Upload
ngokien
View
254
Download
22
Embed Size (px)
Citation preview
ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA
(SO2) PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK
SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG
TAHUN 2016
SKRIPSI
Diajukan Dalam Rangka Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
OLEH :
ROIS SOLICHIN
1111101000132
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/ 2016 M
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2016
Rois Solichin
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, 6 Desember 2016
Rois Solichin, NIM: 1111101000132
Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Sulfur Dioksida (SO2) Pada Masyarakat
di Pemukiman Penduduk Sekitar Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Tahun 2016
(xvii + 132 halaman, 21 tabel, 6 gambar, 8 bagan, 5 lampiran)
ABSTRAK
Sulfur dioksida (SO2) sebagai salah satu zat pencemar udara yang sebagian
besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, dimana pembangkit listrik
dengan bahan bakar batubara memiliki peran terbesar penghasil SO2 yang ada di
dunia. Tujuan penelitian ini untuk memprakirakan besaran risiko gangguan
kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja
(Pusri) Kota Palembang terhadap pajanan SO2 pada tahun 2016.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode analisis risiko
kesehatan lingkungan, dilakukan selama bulan September sampai Oktober 2016
dengan 297 responden penduduk usia dewasa yang terbagi pada 3 cluster wilayah
yaitu 800 meter, 1050 meter dan 1300 meter dari pusat emisi SO2 yang ada di
dalam area pabrik PT. Pusri Palembang.
Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi SO2 di pemukiman sekitar
industri PT. Pusri Palembang adalah 0,246 mg/m3. Berat badan dengan nilai
median 56,4 kg, rata-rata laju asupan harian adalah 0,60 m3/jam, waktu pajanan
dengan median 24 jam/hari, frekuensi pajanan dengan median 365 hari/tahun, dan
durasi pajanan dengan median 31 tahun. Nilai intake non karsinogenik yang
didapatkan untuk intake SO2 (real time) adalah 0,053 mg/kg/hari. Tingkat risiko
yang didapatkan adalah 0,252 (RQ<1) yang artinya tidak memiliki risiko yang
dapat menyebabkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pusri Palembang.
Kesimpulan penelitian ini adalah masyarakat yang bermukim di sekitar area
industri PT. Pusri Palembang tidak berisiko memiliki gangguan kesehatan non
karsinogenik akibat paparan SO2. Walaupun begitu, baik pihak PT. Pusri
Palembang maupun pemerintah Kota Palembang sebagai pemangku kebijakan
dapat melakukan kajian lebih lanjut dan pemantauan rutin terhadap zat-zat
pencemar yang keluar dari aktivitas industri termasuk SO2 agar tidak
membahayakan masyarakat yang tinggal berdekatan langsung dengan area industri
Daftar Pustaka : 73 (1978-2016)
Kata Kunci : ARKL, Asupan SO2, Pemukiman Penduduk Sekitar
PT.Pusri Palembang
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH
PROGRAM STUDY SPECIALIZATION OF ENVIRONMENT HEALTH
Ungraduate Thesis, 6 Desember 2016
Rois Solichin, NIM: 1111101000132
Environment Health Risk Analysis Exposure Sulfur dioxide (SO2) in the
Community Living Around PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang Industry.
(xvii + 132 pages, 21 table, 6 pictures, 8 chart and 5 attachment)
ABSTRACT
Sulfur dioxide (SO2) as one of the air pollutants is largely formed by the
combustion of fossil fuel, therefore fuel power plants with coal has a big role in
producing SO2 in the world. The purpose of this study is to predict the risk of
health problems occured in residents living around industrial of PT. Pupuk
Sriwidjaja (Pusri) Palembang on exposure of SO2 in 2016.
This research is using a quantitative method analysis about the
environmental health risks, conducted during October 2016, with 297 respondents
age more than 17 years old, divided in three clusters area of 800 meters, 1050
meters and 1300 meters, from the center of SO2 emissions in the plant area of PT.
Pusri Palembang.
The results showed the concentration of SO2 in the settlements around the
industrial area of PT. Pusri Palembang is 0.246 mg/m3. The weight with a median
value of 56.4 kg, average daily intake rate is 0.60 m3/h, the time of exposure to a
median 24 hours/day, frequency of exposure to a median 365 days/year, and
duration of exposure to a median of 31 years. Non-carcinogenic intake value
obtained for the intake SO2 (real time) is 0.053 mg/kg/day. The level of risk
obtained is 0.252 (RQ <1), which means there is no risk that can cause health
problems for people living around industrial area of PT. Pusri Palembang.
The conclusion of this paper is the communities living around industrial
area of PT. Pusri Palembang have no risk in getting non-carcinogenic health
problems due to exposure of SO2. However, both the PT. Pusri Palembang and
Palembang city government as policy maker can do further studies and do routine
monitoring of the contaminants out of the industrial activities including SO2 in
order not to endanger the people who live directly close to the industrial area.
Citation : 73 (1978-2016)
Keyword : ARKL, intake SO2, Settements around PT. Pusri Palembang
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2)
PADA MASYARAKAT DI PEMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR
INDUSTRI PT. PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
OLEH:
ROIS SOLICHIN
1111101000132
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, Desember 2016
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes Catur Rosidati. SKM, MKM
NIP: 197210022006042001 NIP: 197502102008012018
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Desember 2016
Mengetahui
Penguji I
Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D
NIP. 19750316 200710 2 001
Penguji II
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, MKKK
Penguji III
Andi Asnifatima, M.Kes
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Rois Solichin
2. Tempat Tanggal Lahir: Palembang, 2 Mei 1994
3. Alamat Asal : Jl. H.A.Halim Perumahan Dosen
Politeknik Negeri Sriwijaya No. 04 RT. 13
RW. 41 Kelurahan Bukit Lama Kecamatan
Ilir Barat I Kota Palembang
4. Alamat Domisili : Jl. Kertamukti, pisangan raya no. 20 RT.03
RW.09 Kelurahan Cireundeu Kecamatan
Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan
5. Agama : Islam
6. Jenis Kelamin : Laki-laki
7. Golongan Darah : A
8. Status : Belum Menikah
9. Program Studi : Kesehatan Masyarakat
10. Nomor Telepon : 085764360644
11. Alamat Email : [email protected]/
II. Riwayat Pendidikan
1. SD Islam Az-Zahrah Kota Palembang
2. SMP Negeri 1 Kota Palembang
3. MA Negeri 3 Kota Palembang
4. Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi penelitian yang
berjudul “ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOKSIDA (SO2) PADA
MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA
PALEMBANG TAHUN 2016”.
Pada penulisan skripsi ini, penulis merasa masih banyak kekurangan baik
teknis maupun materi mengingat akan kemampuan penulis yang belum mencapai
kesempurnaan. Untuk itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan bagi
penulis demi kesempurnaan skripsi penelitian ini.
Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam
menyelesaikan proposal penelitian ini, khususnya kepada :
1. Allah SWT. yang telah memberikan ridho-Nya sehingga dalam pelaksanaan
penelitian ini berjalan dengan lancar sesuai dengan izinnya.
2. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
dan Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, Ph.D selaku Sekretaris Program Studi
Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr.Hj. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen Pembimbing I dan Ibu
Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam proses penyusunan penelitian ini.
viii
5. Kedua Orang Tua saya yang telah membimbing, senantiasa mendoakan,
menemani dan memberi semangat anak-anaknya hingga saat ini. Jasa-jasa
kalian berdua mungkin tidak akan pernah terbalas, akan tetapi kami selaku
anak akan selalu berusaha memberikan yang terbaik kepada kalian.
6. Kepada kedua saudara/i ku Aditya Rachmadi dan Kartika Nur Dilana yang
senantiasa memberikan semangat dan waktu untuk membimbing saya.
7. Sahabat karib seperjuangan, satu daerah, satu pintu kosan, satu piring makan
dan satu gelas minum saya Chandra Perdana, Muslim, Sugi, Haidar, Bahtiar
(BTR), Kak Iid, Hatan dan Kak Bayu. Keluarga besar SJD-SS, teman-teman
seperjuangan di Kesehatan Lingkungan 2011, Kesehatan Lingkungan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta (ENVIHSA)
8. Serta Rekan-rekan mahasiswa kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Semoga kita bisa menjadi ahli kesehatan masyarakat yang bisa
diandalkan didunia nyata nantinya. Ilmu yang dipelajari mendapat berkah dari
Allah swt.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran
serta pencerahan khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, aamiin yarabbalalamin.
Penulis
Rois Solichin
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIASI ................................................................................. i
ABSTRAK .......................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN .....................................................................................iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP............................................................................................vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. xii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xv
DAFTAR ISTILAH .......................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 11
1.3 Pertanyaan Penelitian ............................................................................................ 12
1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 13
1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................... 13
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................................................. 13
1.5 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 15
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti .................................................................................... 15
1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat ................................... 15
1.5.3 Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang ........................................... 15
1.5.4 Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang .................................................. 16
1.5.5 Manfaat Bagi Masyarakat ............................................................................. 16
1.6 Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................... 17
2.1 Sulfur Dioksida ..................................................................................................... 17
2.1.1 Pengertian ..................................................................................................... 17
2.1.2 Karakteristik SO2 .......................................................................................... 19
2.1.3 Sumber Pencemar SO2 ................................................................................. 21
2.1.4 Dampak SO2 .................................................................................................. 23
2.1.4.1 Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan ............................................. 23
2.1.4.2 Dampak SO2 Terhadap Tanah .................................................................. 24
x
2.1.4.3 Dampak SO2 Terhadap Kesehatan Manusia ........................................... 27
2.1.5 Jalur Pajanan SO2 .......................................................................................... 33
2.1.5.1 Inhalasi ..................................................................................................... 33
2.1.5.2 Kontak Kulit/Mata ................................................................................... 37
2.1.5.3 Ingesti ........................................................................................................ 39
2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan ............................................................... 39
2.2.1 Paradigma Penilaian risiko ............................................................................ 39
2.2.2 Karakteristik EKL dan ARKL ...................................................................... 43
2.2.3 Identifikasi Bahaya ....................................................................................... 47
2.2.4 Penilaian Dosis Respon ................................................................................. 48
2.2.5 Analisis Pemajanan ....................................................................................... 51
2.2.6 Karakteristik Risiko ..................................................................................... 54
2.2.7 Manajemen Risiko ........................................................................................ 55
2.3 Paradigma Kesehatan Lingkungan ........................................................................ 58
2.4 Kerangka Teori ..................................................................................................... 60
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ............................. 62
3.1 Kerangka Konsep .................................................................................................. 62
3.2 Definisi Operasional ............................................................................................. 64
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 68
4.1 Desain Penelitian .................................................................................................. 68
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................................ 68
4.3 Subjek Studi .......................................................................................................... 70
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................ 70
4.4.1 Populasi Subyek ................................................................................................... 70
4.4.2 Sampel.................................................................................................................. 70
4.4.3 Pengambilan dan Perhitungan Sampel Manusia ........................................... 71
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Lingkungan (SO2) .......................................... 73
4.4.5 Metode Pengukuran Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2) ...................................... 75
4.4.6 Analisa Sampel SO2 ...................................................................................... 76
4.4.6.1 Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien ...................................... 77
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data ............................................................................ 78
4.6 Teknik dan Analisis Data ...................................................................................... 80
4.6.1 Analisis Univariat ......................................................................................... 80
xi
4.6.2 Analisis Risiko .............................................................................................. 81
BAB V HASIL .................................................................................................................. 84
5.1 Profil Lokasi Penelitian ......................................................................................... 84
5.2 Karakteristik Responden ....................................................................................... 84
5.2.1 Umur .................................................................................................................... 84
5.2.2 Jenis Kelamin ....................................................................................................... 86
5.2.3 Jenis Pekerjaan ..................................................................................................... 87
5.3 Deskriptif Variabel Penelitian .............................................................................. 88
5.3.1 Konsentrasi SO2 ................................................................................................... 90
5.3.2 Berat Badan .......................................................................................................... 92
5.3.3 Laju Asupan ......................................................................................................... 93
5.3.4 Waktu Pajanan ..................................................................................................... 95
5.3.5 Frekuensi Pajanan ................................................................................................ 96
5.3.6 Durasi Pajanan ..................................................................................................... 98
5.3.7 Nilai Intake (Asupan SO2) ................................................................................... 99
5.3.8 Karakteristik Risiko ........................................................................................... 102
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................... 107
6.1 Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 107
6.2 Konsentrasi SO2 di Udara ................................................................................... 107
6.3 Berat Badan ......................................................................................................... 111
6.4 Laju Asupan ........................................................................................................ 112
6.5 Waktu Pajanan .................................................................................................... 113
6.6 Frekuensi Pajanan ............................................................................................... 115
6.7 Durasi Pajanan .................................................................................................... 116
6.8 Nilai Intake (Asupan SO2) .................................................................................. 118
6.9 Karakteristik Risiko ............................................................................................ 120
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 124
7.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 124
7.2 Saran ................................................................................................................... 125
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 126
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2 ........................................................................................... 20
Tabel 2.2 Dampak Paparan SO2 Terhadap Kesehatan Manusia................................ 29
Tabel 2.3 Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok
Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang ............................................ 36
Tabel 2.4 Contoh RfC beberapa agen risiko atau spesi kimia jalur inhalasi ............. 50
Tabel 2.5 Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi .... 52
Tabel 5.1 Distribusi Usia Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar Kawasan
PT.Pusri Palembang Tahun 2016 .............................................................. 85
Tabel 5.2 Gambaran Umur Responden di Pemukiman Sekitar Kawasan PT.Pusri
Palembang Tahun 2016 ............................................................................. 85
Tabel 5.3 Distribusi Jenis Kelamin Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar
PT.Pusri Palembang Tahun 2016 ............................................................. 86
Tabel 5.4 Distribusi Jenis Pekerjaan Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar
PT. Pusri Palembang Tahun 2016 ............................................................. 87
Tabel 5.5 Distribusi Konsentrasi SO2, Berat Badan, Laju Asupan, Waktu Pajanan,
Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Masyarakat di Pemukiman
Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016 .................................................. 89
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Konsentrasi SO2 di Pemukiman Sekitar PT. Pusri
Palembang Tahun 2016 ............................................................................. 91
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan tiap Cluster .. 92
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Laju Asupan tiap Cluster . 94
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pajanan tiap
Cluster ....................................................................................................... 95
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan tiap
Cluster ....................................................................................................... 97
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Durasi Pajanan tiap
Cluster ....................................................................................................... 98
Tabel 5.12 Distribusi Menurut Asupan Pajanan SO2 ................................................ 100
xiii
Tabel 5.13 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Asupan Pajanan SO2 ...... 101
Tabel 5.14 Distribusi Menurut Karakteristik Risiko ................................................. 102
Tabel 5.15 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Besar Risiko ................... 103
Tabel 5.16 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,15 sampai 30 Tahun yang akan
datang ........................................................................................................ 104
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ........................................................................ 39
Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko ............ 41
Bagan 2.3 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menentukan tipe studi
mana yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkungan
terhadap kesehatan manusia ...................................................................... 46
Bagan 2.4 Ruang lingkup langkah-langkah analisis risiko ....................................... 47
Bagan 2.5 Alur Kerja ARKL ..................................................................................... 57
Bagan 2.6 Kerangka Teori ARKL SO2 ..................................................................... 61
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ARKL ......................................................................... 63
Bagan 4.1 Skema Rangkaian Alat Sampling SO2 ..................................................... 75
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media ................................................. 38
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan ....................................................... 59
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian .................................................................................. 69
Gambar 4.2 Cluster Sampling .................................................................................. 71
Gambar 4.3 Titik Pengambilan Sampel Udara ......................................................... 74
Gambar 5.1 Prakiraan Besar Risiko 5,10,15,20,25 sampai 30 tahun yang akan
datang ................................................................................................. 106
xvi
DAFTAR ISTILAH
µg/Nm3 : Mikrogram per newton meter kubik
mg/m3 : Miligram per meter kubik
AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
ARKL : Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
ATSDR : Agency for Toxic Substances and Disease Registry
BLH : Badan Lingkungan Hidup
BLHD : Badan Lingkungan Hidup Daerah
BMKG : Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
BPS : Badan Pusat Statistik
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CSF : Cancer Slope Factor
DDT : Dichloro-Dhphenyl-Trichloroethane
Depkes : Departemen Kesehatan
ECR : Excess Cancer Risk
EHRA : Enivonmental Health Risk Assesment
EPA : Environmental Protect Agency
GRK : Gas Rumah Kaca
H2SO4 : Asam Sulfat
Ha : Hektar
IARC : International Agency for Research on Cancer
IPCS : International Programme On Chemical Safety
Kemendagri : Kementrian Dalam Negeri
Kemenkes : Kementrian Kesehatan
LOAEL : Low Observed Adverse Effect Level
xvii
LSM : Lembaga Swadaya Masyarakat
MRL : Minimum Risk Level
NAAQS : National Ambient Air Quality Standard
NO2 : Nitrogen dioksida
NOAEL : No Observed Adverse Effect Level
NRC : National Research of Cancer
OSHA : Occupational Safety and Health Administration
PermenLH : Peraturan Menteri Lingkungan Hidup
PP : Peraturan Pemerintah
PPM : Particulate Per Meter
PT : Perseroan Terbatas
PUSRI : Pupuk Sriwidjaja
RfC : Reference Concentration
RfD : Reference Dose
RI : Republik Indonesia
RQ : Risk Quotient
SF : Slope Factor
SNI : Standar Nasional Indonesia
SO2 : Sulfur dioksida
SO3 : Sulfur trioksida
SOx : Sulfur oksida
UU : Undang-Undang
UUD : Undang-Undang Dasar
WBG : World Bank Group
WHO : World Health Organization
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Polusi udara saat ini menjadi salah satu masalah bagi kehidupan
makhluk hidup terutama kesehatan manusia di dunia. Seiring
bertambahnya jumlah pengguna kendaraan bermotor, membuat lingkungan
semakin dipenuhi dengan udara-udara yang tidak sehat. Belum lagi
berdirinya pabrik-pabrik besar yang ikut berkontribusi mencemari udara
yang ada di atmosfer dunia ini (Amelia, 2014).
Dalam urutan prioritas masalahnya, sumber polusi udara antara lain
berasal dari sektor (1) transportasi, terutama mobil dan truk; (2)
pembangkit tenaga listrik yang membakar batubara atau minyak; dan (3)
industri, yang pelaku utamanya adalah pabrik baja, peleburan logam,
kilang minyak, pabrik pulp dan kertas. Pada saat ini dunia industri adalah
sumber terbesar penghasil polusi udara yang ada di dunia dan terus
mengalami pertumbuhan di setiap tahunnya.
Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai
dengan lonjakan produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan
peningkatan substansi kimiawi sumber pencemaran udara. Konsentrasi
pencemaran udara di beberapa kota besar dan daerah industri Indonesia
menyebabkan munculnya kasus-kasus gangguan pernapasan, iritasi pada
mata dan telinga, serta mengakibatkan gangguan jarak pandang
2
(visibilitas) yang sering menimbulkan kecelakaaan lalu lintas
(Soedomo,2001).
Pertumbuhan industri sendiri terjadi dimulai dari sebelum krisis
moneter yang terjadi di Indonesia hingga perkembangannya pada saat ini.
Laju pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas berkisar 12% sebelum
terjadinya krisis moneter dan sempat menurun menjadi 6,1% pada tahun
1997 dan bahkan hingga 13,1% pada tahun 1998. Sedangkan laju
pertumbuhan yang terjadi di industri nonmigas pada tahun 2003 dan 2004
berturut-turut adalah 5,57% dan 7,7%. Pada tahun 2004, laju pertumbuhan
tertinggi tercatat pada industri alat angkut, mesin dan peralatan yaitu
17,7% yang kemudian disusul oleh industri lainnya sebesar 15,1% yang
tersebar di seluruh Indonesia (Pasaribu, 2012).
Tahun 2012 lalu seperti yang data yang dikeluarkan oleh Badan
Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari 3 juta orang di dunia tewas
karena terpapar polusi udara luar ruang. Sebanyak 72% kematian akibat
polusi luar ruang disebabkan oleh jantung dan stroke, 14% penyakit paru
obstruktif kronik atau infeksi pernapasan bawah akut dan 14% lainnya
disebabkan oleh kanker paru-paru. WHO mengkategorikan polusi udara
luar ruangan sebagai pemicu resiko kesehatan lingkungan tunggal terbesar
di dunia. Pada 2014, sekitar 92% populasi manusia tinggal di kawasan
kualitas udara yang buruk menurut WHO dan 87% diantaranya tinggal di
negara-negara yang terpapar polusi udara dalam tingkat yang
membahayakan terutama pada daerah Pasifik Barat dan Asia Tenggara..
Laporan ini menggunakan ukuran yang lebih ketat dibandingkan data
3
serupa yang diterbitkan WHO pada tahun 2011 lalu yang hasilnya
menyimpulkan kalau ketika itu saja kualitas udara di dunia telah
memburuk.
Berdasarkan data yang didapat dari Kementrian Lingkungan Hidup
(2014) sektor transportasi merupakan sumber pencemar udara dan Gas
Rumah Kaca (GRK) yang penting di perkotaan. Hasil inventarisasi emisi
yang dilakukan di Kota Palembang dan Surakarta dengan menggunakan
basis data tahun 2010, menunjukan kontribusi emisi partikel halus dari
sektor transportasi (sumber bergerak) sebesar 50%-70% dari total emisi
partikel halus dan sekitar 75% dari total emisi gas-gas berbahaya terhadap
kesehatan. Sumber emisi pencemar partikel halus lainnya adalah industri,
rumah tangga, komersial, dan lain-lain. Sedangkan, emisi GRK dari sektor
transportasi di perkotaan adalah sekitar 23% dari total emisi GRK dari
seluruh sumber (Kementrian Lingkungan Hidup, 2014).
Sulfur dioksida (SO2) yang termasuk kedalam gas rumah kaca juga
berperan sebagai polutan pencemaran udara dapat berasal dari aktivitas
antropogenik atau hasil dari kegiatan manusia seperti aktivitas transportasi,
kegiatan industri, maupun dari aktivitas pembangkit listrik yang
menggunakan bahan bakar minyak, gas, batubara, maupun kokas
(Wiharja, 2002). Sumber kedua berasal dari kegiatan alamiah di bumi
seperti letusan gunung berapi dan batuan yang mengandung sulfur.
Pencemaran udara oleh SO2 disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak
berwarna, yaitu Sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan
keduanya disebut sebagai SOx. Sulfur dioksida (SO2) mempunyai
4
karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan
sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif (Rusmayadi,
2010).
Seiring dengan meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil
berbanding lurus dengan konsentrasi SO2 yang juga ikut terus meningkat.
Di Asia, jumlah emisi SO2 terus mengalami peningkatan yang cukup
signifikan. Pada tahun 1970, emisi SO2 sekitar 11,25 juta ton dan
meningkat menjadi 20 juta ton SO2 pada tahun 1986 (Hammed and
Dignon, 1992 dalam Dewi, 2007). Indonesia sendiri, jumlah emisi SO2
terus mengalami peningkatan mencapai 797 ribu metrik ton pada tahun
1995 (Earth Trends Country Profiles, 2003 dalam, Dewi 2007).
Sedangkan menurut Sugiyono (2000) SO2 yang berasal dari pembangkit
listrik dengan bahan bakar batubara mempunyai pangsa yang paling besar
diantara lainnya yaitu sebesar 42,0% dari total pembangkitan. Pangsa yang
kedua adalah pembangkit listrik yang menggunakan gas alam yaitu sebesar
38,8%. Sisanya adalah pembangkit listrik tenaga diesel (8,7%),
pembangkit listrik tenaga air (6,9%) dan pembangkit listrik tenaga panas
bumi (3,6%).
Pencemaran SO2 yang melebihi ambang batas atau baku mutu
yaitu sekitar 900 µg/Nm3 (PP RI no. 41 tahun 1999) juga secara langsung
bisa memberikan dampak pada mahkluk hidup apabila tercampur dengan
unsur air pada saat berada di atmosfer yaitu membentuk suatu ikatan Asam
sulfat (H2SO4) atau lebih dikenal sebagai hujan asam yang berdampak
terhadap makhluk hidup maupun makhluk tak hidup di permukaan bumi.
5
Bagi makhluk hidup seperti manusia, SO2 maupun ikatan H2SO4
berdampak terhadap kesehatan seperti penyakit pernafasan (bronchitis)
ataupun pada tanaman berdampak kepada kematian pada tanaman tersebut.
Sedangkan, bagi makhluk tak hidup seperti benda-benda mati, H2SO4
dapat mengakibatkan korosif pada benda tersebut. Sedangkan menurut
Achmadi (2012) dampak pencemaran udara terhadap tubuh manusia
sangat luas mulai dari hal yang bersifat lokal dan sistemik. Paru adalah
target utamanya selain dari organ lainnya seperti tenggorokan hingga ke
saluran pencernaan. Pengaruh utama polutan SO2 terhadap manusia adalah
iritasi sistem pernapasan. Oleh Karena itu, SO2 dianggap pencemar yang
berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap orang tua dan penderita yang
mengalami penyakit kronis pada sistem pernapasan kardiovaskular
(Zakaria dan Azizah, 2013).
Berdasarkan data prevalensi penyakit yang dihimpun oleh
Kementrian Kesehatan melalui Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 kategori
penyakit yang berasal dari agen lingkungan (udara), prevalensi infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) di Indonesia menurut Riskesdas 2013
sebesar 25% tidak jauh berbeda dengan prevalensi ISPA pada laporan
Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar 25,5%. Namun, prevalensi ISPA di
Provinsi Sumatera Selatan mengalami peningkatan dari 17,5% pada tahun
2007 menjadi 20% pada tahun 2013. Untuk prevalensi ISPA di Kota
Palembang sendiri pada tahun 2014 sebesar 13,8%, sedangkan data yang
berhasil dihimpun dari Dinas Kesehatan Kota Palembang (2014) dari 10
6
penyakit terbesar, prevalensi ISPA di pemukiman penduduk sekitar PT.
Pupuk Sriwidjaja (Pusri) Palembang sebesar 11,47%.
Kota Palembang sebagai kota terbesar ke-7 di Indonesia
mempunyai luas wilayah 374,03 Ha dengan jumlah kecamatan sebanyak
16 dan 107 kelurahan/desa (BPS Kota Palembang, 2012). Sedangkan,
jumlah penduduk berdasarkan data Kemendagri sampai tahun 2011
berjumlah 1.611.309 jiwa (Kemendagri, 2013) disebut sebagai pusat
pemerintahan di Sumatera Selatan pastinya memiliki berbagai aktivitas
padat seperti transportasi, perniagaan, pendidikan, industri, pemerintahan
dan lainnya, termasuk kegiatan perindustrian yang dijalankan PT. Pusri
Palembang. PT. Pusri Palembang yang dikenal masyarakat sekitar adalah
perusahaan yang bergerak dalam produksi dan distribusi pupuk urea ke
seluruh wilayah Indonesia dan yang terbesar se-Asia Tenggara. PT. Pusri
Palembang terletak berdekatan dengan pusat perkotaan Kota Palembang
yaitu di pinggiran sungai Musi sebagai salah satu ikon dari kota yang
dikenal sebagai Venesia nya Asia Tenggara.
Pada proses pembuatan pupuk urea PT. Pusri Palembang, limbah
yang dikeluarkan mengandung hasil sampingan udara kotor (impurities)
SO2 dalam bentuk gas yang dihasilkan oleh boiler-boiler dan alat-alat
pembangkit energi listrik yang ada di kawasan pabrik PT. Pusri
Palembang. Sama halnya yang disimpulkan oleh Dwirani (2004) baik itu
limbah udara berupa ammonia maupun limbah gas-gas lainnya seperti SO2
dan NO2, apabila limbah ini dibuang langsung ke udara ambien dan
langsung dimanfaatkan oleh manusia untuk bernapas maka hal ini akan
7
mempengaruhi kualitas udara ambien dan mengurangi derajat kesehatan
manusia. Tidak hanya akan memberikan potensi bahaya terhadap pekerja,
melainkan juga terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik
Berdasarkan hasil pemantauan lingkungan polutan yang
diakibatkan oleh aktivitas indutri seperti yang terjadi di sekitar
permukiman PT. Pusri Palembang yang dilakukan oleh Laboratorium
Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan (BLH
Sumsel, 2014) didapatkan hasil rata-rata kadar pencemaran udara oleh gas
SO2 sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam pada pematuan di 5 titik sekitar
pemukiman PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang. Nilai tersebut memang
belum melewati ambang batas SO2 yaitu 900 µg/Nm3/1jam yang
dikeluarkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no. 41 Tahun
1999.
Namun, beradasarkan perhitungan analisis risiko kesehatan
lingkungan (ARKL) yang dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
nilai default untuk pola aktivitas (waktu, frekuensi dan lama pajanan),
berat badan dan konsentrasi referensi SO2 sebesar 0,026 mg/m3 dari faktor
pajanan inhalasi (EPA, 1990 dalam Kemenkes 2012) dengan nilai
konsentrasi sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam menghasilkan tingkat risiko
sebesar 2,5 (RQ≥1) atau dikategorikan tidak aman dan berisiko
menimbulkan gangguan kesehatan bagi masyarakat yang tinggal di
pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, PT. Pusri Palembang
sebagai industri yang telah lama berdiri dan beroperasi di Kota Palembang
8
menghasilkan suatu dampak lingkungan dari kegiatannya tersebut. Hal ini
didukung dengan letak geografisnya yang berada sangat dekat dengan
permukiman masyarakat Kota Palembang dan aliran Sungai Musi.
