Hipotensi (tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP
kurang dari 65 mmHg), diberikan efedrin 5 mg, diulang setiap 5
menit sampai tekanan darah sistolik kembali normal.
• Mual dan atau muntah diberikan ondancetron 4 mg intravena.
12. Semua hasil data dicatat pada formulir yang sudah disediakan dan catat
efek samping yang muncul pada kedua kelompok.
Gambar 4.2. Bagan alur penelitian
Pasien yang akan menjalani operasi elektif bedah mayor
Populasi terjangkau
ELIGIBLE SAMPEL
Kelompok A
TCI Propofol
Kelompok B
Isofluran
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
RANDOMISASI
BIAYA
BIAYA
ANALISIS DATA
Gambar 4.3 Bagan alur penelitian kelompok TCI propofol
Catat penggunaan obat-obatan anestesi, periksa hemodinamik; tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, takanan arteri rerata , dan BIS Indek sebelum pasien dilakukan tindakan anestesia
insisi pembedahan Periksa takanan darah
sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata 1 menit setelah insisidurasi operasi, perdarahan.
Buka mata atas perintah
Waktu Pulih Sadar
Kelompok TCI
Koinduksi Fentanyl 2 µg/KgBB, Ketorolac 0,5-0,75 mg/KgBB (5 menit sebelum induksi), Induksi TCI Propofol dengan target konsentrasi efek Schinder 4 µg/ml
BIS 40-60
BIS 40-60
Stop Propofol
ANALISIS STATISTIK
Catat penggunaan obat-obatan anestesi, Periksa takanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata setelah pasien terinduksi , setelah dilakukan laringoskopi intubasi
LARINGOSKOPI INTUBASI
Fasilitas Intubasi Atracurium 0,5 mg/kgBB
• Dosis Pemeliharaan Propofol 3µg /mL
• Fentanyl 0,5 µg/KgBB bolus @ 30 menit
• Compressed Air : O2 • Atrakurium intermitten
Ruang Pulih (RR)
Naikan/ Turunkan pemeliharaan Propofol TCI 1-3µg /mL
Gambar 4.4 Alur penelitian kelompok anestesi inhalasi
Ruang Pulih (RR)
INSISI PEMBEDAHAN Periksa tekanan darah
sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan darah rerata (T) 1 menit setelah insisi, durasi operasi, perdarahan.
Isofluran Stop Waktu Pulih Sadar
Kelompok Anestesi Inhalasi
Koinduksi Fentanyl 2µg /kgBB, Ketorolac 0,5-0,75mg/KgBB (5 menit sebelum induksi), Induksi Propofol 2-2,5 mg/kg BB selama 3 menit (atau sampai BIS 40-60),
• Dosis Pemeliharaan Isofluran 0,5-1,5 Vol% : Compressed Air : O2
• Fentanyl 0,5 µg/KgBB bolus @ 30 menit
• Atrakurium intermitten
BIS 40-60
BIS 40-60
Naikkan /Turunan Vol % Isofluran s/d 0.5- 1,5 Vol%
LARINGOSKOPI INTUBASI
Buka Mata atas Perintah
ANALISIS STATISTIK
Catat penggunaan obat-obatan anestesi, periksa hemodinamik; tekanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, takanan arteri rerata sebelum pasien dilakukan tindakan anestesia
Catat penggunaan obat-obatan anestesi, Periksa takanan darah sistolik, diastolik, laju nadi, tekanan arteri rerata setelah pasien terinduksi, setelah dilakukan laringoskopi intubasi
Fasilitas Intubasi Atracurium 0,5 mg/ kgBB
4.9 Analisis Data
Data pada penelitian ini akan dianalisis menggunakan program SPSS ver.
17 for Windows dengan tahapan sebagai berikut :
4.9.1 Analisis statistik deskriptif
Analisis ini bertujauan untuk menggambarkan karakteristik subjek
penelitian berdasarkan kelompok perlakuan. Untuk data dengan kriteria numerik
seperti umur, IMT, TAR, waktu bangun, kebutuhan propofol, dan isofluran akan
dipresentasikan dalam rerata ± simpang baku (SD). Untuk data dengan kriteria
kategorikal seperti jenis kelamin dan status fisik ASA dipresentasikan dalam
frenkuensi dan persentase (%).
4.9.2 Uji normalitas data
Untuk mengetahui distribusi atau sebaran data dari variabel tergantung
pada masing-masing kelompok perlakuan digunakan uji Saphiro Wilk. Jika nilai P
> 0,05 maka data berdistribusi normal. Dan Jika nilai P ≤ 0,05 maka data
berdistribusi tidak normal.
4.9.3 Uji homogenitas varian
Homogenitas varian dari masing-masing kelompok perlakuan digunakan
uji Lavene’s test. Jika nilai P > 0,05 maka data homogen. Dan jika nilai P ≤ 0,05
maka data tidak homogen.
4.9.4 Analisis beda rerata
Data berdistribusi normal maka dilakukan uji t dua sampel tidak
berpasangan. Jika data berdistribusi tidak normal, maka dilakukan uji Man
Withney.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian uji klinis terhadap 40 orang pasien
yang memenuhi kriteria eligibilitas yang menjalani tindakan pembedahan di
kamar operasi RSUP Sanglah. Pasien status fisik ASA I dan II yang berumur 16-
64 tahun, dikerjakan dengan teknik anestesi umum pemasangan pipa endotrakeal
merupakan sampel pada penelitian ini. Dilakukan perbandingan biaya anestesi
umum TIVA propofol menggunakan TCI dan anestesi inhalasi isofluran. Dari
keseluruhan sampel yang diambil secara randomisasi konsenkutif, dua puluh
diantaranya mendapat anestesi umum intravena total menggunakan TCI propofol
sedangkan dua puluh lainnya merupakan kelompok kontrol yang mendapat
anestesi umum inhalasi, dari seluruh jumlah sampel tidak ada yang dieksklusi.
5.1 Karakteristik Sampel
Penggambaran karakteristik sampel bertujuan untuk melihat apakah kedua
kelompok sebanding (comparable) atau tidak. Kelompok perlakuan dan kontrol
masing-masing terdiri dari 20 sampel. Umur pada kedua kelompok terdistribusi
normal dengan rentang umur sampel pada kelompok anestesi intravena total
dengan TCI propofol berkisar antara 16-63 tahun, dengan rata-rata usia 40,9 tahun
dan simpang baku 1,43. Sedangkan umur sampel pada kelompok kontrol berkisar
antara usia 16-64 tahun dengan rata-rata 37,2 tahun dengan simpang baku 1,33
(Tabel 5.1). Secara statistik dengan uji t dua sampel tidak berpasangan
didapatkan kedua kelompok memiliki variasi yang homogen (p 0,400).
Karakteristik jenis kelamin 20 sampel kelompok TCI propofol terdiri dari
10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan. Sedangkan kelompok isofluran terdiri
dari 6 orang laki-laki dan 14 orang perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna
antara kelompok TCI propofol dan isofluran (p 0,060).
Kelompok TCI terdiri dari 14 sampel ASA I dan 6 sampel ASA II,
sedangkan kelompok isofluran 6 sampel ASA I dan 14 sampel ASA II. Dari uji
pearson Chi Square tidak didapatkan perbedaan antara kedua kelompok (p 1,000).
Rentang BMI sampel pada kelompok anestesi intravena total dengan TCI
propofol berkisar antara 18,75– 30,3 kg/m2, dengan rata-rata 23,42 kg/m2 dan
simpang baku 2,78 kg/m2. Sedangkan BMI sampel pada kelompok kontrol
berkisar antara 15,4 - 35,3 kg/m2 dengan rata-rata 23,51 kg/m2 dan simpang baku
4,51 kg/m2. Secara statistik dengan uji t didapatkan bahwa kedua kelompok
memiliki variasi yang normal dalam hal BMI (p 0,079).
Karakteristik berdasarkan jenis operasi, terbanyak pada operasi bedah
onkologi, pada kelompok TCI propofol 12 orang dan kelompok isofluran 13
orang. Dua orang dari sampel pada kelompok TCI propofol menjalani operasi
bedah THT dan 5 orang pada kelompok isofluran yang menjalani operasi yang
sama. Untuk operasi bedah orthopedi masing – masing 3 orang dan 1 orang secara
berurutan dari kelompok perlakuan dan kontrol. Tidak ada perbedaan bermakna
pada masing – masing kelompok (p 0,830).
Tabel 5.1 Karakteristik Sampel Berdasarkan Kelompok Perlakuan
Karakteristik
TCI
(n = 20)
Isofluran
(n = 20 )
P
Status fisik ASA
ASA I
ASA II
14 (70 %)
6 (30 %)
6(30 %)
14 (70 %)
1,000 c
Umur (tahun) 40,9 (± 1,43) 37,2(± 1,33) 0,400 a
BMI (Kg/m2) 23,42 (± 2,78) 23,51 (± 4,51) 0,079 b
Jeniskelamin
Laki-laki
Perempuan
10 (50 %)
10(50 %)
6(30 %)
16(70 %)
0,060 c
Jenis Operasi
ONKOLOGI
ORTHOPEDI
THT
MATA
BEDAH PLASTIK
12(60 %)
3 (15 %)
2(10 %)
2 (10 %)
1(5 %)
13(65 %)
1(5 %)
5(25 %)
-
1 (5 %)
0,830 c
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku) dan frekwensi (%). a = hasil uji Mann-Whitney, b = hasil uji t dua sampel tidak berpasangan, c = hasil uji pearson Chi Square test, nilai p > 0,05 tidak berbeda bermakna.
5.2 Perbandingan Lama Operasi dan Total Penggunaan Obat
Perbandingan lama operasi kelompok propofol intravena TCI dan isofluran
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan secara statistik (p 0,200). Jumlah
penggunaan obat ditemukan perbedaan yang bermakna sesuai dengan perlakuan
pada masing-masing kelompok di mana obat utama yang digunakan dalam
pengelolaan anestesi memang berbeda (p < 0,001).
Tabel 5.2 Perbandingan Lama Operasi
TCI propofol
(n = 20)
Isofluran
(n = 20)
p
Lama operasi (menit)
169,75 (±6,14)
203,2 (±7,76)
0,200
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.2.1 Perbandingan total penggunaan obat anestesi umum
TCI (n = 20) Isofluran (n = 20) p
Jumlah pemakaian obat
Propofol (mg)
Isofluran (ml)
1450,32(±5,07)
-
-
84,75 (±3,23)
< 0,001
Rasio penggunaan obat persatuan waktu
Propofol (mg/menit)
Isofluran (ml/menit)
8,54 (±2,04)
-
-
0,42 (±0,09)
< 0,001
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.2.2 Perbandingan dosis induksi propofol
Perlakuan
p TCI (n = 20) Isofluran (n = 20)
76,2 (±8,32) 111(±34) < 0,001
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbedaan dosis induksi propofol antara kelompok TCI propofol dan
inhalasi didapatkan perbedaan bermakna dari uji statistik dengan nilai p < 0,001.
Pada kelompok TCI propofol dosis induksi mencapai nilai BIS 40 – 60 adalah
76,2 mg dengan simpang baku 8,32 mg sedangkan kelompok kontrol dosis
propofol induksi 111 mg dengan simpang baku 34 mg.
Tabel 5.2.3 Perbandingan total fentanyl
TCI (n = 20) Isofluran (n = 20) p
Total fentanyl (mcg) 287,25 (±89,5) 292,1 (±67,2) 0,547
Keterangan : Data ditampilkan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbandingan total fentanyl pada kelompok TCI propofol dan isofluran
dari uji statistik t dua sampel tidak berpasangan tidak berbeda bermakna dengan
nilai p 0,547.
5.3 Perbandingan Tekanan Arteri Rerata
Perbandingan keadaan hemodinamik dilakukan pada kedua kelompok
dalam hal tekanan arteri rerata basal, induksi dan sesaat setelah dilakukan
laringoskopi intubasi. Dilakukan uji statistik pada masing – masing kelompok
kemudian dilakukan perbandingan keadaan hemodinamik pada kedua kelompok.
