Upload
lyanh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS PENGARUH INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON PERFORMING FINANCING (NPF) DAN DANA
PIHAK KETIGA (DPK) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK SYARIAH DI INDONESIA
(Periode Januari:2007 – Maret:2011)
Oleh
Endang Nurjaya NIM: 107084001836
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1432 H/2011 M
7
i
RIWAYAT HIDUP
Nama : Endang Nurjaya
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Mei 1988
Alamat : Kp. Bintaro, Gg Swadaya Rt/Rw 007/02 No. 26
Kelurahan/Kecamatan Pesanggrahan 12320
Jakarta Selatan
Agama : Islam
Nomor Telpon : 085719218918
Email : [email protected]
Facebook : Endang Nurjaya
Twitter : @doel_zhadoel
Riwayat Pendidikan Formal:
1. SDN Bintaro 02 Pagi Tahun 1995 – 2001
2. MTs N 13 Jakarta Selatan Tahun 2001 – 2004
3. MAN 4 Model Jakarta Tahun 2004 – 2007
4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB)
Prodi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) Konsentrasi
Ekonomi Islam Tahun 2007 – 2011
ii
Riwayat Pendidikan Informal:
1. Studi Banding Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) ke
Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Gajah Mada,
dan Universitas Islam Indonesia, 2008.
2. Seminar Nasional Ekonomi Islam “Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia“ Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008.
3. Seminar Ekonomi “Peran Ekonomi Islam dalam Menghadapi Krisis
Global“ BEM-J Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008.
4. Seminar “Sanitasi Melalui Pelestarian Air dan Lingkungan“. Kerja sama
BEM-J IESP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
5. International Seminar on “Religion in The Contemporary World“ UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
6. Seminar “Problem Kepemimpinan Politik dalam Demokrasi Indonesia”.
Kerja sama BEM-J Pemikiran Politik Islam UIN Syarif Hidayatulah
Jakarta, 2009.
7. Seminar “Indonesia 2009: Prospek Ekonomi, Politik, Sosial dan Budaya“.
Kerja sama BEM UIN dan HMI Cabang Ciputat, 2009.
8. Seminar Nasional “Menemukan Kembali Spirit Kebangsaan dan
Kemandirian dengan Cinta Bangsa dan Negara“. Kerja sama BEM-F
Syariah dan Hukum dan Departemen Sosial Republik Indonesia, 2009.
iii
9. Seminar Nasional “Tindak Pidana Pemilu 2009: Antara Harapan dan
Realitas“. Kerja sama BEM-J Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009.
10. Peserta Pelatihan SPSS & Mathematica, kerja sama BEM-J PMTK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
11. Peserta Pelatihan Statistika dengan SPSS, kerja sama Pusat Laboratorium
Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
12. Insurance Goes To Campus Seminar Nasional “Peran Asuransi dalam Era
Globalisasi“. Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2010.
13. Peserta Pasar Modal Syariah Kerja Sama P.T. VALBURY ASIA
SECURITIES dengan Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah (IMES) UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
14. Visit Museum Bank Indonesia dan Bank Mandiri Ikatan Mahasiswa
Ekonomi Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IMES-IESP)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
15. Seminar “Peluang Berkarir di Dunia Syariah“ Ikatan Mahasiswa Ekonomi
Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IMES-IESP) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
16. Seminar “Optimalisasi BMT dalam Menguatkan Sektor UMKM“. Kerja
sama BEM-FSH dan BEM-FEB UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, BMT
Al-Fath dan DEKOPIN, 2010.
iv
17. Peserta Kuliah Kerja Sosial Bebas Terkendali (KKS-BT)/Magang.
Kerjasama Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial (FEIS) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.
Pengalaman Organisasi:
1. Badan Eksekutif Mahasiswa Jurusan (BEM-J) Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Amanat sebagai Koordinator Bidang Olahraga dan
Seni Tahun 2010 – 2011.
2. Ketua Penyelenggara “IESP CUP 2011” Fakultas Ekonomi dan Bisnis
(FEB).
3. Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IMES-IESP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Amanat
sebagai Wakil Ketua Tahun 2010 – 2011.
4. Ikatan Remaja Swadaya (IRS) 76, Warga Rt 006 dan Rt 007 Rw 02
Kelurahan/Kecamatan Pesanggrahan. Amanat sebagai Ketua IRS 76
Tahun 2011 – 2014.
5. Penyelenggara Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) “Isra Mi’raj Nabi
Muhammad SAW 1432 H”. Kerja sama Mushollah Al-Jihad dan IRS 76.
Amanat sebagai Ketua Panitia.
Pengalaman Kerja:
1 Karyawan (Magang) KSU UBASYADA Ciputat 2010
v
ABSTRACT
The purpose of this research is to analyze the effect of Inflation, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) and Third Party Fund (DPK) to Murabahah Financing in the syariah bank in Indonesia. The data used was Time Series data periods of Januari:2006 – Maret:2011 from Statistic Banking of Indonesia. The method used Multiple Linear Regression.
The results of this research indicate that the variable Inflation, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) and Third Party Fund (DPK), have a partial effect to Murabahah Financing. In this research indicate that the Inflation, Non Performing Financing (NPF) and Third Party Fund (DPK) have a positively significant effect on the Murabahah Financing. Meanwhile, Indonesia Bank Certificate Syariah (SBIS) has a negatively significant effect on Murabahah Financing. Keywords: Inflation, SBIS, NPF, DPK and Murabahah Financing
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh Inflasi, Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah pada bank syariah di Indonesia. Data yang digunakan adalah data Time Series periode Januari:2006 – Maret:2011, yang bersumber dari Statistik Perbankan Indonesia. Untuk menganalisis, penulis menggunakan metode Regresi Linier Berganda.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan secara parsial terhadap Pembiayaan Murabahah. Dalam penelitian ini diketahui bahwa Inflasi, Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh signifikan positif terhadap Pembiayaan Murabahah. Sedangkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) berpengaruh signifikan negatif terhadap Pembiayaan Murabahah. Kata kunci: Inflasi, SBIS, NPF, DPK dan Pembiayaan Murabahah
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puja dan puji syukur kehadirat Alah SWT atas limpahan rahmat, hidayah
serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non
Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap
Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah di Indonesia (Periode
Januari:2007 – Maret:2011)”
Shalawat beriring salam penulis panjatkan keharibaan Rasulullah
Muhammad SAW. yang telah membawa ummat dari alam jahiliyah sampai ke
alam yang terang-benderang dan penuh dengan khazanah keilmuan saat sekarang
ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini bisa terselesaikan berkat doa, dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Nenek dan Kakek. Alm Danu Martawijaya bin Carman Wasdan dan Almh
Cari binti Baki, sebelum beliau wafat berpesan kepada saya agar
menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kepada Alm Salbi bin Salpan dan
Nenek Almi. Semoga diterima segala amal ibadah, diampunkan dosa dan
mendapatkan Surga Firdaus oleh Allah SWT. Amin yaa robal alamin . . .
2. Kedua orang tua. (Bapak) Surya dan (Ibu) Bety Rohaeti, yang selalu
memberikan doa, kasih sayang, cinta, nasihat dan dukungan untuk putra-
putramu selama ini. Tetesan keringat, helaan nafas dan langkah kalian
merupakan motivasi terbesar buat andang untuk memberikan yang terbaik.
Mudah-mudahan andang bisa selalu menjadi anak kebanggaan. Doa restu
kalian yang selama ini mengiringi langkah andang dalam beraktifitas.
Terima kasih banyak, pak,,, mah,,, . . .
viii
3. Terima kasih banyak untuk kakakku, Lukman Sanjaya dan Shinta
Maharani yang selalu memberikan doa, saran dan motivasinya; Terima
kasih banyak kepada (Saudara Sepupu) Agung Suhendar yang telah
membantu baik moril maupun materil; buat (Keponakan) Gilang Pratama,
Danang Setiawan dan Muhammad Haikal Gibran. Celotehan, canda dan
tawa kalian menghilangkan rasa bosan dan kantukku, semoga kalian
menjadi anak yang soleh dan berguna bagi Agama, Keluarga dan Negara.
Amiin. . .
4. Lingkungan warga Rt 006 dan 007 Rw 02 Kec/Kel Pesanggrahan,
terutama Bpk H. Abdul Nashir, Bpk H. Abdul Mughni, Bpk Abdul
Rohman, Bpk Sumarno, Bpk Arifin, Bpk Irwansyah, Abang Nurhasan,
Abang Rosul (Acung) dan Mas Tris. Terima kasih banyak atas doa, saran,
motivasi dan sharing pengalamannya . . .
5. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS
yang telah memberikan pengalaman disaat ujian kompre dan ilmu yang
bermanfaat bagi penulis . . .
6. Ketua Jurusan IESP. Bapak Dr. Lukman, M.Si yang telah memberikan
ilmu dan selalu memperhatikan mahasiswanya, terutama mahasiswa IESP.
7. Sekretaris Jurusan IESP. Ibu Utami Baroroh, M.Si yang telah memberikan
ilmu, informasi dan mengatur urusan mahasiswanya. Semoga Allah
membalas kebaikan Ibu di dunia maupun di akhirat kelak. Amiin . . .
8. DR.IR.H. Roikhan Mochamad Aziz MM, selaku Dosen Pembimbing I,
juga Dosen Pengampu mata kuliah Ekonomi Makro Syariah, Pasar Modal
Syariah dan Moneter Syariah, serta penemu @sinlammim @319913616.
9. Ibu Fitri Amalia, S.Pd., M.Si, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang
telah memberikan ilmunya, motivasi, saran dan dengan sabar membimbing
penulis hingga terselesaikanya skripsi ini. Semoga Allah membalas
kebaikan Ibu beserta keluarga di dunia maupun di akhirat kelak. Amiin . . .
ix
10. Bapak M. Hartana I. Putra, M.Si, selaku Pembimbing Akademik. Terima
kasih telah membimbing dan memberikan ilmu yang bermanfaat kepada
saya selama empat tahun ini. Semoga Allah membalas kebaikan bapak.
Amiin . . .
11. Terima Kasih banyak untuk Bapak Achmad Tjahya selaku dosen sekaligus
ustad yang selalu memberikan masukan, mendoakan dan sudah menjadi
penasihat spiritual saya dan teman-teman selama ini. Terima kasih banyak
pak atas nasihat dan penjelasannya, semoga ilmu yang sudah diajarkan
dapat bermanfaat. Amiin . . .
12. Seluruh Dosen dan Staf jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
(IESP) yang telah sabar dan membantu selama perjalanan empat tahun ini,
mudah-mudahan segala kebaikan bapak dan Ibu dibalas oleh Allah SWT,
dan semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat. Amiin yaa robal
alamiin . . .
13. Terima kasih banyak untuk Ketua BEM-J IESP 2010-2011 Sdr. Saifullah
yang telah memberikan saya kesempatan untuk mencari pengalaman di
lingkungan BEM-J IESP dalam menjalankan sebuah acara dan juga saya
ucapkan terima kasih banyak atas kepercayaan yang sudah diberikan. . .
14. Sahabat terbaik: Fikry Kurniadi, Luthfi Hilman Syah, Achmad Fahrudin
dan Muhammad Ihsan Hadzami. Kalian adalah sahabat terbaik dan saya
anggap seperti saudara sendiri, semoga persahabatan kita terus berlanjut,
Amiien . . .
15. Untuk temen-temen seperjuangan Ikatan Mahasiswa Ekonomi Syariah
(IMES), H. Widhi Wicaksono, H. Muhammad Ishak, Finsa Ramadhan
Marantika, Mawaddah, Karmila Fitrianingtyas, Nur Hikmah Maulidina,
Riska Cholidah, Yuni Fitriani, Iim Muhidah, Edo M Hafidz, Mufqi Firaldi,
Arudin Subhki, Regina Ahmad, Ahmad Tabridzi, Dini Juliansah dan Satria
Ali Suadi. Terima kasih banyak kepada kalian semua, banyak pengalaman
dan ilmu serta kekeluargaan yang telah diberikan selama satu setengah
tahun ini. . . IMES 2007 “Very Good”.
x
16. Untuk seluruh teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi dan Studi
Pembangunan (IESP) angkatan 2007, terima kasih banyak atas pertemanan
dan pengalaman selama 4 tahun ini. Mudah-mudahan kita semua bisa
mendapatkan keberkahan ilmu dan gelar SE yang berkualitas dan dapat
bermanfaat untuk Agama, Keluarga dan Negara. Amiin . . .
17. Buat adik kelas angkatan 2008, 2009 dan 2010. Terima kasih banyak
sudah banyak membantu dalam menyukseskan acara “IESP CUP 2011”
dan membantu mendoakan penulis agar cepat lulus, terutama buat Dina
Komalasari, Nonni, Fita, Arum, Mutia, Anna, Novita, Ali, Pebi, Aziz dan
yang lainnya. Terima kasih banyak atas waktu, tenaga, pikiran dan
materilnya dalam menyukseskan acara “IESP CUP 2011”. Semoga
keikhlasan kalian menjadi amal dan semoga sang khalik yang akan
membalasnya. Amiin . . .
18. Special Thanks to Titi Tri Hastuti, yang telah memberikan doa, semangat
dan perhatiannya kepada penulis.
19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik secara
langsung maupun tidak langsung atas doa dan bantuannya kepada penulis,
saya ucapkan terima kasih banyak. Semoga doa yang baik akan di ijabah
oleh Allah SWT dan kembali kepada kalian. Amiin yaa robal alamiin . . .
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dalam rangka kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat
bagi segenap pembaca.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 25 Oktober 2011
Penulis
xi
DAFTAR ISI
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................ v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 9
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori ............................................................................... 11
1. Filosofi Ekonomi Islam ................................................................ 11
2. Pengertian Bank ........................................................................... 12
a. Fungsi Bank ............................................................................ 13
b. Jenis Bank ............................................................................... 14
xii
3. Bank Syariah ............................................................................... 17
a. Pengertian Bank Syariah ......................................................... 17
b. Tujuan Bank Syariah .............................................................. 18
c. Fungsi dan Peran Bank Syariah .............................................. 19
d. Sistem Bank Syariah ............................................................... 20
e. Keunggulan Bank Syariah ...................................................... 21
f. Pembiayaan Bank Syariah ...................................................... 22
4. Pembiayaan Murabahah .............................................................. 27
a. Pengertian Murabahah ........................................................... 27
b. Rukun Murabahah .................................................................. 30
c. Syarat-syarat Murabahah ....................................................... 30
d. Prinsip dan Ketentuan Umum Murabahah ............................. 31
e. Teknis Pelaksanaan Murabahah ............................................. 32
f. Praktek Murabahah ................................................................ 33
g. Sumber Dana .......................................................................... 33
h. Sumber Hukum ....................................................................... 34
i. Manfaat dan Resiko Pembiayaan Murabahah ........................ 36
5. Inflasi ........................................................................................... 38
a. Pengertian Inflasi .................................................................... 38
b. Teori Inflasi ............................................................................ 41
c. Penyebab Inflasi ...................................................................... 43
d. Dampak Inflasi ........................................................................ 45
e. Indikator Inflasi ...................................................................... 46
xiii
f. Peran Bank Sentral ................................................................. 48
g. Pengendalian Inflasi dalam Perspektif Islam .......................... 49
h. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Murabahah ............... 51
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ................................... 53
a. Pengertian dan Karakteristik SBIS ......................................... 53
b. Ketentuan dan Mekanisme Penerbitan SBIS .......................... 54
c. Pihak-Pihak dalam Lelang SBIS ............................................ 55
d. Pembatalan Hasil dan Transaksi Lelang SBIS ....................... 55
e. Sanksi ...................................................................................... 56
f. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Murabahah ................. 57
7. Non Performing Financing (NPF) ............................................... 58
a. Pengertian NPF ....................................................................... 58
b. Hubungan NPF dengan Pembiayaan Murabahah .................. 62
8. Dana Pihak Ketiga (DPK) ............................................................ 63
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga (DPK) .................................... 63
b. Hubungan DPK terhadap Pembiayaan Murabahah ............... 65
B. Penelitian Sebelumnya ................................................................... 66
C. Kerangka Berpikir ......................................................................... 72
D. Hipotesis Penelitian ........................................................................ 76
xiv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 77
B. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 77
C. Teknik Analisis ............................................................................... 78
1. Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 80
a. Uji Normalitas ........................................................................ 80
b. Uji Multikolinieritas ............................................................... 82
c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 84
d. Uji Autokorelasi ...................................................................... 85
2. Uji Hipotesis ................................................................................ 86
a. Uji t ......................................................................................... 86
b. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) .............................................. 86
D. Operasional Variabel Penelitian ................................................... 87
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian ................................ 91
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah .......................................... 91
2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia .................................. 92
3. Perkembangan Data Variabel ...................................................... 94
a. Pembiayaan Murabahah ......................................................... 94
b. Inflasi ...................................................................................... 97
c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) .............................. 99
d. Non Performing Financing (NPF) .......................................... 101
e. Dana Pihak Ketiga (DPK) ...................................................... 103
xv
B. Hasil dan Analisis Data .................................................................. 105
1. Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 105
a. Uji Normalitas ........................................................................ 105
b. Uji Multikolinieritas ............................................................... 106
c. Uji Heteroskedastisitas ........................................................... 107
d. Uji Autokolerasi ...................................................................... 108
2. Uji Hipotesis ................................................................................ 109
a. Uji t ......................................................................................... 109
b. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) .............................................. 111
3. Uji Regresi Linier Berganda ........................................................ 112
4. Analisis Ekonomi ........................................................................ 113
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan ..................................................................................... 116
B. Implikasi .......................................................................................... 116
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 118
LAMPIRAN ....................................................................................................... 121
xvi
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah 3
1.2 Pembiayaan Perbankan Syariah (miliar rupiah) 4
2.1 Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional 20
2.2 Penelitian Sebelumnya 69
3.1 Uji Durbin-Watson 85
3.2 Operasional Variabel Penelitian 90
4.1 Pembiayaan Murabahah (miliar rupiah) 95
4.2 Laju Inflasi (dalam %) 97
4.3 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (miliar rupiah) 99
4.4 Non Performing Financing (NPF) (miliar rupiah) 101
4.5 Dana Pihak Ketiga (DPK) (miliar rupiah) 103
4.6 Uji Normalitas 105
4.7 Uji Multikolinieritas 106
4.8 Uji Autokorelasi 108
4.9 Uji t 109
4.10 Uji Adj R2 (Adjusted R Square) 111
xvii
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
1.1 Grafik Pembiayaan Perbankan Syariah (miliar rupiah) 4
2.1 Skema Pembiayaan Murabahah 32
2.2 Kerangka Berpikir 75
4.1 Grafik Pembiayaan Murabahah (miliar rupiah) 96
4.2 Grafik Laju Inflasi (dalam %) 98
4.3 Grafik Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (miliar rupiah) 100
4.4 Grafik Non Performing Financing (NPF) (miliar rupiah) 102
4.5 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) (miliar rupiah) 104
4.6 Uji Heteroskedastisitas 107
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Data Penelitian, Januari 2007 – Maret 2011 122
2. Data Penelitian setelah di Logaritma Natural (Ln) 124
3. Uji Normalitas 126 4. Uji Normalitas setelah di Logaritma Natural (Ln) 127
5. Uji Multikolinieritas 128
6. Uji Heteroskedastisitas 129
7. Uji Autokorelasi 130
8. Uji t 131
9. Uji Adj R2 (Adjusted R Square) 132
10. Daftar Jaringan Kantor Perbankan Syariah 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan –
kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun
tersier. Adakalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian
masyarakat yang semakin meningkat, munculah jasa pembiayaan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank.
Pembiayaan dikucurkan melalui dua jenis bank, yaitu bank konvensional
maupun bank syariah. Sistem bunga yang diterapkan dalam perbankan
konvensional telah mengganggu hati nurani umat Islam sehingga dicarilah
solusi yang tepat sesuai ajaran Islam salah satunya yaitu pembiayaan
murabahah.
Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam
syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur
hubungan sesama manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah
Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa
“maa laa yatimm al – wajib illa bihi fa huwa wajib“, yakni sesuatu yang
harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan.
Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib diadakan.
Lembaga pembiayaan merupakan salah satu fungsi bank, selain fungsi
2
menghimpun dana dari masyarakat. Fungsi inilah yang lazim disebut sebagai
intermediasi keuangan (financial intermediary function). Hal ini diatur dalam
pasal 1 ayat (1) UU No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Dikeluarkannya fatwa bunga bank haram dari MUI Tahun 2003
menyebabkan banyak bank menjalankan prinsip syariah. Seiring dengan hal
tersebut, kegiatan bank syariah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah
dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual-beli dan sewa
menyewa) kepada masyarakat. Penyaluran dana dengan prinsip jual-beli
dilakukan dengan akad murabahah, salam ataupun istishna. Penyaluran dana
dengan prinsip jual-beli yang paling dominan adalah murabahah.
Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan Syariah
(DPS) Bank Indonesia pada awal tahun 2004, jual-beli murabahah
menunjukkan posisi lebih dari 50%. Asmi Nur Siwi (2007:28)
Perbankan syariah dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang
cukup pesat, baik dari sisi pendanaan, pembiayaan maupun jumlah kantor
yang ada di Indonesia. Hal ini dilihat dari mayoritas penduduk di Indonesia
muslim, sehingga ini merupakan peluang yang cukup besar. Selain itu juga
dikarenakan dalam perbankan konvensional terdapat kegiatan-kegiatan yang
dilarang dalam syariah Islam, seperti menerima dan membayar bunga (riba).
