229
ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI SERUA FARM KOTA DEPOK SKRIPSI Wasis Vidya Hajjarwati 11150920000045 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020/1441 H

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

i

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU

HIDROPONIK DI SERUA FARM KOTA DEPOK

SKRIPSI

Wasis Vidya Hajjarwati

11150920000045

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020/1441 H

Page 2: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

i

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU

HIDROPONIK DI SERUA FARM KOTA DEPOK

Wasis Vidya Hajjarwati

11150920000045

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2020/1441 H

Page 3: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

ii

Page 4: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

iii

Page 5: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Data Diri

Nama : Wasis Vidya Hajjarwati

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 15 April 1997

Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum menikah

Agama : Islam

Alamat : Jalan Jati II No. 8 RT/RW 001/005 Perumnas 1,

Desa Cibunar, Kecamatan Parungpanjang,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

No. Hp : 082210886620

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2003 – 2009 : SDN Perumnas Bumi Parungpanjang

2009 – 2012 : SMP Negeri 1 Parungpanjang

2012 – 2015 : SMA Negeri 3 Kabupaten Tangerang

2015 – 2020 : S1 Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

Pengalaman Organisasi

2010 – 2012 : Sekretaris Ekstrakulikuler Palang Merah Remaja

SMPN 1 Parungpanjang

Page 6: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

v

2012 – 2013 : Bendahara I OSIS SMPN 1 Parungpanjang

2019 : Panitia 4th International Conference on Science

and Technology

Pengalaman Kerja

2018 : Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Divisi

Produksi (Magang)

2019 : Serua Farm, Depok Divisi Produksi (Magang)

Page 7: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Alhamdulillahirabbil'alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala

berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Analisis Risiko Produksi Bayam Hijau Hidroponik di Serua Farm

Kota Depok”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan

Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penulisan sampai selesainya skripsi ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak. Penulis dengan penuh rasa hormat mengucapkan banyak

terima kasih kepada semua pihak yang memberikan bantuan dan dukungan baik

secara moril dan materil, secara langsung maupun tidak langsung sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Keluarga penulis, Bapak Wasis Adi Purwanto, Ibu Zetriyesi selaku orang tua

penulis, kakak Wasis Muharam Bhayangkara dan kedua adik Wasis

Mahardhika Juneswara dan Wasis Mahatma Paranpara yang selalu berusaha

memberikan dukungan moril maupun materil serta motivasi yang tiada henti.

Terima kasih atas doa, cinta, kasih sayang, pengertiannya, dukungannya, dan

Page 8: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

vii

kesabarannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT

memberikan balasan yang lebih baik. Aaamiiin.

2. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env.Stud selaku Dekan Fakultas

Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah mengesahkan karya tulis ini sebagai skripsi beserta

jajarannya.

3. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Ketua Program Studi Agribisnis dan

Ibu Rizki Adi Puspita Sari, S.P, MM selaku Sekretaris Program Studi

Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan dukungan kepada

penulis untuk menimba ilmu pengetahuan serta membantu penulis dalam

proses akademik.

4. Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP dan Bapak Ir. Junaidi, M.Si selaku dosen

pembimbing I dan dosen pembimbing II yang tiada henti selalu memberikan

banyak pengarahan, bimbingan, waktu, tenaga dan dukungan secara tulus

kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Dr. Yon Girie Mulyono, selaku pembimbing akademik penulis.

Terima kasih atas bimbingan, motivasi, dan nasihat kepada penulis selama

proses akademis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Charlie selaku pemilik di Serua Farm serta para pekerja di Serua Farm

yang telah memberikan dukungan dan pengetahuan kepada penulis sehingga

terselesaikannya skripsi ini.

Page 9: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

viii

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis, Leni, Rekha, Nabila, Putri, Jannisah, Titoy,

Athiya, Hafny, Firda, Tiara, Sekar, Hilda, Diah dan sahabat perjuangan

lainnya yang tidak tersebut yang menjadi tempat bertukar pikiran dan

senantiasa memberikan semangat serta motivasi sehingga dapat segera

menyelesaikan penulisan penelitian ini.

8. Teman-teman Agribisnis 2015 yang selalu memberikan berbagai informasi

dan juga semangat dalam mengerjakan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan saran dan

kritik yang dapat membangun dari seluruh pembaca. Semoga skripsi ini dapat

berguna bagi penulis maupun seluruh pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta,Januari 2021

Wasis Vidya Hajjarwati

Page 10: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

ix

RINGKASAN

Wasis Vidya Hajjarwati, Analisis Risiko Produksi Bayam Hijau Hidroponik di

Serua Farm Kota Depok. Di bawah bimbingan Elpawati dan Junaidi.

Kebun Serua Farm adalah kebun pertama yang dimiliki oleh Hidroponikita

dan kini sebagai kebun induk dalam bisnis pertanian Hidroponikita. Berdiri pada

tanggal 15 Januari 2017, dengan luas 1.200 meter persegi. Sayuran utama yang

diproduksi oleh Serua Farm adalah bayam hijau hidroponik. Dalam menjalankan

usahanya, produksi bayam yang dihasilkan oleh Serua Farm selalu beragam dan

tidak selalu mencapai target yang ditentukan serta tidak dapat memenuhi

permintaan konsumen yang masuk. Jumlah kegagalan produksi atau rijek yang

terjadi sering diakibatkan karena rusaknya produk bayam hidroponik sebelum

masa panen tiba sehingga mengurangi jumlah panen bersih yang dihasilkan dan

kemudian merugikan perusahaan.

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengidentifikasi risiko produksi bayam

hidroponik yang dihadapi oleh Serua Farm; (2) Mengukur seberapa besar risiko

produksi bayam hidroponik di Serua Farm; (3) Memetakan risiko produksi bayam

hidroponik di Serua Farm; dan (4) Mengetahui prioritas strategi pengendalian

risiko yang tepat pada produksi bayam hidroponik di Serua Farm.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode wawancara,

kuesioner, observasi dan studi pustaka. Wawancara dilakukan secara sistematik

dengan informan terkait produksi bayam hidroponik dimana terdapat 4

narasumber, yaitu Charlie Tjendapati selaku kepala kebun, Een Jaenah selaku

penanggung jawab penyemaian, Rafika Putri Wulandari selaku penanggung jawab

screenhouse, dan Dian Ardiansyah selaku penanggung jawab produksi. Metode

analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah diagram fishbone, House of

Risk (HOR) fase 1 dan 2 serta diagram pareto. Pada penelitian ini akan

diidentifikasi penyebab dan dampak risiko yang ditimbulkan, dan penentuan

penyebab risiko yang harus diberikan aksi preventif terlebih dahulu.

Hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat 9 penyebab risiko pada proses

penanaman, 5 penyebab risiko pada proses pemeliharaan, 4 penyebab risiko pada

proses pemanenan dan 5 penyebab risiko pada proses pengemasan. Kemudian 9

kejadian risiko pada proses penanaman, 5 kejadian risiko pada proses

pemeliharaan, 4 kejadian risiko pada proses pemanenan dan 4 kejadian risiko pada

proses pengemasan. Hasil pemetaan risiko yang terjadi pada bayam hidroponik

didapatkan total 12 penyebab risiko yang menjadi prioritas untuk dijadikan

penanganan risiko. Berdasarkan pemetaan pareto yang menjadi prioritas

penanganan risiko tersebut, maka didapatkan 18 strategi preventif pencegahan

risiko guna menghindari risiko tersebut terjadi kembali.

Kata kunci : hidroponik, risiko, House of Risk, fishbone, strategi preventif

Page 11: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

x

DAFTAR ISI

Halaman

PENGESAHAN UJIAN ................................. Error! Bookmark not defined.

SURAT PERNYATAAN ................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ vi

RINGKASAN .............................................................................................. ix

DAFTAR ISI ................................................................................................ x

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................... 7

1.3. Tujuan Penelitian........................................................................... 8

1.4. Manfaat Penelitian......................................................................... 8

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 10

2.1. Definisi Produksi ......................................................................... 10

2.2. Hidroponik .................................................................................. 11

2.3. Bayam.......................................................................................... 18

2.3.1. Syarat Tumbuh Bayam Hidroponik ................................... 21

2.3.2. Proses Produksi Bayam Hidroponik .................................. 24

2.4. Risiko .......................................................................................... 28

2.4.1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab ................................ 29

2.4.2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat ..................................... 30

Page 12: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xi

2.4.3. Konsep Risiko .................................................................... 31

2.5. Manajemen Risiko....................................................................... 32

2.6. Risiko dalam Agribisnis .............................................................. 37

2.7. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) .............................................. 45

2.8. House of Risk (HOR)................................................................... 48

2.8.1. House of Risk Fase 1 .......................................................... 50

2.8.2. House of Risk Fase 2 .......................................................... 53

2.9. Diagram Pareto ............................................................................ 55

2.10. Penelitian Terdahulu ................................................................. 57

2.11. Kerangka Pemikiran .................................................................. 59

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 61

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 61

3.2. Sumber dan Jenis Data ................................................................ 61

3.3. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 62

3.4. Metode Pengolahan Data ............................................................ 63

3.5. Metode Analisis Data .................................................................. 65

3.5.1. Diagram Tulang Ikan ......................................................... 65

3.5.2. House of Risk (HOR) Fase 1 .............................................. 66

3.5.3. Diagram Pareto .................................................................. 68

3.5.4. House of Risk (HOR) Fase 2 .............................................. 70

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ................................... 73

4.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ...................................... 73

4.2. Visi dan Misi Perusahaan ............................................................ 74

4.3. Struktur Organisasi Serua Farm .................................................. 75

4.4. Produk Sayur Hidroponik Serua Farm ....................................... 77

4.5. Proses Produksi Sayur Bayam Hidroponik di Serua Farm ......... 77

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN IDENTIFIKASI DAN

PEMETAAN RISIKO ................................................................. 81

5.1. Identifikasi Risiko ....................................................................... 81

5.1.1. Identifikasi Kejadian Risiko .............................................. 84

5.1.2. Identifikasi Penyebab Risiko ............................................. 92

Page 13: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xii

5.2. Pengukuran Risiko .................................................................... 101

5.2.1. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko ............... 101

5.2.2. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko ......................................... 107

5.2.3. Pengukuran Tingkat Korelasi antara Penyebab

Risiko (Risk Agent) dengan Kejadian Risiko

(Risk Event) ...................................................................... 112

5.2.4. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) ................. 114

5.3. Pemetaan Risiko ........................................................................ 121

5.3.1. Pemetaan Risiko pada Proses Penyemaian ........................ 122

5.3.2. Pemetaan Risiko pada Proses Penanaman ......................... 122

5.3.3. Pemetaan Risiko pada Proses Pemeliharaan ...................... 123

5.3.4. Pemetaan Risiko pada Proses Pemanenan ......................... 124

5.3.5. Pemetaan Risiko pada Proses Pengemasan ........................ 125

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN STRATEGI PENANGANAN

RISIKO ....................................................................................... 126

6.1. Strategi Penanganan Risiko ....................................................... 126

6.1.1. Strategi Preventif Risiko pada Proses Penyemaian ......... 126

6.1.2. Strategi Preventif Risiko pada Proses Penanaman .......... 127

6.1.3. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemeliharaan ....... 128

6.1.4. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemanenan .......... 130

6.1.5. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pengemasan ......... 131

6.2. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan

Strategi Pencegahan Risiko ....................................................... 132

6.2.1. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan

Penerapan Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Penyemaian .......................................................... 133

6.2.2. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan

Penerapan Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Penanaman ........................................................... 133

6.2.3. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan

Penerapan Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pemeliharaan ........................................................ 134

6.2.4. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan

Penerapan Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pemanenan ........................................................... 135

6.2.5. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan

Penerapan Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pengemasan .......................................................... 136

6.3. Penilaian Korelasi antara Strategi Pencegahan Risiko

dengan Agen Penyebab Risiko Prioritas ................................... 137

Page 14: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xiii

6.4. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap

Strategi Pencegahan Risiko ....................................................... 139

6.4.1. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada

Setiap Strategi Pencegahan Risiko pada Proses

Penyemaian ...................................................................... 139

6.4.2. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada

Setiap Strategi Pencegahan Risiko pada Proses

Penanaman ....................................................................... 140

6.4.3. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada

Setiap Strategi Pencegahan Risiko pada Proses

Pemeliharaan.................................................................... 141

6.4.4. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada

Setiap Strategi Pencegahan Risiko pada Proses

Pemanenan ....................................................................... 143

6.4.5. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada

Setiap Strategi Pencegahan Risiko pada Proses

Pengemasan ..................................................................... 144

6.5. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap

Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) ......................................... 145

6.5.1. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan

dari Tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk)

pada Proses Penyemaian .................................................. 146

6.5.2. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan

dari Tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk)

pada Proses Penanaman ................................................... 147

6.5.3. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan

dari Tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk)

pada Proses Pemeliharaan................................................ 148

6.5.4. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan

dari Tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk)

pada Proses Pemanenan ................................................... 150

6.6. Prioritas Aksi Strategi Preventif ................................................ 152

6.7. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi

Pencegahan Risiko .................................................................... 155

BAB VII PENUTUP .................................................................................. 159

7.1. Kesimpulan .................................................................................. 159

7.2. Saran ............................................................................................ 161

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 163

LAMPIRAN ................................................................................................ 168

Page 15: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xiv

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Selisih Produk Bayam Hijau Hidroponik di Serua Farm

Tahun 2018 –2019 dalam Kg ............................................................................. 5

2. Perbandingan Budidaya secara Konvensional dan Hidroponik ........................ 15

3. Model HOR Fase 1 ........................................................................................... 51

4. Model HOR Fase 2 ........................................................................................... 54

5. Matriks Penelitian Terdahulu ............................................................................ 58

6. Pemberian Kode Dugaan Penyebab Risiko Produksi

Bayam Hidroponik di Serua Farm ................................................................... 64

7. Pemberian Kode Dugaan Kejadian Risiko pada Produksi

Bayam Hidroponik di Serua Farm .................................................................. 64

8. Tabel House of Risk Fase 1 Proses Pemeliharaan Bayam

Hidroponik di Serua Farm .............................................................................. 67

9. Model HOR Fase 2 ........................................................................................... 70

10. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Penyemaian di Serua Farm Tahun 2019 ........................................................ 84

11. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Penanaman di Serua Farm Tahun 2019 ......................................................... 85

12. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Pemeliharaan di Serua Farm Tahun 2019 ..................................................... 87

13. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Pemanenan di Serua Farm Tahun 2019 ......................................................... 89

14. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Pengemasan di Serua Farm Tahun 2019 ....................................................... 91

15. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Penyemaian di Serua Farm Tahun 2019 ........................................................ 92

Page 16: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xv

16. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Penanaman di Serua Farm Tahun 2019 ......................................................... 94

17. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Pemeliharaan di Serua Farm Tahun 2019 ..................................................... 96

18. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Pemanenan di Serua Farm Tahun 2019 ......................................................... 98

19. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada

Proses Pengemasan di Serua Farm Tahun 2019 ............................................ 99

20. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada

Proses Penyemaian ....................................................................................... 102

21. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada

Proses Penanaman ........................................................................................ 103

22. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada

Proses Pemeliharaan .................................................................................... 104

23. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada

Proses Pemanenan ........................................................................................ 105

24. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada

Proses Pengemasan ...................................................................................... 106

25. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko pada Proses Penyemaian ............................. 107

26. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko pada Proses Penanaman .............................. 108

27. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan .......................... 109

28. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan .............................. 110

29. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan ............................ 111

30. Hasil Perhitungan ARP Proses Penyemaian ................................................. 115

31. Hasil Perhitungan ARP Proses Penanaman .................................................. 116

Page 17: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xvi

32. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemeliharaan ............................................... 118

33. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemanenan .................................................. 119

34. Hasil Perhitungan ARP Proses Pengemasan ................................................. 120

35. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penyemaian .............................................. 133

36. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penanaman ................................................ 134

37. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan ............................................ 135

38. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan ................................................ 136

39. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan .............................................. 137

40. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Penyemaian............ 140

41. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Penanaman ............. 141

42. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pemeliharaan ......... 142

43. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pemanenan ............. 143

44. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pengemasan ........... 144

45. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari

tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penyemaian ............. 146

46. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari

tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penanaman .............. 148

47. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari

tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemeliharaan ........... 149

48. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari

tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemanenan .............. 150

49. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari

tiap Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pengemasan ............. 151

Page 18: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xvii

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Data Produksi dan Target Bayam di Serua Farm Tahun 2018-2019 .................. 4

2. Proses Manajemen Risiko ISO 31000 : 2018 ................................................... 41

3. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone) ............................................................ 46

4. Diagram Tulang Ikan Tipe Rangkuman Sebab ................................................. 46

5. Struktur Diagram Tulang Ikan (Tipe Klasifikasi Proses Produksi) .................. 47

6. Struktur Diagram Pareto ................................................................................... 56

7. Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 60

8. Dugaan Diagram Tulang Ikan Dugaan Kejadian Risiko Produksi Bayam

Hidroponik di Serua Farm tahun 2019 ............................................................. 65

9. Model Diagram Pareto Risiko Produksi Bayam Hidroponik ............................ 69

10. Struktur Organisasi di Serua Farm ................................................................. 75

11. Alur Proses Produksi Bayam Hidroponik di Serua Farm ............................... 78

12. Identifikasi Sumber Risiko dengan Metode Fish Bone pada Produksi

Bayam Hidroponik di Serua Farm tahun 2019 .............................................. 83

13 Diagram Pareto pada Proses Penyemaian ...................................................... 122

14. Diagram Pareto pada Proses Penanaman ...................................................... 123

15. Diagram Pareto pada Proses Pemeliharaan ................................................... 124

16. Diagram Pareto pada Proses Pemanenan ...................................................... 124

17. Diagram Pareto pada Proses Pengemasan..................................................... 125

Page 19: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Wawancara Profil Perusahaan dan Identifikasi Risiko ................................... 169

2. Matriks Instrumen Penelitian .......................................................................... 171

3a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi

Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity)

Risiko pada Proses Penyemaian ................................................................... 173

3b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi

Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dan Tingkat Pengaruh Dampak (Severity)

Risiko pada Proses Penanaman .................................................................... 175

3c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat

Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pemeliharaan………….176

3d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi atau

Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat

Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pemanenan ……….…..177

3e. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi atau Peluang

Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan Tingkat Pengaruh

Dampak (Severity) Risiko pada Proses Pengemasan ………………….....178

3f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dengan Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada

Proses Penyemaian…………………………...………………………….....179

3g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dengan Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada

Proses Penanaman……………………………………………………….....181

3h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko (Severity)

pada Proses Pemeliharaan………………………………………………….183

3i. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko (Severity)

pada Proses Pemanenan...…………………………………………………185

Page 20: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xix

3j. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko (Severity)

pada Proses Pengemasan ………………..………………………………..187

4a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat Kesulitan

Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif Penyebab Risiko

pada Proses Penyemaian ……………………………..…………………...189

4b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat Kesulitan

Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif Penyebab Risiko

pada Proses Penanaman ……………………………..…………………...190

4c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat Kesulitan

Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif Penyebab Risiko

pada Proses Pemeliharaan…………………………………………………190

4d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat Kesulitan

Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif Penyebab Risiko

pada Proses Pemanenan…………………………………………………...191

4e. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat Kesulitan

Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif Penyebab

Risiko pada Proses Pengemasan……………………………………..........191

4f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Penyemaian………...………………………………………...192

4g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Penanaman…………………………………………………...193

4h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pemeliharaan ……………………………………………........195

4i. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pemanenan…………………………………………………...196

4j. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pengemasan………………………………….……………….197

5a. Tabel HOR Fase 1 Proses Penyemaian..……………………...……….......199

Page 21: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

xx

5b. Tabel HOR Fase 1 Proses Penanaman..……………………………….......200

5c. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemeliharaan….……………………………….201

5d. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemanenan……………..……………………...202

5e. Tabel HOR Fase 1 Proses Pengemasan…..……………………………….203

6a. Tabel HOR fase 2 Proses Penyemaian…..……………………...…………204

6b. Tabel HOR fase 2 Proses Penanaman…..…………………………………205

6c. Tabel HOR fase 2 Proses Pemeliharaan……………..…………………….206

6d. Tabel HOR fase 2 Proses Pemanenan……………..………………………207

6e. Tabel HOR fase 2 Proses Pengemasan……………..……………………..208

Page 22: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bayam merupakan salah satu komiditi sayuran yang dapat diandalkan

untuk pemenuhan kebutuhan vitamin dan mineral yang relatif mudah dan

murah. Bayam dikenal sebagai salah satu sayuran yang bergizi tinggi dan

digemari oleh hampir semua lapisan masyarakat di Indonesia. Daun bayam

dapat dibuat menjadi berbagai macam sayur mayur, bahkan disajikan sebagai

hidangan mewah. Di beberapa negara berkembang bayam dijadikan sebagai

sumber protein nabati karena memiliki fungsi ganda, yakni pemenuhan

kebutuhan gizi dan juga pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga

permintaan konsumen akan bayam selalu ada. Oleh sebab itu, perusahaan

penghasil bayam terus melakukan produksi secara kontinu agar pasokan

bayam tetap tersedia.

Nilai nutrisi yang terkandung dalam bayam yaitu memiliki kandungan

protein, kalsium dan juga zat besi. Kandungan gizi dalam setiap 100 g bayam

adalah 36,0 kalori; 3,5 gr protein; 6,5 gr karbohidrat; 0,5 gr lemak; 267 mg

kalsium; 67 mg fosfor; 3,9 mg zat besi; 0,08 mg vitamin B; 80 mg vitamin C

dan 86,9 gr air. Kandungan hidrat arang bayam sayur juga cukup tinggi, dalam

bentuk serat selulosa yang tidak tercerna yang perannya sangat penting dalam

membantu proses pencernaan oleh lambung sehingga dapat mencegah segala

bentuk gangguan lambung khususnya kanker lambung dan usus (Rukmana,

2005 : 22).

Page 23: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

2

Dalam produksinya, bayam dapat dibudidayakan secara konvensional

yaitu sistem budidaya dengan menggunakan media tanah sebagai media

tumbuhnya dan budidaya tanpa media tanah seperti hidroponik, akuaponik dan

aeroponik. Hidroponik menggunakan media tanam seperti batuan atau sabut

kelapa yang diberi larutan campuran nutrisi primer, sekunder dan mikro.