Dari uji normalitas, didapatkan data tidak berdistribusi normal. Secara statistik
dengan uji Mann Whitney didapatkan kedua kelompok perbedaan tekanan arteri
rerata basal tidak bermakna (p 0,432). Sedangkan pada tekanan arteri rerata
setelah induksi pada kelompok TCI dan isofluran tidak didapatkan juga fluktuasi
yang bermakna dari uji klinik (p 0,234). Sedangkan tekanan arteri rerata pasca
laringoskopi intubasi tidak didapatkan perbedaan yang bermakna secara statistik
pada kedua kelompok (p 0,705).
Kejadian hipotensi pada kelompok anestesi intravena total menggunakan
TCI didapatkan tujuh sampel (35%) setelah induksi sedangkan pada kelompok
anestesi inhalasi didapatkan 12 pasien mengalami hipotensi (60%). Dari uji
statistik didapatkan hasil yang tidak bermakna (p 0,113).
Tabel 5.3.1 Perbandingan tekanan arteri rerata basal, pascainduksi, pascaintubasi
TCI
(n = 20)
Isofluran
(n = 20 )
p
TAR 1 (mmHg) 94,5 (±1,3) 95,9(±1,06) 0,432
TAR 2 (mmHg)
84,05(±1,23)
79,83(±1,38)
0,234
TAR 3 (mmHg) 82,8(±9,18) 82(±8,47) 0,705
Keterangan : TAR 1 : Tekanan Arteri Rerata Basal, TAR 2 : Tekanan Arteri Rerata induksi, TAR 3 : Tekanan Arteri Rerata pascaintubasi. Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji Mann Whitney, nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Tabel 5.3.2 Perbandingan kejadian hipotensi pascainduksi
Kejadian hipotensi
Pascainduksi
Rasio dengan TAR Basal
p Stabil Hipotensi
TCI (n = 20) 13 (65%) 7 (35%)
0,113 Isofluran ( n = 20) 8 (40%) 12 (60%)
Keterangan : TAR : Tekanan Arteri Rerata. Data disajikan dalam bentuk frekwensi (%). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan, nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Penambahan obat efedrin pada sampel yang mengalami episode hipotensi
didapatkan 10 subjek pada kelompok isofluran dan 2 subjek pada kelompok
propofol. Meskipun tidak bermakna untuk diuji secara statistik, namun kebutuhan
terhadap penambahan obat akibat episode hipotensi tentunya akan membawa
implikasi terhadap penambahan biaya obat anestesi intraoperatif.
5.4 Perbandingan Waktu Pulih
Perbandingan waktu pulih sadar pada kelompok TCI propofol yaitu 8,9
menit (±3,29 menit) sedangkan pada kelompok anestesi inhalasi isofluran 17,5
menit (±8,34 menit). Dari uji statistik Mann Whitney didapatkan perbedaan
bermakna diantara kedua kelompok (P < 0,001).
Table 5.4 Perbandingan Waktu Pulih Sadar
TCI
(n = 20)
Isofluran
(n = 20 )
p
Waktu Pulih Sadar (menit)
8,9 (±3,29) 17,5 (±8,34) < 0,001
Keterangan : Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji Mann Whitney nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna. 5.5 Analisis Minimalisasi – Biaya Obat Anestesi Umum
Jumlah pemakaian propofol yang direratakan pemakaiannya per durasi
operasi, maka didapatkan kelompok TCI menggunakan 8,54 mg/menit (512,4
mg/jam). Sedangkan untuk kelompok kontrol, didapatkan rerata jumlah
pemakaian isofluran per durasi operasi 0,42 ml/menit (25,2 ml/jam).
Harga satuan propofol dan isofluran berdasarkan harga jual di depo IBS
RSUP Sanglah perbulan Januari 2015 sebesar Rp. 20.782,- / ampul 200 mg
propofol dan Rp. 326.681,- / botol 100 ml isofluran, jika dikonversikan maka
didapatkan harga Rp. 103,91/mg propofol dan Rp. 3.266,81 / ml isofluran cair
sebelum diuapkan.
Perhitungan harga penggunaan propofol sebagaimana obat-obat anestesi
intravena lainnya, tidak bisa begitu saja dihitung per-ml penggunaan tetapi
berdasarkan jumlah ampul yang dibuka. Sedangkan untuk kelompok kontrol
dalam perhitungan telah dimasukkan harga 1 ampul propofol sebagai agen induksi
yang kemudian dilanjutkan agen isofluran sebagai rumatan.
Hasil analisis minimalisasi - biaya obat anestesi umum dari kedua
kelompok didapatkan perbedaan bermakna. Biaya obat anestesi umum pada
kelompok anestesi intravena propofol TCI didapatkan dengan rata-rata Rp.
155.865,- dan simpang baku Rp. 52.009,66. Sedangkan pada kelompok kontrol
didapatkan dengan rata-rata Rp. 297.644,- dengan simpang baku Rp. 105.787,-.
Berdasarkan statistik dengan uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan
bahwa kedua kelompok memiliki perbedaan signifikan (p < 0,001).
Tabel 5.5 Perbandingan Total Biaya Obat Anestesi Umum
Biaya Obat Anestesi Umum
TCI
(n = 20)
Isofluran
(n = 20 )
P
Biaya Total (Rp.) Rp. 155.865,- (±52.009,66)
Rp. 297.644,- (±105.787)
< 0,001
Per menit anestesi(Rp) Rp. 800,85 (±127,99)
Rp. 1.266,32 (±227,26)
< 0,001
Keterangan : Data disajikan dalam bentuk rerata (± simpang baku). n = jumlah sampel, uji statistik menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan. Nilai p ≤ 0,05 berbeda bermakna.
Perbandingan biaya obat anestesi umum per menit anestesi didapatkan
rata-rata biaya obat anestesi umum intravena propofol TCI sebesar Rp. 800,85,-
dengan simpang baku Rp. 127,99 sedangkan pada kelompok kontrol Rp. 1.266,32
dengan simpang baku Rp. 227,26. Dari data statisik terdapat perbedan bermakna
antara kedua kelompok dengan nilai p < 0,001.
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan analisis minimalisasi biaya obat anestesi umum
yang membandingkan biaya dua jenis obat anestesi umum yaitu propofol
intravena target controlled infusion dan anestesi inhalasi isofluran. Penelitian uji
klinik ini dilakukan pada pasien yang menjalani operasi bedah mayor dengan
pemberian anestesi umum di Instalasi Bedah Sentral di RSUP Sanglah selama
Februari 2015. Sebagai sampel penelitian ini adalah pasien ASA I-II yang
berumur 16-64 tahun, yang dilakukan anestesi umum dengan teknik GA-OTT.
Sampel diambil secara konsekutif acak saat kunjungan pra anestesi sebanyak 40
sampel, dimana 20 sampel untuk kelompok TCI propofol dan 20 sampel untuk
kelompok anestesi inhalasi isofluran, dari seluruh sampel tidak ada yang
dieksklusi. Pada penelitian ini dipergunakan teknik anestesi umum TCI propofol
menggunakan target konsentrasi efek sebagai induksi dan pemeliharaan.
Sedangkan pada kelompok kontrol dilakukan induksi secara intravena propofol
dosis 2-2,5 mg/ KgBB yang dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi inhalasi
isofluran. Dipergunakan monitor BIS untuk menyamakan kedalaman anestesi
pada kedua kelompok sehingga bias penelitian bisa dikurangi. Total biaya obat
anestesi umum propofol intravena dan anestesi inhalasi menggunakan daftar harga
obat depo IBS RSUP Sanglah Denpasar per Januari 2015.
6.1 Karakteristik Sampel
Penggambaran karakteristik sampel bertujuan untuk melihat apakah kedua
kelompok sudah sebanding (comparable) atau tidak. Kelompok perlakuan dan
kontrol masing-masing terdiri dari 20 sampel. Pada kedua kelompok dilakukan uji
normalitas data menggunakan uji saphiro wilk.
Umur pada kedua kelompok terdistribusi normal, secara statistik
didapatkan kedua kelompok memiliki variasi yang homogen (p 0,400). Rentang
umur sampel pada kelompok TCI propofol berkisar antara 16-63 tahun, dengan
rata-rata usia 40,9 tahun dan simpang baku 1,43. Sedangkan umur sampel pada
kelompok kontrol berkisar antara usia 16–64 tahun dengan rata-rata 37,2 tahun
dengan simpang baku 1,33. Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, 20 sampel
kelompok TCI propofol terdiri dari 10 orang laki-laki dan 10 orang perempuan.
Sedangkan kelompok isofluran terdiri dari 6 orang laki-laki dan 14 orang
perempuan. Tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok TCI dan Isofluran (p
0,060).
Variabel status fisik ASA berdasarkan uji statistik tidak didapatkan
perbedaan antara kedua kelompok (p 1,000). Rentang BMI sampel pada kelompok
anestesi intravena total dengan TCI berkisar antara 18,75– 30,3 kg/m2, dengan
rata-rata 23,42 kg/m2 dan simpang baku 2,78 kg/m2. Sedangkan BMI sampel pada
kelompok kontrol berkisar antara 15,4- 35,3kg/m2 dengan rata-rata 23,51 kg/m2
dan simpang baku 4,51 kg/m2. Secara statistik didapatkan bahwa kedua kelompok
memiliki variasi yang normal dalam hal BMI (p 0,079).
Karakteristik berdasarkan jenis operasi, terbanyak pada operasi bedah
onkologi, pada kelompok TCI 12 orang dan kelompok isofluran 13 orang. Tidak
ada perbedaan bermakna pada masing – masing kelompok (P 0,830).
Variabel umur, jenis kelamin, BMI, status fisik ASA, dan jenis operasi
secara statistik pada kedua kelompok memiliki variasi yang sebanding dan
comparable (Tabel 5.1).
6.2 Perbandingan Lama Operasi dan Total Penggunaan Obat
Perbandingan lama operasi pada kedua kelompok dari uji statistik tidak
didapatkan perbedaan bermakna (p 0,200). Jumlah penggunaan obat ditemukan
perbedaan yang bermakna sesuai dengan perlakuan pada masing-masing
kelompok di mana obat utama yang digunakan dalam pengelolaan anestesi
memang berbeda (p < 0,001). Analisis nantinya tidak berhenti pada perbedaan
yang bermakna dari pemakaian obat yang ditampilkan pada kolom hasil saja,
tetapi akan berusaha mengetahui biaya ekonomi yang ditimbulkan dari masing-
masing penggunaan obat tersebut (obat intravena propofol dan gas inhalasi
isofluran). Sedangkan untuk penggunaan obat-obat yang lain seperti analgetik
opioid (Fentanyl), NSAID (Ketorolac), dan pelumpuh otot (Atrakurium)
diperlakukan sama pada kedua kelompok dengan tetap memperhatikan klinis serta
kebutuhan dari subjek penelitian durante operasi.
Lama operasi pada kelompok TCI propofol didapatkan rerata 169,75 menit
dengan simpang baku 6,14 menit, sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan
lama operasi 203,2 menit dengan simpang baku 7,76 menit, berdasarkan uji t dua
sampel tidak berpasangan tidak didapatkan perbedaan bermakna dengan nilai p
0,200.
Perbandingan total penggunaan opioid fentanyl tidak berbeda bermakna
pada kedua kelompok perlakuan dimana pada kelompok TCI propofol total
penggunaan fentanyl 287,25 (±89,5) mcg sedang kelompok isofluran 292,1
(±67,2) mcg.
Perbandingan total penggunaan jumlah obat anestesi yang digunakan, total
propofol yang digunakan pada kelompok TCI propofol adalah 1450,32 mg dengan
simpang baku 5,07 mg, sedangkan kelompok isofluran 84,75 ml dengan simpang
baku 3,23 ml. Berdasarkan uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan nilai
yang bermakna dengan p < 0,001. Rasio penggunaan obat persatuan waktu yaitu
per menit, didapatkan pada kelompok TCI propofol 8,54 mg dengan simpang
baku 2,04 mg dan kelompok kontrol 0,42 ml dengan simpang baku 0,09 ml. Hasil
uji t dua sampel tidak berpasangan didapatkan berbeda bermakna dengan nilai p <
0,001.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Iswayudi, dkk. pada tahun 2013,
didapatkan lama operasi pada kelompok TCI propofol 159,69 menit dengan
simpang baku 30,32 menit, jumlah obat propofol yang terpakai 1442 mg dengan
simpang baku 264,23 mg, dan rasio penggunaan obat persatuan waktu 9,04 mg
dengan simpang baku 0,35 mg (Iswahyudi, dkk., 2013). Terdapat perbedaan
dalam hal rasio penggunaan obat per satuan waktu, dimana penelitian ini alat yang
digunakan dalam menilai kedalam anestesi adalah monitor BIS indek yang
mampu memfasilitasi pengukuran kedalaman anestesi secara kontinyu, sedangkan
pada penelitian Iswahyudi, dkk digunakan alat monitor kedalaman anestesi
dengan IOC. Dari hasil penelitian ini didapatkan perbedaan kebutuhan rasio
penggunaan obat per satuan waktu sebesar 5,5 %.
