Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PELAYANAN BERBASIS KEPENTINGAN KELOMPOK
DISABILITAS DI STASIUN KERETA API TANJUNGKARANG.
(Studi Pada Layanan PT. Kereta Api Indonesia Divre IV Tanjung Karang).
(Skripsi)
Oleh
Tiyasz Ariansyah
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
ABSTRACT
ANALYSIS OF SERVICE BASED ON THE INTEREST OF DISABILITY
GROUP IN TANJUNG KARANG RAILWAY STATION
(Study On Indonesian Railway Company Regional Division IV Tanjung
Karang)
By
Tiyasz Ariansyah
Social justice for all the people of Indonesia is the fifth principle of the Pancasila
as the basis of the State Ideology of the Republic of Indonesia, this is the basis for
the government to carry out the tasks of the state that provides welfare and social
justice for the entire community. Therefore the value of social justice needs to be
upheld in the administration of the state, especially in the implementation of public
services, as well as persons with disabilities who also have the same rights to obtain
quality public services in meeting the needs of rail transportation services. The
formulation of this research problem is: Is the service for persons with disabilities
in the Tanjungkarang Railway Station in Bandar Lampung City in accordance with
the principles of implementation and fulfillment of the rights of persons with
disabilities?.
The purpose of this research is directed at: objective and measurable description of
services based on the interest of disability groups provided by the Indonesian
Railway Company at Tanjungkarang Railway Station in Bandar Lampung City
based on the principles of implementation and fulfillment of the rights of persons
with disabilities. The method used is descriptive method with a qualitative approach
and also the use of comparative methods to make comparisons between two
research sites namely Tanjungkarang Railway Station, Bandar Lampung City and
Kertapati Railway Station, Palembang City.
The results of the research carried out on analysis of service based on the interest
of disability group in tanjung karang railways station, bandar lampung city, shows
that the provision of services for people with disabilities at tanjungkarang railway
station in bandar lampung city is not in accordance with the principles of
implementing and fulfilling the rights of persons disabled regulated in Law Number
8 of 2016 concerning Persons with Disabilities and have not fulfilled the
accessibility requirements for persons with disabilities regulated in the Minister of
Public Works Regulation No.30 / PRT / M / 2006 concerning Facility Technical
Guidelines and Accessibility in Buildings and the Environment.
Keywords: Public Services, People with Disabilities, Railway Stations
ABSTRAK
ANALISIS PELAYANAN BERBASIS KEPENTINGAN KELOMPOK
DISABILITAS DI STASIUN KERETA API TANJUNG KARANG
(Studi Pada Layanan PT. Kereta Api Indonesia Divre IV Tanjung Karang)
Oleh
Tiyasz Ariansyah
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sila kelima Pancasila sebagai
dasar Ideologi Negara Republik Indonesia, hal tersebut menjadi landasan bagi
pemerintah untuk menjalankan tugas negara yang memberikan kesejahteraan dan
keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu nilai keadilan sosial perlu
ditegakkan dalam penyelenggaraan negara khususnya dalam penyelenggaraan
pelayanan publik, begitupun penyandang disabilitas yang juga memiliki hak yang
sama untuk memperoleh pelayanan publik berkualitas dalam memenuhi
kebutuhan berupa jasa transportasi kereta api. Rumusan masalah penelitian ini
adalah: Apakah pelayanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung sesuai dengan asas-asas pelaksanaan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas ?.
Tujuan penelitian ini diarahkan pada: gambaran obyektif dan terukur dari
pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas yang diberikan oleh PT.
Kereta Api Indonesia di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar
Lampung berdasarkan pada asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif dan juga pengunaan metode komparatif untuk melakukan
perbandingan antara dua situs penelitian yaitu Stasiun Kereta Api Tanjungkarang
Kota Bandar Lampung dan Stasiun Kereta Api Kertapati Kota Palembang.
Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Analisis Pelayanan Berbasis
Kepentingan Kelompok Disabilitas Di Stasiun Kereta Api Tanjung Karang Kota
Bandar Lampung, menunjukkan bahwa penyelenggaraan layanan bagi
penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar
Lampung belum sesuai dengan asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas yang diatur didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2016 Tentang Penyandang Disablitas dan belum memenuhi kebutuhan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas yang diatur didalam Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Kata Kunci : Pelayanan Publik, Penyandang Disabilitas, Stasiun Kereta Api
ANALISIS PELAYANAN BERBASIS KEPENTINGAN KELOMPOK DISABILITAS
DI STASIUN KERETA API TANJUNGKARANG.
(Studi Pada Layanan PT. Kereta Api Indonesia Divre IV Tanjung Karang).
Oleh
Tiyasz Ariansyah
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
SARJANA ADMINISTRASI NEGARA
pada
Jurusan Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
RIWAYAT HIDUP
Tiyasz Ariansyah adalah putra kedua dari dua bersaudara
dari pasangan Bapak Herman dan Ibu Hafizia. Lahir di
Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung pada tanggal
20 November 1996. Sekolah Dasar ditamatkan pada
tahun 2008 di SD Negeri 1 Natar Kabupaten Lampung
Selatan, Sekolah menengah Pertama di SMP Negeri 1
Natar pada tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Natar pada
tahun 2014 kemudian pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa
Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung melalui jalur
Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Penulis sempat menjadi Asisten Laboratorium Administrasi dan Kebijakan Publik
Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung pada tahun 2015
hingga tahun 2018, kemudian pada tahun 2017 terpilih sebagai Mahasiswa
Berprestasi Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung dan
penulis juga pernah terdaftar sebagai Pemuda Mandiri Membangun Desa
(PMMD) Kemenpora RI pada tahun 2017
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi internal kampus
diantaranya sebagai Ketua Umum UKMF FSPI Fisip Unversitas Lampung pada
tahun 2016, sebagai Sekretaris Menteri Sosial dan Politik BEM Universitas KBM
Universitas Lampung pada tahun 2017, dan Menteri Kajian Politik dan Hukum
BEM Universitas KBM Universitas Lampung pada tahun 2018.
MOTTO
“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu
bersedih hati, padahal kamulah orang orang yang paling tinggi
derajatnya jika kamu beriman”
(QS. Al-Imran : 139)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang
laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik.”
(QS. Al Hujurat: 11)
“Menjadi Manusia Yang Bernilai Dengan Terus Berjuang dan
Melawan Keterbatasan”
(Tiyasz Ariansyah)
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahi Robbil ‘Alamin
Segala Puja dan Puji bagi Allah Subhanahuwata’ala atas segala nikmat dan
limpahan karunia Nya didalam perjalanan kehidupanku
Karya Ilmiah ku ini ku Persembahkan Untuk :
Kedua orang tua ku Bapak Herman dan Ibu Hafizia yang telah memberikan
seluruh cinta dan seluruh kehidupan mereka untuk membesarkan kedua
putra dan putri mereka dengan tekad perjuangan dan semangat yang luar
biasa dahsyat untuk menjadikan anak-anaknya sebagai manusia yang
bernilai dan bermanfaat. Semoga Allah menjaga Ayah dan Bunda dengan
kasih sayang dan keberkahan yang berlipat ganda sebagaimana kami
dibesarkan dan diajarkan dengan Islam dan Perjuangan.
Kakakku tercinta Sonya Hervina Okthiara, S.Pd, Gr. wanita.tangguh dan
seorang kakak teladan yang menembus segala keterbatasan untuk bisa
meraih kemuliaan menjadi manusia yang bernilai, dan terus menjadi teladan
bagiku disetiap langkah perjuangan menuju kemuliaan.
Almamater Tercinta
Universitas Lampung
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan karunia dan rahmatnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pelayanan Berbasis
Kepentingan Kelompok Disabilitas Di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang (Studi
Pada Layanan PT. Kereta Api Indonesia Divre IV Tanjung Karang).” yang
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu
Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis telah mendapat bantuan baik secara
moril, materi, berupa petunjuk, bimbingan, nasehat, dan saran dari berbagai pihak.
Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Ibu Dr. Novita Tresiana, S.Sos, M.Si. sebagai dosen pembimbing utama yang
telah banyak memberi arahan, bimbingan, saran, motivasi dan nasihat sehingga
penulis dapat memperbaiki kesalahan dan menyelesaikan seluruh hambatan di
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Noverman Duadji, M.Si. sebagai dosen pembahas dan sebagai
Ketua Jurusan Administrasi Negara yang telah banyak memberikan koreksi,
saran, dan masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini serta turut
membantu memberikan motivasi kepada penulis selama kuliah.
3. Bapak Simon Sumanjoyo H, S.AN, M.PA. sebagai dosen pembimbing
Akademik yang telah memberikan arahan dan masukan selama penulis
berkuliah.
4. Ibu Intan Fitri Meutia, S.AN, M.A, Ph.D sebagai sekretaris Jurusan
Administrasi Negara
5. Dr. Syarif Makhya sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Lampung
6. Bapak Eko Budi Sulistio, S.Sos, M.AP. sebagai Kepala Laboratorium
Administrasi dan Kebijakan Publik FISIP Universitas Lampung Tahun 2014 –
Februari 2019 yang telah memberikan begitu banyak ilmu, pengalaman dan
kesempatan kepada penulis selama menjadi Asisten Laboratorium AKP
7. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Lampung khususnya Ilmu Administrasi Negara, terimaksih atas ilmu yang
telah diberikan selama penulis menjadi mahasiswa.
8. Seluruh Staf Jurusan Administrasi Negara FISIP Universitas Lampung
9. Bapak Herman dan Ibu Hafizia kedua orang tua penulis yang selalu
mengajarkan makna perjuangan dan semangat melawan keterbatasan, semoga
Allah Subhanahuwata’ala selalu menjaga ayah dan bunda dengan limpahan
keberkahan serta keselamatan
10. Sonya Hervina Okthiara, S.Pd, Gr. kakak ku tercinta yang menjadi teladan dan
kebanggaan keluarga Semoga Allah Subhanahuwata’ala selalu menjaga batin
dengan limpahan keberkahan dan keselamatan
11. Keluarga Besar BEM U KBM UNILA 2018 ”Sinergis Dalam Gerak”,
Keluarga Besar BEM U KBM UNILA 2017 “Bersama Luar Biasa”, Punggawa
FSPI FISIP UNILA 2016 “Brani Kreatif”, Kementerian Kajian Politik dan
Hukum BEM U KBM UNILA 2018 serta Seluruh Aktivis Mahasiswa dan
Rakyat yang senantiasa berjuang dengan idealismenya.