Dengan kata lain hidroponik merupakan sistem bertanam tanpa menggunakan

media tanah (Paeru, 2018 : 65). Metode tanam dengan sistem hidroponik

merupakan salah satu cara yang efisien yang digunakan untuk menanam

sayur-sayuran. Sistem hidroponik dapat menjadi salah satu solusi bagi

pengembangan tanaman sayur dengan berbagai kelebihan dibandingkan

dengan sistem pertanian konvensional. Budidaya bayam dengan hidroponik

lebih efisien dalam penggunaan air dan tanah daripada pertanian konvensional

sehingga dapat menghemat biaya produksi. Selain itu, tanaman membutuhkan

lebih sedikit waktu tumbuh dibandingkan dengan tanaman yang ditanam di

ladang karena tidak ada halangan mekanis ke akar dan seluruh nutrisi sudah

siap tersedia untuk tanaman (Anonim, 2017 : 3).

Sistem hidroponik sebenarnya merupakan alternatif budidaya tanaman

dilahan terbatas atau gersang, seperti di perkotaan. Tanaman hidroponik dapat

dilakukan pada lahan atau ruang terbatas seperti di atap, dapur, halaman rumah

atau garasi. Media tanaman pada sistem hidroponik dapat dirancang dengan

berbagai cara, misalnya dibuat secara bertingkat maupun horizontal sesuai

dengan luas lahan yang ada. Dengan sistem ini, budidaya tanaman seperti

sayuran dapat dilakukan di daerah yang tanahnya tidak subur dan miskin akan

Page 24: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

3

hara. Hal ini menjadi sebuah kelebihan dari hidroponik karena tidak

bergantung pada kondisi tanah, karena banyak lahan di perkotaan yang tidak

dapat ditanami karena beberapa alasan seperti tanah berpasir, berbatu atau

tanah tercemar yang apabila dijadikan sebagai lahan budidaya maka tidak akan

mendapatkan hasil yang baik (Setiawan, 2017:10). Beberapa tanaman yang

sering ditanam secara hidroponik selain bayam diantaranya adalah selada,

cabai, tomat, pakchoy, brokoli, sawi, kailan, kangkung, bawang, stoberi dan

lain sebagainya. Bayam adalah sayuran yang paling mudah ditanam, termasuk

dalam sistem hidroponik. Usia panen juga relatif cepat, yaitu 3 hingga 4

minggu bayam sudah dapat dipanen.

Serua Farm merupakan perusahaan pertanian yang menggunakan

teknologi hidroponik dalam menjalankan usahanya. Berdiri pada tanggal 15

Januari 2017, dengan luas 1.200 meter persegi. Kebun Serua Farm mempunyai

rak produksi 12.500 lubang tanam, rak peremajaan 12.500 lubang tanam, dan

persemaian 15.000 tanaman. Menurut pemilik, perusahaan menggunakan

hidroponik sistem NFT (Nutrient Film Technique) dengan tujuan untuk

penurunan biaya produksi karena penggunaan air larutan nutrisi yang dangkal

sehingga air yang diperlukan tidak banyak, memungkinkan bertani tanpa

menggunakan lahan tanah yang luas, minimalisasi risiko dan optimalisasi

produksi dari segi kualitas dan kuantitas karena penyerapan nutrisi maksimal

dan aliran air nutrisi yang stabil. Sayuran yang diproduksi oleh Serua Farm

yaitu bayam hijau dan bayam merah.

Page 25: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

4

Gambar 1. Data Produksi dan Target Bayam di Serua Farm Tahun 2018-2019

Sumber : Laporan Tahunan Serua Farm Tahun 2018-2019, data diolah.

Produksi bayam hidroponik bulan Agustus tahun 2018 - September tahun

2019 terjadi fluktuasi jumlah produksi yang dihasilkan. Kegagalan produksi

yang paling parah terjadi pada bulan Desember 2018 produksi sebesar 21.4 kg

dimana menurut pemilik diakibatkan karena musim hujan yang terjadi

sehingga produksi bayam banyak yang gagal. Kegagalan produksi dan tidak

tercapainya target produksi ini menyebabkan kerugian pada perusahaan karena

tidak dapat memenuhi permintaan konsumen. Untuk mensiasati hal tersebut,

perusahaan memilih untuk bekerjasama dengan mitra untuk menambah

pasokan bayam hidroponiknya. Perbedaan antara target produksi dan produksi

yang dihasilkan menimbulkan selisih yang cukup besar. Berikut Tabel selisih

beserta presentase selisih produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm.

Ags Sept Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Ags Sept

Panen Total 64,7 72,6 97,8 70 21,4 67,4 100 145 165 115 56,3 221 365 227

Rijek 13,4 20,8 14,3 9,8 2,2 10,3 34,2 39 66,1 19,8 7,3 51,1 26,3 13,7

Panen Bersih 51,3 51,8 83,5 60,2 19,2 57,1 65,9 106 99,1 95,6 49 170 339 213

Target 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

050

100150200250300350400

Pro

du

ksi

(K

g)

Data Produksi dan Target Bayam Hidroponik di Serua Farm

Tahun 2018 - 2019

Page 26: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

5

Tabel 1. Selisih Produk Bayam Hijau Hidroponik di Serua Farm Tahun 2018 –

2019 dalam Kg

Bulan Target Panen Total Rijek % Rijek Panen Bersih

Ags 100 64.7 13.4 21 51.3

Sept 100 72.6 20.8 29 51.8

Okt 100 97.8 14.3 15 83.5

Nov 100 70 9.8 14 60.2

Des 100 21.4 2.2 10 19.2

Jan 100 67.4 10.3 15 57.1

Feb 100 100.1 34.2 34 65.9

Mar 100 145 39 27 106

Apr 100 165.2 66.1 40 99.1

Mei 100 115.4 19.8 17 95.6

Juni 100 56.3 7.3 13 49

Juli 100 221.1 51.1 23 170

Ags 100 364.9 26.3 7 338.6

Sept 100 226.9 13.7 6 213.2 Sumber : Laporan Tahunan Serua Farm Tahun 2018-2019, data diolah.

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa target produksi bayam yang

ditetapkan oleh perusahaan adalah sebesar 100 kg tiap bulannya. Namun

jumlah produksi panen bersih yang dapat mencapai target hanya terdapat 4

bulan saja yaitu bulan Maret, Juli, Agustus dan September 2019 sisanya masih

belum dapat mencapai target yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan

jumlah permintaan konsumen yang masuk setiap bulannya dapat mencapai

300 kg bayam. Beberapa konsumen yang membeli bayam hidroponik dari

Serua Farm adalah The Original dan Navila Hidroponik, dan Amazing Farm.

Perusahaan menetapkan presentase kegagalan hanya 10% tetapi yang

terjadi, selisih presentasi yang paling tinggi yaitu mencapai 40%. Menurut

penuturan pemilik, terjadinya fluktuasi produksi bayam hijau hidroponik di

Serua Farm terjadi akibat beberapa faktor : cuaca yang berubah-ubah,

banyaknya benih bayam yang terbuang pada saat pemindahan ke fase

Page 27: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

6

peremajaan, kesalahan pekerja dan hama penyakit yang menyerang tanaman.

Dalam kenyataannya perusahaan telah berusaha untuk menanggulangi hama

dan penyakit dengan cara menyemprotkan pestisida organik dengan

menggunakan air rebusan daun kipahit.

Seperti usaha lain pada umumnya, usaha pertanian bayam memiliki

risiko tersendiri pada tiap subsistemnya seperti risiko produksi, risiko harga

atau pasar, serta risiko kelembagaan. Risiko ini perlu diperhitungkan dalam

perencanaan bisnis sehingga perlu adanya identifikasi risiko. Hal ini untuk

mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi dan membuat perencanaan

manajemen risiko. Dengan membuat manajemen risiko, perusahaan dapat

meminimalisir kerugian yang mungkin terjadi. Beberapa risiko yang terdapat

pada usaha pertanian salah satunya adalah risiko produksi. Dalam penelitian

ini, penelitian difokuskan pada analisis risiko produksi bayam hijau

hidroponik di Serua Farm. Risiko produksi berdampak pada kegagalan panen

atau penurunan jumlah panen dari hasil yang diharapkan.

Menurut Ali (2008 : 323), beberapa pendorong risiko produksi dalam

pertanian buah-buahan dan juga sayuran adalah sebagai berikut yaitu

kerusakan oleh hama dan penyakit, biaya produksi tinggi, kurangnya

pengetahuan teknis dalam produksi, pemrosesan, serta kontrol kualitas,

informasi yang tidak memadai, penurunan ukuran lahan, kerugian pascapanen

yang tinggi, benih berkualitas rendah, adaptasi varietas yang buruk, metode

pertanian tradisional, dan infrastruktur yang kurang memadai.

Page 28: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

7

Tidak tercapainya target hasil produksi bayam hidroponik karena

kegagalan produksi dapat dikurangi atau diperkecil dengan mengetahui

sumber dan penyebab risiko pada saat proses persemaian, penanaman,

pemeliharaan, pemanenan dan pengemasannya. Berdasarkan penjabaran, maka

perlu dilakukan penelitian dengan judul penelitian “Analisis Risiko Produksi

Bayam Hijau Hidroponik di Serua Farm Kota Depok”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

1) Apa risiko yang dapat terjadi pada proses produksi bayam hidroponik yang

dihadapi Serua Farm?

2) Bagaimana hasil pengukuran risiko produksi bayam hidroponik pada

Serua Farm?

3) Bagaimana hasil pemetaan risiko produksi bayam hidroponik di Serua

Farm?

4) Apa prioritas strategi pengendalian risiko yang tepat pada produksi bayam

hidroponik di Serua Farm?

Page 29: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

8

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah:

1) Mengidentifikasi risiko produksi bayam hidroponik yang dihadapi oleh

Serua Farm.

2) Mengukur seberapa besar risiko produksi bayam hidroponik di Serua

Farm.

3) Memetakan risiko produksi bayam hidroponik di Serua Farm.

4) Mengetahui prioritas strategi pengendalian risiko yang tepat pada produksi

bayam hidroponik di Serua Farm.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1) Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

rekomendasi terkait dengan risiko produksi yang dihadapi perusahaan

serta sebagai bahan evaluasi dan bahan pertimbangan pihak Serua Farm

dalam menangani risiko produksi sayur hidroponik.

2) Bagi akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat

untuk kepentingan edukasi sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya,

dan sumber informasi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.

Page 30: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

9

3) Bagi peneliti, penelitian ini memberikan kesempatan belajar dan sebagai

salah satu sarana penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama

perkuliahan serta dapat memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana

Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4) Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan

informasi terkait bidang agribisnis yang berhubungan dengan risiko

produksi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada risiko yang terjadi pada serangkaian proses

produksi bayam hidroponik di Serua Farm yang dimulai dari kegiatan

penyemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan hingga pengemasan.

Penelitian ini diawali dengan mengamati proses produksi bayam hidroponik

berdasarkan literatur sehingga dapat mengidentifikasi risiko yang dapat

terjadi pada setiap prosesnya. Alat analisis yang digunakan adalah diagram

tulang ikan untuk mengidentifikasi risiko melalui observasi. Setelah itu

dilakukan pengukuran risiko dengan menggunakan alat analisis House Of

Risk (HOR) Fase 1 dan pemetaan risiko dengan menggunakan alat analisis

diagram pareto. Kemudian dilakukan pengukuran korelasi antara strategi

preventif dengan penyebab risiko berdasarkan derajat kesulitan, tingkat

keefektifan, rasio tingkat keefektifan dan kesulitan strategi preventif dengan

menggunakan alat analisis HOR Fase 2.

Page 31: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Produksi

Secara umum produksi diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses

yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran (output). Dalam

arti sempit, pengertian produksi hanya dimaksudkan sebagai kegiatan

menghasilkan barang, baik barang jadi, setengah jadi, barang industri, suku

cadang (sparepart) maupun komponen-komponen penunjang (Fuad, 2006 :

142). Menurut Fahmi (2012 : 2), produksi adalah sesuatu yang dihasilkan oleh

suatu perusahaan baik berbentuk barang (goods) maupun jasa (services) dalam

suatu periode waktu yang selanjutnya dihitung sebagai nilai tambah bagi

perusahaan. Bentuk hasil produksi dengan kategori barang (goods) dan jasa

(services) sangat tergantung pada kategori aktivitas bisnis yang dimiliki

perusahaan yang bersangkutan.

Sedangkan menurut Heizer dan Barry (2014 : 3) produksi adalah

sebuah penciptaan barang dan jasa. Sistem produksi mengkombinasikan atau

menggabungkan dalam proses transformasi komponen-komponen berupa

bahan baku, tenaga kerja, modal dan lainnya dengan suatu cara

pengorganisasian, bertujuan untuk mencapai tujuan akhir yang sama. Menurut

Fahmi (2012 : 5-6) ada beberapa bentuk masalah yang dihadapi manajer

produksi dimasa yang akan datang, yaitu :

1) Harus mampu menciptakan produk yang bisa memuaskan konsumen. Pada

masa yang akan datang sikap kritis dan persaingan semakin tinggi

Page 32: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

11

sehingga konsumen betul-betul menginginkan produk yang mampu

memberi kepuasan, sementara pilihan produk yang ditawarkan pasar

sangat beragam. Sehingga seorang manajer produksi dituntut mampu

melihat realita serta menerapkan pada produk ciptaan.

2) Manager produksi harus mengedepankan konsep efisiensi dan efektivitas

dalam pekerjaan. Konsep just in time (JIT) merupakan salah satu rujukan

yang harus diikuti oleh para manajer produksi dalam rangka menghasilkan

produk atau menerima order dengan jangka waktu pengerjaan yang tepat

waktu.

3) Perubahan teknologi yang begitu tinggi mengharuskan manajer produksi

untuk bisa meng-upgrade secara berkelanjutan terhadap setiap teknologi

yang dimiliki, termasuk perubahan dalam menerapkan software dan

hardware yang modern. Dengan begitu alokasi dana untuk pengembangan

teknologi menjadi sangat diperlukan.

2.2. Hidroponik

Budidaya sistem hidroponik telah lama berkembang di Indonesia.

Menurut Nisha Sharma dalam jurnal Hydroponics as an advanced technique

for vegetable production: An overview, kata hidroponik diciptakan oleh

Profesor William Gericke diawal 1930-an yang menggambarkan

pertumbuhan tanaman dengan akarnya tergantung di air yang mengandung

mineral nutrisi. Hidroponik berasal dari bahasa Yunani, yaitu hydro yang

berarti air dan ponus yang artinya daya, tenaga atau tenaga kerja. Berdasarkan

Page 33: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

12

pengertian di atas, maka hidroponik dapat diartikan sebagai menanam

menggunakan air atau tenaga kerja air. Dengan kata lain hidroponik

merupakan sistem bertanam tanpa menggunakan media tanah (Paeru, 2018 :

65).

Di Indonesia, hidroponik yang berkembang pertama kali yaitu

hidroponik substrat. Hidroponik substrat merupakan sistem hidroponik yang

mempergunakan media selain tanah dan steril, misalnya arang sekam, pasir

dan serbuk sabut kelapa. Teknik hidroponik ini sampai sekarang masih

digunakan untuk budidaya sayuran dan buah yang benilai jual tinggi. Dengan

sistem ini pula, budidaya tanaman seperti sayuran dapat dilakukan di daerah

yang tanahnya tidak subur. Berbagai keunggulan dari hidroponik adalah

sebagai berikut (Umar, 2016 : 17) :

1) Hemat lahan dan tanpa tanah

Instalasi hidroponik dapat dibuat secara vertikultur atau bertingkat

sehingga dapat menanam 4 – 5 kali lebih banyak dibandingkan dengan

lahan pertanian konvensional dan lebih hemat penggunaan lahan yang

digunakannya. Sistem hidroponik menjadikan hasil panen lebih bersih atau

higienis karena tidak menggunakan tanah sebagai media tanamnya.

2) Tepat nutrisi

Dengan hidroponik, larutan nutrisi yang dialirkan mudah dikontrol

jumlahnya dan tepat diserap tanaman karena tidak terbuang percuma atau

diserap tanaman lain yang tidak dibudidayakan.

Page 34: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

13

3) Minim hama dan bebas pestisida

Teknik pertanian hidroponik dengan instalasi dan lingkungan yang lebih

terkontrol atau tidak bersentuhan dengan tanah yang terdapat banyak

sumber hama atau penyakit tanaman, dapat menggunakan green house

sehingga menjadikan hidroponik sebagai sistem pertanian yang minim

hama dan bebas pestisida.

4) Efisien waktu dan tenaga

Tidak seperti budidaya tanaman secara konvensional yang mengharuskan

adanya penyiraman tanaman secara rutin yaitu 1 – 2 kali dalam sehari,

hidroponik dapat meniadakan aktivitas menyiram tanaman secara rutin,

sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga. Hal ini dikarenakan adanya

sistem aliran nutrisi sekaligus air yang dibutuhkan oleh tanaman yang bisa

berlangsung sepanjang waktu, terus menerus menggunakan tenaga pompa

air listrik.

5) Hasil panen lebih baik

Pemberian nutrisi di sistem hidroponik sesuai dengan kebutuhan tanaman,

sehingga tanaman bisa tumbuh dengan optimal. Kandungan gizi pada

tanaman hidroponik juga sangat baik karena nutrisi diberikan kepada

tanaman tidak berlebihan.

6) Wadah dan instalasi dapat dipakai berulang

Peralatan sistem hidroponik sebagian besar dapat digunakan berulang-

ulang hingga bertahun-tahun. Dengan instalasi yang dapat dipakai

Page 35: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

14

berulang kali ini, pekerja tidak perlu mengolah tanah seperti yang

dilakukan petani konvensional.

7) Efisien dalam penggunaan air.

Kebutuhan air tanaman hidroponik lebih sedikit karena petani dapat

mengatur dengan tepat jadwal penambahan air. Bahkan pada sistem

hidroponik dengan sirkulasi nutrisi, air yang membawa nutrisi dapat

dipakai berulang.

Keunggulan hidroponik lainnya menurut Khan (2018 : 64) adalah

tanaman dapat tumbuh sepanjang tahun, tanaman bernilai gizi lebih tinggi,

tanaman tidak akan mengalami stress atau layu karena nutrisi selalu ada

tersedia, dan meningkatkan hasil panen. Teknik hidroponik memungkinkan

tanaman memperoleh nutrisi yang diperlukan secara terukur untuk

meningkatkan kualitasnya. Berbeda dengan penanaman di tanah yang

penyebaran nutrisinya tidak dapat dibatasi kecuali dalam pot atau wadah

tertentu. Namun hanya dengan teknik budidaya hidroponik yang tepat,

kualitas panen dapat meningkat. Tergantung cahaya, kelembaban dan

kecukupan nutrisi yang diperoleh tananam. Tabel dibawah ini menunjukkan

ringkasan perbandingan budidaya secara konvensional dan secara hidroponik

menurut Okemwa (2015:43).

Page 36: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

15

Tabel 2. Perbandingan Budidaya secara Konvensional dan Hidroponik

Kategori Konvensional Hidroponik

Hasil

panen

Tidak stabil, tergantung

dengan karakteristik tanah

dan manajemennya.

Sangat tinggi, dengan jumlah

produksi yang banyak.

Kualitas

produk

Bergantung pada

karakteristik tanah, produk

dapat berkualitas rendah

akibat pemupukan dan

perawatan yang tidak

memadai.

Nutrisi yang dialirkan terkontrol

penuh sesuai dengan tahap

pertumbuhan tanaman.

Penghapusan faktor lingkungan

biotik dan abiotic yang merusak

pertumbuhan tanaman seperti

struktur tanah, dan kimia tanah.

Sanitasi Risiko terkontaminasi akibat

penggunaan air atau bahan

organik yang berkualitas

rendah.

Risiko terkontaminasi bagi

kesehatan manusia rendah.

Aliran

nutrisi

Sulit mengontrol kadar

nutrisi air di daerah akar

karena bergantung pada jenis

tanah.

Pengendalian nutrisi dan pH pada

daerah akar dapat dilakukan

secara real time dan pasokan

nutrisi yang diberikan juga dapat

diatur.

Efisiensi

nutrisi

Pupuk didistribusikan ke

setiap tahap pertumbuhan

dengan pengawasan yang

minim serta terdapat potensi

kehilangan nutrisi yang

tinggi.

Distribusi nutrisi seragam dan

aliran nutrisi dapat disesuaikan

dengan waktu sehingga tidak ada

nutrisi yang terbuang.

Efisiensi

sistem

Sangat sensitif pada

karakteristik tanah, dan

adanya kemungkinan tinggi

penyebaran nutrisi ke luar

media tanam.

Kehilangan air dan nutrisi dapat

dihindari dan sepenuhnya

dikontrol, dan tidak ada biaya

tenaga kerja untuk penyiraman

tanaman yang dikeluarkan.

Tenaga

kerja dan

peralatan

Standar, tetapi tetap

membutuhkan mesin untuk

membajak tanah yang

mengandalkan bahan bakar

dan lebih banyak tenaga kerja

yang dibutuhkan pada saat

produksi.

Biaya persiapan awal tinggi

namun operasi penangan panen

lebih sederhana.

Page 37: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

16

Pada dasarnya teknik menanam dengan hidroponik ada beberapa cara

yaitu (Sutanto, 2015 : 45) :

1) Aeroponik. Aeroponik berasal dari kata aero yang berarti udara dan ponus

yang berarti daya. Dengan demikian, aeroponik dapat diartikan dengan

memberdayakan udara. Tanaman pada sistem aeroponik ditanam dengan

cara digantung sehingga akar tanaman menggantung didalam suatu bak.

Agar dapat berdiri, pangkal batang dimasukan kedalam helaian styrofoam

yang telah dilubangi. Prinsip kerja dari aeroponik yaitu menyemburkan

larutan hara dalam bentuk kabut hingga mengenai dan diserap oleh akar

tanaman. Sayuran yang hanya dapat ditanam secara aeroponik adalah

pakchoy, cesim, kailan, lettuce, bayam dan kangkung serta sayuran lain

yang ringan.

2) Sistem Tetes (drip system). Prinsip kerja sistem tetes ini yaitu

menggunakan pengatur waktu (timer) untuk mengontrol tetesan nutrisi.

Pompa meneteskan nutrisi ke masing-masing tanaman. Agar berdiri tegak,

tanaman ditopang menggunakan media tanam selain tanah seperti cocopit,

sekam bakar, ziolit atau pasir.

3) NFT (Nutrient Film Technique). Kata “film” pada hidroponik nutrient film

technique menunjukkan aliran air tipis. Dengan demikian, hidroponik ini

hanya menggunakan aliran air (nutrien) sebagai medianya. Keunggulan

sistem hidroponik ini antara lain air yang diperlukan tidak banyak, kadar

oksigen terlarut dalam larutan hara cukup tinggi, penyerapan nutrisi

maksimal karena aliran air stabil, air sebagai media mudah didapat dengan

Page 38: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

17

harga murah, pH larutan mudah diatur, dan ringan sehingga dapat

disangga dengan talang. Prinsip kerja NFT adalah larutan yang terdiri atas

air dan nutrisi secara terus menerus mengalir melewati akar-akar tanaman.