Studi Stefan suttner, dkk yang meneliti analisis biaya TCI propofol
dibandingkan dengan regimen standar anestesi pada operasi laparoskopi
kolesistektomi didapatkan rerata durasi anestesi 113 ± 24 menit didapatkan dosis
propofol 2180 ml dan isofluran 345 ml. Dosis isofluran persatuan waktu
didapatkan rerata 2,5 ml/menit. Terdapat perbedaan bermakna dalam hal
kebutuhan isofluran per satuan waktu dikarenakan pada penelitian Stefan Suttner,
dkk menggunakan vaporizer analyser (vapor 19.3; Dragerwerke, Lubeck,
Jerman), yang menggunakan mesin penghitung berat presisi (SG 16001; Mettler-
Toledo, Greifensee, Swiss). Mengkonversi dari satuan milligram ke milliliter
dengan menggunakan berat spesifik isofluran (1,50 gr/mL). Sedangkan pada
penelitian ini dilakukan pengukuran secara manual volume isofluran sebelum
dilakukan anestesi dan setelah operasi selesai menggunakan gelas ukur kaca. Alat
vaporizer yang digunakan Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah terkalibrasi pada
tahun 2013.
Penelitian ini melakukan pencatatan dosis propofol yang dibutuhkan dalam
induksi yang ditandai dengan hilangnya kesadaran pasien. Dalam menilai
kesadaran digunakan alat monitor BIS indek yang merupakan varian dari
gelombang EEG. BIS indek menangkap gelombang EEG otak bagian frontal,
dimana pasien mulai kehilangan kesadaran apabila nilai BIS indek mulai turun
dari angka 70. Monitor BIS indek telah disetujui oleh FDA sejak tahun 1996
sebagai alat monitor menilai kedalam anestesi. Dari beberapa literatur BIS indek
mengurangi dosis penggunaan obat anestesi hingga 30 %.
Perbandingan dosis induksi propofol didapatkan perbedaan bermakna,
dimana dosis induksi menggunakan TCI propofol adalah 76,2 mg dengan simpang
baku 8,32 mg sedangkan induksi manual dengan propofol didapatkan dosis
induksi 111 mg dengan simpang baku 34 mg. Dosis induksi dicatat saat monitor
BIS mencapai nilai indek 40-60. Dari hasil uji t dua sampel tidak berpasangan
didapatkan perbedaan bermakna dalam dosis induksi propofol untuk mencapai
nilai BIS indek 40-60. Secara teori, dosis induksi propofol 2 – 2,5 mg/ kgBB,
dengan penggunaan fasilitas monitor BIS indek kita dapat mengurangi dosis
induksi propofol.
6.3 Perbandingan Tekanan Arteri Rerata
Efek mayor propofol terhadap sistem kardiovaskular adalah penurunan
tekanan darah arteri akibat penurunan drastis tahanan pembuluh darah sistemik
(inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatik), kontraktilitas jantung, dan preload.
Induksi anestesia dengan propofol telah menunjukkan efek terhadap hemodinamik
yang poten, yang didominasi oleh hipotensi (Singh, 2005). Induksi anestesia
dengan propofol sering disertai dengan penurunan tekanan darah arterial dan
denyut jantung yang signifikan (Monk dkk., 1987; Claeys dkk., 1988; Hug dkk.,
1993).
Penurunan tekanan arterial berkaitan dengan penurunan curah
jantung/indeks jantung (15%), indeks volume sekuncup (20%), dan tahanan
pembuluh darah sistemik (15-25%) (Prys-Roberts dkk., 1983; Coates dkk., 1987).
Indeks kerja sekuncup ventrikel kiri juga mengalami penurunan (30%) (Claeys
dkk., 1988). Penurunan tekanan darah sistemik setelah dosis induksi propofol
tampaknya disebabkan oleh vasodilatasi dan depresi miokard. Kedua efek tersebut
tergantung pada dosis dan konsentrasi plasma (Pagel dan Warltier, 1993). Efek
vasodilatasi propofol disebabkan oleh penurunan aktivitas simpatis (Ebert dkk.,
1992).
Sistem TCI Schnider memungkinkan induksi yang lebih lembut dan pelan
karena pengisian kompartemen pertama (k1) terjadi secara gradual sampai
konsentrasi effect site (k1e) tercapai yang ditandai dengan nilai BIS 40-60,
disinilah keuntungan penggunaan TCI (Ching Tang Wu dkk., 2009).
Tahap awal dari anestesi umum adalah induksi anestesi. Idealnya induksi
harus berjalan dengan lembut dan cepat, disertai dengan hemodinamik yang stabil.
Perhatian utama pada anestesi umum adalah keamanan dan keselamatan pasien,
dan salah satu faktor penentunya adalah kestabilan hemodinamik selama tindakan
induksi dilakukan, hal ini dapat dicapai apabila obat anestesi tersebut dapat
memberikan tingkat kedalaman anestesi yang adekuat untuk pembedahan tanpa
menimbulkan depresi yang serius terhadap fungsi hemodinamik (DLDS Siahaan,
2011).
Perbandingan keadaan hemodinamik dilakukan pada kedua kelompok
dalam hal tekanan arteri rerata basal, pascainduksi, pascaintubasi. Dilakukan uji
statistik pada masing –masing kelompok kemudian dilakukan perbandingan
keadaan hemodinamik pada kedua kelompok. Data tidak berdistribusi normal
pada kedua kelompok sehingga kami menggunakan uji Mann Whitney didapatkan
kedua kelompok memiliki variasi tekanan arteri rerata basal yang homogen (p
0,432). Sedangkan pada tekanan arteri rerata sesudah induksi pada kelompok TCI
dan isofluran tidak didapatkan juga fluktuasi yang bermakna dari uji klinik (p
0,234). Sedangkan tekanan arteri rerata pasca intubasi tidak didapatkan perbedaan
yang bermakna secara statistik pada kedua kelompok (p 0,705).
Target controlled infusion semakin berkembang dengan harapan
pemberian agen anestesi dengan target kadar obat dalam plasma atau di organ
target sehingga kadar obat tetap stabil. Hal ini didapatkan dengan menggabungkan
ilmu farmakodinamik dan farmakokinetik dengan kemampuan komputer
menghitung kadar obat. Secara teoritis pemberian obat intravena menggunakan
TCI akan memberikan hasil hemodinamik yang lebih stabil karena kadar obat
dalam plasma yang lebih stabil. Parameter yang digunakan pada penelitian ini
adalah ada tidaknya kejadian hipotensi saat induksi maupun durante operasi.
Kejadian hipotensi pada kelompok anestesi intravena propofol
menggunakan TCI didapatkan tujuh sampel (35%) setelah induksi sedangkan pada
kelompok anestesi inhalasi didapatkan 12 sampel mengalami hipotensi (60%).
Dari uji statistik didapatkan hasil yang tidak bermakna (p 0,113).
Penggunaan efedrin sebagai obat tambahan untuk episode hipotensi yang
dialami hanya didapatkan 10 sampel pada kelompok isofluran dan 2 sampel pada
kelompok propofol. Meskipun tidak bermakna untuk diuji secara statistik, namun
kebutuhan terhadap penambahan obat akibat episode efek samping tentunya akan
membawa implikasi terhadap penambahan biaya anestesi intraoperatif.
6.4 Perbandingan Waktu Pulih
Perbandingan waktu pulih kelompok anestesi intravena propofol
menggunakan TCI 8,9 menit (±3,29 menit) dibanding kelompok anestesi inhalasi
isofluran 17,5 menit (±8,34 menit). Dari uji statistik didapatkan perbedaan
bermakna diantara kedua kelompok (P < 0,001). Hal ini sesuai dengan penelitian
Stefan suttner, dkk,. waktu yang dibutuhkan dari penghentian regimen anestesi
hingga ektubasi (6 ± 2 menit) dan lama perawatan di Post Anesthesia Care Unit
(PACU) (70 ± 12 menit) lebih singkat pada grup TCI propofol dibandingkan grup
isofluran (15 ± 3 dan 87 ± 13 menit) dengan nilai p 0.05. Pada penelitian
Iswahyudi, dkk,. didapatkan waktu pulih sadar pada kelompok TCI 9,33 menit
dari waktu propofol dimatikan, dengan simpang baku sebesar 1,680 menit.
Keunggulan penggunaan propofol pada teknik TIVA adalah rasa nyaman
pascaoperasi dan waktu pulih sadar (waktu ekstubasi) yang lebih singkat.
Cepatnya waktu pulih sadar ini sesuai dengan contex sensitivity half life propofol
dalam darah yang akan berkurang dengan cepat konsentrasi efektifnya dalam
plasma begitu obat dihentikkan pemberiannya. Dosis efektif anestesi propofol
dalam plasma sekitar 2-4 µg/mL dan hilangnya kesadaran (BIS 40-60) pada
konsentrasi 6 µg/mL. Begitu pemberian propofol dihentikan pemberianya maka
konsentrasi bangun sekitar 1,5 µg/mL segera tercapai dalam waktu 8-10 menit
(Jaap Vuyk dkk.,1992). Singkatnya waktu bangun pada kelompok TCI
dikarenakan dosis propofol lebih kecil, induksi lebih lembut sehingga waktu
tercapainya konsentrasi effect site dengan waktu eliminasi obat terjadi konstan
dan fluktuasi hemodinamik yang lebih stabil. Pada beberapa penelitian
menyebutkan jenis kelamin juga mempengaruhi farmakodinamik propofol
terutama wanita geriatri jika dibandingkan dengan laki-laki geriatri, dengan alasan
analisa farmakodinamika pada wanita geriatri distribusi obat untuk mengisi
volume perifer (V3) lebih lambat, metabolisme clearence obat lebih tinggi (Cl1)
dan lean body mass pada wanita lebih kecil dibandingkan laki-laki sehingga pada
pemberian dosis propofol yang sama, maka wanita akan mendapatkan dosis obat
kurang 10% (Jaap Vuyk dkk.,2001).
6.5 Analisis Minimalisasi – Biaya Obat Anestesi Umum
Farmakoekonomi merupakan salah satu cabang dalam bidang farmakologi
yang mempelajari mengenai pembiayaan pelayanan kesehatan, dimana
pembiayaan dalam hal ini mencakup bagaimana mendapatkan terapi yang efektif,
bagaimana dapat menghemat pembiayaan, dan bagaimana dapat meningkatkan
kualitas hidup (Waley, Davey, 1995), ( Walley, Haycox, 1991).
Kajian analisis farmakoekonomi dikenal empat metode analisis. Keempat
metode analisis ini bukan hanya mempertimbangkan efektivitas, keamanan, dan
kualitas obat yang dibandingkan, tetapi juga aspek ekonominya. Karena aspek
ekonomi atau unit moneter menjadi prinsip dasar kajian farmakoekonomi, hasil
kajian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan untuk menetapkan
penggunaan yang paling efisien dari sumber daya kesehatan yang terbatas
jumlahnya. Empat metode analisis farmakoekonomi adalah Analisis minimalisasi
biaya (AMiB), Analisis efektivitas biaya (AEB), Analisis utilitas-biaya (AUB),
Analisis manfaat-biaya (AMB).
Analisis minimalisasi-biaya (AMiB) adalah analisis farmakoekonomi yang
paling sederhana. AMiB digunakan untuk membandingkan dua intervensi
kesehatan yang telah dibuktikan memiliki efek yang sama, serupa, atau setara.