Dampak lingkungan yang dimaksud disini adalah seberapa besar dampak
penting baik yang bersifat positif maupun negatif yang akan dihasilkan
dari kegiatan PT. Pusri Palembang yang akan mempengaruhi masyarakat
yang tinggal di sekitarnya baik itu dari komponen fisik, kimia, biologi,
sosial-ekonomi-budaya dan kesehatan masyarakat yang terkena dampak
dari kegiatan industri ini. Untuk menilai seberapa besar dampak
lingkungan dari suatu usaha dan/atau kegiatan diperlukan suatu analisis
mengenai dampak lingkungan.
Analisis mengenai dampak lingkungan atau yang lebih dikenal
dengan sebutan AMDAL berisi panduan kajian yang harus dilaksanakan
bagi suatu kegiatan atau usaha mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga penilaian akhir kegiatan usaha itu beroperasi. Seberapa besar
dampak dari segi lingkungan fisik, biologi, kimia, sosial, ekonomi dan
budaya yang akan timbul dari kegiatan dan/atau suatu usaha. Pedoman
maupun peraturan-peraturan yang mengatur keberlangsungan proses
AMDAL terdiri dari Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun
2009 pasal 47 ayat 2 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 1999 tentang analisis
mengenai dampak lingkungan sampai Keputusan Menteri Kesehatan
nomor 876 tahun 2001 tentang pedoman teknis analisis dampak kesehatan
lingkungan.
9
Tujuan dilaksanakannya studi AMDAL ini merupakan untuk
menjamin agar sesuatu usaha dan/atau kegiatan pembangunan dapat
beroperasi secara berkelanjutan tanpa merusak lingkungan atau layak dari
aspek lingkungan hidup. Dengan kelayakan lingkungan tersebut, berarti
bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan pembangunan tersebut diharapkan
akan mampu meminimalkan kemungkinan dampak negatif yang
kemungkinan timbul, serta dapat memanfaatkan dan mengelola sumber
daya alam secara efisien (Sucipto dan Asmadi, 2011). Selain itu, tujuan
AMDAL untuk merumuskan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan dari rencana usaha dan/atau kegiatan tersebut.
Salah satu ilmu yang dipakai di dalam studi AMDAL adalah
analisis risiko kesehatan lingkungan (ARKL) dimana berfungsi untuk
menghitung dan memprakirakan seberapa besar risiko kesehatan
manusia yang akan ditimbulkan dari kegiatan industri tersebut. Dalam hal
ini ARKL berperan dari segi dampak kesehatan masyarakat dari kegiatan
usaha yang dilakukan Oleh PT. Pussri Palembang. Baik ARKL maupun
AMDAL itu sendiri memiliki konsep yang sama yaitu pelaksanaannya
bukan hanya terletak pada saat kegiatan atau usaha baru akan didirikan
dan bukan hanya semata-mata hanya untuk mendapatkan sertifikat izin
kelayakan membangun suatu kegiatan atau usaha melainkan bisa
dilakukan kapan saja yaitu mulai dari perencanaan, pelaksanaan dalam hal
ini pada saat kegiatan ini sedang berlangsung maupun penilaian pada saat
kegiatan sudah tidak beroperasi.
10
Dari hasil data sekunder yang didapatkan dari Badan Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Sumatera Selatan yaitu konsentrasi di sekitar
kawasan industri PT. Pusri Palembang sebesar 180,4 µg/Nm3/1jam dan
setelah dihitung dengan menggunakan rumus ARKL oleh peneliti
didapatkan hasil berupa risiko tidak aman bagi kesehatan masyarakat
sekitar sehingga pentingnya suatu proses audit lingkungan hidup yang
tertera dalam studi AMDAL. Maka salah satu cara untuk melaksanakan
bagian dari proses audit lingkungan hidup ini dengan menggunakan
pendekatan analisis risiko kesehatan lingkungan dimana berfungsi untuk
menilai dan memprakirakan dampak kesehatan yang ditimbulkan dari
kegiatan usaha yang dilaksanakan PT. Pusri Palembang sejauh ini bagi
kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi industri.
Sampai pada saat penelitian ini dilakukan, belum ditemukannya
penelitian dengan topik yang serupa menggunakan pendekatan ARKL
untuk mengukur tingkat risiko kesehatan oleh pajanan SO2 pada
masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri Palembang.
Sampel manusia pada penelitian ini terfokus kepada orang dengan
kelompok umur dewasa dikarenakan kelompok umur dewasa rata-rata
memiliki laju inhalasi yang lebih besar dibandingkan kelompok umur
lainnya seperti anak-anak dan remaja. Pajanan SO2 sendiri lebih banyak
berdampak pada orang dewasa dibandingkan dengan anak-anak maupun
remaja (ATSDR, 1998). Oleh karena itu, maka diperlukanlah suatu analisis
risiko kesehatan lingkungan untuk memprediksikan apakah pencemaran
11
udara oleh polutan SO2 dapat membahayakan kesehatan pada masyarakat
yang bermukim di sekitar industri PT.Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil perhitungan analisis risiko kesehatan yang
dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan nilai konsentrasi SO2 yang
didapatkan dari hasil pengukuran oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH)
Provinsi Sumatera Selatan pada daerah pemukiman yang berada di sekitar
industri PT. Pusri Palembang tahun 2014 menghasilkan tingkat risiko tidak
aman (RQ ≥1) bagi masyarakat yang tinggal di permukiman sekitar
industri PT. Pusri Palembang. Udara yang mengandung SO2 dengan
konsentrasi yang terus meningkat secara terus-menerus dapat
menyebabkan gangguan kesehatan seperti gangguan pada iritasi
tenggorokan, iritasi mata, batuk hingga berbahaya pada sistem pernafasan
kardiovaskular.
Mengacu kepada Keputusan Menteri Kesehatan nomor 876 tahun
2001 tentang pedoman teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan dan
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2009 tentang
pengelolaan lingkungan hidup perlu adanya suatu proses evaluasi
mengenai dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktivitas kegiatan
yang selama ini PT. Pusri Palembang jalankan termasuk didalamnya
memprakirakan tingkat risiko dari limbah yang PT. Pusri Palembang
buang ke lingkungan sekitarnya. Hal ini pun didukung dengan belum
pernah diadakannya penelitian terkait penilaian risiko kesehatan pajanan
12
SO2 pada masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri
Palembang.
Dalam teknisnya limbah udara emisi yang dikeluarkan oleh PT.
Pusri Palembang berupa emisi natural berupa ammonia dan debu urea
yang lebih mendominasi dibandingkan emisi buangan lainnya seperti
sulfur dioksida, nitrogen dioksida dan opasitas yang dihasilkan oleh
packed-packed boiler dan pembangkit listrik yang ada di kawasan pabrik.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran konsentrasi
SO2 yang dihasilkan oleh packed-packed boiler tadi yang terdispersi ke
dalam udara ambien di pemukiman penduduk sekitar industri PT. Pusri
Kota Palembang serta mengetahui besar risiko yang ditimbulkan dari
konsentrasi SO2 tersebut bagi kesehatan masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pusri Palembang.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Berapa nilai konsentrasi SO2 di udara ambien di pemukiman sekitar
industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?
2. Berapa nilai berat badan masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT.
Pupuk Sriwidjaja pada tahun 2016?
3. Berapa nilai laju asupan pajanan SO2 pada masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang pada tahun 2016?
4. Berapa nilai waktu pajanan (jam/hari) masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016?
13
5. Berapa nilai frekuensi pajanan (hari/tahun) masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016?
6. Berapa nilai durasi pajanan (tahun) masyarakat yang bermukim di sekitar
industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016?
7. Berapa nilai Intake (Asupan SO2) masyarakat yang bermukim di sekitar
industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang yang terhirup udara yang
mengandung SO2 pada tahun 2016?
8. Berapa besar nilai risiko kesehatan pada masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang akibat pajanan SO2 pada
tahun 2016?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memprakirakan besaran risiko
gangguan kesehatan pada penduduk yang bermukim di sekitar industri PT.
Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang terhadap pajanan polutan sulfur SO2
pada tahun 2016.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahui nilai konsentrasi SO2 dalam udara ambien di sekitar
pemukiman PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016
14
2. Diketahui nilai berat badan masyarakat yang menghirup udara yang
diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri PT. Pupuk
Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.
3. Diketahui nilai laju asupan SO2 pada masyarakat yang menghirup
udara yang diperoleh dari udara yang mengandung SO2 di industri
PT. Pupuk Sriwidjaja Kota Palembang pada tahun 2016.
4. Diketahui nilai waktu pajanan (jam/hari) terhadap udara terhirup yang
mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk
Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2016
5. Diketahui nilai frekuensi pajanan (hari/tahun) SO2 terhadap
masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja
Palembang tahun 2016.
6. Diketahui nilai durasi pajanan (tahun) terhadap udara terhirup yang
mengandung SO2 yang diperoleh dari aktivitas industri PT. Pupuk
Sriwidjaja Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun
2016
7. Berapa nilai Intake (Asupan SO2) pada masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang?
8. Diketahui besar risiko kesehatan pada masyarakat yang bermukim di
sekitar industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang tahun 2016
15
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan tolak ukur bagi penelitian selanjutnya
mengenai cemaran udara oleh SO2 di udara Kota Palembang akibat dari
buangan limbah udara (gas) pabrik PT. Pusri Palembang serta dapat
mengembangkan ilmu ARKL sebagai disiplin ilmu untuk mendukung
perkembangan ilmu kesehatan dalam meprediksikan dampak kesehatan
dari suatu pajanan agent biologi maupun kimia di masa yang akan datang.
1.5.2 Manfaat Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai masukan untuk
penelitian berikutnya dengan mengembangkan metode yang lebih luas
ruang lingkupnya. Informasi dari penelitian ini juga dapat menjadi bahan
tambahan ilmu untuk pengembangan kemampuan mahasiswa untuk
meningkatkan kompetensi dan kemampuan yang dimiliki mahasiswa
program studi kesehatan masyarakat.
1.5.3 Manfaat Bagi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Hasil penelitian ini nantinya akan menjadi informasi tambahan
kepada pihak perusahaan dalam hal mengevaluasi besaran konsentrasi
emisi SO2 yang selama ini dibuang ke lingkungan luar (udara ambien) dan
dampaknya pada makhluk hidup di sekitarnya. Selain itu, studi ARKL ini
juga dapat menjadi studi pendukung dalam proses pemantauan dan
evaluasi dari kegiatan aktivitas industri yang dilakukan pihak perusahaan.
16
1.5.4 Manfaat Bagi Pemerintah Kota Palembang
Sebagai informasi batas baku mutu cemaran udara oleh SO2 yang
ditoleransi serta sebagai acuan tolak ukur pembentukan regulasi-regulasi
yang memungkinkan jika cemaran udara oleh SO2 tersebut melebihi baku
mutu yang telah ada. Ataupun sebagai acuan bagi pemerintah untuk lebih
mengkritisasi dan mengawasi secara penuh aktivitas-aktivitas yang
memungkinkan terjadi pencemaran.
1.5.5 Manfaat Bagi Masyarakat
Masyarakat mengetahui sebagai suatu informasi seberapa besar
tingkat pencemaran udara oleh SO2 yang berasal dari asap hasil buangan
limbah PT. Pusri Palembang yang mereka buang serta aktivitas
transportasi yang berada berdekatan dengan lokasi penelitian
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kota Palembang pada bulan Oktober
2016. Jenis penelitian dalam penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode analisis risiko kesehatan sebagai dampak
pajanan SO2 terhadap masyarakat. Penelitian ini untuk memprakirakan
risiko aman atau tidaknya pajanan SO2 terhadap masyarakat yang
bermukim di sekitar industri PT. Pusri Kota Palembang tahun 2016.
Sampel penelitian merupakan masyarakat Kota Palembang yang berada
pada daerah sekitar industri PT. Pusri Palembang dengan radius
pengamatan 1.300 meter dari titik sumber emisi boiler- boiler pabrik yang
menghasilkan polutan SO2. Masyarakat yang dimaksud adalah kelompok
umur manusia dewasa dikarenakan orang dewasa dapat menerima dosis
17
yang lebih besar karena mereka memiliki laju inhalasi yang lebih besar,
rasio berat badan dan peningkatan volume/menit dibandingkan kelompok
umur anak-anak ataupun kelompok umur lainnya.
Pengukuran konsentrasi polutan SO2 diukur dengan menggunakan
alat pengukuran udara ambien (impinger) milik Balai Teknik Kesehatan
Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Kota Palembang dengan
metode Pararosanilin. Data dianalisis dengan menggunakan analisis
univariat dan analisis risiko.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sulfur Dioksida
2.1.1 Pengertian
Sulfur dioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan bau yang
menyengat. Berbentuk cairan ketika berada di bawah tekanan, dan
dengan mudah larut dalam air. SO2 di udara berasal dari kegiatan seperti
pembakaran batubara dan minyak di pembangkit listrik atau dari
peleburan tembaga. Di alam sendiri, SO2 dapat dilepaskan ke udara dari
letusan gunung berapi (ATSDR, 1998).
Sulfur dioksida dalam jumlah besar digunakan sebagai perantara
dalam pembuatan asam sulfat dan pulp sulfit. Hal ini juga digunakan
dalam pertanian dan di industri makanan dan minuman seperti, antara
lain, biosida dan pengawet. (IARC, 1997). SO2 merupakan salah satu
jenis agen oksidasi dan agen reduksi pada temperatur ruangan. Di
atmosfer, SO2 memiliki kemampuan bereaksi secara fotokimia ataupun
katalitik dengan material lain yang dapat membentuk sulfur trioksida,
asam sulfur, dan garam dari asam sulfur.
Pembakaran bahan bakar merupakan sumber utama pencemar
SO2. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang
menghasilkan SO2. Sulfur merupakan kontaminan yang tidak
dikehendaki di dalam lohgam dan biasanya lebih mudah untuk
menghasilkan sulfur dari logam kasar daripada penghasilkannya dari
produk logam akhirnya. Oleh Karena itu, SO2 secara rutin diproduksi
19
sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat
di udara (Cahyono, 2011).
Pada konsentrasi antara 0,8 ppm-1 ppm di udara, kehadirannya
dapat dirasakan oleh kebanyakan orang, bahkan jika konsentrasinya lebih
dari 8 ppm, gas ini berbau tajam dan dapat menyebabkan iritasi pada
manusia.
2.1.2 Karakteristik SO2
Berdasarkan sifat kimia, SO2 adalah gas tidak berwarna dengan
bau yang menyengat. SO2 sangat mudah larut dalam air. Hal ini tidak
bisa terbakar (ATSDR, 1998). Konsentrasi untuk terdeteksi pada indera
perasa adalah 0,3-1 ppm di udara dan ambang bau adalah 0,5 ppm. Gas
ini bersifat iritan . SO2 merupakan senyawa kimia dengan rumus kimia
SO2 yang tersusun dari 1 atom sulfur dan 2 atom oksigen.
Reaksi : S(g) + O2(g) SO2(g)
Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat
reaktif terhadap gas yang lain .Berdasarkan sifat fisika SO2 memiliki titik
didih -100 C, titik lebur -75,50 C, berat jenis relatif (air =1) 1,4.
Kelarutannya dalam air adalah 8,5 dalam 100 ml air pada suhu 250 C.
Gas ini lebih berat dari udara, berat jenis uap relatif di udara 2,25
sedangkan berat jenis relatif udara adalah 1.
Bau yang menyengat biasanya cukup untuk mendeteksi
kehadiran dari SO2. Kebanyakan orang dapat mendeteksi SO2 pada
tingkat 1 sampai 3 ppm (1 ppm setara dengan 2,62 mg/m3). SO2 bersama
dengan pencemar lainnya (CO, CO2, NO2, N2O, TSP, metana, senyawa
20
halogen, partikel logam, dll) merupakan pencemar udara primer yang
komposisi atau kadarnya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer
baik secara kimia maupun fisis dalam jangka waktu relatif lama yaitu
harian sampai dengan tahunan.
Berdasarkan penelitian terhadap sebaran SO2, jarak tempuh dari
SO2 pada sumber titik pencemar (point source) dapat mencapai 3.000
meter horizontal (Suryani S.,et al, 2010 dalam Purnama 2013). Emisi
pencemar udara yang termasuk didalamnya SO2 itu sendiri dapat
menyebar sesuai dengan kondisi meteorologis setempat terutama arah
angin rata-rata dan fluktuasi kecepatan turbulen, serta stabilitas atmosfer
yang sangat dinamis antara temporal maupun spasial (Oke, 1986;
Nasstrom dkk., 2000; Stroh dkk., 2005 dalam Turyanti dkk., 2016).
Tabel 2.1 Sifat Fisik SO2
Berat Molekul : 64,06 dalton
Titik Didih (760
mmHg)
: 14,00F (-100C)
Titik Beku : -99,40F (-72,70C)
Tekanan Uap : 2538 mmHg di 70,0 EF (21,10C)
Uap kepadatan : 1,43 g/ml (air = 1,00)
21
Kelarutan air : Larut dalam air (11,3 g/100 ml pada 680 F [200C])
Sifat : Mudah terbakar
Sumber: ATSDR,2014
Sulfur dioksida larut dalam air atau uap untuk membentuk asam
sulfur. Banyak logam termasuk seng, aluminium, cesium, dan besi
terbakar di pemanas SO2. SO2 bereaksi eksplosif ketika kontak dengan
natrium hidrida. SO2 terbakar bila dicampur dengan lithium asetilena
diamino karbida atau acetylide lithium ammonia (ATSDR, 2014).
2.1.3 Sumber Pencemar SO2
Sulfur Dioksida berasal dari dua sumber yakni sumber alamiah dan
buatan. Sumber-sumber SO2 alamiah adalah gunung-gunung berapi,
pembusukan bahan organik oleh mikroba dan reduksi sulfat secara
biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan
menghasilkan H2S yang cepat berubah menjadi SO2 sebagai berikut :
H2S(g) + 3/2 O2(g) SO2(g) + H2O(l)
Sumber-sumber SO2 buatan adalah pembakaran bahan bakar
minyak,gas dan batubara yang mengandung sulfur tinggi. Gas belerang
dioksida terutama dilepaskan dari pembakaran bahan bakar fosil (75%
sampai 85% dari sumber-sumber industri), peleburan bijih sulfida, emisi
vulkanik, dan beberapa sumber alam lainnya. Ini adalah polutan udara
utama, namun SO2 memiliki banyak kegunaan industri dan
22
pertanian. Kadang-kadang ditambahkan sebagai penanda peringatan dan
tahan api untuk fumigants gandum cair. Sekitar 300.000 ton digunakan
setiap tahun untuk memproduksi hydrosulfites dan bahan kimia yang
mengandung sulfur lainnya (40%); untuk pemutih pulp kayu dan kertas
(20%); proses, hama, dan pemutih makanan (16%); untuk limbah dan
pengolahan air (10%); dalam logam dan bijih pemurnian (6%); dan
penyulingan minyak (4%). Jumlah beracun belerang dioksida dapat
dilepaskan dari metabisulfit kimia pengawet dengan adanya air dan asam.
(ATSDR, 2014).
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar pada beberapa kegiatan
industri seperti yang terjadi di beberapa negara Eropa Barat dan Amerika,
menyebabkan kadar SOx di udara meningkat. Pencemaran SOx di udara
terutama berasal dari pemakaian batubara yang digunakan pada kegiatan
industri, transportasi dan lain sebagainya. Bagaimana peranan batubara
dalam menyumbang pencemaran SOx telah banyak diteliti di negara-
negara industri seperti yang tampak pada tabel berikut ini.
Selain dari bahan bakar berupa minyak,batubara dan gas maupun
dari alam yang berasal dari letusan gunung berapi, SO2 juga dapat
ditemukan pada makanan dan minuman yang sering dikonsumsi oleh
manusia. Menurut Faloon (2016) SO2 pada makanan ataupun minuman
dilepaskan dari sulfit. Hal ini dapat ditemukan dalam pasokan makanan
manusia sehari-hari. Sulfit digunakan sebagai pengawet dalam makanan
seperti kentang kering, acar bawang, adonan pizza, selai, jeli, sirup maple.
Kaleng dan salad buah botol dapat memiliki sulfit di dalamnya untuk
23
menjaga warna buah-buahan segar. Distributor komersial penggunaan
makanan sulfit sebagai pengawet terdapat dalam berbagai produk. Hal ini
penting untuk membaca tulisan kecil pada label produk. Bir dan minuman
beralkohol lainnya mungkin memiliki pengawet sulfit di dalamnya. Jika
manusia yang memiliki alergi terhadap SO2 ini diharapkan sadar akan hal
itu dan selalu berhati-hati dalam memilih produk makanan maupun
minuman yang diperjual belikan secara umum. Namun, menurut
Kristianingrum (2006) meski SO2 bermanfaat dipakai sebagai bahan
pengawet makanan akan tetapi dapat berisiko menyebabkan perlukaan
lambung, mempercepat serangan asma, mutasi genetik, kanker dan alergi.
2.1.4 Dampak SO2
2.1.4.1 Dampak SO2 Terhadap Ekosistem Perairan
Masalah belerang sudah sangat lama dibahas, dan efek
belerang terhadap lingkungan telah dikenal selama berabad-abad.
Itu mungkin hasil dari pembuangan belerang ke perairan, tanah,
atau udara. Efek ke lingkungan akan menjadi perhatian khusus.
Selain toksisitas SO2 untuk organisme, efek lain berupa
peningkatan pencucian kation dan logam, pengasaman tanah dan
air, dan perubahan tingkat siklus nutrisi.
Efek terlarut SO2 mirip dengan asam nitrat atau klorida.
Di daerah yang luas belerang masih berupa zat asam besar,
meskipun senyawa nitrogen baru-baru ini menjadi perhatian. Di
Scandinavia, limbah belerang mencapai sekitar 70% dari total
pengasaman.
24
Air akan asam jika daerah aliran sungai memiliki buffer
yang sangat buruk. Paling sensitif adalah perairan di batuan dasar
rendah, pelapukan silika, batupasir, granit, dan gneisses felsic, di
mana kontribusi zat alkali air kecil. Perairan asam telah terlihat
dalam kaitannya dengan endapan asam, outlet asam sulfat atau
tanah, penggalian selokan, atau situasi lain yang terkontaminasi.
Efek pengasaman atmosfer pada air telah dipelajari di tempat
yang berbeda, misalnya di Pegunungan Adirondack Amerika
Serikat, La Cloche Pegunungan Kanada, dan di Skandinavia.
2.1.4.2 Dampak SO2 Terhadap Tanah
Di sini akan diringkas cara yang paling penting di mana
belerang antropogenik ditambahkan ke tanah, jumlah belerang
antropogenik yang mungkin ditambahkan, dan kondisi di mana
belerang ditambahkan ke tanah dapat dianggap sebagai "polutan."
Emisi SO2 ke atmosfer dan pengendapan sulfur ini pada
tanah merupakan jenis polusi tanah yang saat ini menjadi
perhatian. Sekitar 60 juta ton SO2 dipancarkan setiap tahunnya di
seluruh dunia dan melalui mekanisme ini jumlah terbesar dari
sulfur ditambahkan ke tanah sebagai polutan. Cara-cara yang
dipancarkan SO2 dikembalikan ke bumi adalah sebagai berikut:
H2SO4 dan garam netral dari SO2 dibawa pada saat hujan atau
salju turun ke permukaan bumi (Barret dan Brodin, 1955)
dalam Nriagu (1978);
25
SO2 dapat terserap di pohon-pohon yang kemudian mencegah
curah hujan dan H2SO4 yang terbentuk dibawa ke dalam tanah
(Baker et al, 1973.); deposisi partikulat yang mengandung
H2SO4 dan garam berlangsung (Brosset, 1973 dalam Nriagu,
1978); dan SO2 diserap langsung oleh tanah (Johansson, 1959;
Terraglio dan Manganelli, 1966 dalam Nriagu, 1978).
Jumlah pengasaman disebabkan oleh masing-masing dari
mekanisme yang tergantung pada tingkat dan komposisi deposisi
sulfur itu sendiri. Jika deposisi hanya terdiri dari H2SO4,maka
akan terjadi pengasaman tanah, tetapi jika deposisi adalah garam
netral, tanah tidak akan mengalami pengasaman. Namun, emisi
SO2 biasanya disimpan sebagai campuran garam H2SO4 dan
dengan berbagai komposisi campuran tersebut terus bervariasi
dengan waktu dan tempat tertentu.
Serapan langsung dari SO2 oleh tanah adalah salah satu
mekanisme yang hanya untuk mengasamkan tanah tersebut.
Pengasaman tanah sangat tergantung pada jenis tanah itu sendiri.
Misalnya, tanah yang diisi dengan baik dengan CaCO3 bebas
(tanah berkapur dapat terdiri dari 20% karbonat bebas) pada
dasarnya kebal terhadap pengasaman oleh H2SO4 hanya karena
asam bereaksi dengan bebas CaCO3 untuk membentuk CaSO4.
Namun, sebagian besar tanah tidak berkapur dan paparan emisi
SO2 menyebabkan mereka menjadi lambat diasamkan, meskipun
tingkat pengasaman bervariasi antara tanah.
26
Cara utama sulfur "mencemari" tanah hanya dengan
membuat tanah tersebut menjadi asam. Tanah menjadi asam
sulfur hanya ketika bentuk asam menghasilkan sulfur
ditambahkan ke tanah misalnya, unsur sulfur atau (NH4) H2SO4
digunakan sebagai pupuk, atau sebagian dari emisi SO2 dari
industri mencapai tanah sebagai H2SO4, (NH4) H2SO4, atau
sebagai SO2 sendiri.
Ketika tanah menjadi asam, ada beberapa cara dimana
kesuburan tanah secara substansial berkurang dengan nodulasi
dan fiksasi nitrogen dikarenakan konsentrasi ion hydronium yang
tinggi (mekanisme ini terjadi pada pH dibawah 6,0) ; kelarutan
aluminium dan mangan mulai meningkat dengan penurunan pH di
bawah 5,5 dan toksisitas kedua unsur ini mempengaruhi beberapa
spesies tanaman yang dpat menyebabkan tanaman tersebut tidak
akan tumbuh. Ketersediaan tanaman yang paling penting adalah
nutrisi, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium dan magnesium yang
tercuci dari tanah yang asam alami dan sudah rendah dalam dua
nutrisi ini.
Tanah asam tidak akan kembali normal ketika emisi sulfur
ke tanah sudah berhenti. Satu-satunya metode perbaikan tanah
tersebut adalah dengan menambahkan batu gamping ke dalam
tanah. Juga, jika emisi diturunkan ke tingkat yang lebih
ditoleransi dengan manusia dan tanaman, tanah akan terus
mengambil sulfur, meskipun pada tingkat yang lebih rendah. Oleh
27
karena itu, SO2 adalah sebagai sebuah "polutan" sepanjang sebuah
tanah terdeteksi bersifat asam terutama tanah yang memiliki
buffer yang buruk. Sehingga lebih jauh akan berpengaruh pada
penurunan pH yang dapat mempengaruhi produktivitas sebuah
tanah itu sendiri.
2.1.4.3 Dampak SO2 Terhadap Kesehatan Manusia
Pencemaran SO2 sendiri menimbulkan dampak terhadap
manusia, hewan, dan kerusakan pada tanaman. Emisi SO2 yang
berlimpah mungkin secara langsung menyebabkan kerusakan
yang luas terhadap pohon-pohon kayu yang jaraknya dalam sel
daun tanaman membentuk sufite yang beracun. Pajanan jangka
panjang untuk tingkat persisten SO2 dapat mempengaruhi
kesehatan manusia. Perubahan fungsi paru-paru terlihat di
beberapa pekerja yang terpapar SO2 tingkat rendah selama 20
tahun. Namun, pekerja ini juga terkena bahan kimia lainnya,
sehingga efek kesehatan mereka mungkin bukan hanya dari SO2
saja. Penderita asma juga telah terbukti sangat sensitif terhadap
SO2 dalam konsentrasi rendah (ATSDR, 1999)
Selain itu SO2 ini juga menyebabkan iritasi mata, selaput
lendir, kulit, dan saluran pernapasan tentunya. Bronkospasme,
edema paru, pneumonitis, dan obstruksi jalan napas akut dapat
terjadi. Paparan inhalasi konsentrasi SO2 dengan konsentrasi yang
sangat rendah saja dapat memperburuk penyakit paru kronis,
seperti asma dan emfisema. Beberapa penderita asma sangat
28
sensitif mengalami bronkospasme bila terkena SO2 atau memakan
makanan yang mengandung sulfit yang diawetkan. SO2 bereaksi
dengan air di saluran napas bagian atas untuk membentuk
hydrogen, bisulfit, dan sulfit yang semuanya menyebabkan iritasi.
Akibatnya, bronkokonstriksi reflex meningkatkan resistensi
saluran napas (ATSDR,2014).