Hidroponik NFT pada umumnya digunakan untuk sayuran berumur

pendek, misalnya pakchoy, cesim, lettuce, kailan, bayam, dan kangkung.

4) Sistem ebb dan flow (pasang surut). Bekerja dengan cara membanjiri

sementara wadah pertumbuhan dengan nutrisi sampai pada batas waktu

tertentu, kemudian mengembalikan nutrisi itu ke dalam penampungan,

begitu seterusnya. Sistem ini memerlukan pompa yang dikoneksikan ke

timer.

5) Sistem water culture. Wadah yang menyangga tumbuhan biasanya terbuat

dari styrofoam dan mengapung langsung dengan nutrisi. Pompa udara

memompa udara ke dalam air stone yang membuat gelembung-gelembung

sebagai suplai oksigen ke akar-akar tanaman.

6) Hidroponik rakit apung. Pada prinsipnya floating raft hydroponic system

adalah menanam tanaman dengan cara diapungkan di permukaan air, akar

tanaman akan menjuntai ke dalam air. Styrofoam yang digunakan di atas

air diberi lubang tanam untuk menancapkan anak semai sayuran. Dengan

sedikit rockwool, anak semai diganjal agar dapat berdiri dan tidak jatuh

kedalam air. Keuntungan menggunakan sistem ini ialah jika aliran listrik

mati selama sehari pun, pertumbuhan tanaman tidak akan terpengaruh

sehingga faktor risiko kematian sangat kecil. Pemakaian litrik pun hanya

sedikit, hanya untuk menjalankan pompa pada saat mengisi air ke kolam

Page 39: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

18

dan mejalankan aerator kombinasi agitator. Disisi lain, pembuatan kolam

yang besar dan ati bocor tidaklah murah. Seperti pada aeroponik tanaman

yang ditanam tidak boleh terlalu berat karena hanya mengandalkan

kekuatan styrofoam yang diapungkan.

7) Sistem wick. Sistem ini dikenal juga sebagai sistem sumbu. Melalui

sumbu, nutrisi akan mengalir ke akar tanaman sehingga akar menyerap

unsur hara yang ada.

8) Kombinasi NFT dan Rakit Apung. Sistem ini dibuat untuk memanfaatkan

larutan hara yang terdapat dalam tandon. Larutan hara yang mengalir pada

hidroponik NFT dialirkan ke sebuah bak, tandon, atau resevoir. Dari bak

tersebut, larutan hara disirkulasi kembali ke bed untuk memberi makan

tanaman. Bak tempat larutan hara dapat dimanfaatkan sebagai tempat

hidroponik rakit apung. Dengan demikian akan diperoleh efisiensi

pemakaian hara dan pompa. Produksi tanaman pun meningkat karena

pemanfaatan bak tersebut.

9) Kombinasi aeroponik dan rakit apung. Kombinasi ini memanfaatkan bak

penampungan larutan hara yang berasal dari aeroponik. Diatas bak

tersebut diapungkan styrofoam, lalu ditanam sayuran yang berbiomasa

kecil.

2.3. Bayam

Bayam merupakan salah satu tanaman yang ditanam untuk dikonsumsi

bagian daunnya sebagai sayuran hijau. Umumnya, orang mengenal bayam

Page 40: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

19

sebagai salah satu sayuran dengan kandungan zat besi yang tinggi. Selain itu

bayam disebut juga sebagai raja sayuran dikarenakan banyaknya komposisi

vitamin dan mineral yang terkandung dalam bayam. Bayam berasal dari

Amerika Tropika, dan hingga saat ini bayam telah tersebar di daerah tropika

dan subtropika. Di Asia Timur dan Asia Tenggara, bayam sayur biasa disebut

dengan Chinese amaranth (Sunarjono, 2013 : 22).

Bayam termasuk tanaman perdu atau semak semusim. Batangnya lunak

dan berwarna hijau keputih-putihan, putih kemerah-merahan, atau hijau.

Batang berair dan kurang berkayu. Tanaman ini berakar tunggang dan berakar

samping. Akarnya kuat dan agak dalam. Daun bertangkai, berbentuk bulat

telur dengan ujung meruncing, lemas, berwarna hijau, merah, atau hijau

keputihan. Daun bayam berdaun tunggal, lunak dan lebar. Bunga tersusun

majemuk, ukurannya kecil dan muncul dari ketiak daun dan ujung batang

pada rangkaian tandan. Untuk biji, bayam memiliki banyak biji, sangat kecil,

bulat dan mudah pecah. Bayam dapat tumbuh sepanjang tahun baik di dataran

rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1.500 mdpl (Juhaeti, 2014 :

14).

Keunggulan dari bayam secara umum adalah bayam mengandung zat

gizi protein 3.5 gr, lemak 0.5 gr, karbohidrat 0.6 gr, kalori 36 kal, vitamin A

6.090 Sl, B1 0.08 mg, C 80 mg, dan mineral kalsium 267 mg, fosfor 67 mg,

besi 3.9 mg. Kandungan besi pada bayam relatif lebih tinggi dibanding daun

lain. Zat besi merupakan penyusun sitokrom, protein yang terlibat dalam

fotosintesis, sehingga berguna bagi penderita anemia (Rukmana, 2005 : 22).

Page 41: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

20

Klasifikasi dari bayam dapat dilihat sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Hamamelidae

Ordo : Caryophyllales

Famili : Amaranthaceae

Genus : Amaranthus

Spesies : Amaranthus hybridus L.

Bayam ada yang dibudidayakan, ada juga yang tidak dibudidayakan.

Bayam yang liar dan tidak dibudidayakan ada dua jenis yaitu bayam tanah

(Amaranthus blitum L) dan bayam berduri (Amaranthus spinosus L). Warna

batangnya kemerah-merahan. Sementara itu, bayam yang biasa ditanam atau

dibudidayakan umumnya berbiji hitam, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Bayam Cabut

Bayam cabut (Amaranthus tricolor L) atau biasa disebut bayam sekul.

Bentuk fisik tidak begitu tinggi, batang berukuran kecil, agak lunak, dan

bewarna kemerah-merahan (bayam merah) dan ada yang berwarna hijau

keputih-putihan. Daun berukuran lebih kecil dan tipis. Bunga berbentuk

seperti sikat botol. Bila dibiarkan tumbuh, bayam cabut dapat mencapai

tinggi 1,5 m.

Page 42: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

21

2) Bayam Tahun atau Petik

Bayam tahun atau petik (Amaranthus hybridus L) biasa disebut juga

dengan bayam sekop atau bayam kakap dengan daun lebar. Amaranthus

hybridus memiliki dua varietas yaitu varietas caudatus dan paniculatus.

Varietas caudatus berdaun agak panjang, berujung runcing, dan berwarna

hijau atau merah tua. Bunganya merangkai panjang di ujung batang.

Bayam caudatus ada yang berbiji putih, dikenal dengan nama bayam

maksi (Amaranthus hypochondriacus). Sementara varietas paniculatus

memiliki dasar daun lebar dan berwarna hijau. Rangkaian bunganya

panjang dan tersebar di ketiak daun atau cabang, tetapi lebih teratur

daripada varietas caudatus.

2.3.1. Syarat Tumbuh Bayam Hidroponik

Untuk memperoleh hasil yang berkualitas tinggi, maka harus

mengetahui dan memperhatikan syarat tumbuh dari tanaman bayam hijau

yang dibudidayakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bayam

hidroponik adalah sebagai berikut :

1) Air

Dalam hidroponik, air memiliki peran yang sangat penting. Selain untuk

irigasi, hidroponik menggunakan air untuk media tempat tumbuh tanaman.

Suhu optimal akan berbeda pada setiap tanaman, pada umumnya tanaman

membutuhkan suhu air hidroponik di atas 18 atau 20° C dan di bawah 28°

C, pada tanaman bayam 20 - 25° C (Susilawati, 2019 : 129).

Page 43: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

22

2) Oksigen

Selain digunakan untuk respirasi, oksigen juga dibutuhkan tanaman dalam

sistem perakaran, yaitu untuk menyerap air dan nutrisi. Pada tanaman yang

tumbuh dengan cara hidroponik, pasokan oksigen yang larut dalam air

akan cepat terkuras dan dapat menjadi berkurang drastis saat suhu air

terlalu tinggi. Keberadaan oksigen dalam sistem hidroponik sangat penting

untuk respirasi dan tenaga dalam penyerapan nutrisi oleh akar. Kegagalan

respirasi akar akan mengakibatkan akar gagal menyerap air dan unsur hara

sehingga akhirnya tanaman menjadi membusuk (Sutanto, 2015 : 42).

3) EC dan pH larutan nutrisi

Nutrisi menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan tanaman hidroponik.

Pemberian nutrisi secara tepat akan sangat berperan kepada keberhasilan

budidaya. Jenis nutrisi yang dapat diberikan pada tanaman bayam

hidroponik adalah nutrisi AB mix yang mengandung unsur hara mikro dan

makro yang dibutuhkan oleh bayam (Moesa, 2016 :14). Pemberian larutan

nutrisi atau pupuk dilakukan dengan memperhatikan dan melakukan

pengontrolan konduktivitas elektrik atau “Electro Conductivity” (EC) atau

aliran listrik di dalam air dengan menggunakan alat EC meter. EC ini

untuk mengetahui cocok tidaknya larutan nutrisi untuk tanaman.

Kebutuhan EC pada tanaman bayam hidroponik adalah 1,4 – 1,8

(mS/cm).

Selain itu melakukan pengontrolan ppm nutrisi bayam atau kepekatan

nutrisi diukur dengan sebuah alat yang disebut TDS meter dengan satuan

Page 44: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

23

ppm. Setiap tanaman membutuhkan ppm yang berbeda-beda, agar bisa

tumbuh maksimal. Ppm pada bayam hidroponik adalah sebesar 1260 –

1610. Sedangkan pH air pada bayam hidroponik adalah sebesar 6.0 - 7.0

dan alat untuk mengukur pH larutan adalah pH meter (Rosliani, 2005 : 8 –

9).

4) Intensitas cahaya matahari

Pada umumnya, jenis tanaman sayuran daun, buah dan juga bunga

memerlukan sekurangnya delapan sampai sepuluh jam sinar matahari

langsung setiap harinya. Tetapi ada beberapa jenis tanaman yang justru

mengalami masalah dengan terik panas matahari seperti tanaman bayam.

Apabila intensitas cahaya matahari tinggi, maka akan membuat bagian dari

permukaan daun bayam rentan terbakar pada ujung daunnya.

5) Suhu

Tanaman akan dapat tumbuh dengan baik hanya dalam rentang suhu

tertentu. suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengakibatkan

pertumbuhan tanaman akan terganggu dan akan mengakibatkan bayam

menjadi layu. Suhu ideal pada tanaman bayam hidroponik adalah antara

23° C - 26° C. Untuk mengetahui suhu ideal tersebut, maka dapat

dilakukan pengecekan secara rutin dengan menggunakan alat pengukur

suhu ruangan.

6) Kelembaban udara

Kelembapan udara merupakan satu faktor keberhasilan hidroponik,

kondisi relative humidity (RH) yang optimal untuk budidaya tanaman

Page 45: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

24

hidroponik adalah sekitar 70%. Sedangkan kelembaban udara yang cocok

untuk tanaman bayam adalah antara 40 – 60%. Kelembaban yang tinggi

akan menyebabkan tumbuhnya jamur yang dapat merusak atau

membusukkan akar tanaman (Susilawati, 2015 : 131).

2.3.2. Proses Produksi Bayam Hidroponik

Pada dasarnya, langkah atau tahapan penanaman bayam hidroponik

sama dengan tanaman hidroponik lainnya. Tahap utama dalam budidaya

bayam adalah tahap penyemaian dan penanaman (Setiawan, 2019 : 90).

Berikut berbagai tahap budidaya bayam hidroponik :

1. Tahap Persiapan Media

Proses budidaya hidroponik dimulai dari persiapan benih, media tanam,

netpot, instalasi greenhouse, larutan nutrisi dan menyiapkan yellowtrap untuk

mencegah hama menyerang tanaman. Pemilihan benih dengan kualitas yang

baik merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil

suatu tanaman. Pemilihan varietas unggul merupakan upaya peningkatan

produksi bayam hijau, selain itu, benih yang digunakan harus sehat dan bebas

dari OPT (Organisme Penganggu Tanaman). Media tanam yang digunakan

harus merupakan media tanam yang mampu menopang akar tanaman, tidak

menyumbat sistem pengairan, serta mempunyai pori-pori yang baik seperti

rockwool. Penyiapan larutan nutrisi sangat penting bagi tanaman bayam

hidroponik, nutrisi yang digunakan pada bayam hidroponik adalah nutrisi AB

mix. (Aini, 2018 : 94).

Page 46: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

25

2. Tahap Penyemaian

Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tahap penyemaian bayam

hidroponik adalah menyediakan arang sekam, pasir halus, dan benih bayam.

Mencampurkan benih bayam dan pasir dengan menggunakan perbandingan

1:1. Lalu menaburkan benih bayam tersebut ke dalam wadah semai dan tutup

dengan menggunakan sekam bakar atau arang sekam setinggi 0,5 cm dan

dilapisi dengan tisu basah agar media menjadi lembap. Waktu terbaik

penyemaian adalah pada pagi atau sore hari guna mengurangi tingkat stress

pada bayam. Benih bayam yang telah disemai tersebut kemudian diletakan di

tempat yang dinaungi atap untuk menghindari bayam terkena paparan cahaya

matahari dan air hujan secara langsung. Kemudian menyemprotkan benih

menggunakan air setiap pagi dan sore hari untuk menjaga kelembapan media.

Jika menggunakan rockwool sebagai media tanam maka benih hanya perlu

diletakan pada rockwool yang sudah digarisi dengan menggunakan garpu

sebagai ruang tanam benih bayam tersebut. Lalu ditutup menggunakan mulsa

untuk menjaga kelembapan media.

3. Tahap Penanaman

Setelah dua hari, benih bayam sudah mulai berkecambah. Bibit bayam

akan tumbuh 2-4 daun sejati dengan tinggi sekitar 7 cm pada hari ke 10. Pada

kondisi tersebut, bibit bayam sudah siap dipindah tanam ke sistem hidroponik

fase selanjutnya. Apabila benih telat dipindahkan maka akan tumbuh lumut

pada permukaan bawah rockwool, sehingga akan menyebabkan benih tidak

dapat menyerap nutrisi secara optimal. Tahapan pertama yang dilakukan

Page 47: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

26

adalah dengan melubangi styrofoam atau netpot sebagai media tanam. Lalu

meletakan bayam tersebut pada gabus, kapas atau rockwool sebagai

penyangga bayam. Styrofoam atau netpot yang telah berisi bayam lalu

dimasukan kedalam talang atau pipa paralon hidroponik dengan jarak setiap

tanaman sekitar 15 cm.

4. Tahap Pemeliharaan

Setelah proses penanaman, selanjutnya adalah tahap pemeliharaan.

Kegiatan pemeliharaan meliputi pemeliharaan tanaman dan pengecekan

larutan nutrisi. Pada tahap ini yang perlu dilakukan adalah mengontrol tendon

nutrisi secara berkala serta menambahkan nutrisi AB mix jika sudah mulai

berkurang, selain itu mengontrol ppm nutrisi bayam atau kepekatan nutrisi

diukur dengan sebuah alat yang disebut TDS meter. Melakukan pengukuran

pH larutan nutrisi dengan menggunakan alat pH meter, pengukuran suhu

udara, dan suhu air. Intensitas cahaya matahari juga perlu dilakukan

pengecekan, apabila intensitas cahaya matahari terlalu tinggi maka perlu

disiasati dengan memasang kain putih atau jaring di atas rak produksi.

Kebersihan di sekitar tanaman dan rak produksi harus selalu diijaga

dengan cara melakukan sanitasi, dan juga mengecek selang drip di setiap rak

produksi agar tidak ada lumut atau sisa-sisa daun bayam yang tersangkut

pada selang sehingga tidak menyumbat aliran nutrisi masuk ke tanaman

bayam. Pengendalian hama dan penyakit pada bayam yang dapat dilakukan

adalah dengan cara menyemprotkan pestisida organik dengan menggunakan

air rebusan daun kipahit, memasang yellowtrap pada screenhouse dan

Page 48: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

27

membuang atau memisahkah tanaman yang terserang penyakit secara rutin.

(Setiawan, 2017 : 6).

5. Panen dan Pasca Panen

Waktu terbaik untuk panen adalah pagi atau sore hari saat suhu

lingkungan rendah karena sayuran daun sensitif terhadap pemanenan selama

periode panas. Bayam siap panen adalah bayam yang sudah berumur sekitar 1

- 1,5 bulan setelah tanam. Peletakan bayam yang telah dipanen kedalam

container box juga harus hati-hati dan seragam bagian akar dengan bagian

daunnya, agar ketika dilakukan pengambilan tidak merusak daun atau batang

bayam. Setelah panen, bayam dicuci untuk menghilangkan kotoran yang

menempel pada bayam. Pencucian bayam ada dua yaitu pencucian basah yaitu

dengan perendaman yang dapat menghilangkan kotoran dan pestisida dengan

air serta pencucian kering yaitu membersihkan permukaan kulit bayam dari

kotoran tetapi tidak dapat membersihkan residu bahan kimia dan kotoran yang

tersembunyi.

Bayam yang sudah dipanen, diletakan langsung pada ruangan yang

tertutup, tidak terkena paparan sinar matahari secara langsung dan tidak terlalu

lembab. Bayam juga dapat disimpan pada wadah yang diberi pecahan es,

ataupun di lemari pendingin dengan suhu 0° C dengan dilakukan penyimpanan

pada lemari pendingin maka masa simpan bayam bisa mencapai 10-14 hari.

Selanjutnya bayam disortir dan dilakukan proses grading untuk memisahkan

sayuran bayam yang mutunya rendah seperti ukuran terlalu kecil, lecet, memar

dan busuk. Kemudian bayam siap dikemas dengan menggunakan wadah yang

Page 49: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

28

berukuran besar atau longgar agar daun-daun bayam tidak rusak karena

tekanan. Pada proses ini, kegiatan pengemasan juga harus hati-hati dan tidak

terburu-buru memasukan kedalam kemasan untuk menghindari batang bayam

rusak atau patah.

2.4. Risiko

Ada banyak definisi tentang risiko (risk). Risiko dapat ditafsirkan

sebagai bentuk keadaan ketidakpastian tentang suatu keadaan yang akan

terjadi nantinya (future) dengan keputusan yang diambil berdasarkan berbagai

pertimbangan pada saat ini. Menurut Hanson (2004 : 1) risiko umumnya

digambarkan sebagai ketidakpastian yang memengaruhi kesejahteraan

individu, dan sering dikaitkan dengan kesulitan dan kerugian. Menurut Rick

W. Griffin dan Ronald J. Ebert, risiko adalah uncertainty about future events.

Adapun Joel G. Siegel dan Jae K. Shim mendefinisikan risiko pada tiga hal,

yaitu (Andayani 2017 : 149) :

1) Keadaan yang mengarah kepada sekumpulan hasil khusus, yang hasilnya

dapat diperoleh dengan kemungkinan yang telah diketahui oleh pengambil

keputusan.

2) Variasi dalam keuntungan, penjualan, atau variabel keuangan lainnya.

3) Kemungkinan dari sebuah masalah keuangan yang mempengaruhi kinerja

operasi perusahaan atau posisi keuangan, seperti risiko ekonomi,

ketidakpastian politik, dan masalah industri.

Risiko yang dihadapi perusahaan memiliki karakteristik antara lain:

Page 50: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

29

1) Kejadian risiko akan berulang terus dan cenderung dapat diukur.

2) Jenis-jenis risiko yang masih sangat baru sulit diukur.

3) Sangat tergantung satu sama lain.

Menurut Darmawi (2010 : 21) risiko dihubungkan dengan

kemungkinan terjadinya akibat buruk (kerugian) yang tidak diinginkan, atau

tidak terduga, dengan kata lain “kemungkinan” itu sudah menunjukkan adanya

ketidakpastian, ketidakpastian itu merupakan kondisi yang menyebabkan

tumbuhnya risiko. Dan jika dikaji lebih lanjut “kondisi yang tidak pasti” itu

timbul karena berbagai sebab, antara lain:

1) Jarak waktu dimulai perencanaan atas kegiatan sampai kegiatan itu

berakhir. Makin panjang jarak waktu makin besar ketidakpastiannya.

2) Keterbatasan tersedianya informasi yang dibutuhkan.

3) Keterbatasan pengetahuan atau keterampilan atau teknik mengambil

keputusan.

2.4.1. Risiko dari Sudut Pandang Penyebab

Risiko dapat dilihat dari sudut pandang sebab terjadinya risiko.

Apabila dilihat dari sebab terjadinya risiko, ada dua macam risiko yaitu risiko

keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan adalah risiko yang

disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti harga, tingkat bunga, dan

mata uang asing. Risiko operasional adalah risiko-risiko yang disebabkan

oleh faktor-faktor non keuangan seperti manusia, teknologi dan alam.

Sedangkan menurut Sofyan (2004 : 24) menyebutkan faktor-faktor

penyebab munculnya risiko itu pada umumnya dari dua sumber, yakni

Page 51: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

30

sumber intern dan ekstern. Sumber intern umumnya memiliki risiko lebih

kecil. Hal ini dapat terjadi karena masalah intern itu umumnya lebih mudah

untuk dikendalikan dan bersifat pasti. Sumber ekstern umumnya jauh di luar

kendali si pembuat keputusan, antara lain muncul dari pasar, ekonomi, politik

suatu negara, perkembangan teknologi, perubahan sosial budaya suatu daerah

atau negara, kondisi suplai atau pemasok, kondisi geografi dan

kependudukan, serta perubahan lingkungan dimana perusahaan itu didirikan.

2.4.2. Risiko dari Sudut Pandang Akibat

Risiko bisa dilihat dari akibat yang ditimbulkan. Menurut Sofyan

(2004 : 25) kejadian sesungguhnya kadang-kadang menyimpang dari

perkiraan (expectations) ke salah satu dari dua arah. Artinya, ada

kemungkinan penyimpangan yang menguntungkan dan ada pula

penyimpangan yang merugikan. Jika kedua kemungkinan itu ada, maka dapat

dikatakan risiko bersifat spekulatif. Secara umum, risiko spekulatif adalah

risiko yang mengandung dua kemungkinan yang menguntungkan atau

kemungkinan yang merugikan (Kasidi, 2010 : 5). Lawan dari risiko spekulatif

adalah risiko murni, yaitu yang hanya ada kemungkinan kerugian. Risiko ini

hanyalah mempunyai kemungkinan kerugian dan tidak mempunyai

kemungkinan untung.

Disimpulkan bahwa pentingnya penjenisan ini, karena setiap usaha

ekonomi itu penuh adanya risiko, baik risiko spekulatif maupun risiko murni.