Jika dua terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu
dibandingkan hanya biaya untuk melakukan intervensi. sesuai prinsip efisiensi
ekonomi, jenis atau merek obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang
membutuhkan biaya paling kecil per periode terapi yang harus dikeluarkan untuk
mencapai efek yang diharapkan.
Penelitian ini melakukan uji klinik dengan membandingkan biaya obat
anestesi umum menggunakan TCI propofol dan kelompok kontrol anestesi
inhalasi dalam hal ini digunakan isofluran. Kedua obat tersebut bekerja pada titik
tangkap yang sama yaitu di GABA, dan mengakibatkan hipnotik. Alat yang
digunakan untuk mengukur besarnya efek hipnotik kedua obat adalah BIS indek
yang telah di setujui oleh FDA sebagai alat monitor kedalaman anestesi.
Hasil analisis minimalisasi - biaya obat anestesi umum dari kedua
kelompok pada penelitian ini didapatkan perbedaan yang bermakna. Pada jumlah
pemakaian propofol jika direratakan pemakaiannya per durasi operasi, maka
kelompok TCI menggunakan 8,54 mg/menit (512,4 mg/jam). Sedangkan untuk
kelompok kontrol, didapatkan rerata jumlah pemakaian isofluran per durasi
operasi 0,42 ml/menit (25,2 ml/jam).
Harga satuan propofol dan isofluran berdasarkan harga jual di depo IBS
RSUP Sanglah perbulan Januari 2015 sebesar Rp. 20.782,- / ampul 200 mg
propofol dan Rp. 326.681,- / botol 100 ml isofluran, jika dikonversikan maka
didapatkan harga Rp. 103,91/ mg Propofol dan Rp. 3.266,81- / ml isofluran cair
sebelum diuapkan.
Penggunaan propofol sebagaimana obat-obat anestesi intravena lainnya,
tidak bisa begitu saja dihitung per-ml penggunaan tetapi berdasarkan jumlah
ampul yang dibuka. Sedangkan untuk kelompok kontrol dalam perhitungan telah
dimasukkan harga 1 ampul propofol sebagai agen induksi yang kemudian
dilanjutkan sebagai agen isofluran sebagai pemeliharaan.
Biaya obat anestesi umum pada kelompok anestesi intravena total dengan
TCI dengan rata-rata Rp. 155.865,- dan simpang baku Rp. 52.009,66. Sedangkan
pada kelompok kontrol biaya anestesi inhalasi intraoperatif dengan rata-rata Rp.
297.644,- dengan simpang baku Rp. 105.787,-. Berdasarkan statistik dengan uji t
dua sampel tidak berpasangan didapatkan bahwa kedua kelompok memiliki
perbedaan signifikan (p < 0,001).
Biaya obat anestesi umum intravena propofol TCI berdasarkan menit
anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi umum sebesar Rp. 800,85 dengan
simpang baku Rp. 127,99. Pada kelompok kontrol Rp. 1.266,32 dengan simpang
baku Rp. 227,26 untuk per menit. Dari data statisik terdapat perbedan bermakna
antara kedua kelompok dengan nilai p < 0,001.
Harga dari semua obat anestesi dalam penelitian ini diambil dari daftar
harga farmasi di depo IBS RSUP Sanglah Denpasar per- Januari 2015. Pada
penelitian sebelumnya Iswahyudi, dkk., berdasarkan harga depo IBS RSUP
Sanglah Denpasar per- Agustus 2013, harga propofol ebesar Rp. 64.470,- / ampul
200 mg. Maka didapatkan biaya anestesi intraoperatif pada kelompok anestesi
intravena total dengan TCI dengan rata-rata Rp. 957.870, - dan simpang baku Rp.
73.910,-. Berdasarkan menit anestesi, didapatkan rata-rata biaya anestesi
intraoperatif sebesar Rp. 5.999,- untuk per menit anestesi pada kelompok TCI
Propofol (Iswahyudi, dkk., 2013). Hal ini dikarenakan diterapkannya sistem
jaminan kesehatan nasional, maka pemerintah menunjuk sebuah badan khusus
dalam menilai harga obat dipasaran. Harga obat propofol dan isofluran yang
digunakan pada penelitian ini adalah berdasarkan harga E-Catalog yang telah
disahkan oleh pemerintah tahun 2014.
Analisis biaya di atas tidak memasukkan biaya N2O dan O2, biaya alat dan
bahan sekali buang (disposable) seperti kanul nasal, set infus, abocath, dan
handschoen. Biaya pemakaian dari alat anestesia dan monitor juga tidak
dimasukkan dalam perhitungan. Biaya untuk gaji staf (dokter, perawat, dan
personel di kamar operasi lainnya) yang merupakan biaya terbesar dari
pelayananan rumah sakit, juga tidak dimasukkan dalam penelitian analisis biaya
ini. Kesemuanya ditujukan untuk benar-benar dapat mengetahui biaya dari obat
anestesi umum dan teknik anestesi dengan meminimalisir kemungkinan bias dari
komponen-komponen di atas.
Analisis minimalisasi – biaya obat anestesi umum membandingkan TCI
propofol dan anestesi inhalasi isofluran didapatkan propofol intravena target
controlled infusion lebih murah dibandingkan isofluran pada pasien yang
menjalani operasi bedah mayor di Instalasi Bedah Sentral RSUP Sanglah. Metode
dengan menggunakan TCI propofol di atas bahkan bisa lebih ekonomis mengingat
biaya propofol telah berkurang sampai dengan 50% pada beberapa tahun terakhir
pada beberapa negara. TIVA/TCI propofol akan menjadi lebih ekonomis lagi jika
berhasil menemukan solusi untuk biaya obat sisa yang dibuang (ampul terbuka
dengan adanya bahan obat didalamnya). Sisa obat yang dikumpulkan sesuai data
yang dikemukakan oleh Rosenberg dkk (1994) dan Johans TG dkk (1995),
mencapai 20 % dari perhitungan biaya anestesi. Sisa obat anestesi tersebut dapat
menjadi salah satu faktor dalam menentukan biaya dari penggunaan TIVA / TCI
propofol. Disimpulkan bahwa reformasi pelayanan kesehatan telah memberikan
tekanan lebih bagi seorang dokter ahli anestesi untuk menentukan dampak biaya
dari strategi dan obat serta teknologi baru yang dipilih dan dikerjakan. Disamping
hal diatas, kualitas dari pelayanan juga termasuk poin penting tetapi suatu masalah
yang sangat kompleks terlebih jika dihadapkan dengan biaya yang ekonomis. TCI
Propofol menghasilkan biaya yang lebih murah secara bermakna disertai
gambaran efek samping hipotensi yang lebih rendah dan waktu pulih lebih
singkat, serta melindungi lingkungan dibandingkan anestesi inhalasi isofluran
pada pasien-pasien ASA I-II yang menjalani prosedur operasi bedah mayor di
RSUP Sanglah Denpasar.
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Biaya obat anestesi umum propofol intravena target controlled infusion lebih
murah dibandingkan anestesi umum inhalasi isofluran pada pasien yang menjalani
operasi bedah mayor di RSUP Sanglah Denpasar.
7.2 Saran
1. Propofol intravena target controlled infusion dapat dijadikan pilihan dalam
pelayanan anestesi umum di RSUP Sanglah karena lebih murah, waktu
bangun lebih singkat, efek green hospital, dan efek hipotensi yang lebih
rendah.
2. Penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi para pengambil kebijakan,
baik di tingkat Pusat (Kementerian Kesehatan), Daerah (Provinsi dan
Kabupaten/Kota) maupun fasilitas pelayanan (Rumah Sakit) dalam
mengembangkan sistem pelayanan kesehatan dalam rangka pemilihan dan
penggunaan obat yang efektif dan efisien khususnya di bidang pelayanan
anestesi.
3. Penelitian lanjutan mengenai analisis biaya TCI Propofol diperlukan dengan
membandingkan obat anestesi inhalasi lainnya yang diukur dengan
menggunakan metode Formula Dion atau Formula Loke yang dipercaya
menghasilkan presisi lebih baik sesuai perhitungan matematis untuk
perhitungan biaya.
4. Perlu dilakukan penelitian mengenai analisis farmakoekonomi lainnya untuk
mendapatkan beban biaya anestesi yang paling rendah misalnya analisis
efektivitas biaya anestesi umum intravena dan anestesi inhalasi, analisis
utilitas biaya anestesi umum intravena dan inhalasi, dan analisis manfaat biaya
anestesi umum intravena dan inhalasi.
DAFTAR PUSTAKA
Absalom, A. R., Sutcliffe N., Kenny, G. N., (2002), Closed-loop control of anesthesia using Bispektral index: performance assessment in patients undergoing major orthopedic surgery under combined general and regional anesthesia. Anesthesiology.;96:67-73.
Andrade, J., Englert, L., Harper, C., Edwards, N. D., (2001), Comparing the
effects of stimulation and propofol infusion rate on implicit and explicit memory formation. Br J Anaesth.;86:189-95.
Ashraf, A., Dahaba., (2005), Different Condition that could Result in the
Bispektral Index Indicating an Incorrect Hypnotic State, Anesthesia Analgesia;101:765-73.
Bertram G.Katzung, (2004), Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed., p.413-
414. Billard, V., Constant, I., (2000). Automatic analysis of electroencephalogram:
what is its value in the year for monitoring anesthesia depth? Ann Fr Anesth Reanim. 2001;20:763-85.
Boldt, J., Jaun, N., Kumle, B., Heck, M., Mund, K., (1998), Economic
considerations of the use of anesthetics: a comparison of propofol, sevofluran, desfluran, and isoflurane. Anesthesia and Analgesia.;86:504-509.
Bower, A, L., Ripepi, A., Dilger, J., Boparai, N., Brody, F, J., Ponsky, J,L.,
(2000) Bispektral index monitoring of sedation during endoscopy. Gastrointest Endosc.;52:192-6.
Bruhn, J., Bouillon, T, W., Shafer, S, L., (2000) Bispektral index (BIS) and
burst suppression: Revealing part of the BIS algorithm. J Clin Monit.;16:593-596. Chernin, E, L., (2004), Pharmacoeconomics of inhaled anesthetic agents:
considerations for the pharmacist. American Journal of Health-System Pharmacy.;61(suppl 4):S18-S22.
Coste, C., Guignard, B., Menigaux, C., Chauvin, M., (2000), Nitrous oxide prevents movement during orotracheal intubation without affecting BIS value.Anesth Analg.;91:130-5.
Crozier, T. A.,Kettler, D., (1999) "Cost effectiveness of general
anaesthesiology ", British Journal of Anaesthesiology,ed 1,volume 83, number 4, Department of Anaesthesiology ,Emergency and Intensive Care Medicine University of Gottingen Medical School, Germany,Gottingen.
Dion, P., (1992), The cost of anaesthetic vapors. Canada Journal of
Anaesthesia.;39(6):633. Edward, Morgan,Jr., Maged, S., Mikhail et al., (2006), Clinical
Anesthesiology, 4th ed ;8:200-202. Eger, E.I., (2010), Inhaled anesthetics: uptake and distribution. In: Miller RD,
ed. Eriksson, LI, Fleisher LA, Wiener-Kronish JP, Young WL, associate eds. Miller’s Anesthesia. Vol 1. 7th Ed. Philadelphia, PA:Churchill Livingstone:539-559.
Eger, E.I., (2010), Cost in several flavors. International Anesthesia Research
Society.;110(2):276-277. Eger, E.I., (2002), A brief history of the origin of minimum alveolar
concentration (MAC). Anesthesiolog ; 96(1):238-239. Friedberg, B.L., Sigl, J.C., (2000), Clonidine premedication decreases
propofol consumption during Bispektral index (BIS) monitored propofol-ketamine technique for office-based surgery. Dermatol Surg.;26:848-52.
Golembiewski, J., (2010), Economic considerations in the use of inhaled
anesthetic agents. American Journal of Health-System Pharmacy ;67:S9-S12. Hasani, Antigona., Jashari, H., Valbon, Gashi., Albion, D., Propofol and
postperative pain: systemic review and meta-analysis. Available from: http://www.intechopen.com/book/pain-management-current-issues-and-opinions/propofol -and-postoperative -pain-review-and-meta-analysis.