Akhir kata semoga segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada penulis
mendapat balasan dari Allah Subhanahuwata’ala dan Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, 22 Juli 2019
Penulis,
Tiyasz Ariansyah
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT
ABSTRAK
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
MOTTO
PERSEMBAHAN
SANWACANA
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 10
D. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 11
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik .................................................. 12
1. Pengertian Pelayanan Publik ......................................................... 12
2. Prinsip Dan Asas Pelayanan Publik .............................................. 14
3. Standar Pelayanan Pelayanan Publik ............................................ 17
4. Indikator Pelayanan Prima ........................................................... 20
B. Tinjauan Tentang Disabilitas ............................................................. 22
1. Pengertian Disabilitas .................................................................... 22
2. Ragam Penyandang Disabilitas ..................................................... 25
3. Standar Pelayanan Bagi Disabilitas............................................... 27
4. Kepentingan Kelompok Disabilitas Pada
Layanan Kereta Api ...................................................................... 28
C. Tinjauan Tentang Asas-asas Pelayanan Berbasis Kepentingan
kelompok Disabilitas ......................................................................... 34
1. Tanpa Diskriminasi ....................................................................... 35
2. Partisipasi Penuh ........................................................................... 35
3. Kesetaraan ..................................................................................... 36
4. Aksesibilitas .................................................................................. 37
5. Perlakuan Khusus dan Perlindungan Lebih .................................. 38
D. Kerangka Pikir ................................................................................... 39
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian ................................................................................... 41
B. Fokus Penelitian ................................................................................. 42
C. Lokasi Penelitian ................................................................................ 44
D. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 45
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 46
F. Teknik Analisis Data.......................................................................... 49
G. Keabsahan Data ................................................................................. 50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 53
1. Sejarah Perkeretaapian Di Indonesia............................................. 53
2. Profil PT.KAI Divisi Regional IV Tanjung Karang ..................... 56
3. Visi, Misi, dan Prinsip Layanan
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) .............................................. 57
4. Stasiun Kereta Api Tanjung Karang Kota Bandar lampung ......... 60
5. Stasiun Kereta Api Kertapati Kota Palembang ............................. 62
B. Hasil Penelitian
1. Analisis Pelayanan Berbasis Kepentingan Kelompok
Disabilitas Di Stasiun Kereta Api Tanjung Karang ...................... 64
a. Tanpa Diskriminasi .................................................................. 65
b. Partisipasi Penuh ...................................................................... 75
c. Kesetaraan ................................................................................ 84
d. Aksesibilitas ............................................................................. 93
e. Perlakuan Khusus dan Perlindungan Lebih .............................. 102
C. Pembahasan Penelitian
1. Analisis Pelayanan Berbasis Kepentingan Kelompok
Disabilitas Di Stasiun Kereta Api Tanjung Karang ...................... 111
a. Tanpa Diskriminasi .................................................................. 111
b. Partisipasi Penuh ...................................................................... 115
c. Kesetaraan ................................................................................ 118
d. Aksesibilitas ............................................................................. 120
e. Perlakuan Khusus dan Perlindungan Lebih .............................. 122
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................................ 125
B. Saran .................................................................................................. 127
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1 Data penyandang disabilitas dan Anak dengan kedisabilitas
di Provinsi Lampung Tahun 2014 ................................................... 4
Tabel 1.2 Data Jumlah Penumpang Kereta Api di Stasiun
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung Tahun 2014-2018 .............. 6
Tabel 3.1 Data Informan Penelitian ................................................................. 47
Tabel 4.1 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia .................................. 55
Tabel 4.2 Layanan Kereta Penumpang PT. KAI
Divisi Regional IV Tanjungkarang .................................................................. 56
Tabel 4.3 Layanan Kereta Barang PT. KAI Divisi Regional IV
Tanjungkarang ................................................................................. 57
Tabel 4.4 Layanan Kereta Penumpang Stasiun Kertapati ................................ 63
Tabel 4.5 Layanan Kereta Pengangkutan Barang Stasiun Kertapati ............... 63
Tabel 4.6 Komparasi Hasil Observasi Asas Tanpa Diskriminasi di
Stasiun Tanjung Karang dan Stasiun Kertapati ............................... 74
Tabel 4.7 Komparasi Hasil Observasi Asas Partisipasi Penuh di
Stasiun Tanjung Karang dan Stasiun Kertapati ............................... 83
Tabel 4.8 Komparasi Hasil Observasi Asas Kesetaraan di
Stasiun Tanjung Karang dan Stasiun Kertapati ............................... 92
Tabel 4.9 Komparasi Hasil Observasi Asas Aksesibilitas di
Stasiun Tanjung Karang dan Stasiun Kertapati ............................... 101
Tabel 4.10 Komparasi Hasil Observasi Asas Perlakuan Khusus dan
Perlindungan Lebih di Stasiun Tanjung Karang dan
Stasiun Kertapati ........................................................................... 110
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar. 2.1 Kerangka Pikir............................................................................. 40
Gambar 4.1 Stasiun Kereta Api Tanjungkarang .............................................. 60
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Stasiun Kereta Api Tanjungkarang .............. 61
Gambar 4.3 Stasiun Kereta Api Kertapati........................................................ 62
Gambar 4.4 Petugas Dan PKD Membantu Dan Mengarahkan Penumpang
Dalam Pembelian Tiket .............................................................. 70
Gambar 4.5 Petugas Boarding Pass Dan PKD Unit Boarding Pass Stasiun
Tanjungkarang Melakukan Pengecekan Tiket Penumpang ........ 71
Gambar 4.6 Petugas Dan PKD Pada Unit Boarding Pass Stasiun Kertapati
Melakukan Pengecekan Tiket Penumpang ................................. 72
Gambar 4.7 Perpindahan Penumpang Dari Ruang Tunggu Menuju Kereta .... 73
Gambar 4.8 Penumpang Kereta Api sedang menggunakan kotak saran
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Dan Bentuk Form
Keluhan Pelanggan ..................................................................... 80
Gambar 4.9 Ruang Layanan Pelanggan (Customer Srevice)
Stasiun Tanjungkarang ............................................................... 81
Gambar 4.10 Ruang Layanan Pelanggan Stasiun Kertapati ............................ 82
Gambar 4.11 Jalan Landai (Ramp) Di Pintu Masuk
Stasiun Tanjungkarang ............................................................... 88
Gambar 4.12 Pintu Masuk Toilet Dan Bagian Dalam Toilet Stasiun
Kereta Api Tanjungkarang .......................................................... 89
Gambar 4.13 Pintu Masuk Toilet Dan Bagian Dalam Toilet Stasiun
Kereta Api Kertapati ................................................................... 90
Gambar 4.14 Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api Tanjungkarang ................... 91
Gambar 4.15 Ruang Tunggu Stasiun Kereta Api Kertapati ............................. 91
Gambar 4.16 Loket Penjualan Tiket dan Mesin Cetak Tiket Online
(Check in Counter) Stasiun Kereta Api Tanjungkarang ............. 98
Gambar 4.17 Kondisi Loket Penjualan Tiket Stasiun Kertapati ...................... 99
Gambar 4.18 Kondisi Jalan Menuju Peron dan Kereta .................................... 100
Gambar 4.19 Situasi Tangga dan Jalan Landai (Ramp) Menuju Peron ........... 100
Gambar 4.20 Kursi Khusus Penyandang Disabilitas Didalam Gerbong.......... 107
Gambar 4.21 Area Penyediaan Kursi Roda Stasiun Kereta Api Kertapati ...... 108
Gambar 4.22 Area Loket Tiket Stasiun Kereta Api Tanjungkarang ................ 109
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah sila kelima Pancasila
sebagai dasar Ideologi Negara Republik Indonesia, hal tersebut menjadi
landasan bagi pemerintah untuk menjalankan tugas negara yang memberikan
kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu nilai
keadilan sosial perlu ditegakkan dalam penyelenggaraan negara khususnya
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagaimana dikemukakan oleh
Frederickson dalam Suwitri (2006:50) keadilan harus dilakukan oleh
penyelenggara negara sehingga masyarakat atau warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dalam berbagai aspek kehidupannya. Transportasi
adalah salah satu bentuk layanan yang diberikan oleh negara kepada seluruh
masyarakat tanpa terkecuali, setiap warga berhak merasakan manfaat dan
kegunaan dari layanan transportasi yang diberikan tak terkecuali warga yang
memiliki keterbatasan tubuh dan membutuhkan sarana tambahan dalam
mengakses layanan tersebut. Pada kondisi manusia yang normal secara fisik
dan mental biasanya bukan hal yang sulit bagi manusia tersebut mengakses
leyanan transportasi yang diberikan oleh negara dan cenderung akan
melakukan penyesuaian diri yang baik terhadap lingkungan jika sewaktu-waktu
mengalami kendala. Namun tidak sama halnya dengan manusia yang memiliki
2
kondisi dengan keterbatasan ataupun tidak normal baik secara fisik maupun
mental yang biasa disebut dengan penyandang disabilitas (keterbatasan), maka
kemampuan untuk mengakses dan menyesuaikan diri dengan lingkungan pasti
akan mengalami kendala hal ini tentunya dialami oleh para penyandang
disabilitas pada saat memperoleh pelayanan publik.
Menurut John C. Maxwell dalam alfiani dkk (2017:182) pengertian disabilitas
adalah seseorang yang memiliki kelainan fisik dan atau mental yang sifatnya
mengganggu atau merupakan suatu hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari secara layak atau normal. Dijelaskan juga didalam Pasal 1
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas, yang
dimaksud penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan
dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga
negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas merupakan
kelompok minoritas masyarakat yang memiliki kondisi beragam, diantaranya
penyandang disabilitas yang mengalami keterbatasan fisik, keterbatasan mental
maupun gabungan dari keterbatasan fisik dan mental. Kondisi penyandang
disabilitas tersebut mungkin hanya berdampak sedikit namun ada pula yang
berdampak besar sehingga memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain
untuk bisa berpartisipasi di tengah masyarakat. Demartoto dalam alfiani dkk
(2017:182) mengklasifikasikan tiga jenis kecacatan sebagai berikut : (a) cacat
fisik seperti gangguan penglihatan atau tuna netra, tuna rungu , tuna wicara dan
tuna daksa, (b) cacat mental seperti gangguan tingkah laku yang disebut
3
dengan tuna grahita dan (c) Cacat fisik dan mental adalah keadaan yang
menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
Menurut CRPD (Convention on the right of person with disability) Semua
kebutuhan manusia termasuk kebutuhan disabilitas harus terpenuhi guna
mewujudkan kesetaraan pemenuhan kebutuhan. Berdasarkan Undang-Undang
Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan CRPD
(Convention on the right of person with disability) yaitu pembangunan kota
harus ramah terhadap hak asasi manusia atau kebutuhan penyandang
disabilitas, pemenuhan hak-hak yang dimaksud antara lain hak inklusi, hak
aksesibilitas berupa bangunan fisik, transportasi dan universal design, hak
bermobilitas, hak untuk bekerja, sekolah dan kesehatan serta hak untuk
memanfaatkan waktu luang dan rekreasi sampai dengan kondisi darurat dan
bencana alam. Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Hak asasi
manusia sebagai hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia
bersifat universal, perlu dilindungi, dihormati, dan dipertahankan, sehingga
Perlindungan dan hak asasi manusia terhadap kelompok rentan, khususnya
Penyandang Disabilitas dapat terjamin.
Hak-hak fundamental penyandang disabilitas ditegaskan dalam Pasal 41 Ayat 2
Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU
HAM), yang menyebutkan bahwa :
4
"Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan
anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus".
Begitu pula dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang berbunyi :
"Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang
layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara".
Penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
merupakan kewajiban negara sehingga penyandang disabilitas mendapatkan
perlakuan yang adil dan setara dengan masyarakat normal lainnya. Berdasarkan
angka yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO (World Health
Organization) pada tahun 2012 terdapat 15% Penyandang Disabilitas di
Indonesia. Dengan demikian terdapat populasi mencapai 36.841. 956 dengan
populasi keseluruhan penduduk 245 juta (dalam Thohari, 2017:27). Sedangkan
untuk provinsi Lampung berdasarkan data yang di peroleh dari website resmi
BPS Provinsi Lampung menunjukkan data jumlah penyandang disabilitas
sebagai berikut :
Tabel 1.1. Data penyandang disabilitas dan Anak dengan kedisabilitas di
Provinsi Lampung Tahun 2014 : NO PROVINSI Penyandang
Disabilitas (Jiwa)
Anak Dengan
Kedisabilitas (Jiwa)
1. Lampung Barat 524 164
2. Tanggamus 322 375
3. Lampung Selatan 1.869 37
4. Lampung Timur 5.661 696
5. Lampung Tengah 5.656 829
6. Lampung Utara 736 434
7. Way Kanan 647 194
8. Tulang Bawang 1.376 467
9. Pesawaran 3.072 -
10. Pringsewu 985 354
11. Mesuji 361 164
12. Tulang Bawang Barat 95 4
13. Pesisir Barat 310 81
5
14. Bandar Lampung 1.150 417
15. Metro 236 122
16. Lampung 23.000 4.338
Sumber : http://lampung.bps.go.id
Jumlah penyandang disabilitas di Provinsi Lampung adalah 27.338 jiwa atau
sekitar 0,2% dari total jumlah penduduk di Provinsi Lampung sebanyak
8.117.268 Jiwa, sedangkan di Kota Bandar Lampung Jumlah penyandang
disabilitas adalah 0,1% dari total jumlah penduduk di Kota Bandar Lampung
sebanyak 979.287 Jiwa. (Sumber: Jumlah Penduduk Lampung Tahun 2015,
BPS Provinsi Lampung).
Bagian dari kelompok masyarakat penyandang disabilitas khususnya yang ada
di Provinsi Lampung tentunya juga membutuhkan pelayanan publik berupa
jasa angkutan umum dalam rutinitas kesehariannya , salah satu jasa yang
banyak digunakan adalah jasa angkutan masal kereta api yang dalam
penyediaan jasa layanannya dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia. PT.
Kereta Api Indonesia (PT. KAI) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang merupakan badan penyelenggara tunggal jasa angkutan kereta api. PT.
Kereta Api Divisi Regional IV Tanjungkarang telah menyediakan jasa yang
dapat dinikmati oleh masyarakat Provinsi Lampung selama bertahun-tahun
khususnya di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang. Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang merupakan stasiun kereta api terbesar di Provinsi Lampung.
Stasiun ini juga merupakan salah satu stasiun jalur kereta api yang
menghubungkan Kota Bandar Lampung dengan Kota Palembang, Sumatera
Selatan. Tingginya tingkat pengguna jasa layanan kereta api di Stasiun Kereta
Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung ditunjukkan pada data berikut :
6
Tabel 1.2. Data Jumlah Penumpang Kereta Api di Stasiun Tanjungkarang Kota Bandar
Lampung Tahun 2014-2018
Bulan Tahun 2014 Tahun
2015
Tahun
2016
Tahun 2017 Tahun
2018
Jumlah Pnp Jumlah
Pnp
Jumlah
Pnp
Jumlah Pnp Jumlah
Pnp
Januari
28.926
26.508
29.000
33.372
37.736
Febuari
30.062
25.353
27.910
26.006
34.845
Maret
30.805
28.129
27.402
30.416
38.200
April
29.525
23.459
19.541
32.420
38.989
Mei
32.286
14.388
31.200
33.963
35.142
Juni
32.450
25.417
22.767
31.096
50.323
Juli
29.892
35.032
38.007
36.605
49.687
Agustus
27.308
26.006
26.642
29.713
41.620
September
21.410
25.908
28.901
32.959
40.307
Oktober
27.136
26.466
27.404
32.657
40.694
November
24.030
23.450
25.412
32.047
43.443
Desember
30.208
32.658
36.597
40.513
51.680
TOTAL
344.038
312.774
340.783
391.767
502.666
Sumber: Stasiun Kereta Api Tanjungkarang 2019
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa jumlah penumpang kereta
api di Stasiun Tanjungkarang Kota Bandar Lampung sejak tahun 2014 sampai
tahun 2018 mengalami peningkatan yang cukup tinggi jika dilihat pada tahun
2014 jumlah penumpang kereta api di Stasiun Tanjungkarang adalah 344.038
penumpang dalam kurun waktu 4 tahun jumlah penumpang kereta api
melonjak hingga 502.666 penumpang, jika di total kenaikan jumlah
penumpang dalam lima tahun terakhir adalah sebanyak 46% atau 158.628
penumpang, hal ini menunjukkan bahwa minat masyarakat terhadap
penggunaan jasa kereta api mengalami tren yang meningkat. Banyak pula
diantara masyarakat penyandang disabilitas yang melakukan perjalanan
7
menggunakan jasa angkutan umum kereta api dengan didampingi orang lain
maupun yang melakukan perjalanannya secara sendirian, dalam hal ini
aksesibilitas pelayanan adalah hal paling utama untuk diperhatikan dan
menjadi pokok perbandingan antara penyandang disabilitas dengan masyarakat
yang memiliki kondisi normal.
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri PU Nomor : 30/PRT/M/2006
mendefinisikan, Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua
orang termasuk penyandang cacat dan lansia guna mewujudkan kesamaan
kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Dari definisi di
atas disepakati bahwa aksesibilitas merupakan kebutuhan penting bagi
penyandang disabilitas. Karenanya, penyandang disabilitas dapat melakukan
mobilitasnya ke berbagai tempat yang dikehendaki. Meski demikian aturan ini
masih lah jauh dari kenyataan dalam lmplementasinya. Di kota Bandar
Lampung, banyak sekali fasilitas publik yang belum aksesibel bagi penyandang
disabilitas terutama pada layanan transportasi publik di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang. Sedangkan berdasarkan Pasal 18, UU 08 Tahun 2016
dijelaskan bahwa hak aksesibilitas untuk penyandang disabilitas meliputi hak :
a. Mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan
b. Mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi
individu.
8
Kemudian dalam Pasal 19, UU 08 Tahun 2016 Hak Pelayanan Publik untuk
Penyandang Disabilitas meliputi hak:
a. Memperoleh Akomodasi yang Layak dalam Pelayanan Publik secara
optimal, wajar, bermartabat tanpa Diskriminasi; dan
b. Pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah diakses
di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya.
Kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi sebaliknya. Pelayanan yang
diterima khususnya oleh para penyandang disabilitas kurang terpenuhi dengan
layak dimana sebagian besar hambatan aksesibilitas masih banyak ditemui
berupa hambatan arsitektural dan prosedural hal ini membuat kaum disabilitas
kehilangan haknya dalam mendapatkan pelayanan yang setara dan sesuai
kebutuhannya.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti atas penyediaan layanan di Stasiun
Kereta Api Tanjungkarang pada tanggal 5 Januari 2019 dengan menggunakan
standardisasi pada aturan-aturan yang telah diperlakukan oleh pemerintah
terutama Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 Tahun
2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas menunjukkan bahwa
tidak ada fasilitas publik di stasiun kerta api Tanjungkarang yang benar-benar
aksesibel sesuai dengan standard yang diterapkan oleh pemerintah. Fasilitas
jalan landai (Ramp) di setiap tangga penghubung antar lantai yang lebih rendah
ke lebih tinggi yang diperuntukkan untuk jalur kursi roda telah tersedia di
9
seluruh bagian tangga namun fasilitas yang cukup penting lainnya tidak
tersedia seperti misalnya ubin pemandu (guiding block) untuk penyandang tuna
netra sebagai penunjuk arah, sehingga penyandang tuna netra dapat melakukan
aktivitasnya secara mandiri tidak ditemukan sama sekali di seluruh bagian dari
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang, hal lain yang dirasakan oleh penyandang
disabilitas yaitu tidak adanya petunjuk khusus bagi penyandang disabilitas tuna
netra dalam prosedur pemesanan tiket di loket serta posisi loket yang tinggi dan
tidak dapat dijangkau oleh pengguna kursi roda sehingga memerlukan bantuan
petugas atau orang lain dan juga tidak tersedianya tempat parkir khusus
disabilitas.
Undang-undang telah mengatur tentang hak aksesibilitas untuk mewujudkan
kesamaan kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan khususnya dalam memperoleh pelayanan akan
tetapi penyandang disabilitas selama ini mengalami banyak diskriminasi yang
diakibatkan oleh belum terpenuhinya pelaksanaan hak penyandang disabilitas
didalam pelayanan publik hal ini disebabkan oleh kecenderungan birokrasi
pemerintah yang kurang responsif dalam memenuhi kebutuhan khusus dari
kelompok disabilitas yang merupakan minoritas di antara masyarakat yang lain
dalam hal aksesibilitas pada pelayanan publik, ketersediaan sarana dan
prasarana ramah disabilitas saat ini masih sangat terbatas khususnya di Stasiun
Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung, adapun fasilitas dan
pelayanan khusus disabilitas yang tersedia namun belum memenuhi standar
minimum yang ada serta dirasa belum optimal manfaatnya bagi masyarakat
10
penyandang disabilitas, untuk itu peneliti merasa tertarik dan perlu melakukan
penelitian dengan judul "Analisis Pelayanan Berbasis Kepentingan
Kelompok Disabilitas Di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang (Studi Pada
Layanan PT. Kereta Api Divre IV Tanjungkarang)”.
B. Rumusan Masalah
Masalah adalah hal yang sangat penting dan menjadi substansi dari penelitian
yang hendak dilakukan, berkaitan dengan hal itu maka masalah penelitian ini
dirumuskan kedalam bentuk statement pertanyaan berikut ini :
“Apakah pelayanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung sesuai dengan asas-asas pelaksanaan
dan pemenuhan hak penyandang disabilitas ?”
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam kontek riset ini adalah memperoleh gambaran obyektif
dan terukur dari pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas yang
diberikan oleh PT. Kereta Api Indonesia di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang
Kota Bandar Lampung.berdasarkan pada asas-asas pelaksanaan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas.
11
D. Kegunaan Penelitian
Nilai manfaat yang diperoleh dari penelitian ini pada sisi teoritis berupa
pengembangan kontekstual mengenai keadilan sosial dalam penyelenggaraan
pelayanan publik dan pada sisi praktis berupa saran dan masukan kepada
instansi terkait mengenai pelaksanaan layanan berdasarkan prinsip keadilan
sosial. Adapun kegunaan penelitian ini adalah :
1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini dapat menunjukkan bagaimanakah
prinsip keadilan sosial yang diterapkan pada layanan transportasi masal
kereta api melalui analisis pelayanan berbasis kepentingan kelompok
disabilitas di Stasiun Kereta Api Tanjung Karang
2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi yang aktual
mengenai faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan prinsip keadilan
sosial didalam pelayanan transportasi kereta api di Stasiun Kereta Api
Tanjung Karang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pelayanan Publik
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan Publik (Public Service) merupakan salah satu pembahasan utama
di dalam disiplin ilmu Administrasi Negara yang saat ini lebih dikenal
dengan Administrasi Publik, secara tersendiri pengertian Pelayanan
(Service) menurut Oxford dalam Duadji (2013:2) didefinisikan sebagai “a
system that provides something that the public needs, organized by the
government or a private company” oleh karenanya pelayanan berfungsi
sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan masyarakat.