Risiko dapat diklasifikasikan, apakah suatu risiko itu spekulatif atau murni,

bergantung pada pendekatan yang digunakan. risiko spekulatif biasanya tidak

Page 52: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

31

dapat diasuransikan. Hanya risiko murni yang dapat diasuransikan. Asuransi

adalah alat utama bagi orang yang terbuka terhadap kemungkinan risiko

murni.

2.4.3. Konsep Risiko

Menurut Dewi (2008 : 12 - 14) beberapa hal penting yang harus

diperhatikan dalam menilai suatu risiko yaitu:

1) Exposure, suatu resiko kerugian maksimum yang harus dihadapi apabila

terjadi suatu kejadian terburuk. Makin besar nilai eksposur, maka akan

semakin besar kerugian yang timbul.

2) Volatility, semakin bervariasi hasil yang akan terjadi pada masa yang akan

datang maka semakin besar risikonya.

3) Probability, kemungkinan terwujudnya kejadian yang mengandung risiko.

Semakin besar probabilitas dari kejadian risiko, maka semakin besar

risiko.

4) Severity, berbeda dengan eksposure yang menekankan kerugian

maksimum, severity menekankan pada kerugian yang sekiranya akan

dialami. Severity erat hubungannya dengan probabilitas kejadian risiko.

5) Time horizon, semakin lama jangka waktu suatu investasi, maka tingkat

risiko semakin besar.

6) Correlaction, jika risiko yang dihadapi saling berhubungan, maka risiko

yang dihadapi perusahaan akan semakin besar.

7) Capital, perusahaan menyimpan modal untuk dua alasan utama. Alasan

pertama adalah untuk memenuhi kebutuhan kas, misalnya untuk

Page 53: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

32

membayar beban. Alasan kedua adalah untuk menutupi kerugian yang

tidak diperkirakan sebelumnya akibat dari exposure risiko.

2.5. Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah usaha yang secara rasional ditujukan untuk

mengurangi kemungkinan terjadinya kerugian dari risiko yang dihadapi

(Kasidi, 2010 : 4). Sedangkan menurut Andayani (2017 : 150) manajemen

risiko adalah suatu bidang ilmu yang membahas tentang bagaimana suatu

organisasi atau perusahaan menerapkan ukuran dalam memetakan berbagai

permasalahan yang ada dengan menempatkan berbagai pendekatan

manajemen secara komprehensif dan sistematis. Memahami risiko adalah titik

awal untuk membantu produsen membuat pilihan manajemen yang baik

dalam situasi yang memungkinkan terjadinya kerugian (Hawoord, 1999 : 2).

Menurut Kountur (2008) manajemen risiko adalah cara bagaimana

menangani semua risiko yang ada dalam perusahaan tanpa memilih risiko-

risiko tertentu saja. Penanganan risiko dianggap sebagai salah satu fungsi dari

manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang sudah lazim dikenal yaitu

membuat perencanaan, mengorganisasi, mengarahkan dan melakukan

pengendalian. Dengan demikian, ditambahkan satu fungsi lagi yang sangat

penting, yaitu menangani risiko. Terdapat dua strategi penanganan risiko,

yaitu preventif dan mitigasi.

Page 54: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

33

1) Preventif (Menghindari)

Preventif dilakukan untuk menghindari terjadinya risiko. Sebelum risiko

terjadi harus ada cara-cara preventif yang dilakukan sedemikian rupa

sehingga risiko tidak terjadi. Preventif dilakukan dengan beberapa cara,

diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Membuat atau Memperbaiki Sistem dan Prosedur

Risiko ini dapat diperkecil jika aturan dan prosedurnya dibuat (jika

belum ada), atau diperbaiki (jika sudah ada namun belum baik).

Risiko-risiko yang disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat

diperkecil jika sistem dan prosedurnya ada dan baik.

b. Mengembangkan Sumber Daya Manusia

Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan

pelatihan-pelatihan, baik pelatihan on-the-job atau pelatihan eksternal.

Dengan mengembangkan sumber daya manusia diharapkan

kemungkinan terjadinya risiko dapat diperkecil, terutama risiko-risiko

yang disebabkan oleh ketidak kompetenan sumber daya manusia.

c. Memasang atau Memperbaiki Fasilitas Fisik

Beberapa risiko dapat dihindari kejadiannya atau setidaknya diperkecil

kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum ada) atau

memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik) fasilitas fisik.

Page 55: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

34

2) Mitigasi (Mengurangi)

Mitigasi merupakan penanganan risiko yang dimaksudkan untuk

memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko. Ada beberapa cara

mitigasi yang dapat dilakukan, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Diversifikasi

Diversifikasi adalah cara menempatkan asset atau harta di beberapa

tempat sehingga jika salah satu tempat kena musibah, tidak akan

menghabiskan semua asset yang dimiliki.

b. Penggabungan (Merger)

Jika diversifikasi dianjurkan untuk berpencar, disini justru dianjurkan

untuk bergabung atau merger. Seperti risiko bersaing dapat

diminimalkan dengan cara bersatu. Contoh strategi merger adalah

beberapa perusahaan yang bersepakat untuk bergabung atau akuisi.

c. Pengalihan Risiko

Pengalihan risiko adalah mengalihkan risiko ke pihak lain sehingga

jika terjadi kerugian, pihak lainlah yang menanggung kerugiannya.

Terdapat beberapa cara pengalihan risiko, yaitu:

a) Asuransi, mengasuransikan harta perusahaan yang dampak

risikonya besar, berarti sudah mengalihkan dampak risiko tersebut

kepada pihak asuransi.

b) Leasing, cara dimana suatu asset digunakan, tetapi pemiliknya

adalah pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada asset tersebut, maka

Page 56: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

35

pemiliknya yang adalah pihak lain yang menanggung kerugian atas

asset tersebut.

c) Outsourcing, mentrasfer kerugian ke pihak lain jika terjadi risiko

dengan cara outsource. Outsource merupakan cara dimana

pekerjaan diberikan ke pihak lain untuk mengerjakan, sehingga

perusahaan tidak menanggung kerugian seandainya pekerjaan yang

dilakukan gagal.

d) Headging, cara pengurangan dampak risiko dengan cara

mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau pembelian.

Selanjutnya Kountur (2008:28) menjelaskan dalam mengelola risiko

terdapat proses pengelolaan risiko, yaitu:

1) Identifikasi risiko. Untuk mendapatkan daftar risiko yang merupakan hasil

dari identifikasi risiko. Tahapan pertama adalah menidentifikasi risiko-

risiko yang kemungkinan atau telah terjadi pada perusahaan. Lingkup

identifikasi risiko adalah unit atau bagian di dalam perusahaan.

2) Pengukuran risiko. Pada dasarnya pengukuran risiko mengacu pada dua

faktor seperti kuantitas risiko yang terkaitdengan berapabanyak nilai yang

rentan terhadap risiko dan kualitas risiko yang terkait dengan

kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi kemungkinan risiko

terjadi semakin tinggi pula risikonya. Setelah diketahui kemungkinan

risiko dan dampak yang terjadi maka dapat diketahui status risikonya dan

dilanjutkan dengan pemetaan. Pemetaan risiko merupakan gambaran

terhadap posisi suatu risiko yang kemudian dapatdiketahui tingkat

Page 57: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

36

kepentingan risiko untuk dilakukan manajemen risiko berdasarkan

tingkatan risiko yang terjadi.

3) Penanganan risiko. Kountur (2008:120-127) menjelaskan bahwa

berdasarkan hasil dari penilaian risiko dapat diketahui penanganan risiko

yang tepat untuk dilakukan.

4) Evaluasi. Evaluasi risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko

berdasarkan kepentingannya bagi perusahaan.

Dengan diterapkannya manajemen risiko disuatu perusahaan ada

beberapa manfaat yang akan diperoleh, yaitu sebagai berikut (Fahmi, 2010:3):

1) Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil setiap

keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati (prudent) dan

selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai keputusan.

2) Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-

pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka panjang dan jangka

pendek.

3) Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu

menghindari risiko dan menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian

khususnya dari segi finansial.

4) Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimal.

Dengan adanya konsep manajaemen risiko (risk management concept)

yang dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun arah

dan mekanisme secara sustainable (berkelanjutan).

Page 58: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

37

2.6. Risiko dalam Agribisnis

Menurut Huirne (2003 : 256), kegiatan pertanian yang banyak

dilakukan di luar ruangan sangat bergantung pada kondisi cuaca, serta

serangan hama dan penyakit sehingga dapat dijadikan sebagai contoh risiko

yang menonjol yang dihadapi dalam agribisnis. Selain itu, para petani yang

bekerja di pertanian juga dapat menjadi risiko tersendiri, karena kelangsungan

usaha pertanian yang dilakukan dapat terancam oleh beberapa risiko seperti

kematian pemilik, perceraian dari pasangan yang bersama-sama menjalankan

usaha pertanian tersebut, pemilik atau pekerja yang sakit dalam jangka waktu

panjang juga dapat menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi

perusahaan.

Sedangkan menurut Harwood (1999:7) dalam pertanian, beberapa

sumber risiko yang biasa ditemukan yaitu :

1) Risiko produksi. Risiko ini terjadi karena pertanian dipengaruhi oleh

beberapa kejadian yang tak terkendali seperti cuaca meliputi curah hujan

yang berlebihan atau tidak mencukupi, suhu ekstrim, hujan es, serangga

dan penyakit. Teknologi pertanian memegang peranan penting dalam

risiko produksi, karena dapat menawarkan potensi untuk meningkatkan

efisiensi produksi, atau pengenalan varietas baru yang lebih kuat dari

ancaman risiko produksi.

2) Risiko harga atau pasar. Risiko ini terkait dengan perubahan dalam harga

output atau input produksi. Dibidang pertanian proses produksi umumnya

berlangsung lama, seperti pada produksi ternak yang membutuhkan proses

Page 59: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

38

investasi yang berkelanjutan dalam pakan, peralatan dan lain-lain yang

mungkin tidak menghasilkan keuntungan dalam beberapa bulan atau

tahun.

3) Risiko kelembagaan. Risiko yang diakibatkan oleh perubahan kebijakan

dan regulasi yang mempengaruhi pertanian. Jenis risiko ini umumnya

dimanifestasikan sebagai kendala produksi yang tidak terduga, seperti

peraturan pemerintah terkait dengan penggunaan pestisida untuk tanaman

atau obat-obatan untuk ternak dapat mengubah biaya produksi, atau

keputusan negara asing untuk membatasi impor tanaman tertentu yang

dapat menurunkan harga tanaman tersebut.

4) Risiko keuangan, seperti petani mengalami fluktuasi suku bunga pinjaman

modal, atau menghadapi kesulitan arus kas jika dana tidak mencukupi

untuk membayar kreditor sehingga proses produksi yang dijalankan petani

tersebut terhambat.

Secara umum ada dua kategori strategi manajemen risiko dalam

agribisnis, yaitu strategi manajemen risiko on farms dan strategi untuk

berbagi risiko dengan orang lain (Huirne, dkk. 2000 : 129). Pada strategi

manajemen risiko on farms, strategi yang dapat dilakukan adalah 1)

mengumpulkan banyak informasi terkait proses produksi pertanian, informasi

pilihan teknologi pertanian yang lebih produktif, peluang dan trend

pemasaran saat ini, 2) menghindari dan mengurangi kemungkinan risiko yang

akan terjadi dengan tindakan pencegahan seperti melakukan pemantauan dan

pengendalian proses produksi pertanian yang efektif, 3) memilih penggunaan

Page 60: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

39

teknologi yang tidak terlalu berisiko dalam proses produksi, 4) diservifikasi

lahan pertanian diberbagai tempat, dan 5) dan meningkatkan fleksibilitas

asset, produk, pasar, biaya dan waktu produksi.

Sedangkan strategi berbagi risiko dengan orang lain yang dapat

dilakukan adalah dengan bijak dalam pembiayaan pertanian, mendaftar

asuransi pertanian dan melakukan kontrak pemasaran untuk komoditas yang

belum diproduksi, dan input yang dibutuhkan dimasa yang akan datang.

Secara menyeluruh, proses manajemen risiko agribisnis dijelaskan

sebagai berikut (Wastra dan Mahbubi, 2013:51-52):

1) Segenap sumber daya manusia perusahaan mulai dari jajaran komisaris

dan direksi sampai staf bahwa terdapat risiko dalam setiap usaha termasuk

agribisnis.

2) Identifikasi risiko merupakan aktivitas awal yang akan menghasilkan

output daftar risiko. Dalam identifikasi risiko terdapat stakeholder yang

meliputi pemegang saham, pemasok, karyawan, pemain industri yang

sama, dan pihak lain yang terpengaruh oleh adanya perusahaan. Metode

dalam identifikasi risiko meliputi analisis data historis, pengamatan, survei

baik dengan kuesioner atau wawancara, pendapat ahli melalui focus group

discussion.

3) Pengukuran risiko berupa data baik berupa kualitatif maupun kuantitatif.

Kualitatif menyangkut kemungkinan suatu risiko muncul, semakin tinggi

kemungkinan risiko terjadi maka semakin tinggi pula risikonya.

Page 61: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

40

4) Pemetaan risiko ditujukan untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan

kepentingannya bagi perusahaan. Adanya prioritas dikarenakan

perusahaan memiliki keterbatasan dalam sumber daya manusia dan jumlah

uang sehingga perusahaan perlu menetapkan mana yang perlu dihadapi

terlebih dahulu mana yang dinomor duakan, dan mana yang perlu

diabaikan. Selain itu prioritas juga ditetapkan karena tidak semua risiko

memiliki dampak pada tujuan perusahaan.

5) Pengambilan keputusan terdapat empat cara dalam penanganan risiko

yaitu dengan menghindari risiko (risk avoidance), memitigasi atau

mengeliminasi risiko (risk elimination), pemindahan risiko (risk transfer)

dan penahanan risiko (risk retention).

6) Pengawasan perlu dilakukan untuk menjamin pelaksanaan keputusan yang

telah dibuat. Risiko berubah-ubah sesuai kondisisehingga perlu keputusan

yang cepat dan tepat untuk merespon terjadinya perubahan risiko.

7) Evaluasi menekankan upaya menilai proses pelaksanan rencana, mengenai

ada tidaknya upaya penyimpangan dan tercapai tidaknya sasaran yang

telah ditetapkan berdasarkan rencana yang telah dibuat.

Sedangkan proses manajemen risiko yang mengacu pada standar ISO

31000 : 2018, dapat dilihat pada gambar berikut (Soleh, 2020 : 57 – 62):

Page 62: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

41

Gambar 2 Proses Manajemen Risiko ISO 31000 : 2018

Sumber : Soleh, 2020 : 54.

1) Komunikasi dan Konsultasi. Secara umum, tujuannya adalah untuk

membantu para pemangku kepentingan dalam memahami risiko, dasar

pengambilan keputusan dan alasan mengapa tindakan tertentu diperlukan.

Komunikasi bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman

tentang risiko, sedangkan konsultasi ditujukan untuk memperoleh umpan

balik dan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan.

Komunikasi dan konsultasi dengan pemangku kepentingan eksternal dan

internal yang tepat harus dilakukan di dalam dan di sepanjang semua

langkah proses manajemen risiko.

2) Menentukan ruang lingkup. Perusahaan harus menentukan ruang

lingkup kegiatan manajemen risiko karena proses manajemen risiko dapat

diterapkan pada tingkat yang berbeda. Oleh karena itu, penting agar

dijelaskan ruang lingkup yang dipertimbangkan, tujuan yang relevan untuk

dipertimbangkan, dan keselarasannya dengan tujuan perusahaan atau

organisasi.

Page 63: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

42

3) Menentukan konteks eksternal dan internal. Konteks eksternal dan

internal adalah lingkungan dimana perusahaan berusaha mendefinisikan

secara jelas. Konteks proses manajemen risiko harus ditetapkan dari

pemahaman lingkungan eksternal dan internal dimana perusahaan

beroperasi dan harus mencerminkan lingkungan spesifik dari kegiatan

dimana proses manajemen risiko akan diterapkan.

4) Menentukan kriteria risiko. Perusahaan harus menentukan jumlah dan

jenis risiko yang mungkin atau tidak mungkin diambil. Selain itu,

perusahaan juga harus menentukan kriteria untuk mengevaluasi

signifikansi risiko dan untuk mendukung proses pengambilan keputusan.

Kriteria risiko harus selaras dengan kerangka manajemen risiko dan

disesuaikan dengan tujuan dan ruang lingkup spesifik dari kegiatan yang

sedang dipertimbangkan. Kriteria risiko harus mencerminkan nilai, tujuan,

dan sumber daya perusahaan dan konsisten dengan kebijakan dan

pernyataan tentang manajemen risiko. Kriteria harus didefinisikan dengan

mempertimbangkan kewajiban perusahaan dan pandangan para pemangku

kepentingan. Kriteria risiko harus ditetapkan pada awal proses penilaian

risiko, mereka harus dinamis dan terus ditinjau dan diubah jika perlu.

5) Penilaian risiko. Penilaian risiko adalah keseluruhan proses identifikasi

risiko, analisis risiko, dan evaluasi risiko. Penilaian risiko harus dilakukan

secara sistematis, interaktif, dan kolaboratif dengan memanfaatkan

pengetahuan dan pandangan para pemangku kepentingan. Harus

Page 64: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

43

menggunakan informasi terbaik yang tersedia, serta dilengkapi dengan

penyelidikan lanjut jika diperlukan.

Identifikasi risiko bertujuan untuk menemukan, mengenali, menjelaskan

risiko yang mungkin dapat membantu atau mencegah pencapaian tujuan

perusahaan. Perusahaan harus mengidentifikasi risiko. Apakah sumber

risiko tersebut berada di bawah kendali atau tidak. Pertimbangan harus

diberikan bahwa mungkin ada lebih dari satu jenis hasil yang dapat

mengakibatkan berbagai konsekuensi yang nyata atau tidak nyata.

Analisis risiko bertujuan untuk memahami sifat risiko, karakteristiknya

dan tingkat risikonya. Analisis risiko melibatkan pertimbangan rinci atas

ketidakpastian, sumber risiko, konsekuensi, kemungkinan, peristiwa,

scenario, pengendalian dan keefektifannya. Analisis risiko dapat dilakukan

dengan berbagai tingkat detail dan kompleksitas, tergantung pada tujuan

analisis, ketersediaan, dan keandalan informasi dan sumber daya yang

tersedia. Teknik analisis dapat berbentuk kuantitatif, kualitatif atau

kombinasi keduanya, tergantung pada keadaan dan penggunaan yang

diinginkan.

Evaluasi risiko bertujuan untuk mendukung keputusan. Evaluasi risiko

melibatkan perbandingan hasil analisis risiko dengan kriteria risiko yang

ditetapkan untuk menentukan keputusan yang akan diambil. Pilihannya

antara lain: a) tidak melakukan apa-apa, b) mempertimbangkan pilihan

penanganan risiko, c) melakukan analisis lebih lanjut untuk memahami

Page 65: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

44

risiko, d) mempertahankan pengendalian yang ada, e) menimbang kembali

tujuan yang telah ditetapkan,

Selanjutnya setiap hasil evaluasi risiko harus dicatat, dikomunikasikan dan

kemudian dievaluasi pada tingkat yang sudah ditentukan.

6) Perlakuan risiko. Tujuan dari perlakuan risiko adalah untuk memilih dan

menerapkan opsi-opsi untuk mengatasi risiko. Memilih opsi yang paling

sesuai mencakup keseimbangan manfaat potensial yang diperoleh dalam

kaitannya dengan pencapaian tujuan terhadap biaya, usaha atau kerugian

implementasi. Ketika memilih opsi risiko, perusahaan harus

mempertimbangkan nilai, persepsi, dan potensi keterlibatan pemangku

kepentingan, serta cara yang paling tepat untuk berkomunikasi dan

berkonsultasi dengan mereka.

Tujuan rencana perawatan risiko adalah untuk menentukan bagaaimana

perlakuan risiko akan dilaksanakan, sehingga urutan implementasinya

dapat dipahami oleh pihak-pihak yang terlibat, serta progresnya dapat

dipantau. Rencana perawatan harus diintegrasikan ke dalam rencana

manajemen dan proses bisnis dengan parak pemangku kepentingan.

7) Pemantauan dan peninjauan risiko. Tujuannya adalah untuk

memastikan dan meningkatkan kualitas dan efektifitas desaian,

implementasi, dan hasil proses. Pemantauan berkelanjutan dan tinjauan

berkala atas proses manajemen risiko dan hasilnya harus menjadi bagian

yang direncanakan dari proses manajemen risiko, dengan tanggung jawab

yang ditetapkan dengan jelas. Pemantauan dan peninjauan harus dilakukan

Page 66: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

45

di semua tahapan proses, yaitu : perencanaan, pengumpulan dan analisis

informasi, pencatatan hasil, dan pemberian umpan balik.

8) Perekaman dan pelaporan. Proses manajemen risiko dan hasilnya harus

didokumentasikan dan dilaporkan melalui mekanisme yang tepat.

Tujuannya adalah untuk mengkomunikasikan kegiatan manajemen risiko

dan hasilnya di seluruh perusahaan, memberikan informasi untuk

pengambilan keputusan, meningkatkan kegiatan manajemen risiko, dan

membantu interaksi dengan para pemangku kepentingan serta pihak yang

memiliki tanggung jawab dan akuntabilitas untuk kegiatan manajemen

risiko.

2.7. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone)

Menurut Triono (2012 : 18) diagram tulang ikan merupakan teknik

yang sering digunakan dalam mengidentifikasi masalah (penyebab) dalam

manajemen mutu. Diagram tulang ikan sering juga disebut sebagai Ishikawa

Diagram yang ditemukan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun 1990 dari

Universitas Tokyo. Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004 : 79) pembuatan

diagram tulang ikan ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang mungkin

menjadi penyebab dari suatu masalah atau penyimpangan (sebagai akibat dari

sebab-sebab tersebut di atas).

Dengan diketahui hubungan antara sebab dan akibat dari suatu masalah,

maka tindakan pemecahan masalah akan mudah ditentukan, dengan kata lain,

apabila telah diketahui penyebab dari suatu kejadian risiko maka dapat segera

Page 67: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

46

ditentukan strategi atau tindakan penanganan risiko. Menurut Mulyadi (2007 :

114) metode fish bone dalam identifikasi risiko meliputi data historis,

pengamatan, dan survey baik dengan kuesioner ataupun wawancara.

Gambar 3. Identifikasi Risiko (Metode Fish Bone) Sumber : Mulyadi, 2007 : 114.

Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004 : 80) dalam pembuatan diagram

tulang ikan, akibat atau permasalahan digambarkan dalam bagian kepala ikan,

sedangkan faktor-faktor penyebab diletakkan sebagai tulang ikan. Terdapat

dua tipe, pertama yaitu pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe

pengelompokkan sebab. Kedua, pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan

tipe proses produksi (Tipe Klasifikasi Proses Produksi). Pembuatan diagram

tulang ikan berdasarkan tipe pengelompokkan sebab, dapat dilihat pada

Gambar 4 sebagai berikut :

Gambar 4. Diagram Tulang Ikan Tipe Rangkuman Sebab

Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 : 81)

Cause 1 Cause 3

Cause 2

Problem

Page 68: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

47

Pembuatan diagram tulang ikan tipe rangkuman sebab dalam

menentukan permasalahannya digolongkan menjadi beberapa golongan besar.

Penggolongan dalam garis besar faktor-faktor penyebab dimaksud biasanya

terdiri atas bahan (material), alat (machine), manusia (man), cara (method),

dan lingkungan (environment). Penggambaran diagram tulang ikan dapat juga

digambarkan berdasarkan proses produksi (Tipe Klasifikasi proses produksi),

seperti pada Gambar 5 berikut ini :

Gambar 5. Struktur Diagram Tulang Ikan (Tipe Klasifikasi Proses Produksi)

Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 : 81)

Pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe klasifikasi proses

produksi dalam menentukan permasalahannya digolongkan berdasarkan

proses atau alur produksi. Dimana, kejadian yang menjadi masalah

ditempatkan pada bagian kepala ikan, sedangkan proses-proses produksi

diletakkan pada bagian tulang ikan.

Menurut Triono (2012 : 18) ada empat langkah yang dibutuhkan dalam

membentuk diagram tulang ikan, langkah-langkah tersebut adalah :

1) Melakukan brainstorming untuk mengenali penyebab dan masalah.

Page 69: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

48

2) Memetakan masalah dan penyebab ke dalam diagram tulang ikan. Masalah

pada kepala ikan dan tulang utama, serta penyebab pada tulang duri yang

lebih kecil.

3) Menanyakan pada setiap masalah, mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Jawaban atas hal tersebut diletakkan pada tulang yang lebih kecil sebagai

penyebab.

4) Mengumpulkan data atas masalah dan penyebab untuk menentukan

frekuensi kejadian paling tinggi.

Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004 : 80) manfaat dari proses

pembuatan diagram tulang ikan antara lain :

1) Mengidentifikasi masalah dengan menggunakan logika bagaimana

mencari faktor-faktor penyebab dan hubungannya dengan akibat.

2) Diagram ini merupakan alat (pemandu) dalam mendiskusikan identifikasi

masalah secara sistematis.

3) Dapat diperoleh kemungkinan penyebab yang sebanyak mungkin yang

menimbulkan suatu akibat (masalah yang sedang dipecahkan)

2.8. House of Risk (HOR)

House of Risk merupakan sebuah framework dalam mengelola risiko

yang dikembangkan berdasarkan kombinasi dari ide dasar dua tools yang

terkenal yaitu FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) dan metode QFD

(Quality Function Deployment). Pengembangan model ini dilakukan oleh I.

Nyoman Pujawan dan Laudine H. Geraldin berdasarkan gagasan bahwa

Page 70: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

49

manajemen risiko supply chain proaktif berusaha untuk fokus pada tindakan

preventif, yaitu mengurangi kemungkinan agen risiko terjadi. Mengurangi

terjadinya agen risiko biasanya akan mencegah beberapa peristiwa risiko

yang terjadi. Dalam kasus seperti itu, perlu untuk mengidentifikasi kejadian

risiko dan agen risiko yang terkait. Biasanya, satu agen risiko bisa mendorong

lebih dari satu kejadian risiko (Pujawan, 2009 : 955).

Dalam FMEA terkenal, penilaian risiko dilakukan melalui perhitungan

dari RPN (Risk Potential Number) sebagai produk dari tiga faktor, yaitu

probabilitas terjadinya risiko, tingkat keparahan dampak kerusakan yang

dihasilkan dan deteksi risiko. Tidak seperti di model FMEA, pendekatan

HOR perhitungan nilai RPN diperoleh dari probabilitas sumber risiko dan

dampak kerusakan terkait risiko itu terjadi, dalam hal ini untuk mencari

kemungkinan sumber risiko dan keparahan kejadian risiko (Pujawan, 2009 :

955).

Menurut Ulfah dkk (2016 : 89) HOR merupakan modifikasi FMEA

(Failure modes and Effect of Analysis) dan model rumah kualitas (House Of

Quality) untuk memprioritaskan sumber risiko mana yang pertama dipilih

untuk diambil tindakan yang paling efektif dalam rangka mengurangi potensi

risiko dari sumber risiko. Menurut Lutfi dan Irawan (2012:2) penerapan HOR

terdiri atas dua tahap yaitu :

1) HOR Fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi kejadian risiko dan agen

risiko yang berpotensi timbul sehingga hasil output dari HOR fase 1 yaitu

Page 71: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

50

pengelompokkan agen risiko ke dalam agen risiko prioritas sesuai dengan

nilai Aggregate Risk Potential (ARP).

2) HOR Fase 2. Menurut Lutfi dan Irawan (2012 : 5) HOR Fase 2 merupakan

perancangan strategi mitigasi untuk melakukan penanganan (risk

treatment) agen risiko yang telah teridentifikasi dan berada pada level

risiko prioritas. HOR fase 2 digunakan untuk perancangan strategi mitigasi

yang dilakukan untuk penanganan agen risiko kategori prioritas. Hasil

output dari HOR Fase 1 akan digunakan sebagai input pada HOR fase 2.

2.8.1. House of Risk Fase 1

Menurut Ulfah dkk (2016 : 89) Proses pengerjannya HOR fase 1

memiliki beberapa tahap pengerjaan yaitu :

1) Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi pada setiap bisnis

proses. Kemudian mengidentifikasi apa yang kurang atau salah pada setiap

proses. Kejadian risiko diletakkan dikolom kiri ditunjukkan sebagai Ei.

2) Memperkirakan dampak dari beberapa kejadian risiko (jika terjadi) dengan

menggunakan Skala Likert. Tingkat keparahan dari kejadian risiko

diletakkan di kolom sebelah kanan dari tabel yang dinyatakan sebagai Si

3) Identifikasi sumber risiko dan menilai kemungkinan kejadian tiap sumber

risiko. Sumber risiko (Risk Agent) ditempatkan dibaris atas tabel dan

dihubungkan dengan kejadian baris bawah dengan notasi Oj.

4) Kembangkan hubungan matriks. Keterkaitan antar setiap sumber risiko

dan setiap kejadian risiko Rij.

Page 72: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

51

5) Hitung kumpulan potensi risiko (Aggregate Risk Potential of Agent j =

ARPj) yang ditentukan sebagai hasil dari kemungkinan kejadian dari

sumber risiko j dan kumpulan dampak penyebab dari setiap kejadian risiko

yang disebabkan oleh sumber risiko j.

Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 1, maka dapat di buat

tabel model HOR fase 1 seperti tabel berikut :

Tabel 3. Model HOR Fase 1 Risk Agent (Aj) Severity of

Risk Event

(Si) Bussiness

process

Risk Event (Ei) A1 A2 A3 A4 A..

Plan E1

Source E2 Rij

Make E3

Deliver E4

Return E...

Occurance of

Agent j

O1 O2 O3 O4 O..

Aggregate Risk

Potential j

AR

P1

AR

P2

AR

P3

AR

P4

AR

P...

Priority Rank

of Agent j

Sumber : Ulfah, dkk (2016 : 90)

Keterangan :

Ei = Kejadian Risiko (Risk Event)

Aj = Penyebab Risiko (Risk Agent)

Si = Tingkat Dampak (Severity)

Oj = Tingkat Probabilitas (Occurrence)

ARPj = Potensi Risiko Keselruhan (Aggregate Risk Potential)

Rank = Peringkat Prioritas Penyebab Risiko

Page 73: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

52

Mengadopsi prosedur di atas, maka HOR 1 dikembangkan melalui

langkah-langkah berikut:

1) Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi dalam setiap proses

bisnis. Hal ini dapat dilakukan melalui proses produksi. Kemudian

mengidentifikasi, kemungkinan terjadinya kesalahan dalam setiap proses

tersebut. Pujawan dan Geraldin (2009:5) menyediakan cara sistematis

mengidentifikasi dan menilai risiko. Model HOR 1 ditunjukkan pada

Tabel 3, dimana peristiwa risiko diletakan di kolom kiri, direpresentasikan

sebagai Kejadian Risiko (Ei).

2) Menilai dampak (keparahan) dari kejadian risiko tersebut (jika terjadi)

menggunakan Skala Likert (penelitian ini menggunakan skala 1 sampai

dengan 5). Suatu dari setiap peristiwa risiko yang diletakkan di kolom

kanan dari Tabel 1, diindikasikan sebagai Si.

3) Mengidentifikasi agen risiko atau penyebab risiko (Aj) dan menilai

kemungkinan terjadinya setiap agen risiko menggunakan Skala Likert 1

sampai dengan 5, di mana 1 berarti hampir tidak pernah terjadi dan nilai 5

berarti agen risiko hampir pasti terjadi. Di mana Aj ditempatkan pada baris

atas tabel dan terjadinya terkait adalah pada baris bawah, dinotasikan

sebagai Oj.

4) Mengembangkan matriks korelasi yaitu hubungan antara masing-masing

agen risiko dan setiap kejadian risiko, menggunakan skala Rij (0, 1, 3, 9) di

mana 0 mewakili tidak ada korelasi dan 1, 3, dan 9 mewakili masing-

masing, rendah, sedang, dan korelasi yang tinggi.

Page 74: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

53

5) Menghitung potensi risiko keseluruhan agen j (ARPj) yang ditentukan

sebagai produk dari kemungkinan terjadinya agen risiko j dan dampak

agregat yang dihasilkan oleh peristiwa risiko yang disebabkan oleh agen

risiko j seperti pada persamaan di atas.

6) Prioritas agen risiko menurut potensi risiko agregat mereka dalam urutan

menurun (dari yang bernilai tinggi ke rendah).

2.8.2. House of Risk Fase 2

Penerapan HOR fase 2 meliputi beberapa tahap pengerjaan yaitu :

1) Menyeleksi agen risiko mulai dari nilai ARP tertinggi hingga terendah

dengan menggunakan analisis Pareto. Agen risiko yang termasuk kategori

prioritas tinggi akan menjadi input dalam HOR fase ke 2.

2) Mengidentifikasi aksi penanganan risiko yang relevan (PAk) terhadap agen

risiko yang muncul. Penanganan risiko dapat berlaku untuk satu atau lebih

agen risiko. Mengidentifikasi aksi penanganan risiko dapat menggunakan

Skala Likert 3, 4 dan 5. Dimana Skala Likert tersebut menunjukkan mudah

atau tidaknya suatu strategi penanganan risiko

3) Pengukuran nilai korelasi antara suatu agen risiko dengan penanganan

risiko. Hubungan korelasi terebut akan menjadi pertimbangan dalam

menentukan derajat efektivitas dalam mereduksi kemunculan agen risiko.

Pengukuran nilai korelasi menggunakan skala korelasi yaitu 0,1,3,9

dengan ketentuan 0 (tidak memiliki korelasi), 1 (memiliki korelasi

rendah), 3 (memiliki korelasi sedang) dan 9 (memiliki korelasi tinggi).

Page 75: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

54

4) Mengkalkulasi total efektivitas (TEk) pada setiap agen risiko dengan

menggunakan perhitungan sebagai berikut :

TEk = Ʃ ARPj Ejk

5) Mengukur tingkat kesulitan dalam penerapan aksi mitigasi (Dk) dalam

upaya mereduksi kemunculan agen risiko.

6) Mengkalkulasi total efektivitas penerapan aksi mitigasi atau effectiviness

to difficulty of ratio (ETDk) dengan rumus sebagai berikut:

ETDk = TEk / Dk

7) Melakukan skala prioritas mulai dari nilai ETD tertinggi hingga yang

terendah. Nilai prioritas utama diberikan kepada aksi mitigasi yang

memiliki nilai ETD tertinggi.

Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 2, maka dapat di

buat tabel model HOR fase 2 seperti tabel berikut :

Tabel 4. Model HOR Fase 2 To be treated Risk Agent

(aj)

Risk Agent (Aj) Aggregate

Risk

Potentials

(ARP) kj

PA1 PA2 PA3 PA4 PA5

A1 ARP1

A2 Ejk ARP2

A3 ARP3

A4 ARP4

Total Effectivineess of

Action (TEk)

TE1 TE2 TE3 TE4 TE5

Degree of Difficulty

Preforming Action (Dk)

D1 D2 D3 D4 D5

Effectiveness to Difficulty

Ratio (ETDk)

ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5

Rank of Priority R1 R2 R3 R4 R5 Sumber : Ulfah, dkk (2016 : 91)

Page 76: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

55

Keterangan :

Dk =Degree of Difficulty Preforming Action (Tingkat kesulitan aksi preventif)

TEk =Total Effectivineess of Action (Total Keefektifan dan tiap aksi preventif)

ETDk = Effectiveness to Difficulty Ratio (Total Kesulitan dan Keefektifan aksi

preventif)

Ejk = Hubungan antara tiap strategi preventif yang dilakukan dengan tiap agen

risiko

PAk = Preventif Action (Strategi preventif yang dilakukan)

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)

2.9. Diagram Pareto

Diagram Pereto diperkenalkan oleh seorang ahli, yaitu Alfredo Pareto.

Tisnowati dkk (2008 : 52) mendefinisikan diagram Pareto adalah diagram

batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian.

Setiap permasalahan diwakili oleh satu diagram batang. Masalah yang paling

banyak terjadi akan menjadi diagram batang yang paling tinggi, sedangkan

masalah yang paling sedikit akan diwakili oleh diagram batang yang paling

rendah. Hal ini dapat membantu menemukan permasalahan yang perlu untuk

segera diselesaikan (rangking tertinggi) sampai dengan permasalahan yang

tidak harus segera diselesaikan (rangking terendah) (Ariani, 2004). Diagram

pareto dapat dilihat pada Gambar 6.

Page 77: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

56

Gambar 6. Struktur Diagram Pareto Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 : 55)

Menganalisa diagram pareto atau yang biasa disebut dengan diagram

prioritas, digunakan dalam rangka memilih prioritas masalah yang dampaknya

paling besar, yaitu kurang lebih 80% yang disebabkan oleh kurang lebih 20%

faktor penyebab (Kuswandi dan Mutiara, 2004 : 50). Diagram pareto dapat

digunakan untuk mencari 20% jenis kasus (misalnya, cacat, keluhan, masalah)

yang merupakan 80% kecacatan dari keseluruhan proses produksi.

Diagram pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :

1) Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau

penyebab dari masalah yang ada.

2) Memfokuskan perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan

ranking terhadap masalah-masalah atau penyebab-penyebab masalah itu

dalam bentuk yang signifikan.

Tipe-tipe diagram pareto yang menunjukkan penyebab suatu masalah :

1) Operator : Giliran kerja, kelompok kerja, umur karyawan, pengalaman,

keterampilan

2) Mesin : perlengkapan, peralatan, mesin-mesin, organisasi, instrument

3) Bahan baku : jenis bahan baku, produsen,

Nilai ARPj % Kumulatif

Page 78: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

57

4) Metode Kerja : kondisi kerja, order kerja.

Tipe-tipe Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah :

1) Kualitas : Jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan, produk, yang

dikembangkan, perbaikan

2) Biaya : jumlah kerugian, pemborosan biaya, biaya stock, biaya bunga

3) Pengiriman : keterlambatan pengiriman

4) Metode kerja : jumlah kecelakaan kekeliruan kerja

2.10. Penelitian Terdahulu

Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang meneliti terkait risiko

pada produk pertanian yang dapat digunakan sebagai acuan dalam penelitian

ini baik yang menggunakan metode yang sama maupun berbeda sebagai

berikut.

Page 79: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

58

Tabel 5. Matriks Penelitian Terdahulu

Penulis Judul Penelitian Persamaan Perbedaan

Novianti

(2011)

Analisis Risiko Produksi

Bayam dan Kangkung

Hidroponik pada Parung

Farm Kabupaten Bogor,

Provinsi Jawa Barat.

Menganalisis

sayuran hidroponik

bayam

Menggunakan

metode variance,

standard

deviation, dan

coefficient

variation.

Annisa

(2017)

Analisis Risiko Produksi

Susu Kambing di CV

Sawangan Farm Dairy.

Menggunakan

metode HOR,

diagram tulang

ikan, dan pareto

sebagai alat

analisis

Objek yang

diteliti yaitu susu

kambing

Hafizha

(2017)

Mitigasi Risiko Produksi

Susu Sapi di Peternakan

Mahesa Perkasa Farm.

Menggunakan

metode HOR,

diagram tulang

ikan, dan pareto

sebagai alat

analisis.

Objek yang

diteliti yaitu susu

sapi.

Hakas

(2017)

Analisis Risiko Produksi

Bunga Krisan Potong

dengan Pendekatan

Failure Mode And Effect

Analysis (Fmea) dan

Fishbone Diagrams di

Kecamatan Cugenang,

Kabupaten Cianjur.

Menggunakan

metode fish bone

dan diagram pareto

sebagai alat

analisis .

Menggunakan

metode FMEA

untuk alat analisis

kedua dan objek

yang diteliti

adalah bunga

potong krisan.

Nadira dan

Sulistyode

wi (2017)

Analisis Risiko Produksi

Baby Buncis pada

Kelompok Tani di

Kabupaten Bandung

Barat.

Menggunakan

metode HOR dan

pareto sebagai alat

analisis.

Objek yang

diteliti adalah

baby buncis pada

Kelompok Tani.

Page 80: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

59

2.11. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini membahas mengenai risiko produksi bayam hidroponik di

Serua Farm. Dalam menjalankan bisnisnya, seringkali perusahaan ini tidak

dapat mencapai target produksi bayam yang telah ditentukan sebelumnya

sehingga dapat diindikasikan Serua Farm menghadapi risiko dalam setiap

proses produksi mulai dari (1) penyemaian (2) penanaman; (3) pemeliharaan;

(4) pemanenan; (5) pengemasan. Kemungkinan terjadinya risiko dapat

diketahui dengan dilakukan identifikasi risiko. Untuk mengidentifikasi risiko,

peneliti menggunakan diagram tulang ikan untuk menentukan titik-titik kritis

yang dapat menjadi risiko pada proses produksi bayam hidroponik. Setelah

teridentifikasi dilanjutkan dengan pengukuran risiko yaitu menggunakan Skala

Likert dengan skala 1 sampai 5, dengan keterangan sebagai berikut : (1) sangat

rendah, (2) rendah, (3) sedang, (4) tinggi, (5) sangat tinggi.

Pengukuran tersebut dimasukkan ke dalam tabel House Of Risk (HOR)

fase 1 dan dihitung nilai potensi risiko keseluruhan (Aggregate Risk Potential)

atau ARPj. Setelah didapatkan nilai ARPj, maka dilakukan pemetaan untuk

mengetahui penentuan strategi dan pengelolaan risiko dengan menggunakan

diagram pareto. Pengukuran korelasi antara tingkat dampak risiko dengan

frekuensi atau peluang terjadinya penyebab risiko dengan menggunakan Skala

Likert yaitu (0) tidak ada korelasi; (1) korelasi rendah; (3) korelasi sedang; dan

(9) korelasi yang tinggi. Pengukuran-pengukuran tersebut akan dimasukkan ke

dalam tabel HOR Fase 2. Sehingga didapatkan prioritas aksi untuk pencegahan

risiko. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.

Page 81: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

60

Gambar 7. Kerangka Pemikiran

Keterangan

= Alur Proses Penelitian

= Input Pengumpulan Data

= Output Metode Analisis Risiko

Prioritas Aksi Pencegahan

Risiko

Menentukan Strategi

Pengelolaan Risiko

Pemetaan Risiko

Pengukuran Kejadian Risiko

Mengidentifikasikan Risiko

yang Timbul pada saat Proses

Produksi

Alur Produksi Bayam

Hidroponik di Serua Farm

Produksi yang Tidak Mencapai

Target

Serua Farm

Diagram Tulang

Ikan

Skala Likert

Model HOR

1

Diagram

Pareto

Model HOR

2

Skala Likert

Page 82: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

61

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Serua Farm yang beralamatkan di Jalan

Serua Raya No.100 RT 003 RW 04, Komplek Gudang PT. NBA, Serua,

Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dilaksanakan selama

kurang lebih 2 bulan, yakni dimulai dari bulan November sampai dengan

bulan Desember 2019. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive)

dengan pertimbangan bahwa Serua Farm merupakan perusahaan sayuran

hidroponik. Selain itu kondisi perusahaan yang sesuai dengan obyek yang

ingin diteliti.

3.2. Sumber dan Jenis Data

Berdasarkan sumber perolehan data, data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari

pengamatan langsung pelaksanaan aktivitas produksi bayam hidroponik di

Serua Farm, serta wawancara sistematik dengan informan terkait produksi

bayam hidroponik dimana terdapat 4 narasumber, yaitu Charlie Tjendapati

selaku kepala kebun, Een Jaenah selaku penanggung jawab penyemaian,

Rafika Putri Wulandari selaku penanggung jawab screenhouse, dan Dian

Ardiansyah selaku penanggung jawab produksi. Wawancara dilakukan untuk

memperoleh informasi lebih lengkap lagi mengenai objek yang diamati.

Page 83: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

62

Teknik wawancara sistematik yaitu wawancara yang dilakukan dengan

mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang hendak ditanyakan kepada

narasumber. Kemudian data primer yang digunakan selanjutnya untuk

mendapatkan informasi mengenai risiko dan sumber risiko produksi bayam

hidroponik di Kebun Serua Farm.

Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan sumber literatur yang

mendukung teori sebagai dasar dalam penelitian ini. Data kualitatif yang

dikumpulkan dalam penelitian ini mengenai profil perusahaan, proses

produksi yang terjadi di Serua Farm dan penyebab risiko dan kesulitan yang

dialami perusahaan dalam kegiatan produksi. Data kuantitatif merupakan

fakta dan informasi terkait kebun bayam hidroponik di Serua Farm yang

digunakan diantaranya nilai tingkat dampak risiko, nilai tingkat frekuensi

kejadian dan nilai tingkat deteksi risiko.

3.3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode wawancara, kuesioner, observasi dan studi pustaka.

Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi dan bertanya kepada informan

yang bekerja di unit produksi serta kepala kebun Serua Farm. Kegiatan ini

dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan dan hal lain

yang terkait. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

identifikasi risiko dan kuesioner penilaian dampak risiko menggunakan

metode House Of Risk (HOR). Kuesioner tersebut digunakan untuk

Page 84: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

63

mengetahui risiko apa saja yang dapat terjadi dalam tahap proses produksi

bayam hidroponik dan untuk mengukur nilai prioritas risiko berdasarkan nilai

dampak.