Honan, D.M., Breen, P.J. et al., (2002), Decrease in Bispektral Index Preceding Intraoperatif Hemodynamic Crisis Evidence of Acute Alteration of Propofol Pharmacokinetic, Anesthesiology ;97:1303-5.
Islam, S., Jain, P.N., (2004), Post-Operative Nausea And Vomiting (PONV) :
A Review Article. Indian J Anaesth.; 48 (4) : 253-8. Iswahyudi, Sinardja K., Senapathi T.G.A., “Analisis Biaya Periode
Intraoperatif Anestesi Intravena Total Propofol Target Controlled Infusion (TCI) dengan Anestesi Inhalasi Sevoflurane pada Pasien Operasi Bedah Mayor Onkologi di RSUP Sanglah Tahun 2013”. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Johansen, J. W., Sebel, P. S., (2000), Development and Clinical Application
of Electroencephalographic Bispectrum Monitoring, Anesthesiology ;93:1336-44. Katzung, B. G., (2010), Basic and Clinical Pharmacology, 9th ed., p.413-414. Latief, S. A., Suryadi, K. A., Dachlan, M. R., (2002), Anestetik Inhalasi dalam
buku: Petunjuk Praktis Anestesiologi edisi kedua, hal 48-64, penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI , Jakarta.
Lockwood, G. G., White, D.C., (2001), Measuring the costs of inhaled
anaesthetics. British Journal of Anaesthesia.;87(4):559-563 Loke, J., Shearer, W. A. J., (1993), Cost of anaesthesia. Canada Journal of
Anaesthesia;40(5):472-474. Mangku, G., (2002), Diktat Kumpulan Kuliah Buku I, penerbit Bagian
Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD, hal 74-84, Denpasar. Mangku, G., (2000), Anestesi Inhalasi dalam buku Standar Pelayanan dan
Tatalaksana Anestesia-Analgesia dan Terapi Intensif, hal 28, penerbit Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
McGregor, M., (2003), Cost-utility analysis: use QALYs only with great
caution. Can Med Ass J ;168:433- 434.
Meyer, T., (2010), Managing inhaled anesthesia: challenges from a health-system pharmacist’s perspective. American Journal of Health-System Pharmacy;67:S4-S8.
Naidoo, D., (2011), Target Controlled Infusions, University of Kwazulu-
Natal. Newson, C., Victory, R., White, P. F., (1995), Comparison of Propofol
Administration Techniques for Sedation During Monitored Anesthesia Care. Anesthesia Analgesia;81:486-9.
Odin, I., Feiss, P., (2005), Low flow and economics of inhalational anesthesia.
Balliere’s Best Practice in Clinical Anesthesiology;19:399-413. Pemberton, P. L., Dinsmore, J., (2002), Bispektral index monitoring during
awake craniotomy surgery. Anaesthesia:57;1243-1245. Rascati, K. L., (2009), Essentials of Pharmacoeconomics. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins; 45-58. Renna, M., Venturi, R., (2000), Bispektral index and anaesthesia in the
elderly. Minerva Anestesiol;66:398-402. 7-8. Scott, D., Kelley., (2004), Monitoring Level of Consciousness during
Anesthesia and Sedation. A Clinician’s Guide to the Bispektral Index. ASPECT medical system USA.
Struys, M. M., De Smet, T., Versichelen, L. F., Van De Velde, S., Van den
Broecke, R., Mortier, E. P., (2001), Comparison of closed-loop controlled administration of propofol using Bispektral Index as the controlled variable versus “standard practice” controlled administration. Anesthesiology ;95:6-17.
Stoelting, R. K., Hiller, S. C., (2006), Nonbarbiturate Intravenous Anesthetic
Drugs. In: Pharmacology & Physiology in Anesthetic Practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 155-63.
Sugiarto, Adhrie., (2012), Panduan praktis total intravenous anesthesia dan
target controlled infusion; 27-42.
Suttner S., Boldt J., Schimdt C., Piper S., Kumle B., (1999), Cost Analysis of Target – Controlled Infusion – Based Anesthesia Compared sith Standards Anesthesia Regimens. Anesthesia & Analgesia 1999; 88: 77-82.
Traynor, K., (2009), Inhaled anesthetics present cost-saving opportunity.
American Journal of Health-System Pharmacy ;66:606-607. Triem, J. G., Rohm, K. D., et al., (2009), Propofol Administration System.
Handling Hemodynamics and Propofol Compsumtion, Anaestethetist; 58(3):231-4,236-9.
Walley, T., Haycox, A., (1997), Pharmacoeconomics: basic concepts and
terminology. Department of Pharmacology and Therapeutics, University of Liverpool, Liverpool, UK. Br J Clin Pharmacol ; 43: 343–348.
Walley, T., Davey, P., (1995), Pharmacoeconomics: a challenge for clinical
pharmacologists. Br J Clin Pharmacol ;40:199-202. Weinberg L, Story D, Nam J, McNicols L. Pharmacoeconomics of volatil
inhalational anaesthetic agents: an 11-year retrospective analysis. Anaesthesia and Intensive Care. 2010; 38(5)849-854.
Weiskopf, R. B., Eger, E. I., (1993), Comparing the costs of inhaled
anesthetics. Anesthesiology ;79(6):1413-1418.
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
JADWAL PENELITIAN
No
Kegiatan
Sept –
Nov
2014
Des
2014
Jan
2014
Feb
2014
Mar
2014
April
2014
1. Pembuatan
Proposal
2. Seminar Proposal
3. Koreksi/Ijin
Penelitian
4. Pelaksanaan
Penelitian
5. Pengolahan data
6. Seminar hasil
7. Penyempurnaan
hasil
8. Ujian Tesis
9. Penyempurnaan
Tesis
Lampiran 4
INFORMASI
Penjelasan mengenai Penelitian
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM
PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN
ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH Di RSUP Sanglah Denpasar saat ini tengah dilakukan penelitian oleh tim
peneliti dari Bagian Anestesi & Terapi Intensif Fakultas Kedoteran Universitas
Udayana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ANALISIS MINIMALISASI -
BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION
(TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI RSUP SANGLAH.
Hingga saat ini dalam memberikan pelayanan anestesi kepada pasien operasi
bedah mayor di RSUP Sanglah, anestesi umum inhalasi adalah teknik yang paling
sering digunakan karena relatif sederhana dan sudah sangat lazim dikerjakan.
Di sisi lain kita juga memiliki obat-obat anestesi intravena yang secara
farmakologis sedikit mempengaruhi hemodinamik pasien dibandingkan obat anestesi
inhalasi. Propofol adalah salah satu obat anestesi intravena dan yang paling sering
digunakan. Propofol juga memiliki keistimewaan dibandingkan anestesi inhalasi
yaitu terdapatnya efek mencegah terjadinya mual muntah pasca operasi, waktu
ekstubasi dan waktu pulih sadar yang lebih singkat, menjadikan teknik intravena total
makin populer.
Target Controlled Infusion (TCI) merupakan tehnologi terbaru dalam anestesi
intravena total dan sudah dipergunakan sebagai standar dalam pelaksanaan anestesi
intravena di negara-negara maju. Di RSUP Sanglah, TCI mulai dipergunakan sejak
tahun 2012 di bagian Anestesi dan Terapi Intensif dan diharapkan dapat dijadikan
standar operasional dalam penggunaan teknik anestesi intravena total.
Maka saat ini kami sedang mengadakan penelitian untuk mengetahui teknik
anestesi mana yang lebih baik dikerjakan dari segi biaya, serta gejolak hemodinamik
dan waktu pulih sadar pasca operasi pada pasien operasi bedah mayor. Kepada
semua pasien akan diberikan perlakuan yang sama, kecuali metode anestesi yang
dilakukan akan dikerjakan sesuai dengan kelompoknya. Demikian pula mengenai
penanganan bila terjadi komplikasi maupun efek samping yang timbul akan diberikan
pengobatan sesuai standar terbaik yang ada, tanpa membedakan berdasarkan
kelompok perlakuannya.
Semua data dari penelitian ini akan diperlakukan secara rahasia sehingga tidak
mungkin orang lain akan menghubungkannya dengan Anda. Anda diberikan
kesempatan yang sebesar-besarnya utuk menanyakan semua hal yang belum jelas
tentang penelitian ini kepada peneliti.
Tidak ada paksaan untuk ikut atau menolak diikutsertakan dalam penelitian
ini. Bagi pasien yang bersedia ikut kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya,
dan bagi yang tidak setuju tidak akan mengurangi kualitas pelayanan yang akan
diberikan dari dokter Anda.
Terimakasih.
Hormat kami,
Peneliti
( dr. Adi Chandra )
Catatan: Nomor telpon peneliti yang dapat dihubungi jika terjadi sesuatu yang perlu
dikomunikasikan adalah 081338694948
Lampiran 5
RSUP SANGLAH DENPASAR RM.1.23.1/IC/2014
SURAT PERSETUJUAN SUBYEK PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari risiko penelitian
tersebut dibawah ini yang berjudul :
___________________________________________________________________________________________
Dengan sukarela menyetujui dikutsertakan dalam uji klinik di atas dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun, berhak membatalkan persetujuan ini.
Denpasar,……………. 2015
Mengetahui : Yang menyetujui
Penanggung Jawab penelitian Peserta uji klinik
( _________________________ ) ( ____________________________ )
Saksi
( ___________________________ )
RSUP SANGLAH DENPASAR RM.1.23.2/IC/2014
SURAT PERSETUJUAN WALI SUBYEK
PENELITIAN
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Setelah mendapat keterangan secukupnya serta menyadari manfaat dari risiko penelitian
tersebut dibawah ini yang berjudul :
_________________________________________________________________________________________
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan : anak/
……………………………………………………………………………………
(hubungan keluarga terdekat dalam hal ini penderita tidak dapat memutuskan sendiri)
Nama : Umur : Jenis Kelamin : Alamat : Pekerjaan : Dalam penelitian tersebut dengan catatan bila suatu waktu merasa dirugikan, berhak
membatalkan persetujuan ini.
Denpasar, ……………………………. 2015
Mengetahui : Yang menyetujui
Penanggung Jawab penelitian Wali peserta uji klinik
( ________________________ ) ( ________________________ )
Saksi
( ___________________________ )
RSUP SANGLAH DENPASAR RM.1.23/IC/2014
PERSETUJUAN BERPARTISIPASI DALAM PENELITIAN KLINIS
AGREEMENT FOR CLINICAL RESEARCH
PEMBERIAN INFORMASI
Information Delivered
Peneliti
Researchers
Penerima Informasi/pemberi persetujuan
Recipient information/approved by
No Jenis Informasi
Information
Isi Informasi(oleh peneliti)
Information detail(by researchers)
Tanda(√)
Marked
1 Tujuan penelitian
Aims of research
2 Manfaat penelitian The purpose of research
3 Prosedur Penelitian
Research procedure
4 Risiko potensial dan rasa tidak enak yang akan dialami
Potencial Risks and feeling discomfort
5 Prosedur Alternatif
alternative procedure
6 Menjaga kerahasiaan
Confidentiality
7 Kompensasi bila terjadi kecelakaan dalam penelitian
Compensation in the event of an accident in the research
8 Partisipasi berdasarkan kesukarelaan
Based on voluntary participation
9 Nama dan alamat peneliti yang bisa dihubungi bila
terjadi kecelakaan atau subyek ingin bertanya
Name and address of the researcher who can be contac in the event of accident or subject would like to ask
10 Perkiraan jumlah subyek yang akan diikutsertakan dalam penelitian
Estimated number of subjects to be included in the study
11 Kemungkinan dapat
timbul resiko yangdiketahui pada saat ini
Possibility may arise risks known at this time
Estimated cost
12
Subyek dapat dikeluarkan dari penelitian
Subject may excluded in the study
13 Bahaya potensial bila ada bagi subyek yang mengundurkan diri sebelum penelitian selesai
A potential danger(if any) for the subjects who withdrew before study completion
14 Insentif bagi subyek (bila ada)
Incentives for the subject (if any)
15 Bila menolak/membatalkan untuk berpartisipasi, bahwa akses mereka terhadap proses pelayanan dijamin tidak terpengaruhi atau terganggu
When refuse / cancel to participate, that their access to the service process is guaranteed not affected or impaired
Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal hal diatas secara benar dan jelas dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan/atau berdiskusi
Hereby declare that I have explained the above things are true and clear and provides an opportunity to ask and / or discuss
Tanda tangan peneliti
Signature
Saya sudah mendapatkan kesempatan untuk bertanya dan saya sudah mengerti dan puas dengan penjelasan yang diberikan sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan saya. Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa saya SETUJU untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian.