Sulfur dioksida saja tidak berpotensi mengiritasi paru-paru
kecuali konsentrasinya melebihi 10 sampai 20 ppm. Alasan yang
jelas untuk potensi rendah ini adalah bahwa SO2 dihirup hampir
sepenuhnya diserap di saluran napas atas dan tidak mencapai
paru-paru. Hanya beberapa individu yang sensitif dapat
menunjukkan perubahan kecil dalam fungsi paru-paru pada
konsentrasi 1 sampai 2 ppm, tetapi dalam jangka waktu yang
panjang SO2 ini akan berdampak merugikan bagi keseluruhan
orang jika terus terpapar dari polutan udara yang satu ini. (Nriagu,
1978)
Pada 1 ppm SO2 ada perubahan dosis terkait resistensi
aliran paru, gejala subjektif, atau tindakan lain fungsi paru-paru
dapat dideteksi pada sebagian subjek. Namun, peneliti lain
(Amdur et al, 1953;. Snell dan Luchsinger, 1969; Bates dan
Hazucha, 1973;. Andersen et al, 1974 dalam Nriagu, 1978) telah
menunjukkan efek dari konsentrasi sebesar 0,75-1,00 ppm SO2
berdampak pada laju aliran ekspirasi puncak, hambatan aliran
hidung, frekuensi pernapasan atau volume tidal di beberapa
29
subjek. Burton et al. (1969) dalam Nriagu (1978) memperkirakan
bahwa "hyperreactors" atau individu yang sangat rentan terhadap
SO2 mungkin merupakan 10 sampai 20% dari populasi orang
dewasa muda yang sehat.
Tabel 2.2
Dampak Paparan SO2 terhadap Kesehatan Manusia
Konsentrasi (ppm) Pengaruh
3-5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari
baunya (selama 4 jam)
8-12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan
iritasi tenggorokan (selama 4 jam)
12-20
Jumlah terkecil yang akan mengakibatkan
iritasi mata dan mengakibatkan batuk (selama
4 jam)
20-50 Maksimum yang diperbolehkan untuk
konsentrasi dalam waktu lama
50-100 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak
singkat (30 menit)
Sampai 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat
Sumber : (DEPKES RI 2007 dalam Zakaria dan R.Azizah 2013)
2.1.4.3.1 Paparan Akut
Sulfur dioksida larut dalam air pada kulit, mata, dan membran
mukosa untuk membentuk asam sulfur, iritasi dan inhibitor transportasi
mukosiliar. Sebagian besar sulfur dioksida dihirup didetoksifikasi oleh
hati terhadap sulfat dan diekskresikan dalam urin. Ion bisulfit diproduksi
30
ketika SO2 bereaksi dengan air cenderung menjadi inisiator utama sulfur
dioksida yang disebabkan bronkokonstriksi.
a. Pernapasan
Sulfur dioksida pada iritasi pernapasan menginduksi gejala
seperti bersin, sakit tenggorokan, mengi, sesak napas, sesak dada,
dan rasa sesak napas. Refleks laring kejang dan edema dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas akut. Bronkospasme,
pneumonitis, dan edema paru dapat terjadi.
Beberapa individu sangat rentan terhadap adanya SO2 dan
bereaksi berlebihan terhadap konsentrasi yang pada kebanyakan
orang mendapatkan respon yang jauh lebih ringan. Aklimatisasi
(penyesuaian fisiologis individu terhadap perubahan lingkungan)
juga dapat terjadi pada hingga 80% dari individu yang terkena. Ini
tidak selalu menguntungkan meskipun paparan mungkin menjadi
kurang subyektif pantas setelah terpapar terus menerus atau
berulang-ulang.
Penderita asma yang sensitif terhadap sulfit dalam
makanan dapat mengembangkan bronkospasme atau reaksi
anafilaktoid. SO2 bersama dengan komponen lain dari polusi udara
bisa memperburuk penyakit cardiopulmonary kronis. Paparan
konsentrasi tinggi SO2 dapat menyebabkan Reactive Airway
Disfungsi Syndrome (RADS), jenis kimiawi atau iritasi yang
disebabkan asma.
31
Anak-anak mungkin lebih rentan terhadap agen korosif
daripada orang dewasa karena diameter yang relatif lebih kecil dari
saluran udara mereka. Anak-anak juga mungkin lebih rentan karena
ventilasi menit yang relatif meningkat per kilogram berat badan
dan kegagalan untuk mengevakuasi daerah segera bila terkena.
Seperti halnya yang dipaparkan oleh Nadakavukaren (1986)
gas SO2 dapat larut dalam mukosa membran hidung, tenggorokan,
dan mengiritasi saluran pernapasan bagian atas. Gas SO2 dapat pula
bereaksi dengan uap air sehingga terbentuk asam sulfat yang
merupakan zat yang sangat iritatif terhadap mukosa saluran
pernapasan dan jaringan paru. Hal ini dapat menyebabkan matinya
sel silia, sehingga aktivitas respiratory clearance akan terganggu.
Jika sampai pada jaringan paru, maka fungsi sel makrofag juga
terganggu. Oleh karena itu, jika udara pernapasan mengandung
bahan pencemar dapat meningkatkan kepekaan terhadap penyakit
infeksi saluran pernapasan (bronkitis dan emfisema). Bahan
polutan gas yang masuk ke dalam saluran pernapasan dapat pula
menyebabkan sembab membran mukosa sehingga mengakibatkan
penyempitan saluran pernapasan.
b. Kulit
Sulfur dioksida adalah iritasi kulit parah yang menyebabkan
rasa sakit menyengat, kemerahan, dan lecet, terutama pada selaput
lendir. Kontak kulit dengan kompresi gas atau SO2 cair dapat
menyebabkan radang dingin dan cedera iritasi karena luas
32
permukaan yang relatif lebih besar. Rasio berat badan, anak-anak
lebih rentan terhadap racun yang mempengaruhi kulit.
c. Penglihatan
Konjungtivitis dan kornea luka bakar dapat dihasilkan dari
efek iritasi dari uap belerang dioksida atau gas terkompresi dan dari
kontak langsung dengan cairan.
d. Gastrointestinal
Mual, muntah, dan sakit perut telah dilaporkan setelah
paparan inhalasi sampai pada dosis tinggi SO2.
e. Potensi Gejala Sisa
Tingkat eksposur tinggi akut telah mengakibatkan fibrosis
paru, bronkitis kronis, dan bronkopneumonia kimia dengan
obliterans bronchiolitis. Bronkospasme dapat dipicu pada orang
yang memiliki penyakit paru-paru, terutama mereka yang memiliki
asma dan emfisema. Jarang terjadi hiperreaktivitas saluran napas
onset baru yang dikenal sebagai sindrom disfungsi saluran udara
reaktif (RADS), berkembang pada pasien tanpa bronkospasme
sebelumnya.
2.1.4.3.2 Paparan Kronis
Paparan kronis dapat menyebabkan rasa penciuman berubah
(termasuk peningkatan toleransi terhadap rendahnya tingkat SO2),
peningkatan kerentanan terhadap infeksi pernafasan, gejala bronkitis
33
kronis, dan mempercepat penurunan fungsi paru. Paparan kronis mungkin
lebih serius bagi anak-anak karena potensi masa hidup mereka lebih lama.
a. Karsinogenik
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC)
ditugaskan untuk meneliti polutan sulfur dioksida. SO2 tidak dapat
diklasifikasikan untuk efek yang menyebabkan kanker kepada
manusia.
b. Reproduksi dan Efek Perkembangan
Sulfur dioksida tidak termasuk dalam racun yang terjadi
pada sistem reproduksi dan perkembangan tubuh manusia, laporan
pada tahun 1991 yang diterbitkan oleh Kantor Umum Akuntansi
Amerika Serikat (GAO) dalam ATSDR (2014) yang berisi daftar
30 bahan kimia yang menjadi perhatian karena diakui secara luas
tidak terindikasi ke sistem reproduksi dan perkembangan tubuh
manusia. Begitupun dengan rute paparan untuk senyawa SO2
sendiri tidak berdampak kepada sistem repsoduksi dan
perkembangan manusia. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa
SO2 adalah genotoxin pada manusia.
2.1.5 Jalur Pajanan SO2
2.1.5.1 Inhalasi
Inhalasi adalah rute utama dari paparan belerang
dioksida. Kebanyakan pajanan yang disebabkan oleh polusi udara, dan ini
baik jangka pendek dan konsekuensi kesehatan kronis bagi orang-orang
dengan penyakit paru-paru. Inhalasi SO2 mudah bereaksi dengan
34
kelembaban membran mukosa untuk membentuk asam sulfur (H2SO3),
yang merupakan iritan yang parah. Penderita asma dapat mengalami
peningkatan resistensi saluran napas dengan konsentrasi SO2 yang kurang
dari 0,1 ppm saat berolahraga. Orang dewasa sehat mengalami
peningkatan resistensi saluran napas pada 5 ppm, bersin dan batuk pada 10
ppm, dan bronkospasme pada 20 ppm. Perlindungan pernapasan
diperlukan untuk pajanan pada atau di atas 20 ppm. Pajanan dari 50
sampai 100 ppm dapat ditoleransi selama lebih dari 30 sampai 60 menit,
tetapi pajanan yang lebih tinggi dapat menyebabkan kematian dari
obstruksi jalan napas. SO2 lebih berat daripada udara; dengan demikian,
paparan di ventilasi yang buruk, tertutup, atau daerah dataran rendah dapat
menyebabkan sesak napas.
Anak-anak bisa terpapar pada tingkat yang sama dari polutan SO2
sebagaimana orang dewasa, hanya saja orang dewasa dapat menerima
dosis yang lebih besar karena mereka memiliki luas permukaan paru-paru
yang lebih besar, rasio berat badan dan peningkatan volume/menit (EPA,
2011). Seperti yang dilansir pula dari ATSDR (1998) Pajanan SO2 sendiri
lebih banyak berdampak pada orang dewasa (susah bernafas hingga rasa
terbakar pada hidung dan tenggorokan) dibandingkan anak-anak. Terlebih
terdapat studi yang menyiratkan bahwa kesehatan remaja (12-17 tahun)
tidak lebih rentan kepeada efek menghirup SO2 dibanding kesehatan orang
dewasa.
Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Layton (1993) dalam Exposures Factors Handbook US EPA (2011)
35
dimana Layton menggunakan tiga (3) cara pendekatan untuk menilai laju
inhalasi antara kelompok umur anak-anak dan dewasa baik laki-laki
maupun perempuan. Pendekatan pertama (1) dengan menggunakan rata-
rata asupan energi makanan harian untuk kelompok umur anak-anak
didapatkan rata-rata asupannya 6,35-13,09 m3/hari untuk anak laki-laki
dan 2,35-5,95 m3/hari untuk anak perempuan, sedangkan untuk kelompok
umur dewasa laki-laki sebesar 10-19 m3/hari dan 8-12 m3/hari untuk
dewasa perempuan. Untuk pendekatan kedua (2) dan ketiga (3) masing-
masing 15 m3/hari untuk anak laki-laki, 12 m3/hari untuk anak-anak
perempuan, 9,9-11 m3/hari untuk dewasa perempuan, 13-17 m3/hari untuk
dewasa laki-laki dan 11-15 m3/hari untuk dewasa perempuan serta 13-17
m3/hari untuk dewasa laki-laki. Sehingga dindikasikan dari ketiga
pendekatan yang digunakan oleh Layton bahwasanya rata-rata manusia
dewasa lebih besar laju inhalasinya dibandingkan anak-anak.
Selain penilaian yang dilakukan Layton (1993) pernyataan bahwa
kelompok umur dewasa lebih besar asupan inhalasi dibandingkan dengan
kelompok umur anak-anak adalah studi-studi yang dilakukan oleh
Environmental Protection Agency (EPA) tahun 2009, Brochu et al. (2006),
Arcus-Arth and Blaisdell (2007), Stifelman (2007) penilaian pada aktivitas
sehari-hari yang dilakukan kedua kelompok umur seperti pada saat
istirahat dan aktivitas bergerak dimana kelompok umur manusia dewasa
lebih besar yaitu 22,8 m3/hari untuk laki-laki dan 21,1 m3/hari untuk
perempuan, sedangkan untuk anak-anak sebesar 14,8 m3/hari laju
inhalasinya.
36
Tabel 2.3
Laju Inhalasi Kombinasi Laki-Laki dan Perempuan per Kelompok
Umur untuk Durasi Pajanan Jangka Panjang
Kelompok Umur Rata-rata inhalasi
(m3/hari)
Lahir sampai 1 bulan 3,6
1 sampai < 3 bulan 3,5
3 sampai < 6 bulan 4,1
6 sampai < 12 bulan 5,4
1 sampai < 2 tahun 5,4
2 sampai < 3 tahun 8,9
3 sampai < 6 tahun 10,1
6 sampai < 11 tahun 12,0
11 sampai < 16 tahun 15,2
16 sampai < 21 tahun 16,3
21 sampai < 31 tahun 15,7
31 sampai < 41 tahun 16,0
41 sampai < 51 tahun 16,0
51 sampai < 61 tahun 15,7
61 sampai < 71 tahun 14,2
71 sampai < 81 tahun 12,9
≥ 81 tahun 12,2
Sumber : Exposure Factor Handbook (EPA, 2011)
Karena kebanyakan studi di bidang penilaian paparan sampai saat
ini berfokus pada paparan polusi udara, contoh pertama melihat pada
pajanan SO2. Dalam contoh ini, paparan inhalasi mengacu antara polutan
37
udara dan di permukaan tubuh manusia. Rute paparan inhalasi; agen (juga
stressor) yang tertarik adalah SO2; target adalah seorang laki-laki; media
adalah udara dan permukaan paparan ditentukan sebagai kedudukan titik-
titik di atas pintu masuk ke mulut dan hidung. Secara teoritis, konsentrasi
paparan adalah rata-rata konsentrasi udara pada setiap titik pada
permukaan paparan. Kebutuhan praktis menyatakan bahwa dalam studi
yang sebenarnya, udara di sekitar hidung seseorang adalah dengan mutlak
diasumsikan tercampur dan konsentrasi paparan yang diukur (misalnya 20
mg/m3) diasumsikan paparan di hidung orang (dengan asumsi bahwa
pengukuran berada di dekat orang). Volume kontak adalah volume teoritis
udara yang tersedia untuk inhalasi pada periode paparan yang tertarik.
Volume udara yang dihirup selama periode paparan merupakan pengganti
untuk volume kontak. Seringkali monitor udara pribadi digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi paparan agen dalam volume kontak (SO2).
2.1.5.2 Kontak Kulit/Mata
Paparan Dermal adalah kontak antara agen dan permukaan kulit
luar (permukaan exposure) dari target (misalnya manusia). Sebuah titik
pada permukaan kulit dianggap terkena jika massa kimia hadir dalam
volume kontak yang mengandung titik. Paparan dermal dapat terjadi
melalui kontak kulit dengan kimia dalam media yang berbeda. Gambar 2.1
mengilustrasikan paparan daerah tangan, selama satu acara paparan, untuk
contohnya pestisida DDT Astra Honda Motor sebagai (agen atau stressor)
yang dilakukan media udara, air, dan tanah. Beberapa poin yang terkena
molekul DDT dalam matriks tanah. Permukaan paparan dipilih di sini
38
untuk tujuan ilustrasi sebagai daerah persegi panjang pada permukaan
stratum korneum, lapisan terluar dari kulit seperti yang ditunjukkan.
Paparan sesaat pada titik-titik pada permukaan paparan pada Gambar 2.1
bervariasi secara spasial karena media yang berbeda berada dalam kontak
dengan permukaan kulit.
Gambar 2.1 Paparan Dermal pada Berbagai Media (Zartarian, 1996 dalam IPCS
2004)
Untuk SO2 sendiri, pajanan dari 10 sampai 20 ppm menyebabkan
iritasi pada selaput lendir. Kontak langsung dengan kompresi gas atau SO2
cair dapat menghasilkan kerusakan kornea yang parah dan luka radang
dingin (frostbite) pada kulit. Namun, tidak ada data yang lengkap
mengenai pajanan pada penyerapan kulit.
39
2.1.5.3 Ingesti
Menelan SO2 sangat dimungkinkan karena SO2 merupakan gas
yang terdapat pada suhu kamar. SO2 digunakan dalam jumlah kecil sebagai
bahan tambahan makanan dan pengawet anggur. Penderita asma bisa
sangat sensitif mengembangkan bronkospasmenya setelah mengonsumsi
makanan atau minum anggur yang diawetkan dengan SO2 atau bahan
pengawet sulfur lainnya.
Bagan 2.1 Jalur Pajanan Polutan SO2 ke Manusia
2.2 Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
2.2.1 Paradigma Penilaian risiko
Paradigma penilaian risiko yang diterima secara luas meliputi
langkah-langkah identifikasi bahaya, penilaian dosis-respons, penilaian
paparan dan karakterisasi risiko (NRC, 1983). Menggunakan biomarker
untuk mengukur eksposur dapat berkontribusi dalam berbagai langkah,
yaitu, penentuan apakah agen mungkin menimbulkan ancaman bagi
Sumber Polutan SO2:
Alamiah
(Gunung Berapi,
Batuan yang
mengandung sulfur,
pembusukan bahan
organic oleh mikroba
dan reduksi sulfat
secara biologis)
Antropogenik
(Transportasi,
industri, pembangkit
tenaga listrik yang
menggunakan
batubara)
Konsentrasi
Polutan SO2
Manusia
Terpapar SO2:
Inhalasi
(Pernapasan)
Ingesti
(Mulut)
Dosis
yang
diterima
tubuh
manusia
Dampak Kesehatan :
Saluran Pernafasan
Bronkospasme
Edema Paru
Sakit Tenggorokan
Mengi
Sesak Napas
Obstruksi Jalan
Napas
Mual-mual
Target Organ :
Paru-paru
Tenggorokan
Saluran
Pencernaan
(Lambung)
40
kesehatan manusia, ada kebutuhan untuk menghubungkan paparan dengan
hasil yang merugikan. Mengingat efek yang berbeda pada eksposur yang
berbeda, ada kebutuhan untuk memahami efek khusus dari eksposur
berbeda, terutama di tingkat bawah paparan. Kemudian, dalam tahap
penilaian eksposur tingkat eksposur sangat tergantung pada agen dan
lingkungan dan dibangun di atas spesifik model sumber-jalan-receiver
digunakan selama identifikasi bahaya. Model sumber-jalan-receiver adalah
pendekatan umum untuk menghubungkan sumber bahan kimia, jalur
gerakan di lingkungan, dan rute paparan berbagai reseptor, dalam kasus
penilaian risiko individu atau kelompok individu (Nelson 1997). Isu-isu
kritis dalam penilaian paparan meliputi karakterisasi besarnya, frekuensi,
durasi paparan, dasar untuk penilaian, dan identifikasi sub kelompok yang
sangat terbuka. Karakterisasi Risiko memerlukan pertimbangan asumsi
dan model yang digunakan, dan ketidakpastian petugas yang digunakan
dalam mengembangkan perkiraan risiko. Perkiraan ini kemudian menjadi
dasar untuk pilihan yang akan dipilih pada tahap manajemen risiko
(Schulte & Waters, 1999).
Estimasi kuantitatif risiko kesehatan tergantung pada kedua
karakterisasi paparan dan sifat hubungan dosis-respons atau toksisitas dari
agen yang terlibat. Ketidakpastian terbesar dalam penilaian risiko hampir
selalu muncul dari data jarang atau tidak memadai paparan, kurangnya
pemahaman mekanisme toksisitas, dan kurang memahami jalur paparan
dosis-respons (Becking, 1995; McClellan, 1995). Dua faktor tambahan
dapat menyebabkan ketidakpastian dalam ketetapan risiko. Ini termasuk
41
campuran atau beberapa eksposur terlibat dalam jalur penyakit, dan
variabilitas dari kedua eksposur dan tanggapan dalam dan di antara
individu.
Bagan 2.2 Paradigma Untuk Penelitian/Penilian Risiko/Manajemen Risiko
(NAS/NRC, 1983 dalam Kemenkes 2012)
Ada ambiguitas dalam penilaian terminologi risiko yang harus
diidentifikasi. Misalnya, pertimbangan paparan akan terjadi di dua tempat
dalam model penilaian risiko. Pada tahap identifikasi bahaya, paparan
adalah komponen dari penelitian yang mendasari. Hal ini berbeda dari
tahap penilaian risiko, di mana tingkat paparan dari penduduk (yang
berisiko sedang ditandai) dengan bahaya yang diidentifikasi ditentukan.
Penelitian Risk Assesment Pengelolaan Risiko
Laboratorium
Lapangan
Klinik
Tempat Kerja
Epidemiologi
Mekanisme
toksisitas
Pengembangan
metode dan
validasi
Dosis ekstrapolasi
dan spesies
Observasi dan pengukuran lapangan
Model riwayat dan perjalanan
(agen risiko) di lingkungan
Analisis Dose-
Response/Karakteristik
Bahaya
Bagaimana kejadian
tersebut dikaitkan dengan
efek kritis??
Identifikasi Bahaya
Agen risiko (fisik, kimia,
biologi) apa saja yang
dianggap berbahaya
Analisis Pajanan
Siapa akan terpajan
oleh apa,
kapan,dimana, berapa
lama, dan melalui jalur
pajanan yana mana??
Pengembangan
opsi regulasi
Pertimbangan
ekonomi, social,
politik dan
teknologi
Tujuan
Keputusan dan
Aksi
Karakterisasi
Risiko
Bagaimana
efeknya pada
populasi??
42
Dalam arti yang sama, pertimbangan dosis-respons muncul di dua tempat.
Salah satu kriteria bahaya adalah temuan dari hubungan dosis-respons
dalam studi komponen. Selain itu dalam tahap dosis-respons penilaian
risiko, tujuannya adalah untuk memastikan apakah ada hubungan dosis-
respons dalam semua data yang tersedia, mengidentifikasi bentuk kurva
dan memproyeksikan paparan atau tingkat dosis, di mana efek kesehatan
yang dikurangi atau diyakini absen. Akhirnya, konsep kerentanan dapat
beraksi throughtout model penilaian risiko. Dalam identifikasi bahaya gen-
lingkungan interaksi atau efek modifikasi dapat dinilai, dan juga dalam
dosis-respons tahap kepekaan dapat diperhitungkan. Akhirnya, pada tahap
karakterisasi risiko, proyeksi risiko yang berbeda dapat ditentukan untuk
berbagai subkelompok populasi diidentifikasi oleh faktor kerentanan.
Analisis Risiko merupakan sebuah proses untuk mengendalikan
situasi atau keadaan dimana organisme, sistem, atau sub/populasi mungkin
terpajan bahaya. Proses risk analysis meliputi 3 komponen yaitu penilaian
risiko, pengelolaan risiko, dan komunikasi risiko. ARKL merupakan
sebuah proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memprakirakan
risiko pada kesehatan manusia, termasuk juga identifikasi terhadap
keberadaan faktor ketidapastian, penelusuran pada pajanan tertentu,
memperhitungkan karakteristik yang melekat pada agen yang menjadi
perhatian dan karakteristik dari sasaran spesifik (IPCS, 2004 dalam
Besmanto dkk )
Ciri ARKL dimana pajanan agen risiko yang diterima setiap individu
dinyatakan sebagai intake atau asupan. Studi epidemiologi umumnya tidak
43
perlu memperhitungkan asupan individual ini, perhitungan asupan
membutuhkan konsentrasi agen risiko di dalam media lingkungan tertentu,
karakteristik antropometri (seperti berat badan dan laju inhalasi atau pola
konsumsi ) dan pola aktivitas waktu kontak dengan risk agent dan risiko
kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan atas efek karsinogenik
dan efek nonkarsinogenik dengan perhitungan yang berbeda.
ARKL tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi, menguji
hubungan atau pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian
penyakit yang berbasis lingkungan), melainkan untuk menghitung atau
menaksir risiko yang telah, sedang dan akan terjadi, besaran risiko pada
ARKL dinyatakan sebagai RQ (Risk Quotient) untuk nonkarsinogenik dan
ECR (Excess Cancer Risk) untuk karsinogenik serta kualitas risiko
nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk merumuskan
pengelolaan dan komunikasi risiko secara spesifik, pada ARKL
menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti penetapan baku
mutu dan reduksi konsentrasi (Rahman, 2007).
2.2.2 Karakteristik EKL dan ARKL
ARKL masih jarang digunakan dalam kajian dampak lingkungan
terhadap kesehatan masyarakat. Kebanyakan analisis dilakukan secara
konservatif dengan studi epidemiologi. Memang, selama berabad-abad studi
epidemiologi telah menjadi metoda investigasi penyakit infeksi di
masyarakat (WHO 1983). Boleh jadi sebagian akademisi dan praktisi
kesehatan masyarakat berpendapat bahwa epidemiologi merupakan satu-
satunya metoda kajian dampak lingkungan terhadap kesehatan. Oleh karena
44
itu bisa difahami jika masih banyak salah persepsi dan pemertukaran EKL
(Epidemiologi Kesehatan Lingkungan) dengan ARKL (Analisis Risiko
Kesehatan Lingkungan). Sekurang-kurangnya ada 6 ciri yang membedakan
EKL dan ARKL, yaitu:
1. Dalam ARKL, pajanan risk agent yang diterima setiap individu dinyatakan
sebagai intake atau asupan. Studi epidemiologi umumnya tidak (perlu)
memperhitungkan asupan individual ini.
2. Dalam ARKL, perhitungan asupan membutuhkan konsentrasi risk agent di
dalam media lingkungan tertentu, karakteristik antropometri (seperti
berat badan dan laju inhalasi atau pola konsumsi) dan pola aktivitas
waktu kontak dengan risk agent. Dalam EKL konsentrasi dibutuhkan
tetapi karakteristik antropometri dan pola aktivitas individu bukan
determinan utama dalam menetapkan besaran risiko.
3. Dalam ARKL, risiko kesehatan oleh pajanan setiap risk agent dibedakan
atas efek karsinogenik dan efek nonkarsinogenik, dengan perhitungan
yang berbeda. Dalam EKL, teknik analisis efek kanker dan nonkanker
pada dasarnya adalah sama.
4. Dalam EKL, efek kesehatan (kanker dan nonkanker) yang ditentukan
dengan berbagai pernyataan risiko (seperti odd ratio, relative risk atau
standardized mortality ration) didapat dari populasi yang dipelajari.
ARKL tidak dimaksudkan untuk mencari indikasi, menguji hubungan
atau pengaruh dampak lingkungan terhadap kesehatan (kejadian penyakit
yang berbasis lingkungan), melainkan untuk menghitung atau menaksir
risiko yang telah, sedang dan akan terjadi. Efek tersebut, yang dinyatakan
45
sebagai nilai kuantitatif dosis-respon, harus sudah ditegakkan lebih
dahulu, yang didapat dari luar sumber-sumber populasi yang dipelajari,
bahkan dari studi-studi toksisitas uji hayati (bioassay) atau studi
keaktifan biologis risk agent.
5. Dalam ARKL, besaran risiko (dinyatakan sebagai RQ untuk
nonkarsinogenik dan ECR untuk karsinogenik) tidak dibaca sebagai
kelipatan risiko melainkan sebagai besaran probalitias. Jadi misalnya, RQ
= 2 tidak sama dengan OR = 2.
6. Kuantitas risiko nonkarsinogenik dan karsinogenik digunakan untuk
merumuskan pengelolaan dan komunikasi risiko secara lebih spesifik.
ARKL menawarkan pengelolaan risiko secara kuantitatif seperti
penetapan baku mutu dan reduksi konsentrasi. Pengelolaan dan
komunikasi risiko bukan bagian integral studi EKL dan jika ada, hanya
relevan untuk populasi yang dipelajari.
46
Bagan 2.3 Ilustrasi logika pengambilan keputusan untuk menentukan tipe studi
mana yang dapat dilakukan dalam mempelajari efek lingkungan terhadap
kesehatan manusia (ATSDR, 1996 dalam Rahman, 2007)
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya tadi, analisis risiko
terbagi menjadi empat langkah yaitu (1) identifikasi bahaya (hazard
identification), (2) analisis dosis-respon (dose-response assessment), (3)
analisis pemajanan (exposure assessment) dan (4) karakteristik risiko (risk
characterization) seperti digambarkan dalam bagan 2.4 (Louver and
Lovar 1998 dalam Rahman 2007). Risk analysis menggunakan sains,
teknik, probabilitas dan statistik untuk memprakirakan dan menilai besaran
dan kemungkinan risiko kesehatan dan lingkungan yang akan terjadi
sehingga semua pihak yang peduli mengetahui cara mengendalikan dan
mengurangi risiko tersebut.
47
Bagan 2.4 Ruang lingkup langkah-langkah analisis risiko. Penilaian risiko hanya
pada bagian di dalam kotak garis putus-putus. (Louvar-Louvar 1998 hal.5 dalam
Rahman 2007)
2.2.3 Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam
ARKL yang digunakan untuk mengetahui secara spesifik agen risiko
apa yang berpotensi menyebabkan gangguan kesehatan bila tubuh
terpajan. Sebagai pelengkap dalam identifikasi bahaya dapat ditambahkan
gejala – gejala gangguan kesehatan apa yang terkait erat dengan
agen risiko yang akan dianalisis. Tahapan ini harus menjawab
pertanyaan agen risiko spesifik apa yang berbahaya, di media lingkungan
yang mana agen risiko sering ditemukan, seberapa besar
kandungan/konsentrasi agen risiko di media lingkungan, gejala kesehatan
apa yang potensial. (Kemenkes, 2012)
48
2.2.4 Penilaian Dosis Respon
Setelah melakukan identifikasi bahaya (agen risiko, konsentrasi
dan media lingkungan ), maka tahap selanjutnya adalah melakukan
analisis dosis- respons yaitu mencari nilai RfD (Reference Dose untuk
jalur ingesti), dan/atau RfC (Reference Concentration untuk jalur inhalasi),
dan/atau CSF (Cancer Slope Factor) dari agen risiko yang menjadi fokus
ARKL, serta memahami efek apa saja yang mungkin ditimbulkan oleh
agen risiko tersebut pada tubuh manusia. Analisis dosis respon ini tidak
harus dengan melakukan penelitian percobaan sendiri namun cukup
dengan merujuk pada literatur yang tersedia. Langkah analisis dosis respon
ini dimaksudkan untuk
a) Mengetahui jalur pajanan (pathways) dari suatu agen risiko
masuk ke dalam tubuh manusia.
b) Memahami perubahan gejala atau efek kesehatan yang terjadi akibat
peningkatan konsentrasi atau dosis agen risiko yang masuk ke dalam
tubuh.
c) Mengetahui dosis referensi (RfD) atau konsentrasi referensi (RfC) atau
slope factor (SF) dari agen risiko tersebut. Di dalam laporan kajian
ARKL ataupun dokumen yang menggunakan ARKL sebagai
cara/metode kajian, analisis dosis – respon perlu dibahas dan
dicantumkan. Analisis dosis – respon dipelajari dari berbagai
toxicological reviews, jurnal ilmiah, atau artikel terkait lainnya
yang merupakan hasil dari penelitian eksperimental.