Sedangkan pengertian public yang melekat pada pelayanan publik tidak
sepenuhnya sama dengan pengertian masyarakat secara umum, Nurcholish
dalam Duadji (2013:3) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah
orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan
tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang mereka
miliki. Kemudian dilengkapi dengan definisi dari Lubienski dalam Duadji
(2013:3) dimana publik diartikan sebagai setiap orang yang berstatus
sebagai konsumen barang dan jasa publik.
13
Kita membutuhkan definisi yang berlaku komprehensif tentang apa itu
pelayanan publik agar memperoleh pengertian yang lebih jelas tentang
pelayanan publik, menurut Ratminto (2012:5) Pelayanan publik merupakan
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah, baik instansi pemerintah pusat, instansi pemerintah
daerah, BUMN ataupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang
pelaksanaannya dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
serta dalam melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dilihat
dari peraturan perundang-undangan sendiri pengertian pelayanan publik
menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan
kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi
setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan
administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang
dibutuhkan oleh masyarakat sebagaimana negara didirikan dari dan oleh
publik (masyarakat) tentunya dengan tujuan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Negara dalam hal ini adalah pemerintah yang
berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan yang dimaksud
bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang
diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan,
pendidikan, dan lain-lain. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka
14
dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah serangkaian kegiatan
pelayanan dalam bentuk barang maupun jasa yang diselenggarakan oleh
pemerintah melalui penyelenggara negara untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan diselenggarakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
2. Prinsip Dan Asas Pelayanan Publik
Perkembangan konsep administrasi publik memasuki sebuah paradigma
baru yang disebut New Public Service (NPS) yaitu suatu paradigma yang
menekankan bahwa tugas pokok aparatur pemerintah adalah memberikan
pelayanan yang baik, dalam paradigma ini pelayanan hanya difokuskan
kepada citizen yaitu warga negara sebagai pemilik kedaulatan . Paradigma
ini sekaligus menekankan bahwa keberadaan administrasi publik sebagai
Administration for public (Rusli, 2015:21). Dengan memahami paradigma
yang digunakan prinsip penyelengaraan pelayanan publik akan mudah
terarahkan. Denhardt & Denhardt dalam Rusli (2015:22) menjelaskan tiga
komponen penting dalam masyarakat adalah pemerintah, pebisnis, dan
masyarakat sipil, ketiga kekuatan tersebut yang menjadi dasar terbentuknya
good governance. Isu-isu yang dikembangkan dalam mewujudkan
kesejahteraann berkaitan dengan justice, equity, participation dan
leadership. Tujuh prinsip dasar paradigma New Public Service (NPS) di
dalam Rusli (2015) :
a. Melayani warga negara, bukan customer (Serve Citizens, Not
Customers);
15
b. Mengutamakan kepentingan publik (Seeks The Public Interest);
c. Kewarganegaraan lebih berharga daripada kewirausahaan (Value
Citizenship Over Entrepreneurship);
d. Berpikir strategis, bertindak demokratis (Think Strategically, Act
Democratically);
e. Tahu kalau akuntabilitas bukan hal sederhana (Recognize That
Accountability Is Not Simple);
f. Melayani ketimbang mengarahkan (Serve Rather Than Steer);
g. Menghargai manusia, bukan sekedar produktivitas (Value People, Not
Just Productivity).
Adapun pendapat lain dari Sulistio (2009: 39) menyebutkan pelayanan
publik yang diberikan oleh Birokrasi hendaknya juga berdasarkan prinsip-
prinsip dasar berikut ini :
a. Rasional, efektif dan efisien yang dilakukan melalui manajemen terbuka.
b. Ilmiah, berdasarkan kajian dan penelitian serta didukung oleh cabang-
cabang ilmu pengetahuan lainnya.
c. Inovatif, pembaruan yang dilakukan terus-menerus untuk menghadapi
lingkungan yang dinamis, berubah dan berkembang.
d. Produktif, berorientasi kepada hasil kerja yang optimal.
e. Profesionalisme, penggunaan tenaga kerja profesional, terampil dalam
istilah “The Right Man In The Right Place”.
f. Penggunaan teknologi modern yang tepat guna.
16
Penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memperhatikan asas-asas
keadilan dan non diskriminatif, seperti tercantum dalam Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Menurut UU
tersebut, pelayanan publik dikatakan baik jika memenuhi beberapa asas-asas
sebagai berikut :
a. Kepentingan Umum: Pemberian pelayanan tidak boleh mengutamakan
kepentingan pribadi dan/atau golongan.
b. Kepastian Hukum: Jaminan terwujudnya hak dan kewajiban dalam
penyelenggaraan pelayanan.
c. Kesamaan Hak: Pemberian pelayanan tidak membedakan suku, ras,
agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
d. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemenuhan hak harus sebanding
dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun
penerima pelayanan.
e. Keprofesionalan: Pelaksana pelayanan harus memiliki kompetensi yang
sesuai dengan bidang tugas.
f. Partisipatif: Peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan
pelayanan dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan
masyarakat.
g. Persamaan perlakuan / Tidak diskriminatif: Setiap warga negara berhak
memperoleh pelayanan yang adil.
h. Keterbukaan: Setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah
mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang
diinginkan.
17
i. Akuntabilitas: Proses penyelenggaraan pelayanan harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
j. Fasilitas dan Perlakuan Khusus Bagi Kelompok Rentan: Pemberian
kemudahan terhadap kelompok rentan sehingga tercipta keadilan dalam
pelayanan.
k. Ketepatan Waktu: Penyelesaian setiap jenis pelayanan dilakukan tepat
waktu sesuai dengan standar pelayanan.
l. Kecepatan Kemudahan dan Keterjangkauan: Setiap jenis pelayanan
dilakukan secara cepat, mudah, dan terjangkau.
Berdasarkan prinsip-prinsip dan asas nilai tersebut mengarahkan pelayanan
publik untuk mengutamakan kepentingan umum, mengikutsertakan
masyarakat dalam impelementasi dan pengawasan pelayanan dan
memberikan perhatian kepada pelayanan masyarakat sebagai warga negara
(citizen) bukan sebagai pelanggan (customer).
3. Standar Pelayanan Publik
Menurut Pasal 1 UU 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dijelaskan
bahwa Standar pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas
pelayanan sebagai kewajiban dan janji Penyelenggara kepada masyarakat
dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan
terukur. Kemudian pada Pasal 21 UU 25 tahun 2009, disebutkan komponen
standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:
18
a. Dasar hukum: Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
penyelenggaraan pelayanan.
b. Persyaratan: Syarat yang harus dipenuhi dalam pengurusan suatu jenis
pelayanan, baik persyaratan teknis maupun administratif.
c. Sistem, mekanisme, dan prosedur: Tata cara pelayanan yang dibakukan
bagi pemberi dan penerima pelayanan, termasuk pengaduan.
d. Jangka waktu penyelesaian: Jangka waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.
e. Biaya/tarif: Ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam
mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari Penyelenggara yang
besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Penyelenggara dan
masyarakat.
f. Produk pelayanan: Hasil pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas: Peralatan dan fasilitas yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan
fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.
h. Kompetensi pelaksana: Kemampuan yang harus dimiliki oleh Pelaksana
meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.
i. Pengawasan internal: Pengendalian yang dilakukan oleh pimpinan satuan
kerja atau atasan langsung Pelaksana.
j. Penanganan pengaduan, saran, dan masukan: Tata cara pelaksanaan
penanganan pengaduan dan tindak lanjut.
k. Jumlah pelaksana: Tersedianya Pelaksana sesuai dengan beban kerja.
19
l. Jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan
sesuai dengan standar pelayanan.
m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen
untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-
raguan: Kepastian memberikan rasa aman dan bebas dari bahaya, risiko,
dan keraguraguan.
n. Evaluasi kinerja pelaksana: Penilaian untuk mengetahui seberapa jauh
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.
Komponen standar pelayanan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan
Menpan Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan, dalam
peraturan ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu :
a. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses penyampaian
pelayanan (service delivery) meliputi :
1. Persyaratan,
2. Sistem, mekanisme dan prosedur,
3. Jangka waktu pelayanan,
4. Biaya/tarif,
5. Produk pelayanan,
6. Penanganan pengaduan, saran dan masukan.
b. Komponen standar pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan
pelayanan di internal organisasi (manifacturing) meliputi:
1. Dasar hokum,
2. Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas,
20
3. Kompetensi pelaksana,
4. Pengawasan internal,
5. Jumlah pelaksana,
6. Jaminan pelayanan,
7. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan,
8. Evaluasi kinerja pelaksana.
4. Indikator Pelayanan Prima
Kegiatan pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu tugas dan
fungsi administrasi negara, dalam penyelenggaraannya dibutuhkan tolok
ukur ataupun standar yang ditetapkan dan dipublikasikan untuk menjaga
kualitas dan kondisi pelayanan publik yang baik serta sesuai dengan standar
pelayanan yang prima. Dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor
publik SESPANAS LAN, 1998 dalam Sedarmayanti (2007:267)
menyebutkan indikator pelayanan prima sebagai berikut :
a. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan/pengguna
jasa.
b. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.
c. Pelayanan prima bila; melebihi standar, atau sama dengan standar.
Sedangkan yang belum ada standar; pelayanan terbaik dapat diberikan,
pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar, dan
pelayanan dilakukan secara maksimal.
d. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas; masyarakat eksternal, dan
masyarakat internal.
21
Kemudian Pelayanan publik prima yang hendak dicapai diperlukan
pemahaman atas dimensi dan tolak ukur kualitas pelayanan sebagaimana
dijelaskan menurut Fitzsimmons dalam Sedarmayanti (2007:266) Lima
dimensi kualitas pelayanan :
a. Reliability, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis
pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen/pelanggan.
b. Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen
dan memberikan pelayanan yang cepat.
c. Assurance, pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, kepercayaan
diri dari pemberi layanan, serta respek terhadap konsumen.
d. Emphaty, kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan
memberi perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan
kebutuhan konsumen.
e. Tangibles, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti
peralatan atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.
Selanjutnya terdapat Sepuluh dimensi tolak ukur kualitas pelayanan yang
dijelaskan Zeithaml dalam Sedarmayanti (2007:266) :
a. Tangibles, fasilitas fisik, peralatan, personil dan komunikasi.
b. Reliability, kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan pelayanan
yang dijanjikan dengan tepat.
c. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung
jawab terhadap mutu pelayanan yang diberikan.
22
d. Competence, tuntutan dimilikinya pengetahuan dan keterampilan yang
baik oleh aparatur dalam memberi pelayanan.
e. Courtesy, sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan
pribadi.
f. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
masyarakat.
g. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari
berbagai bahaya dan resiko.
h. Access, untuk mengadakan kontak dan pendekatan.
i. Communication, kemauan pemberi layanan untukmendengarkan
suara,keinginan, atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk
selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat.
j. Understanding the customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan.