I've had the opportunity to ask and I already understand and are satisfied with the explanation given in connection with my question. I hereby declare to the fact that I AGREE to participate in that research.
Tanda tangan
(Pasien/wali)
Signature
Lampiran 6
LEMBAR PENELITIAN
ANALISIS MINIMALISASI - BIAYA ANESTESI UMUM PROPOFOL TARGET CONTROLLED INFUSION (TCI) DAN ANESTESI INHALASI DI
RSUP SANGLAH
Tanggal :………………………………………
Nama Pasien (Inisial) :………………………………………
Berat Badan :………………………………………
Tinggi Badan :………………………………………
BMI :………………………………………
No RM :………………………………………
Usia :………………………………………
Teknik anestesi : GA – OTT TCI Propofol / Inhalasi Isofluran *
(*lingkari yang digunakan)
Perlakuan/Prosedur kerja :
1. Seleksi dilakukan pada pasien yang akan menjalani prosedur pembedahan
mayor dengan teknik anestesi umum di Instalansi Bedah Sentral RSUP
Sanglah berdasarkan kriteria inklusi. Selanjutnya diberi penjelasan mengenai
penelitian dan dimohon kesediaannya untuk berpartisipasi pada penelitian.
2. Setelah dijelaskan, bila pasien setuju maka surat persetujuan tindakan dan
surat persetujuan berpartisipasi dalam penelitian ditandatangani.
3. Sampai di ruang persiapan Instalansi Bedah Sentral RSUP Sanglah dilakukan
pencatatan kembali identitas, kemudian dilakukan pemasangan infus dengan
cairan kristaloid, kecepatan pemberian sesuai kebutuhan cairan pemeliharaan
sesuai berat badan pasien.
4. Setelah itu pasien dibawa ke ruang operasi, kemudian dipindahkan ke meja
operasi.
5. Pasang monitor tekanan darah non invasif, EKG, pulse oxymetry, BIS,
dilakukan pencatatan hasil di monitor untuk tekanan darah sistolik, diastolik,
tekanan arteri rerata, laju nadi basal. Obat-obatan yang disiapkan termasuk
disposable spuit, three-way catheter, extention tube, dan gas anestesi
(Isofluran) yang akan dimasukkan ke vaporizer yang sudah dikosongkan
sebelumnya dicatat.
6. Pada kelompok A, dilakukan anestesi intravena total propofol menggunakan
TCI. Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol
menggunakan TCI dengan target konsentrasi efek 4 mcg/mL. Ditunggu
sampai BIS Indek menunjukkan angka 40-60 kemudian diberikan fasilitas
intubasi pelumpuh otot menggunakan Atrakurium 0,5 mg/kgBB.
Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah atrakurium
dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air, oksigen dan propofol
dengan target konsentrasi efek 3 mcg/mL. Sebagai komponen analgetika
fentanyl diberikan 0,5 mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac
diberikan 0,5 – 0,75 mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat
diberikan secara intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi.
Dengan monitor BIS Indek selama pembedahan pada angka 40-60 maka
konsentrasi propofol diturunkan 1 µg /mL bila BIS < 40 dan konsentrasi
propofol dinaikkan 1 µg /mL bila BIS menunjukkan angka > 60. Jika BIS
kembali ke target angka 40-60, konsentrasi propofol kembali ke konsentrasi
pemeliharaan 3µg /mL.
7. Pada kelompok B, dilakukan anestesi umum inhalasi dengan Isofluran.
Koinduksi dengan fentanyl 2 mcg/kgBB. Induksi dengan propofol 2 – 2,5
mg/kgBB bolus secara titrasi manual sampai pasien terinduksi dan BIS indek
menunjukkan angka 40-60. Pelumpuh otot yang digunakan atrakurium 0,5
mg/kgBB. Laringoskopi intubasi dikerjakan secara lege artis 3 menit setelah
atrakurium dimasukkan. Pemeliharaan dengan compressed air: oksigen dan
Isofluran 0,5 – 1,5 vol%. Sebagai komponen analgetika fentanyl diberikan 0,5
mcg/kgBB bolus setiap setengah jam dan ketorolac diberikan 0,5 – 0,75
mg/kgBB bolus segera setelah intubasi. Atrakurium dapat diberikan secara
intermiten sesuai kebutuhan relaksasi lapangan operasi. Dengan monitor BIS
selama pembedahan pada angka 40-60 maka volume gas (vol %) Isofluran
diturunkan sampai dengan 0,5 vol% bila BIS < 40 dan volume gas (vol %)
Isofluran dinaikkan sampai dengan 1,5 vol% bila BIS Indek menunjukkan
angka > 60. Jika BIS kembali ke target angka 40-60, volume gas (vol %)
Isofluran kembali ke volume pemeliharaan.
8. Selama prosedur, dilakukan pencatatan tekanan darah, nadi, RR, SaO2 saat
pasien terinduksi yang ditandai dengan hilangnya reflek bulu mata dan respon
verbal, saat laringoskopi-intubasi, satu menit setelah intubasi serta satu menit
setelah insisi.
9. Setelah selesai dilakukan dressing luka operasi, pemberian propofol atau
Isofluran dihentikan (BIS Indek masih 40-60), waktu dan pemakaian obat /
gas anestesi dicatat.
10. Dilakukan evaluasi dengan memberikan perintah untuk buka mata pada
pasien. Waktu pasien bisa buka mata atas perintah dicatat sebagai waktu pulih
sadar. Segera setelah ekstubasi pasien dipindahkan ke ruang pulih.
11. Bila terjadi komplikasi :
• Hipotensi (tekanan darah sistolik < 20% dari basal atau MAP kurang
dari 65 mmHg) , diberikan ephedrine 5 mg, diulang setiap 5 menit
sampai tekanan darah sistolik kembali normal.
• Mual dan atau muntah diberikan ondancetron 4 mg intravena.
12. Semua hasil pemeriksaan dicatat pada formulir yang sudah disediakan dan
catat efek samping yang muncul pada kedua kelompok
PENCATATAN HASIL EVALUASI
1. Diagnosa : _______________________________________________
_______________________________________________
2. Jenis pembedahan : _______________________________________________
_______________________________________________
3. Status fisik ASA : I / II * (lingkari yang dipilih)
4. Waktu dimulainya Anestesi : pukul ………. WITA
5. Operasi selesai: pukul ………. WITA
6. Lamanya operasi : ………. menit
7. Total jumlah propofol : ……... mg
8. Total jumlah propofol setelah induksi BIS 40-60 : ……. mg
9. Total jumlah fentanyl : ………. µg
10. Total jumlah efedrin : …….. mg
11. Kejadian hipotensi selama induksi: ada / tidak
12. Tercapainya aldrette skor 10 : pukul ……… WITA
13. Data Penggunaan Obat intraoperatif dicatat pada tabel 1.
14. Keadaan hemodinamik pasien durante operasi dicatat pada tabel 2.
Tabel 1. Data Data Penggunaan Obat / Alat Intraoperatif
NAMA OBAT DAN ALAT HARGA
PROPOFOL LIPURO ampul 10 mg/ ml; 20 ml/amp Rp. 64.470,- PROPOFOL FRESOFOL ampul 10 mg/ ml; 20 ml/ amp Rp. 20.782,- LIDOCAINE ampul 40 mg/ ml ; 2 ml/amp. Rp. 1.073,- MIDAZOLAM ampul 1 mg/ ml ; 5 ml/ amp. Rp. 7.744,- ONDANCETRON ampul 2 mg / ml ; sediaan 2 ml/amp. Rp. 3.071,- KETOROLAC ampul 30 mg/ ml; 1 ml/ amp. Rp. 889,60- FENTANYL ampul 50 mcg/ ml; 2 ml/ amp. Rp. 43.410,- MORFINA ampul 10 mg/ ml; 1 ml/ amp Rp. 10.752,- NOTRIXUM (Atracurium) ampul 10 mg/ ml; 2.5 ml/ amp Rp. 16.896,- TRAMUS (Atracurium) ampul 10 mg/ ml; 2.5 ml/ amp Rp. 57.200,- ECRON (Vecuronium) vial 10 mg; serbuk Rp. 185.900,- DEXAMETHASONE amp 5 mg/ml; 2 ml/amp Rp. 1.971,- AQUABIDEST pro injeksisterile water 50 ml Rp. 3.781,- Extension Tube Rp. 37.224,- Three-way ekor Rp. 29.124,- Disposable Spuit 50 ml TERUMO Rp. 18.947,- Disposable Spuit 20 ml TERUMO Rp. 7.880,- Disposable Spuit 10 ml TERUMO Rp. 2.917,- Disposable Spuit 5 ml TERUMO Rp. 2.331,- Disposable Spuit 2.5 ml TERUMO Rp. 1.820,- Infus set darah Rp. 21.333,- Abocath G-18 TERUMO Rp. 31.746,- Needle G-19 TERUMO Rp. 1.430,-
No. Sample : A / B -____
Tabel 2. Data Tekanan Darah, Laju Nadi, Laju Nafas, dan Saturasi, serta Waktu Pulih
WAKTU (pukul)
SISTOLIK
(mmHg)
DIASTOLIK
(mmHg)
TAR
(mmHg)
Laju nadi
(x/mnt)
Laju nafas
(x/mnt)
Basal
Saat pasien terinduksi
Saat laringoskopi-
intubasi
1 menit post intubasi
1 menit post insisi
Propofol/ Isofluran
Stop sampai Buka Mata
atas Perintah
Catatan: Total pemberian efedrin HCl……………mg
Catatan kejadian mual muntah pasca operasi:
o Tidak terjadi
o Terjadi : pada jam ke……. pasca operasi; terapi :
No. Sample : A / B -____
Kelompok A
PENGGUNAAN TCI PROPOFOL OK IBS __________
PROPOFOL :
Lipuro / Trivam /fresofol * (coret yang tidak digunakan)
Volume yang digunakan sampai pasien terinduksi
__________ mL
Pukul : WITA
Volume yang digunakan sampai insisi
__________ mL
Pukul : WITA
Volume yang digunakan sampai selesai menutup
luka operasi
__________ mL
Pukul : WITA
Volume yang digunakan sampai membuka Mata
atas Perintah
__________ mL
Pukul : WITA
Durasi TCI : _________ menit
No. Sample : A -_____
Kelompok B
PENGGUNAAN VOLATIL (ISOFLURAN) OK IBS __________
ISOFLURAN :
Volume Volatil Pra Anestesi
Pukul : WITA
Penggunaan Volatil Durante Anestesi
Pukul : WITA
O2
Compressed Air
Fresh Gas Flow
Volume Volatil Post Anestesi
Pukul : WITA
Durasi Pemberian Volatil : _________ menit
Nama Mesin : ..................................
Nama Vaporizer : ............................