Sehingga banyak nasabah beralih ke perbankan syariah, dengan
menggunakan akad yang lebih adil dengan prinsip syariah. Berikut ini
perkembangan jaringan kantor perbankan syariah.
3
Tabel. 1.1 Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Jaringan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
BUS Jumlah Bank 3 5 6 11 11 Jumlah Kantor 401 581 711 1.215 1.276 UUS Jumlah Bank 26 27 25 23 23 Jumlah Kantor 196 241 287 262 315 BPRS Jumlah Bank 114 131 138 150 153 Jumlah Kantor 185 202 225 286 299 Total Kantor 782 1.024 1.223 1.763 1.890
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
Tabel 1.1 Menunjukkan perkembangan jaringan kantor Bank Umum
Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS). Pada tahun 2007 BUS memiliki jumlah bank sebanyak 3 dan
meningkat menjadi 11 pada tahun 2011, dengan jumlah kantor 401 pada
tahun 2007 menjadi 1.276 pada tahun 2011. UUS memiliki jumlah bank
sebanyak 26 pada tahun 2007 dan menurun menjadi 23 pada tahun 2011,
dengan jumlah kantor 196 pada tahun 2007 menjadi 315 pada tahun 2011.
Pada tahun 2007 BPRS memiliki jumlah bank sebanyak 114 dan meningkat
menjadi 153 pada tahun 2011, dengan jumlah kantor 185 pada tahun 2007
menjadi 299 pada tahun 2011. Total kantor jaringan perbankan syariah di
Indonesia pada tahun 2007 sebanyak 782 dan terdapat 1.890 kantor pada
tahun 2011.
4
Berdasarkan data Statistik Perbankan Syariah, menunjukkan bahwa
pembiayaan murabahah paling banyak menyalurkan dananya dengan prinsip
jual-beli, dibandingkan dengan pembiayaan musyarakah dan pembiayaan
mudharabah. Berikut adalah tabelnya :
Tabel 1.2 Pembiayaan Perbankan Syariah (miliar rupiah)
Pembiayaan Tahun
2007 2008 2009 2010 2011
Pembiayaan Musyarakah
4.406 7.411 10.412 14.624 15.057
Pembiayaan Mudharabah
5.578 6.205 6.597 8.631 8.843
Pembiayaan Murabahah
16.553 22.486 26.321 37.508 42.453
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
Gambar 1.1 Grafik Pembiayaan Perbankan Syariah (miliar rupiah)
Sumber: data diolah
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
2007 2008 2009 2010 2011
Musyarakah
Mudharabah
Murabahah
5
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, menunjukkan perkembangan
pembiayaan perbankan syariah berdasarkan laporan rata-rata tahunan BI dari
Desember 2007 – Maret 2011. Berdasarkan laporan pembiayaan tersebut
diatas menunjukkan pembiayaan musyarakah dan mudharabah
peningkatanya tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan pembiayaan
murabahah. Jadi, masyarakat lebih banyak menggunakan akad murabahah
dibandingkan pembiayaan lainnya. Pembiayaan murabahah dengan prinsip
jual-beli yang dilakukan oleh perbankan syariah mendominasi jauh, daripada
pembiayaan mudharabah dan musyarakah.
Menurut Choudury (dalam Asmi Nur Siwi 2007:28) Dominannya
pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki
resiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder. Pendapat
yang dikemukakan Choudury di atas secara implisit menunjukkan bahwa
walaupun pembiayaan murabahah begitu mendominasi praktek pembiayaan
perbankan syariah namun tetap ada resiko-resiko yang menyertainya.
Dari data statistik perkembangan perbankan syariah, terlihat bahwa
bentuk pembiayaan murabahah memegang peranan penting yang
memberikan porsi terbesar dalam penyaluran dana. Hal ini dapat terjadi
karena beberapa hal diantaranya adalah karena pembiayaan murabahah
adalah pembiayaan investasi berjangka pendek; dibandingkan dengan sistem
Profit and Loss Sharing (PLS) cukup memudahkan; kemudian mark-up yang
ada di dalam pembiayaan murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa
sehingga dapat memastikan bahwa bank syariah memperoleh keuntungan
6
yang sebanding dengan bank yang berbasis bunga yang menjadi pesaing dari
bank-bank syariah; pembiayaan murabahah juga menjauhkan ketidakpastian
yang ada pada pendapatan dari berbagai bisnis yang dijalankan dengan sistem
Profit and Loss Sharing (PLS) dan yang terakhir pembiayaan murabahah
tidak memungkinkan bank-bank syariah untuk mencampuri manajemen
bisnis, karena pihak bank bukan merupakan mitra nasabah akan tetapi
hubungan yang terjadi adalah hubungan antara kreditur dan debitur, posisi ini
jelas lebih disukai oleh pihak bank karena pihak bank menjadi pihak yang
cukup menentukan. Inilah yang membuat pembiayaan murabahah
mengalahkan pembiayaan yang berbasis Profit and Loss Sharing (PLS)
sehingga keuntungan bank yang terbesar juga berasal dari keuntungan
pembiayaan murabahah.
Dalam sistem keuangan Islam, hasil dari investasi dan pembiayaan
yang disalurkan ke sektor riil yang menentukan besar kecilnya pembagian
keuntungan di sektor moneter. Jika investasi dan produksi di sektor riil
berjalan lancar maka return di sektor moneter akan meningkat.
Kesimpulannya, kondisi sektor moneter merupakan cerminan kondisi sektor
riil. Peningkatan penyaluran pembiayaan dalam kondisi sektor riil yang
kurang kondusif karena laju inflasi yang tinggi dalam satu tahun terakhir,
mendorong peningkatan jumlah pembiayaan bermasalah (Non Performing
Financing/NPF) yang dihadapi perbankan syariah. Rasio pembiayaan
bermasalah (NPF) perbankan syariah selama kuartal I-2009 mencapai 5,14 %
dan melampaui batas maksimal yang ditentukan Bank Indonesia (BI) sebesar
7
5% peningkatan ini dipicu oleh stagnasi. Statistik perbankan syariah yang
diterbitkan Bank Indonesia (BI) per Maret 2009 NPF mencapai 5,14 %
dengan total pembiayaan Rp 39,309 triliun. Dari total pembiayaan tersebut
kategori lancar Rp 37,289 triliun dan non-lancar Rp 2,019 triliun hal tersebut
menunjukkan bahwa perbankan syariah memiliki kinerja dan fungsi
intermediasi yang cukup baik. Nur Kurnaliyah (2011:4)
Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah (2008) Faktor-faktor yang
mempengaruhi pembiayaan syariah di Indonesia ditinjau dari sisi penawaran
adalah Tingkat bagi hasil, Ekspektasi keuntungan, Pendapatan, Total DPK
dan NPF. Pembiayaan syariah meliputi musyarakah, mudharabah,
murabahah dan istishna. Dalam prinsip bagi hasil, jual-beli dan sewa
menyewa masih terjadi ketimpangan yang sangat jauh. Sedangkan menurut
Akhyar Adnan dan Pratin (2005) Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi
Pembiayaan Murabahah adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Modal Sendiri,
NPL yang ditargetkan dan Prosentase Bagi hasil atau mark-up yang diterima
oleh bank.
Disamping faktor-faktor internal seperti Dana Pihak Ketiga (DPK),
Aset, Nisbah Bagi Hasil (NBH), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS),
dan Non Performing Financing (NPF). Kenaikan faktor-faktor ekonomi
makro seperti (Inflasi, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan tingkat suku bunga
kredit bank konvensional) secara tidak langsung berpengaruh terhadap
pembiayaan perbankan syariah. Pembiayaan ditinjau dari sudut pandang
makro merupakan salah satu sarana penggerak sektor riil, sekaligus
8
merupakan sarana intermediasi sektor perbankan yang menyalurkan dana.
Pembiayaan murabahah merupakan kegiatan jual-beli dengan objek transaksi
berupa barang transaksi, dengan tingginya tingkat suku bunga kredit saat ini
kepercayaan masyarakat terhadap bank konvensional cenderung menurun,
Sehingga masyarakat akan beralih ke perbankan syariah yang lebih
menguntungkan.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengetahui dan
memahami lebih jauh seputar masalah tersebut. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH
INFLASI, SERTIFIKAT BANK INDONESIA SYARIAH (SBIS), NON
PERFORMING FINANCING (NPF) DAN DANA PIHAK KETIGA
(DPK) TERHADAP PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA BANK
SYARIAH DI INDONESIA (Periode Januari:2007 – Maret:2011)”.
9
B. Perumusan Masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman terhadap persepsi masalah yang
hendak ditulis dan agar permasalahan tidak meluas dalam pembahasannya,
penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan perumusan masalah
terhadap objek yang dikaji. Tulisan ini akan dibatasi hanya pada kajian
seputar keadaan Inflasi, SBIS, NPF dan DPK terhadap Pembiayaan
Murabahah dari Januari 2007 – Maret 2011. Sedangkan perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan Murabahah pada bank
syariah di Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh SBIS terhadap Pembiayaan Murabahah pada bank
syariah di Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh NPF terhadap Pembiayaan Murabahah pada bank
syariah di Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Murabahah pada bank
syariah di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan Murabahah
pada bank syariah di Indonesia.
2. Untuk menganalisa pengaruh SBIS terhadap Pembiayaan Murabahah
pada bank syariah di Indonesia.
10
3. Untuk menganalisa pengaruh NPF terhadap Pembiayaan Murabahah
pada bank syariah di Indonesia.
4. Untuk menganalisa pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Murabahah
pada bank syariah di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan skripsi ini antara lain :
1. Bagi Penulis
Merupakan suatu pembelajaran yaitu usaha menganalisis suatu laporan
keuangan, sehingga penulis dapat mempraktekan teori yang didapat
selama perkuliahan dengan menganalisa dan memecahkan masalah.
2. Bagi Bank Syariah
Diharapkan dapat berguna dalam pengambilan keputusan berdasarkan
informasi yang diperoleh untuk merencanakan suatu strategi baru, serta
peningkatan kinerja dari bank syariah.
3. Bagi Pihak Lain
Diharapkan dapat memberikan pemahaman dan informasi mengenai
keadaan keuangan bank syariah kepada para nasabahnya serta masyarakat
umum yang tertarik terhadap perbankan syariah dan ingin bergabung.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Filosofi Ekonomi Islam
Kata “ekonomi” berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari 2 kata
yaitu “oikos” yang berarti “keluarga, rumah tangga” dan “nomos” yang
berarti “peraturan, hukum” kemudian bila digabung bermakna “aturan
rumah tangga”. Sedangkan kata “Islam” berasal dari bahasa Arab yang
terdiri dari 3 akar kata yaitu “sin” yang berarti “alam”, “lam” yang berarti
Allah, dan “mim” yang berarti ibadah, kemudian bila digabung menjadi
“sinlammim” bermakna “alam dicipta Allah untuk ibadah”.
QS Adz-Dzariat [51]: 56
Artinya: “... Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”.
Kata “islam” terdapat dalam 4 ayat dalam 3 surat yang berbeda. Kata
Islam dapat ditemukan dalam beberapa surat di al-Quran.
a. QS. Ali Imran [3]: 19.
Artinya: “Sesungguhnya Din di sisi Allah adalah Islam”.
b. QS. Ali Imran [3]: 85.
c. QS. Al-Shaf [61]: 7.
d. QS. Al-Maidah [5]: 3.
12
Sedangkan berdasarkan kata jadian “salama” bermakna
“keselamatan, kedamaian”. Sehingga jika digabungkan maka kata
“Ekonomi Islam” secara harfiah berarti “aturan rumah tangga untuk
keselamatan”. Di dalam filosofinya Ekonomi Islam terkandung tiga hal
yaitu Ontologi Ekonomi Islam, Epistemologi Ekonomi Islam, dan
Aksologi Ekonomi Islam. Mochamad Aziz, 2009 (dalam
www.sinlammim.org)
2. Pengertian Bank
Menurut Arifin (2006:1) Istilah bank berasal dari kata banque dalam
bahasa Prancis dan dari banco dalam bahasa Italia, yang dapat diartikan
peti/lemari atau bangku. Konotasi kedua kata tersebut menjelaskan dari
dua fungsi dasar pada bank komersial yaitu menyediakan tempat untuk
menitipkan uang secara aman (safe keeping function) dan menyediakan
alat pembayaran (transaction function).
Abustan (2009) Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992 tentang
perbankan menyebutkan: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak”.
Sedangkan pengertian bank berdasarkan UU No. 10 tahun 1998 yang
menyempurnakan UU No. 7 tahun 1992, adalah : “Bank sebagai badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lain dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang
13
banyak”. Ditinjau dari segi imbalan atau jasa atas penggunaan dana, baik
simpanan maupun pinjaman dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. Bank Konvensional, yaitu bank yang aktivitasnya, baik penghimpunan
dana maupun dalam penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan yang berupa bunga atau sejumlah imbalan dalam persentase
dari dana untuk suatu periode tertentu.
b. Bank Syariah, yaitu bank yang dalam aktivitasnya, baik penghimpunan
dana maupun penyaluran dananya memberikan dan mengenakan
imbalan atas dasar prinsip syariah, yaitu jual-beli, bagi hasil dan sewa
menyewa.
a. Fungsi Bank
Menurut Lailiatul Masturoh (2009:8) Secara umum fungsi bank
adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali
kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial
intermediary. Secara lebih spesifik fungsi bank :
1) Agent of Development
Tugas bank sebagai penghimpun dan penyalur dana sangat
diperlukan untuk kelancaran kegiatan ekonomi di sektor riil,
kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan
investasi, distribusi dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat
semua kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi selalu berkaitan
dengan penggunaan uang. Dimana kegiatan tersebut merupakan
kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat.
14
2) Agent of Trust
Kepercayaan merupakan suatu dasar utama kegiatan perbankan
baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana.
Dalam hal ini masyarakat akan menitipkan dananya di bank apabila
dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank juga akan menempatkan
dan menyalurkan dananya kepada debitur atau masyarakat, jika
dilandasi dengan unsur kepercayaan.
3) Agent of Service
Disamping kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga
memberikan penawaran-penawaran atas jasa-jasa perbankan yang
lain pada masyarakat. Jasa-jasa yang diberikan bank erat kaitannya
dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa
bank diantaranya adalah jasa pengiriman uang, jasa penitipan
barang berharga, jasa pemberian jaminan bank dan jasa
penyelesaian penagihan.
b. Jenis Bank
Menurut Lukman 2003:26 (dalam Sumarti 2007:14) Jenis
perbankan dibedakan menjadi 4 (empat) yaitu :
1) Dilihat dari segi fungsinya, dibagi menjadi :
(a) Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu-lintas
pembayaran.
15
(b) Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip
syariah, tetapi tidak memberikan jasa dalam lalu-lintas
pembayaran.
2) Dilihat dari segi kepemilikan, dibagi menjadi :
(a) Bank Milik Negara (BUMN)
Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya
dimiliki oleh pemerintah Indonesia, sehingga seluruh
keuntungan bank dimiliki oleh pemerintah.
(b) Bank Milik Pemerintah Daerah (BUMD)
Bank yang akte pendirian maupun modal bank sepenuhnya
dimiliki oleh pemerintah daerah, sehingga keuntungan bank
dimiliki oleh pemerintah daerah.
(c) Bank Milik Koperasi
Merupakan bank yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan
yang berbadan hukum koperasi.
(d) Bank Milik Swasta Nasional
Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya
dimiliki oleh swasta nasional, akte pendiriannya didirikan oleh
swasta dan pembagian penuh untuk keuntungan swasta.
(e) Bank Milik Asing
Merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri baik milik
swasta asing atau pemerintah asing.
16
(f) Bank Milik Campuran
Merupakan bank yang kepemilikan sahamnya dimiliki oleh
pihak asing dan pihak swasta nasional.
3) Dilihat dari segi status, dibagi menjadi :
(a) Bank Devisa
Bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau
yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan.
(b) Bank Non Devisa
Bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan transaksi
sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan
transaksi seperti bank devisa.
4) Dilihat dari segi penentuan harga, dibagi menjadi:
(a) Bank Konvensional
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada
nasabahnya menggunakan metode penetapan bunga, sebagai
harga untuk produk simpanan demikian juga dengan produk
pinjamannya. Penentuan harga seperti ini disebut spread
based. Sedangkan untuk jasa bank lainnya menerapkan biaya
dengan nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan
biaya ini dikenal dengan istilah fee based.
(b) Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga
berdasarkan prinsip syariah adalah pembiayaan berdasarkan
17
prinsip bagi hasil (mudharabah), prinsip penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), pembiayaan barang modal
berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atau barang yang
disewa dari pihak bank kepada pihak penyewa (ijarah wa
igtina). Sedangkan penentuan harga biaya jasa bank lainnya
juga sesuai dengan prinsip syariah Islam, sebagai dasar
hukumnya adalah Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad
SAW.
3. Bank Syariah
a. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah Islam, yakni bank yang operasionalnya mengikuti
ketentuan syariah khususnya menyangkut tata cara muamalah secara
Islam. Karnaen Perwaatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio
(1999:1)
Sehingga dapat dikatakan bahwa bank syariah adalah suatu lembaga
keuangan yang usaha pokoknya memberi pembiayaan dan jasa-jasa
dalam melakukan pinjaman maupun penghimpunan dana dengan cara
lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang operasionalnya
disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah
18
lembaga keuangan yang operasionalnya dikembangkan berlandaskan
pada Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
b. Tujuan Bank Syariah
Heri Sudarsono (2008:43) Bank syariah mempunyai beberapa tujuan
diantaranya sebagai berikut :
1) Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk ber-muamalah secara
Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan,
agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis
usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur gharar (tipuan),
dimana jenis-jenis usaha tersebut selain dilarang dalam Islam, juga
telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi
masyarakat.
2) Untuk menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan
meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi
kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak
yang membutuhkan dana.
3) Untuk meningkatkan kualitas hidup umat dengan jalan membuka
peluang usaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang
diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju
terciptanya kemandirian usaha.
4) Untuk menanggulangi masalah kemiskinan, yang pada umumnya
merupakan program utama dari negara-negara yang sedang
berkembang. Upaya bank syariah didalam mengentaskan
19
kemiskinan ini berupa pembinaan nasabah seperti: program
pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara,
program pembinaan konsumen, program pengembangan modal
kerja dan program pengembangan usaha bersama.
5) Untuk menjaga stabilitas ekonomi moneter, dengan melalui
aktivitas perbankan syariah akan mampu menghindari pemanasan
ekonomi yang diakibatkan oleh adanya inflasi, menghindari
persaingan usaha yang tidak sehat antara lembaga keuangan.
6) Untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank
non-syariah.
c. Fungsi dan Peran Bank Syariah
Heri Sudarsono (2008:43) Fungsi dan peran bank syariah yang
tercantum dalam pembukuan standar akuntansi yang dikeluarkan oleh
AAOIFI (Accounting and Auditing Organizing for Islamic Financial
Institution), yaitu sebagai berikut :
1) Manajer Investasi, bank syariah dapat mengelola investasi dana
nasabah.
2) Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang
dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya.
3) Penyedia jasa keuangan dan lalu-lintas pembayaran, bank syariah
dapat melakukan kegiatan jasa-jasa layanan perbankan
sebagaimana mestinya.
20
4) Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas
keuangan syariah, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk
mengeluarkan dan mengelola (menghimpun, mengadministrasikan,
mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial lainnya.
d. Sistem Bank Syariah
Bank konvensional dan bank syariah memiliki persamaan dalam sisi
teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, dan tekhnologi komputer.
Namun ada juga perbedaan, berikut ini adalah perbedaan antara bank
syariah dan bank konvensional, sebagai berikut :
Tabel. 2.1 Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional
No. Perbedaan Perbankan Syariah Perbankan Konvensional 1. Falsafah Tidak berdasarkan atas bunga
(riba), spekulasi (maysir) dan ketidakjelasan (gharar)
Berdasarkan bunga
2. Operasionalisasi - Dana masyarakat (DPK) berupa titipan (wadiah dan investasi (mudharabah) yang baru akan mendapatkan hasil jika diusahakan terlebih dahulu.
- Penyaluran dana (financing) pada usaha yang halal dan menguntungkan
- Dana masyarakat (DPK) berupa titipan simpanan yang harus dibayar bunganya pada setiap saat jatuh tempo,
- Penyaluran dana pada sektor yang menguntungkan, pada sisi pendanaan aspek halal dan haram tidak dipertimbangkan
3. Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam misi dan visi
Tidak diketahui secara tegas
3. Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Sumber : IBI, 2002 (dalam Heri Sudarsono, 2008:69)
21
e. Keunggulan Bank Syariah
Sepintas tidak ada perbedaan antara menabung di bank konvensional
dan bank syariah. Namun bila dicermati ada sejumlah keunggulan
menabung di perbankan syariah. Keunggulan itu bersumber pada basis
syariah yang mendasari operasinya. Antara lain adalah sebagai berikut:
(www.erfins.wordpress.com)
1) Dalam konsep hubungan bank dan penabung. Di perbankan
konvensional bank menjadi debitor dan penabung menjadi kreditor.