Pada tahap pembuatan skema pembuatan HOR fase 1 di mulai dari

kuesioner pertama terkait dengan informasi profil perusahaan dan identifikasi

risiko korelasi kemunculan penyebab risiko, seperti pengaruh atau dampak

risiko pada proses penenaman, pemeliharaan, pemanenan, pengemasan,

sesuai dengan proses produksi bayam hidroponik di Serua Farm. Hasil dari

kuesioner ini kemudian akan dijadikan acuan dalam pembuatan matriks

instrument penelitian di mana untuk merumuskan variabel penelitian serta

penentuan penyebab risiko dan kejadian risiko.

Observasi dilakukan dengan cara mengamati atau melihat objek yang

diidentifikasi serta terjun langsung mengikuti kegiatan produksi bayam di

Serua Farm. Studi pustaka dalam penelitian ini bersumber dari buku, jurnal

ilmiah dan bahan bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

3.4. Metode Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan dari kuesioner, perlu dilakukan

pengolahan data. Metode pengolahan data pada penelitian ini diantaranya :

1) Seleksi Data

Seleksi data pada penelitian ini yaitu memilih data yang paling relevan dan

sesuai dengan ketentuan pada penelitian ini, seleksi ini bertujuan untuk

mendapatkan data yang valid.

Page 85: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

64

2) Tabulasi Data

Data yang didapatkan dari hasil wawancara dan kuesioner kepada

narasumber maka dimasukkan kedalam bentuk tabel. Adanya tabulasi data

berguna untuk memudahkan pengamatan.

3) Coding (Pemberian Kode)

Pada penelitian ini diperlukan adanya coding atau pemberian kode dalam

proses analisis data. Kode merupakan kata pendek yang secara simbolis

dapat meringkas, menangkap inti dari sebuah kata sehingga mendapatkan

kata yang sederhana. Contoh dari coding dalam penelitian ini dapat dilihat

pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Pemberian Kode Dugaan Penyebab Risiko Produksi Bayam

Hidroponik di Serua Farm

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

A1 Tidak adanya SOP penyemaian secara tertulis

A2 Setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari

A3 Tumbuhnya lumut pada rockwool Sumber : Lampiran 2 kolom 4

Tabel 7. Pemberian Kode Dugaan Kejadian Risiko pada Produksi Bayam

Hidroponik di Serua Farm

Kode Kejadian Risiko (Risk Event)

E5 Benih terbuang percuma

E8 Bayam terjatuh hingga mati

E9 Pertumbuhan semaian menjadi lambat Sumber : Lampiran 2 kolom 5

4) Pengukuran Risiko dan Efektifitas Strategi

Setelah didapatkan data dari penyebaran kuesioner, maka data tersebut

diolah dengan cara menghitung rata-rata dari setiap jawaban narasumber

pada setiap prosesnya. Perhitungan dilakukan dengan bantuan Microsoft

excel 2010.

Page 86: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

65

5) Finishing

Finishing merupakan proses akhir dari pengolahan data. Data yang telah

diseleksi, dan dimasukkan kedalam tabulasi data selanjutnya data diolah

dengan menggunakan alat analisis yaitu Diagram Tulang Ikan, House Of

Risk Fase 1, Diagram Pareto dan House Of Risk Fase 2.

3.5. Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dengan bantuan Microsoft

excel 2010. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini sebagai

berikut :

3.5.1. Diagram Tulang Ikan

Diagram tulang ikan dapat dibuat dari matriks instrument penelitian.

Matriks instrument penelitian ini akan dijadikan dasar dalam pembuatan

diagram tulang ikan seperti pada Gambar 8 berikut.

Gambar 8. Dugaan Diagram Tulang Ikan Dugaan Kejadian Risiko Produksi

Bayam Hidroponik di Serua Farm tahun 2019

Page 87: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

66

Dapat dilihat pada Gambar 8, pada bagian kepala diagram tulang ikan

terdapat masalah utama akibat yang ditimbulkan dari risiko produksi bayam

hidroponik di Serua Farm. Bagian badan diagram tulang ikan terdapat sub

variabel yaitu proses produksi bayam hidroponik di Serua Farm yang terdiri

atas penanaman, pemeliharaan, pemanenan serta pengemasan. Kemudian

pada masing-masing diagram tulang ikan terdapat parameter masing-masing

proses yaitu kegiatan rinci produksi bayam hidroponik, di mana masing-

masing kegiatan tersebut terdapat titik kritis yang menjadi penyebab atau

agen risiko produksi bayam hidroponik.

3.5.2. House of Risk (HOR) Fase 1

Analisis pertama yaitu dengan menggunakan metode House Of Risk

(HOR) fase 1, analisis ini digunakan untuk mengetahui nilai potensial risiko

keseluruhan atau Agregate Risk Potential (ARPj). Data peluang penyebab

risiko (Occurrence) dan tingkat dampak kejadian risiko (Severity) beserta

data korelasi antar keduanya yang telah diperoleh dari kuesioner pada

Lampiran 3a sampai 3j dan dimasukkan pada HOR fase 1 yang dibutuhkan

dalam penelitian ini. Pada penelitian ini tabel HOR fase 1 dibuat dari masing-

masing proses produksi bayam hidroponik yang dilakukan di Serua Farm

yaitu dimulai dari penamanan, pemeliharaan, pemanenan dan pengemasan.

Dalam pengisian kuesioner yang diberikan kepada responden,

kuesioner menggunakan Skala Likert yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan

keterangan (1) Sangat rendah; (2) Rendah; (3) Sedang; (4) Tinggi; dan (5)

Sangat tinggi. Risk Event (Ei) atau kejadian risiko diletakan pada sisi kiri

Page 88: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

67

tabel, nilai severity atau tingkat kejadian risiko ditempatkan pada sisi paling

kanan tabel, penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) ditempatkan pada sisi atas

tabel. Pada sisi bawah tabel diisi dengan nilai Occurrence of Agent j (Oj),

Aggregate Risk Potential (ARPj) dan Priority Rank of Agent J. Contoh tabel

HOR fase 1 dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Tabel House of Risk Fase 1 Proses Pemeliharaan Bayam Hidroponik

di Serua Farm

Sumber : Lampiran 5c

Severity of Risk (Si) didapatkan dari perhitungan rata-rata

menggunakan Skala Likert yang telah diisi oleh responden pada tabel Risk

Event Lampiran 3a sampai 3e. Sedangkan perhitungan Occurrence of Agent j

didapatkan dari perhitungan rata-rata menggunakan Skala Likert pada

kuesioner yang telah diisi pada tabel Risk Agent Lampiran 3a sampai 3e.

3.5.2.1. Aggregate Risk Potential (ARPj)

Aggregate Risk Potential (ARPj) merupakan perhitungan nilai potensi

risiko keseluruhan yang didapat dari perkalian antara tingkat kemunculan

Page 89: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

68

risiko j (Oj) dengan tingkat dampak suatu risiko (Si) dengan hubungan

korelasi antara agen risiko j dengan dampak risiko i (Rij). Adapun

perhitungan ARPj yaitu dengan rumus sebagai berikut :

ARPj = Oj Ʃ Si Rij ................................ (1)

Keterangan :

ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potential)

Oj = Tingkat Kemunculan Risiko Produksi Bayam Hidroponik

(Occurance Level of Risk) yang didapatkan dari kuesioner

Lampiran 3 (a, b, c, d, e)

Si = Tingkat Dampak suatu Risiko Produksi Bayam Hidroponik

(Severity Level of Risk) yang didapatkan dari kuesioner Lampiran

3 (a, b, c, d, e)

Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i yang

didapatkan dari kuesioner Lampiran 3 (f, g, h, i, j)

3.5.3. Diagram Pareto

Setelah dianalisis menggunakan HOR 1 maka didapatkan nilai ARPj

dari masing-masing penyebab risiko (Aj), selanjutnya dilakukan pemetaan

penyebab kejadian risiko menggunakan diagram pareto dengan perbandingan

80 : 20. Diagram pareto dimaksudkan untuk mengetahui penyebab-penyebab

risiko yang memiliki pengaruh besar bagi perusahaan Serua Farm agar dapat

menentukan strategi pencegahan risiko pada masing-masing proses. Penyebab

risiko yang memiliki persentase kumulatif kurang dari atau sama dengan 80%

Page 90: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

69

merupakan penyebab yang memiliki pengaruh yang besar dan akan membuat

kerugian bagi perusahaan.

%Aj = 𝐴𝑅𝑃𝑗

Ʃ𝐴𝑅𝑃𝑗/ 100 ................................... (2)

Keterangan :

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) pada

masing-masing penyebab risiko produksi bayam hidroponik

%Aj = Presentase kumulatif pengaruh penyebab risiko (Aj)

Syarat = Akumulasi penyebab risiko ≤ 80%

Setelah didapatkan presentase kumulatif pengaruh penyebab risiko

dari masing masing risiko maka akan dibuat diagram pareto seperti model

yang terlihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Model Diagram Pareto Risiko Produksi Bayam Hidroponik

Berdasarkan pada Gambar 9, diagram pareto yang berbentuk batang

melambangkan nilai potensi risiko keseluruhan (ARPj) dari masing-masing

penyebab risiko (Aj), sedangkan untuk titik hitam menunjukkan presentase

kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj), bagian sisi kiri akan

terdapat angka-angka tingkatan nilai ARPj dan pada sisi kanan akan terdapat

Tingkat

ARPj

Penyebab Risiko

Produksi Bayam

hidroponik

Nilai ARPj % Kumulatif

Page 91: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

70

angka-angka presentase kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj).

Setelah diketahui penyebab risiko yang paling berpengaruh pada proses

produksi bayam di Serua Farm maka dilakukan perumusan strategi

pencegahan risiko dengan kepala kebun, pemilik dan pekerja bagian produksi

Serua Farm.

3.5.4. House of Risk (HOR) Fase 2

Alat analisis ketiga yang digunakan penelitian ini adalah House Of

Risk (HOR) fase 2. Setelah didapatkan agent risiko yang paling menjadi

masalah pada risiko produksi bayam hidroponik dengan diagram pareto,

maka dimasukkan ke dalam tabel House Of Risk (HOR) Fase 2. Contoh tabel

model HOR fase 2 adalah seperti tabel berikut :

Tabel 9. Model HOR Fase 2

To be treated Risk

Agent (aj)

Risk Agent (Aj) Aggregate

Risk

Potentials

(ARP) kj

PA1 PA2 PA3 PA4 PA5

A1 ARP1

A2 PAjk ARP2

A3 ARP3

A4 ARP4

Total Effectivineess of

Action (TEk) TE1 TE2 TE3 TE4 TE5

Degree of Difficulty

Preforming Action (Dk) D1 D2 D3 D4 D5

Effectiveness to

Difficulty Ratio (ETDk) ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5

Rank of Priority R1 R2 R3 R4 R5 Sumber : Ulfah, dkk (2016 : 91)

Keterangan :

Aj = Risk Agent (Penyebab risiko yang sangat berpengaruh terhadap

perusahaan yang diperoleh dari hasil pemetaan diagram pareto 80%)

Dk =Degree of Difficulty Preforming Action (Tingkat kesulitan aksi preventif)

yang didapatkan dari kuesioner Lampiran 4 (a, b, c, d, e)

Page 92: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

71

TEk =Total Effectivineess of Action (Total Keefektifan dan tiap aksi preventif)

ETDk = Effectiveness to Difficulty Ratio (Total Kesulitan dan Keefektifan aksi

preventif)

Pajk = Hubungan antara tiap strategi preventif yang dilakukan dengan tiap

agen risiko yang didapatkan dari kuesioner Lampiran 4 (f, g, h, i, j)

PAk = Preventif Action (Strategi preventif yang dilakukan)

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)

3.5.4.1. Total Effectiviness (TEk)

Nilai Total keefektifan penerapan strategi didapatkan dari hasil

perkalian antara potensi risiko keseluruhan (ARPj) dengan hubungan antara

tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko (Ejk). TEk dapat dirumuskan

sebagai berikut :

TEk = Ʃ ARPj Ejk

Keterangan :

TEk = Total Effectiveness (Total Keefektifan) risiko produksi bayam

hidroponik

ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) risiko

produksi bayam hidroponik

Ejk = Hubungan antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko pada

risiko produksi bayam hidroponik

3.5.4.2. Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk)

Nilai rasio keefektivan kesulitan tindakan atau strategi pencegahan

(ETDk) diperoleh dari hasil bagi nilai total keefektivan setiap strategi

pencegahan (TEk) dengan derajat atau tingkat kesulitan melakukan strategi

(Dk). Rumus ETDk adalah sebagai berikut :

Page 93: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

72

ETDk = TEk / Dk

Keterangan :

ETDk = Efffectiveness To Difficulty ratio (Rasio Keefektivan Kesulitan)

TEk = Total Effectiveness (Total keefektifan dari tiap strategi

pencegahan risiko)

Dk = Tingkat kesulitan untuk melakukan aksi k

Hasi nilai ETDk yang telah didapatkan selanjutnya diurutkan dan

ditulis pada kolom Rank yang menandakan strategi mana yang harus terlebih

dahulu dijalankan untuk mencegah terjadinya kerugian yang ditimbulkan dari

penyebab risiko pada proses produksi bayam hidroponik di Serua Farm di

masa yang akan datang.

Page 94: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

73

BAB IV

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Kebun Serua Farm adalah kebun pertama yang dimiliki oleh

Hidroponikita dan kini sebagai kebun induk dalam bisnis pertanian

Hidroponikita. Berdiri pada tanggal 15 Januari 2017, dengan luas 1.200 meter

persegi. Kebun Serua Farm mempunyai rak produksi 12.500 lubang tanam,

rak remaja 12.500 lubang tanam, dan persemaian 15.000 tanaman. Kebun

Serua Farm membudidayakan sayuran dengan teknik hidroponik sistem NFT

(Nutrient Film Technique), yaitu pengairan nutrisi pada pipa dilakukan secara

tipis atau dangkal.

Kebun Serua Farm juga ditujukan sebagai tempat kunjungan dan

pembelajaran bagi siapapun, karena difasilitasi dengan ruangan rapat, ruang

serbaguna, perkantoran dan fasilitas lainnya yang bisa mengakomodir

kegiatan tersebut. Selain itu untuk kebutuhan produksi, Serua Farm juga

dilengkapi dengan fasilitas seperti screenhouse, mess karyawan, ruang kantor,

ruang meeting, ruang serbaguna, dan ruang packing pasca panen. Dalam

perjalanan bisnis dibidang penjualan sayuran, Serua Farm sudah memasok ke

berbagai supermarket seperti Navila Hidroponik, The Original, dan Amazing

Farm dan perseorangan. Pembelian bayam hidroponik di Serua Farm dapat

dilakukan dengan cara memesan melalui telepon.

Hidroponikita adalah suatu brand design dari sebuah badan usaha CV.

Usaha Kreasi Madani, yang didirikan pada tahun 2016 oleh Bapak Zulhaq

Page 95: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

74

Ramadhan Djatma dan Charlie Tjendapati yang berkedudukan di Jakarta.

Hidroponikita bergerak dalam bidang pengelolaan kebun hidroponik,

pelatihan hidroponik, jasa konsultasi, pengadaan input hidroponik dan jasa

pembuatan instalasi kebun hidroponik. Pada perjalanannya, Hidroponikita

juga telah membangun beberapa kebun plasma untuk menunjang kinerja

produksi kebun induk Serua Farm dibeberapa tempat diantaranya adalah

Bojongsari, Bilabong, Cipayung dan Bintaro. Plasma ini dimiliki baik oleh

perorangan maupun grup, yang berafiliasi dengan kebun Hidrponikita. Mulai

dari pembangunan, perawatan, manajemen kebun, panen dan penjualan,

semua didampingi penuh. Dalam kaitannya dengan pemberdayaan,

Hidrponikita banyak mengadakan pelatihan, seminar, dan pendampingan bagi

perorangan dan pribadi di masyarakat.

4.2. Visi dan Misi Perusahaan

Visi :

Menjadi perusahaan terdepan dibidang pengembangan dan produksi

dalam pertanian modern di Indonesia, dengan tetap berbasiskan pertanian

yang ramah lingkungan.

Misi :

1) Menjadikan pertanian sebagai suatu sumber hidup dan menghidupkan.

2) Menjadikan pertanian sebagai sarana untuk kemajuan bangsa dan Negara.

3) Menjadikan pertanian sebagai sumber kesejahteraan.

4) Mencetak generasi yang bangga akan pertanian.

Page 96: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

75

4.3. Struktur Organisasi Serua Farm

Struktur organisasi merupakan susunan dan hubungan antara tiap

bagian serta posisi pada suatu organisasi atau perusahaan untuk mencapai

tujuan dalam menjalankan kegiatan operasional. Selain itu struktur organisasi

menunjukkan pola hubungan orang yang mempunyai kedudukan, tugas,

wewenang serta tanggung jawab yang berbeda-beda. Dengan adanya struktur

organisasi, suatu perusahaan dapat berjalan dengan baik dan dapat

menjalankan tugasnya masing-masing dengan jelas dan bertanggung jawab.

Serua Farm sudah memiliki struktur organisasi walaupun masih bersifat

sederhana. Adapun struktur organisasi Serua Farm, dapat dilihat pada

Gambar 10.

Gambar 10. Struktur Organisasi di Serua Farm Sumber : Serua Farm (2019)

Tenaga kerja merupakan seluruh sumber daya manusia pada perusahaan

yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan kegiatan operasional kebun.

Tenaga kerja di Serua Farm berjumlah 4 orang yaitu sebagai kepala kebun,

penanggung jawab penyemaian, penanggung jawab screenhouse dan

penanggung jawab produksi. Proses perekrutan tenaga kerja tersebut tidak

mementingkan latar belakang pendidikan, yang terpenting pekerja tersebut

Kepala Kebun

Charlie Tjendapati

Penanggung Jawab

Penyemaian

Een Jaenah

Penanggung Jawab

Screenhouse

Rafika Putri W.

Penanggung Jawab

Produksi

Dian Ardiansyah

Page 97: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

76

memiliki sifat tekun, disiplin, jujur, dan bertanggung jawab. Berikut adalah

uraian mengenai tugas dan wewenang dari struktur organisasi kebun Serua

Farm :

1) Kepala Kebun

Bertanggung jawab terhadap operasional kebun, membuat deskripsi

pekerjaan terhadap karyawan, menentukan target produksi dan layout

kebun, merekap hasil panen serta memastikan karyawan bekerja sesuai

dengan job description mereka.

2) Penanggung Jawab Penyemaian

Bertanggung jawab terhadap persediaan input penyemaian, melaksanakan

proses penyemaian, membuat laporan terhadap kepala kebun dan

bertanggung jawab melakikan sortasi saat panen.

3) Penanggung Jawab Screenhouse

Bertanggung jawab untuk memindahkan tanaman dari tahap semai ke

tahap remaja, mengukur kadar nutrisi tanaman dan pH air, memeriksa

saluran inlet, menjaga kebersihan tendon nutrisi dan pipa serta melakukan

packing saat panen.

4) Penanggung Jawab Produksi

Bertanggung jawab untuk memindahkan tanaman dari tahap remaja ke

tahap produksi, membuat estimasi dan jadwal panen serta melakukan

sortasi dan packing saat panen.

Selain memiliki tugas dan wewenang masing-masing yang telah

ditentukan, seluruh tenaga kerja di kebun Serua Farm bertanggung jawab

Page 98: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

77

dalam perawatan tanaman dan kebersihan kebun. Perawatan tanaman meliputi

pengendalian hama dan penyakit, penyemprotan pestisida organik dan pupuk

organik cair.

4.4. Produk Sayur Hidroponik Serua Farm

Serua Farm pada awalnya memliki tiga produk yaitu bayam merah,

bayam hijau dan kailan. Ketiga produk tersebut diproduksi di kebun yang

sama di Serua Farm. Namun saat ini, Serua Farm tidak lagi membudidayakan

kailan karena menurut penuturan pemilik, permintaan akan kailan yang

masuk sedikit. Oleh karena permintaan yang sedikit itu, Serua Farm

memutuskan untuk lebih fokus ke bayam hijau saja, karena permintaan

bayam hijau sendiri cukup banyak tetapi Serua Farm masih belum bisa

memenuhi permintaan tersebut. Harga jual produk bayam merah dan hijau per

packnya adalah sebesar Rp. 5000 dengan berat satu pack sebesar 250gr.

4.5. Proses Produksi Sayur Bayam Hidroponik di Serua Farm

Proses produksi sayur bayam hidroponik di Serua Farm meliputi proses

penyemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pengemasan. Setiap

proses produksi dan penanganannya memiliki perannya masing-masing dalam

menghasilkan kualitas bayam yang baik. Gambar 11 menunjukkan alur proses

produksi bayam hidroponik di Serua Farm, dimana alur proses produksi

dilambangkan dengan tanda panah dan proses produksi dilambangkan dengan

Page 99: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

78

kotak persegi, sedangkan hasil produksi digambarkan dengan lingkaran.

Proses produksi bayam hidroponik di awali dengan proses penyemaian,

penanaman, lalu dilanjutkan dengan proses pemeliharaan, proses pemanenan

dan proses pengemasan yang semuanya dilakukan oleh pekerja yang bekerja

di Serua Farm dan akhirnya menghasilkan bayam hidroponik yang siap untuk

dijual kepasaran.

Gambar 11. Alur Proses Produksi Bayam Hidroponik di Serua Farm

Keterangan :

= Proses Produksi

= Alur Proses Produksi

= Hasil Produksi

Penyemaian adalah proses awal dari budidaya tanaman. Penyemaian

sayur hidroponik tidak jauh berbeda dengan penyemaian sayur pada

umumnya. Media semai yang digunakan untuk budidaya bayam secara

hidroponik di Serua Farm yaitu menggunakan rockwool. Sebelum melakukan

penyemaian, rockwool dipotong-potong terlebih dahulu dengan ukuran

panjang 30 cm, lebar 3 cm dan diberi garis bantu potong setiap 3 cm agar

memudahkan proses pemindahan ke rak peremajaan. Rockwool yang telah

dipotong kemudian direndam selama beberapa saat dengan menggunakan

antracol yang bertujuan untuk meminimalisir benih bayam yang berkecambah

Penanaman Pemeliharaan

Pemanenan

Pengemasan

Bayam

hidroponik

siap dijual

Penyemaian

Page 100: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

79

mengalami busuk batang. Setelah rockwool dipotong dan direndam, rockwool

diberi garis menggunakan sendok garpu dengan tujuan sebagai tempat

meletakan benih bayam yang akan disemai nantinya.