No. Sample : B -_____
Lampiran 7 Tabulasi data penelitian
Jenis Kelamin
ASA
Umur IMT
Durasi Operasi
Total Propofol
Total Propofol BIS 40-60
Total Fentanyl
kejadian Hipotensi
MAP Basal
MAP Induksi
MAP Intubasi
Waktu bangun Propofol
Waktu bangun Isoflurane
Durasi TCI
Total Volumen Isoflurane
durasi isoflurane
Waktu bangun total
pemakaian propofol
ampul propofol
total biaya propofol
pemakaian isoflurane
total biaya isoflurane
total biaya
total biaya permenit
P 1 51 24.9 120 984 68.8 200 N 76 67 78 10 0 140 0 0 10 984 5 103910 0 0 103910 742.2142
9
L 1 36 23 49 772 71.9 200 N 114 90 111 10 0 72 0 0 10 772 4 83128 0 0 83128 1154.555
6
P 1 36 24.7 241 1579 70.9 300 Y 85 89 75 12 0 254 0 0 12 1579 8 166256 0 0 166256 654.5511
8
L 1 18 23.3 270 2000 74 400 N 99 95 95 8 0 290 0 0 8 2000 10 207820 0 0 207820 716.6206
9
L 2 35 22.6 154 1223 71.5 300 N 102 93 88 5 0 187 0 0 5 1223 7 145474 0 0 145474 777.9358
3
P 1 46 27 120 998 69.8 250 N 89 66 70 7 0 145 0 0 7 998 5 103910 0 0 103910 716.6206
9
P 1 48 20.8 204 1332 66.8 300 N 107 88 96 9 0 230 0 0 9 1332 7 145474 0 0 145474 632.4956
5
L 2 63 19.5 85 600 62 150 N 109 85 78 11 0 90 0 0 11 600 3 62346 0 0 62346 692.7333
3
L 1 17 21.2 140 1400 90 250 N 87 70 73 9 0 163 0 0 9 1400 7 145474 0 0 145474 892.4785
3 L 1 16 22.2 142 1310 80 300 N 82 74 87 6 0 166 0 0 6 1310 7 145474 0 0 145474 876.3494
L 1 50 23 180 1562 80.5 300 Y 85 60 85 8 0 220 0 0 8 1562 8 166256 0 0 166256 755.7090
9
P 1 43 25.3
9 155 1528 78.8 300 N 88 60 72 10 0 175 0 0 10 1528 8 166256 0 0 166256 950.0342
9
P 1 41 18.7
5 130 848 74 250 N 77 68 83 10 0 153 0 0 10 848 5 103910 0 0 103910 679.1503
3
L 1 43 22.8 195 1980 69.9 350 N 118 83 76 10 0 260 0 0 10 1980 10 207820 0 0 207820 799.3076
9
P 1 25 23.4 140 1168 74.2 300 N 83 67 84 7 0 168 0 0 7 1168 6 124692 0 0 124692 742.2142
9
P 1 46 22.0
5 120 1087 80.8 300 N 106 98 105 3 0 135 0 0 3 1087 6 124692 0 0 124692 923.6444
4
P 2 63 28.3 215 2190.4 80.8 300 N 108 95 94 9 0 245 0 0 9 2190.
4 11 228602 0 0 228602 933.0693
9
L 2 29 23 270 2155 78.6 400 N 105 78 80 10 0 300 0 0 10 2155 11 228602 0 0 228602 762.0066
7
L 2 55 30.3 255 2142 98.4 400 N 87 77 86 19 0 318 0 0 19 2142 11 228602 0 0 228602 718.8742
1
P 2 57 22.3 210 2148 82.4 350 N 83 75 92 5 0 255 0 0 5 2148 11 228602 0 0 228602 896.4784
3
P 2 16 19.5 120 120 80 250 N 91 73 93 0 13 0 40 130 13 120 1 20782 40
130672
151454.4
1165.0338
P 2 35 29.2 256 150 100 300 N 108 97 130 0 8 0 75 290 8 150 1 20782 75
245011
265792.75
916.52672
L 1 43 22.4
9 90 150 100 175 N 87 73 87 0 12 0 25 98 12 150 1 20782 25 816
70.3 102452
.25 1045.431
1
P 2 36 28.2 257 90 90 400 Y 112 77 90 0 14 0 80 285 14 90 1 20782 80
261345
282126.8 989.9186
L 1 53 22.5 240 150 110 400 Y 113 84 100 0 28 0 100
270 28 150 1 20782
100
326681 347463 1286.9
P 2 31 20 227 90 90 300 Y 96 91 86 0 17 0 100
315 17 90 1 20782
100
326681 347463
1103.0571
L 2 25 35.3 99 200 150 250 Y 86 65 62 0 20 0 50 135 20 200 1 20782 50
163341
184122.5
1363.8704
P 2 49 25.7 257 120 100 300 N 110 78.6 111 0 23 0 110
272 23 120 1 20782
110
359349
380131.1
1397.5408
P 1 43 19.5 240 70 70 400 N 97 77 91 0 10 0 90 280 10 70 1 20782 90
294013
314794.9
1124.2675
P 1 23 15.4 60 40 40 150 N 89 75 70 0 13 0 25 100 13 40 1 20782 25
81670.3
102452.25
1024.5225
L 1 18 23.4 180 70 70 300 N 103 83 75 0 15 0 80 230 15 70 1 20782 80
261345
282126.8
1226.6383
P 2 54 27.3
4 240 150 120 300 N 93 63 88 0 25 0 100
270 25 150 1 20782
100
326681 347463 1286.9
L 2 19 21.3 345 160 120 450 Y 88 63 92 0 20 0 150
375 20 160 1 20782
150
490022
510803.5
1362.1427
P 2 64 27.7 287 400 170 150 Y 110 60 89 0 10 0 120
360 10 400 1 20782
120
392017
412799.2
1146.6644
P 2 39 24.7 250 400 150 120 Y 87 55 68 0 10 0 110
263 10 400 1 20782
110
359349
380131.1
1445.3654
P 2 46 20 225 150 100 250 N 83 72 76 0 30 0 100
255 30 150 1 20782
100
326681 347463 1362.6
L 2 31 22.4
9 220 150 120 300 Y 83 58 94 0 20 0 100
260 20 150 1 20782
100
326681 347463
1336.3962
P 2 42 20.3
4 240 200 150 300 Y 90 55 70 0 8 0 90 260 8 200 1 20782 90
294013
314794.9
1210.7496
P 2 50 20 154 150 150 300 N 107 78 107 0 15 0 100
187 15 150 1 20782
100
326681 347463
1858.0909
P 1 28 25.3 77 200 150 200 N 85 72 84 0 40 0 50 110 40 200 1 20782 50
163341
184122.5
1673.8409
100
Lampiran 8 Analisa data SPSS ver 17.0 for Windows
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Frequency Table
Jenis_kelamina
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 6 30.0 30.0 30.0
Perempuan 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
ASAa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 6 30.0 30.0 30.0
2 14 70.0 70.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
BAGIAN_BEDAHa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ONKOLOGI 13 65.0 65.0 65.0
ORTOPEDI 1 5.0 5.0 70.0
THT 5 25.0 25.0 95.0
BEDAH PLASTIK 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
101
KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Frequency Table
Jenis_kelamina
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Laki-laki 10 50.0 50.0 50.0
Perempuan 10 50.0 50.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
ASAa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 14 70.0 70.0 70.0
2 6 30.0 30.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
BAGIAN_BEDAHa
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid ONKOLOGI 12 60.0 60.0 60.0
MATA 2 10.0 10.0 70.0
ORTOPEDI 3 15.0 15.0 85.0
THT 2 10.0 10.0 95.0
TRAUMA 1 5.0 5.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
IMT .204 20 .029 .939 20 .226 UMUR .108 20 .200* .952 20 .401 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
102
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
UMUR Mean 37.2500 2.98758
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 30.9969 Upper Bound 43.5031
5% Trimmed Mean 36.9444 Median 37.5000 Variance 178.513 Std. Deviation 1.33609E1 Minimum 16.00 Maximum 64.00 Range 48.00 Interquartile Range 22.50 Skewness .093 .512
Kurtosis -.745 .992
IMT Mean 23.5180 1.01041
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 21.4032 Upper Bound 25.6328
5% Trimmed Mean 23.3144 Median 22.4950 Variance 20.419 Std. Deviation 4.51870 Minimum 15.40 Maximum 35.30 Range 19.90 Interquartile Range 6.93 Skewness .777 .512
Kurtosis 1.104 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
103
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
IMT .139 20 .200* .946 20 .304 UMUR .089 20 .200* .974 20 .841 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN LAMA OPERASI
Descriptives
Statistic Std. Error
DURASI_OP Mean 1.8648E2 11.25503
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 1.6371E2 Upper Bound 2.0924E2
5% Trimmed Mean 1.8661E2 Median 1.9950E2 Variance 5.067E3 Std. Deviation 7.11830E1 Minimum 49.00 Maximum 345.00 Range 296.00 Interquartile Range 118.25 Skewness -.114 .374
Kurtosis -.795 .733
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DURASI_OP .124 40 .124 .962 40 .200 a. Lilliefors Significance Correction
104
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
DURASI_OP Mean 2.0320E2 17.36779
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.6685E2 Upper Bound 2.3955E2
5% Trimmed Mean 2.0328E2 Median 2.3350E2 Variance 6.033E3 Std. Deviation 7.76711E1 Minimum 60.00 Maximum 345.00 Range 285.00 Interquartile Range 126.00 Skewness -.500 .512
Kurtosis -.559 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DURASI_OP .236 20 .005 .906 20 .052 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
DURASI_OP Mean 1.6975E2 13.74598
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.4098E2 Upper Bound 1.9852E2
5% Trimmed Mean 1.7089E2 Median 1.5450E2 Variance 3.779E3
105
Std. Deviation 6.14739E1 Minimum 49.00 Maximum 270.00 Range 221.00 Interquartile Range 91.25 Skewness .083 .512
Kurtosis -.623 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DURASI_OP .145 20 .200* .960 20 .552 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL T-Test
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
DURASI_OP Equal variances assumed
1.252 .270 -1.510 38 .139 -33.45000 22.14931 -
78.28894 11.38894
Equal variances not assumed
-
1.510 36.096 .140 -33.45000 22.14931 -78.36676 11.46676
106
PERBEDAAN PENGGUNAAN JUMLAH OBAT KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
TOTAL_PROPOFOL Mean 1.4503E3 1.13495E2
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.2128E3 Upper Bound 1.6879E3
5% Trimmed Mean 1.4564E3 Median 1.3660E3 Variance 2.576E5 Std. Deviation 5.07566E2 Minimum 600.00 Maximum 2190.40 Range 1590.40 Interquartile Range 974.75 Skewness .142 .512
Kurtosis -1.183 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL_PROPOFOL .152 20 .200* .932 20 .168 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
TOTAL_VOL_ISO Mean 84.7500 7.24092
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 69.5946 Upper Bound 99.9054
5% Trimmed Mean 84.4444 Median 95.0000
107
Variance 1.049E3 Std. Deviation 3.23824E1 Minimum 25.00 Maximum 150.00 Range 125.00 Interquartile Range 43.75 Skewness -.389 .512
Kurtosis -.042 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL_VOL_ISO .181 20 .084 .927 20 .137 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN T-Test
Group Statistics
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
DOSIS_TOTAL PROPOFOL 20 1.4503E3 507.56623 113.49526
ISOFLURAN 20 84.7500 32.38238 7.24092
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
DOSIS_TOTAL
Equal variances assumed
45.539
.000
12.008 38 .000 1365.570
00 113.7260
1 1135.343
73 1595.796
27
Equal variances not assumed
12.00
8 19.15
5 .000 1365.57000
113.72601
1127.66875
1603.47125
108
MAP TIAP KELOMPOK KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
MAP_BASAL Mean 95.9000 2.38184
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 90.9148 Upper Bound 1.0089E2
5% Trimmed Mean 95.6667 Median 92.0000 Variance 113.463 Std. Deviation 1.06519E1 Minimum 83.00 Maximum 113.00 Range 30.00 Interquartile Range 20.75 Skewness .442 .512
Kurtosis -1.460 .992
MAP_LARINGOSKOPI Mean 79.8300 3.08740
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 73.3680 Upper Bound 86.2920
5% Trimmed Mean 79.8667 Median 80.5000 Variance 190.641 Std. Deviation 1.38073E1 Minimum 53.00 Maximum 106.00 Range 53.00 Interquartile Range 17.75 Skewness .072 .512
Kurtosis -.041 .992
MAP_INSISI Mean 82.0000 1.89459
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 78.0346 Upper Bound 85.9654
5% Trimmed Mean 82.0000 Median 81.0000
109
Variance 71.789 Std. Deviation 8.47287 Minimum 69.00 Maximum 95.00 Range 26.00 Interquartile Range 16.00 Skewness .201 .512
Kurtosis -1.226 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MAP_BASAL .177 20 .100 .878 20 .016 MAP_LARINGOSKOPI .077 20 .200* .981 20 .943 MAP_INSISI .150 20 .200* .928 20 .144 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
MAP_BASAL Mean 94.5000 2.91773
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 88.3931 Upper Bound 1.0061E2
5% Trimmed Mean 94.2222 Median 88.5000 Variance 170.263 Std. Deviation 1.30485E1 Minimum 76.00 Maximum 118.00 Range 42.00 Interquartile Range 23.25 Skewness .299 .512
Kurtosis -1.346 .992
110
MAP_LARINGOSKOPI Mean 84.0500 2.75822
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 78.2770 Upper Bound 89.8230
5% Trimmed Mean 84.3333 Median 88.5000 Variance 152.155 Std. Deviation 1.23351E1 Minimum 62.00 Maximum 101.00 Range 39.00 Interquartile Range 22.75 Skewness -.603 .512
Kurtosis -1.072 .992
MAP_INSISI Mean 82.8000 2.05273
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 78.5036 Upper Bound 87.0964