Atas dasar simpan-pinjam bank membayar bunga kepada penabung
dengan tingkat bunga yang sudah ditentukan, tak peduli berapa
keuntungan yang diperoleh bank atau kerugian yang diderita bank.
2) Di perbankan syariah si penabung merupakan mitra bank sekaligus
investor bagi bank itu. Sebagai investor ia berhak menerima hasil
investasi bank itu. Hasil yang diperoleh penabung naik dan turun
secara proporsional, mengikuti perolehan banknya.
3) Muamalah berdasarkan konsep kemitraan dan kebersamaan dalam
profit dan risk itu akan lebih mewujudkan ekonomi yang lebih adil
dan transparan.
4) Keunggulan lainnya terletak pada bagaimana dana penabung
dimanfaatkan. Di bank konvensional penabung tidak tahu dan tidak
punya hak untuk tahu kemana dana bakal disalurkan.
5) Bank syariah menyeleksi proyek yang hendak didanai, bukan
hanya melihat dari sisi kelayakan usaha tetapi juga pada halal atau
22
haram usaha itu. Semua nasabah baik deposan maupun debitor
terhindar dari praktik moral hazard yang biasa bersumber dari
sistem riba.
6) Keunggulan lain yang tak kalah menarik adalah perbankan syariah
mampu memberikan early warning system atau peringatan dini
bahaya.
7) Ketika perolehan bagi hasilnya terus merosot penabung bank
syariah memperoleh isyarat bahwa sesuatu yang buruk terjadi pada
banknya sehingga ia bisa mengantisipasi.
f. Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu
pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-
pihak yang merupakan defisit unit. Berikut ini produk-produk
pembiayaan bank syariah : Abustan (2009)
1) Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
(a) Wadiah Yad Al-Amanah berprinsip harta titipan tidak boleh
dimanfaatkan oleh yang dititipi.
(b) Wadiah Yad Adh-Dhamanah, berprinsip bahwa pihak bank
bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia
boleh memanfaatkan harta titipan tersebut seperti giro.
23
2) Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
(a) Al-Mudharabah, adalah akad kerja sama antara dua pihak,
dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak
lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi
maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu
bukan akibat dari kelalaian si pengelola.
(b) Al-Musyarakah, adalah akad kerjasama antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak
memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai
dengan kesepakatan. AI-musyarakah diaplikasikan dalam hal
pembiayaan proyek. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai
dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dahulu
mengembalikan dana yang dipakai nasabah.
3) Prinsip Jual-beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual-
beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang
dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen. Bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank
menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah
harga beli ditambah keuntungan (margin).
24
(a) Bai’al-Murabahah
Pada dasarnya adalah transaksi jual-beli barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi
kebutuhan barang oleh nasabahnya, bank membeli barang dari
supplier sesuai dengan spesifikasi barang yang dipesan atau
dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang
tersebut kepada nasabah dengan memperoleh keuntungan
(margin) yang disepakati. Nasabah sebagai pembeli dalam hal
ini dapat memilih jenis transaksi tunai, cicilan, atau tangguhan.
Umumnya, nasabah memilih metode pembayaran secara
cicilan. Bai’al-Murabahah, merupakan kegiatan jual-beli pada
harga pokok dengan tambahan keuntungan yang disepakati.
(b) Bai’as-Salam adalah pembelian suatu barang yang
penyerahannya (delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan
pembayarannya dilaksanakan dimuka secara tunai. Bai’as-
salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada
pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau
hasil pertanian atau industri lainnya. Barang yang dibeli harus
diketahui secara jelas jenis, macam, ukuran, mutu, jumlah dan
hukum awal pembayaran harus dalam bentuk uang. Harga jual
yang disepakati harus dicantumkan dalam akad dan tidak boleh
berubah selama berlakunya akad.
25
(c) Bai’al-Istishna’ adalah kontrak penjualan antara pembeli
dengan produsen (pembuat barang) tetapi pembayaran di muka
atau secara berangsur-angsur. Bai’al-Istishna pada dasarnya
merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat
barang dengan pembayaran dimuka, baik dilakukan dengan
cara tunai, cicilan, atau ditangguhkan. Prinsip bai’al-istishna
ini menyerupai bai’as-salam, namun dalam istishna
pembayarannya dapat dilakukan dimuka, dicicil atau
ditangguhkan. Sementara dalam bai’as-salam dilakukan secara
tunai.
(d) Sharf (Jual-beli valuta asing), adalah pertukaran/jual-beli
antara uang yang berbeda dengan penyerahan segera
berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada
saat pertukaran. Sharf hanya bisa dilakukan untuk tujuan
pelindung nilai (hedging) dan tidak untuk spekulatif.
4) Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
(a) Ijarah, sewa murni.
(b) Ijarah al muntahiya bit tamlik, adalah kegiatan penyewaan/
mengambil manfaat suatu barang dengan imbalan tertentu. Bila
terdapat kesepakatan pengalihan kepemilikan pada akhir masa
sewa.
26
5) Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
(a) Al-Wakalah, Amanat artinya penyerahan atau pendelegasian
atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain.
Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah
disepakati oleh si pemberi mandat.
(b) Al-Kafalah, Garansi Bank merupakan jaminan yang diberikan
penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung, dapat pula diartikan
sebagai pengalihan tanggungjawab dari satu pihak kepada
pihak lain seperti pembiayaan dengan jaminan seseorang.
(c) Al-Hawalah, merupakan pengalihan hutang dari orang yang
berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya atau
dengan kata lain pemindahan beban hutang dari satu pihak
kepada pihak lain, dalam dunia keuangan atau perbankan
dikenal dengan kegiatan anjak piutang atau faktoring.
(d) Ar-Rahn, gadai merupakan kegiatan menahan salah satu harta
milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Kegiatan seperti ini dilakukan seperti jaminan
hutang atau gadai.
(e) Qard, adalah akad pinjam-meminjam (uang) antara satu pihak
dengan pihak lainnya. Jika ada jaminan, maka ini menjadi
rahn. Zainul Arifin (1999:205)
27
4. Pembiayaan Murabahah
a. Pengertian Murabahah
Menurut Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi 2004:196
(dalam Firmansyah 2007:7) Murabahah secara bahasa adalah bentuk
mutual (bermakna:saling) dari kata ribh yang artinya keuntungan, yakni
pertambahan nilai modal (jadi artinya saling mendapatkan keuntungan).
Menurut terminologi ilmu fiqih artinya murabahah adalah menjual
dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas.
Pembiayaan murabahah dalam istilah fiqh ialah akad jual-beli atas
barang tertentu. Dalam transaksi jual-beli tersebut, penjual
menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan termasuk harga
pembelian dan keuntungan yang diambil. Murabahah dalam teknis
perbankan adalah akad jual-beli antara bank selaku penyedia bank
dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang.
Pembiayaan murabahah adalah istilah untuk :
1) Akad atau perjanjian jual-beli antara bank dengan supplier untuk
barang yang dipesan oleh nasabah.
2) Akad atau perjanjian antara bank dengan nasabah dengan menjual
barang yang telah dimiliki bank kepada nasabah.
28
Menurut Adiwarman Karim (2004:113) Murabahah adalah akad
jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini
merupakan salah satu bentuk Natural Certainty Contracts, karena
dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh
(required rate of profit).
Pendapat para ulama dalam Adiwarman Karim (2004:114) :
1) Ulama mazhab Maliki, membolehkan biaya-biaya yang langsung
terkait dengan transaksi jual-beli itu dan biaya-biaya yang tidak
langsung terkait dengan transaksi tersebut, namun memberikan
nilai tambah pada barang itu.
2) Ulama mazhab Syafi’i membolehkan membebankan biaya-biaya
yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual-beli kecuali
biaya tenaga kerjanya sendiri karena komponen ini termasuk dalam
keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya yang tidak menambah
nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen biaya.
3) Ulama mazhab Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya
yang secara umum timbul dalam suatu transaksi jual-beli, namun
mereka tidak membolehkan biaya-biaya yang memang semestinya
dikerjakan olah si penjual.
29
4) Ulama mazhab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung
maupun tidak langsung dapat dibebankan pada harga jual selama
biaya-biaya itu harus dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan
menambah nilai barang yang dijual.
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat mazhab
membolehkan pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan
kepada pihak ketiga. Keempat mazhab sepakat tidak membolehkan
pembebanan biaya langsung yang berkaitan dengan pekerjaan yang
memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya langsung
berkaitan dengan hal-hal yang berguna.
Abdullah Saeed (2008:158) Menurut murabahah, kontrak penjualan
melibatkan hubungan antara debitur-kreditur, antara klien dan bank
masing-masing. Pembeli sepakat biaya barang ditambah mark-up dalam
angsuran, jumlah dan waktu jatuh tempo yang dikhususkan pada
perjanjian itu. Setelah bank dan klien masuk ke dalam perjanjian
penjualan ini, harga penjualan menjadi kewajiban hutang sisi klien
kepada bank. Hubungan klien dengan bank ini menjadi hubungan
debitur-kreditur.
30
b. Rukun Murabahah
Bimb Institute of Research and Training SDM 1998:8 (dalam
Firmansyah 2007:11) Adapun rukun-rukun jual-beli murabahah adalah:
1) Penjual (ba’i).
2) Pembeli (musytari).
3) Objek atau barang yang diperjual-belikan (mabi’).
4) Harga (tsaman).
5) Akad jual-beli (ijab qabul).
c. Syarat-syarat Murabahah
Menurut Moh. Rifai 2002:61 (dalam firmansyah 2007:12) sedangkan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi ini adalah :
1) Penjual memberitahukan biaya modal kepada nasabah.
2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang sesudah pembelian.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian. Misalnya, jika pembelian dilakukan secara hutang.
31
d. Prinsip dan Ketentuan Umum Murabahah
Adapun yang menjadi prinsip dan ketentuan umum dalam
pembiayaan murabahah yaitu : (www.hendrakholid.net)
1) Akad murabahah bebas riba.
2) Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dari pembelian ini harus dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian.
6) Bank menjual barang kepada nasabah dengan harga jual senilai
harga beli ditambah keuntungannya.
7) Bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
8) Nasabah membayar harga barang yang disepakati pada jangka
waktu tertentu.
9) Untuk mencegah penyalahgunaan atau kerusakan akad, bank dapat
mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
10) Jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual-beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip menjadi milik bank.
32
e. Teknis Pelaksanaan Murabahah
Berikut merupakan teknis pelaksanaan murabahah secara umum
dalam perbankan syariah :
1) Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari produsen
(pabrik/toko) ditambah keuntungan (mark-up). Kedua pihak harus
menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran.
2) Harga jual dicantumkan dalam akad jual-beli dan jika telah
disepakati tidak dapat berubah selama berlaku akad. Dalam
perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara
pembayaran cicilan (bitsaman ajil).
3) Dalam transaksi ini, bila sudah ada barang diserahkan segera
kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Berikut ini merupakan skema pembiayaan murabahah :
Gambar. 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah
(1) Negosiasi
(2) Akad jual-beli
(6) Bayar (5) Terima barang
& dokumen
(3) Beli barang (4) Kirim
Sumber: Hery Sudarsono (2008:70)
Bank Nasabah
Produsen
33
f. Praktek Murabahah
Menurut Yusuf 2005:42 (dalam Saras 2011:24) Praktek murabahah
dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu :
1) Praktek murabahah tanpa pesanan
Yaitu baik ada pesanan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank
syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang
pada murabahah ini tidak terpengaruh atau terkait langsung dengan
ada tidaknya pesanan atau pembeli.
2) Praktek murabahah berdasarkan pesanan
Artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi murabahah
atau jual-beli apabila ada nasabah yang memesan barang, sehingga
penyediaan barang baru dilakukan jika ada pesanan. Pada
murabahah ini, pengadaan barang sangat tergantung atau terkait
dengan pesanan atau pembelian barang tertentu.
g. Sumber Dana
Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah
dibedakan menjadi tiga kelompok. Adiwarman Karim (2004:117)
1) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan URIA (Unrestricted
Investment Account) investasi tidak terikat.
2) Pembiayaan murabahah yang didanai dengan RIA (Restricted
Investment Account) investasi terikat.
3) Pembiayaan Murabahah yang didanai dengan modal bank.
34
h. Sumber Hukum
1) Al-Qur’an
(a) Prinsip At-Ta’awun, yaitu saling membantu dan saling
bekerjasama diantara anggota masyarakat untuk kebaikan,
sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an :
Artinya: “...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (Q.S. Al-Maidah [5]:2).
(b) Prinsip menghindari Al-Iktinaz, yaitu saling menahan uang
(dana) dan membiarkannya menganggur (idle) dan tidak
berputar dalam transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat
umum, sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. (Q.S. An-Nisaa’[4]:29)
35
(c) Larangan memakan harta riba
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (Q.S. Ali Imran, [3]:130)
(d) Tentang Jual-beli
Artinya: “...Dan Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba”. (Q.S Al-Baqarah, [2]: 275)
2) Al-Hadits
(a) Rasulullah SAW pernah ditanya, pekerjaan apakah yang paling
baik, beliau menjawab :
Artinya: “Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur, yaitu tidak ada tipuan dan khianat”. (H.R. Tarmidzi) Juga: Artinya: “Pedagang yang jujur dan terpecaya akan bersama para nabi, orang-orang yang jujur dan para syuhada”. (H.R. Tarmidzi) dan: Artinya: “Sebaik-baik nafkah adalah hasil pekerjaan yang halal”. (H.R. Ahmad).
36
(b) Hadits Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-
Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
Artinya: “Sesungguhnya jual-beli itu harus dilakukan suka sama suka”. (H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
(c) Dari Suhaib Ar-Rumi r.a., bahwa Rasulullah bersabda,
Artinya: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual-beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual”. (H.R.Ibnu Majah).
i. Manfaat dan Resiko Pembiayaan Murabahah
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio (2001:106) Sesuai dengan sifat
bisnis (tijarah), transaksi bai’al-murabahah memiliki beberapa manfaat
demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Bai’al-murabahah
memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah
adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual
dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem bai’al-murabahah
juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan
administrasinya di bank syariah. Diantara kemungkinan resiko yang
harus diantisipasi antara lain sebagai berikut :
1) Default atau kelalaian, nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
2) Fluktuasi harga komparatif, ini terjadi bila harga suatu barang di
pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak
bisa mengubah harga jual-beli tersebut.
37
3) Penolakan nasabah, barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh
nasabah karena berbagai sebab, bisa jadi karena rusak dalam
perjalanan sehingga nasabah tidak menerimanya. Karena itu,
sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena
nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang
dipesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian
dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank.
Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya
kepada pihak lain.
4) Dijual, karena bai’al murabahah bersifat jual-beli dengan hutang,
maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik
nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya
tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, resiko
untuk default akan besar.
38
5. Inflasi
a. Pengertian Inflasi
Secara umum inflasi berarti kenaikan tingkat harga secara umum
dari barang/komoditas dan jasa selama suatu periode waktu tertentu.
Menurut Adiwarman Karim (2008:135)
Huda, Mustafa, Handi dan Ranti (2008:175) Dalam banyak literatur
disebutkan bahwa inflasi didefinisikan sebagai kenaikan harga umum
secara terus menerus dari suatu perekonomian. Sedangkan menurut
Rahardja dan Manurung (2004:155) mengatakan bahwa, inflasi adalah
gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus
menerus. Sedangkan menurut Sukirno (2004:333) Inflasi yaitu,
kenaikan dalam harga barang dan jasa, yang terjadi karena permintaan
bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar.
Dengan kata lain, terlalu banyak uang yang memburu barang yang
terlalu sedikit.
Tingkat inflasi adalah perubahan persentase dalam seluruh tingkat
harga yang sangat bervariasi sepanjang waktu dan antar negara.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK). Perubahan IHK dari waktu ke waktu
menunjukkan pergerakan harga dari barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. IHK adalah suatu ukuran atas keseluruhan biaya pembelian
barang dan jasa oleh rata-rata konsumen.
39
Inflasi adalah pencerminan tingkat harga, yang merupakan
opportunity cost bagi masyarakat dalam memegang asset finansial.
Artinya, makin tinggi perubahan inflasi, makin tinggi pula opportunity
cost untuk memegang asset finansial. Jika asset finansial luar negeri
dijadikan salah satu pilihan asset dalam negeri, maka perbedaan tingkat
inflasi dalam dan luar negeri akan menyebabkan perbedaan antara nilai
tukar dalam dan luar negeri. Heriberta (1997)
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus-menerus (continue) berkaitan
dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor
antara lain: konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya
likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi,
sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang.
Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata
uang secara terus-menerus (continue). Ada banyak cara untuk
mengukur tingkat inflasi, dua yang paling sering digunakan adalah
Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI) dan
Gross Domestic Product (GDP) Deflator.
40
Cara menghitung laju inflasi adalah perubahan persentase dalam
indeks harga dari jangka waktu yang sebelumnya. Rumusnya sebagai
berikut :
Keterangan :
Laju Inflasi = Laju inflasi/deflasi pada bulan ke n.
IHKn = Indeks harga konsumen pada bulan ke n.
IHK(n-1) = Indeks harga konsumen pada bulan ke n-1.
Pengelompokkan inflasi yang diukur dengan IHK di Indonesia
dikelompokan kedalam 7 kelompok pengeluaran (berdasarkan the
Classification of individual consumption by purpose - COICOP), yaitu :
(www.bi.go.id)
1) Kelompok Bahan Makanan.
2) Kelompok Makanan Jadi, Minuman dan Tembakau.
3) Kelompok Perumahan.
4) Kelompok Sandang.
5) Kelompok Kesehatan.
6) Kelompok Pendidikan dan Olahraga.
7) Kelompok Transportasi dan Komunikasi.
IHKn – IHK(n-1) x 100% Laju Inflasi = IHK(n-1)
41
b. Teori Inflasi
Menurut Adwin S. Atmadja (1999:55)
1) Teori Kuantitas
Teori ini adalah teori yang tertua yang membahas tentang inflasi,
tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami
penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago,
sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris
(monetarist models). Teori ini menekankan pada peranan jumlah
uang beredar dan harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.
Inti dari teori ini adalah sebagai berikut :
(a) Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang
beredar, baik uang kartal maupun giral.
(b) Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang
beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai
kenaikan harga di masa mendatang.
2) Keynesian Model
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi
karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan
ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif
masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi
jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat),
akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatasan jumlah
42
persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam
jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk
mengimbangi kenaikan (permintaan agregat). Oleh karenanya sama
seperti pandangan kaum monetarist, Keynesian models ini lebih
banyak dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka
pendek.
3) Mark-up Model
Pada teori ini dasar pemikiran model inflasi ditentukan oleh dua
komponen, yaitu cost of production dan profit margin. Relasi
antara perubahan kedua komponen ini dengan perubahan harga
dapat dirumuskan sebagai berikut :
Karena besarnya profit margin ini biasanya telah ditentukan
sebagai suatu persentase tertentu dari jumlah cost of production,
maka rumus tersebut dapat dijabarkan menjadi :
Dengan demikian, apabila terjadi kenaikan harga pada komponen-
komponen yang menyusun cost of production dan atau kenaikan
pada profit margin akan menyebabkan terjadinya kenaikan pada
harga jual komoditi di pasar.
Price = Cost + Profit Margin
Price = Cost + ( a% x Cost )
43
4) Teori Struktural : Model Inflasi di Negara Berkembang
Banyak studi mengenai inflasi di negara-negara berkembang,
menunjukan bahwa inflasi bukan semata-mata merupakan
fenomena moneter, tetapi juga merupakan fenomena struktural atau
cost push inflation. Hal ini disebabkan karena struktur ekonomi
negara-negara berkembang pada umumnya yang masih bercorak
agraris. Sehingga, goncangan ekonomi yang bersumber dari dalam
negeri, misalnya gagal panen (akibat faktor eksternal pergantian
musim yang terlalu cepat, bencana alam dan sebagainya) atau hal-
hal yang memiliki kaitan dengan hubungan luar negeri, misalnya
memburuknya term of trade; utang luar negeri dan kurs valuta
asing, dapat menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik.
Fenomena struktural yang disebabkan oleh kesenjangan atau
kendala struktural dalam perekonomian di negara berkembang,
sering disebut dengan structural bottlenecks.
c. Penyebab Inflasi
Menurut Adiwarman Karim (2008:138) Ada beberapa penyebab
terjadinya inflasi yaitu terdiri dari :
1) Natural Inflation dan Human Error Inflation. Natural Inflation
adalah Inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alamiah yang
manusia tidak mempunyai kekuasaan dan mencegahnya. Human
Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-
kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri.
44
2) Actual/Expected Inflation dan Unanticipated/Unexpected Inflation.
Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan
sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi
inflasi, sedangkan pada Unexpected Inflation tingkat suku bunga
pinjaman nominal belum atau tidak merefleksikan kompensasi
terhadap efek inflasi.
3) Demand Pull dan Cost Push Inflation. Demand Pull Inflation
diakibatkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada sisi
permintaan agregatif (AD) dari barang dan jasa pada suatu
perekonomian. Cost Push Inflation adalah inflasi yang terjadi
karena adanya perubahan-perubahan pada sisi penawaran agregatif
(AS) dari barang dan jasa pada suatu perekonomian.