Penyemaian di Serua Farm dilakukan pada pagi hari. Hasil dari

persemaian ditutup rapat menggunakan plastik hitam atau mulsa agar tidak

ada cahaya yang masuk mengenai benih yang sedang disemai. Persemaian

bayam biasanya dilakukan sekitar 2 hari sekali yaitu pada hari selasa, kamis,

dan sabtu. Dalam sekali penyemaian untuk bayam hijau adalah sebanyak

1.500 lubang tanam dan untuk bayam merah sebanyak 1.200 lubang tanam.

Umur semaian bekisar antara 10-14 hari sebelum akhirnya masuk pada fase

peremajaan dan dipindahkan ke dalam screenhouse.

Pada proses penanaman, tanaman yang dipindahkan ke rak peremajaan

adalah tanaman yang telah berumur 14 hari setelah semai dengan ciri-ciri

tanaman memiliki 4 helai daun. Pada proses pemindahan ke rak peremajaan,

dilakukan dengan memotong rockwool sesuai garis bantu potong, kemudian

memindahkan semaian tersebut kedalam tiap lubang di rak peremajaan.

Tanaman bayam yang telah berusia 21 hari kemudian dipindahkan

menuju rak produksi. Tanaman diseleksi kembali dan dipilih bayam mana

yang sehat sebelum masuk kedalam rak pembesaran atau rak produksi.

Pemeliharaan yang dilakukan di Serua Farm meliputi pemeriksaan instalasi,

pengontrolan nutrisi, pengendalian hama dan penyakit, pemeriksaan kondisi

tanaman, sanitasi kebun dan pembersihan instalasi serta pembersihan netpot

setelah panen.

Page 101: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

80

Proses pemanenan bayam di Serua Farm dilakukan pada pagi dan sore

hari ketika cahaya matahari tidak terlalu terik. Hal ini dimaksudkan untuk

menghindari kemungkinan bayam menjadi cepat layu atau mudah rusak.

Tanaman bayam yang siap panen adalah tanaman bayam yang sudah berumur

28-30 hari setelah semai. Pemanenan dilakukan setiap hari senin, rabu dan

jumat. Bayam dipanen dengan cara mencabut bayam dari netpot kemudian

dimasukan ke dalam keranjang untuk segera dibawa menuju ruang sortasi dan

pengemasan.

Setelah dipanen, bayam kemudian disortasi dengan cara membuang

bagian tanaman terutama pada bagian daun yang berlubang, berwarna kuning

akibat serangan dari hama dan penyakit. Lalu bayam dikeringkan dengan cara

diletakan di atas meja dan diangin-anginkan menggunakan kipas angin besar.

Pengeringan dilakukan agar kandungan air didalam rockwool tidak terlalu

banyak, karena dapat mengakibatkan tanaman mudah ditumbuhi jamur atau

bahkan busuk pada saat pengemasan. Bayam yang telah kering selanjutnya

akan dilakukan proses sortasi untuk memisahkah bayam dengan kualitas yang

baik atau tidak ada cacat seperti memar, busuk, atau daun berlubang.

Tanaman yang sudah melewati proses sortasi kemudian segera dikemas

dengan menyertakan akar yang masih menempel pada rockwool untuk

mengurangi penguapan yang berlebih sehingga dapat memperpanjang usia

simpan.

Page 102: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

81

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN IDENTIFIKASI DAN PEMETAAN RISIKO

5.1. Identifikasi Risiko

Identifikasi risiko adalah langkah pertama untuk menganalisis risiko

yang akan terjadi. Pada penelitian ini, identifikasi risiko didapatkan

berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada saat proses produksi bayam

hidroponik di Serua Farm dan hasil wawancara dan kuisioner putaran

pertama kepada para pekerja, dimulai dari proses penyemaian, penanaman,

pemeliharaan, pemanenan serta pengemasan dan dengan melakukan

brainstrorming atau curah pendapat dengan pekerja di Serua Farm.

Identifikasi risiko dilakukan dengan menggunakan diagram tulang ikan atau

fish bone seperti pada Gambar 11.

Bagian pangkal badan tulang ikan terdapat sub variabel pada

penelitian yaitu proses produksi bayam hidroponik yang berada di Serua

Farm diantaranya penyemaian, penanaman, pemeliharaan, pemanenan dan

pengemasan. Kemudian pada masing-masing tulang merupakan kegiatan

yang menjadi bagian dari masing-masing proses produksi bayam hidroponik.

Dimana pada masing-masing tulang tersebut terdapat titik kritis yang menjadi

penyebab atau agen risiko dari proses produksi bayam hidroponik,

diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pada proses penyemaian terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat

terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bayam

hidroponik yaitu semaian.

Page 103: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

82

2) Pada penanaman terdapat empat kegiatan yang menjadi tempat terjadinya

titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bayam hidroponik

diantaranya adalah paramaeter lingkungan, rak pembesaran, pentingnya

air, dan screenhouse pembibitan.

3) Pada proses pemeliharaan terdapat tiga kegiatan yang menjadi tempat

terjadinnya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bayam

hidroponik, yaitu pengecekan selang, sanitasi dan tenaga kerja.

4) Pada proses pemanenan terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat

terjadinnya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bayam

hidroponik yaitu standar kualitas, waktu panen dan umur panen.

5) Pada proses pengemasan terdapat dua kegiatan yang menjadi tempat

terjadinnya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi bayam

hidroponik, yaitu mempertahankan kualitas dan penyimpanan.

Pada bagian kepala tulang ikan terdapat akibat yang ditimbulkan dari

kemungkinan penyebab atau agen risiko yang terjadi yaitu kejadian risiko

produksi bayam hidroponik di Serua Farm. Berdasarkan proses produksi di

Serua Farm terdapat 23 agen penyebab risiko diantaranya 3 agen penyebab

risiko pada proses penyemaian, 6 agen penyebab risiko pada proses

penanaman, 5 agen penyebab risiko pada proses pemeliharaan, 4 agen

penyebab risiko pada proses pemanenan, dan 5 agen penyebab risiko pada

proses pengemasan.

Page 104: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

83

Gambar 12. Identifikasi Sumber Risiko dengan Metode Fish Bone pada Produksi Bayam Hidroponik di Serua Farm tahun 2019

Sumber : Lampiran 2

Page 105: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

84

5.1.1. Identifikasi Kejadian Risiko

Berdasarkan kejadian risiko yang dilakukan dengan metode fish bone

pada setiap proses produksi bayam hidroponik diketahui titik kritis dari

masing-masing proses. Titik kritis dari masing-masing proses yaitu terdapat 22

kejadian risiko atau Risk Event (E1) yaitu 3 kejadian risiko pada proses

penyemaian, 6 kejadian risiko pada proses penanaman, 5 kejadian risiko pada

proses pemeliharaan, 4 kejadian risiko pada proses pemanenan dan 4 kejadian

risiko pada proses pengemasan.

5.1.1.1. Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Penyemaian

Pada proses penanaman terdapat 3 kejadian risiko atau Risk Event

(E1). Kejadian risiko pada proses penyemaian dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses Penyemaian

di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Risk Event (E1)

Penyemaian E1 Benih terbuang percuma

E2 Bayam terjatuh hingga mati

E3 Pertumbuhan semaian menjadi lambat

Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai

berikut :

1) Benih terbuang percuma

Tidak adanya SOP tertulis tentang penyemaian bayam di Serua Farm,

membuat kegiatan penyemaian, khususnya pada saat menanam benih di

rockwool tidak seragam. Pemberian jumlah benih yang tidak sama ini akan

mengakibatkan benih terbuang percuma pada akhirnya, karena pada saat

dipindahkan ke fase selanjutnya rockwool yang memiliki benih yang

terlalu banyak akan dicabut sebagian agar dapat tumbuh optimal.

Page 106: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

85

2) Bayam terjatuh hingga mati

Benih bayam yang tidak diletakan ditempat teduh atau tanpa atap, akan

rentan jatuh ketika ada angin atau hujan sehingga benih bayam yang jatuh

tersebut mati.

3) Pertumbuhan semaian menjadi lambat

Apabila bayam pada masa penyemaian lambat dipindahkan ke fase

selanjutnya maka yang akan terjadi adalah tumbuhnya lumut pada

rockwool. Adanya lumut ini akan membuat semaian bayam tidak dapat

menyerap nutrisi dengan optimal. Sehingga pertumbuhan semaian bayam

akan menjadi lambat dan kerdil.

5.1.1.2. Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Penanaman

Pada proses penanaman terdapat 6 kejadian risiko atau Risk Event

(E1). Kejadian risiko pada proses penanaman dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses Penanaman

di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Risk Event (E1)

Penanaman E4 Tanaman menjadi layu

E5 Tanaman menjadi mudah busuk dan berjamur

E6 Tanaman bayam terbakar pada bagian daun

E7 Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga

membusuk

E8 Tanaman mudah terserang hama dan pathogen

E9 Tanaman menjadi tumpang tindih

Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai

berikut :

1) Tanaman menjadi layu

Suhu lingkungan merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan pada

proses penanaman sayur hidroponik. Suhu udara di Serua Farm melebihi

Page 107: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

86

30°C setiap harinya. Hal tersebut membuat sayur bayam menjadi layu

disiang hari, beberapa bayam akan kembali segar di sore hari namun tak

sedikit pula yang tetap layu.

2) Tanaman menjadi mudah busuk dan berjamur

Kelembapan udara yang terlalu tinggi dapat menyebabkan bayam mudah

busuk serta terserang jamur dan damping off (rebah semai) dimana gejala

yang ditimbulkannya ditandai dengan bercak basah cokelat kehitaman

dipangkal batang yang menyebabkan rebah dan layu (Wahyudi, 2010:24).

3) Tanaman bayam terbakar pada bagian daun

Pada Serua Farm, memiliki intensitas cahaya yang terlalu tinggi sehingga

tanaman bayam sangat rentan terbakar pada bagian daunnya. Hal ini

menyebabkan beberapa tanaman bayam akan terbakar atau gosong yang

kemudian akan mempengaruhi kualitas bayam yang diproduksi di Serua

Farm.

4) Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga membusuk

Suhu air nutrisi yang terlalu panas dapat menyebabkan tanaman bayam

tidak mampu menyerap air nutrisi dengan baik, sehingga akan

mempengaruhi kualitas bayam itu sendiri. Suhu yang cukup tinggi pada

larutan nutrisi dapat menyebabkan tingkat oksigen terlarut menurun dan

akan menghambat pertumbuhan tanaman. Keberadaan oksigen dalam

sistem hidroponik sangat penting untuk respirasi dan tenaga dalam

penyerapan nutrisi oleh akar. Kegagalan respirasi akar akan

Page 108: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

87

mengakibatkan akar gagal menyerap air dan unsur hara sehingga akhirnya

tanaman menjadi membusuk (Sutanto, 2015 : 42).

5) Tanaman mudah terserang hama dan pathogen

Tanaman sayuran rentan terhadap serangan hama dan penyakit. Selain itu,

sayur yang terkena penyakit atau terserang hama akan mudah mencemari

ke tanaman lain, apabila tidak segera dipisahkan atau disiasati dengan

membuat perangkap hama.

6) Tanaman menjadi tumpang tindih

Menanam bayam dengan jarak antar lubang tanam terlalu dekat akan

menyebabkan tanaman bayam menjadi tumpang tindih sehingga bayam

tidak dapat tumbuh membesar dengan baik karena tidak memiliki cukup

ruang untuk tumbuh. Normalnya jarak antar lubang ke lubang lain untuk

tanaman bayam adalah 15cm - 20cm.

5.1.1.3. Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pemeliharaan

Pada proses pemeliharaan terdapat 5 kejadian risiko atau Risk Event

(E1). Kejadian risiko pada proses penanaman terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Pemeliharaan di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Risk Event (E1)

Pemeliharaan E10 Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati

atau kerdil

E11 Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut,

tanaman kekurangan nutrisi

E12 Hama dan penyakit bersarang di sekitar rak produksi

E13 Hama dan penyakit menular ke tanaman lainnya

E14 Persaingan kebutuhan air, nutrisi dan cahaya

Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai

berikut :

Page 109: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

88

1) Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati atau kerdil

Budidaya tanaman secara hidroponik merupakan budidaya yang tanpa

menggunakan media tanah sebagai media tanamnya, oleh karenanya

tanaman bayam hidroponik perlu dialiri air nutrisi selama 24 jam agar

masa pertumbuhan bayam hidroponik akan optimal dan tidak berpotensi

menjadi tanaman bayam kerdil akibat kekurangan pasokan nutrisi yang

masuk.

2) Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut, tanaman kekurangan

nutrisi

Tanaman bayam hidropnik sangat membutuhkan larutan air nutrisi untuk

pertumbuhannya, namun baik lubang gully paralon maupun selang drip

yang mengaliri air nutrisi tersebut sangat rentan dengan tumbuhnya lumut,

sehingga akan membuat aliran nutrisi ke bayam menjadi tidak lancar atau

terhambat.

3) Hama dan penyakit bersarang di sekitar rak produksi

Tidak hanya pada budidaya tanaman secara konvensional, tanaman yang

dibudidayakan secara hidroponik juga rentan terserang hama dan penyakit.

Hama dan penyakit tersebut dapat masuk dan bersarang di tanaman yang

tidak diproduksi yang berada disekitar kebun tersebut, baik di dalam

maupun di luar kebun hidroponik.

4) Hama dan penyakit menular ke tanaman lainnya

Penularan hama dan penyakit ke tanaman bayam lain terjadi karena

pekerja kurang memperhatikan dan mengecek secara rutin tanaman bayam

Page 110: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

89

hidroponik. Sehingga ketika satu tanaman bayam hidroponik yang terkena

penyakit lambat dipisahkan maka akan berpotensi menularkan penyakit ke

tanaman bayam yang lain.

5) Persaingan kebutuhan air, nutrisi, dan cahaya

Kebutuhan air, nutrisi dan cahaya yang cukup sangat penting bagi sayuran

hidroponik, jika kebutuhan tersebut tidak terpenuhi secara optimal maka

tanaman bayam akan tumbuh kecil dan kerdil karena bersaing dengan

tanaman lain. Untuk menghindari hal tersebut maka pada satu lubang

tanam seharusnya hanya tumbuh tanaman sayuran yang diproduksi yaitu

bayam hijau.

5.1.1.4. Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pemanenan

Pada proses pemeliharaan terdapat 4 kejadian risiko atau Risk Event

(E1). Kejadian risiko pada proses pemanenan terdapat pada Tabel 13.

Tabel 13. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses Pemanenan

di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Risk Event (E1)

Pemanenan E15 Tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya

E16 Bayam tidak layak panen akan mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas

E17 Tanaman bayam tidak seragam

E18 Bayam menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi

Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai

berikut :

1) Tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya

Peletakan bayam yang sudah dipanen ke dalam container box, perlu

diperhatikan. Penataan yang salah, akan membuat bayam yang sudah

dipanen mudah rusak atau sobek daunnya ketika diambil untuk dikemas.

Page 111: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

90

2) Bayam tidak layak panen akan mempengaruhi bayam lainnya apabila

dikemas

Proses sortasi dibutuhkan agar bayam yang tidak layak panen tidak

tercampur dengan bayam yang berkualitas baik. Hal ini perlu diperhatikan

karena jika tidak dilakukan maka pada saat pengemasan, bayam yang tidak

layak panen tersebut akan mempengaruhi kualitas bayam lain.

3) Tanaman bayam tidak seragam

Tanaman bayam yang dipanen sebelum waktu panen atau umur panen,

kualitasnya akan berbeda dengan bayam yang dipanen yang sudah

mencapai masa panennya. Jika bayam di panen sebelum waktunya maka

ukuran bayam akan tidak seragam, hal ini dapat terlihat jelas jika bayam

tersebut sudah dikemas. Selain itu, apabila bayam dipanen pada siang hari

akan menyebabkan bayam layu dan tidak segar, sehingga harus

memperhatikan waktu pemanenan.

4) Bayam menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi

Sayuran bayam merupakan sayuran dengan tingkat respirasi yang tinggi

mencapai 40-70 mL CO2/kg-h sehingga rentan dengan penurunan kualitas.

Kualitas bayam hidroponik yang telah dihasilkan akan menjadi sia-sia

apabila tidak dipertahankan dengan penanganan pasca panen yang tepat.

Bayam akan menjadi mudah busuk ketika tidak langsung diletakan

diruangan pendingin.

Page 112: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

91

5.1.1.5. Identifikasi Kejadian Risiko pada Proses Pengemasan

Pada proses pemeliharaan terdapat 4 kejadian risiko atau Risk Event

(E1). Kejadian risiko pada proses pengemasan terdapat pada Tabel 14.

Tabel 14. Daftar Kejadian Risiko atau Risk Event (E1) pada Proses

Pengemasan di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Risk Event (E1)

Pengemasan E19 Bayam dengan kondisi yang rusak dapat masuk

kedalam kemasan

E20 Bayam menjadi rusak saat dikemas

E21 Bayam menjadi mudah busuk / lembek

E22 Bayam menjadi tidak segar dan mudah layu

Adapun keterangan dari masing-masing kejadian risiko adalah sebagai

berikut :

1) Bayam dengan kondisi yang rusak dapat masuk kedalam kemasan

Dalam satu kemasan, seharusnya berisi bayam dengan kualitas dan kondisi

bayam yang baik. Dengan tidak adanya proses sortasi yang baik maka

akan ada kemungkinan bayam dengan kondisi yang tidak layak seperti

permukaan daun yang sobek masuk kedalam kemasan. Hal ini dilakukan

agar bayam yang dikemas tersebut lebih bagus atau lebih indah dipandang

oleh konsumen sehingga dapat menarik perhatian konsumen untuk

membeli bayam tersebut.

2) Bayam menjadi rusak saat dikemas

Pengemasan bayam perlu dilakukan dengan ketelitian dan kehati-hatian

pekerja agar bayam yang dimasukan kedalam kemasan tidak rusak karna

bayam yang rentan sobek. Oleh karenanya pekerja tidak boleh asal

memasukan sayur bayam ke dalam kemasan untuk menghindari kerusakan

pada bayam dan mempengaruhi kualitas baya yang dikemas.

Page 113: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

92

3) Bayam menjadi mudah busuk atau lembek

Permukaan daun bayam hidroponik harus dikeringkan terlebih dahulu

sebelum dikemas, apabila bayam yang masih basah dikemas maka bayam

tersebut akan lembab dan mudah busuk sebelum sampai ke tangan

konsumen.

4) Bayam menjadi tidak segar dan mudah layu

Sebelum distribusikan, agar bayam tetap segar dan tidak layu maka bayam

yang sudah dikemas sebaiknya diletakan diruangan pendingin.

5.1.2. Identifikasi Penyebab Risiko

Berdasarkan proses produksi bayam hidroponik di Serua Farm terdapat

23 penyebab risiko, diantaranya 3 penyebab risiko pada proses penyemaian, 6

penyebab risiko pada proses penanaman, 5 penyebab risiko pada proses

pemeliharaan, 4 penyebab risiko pada proses pemanenan, 5 penyebab risiko

pada proses pengemasan.

5.1.2.1. Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Penyemaian

Pada penanaman terdapat 3 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 menjelaskan 3 penyebab

risiko yang terjadi pada proses penyemaian, dimana tiap masing-masing

penyebab risiko diberikan kode dimulai dari A1 hingga A3.

Tabel 15. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Penyemaian di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Penyemaian A1 Tidak adanya SOP penyemaian secara tertulis

A2 Setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh

atau tidak terkena sinar matahari

A3 Tumbuhnya lumut pada rockwool

Page 114: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

93

Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah

sebagai berikut :

1) Tidak adanya SOP penyemaian secara tertulis

Dalam proses penyemaian, pekerja memerlukan SOP tertulis tentang

penyemaian bayam dan ketentuan dalam jumlah benih yang disemai pada

tiap rockwool di Serua Farm. Hal ini diperlukan agar penyemaian benih

yang ditanam seragam, selain itu pekerja tidak perlu lagi mencabut

semaian bayam yang tumbuh berlebih.

2) Setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau tidak terkena

sinar matahari

Benih bayam yang telah disemai sebaiknya diletakan ditempat teduh atau

tempat yang beratap. Hal ini dikarenakan apabila benih diletakan ditempat

terbuka maka benih akan rentan jatuh ketika ada angin atau hujan sehingga

benih bayam yang jatuh tersebut akan mati.

3) Tumbuhnya lumut pada rockwool

Banyaknya lumut yang tumbuh pada rockwool akan membuat semaian

bayam tumbuh kerdil dan tidak dapat tumbuh dengan baik karena tidak

dapat menyerap air nutrisi secara optimal.

5.1.2.2. Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Penanaman

Pada penanaman terdapat 6 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 menjelaskan 6 penyebab

risiko yang terjadi pada proses penanaman, dimana tiap masing-masing

penyebab risiko diberikan kode dimulai dari A4 hingga A9.

Page 115: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

94

Tabel 16. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Penanaman

di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Penanaman A4 Suhu udara melebihi 30° C

A5 Kelembapan udara tinggi

A6 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi

A7 Suhu air melebihi 25° C

A8 Tidak ada yellow trap pada screenhouse

A9 Jarak antar lubang tanam kurang dari 15 cm

Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah

sebagai berikut :

4) Suhu udara melebihi 30° C

Setiap harinya suhu udara di Serua Farm dapat melebihi 30°C, yaitu

sekitar 30°C-35°C. Suhu udara yang terlalu panas akan membuat tanaman

bayam hidroponik menjadi layu dan permukaan daun dapat terbakar

sehingga mengurangi kualitas bayam hidroponik yang dihasilkan.

5) Kelembapan udara tinggi

Kelembapan udara yang terlalu tinggi pada musim penghujan dapat

membuat lingkungan sekitar screenhouse rentan dimasuki oleh hama dan

penyakit. Bayam akan mudah busuk serta terserang jamur dan tidak

tumbuh dengan baik. Kelembapan udara merupakan satu faktor

keberhasilan hidroponik, kondisi relative humidity (RH) yang optimal

untuk budidaya tanaman hidroponik adalah sekitar 70% (Susilawati, 2015

: 131).

6) Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi

Intensitas cahaya matahari yang terlalu tinggi akan membuat permukaan

daun bayam hidroponik menjadi terbakar karna panas bahkan bayam dapat

mati.

Page 116: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

95

7) Suhu air melebihi 25° C

Suhu lingkungan yang terlalu tinggi akan mempengaruhi air nutrisi yang

untuk dialirkan ke tiap instalasi rak budidaya. Apabila suhu air terlalu

panas tanaman bayam tidak dapat tumbuh dengan baik karena tidak

mampu menyerap air nutrisi secara optimal.

8) Tidak ada yellow trap pada screenhouse

Jebakan hama dengan menggunakan papan atau botol plastik berwarna

kuning yang telah diberi lem terlebih dahulu, bertujuan untuk menarik

hama datang dan menjebaknya. Serua Farm memiliki beberapa yellow

trap untuk perangkap hama namun jumlahnya tidak cukup banyak,

sehingga serangga atau hama masih bisa masuk kedalam screenhouse.