Di dalam laporan kajian ARKL ataupun dokumen yang menggunakan
49
ARKL sebagai cara/ metode kajian, analisis dosis – respon perlu dibahas
dan dicantumkan. Analisis dosis – respon dipelajari dari berbagai tinjauan
toksikologi, jurnal ilmiah, atau artikel terkait lainnya yang merupakan
hasil dari penelitian eksperimental. Untuk memudahkan, analisis dosis
– respon dapat dipelajari pada situs : www.epa.gov/iris
Uraian tentang dosis referensi (RfD), konsentrasi referensi (RfC), dan slope
factor (SF) adalah sebagai berikut :
a. Dosis referensi dan konsentrasi yang selanjutnya disebut RfD dan
RfC adalah nilai yang dijadikan referensi untuk nilai yang aman
pada efek non karsinogenik suatu agen risiko, sedangkan SF (slope
factor) adalah referensi untuk nilai yang aman pada efek
karsinogenik.
b. Nilai RfD, RfC, dan SF merupakan hasil penelitian (experimental
study) dari berbagai sumber baik yang dilakukan langsung pada
obyek manusia maupun merupakan ekstrapolasi dari hewan
percobaan ke manusia.
c. Untuk mengetahui RfC, RfD, dan SF suatu agen risiko dapat dilihat
pada Integrated Risk Information System (IRIS) yang bisa diakses di
situs www.epa.gov/iris.
d. Jika tidak ada RfD, RfC, dan SF maka nilai dapat diturunkan dari
dosis eksperimental yang lain seperti NOAEL (No Observed
Adverse Effect Level), LOAEL (Lowest Observed Adverse Effect
Level), MRL (Minimum Risk Level), baku mutu udara ambien pada
NAAQS (National Ambient Air Quality Standard) dengan catatan
50
dosis eksperimental tersebut mencantumkan faktor antropometri yang
jelas (Wb, tE, fE, dan Dt).
Satuan dosis referensi (RfD) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat
per kilogram (kg) berat badan per hari, disingkat mg/kg/hari. Dalam
literatur terkadang ditulis mg/kgxhari, mg/kg/hari, dan mg/kg-hari.
Satuan konsentrasi referensi (RfC) dinyatakan sebagai milligram (mg) zat
per meter kubik (m3) udara, disingkat mg/m3. Konsentrasi referensi ini
dinormalisasikan menjadi satuan mg/kg/hari dengan ara memasukkan laju
inhalasi dan berat badan yang bersangkutan.
Tabel 2.4
Contoh RfC beberapa agen risiko atau spesi kimia jalur inhalasi
No Agent Dosis Respon Efek Kritis dan Referensi
1 NH3 2,86E-2
Kenaikan keparahan ninitis dan pneumonia dengan
lesi pernafasan pada uji hayati tikus subkronik
(Broderson et al 1976)
2 H2S 5,71E-4 Lesi nasal lender olfaktori pada uji hayati tikus
subkronik (Brenneman et al 2000)
3 Pb 4,93E-4 Perubahan tingkat enzim an perkembangan
neurobehavioral anak-anak (IRIS 2006)
4 NO2 2E-2 Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 1990)
5 SO2 0,21 Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 2010)
6 TSP 2,42 Gangguan saluran pernafasan (EPA/NAAQS 1990)
Sumber: (Rahman, 2007) (EPA, 2010)
51
2.2.5 Analisis Pemajanan
Setelah melakukan langkah 1 dan 2, selanjutnya dilakukan Analisis
pemajanan yaitu dengan mengukur atau menghitung intake / asupan
dari agen risiko. Untuk menghitung intake digunakan persamaan atau
rumus yang berbeda. Data yang digunakan untuk melakukan
perhitungan dapat berupa data primer (hasil pengukuran konsentrasi agen
risiko pada media lingkungan yang dilakukan sendiri) atau data sekunder
(pengukuran konsentrasi agen risiko pada media lingkungan yang
dilakukan oleh pihak lain yang dipercaya seperti BLH, Dinas
Kesehatan, LSM, dll), dan asumsi yang didasarkan pertimbangan
yang logis atau menggunakan nilai default yang tersedia. Data yang
digunakan untuk melakukan perhitungan intake yaitu:
1. Konsentrasi agen risiko
2. Laju asupan atau banyaknya volume udara yang masuk setiap
jamnya. Oleh karena laju asupan berhubungan dengan berat badan,
berdasarkan data yang tersedia Abrianto (2004) merumuskan
hubungan berat badan dengan laju asupan dengan persamaan regresi
linier y= 5,3 Ln(x) – 6,9. Dengan y = R (m3/hari) dan x = Wb (kg).
3. Lamanya atau jumlah jam terpajan setiap harinya
4. Lamanya atau jumlah hari terpajan setiap tahun
5. Lamanya atau jumlah tahun terjadinya pajanan
6. Berat badan
Adapun rumus perhitungan yang digunakan adalah sebagai berikut :
Perhitungan intake non karsinogenik ( )
Intake pada jalur pemajanan inhalasi (terhirup)
52
Keterangan :
Tabel 2.5
Keterangan Perhitungan Intake Non Karsinogenik Pada Jalur Inhalasi
Notasi Definisi Satuan Nilai default
I (Intake)
Jumlah konsentrasi
agen risiko (mg) yang
masuk ke dalam tubuh
manusia dengan berat
badan tertentu (kg) setiap
harinya konsentrasi agen
risiko
mg/kg x
hari
Tidak ada nilai default
C
(Concentration)
pada media udara
(udara ambien)
mg/m3
Tidak ada nilai default
R (Rate)
Laju Asupan
(Inhalasi)
Laju asupan atau
banyaknya volume
udara yang masuk setiap
jamnya
m3/jam
Dewasa (>13 tahun) :
0,83 m3
/jam
Anak – anak (6 – 12
tahun) : 0,5 m3 /jam
tE (time of
exposure)
Waktu
Pajanan
Lamanya atau jumlah
jam terjadinya pajanan
setiap harinya
Jam/hari
Pajanan pada
pemukiman :
24 jam/hari
- Pajanan pada
53
lingkungan
kerja : 8 jam/hari
- Pajanan pada
sekolah dasar :
6 jam/hari
fE (frecuency
of
exposure)
Frekuensi
Pajanan
Lamanya atau jumlah
hari terjadinya pajanan
setiap tahunnya
Hari/tahu
n
- Pajanan pada
pemukiman :
350 hari/tahun
- Pajanan pada
lingkungan
kerja : 250 hari/tahun
Dt (duration
time)
Durasi
Pajanan
Lamanya atau jumlah
tahun terjadinya pajanan
Tahun
Residensial
(pemukiman)
/pajanan seumur
hidup : 30
tahun (lifetime)
ataupun secara
realtime
Wb (weight of
body)
Berat Badan
Berat badan manusia /
populasi / kelompok
Populasi
Kg
- Dewasa asia /
Indonesia : 55 Kg
Anak – anak : 15 Kg
tavg (non
karsinogenik)
Periode waktu rata –
rata untuk efek non
karsinogen
Hari 30 tahun x 365
hari/tahun =
54
(time average)
10.950 hari
Laju inhalasi dapat diturunkan dari berat badan dengan persamaan
logaritmik. Nilai laju inhalasi normal (Abrianto, 2004) , yaitu dengan
persamaan y = 5,3 ln(x)-6,9 dengan y = R (m3/hari) dan x = Wb (kg).
nilai laju inhalasi ini dianggap paling cocok dengan masyarakat
Indonesia karena sesuai dengan berat badan masing-masing individu.
Sama halnya dengan nilai laju inhalasi (asupan), untuk nilai durasi
pajanan, waktu pajanan dan frekuensi pajanan dapat disesuaikan dengan
lama tinggal masyarakat di lokasi penelitian sehingga dapat diketahui
lama individu sebenarnya (real time) berdiam diri di lokasi penelitian.
2.2.6 Karakteristik Risiko
Langkah ARKL yang terakhir adalah karakterisasi risiko yang
dilakukan untuk menetapkan tingkat risiko atau dengan kata lain
menentukan apakah agen risiko pada konsentrasi tertentu yang dianalisis
pada ARKL berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat
(dengan karakteristik seperti berat badan, laju inhalasi/konsumsi,
waktu, frekuensi, durasi pajanan yang tertentu) atau tidak. Karakteristik
risiko dilakukan dengan membandingkan / membagi intake dengan
dosis /konsentrasi agen risiko tersebut. Variabel yang digunakan untuk
menghitung tingkat risiko adalah intake (yang didapatkan dari analisis
pemajanan) dan dosis referensi (RfD) / konsentrasi referensi (RfC) yang
didapat dari literatur yang ada.
55
Nilai RQ didapatkan dengan menggunakan rumus
Keterangan :
I : Intake dari hasil perhitungan penilaian pajanan (mg/kg/hari)
RfC : Dosis atau konsentrasi referensi secara inhalasi (mg/kg/hari)
Hasil perhitungan RQ akan diketahui :
1. Jika RQ > 1, maka konsetrasi agen berisiko dapat menimbulkan efek
merugikan kesehatan
2. Jika RQ ≤ 1, maka konsentrasi agen belum berisiko menimbulkan
efek kesehatan
2.2.7 Manajemen Risiko
Berdasarkan hasil dari analisi risiko, dapat dirumuskan beberapa
pilihan manajemen risiko untuk meminimalkan RQ dengan memanipulasi
nilai faktor-faktor pemajanan yang berada dalam persamaan intake
sehingga asupan lebih kecil atau sama dengan dosis referensi toksisitasnya.
Pada dasarnya hanya ada dua cara menyamakan intake dengan RfC, yaitu
menurunkan konsentrasi risk agent atau mengurangi waktu kontak. Berarti
hanya variabel-variabel permasamaan inatake tertentu saja yang bisa
diubah-ubah nilainya.
1) Rumus mencari konsentrasi aman
2) Rumus mencari waktu pajanan yang aman
56
3) Rumus mencari frekuensi pajanan yang aman
Dengan keterangan :
Ink = Intake (mg/kg/hari)
C = Konsentrasi SO2
R = Laju asupan udara (m3/jam)
tE = Waktu pajanan harian (jam/hari)
fE = Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Wb = Berat badan responden (kg)
Dt = Durasi pajanan (real time, 30 tahun untuk lifetime)
tavg = Periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
nonkarsinogenik)
RfC = Konsentrasi referensi (mg/kg/hari)
RQ = Risk Qoutient (besar risiko)
Cmaks = Konsentrasi agen risiko yang aman (mg/m3)
tEmaks = Waktu pajanan yang aman (hari/tahun)
fEmaks = Frekuensi pajanan yang aman (hari/tahun
57
Bagan 2.5 Alur Kerja ARKL
Manajemen Risiko
Sumber :
Alamiah
Kegiatan Manusia
Faktor Iklim (suhu, kelembaban,
kecepatan angin, curah hujan, radiasi
matahari)
Interaksi dengan polutan lain
Peningkatan zat
pencemar SO2 di
udara
Identifikasi Bahaya
Analisis Pemajanan Analisis Dosis- Respon
Pajanan ke Manusia
Antropometri:
Laju Inhalasi
Berat Badan
Pola Aktivitas
Waktu Pajanan
Frekuensi Pajanan
Durasi Pajanan
Periode Waktu
Rata-rata Harian
NOAEL
/LOAEL
Penelitian
Epidemiologi
atau hewan
RfC
Karakterisasi Risiko
(RQ)
RQ > 1 RQ ≤ 1
58
2.3 Paradigma Kesehatan Lingkungan
Patogenesis penyakit berbasis lingkungan dapat digambarkan ke
dalam suatu model atau paradigma. Paradigma tersebut menggambarkan
hubungan interaksi antara kompnen lingkungan yang memiliki potensi
bahaya penyakit dengan manusia. Hubungan interaktif tersebut pada
hakikatnya adalah paradigm kesehatan lingkungan.
Dengan mempelajari patogenesis penyakit, kita dapat menentukan
pada titik mana atau simpul mana kita bisa melakukan pencegahan. Tanpa
memahami patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan,
sulit melakukan pencegahan.
Telah disebutkan sebelumnya bahwa kejadian penyakit merupakan
hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen
lingkungan yang memiliki potensi penyakit. Perilaku penduduk dikenal
berakar pada budaya. Perilaku penduduk yang merupakan salah satu
representasi budaya merupakan salah satu variabel kependudukan.
Variabel kependudukan lain seperti kepadatan, umur, gender, pendidikan,
genetik, dan lain sebagainya. Dengan demikian, kejadian penyakit pada
hakikatnya hanya dipengaruhi oleh variabel-variabel lingkungan. Dengan
kata lain pula, gangguan kesehatan merupakan resultant dari hubungan
interaktif antara lingkungan dan variabel kependudukan
Patogenesis penyakit dalam perspektif lingkungan dan
kependudukan dapat digambarkan dalam teori simpul pada gambar 2.3.
Dengan mengacu kepada gambaran skematik tersebut di atas, maka
patogenesis atau proses kejadian penyakit berbasis lingkungan dapat
59
diuraikan ke dalam 5 simpul, yakni simpul 1, kita sebut sebagai sumber
penyakit; simpul 2, komponen lingkungan yang merupakan media
transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan berbagai variabel
kependudukan seperti pendidikan, perilaku, kepadatan, gender;
Gambar 2.2 Paradigma Kesehatan Lingkungan (Teori Simpul) (Achmadi,2012)
sedangkan simpul 4, penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit
setelah mengalami interaksi atau exposuredengan komponen
lingkunganyang mengandung agen penyakit. Sedangkan simpul ke-5
adalah semua variabel yang memiliki pengaruh terhadap keempat simpul
tersebut. Sebagai contoh adalah iklim, kebijakan, topografi, dan suhu
lingkungan. Titik-titik simpul tersebut pada dasarnya menuntun kita
sebagai simpul pencegahan atau simpul manajemen. Untuk mencegah
penyakit tertentu tidak perlu menunggu hingga simpul 4 terjadi. Dengan
60
mengendalikan sumber penyakit, kita dapat mencegah sebuah proses
kejadian hingga simpul 3, 4, atau 5. (Achmadi, 2012)
2.4 Kerangka Teori
Berdasarkan teori, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
risiko pajanan SO2 pada populasi berisiko, yaitu konsentrasi SO2 di
lingkungan, karakteristik antropometri (laju inhalasi, berat badan), pola
aktivitas (waktu pajanan, frekuensi pajanan, durasi pajanan, periode waktu
rata-rata harian), dan konsentrasi rujukan (RfC). Konsentrasi SO2
dipengaruhi oleh sumber pencemar, faktor iklim dan interaksi dengan
polutan lain. Konsentrasi rujukan (RfC) didapat berdasarkan hasil
penelitian penelitian epidemiologi atau perhitungan besar kecil toksisitas
kronik objek kajian (NOAEL dan LOAEL). Data karakteristik
antropometri dan pola aktivitas dapat diperoleh dari hasil survey, hasil
penelitian sebelumnya, rujukan nilai yang ditetapkan oleh lembaga
penelitian pemerintah, atau nilai internasional (default).
61
Bagan 2.6 Kerangka Teori ARKL SO2
Sumber: IPCS (2004),(Rahman (2007), (Achmadi,2012) dan Pedoman ARKL Kemenkes (2012), ATSDR(2014)
Manajemen Risiko
Sumber Polutan SO2
Alamiah (Gunung
Berapi,
pembusukan bahan
organik oleh
mikroba dan
reduksi sulfat
secara biologis)
Antropogenik
(pembakaran bahan
bakar minyak, gas
dan batubara
seperti dari
transportasi dan
kegiatan industri)
Udara
Air
Pangan
Vektor Penular
Manusia
Pola Aktivitas dan
Karakteristik Antropometri
Manusia
Waktu Kontak Pajanan
Frekuensi Pajanan
Durasi Pajanan
Periode waktu rata-rata
Berat Badan
Laju inhalasi/ingesti/oral
Intake/
Asupan
Risiko
Kesehatan
Kebijakan; perkembangan ekonomi, sosial, politik dan teknologi
62
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori dan jalur migrasinya dapat
disimpulkan bahwa konsentrasi SO2 pada udara ambien di permukiman
sekitar industri PT. Pusri Palembang dapat terpajan ke masyarakat melalui
jalur inhalasi lalu masuk ke dalam tubuh manusia tersebut. Intake (Asupan
SO2) pada populasi dipengaruhi oleh konsentrasi SO2 di udara ambien,
antropometri dan pola aktivitas populasi berisiko. Sedangkan tingkat risiko
kesehatan aman atau tidak amannya masyarakat di permukiman dapat
diperoleh dengan cara membagi asupan Intake (Asupan SO2) dengan
konsentrasi rujukan (RfC) yang nilainya bersifat konstanta.
Konsentrasi SO2 dipengaruhi oleh faktor iklim seperti suhu,
kelembaban, dan kecepatan angin, namun untuk variabel-variabel yang
mempengaruhi konsentrasi SO2 ini tidak diukur dalam penelitian kali ini.
Yang termasuk variabel antropometri adalah laju asupan dan berat badan.
Sedangkan yang termasuk variabel pola aktivitas adalah waktu pajanan,
frekuensi pajanan, durasi pajanan, dan durasi pemajanan. Penghitungan
karakteristik risiko dipengaruhi oleh nilai konsentrasi rujukan. Konsentrasi
rujukan (RfC) merupakan nilai kuantitatif toksisitas suatu agen. Apabila
tingkat risiko kesehatan (RQ) lebih besar dari satu, maka perlu dilakukan
upaya pengelolaan risiko melalui manajemen risiko.
63
Bagan 3.1 Kerangka Konsep ARKL SO2
Karakteristik Individu
Berat Badan
Laju Asupan
Pola Aktivitas
Frekuensi Pajanan
Durasi Pajanan
Waktu Pajanan
Konsentrasi SO2 yang
terpajan oleh masyarakat
yang bermukim di sekitar
industri PT. Pusri
Palembang
Intake (Asupan
SO2)
Besar Risiko
(RQ) SO2 dalam
udara ambien
64
64
3.2 Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur
Hasil Ukur/
Satuan
Skala Ukur
1 Konsentrasi
SO2 di udara
(C)
Kandungan gas SO2 yang
terdapat dalam satuan volume
udara ambien di pemukiman
sekitar PT.Pusri pada jarak
1300 meter dari sumber emisi
PT. Pusri Palembang
Menggunakan metode
pararosanilin
Impinger mg/ m3 Rasio
2 Berat Badan
(Wb)
Satuan massa berat badan
manusia pada saat penelitian
dilakukan (Kemenkes, 2012)
Pengukuran berat
badan
Timbangan
Berat Badan
Kg Rasio
3 Laju Asupan
(R)
Volume udara yang dihirup per
jam
Memasukkan nilai
berat badan ke dalam
Rumus
perhitungan laju
m3/jam Rasio
65
regresi laju asupan asupan
4 Waktu Pajanan
( )
Lamanya seseorang terpajan oleh
SO2 di lokasi penelitian Wawancara Kuisioner Jam/hari Rasio
5 Frekuensi
Pajanan (fE)
Lamanya masyarakat tinggal di
tempat penelitian dihitung
menurut hari dalam setahun.
(Rahman, 2005)
Wawancara Kuisioner Hari/tahun Rasio
6 Durasi Pajanan
( )
Lamanya waktu terpajan oleh
SO2 di lokasi penelitian dihitung
mulai dari masyarakat tinggal di
lokasi penelitian
Wawancara Kuisioner Tahun Rasio
7
Intake/ Asupan
SO2 (
Banyaknya jumlah konsentrasi
SO2 yang memiliki efek non
kanker (tidak menyebabkan
Memasukkan data
konsentrasi, laju
asupan, berat badan,
Rumus
perhitungan
mg/kg/hari Rasio
66
kanker) pada sebuah media
lingkungan, yang masuk ke
dalam tubuh manusia setiap
harinya yang dinyatakan dalam
satuan mg/kg/hari (Kemenkes,
2012).
waktu pajanan,
frekuensi pajanan, dan
surasi pajanan ke
dalam rumus
perhitungan
Intake (Asupan)
menggunakan
kalkulator
8 Karakteristik
Risiko (RQ)
Besarnya risiko yang dinyatakan
dalam angka tanpa satuan yang
merupakan perhitungan
perbandingan antara intake
dengan dosis dibagi konsentrasi
referensi dari suatu agen risiko
non karsinogenik dapat juga
diinterpretasikan sebagai
aman/tidak amannya suatu agen
Perhitungaan
karakterisasi risiko
untuk efek kronis
nonkarsinogenik
dengan
membandingkan
asupan SO2 pada
populasi dengan dosis
referensi inhalasi SO2.
Rumus
Perhitungan
tingkat risiko
dengan
menggunakan
kalkulator
RQ < 1 :
tidak
berpotensi
gangguan
kesehatan
RQ ≥ 1 :
berpotensi
menimbulka
n gangguan
Rasio
67
risiko terhadap organisme,
sistem, atau sub/populasi.
(Kemenkes, 2012).
kesehatan
68
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode studi
ARKL sebagai dampak pajanan SO2 di udara pada penduduk yang bermukim
di sekitar PT. Pusri Palembang. ARKL bertujuan memperkirakan risiko yang
diterima suatu masyarakat akibat pajanan agen-agen pencemar di lingkungan.
ARKL bukan studi epidemiologi yang memaparkan efek-efek kesehatan dan
agen sebagai variabel independen dengan tujuan memperoleh hubungan
kausalitas antar variabel yang dipaparkan.
Studi ARKL dalam penelitian ini digunakan untuk mengestimasi
risiko pajanan SO2 di dalam udara ambien di pemukiman penduduk sekitar
industri PT. Pusri Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan tahun 2016.
Langkah studi ARKL (Rahman, 2008) antara lain identifikasi bahaya, analisis
pemajanan, analisis dosis-respon, dan karakteristik risiko serta manajemen
risiko apabila nilai besar risiko lebih dari satu (RQ>1).
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian adalah di wilayah sekitar kawasan PT. Pusri Palembang
dengan radius 1.300 meter yang peneliti tentukan yaitu dengan asumsi dari
sumber cerobong emisi gas PT. Pusri Palembang (Packed Boiler) yang terdiri
dari RW 7 dan RW 4 (Kelurahan Sungai Buah), RW 01 dan 08 (Kelurahan 3
69
Ilir), RW 01 RW 04 (Kelurahan 1 Ilir), dan RW 04, RW 07 dan RW 08
(Kelurahan Tangga Takat) dan berdasarkan faktor yang menyebutkan bahwa
semakin tinggi stack (cerobong) maka konsentrasi polutan yang menyebar di
lingkungan hingga sampai dipermukaan tanah akan semakin menurun dan
terus berkurang dengan bertambahnya jarak dari sumber (Juliani, dkk).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016.
Gambar 4.1 Lokasi Penelitian
Sumber : Google earth
Keterangan :
: Radius 1.300 meter
: Titik Emisi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
70
4.3 Subjek Studi
Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan mempunyai 2 subjek studi, yaitu :
1. Populasi manusia yang berisiko.
2. Risk agent, terdapat dalam media lingkungan yang menjalani populasi
manusia yang berisiko
4.4 Populasi dan Sampel Penelitian
4.4.1 Populasi Subyek
Populasi pada penelitian ini adalah penduduk yang bermukim
di daerah sekitar industri PT. Pusri Palembang dengan radius 1.300
meter yang terpajan SO2 pada saat dan sebelum penelitian ini
berlangsung.
4.4.2 Sampel
1. Manusia
Sampel pada penelitian ini adalah masyarakat dewasa yang
berumur 17 tahun keatas yang bermukim lebih dari 2 tahun di
lokasi penelitian dengan radius 1.300 meter dari pusat industri PT.
Pusri Palembang
2. Lingkungan (Udara)
Sampel lingkungan adalah udara ambien di pemukiman penduduk
sekitar industri PT.Pupuk Sriwidjaja Palembang, dikumpulkan
dengan metode pararosanilin dengan peralatan impinger.
71
4.4.3 Pengambilan dan Perhitungan Sampel Manusia
Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan mengestimasi
rata-rata jumlah penduduk dewasa yang terbagi ke dalam 3
pembagian lokasi. Dimana lokasi ditentukan berdasarkan jarak emisi
gas buang PT. Pusri Palembang yaitu 800 meter, 1.050 meter, 1.300
meter. Maka lokasi 1 yaitu penduduk yang bermukim di radius 800
meter, lokasi 2 yaitu penduduk yang bermukim di antara radius 800-
1050 meter, lokasi 3 yaitu penduduk yang bermukim di antara radius
1050-1300 meter
Gambar 4.2 Cluster Sampling
Keterangan :
: Radius 800 meter
: Radius 1050 meter
: Radius 1300 meter
72
Penentuan sampel subyek dalam penelitian ini menggunakan rumus
estimasi rata-rata pada sampel acak sederhana dengan presisi mutlak
dikarenakan variabel-variabel yang digunakan berskala rasio, yaitu :
Keterangan:
n : Besar Sampel
N : Besar Populasi
: Nilai standar distribusi normal (derajat kepercayaan 95%)
σ : Standar deviasi penelitian sebelumnya
d : Tingkat ketelitian yang diinginkan (dalam penelitian ini
digunakan sebesar 10%)
Dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh jumlah sampel dalam
penelitian ini sebagai berikut :
N : 5165 Data Kependudukan di Kelurahan Sungai Buah, 1 Ilir, 3
Ilir dan Tangga Takat, 2013)
: 1,96
σ : 0,6
d : 0,1
Deff : 2
73
x 2
n = 269,4 = 270 (dibulatkan)
Total sampel minimal yang dibutuhkan sebesar 270 sampel. Berdasarkan
pembagian 3 daerah radius lokasi penelitian untuk penentuan besar sampel
di setiap radiusnya menggunakan rumus proporsi dengan populasi
diketahui, yaitu:
Proporsi =
Radius 800 meter (Kelurahan 1 Ilir)
Radius 1050 meter (Kelurahan Sungai Buah)
Radius 1300 meter (Kelurahan 3 ilir dan
Tangga Takat)
Dari keseluruhan total sampel minimal yang dibutuhkan ditambahkan 10%
sebagai sampel cadangan, sehingga total sampel yang diambil sebesar 297
responden dengan rincian pada cluster 1 sebanyak 42 orang, cluster 2
sebanyak 100 orang dan cluster 3 sebanyak 155 orang.
4.4.4 Teknik Pengambilan Sampel Lingkungan (SO2)
Penentuan jumlah titik sampling dilakukan menggunakan kurva
aproksimasi. Jumlah titik yang ditentukan berdasarkan jumlah penduduk
di suatu wilayah dan level pencemaran (Soedomo,2001) . Penentuan titik
sampling kategori SO2 disesuaikan dengan kategori PM2,5, karena PM2,5
74
dihasilkan oleh reaksi kimia yang melibatkan SO2 didalamnya (CENR,
2000). Jumlah penduduk di lokasi penelitian ini adalah 5165 jiwa dan
tingkat pencemaran tergolong rendah karena terdapat satu sumber
potensial. Berdasarkan kategori tersebut dengan jumlah penduduk di
bawah 1 juta jiwa dan tingkat pencemaran rendah maka diperlukan 10
titik pemantauan udara (Soedomo, 2001). Pengukuran konsentrasi udara
dilakukan di pagi, sore, dan malam hari (PERMENLH No. 12 tahun
2010). Dalam SNI 19-7119.7-2005 mengenai penentuan lokasi
pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien, yaitu
pengukuran konsentrasi SO2 dilakukan di titik sampling menghadap ke
arah angin dominan dimana arah angin dominan dapat berasal dari data
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). Penentuan
lokasi pengambilan sampel objek juga ditetapkan dengan
mempertimbangkan faktor meteorologi, geografi dan tata guna lahan.
Sumber : Google earth
Gambar 4.3 Titik Pengambilan Sampel Udara
75
Keterangan :
: Radius 1300 meter
: Titik emisi PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
: Titik Pengambilan Sampel Udara
4.4.5 Metode Pengukuran Konsentrasi Sulfur dioksida (SO2)
Pengukuran kualitas udara ambien di pemukiman penduduk
sekitar industri PT. Pusri Palembang dilakukan oleh petugas Balai
Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit
Palembang bersama peneliti. Pengukuran gas SO2 dilakukan dengan
alat berupa pompa vacuum dan tabung impinger serta penyerap
(absorbant) larutan 0,1 N sodium tetracholoromercurate.