4) Spiralling Inflation. Inflasi yang diakibatkan oleh inflasi yang
terjadi sebelumnya yang mana inflasi yang sebelumnya itu terjadi
sebagai akibat dari inflasi yang terjadi sebelumnya lagi dan begitu
seterusnya.
5) Imported Inflation dan Domestic Inflation. Imported Inflation
adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara
karena harus menjadi price taker dalam pasar perdagangan
Internasional. Domestic Inflation adalah inflasi yang hanya terjadi
di dalam negeri suatu negara yang tidak begitu mempengaruhi
negara-negara lainnya.
45
d. Dampak Inflasi
Adiwarman Karim (2008:139) Menurut para ekonom Islam, Inflasi
berakibat sangat buruk bagi perekonomian karena :
1) Menimbulkan gangguan terhadap fungsi uang, terutama terhadap
fungsi tabungan (nilai simpan), fungsi dari pembayaran di muka
dan fungsi dari unit perhitungan.
2) Melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung
dari masyarakat (turunnya Marginal Propensity to Save).
3) Meningkatkan kecenderungan untuk berbelanja terutama untuk
non-primer dan barang-barang mewah (naiknya Marginal
Propensity to Consume).
4) Mengarahkan investasi pada hal-hal yang non-produktif yaitu
penumpukan kekayaan (hoarding) seperti: tanah, bangunan, logam
mulia, mata uang asing dengan mengorbankan investasi ke arah
produktif seperti: pertanian, industri, perdagangan, transportasi dan
lainnya.
(www.wikipedia.org), Inflasi memiliki dampak positif dan dampak
negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi itu ringan,
justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong
perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan
membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi. Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat
terjadi inflasi tak terkendali (hyperinflation) keadaan perekonomian
46
menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang menjadi tidak
bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan produksi
karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap
seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga
akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup
mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu.
Secara umum, inflasi dapat mengakibatkan: berkurangnya investasi
di suatu negara, mendorong kenaikan suku bunga, mendorong
penanaman modal yang bersifat spekulatif, kegagalan pelaksanaan
pembangunan, ketidakstabilan ekonomi, defisit neraca pembayaran, dan
merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan masyarakat.
e. Indikator Inflasi
(www.wikipedia.org), Untuk mengukur tingkat inflasi, indeks harga
yang digunakan adalah Indeks Harga Konsumen (IHK). Indeks Harga
Konsumen (IHK) adalah indeks harga dan barang – barang yang selalu
digunakan para konsumen. Akibatnya suatu perekonomian dalam masa
inflasi terdapat kecenderungan diantara pemilik modal untuk
menggunakan uangnya dalam investasi bersifat spekulatif dan tingkat
bunga meningkat sehingga dapat mengurangi investasi. Hal ini
menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi dimasa depan.
47
Inflasi diukur dengan menghitung perubahan tingkat persentase
perubahan sebuah indeks harga. Indeks harga tersebut diantaranya :
1) Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI),
adalah indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu
yang dibeli oleh konsumen.
2) Indeks Biaya Hidup atau Cost of Living Index (COLI).
3) Indeks Harga Produsen (IHP) adalah indeks yang mengukur harga
rata-rata dari barang-barang yang dibutuhkan produsen untuk
melakukan proses produksi. IHP sering digunakan untuk
meramalkan tingkat IHK dimasa depan karena perubahan harga
bahan baku meningkatkan biaya produksi, yang kemudian akan
meningkatkan harga barang-barang konsumsi.
4) Indeks harga komoditas adalah indeks yang mengukur harga dari
komoditas-komoditas tertentu.
5) Indeks harga barang-barang modal.
6) Deflator PDB, menunjukkan besarnya perubahan harga dari semua
barang baru, barang produksi lokal, barang jadi dan jasa.
Macam-Macam Ukuran Inflasi, Menurut Adwin S. Atmadja
(1999:58)
1) Inflasi ringan : Dibawah 10% (single digit)
2) Inflasi sedang : 10% - 30%
3) Inflasi tinggi : 30% - 100%
4) hyperinflation : Lebih dari 100%
48
Laju inflasi tersebut bukanlah suatu standar yang secara mutlak
dapat mengindikasikan parah tidaknya dampak inflasi bagi
perekonomian di suatu wilayah tertentu, sebab hal itu sangat
bergantung pada berapa bagian dan golongan masyarakat manakah
yang terkena imbas (yang menderita) dari inflasi yang sedang terjadi.
f. Peran Bank Sentral
(www.wikipedia.org), Bank sentral memainkan peranan penting
dalam mengendalikan inflasi. Bank sentral suatu negara pada umumnya
berusaha mengendalikan tingkat inflasi pada tingkat yang wajar.
Beberapa bank sentral bahkan memiliki kewenangan yang independen.
Hal ini disebabkan karena sejumlah studi menunjukkan bahwa bank
sentral yang kurang independen, salah satunya disebabkan pengaruh
pemerintah yang bertujuan menggunakan kebijakan moneter untuk
mendorong perekonomian akan mendorong tingkat inflasi yang lebih
tinggi.
Bank sentral umumnya mengandalkan jumlah uang beredar dan/atau
tingkat suku bunga sebagai instrumen dalam mengendalikan harga.
Selain itu, bank sentral juga berkewajiban mengendalikan tingkat nilai
tukar mata uang domestik, Hal ini disebabkan karena nilai sebuah mata
uang dapat bersifat internal (dicerminkan oleh tingkat inflasi) maupun
eksternal (kurs). Saat ini pola inflation targeting banyak diterapkan oleh
bank sentral di seluruh dunia, termasuk oleh Bank Indonesia.
49
g. Pengendalian Inflasi dalam Perspektif Islam
Luluk Chorida (2010:29) Dalam Islam tidak dikenal dengan inflasi,
karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham, yang mana
mempunyai nilai yang stabil. Adhiwarman Karim mengatakan bahwa,
Syekh An-Nabhani (2001:147) Memberikan beberapa alasan mengapa
mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas dan perak,
padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan sebagai
kekayaan
1. Islam telah mengaitkan emas dan perak dengan hukum yang baku
dan tidak berubah-ubah, ketika Islam mewajibkan diat, maka yang
dijadikan sebagai ukurannya adalah dalam bentuk emas.
2. Rasulullah telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan
beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang.
3. Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang, Allah telah mewajibkan
zakat uang, Allah telah menetapkan zakat tersebut dengan nisab
emas dan perak.
4. Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam
transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak, begitu pun
dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan dengan emas dan perak.
50
Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi,
yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu
mengalami penurunan. Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam
jumlah yang besar, tapi keadaan ini kecil sekali kemungkinannya.
Huda, Mustafa, Handi dan Ranti (2008:103) Beberapa alasan dari
penggunaan mata uang dinar Islam dalam menuju stabilitas sistem
moneter, antara lain :
1) Uang yang stabil. Perbedaan uang dinar dengan uang fiat adalah
kestabilan nilai uang tersebut. Setiap mata uang dinar mengandung
4,25 gram emas 22 karat dan tidak ada perbedaan ukuran emas
yang dikandung dinar pada setiap negara, tidak ada perbedaan nilai
dinar yang digunakan di Irak dengan dinar yang digunakan di
negara Arab Saudi. Uang dinar tidak mengalami inflasi semenjak
zaman Rasulullah SAW, hingga sekarang.
2) Alat tukar yang tepat. Dengan adanya nilai yang stabil dan standar
yang sama di setiap negara, dinar akan memberikan kemudahan
dan kelebihan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi
domestik dan transaksi internasional sekalipun, tidak ada perbedaan
antara seekor kambing yang berharga satu dinar di Arab Saudi
dengan seekor kambing di Indonesia yang seharga satu dinar,
karena dinar kedua negara tersebut memiliki nilai yang sama.
51
3) Mengurangi spekulasi, manipulasi dan arbitrase. Nilai dinar yang
sama akan mengurangi tingkat spekulasi dan arbitrase di pasar
valuta asing, karena kemungkinan perbedaan nilai tukar akan sulit
terjadi.
h. Hubungan Inflasi dengan Pembiayaan Murabahah
Kenaikan produksi akan menaikan harga barang dan turunnya
produksi, kenaikan proses produksi tersebut terjadi pada :
1) Biaya operasional, yaitu tingkat inflasi yang lebih tinggi akan
meningkatkan tingkat bunga nominal menjadi lebih tinggi dan
sebaliknya tingkat keseimbangan uang riil rendah.
2) Biaya menu (menu cost), semakin sering merubah harga yang
terkadang sering menimbulkan biaya yang lebih besar karena harus
mencetak ulang (katalog), memproduksi, mendistribusi dan
sebagainya.
3) Biaya akibat ketidak-nyamanan hidup yang ditimbulkan akibat
adanya inflasi. Uang sebagai tolak ukur dalam transaksi ekonomi
dan ketika terjadinya inflasi, alat ukur itu telah berubah panjangnya
sehingga seringkali hal ini dapat mengacaukan rencana anggaran
belanja baik rumah tangga produsen maupun rumah tangga
konsumen. Dalam kasus pembiayaan murabahah, bank syariah
sebagai investor dalam pelaksanaanya harus melakukan pembelian
terlebih dahulu terhadap barang yang akan dibeli nasabah atau
52
menghitung terlebih dahulu prospek usaha yang akan didanai oleh
pembiayaan bagi hasil dan pembiayaan jual-beli.
Maka inflasi akan berpengaruh dalam pelaksanaan pembiayaan
murabahah ini adalah sebagai berikut :
1) Secara langsung pada harga barang yang menjadi objek transaksi.
2) Kemampuan nasabah dan bank dikemudian hari apabila terjadi
inflasi yang mempengaruhi kemampuannya dalam melakukan
cicilan.
3) Tingkat keuntungan bank.
Jadi hubungan antara inflasi dengan pembiayaan murabahah adalah
searah negatif. Jika inflasi meningkat maka harga barang yang menjadi
objek transaksi akan meningkat juga, selera masyarakat menjadi
menurun dan pembiayaan murabahah juga menurun. Saras Pinaringani
(2011:32)
53
6. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
a. Pengertian dan Karakteristik SBIS
(www.bi.go.id), Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
No.10/11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(selanjutnya disingkat SBIS), bahwa definisi SBIS adalah surat
berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam
mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Hal ini sedikit
berbeda dengan SBI Konvensional yang diterbitkan melalui lelang
dengan tingkat diskonto yang berbasis bunga (interest), sedangkan
SBIS diterbitkan menggunakan akad/kontrak transaksi ju’alah. Akad
ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan
tertentu (‘iwadah/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan
dari suatu perkerjaan. Para peserta yang diperbolehkan untuk mengikuti
lelang SBIS diantaranya Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha
Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama
BUS/UUS. Ketentuan lainya, wajib memenuhi persyaratan Financing
to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
Menurut Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Gemala dan Yeni
(2006:149) SWBI yang sekarang disebut SBIS merupakan instrumen
kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan
likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Beberapa
karakteristik SBIS sebagai berikut :
54
1) Merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek.
2) Diterbitkan oleh Bank Indonesia.
3) Merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana
sementara.
4) Ada bonus atas transaksi penitipan dana.
b. Ketentuan dan Mekanisme Penerbitan SBIS
Berdasarkan fatwa DSN-MUI dan peraturan Bank Indonesia,
instrumen SBIS dilaksanakan dengan menggunakan mekanisme lelang
sebagaimana hal ini pun diberlakukan bagi SBI konvensional.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.10/40/DPM Tanggal 17
November 2008 tentang tata cara penerbitan Sertifikat Bank Indonesia
Syariah melalui lelang dan Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI
2008 Tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Berikut ini
adalah penjelasan atas hal-hal yang berkaitan dengan peraturan diatas.
Berkaitan dengan penatausahaan SBIS, sebagaimana yang telah
dioperasikan terhadap SBI Konvensional, BI menggunakan sistem
pencatatan dan penatausahaan secara elektronis yang dikenal dengan
sistem BI-SSSS (Scripless Securities Settlement System) atau Sistem
Penyelesaian Surat Berharga Tanpa Warkat, yaitu transaksi dengan
Bank Indonesia termasuk penatausahaanya dan penatausahaan surat
berharga secara elektronik dan terhubung langsung antara peserta,
penyelenggara dan sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement
(BI-RTGS). Berikut adalah karakteristik dari SBIS, yaitu :
55
1) Menggunakan akad ju'alah.
2) Satuan unit sebesar Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah).
3) Berjangka waktu paling kurang 1 (satu) bulan dan paling lama 12
(dua belas) bulan.
4) Diterbitkan tanpa warkat (scripless).
5) Dapat diagunkan kepada Bank Indonesia.
6) Tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder.
c. Pihak-Pihak dalam Lelang SBIS
1) Bank Umum Syariah (BUS) atau Unit Usaha Syariah (UUS) atau
pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS.
2) BUS atau UUS, baik sebagai peserta langsung maupun tidak
langsung, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio
(FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia.
d. Pembatalan Hasil dan Transaksi Lelang SBIS
1) Hasil lelang SBIS dapat dibatalkan oleh Bank Indonesia.
2) Transaksi SBIS (Settlement lelang SBIS, Settlement first leg Repo
SBIS dan Settlement second leg Repo SBIS) dinyatakan batal
apabila saldo rekening giro dan saldo rekening surat berharga BUS
atau UUS di Bank Indonesia tidak mencukupi.
56
e. Sanksi
(www.bi.go.id), Peraturan Bank Indonesia Nomor 12/18/PBI/2010.
Bank Indonesia mengenakan sanksi kepada BUS dan UUS atas
Transaksi SBIS yang dinyatakan batal berupa :
1) Teguran tertulis.
2) Kewajiban membayar sebesar 0,01% (satu per sepuluh ribu) dari
nilai Transaksi SBIS yang dinyatakan batal, paling sedikit sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak sebesar
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) untuk setiap Transaksi
SBIS yang dinyatakan batal.
Dengan tidak mengurangi sanksi tersebut diatas, dalam hal BUS
atau UUS melakukan Transaksi SBIS dan/atau transaksi operasi
moneter syariah lainnya sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah,
yang dinyatakan batal sebanyak tiga kali dalam kurun waktu 6
(enam) bulan, maka BUS atau UUS dikenakan sanksi berupa
penghentian sementara untuk mengikuti kegiatan operasi moneter
syariah selama 5 (lima) hari kerja berturut-turut.
57
f. Hubungan SBIS dengan Pembiayaan Murabahah
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan surat berharga
berdasarkan prinsip syariah berjangka pendek dalam mata uang rupiah.
SBIS merupakan salah satu instrumen pasar uang (kebijakan moneter
kontraktif) yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia berdasarkan prinsip
syariah dengan tujuan untuk menyerap kelebihan likuiditas didalam
sistem perbankan syariah, sebagaimana bank konvensional yang
menetapkan cadangannya pada SBI, dengan harapan memperoleh
penghasilan tambahan. Jika melihat dari sisi moneter, turunnya SBIS
kurang menguntungkan bagi perekonomian karena akan meningkatkan
jumlah uang beredar (JUB). Namun jika dilihat dari sisi lain, hal ini
justru menguntungkan bank syariah karena diharapkan dana yang tidak
disimpan dalam SBIS akan digunakan untuk memberikan pembiayaan
produktif yang berguna bagi masyarakat yang akhirnya akan
menggerakkan sektor riil. Jadi, hubungan SBIS terhadap pembiayaan
adalah signifikan negatif. Saras Pinaringani (2011:28)
Menurut Septiana Ambarwati (2008:74) Hubungan antara SBIS
terhadap pembiayaan murabahah signifikan positif. Hal ini diketahui
bahwa jika SBIS meningkat maka pembiayaan murabahah akan
meningkat pula dengan asumsi variabel lainnya tetap dan juga berarti
bahwa jika SBIS meningkat maka bank syariah akan tetap memilih
untuk menyalurkan dananya dalam bentuk pembiayaan murabahah
sehingga pangsa pembiayaan murabahah tetap tinggi.
58
7. Non Performing Financing (NPF)
a. Pengertian NPF
Menurut Wiraatmadja (dalam M. Emier Faisal 2010:44) yang
dimaksud dengan pembiayaan bermasalah (NPF) adalah pembiayaan
yang tidak dapat atau berpotensi untuk tidak mampu mengembalikan
pembiayaan berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan
ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa menunjukkan tanda-tanda
terlebih dahulu. Sedangkan menurut Veithzal, Pembiayaan bermasalah
berarti pembiayaan yang dalam pelaksanaannya belum mencapai atau
memenuhi target yang diinginkan pihak bank seperti: pengembalian
pokok atau bagi hasil yang bermasalah; pembiayaan yang memiliki
kemungkinan timbulnya resiko di kemudian hari bagi bank;
pembiayaan yang termasuk golongan perhatian khusus, diragukan dan
macet serta golongan lancar yang berpotensi terjadi penunggakan dalam
pengembalian.
Analisis ini menggunakan tingkat pembiayaan bermasalah yang
dihadapi oleh perusahaan, semakin besar tingkat NPF ini maka semakin
tidak baik. Non Performing Financing atau Non Performing Loans
dalam perbankan syariah adalah jumlah kredit yang tergolong tidak
lancar/macet yaitu dengan kualitas kurang lancar, diragukan dan macet
berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang kualitas aktiva
produktif. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu
bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa bunga
59
maupun pengembalian pokok pinjaman. Proses pemberian dan
pengelolaan kredit yang baik diharapkan dapat menekan NPF sekecil
mungkin, dengan kata lain tingginya NPF sangat dipengaruhi oleh
kemampuan bank-bank syariah dalam menjalankan proses pemberian
kredit dengan baik maupun dalam hal pengelolaan kredit, termasuk
tindakan pemantauan (monitoring) setelah kredit disalurkan dan
tindakan pengendalian bila terdapat indikasi penyimpangan kredit
maupun indikasi gagal bayar.
Profil resiko pembiayaan suatu bank dapat dilihat dari rasio
pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing/NPF) dan
pembentukan cadangan (cash provision). Semakin tinggi NPF, semakin
tinggi resiko yang dihadapi bank, karena akan mempengaruhi
permodalan bank tersebut karena dengan NPF yang tinggi akan
membuat bank mempunyai kewajiban untuk memenuhi Penyisihan
Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) yang terbentuk. Bila hal ini
terus terjadi maka mungkin saja modal bank tersebut akan tersedot
untuk membayar PPAP, karena itulah bank menginginkan NPF yang
rendah, nilai NPF yang rendah akan meningkatkan nilai profitabilitas
bank syariah. Menurut Maryanah 2006 (dalam Nur Kurnaliyah
2011:32)
60
Besarnya NPF yang diperbolehkan Bank Indonesia adalah maksimal
5%, jika melebihi 5% akan mempengaruhi penilaian tingkat kesehatan
bank yang bersangkutan yaitu akan mengurangi nilai skor yang
diperoleh. Variabel ini mempunyai bobot nilai 20%, skor nilai NPF
ditentukan sebagai berikut :
Lebih dari 8%, skor nilai = 0
Antara 5% - 8%, skor nilai = 80
Antara 3% - 5%, skor nilai = 90
Kurang dari 3%, skor nilai = 100
Bila resiko pembiayaan meningkat, margin/bunga kredit akan
meningkat pula. Sementara itu, dalam ekonomi Islam sektor perbankan
tidak mengenal instrumen bunga, sistem keuangan Islam menerapkan
sistem pembagian keuntungan dan kerugian, bukan kepada tingkat
bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.
1) Non Performing Financing (Penyedia Dana Bermasalah) Gross
Septiana Ambarwati (2008:65) NPF Gross adalah perbandingan
antara jumlah pembiayaan yang diberikan dengan tingkat
kolektabilitas 3 sampai dengan 5 dibandingkan dengan total
pembiayaan yang diberikan oleh bank. Terdapat 5 kategori tingkat
kolektabilitas pembiayaan yaitu: lancar (currrent), dalam perhatian
khusus (special mention), kurang lancar (sub-standar), diragukan
(doubtful), dan macet (loss). Berikut ini adalah rumusnya:
61
Keterangan :
a. Penyediaan/penyaluran dana berupa piutang dan ijarah.
b. Pembiayaan merupakan pembiayaan yang diberikan kepada
pihak ketiga (tidak termasuk pembiayaan kepada bank lain).
c. Penyediaan dana bermasalah adalah penyediaan dana dengan
kualitas kurang lancar, diragukan dan macet.
d. Penyediaan dana bermasalah dihitung secara gross tidak
dikurangi PPAP.
e. Angka dihitung perposisi (tidak disetahunkan).
2) Non Performing Financing (Penyediaan Dana Bermasalah) Net
Keterangan: PPAP adalah Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif sesuai ketentuan tentang PPAP yang
berlaku bagi bank syariah.
Penyediaan Dana Bermasalah
NPF Gross =
Total Penyediaan Dana
Penyediaan Dana Bermasalah – PPAP
NPF Net =
Total Penyediaan Dana
62
b. Hubungan NPF dengan Pembiayaan Murabahah
Menurut Duddy Roesmara dan Nurul Chotimah (2008:17) Bahwa
ada dugaan NPF bank syariah relatif kecil dibandingkan dengan bank
konvensional sehingga bukan merupakan pertimbangan utama dalam
menawarkan pembiayaan. Sehingga pengaruh NPF terhadap
pembiayaan murabahah signifikan positif.