B. Tinjauan Tentang Disabilitas
1. Pengertian Disabilitas
Menurut John C. Maxwell dalam (alfiani dkk, 2017) pengertian disabilitas
adalah seseorang yang memiliki kelainan fisik dan atau mental yang sifatnya
mengganggu atau merupakan suatu hambatan baginya untuk melakukan
kegiatan sehari-hari secara layak atau normal. Dijelaskan juga didalam Pasal
1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas,
yang dimaksud penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
23
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami
hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif
dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Indonesia meratifikasi The Convention on The Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) berdasar pada kewajiban negara pihak dalam menjamin
dan memajukan pemenuhan semua hak asasi manusia dan kebebasan
mendasar semua orang cacat tanpa diskriminasi atas dasar kecacatan
mereka, dimana Indonesia merupakan salah satu dari 153 negara yang telah
menandatangani konvensi tersebut. Menurut CRPD (Convention on the
right of person with disability) Semua kebutuhan manusia termasuk
kebutuhan disabilitas harus terpenuhi guna mewujudkan kesetaraan
pemenuhan kebutuhan. Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 tentang pengesahan CRPD (Convention on
the right of person with disability) yaitu pembangunan kota harus ramah
terhadap hak asasi manusia atau kebutuhan penyandang disabilitas,
pemenuhan hak-hak yang dimaksud antara lain hak inklusi, hak aksesibilitas
berupa bangunan fisik, transportasi dan universal design, hak bermobilitas,
hak untuk bekerja, sekolah dan kesehatan serta hak untuk memanfaatkan
waktu luang dan rekreasi sampai dengan kondisi darurat dan bencana alam.
Prinsip-prinsip yang terkandung dalam CRPD (Convention on the right of
person with disability) sebagaimana tercantum dalam Pasal 3, meliputi :
24
a. Penghormatan atas martabat yang melekat, otoritas individual termasuk
kebebasan untuk menentukan pilihan dan kemandirian orang-orang;
b. Nondiskriminasi;
c. Partisipasi dan keterlibatan penuh dan efektif dalam masyarakat;
d. Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan orang-orang penyandang
cacat sebagai bagian dari keragaman manusia dan rasa kemanusiaan;
e. Kesetaraan kesempatan;
f. Aksesibilitas;
g. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan; dan
h. Penghormatan atas kapasitas yang berkembang dari anak-anak
penyandang cacat dan penghormatan atas hak anak-anak penyandang
cacat untuk melindungi identitas mereka.
Di dalam CRPD (Convention on the right of person with disability) juga
diletakkan salah satu kewajiban Negara untuk menjamin dan memajukan
pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui langkah legislatif
(pembuatan peraturan) dan administratif (prosedur yang mendukung) serta
melakukan harmonisasi peraturan termasuk menghapuskan aturan dan
budaya yang melanggar hak penyandang disabilitas. Komitmen Pemerintah
diwujudkan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas untuk menghormati, melindungi, memenuhi
dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas. Hak-hak fundamental
penyandang disabilitas ditegaskan dalam Pasal 41 Ayat 2 Undang-Undang
25
Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), yang
menyebutkan bahwa :
"Setiap penyandang cacat, orang yang berusia lanjut, wanita hamil dan
anak-anak, berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus".
Begitu pula dengan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang berbunyi :
"Setiap warga negara yang berusia lanjut, cacat fisik dan atau cacat
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan
bantuan khusus atas biaya negara, untuk menjamin kehidupan yang
layak sesuai dengan martabat kemanusiaannya, meningkatkan rasa
percaya diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara".
Penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas
merupakan kewajiban negara sehingga penyandang disabilitas mendapatkan
perlakuan yang adil dan setara dengan masyarakat normal lainnya.
2. Ragam Penyandang Disabilitas
Menurut Demartoto dalam alfiani dkk (2017) mengklasifikasikan tiga jenis
kecacatan sebagai berikut : (a) cacat fisik seperti gangguan penglihatan atau
tuna netra, tuna rungu , tuna wicara dan tuna daksa, (b) cacat mental seperti
gangguan tingkah laku yang disebut dengan tuna grahita dan (c) cacat fisik
dan mental adalah keadaan yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus.
Menurut Pasal 4 Undang-Undang No 8 Tahun 2016, penyandang disabilitas
di bagi menjadi 4 ragam disabilitas meliputi:
a. Penyandang Disabilitas fisik : Yang dimaksud dengan “Penyandang
Disabilitas fisik” adalah terganggunya fungsi gerak, antara lain amputasi,
lumpuh layuh atau kaku, paraplegi, celebral palsy (CP), akibat stroke,
akibat kusta, dan orang kecil.
26
b. Penyandang Disabilitas intelektual : Yang dimaksud dengan
”Penyandang Disabilitas intelektual” adalah terganggunya fungsi pikir
karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata, antara lain lambat belajar,
disabilitas grahita dan down syndrom.
c. Penyandang Disabilitas mental : Yang dimaksud dengan “Penyandang
Disabilitas mental” adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan
perilaku, antara lain:
1. psikososial di antaranya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, dan
gangguan kepribadian; dan
2. disabilitas perkembangan yang berpengaruh pada kemampuan
interaksi sosial di antaranya autis danhiperaktif.
d. Penyandang Disabilitas sensorik : Yang dimaksud dengan “Penyandang
Disabilitas sensorik” adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca
indera, antara lain disabilitas netra, disabilitas rungu, dan/atau disabilitas
wicara.
Ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud diatas dapat dialami
secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan
oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Penjelasan lebih rinci tentang penyandang disabilitas fisik yang dimaksud
diatas ialah:
a. Tidak dapat melihat atau buta (tunanetra);
b. Tidak dapat mendengar atau tuli (tunarungu);
c. Tidak dapat berbicara atau bisu (tunawicara);
27
d. Cacat tubuh (tunadaksa).
Kemudian penjelasan lebih rinci penyandang disabilitas intelektual yang
dimaksud yakni :
a. Sukar mengendalikan emosi dan sosial (tunalaras);
b. Cacat pikiran dan lemah daya tangkap atau idiot (tunagrahita).
Sedangkan penderita cacat lebih dari satu kecacatan (tunaganda) ataupun
yang dimaksud dengan “Penyandang Disabilitas ganda atau multi” adalah
Penyandang Disabilitas yang mempunyai dua atau lebih ragam disabilitas,
antara lain disabilitas runguwicara dan disabilitas netra-tuli.
3. Standar Pelayanan Bagi Disabilitas
Pemenuhan hak penyandang disabilitas adalah untuk menjamin dan
melindungi penyandang disabilitas dan hak–haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Penyandang disabilitas merupakan bagian dari masyarakat
yang memiliki hak yang sama untuk diberikan pelayanan yang berkualitas
sebagaimana masyarakat normal lainnya, tentunya diperlukan standar
pelayanan bagi penyandang disabilitas sebagaimana dalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan diatur
mengenai fasilitas dan aksesibilitas yang layak bagi penyandang disabilitas
yang ditujukan untuk memberikan keselamatan, kemudahan, kegunaan dan
kemandirian bagi penggunanya tidak hanya bagi non-disabilitas, tapi juga
28
bagi penyandang disabilitas. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor :
30/PRT/M/2006 Tentang Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada
Bangunan Gedung Dan Lingkungan, menyebutkan asas fasilitas dan
aksesibilitas sebagai berikut :
a. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi semua
orang.
b. Kemudahan, yaitu setiap orang dapat mencapai semua tempat atau
bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
c. Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan semua tempat
atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
d. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
4. Kepentingan Kelompok Disabilitas Pada Layanan Kereta Api
Pelayanan publik merupakan bagian dari amanat dan tugas bagi negara,
negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk
memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik
yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Transportasi adalah salah satu bentuk layanan yang diberikan
oleh negara kepada seluruh masyarakat tanpa terkecuali, setiap warga
berhak merasakan manfaat dan kegunaan dari layanan transportasi yang
diberikan tak terkecuali warga yang memiliki keterbatasan tubuh dan
29
membutuhkan sarana tambahan dalam mengakses layanan tersebut. Pada
kondisi manusia yang normal secara fisik dan mental biasanya bukan hal
yang sulit bagi manusia tersebut mengakses leyanan transportasi yang
diberikan oleh negara dan cenderung akan melakukan penyesuaian diri yang
baik terhadap lingkungan jika sewaktu-waktu mengalami kendala. Namun
tidak sama halnya dengan manusia yang memiliki kondisi dengan
keterbatasan ataupun tidak normal baik secara fisik maupun mental yang
biasa disebut dengan penyandang disabilitas (keterbatasan), maka
kemampuan untuk mengakses dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
pasti akan mengalami kendala hal ini tentunya dialami oleh para
penyandang disabilitas pada saat memperoleh pelayanan publik.
Penyandang disabilitas merupakan kelompok minoritas masyarakat yang
memiliki kondisi beragam, diantaranya penyandang disabilitas yang
mengalami keterbatasan fisik, keterbatasan mental maupun gabungan dari
keterbatasan fisik dan mental. Kondisi penyandang disabilitas tersebut
mungkin hanya berdampak sedikit namun ada pula yang berdampak besar
sehingga memerlukan dukungan dan bantuan dari orang lain untuk bisa
berpartisipasi di tengah masyarakat, bagian dari kelompok masyarakat
penyandang disabilitas khususnya yang ada di Provinsi Lampung tentunya
juga membutuhkan pelayanan publik berupa jasa angkutan umum dalam
rutinitas kesehariannya dalam hal ini adalah sarana transportasi masal kereta
api yang diselengarakkan oleh PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI) yang
30
merupakan badan penyelenggara tunggal jasa angkutan kereta api di
Indonesia.
Penyedia layanan jasa transportasi kereta api di Provinsi Lampung
diselenggarakan oleh PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV
Tanjungkarang yang merupakan kantor pelayanan khusus Provinsi
Lampung, PT. KAI telah menyediakan jasa angkutan kereta api yang dapat
dinikmati oleh masyarakat Provinsi Lampung selama bertahun-tahun
khususnya di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang. Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang yang juga merupakan Stasiun Kereta Api terbesar di
Provinsi Lampung. Stasiun ini juga merupakan salah satu stasiun jalur
kereta api yang menghubungkan Kota Bandar Lampung dengan Kota
Palembang, Sumatera Selatan dan dikenal sebagai stasiun paling ramai
dikunjungi di Provinsi Lampung, sebagian besar masyarakat penyandang
disabilitas yang melakukan perjalanan menggunakan jasa angkutan umum
kereta api di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang dengan didampingi orang
lain ada pula yang melakukan perjalanannya secara sendirian, dalam kasus
ini aksesibilitas pelayanan adalah hal paling utama yang membedakan
antara penyandang disabilitas dengan masyarakat yang memiliki kondisi
normal. Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Menteri PU Nomor :
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada
Bangunan Gedung dan Lingkungan mendefinisikan, Aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan bagi semua orang termasuk penyandang cacat
31
dan lansia guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 juga
menyebutkan asas fasilitas dan aksesibilitas yang ditujukan untuk
memberikan keselamatan, kemudahan, kegunaan dan kemandirian bagi
penggunanya tidak hanya bagi non-disabilitas, tapi juga bagi penyandang
disabilitas. Menurut CRPD (Convention on the right of person with
disability) Semua kebutuhan manusia termasuk kebutuhan disabilitas harus
terpenuhi guna mewujudkan kesetaraan pemenuhan kebutuhan. Berdasarkan
hal tersebut PT.KAI sebagai penyedia layanan jasa transportasi kereta api
sudah semestinya mewujudkan pelayanan prima bagi masyarakat khususnya
bagi penyandang disabilitas untuk mewujudkan nilai kesetaraan bagi
seluruh masyarakat penerima pelayanan publik. Disebutkan dalam Pasal 2
Undang Undang Nomor 08 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas,
pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas berasaskan :
a. Penghormatan terhadap martabat; yang dimaksud dengan “asas
penghormatan terhadap martabat” adalah pengakuan terhadap harga diri
penyandang disabilitas yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan.