Bagan 4.1 Skema Rangkaian Alat Sampling SO2
Tahapan pengukuran gas SO2 adalah sebagai berikut (BTKL-PP
Palembang, 2016) :
1. Memasang dan menyusun perlatan pengambilan sampel yaitu
tabung impinger, lalu tabung diisi dengan larutan penyerap untuk
SO2
Pemasangan dan
Penyusunan
Tabung Impinger
Pompa
Penghisap
Dihidupkan
Catat Laju
Alir Awal
Sampel Dibawa
ke Laboratorium
Untuk Dianalisa
76
2. Hidupkan pompa penghisap udara setelah diatur lajur alir (flow
rate) pompa 0,5-1 L/menit.
3. Setelah laju alir stabil catat sebagai laju alir awal
4. Setelah dilakukan pengukuran selama 1 jam larutan penyerap
(absorbant) SO2 disimpan didalam kotak pendingin (cold box)
sebelum dibawa ke laboratorium BTKL-PP Palembang untuk
dianilisis. Setelah sampai di laboratorium BTKL-PP Palembang
sampel yang telah diambil sebelumnya akan dianalisis oleh
tenaga laboran yang telah ditunjuk oleh pihak BTKL-PP
Palembang. Analisa laboratorium dilakukan dengan metode
Pararosanilin dan dengan alat yang digunakan untuk analisa
laboratorium menggunakan spektrofotometer. Prosedur analisis di
laboratorium untuk sampel SO2 mengikuti SNI 19-7119.7-2005.
(prosedur selengkapnya ada pada lampiran)
4.4.6 Analisa Sampel SO2
Sampel udara yang telah didapat dilakukan pemeriksaan di BTKL-PP
Palembang dengan menggunakan metode spektofotometri. Volum contoh uji
udara yang diambil dikoreksi pada kondisi normal (250C, 760 mmHg) dengan
menggunakan rumus sebagai berikut :
77
Keterangan :
V = Volum udara yang dihisap (L)
F1 = Laju alir awal (L/menit)
F2 = Laju alir akhir (L/menit)
t = Durasi pengambilan contoh uji (menit)
Pa = Tekanan barometer rata-rata selama pengambilan contoh uji
(mmHg)
Ta = Temperatur rata-rata selama pengambilan contoh uji (K)
298 = Temperatur pada kondisi normal 250 C (K)
760 = Tekanan pada kondisi normal 1 atm (mmHg)
4.4.6.1 Konsentrasi sulfur dioksida (SO2) di udara ambien
a) Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama 1
jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
C = Konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
A = Jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = Volum udara pada kondisi normal (L)
1000 adalah konversi liter (L) ke m3
78
b) Konsentrasi SO2 dalam contoh uji untuk pengambilan contoh uji selama
24 jam dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
C = Konsentrasi SO2 di udara (µg/Nm3)
a = Jumlah SO2 dari contoh uji dengan melihat kurva kalibrasi (µg)
V = Volum udara pada kondisi normal (L)
50= Jumlah total larutan penjerap yang dipakai untuk pengambilan contoh
uji 24 jam
5 = Volum yang dipipet untuk dianalisis dengan spektofotometer
(SNI 19-7119.7-2005)
Setelah dilakukan perhitungan sesuai dengan perhitungan yang tertera
pada panduan cara uji kadar SO2 dengan metoda pararosanilin menggunakan
spektrofotometer yang dikeluarkan oleh Badan Standar Nasional (BSN) maka
akan didapatkan hasil berupa nilai konsentrasi SO2 untuk setiap titik lokasi
pengambilan polutan udara SO2 yang dijadikan sampel penelitian. (SNI 19-
7119.7.2005)
4.5 Pengolahan dan Penyajian Data
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini didapat melalui
pengumpulan data yang berupa data primer dan data sekunder yaitu sebagai
berikut
79
1. Data Primer
Data Primer diperoleh peneliti dengan pengukuran langsung di tempat
penelitian yang terdiri dari konsentrasi SO2, laju asupan, durasi pajanan,
dan berat badan
2. Data Sekunder
Data Sekunder diperoleh dari data Riskesdas tahun 2013, dasar
kesehatan Kota pelembang, literatur-literatur yang terkait penelitian ini.
Data-data primer yang telah dihitung kemudian dilanjutkan dengan tahap-
tahap sebagai berikut :
1) Editing (pemeriksaan data)
Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan terhadap
semua isian kuesioner yang telah dikumpulkan, setelah pengambilan data
di lapangan dan uji laboratorium telah selesai. Kuisioner-kuisioner yang
telah dikumpulkan pada saat pengambilan data di lapangan sebelumnya
diperiksa kembali untuk memastikan bahwa data yang diperoleh semua
terisi, konsisten, relevan dan dapat dibaca dengan baik. Kegiatan ini
dilakukan secara manual dengan memeriksa satu-persatu dari 297 buah
kuisioner yang didapat pada saat turun lapangan.
2) Coding (pemberian kode )
Setelah data diperiksa ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi
kode oleh peneliti secara manual yakni mengubah data berbentuk kalimat
80
atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Kegiatan coding ini dilakukan
pada perangkat lunak khusus pengolahan data.
3) Entry (pemasukan data ke komputer) atau processing
Data yang sudah diberi kode (huruf atau angka) sebelumnya tadi
dimasukkan ke program komputer untuk diolah menggunakan perangkat
lunak pengolahan data untuk mencari ditribusi frekuensi tiap-tiap
variabelnya.
4) Cleaning (Pembersihan Data)
Kegiatan terakhir adalah cleaning yaitu pemeriksaan kembali semua
data yang telah dimasukkan ke dalam program komputer guna menghindari
terjadinya kesalahan pemasukan data.
4.6 Teknik dan Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi dua (2), yaitu
analisis univariat dan analisis risiko.
4.6.1 Analisis Univariat
Analisis ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
masing-masing variabel yang diteliti. Variabel tersebut adalah
konsentrasi SO2 di udara, frekuensi pajanan, lama pajanan,
waktu/durasi pajanan, berat badan dan laju asupan, . Untuk melihat
normalitas data digunakan uji Kolmogorof-Smirnov. Jika data
terdistribusi secara normal, maka nilai tengah variabel tersebut adalah
81
mean, tetapi jika data terdistribusi tidak normal maka digunakan
median. Hasil analisis dari masing-masing variabel kemudian disajikan
dalam bentuk tabel atau diagram batang.
4.6.2 Analisis Risiko
Data yang terkumpul yaitu konsentrasi SO2 sebagai agen
risiko, kondisi antropometri (laju inhalasi dan berat badan), pola
aktivitas (waktu, frekuensi, durasi pajanan, periode waktu rata-rata
harian) responden, kemudian dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
Untuk mengetahui besar risiko (RQ), digunakan persamaan:
Apabila setelah dilakukan perhitungan dengan rumus besar
risiko (RQ) diatas dan akan didapatkan hasil perhitungan berupa nilai
besar risiko (RQ) > 1 ataupun RQ <1. Jika besar risiko (RQ) > 1 maka
dapat disimpulkan polutan udara yang terdapat di udara ambien
berisiko menimbulkan dampak kesehatan nonkarsinogenik bagi
82
penduduk yang bermukim di sekitar PT. Pusri Palembang, sedangkan
jika didapatkan nilai besar risiko (RQ) < 1 maka polutan udara yang
mencemari udara ambien di sekitar PT. Pusri Palembang masih
tergolong aman bagi penduduk yang bermukim di sekitar PT. Pusri
Palembang.
Proses selanjutnya apabila didapati nilai besar risiko >1 maka
dilakukan suatu tindakan pengelolaan risiko berupa manajemen risiko
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
1) Rumus mencari konsentrasi aman
2) Rumus mencari waktu pajanan yang aman
3) Rumus mencari frekuensi pajanan yang aman
Dengan keterangan :
Ink = Intake (mg/kg/hari)
C = Konsentrasi SO2
R = Laju asupan udara (0,83 m3/jam)
83
tE = Waktu pajanan harian (jam/hari)
fE = Frekuensi pajanan (hari/tahun)
Wb = Berat badan responden (kg)
Dt = Durasi pajanan (real time, 30 tahun untuk lifetime)
tavg = Periode waktu rata-rata (30 tahun x 365 hari/tahun untuk zat
nonkarsinogenik)
RfC = Konsentrasi referensi (0,026 mg/kg/hari)
RQ = Risk Qoutient
Cmaks = Konsentrasi agen risiko yang aman (mg/m3)
tEmaks = Waktu pajanan yang aman (hari/tahun)
fEmaks = Frekuensi pajanan yang aman (hari/tahun)
84
BAB V
HASIL
5.1 Profil Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk di sekitar
PT. Pusri Palembang yang masuk ke dalam radius 800 meter (cluster
1), 1050 meter (cluster 2), dan 1300 meter (cluster 3) dari titik emisi
PT. Pusri Palembang yang meliputi wilayah, yaitu Kelurahan Sungai
Buah, Kelurahan 3 Ilir, Kelurahan 1 Ilir, dan Kelurahan Tangga Takat.
Daerah penelitian ini memiliki luas wilayah 1,33 km2 dengan batas-
batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sako
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Ilir Timur II
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Pulau Kemaro
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kalidoni
5.2 Karakteristik Responden
Pada tahap ini yang dipaparkan adalah karakteristik responden
secara umum yang terdiri dari umur, jenis kelamin, status pendidikan,
dan jenis pekerjaan
5.2.1 Umur
Berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov data karakteristik
umur berdistribusi tidak normal, maka digunakan adalah nilai
median umur yaitu 42 tahun. Umur tertua responden adalah 78
85
tahun dan umur termuda adalah 17 tahun. Adapun hasil uji
statistik karakteristik usia responden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Distribusi Usia Masyarakat Dewasa di Pemukiman Sekitar
Kawasan PT.Pusri Palembang Tahun 2016
Karakterisik Median Terkecil-
Terbesar
Umur 42 17-78
Lokasi penelitian dibuat menjadi cluster 1 (800 meter),
cluster 2 (1050 meter) , dan cluster 3 (1300 meter). Adapun
distribusi umur berdasarkan cluster-nya dapat dilihat pada
tabel 5.2 berikut.
Tabel 5.2 Gambaran Umur Responden di Pemukiman Sekitar Kawasan
PT.Pusri Palembang Tahun 2016
Kelompok
Umur (Tahun)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 42 26 61,9 50 50 79 51
< 42 16 38,1 50 50 76 49
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.2 di atas menunjukkan responden di cluster
1 dan cluster 3 lebih banyak memiliki karakteristik umur ≥ 42
tahun yaitu masing-masing 26 orang (61,9%) dan 79 orang
86
(51%), Sedangkan pada cluster 2 proporsi kelompok umur baik
≥ 42 tahun maupun <42 tahun sama-sama berjumlah 50 orang
(50%). Sehingga total keseluruhan responden dengan
karakteristik umur ≥ 42 tahun lebih banyak daripada responden
dengan karakteristik umur < 42 tahun yaitu sebanyak 155
orang (52,2%) berbanding 142 orang (47,8%).
5.2.2 Jenis Kelamin
Jenis kelamin terbagi dua kelompok yaitu laki-laki dan
perempuan. Distribusi responden menurut jenis kelamin dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.3
Distribusi Jenis Kelamin Masyarakat Dewasa di Pemukiman
Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016
Jenis kelamin Cluster
1 2 3
n % n % n %
Laki-laki 21 50 33 33 37 23,9
Perempuan 21 50 67 67 118 76,1
Total 42 100 100 100 155 100
Berdasarkan tabel 5.3 jumlah responden di cluster 1 baik
responden laki-laki maupun perempuan sama-sama berjumlah 21
orang (50%). Sedangkan responden di cluster 2 dan cluster 3
dimana responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak
87
dibanding responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
masing-masing berjumlah 67 orang (67%) dan 118 orang
(76,1%). Sehingga total keseluruhan dari ketiga cluster wilayah
penelitian, responden dengan jenis kelamin perempuan lebih
banyak daripada responden dengan jenis kelamin laki-laki yaitu
berjumlah 206 orang (69,4%) berbanding 91 orang (30,6%).
5.2.3 Jenis Pekerjaan
Jenis pekerjaan responden pada penelitian ini terdiri dari
buruh, pedagang, dosen/guru, ibu rumah tangga (IRT), pelajar,
pengangguran, dan pensiunan. Adapun distribusi jenis pekerjaan
dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Distribusi Jenis Pekerjaan Masyarakat Dewasa di Pemukiman
Sekitar PT. Pusri Palembang Tahun 2016
Jenis pekerjaan
Cluster
1 2 3
n % n % n %
Buruh/Pekerja lepas 5 11,9 14 14 11 7,2
Wiraswasta/Pedagang 9 21,4 22 22 25 16,1
Guru/Dosen 2 4,8 - - 1 0,6
IRT 14 33,3 53 53 96 62
Pelajar 2 4,8 2 2 1 0,6
Pengangguran 1 2,4 1 1 3 1,9
Pensiunan - - 1 1 3 1,9
Pegawai Swasta 9 21,4 7 7 15 9,7
Total 42 100 100 100 155 100
88
Dari tabel 5.4 menunjukkan responden di setiap cluster
berdasarkan karakteristik jenis pekerjaan didominasi oleh jenis
pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT), terbanyak ada di cluster 3 yaitu
62% lalu cluster 2 yaitu 53% dan cluster 1 yaitu 33,3%.
5.3 Deskriptif Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 8 variabel antara lain
konsentrasi SO2 yang ada di pemukiman sekitar pabrik PT. Pusri
Palembang, berat badan, laju asupan, waktu pajanan, frekuensi
pajanan, durasi pajanan masyarakat dewasa yang menjadi responden
penelitian, perhitungan nilai asupan serta karakteristik risiko dari
pajanan SO2 yang dikeluarkan dari menara cerobong pabrik PT. Pusri
Palembang. Adapun hasil uji statistiknya antara lain.
89
Tabel 5.5
Distribusi Konsentrasi SO2, Berat Badan, Laju Asupan, Waktu
Pajanan, Frekuensi Pajanan, dan Durasi Pajanan Masyarakat di
Pemukiman Sekitar PT.Pusri Palembang Tahun 2016
Variabel Mean Median SD Terkecil-
Terbesar
Konsentrasi SO2
(mg/m3) 0,248 0,246 0,0043
0,245-
0,254
Berat Badan (Kg) 57,6 56,4 11 27,9-100,5
Laju Asupan (m3/hari) 0,60 0,60 0,04 0,43-0,73
Waktu Pajanan
(jam/hari) 21 24 3,88 8-24
Frekuensi Pajanan
(hari/tahun) 356 365 23,4 189-365
Durasi Pajanan
(tahun) 31,3 31 17,7 2-75
Dari tabel 5.5 diatas untuk variabel penelitian yang datanya
berdistribusi normal hanya terdapat pada variabel laju asupan dan
diambil nilai rata-ratanya (mean), sedangkan untuk variabel lainnya
berdistribusi tidak normal dan diambil nilai tengahnya (median) pada
masing-masing variabel. Maka didapatkan nilai rata-rata untuk
variabel laju asupan sebesar 0,60 m3/hari dengan simpangan baku
sebesar 0,04; laju asupan terendah sebesar 0,43 m3/hari dan tertinggi
sebesar 0,73 m3/hari.
90
Variabel konsentrasi SO2 memiliki nilai median sebesar 0,246
mg/m3 dengan simpangan baku sebesar 0,0043 konsentrasi terendah
sebesar 0,245 mg/m3 dan konsentrasi tertinggi sebesar 0,254 mg/m3.
Variabel berat badan memiliki nilai median sebesar 56,4 kg dengan
simpangan baku sebesar 11 berat badan terendah sebesar 26 kg dan
yang tertinggi sebesar 100,5 kg. Variabel waktu pajanan memiliki nilai
median sebesar 24 jam/hari dengan simpangan baku sebesar 3,88
waktu pajanan terendah sebesar 8 jam/hari dan tertinggi sebesar 24
jam/hari responden selalu terpajan polutan SO2. Variabel frekuensi
pajanan memiliki nilai median sebesar 365 hari/tahun dengan
simpangan baku sebesar 23,4 frekuensi pajanan terendah sebesar 189
hari/tahun dan yang tertinggi sebesar 365 hari/tahun responden selalu
terpajan polutan SO2. Sedangkan untuk variabel durasi pajanan
memiliki nilai median sebesar 31 tahun dengan simpangan baku
sebesar 17,7; durasi pajanan terendah sebesar 2 tahun dan yang
tertinggi sebesar 75 tahun.
5.3.1 Konsentrasi SO2
Konsentrasi SO2 pada penelitian ini dibagi menjadi 3
lokasi pengukuran yaitu pada jarak 800 meter (cluster 1), 1050
meter (cluster 2), dan 1300 meter (cluster 3) dari sumber emisi
PT. Pusri Palembang. Berikut merupakan distribusi frekuensi
91
responden yang terpajan polutan SO2 berdasarkan pembagian
lokasi penelitian.
Tabel 5.6
Distribusi Frekuensi Konsentrasi SO2 di Pemukiman Sekitar PT.
Pusri Palembang Tahun 2016
Konsentrasi
SO2 (mg/m3)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 0,246 42 100 61 61 91 58,7
< 0,246 0 0 39 39 64 41,3
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.6 diatas jika dibandingkan dengan nilai
median konsentrasi SO2 keseluruhan wilayah (0,246 mg/m3),
maka dapat diketahui bahwa di cluster 1 lokasi penelitian
keseluruhan responden terpajan SO2 dengan konsentrasi diatas
nilai median. Pada cluster 2 dan 3 wilayah penelitian responden
lebih cenderung terpajan konsentrasi SO2 diatas nilai median
yaitu masing-masing sebesar 61 orang (61%) pada cluster 2 dan
91 orang (58,7%) pada cluster 3.
Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian,
maka didapatkan hasil bahwa lebih banyak responden yang
terpajan SO2 dengan nilai konsentrasi di atas nilai median 0,246
mg/m3 yaitu sebesar 65,3% dari total responden dibandingkan
92
dengan responden yang terpajan SO2 dengan konsentrasi di
bawah nilai median yaitu sebesar 34,7%.
5.3.2 Berat Badan
Adapun distribusi frekuensi variabel berat badan
masyarakat dewasa di pemukiman sekitar PT.Pusri Palembang
tahun 2016 dilihat dari pembagian lokasi penelitian dapat dilihat
pada tabel 5.7 berikut
Tabel 5.7
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Berat Badan tiap
Cluster
Berat
Badan
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 56,4 20 47,6 45 45 84 54,2
< 56,4 22 52,4 55 55 71 45,8
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.7 diatas jika dibandingkan dengan nilai
median berat badan keseluruhan (56,4 kg), maka dapat diketahui
bahwa pada cluster 1 dan cluster 2 lokasi penelitian responden
lebih cenderung memiliki berat badan di bawah nilai median
yaitu masing-masing sebesar 20 orang (47,6% ) responden pada
cluster 1 dan 45 orang (45%) pada cluster 2. Akan tetapi,
93
berbeda dibandingkan dengan responden yang bermukim pada
kawasan cluster 3 yang lebih cenderung memiliki berat badan
diatas nilai median yaitu sebesar 84 orang responden (54,2%).
Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian,
maka didapatkan hasil bahwa lebih besar responden yang
memiliki berat badan di atas nilai median yaitu sebesar 50,2%
dari total responden dibandingkan dengan responden yang
memiliki berat badan di bawah nilai median 56,4 kg yaitu
sebesar 49,8%.
5.3.3 Laju Asupan
Laju asupan adalah banyaknya SO2 yang masuk dalam
tubuh setiap jamnya lewat jalur inhalasi (pernapasan) yang ada
di wilayah penelitian selama 24 jam. Laju asupan pada penelitian
ini dihitung dengan persamaan y = 5,3 Ln(x) – 6,9 dengan y = R
dalam satuan m3/hari dan x = Wb atau berat badan. Adapun
distribusi frekuensi variabel penelitian laju asupan masyarakat
dewasa di pemukiman sekitar PT. Pusri Palembang tahun 2016
berdasarkan lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel berikut.
94
Tabel 5.8
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Laju Asupan tiap
Cluster
Laju
Asupan
(m3/jam)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 0,60 21 50 49 49 90 61,3
< 0,60 21 50 51 51 65 38,7
Total 42 100 100 100 155 100
Rata-rata 0,60 m3/hari 0,60 m3/hari 0,60 m3/hari
Dari tabel 5.8 diatas jika dibandingkan dengan nilai
rata-rata laju asupan total (0,60 m3/jam), maka dapat diketahui
bahwa pada cluster 1 lokasi penelitian responden lebih
cenderung memiliki laju asupan pada nilai rata-rata yaitu sebesar
50% responden. Akan tetapi, berbeda dibandingkan dengan
cluster 2 lebih cenderung memiliki laju asupan dibawah nilai
rata-rata yaitu sebesar 51% dibandingkan responden yang
memiliki laju asupan diatas hanya sebesar 49%. Sedangkan pada
cluster 3 dimana responden lebih cenderung memiliki laju
asupan di atas nilai rata-rata yaitu sebesar 61,3%.
Jika dilihat keseluruhan dari 3 cluster lokasi penelitian,
maka didapatkan hasil bahwa lebih besar responden yang
memiliki laju asupan di atas nilai rata-rata yaitu sebesar 53,9%
95
dari total responden (297 orang) dibandingkan dengan responden
yang memiliki laju asupan di bawah nilai rata-rata 0,60 m3/jam
yaitu sebesar 46,1%.
5.3.4 Waktu Pajanan
Waktu pajanan atau lama pajanan adalah jumlah jam
terjadinya pajanan SO2 yang memajani responden setiap harinya.
Adapun hasil distribusi frekuensi waktu pajanan responden
berdasarkan pembagian lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel
5.9 berikut.
Tabel 5.9
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Waktu Pajanan
tiap Cluster
Waktu Pajanan
(jam/hari)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
24 11 26,2 49 49 101 65,2
< 24 31 73,8 51 51 54 34,8
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.9 dapat dilihat dari distribusi frekuensi waktu
pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median waktu
pajanan keseluruhan lokasi penelitian (24 jam/hari), maka
96
responden di cluster 1 lebih banyak memiliki nilai waktu pajanan
di bawah nilai median yaitu sebanyak 31 orang (73,8%),
sedangkan responden pada cluster 3 memiliki nilai waktu
pajanan lebih besar di atas nilai median yaitu sebanyak 101
orang (65,2%).
Sehingga secara keseluruhan total responden dengan waktu
pajanan SO2 di atas nilai median lebih besar dibandingkan
dengan responden yang memiliki waktu pajanan SO2 di bawah
nilai median yaitu sebanyak 161 responden (54,2 %) berbanding
136 responden (45,6%).
5.3.5 Frekuensi Pajanan
Frekuensi pajanan adalah jumlah hari pemajanan SO2 yang
diterima responden dalam satu tahun dikurangi lama responden
meninggalkan wilayah studi. Adapun hasil distribusi frekuensi
pajanan responden berdasarkan pembagian lokasi penelitian
dapat dilihat pada tabel 5.10 berikut
97
Tabel 5.10
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Frekuensi Pajanan
tiap Cluster
Frekuensi
Pajanan
(hari/tahun)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
365 31 73,8 71 71 107 69
< 365 11 26,2 29 29 48 31
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.10 di dapat dilihat dari distibusi frekuensi
pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median frekuensi
pajanan keseluruhan lokasi penelitian, maka responden di cluster
1, cluster 2, dan cluster 3 didominasi dengan nilai frekuensi
pajanan berada pada nilai frekuensi pajanan total yaitu masing-
masing sebanyak 31 orang (73,8%), 71 orang (71%), dan 107
orang (69%).
Sehingga total responden dengan frekuensi pajanan di
atas nilai median lebih banyak dibandingkan dengan responden
yang memiliki frekuensi pajanan di bawah nilai median yaitu
69,7% berbanding 30,3%.
98
5.3.6 Durasi Pajanan
Durasi pajanan adalah lamanya waktu terpajan oleh SO2 di
lokasi penelitian. Adapun hasil distribusi frekuensi durasi
pajanan berdasarkan pembagian lokasi penelitian dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 5.11
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Durasi Pajanan
tiap Cluster
Durasi Pajanan
(tahun)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 31 19 45,2 50 50 81 52,3
< 31 23 54,8 50 50 74 47,7
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.11 dilihat dari distribusi durasi pajanan tiap
cluster dibandingkan dengan nilai median durasi pajanan
keseluruhan (31 tahun), maka responden di cluster 1 lebih
cenderung memiliki nilai durasi pajanan di bawah nilai median
durasi pajanan total yaitu sebanyak 19 orang (45,2%) berbanding
23 orang (54,8%) responden yang memiliki nilai durasi pajanan
diatas nilai median, sedangkan responden yang bermukim di
kawasan cluster 3 lebih banyak memiliki nilai durasi pajanan di
atas nilai median total yaitu 81 orang (52,3%) berbanding 74
orang (47,7%) dibawah nilai median.
99
Sehingga total responden dengan nilai durasi pajanan di
atas nilai median lebih banyak dibandingkan dengan responden
yang memiliki durasi pajanan di bawah nilai rata-rata yaitu 150
orang (50,5%) berbanding 147 (49,5%).
5.3.7 Nilai Intake (Asupan SO2)
Asupan Pajanan SO2 adalah jumlah asupan risk agent
yang diterima rata-rata sampel per berat badan rata-rata sampel
per hari. Nilai asupan dihitung dengan persamaan :
Keterangan :
I : Asupan
C : Konsentrasi SO2 (mg/m3)
R : Laju asupan
tE : Waktu paparan
fE : Frekuensi paparan
Dt : Durasi paparan
Wb : Berat badan
tavg : Periode waktu rata-rata
Berikut contoh perhitungan asupan berdasarkan semua
data yang didapatkan saat kegiatan pengumpulan data. Hasil
100
penelitian diketahui bahwa nilai rata-rata konsentrasi SO2 adalah
0,246 mg/m3 ,nilai rata-rata laju asupan adalah 0,60 m3 /jam,
nilai rata-rata waktu pajanan adalah 24 jam. Rata-rata frekuensi
pajanan adalah 365 hari/tahun, rata-rata durasi paparan adalah 31
tahun dan rata-rata berat badan adalah 56,4 kg.
I = 0,065 mg/kg/hari
Jadi asupan konsentrasi SO2 adalah 0,065 mg/kg/hari.
Adapun hasil uji normalitas variabel asupan pajanan SO2 dapat
dilihat pada tabel 5.15 berikut :
Tabel 5.12
Distribusi Menurut Asupan Pajanan SO2
Variabel Mean Median SD Terkecil-
Terbesar
Asupan Pajanan
SO2 (mg/kg/hari) 0,058 0,053 0,038
0,02-
0,229
Dari tabel 5.12 di atas setelah dilakukan uji normalitas
diketahui data untuk variabel asupan pajanan SO2 tidak
berdistribusi normal, maka yang digunakan adalah nilai median
101
yaitu 0,053 mg/kg/hari dengan simpangan baku 0,038
mg/kg/hari. Asupan SO2 tertinggi adalah 0,229 mg/kg/hari dan
yang terendah adalah 0,02 mg/kg/hari.
Tabel 5.13
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Asupan Pajanan SO2
Asupan
Pajanan SO2
(mg/kg/hari)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 0,052 16 38,1 50 50 84 54,2
< 0,052 26 61,9 50 50 71 45,8
Total 42 100 100 100 155 100
Dari tabel 5.13 di atas dapat dilihat dari distribusi
asupan pajanan tiap cluster dibandingkan dengan nilai median
asupan pajanan keseluruhan (0,052 mg/kg/hari), maka
responden yang bermukim di kawasan cluster 1 lebih banyak
memiliki nilai asupan di bawah nilai median yaitu 61,9%
berbanding 38,1% yang memiliki nilai asupan pajanan SO2
diatas nilai median, sedangkan responden di cluster 2 dan
cluster 3 lebih banyak memiliki nilai asupan pajanan SO2 di
atas nilai median yaitu masing-masing 50% dan 54,2%.
Sehingga total responden dengan nilai asupan di atas nilai
median lebih banyak dibandingkan dengan responden yang
102
memiliki nilai asupan di bawah nilai median yaitu 50,5%
berbanding 49,5%.
5.3.8 Karakteristik Risiko
Besar risiko kesehatan dilakukan untuk membandingkan
nilai asupan (intake) dengan nilai dosis acuan (RfC) yang dikenal
dengan nilai risiko atau Risk Quotient (RQ). Berikut contoh
perhitungan RQ :
RQ = 0,05
Adapun hasil uji statistik variabel karakteristik risiko dapat
dilihat pada tabel 5.17 berikut.
Tabel 5.14
Distribusi Menurut Karakteristik Risiko
Variabel Mean Median SD Terkecil-
Terbesar
Karakteristik
Risiko (RQ) 0,274 0,252 0,181
0,011-
0,972
Berdasarkan hasil uji normalitas yang telah dilakukan
diketahui bahwa variabel karakteristik risiko menunjukkan data
103
berdistribusi tidak normal, maka yang digunakan adalah nilai
median yaitu 0,252 dengan simpangan baku 0,181. Besar nilai
risiko tertinggi adalah 0,972 dan yang terendah 0,011.