5% Trimmed Mean 82.8889 Median 84.0000 Variance 84.274 Std. Deviation 9.18007 Minimum 66.00 Maximum 98.00 Range 32.00 Interquartile Range 14.75 Skewness -.191 .512
Kurtosis -.792 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MAP_BASAL .213 20 .018 .914 20 .075 MAP_LARINGOSKOPI .198 20 .038 .888 20 .025 MAP_INSISI .109 20 .200* .968 20 .715 a. Lilliefors Significance Correction
111
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
MAP_BASAL .213 20 .018 .914 20 .075 MAP_LARINGOSKOPI .198 20 .038 .888 20 .025 MAP_INSISI .109 20 .200* .968 20 .715 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Rank Sum of Ranks
MAP_BASAL PROPOFOL 20 19.05 381.00
ISOFLURAN 20 21.95 439.00
Total 40 MAP_LARINGOSKOPI PROPOFOL 20 22.70 454.00
ISOFLURAN 20 18.30 366.00
Total 40 MAP_INSISI PROPOFOL 20 21.20 424.00
ISOFLURAN 20 19.80 396.00
Total 40
Test Statisticsb
MAP_BASAL
MAP_LARINGOSKOPI MAP_INSISI
Mann-Whitney U 171.000 156.000 186.000 Wilcoxon W 381.000 366.000 396.000 Z -.786 -1.191 -.379 Asymp. Sig. (2-tailed) .432 .234 .705 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .445a .242a .718a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
112
DOSIS OBAT PERMENIT KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
dosis_obat_permenit Mean 8.8199 .45803
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 7.8612 Upper Bound 9.7786
5% Trimmed Mean 8.5622 Median 8.3714 Variance 4.196 Std. Deviation 2.04839 Minimum 6.52 Maximum 15.76 Range 9.23 Interquartile Range 2.42 Skewness 2.029 .512
Kurtosis 6.406 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
dosis_obat_permenit .196 20 .043 .809 20 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
dosis_obat_permenit Mean .4262 .02146
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound .3813 Upper Bound .4711
5% Trimmed Mean .4220 Median .4231
113
Variance .009 Std. Deviation .09596 Minimum .28 Maximum .65 Range .37 Interquartile Range .07 Skewness .962 .512
Kurtosis 1.626 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
dosis_obat_permenit .234 20 .005 .875 20 .015 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN NPar Tests Mann-Whitney Test
Ranks
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Rank Sum of Ranks
dosis_obat_permenit PROPOFOL 20 30.50 610.00
ISOFLURAN 20 10.50 210.00
Total 40 Test Statisticsb
dosis_obat_permenit
Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 210.000 Z -5.412 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
114
Frequencies KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
hipotensi_pasca_induksia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 8 40.0 40.0 40.0
ya 12 60.0 60.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
hipotensi_pasca_induksia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 13 65.0 65.0 65.0
ya 7 35.0 35.0 100.0
Total 20 100.0 100.0 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL Crosstabs
hipotensi_pasca_induksi * KELOMPOK_PERLAKUAN Crosstabulation Count
KELOMPOK_PERLAKUAN
Total PROPOFOL ISOFLURAN
hipotensi_pasca_induksi Tidak 13 8 21
Ya 7 12 19 Total 20 20 40
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided)
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
Pearson Chi-Square 2.506a 1 .113 Continuity Correctionb 1.604 1 .205 Likelihood Ratio 2.533 1 .111 Fisher's Exact Test .205 .102
Linear-by-Linear Association 2.444 1 .118 N of Valid Casesb 40 a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9.50. b. Computed only for a 2x2 table
115
KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN Descriptivesa
Statistic Std. Error
hipotensi_pasca_induksi Mean 1.6000 .11239
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.3648 Upper Bound 1.8352
5% Trimmed Mean 1.6111 Median 2.0000 Variance .253 Std. Deviation .50262 Minimum 1.00 Maximum 2.00 Range 1.00 Interquartile Range 1.00 Skewness -.442 .512
Kurtosis -2.018 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hipotensi_pasca_induksi .387 20 .000 .626 20 .000 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
hipotensi_pasca_induksi Mean 1.3500 .10942
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.1210 Upper Bound 1.5790
5% Trimmed Mean 1.3333 Median 1.0000 Variance .239 Std. Deviation .48936 Minimum 1.00
116
Maximum 2.00 Range 1.00 Interquartile Range 1.00 Skewness .681 .512
Kurtosis -1.719 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
hipotensi_pasca_induksi .413 20 .000 .608 20 .000 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
waktu_bangun_total .219 20 .013 .884 20 .021 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
waktu_bangun_total Mean 8.9000 .73592
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 7.3597 Upper Bound 10.4403
5% Trimmed Mean 8.6667 Median 9.0000 Variance 10.832 Std. Deviation 3.29114 Minimum 3.00 Maximum 19.00 Range 16.00 Interquartile Range 3.00 Skewness 1.171 .512
Kurtosis 4.034 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
117
Descriptivesa
Statistic Std. Error
waktu_bangun_total Mean 17.5500 1.86586
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 13.6447 Upper Bound 21.4553
5% Trimmed Mean 16.8333 Median 15.0000 Variance 69.629 Std. Deviation 8.34440 Minimum 8.00 Maximum 40.00 Range 32.00 Interquartile Range 11.75 Skewness 1.161 .512
Kurtosis 1.266 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
waktu_bangun_total .170 20 .132 .902 20 .046 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN NPar Tests Mann-Whitney Test
Test Statisticsb
waktu_bangun_total
Mann-Whitney U 51.500 Wilcoxon W 261.500 Z -4.044 Asymp. Sig. (2-tailed) .000 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: KELOMPOK_PERLAKUAN
118
Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
biaya_total Mean 2.9764E5 2.36547E4
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.4813E5 Upper Bound 3.4715E5
5% Trimmed Mean 2.9665E5 Median 3.3113E5 Variance 1.119E10 Std. Deviation 1.05787E5 Minimum 1.02E5 Maximum 5.11E5 Range 4.08E5 Interquartile Range 1.43E5 Skewness -.389 .512
Kurtosis -.042 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
biaya_total .181 20 .084 .927 20 .137 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
biaya_total Mean 1.5586E5 1.16297E4
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.3152E5 Upper Bound 1.8021E5
5% Trimmed Mean 1.5702E5 Median 1.4547E5 Variance 2.705E9 Std. Deviation 5.20097E4
119
Minimum 6.23E4 Maximum 2.29E5 Range 1.66E5 Interquartile Range 9.87E4 Skewness .056 .512
Kurtosis -1.023 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
biaya_total .141 20 .200* .929 20 .151 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL T-Test
Group Statistics
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_total PROPOFOL 20 1.5586E5 52009.66072 11629.71369
ISOFLURAN 20 2.9764E5 1.05787E5 23654.70955
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
biaya_total
Equal variances assumed
6.690
.014
-5.37
9 38 .000
-1.41779E
5
26358.97427
-1.95140E
5
-88418.1938
3
Equal variances not assumed
-
5.379
27.678 .000
-1.41779E
5
26358.97427
-1.95801E
5
-87756.9340
4
120
BIAYA PERMENIT Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
biaya_permenit Mean 1.2663E3 50.81835
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 1.1600E3 Upper Bound 1.3727E3
5% Trimmed Mean 1.2529E3 Median 1.2568E3 Variance 5.165E4 Std. Deviation 2.27267E2 Minimum 916.53 Maximum 1858.09 Range 941.56 Interquartile Range 255.19 Skewness .931 .512
Kurtosis 1.331 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
biaya_permenit .134 20 .200* .940 20 .244 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
biaya_permenit Mean 8.0085E2 28.62051
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 7.4095E2 Upper Bound 8.6076E2
5% Trimmed Mean 7.9056E2 Median 7.5886E2
121
Variance 1.638E4 Std. Deviation 1.27995E2 Minimum 632.50 Maximum 1154.56 Range 522.06 Interquartile Range 178.86 Skewness 1.130 .512
Kurtosis 1.483 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
biaya_permenit .171 20 .127 .905 20 .051 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL T-Test
Group Statistics
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
biaya_permenit PROPOFOL 20 8.0085E2 127.99481 28.62051
ISOFLURAN 20 1.2663E3 227.26655 50.81835 Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
biaya_permenit Equal variances assumed
3.622 .065 -7.981 38 .000 -
465.47065 58.32356 -583.54053
-347.40077
Equal variances not assumed
-7.981 29.951 .000 -
465.47065 58.32356 -584.59138
-346.34992
Propofol bis
Descriptivesa
Statistic Std. Error
TOTAL_PROP_BIS Mean 76.2050 1.86184
122
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 72.3081 Upper Bound 80.1019
5% Trimmed Mean 75.7611 Median 74.1000 Variance 69.329 Std. Deviation 8.32640 Minimum 62.00 Maximum 98.40 Range 36.40 Interquartile Range 10.57 Skewness .930 .512
Kurtosis 1.546 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL_PROP_BIS .145 20 .200* .937 20 .212 a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
TOTAL_PROP_BIS .171 20 .129 .952 20 .395 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Group Statistics
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
TOTAL_PROP_BIS PROPOFOL 20 76.2050 8.32640 1.86184
ISOFLURAN 20 1.1150E2 34.07036 7.61836
123
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differenc
e
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
TOTAL_PROP_BIS
Equal variances assumed
23.564
.000
-4.50
0 38 .000 -
35.29500 7.84257 -
51.17145
-19.4185
5
Equal variances not assumed
-
4.500
21.262 .000 -
35.29500 7.84257 -
51.59231
-18.9976
9
TOTAL FENTANYL
Total Fentanyl Isoflurane (N=20) Propofol (N=20) P
292.1053 (67.21268) 287.25 (89.52323) .547
Menggunakan T test karena data berdistribusi normal Explore KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Descriptivesa
Statistic Std. Error
TOTAL_FENTANYL Mean 2.7975E2 20.18492
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.3750E2 Upper Bound 3.2200E2
5% Trimmed Mean 2.7917E2 Median 3.0000E2 Variance 8.149E3 Std. Deviation 9.02697E1 Minimum 120.00 Maximum 450.00 Range 330.00 Interquartile Range 87.50
124
Skewness .003 .512
Kurtosis -.439 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
TOTAL_FENTANYL .211 20 .020 .931 20 .160 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = ISOFLURAN KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Descriptivesa
Statistic Std. Error
TOTAL_FENTANYL Mean 2.9500E2 14.91202
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound 2.6379E2 Upper Bound 3.2621E2
5% Trimmed Mean 2.9722E2 Median 3.0000E2 Variance 4.447E3 Std. Deviation 6.66886E1 Minimum 150.00 Maximum 400.00 Range 250.00 Interquartile Range 87.50 Skewness -.243 .512
Kurtosis .114 .992 a. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL
Tests of Normalityb
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic Df Sig.
TOTAL_FENTANYL .230 20 .007 .916 20 .083 a. Lilliefors Significance Correction b. KELOMPOK_PERLAKUAN = PROPOFOL T-Test
Group Statistics
125
KELOMPOK_PERLAKUAN N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
TOTAL_FENTANYL PROPOFOL 20 2.9500E2 66.68859 14.91202
ISOFLURAN 20 2.7975E2 90.26970 20.18492
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean Differenc
e
Std. Error Differenc
e
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
TOTAL_FENTANYL
Equal variances assumed
1.907
.175
.608 38 .547 15.25000 25.09580
-35.5538
0
66.05380
Equal variances not assumed
.60
8 34.98
0 .547 15.25000 25.09580 -
35.69825
66.19825