Menurut M. Emier Faisal (2010:73) Bahwa terdapat hubungan
signifikan positif NPF terhadap Pembiayaan Murabahah. Hal ini dilihat
dari konstantanya sebesar 1095,273 yang artinya jika pembiayaan
bermasalah (NPF) nilainya 0, maka pembiayaan murabahah nilainya
positif sebesar 1095,273 dan dilihat dari koefisien regresi variabel
pembiayaan murabahah sebesar 0,008 artinya jika pembiayaan
murabahah meningkat 1% maka pembiayaan murabahah akan
meningkat sebesar 0,008 koefisien bernilai positif.
Menurut penelitian Septiana Ambarwati (2008:74). Variabel NPF
mempunyai pengaruh yang signifikan negatif terhadap pembiayaan
murabahah. Artinya jika persentase NPF meningkat maka persentase
pembiayaan murabahah yang disalurkan oleh bank syariah akan
berkurang, dengan asumsi variabel lain tetap. Kondisi signifikansi
variabel NPF tersebut sejalan dengan penelitian siregar (2004), yang
menyimpulkan bahwa NPF signifikan mempengaruhi Financing to
Deposit Ratio (FDR) perbankan syariah dan mempunyai hubungan
negatif.
63
8. Dana Pihak Ketiga (DPK)
a. Pengertian Dana Pihak Ketiga (DPK)
Nur Kurnaliyah (2011:30) Dana pihak ketiga merupakan sumber
dana yang berasal dari masyarakat yang terhimpun melalui produk giro
wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. DPK yang
dimiliki oleh bank akan disalurkan ke berbagai jenis pembiayaan,
semakin besar keuntungan yang diraih bank dengan bagi hasil, maka
akan menarik nasabah untuk menempatkan dananya di bank syariah.
Nasabah akan membandingkan secara cermat antara expected rate of
return yang ditawarkan bank syariah dengan tingkat suku bunga yang
ditawarkan oleh bank konvensional. Hal ini akan menjadi faktor
pendorong meningkatnya jumlah nasabah dan dana pihak ketiga.
Arifin (2006:41) Yang termasuk dalam dana pihak ketiga yaitu: giro,
tabungan dan deposito. Ketiga macam dana pihak ketiga tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut :
1) Giro, giro yang pada bank syariah disebut giro wadiah umumnya
tetap sama dengan giro bank konvensional, dimana bank tidak
membayar apapun kepada pemegangnya, bahkan tidak
mengenakan biaya layanan (service charge). Dana giro ini boleh
dipakai bank syariah dalam operasional bagi hasil (profit sharing).
Pembayaran kembali nilai nominal giro dijamin sepenuhnya oleh
bank dan dilihat sebagai pinjaman depositor kepada bank.
Beberapa ulama memandang giro sebagai kepercayaan, dimana
64
dana diterima bank sebagai simpanan untuk keamanan (wadi’ah
yad al dhamanah).
2) Tabungan, tabungan di bank konvensional berbeda dari giro
dimana ada beberapa restriksi seperti berapa dan kapan dapat
ditarik. Tabungan biasanya memperoleh hasil pasti (fixed return).
Pada bank bebas bunga, tabungan juga mempunyai sifat yang sama
kecuali bahwa penabung tidak memperoleh hasil yang pasti.
Menurut para ulama, penabung boleh menerima hasil yang
berfluktuasi sesuai dengan hasil yang diperoleh bank dan setuju
untuk berbagi resiko dengan bank.
3) Deposito, deposito pada bank konvensional menerima jaminan
pembayaran kembali atas simpanan pokok dan hasil (bunga) yang
telah ditetapkan sebelumnya. Pada bank dengan sistem bebas
bunga, deposito diganti dengan simpanan yang memperoleh bagian
dari laba/rugi bank. Oleh karena itu, bank syariah menyebutnya
rekening investasi atau simpanan investasi. Rekening-rekening itu
dapat mempunyai tanggal jatuh tempo yang berbeda-beda. Giro
dan tabungan itu dikumpulkan (pooled) menjadi satu dengan
rekening investasi oleh bank syariah sebagai sumber dana utama
bagi kegiatan pembiayaan (financing).
65
b. Hubungan DPK terhadap Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan adalah salah satu aktiva produktif yang merupakan
lawan daripada dana pihak ketiga (DPK). Karenanya permintaan dan
penawaran terhadap pembiayaan tentunya juga haruslah
mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan DPK karena
dengan semakin meningkat DPK yang dikumpulkan bank syariah maka
kemungkinan semakin meningkat pula pembiayaan atau penyaluran
dana yang diberikan bank syariah kepada masyarakat. Sehingga
hubungan DPK terhadap pembiayaan murabahah adalah signifikan
positif. Jadi jika jumlah DPK meningkat maka pembiayaan murabahah
yang diberikan oleh bank syariah juga meningkat. Saras Pinaringani
(2011:26)
Akhyar Adnan dan Pratin (2005:37) Secara teknis yang dimaksud
simpanan adalah seluruh dana yang dihasilkan dari produk
penghimpunan dana pada perbankan syariah, seperti: giro wadiah,
tabungan wadiah dan deposito mudharabah. Salah satu sumber dana
yang bisa digunakan untuk pembiayaan (loan) adalah simpanan,
sehingga semakin meningkat sumber dana (simpanan) yang ada maka
bank akan dapat menyalurkan pembiayaan murabahah semakin
meningkat pula. Jadi hubungan Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan
Pembiayaan Murabahah adalah signifikan positif.
66
B. Penelitian Sebelumnya
1. Desti Setyowati dan MB Hendrie Anto (2010)
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara bank syariah
dengan bank konvensional apakah terdapat moral hazard dan hasilnya
menunjukkan bahwa Penyaluran kepada pihak ketiga pada perbankan
syariah menunjukkan adanya indikasi moral hazard yang lebih tinggi
2. Duddy Roesmara Donna dan Nurul Chotimah (2008)
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi variabel-variabel yang
mempengaruhi pembiayaan-pembiayaan pada perbankan syariah di
Indonesia ditinjau dari sisi penawaran. Hasil penelitanya adalah semua
variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat adalah signifikan
positif.
3. Akhyar Adnan dan Pratin (2005)
Bahwa Simpanan mempunyai hubungan signifikan positif terhadap
Pembiayaan. Sementara Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil dan
Keuntungan (mark-up) tidak mempunyai hubungan yang signifikan.
4. Aldrin Wibowo dan Susi Suhendra
Menunjukkan bahwa variabel Nilai Kurs Rupiah terhadap Dolar,
Inflasi dan Suku Bunga SBI berpengaruh lemah terhadap DPK pada Bank
Devisa di Indonesia. Hanya ada beberapa bank saja yang DPK-nya
dipengaruhi kuat oleh variabel Inflasi, Kurs Rupiah, dan Suku bunga SBI.
Contohnya pada Bank Permata, Bank Pan Indonesia dan Bank UOB
67
Buana. Berdasarkan nilai R Square pada pengujian Durbin Watson,
variabel DPK dapat dijelaskan oleh variabel Nilai Kurs, Inflasi dan Suku
Bunga SBI sebesar 19,2%. Sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain
di luar model.
5. Rosita Chong, Raihana Firdaus Seah Abdullah, Alex Anderson & Hanudin
Amin (2008)
Menunjukkan bahwa pada kenyataannya gaya Islam dalam
pembiayaan seperti salam, istisna’, murabahah dan kafalah dapat
melengkapi pembiayaan tradisional. Ini adalah instrumen yang tradisional
seperti surat kredit dan jaminan bank yang dilatih oleh bank konvensional
yang didasarkan pada pembiayaan, dalam Islam diizinkan. Fakta ini telah
menjadi yang terlewatkan oleh orang Islam ketika berhadapan dengan
perusahaan barat, dengan begitu perlu adanya pengertian bahwa
perusahaan barat memahami prinsip pembiayaan perdagangan Islam dalam
rangka memahami pilihan para pelaku bisnis dalam memudahkan
perdagangan antara muslim dan non-muslim. Di dalam waktu yang sama,
penerimaan terhadap umat Islam yang melakukan instrumen pembiayaan
diantara orang Islam menyediakan sebuah format penggabungan Islam
dalam perdagangan keuangan karena semua orang setuju dan menerima
itu, yang mendasari penggunaan prinsip instrumen pembiayaan.
68
6. Nur Kholis (2007)
Merupakan analisis tentang konsep murabahah sebagai salah satu
instrumen pembiayaan dalam transaksi Islam dan pelaksanaannya di BMT,
Yogyakarta. Tujuan riset ini adalah (1) Mengevaluasi praktik pembiayaan
murabahah, baik prosedur dan pelaksanaannya di BMT Yogyakarta dan
selanjutnya dievaluasi kesesuaian atau tidaknya prosedur dan pelaksanaan
pembiayaan murabahah tersebut dengan prinsip-prinsip syariah. (2)
Mengevaluasi cara penentuan keuntungan dalam kontrak murabahah di
BMT Yogyakarta, apakah sama atau berbeda dengan penetapan tingkat
bunga di bank konvensional. (3) Mengevaluasi sikap dan tindakan pihak
BMT apabila terjadi default payment oleh nasabah sesuai waktu yang telah
ditetapkan.
7. Bagya Agung Prabowo
Terdapat perbedaan signifikan pada konsep akad murabahah antara
Indonesia dan Malaysia. Perbedaan yang paling besar terletak pada adopsi
bai’ail-inah di Malaysia yang tidak dapat diaplikasikan di Indonesia.
Lembaga Syariah Nasional di Indonesia menegaskan bahwa jenis
perjanjian tersebut adalah haram (fraudulent) sehingga di larang untuk
diaplikasikan. Dalam hal ini, akad dibagi menjadi dua bagian yaitu dari
bank untuk nasabah dan dari nasabah untuk bank. Jelaslah bahwa ini
adalah riba yang terselubung. Berkenaan dengan keamanan rasa percaya
(dhaman), tidak terdapat perbedaan antara kedua negara.
69
Berikut ini merupakan tabel penelitian sebelumnya :
Tabel. 2.2 Penelitian Sebelumnya
No Penulis dan
Tahun
Judul Variabel Metodologi Hasil
1 Desti Setyowati dan MB Hendrie Anto (2010)
Indikasi Moral Hazard dalam Pembiayaan: Perbandingan Antara Bank Syariah dan Bank Konvensional
Dependen: NPL/NPF
Independen: GDP Harga (P) Rasio margin
murabahah terhadap PLS (CW)
Rasio pembiayaan murabahah terhadap pembiayaan mudharabah (RC)
Error Correction Model (ECM) dan Granger Causality
Penyaluran kepada pihak ketiga pada perbankan syariah menunjukkan adanya indikasi moral hazard yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan konvensional.
2 Duddy Roesmara Donna dan Nurul Chotimah (2008)
Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan pada Perbankan Syariah di Indonesia Ditinjau dari Sisi Penawaran
Dependen: Mudharabah Musyarakah Murabahah Istishna’
Independen: Nisbah bagi
hasil (R) Rata-rata
tertimbang (RI)
DPK Modal per
Asset (MPA) NPF
Ordinary Least Square (OLS) dan ARCH/GARCH dalam Eviews
Jumlah murabahah yang ditawarkan secara signifikan positif dipengaruhi oleh tingkat bagi hasil, rata-rata tertimbang dan dana pihak ketiga.
3 Akhyar Adnan dan Pratin (2005)
Analisis Hubungan Smpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil dan Mark-up Keuntungan Terhadap Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Studi
Dependen: Pembiayaan Independen: DPK Ekuitas Margin NPL/NPF
Ordinary Least Square (OLS) Analisis Uji t
Bahwa simpanan DPK mempunyai hubungan positif dan signifikan terhadap pembiayaan sementara modal sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil dan (Mark-up) Keuntungan tidak mempunyai
70
Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)
hubungan yang signifikan
4 Aldrin Wibowo dan Susi Suhendra
Analisis Pengaruh Nilai Kurs, Tingkat Inflasi, dan Tingkat Suku Bunga terhadap Dana Pihak Ketiga pada Bank Devisa di Indonesia (Periode Triwulan I 2003 – Triwulan III 2008)
Dependen: DPK Independen: Tingkat
Inflasi Nilai Kurs Tingkat Suku
Bunga SBI
Regresi Linier Berganda
Semua variabel berpengaruh lemah terhadap DPK pada Bank Devisa di Indonesia. Kurs dan Inflasi memiliki pengaruh searah (positif), SBI memiliki pengaruh berlawanan (negatif) .
5 Rosita Chong, Raihana Firdaus Seah Abdullah, Alex Anderson & Hanudin Amin (2008)
Instrumen Perdagangan Pembiayaan Ekonomi Islam
Variabel: Kafalah Salam, Istisna’ Murabahah Pasar Uang Perdagangan
Internasional
Analisis kualitatif
Menunjukkan bahwa pada kenyataannya gaya Islam dalam pembiayaan seperti Salam, Istisna’, Murabahah Dan Kafalah dapat melengkapi pembiayaan perdangangan Internasional
6 Nur Kholis (2007)
Praktek Evaluasi Operasional Pembiayaan Murabahah di Baitul Mal Wattamwil (BMT), Yogyakarta
Variabel: Evaluasi
praktek pembiayaan murabahah
Penentuan margin keuntungan
Sikap dan tindakan pihak BMT
Analisis kualitatif Metode Operating Reflective Thinking Deduktif, Induktif dan Komparatif
Konsep murabahah sebagai salah satu instrumen pembiayaan dalam transaksi Islam.
7 Bagya Agung Prabowo
Praktek Murabahah dalam Skema Perbankan Syariah (Analisis Kritis Menuju Aplikasi Murabahah Indonesia Dan Malaysia)
Variabel: Murabahah Ba’I al-Inah Kepercayaan
(Dhaman)
Analisis kualitatif, Perbandingan antara Indonesia dan Malaysia
Terdapat perbedaan signifikan pada konsep akad murabahah antara Indonesia dan Malaysia. Perbedaan yang paling besar terletak pada adopsi bai’ail-inah di Malaysia yang tidak dapat diaplikasikan di Indonesia.
Sumber: Berbagai Jurnal
71
Perbedaan dengan penelitian terdahulu
Penulis menganalisa tentang “Analisis pengaruh Inflasi, Sertifikat
Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana
Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah”. Metodologi yang
digunakan yaitu Ordinary Least Square (OLS) dengan hasil, semua variabel
bebas berpengaruh terhadapa variabel terikat.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Duddy Roesmara Donna
dan Nurul Chotimah (2008:17), dengan judul “Variabel-variabel yang
mempengaruhi pembiayaan pada perbankan syariah di Indonesia ditinjau dari
sisi penawaran”. Variabelnya yaitu: terikat: Mudharabah, Musyarakah,
Murabahah dan Istishna. Variabel bebas: Nisbah Bagi Hasil, Rata-rata
Tertimbang, DPK, Modal Per Asset dan NPF. Dengan menggunakan
metodologi Ordinary Least Square (OLS) dan ARCH/GARCH dalam
Eviews. Hasilnya adalah jumlah murabahah yang ditawarkan secara
signifikan positif dipengaruhi oleh Tingkat Bagi Hasil, Rata-rata Tertimbang
dan Dana Pihak Ketiga. Sedangkan NPF tidak berpengaruh terhadap
Pembiayaan Murabahah. Hal ini diduga bahwa analisis terhadap NPF tidak
dilakukan dalam jangka waktu bulanan dan dilakukan dalam jangka waktu
yang lebih panjang (misalnya:tahunan) selain itu ada dugaan NPF bank
syariah relatif kecil dibandingkan dengan bank konvensional sehingga bukan
merupakan pertimbangan utama dalam menawarkan pembiayaan.
72
C. Kerangka Berpikir
Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat memiliki kebutuhan –
kebutuhan yang harus dipenuhi baik kebutuhan primer, sekunder maupun
tersier. Adakalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian
masyarakat yang semakin meningkat munculah jasa pembiayaan yang
ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan bukan bank.
Perbankan syariah memberikan produk yang lebih adil dibandingkan
dengan perbankan konvensional. Pembiayaan dalam perbankan syariah yaitu
mudharabah, musyarakah, murabahah, salam dan istishna. Produk
pembiayaan syariah ini mengacu kepada Al-Qur’an dan Hadits yang
mengharamkan kegiatan maysir, gharar dan riba.
Produk pembiayaan perbankan syariah yang paling diminati dan
resikonya kecil yaitu pembiayaan murabahah, pembiayaan murabahah ini
merupakan investasi jangka pendek, keuntungan (mark-up) yang ditentukan
sebanding dengan bank yang berbasis bunga dan hubungan dengan nasabah
merupakan antara kreditur dan debitur, sehingga bank adalah pihak yang
cukup menentukan.
Peningkatan inflasi akan mempengaruhi dalam pelaksanaan
pembiayaan murabahah, contohnya: peningkatan harga barang yang menjadi
objek transaksi, kemampuan nasabah dan bank di kemudian hari apabila
terjadi inflasi akan mempengaruhi pengembalian cicilan dan tingkat
keuntungan bank. Terdapat teori, teori kuantitas yang menekankan pada
73
peranan jumlah uang beredar (JUB) dan harapan masyarakat mengenai
kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi. Dalam teori ini tidak secara
langsung mempengaruhi pembiayaan murabahah tetapi melalui sektor
moneter, dimana pemerintah menjual SBIS dengan tujuan menurunkan JUB
dan Inflasi. SBIS yang meningkat maka pembiayaan dana yang akan
diberikan ke sektor riil akan berkurang dan mengakibatkan kinerja sektor riil
tersendat.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan instrumen
kebijakan moneter kontraktif yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Jadi,
apabila Bank Indonesia menjual SBIS untuk menarik jumlah uang beredar
dari masyarakat, maka hal ini menunjukkan bahwa inflasi akan ditekan.
Apabila uang yang ada di Bank Indonesia lebih besar dibandingakan yang ada
di masyarakat maka hal ini justru tidak menguntungkan bagi bank syariah dan
nasabah karena dana yang disimpan dalam SBIS tidak akan digunakan untuk
memberikan pembiayaan produktif sehingga sektor riil akan tersendat.
Non Performing Financing (NPF), tingkat pengembalian cicilan dari
nasabah akan mempengaruhi profitabilitas dan juga kinerja suatu bank.
Sehingga bank diusahakan untuk menyeleksi para nasabahnya secara hati-hati
untuk mengurangi resiko yang akan terjadi. Perbankan syariah ditekankan
untuk menyeleksi dalam pemenuhan persyaratan bank syariah.
74
Dana Pihak Ketiga (DPK), dana yang terkumpul dari nasabah akan
digunakan untuk pembiayaan. Hal ini dilakukan agar uang yang ada di bank
dapat berputar dan tidak menganggur (idle), sehingga bank akan
mendapatkan keuntungan dan begitu pula dengan nasabah. Menurut Akhyar
Adnan dan Pratin (2005:37) UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan
(Pasal 1) disebutkan bahwa, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam
bentuk giro, deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan”.
75
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
Analisi Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap Pembiayaan Murabahah pada Bank Syariah di Indonesia
(Periode Januari:2007 – Maret:2011)
Dunia perbankan merupakan kegiatan yang pokok dalam pertumbuhan ekonomi. Pembiayaan yang diberikan oleh perbankan syariah memberikan masyarakat
kemudahan dalam menjalankan usahanya sehari-hari, tanpa adanya unsur maysir, gharar, riba dan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits
Inflasi (X₁)
SBIS (X₂)
NPF (X₃)
Pembiayaan Murabahah P.Mur
(Y)
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Uji Multikolinieritas Uji Heteroskedastisitas Uji Autokorelasi
Uji Hipotesis Uji t Uji Adj R²
Hasil, Kesimpulan dan Implikasi
Uji OLS (Ordinary Least Square)
DPK (X4)
76
D. Hipotesis Penelitian
Adapun perumusan hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Ho : β₁ 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh Inflasi terhadap
Pembiayaan Murabahah.
Ha : β₁ 0 : Diduga terdapat pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan
Murabahah.
2. Ho : β₂ 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh SBIS terhadap
Pembiayaan Murabahah.
Ha : β₂ 0 : Diduga terdapat pengaruh SBIS terhadap Pembiayaan
Murabahah.
3. Ho : β₃ 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh NPF terhadap Pembiayaan
Murabahah.
Ha : β₃ 0 : Diduga terdapat pengaruh NPF terhadap Pembiayaan
Murabahah.
4. Ho : β4 0 : Diduga tidak terdapat pengaruh DPK terhadap
Pembiayaan Murabahah.
Ha : β4 0 : Diduga terdapat pengaruh DPK terhadap Pembiayaan
Murabahah.
77
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Model dalam penelitian ini merupakan hasil penggabungan dari
kerangka teoritis beberapa pakar perbankan yang melihat pengaruh ataupun
hubungan dari konstruk-konstruk yang diuji dalam penelitian ini, yaitu:
Inflasi, SBIS, NPF dan DPK terhadap Pembiayaan Murabahah. Data yang
digunakan merupakan data angka-angka (kuantitatif) bulanan pada periode
Januari 2007 – Maret 2011. Penulis ingin mengetahui sejauh mana variabel
bebas mempengaruhi variabel terikat dan dengan menggunakan pendekatan
deskriptif, dimana penulis ingin menggambarkan secara menyeluruh tentang
keadaan Perbankan Syariah di Indonesia, terutama dari sisi pembiayaan
murabahah.
B. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan hal yang harus dilakukan dalam
penyusunan skripsi ini, karena penulis dalam menyusun skripsi ini
memerlukan data-data yang lengkap, akurat dan dapat disahkan
kebenarannya. Dalam penulisan skripsi ini, data yang diperlukan dengan
menggunakan teknik penelitian sebagai berikut :
78
1. Data sekunder
a. Statistik Perbankan Indonesia (Bank Indonesia).
b. Buku-buku literatur.
c. Media cetak.
d. Media elektronik dan
e. Sumber lainnya yang dapat dipercaya
2. Data penelitian ini diperoleh dengan cara :
a. Riset kepustakaan (library research)
Berupa pengumpulan data dengan membaca buku-buku dari beberapa
literatur, referensi, laporan-laporan keuangan dan bahan-bahan yang
berhubungan atau mendukung karya akhir ini.
b. Riset lapangan (field research)
Melakukan kunjungan langsung ke lokasi dimana penulis dapat
memperoleh data dengan (observasi) pengamatan, yakni berupa sumber
data sekunder dari laporan keuangan Bank Indonesia (Perbankan
Syariah).
C. Teknik Analisis
Dalam pengolahan data, digunakan penerapan metode kuadrat
terkecil biasa (Ordinary Least Square/OLS) untuk model regresi linier
berganda dengan didukung oleh analisis kuantitatif dengan menggunakan
model ekonometrik untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang
hubungan antara variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini.
79
Penulis menggunakan alat bantu ekonometrika (software) yaitu SPSS
Statistics.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembiayaan Murabahah adalah
Inflasi, SBIS, NPF dan DPK yang dinyatakan dalam fungsi :
Kemudian fungsi tersebut dimasukan dalam bentuk model regresi
linier berganda pada ekonometrika sebagai berikut :
Keterangan
LnP.Mur : Pembiayaan Murabahah
βo : Constanta
β1, β2, β3, β4 : Koefisien regresi
INF : Inflasi
LnSBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
LnNPF : Non Performing Financing (NPF)
LnDPK : Dana Pihak Ketiga (DPK)
ε : error terms
Y = f(X1, X2, X3,X4)
Y = β₀ + β₁X₁ + β₂X₂ +β₃X₃ + β4X4 + ε
P.Mur = β₀ + β₁ INF + β₂ SBIS + β3 NPF + β4 DPK + ε
LnP.Mur = β₀ + β₁ INF + β₂ LnSBIS + β3 LnNPF + β4 LnDPK + ε
80
Nilai koefisien regresi sangat berarti sebagai dasar analisis.
Koefisien β akan bernilai positif (+) jika menunjukkan hubungan yang searah
antara variabel independen dengan variabel dependen, Artinya kenaikan
variabel independen akan mengakibatkan kenaikan variabel dependen, begitu
pula sebaliknya jika variabel independen mengalami penurunan. Sedangkan
nilai β akan negatif (-) jika menunjukkan hubungan yang berlawanan, artinya
kenaikan variabel independen akan mengakibatkan penurunan variabel
dependen, demikian pula sebaliknya. Uji yang pertama dilakukan adalah uji
normalitas dimana untuk melihat apakah nilai residual terdistribusi normal
atau tidak. Selanjutnya model persamaan yang diperoleh dari pengolahan data
diupayakan tidak terjadi gejala multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi. Untuk mengetahui ada tidaknya gejala-gejala tersebut akan
dilakukan uji terlebih dahulu dengan uji asumsi klasik. Berikut ini merupakan
alat untuk menguji suatu nilai residual, yaitu :
1. Uji Asumsi Klasik
Model regresi yang baik adalah model regresi yang menghasilkan
estimasi linier tidak bias (Best Linear Unbias Estimator/BLUE). Kondisi
ini akan terjadi jika dipenuhi beberapa asumsi, yang disebut dengan
asumsi klasik. Asumsi klasik selengkapnya adalah sebagai berikut :
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Jadi uji normalitas
81
bukan dilakukan pada masing-masing variabel tetapi pada nilai
residualnya. Sering terjadi kesalahan yang jamak yaitu bahwa uji
normalitas dilakukan pada masing-masing variabel. Hal ini tidak
dilarang tetapi model regresi memerlukan normalitas pada nilai
residualnya bukan pada masing-masing variabel penelitian.
Uji normalitas diantaranya dilakukan dengan uji Kolmogorov-
Smirnov. Tidak ada metode yang paling baik atau paling tepat, tipsnya
adalah bahwa pengujian dengan metode grafik sering menimbulkan
perbedaan persepsi diantara beberapa pengamat, sehingga penggunaan
uji normalitas dengan uji statistik bebas dari keragu-raguan, meskipun
tidak ada jaminan bahwa pengujian dengan uji statistik lebih baik dari
pada pengujian dengan metode grafik.
Jika residual tidak normal tetapi dekat dengan nilai kritis (misalnya
signifikansi Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,049) maka dapat dicoba
dengan metode lain yang mungkin memberikan justifikasi normal.
Tetapi jika jauh dari nilai normal, maka dapat dilakukan beberapa
langkah yaitu: melakukan transformasi data, melakukan trimming data
outliers atau menambah data observasi. Transformasi dapat dilakukan
ke dalam bentuk Logaritma natural, akar kuadrat, inverse atau bentuk
yang lain tergantung dari bentuk kurva normalnya, apakah condong ke
kiri, ke kanan, mengumpul di tengah atau menyebar ke samping kanan
dan kiri.
82
b. Uji Multikolinieritas
Menurut Singgih Santoso (2010:206), Multikolinieritas mengandung
arti bahwa antar variabel independen yang terdapat dalam model
memiliki hubungan yang sempurna atau mendekati sempurna (koefisien
korelasinya tinggi atau bahkan 1). Konsekuensi yang sangat penting
bagi model regresi yang mengandung multikolinieritas adalah bahwa
kesalahan standar estimasi akan cenderung meningkat dengan
bertambahnya variabel independen, tingkat signifikansi yang digunakan
untuk menolak hipotesis nol (H0) akan semakin besar dan probabilitas
menerima hipotesis yang salah akan semakin besar. Akibatnya model
regresi yang diperoleh tidak valid untuk menaksir nilai variabel
independen. Menganalisa matriks korelasi yang cukup tinggi
(umumnya diatas 90% maka hal ini diindikasikan adanya
multikolinieritas. Dilihat dari nilai tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF). Model regresi yang bebas multikolinieritas mempunyai
nilai tolerance yang mendekati 1 dan di atas 0,10 dan untuk nilai VIF di
sekitar angka 1. Diagnosis sederhana terhadap adanya multikolinieritas
di dalam model regresi adalah sebagai berikut :
1) Melalui nilai t hitung dan R2
(R square). Jika R square tinggi
sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi
tidak signifikan (nilai t hitung sangat rendah), maka kemungkinan
terdapat multikolinieritas dalam model tersebut.
83
2) Menentukan koefisien antara variabel independen yang satu dengan
variabel independen yang lain. Jika antara dua variabel independen
memiliki korelasi yang spesifik, misalnya koefisien korelasi yang
tinggi antara variabel independen atau tanda koefisien korelasi
variabel independen berbeda dengan tanda koefisien regresinya,
maka di dalam model regresi tersebut terdapat multikolinieritas.
3) Membuat persamaan regresi antar variabel independen. Jika
koefisien regresinya signifikan, maka dalam model terdapat
multikolinieritas.
Menghilangkan adanya multikolinieritas pada suatu model regresi
terdapat bermacam-macam cara. Cara yang paling mudah adalah
menghilangkan salah satu atau beberapa variabel yang mempunyai
korelasi tinggi dari model regresi. Jika ini dilakukan berarti melakukan
kesalahan spesifik, karena mengeluarkan variabel independen dari
model regresi yang secara teoritis variabel tersebut dapat
mempengaruhi variabel dependen. Cara lain yang dapat dilakukan
adalah dengan menambah data, cara ini akan bermanfaat jika dapat
dipastikan bahwa adanya multikolinieritas dalam model disebabkan
oleh kesalahan sampel. Disamping kedua cara tersebut, terdapat cara
yang sering digunakan, yaitu dengan mentransformasi variabel.
84
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Singgih Santoso (2010:207), Uji heteroskedastisitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan
varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika
varian dari residual pengamatan satu ke pengamatan berikutnya tetap,
maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas dan tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan cara
melihat Garafik Plot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen)
dengan residualnya. Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu X adalah Y yang
telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi - Y
sesungguhnya) yang telah di-studentize. Dasar analisis yaitu :
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk suatu
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian meyempit)
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada
pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
85
d. Uji Autokorelasi
Autokolerasi bertujuan untuk mengetahui apakah dalam sebuah
model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-i (sebelumnya). Tentu saja
model regresi yang baik adalah regresi bebas dari autokolerasi. Gujarati
(2007:112)
Sejalan dengan keterangan lainnya yang mengatakan bahwa uji
autokolerasi dilakukan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t
sebelumnya pada model regresi linier yang dipergunakan. Nisfiannor
(2009:92)
Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson
Ada
autokorelasi
positif
Tidak dapat
diputuskan
Tidak ada
autokorelasi
Tidak dapat
diputuskan
Ada
autokorelasi
negatif
0 dL dU 2 4-dU 4-dL 4
1,10 1,54 2,46 2,90
Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut
tidak terdapat autokolerasi. Sebaliknya, jika D-W tidak berada diantara 1,54
hingga 2,46 maka model tersebut terdapat autokolerasi. Winarno (2009:5.27)
86
2. Uji Hipotesis
a. Uji t
Uji t biasanya menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam menerangkan variabel terikat. Untuk
menguji hipotesis tersebut digunakan statistik t yang dihitung dengan
cara sebagai berikut :
Dimana b adalah nilai parameter dan Sb adalah standar error dari b.
Standar error dari masing-masing parameter dihitung dari akar varian
masing-masing. Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan
kriteria bila t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, artinya
ada pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan
derajat keyakinan yang digunakan sebesar α = 1%, α = 5% dan α = 10%
begitu pula sebaliknya bila t hitung < t tabel maka menerima H0 dan
menolak Ha artinya tidak ada pengaruh antara variabel bebas terhadap
variabel terikat.
b. Uji Adj R2 (Adjusted R Square)
Uji ini digunakan untuk mengukur kedekatan hubungan dari model
yang dipakai. Koefisien determinasi (R2) merupakan angka yang
menunjukkan besarnya kemampuan varian atau penyebaran dari
variabel-variabel independen yang menerangkan variabel dependen atau
b t = Sb
87
angka yang menunjukkan seberapa besar variasi variabel dependen
dipengaruhi oleh variabel-variabel independen. Besarnya koefisien
determinasi berkisar antara 0 sampai dengan 1 atau 0 R2 1, yang
berarti variasi dari variabel bebas semakin dapat menjelaskan variasi
dari variabel tidak bebas bila angkanya semakin mendekati 1. Pada
penelitian ini juga akan digunakan koefisien determinasi yang telah
disesuaikan dengan jumlah variabel dan jumlah observasinya (adjusted
R2 atau dilambangkan dengan adj R2), karena lebih menggambarkan
kemampuan yang sebenarnya dari variabel independen untuk
menjelaskan variabel dependen.
D. Operasional Variabel Penelitian
Variabel-variabel independen (variabel bebas) yang digunakan
penulis dalam penelitian ini adalah Inflasi, SBIS, NPF dan DPK. Sedangkan
variabel dependen (variabel terikat) adalah Pembiayaan Murabahah.
Variabel dependen (Y) pada penelitian ini adalah pembiayaan
murabahah. Menurut Adiwarman Karim (2004:113) Murabahah adalah akad
jual-beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Akad ini merupakan
salah satu bentuk Natural Certainty Contracts, karena dalam murabahah
ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh (required rate of profit).
88
Variabel independen (X) pada penelitian ini terdiri dari :
1. Inflasi
Inflasi merupakan salah satu masalah makro yang dihadapi oleh
banyak negara di dunia. Berbagai pengertian inflasi dari berbagai sudut
pandang telah dikemukakan, dalam hal ini berbeda ahli ekonomi berbeda
pula pengertian inflasi. Sampai saat ini belum ada suatu batasan inflasi
yang baku yang diterima oleh seluruh ahli ekonomi. Skala pengukuran
yang digunakan adalah IHK atau Consumer Price Index (CPI).
Menurut Adiwarman Karim (2008:135) Inflasi adalah kenaikan
tingkat harga secara umum dari barang/komoditas dan jasa selama suatu
periode waktu tertentu.
2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
SBIS adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka
waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia. (Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBI/2008)
3. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) atau rasio pembiayaan bermasalah
mungkin tidak cukup akrab bagi pelaku perbankan konvensional. Hal itu
bisa dimaklumi karena kalangan perbankan konvensional memiliki istilah
sedikit berbeda untuk istilah tersebut, di perbankan dengan sistem bunga
NPF lebih dikenal dengan istilah Non Performing Loan (NPL) atau rasio
kredit bermasalah yakni NPF Gross dan NPF Nett.
89
4. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan
kemampuan menghimpun dana masyarakat. Dana masyarakat yang
terhimpun akan diputar bank agar dana tersebut dapat menguntungkan
bagi bank dan nasabah, salah satu cara untuk menambah dana yang sudah
ada yaitu dengan menyalurkan dana tersebut kepada pembiayaan. Sumber
dana pihak ketiga (DPK) yang diperoleh bank syariah adalah produk
tabungan, deposito dan giro dengan menjumlahkan semua produk
penghimpun yang dimiliki oleh perbankan syariah maka akan diperoleh
jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang telah berhasil dihimpun setiap
bulannya.
90
Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Satuan
Pembiayaan
Murabahah
(P.Mur)
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Adiwarman Karim (2004:113)
Miliar
Rupiah
Inflasi
(INF)
Kenaikan tingkat harga secara umum dari
barang/komoditas dan jasa selama suatu periode
waktu tertentu. Adiwarman Karim (2008:135)
Persen
(%)
Sertifikat Bank
Indonesia
Syariah
(SBIS)
Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Gemala dan
Yeni (2006:149) SWBI yang sekarang disebut
SBIS merupakan instrumen kebijakan moneter
yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan
kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi
dengan prinsip syariah.
Miliar
Rupiah
Non Performing
Financing
(NPF)
Menurut Wiraatmadja (dalam M. Emier Faisal
2010:44) Pembiayaan bermasalah (NPF) adalah
pembiayaan yang tidak dapat atau berpotensi
untuk tidak mampu mengembalikan pembiayaan
berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui dan
ditetapkan bersama secara tiba-tiba tanpa
menunjukkan tanda-tanda terlebih dahulu.
Miliar
Rupiah
Dana Pihak
Ketiga
(DPK)
Sumber dana yang berasal dari masyarakat yang
terhimpun melalui produk giro wadiah, tabungan
mudharabah dan deposito mudharabah. Menurut
Arifin (2006:41)
Miliar
Rupiah
Sumber: berbagai sumber
91
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Perkembangan Bank Syariah
Di dalam sejarah perekonomian umat Islam, pembiayaan yang
dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian penting
dari tradisi umat Islam sejak zaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek
seperti menerima titipan harta, meminjam uang untuk keperluan konsumsi
dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang telah lazim
dilakukan sejak zaman Rasulullah SAW.
Di zaman modern sekarang ini, usaha pertama untuk mendirikan
bank tanpa bunga pertama kali dilakukan di Malaysia pada pertengahan
tahun 1940-an, tetapi usaha ini tidak sukses. Namun demikian, eksperimen
pendirian bank syariah yang paling sukses dan inovatif dimasa modern ini
didirikan di Mesir pada tahun 1963 dengan berdirinya Myt-Ghamr Bank.
dengan bantuan permodalan dari Raja Faisal Arab Saudi dan merupakan
binaan dari Prof. Dr. Abdul Aziz Ahmad El Nagar. Myt-Ghamr Bank
dianggap berhasil memadukan manajemen perbankan Jerman dengan
prinsip muamalah Islam dengan menerjemahkannya dalam produk-produk
bank yang sesuai untuk daerah pedesaan yang sebagian besar orientasinya
adalah industri pertanian. Namun karena persoalan politik pada tahun
1967 Bank Islam Myt-Ghamr ditutup, kemudian pada tahun 1971 di Mesir
92
berhasil didirikan kembali Bank Islam dengan nama Nasser Social Bank,
hanya tujuannya lebih bersifat sosial daripada komersil. Kesuksesan Myt-
Ghmr ini memberi inspirasi bagi umat muslim diseluruh dunia, sehingga
timbulah kesadaran bahwa prinsip-prinsip Islam ternyata masih dapat
diaplikasikan dalam bisnis modern.
2. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Zainul Arifin (1999:26) Pendirian bank syariah di Indonesia dapat
ditelusuri sejak tahun 1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan
Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang mengatur deregulasi industri
perbankan di Indonesia. Para ulama itu telah berusaha mendirikan bank
bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat dirujuk
kecuali adanya penafsiran dari peraturan perundang-undangan yang ada
bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 persen. Setelah
adanya Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Bogor
pada Agustus 1990, kemudian diikuti dengan diundangkannya UU
No.7/1992 tentang perbankan dimana perbankan bagi hasil mulai
diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang
merupakan bank umum Islam pertama di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1998 pemerintah menetapkan UU No. 10
tahun 1998 yang mengatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis
yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah,
undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank
konvensional untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi
93
diri secara total menjadi bank syariah. Peluang tersebut disambut antusias
oleh masyarakat perbankan. Sebagian bank mulai membuka divisi atau
cabang syariah dalam institusinya, ada juga bank yang mengkonversi diri
sepenuhnya menjadi bank syariah.
Kini perbankan syariah telah mengalami perkembangan yang pesat
dan menyebar ke banyak negara, berdasarkan laporan perkembangan
Perbankan Syariah Bank Indonesia, pertumbuhan bank syariah saat ini
menunjukkan besarnya permintaan masyarakat terhadap jasa perbankan
syariah. Hal ini tercermin dari pertumbuhan jumlah bank yang signifikan
dari jaringan kantor maupun kinerja keuangan perbankan syariah selama
tahun 2011, jumlah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah mengalami peningkatan.
Kondisi perbankan syariah pada tahun mendatang diperkirakan akan
terus membaik. Ini terbukti dengan masih tingginya minat masyarakat
terhadap perbankan syariah. Dalam rangka peningkatan jangkauan melalui
kemudahan untuk membuka kantor pelayanan, diharapkan dapat
memberikan pengaruh pada minat masyarakat. Di sisi lain, secara
internasional peluang memanfaatkan investasi asing, khususnya dari Timur
Tengah ke dalam sistem perekonomian Indonesia masih terbuka lebar.
94
3. Perkembangan Data Variabel
Variabel-variabel yang menjadi batasan-batasan dalam pembuatan
model ini yaitu: Pembiayaan Murabahah, Inflasi, SBIS, NPF, dan DPK.
Selain itu, variabel yang terkait diambil dalam periode bulanan mulai dari
Januari 2007 – Maret 2011.
a. Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan murabahah mendapatkan porsi terbesar dalam
pembiayaan dibandingkan dengan pembiayaan musyarakah dan
mudharabah, dikarenakan nasabah lebih tertarik pada pembiayaan ini dan
mudah dalam mendapatkan pembiayaan. Bagi bank dan shareholder,
pembiayaan murabahah sangat menguntungkan dan resikonya yang relatif
kecil.
Kinerja perbankan syariah yang terus meningkat dapat terlihat dari
besarnya pembiayaan yang diberikan. Pertumbuhan total aset dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya adalah komposisi pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah dalam berbagai bentuk, salah satunya
adalah murabahah. Sisi pendanaan yang meningkat akan meningkatkan
pula sisi pembiayaan yang akan diberikan. Data untuk variabel
pembiayaan murabahah ditunjukkan oleh tabel dan grafik berikut ini :
95
Tabel 4.1 Pembiayaan Murabahah (miliar rupiah)
Bulan
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Januari 12.487 15.801 22.437 26.532 37.855
Februari 12.645 16.377 22.574 27.288 38.983
Maret 12.769 16.977 22.732 28.269 40.877
April 12.992 17.935 23.001 28.922
Mei 13.340 18.591 23.490 29.744
Juni 13.936 19.810 24.245 31.108
Juli 13.936 20.704 24.381 32.027
Agustus 14.768 21.464 24.632 33.310
September 15.283 22.044 25.046 33.967
Oktober 15.675 22.457 25.499 34.831
November 15.645 22.639 25.570 36.214
Desember 16.552 22.486 26.321 37.508
Total 170.028 237.285 289.928 379.720 117.715
Rata-rata 14.169 19.773,75 24.160,66 31.643,33 9.809,58
Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
96
Gambar 4.1 Grafik Pembiayaan Murabahah (miliar rupiah)
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, total pembiayaan murabahah
yang disalurkan perbankan syariah sampai Desember 2010 mencapai
Rp. 379.720 miliar, lebih tinggi 30,90% dibanding Desember 2009 yang
hanya mencapai Rp. 289.928 miliar. Secara umum kinerja pembiayaan
murabahah yang disalurkan perbankan syariah dari Januari 2007 – Maret
2011 cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat disebabkan karena
beberapa faktor :
a. Kesadaran masyarakat bahwa pembiayaan murabahah dapat membantu
mereka dalam menjalankan usahanya menjadi lebih baik.
b. Karena jual-beli yang dilakukan dari pembiayaan murabahah lebih adil.
c. Pembiayaan yang paling diminati dibandingkan dengan pembiayaan
mudharabah dan musyarakah.