Tabel 5.15
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Besar
Risiko
Besar
Risiko
(RQ)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
≥ 1 0 0 0 0 0 0
< 1 42 100 100 100 155 100
Total 42 100 100 100 155 100
Pada tabel 5.15 di atas dapat dilihat dari distribusi besar
risiko tiap cluster dibandingkan dengan batas nilai aman yaitu
1, maka disetiap cluster baik cluster 1, cluster 2, dan cluster 3
untuk waktu saat ini (real time) tidak ada responden yang
berisiko mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
pajanan SO2 atau dengan kata lain setelah dilakukan
perhitungan karakteristik risiko tidak ada responden yang
menghasilkan nilai risk question (RQ) lebih atau sama dengan
nilai 1 (RQ≥1). Namun, karena penelitian dengan metode
ARKL merupakan metode yang dapat digunakan untuk
104
memprakirakan risiko di waktu yang akan datang maka peneliti
melakukan perhitungan prakiraan risiko lanjutan untuk waktu 5
tahun, 10 tahun, 15 tahun, 20 tahun, 25 tahun dan 30 tahun
yang akan dating. Adapun hasil perhitungan prakiraan dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.16
Prakiraan Besar Risiko 5, 10,15,20,15 Sampai 30 tahun
yang akan datang
Dari tabel diatas menunjukkan besar risiko pada
perhitungan ARKL untuk prakiraan 5 tahun yang akan datang
Prakiraan
Besar
Risiko
(RQ)
Cluster
1 2 3
n % n % n %
5 Tahun ≥ 1 0 0 1 0 0 0
< 1 42 100 99 99 155 100
10 Tahun ≥ 1 0 0 2 2 1 0,7
< 1 42 42 98 98 154 99,3
15 Tahun ≥ 1 1 2,4 2 2 1 0,7
< 1 41 97,6 98 98 154 99,3
20 Tahun ≥ 1 1 2,4 2 2 1 0,7
< 1 41 97,6 98 98 154 99,3
25 Tahun ≥ 1 2 95,2 2 2 2 1,3
< 1 40 4,8 98 98 153 98,7
30 Tahun ≥ 1 3 7,2 3 3 3 1,9
< 1 39 92,8 97 97 152 98,1
105
hanya terdapat 1 orang responden (0,3%) dari keseluruhan total
297 responden yang memiliki tingkat risiko tidak aman
(RQ≥1) yaitu responden yang bermukim pada lokasi cluster 2
penelitian. Pada prakiraan risiko 10 tahun yang akan datang
jumlah responden yang memiliki tingkat risiko tidak aman
(RQ≥1) bertambah menjadi 3 orang responden (1%) dari
keseluruhan total 297 responden yaitu 2 responden pada cluster
2 dan 1 responden pada cluster 3. Untuk prakiraan 15 dan 20
tahun yang akan datang jumlah responden yang memiliki
tingkat risiko tidak aman (RQ≥1) bertambah menjadi 4 orang
responden (1,35 %) dari keseluruhan total 297 responden yaitu
2 responden pada cluster 2 dan 1 reponden masing-masing
pada cluster 1 dan cluster 3. Prakiraan besar risiko 25 tahun
yang akan datang jumlah responden yang memiliki risiko
tidak aman (RQ≥1) berjumlah 6 responden (2%) dari
keseluruhan total 297 responden yaitu masing-masing 2
responden pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3. Sedangkan
untuk prakiraan besar risiko 30 tahun yang akan datang jumlah
responden yang memiliki risiko tidak aman (RQ≥1) berjumlah
9 orang responden (3%) dari keseluruhan total 297 responden
yang diteliti yaitu masing-masing 3 responden pada cluster 1,
cluster 2, dan cluster 3.
106
107
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian, diantaranya adalah:
1. Dalam menentukan angka frekuensi pajanan (hari/tahun) hanya
mengandalkan daya ingat responden sehingga dapat terjadi
ketidaktepatan jumlah frekuensi pajanan.
2. Terdapat sebuah mesin pabrik yang mengalami pemeriksaan rutin
(shut down) sehingga tidak mengeluarkan emisi gas buang secara
penuh sebagaimana bila mesin berfungsi secara keseluruhan.
3. Kondisi cuaca yang kurang stabil sehingga sedikit menyulitkan
saat pengambilan sampel manusia dan sampel lingkungan
konsentrasi SO2.
4. Keterbatasan uji ARKL ini tidak menguji biomarker, sehingga
penelitian ini hanya mengandalkan data berat badan, waktu
pajanan, frekuensi pajanan dan lama durasi pajanan responden
bermukim di lokasi penelitian sebagai variabel penelitiannya.
6.2 Konsentrasi SO2 di Udara
Sulfur dioksida (SO2) adalah gas yang tidak berwarna dengan
bau yang menyengat. Berbentuk cairan ketika berada di bawah
108
tekanan, dan dengan mudah larut dalam air (ATSDR,1998). SO2
banyak dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar yang
menggunakan kandungan sulfur yang tinggi atau peleburan tembaga.
Walaupun begitu, terdapat sumber alami dari SO2 antara lain dari
gunung berapi. Energi panas dari pembakaran bahan bakar sulfur
tingkat tinggi secara umum menjadi sumber utama emisi SO2 di dunia
yang berasal dari kegiatan manusia, yang diikuti oleh boiler industri
dan smelter logam (WBG, 1998).
Lokasi yang dipilih dalam penelitian ini merupakan lokasi
yang masuk dalam kawasan cemaran limbah gas dari PT. Pusri
Palembang yaitu dalam radius 1300 meter dari sumber emisi. Sebaran
data konsentrasi SO2 yang dikumpulkan di 10 titik sampel udara yang
disetiap titiknya dilakukan 3 kali pengukuran pada waktu pagi, sore,
dan malam hari (PERMENLH No. 12 tahun 2010) dengan metode
analisis pararosaniline serta menggunakan alat berupa spektofotometri.
Titik pengukuran kualitas udara yang tersebar merata pada setiap
clusternya menghasilkan data yang tidak berdistribusi normal
sehingga digunakan nilai median sebagai nilai konsentrasi SO2 nya.
Nilai median konsentrasi SO2 sebesar 0,246 mg/m3 dengan nilai
minimum 0,245 mg/m3 dan maksimum 0,254 mg/m3. Konsentrasi di
cluster 1 lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi di cluster 2 dan
3. Untuk konsentrasi SO2 di udara ambien pada penelitian ini baik
109
minimum, maksimum dan konsentrasi pada cluster 1, cluster 2, dan
cluster 3 tidak ada yang melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Th. 1999 yaitu
sebesar 900 µg/Nm3 (0,9 mg/m3) untuk waktu pengukuran selama 1
jam.
Nilai konsentrasi SO2 pada penelitian ini lebih tinggi
dibanding dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nukman, dkk
(2005) di 9 kota besar dengan nilai rata-rata SO2 nya sebesar 0,033
mg/m3. Peneliti lain di kawasan Kelapa Gading mendapatkan hasil
nilai rata-rata konsentrasi SO2 sebesar 0,033 mg/m3 (Sukadi, 2014).
Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2012)
di kawasan Bundaran Hotel Indonesia mendapatkan hasil konsentrasi
SO2 pada hari kerja sebesar 0,037 mg/m3 dan pada hari libur sebesar
0,0352 mg/m3.
Perbedaan besar konsentrasi yang cukup signifikan antara
penelitian ini dengan penelitian lainnya disebabkan oleh perbedaan
sumber pencemaran SO2 itu sendiri. Untuk penelitian lainnya
bersumber dari sumber garis (jalan raya) dan sumber area (terminal
bis) yang dikeluarkan dari emisi sumber bergerak seperti kendaraan
beroda empat dan beroda dua, sedangkan penelitian ini sumber
pencemar SO2 itu sendiri berasal dari sumber titik yaitu cerobong
pembangkit listrik dan boiler PT.Pusri Palembang dimana sumber ini
110
adalah penyumbang terbesar emisi SO2 yang ada di dunia yang
dihasilkan oleh kegiatan manusia yaitu menggunakan batubara sebagai
bahan bakar utamanya.
Konsentrasi SO2 yang ada di pemukiman sekitar PT. Pusri
Palembang ini sewaktu-waktu memungkinkan untuk meningkat
melebihi rata-rata konsentrasi SO2 yang diukur pada saat penelitian
ini berlangsung. Kondisi ini bisa saja terjadi apabila PT. Pusri
Palembang meningkatkan daya produksi pabrik dari kegiatan produksi
pada keadaan normalnya. Selain itu, konsentrasi SO2 dapat meningkat
apabila keempat cerobong pembangkit listrik, pemanas bahan bakar
dan boiler beroperasi secara bersamaan tanpa henti. Hal ini diperkuat
apabila PT. Pusri Palembang tidak menjaga kondisi fisik penyaring
limbah gas disetiap menara cerobong pembangkit listrik, boiler dan
pemanas bahan bakar tempat limbah gas dibuang ke udara ambien.
Selain itu, konsentrasi SO2 di pemukiman penduduk dapat meningkat
apabila pihak perusahaan tidak menjaga kelestarian hutan pelindung
yang ada di sekitar wilayah pabrik dimana hutan pelindung selain
berfungsi sebagai peredam kebisingan akibat aktivitas produksi pabrik
hutan pelindung juga berfungsi sebagai media untuk mereduksi
polutan pencemar udara seperti SO2 . Menjaga kondisi hutan dalam hal
ini sesuai pasal 38 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia n0. 142
Tahun 2015 adalah salah satu pengelolaan dan pemantauan lingkungan
111
hidup yang harus di lakukan oleh pihak perusahaan serta didukung
oleh Peraturan Menteri Perindustrian no. 35 Tahun 2010 dimana di
suatu kawasan industry diwajibkan minimal memiliki 10% ruang
terbuka hijau sebagai salah satu bentuk upaya perusahaan dalam
mewujudkan daya dukung lingkungan dari aktivitas industri yang PT.
Pusri Palembang jalankan.
6.3 Berat Badan
Berat badan individu merupakan variabel antropometri penting
yang sangat mempengaruhi besar dosis aktual suatu risk agent yang
diterima individu karena semakin besar berat badan individu semakin
kecil dosis internal yang diterima. Berat badan berimplikasi pada nilai
numerik standar atau baku mutu sebagai salah satu bentuk
pengendalian risiko (Nukman, dkk., 2005).
Nilai median berat badan adalah 56,4 kg yang didapatkan dari
penimbangan langsung setiap responden. Hasil ini didapatkan setelah
dilakukan pengujian normalitas yang menghasilkan data berdistribusi
tidak normal sehingga digunakan nilai median sebagai tolak ukur.
Pada cluster 1 nilai median berat badan adalah 55,6 kg, pada cluster 2
berat badan adalah 57,1 kg, dan pada cluster 3 nilai median berat
badan adalah 56,8 kg. Jika dibandingkan dengan penelitian sejenis
yang dilakukan oleh Hafiyah (2011) berat badan masyarakat usia
112
dewasa di TPA Sampah Cipayung yaitu memiliki berat badan rata-rata
sebesar 57,45 kg. Sama halnya pada penelitian yang dilakukan
Nukman, dkk (2005), berat badan pada 1378 responden pada 9 kota
pada transportasi nilai rata-ratanya 55 kg. Berat badan pada penelitian
ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Hafiyah serta Novirsa dan
Achmadi. Angka 55 kg sebenarnya telah dipakai oleh IRIS untuk
menetapkan RfC yang nilai NOAEL atau LOAEL-nya berasal dari
studi-studi epidemiologi di kawasan Asia. Jika dibandingkan dengan
rata-rata berat dewasa normal Asia yaitu 55 kg berat badan responden
penelitian menunjukkan 3% lebih berat daripada berat badan dewasa
normal Asia.
Pada penelitian ini nilai besar risiko berbanding terbalik
dengan nilai berat badan, sehingga semakin besar nilai berat badan
responden semakin kecil nilai besar risiko responden. Sesuai dengan
penelitian Haryoto, Setyono dan Masykuri (2014) yang menghasilkan
responden dengan berat badan diatas rata-rata memiliki besar risiko
yang lebih kecil dibandingkan dengan responden yang memiliki berat
badan di bawah nilai rata-rata.
6.4 Laju Asupan
Nilai rata-rata (mean) laju asupan harian total responden adalah
0,60 m3/jam yang didapatkan dari hasil perhitungan dengan persamaan
113
y = 5,3 Ln(x) – 6,9, dengan y = R dalam satuan m3/hari dan x = Wb
atau berat badan yang didapatkan dengan cara penimbangan langsung.
Semua laju asupan pada cluster 1, cluster 2, dan cluster 3 sama-sama
menunjukkan nilai 0,60 m3/jam. Hal ini sejalan dengan penelitian
Rahman, dkk (2008) yang menghasilkan nilai laju asupan sebesar 0,6
m3/jam. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai
default EPA yaitu 0,83 m3/jam. Perbedaan ini disebabkan nilai default
berat badan yang digunakan EPA adalah 55 kg.
Pada penelitian ini laju asupan sangat bergantung pada berat
badan responden dimana semakin besar berat badan responden maka
semakin besar laju asupan responden itu sendiri. Sesuai dengan teori
Syaifudin (1997) yang menyatakan semakin besar berat badan
seseorang maka semakin besar juga kapasitas volume paru seseorang
yang memungkinkan udara lebih banyak masuk ke dalam tubuh.
Sehingga, semakin besar volume paru-paru seseorang yang dimasuki
udara mengandung gas pencemar udara seperti SO2, memungkinkan
semakin besar risiko seseorang tersebut memiliki dampak yang tidak
aman terhadap kesehatannya.
6.5 Waktu Pajanan
Waktu atau lama pajanan juga mempengaruhi nilai asupan
(intake). Hasil penelitian menunjukkan data yang didapatkan di
114
lapangan berdistribusi tidak normal sehingga yang menjadi acuan
adalah nilai tengah (median). Nilai tengah (median) waktu pajanan
harian adalah 24 jam/hari yang didapatkan dari hasil wawancara
langsung kepada responden. Waktu pajanan di cluster 1 lebih rendah
yaitu 22 jam/hari dibandingkan dengan cluster 2 yaitu 23 jam/hari dan
cluster 3 dengan waktu pajanan yaitu 24 jam/hari hal ini dikarenakan
masyarakat yang di cluster 1 lebih banyak keluar dari lokasi penelitian
dibandingkan dengan masyarakat cluster 2 dan cluster 3. Hal ini dapat
dilihat dari jenis pekerjaan responden di cluster 1 yang memungkinkan
untuk meninggalkan pemukiman seperti pekerjaan sebagai seorang
buruh, pedagang, dan pekerja swasta yang lebih banyak daripada
cluster 2 dan cluster 3.
Tidak jauh berbeda dengan waktu pajanan pada penelitian ini,
waktu pajanan pada penelitian yang dilakukan Novirsa dan Achmadi
(2012) serta Ma’rufi (2014) memiliki nilai median waktu pajanan 24
jam/hari. Hal ini bisa terjadi dikarenakan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Novirsa dan Achmadi (2012) memiliki
karakteristik wilayah penelitian dan responden yang sama yaitu
sumber pencemar udara tidak bergerak (pabrik) dan karaketristik
responden yaitu masyarakat usia dewasa.
Berdasarkan hasil wawancara saat pengumpulan data selain
pekerjaan, hal lain yang menyebabkan responden meninggalkan
115
pemukiman adalah kegiatan sehari-hari seperti mengantar anak ke
sekolah, dan ke pasar. Oleh karena itu sebagian besar waktu yang
dihabiskan oleh responden yang tinggal di sekitar industri PT. Pusri
Palembang digunakan untuk beraktivitas di dalam wilayah penelitian
itu sendiri. Waktu pajanan selama 24 jam/hari merupakan waktu
pajanan maksimal dalam di kehidupan dalam satuan jam/hari,
sehingga jika terpapar dalam waktu maksimal maka akan semakin
besar pula peluang responden memiliki besar risiko yang tidak aman,
seperti penelitian Ramadhona (2014) yang menunjukkan semakin
lama seseorang terpapar amonia semakin besar risiko kesehatan yang
dapat diterima. Hal itu pun berlaku untuk kesemua zat pencemar udara
lainnya yang termasuk didalamnya SO2
6.6 Frekuensi Pajanan
Frekuensi pajanan adalah jumlah hari pemajanan SO2 yang
diterima responden dalam satu tahun dikurangi lama responden
meninggalkan lokasi penelitian dalam satuan hari. Nilai tengah
(median) frekuensi pajanan adalah 365 hari/tahun. Frekuensi pajanan
pada cluster 1, cluster 2 dan cluster 3 menunjukkan nilai yang sama
yaitu 365 hari/tahun. Hal ini disebabkan karena responden penelitian
ini kebanyakan tidak meninggalkan lokasi penelitian sampai 1 hari
penuh dan juga banyak responden merupakan orang asli dari lokasi
116
penelitian sehingga pada saat hari raya keagamaan atau hari libur
panjang responden tidak meninggalkan lokasi penelitian sampai 1 hari
penuh dikarenakan keluarga besar mereka juga tinggal di daerah dekat
dengan lokasi penelitian.
Frekuensi pajanan yang diterima responden pada penelitian ini
cukup tinggi karena 365 hari/tahun merupakan paparan maksimal yang
diterima manusia dalam satuan waktu hari/tahun, sehingga jika
pajanan yang diterima responden adalah pajanan masksimal hal
tersebut juga dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan bagi
responden disebabkan karena responden terus menerus terpajan udara
yang mengandung SO2, sebagaimana penelitian Wardani (2012) yang
menunjukkan semakin besar frekuensi sesesorang dalam satu tahun
terpapar zat berbahaya di udara ambien maka semakin besar risiko
kesehatan yang diterima oleh seseorang tersebut.
6.7 Durasi Pajanan
Durasi pajanan adalah lamanya waktu terpajan oleh SO2 di
lokasi penelitian. Pada peneilitian ini durasi paparan yang diteliti yaitu
pada saat dilakukan penelitian dengan nilai median selama 31 tahun.
Pada cluster 1 nilai durasi pajanan selama 31,9 tahun, pada cluster 2
selama 31,6 tahun, dan cluster 3 selama 31 tahun. Setiap cluster
menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda, hal ini pula disebabkan
117
karena responden pada penelitian ini banyak masyarakat asli lokasi
penelitian, sehingga dari kecil hingga berkeluarga mereka tinggal di
tempat yang masih masuk dalam radius penelitian ini. Jika
dibandingkan dengan durasi dimulainya produksi PT. Pusri Palembang
yaitu selama 52 tahun menunjukkan hampir keseluruhan responden
sudah terpapar SO2 sejak mereka lahir hingga saat penelitian ini
dilaksanakan. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ma’rufi (2014) yang mempunyai durasi pajanan 2 tahun dan
Hafiyah (2011) yang memiliki rata-rata durasi pajanan selama 19,41
tahun, nilai durasi pajanan pada penelitian ini lebih lama yaitu 31
tahun hampir serupa dengan durasi pajanan yang dikeluarkan oleh
IRIS EPA yaitu 30 tahun.
Hasil penelitian Haryoto, Setyono dan Masykuri (2014) yang
menyatakan pada durasi lebih dari 27,5 tahun atau 63,7% responden
pada penelitan tersebut memiliki risiko tidak aman terhadap pajanan
SO2. Jika merujuk pada hasil penelitian ini maka responden pada
penelitian yang dilakukan sudah melewati batas durasi pajanan aman
terhadap pajanan SO2 di udara. Namun karena perbedaan jenis sumber
paparan, jarak lokasi penelitian dengan sumber pajanan, dan
konsentrasi pajanan dapat menghasilkan besar risiko yang berbeda, hal
tersebut belum bisa benar-benar dibuktikan sebelum hasil perhitungan
risiko dilaksanakan.
118
6.8 Nilai Intake (Asupan SO2)
Nilai intake/asupan menunjukkan dosis aktual risk agent yang
diterima oleh responden setiap hari per kilogram berat badannya.
Perhitungan intake dilakukan dengan menggunakan durasi pajanan
realtime (perhitungan berdasarkan durasi pajanan yang sebenarnya).
Besarnya nilai intake berbanding lurus dengan nilai konsentrasi bahan
kimia, laju asupan, frekuensi pajanan, waktu pajanan dan durasi
pajanan. Sedangkan asupan berbanding terbalik dengan nilai berat
badan dan periode waktu rata-rata, yaitu semakin besar berat badan
maka semakin kecil risiko kesehatannya.
Secara umum nilai asupan SO2 pada responden yang
didapatkan dari pehitungan menggunakan rumus perhitungan
intake/asupan adalah 0,053 mg/kg/hari. Nilai intake/asupan pada
penelitian ini berdistribusi tidak normal sehingga digunakan nilai
median sebagai acuannya. Pada cluster 1 nilai asupan pajanannya
adalah 0,05 mg/kg/hari, pada cluster 2 adalah 0,058 mg/kg/hari,
sedangkan pada cluster 3 adalah 0,058 mg/kg/hari. Bila dilihat
perbandingan setiap cluster penelitian, tidak ada perbedaan yang
terlalu signifikan nilai asupan baik pada cluster 1, cluster 2 maupun
cluster 3 akan tetapi jika dilihat nilai asupan yang terbesar berada pada
cluster 3.
119
Penelitian yang dilakukan oleh Anastasia (2012) risiko
kesehatan pada sepanjang jalan Chairil Anwar hingga perempatan
Bulak Kapal Bekasi menghasilkan nilai asupan pajanan SO2 sebesar
0,0031 mg/kg/hari, sedangkan lain halnya pada penelitian yang
dilakukan oleh Sukadi (2014) dan Junaidi (2007) nilai asupan pajanan
SO2 masing-masing sebesar 0,011 mg/kg/hari dan 0,019 mg/kg/hari.
Nilai asupan ketiga penelitian tersebut berbeda cukup jauh
dibandingkan penelitian ini disebabkan perbedaan lokasi penelitian
dan sumber utama polutan SO2 berasal yaitu dari kendaraan bermotor
dan dari gas hasil buangan kotor (impiurities) pabrik.
Pada dasarnya semakin besar nilai asupan pajanan SO2 maka
semakin besar pula responden memiliki risiko tidak aman terhadap
pajanan SO2 tersebut, namun hal tersebut juga sangat bergantung pada
nilai referensi (RfC) polutan seperti pada penelitian ini adalah SO2
dengan nilai RfC-nya adalah 0,21 mg/m3. Jika nilai asupan pajanan
SO2 masih dibawah nilai referensi maka responden masih aman dalam
menghirup udara ambien yang terkontaminasi gas SO2 yang
dikeluarkan oleh cerobong asap PT.Pusri Palembang, begitupun
sebaliknya jika nilai asupan pajanan SO2 lebih tinggi atau sama
dengan nilai referensi maka responden tidak aman dalam menghirup
udara ambien yang mengandung SO2.
120
Jika intake dari risk agent terjadi maka pengaruh dari risk
agent pun akan berpegaruh. Untuk partikel yang berhubungan erat
dengan SO2 berasal dari pembakaran fosil yang satu sama lain saling
bereaksi secara sinergis dalam memberikan dampak terhadap
kesehatan manusia. Masuknya debu serta gas polutan lainmislanya
asap rokok dan SO2 masuk ke dalam alveolus, sehingga terjadilah
peningkatan jumlah makrofag alveolus, dimana makrofag ini
melepaskan zat kimia yang nantinya akan menyebabkan kesulitan
bernafas (Rusdi, 1996).
6.9 Karakteristik Risiko
Studi ARKL ini mengkaji Risk Quetient (RQ) menurut
konsentrasi risk agent di 10 titik sampling di permukiman sekitar PT.
Pusri Palembang yang dilakukan pada populasi berisiko yang
bermukim di sekitar area pabrik. Responden yang diambil berdasarkan
wilayah pengambilan sampling yaitu masyarakat yang bermukim di
dalam radius 1.300 meter dari pusat emisi gas buang pabrik.
Besarnya tingkat risiko diperoleh dari hasil perbandingan
antara intake/asupan dengan nilai dosis referensi yang dikeluarkan
oleh IRIS EPA, dengan hubungan semakin besar nilai intake
dibandingkan nilai dosis referensi (RfC) maka akan semakin besar
pula risiko kesehatannya. Nilai dosis referensi (RfC) untuk SO2 adalah
121
0,21 mg/kg/hari (NAAQS EPA, 2010). Nilai dosis referensi (RfC)
yang dipakai pada penelitian ini berbeda dengan nilai yang digunakan
pada penelitian 9 kota besar di Indonesia (Nukman, dkk, 2005), dan
penelitian di Kelapa Gading (Sukadi, 2014) yaitu RfC SO2 0,026
mg/kg/hari (NAAQS EPA, 1990).
Dari hasil perhitungan besar risiko diketahui pada saat ini
(realtime) tidak ada responden yang memiliki RQ≥1 dikarenakan nilai
besaran risiko yang didapatkan hanya sebesar 0,252 yang berarti
bahwa tingkat risiko pajanan SO2 di udara ambien pada masyarakat
sekitar pemukiman PT. Pusri Palembang dengan nilai konsentrasi
sebesar 0,246 mg/m3 dikategorikan aman bagi masyarakat
pemukiman PT. Pusri Palembang atau bisa dikatakan pajanan SO2
yang dikeluarkan oleh aktivitas industri PT. Pusri Palembang tidak
berisiko menimbulkan efek kesehatan untuk masyarakat yang
bermukim di sekitar daerah pabrik dengan laju asupan rata-rata 0,60
m3/jam, waktu pajanan 24 jam/hari, frekuensi pajanan 365 hari/tahun,
durasi pajanan selama 31 tahun, dan berat badan 56,7 kg.
Walaupun perhitungan ARKL pada penelitian ini tidak
berisiko mengganggu kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar
wilayah PT. Pusri Palembang akan tetapi jika dibandingkan tingkat
risiko pada penelitian lain seperti pada penelitian Batubara (2014)
yang memiliki tingkat risiko sebesar 0,098 mg/kg/hari dan tingkat
122
risiko hasil penelitian Sukadi (2014) sebesar 0,125 mg/kg/hari tidak
lebih besar dengan tingkat risiko pada penelitian ini yaitu sebesar
0,252 mg/kg/hari. Akan tetapi tingkat risiko penelitian ini tidak lebih
besar dibandingkan dengan tingkat risiko hasil penelitian yang
dilakukan oleh Fitriany (2011) yaitu sebesar 0,73 mg/kg/hari untuk
pajanan realtime. Hal ini lagi-lagi disebabkan oleh perbedaan
karakteristik wilayah, responden penelitian itu sendiri. Penelitian
Sukadi (2014) dan Batubara (2014) tidak lebih tinggi tingkat risikonya
dibanding dengan penelitian ini disebabkan karena berlokasi pada
daerah perkantoran di wilayah Kelapa Gading dan Kuningan DKI
Jakarta. Tingkat risiko pajanan SO2 pada penelitian yang dilakukan
oleh Fitriany (2011) lebih tinggi dibandingkan penelitian ini
disebabkan pada penelitian Fitriany (2011) berlokasi pada area kerja
suatu industri manufaktur dimana terdapat perbedaan yang signifikan
antara konsentrasi SO2, pola aktivitas dan data antropometri antara
kelompok responden pekerja dan masyarakat di suatu pemukiman
penduduk.
Namun, pada perhitungan prakiraan ke depan dengan nilai
konsentrasi, laju asupan, lama pajanan, frekuensi pajanan, dan berat
badan yang sama menghasilkan untuk perhitungan 5 tahun ke depan
terdapat 1 orang responden yang memiliki nilai besar risiko lebih dari
angka 1 (RQ≥1), pada prakiraan 10 tahun ke depan ada 3 orang yang
123
memiliki RQ≥1, 15 dan 20 tahun ke depan ada 4 orang yang memiliki
RQ≥1, 25 tahun ke depan ada 6 orang yang memiliki RQ≥1, dan 30
tahun ke depan ada 9 orang yang memiliki RQ≥1. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin lama masyarakat tinggal di lokasi
penelitian maka semakin banyak masyarakat yang memiliki tingkat
risiko tidak aman bagi kesehatan terhadap pajanan SO2 di udara
ambien. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatonah (2010) yang
menunjukkan semakin lama waktu prakiraan atau durasi pajanan (Dt)
maka semakin banyak responden yang memiliki RQ≥1.
124
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
1. Nilai konsentrasi SO2 pada udara ambien di pemukiman sekitar
PT. Pusri Palembang 2016 sebesar 0,246 mg/m3. Dari semua hasil
pengukuran SO2 dalam penelitian ini tidak ada yang melewati baku
mutu jika dibandingkan dengan peraturan yang telah dikeluarkan
pemerintah (PP RI No.41 Tahun 1999).
2. Berat badan masyarakat dewasa yang bermukim di sekitar wilayah
PT. Pusri Palembang 2016 memiliki nilai median sebesar 56,4 kg.
3. Nilai laju asupan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah
PT. Pusri Palembang 2016 adalah sebesar 0,60 m3/jam.
4. Nilai waktu pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar wilayah
PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 24 jam/hari.
5. Nilai frekuensi pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar
wilayah PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 365 hari/tahun.
6. Nilai durasi pajanan masyarakat yang bermukim di sekitar wilyah
PT. Pusri Palembang 2016 adalah selama 31 tahun.
7. Nilai intake/ asupan SO2 (mg/kg/hari) masyarakat yang bermukim
di sekitar wilayah PT. Pusri Palembang 2016 sebesar 0,053
mg/kg/hari.
125
8. Besar risiko kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar
wilayah PT. Pusri Palembang 2016 akibat pajanan SO2 adalah
0,252 (RQ<1). Sehingga untuk perhitungan analisis risiko
kesehatan non-karsinogenik pajanan SO2 tidak berisiko
mengganggu kesehatan masyarakat yang bermukim di sekitar
kawasan industri PT. Pusri Palembang.