b. Otonomi individu; yang dimaksud dengan “asas otonomi individu”
adalah hak setiap penyandang disabilitas untuk bertindak atau tidak
bertindak dan bertanggung jawab atas pilihan tindakannya tersebut.
c. Tanpa diskriminasi; diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang
32
bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan,
penikmatan, atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas.
d. Partisipasi penuh; yang dimaksud dengan “asas partisipasi penuh” adalah
penyandang disabiltas berperan serta secara aktif dalam segala aspek
kehidupan sebagai warga negara.
e. Keragaman manusia dan kemanusiaan; Yang dimaksud dengan “asas
keragaman manusia dan kemanusiaan” adalah Penghormatan dan
penerimaan perbedaan terhadap Penyandang Disabilitas sebagai bagian
dari keragaman manusia dan kemanusiaan.
f. Kesamaan kesempatan; kesamaan kesempatan adalah keadaan yang
memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada penyandang
disabilitas untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek
penyelenggaraan negara dan masyarakat.
g. Kesetaraan; yang dimaksud dengan “asas kesetaraan” adalah kondisi di
berbagai sistem dalam masyarakat dan lingkungan, seperti pelayanan,
kegiatan, informasi, dan dokumentasi yang dibuat dapat mengakomodasi
semua orang termasuk penyandang disabilitas.
h. Aksesibilitas; aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk
penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan.
i. Kapasitas yang terus berkembang dan identitas anak.
j. Inklusif.
k. Perlakuan khusus dan pelindungan lebih : pelindungan adalah upaya
yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan
memperkuat hak penyandang disabilitas.
33
Kemudian Pasal 18, Undang Undang Nomor 08 Tahun 2016 dijelaskan
bahwa Hak Aksesibilitas Fasilitas Publik untuk Penyandang Disabilitas
meliputi hak:
a. Mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan
b. Mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi
individu.
Pasal 19, UU 08 Tahun 2016 Hak Pelayanan Publik untuk Penyandang
Disabilitas meliputi hak:
a. Memperoleh Akomodasi yang Layak dalam Pelayanan Publik secara
optimal, wajar, bermartabat tanpa Diskriminasi; dan
b. Pendampingan, penerjemahan, dan penyediaan fasilitas yang mudah
diakses di tempat layanan publik tanpa tambahan biaya.
Berdasarkan beragam penjelasan diatas penulis menyimpulkan bahwa
kepentingan kelompok disabilitas pada layanan kereta api adalah
terpenuhinya hak-hak penyandang disabilitas atas pelayanan publik yang
berkualitas dan sesuai dengan standar minimum pelayanan publik bagi
penyandang disabiltas baik secara administatif, aksesibilitas, maupun
penyediaan fasilitas sarana dn prasarana khusus bagi penyandang disabilitas.
34
C. Tinjauan Tentang Asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas menurut UU N0. 08 tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas
Asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas adalah
prinsip-prinsip dasar dalam pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang
disabilitas untuk bisa mengembangkan diri serta mendayagunakan seluruh
kemampuan sesuai bakat dan minat yang dimilikinya, berperan serta
berkontribusi secara optimal, aman, leluasa, dan bermartabat dalam segala
aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Begitupun didalam
aspek kebutuhan akan pelayanan publik, penyandang disabilitas memiliki hak
untuk memperoleh pelayanan yang baik (good service) sebagaimana
masyarakat non disabilitas lainnya dan tentunya penyandang disabilitas
memiliki hak-hak khusus yang juga menyesuaikan dengan kekhususan kondisi
dan kebutuhan yang dimilikinya. Duadji (2013: 118) Mengatakan penggunaan
Nomenklatur pelanggan atau konsumen dalam konteks pelayanan publik
mengandung makna yang semula berkiblat pada kepentingan birokrasi
(bureaucratic oriented) atau berorientasi pada produsen (producer oriented)
telah mengalami perubahan mendasar menjadi berorientasi pada konsumen
(consumer-driven approach). Hal ini mempertegas posisi penyelenggara
pelayanan publik sebagai pelayan masyarakat yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat yang majemuk terutama dalam pelaksanaan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas yang berasaskan:
35
1. Tanpa Diskriminasi
Asas tanpa diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian
pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas yang
bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau peniadaan pengakuan,
penikmatan, atau pelaksanaan hak penyandang disabilitas. Didalam
pelayanan publik tanpa diskriminasi menjadi prinsip utama yang harus
dijalankan oleh penyelenggara layanan publik kepada seluruh masyarakat,
mengutip Morgan dan Bacon dalam Duadji (2013:121) menyatakan salah
satu tolak ukur bagi pelayanan publik yang baik (good service) adalah the
ability to meet the needs of each individual served atau kemampuannya
untuk memenuhi kebutuhan dari setiap individu yang dilayani. Lebih lanjut
Duadji (2013:8) menjelaskan bahwa pelayanan publik pada hakekatnya
merupakan hak warga dan merupakan cerminan eksekusi kewajiban negara
oleh lembaga dan badan publik yang diberikan amanah mengelola dan
medistribusikan semua sumber daya dan aset publik atas hak setiap warga
untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan berkeadilan serta tanpa
adanya distorsi maupun patologis birokrasi, adanya jaminan aksesibilitas,
setara (equality), dan berkeadilan (equity) bagi semua (tanpa diskriminasi).
2. Partisipasi Penuh
Asas partisipasi penuh didalam pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas adalah prinsip dasar dimana penyandang disabiltas
berperan serta secara aktif dalam segala aspek kehidupan sebagai warga
negara. Begitupula dalam pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang
36
disabilitas berupa pelayanan publik, peran serta penyandang disabilitas
dalam memberikan kritik dan masukan serta melibatkan diri didalam
pelayanan publik merupakan konsep dari pelaksanaan layanan publik yang
memberdayakan pengguna pelayanan publik, sebagaimana disampaikan
oleh Duadji (2013:120) bahwa peran penting yang dimainkan oleh para
pengguna jasa pelayanan publik dalam rangka menyempurnakan kualitas
pelayanan publik dapat kita sebut sebagai varian atau bentuk lain upaya
pemberdayaan masyarakat (empowering society).
Menurut Clarke dan Steward dalam Duadji (2013:118), para pengguna jasa
dan pelayanan publik sesungguhnya memiliki sejumlah hak: hak untuk
memperoleh pelayanan yang baik (good service), hak untuk mengetahui
bagaimana keputusan-keputusan kebijakan mengenai jenis pelayanan
tertentu dibuat dan diperhatikan pendapat-pendapatnya. Berangkat dari
penyataan tersebut penyelenggara pelayanan publik semestinya
menyediakan sarana bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan
masukan terhadap pelayanan yang telah disediakan, karena baik buruknya
pelayanan hanya publik yang dilayani itulah yang dapat menilai.
3. Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kondisi di berbagai sistem dalam masyarakat dan
lingkungan, seperti pelayanan, kegiatan, informasi, dan dokumentasi yang
dibuat dapat mengakomodasi semua orang termasuk penyandang disabilitas.
Didalam pelayanan publik asas kesetaraan menjadi kebutuhan pokok bagi
37
seluruh masyarakat pengguna pelayanan publik yang majemuk. Dwiyanto
(2015:148) menjelaskan bahwa untuk dapat mengakses pelayanan
pemeritah, sebagaimana kelompok penduduk lainnya, tentu mereka
memerlukan dukungan dari pemerintah agar proses pelayanan publik
menjadi lebih inklusif dan tidak menjadikan keterbatasan fisik mereka
sebagai kendala dalam mengakses pelayanan. Setiap sistem, sarana dan
proses pelayanan publik harus ramah dan peduli terhadap kebutuhan dari
para disabilitas. Perbedaan kondisi dan kebutuhan khususnya penyandang
disabilitas didalam pelayanan publik memerlukan ketersediaan sarana dan
prasarana yang khusus pula sehingga mereka mampu menikmati pelayanan
tanpa kesulitan yang berarti sebagaimana masyarakat non disabilitas pada
umumnya.
4. Aksesibilitas
Asas aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan untuk penyandang
disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan, perwujudan
kemudahan yang dimaksud disini adalah ketersediaan sarana fisik maupun
non fisik (berupa peraturan) yang diperuntukkan bagi penyandang disabiltas
dalam memperoleh hak-haknya, salah satunya hak memperoleh pelayanan
publik. Didalam penyelenggaraan pelayanan publik sendiri terdapat prinsip
aksesibilitas sebagaimana yang dikemukakan oleh Duadji (2013:79) yaitu
bahwa pada hakekatnya setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau oleh
setiap pengguna pelayanan. Tempat, jarak dan sistem pelayanan harus
38
sedapat mungkin dekat dan mudah dijangkau/diakses oleh pengguna
pelayanan.
Berdasarkan penjelasan dan prinsip tersebut maka aksesibilitas menjadi hal
yang senantiasa menjadi tanggung jawab penyelenggara pelayanan publik
dimanapun dan kapanpun untuk memberikan pelayanan prima bagi
masyarakat khususnya penyandang disabilitas yang membutuhkan akses
khusus dari pada masyarakat pada umumnya.
5. Perlakuan Khusus dan Perlindungan Lebih
Asas perlakuan khusus dan pelindungan lebih adalah upaya yang dilakukan
secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak
penyandang disabilitas. upaya tersebut dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan publik dan ditujukan khususunya kepada penyandang disabilitas
didalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pelayanan publik. penyelenggara
pelayanan publik dituntut untuk memiliki pemahaman yang memadai terkait
hak-hak asasi masyarakat serta mengenali dan memahami kendala yang
dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam mengakses pelayanan publik.
Seperti yang dijelaskan oleh Dwiyanto (2015:149) kaum disabilitas
seringkali mengadukan, antara lain tentang prosedur pelayanan yang tidak
friendly dengan keterbatasan yang mereka miliki, tidak tersedianya fasilitas
khusus bagi mereka untuk dapat mengakses pelayanan publik secara wajar.
39
Berangkat dari penjelasan tersebut menyimpulkan bahwa asas perlakuan
khusus dan pelindungan lebih bagi penyandang disabilitas menjadi hal yang
semestinya dilakukan secara optimal oleh penyelenggaara pelayanan
sebagai upaya mewujudkan pelayanan yang prima bagi seluruh masyarakat.
D. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional IV Tanjungkarang di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung berdasarkan pra
riset peneliti masih menemukan beberapa masalah ataupun kekurangan-
kekurangan khususnya pada penyediaan pelayanan berbasis kepentingan
kelompok penyandang disabilitas, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas yang
diberikan oleh PT. KAI di Stasiun Tanjungkarang Kota Bandar Lampung
menggunakan lima indikator asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas yang termuat pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 08
tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yaitu ; Tanpa Diskriminasi,
Partisipasi penuh, Kesetaraan, Aksesibilitas, serta Perlakuan khusus dan
Pelindungan lebih. Adapun kerangka alur berpikir yang diajukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
40
Gambar 2.1 Kerangka Pikir
Sumber: Diolah oleh Peneliti Tahun 2019
Pelayanan publik berbasis kepentingan kelompok disabilitas pada layanan
transportasi masal PT. Kereta Api Indonesia di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang
Kota Bandar Lampung
Asas-asas pelaksanaan dan
pemenuhan hak penyandang
disabilitas menurut UU N0. 08
tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas,:
1. Tanpa Diskriminasi;
2. Partisipasi penuh;
3. Kesetaraan;
4. Aksesibilitas;
5. Perlakuan khusus dan
Pelindungan lebih
Pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung
Komparasi Dua Situs Antara
Stasiun Kereta Api Kertapati
Kota Palembang dan Stasiun
Kereta Api Tanjung Karang
Kota Bandar Lampung
Pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas berdasarkan pada asas-asas
pelaksanaan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung
III. METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian
Penelitian ini menggunakan format deskriptif dengan melakukan komparasi di
dua situs penelitian yang dapat memberikan deskripsi, gambaran, dan fakta-
fakta serta persamaan dan perbedaan antara dua situs penelitian serta fenomena
yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat mengenai tema penelitian
berupa analisis pelayanan publik berbasis kepentingan kelompok disabilitas
yang notabene merupakan kelompok minoritas dengan jumlah yang jauh lebih
kecil dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Menurut Nazir (2005: 58)
penelitian komparatif adalah sejenis penelitian deskriptif yang ingin mencari
jawaban secara mendasar tentang sebab-akibat, dengan menganalisis faktor-
faktor penyebab terjadinya ataupun munculnya suatu fenomena tertentu.
Sedangkan pendekatan yang digunakan oleh peneliti didalam penelitian ini
adalah pendekatan kualitatif yang dijelaskan dalam Bungin (2010:06) yakni
jenis pendekatan yang berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian
dengan apa adanya, yang mana seorang peneliti memulai berfikir secara
induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena sosial,
melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisanya dan kemudian
berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati itu.Lebih lanjut
42
dijelaskan dalam Bungin (2010:68) Format deskriptif kualitatif pada umumnya
dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus, tidak memiliki ciri seperti
air (menyebar di permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu
dari berbagai fenomena. Pada ciri yang lain deskriptif kualitatif merupakan
penelitian eksplorasi dan memainkan peranan yang amat penting dalam
menciptakan hipotesis atau pemahaman orang tentang berbagai variabel sosial,
hal tersebut adalah landasan bagi peneliti untuk menggunakan tipe penelitian
deskriptif kualitatif di dalam penelitian ini agar memperoleh hasil yang lebih
mendalam dan untuk menganalisis lebih jauh pelayanan berbasis kepentingan
kelompok disabilitas di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar
Lampung.
B. Fokus Penelitian
Sugiyono (2016:207) menjelaskan bahwa batasan masalah dalam penelitian
kualitatif disebut dengan fokus penelitian, yang berisi pokok masalah yang
masih bersifat umum. Fokus penelitian ini memiliki peranan yang sangat
penting bagi jalannya penelitian karena berfungsi sebagai acuan bagi peneliti
dalam pengumpulan data dilapangan, penentuan informan dan rumusan
masalah penelitian yang akan diteliti. Berdasarkan hal tersebut di dalam
penelitian ini peneliti memfokuskan masalah penelitian pada Pelayanan
Berbasis Kepentingan Kelompok Disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung yang di analisis berlandaskan pada 5
indikator pokok didalam asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
43
penyandang disabilitas Pasal 2 Undang-undang Nomor 08 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, yaitu :
1. Tanpa Diskriminasi : yang dimaksud dengan “tanpa diskriminasi” adalah
setiap pembedaan, pengecualian pembatasan, pelecehan, atau pengucilan
atas dasar disabilitas yang bermaksud atau berdampak pada pembatasan atau
peniadaan pengakuan, penikmatan, atau pelaksanaan hak penyandang
disabilitas
2. Partisipasi penuh : yang dimaksud dengan “asas partisipasi penuh” adalah
Penyandang Disabiltas berperan serta secara aktif dalam segala aspek
kehidupan sebagai warga negara.
3. Kesetaraan : yang dimaksud dengan “asas kesetaraan” adalah kondisi di
berbagai sistem dalam masyarakat dan lingkungan, seperti pelayanan,
kegiatan, informasi, dan dokumentasi yang dibuat dapat mengakomodasi
semua orang termasuk Penyandang Disabilitas.
4. Aksesibilitas : yang dimaksud dengan “aksesibilitas” adalah kemudahan
yang disediakan untuk penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan
kesempatan
5. Perlakuan khusus dan pelindungan lebih : yang dimaksud dengan
“perlakuan khusus dan pelindungan lebih” adalah upaya yang dilakukan
secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak
penyandang disabilitas.
44
Peneliti juga memfokuskan jenis penyandang disabilitas yang akan di teliti
didalam penelitian ini, yaitu :
1. Tuna Netra , yaitu jenis keterbatasan fungsi indra penglihatan baik buta total
maupun buta sebagian dalam jangka waktu yang lama atau permanen.
2. Tuna Daksa, yaitu jenis disabilitas fisik, berupa keterbatasan fungsi gerak
anggota tubuh maupun kehilangan sebagian anggota tubuh dalam jangka
waktu yang lama atau permanen.
Kelima indikator pokok didalam asas-asas pelaksanaan dan pemenuhan hak
penyandang disabilitas serta dua jenis penyandang disabilitas tersebut akan
digunakan oleh peneliti dalam melakukan penelitian mendalam terkait analisis
pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian menurut Moleong (2007:127) yaitu merupakan tempat
dimana peneliti melakukan penelitian terutama dalam menangkap fenomena
atau peristiwa yang sebenarnya terjadi dari objek yang diteliti dalam rangka
mendapatkan data-data penelitian yang akurat. Adapun lokasi penelitian yang
di pilih oleh peneliti di dalam penelitian ini adalah Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang Kota Bandar Lampung yang terletak di Jalan Kotaraja Nomor 1
Tanjungkarang, Bandar Lampung. Alasan pemilihan lokasi tersebut yaitu
karena Stasiun Tanjungkarang merupakan stasiun terbesar yang ada di Provinsi
Lampung dan letaknya yang sangat strategis berada di Pusat Kota Bandar
Lampung. Lokasi penelitian ini memperhatikan beberapa aspek, seperti daya
45
jangkau, waktu yang tersedia, kemudahan memperoleh data di lokasi
penelitian, serta efisiensi biaya. Selain melaksanakan penelitian di Stasiun,
peneliti juga melaksanakan penelitian di tempat-tempat yang secara kebetulan
bertemu dengan responden.
D. Jenis Dan Sumber Data
Data adalah catatan atas kumpulan fakta yang ada, merupakan hasil
pengukuran atau pengamatan suatu variabel yang bentuknya dapat berupa
angka, kata-kata atau citra. Menurut Moleong (2007:157) sumber data utama
dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Adapun jenis dan sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data primer yaitu berupa kata-kata dan tindakan informan serta peristiwa-
peristiwa tertentu yang berkaitan dengan fokus penelitian yang kesemuanya
berkaitan dengan permasalahan, pelaksanaan, dan merupakan hasil
pengumpulan peneliti sendiri selama berada di lokasi penelitian. Secara
aplikatif data primer ini diperoleh peneliti selama proses pengumpulan data
dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara mendalam kepada
informan.
2. Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian untuk
melengkapi informasi dari data primer. Data ini dapat berupa sumber tertulis
di luar kata dan tindakan, dapat berupa naskah, dokumen resmi, dan
sebagainya yang berkaitan dengan penelitian. Sumber data sekunder dalam
penelitian ini berupa undang-undang atau peraturan, surat-surat keputusan,
46
arsip-arsip, dan foto-foto di lapangan yang berkaitan dengan tema penelitian
yang diteliti.
E. Teknik Pengumpulan Data
Penulis melakukan proses pengumpulan data berdasarkan fokus penelitian
yang telah ditetapkan. Teknik atau prosedur yang digunakan dalam
pengumpulan data primer maupun sekunder dilakukan oleh peneliti dengan
seksama yaitu dengan cara sebagai berikut :
1. Wawancara Mendalam
Esterberg dalam Sugiyono (2016:232) menyatakan bahwa wawancara
adalah hatinya penelitian sosial. Bila anda lihat jurnal dalam ilmu sosial,
maka akan anda temui semua penelitian sosial didasarkan pada wawancara,
baik yang standar maupun yang mendalam. Wawancara yang dilakukan
dalam penelitian ini yaitu dengan berkomunikasi langsung dengan
masyarakat pengguna layanan kereta api terutama penyandang disabilitas di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang kota Bandar Lampung yang ditentukan
oleh peneliti, bertujuan untuk mendapatkan keterangan dan data primer
dalam penelitian, wawancara ini dilakukan dengan cara tanya jawab dan
saling bertatap muka antara peneliti dengan informan instrument yang
digunakan adalah alat perekam dan dilengkapi dengan catatan-catatan kecil
peneliti.
47
Tabel 3.1 Data Informan Penelitian No Nama Informan Keterangan Informan Tanggal
Wawancara
1 M. Rasyid
(NIPP.40796)
Kepala Sub Urusan (KASUBUR)
Pelayanan dan Komersil Stasiun
Tanjungkarang
15 April 2019
2 Udin 23 Tahun
Warga Kota Bumi
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi 7 Maret 2019
3 Nita 23 Tahun
Warga Palembang
Penumpang Tujuan Sts.Kertapati 7 Maret 2019
4 Sugi 24 Tahun
Warga Pahoman
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi 12 Maret 2019
5 Ari 30 Tahun
Warga Kotabumi
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi 12 Maret 2019
6 Tri Wahyudi 34
Warga Palembang
Penumpang Dari Sts. Baturaja 26 Maret 2019
7 Ocha 26 Tahun
Warga Martapura
Penumpang Tujuan Sts.
Martapura
26 Maret 2019
8 Desi 24 Tahun
Warga Way Kanan
Penumpang Tujuan
Sts.Belambangan Umpu
26 Maret 2019
9 Maharani 53
Tahun Warga Way
Kanan
Penumpang Dari Sts.Blambangan
Umpu
26 Maret 2019
10 Yanti 47 Tahun
Warga Kota Bumi
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi 2 April 2019
11 Septa Ardinata 35
Tahun Warga
Kotabumi
(Penyandang Disabilitas)
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi
2 April 2019
12 Sigit 26 Tahun
Warga Way Kanan
Penumpang Dari Sts.Blambangan
Umpu
2 April 2019
13 Abdullah 45
Tahun Warga
Kotabumi
Penumpang Tujuan Sts.Kotabumi 2 April 2019
Sumber : Diolah Oleh Peneliti,Tahun 2019
2. Observasi
Marshall dalam Sugiyono (2016:226) menyatakan bahwa melalui observasi,
peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.
Observasi atau pengamatan yang dilakukan peneliti pada penelitian ini yaitu
pengumpulan data dengan melakukan pengamatan langsung di Stasiun
Kereta Api Tanjungkarang kota Bandar Lampung secara tersistematis
48
dimulai sejak 1 Maret 2019 hingga 2 April 2019 terhadap objek penelitian
dan mencatat gejala-gejala yang diteliti yang berhubungan dengan
penyelenggaraan pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung, sehingga
diperoleh fakta-fakta yang jelas. Adapun observasi yang peneliti lakukan
yaitu mengamati secara langsung kegiatan dan aktivitas pegawai PT.KAI
dalam melayani masyarakat, aktivitas masyarakat terutama penyandang
disabilitas di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang kota Bandar Lampung,
serta kondisi fisik stasiun kereta api Tanjungkarang kota Bandar Lampung
terkait sarana prasarana yang tersedia dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah melihat dan mempelajari dokumen-dokumen atau
catatan yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan. Sugiyono
(2016:240) menyatakan studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.