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
45,000
2007
2008
2009
2010
2011
97
b. Inflasi
Data untuk variabel Inflasi ditunjukkan oleh tabel berikut ini :
Tabel 4.2 Laju Inflasi (dalam %)
Bulan
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Januari 6,26 7,36 9,17 3,72 7,02
Februari 6,30 7,40 8,60 3,81 6,84
Maret 6,52 8,17 7,92 3,43 6,65
April 6,29 8,96 7,31 3,91
Mei 6,01 10,38 6,04 4,16
Juni 5,77 11,03 3,65 5,05
Juli 6,06 11,90 2,71 6,22
Agustus 6,51 11,85 2,75 6,44
September 6,95 12,14 2,83 5,80
Oktober 6,88 11,77 2,57 5,67
November 6,71 11,68 2,41 6,33
Desember 6,59 11,06 2,78 6,96
Total 76,85 123,7 58,74 63,78 20,51
Rata-rata 6,40 10,30 4,89 5,31 6,84 Sumber: www.bi.go.id
98
Gambar 4.2 Grafik Laju Inflasi (dalam %)
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, inflasi mengalami fluktuasi
setiap bulan dan tahunnya, contohnya pada Oktober 2007 laju inflasi
sebesar 6,88%, dan pada November 2007 mengalami penurunan
menjadi 6,71%, nilai inflasi meningkat kembali pada Januari 2008
menjadi sebesar 7,36%. Sedangkan pada pertengahan tahun 2008 akibat
adanya krisis ekonomi global nilai inflasi meningkat tajam diatas 10%,
dan mengalami penurunan kembali pada tahun 2009. Kemudian di
bulan Agustus 2010 inflasi berada pada tingkat 6,44% kemudian
menurun di bulan September menjadi 5,80% dan menurun kembali
menjadi 5,67% kemudian setelah itu terus meningkat hingga awal tahun
2011 di bulan Januari sebesar 7,02%.
0
2
4
6
8
10
12
14
2007
2008
2009
2010
2011
99
c. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Data untuk variabel SBIS ditunjukkan oleh tabel berikut ini :
Tabel 4.3 Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (miliar rupiah)
Bulan
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Januari 2.663 3.189 3.488 3.373 3.968
Februari 3.002 3.717 3.192 2.972 3.659
Maret 6.651 2.135 2.704 2.425 5.870
April 6.331 2.496 2.058 3.027
Mei 2.801 3.119 2.539 1.656
Juni 2.036 3.079 1.819 2.734
Juli 1.555 2.557 1.253 2.576
Agustus 1.555 3.079 2.321 1.882
September 1.311 413 2.635 2.310
Oktober 1.761 453 2.835 2.783
November 1.644 1.063 2.142 3.287
Desember 1.761 2.824 3.076 5.408
Total 33.071 28.124 30.062 34.433 13.497
Rata-rata 2.755,91 2.343,66 2.505,16 2.869,41 4.499 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
100
Gambar 4.3 Grafik Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) (miliar rupiah)
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel dan grafik diatas, SBIS mengalami peningkatan
dilihat dari sisi total dan rata-rata yang diperoleh data SBIS dari Januari
2007 – Maret 2011. Pada tahun 2007 dengan nilai total SBIS sebesar
Rp. 33.071 miliar di tahun 2008 menjadi Rp. 28.124 miliar. Sedangkan
pada tahun 2009 memiliki total SBIS sebesar Rp. 30.062 miliar menjadi
Rp. 34.433 miliar pada tahun 2010, meningkat sebesar 14,50%.
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
2007
2008
2009
2010
2011
101
d. Non Performing Financing (NPF)
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa tingkat Non Performing
Financing mengalami peningkatan selama periode penelitian. Data
untuk variabel Non Performing Financing ditunjukkan oleh tabel
berikut ini :
Tabel 4.4 Non Performing Financing (NPF) (miliar rupiah)
Bulan
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Januari 1.046 1.132 1.676 2.053 2.288
Februari 1.133 1.183 1.789 2.302 2.615
Maret 1.194 1.237 2.019 2.275 2.675
April 1.311 1.362 2.053 2.309
Mei 1.353 1.596 1.942 2.540
Juni 1.423 1.442 1.851 2.170
Juli 1.558 1.469 2.204 2.388
Agustus 1.633 1.478 2.462 2.470
September 1.603 1.554 2.547 2.406
Oktober 1.629 1.711 2.492 2.486
November 1.501 1.913 2.534 2.628
Desember 1.131 1.509 1.882 2.061
Total 16.515 17.586 25.451 28.088 7.578
Rata-rata 1.376,25 1.465,50 2.120,91 2.340,66 2.526 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
102
Gambar 4.4 Grafik Non Performing Financing (NPF) (miliar rupiah)
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat bahwa Non Performing
Financing perbankan syariah periode Januari 2007 – Maret 2011
cenderung mengalami peningkatan walaupun terjadi penurunan pada
bulan November 2008 sebesar 26,77% dari Rp. 1.913 miliar menjadi
Rp. 1.509 miliar pada bulan Desember 2008 dan pada tahun 2010 NPF
perbankan syariah mengalami perubahan yang sangat fluktuatif yaitu
pada Februari 2010 nilai NPF sebesar Rp. 2.302 miliar dan pada Maret
2010 mengalami penurunan sebesar Rp. 2.275 miliar atau mengalami
penurunan sebesar 1,18%. sedangkan pada bulan Mei 2010 NPF
mengalami peningkatan menjadi Rp. 2.540 miliar dan terus berfluktuasi
hingga awal tahun 2011.
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
2007
2008
2009
2010
2011
103
Perbankan syariah menggunakan prinsip kehati-hatian (Prudential
Banking) yang lebih tinggi dibandingkan dengan perbankan
konvensional. Hal ini dapat terlihat dari pembiayaan bermasalah (Non
Performing Financing) yang relatif kecil dari perbankan konvensional
atau dibawah 5 % atau masih dalam toleransi Bank Indonesia.
e. Dana Pihak Ketiga (DPK)
Tabel 4.5 Dana Pihak Ketiga (DPK) (miliar rupiah)
Bulan
Tahun 2007 2008 2009 2010 2011
Januari 20.514 27.695 38.195 53.163 75.814
Februari 21.054 29.121 38.651 53.299 75.085
Maret 21.883 29.552 38.040 52.811 79.651
April 22.008 31.064 39.193 54.043
Mei 22.570 31.705 40.288 55.067
Juni 22.714 33.049 42.103 58.078
Juli 23.232 32.898 43.004 60.462
Agustus 23.358 32.359 44.019 60.972
September 24.680 33.569 45.381 63.912
Oktober 25.473 34.118 46.500 66.478
November 25.658 34.422 47.887 69.086
Desember 25.473 36.852 52.271 76.036
Total 278.617 386.405 515.532 723.407 230.550
Rata-rata 23.218,08 32.200,41 42.961 60.283,91 76.850 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
104
Gambar 4.5 Grafik Dana Pihak Ketiga (DPK) (miliar rupiah)
Sumber: data diolah
Dana pihak ketiga adalah komponen dana yang paling penting,
besarnya keuntungan (profit) yang akan dihasilkan akan sangat bergantung
pada seberapa besar kemampuan bank dalam mengumpulkan DPK dan
kemudian menyalurkan pembiayaan atau melakukan investasi yang dapat
meningkatkan value dan asset. Berdasarkan tabel dan grafik diatas terlihat
bahwa DPK dari Januari 2007 – Maret 2011 mengalami peningkatan, pada
Desember 2007 jumlah DPK adalah sebesar Rp. 25.473 miliar dan pada
Maret 2011 DPK meningkat menjadi sebesar Rp. 79.651 miliar.
Peningkatan DPK ini merupakan dampak langsung dari pengembangan
jaringan kantor dan jangkauan layanan perbankan syariah serta tingkat
kepercayaan masyarakat cukup tinggi untuk menyimpan dananya di bank
syariah. Hal ini dapat terlihat dari tabel dan grafik yang terus meningkat.
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
2007
2008
2009
2010
2011
105
B. Hasil dan Analisis Data
Dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang pemodelan
pembiayaan murabahah perbankan syariah di Indonesia. Analisis pemodelan
pembiayaan murabahah ini memasukkan elemen makro ekonomi yaitu Inflasi
dan indikator perbankan syariah yaitu Sertifikat Bank Indonesia Syariah
(SBIS), Non Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK).
Hasil dan analisis data dari uji yang sudah dilakukan, yakni :
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
memiliki nilai residual yang terdistribusi normal. Uji normalitas dalam
penelitian ini dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov.
Tabel 4.6 Uji Normalitas
Ln_PMur INF Ln_SBIS Ln_NPF Ln_DPK
N 51 51 51 51 51
Normal Parametersa,,b
Mean 30.7304 6.6922 28.5218 28.2193 31.2886
Std. Deviation .33572 2.68931 .52016 .27526 .39508
Most Extreme Differences
Absolute .102 .141 .126 .116 .089
Positive .083 .141 .110 .075 .087
Negative -.102 -.097 -.126 -.116 -.089
Kolmogorov-Smirnov Z .726 1.009 .901 .827 .636
Asymp. Sig. (2-tailed) .668 .260 .391 .501 .814 Sumber: Lampiran 4
106
Dari tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas diatas terlihat bahwa variabel
pembiayaan murabahah bisa dikatakan data berdistribusi normal,
karena signifikansi Kolmogorov-Smirnov lebih besar dari 0,049 yaitu
pada Pembiayaan Murabahah sebesar 0,668; Inflasi sebesar 0,260;
SBIS sebesar 0,391; NPF sebesar 0,501 dan DPK sebesar 0,814.
b. Uji Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen),
model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antara
variabel bebas. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinieritas di
dalam suatu model regresi dapat dilihat dari nilai tolerance dan
Variance Inflation Factor (VIF). Suatu model regresi yang bebas
multikolinieritas adalah memiliki nilai VIF berkisar angka 1 hingga 10
dan mempunyai angka tolerance diatas 0,10 dan mendekati 1.
Tabel 4.7 Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF
Inflasi 0,663 1,507
SBIS 0,735 1,360
NPF 0,160 6,235
DPK 0,180 5,545
Sumber: Lampiran 5
107
Berdasarkan pengujian multikolinieritas pada tabel 4.7 di atas
diperoleh nilai tolerance di atas 0,10 dan VIF di bawah 10, sehingga
dapat dikatakan tidak terjadi multikolinieritas. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa berdasarkan nilai tolerance dan nilai VIF maka
model regresi ini layak dipakai dalam pengujian.
c. Uji Heteroskedastisitas
Bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan varian dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya.
Model regresi yang baik adalah jika tidak terjadi heteroskedastisitas.
Untuk menguji ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat grafik Scatterplot.
Gambar. 4.6 Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Lampiran 6
108
Berdasarkan grafik scatterplot terlihat bahwa sebaran data berada di
sekitar titik nol serta menyebar secara acak atau tidak membentuk suatu
pola tertentu yang jelas, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi heteroskedastisitas pada pola regresi sehingga model
regresi layak dipakai.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model
regresi linier ada atau tidaknya autokorelasi. Model regresi yang baik
adalah yang bebas dari autokorelasi. Uji asumsi klasik autokorelasi ini
dengan menggunakan Uji Durbin-Watson.
Tabel 4.8 Uji Autokorelasi
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .997a .994 .994 .02603 1.560 Sumber: Lampiran 7
Berdasarkan tabel 4.8 di atas, diperoleh nilai Durbin-Watson (D-W)
adalah sebesar 1,560 dimana nilai tersebut berada di antara 1,54 hingga
2,46. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi
pada model regresi yang dibuat dalam penelitian ini.
109
2. Uji Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis yang
telah ditetapkan diterima atau ditolak secara statistik. Pengujian hipotesis
penelitian dilakukan dengan menggunakan Uji Statistik t dan R2 (Adjusted
R Square).
a. Uji t
Uji t bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
yaitu Inflasi, SBIS, NPF dan DPK terhadap Pembiayaan Murabahah.
Tabel 4.9 Uji t
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.202 .564 5.681 .000
INF .014 .002 .110 8.182 .000
Ln_SBIS -.037 .008 -.058 -4.513 .000
Ln_NPF .109 .033 .089 3.251 .002
Ln_DPK .813 .022 .957 37.047 .000
Sumber: Lampiran 8
Tabel 4.9 merupakan hasil dari pengujian variabel independen yaitu
Inflasi, SBIS, NPF dan DPK terhadap variabel dependen yaitu
Pembiayaan Murabahah secara parsial dengan hasil :
110
1) Pengaruh Inflasi terhadap Pembiayaan Murabahah
Variabel Inflasi mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000
karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai Uji t positif
maka Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa Inflasi
memiliki pengaruh positif terhadap Pembiayaan Murabahah.
2) Pengaruh SBIS terhadap Pembiayaan Murabahah
Variabel SBIS mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000 karena
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai Uji t negatif maka
Ha ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa SBIS memiliki
pengaruh negatif terhadap Pembiayaan Murabahah.
3) Pengaruh NPF terhadap Pembiayaan Murabahah
Variabel NPF mempunyai angka signifikansi sebesar 0,002 karena
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai Uji t positif maka
Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa NPF memiliki
pengaruh positif terhadap Pembiayaan Murabahah.
4) Pengaruh DPK terhadap Pembiayaan Murabahah
Variabel DPK mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000 karena
nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai Uji t positif maka
Ha diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa DPK memiliki
pengaruh positif terhadap Pembiayaan Murabahah.
111
b. Uji Adj R2 (Adjusted R Square)
Tabel 4.10 Uji Adj R2 (Adjusted R Square)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .997a .994 .994 .02603 1.560 Sumber: Lampiran 9
Berdasarkan tampilan output pada tabel 4.10 terlihat bahwa nilai R
adalah sebesar 99,7% yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang
sangat kuat. Nilai R Square sebesar 99,4% dan nilai Adjusted R Square
sebesar 99,4%. Hal ini berarti bahwa nilai koefisien determinasi yang
disesuaikan sebesar 0,994 yang berarti sebanyak 99,4% variasi
Pembiayaan Murabahah dapat dijelaskan oleh perubahan variasi
Inflasi, SBIS, NPF dan DPK dan sisanya 0,6% dipengaruhi oleh
variabel lain diluar variabel yang diteliti.
112
3. Uji Regresi Linier Berganda
Koefisien-koefisien pada persamaan regresi linier berganda diatas
dapat diartikan sebagai berikut :
1) Jika segala sesuatu pada variabel independen dianggap konstan,
maka nilai Pembiayaan Murabahah adalah sebesar 3,202 %.
2) Nilai koefisien regresi Inflasi sebesar 0,014 % yang berarti setiap
peningkatan Inflasi sebesar 1 % akan meningkatkan pembiayaan
murabahah sebesar 0,014 %, dengan catatan variabel lain dianggap
tetap (cateris paribus).
3) Nilai koefisien regresi SBIS sebesar -0,037 % yang berarti setiap
peningkatan SBIS sebesar 1 % akan menurunkan pembiayaan
murabahah sebesar 0,037 %, dengan catatan variabel lain dianggap
tetap (cateris paribus).
4) Nilai koefisien regresi NPF sebesar 0,109 % yang berarti setiap
peningkatan NPF sebesar 1 % akan meningkatkan pembiayaan
murabahah sebesar 0,109 %, dengan catatan variabel lain dianggap
tetap (cateris paribus).
5) Nilai koefisien regresi DPK sebesar 0,813 % yang berarti setiap
peningkatan DPK sebesar 1 % akan meningkatkan pembiayaan
murabahah sebesar 0,813 %, dengan catatan variabel lain dianggap
tetap (cateris paribus) .
LnPMur = 3,202 + 0,014 INF – 0,037 LnSBIS + 0,109 LnNPF
+ 0,813 LnDPK
113
4. Analisis Ekonomi
Inflasi menunjukkan hubungan signifikan positif terhadap
pembiayaan murabahah, hal ini bertentangan dengan penelitian saras
pinaringani (2011), yang menunjukkan hasil hubungan inflasi terhadap
pembiayaan murabahah signifikan negatif, bahwa Jika inflasi meningkat
maka harga barang yang menjadi objek transaksi akan meningkat juga,
selera masyarakat menjadi menurun dan pembiayaan murabahah juga
menurun. Menurut penulis, pengaruh inflasi terhadap pembiayaan
murabahah yang positif disebabkan karena: 1) Inflasi yang meningkat
tetapi tidak terlalu tajam peningkatannya akan membuat
nasabah/masyarakat bergairah untuk bekerja, menabung dan berinvestasi.
Lain halnya dengan peningkatan inflasi yang tak terkendali
(hyperinflation) yang membuat perekonomian menjadi kacau dan
perekonomian dirasakan lesu, seseorang tidak bersemangat kerja,
menabung dan berinvestasi karena harga meningkat dengan cepat. 2)
Objek transaksi atau harga barang yang meningkat pada tahun ini akan
meningkatkan pula pengembalian pembiayaan (cicilan), tetapi dengan
nasabah yang berbeda waktu inflasi terjadi dan tidak berlaku pada inflasi
pada bulan atau tahun berikutnya. Karena Inflasi tidak mempengaruhi
dalam pembayaran cicilan, maksudnya pembayaran cicilan oleh nasabah
yang melakukan akad murabahah tidak meningkat apabila inflasi
meningkat, melainkan tetap sebesar akad awal.
114
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai hubungan
signifikan negatif, penelitian ini sejalan dengan penelitian saras
pinaringani (2011). Bahwa, jika melihat dari sisi moneter, turunnya SBIS
kurang menguntungkan bagi perekonomian karena akan menambah
jumlah uang beredar (JUB). Namun jika dilihat dari sisi lain, hal ini justru
menguntungkan bank syariah karena diharapkan dana yang tidak disimpan
dalam SBIS akan digunakan untuk memberikan pembiayaan produktif
yang berguna bagi masyarakat yang akhirnya akan menggerakkan sektor
riil, selain itu menurut penulis dikarenakan: 1) Dilihat dari sisi likuiditas
yang berlebih, maka bank syariah akan membeli SBIS dan yang terjadi
akan menurunkan sisi pembiayaan murabahah, pembiayaan murabahah
yang menurun maka sektor riil akan tersendat dikarenakan dana bank
sudah digunakan untuk membeli SBIS. 2) Dilihat dari jangka waktunya,
jangka waktu SBIS dan Pembiayaan Murabahah berjangka waktu pendek
yakni < 1 tahun, apabila memfokuskan meningkatkan SBIS maka
Pembiayaan Murabahah akan menurun dan begitu juga sebaliknya. 3)
Kebijakan pemerintah di sektor moneter yakni menjual SBIS dengan
harapan Jumlah Uang Beredar (JUB) di masyarakat menurun. Melalui
bank syariah, yakni melelang SBIS. Bank syariah yang membeli SBIS
akan mengurangi sisi pembiayaan dan yang terjadi di sektor riil sulit untuk
mencari pembiayaan, sektor riil menjadi tersendat.
115
Non Performing Financing (NPF) mempunyai hubungan signifikan
positif dan sejalan dengan penelitian Duddy (2008) dan M. Emier Faisal
(2010:73) bahwa diduga NPF bank syariah relatif kecil dibandingkan
dengan bank konvensional sehingga bukan merupakan pertimbangan
utama dalam menawarkan pembiayaan, karena sebelumnya bank syariah
menyeleksi para nasabahnya dengan prinsip kehati-hatian. Selain itu,
apabila NPF atau pembiayaan bermasalahnya meningkat menunjukkan
bahwa pembiayaan murabahah juga meningkat yang disebabkan karena
pembiayaan yang sudah ada ditangan nasabah menjadi tanggungjawabnya
dalam hal pengembalian. Menurut penulis, 1) Market share perbankan
syariah yang masih rendah bila dibandingkan dengan market share
perbankan konvensional. 2) Sebagian besar nasabah merupakan nasabah
yang loyal terhadap perbankan syariah.
Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai hubungan signifikan positif
dan sejalan dengan penelitian Saras (2011) dan Akhyar Adnan & Pratin
(2005), dengan mempertimbangkan faktor likuiditas dalam penghimpunan
dana pihak ketiga (DPK) karena dengan semakin meningkatnya dana
pihak ketiga (DPK) yang dikumpulkan bank syariah, maka semakin
banyak pula pembiayaan atau penyaluran dana yang diberikan bank
syariah kepada masyarakat. Selain itu memperhatikan tingkat kesehatan
suatu bank, bank yang sehat dilihat dari aset yang dimilikinya.
Pembiayaan yang dikeluarkan terutama likuiditasnya.
116
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan data dari penelitian yang berjudul
“Analisis Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), Non
Performing Financing (NPF) dan Dana Pihak Ketiga (DPK) terhadap
Pembiayaan Murabahah (Periode Januari:2007 – Maret:2011)”, didapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Inflasi mempunyai pengaruh positif terhadap pembiayaan murabahah.
2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) mempunyai pengaruh negatif
terhadap pembiayaan murabahah.
3. Non Performing Financing (NPF) mempunyai pengaruh positif terhadap
pembiayaan murabahah.
4. Dana Pihak Ketiga (DPK) mempunyai pengaruh positif terhadap
pembiayaan murabahah.