7.2 Saran
1. Diperlukan pengukuran konsentrasi SO2 secara rutin di
pemukiman masyarakat sekitar PT. Pusri Palembang sehingga
kualitas udara pada masyarakat yang terpajan SO2 dapat terpantau.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai hubungan pajanan
SO2 terhadap dampak kesehatan masyarakat sekitar pemukiman
PT. Pusri Palembang. Contohnya penelitian terkait hubungan
pajanan SO2 dengan penurunan kapasitas fungsi paru pada
masyarakat yang bermukim di sekitar industri PT. Pusri
Palembang. Ataupun penelitian ARKL serupa namun dengan
polutan kimia/zat pencemar udara lainnya yang memungkinkan
terbuang ke udara sekitar kawasan pabrik. Sehingga dari sekian
banyak polutan yang dibuang ke udara bebas (ambien) berpotensi
menimbulkan risiko masyarakat untuk mengalami gangguan
kesehatan dalam kurun waktu tertentu.
126
DAFTAR PUSTAKA
Abrianto H. 2004. Analisis Risiko pencemaran Debu Terhirup Terhadap Siswa
Selama Berada Di Sdn 1 Pondok Cina, Kota Depok. Skripsi. Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.
Achmadi, U.F. 2013. Dasar-dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: PT
RAJAGRAFINDO PERSADA
Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). 1998. Toxicology
Profile for Sulfur Dioxide. Diakses melalui
http://www.atsdr.cdc.gov/ToxProfiles/tp116.pdf pada tanggal 25 Maret
2015
_____. 1999. Sulfur Dioxide. US Department Of Health And Human Services,
Public Health Service: ATSDR
_____. CAS 7446-09-5; UN 1079. 2014. Pedoman Pengelolaan Medis Sulfur
Dioxide (SO2) diakses melalui
http://www.atsdr.cdc.gov/MHMI/mmg116.pdf pada tanggal 25 Maret 2015
Amelia, Asha. 2014. Polusi Udara, Pengertian dan Dampak Polusi Udara.
Diakses melalui http://sehatmanis.com/pengertian-dan-dampak-polusi-
udara/ pada tanggal 6 Januari 2015
Anastasia, Ayu. 2012. Tingkat Risiko Kesehatan Oleh Pajanan debu, SO2 dan
NO2 di Sepanjang Jalan Chairil Anwar Hingga Perempatan Bulak Kapal
Bekasi. Skripsi Universitas Indonesia
Badan Lingkungan Hidup Kota Palembang. 2014. Rekapitulasi Analisa Udara
Ambien pada Persimpangan Jalan-jalan Protokol Wilayah Kota Palembang
. 2014. Pengukuran Konsentrasi Udara Ambien di Sekitar PT Pupuk
Sriwidjaja Palembang
Badan Pusat Statistik Kota Palembang. 2012. Keadaan Geografi dan Iklim.
. 2012. Master File Data Kota Palembang
127
Badan Standar Nasional. 2005. Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7119.6-2005.
Tentang Udara Ambien-Bagian 6:Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh
Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien
. 2005. Standar Nasional Indonesia. SNI 19-7119.7-2005. Tentang Udara
Ambien-Bagian 7:Cara Uji Kadar Sulfur Dioksida (SO2) dengan metoda
Pararosanilin Menggunakan Spektrofotometer
Batubara, Jenny R. 2014. Tingkat Risiko Kesehatan Pajanan NO2, SO2, TSP dan
Pb serta Opsi-Opsi Pengelolaannya Pada Populasi Berisiko di Kawasan
Perkantoran Kuningan Provinsi DKI Jakarta. Depok: Skripsi. Universitas
Indonesia
Besmanto, nanang dkk. Pedoman ARKL direktorat Jenderal PP dan PL
Kementerian Kesehatan Tahun 2012
Cahyono, Waluyo Eko. 2011. Kajian Tingkat Pencemaran Sulfur Dioksida dari
Industri di Beberapa Daerah di Indonesia.Jurnal. Peneliti Pusat
Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN
CENR. 2000. Atmospheric Ammonia: Sources and Fate. NOAA Aeronomy
Laboratory
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Daud, Anwar; Soedinoto dan Biego. 2010. Analisis Risiko Konsentrasi SO2 dan
PM2,5 Terhadap Penurunan Kapasitas Fungsi Paru Penduduk di sekitar
Kawasan Industri Makassar. J Lingkungan Tropis 4(2): 63-137
Dewi, AS. dan Armin Susandi. 2007. Proyeksi SO2 di Indonesia sebagai Implikasi
Perubahan Iklim Global: Dampak dan Biaya Kesehatan. Jurnal. Program
Studi Metereologi, Departemen Geofisika dan Metereologi, Institut
Teknologi Bandung.
Dinas Kesehatan Kota Palembang. 2014. Jumlah Penderita ISPA Tahun 2014
128
Direktorat Jenderal PP dan PL. 2012. Pedoman Analisis Risiko Kesehatan
Lingkungan (ARKL). Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Dwirani, Fitri. 2004. Pencemaran Gas Amonia dan Dampaknya Terhadap
Pekerja dan Masyarakat Sekitar: Studi Kasus di PT. Pupuk Kujang
Cikampek, Jawa Barat. Tesis. Universitas Indonesia.
EHC 222: Biomarkers in Risk Assesment: Validity & Validation
Environmental Health Risk Assessment (EHRA). 2012. Guidelines for Assessing
Human Health Risks From Environmental Hazards. Australia: Enhealth
Environmental Protection Agency (EPA). 2011. Exposure Factors Handbook
2011 Edition. National Center for Environmental Assesment Office of
Researchand Development, U.SEnvironmental Protection Agency
www.epa.gov
Faloon, Suzie. 2016. The Symptoms of a Sulphur Allergy. Diakses melalui
http://www.ehow.com/about_5048091_symptoms-sulphur-allergy.html pada
tanggal 20 Februari 2015
Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan udara . Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Fatonah, Y.I. 2010. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Benzena Pada Pekerja
Bengkel Sepatu “X” di Kawasan Perkampungan Industri Kecil (PIK)
Pulogadung Jakarta Timur. Depok: Tesis Universitas Indonesia
Fitriany, Rina Nur. 2011. Analisis Risiko Pajanan Sulfur dioksida (SO2) Terhadap
Kesehatan Pekerja di Bagian Welding PT. Suzuki Indomobil Motor Plant
Tambun II. Depok: Skripsi Universitas Indonesia
Hafiyah, Syarifah Rosikhoh. 2011. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan
Pajanan Hidrogen Sulfida Pada Penduduk Usia Dewasa di sekitar TPA
Sampah Cipayung Kota Depok. Depok: Skripsi Universitas Indonesia
Haryoto; Setyono, Prabang; dan Masykuri M. 2014. Fate Gas Amoniak Terhadap
Besarnya Resiko Gangguan Kesehatan Pada Masyarakat di Sekitar Tempat
129
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Putri Cempo Surakarta. Jurnal
EKOSAINS 6(2)
International Agency for Research on Cancer (IARC). 1997. Sulfur Dioxide and
Some Sulfites, Bisulfites and Metabisulfites. Diakses melalui
http://www.inchem.org/documents/iarc/vol54/02-sulfur-dioxide.html pada
tanggal 28 Maret 2015
International Programme On Chemical Safety (IPCS). 2004. IPCS Risk Assesment
Terminology. WHO
Juliani, Rita, dkk. Pola Penyebaran Emisi Gas dari Limbah Industri di Kota
Medan dengan Menggunakan Model Estimasi Dispersi Atmosferis. FMIPA
Universitas Negeri Medan
Junaidi. 2007. Analisis dan Manajemen Risiko Pencemaran Sulfur Dioksida (SO2)
Udara Ambien Pada Pedagang Kaki Lima di Terminal Bus Pasar Senen,
Jakarta Pusat 2007. Depok: Universitas Indonesia
Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) Republik Indonesia. Kabupaten Kota
Palembang. 2013. diakses melalui
http://www.kemendagri.go.id/pages/profil-
daerah/kabupaten/id/16/name/sumatera-selatan/detail/1671/kota-palembang
pada tanggal 28 Januari 2015
Kementrian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia. 2013. Pedoman
pengisian kuesioner tahun 2013.
. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.
Kristianingrum, Susila. 2006. Pengawet Makanan yang Aman bagi Kesehatan.
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta
Lemeshow,S. dkk.1997. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta:
GADJAH MADA UNIVESITY PRESS: 53-55
Ma’rufi, Isa. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Akibat Transportasi
Kendaraan Bermotor di Kota Surabaya. The 17th FSTPT Internasional
Symposium Jember University.
McGranahan, Gordon and Frank Muray. 2003. Air Pollution & Health in rapidly
developing countries. Stockholm Environment Institute
130
Nadakavukaren, Anne. 2011. Our Global Environment A Health Perspective.
United States of America: Wafeland Press, Inc.
Novirsa, Randy dan Achmadi, Umar Fahmi. 2012. Analisis Risiko Pajanan PM2,5
di Udara Ambien Siang Hari Terhadap Masyarakat di Kawasan Industri
Semen. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 7(4)
Nriagu, Jerome O. 1978. Sulfur In The Environment Part II: Ecological Impacts.
Canada: John Wiley & Sons,Inc.
Nukman, dkk. 2005. Analisis dan Manajemen Risiko Kesehatan Peencemaran
Udara: Studi Kasus di Sembilan Kota Besar Padat Transportasi. Jurnal
Ekologi Kesehatan 4(2): 270-289
P2PL Depkes. 2014. Dampak Kesehatan Akibat Polusi Udara. Diakses Melalui
http://pppl.depkes.go.id/berita?id=1382 pada tanggal 27 Januari 2015
Pasaribu, Rownland B.F. 2012. Industri dan Indutrilisasi. Bahan Ajar
Perekonomian Indonesia. Universitas Gunadarma, Kenari.
Pengendalian Pencemaran udara di Perkotaan diakses melalui
http://www.menlh.go.id/pengendalian-pencemaran-udara-perkotaan/ pada
tanggal 20 januari 2015
Peraturan Gubernur Sumsel No. 17 Tahun 2005 Tentang Baku Mutu Udara
Ambien
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 12 Tahun 2010 Tentang
Pelaksanaan Pengendalian Pencemaran Udara di Daerah
Peraturan Menteri Perindustrian No. 35 Tahun 2010 Tentang Pedoman Teknis
Kawasan Industri
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 142 Tahun 2015 Tentang Kawasan
Industri
131
Purnama, Didi. 2013. Konsentrasi PM10 dan Gas (SO2 dan NO2) dalam rumah
dan kejadian ISPA pada anak balita di kecamatan duren sawit, Jakarta
Timur.DKI Jakarta. Tesis. Universitas Indonesia.
Rahman. A. 2007. Model kajian prediktif dampak lingkungan dan aplikasinya
untuk manajemen risiko kesehatan. Pusat kajian kesehatan lingkungan dan
industri FKM UI. Depok.
Rahman, dkk. 2008. Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan Pertambangan Kapur
Di Sukabumi, Cirebon, Tegal, Jepara dan Tulung Agung. Jurnal Ekologi
Kesehatan volume.7 Nomor 1: 665-677
Ramadhona, M. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Amonia (NH3) Pada
Karyawan Di Area Produksi Amonia PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Tahun 2014. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Rusdi. 1996. Pengaruh Polusi Udara Terhadap Sistem Respirasi. Makalah
Ilmiah, Biosfer.
Rusmayadi, Gusti. 2010. Konsentrasi Sulfur Oksida Di Pemukiman Sekitar
Factory Outlet dan Jalan Raya Bogor. Jurnal. Jurusan Budidaya Pertanian
Fakultas Pertanian UNLAM
Soedomo, Moestikahadi. 2001. Kumpulan Karya Ilmiah Pencemaran Udara.
Bandung: Penerbit ITB
Sucipto, Cecep Dani dan Asmadi. 2011. Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam
AMDAL. Yogyakarta: Gosyen Pulishing
Sukadi. 2014. Analisis Risiko Kesehatan Pajanan PM10 dan SO2 di Kelapa
Gading Jakarta Utara Tahun 2014. Depok. Skripsi: Universitas Indonesia
Sumantri, A.2010. Kesehatan lingkungan Dalam Pespektif Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Suryani S., et al. 2010. Model Sebaran Polutan SO2 pada Cerobong Asap PT.
Semen Tonasa. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan
Fisika, Disampaikan pada Konggres dan Seminar Nasional Badan Koordinasi
132
Pusat Studi Lingkungan Hidup se-Indonesia ke-XX, tanggal 14-16 Mei 2010,
Pekanbaru, 2005
Syaifudin. 1997. Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Turyanti A, dkk. 2016. Analisis Pola Dispersi Partikulat dan Sulfurdioksida
Menggunakan Model WFRCHEM Disekitar Wilayah Industri Tangerang
dan Jakarta. Jurnal Manusia dan Lingkungan 23(2): 169-178
Wiharja. 2002. Identifikasi Kualitas Gas SO2 di daerah Industri Pengecoran
Logam Ceper. Jurnal Teknologi Lingkungan 3(3): 251-255
World Bank Group. 1998. Sulfur Oxides: Pollution Prevention and Abatement
Handbook
World Health Organization (WHO). 2016. Ambient (outdoor) Air Quality and
Health. Geneva: WHO diakses melalui
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs313/en/ pada tanggal 14
Desember 2016
Zakaria, Nurdin dan R. Azizah. 2013. Analisis Pencemaran Udara (SO2),
Keluhan Iritasi Tenggorokan dan Keluhan Kesehatan Iritasi Mata Pada
Pedagang Makanan di Sekitar Terminal Joyoboyo Surabaya. Jurnal.
Departemen Kesehatan Lingkungan: Universitas Airlangga
KUESIONER
ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOXIDE (SO2)
PADA MASYARAKAT DI PERMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR
INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
Assalamualaikum Wr.Wb
Perkenalkan saya Rois Solichin, saya merupakan mahasiswa Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang melakukan penelitian
mengenai “Analisis Risiko Kesehatan Pajanan Sulfur Dioksida pada Masyarakat
yang Bermukim di Sekitar Kawasan Industri PT. Pupuk Sriwidjaja Palembang
Tahun 2016”. Penelitian ini saya lakukan sebagai syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Oleh sebab itu, saya meminta bantuan anda untuk menjadi responden dalam
penelitian ini. Saya sangat mengharapkan kesediaan waktu anda untuk dapat saya
wawancarai mengenai berapa lama berada dan menetap di lokasi penelitian (jam,
hari dan tahun) serta bersedia untuk dilakukan pengukuran berat badan.
Atas perhatian dan kerjasamanya, saya ucapkan terimakasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Pewawancara Responden
.......................... .........................
(Tanda Tangan/Nama Jelas) (Tanda Tangan/Nama Jelas)
KUISIONER
ANALISIS RISIKO KESEHATAN PAJANAN SULFUR DIOXIDE (SO2)
PADA MASYARAKAT DI PEMUKIMAN PENDUDUK SEKITAR
INDUSTRI PT.PUPUK SRIWIDJAJA PALEMBANG TAHUN 2016
No. Resp Nama Pewawancara Tgl/bln/thn
I. Data Umum
1. Nama Responden :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Jenis Kelamin : Laki-laki/ Perempuan
5. Pekerjaan :
a. Tidak Bekerja
b. Pegawai Negeri Sipil
c. Pegawai BUMN
d. Pegawai Swasta
e. Wiraswasta/ pedagang
f. Buruh
g. Ibu Rumah Tangga
6. Pendidikan terakhir :
a. Tidak sekolah
b. Tidak tamat SD
c. Sekolah Dasar
d. SMP
e. SMA
f. D3/S1 dan seterusnya
II. Data Antropometri
1. Berat Badan :
2. Lama Tinggal :
3. Berada di Pemukiman :
a. ………………..jam/hari
b. ………………….hari/minggu
4. Lama Keluar dari pemukiman/tempat tinggal
a. Dalam seminggu : hari
b. Dalam 1 bulan : hari
c. Waktu liburan/lebaran: hari
d. Total libur dalam 1 tahun: hari
Lampiran Hasil Laboratorium Pengukuran Konsentrasi SO2 (1)
Lampiran Hasil Laboratorium Pengukuran Konsentrasi SO2 (2)
Lampiran Perhitungan Nilai Asupan (Intake) dan Besar Risiko
NO NAMA ALAMAT Konsentrasi
SO2 (mg/m3)
Berat Badan
(kg)
Laju Inhalasi
(m3/jam)
Waktu
Pajanan
(jam/hari)
Frekuensi
Pajanan
(hari/tahun)
Durasi
Pajanan
(tahun)
Intake
(mg/kg/hari) RQ
1 DRS. TAUFIQ 1 ILIR 0,25433333 84,8 0,693065266 16 365 51
0,056539305 0,269234788
2 MAIMUNAH 1 ILIR 0,25433333 57,5 0,607269176 24 365 60 0,128931167 0,613957938
3 NURLAELA
JLN. SULTAN
AGUNG 1 ILIR RT.12
RW.03
0,25433333 72,6 0,658763087 24 245 11 0,013631756 0,064913125
4 SUMIRAH 1 ILIR 0,25433333 59,2 0,613703507 22 351 25 0,046483184 0,221348495
5 MASNA 1 ILIR 0,25433333 42,5 0,540515483 24 365 53 0,137147643 0,653084015
6 KOSIM 1 ILIR 0,25433333 59,5 0,614819769 15 321 20 0,023112467 0,110059368
7 A.ROZAK 1 ILIR 0,25433333 49,4 0,573739052 23 365 24 0,054351129 0,258814899
8 FADLI 1 ILIR 0,25433333 42,9 0,542584195 13 321 26 0,031872839 0,151775422
9 NASRULLAH 1 ILIR 0,25433333 76,6 0,670606854 12 321 31 0,024281547 0,115626415
10 SALMAN 1 ILIR 0,25433333 52,2 0,585914051 24 365 2 0,004567585 0,021750407
11 ANTON 1 ILIR NO 428. RT.16 0,25433333 56,4 0,603003606 22 365 2 0,003988187 0,018991367
12 FITRI NO. 411 0,25433333 56 0,601431832 22 365 27 0,054083757 0,257541702
13 EDI 1 ILIR 0,25433333 50 0,57640508 18 365 38 0,066849156 0,318329312
14 HABIBAH NO.439/231 0,25433333 47,9 0,566929674 23 365 36 0,083081828 0,39562775
15 M.DANI NO.417 0,25433333 65,6 0,636372966 23 363 43 0,080890955 0,385195024
16 KOMALASARI RT.10 0,25433333 57,5 0,607269176 21 269 48 0,066514353 0,316735013
17 ASMUNI
1 ILIR RT.19. RW.04
NO 535 0,25433333 52,2 0,585914051 24 365 71 0,162149282 0,772139436
18 ZULKIFLI
NO.722 RT.19.
RW.03 1 ILIR 0,25433333 70,5 0,65228114 14 365 46 0,050514214 0,240543877
19 M. RIFAI
RT.19. RW.03
NO.634 0,25433333 57,3 0,606499721 22 365 15 0,029612287 0,141010891
20 MUKSID
JLN. RATU SIANUM
O 709 0,25433333 47,7 0,566005684 24 365 75 0,181074355 0,862258833
21 LINDA NO.709 0,25433333 64 0,630920014 22 365 30 0,055159497 0,26266427
22 TANTI NO.542 0,25433333 50,1 0,576846306 16 351 30 0,045056755 0,214555975
23 NONSHI 1 ILIR 0,25433333 43,5 0,545651374 20 365 22 0,046790825 0,222813452
24 RUSMIDAR 1 ILIR 0,25433333 65,4 0,635698665 24 358 62 0,120267608 0,572702895
25 KOMINI
1 ILIR ISTANA
AGUNG 0,25433333 53,2 0,590104563 18 365 30 0,050780051 0,241809764
26 EFFENDI 1 ILIR 0,25433333 69,7 0,649760904 17 365 33 0,044336937 0,211128272
27 MARIA 1 ILIR 0,25433333 50 0,57640508 23 321 25 0,049421945 0,235342597
28 ANTI NO.440 0,25433333 39,6 0,524908097 14 365 19 0,029891778 0,142341801
29 SUEP 1 ILIR 0,25433333 55,5 0,59945125 16 365 19 0,02783662 0,132555333
30 DEDEK NO.426 0,25433333 41,6 0,535788787 24 358 32 0,082249582 0,391664677
31 M.IRHAM NO.416 0,25433333 49,2 0,572843175 8 365 43 0,033955577 0,161693223
32 SUWARDI NO.437 0,25433333 54,4 0,595030417 9 365 42 0,035052104 0,166914783
33 NANJAWI 1 ILIR 0,25433333 77,4 0,672901247 15 365 54 0,059700425 0,284287736
34 NURUL NO.431 0,25433333 54 0,593400644 18 365 22 0,036891938 0,175675894
35
ABDULLAH
FIRMANSYAH 1ILIR 0,25433333 54,2 0,594217034 19 365 17 0,03002136 0,142958857
36 HAFIZAH NO.431 0,25433333 59,6 0,615190606 20 365 48 0,084007236 0,400034458
37 YANTI
RT.19 RW.04 NO
642 1 ILIR 0,25433333 48 0,567390223 24 365 17 0,04088677 0,194698904
38 amin RT.19.RW04. NO
0,25433333 60,5 0,61850041 22 365 17 0,032414419 0,154354378
642
39 AHMAD SHALEH
RT.19.RW.04 NO
642 0,25433333 71,3 0,654772939 22 365 2 0,003425594 0,016312353
40 MASYITOH 1 ILIR 0,25433333 64,1 0,631264797 24 365 24 0,048090363 0,229001728
41 EKA RODIANAN
RT.16 RW.04 NO
428 0,25433333 37,7 0,514049938 24 365 2 0,005548649 0,026422136
42 DADANG
RT.16 RW.05 NO
1428 0,25433333 86 0,696168361 15 365 46 0,04735294 0,225490191
43 M.ANANG
RT.19 RW.04 NO
691 0,25433333 40,3 0,528777616 24 189 20 0,027647777 0,131656082
44 DEDI RT.19 RW.04 702 0,25433333 59,2 0,613703507 16 365 5 0,007030868 0,033480321
45 ROMLAH
RATU SIANUM 3
ILIR 0,25433333 56,2 0,602219117 15 365 50 0,068133628 0,324445847
46 TAUFIK
RT.19 RW.04 NO
440 0,25433333 64,3 0,631952752 12 365 54 0,053992156 0,257105505
47 ELMAWATI
RT.19 RW.04 NO
502 0,25433333 48,3 0,568766136 24 365 38 0,091046544 0,433554973
48 SRI WAHYUNI
RT.19 RW.04 NO
302 0,25433333 45,3 0,554605303 19 365 17 0,033525122 0,159643438
49 KHALIFAH RT.10 RW 03 0,25433333 56,9 0,604952721 23 365 24 0,04975426 0,236925049
50 MADON RT.10 RW. 03 0,25433333 59,2 0,613703507 16 365 32 0,044997552 0,214274057
51 ASRIADI RT 10 RW 03 0,25433333 44,9 0,55264668 19 365 20 0,03965216 0,188819809
52 NIA RT.11 RW.03 312 0,25433333 55,7 0,600245616 24 358 30 0,064517642 0,307226868
53 RUSDIANA RT.10 RW.03 1 ILIR 0,25433333 58,6 0,611453912 24 321 20 0,037342341 0,177820674
54 ZALY RT.10 RW.03 0,25433333 47,2 0,563678651 20 365 46 0,093144978 0,443547514
55 IRIANI RT 10 RW 03 0,25433333 50,1 0,576846306 20 365 54 0,105421253 0,502005967
56 DIAN RT 12 RW 10 0,25433333 70,9 0,653530554 24 321 28 0,046183105 0,219919549
57 ATIK
RT 10 RW 04 NO
419 0,25433333 59,1 0,613330162 22 365 33 0,063874203 0,304162869
58 ERNA
RT.10 RW. 04 NO
469 0,25433333 58,6 0,611453912 24 321 25 0,046677927 0,222275842
59 PUPUT
RT 10 RW 03 NO
469 0,25433333 43,2 0,544123109 24 365 19 0,048692301 0,231868099
60 MATRIS RT 9 RW 4 NO 452 0,25433333 61,9 0,623552373 9 358 36 0,027139353 0,129235014
61 SURYATI RT 9 RW 4 NO 413 0,25433333 54,7 0,596244902 24 365 35 0,077624473 0,36964035
62 H. ALIMUDIN NO 375 RT 10 RW
0,25433333 53,5 0,591346365 12 365 20 0,022489584 0,107093257
03
63 RIKA RT 09 RW 03 0,25433333 46,4 0,559903631 24 365 4 0,009820838 0,046765897
64 AMSOLEH NO 368 0,25433333 62,3 0,624974815 24 321 52 0,093343322 0,444492008
65 SURYANTI NO 203 0,25433333 59 0,612956186 23 365 4 0,008103027 0,038585842
66 RINA NO 418 0,25433333 55,4 0,599052994 20 365 40 0,073337735 0,34922731
67 MAIMUNAH NO 532 0,25433333 44,5 0,550670529 24 365 40 0,100712896 0,47958522
68 VERA NO 120 0,25433333 33,2 0,485979764 23 365 22 0,062793205 0,29901526
69 JUNAIDI NO 268 0,25433333 59,2 0,613703507 18 365 48 0,075933369 0,361587472
70 TASLIM
RT 06 RW 02 NO
266 LORONG AMAL 0,25433333 45 0,553137966 18 365 50 0,093787615 0,446607691
71 SUSIANI
RT 19 RW 04 NO
723 0,25433333 54 0,593400644 24 365 9 0,020122875 0,095823215
72 AHBUNAYYAH NO 248 0,25433333 36,7 0,5081132 24 365 2 0,005634011 0,026828623
73 MAYA NO 435 0,25433333 69,7 0,649760904 22 365 10 0,017387034 0,082795401
74 ROSMALA RT 19 NO 722 0,25433333 67,4 0,642350775 24 365 14 0,027147739 0,129274947
75 VIVI RT 19 NO 735 0,25433333 46,5 0,560379052 24 358 15 0,036074775 0,171784643
76 ANSORI JALAN RATU
0,25433333 44,3 0,549675783 16 365 59 0,09930175 0,472865474
SIANUM RT. 19 RW
04 NO 711
77 SUSI RT 19 0,25433333 60,6 0,618865122 23 365 2 0,003982568 0,018964611
78 TARI RT 19 0,25433333 52,6 0,58759981 24 277 22 0,037948862 0,180708867
79 ASIAH NO 520 0,25433333 57,7 0,608035959 22 277 58 0,086511344 0,41195878
80 NURUL HUDA
JLN SULTAN AGUNG
NO 488 0,25433333 55,1 0,597853896 19 365 49 0,085639707 0,40780813
81 KUSNO NO 631 0,25433333 58,9 0,612581574 24 365 41 0,086761242 0,413148773
82 MURSIANA RT 11 RW 03 0,25433333 53,8 0,592581224 24 365 56 0,12550092 0,597623427
83 NURHASANA NO 11A RT 03 0,25433333 62,9 0,627091444 24 277 60 0,092365898 0,439837608
84 ARONI
JALAN SULTAN
AGUNG NO 497 0,25433333 71,4 0,655082446 24 365 67 0,12507365 0,595588808
85 HURAIN NO 498 0,25433333 71,9 0,656623508 24 365 58 0,107772709 0,513203378
86 HELEN RT 15 RW 03 0,25433333 60 0,616667757 24 321 3 0,005517301 0,026272862
88 LESTARI RT 15 NO 484 0,25433333 59,8 0,615930417 15 365 46 0,060250629 0,286907758
88 ZAINUR RT 15 NO 486 0,25433333 52,5 0,587179575 24 321 53 0,106070092 0,505095675
89 SITI AMMAH NO 512 0,25433333 66 0,637715422 20 365 34 0,055702402 0,265249535