Dokumentasi di dalam penelitian ini ialah dokumen berupa undang-undang
atau peraturan, surat-surat keputusan, arsip-arsip, laporan kegiatan, dan foto-
foto di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung. yang
berkaitan dengan tema penelitian.
49
F. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2016:244) analisis data adalah proses
mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah
dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis
data dilakukan setelah data dari seluruh responden atau sumber data lain
terkumpul. Penulis memilih dan mengelompokkan data menurut jenisnya
kemudian diolah dengan metode deskriptif yaitu suatu analisa yang berusaha
menggambarkan gambaran secara rinci berdasarkan kenyataan yang
ditemui dilapangan dan disajikan dalam bentuk tabel dan disertakan
pembahasannya. Teknik analisis data penelitian menggunakan metode
deskriptif kualitatif maka teknik analisa data melalui tiga tahapan, yaitu:
a. Reduksi data (Data Reduction): Yaitu proses pemilihan,pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data
mentah atau data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan.
Data yang diperoleh di lokasi penelitian kemudian dituangkan dalam uraian
atau laporan yang lengkap dan terinci.
b. Penyajian data (Data Display): Penyajian data merupakan sekumpulan
informasi tersusun yang berguna untuk memudahkan peneliti memahami
gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Dengan
menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi
dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami
tersebut.
50
c. Penarikan kesimpulan (Conclusion Drawing) : Yaitu merupakan tahap akhir
dalam proses analisa data.Pada bagian ini peneliti mengutarakan kesimpulan
dari data-data yang telah diperoleh dari observasi, wawancara,dan
dokumentasi. Dengan adanya kesimpulan penulis akan terasa sempurna
kerena data yang dihasilkan benar-benar maksimal. Kesimpulan akhir
dalam penelitian ini berupa teks naratif yang mendeskripsikan
penyelenggaraan pelayanan berbasis kepentingan kelompok disabilitas di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang Kota Bandar Lampung.
G. Teknik Keabsahan Data
Untuk menetapkan keabsahan data suatu penelitian maka diperlukan teknik
pemeriksaan keabsahan data. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas
sejumlah kriteria tertentu, Moleong dalam Bungin (2010:254) mengemukakan
teknik pemeriksaan data kualitatif sebagai berikut :
a. Derajat Kepercayaan (credibility)
Derajat kepercayaan (credibility) berfungsi melaksanakan inkuiri atau
pencarian jawaban dengan sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan
penemuannya dapat dicapai. Kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan
hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti. Derajat
kepercayaan akan ditentukan oleh standard keabsahan data yang digunakan.
Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data
yaitu:
1. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2007:330). Peneliti
51
memeriksa derajat kepercayaan dari penelitan ini dengan menggunakan
metode Triangulasi Sumber Data yaitu membandingkan dan mengecek
derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda, peneliti membandingkan hasil wawancara kepada
sumber yang berbeda dan latar yang berbeda, kemudian membandingkan
hasil observasi dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti.
2. Kecukupan Referensial, yaitu peneliti mengumpulkan berbagai informasi
yang berkaitan dengan penelitian berupa dokumen-dokumen, catatan,
foto, rekaman, dan data lainnya yang dapat digunakan sebagai referensi
sewaktu dilakukan analisis data.
b. Keteralihan (Tranferability)
Pemeriksaan keteralihan data dalam penelitian ini menggunakan Uraian
Rinci, yaitu upaya memberikan penjelasan kepada pembaca dengan
menjelaskan hasil penelitian dengan penjelasan yang serinci-rincinya
(Bungin, 2010:259). Peneliti mendeskrifsikan atau memaparkan data yang
diperoleh baik berupa hasil wawancara, observasi maupu dokumentasi
secara transparan dan menguraikannya secara rinci.
c. Kebergantungan (Dependability)
Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dapat dilakukan dengan
melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Peneliti
mendiskusikan proses dan hasil penelitian dengan pembimbing secara
52
kontinyu untuk memastikan benar dan salah penelitian yang tengah
dilakukan.
d. Kepastian (Confirmability)
Dalam penelitian kualitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan,
sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji
confirmability berarti menguji hasil penelitian tentang analisis pelayanan
berbasis kepentingan kelompok disabilitas dikaitkan dengan proses yang
dilakukan di dalam penelitian berupa pencarian data yang valid. Derajat ini
dicapai melalui pemeriksaan yang cermat terhadap seluruh komponen dan
proses penelitian serta hasil penelitiannya.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan peneliti mengenai
Analisis Pelayanan Berbasis Kepentingan Kelompok Disabilitas Di Stasiun
Kereta Api Tanjung Karang Kota Bandar Lampung (Studi Pada Layanan PT.
KAI Divre IV Tanjung Karang), maka dapat diambil kesimpulan bahwa
pelayanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang
Kota Bandar Lampung belum sesuai dengan asas-asas pelaksanaan dan
pemenuhan hak penyandang disabilitas. Hal ini dapat dilihat melalui:
1. Tanpa Diskriminasi
Penyelenggaraan layanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang telah memberikan pelayanan tanpa diskriminasi namun
kondisi ini tidak didukung dengan regulasi yang baik sehingga
menimbulkan potensi diskriminasi bagi penyandang disabilitas pada saat
pelaksanaan pelayanan dilapangan.
2. Partisipasi penuh
Penerapan asas partisipasi penuh bagi penyandang disabilitas dalam
penyelenggaraan layanan di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang masih
menggunakan sarana yang bersifat umum dan belum menggunakan sarana
khusus untuk penyandang disabilitas sehingga pada pelaksanaannya
126
menimbulkan hambatan bagi penyandang disabilitas untuk berperan serta
secara aktif didalam pelayanan.
3. Kesetaraan
Penyelenggaraan layanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang belum menerapkan asas kesetaraan secara optimal sehingga
masih menimbulkan hambatan bagi penyandang disabilitas dalam
memperoleh pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya.
4. Aksesibilitas
Penyelenggaraan layanan bagi penyandang disabilitas di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang belum menerapkan asas aksesibilitas dan tidak menerapkan
pedoman teknis fasilitas dan aksesibilitas yang diatur didalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Sehingga fasilitas layanan yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan
aksesibilitas maupun asas kemandirian bagi penyandang disabilitas
5. Perlakuan khusus dan Pelindungan lebih
Penerapan asas perlakuan khusus dan pelindungan lebih bagi penyandang
disabilitas dalam penyelenggaraan layanan di Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang belum diterapkan secara optimal karena tidak memiliki
Prosedur operasi standar/standard operating procedure (SOP) ataupun
kebijakan khusus yang dibuat dan diterapkan untuk memberikan perlakuan
khusus dan pelindungan lebih bagi penyandang disabilitas.
127
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka peneliti memberikan beberapa saran,
yaitu:
1. Perlu adanya peningkatan dalam penyediaan sarana dan prasarana khusus
penyandang disabilitas dengan membangun jalur pemandu/ubin bertekstur
khusus, ram/jalan landai, toilet khusus disabilitas, area parkir khusus
disabilitas dan rambu dan marka disertai huruf braile dan bersuara petunjuk
di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang sebagaimana diatur didalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No.30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis
Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
2. Menambah jumlah petugas yang mengarahkan dan membantu para
penumpang menuju ke gerbong kereta serta membuat Prosedur Operasi
Standar/Standard Operating Procedure (SOP) bagi penyelenggara
pelayanan di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang untuk memberikan
perlakuan khusus dan perlindungan lebih kepada penyandang disabilitas
didalam pelaksanaan pelayanan.
3. Merealisasikan program penyediaan kursi roda bantuan bagi penumpang
berjumlah 2 unit kursi roda di Stasiun Kereta Api Tanjungkarang sebagai
realisasi layanan yang telah disampaikan oleh pimpinan Stasiun Kereta Api
Tanjungkarang dan memberikan pelayanan khusus bagi penyandang
disabilitas.
4. Membuat aplikasi digital yang dapat digunakan oleh penumpang untuk
menyampaikan keluhan dan masukan terhadap penyelenggara pelayanan di
Stasiun Kereta Api Tanjungkarang.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Bungin, B. (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta. Kencana Prenada
Media Group.
Duadji, Noverman. 2013. Manajemen Pelayanan Publik. Bandar
Lampung.Lembaga Penelitian Universitas Lampung
Dwiyanto, A. (2015). Manajemen Pelayanan Publik: Peduli Inklusif Dan
Kolaborasi. UGM PRESS.
Moleong, L. J. (2007). Metodologi penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 103.
Nazir, M. (2005). Metodelogi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Ratminto, dkk. 2012. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Rusli, B. (2015). Isu-Isu Krusial Administrasi Publik Kontemporer (Edisi
Revisi). Bandung: Mega Rencage Press.
Sedarmayanti, 2007. Good Governance dan Good Corporate
Governance.Bandung. CV.Mandar Maju
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sulistio, E. B., & Budi, W. K. (2009). Birokrasi Publik: Perspektif Ilmu
Administrasi Publik. Penerbit: STISIPOL Dharma Wacana Metro dan
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIP Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Sumber Jurnal :
alfiani Tauda, Y., Soedwiwahjono, S., & Putri, R. A. (2017). Kesesuaian
Pemenuhan Kebutuhan Difabel Tunanetra dan Tunadaksa di Kota Surakarta
terhadap Kriteria Kota Ramah Difabel. Region: Jurnal Pembangunan
Wilayah dan Perencanaan Partisipatif, 12(2), 181-193.
Noor, T. R. (2017). Analisis Desain Fasilitas Umum Bagi Penyandang Disabilitas
(Sebuah Analisis Psikologi Lingkungan). Journal An-Nafs: Kajian Penelitian
Psikologi, 2(2), 187-211.
Poerwanti, S. D. (2017). Pengelolaan Tenaga Kerja Difabel untuk Mewujudkan
Workplace Inclusion. INKLUSI, 4(1), 1-24.
Rahayu, S., Dewi, U., & Ahdiyana, M. (2013). Pelayanan Publik Bidang
Transportasi bagi Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta. SOCIA: Jurnal
Ilmu-Ilmu Sosial, 10(2).
Soeparman, S. (2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi
mahasiswa penyandang disabilitas. Indonesian Journal of Disability Studies
(IJDS), 1(1).
Suwitri, S. (2006). Kajian Keadilan Sosial Dalam Manajemen Publik Komisi
Pengupahan Provinsi Jawa Tengah 2005. DIALOGUE, 3(1), 50-77.
Thohari, S. (2017). Pandangan Disabilitas dan Aksesibilitas Fasilitas Publik bagi
Penyandang Disabilitas di Kota Malang. INDONESIAN JOURNAL OF
DISABILITY STUDIES (IJDS), 1(1).
Sumber Lain :
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 30/Prt/M/2006 Tentang Pedoman
Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2007 Tentang
Perkeretaapian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan
Publik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai
Hak-Hak Penyandang Disabilitas)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang
Disabilitas