B. Implikasi
Beberapa implikasi yang ditujukan bagi Pemerintah, Bank Indonesia,
Bank Syariah dan Nasabah dalam menjalankan kegiatan ekonomi syariah :
1. Bagi Pemerintah, jika ingin meningkatkan pembiayaan murabahah maka
harus membuat kebijakan yang menjadikan iklim investasi di sektor riil
kondusif sehingga harapan (ekspektasi) keuntungan menjadi meningkat
117
dan pada akhirnya akan meningkatkan pembiayaan murabahah. Terutama
dari sisi regulasi, diharapkan pemerintah mendukung penuh pembiayaan
murabahah, agar market share di Indonesia terus meningkat.
2. Bagi Bank Indonesia, untuk meningkatkan pembiayaan murabahah
hendaknya membuat kebijakan yang menjadikan faktor Inflasi dan SBIS
sebagai bahan pertimbangan utama, karena laju inflasi yang fluktuatif dan
SBIS yang meningkat tinggi pada bank sentral akan merugikan bank
syariah, nasabah dan masyarakat. Keadaan ini menjadikan selera
masyarakat untuk bekerja, menabung dan berinvestasi berkurang/lesu.
Sehingga kegiatan di sektor riil tersendat.
3. Bagi Bank Syariah, untuk meningkatkan pembiayaan murabahah
hendaklah memperhatikan faktor dana pihak ketiga (DPK) yang paling
berpengaruh karena dana pihak ketiga (DPK) dapat dikendalikan oleh
bank syariah yang merupakan sisi pendanaan, dimana dana yang semakin
meningkat harus diimbangi dengan penyaluran pembiayaan dan juga
menjaga tingkat pembiayaan bermasalah (NPF) dibawah 5%, untuk
menjaga sisi kesehatan suatu bank.
4. Bagi Nasabah, untuk mengajukan pembiayaan murabahah maka
hendaknya nasabah sudah memahami mengenai pembiayaan murabahah,
terutama bank syariah. Calon nasabah akan di seleksi guna menghindari
resiko yang akan diterima bank. Nasabah diharapkan dapat terus
membayar cicilannya ke bank, walaupun inflasi meningkat.
118
DAFTAR PUSTAKA
Abustan. “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional”, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2009.
Adnan, akhyar dan Pratin. “Analisis Hubungan Simpanan, Modal Sendiri, NPL, Prosentase Bagi Hasil dan Mark-up Keuntungan terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah Studi Kasus Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI)”, SINERGI, edisi khusus on finance, 2005.
Ambarwati, Septiana. “Faktor-faktor yang mempengaruhi Pembiayaan Murabahah dan Mudharabah pada Bank Umum Syariah di Indonesia”, UI, Program Studi Timur Tengah, Juli 2008.
Antonio, Muhammad Syafi’i. “Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik”, Cetakan pertama, Gema Insani, Jakarta, 2001.
Arifin, Zainul. “Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek”, Pustaka Alvabet, Jakarta, 1999.
___________. “Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”, Cetakan ketiga, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.
Atmadja, Adwin S. “Inflasi di Indonesia : Sumber-Sumber Penyebab dan Pengendaliannya”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No. 1, Mei 1999.
Bank Indonesia. “Statistik Perbankan Indonesia”, vol:9 no.4, Maret 2011.
_____________. “Statistik Perbankan Indonesia”, vol:9 no.5, April 2011.
Chorida, Luluk. “Pengaruh Jumlah Dana Pihak Ketiga, Inflasi, dan Tingkat Margin Terhadap Alokasi Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah (Studi pada Bank-Bank Syariah di Indonesia)”, FE UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2010.
Damodar, Gujarati. “Dasar-dasar Ekonometrika”, Edisi 3, jilid 2. Jakarta: Erlangga, 2007.
Faisal, M Emier. “Pengaruh Non Performing Financing (NPF) Terhadap Pembiayaan Murabahah (Studi pada Bank DKI Syariah)”, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Firmansyah. “Evaluasi Penerapan Metode Penentuan Harga Jual-beli Murabahah (Study kasus pada BMT Berkah Madani)”, Jurusan Muamalat, STEI SEBI, 2007.
119
Heriberta. “Inflasi dan Pembiayaan Pengeluaran Pemerintah Suatu Analisis dan Aplikasi di Indonesia”, Jurnal Manajemen dan Pembangungan, Edisi-7, FE Unja, Juli 1997.
Huda, Mustafa, Handi dan Ranti. “Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis”, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008.
Karim, Adiwarman. “Bank Islam: Analisis fiqih dan Keuangan”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
_______________. “Ekonomi Makro Islam”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Kurnaliyah, Nur. “Pemodelan Pembiayaan Mudharabah Perbankan Syariah Dengan Metode System Dynamics”, UIN Jakarta, 2011.
Masturoh, Lailiatul. “Analisis Hubungan Total Asset dan Pembiayaan pada Perbankan Syariah di Indonesia (Periode 2004:1 – 2007:12)”, ADLN-Perpustakaan Universitas Airlangga, 2009.
Nisfiannor, Muhammad. “Pendekatan Statistik Modern untuk Ilmu Sosial”, Jakarta: Salemba Humanika, 2009.
Perwataatmadja, Karnaen dan M. Syafi’i Antonio. “Apa dan Bagaimana Bank Islam”, Dana Bhakti Wakaf, 1999.
Pinaringin, Saras. “Analisis Pembiayaan Murabahah Perbankan Syariah dengan Metode System Dynamics”, UIN Jakarta, 2011.
Roesmara, Duddy dan Nurul Chotimah. “Variabel-variabel Yang Mempengaruhi Pembiayaan Pada Perbankan Syariah Di Indonesia Ditinjau Dari Sisi Penawaran”, vol.2, No.2, Juni 2008.
Saeed, Abdullah. “Bank Islam dan Bunga”, Pustaka Pelajar, 2008.
Santoso, Singgih. “Statistik Parametrik: Konsep dan Aplikasi dengan SPSS”, PT Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010.
Siwi, Asmi Nur. “Risiko Akad dalam Pembiayaan Murabahah pada BMT di Yogyakarta (Dari Teori ke Terapan)”, Vol.1, No.1, La_Riba, Jurnal Ekonomi Islam, Juli 2007.
Sudarsono, Heri. “Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi”, Ekonisia, Yogyakarta, 2008.
Sumarti. “Analisis Kinerja Keuangan pada Bank Syariah Mandiri di Jakarta”, FE Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2007.
Winarno, W Wahyu. “Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews”, Edisi 3, Yogyakarta: Sekolah Tinggi Ilmu Managemen YKPN, 2009.
120
Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Gemala dan Yeni. “Bank dan Asuransi Islam di Indonesia”, Kencana dan Fakultas Hukum UI, 2006.
www.bi.go.id
www.sinlammim.org/artikel-7-filosofi-ekonomi-islam.html
http://erfins.wordpress.com/category/keunggulan-bank-syariah/
http://hendrakholid.net/blog/2009/10/21/pembiayaan-murabahah/#comments
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi
http://id.wikipedia.org/wiki/Inflasi#Mengukur_inflasi
http://www.bi.go.id/web/id/Moneter/Inflasi/Pengenalan+Inflasi/
http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Moneter/pbi_101108.htm
http://www.bi.go.id/web/id/Peraturan/Moneter/pbi_121810.htm
121
122
Lampiran 1: Data Penelitian, Januari 2007 – Maret 2011
Tahun Pmur (Rp)
SBIS (Rp)
NPF (Rp)
INF (%)
DPK (Rp)
2007.1 12.487.000.000.000 2.663.000.000.000
1.046.000.000.000 6,26 20.514.000.000.000
2007.2 12.645.000.000.000 3.002.000.000.000
1.133.000.000.000 6,30 21.054.000.000.000
2007.3 12.769.000.000.000 6.651.000.000.000
1.194.000.000.000 6,52 21.883.000.000.000
2007.4 12.992.000.000.000 6.331.000.000.000
1.311.000.000.000 6,29 22.008.000.000.000
2007.5 13.340.000.000.000 2.801.000.000.000
1.353.000.000.000 6,01 22.570.000.000.000
2007.6 13.936.000.000.000 2.036.000.000.000
1.423.000.000.000 5,77 22.714.000.000.000
2007.7 13.936.000.000.000 1.555.000.000.000
1.558.000.000.000 6,06 23.232.000.000.000
2007.8 14.768.000.000.000 1.555.000.000.000
1.633.000.000.000 6,51 23.358.000.000.000
2007.9 15.283.000.000.000 1.311.000.000.000
1.603.000.000.000 6,95 24.680.000.000.000
2007.10 15.675.000.000.000 1.761.000.000.000
1.629.000.000.000 6,88 25.473.000.000.000
2007.11 15.645.000.000.000 1.644.000.000.000
1.501.000.000.000 6,71 25.658.000.000.000
2007.12 16.552.000.000.000 1.761.000.000.000
1.131.000.000.000 6,59 25.473.000.000.000
2008.1 15.801.000.000.000 3.189.000.000.000
1.132.000.000.000 7,36 27.696.000.000.000
2008.2 16.377.000.000.000 3.717.000.000.000
1.183.000.000.000 7,40 29.121.000.000.000
2008.3 16.977.000.000.000 2.135.000.000.000
1.237.000.000.000 8,17 29.552.000.000.000
2008.4 17.935.000.000.000 2.496.000.000.000
1.362.000.000.000 8,96 31.064.000.000.000
2008.5 18.591.000.000.000 3.119.000.000.000
1.596.000.000.000 10,38 31.705.000.000.000
2008.6 19.810.000.000.000 3.079.000.000.000
1.442.000.000.000 11,03 33.049.000.000.000
2008.7 20.704.000.000.000 2.557.000.000.000
1.469.000.000.000 11,90 32.898.000.000.000
2008.8 21.464.000.000.000 3.079.000.000.000
1.478.000.000.000 11,85 32.359.000.000.000
2008.9 22.044.000.000.000 413.000.000.000
1.554.000.000.000 12,14 33.569.000.000.000
2008.10 22.457.000.000.000 453.000.000.000
1.711.000.000.000 11,77 34.118.000.000.000
2008.11 22.639.000.000.000 1.063.000.000.000
1.913.000.000.000 11,68 34.422.000.000.000
2008.12 22.486.000.000.000 2.824.000.000.000
1.509.000.000.000 11,06 36.852.000.000.000 2009.1 22.437.000.000.000 3.488.000.000.000 1.676.000.000.000 9,17 38.195.000.000.000
123
2009.2 22.574.000.000.000 3.192.000.000.000
1.789.000.000.000 8,60 38.651.000.000.000
2009.3 22.732.000.000.000 2.704.000.000.000
2.019.000.000.000 7,92 38.040.000.000.000
2009.4 23.001.000.000.000 2.058.000.000.000
2.053.000.000.000 7,31 39.193.000.000.000
2009.5 23.490.000.000.000 2.539.000.000.000
1.942.000.000.000 6,04 40.288.000.000.000
2009.6 24.245.000.000.000 1.819.000.000.000
1.851.000.000.000 3,65 42.103.000.000.000
2009.7 24.381.000.000.000 1.253.000.000.000
2.204.000.000.000 2,71 43.004.000.000.000
2009.8 24.632.000.000.000 2.321.000.000.000
2.462.000.000.000 2,75 44.019.000.000.000
2009.9 25.046.000.000.000 2.635.000.000.000
2.547.000.000.000 2,83 45.381.000.000.000
2009.10 25.499.000.000.000 2.835.000.000.000
2.492.000.000.000 2,57 46.500.000.000.000
2009.11 25.570.000.000.000 2.142.000.000.000
2.534.000.000.000 2,41 47.887.000.000.000
2009.12 26.321.000.000.000 3.076.000.000.000
1.882.000.000.000 2,78 52.271.000.000.000
2010.1 26.532.000.000.000 3.373.000.000.000
2.053.000.000.000 3,72 53.163.000.000.000
2010.2 27.288.000.000.000 2.972.000.000.000
2.302.000.000.000 3,81 53.299.000.000.000
2010.3 28.269.000.000.000 2.425.000.000.000
2.275.000.000.000 3,43 52.811.000.000.000
2010.4 28.922.000.000.000 3.027.000.000.000
2.309.000.000.000 3,91 54.043.000.000.000
2010.5 29.744.000.000.000 1.656.000.000.000
2.540.000.000.000 4,16 55.067.000.000.000
2010.6 31.108.000.000.000 2.734.000.000.000
2.170.000.000.000 5,05 58.078.000.000.000
2010.7 32.027.000.000.000 2.576.000.000.000
2.388.000.000.000 6,22 60.462.000.000.000
2010.8 33.310.000.000.000 1.882.000.000.000
2.470.000.000.000 6,44 60.972.000.000.000
2010.9 33.967.000.000.000 2.310.000.000.000
2.406.000.000.000 5,80 63.912.000.000.000
2010.10 34.831.000.000.000 2.783.000.000.000
2.486.000.000.000 5,67 66.478.000.000.000
2010.11 36.214.000.000.000 3.287.000.000.000
2.628.000.000.000 6,33 69.086.000.000.000
2010.12 37.508.000.000.000 5.408.000.000.000
2.061.000.000.000 6,96 76.036.000.000.000
2011.1 37.855.000.000.000 3.968.000.000.000
2.288.000.000.000 7,02 75.814.000.000.000
2011.2 38.983.000.000.000 3.659.000.000.000
2.615.000.000.000 6,84 75.085.000.000.000
2011.3 40.877.000.000.000 5.870.000.000.000
2.675.000.000.000 6,65 79.651.000.000.000 Sumber: Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 9, No. 4, Maret 2011
124
Lampiran 2: Data Penelitian setelah di Logaritma Natural (Ln)
Tahun Ln_Pmur INF Ln_SBIS Ln_NPF Ln_DPK 2007.1 30.16 6,26 28.61 27.68 30.65 2007.2 30.17 6,30 28.73 27.76 30.68 2007.3 30.18 6,52 29.53 27.81 30.72 2007.4 30.20 6,29 29.48 27.90 30.72 2007.5 30.22 6,01 28.66 27.93 30.75 2007.6 30.27 5,77 28.34 27.98 30.75 2007.7 30.27 6,06 28.07 28.07 30.78 2007.8 30.32 6,51 28.07 28.12 30.78 2007.9 30.36 6,95 27.90 28.10 30.84 2007.10 30.38 6,88 28.20 28.12 30.87 2007.11 30.38 6,71 28.13 28.04 30.88 2007.12 30.44 6,59 28.20 27.75 30.87 2008.1 30.39 7,36 28.79 27.76 30.95 2008.2 30.43 7,40 28.94 27.80 31.00 2008.3 30.46 8,17 28.39 27.84 31.02 2008.4 30.52 8,96 28.55 27.94 31.07 2008.5 30.55 10,38 28.77 28.10 31.09 2008.6 30.62 11,03 28.76 28.00 31.13 2008.7 30.66 11,90 28.57 28.02 31.12 2008.8 30.70 11,85 28.76 28.02 31.11 2008.9 30.72 12,14 26.75 28.07 31.14 2008.10 30.74 11,77 26.84 28.17 31.16 2008.11 30.75 11,68 27.69 28.28 31.17 2008.12 30.74 11,06 28.67 28.04 31.24 2009.1 30.74 9,17 28.88 28.15 31.27 2009.2 30.75 8,60 28.79 28.21 31.29 2009.3 30.75 7,92 28.63 28.33 31.27 2009.4 30.77 7,31 28.35 28.35 31.30 2009.5 30.79 6,04 28.56 28.29 31.33 2009.6 30.82 3,65 28.23 28.25 31.37 2009.7 30.82 2,71 27.86 28.42 31.39 2009.8 30.84 2,75 28.47 28.53 31.42 2009.9 30.85 2,83 28.60 28.57 31.45 2009.10 30.87 2,57 28.67 28.54 31.47 2009.11 30.87 2,41 28.39 28.56 31.50 2009.12 30.90 2,78 28.75 28.26 31.59
125
2010.1 30.91 3,72 28.85 28.35 31.60 2010.2 30.94 3,81 28.72 28.46 31.61 2010.3 30.97 3,43 28.52 28.45 31.60 2010.4 31.00 3,91 28.74 28.47 31.62 2010.5 31.02 4,16 28.14 28.56 31.64 2010.6 31.07 5,05 28.64 28.41 31.69 2010.7 31.10 6,22 28.58 28.50 31.73 2010.8 31.14 6,44 28.26 28.54 31.74 2010.9 31.16 5,80 28.47 28.51 31.79 2010.10 31.18 5,67 28.65 28.54 31.83 2010.11 31.22 6,33 28.82 28.60 31.87 2010.12 31.26 6,96 29.32 28.35 31.96 2011.1 31.26 7,02 29.01 28.46 31.96 2011.2 31.29 6,84 28.93 28.59 31.95 2011.3 31.34 6,65 29.40 28.61 32.01
Sumber: data diolah
126
Lampiran 3: Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
PMur INF SBIS NPF DPK
N 51 51 51 51 51
Normal Parametersa,,b
Mean 2.34E13 6.6922 2.73E12 1.87E12 4.19E13
Std. Deviation 7.763E12 2.68931 1.261E12 4.936E11 1.673E13
Most Extreme Differences
Absolute .091 .141 .161 .114 .123
Positive .091 .141 .161 .114 .123
Negative -.079 -.097 -.078 -.109 -.101
Kolmogorov-Smirnov Z .650 1.009 1.148 .812 .875
Asymp. Sig. (2-tailed) .792 .260 .143 .525 .428
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
127
Lampiran 4: Uji Normalitas setelah di Logaritma Natural (Ln)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Ln_PMur INF Ln_SBIS Ln_NPF Ln_DPK
N 51 51 51 51 51
Normal Parametersa,,b
Mean 30.7304 6.6922 28.5218 28.2193 31.2886
Std. Deviation .33572 2.68931 .52016 .27526 .39508
Most Extreme Differences
Absolute .102 .141 .126 .116 .089
Positive .083 .141 .110 .075 .087
Negative -.102 -.097 -.126 -.116 -.089
Kolmogorov-Smirnov Z .726 1.009 .901 .827 .636
Asymp. Sig. (2-tailed) .668 .260 .391 .501 .814
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
128
Lampiran 5: Uji Multikolinieritas
Variabel Tolerance VIF
Inflasi 0,663 1,507
SBIS 0,735 1,360
NPF 0,160 6,235
DPK 0,180 5,545
129
Lampiran 6: Uji Heteroskedastisitas
130
Lampiran 7: Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .997a .994 .994 .02603 1.560
a. Predictors: (Constant), Ln_DPK, Ln_SBIS, INF, Ln_NPF
b. Dependent Variable: Ln_PMur
131
Lampiran 8: Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.202 .564 5.681 .000
INF .014 .002 .110 8.182 .000
Ln_SBIS -.037 .008 -.058 -4.513 .000
Ln_NPF .109 .033 .089 3.251 .002
Ln_DPK .813 .022 .957 37.047 .000
a. Dependent Variable: Ln_PMur
132
Lampiran 9: Uji Adj R2 (Adjusted R Square)
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate Durbin-Watson
1 .997a .994 .994 .02603 1.560
a. Predictors: (Constant), Ln_DPK, Ln_SBIS, INF, Ln_NPF
b. Dependent Variable: Ln_PMur
133
Lampiran 10: Daftar Jaringan Kantor Perbankan Syariah
Bank Umum Syariah (BUS)
No. Nama Bank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PT Bank Syariah Muamalat Indonesia PT Bank Syariah Mandiri PT Bank Syariah Mega Indonesia PT Bank Syariah BRI PT Bank Syariah Bukopin PT Bank Panin Syariah PT Bank Victoria Syariah PT BCA Syariah PT Bank Jabar dan Banten PT Bank Syariah BNI PT Maybank Indonesia Syariah
Unit Usaha Syariah (UUS)
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
PT Bank Danamon PT Bank Permata PT Bank Internasional Indonesia PT CIMB Niaga HSBC, Ltd. PT Bank DKI BPD DIY BPD Jawa Tengah (Jateng) BPD Jawa Timur (Jatim) BPD Banda Aceh BPD Sumatera Utara (Sumut) BPD Sumatera Barat (Sumbar) BPD Riau BPD Sumatera Selatan (Sumsel) BPD Kalimantan Selatan (Kalsel) BPD Kalimantan Barat (Kalbar) BPD Kalimantan Timur (Kaltim) BPD Sulawesi Selatan (Sulsel) BPD Nusa Tenggara Barat (NTB) PT BTN PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) PT OCBC NISP PT Bank Sinarmas
134
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Berdasarkan Lokasi No Provinsi Jumlah Bank 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Jawa Barat Banten DKI Jakarta D.I. Yogyakarta Jawa Tengah Jawa Timur Bengkulu Jambi Nanggroe Aceh Darussalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Sumatera Selatan Kepulauan Bangka Belitung Kepulauan Riau Lampung Kalimantan Selatan Kalimantan Barat Kalimantan Timur Kalimantan Tengah Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Barat Sulawesi Tenggara Nusa Tenggara Barat Bali Nusa Tenggara Timur Maluku Papua Irian Jaya Barat Maluku Utara
28 8 2 10 21 29 2 0 10 10 6 4 1 1 1 6 1 0 1 0 0 7 0 0 0 0 3 1 0 0 1 0 0
Total 153 Sumber: Statistik Perbankan Syariah, vol: 9 No.5, April 2011