90 HERMANSYAH NO 512 0,25433333 77,8 0,674039566 15 365 38 0,041866116 0,199362459
91 H.ZULKIFLI
JLN SULTAN AGUNG
RT 13 RW 03 0,25433333 64,2 0,631609042 20 321 54 0,079219348 0,37723499
92 DIMA RT 15 NO 483 0,25433333 66,6 0,639713928 21 362 27 0,045792291 0,218058528
93 MAYAN RT 15 NO 391 0,25433333 52 0,585066321 24 365 55 0,125909273 0,599567965
94 AHMAD
RT 09 RW 03 NO
391 0,25433333 55 0,597452745 22 189 58 0,060847468 0,28974985
95 RAHMI RT 09 NO 391 0,25433333 54 0,593400644 24 365 28 0,0626045 0,298116669
96 FAUZIAH RT 09 NO 442 0,25433333 61,7 0,622837701 19 358 31 0,049439858 0,235427895
97 JANNAH RT 09 NO 321 0,25433333 51,2 0,58164248 24 365 62 0,143308225 0,682420118
98 SYAFEI NO 84 0,25433333 49,2 0,572843175 16 365 30 0,047379875 0,22561845
99 ILHAM RT 9 RW 04 NO 114 0,25433333 55,1 0,597853896 19 365 20 0,034954983 0,166452298
100 ABDURRAHMAN
RT 10 RW 04 NO
138 0,25433333 46 0,557991642 24 335 46 0,104201245 0,496196403
101 DEWI
RT 10 RW 04 NO
138 0,25433333 54 0,593400644 24 365 23 0,051425125 0,24488155
102 AMIN RT 13 0,25433333 71,3 0,654772939 16 365 25 0,031141764 0,148294115
103 AGUS 1 ILIR 0,25433333 55,6 0,59984879 15 365 12 0,016463476 0,078397504
104 FATIMAH
RT 02 RW 05 NO
205 1 ILIR 0,24466667 68,4 0,645603165 14 335 20 0,019782131 0,094200624
105 SRIYATI
RT 04 RW 01 NO
163 0,24466667 55,8 0,600641729 14 351 20 0,023637804 0,112560974
106 SITI ROHMAH
RT 01 RW 01 NO
163 0,24466667 85,5 0,6948807 17 365 2 0,002253599 0,010731423
107 DEWI
RT 03 RW 01 NO 81
1ILIR 0,24466667 57,7 0,608035959 20 365 35 0,060159614 0,286474353
108 NURHAYATI
RT 36 RW 7 NO 22 3
ILIR 0,24466667 47,5 0,565077811 24 354 40 0,090333706 0,430160503
109 SODARIA
RT 36 RW 26 NO 26
3 ILIR 0,24466667 50,3 0,577726121 24 365 33 0,074187844 0,353275448
110 NURHASANAH
RT 02 RW 02 NO 71
1 ILIR 0,24466667 62,8 0,626740079 22 363 52 0,092602169 0,44096271
111 AMINAH RW 02 RT 02 NO 65 0,24466667 68 0,644307952 24 358 2 0,003638057 0,017324082
112 EMA
RT 03 RW 01 NO
101 1 ILIR 0,24466667 73,8 0,662383387 24 358 43 0,074092881 0,352823241
113 NURSIDAH
RW 1 RT 3 NO 118 1
ILIR 0,24466667 29 0,456111162 24 365 60 0,184709293 0,879568061
114 SUTINA
RT 04 RW 01 NO
132 0,24466667 53,6 0,591758753 21 365 30 0,056724934 0,270118734
115 SUHERI
RT 04 RW 01 NO
132 0,24466667 65,9 0,637380572 24 365 70 0,132518417 0,631040081
116 MERI
RT 05 RW 02 NO
131 0,24466667 48,2 0,56830845 24 365 34 0,078465868 0,373646992
117 M. AZHAR
RT 05 RW 02 NO
227 0,24466667 55,1 0,597853896 18 365 38 0,060527553 0,288226443
118 TINA
RT 05 RW 02 NO
227 0,24466667 55,4 0,599052994 24 365 33 0,069844821 0,332594387
119 YOPIE
RW 02 RT 05 NO
227 0,24466667 56 0,601431832 24 365 21 0,044145096 0,210214745
120 SETO
RT 04 RW 01 NO
145 1 ILIR 0,24466667 56,5 0,603394808 16 365 21 0,029264826 0,139356315
121 KARSIH
RT 04 RW 61 NO
145 1 ILIR 0,24466667 40,4 0,529324911 24 343 30 0,072298331 0,344277766
122 JOKO
RT 04 RW 01 NO
145 1 ILIR 0,24466667 62 0,623908843 16 365 45 0,059090205 0,28138193
123 MARYAM
RT 14 RW 04 NO
165 0,24466667 49,4 0,573739052 14 365 15 0,019891169 0,094719852
124 ABDUL GHANI
RT 14 RW 04 NO
165 0,24466667 55,4 0,599052994 15 365 28 0,03703892 0,176375811
125 YULI
RT 14 RW 04 NO
165 1 ILIR 0,24466667 51 0,580778161 24 358 3 0,006558678 0,0312318
126 MARKUM RT 14 NO 172 0,24466667 47 0,562740929 15 365 4 0,005858891 0,027899483
127 MARYATI NO 172 RT 14 0,24466667 64,3 0,631952752 18 365 4 0,005771114 0,027481497
128 NUR RT 14 NO 184 0,24466667 27,9 0,447571727 24 365 65 0,204096985 0,971890407
129 ASTUTI 1 ILIR 0,24466667 48,9 0,571492508 24 365 7 0,016012698 0,076250943
130 YUS NO 69 RT 03 RW 02 0,24466667 63,9 0,630574692 24 365 26 0,050219666 0,239141266
131 FIKA NO 69 RT 03 RW 02 0,24466667 45,9 0,557511047 24 341 3 0,006663284 0,031729926
132 SOFIDRA RT 03 RW 01 NO 48 0,24466667 68,5 0,645925785 24 310 48 0,07524314 0,358300665
133 ARIFIN RT 04 RW 01 0,24466667 53,2 0,590104563 24 365 34 0,073817792 0,351513294
134 ELIS
RT 04 RW 01 NO
132 0,24466667 59,2 0,613703507 24 343 4 0,007627161 0,036319816
135 JOHAN
NO 132 RT 04 RW
01 0,24466667 50,3 0,577726121 12 365 33 0,037093922 0,176637724
136 LINA
RT 07 RW 02 NO
140 0,24466667 56,8 0,604564272 24 365 6 0,012500005 0,059523833
137
JAMIAH RT 05
RW 02 NO 2 27 1 ILIR 0,24466667 55,4 0,599052994 23 365 43 0,087217839 0,415323041
138 NANI RT 04 RW 01 NO 40 0,24466667 49,6 0,574631309 15 365 25 0,035431736 0,168722551
139 NAROSIH
RW 01 RT 04 NO
145 0,24466667 76 0,668870279 24 365 47 0,080963814 0,38554197
140 SULASTRI
RT 07 RW 01 NO
150 0,24466667 57,1 0,605727576 22 365 26 0,049486965 0,235652213
141 KURNIATI
RT 04 RW 01 NO
150 0,24466667 49 0,571943649 24 365 21 0,047977902 0,228466198
142 AMINAH
RT 04 RW 01 NO
149 0,24466667 57,4 0,606884784 20 365 52 0,089677036 0,427033505
143 JULIA RT 14 NO 156 0,24466667 53,3 0,590519273 16 362 2 0,00286765 0,013655475
144 HUSNI
RT 04 RW 01 NO
480 0,24466667 61,3 0,621401382 19 365 66 0,103672322 0,493677725
145 DAYAT NO 968 0,24466667 62,6 0,626035666 24 365 33 0,06459568 0,307598476
146 KANAN NO 390 0,24466667 62,4 0,625328998 19 362 38 0,058523519 0,278683424
147 SITI ROCHMAH 1 ILIR 0,24466667 71,7 0,656008373 17 335 38 0,044241336 0,210673031
148 RUMISAH 1 ILIR 0,24466667 71,7 0,656008373 19 335 35 0,045542552 0,216869297
149 SRI RAHAYU
RT 07 RW 02 NO
309 0,24466667 49,6 0,574631309 24 353 9 0,019737709 0,093989093
150 MARNI NO 135 1 ILIR 0,24466667 45,9 0,557511047 24 321 45 0,09408714 0,448033998
151 ZAINUN NO 310 1 ILIR 0,24466667 55,4 0,599052994 20 365 60 0,105825487 0,503930889
152 DIAN
RT 07 RW 02 NO
301 0,24466667 44,8 0,552154297 24 277 35 0,064077002 0,305128581
153 HARI
RT 07 RW 07 NO
302 0,24466667 56,1 0,601825825 23 365 41 0,082503658 0,39287456
154 IKE NO 301 0,24466667 62 0,623908843 24 332 37 0,066288957 0,315661701
155 RUSLIANA NO 301 0,24466667 55 0,597452745 24 332 47 0,090896831 0,432842051
156 SUWOTO NO 256 0,24466667 71,3 0,654772939 20 351 30 0,04321358 0,205778952
157 SRI YUNIATI NO 302 1ILIR 0,24466667 40,9 0,532041222 24 329 39 0,089506465 0,426221264
158 SUKINAH RT 07 RW01 NO 302 0,24466667 57,5 0,607269176 22 343 30 0,053421015 0,254385785
159 SUDIRMAN
RT 07 RW 02 NO
176 0,24466667 61,8 0,623195326 21 365 56 0,096715612 0,460550534
160 AGUS CIK NO 274B RT 07 0,24466667 66,2 0,638383602 14 365 45 0,049547054 0,23593835
161 TINI
RT 06 RW 02 NO
251 0,24466667 38,9 0,520969564 24 332 15 0,035765477 0,170311795
162 TUTI NO 176 1 ILIR 0,24466667 63 0,627442252 24 365 35 0,068228535 0,324897787
163 MARYANI
RT 07 RRW 01 NO
176 0,24466667 74,2 0,663577083 23 365 36 0,06039088 0,287575621
164 SUMI
RT 07 RW 03 NO
301 0,24466667 53,5 0,591346365 24 365 25 0,054087007 0,257557177
165 MERI
RT 07 RW 02 NO
300 0,24466667 61,5 0,622120709 24 365 22 0,043559914 0,207428163
166 FARIDA
RT 07 RW 02 NO
299 0,24466667 76,6 0,670606854 24 365 10 0,017135785 0,081598977
167 YETI
RT 07 RW 02 NO
310 0,24466667 54 0,593400644 19 365 24 0,04086699 0,194604712
168 ISA RT 07 RW 02 NO 31 0,24466667 49,7 0,575076089 24 365 35 0,079268704 0,37747002
169 YANTI
RT 07 RW 02 NO
311 0,24466667 61,2 0,621040838 24 365 31 0,061573696 0,293208076
170 RIATUN RT 07 RW 02 337 0,24466667 84,4 0,692021135 18 335 30 0,033141806 0,157818121
171 PARTO
RT 07 RW 02 NO
296 0,24466667 61,2 0,621040838 19 335 20 0,028864087 0,137448034
172 M.YANTO
RT 08 RW 04 1 ILIR
NO 346 0,24466667 56,9 0,604952721 24 343 32 0,062578507 0,297992888
173 KARINA
RT 08 RW 02 NO
346 0,24466667 58,8 0,612206326 16 335 30 0,037408235 0,178134452
174 NURBAITI
RT 10 RW 04 NO
407 0,24466667 51 0,580778161 24 354 13 0,028103386 0,133825646
175 ASNI AIDAH
RT 19 RW 04 NO
660 1 ILIR 0,24466667 81,9 0,685381027 24 321 35 0,050418878 0,240089897
176 SUKIYAH
RT 06 RW 01 NO
270 1 ILIR 0,24466667 54,2 0,594217034 23 365 30 0,061694785 0,293784688
177 RATIH
RT 06 RW 01 NO
271 SUNGAI BUAH 0,24466667 57,3 0,606499721 24 365 41 0,084942421 0,404487717
178 AINI
RT 07 SUNGAI BUAH
NO 330 0,24466667 41,7 0,536318999 24 314 15 0,032484782 0,15468944
179 RUSLAN
RT 07 RW 01 NO
365 SUNGAI BUAH 0,24466667 59,4 0,614448308 20 358 35 0,057921615 0,275817213
180 SITI ROHMAH
RT 07 RW 01 NO 37
SUNGAI BUAH 0,24466667 81,4 0,684028706 24 365 10 0,016448061 0,078324101
181 AMANAH
RT 34 RW 07 NO 8
JLN RATU SIANUM 0,24466667 71,6 0,655700162 24 365 59 0,105756988 0,503604704
182 FIFIN
RT 34 RW 07 NO 8
JLN RATU SIANUM 0,24466667 64,8 0,633663321 23 365 10 0,018342771 0,08734653
183 YANI RT 14 NO 18 0,24466667 71,9 0,656623508 24 365 4 0,007150103 0,034048111
184 ILHAM
RT 10 RW 4 SUNGAI
BUAH 0,24466667 57,5 0,607269176 24 365 5 0,010335897 0,049218559
185 SANTI
RT 10 RW 04 NO
628 0,24466667 57,4 0,606884784 24 358 29 0,058863666 0,280303173
186
YUDHA
PRATAMA
NO 628 RT 10 RW
04 0,24466667 51,7 0,583788593 18 365 19 0,031495225 0,149977263
187 KAMELIA
NO 628 RT 10 RW
04 0,24466667 37,5 0,512875289 24 365 31 0,082986413 0,395173395
188 M. RODI
NO 630 RT 10 RW
04 0,24466667 49,4 0,573739052 16 358 44 0,065403928 0,311447278
189 TONI
NO 630 RT 10 RW
04 0,24466667 48,6 0,57013353 12 365 20 0,022961756 0,109341697
190 SAMSIAH
NO 630 RT 10 RW
04 0,24466667 45,9 0,557511047 22 358 48 0,102600251 0,488572623
191 DALIMAN
3 ILIR RW 7 RT 33
NO 38 0,24466667 68,9 0,647211573 24 332 31 0,051844031 0,246876336
192 HERMAWATI
NO 38 RT 33 RW 07
3 ILIR 0,24466667 71,6 0,655700162 24 365 31 0,055567231 0,264605861
193 MASTUNA NO 506 RT 33 RW
0,24466667 58,5 0,611076742 24 365 53 0,108362883 0,516013727
07 3ILIR
194 KARTINI
NO 272 RT 06 RW
01 SUNGAI BUAH 0,24466667 46,1 0,558471193 24 358 13 0,030234177 0,143972274
195 WULATANI
NO 272 RT 06 RW
01 SUNGAI BUAH 0,24466667 68,5 0,645925785 24 365 40 0,073827274 0,351558449
196 ICE
NO 330 RT 06 RW
01 SUNGAI BUAH 0,24466667 59,8 0,615930417 24 358 32 0,063275473 0,301311776
197
ANISA
INDRAYANI
NO 365 RT 01 RW0
01 SUNGAI BUAH 0,24466667 60,8 0,619592745 24 365 34 0,06781823 0,322943955
198
TANJUNG
SIMANJUNTAK
NO 08 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 58,5 0,611076742 24 365 40 0,081783308 0,389444323
199
R.
SIMANJUNTAK
NO 08 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 50 0,57640508 24 365 50 0,112821688 0,537246132
200 KOMALUDIN
NO 20 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 77,4 0,672901247 24 365 55 0,093591812 0,445675294
201 REDI
NO 18 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 55,5 0,59945125 24 358 19 0,039397571 0,187607479
202
WIWIN
RAHMAWATI
NO 39 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 51,4 0,58250343 24 314 7 0,013357801 0,063608578
203 WAHYUNI RT 34 RW 07 0,24466667 56,2 0,602219117 21 358 4 0,007200145 0,034286403
204 SITI ABSAH
NO 90 RT 34 RW 07
3 ILIR 0,24466667 57 0,605340488 24 365 57 0,118485312 0,564215769
205 ITA
RT 34 RW 07 NO 90
3 ILIR 0,24466667 58,6 0,611453912 24 365 25 0,051058836 0,243137316
206 M.NASIR RT 10 RW 04 1ILIR 0,24466667 74,3 0,663874502 24 365 15 0,026233318 0,124920563
207 sobiha
RT 12. RW 04 NO 30
TANGGA TAKAT 0,246 51,8 0,584215325 22 365 40 0,081384127 0,387543462
208 AMILIN
RT 12 RW 04 NO 50
TANGGA TAKAT 0,246 59,3 0,614076222 22 365 52 0,097142095 0,462581404
209 ANIS
RW01 RT 01
TANGGA TAKAT 0,246 51,8 0,584215325 10 365 10 0,009248196 0,04403903
210 PONIN
TANGGA TAKAT RT
01 RW 01 0,246 47,2 0,563678651 24 365 40 0,094010134 0,447667307
211 SUPARMAN
RW 04 RT 01
TANGGA TAKAT 0,246 50,1 0,576846306 14 365 40 0,052871821 0,251770577
212 HUSEIN
TANGGA TAKAT NO
66 RT 01 RW 2 0,246 53,3 0,590519273 14 365 20 0,025437753 0,121132159
213 SANIMAH
NO 705 RT 13 RW
01 TANGGA TAKAT 0,246 59,5 0,614819769 22 365 4 0,007456369 0,035506518
214 LANI NO 704 RT 13 RW
0,246 49,4 0,573739052 24 365 52 0,118854574 0,565974163
05 TANGGA TAKAT
215 SOHAR
LORNG SANTA JAYA
RT 13 RW 02 0,246 46 0,557991642 12 318 57 0,059275342 0,282263535
216 SAMINAH
NO 808 RT 14 RW 5
TANGGA TAKAT 0,246 50,8 0,579910445 24 365 2 0,004493164 0,021396021
217 MINAH
NO 125 RT 14 RW
06 0,246 54,4 0,595030417 19 365 18 0,030674693 0,146069967
218 EFENI NO 322 RW 04 RT 7 0,246 52,3 0,586336699 24 365 22 0,048539261 0,23113934
219 ABDURAHMAN
NO 322 RW 04 RT
07 0,246 61,1 0,620679704 15 365 47 0,058725849 0,2796469
220 MEGA
NO 818 RT 14 RW
05 0,246 76,9 0,671470048 24 365 23 0,039523303 0,188206206
221 TINI
RT 14 RW 05
TANGGA TAKAT 0,246 50,2 0,577286652 24 365 57 0,128999417 0,614282939
222 ABU SALIM NO 2 RT 18 0,246 84,1 0,691234784 20 365 58 0,078181038 0,372290655
223 KHODIJAH RT 14 RW 02 0,246 42,3 0,539473815 24 365 10 0,025098924 0,119518684
224 AJI RT 14 RW 04 0,246 47,8 0,566468162 12 365 2 0,002332237 0,011105891
225 CEK UCU RT 14 RW 04 0,246 68,9 0,647211573 24 288 51 0,074391265 0,354244121
226 JURIAH RT 18 RW 05 0,246 50,6 0,579039306 21 365 4 0,007882258 0,037534564
227 SURYANI
NO 1136 RT 29 RW
07 0,246 61,9 0,623552373 17 365 42 0,058978585 0,280850406
228 EKA
NO 1171 RT 29 RW
07 0,246 61,2 0,621040838 24 364 37 0,073689239 0,35090114
229 MAIMUNAH
RT 29 RW 6
TANGGA TAKAT 0,246 36,3 0,505693085 24 365 49 0,134338831 0,639708717
230 SUMAINI
RT 29 RW 6
TANGGA TAKAT 0,246 78 0,674606533 20 365 23 0,03262328 0,155348952
231 MASNANI RT 29 RW 06 0,246 54,5 0,595435988 24 363 37 0,079118702 0,376755726
232 RUSMILA RT 19 RW 06 0,246 51 0,580778161 20 363 10 0,018573669 0,088446044
233 LINA RT 18 RW 06 0,246 55,9 0,601037134 24 358 30 0,062262422 0,296487722
234 MIRA RT 18 RW 06 0,246 41,9 0,53737562 24 358 27 0,066841003 0,318290489
235 YULI RT 15 RW 06 NO 18 0,246 44,3 0,549675783 24 365 2 0,004883801 0,023256196
236 NAIMAH RW 06 RT 6 NO 27 0,246 54,7 0,596244902 14 358 5 0,006136764 0,029222685
237 WAYI RT 18 RW 05 7 0,246 77,2 0,67232988 24 365 21 0,035992292 0,171391866
238 BAMBANG RT 18 RW 05 NO 15 0,246 72,2 0,65754301 10 321 32 0,021016625 0,100079165
239 NINGSIH RT 15 RW 06 NO 31 0,246 63,4 0,628839936 21 365 46 0,078567301 0,374130006
240 DULRONI RT 15 RW 06 NO 57 0,246 71,8 0,656316155 24 365 35 0,062962475 0,299821308
241 SUGIMAN RT 15 RW 05 0,246 56 0,601431832 16 365 38 0,053544617 0,254974366
242 RUSNA
RT 43 RW 12
TANGGA TAKAT 0,246 59,7 0,615560821 24 365 55 0,111605198 0,531453324
243 YULIA
NO 429 RT 23 RW
05 TANGGA TAKAT 0,246 56,7 0,604175138 24 365 45 0,094366403 0,449363822
244 SASTRAWATI
NO 1446 RT 24 RW
08 0,246 87 0,698721376 24 363 44 0,069163396 0,329349504
245 ASNIRA
NO 1403 RT 24 RW
08 0,246 65,8 0,637045214 16 365 5 0,006351089 0,030243281
246 SALIM NO 51 RT 34 RW 06 0,246 47,5 0,565077811 17 365 34 0,056384059 0,268495518
247 ROYATI NO 62 RW 04 RT 06 0,246 58,4 0,610698926 24 277 9 0,014056229 0,066934423
248 ICA LAILA NO 89 0,246 45 0,553137966 24 354 20 0,046923073 0,223443203
249 MARKASIH
NO 1351 RT 23 RW
08 0,246 54 0,593400644 24 365 23 0,049740161 0,236857908
250 NURHIDAH RT 23 RW 08 NO 25 0,246 55,9 0,601037134 24 365 58 0,122727697 0,584417605
251 ERNA RT 23 RW 08
TANGGA TAKAT NO 0,246 65,4 0,635698665 24 365 46 0,087994692 0,419022344
25
252 YENI
NO 1446 RT 24 RW
08 0,246 52,9 0,588855737 24 365 2 0,004381354 0,02086359
253 ISA
NO 1403 RT 24 RW
8 TANGGA TAKAT 0,246 67,1 0,641365643 24 365 18 0,033859518 0,1612358
254 WATI RT 24 RW 08 NO 31 0,246 63,9 0,630574692 24 365 35 0,067971807 0,323675272
255 NURHIDAH
NO 62 RT 36 RW 8
TANGGA TAKAT 0,246 62,9 0,627091444 24 365 48 0,094177371 0,44846367
256 EMA NO 85 RT 36 RW 8 0,246 61 0,620317978 24 365 25 0,050032204 0,238248591
257 KOMARIYAH
1 ILIR RT 1 RW 1 NO
24 0,246 57,6 0,6076529 22 365 43 0,08183481 0,389689573
258 ANI
NO 03 RT 1 RW 1 1
ILIR 0,246 52,4 0,586758539 23 365 25 0,052797071 0,251414623
259 EDI RT 01 RW 01 NO 09 0,246 65,1 0,634683338 11 365 28 0,024622984 0,117252303
260 DAIMI 12 RT 01 RW 01 0,246 64,9 0,63400385 20 365 30 0,048063158 0,22887218
261 MEGAWATI RT 01 RW 01 NO 12 0,246 58,7 0,61183044 24 365 30 0,061537426 0,293035363
262 NOVI NO 13 RT 01 RW 01 0,246 54,4 0,595030417 24 365 32 0,068883521 0,328016768
263 NUR NO 46 RT 01 RW 01 0,246 40,8 0,531500626 24 365 13 0,033328216 0,158705789
264 ROLIAH NO 06 RT 01 RW 01 0,246 44,5 0,550670529 24 365 2 0,00487065 0,023193571
265 AYU CI NO 63 RT 02 RW 01 0,246 41,5 0,535257299 17 365 55 0,098887174 0,470891303
266 HANIZAH RT 01 RW 01 NO 49 0,246 36 0,503860432 24 365 70 0,19281059 0,918145677
267 ZAINUL NO 13 RT 01 RW 01 0,246 49 0,571943649 24 365 39 0,089587386 0,426606598
268 HALIMAH NO 26 RT 40 RW 08 0,246 79,4 0,678535056 24 354 44 0,071769506 0,341759552
269 DESI NO 63 RT 28 RW 08 0,246 100,5 0,730576498 24 365 29 0,041488022 0,197562009
270
MUSTOPO
YUNUS NO 78 RT 38 RW 08 0,246 58,9 0,612581574 24 351 63 0,124001954 0,590485497
271 FATIMAH NO 50 RT 33 RW 07 0,246 64 0,630920014 24 364 63 0,121890117 0,580429128
272 ASNA NO 81 RT 35 RW 07 0,246 58,4 0,610698926 24 360 9 0,018268023 0,086990586
273 MARYATI RW 05 RT 07 NO 62 0,246 43,9 0,547672746 24 365 8 0,019641366 0,093530315
274 KHADIJAH NO 13 RT 07 RW 08 0,246 77,8 0,674039566 24 365 58 0,098891481 0,470911814
275 IRMA NO 13 RW 06 RT 07 0,246 70 0,650709366 24 361 26 0,047043735 0,224017787
276 ZAINABAH NO 37 0,246 51,6 0,583361036 24 365 54 0,12014524 0,572120192
277 SULASIH NO 14 3 ILIR 0,246 50,7 0,579475305 16 365 5 0,007497748 0,03570356
278 NURHAYATI NO 14 RT 07 RW 08 0,246 52,8 0,588437888 24 365 61 0,133789378 0,637092276
279 MASLIKAN NO 61 RT 37 RW 08 0,246 50,4 0,578164718 18 365 24 0,04063672 0,193508191
280 TEGUH
NO 19 RT 33 RW 07
LRG SEPAK RAGA 0,246 63,9 0,630574692 16 365 43 0,055672147 0,265105461
281 SALIMAH NO 57 RT 07 RW 01 0,246 76,3 0,669740274 24 365 41 0,070825692 0,337265201
282 RAHMA NO 57 RT 07 RW 01 0,246 56,8 0,604564272 24 365 2 0,004189375 0,019949405
283 SANTI NO 60 RT 37 0,246 64,1 0,631264797 24 365 7 0,013566777 0,064603698
284 SAUNA NO 56 RT 37 RW 08 0,246 77,5 0,673186378 24 365 25 0,042736477 0,203507034
285 ARIF NO 61 RT 37 RW 08 0,246 56,3 0,60261171 24 365 4 0,00842586 0,040123145
286 IBRAHIM NO 37 RT 37 RW 08 0,246 54 0,593400644 24 365 52 0,112456015 0,535504835
287 YULITA NO 26 RT 37 RW 08 0,246 49,4 0,573739052 24 365 17 0,038856303 0,185030015
288 ALFIANSYAH NO 8 RT 37 RW 08 0,246 52,4 0,586758539 24 365 25 0,055092596 0,262345694
289 KARYATI NO 14 RT 37 RW 8 0,246 49,7 0,575076089 24 365 10 0,022771625 0,108436308
290 MASNUN TANGGA TAKAT 0,246 51,8 0,584215325 24 321 25 0,048800071 0,232381292
291 LINA NO 11 RT 37 RW 08 0,246 74 0,662981041 24 365 42 0,07405319 0,35263424
292 M. DAUD NO 57 RT 33 RW 07 0,246 74,9 0,665650651 23 365 25 0,041903108 0,199538611
293 IBRAHIM NO 5 RT 07 RW 06 0,246 74,8 0,665355616 24 365 32 0,056017962 0,266752198
294 NURHAYATI NO 50 RT 37 RW 08 0,246 65,5 0,636036073 24 365 45 0,085995961 0,409504578
295 LAJIM NO 71 RT 30 RW 08 0,246 69,4 0,64880835 24 365 7 0,012878939 0,061328282
296 SUMINI
LRG LANGGAR RT
38 RW 08 0,246 60 0,616667757 24 365 34 0,068770788 0,327479944
297 M. TEGUH
LRG LANGGAR RT
38 RW 08 0,25433333 44,5 0,550670529 24 365 64 0,155860797 0,74219427
Hasil Output Distribusi Tiap Variabel
Descriptives
Statistic Std. Error
II1. Berat Badan ? Mean 57.6552 .63682
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 56.4020
Upper Bound 58.9085
5% Trimmed Mean 57.3933
Median 56.4000
Variance 120.445
Std. Deviation 1.09747E1
Minimum 27.90
Maximum 100.50
Range 72.60
Interquartile Range 13.80
Skewness .481 .141
Kurtosis .620 .282
II2. Lama Tinggal ? Mean 31.32 1.027
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 29.30
Upper Bound 33.34
5% Trimmed Mean 31.06
Median 31.00
Variance 313.353
Std. Deviation 17.702
Minimum 2
Maximum 75
Range 73
Interquartile Range 26
Skewness .104 .141
Kurtosis -.786 .282
II3a. Berada Di Pemukiman? Mean 21.28 .225
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 20.84
Upper Bound 21.73
5% Trimmed Mean 21.69
Median 24.00
Variance 15.021
Std. Deviation 3.876
Minimum 8
Maximum 24
Range 16
Interquartile Range 5
Skewness -1.319 .141
Kurtosis .714 .282
LAJU_ASUPAN Mean .6036 .00250
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .5987
Upper Bound .6086
5% Trimmed Mean .6045
Median .6030
Variance .002
Std. Deviation .04307
Minimum .43
Maximum .73
Range .30
Interquartile Range .05
Skewness -.365 .141
Kurtosis 1.233 .282
Frekuensi_pajanan Mean 355.79 1.356
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound 353.12
Upper Bound 358.46
5% Trimmed Mean 359.73
Median 365.00
Variance 546.112
Std. Deviation 23.369
Minimum 189
Maximum 365
Range 176
Interquartile Range 7
Skewness -3.987 .141
Kurtosis 20.186 .282
intake Mean .05762 .002211
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .05327
Upper Bound .06197
5% Trimmed Mean .05524
Median .05287
Variance .001
Std. Deviation .038099
Minimum .002
Maximum .229
Range .227
Interquartile Range .050
Skewness .982 .141
Kurtosis 1.723 .282
RQ Mean .27382 .010391
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .25337
Upper Bound .29427
5% Trimmed Mean .26305
Median .25177
Variance .032
Std. Deviation .179069
Minimum .011
Maximum .972
Range .961
Interquartile Range .238
Skewness .868 .141
Kurtosis 1.081 .282
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
II1. Berat Badan ? .075 297 .000 .984 297 .002
II2. Lama Tinggal ? .057 297 .019 .975 297 .000
II3a. Berada Di Pemukiman? .300 297 .000 .738 297 .000
LAJU_ASUPAN .046 297 .200* .984 297 .002
Frekuensi_pajanan .357 297 .000 .454 297 .000
intake .073 297 .001 .943 297 .000
RQ .073 297 .001 .943 297 .000
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran Foto-Foto Pada Saat Turun Lapangan
Pengambilan Sampel Udara Pagi Hari Pengambilan Sampel Udara Siang Hari
Pengambilan Sampel Udara Malam Hari
Pengambilan Sampel Udara Pada Pagi dan Siang Hari
Pengambilan Sampel Udara Pada Malam Hari