9) Jarak antar lubang tanam kurang dari 15 cm

Jarak antar lubang tanam ke lubang lain normalnya adalah sebesar 15 cm

untuk rak pendewasaan atau rak produksi namun di Serua Farm hanya

berjarak sekitar 10 cm saja sehingga membuat jarak tanam menjadi terlalu

dekat dan tanaman menjadi tumpang tindih.

5.1.2.3. Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan

Pada pemeliharaan terdapat 5 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 menjelaskan 5 penyebab

risiko yang terjadi pada proses pemeliharaan, dimana tiap masing-masing

penyebab risiko diberikan kode dimulai dari A10 hingga A14.

Page 117: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

96

Tabel 17. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Pemeliharaan di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Pemeliharaan A10 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari

A11 Tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip

sehingga terdapat lumut

A12 Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi

A13 Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit

A14 Tenaga kerja membiarkan bayam merah dan bayam

hijau tumbuh dalam satu netpot

Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah

sebagai berikut :

1) Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari

Tanaman bayam hidroponik perlu dialiri air nutrisi selama 24 jam agar

pertumbuhan bayam hidroponik akan optimal. Apabila aliran air nutrisi

dimatikan pada malam hari dan berpotensi menjadi tanaman bayam

kerdil.

2) Tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip sehingga terdapat

lumut

Selang drip yang terdapat lumut atau sisa-sisa daun atau akar bayam

hidroponik akan menghambat air nutrisi yang dialirkan. Selang drip harus

diperiksa secara berkala oleh para pekerja setiap harinya, oleh karenanya

para pekerja harus disiplin dan rajin memeriksa selang drip disetiap rak

budidaya.

3) Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi

Tenaga kerja yang lalai dan malas melakukan sanitasi akan membuat

lingkungan baik disekitar screenhouse maupun di rak pembudidayaan

Page 118: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

97

akan menjadi sarang hama yang kemudian dapat menyerang tanaman

bayam hidroponik.

4) Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau

terkena penyakit

Tanaman bayam hidroponik rentan terkena serangan penyakit dan hama,

apabila tidak segera dipisahkan maka akan berpotensi menyerang tanaman

bayam yang lain.

5) Tenaga kerja membiarkan bayam merah dan bayam hijau tumbuh dalam

satu netpot

Tanaman bayam hijau dan merah dalam satu netpot sebaiknya dicabut atau

dipisahkan agar tidak terjadi persaingan kebutuhan air nutrisi dan cahaya

matahari. Pekerja harus memeriksa setiap rak pembudidayaan untuk

memastikan tidak adanya netpot yang tercampur antara bayam merah dan

bayam hijau.

5.1.2.4. Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan

Pada pemanenan terdapat 4 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 menjelaskan 4 penyebab

risiko yang terjadi pada proses pemanenan, dimana tiap masing-masing

penyebab risiko diberikan kode dimulai dari A15 hingga A18.

Page 119: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

98

Tabel 18. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses Pemanenan

di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Pemanenan A15 Tata letak pemanenan dilakukan dengan wadah akar

berada dibawah

A16 Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas

bayam

A17 Umur bayam dipanen sebelum waktu panen

A18 Hasil tidak langsung diletakan diruang pendingin

Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah

sebagai berikut :

1) Tata letak pemanenan dilakukan dengan wadah akar berada dibawah

Tata letak bayam yang sudah dipanen ke dalam container box di Serua

Farm diletakan dengan posisi bayam tidak beraturan. Posisi atas dan posisi

bawah bayam atau akar yang diletakan tidak diseragamkan pada wadah

panen atau container box akan mengakibatkan adanya risiko daun atau

batang bayam patah dan sobek ketika diambil untuk dimasukan kedalam

kemasan.

2) Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas bayam

Dalam proses pemanenan, para pekerja memerlukan pengetahuan lebih

terkait bayam mana yang sudah siap panen tidak hanya dengan

mengandalkan ingatan saja. Tidak adanya SOP tertulis terkait dengan

proses pemanenan akan membuat para pekerja melakukan kegiatan

pemanenan secara asal.

3) Umur bayam dipanen sebelum waktu panen

Bayam yang dipanen sebelum waktunya dapat mempengaruhi kualitas

bayam lainnya ketika dikemas. Hal ini karena ukuran bayam yang dipanen

menjadi tidak seragam.

Page 120: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

99

4) Hasil tidak langsung diletakkan diruang pendingin

Bayam yang sudah dipanen sebelum dikemas terlebih dahulu dianginkan

lalu kemudian diletakan di ruangan pendingin agar bayam tidak menjadi

mudah busuk.

5.1.2.5. Identifikasi Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan

Pada pengemasan terdapat 5 penyebab risiko atau Risk Agent (Aj)

seperti yang dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 menjelaskan 5 penyebab

risiko yang terjadi pada proses pengemasan, dimana tiap masing-masing

penyebab risiko diberikan kode dimulai dari A19 hingga A23.

Tabel 19. Daftar Penyebab Risiko atau Risk Agent (Aj) pada Proses

Pengemasan di Serua Farm Tahun 2019

Area Kode Penyebab Risiko (Risk Agent)

Pengemasan A19 Tidak ada proses sortasi

A20 Tenaga kerja lalai dalam melakukan pengemasan

A21 Permukaan daun dan batang bayam masih basah

A22 Tidak menggunakan ruangan pendingin untuk

menyimpan bayam yang telah dikemas

A23 Tidak ada SOP pengemasan bayam

Adapun keterangan dari masing-masing penyebab risiko adalah

sebagai berikut :

1) Tidak ada proses sortasi

Proses sortasi pada pengemasan bayam diperlukan agar bayam hidroponik

yang dikemas menjadi lebih rapi tidak tercampur dengan bayam yang

kondisi fisiknya tidak layak sehingga akan menarik konsumen untuk

membeli.

2) Tenaga kerja lalai dalam melakukan pengemasan

Pekerja yang terburu-buru pada saat kegiatan pengemasan akan membuat

bayam menjadi lebih rentan sobek atau patah pada bagian batangnya.

Page 121: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

100

Tentunya hal ini akan menyebabkan berkurangnya bayam layak dikemas

yang pada akhirnya akan merugikan Serua Farm.

3) Permukaan daun dan batang bayam masih basah

Permukaan daun bayam hidroponik setelah dipanen dan diletakan di

container box biasanya akan menyebabkan daun bayam menjadi basah.

Bayam yang telah dipanen sebaiknya dikeringkan terlebih dahulu dengan

meletakan di rak pengering dan dikeringkan dengan menggunakan kipas

besar atau dengan meletakan bayam hidroponik tersebut ke ruangan

pendingin.

4) Tidak menggunakan ruangan pendingin untuk menyimpan bayam yang

telah dikemas

Penyimpanan bayam hidroponik yang sudah dikemas harus segera

diletakan kedalam ruangan pendingin. Ruangan pendingin yang baik

adalah ruangan dengan suhu yang dingin dan sejuk dengan suhu 16°C

sedangkan Serua Farm masih belum memiliki ruangan pendingin khusus

untuk menyimpan bayam hidroponik yang telah dikemas tersebut.

5) Tidak ada SOP pengemasan bayam

Dalam proses pengemasan, para pekerja memerlukan pengetahuan lebih

terkait dengan cara pengemasan yang baik dan benar. Tidak adanya SOP

tertulis tentang mengemas bayam yang sudah dipanen kedalam kemasan

membuat para pekerja kurang memperhatikan kembali kondisi bayam

sebelum dikemas sehingga bayam yang masuk kedalam kemasan isinya

masih tidak seragam.

Page 122: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

101

5.2. Pengukuran Risiko

Pengukuran risiko produksi bayam di Serua Farm dilakukan untuk

mengetahui tingkat dampak kejadian risiko atau severity (Si), tingkat

probabilitas penyebab atau agen risiko occurance (oj), tingkat korelasi antara

penyebab risiko dengan kejadian risiko dan mengakumulasikannya dengan

perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) dari penyebab risiko yang ada.

Adapun nilai Severity dan Occurance dapat dilihat pada Lampiran 3a, b, c, d,

dan e.

5.2.1. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko

Pengukuran tingkat dampak kejadian risiko terhadap proses bisnis

perusahaan diukur dengan menggunakan nilai severity (Si) atau nilai yang

menyatakan seberapa besar dampak atau gangguan yang ditimbulkan oleh

suatu kejadian risiko bagi kelanjutan proses bisnis perusahaan. Tingkat dampak

risiko dinilai berdasarkan skala Likert 1-5 dengan kriteria : (1) berarti nilai

dampak tidak berarti, (2) nilai dampak kecil, (3) nilai dampak sedang, (4) nilai

dampak besar dan sangat berdampak terhadap perusahaan, dan (5) nilai

kerugian sangat besar dan bisa menyebabkan kehilangan asset.

Nilai severity tertinggi berarti memiliki dampak besar bagi perusahaan

yaitu 4.00 – 5.00, nilai severity sedang berarti memiliki dampak yang tidak

begitu besar bagi perusahaan yaitu 2.67 – 3.67, sedangkan nilai severity

terendah yang berarti memiliki dampak kecil bagi perusahaan yaitu 1.00 –

2.33.

Page 123: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

102

5.2.1.1. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Penyemaian

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat dampak kejadian risiko pada proses penyemaian,

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 20. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Penyemaian

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si

E1 Benih terbuang percuma 4.00

E2 Bayam terjatuh hingga mati 4.00

E3 Pertumbuhan semaian menjadi lambat 4.25 Sumber : Lampiran 3a

Hasil pengukuran tingkat dampak (severity) tertinggi pada proses

penyemaian terletak pada kejadian risiko dengan kode E3 (pertumbuhan

semaian menjadi lambat) dengan nilai severity sebesar 4.25. Hal ini berarti

kejadian yang ditimbulkan oleh E3 memiliki nilai kerugian yang besar dan

berdampak pada keberlangsungan perusahaan. Pertumbuhan semaian menjadi

lambat dapat berdampak bagi keberlangsungan perusahaan karena

terhambatnya proses persemaian menyebabkan semaian tidak dapat berlanjut

ke tahap selanjutnya atau bahkan menghentikan proses penyemaian sehingga

perusahaan tidak dapat memproduksi bayam hidroponik hingga panen.

Berbeda dengan kejadian risiko yang memiliki nilai tingkat dampak (severity)

terendah yaitu pada kejadian risiko dengan kode E1 (Benih terbuang percuma)

dengan nilai 4.00 dan E2 (Bayam terjatuh hingga mati) dengan nilai 4.00.

Page 124: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

103

5.2.1.2. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Penanaman

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat dampak kejadian risiko pada proses penanaman,

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 21. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Penanaman

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si

E4 Tanaman menjadi layu 4.00

E5 Tanaman menjadi mudah busuk dan berjamur 3.50

E6 Tanaman bayam terbakar pada bagian daun 3.25

E7

Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga

membusuk 2.75

E8 Tanaman mudah terserang hama dan pathogen 4.00

E9 Tanaman menjadi tumpang tindih 3.00 Sumber : Lampiran 3b

Hasil pengukuran tingkat dampak (severity) tertinggi pada proses

penanaman terletak pada kejadian risiko dengan kode E4 (Tanaman menjadi

layu) dengan nilai severity sebesar 4.00 dan E8 (Tanaman mudah terserang

hama dan pathogen) dengan nilai severity sebesar 4.00. Hal ini berarti kejadian

yang ditimbulkan oleh E4 dan E8 memiliki nilai kerugian yang besar dan

berdampak pada keberlangsungan perusahaan. Berbeda dengan kejadian risiko

yang memiliki nilai tingkat dampak (severity) terendah yaitu pada kejadian

risiko dengan kode E7 (Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga

membusuk) dengan nilai 2.75 yang memiliki arti dampak yang tidak begitu

besar bagi perusahaan (sedang).

Page 125: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

104

5.2.1.3. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pemeliharaan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat dampak kejadian risiko pada proses pemeliharaan,

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 22. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pemeliharaan

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si

E10

Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati

atau kerdil 2.50

E11

Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh lumut,

tanaman kekurangan nutrisi 2.75

E12 Hama dan penyakit bersarang di sekitar rak produksi 4.50

E13 Hama dan penyakit menular ke tanaman lainnya 4.00

E14 Persaingan kebutuhan air, nutrisi dan cahaya 3.00 Sumber : Lampiran 3c

Hasil pengukuran tingkat dampak (severity) tertinggi pada proses

pemeliharaan terletak pada kejadian risiko dengan kode E12 yaitu hama dan

penyakit bersarang di sekitar rak produksi dengan nilai tingkat dampak

(severity) pada kejadian risiko tersebut adalah sebesar 4.50. Hal ini berarti

kejadian yang ditimbulkan oleh E12 (hama dan penyakit bersarang di sekitar

rak produksi) memiliki nilai kerugian yang besar bagi perusahaan. Hal ini

karena hama dan penyakit yang bersarang di sekitar rak produksi dapat dengan

cepat menyerang bayam hidroponik yang dibudidaya oleh perusahaan,

sehingga apabila sanitasi tidak dilakukan secara rutin maka akan menyebabkan

kerugian bagi perusahaan.

Sedangkan kejadian risiko yang memiliki tingkat dampak (severity)

terendah yaitu pada kejadian risiko dengan kode E10 (tanaman kekurangan

Page 126: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

105

nutrisi membuat tanaman mati atau kerdil) dengan nilai 2.50 yang artinya nilai

dampak pada kejadian tersebut hanya berpengaruh kecil terhadap perusahaan.

Menurut perusahaan tanaman tidak kekurangan nutrisi selama aliran air nutrisi

dimatikan di malam hari karena diparalon tempat budidaya masih tersedia air

nutrisi yang cukup bagi tanaman bayam yang sedang dibudidayakan hingga

besok pagi dinyalakan kembali selain itu suhu udara dimalam hari juga tidak

tinggi sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap tanaman bayam .

5.2.1.4. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pemanenan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat dampak kejadian risiko pada proses pemanenan,

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 23. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pemanenan

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si

E15 Tanaman saat diambil akan mudah sobek daunnya 1.75

E16 Bayam tidak layak panen akan mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas 4.25

E17 Tanaman bayam tidak seragam 3.00

E18 Bayam menjadi cepat busuk karena terjadi respirasi 2.25 Sumber : Lampiran 3d

Hasil pengukuran tingkat dampak (severity) tertinggi pada proses

pemanenan terletak pada kejadian risiko dengan kode E16 yaitu bayam tidak

layak panen akan mempengaruhi bayam lainnya apabila dikemas dengan nilai

tingkat dampak (severity) adalah 4.25. Hal ini berarti kejadian yang

ditimbulkan oleh E16 (bayam tidak layak panen akan mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas) memiliki nilai kerugian yang besar dan berdampak

Page 127: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

106

pada keberlangsungan perusahaan karena bayam yang tidak layak panen

apabila disatukan dalam satu kemasan akan mengurangi kualitas dari bayam

hidroponik yang dijual Serua Farm sehingga citra perusahaan pun juga akan

menurun. Berbeda dengan kejadian risiko yang memiliki nilai tingkat dampak

(severity) terendah yaitu pada kejadian risiko dengan kode E15 (tanaman saat

diambil akan mudah sobek daunnya) dengan nilai 1.75 yang artinya nilai

dampak tidak berarti.

5.2.1.5. Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pengemasan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat dampak kejadian risiko pada proses pengemasan,

didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 24. Hasil Pengukuran Tingkat Dampak Kejadian Risiko pada Proses

Pengemasan

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Si

E19 Bayam dengan kondisi yang rusak dapat masuk

kedalam kemasan 2.00

E20 Bayam menjadi rusak saat dikemas 2.00

E21 Bayam menjadi mudah busuk / lembek 3.00

E22 Bayam menjadi tidak segar dan mudah layu 2.75 Sumber : Lampiran 3e

Hasil pengukuran tingkat dampak (severity) tertinggi pada proses

pengemasan terletak pada kejadian risiko dengan kode E21 yaitu bayam

menjadi mudah busuk atau lembek dengan nilai tingkat dampak (severity)

adalah 3.00. Hal ini berarti kejadian yang ditimbulkan oleh E21 (bayam

menjadi mudah busuk atau lembek) memiliki nilai kerugian yang sedang bagi

perusahaan karena perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan konsumen

Page 128: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

107

karena jumlah bayam yang siap dijual akan berkurang. Berbeda dengan

kejadian risiko yang memiliki nilai tingkat dampak (severity) terendah yaitu

pada kejadian risiko dengan kode E19 (tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1

kemasan) dan E20 (bayam menjadi rusak saat dikemas) dengan nilai 2.00 yang

artinya nilai dampak tidak berarti.

5.2.2. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko

Pengukuran tingkat frekuensi atau peluang kemunculan penyebab risiko

diukur dengan menggunakan nilai occurence (Oj). Nilai occurrence adalah

penilaian tingkat peluang munculnya penyebab risiko yang telah teridentifikasi.

Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kemunculan penyebab risiko

menggunakan skala likert 1 sampai 5 dengan kriteria: nilai 1 kemunculan

sangat jarang; nilai 2, kemunculan jarang; nilai 3, kemunculan sedang, nilai 4,

kemunculan sering, dan; nilai 5 kemunculan sangat sering.

5.2.2.1. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Penyemaian

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat kemunculan penyebab risiko pada proses

penanaman, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 25. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Penyemaian

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

A1 Tidak adanya SOP penyemaian secara tertulis 3.25

A2 Setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh

atau tidak terkena sinar matahari 4.00

A3 Tumbuhnya lumut pada rockwool 3.50 Sumber : Lampiran 3a

Page 129: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

108

Hasil pengukuran tingkat kemunculan (occurrence) pada proses

penanaman dengan nilai tertinggi terletak pada penyebab risiko dengan kode

A2 yaitu setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari dengan nilai 4.00 yang berarti penyebab risiko pada

kode A2 memliki tingkat frekuensi kemunculan yang sering. Penyebab risiko

dengan frekuensi kemunculan terendah yaitu pada penyebab risiko dengan

kode A1 (Tidak adanya SOP penyemaian secara tertulis) dengan nilai 3.25

yang berarti penyebab risiko pada kode A1 memiliki frekuensi yang

kemunculannya jarang.

5.2.2.2. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Penanaman

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat kemunculan penyebab risiko pada proses

penanaman, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 26. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Penanaman

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

A4 Suhu udara melebihi 30° C 3.75

A5 Kelembapan udara tinggi 2.75

A6 Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi 3.25

A7 Suhu air melebihi 25° C 3.75

A8 Tidak ada yellow trap pada screenhouse 3.00

A9 Jarak antar lubang tanam kurang dari 15 cm 2.75 Sumber : Lampiran 3b

Hasil pengukuran tingkat kemunculan (occurrence) pada proses

penanaman dengan nilai tertinggi terletak pada penyebab risiko dengan kode

A4 (Suhu udara melebihi 30° C) dan A7 (Suhu air melebihi 25° C) dengan

nilai masing-masing 3.75 yang berarti penyebab risiko pada kode A4 dan A7

Page 130: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

109

memliki tingkat frekuensi kemunculan yang sering. Penyebab risiko dengan

frekuensi kemunculan terendah yaitu pada penyebab risiko dengan kode A5

(kelembapan udara tinggi) dan A9 (jarak antar lubang tanam kurang dari 15

cm) dengan nilai 3.75 yang berarti penyebab risiko pada kode A5 dan A9

memiliki frekuensi yang kemunculannya jarang.

5.2.2.3. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat kemunculan penyebab risiko pada proses

pemeliharaan, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 27. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

A10 Aliran air nutrisi dimatikan pada malam hari 2.50

A11 Tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip

sehingga terdapat lumut 3.75

A12 Tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi 4.50

A13 Tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit 3.50

A14 Tenaga kerja membiarkan bayam merah dan bayam

hijau tumbuh dalam satu netpot 2.50

Sumber : Lampiran 3c

Hasil pengukuran tingkat kemunculan (occurrence) pada proses

pemeliharaan dengan nilai tertinggi terletak pada penyebab risiko dengan kode

A12 yaitu tenaga kerja malas dalam melakukan sanitasi gulma dengan nilai

4.50 yang berarti penyebab risiko pada kode A12 memiliki tingkat probabilitas

kemunculan yang sering. Tenaga kerja yang malas melakukan sanitasi akan

memperbesar kemungkinan risiko bayam hidroponik yang dibudidaya di Serua

Farm terjangkit akan hama dan penyakit, karena akan menjadi tempat

Page 131: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

110

bersarangnya hama dan penyakit tersebut. Penyebab risiko dengan probabilitas

kemunculan terendah yaitu pada penyebab risiko dengan kode A10 (aliran air

nutrisi dimatikan pada malam hari) dan A14 (tenaga kerja membiarkan bayam

merah dan bayam hijau tumbuh dalam satu netpot) dengan nilai 2.50 yang

berarti penyebab risiko pada kode A10 dan A14 memiliki probabilitas

kemunculan yang jarang.

5.2.2.4. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat kemunculan penyebab risiko pada proses

pemanenan, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 28. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

A15 Tata letak pemanenan dilakukan dengan wadah akar

berada dibawah 3.25

A16 Tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas

bayam 3.25

A17 Umur bayam dipanen sebelum waktu panen 3.00

A18 Hasil tidak langsung diletakan diruang pendingin 2.75 Sumber : Lampiran 3d

Hasil pengukuran tingkat kemunculan (occurrence) pada proses

pemanenan dengan nilai tertinggi terletak pada penyebab risiko dengan kode

A15 yaitu tata letak pemanenan dilakukan dengan wadah akar berada dibawah

dan A16 yaitu tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas bayam

dengan nilai 3.25 yang berarti penyebab risiko pada kode A15 dan A16

memiliki tingkat probabilitas kemunculan yang sedang. Penyebab risiko

dengan probabilitas kemunculan terendah yaitu pada penyebab risiko dengan

Page 132: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

111

kode A18 (hasil tidak langsung diletakan diruang pendingin) dengan nilai 2.75

yang berarti penyebab risiko pada kode A18 memiliki probabilitas kemunculan

yang jarang.

5.2.2.5. Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan

Berdasarkan pemberian penilaian yang telah dilakukan kepada

responden terhadap tingkat kemunculan penyebab risiko pada proses

pengemasan, didapatkan hasil pengukuran sebagai berikut :

Tabel 29. Hasil Pengukuran Tingkat Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Oj

A19 Tidak ada proses sortasi 2.25

A20 Tenaga kerja lalai dalam melakukan pengemasan 3.25

A21 Permukaan daun dan batang bayam masih basah 3.50

A22 Tidak menggunakan ruangan pendingin untuk

menyimpan bayam yang telah dikemas 3.75

A23 Tidak ada SOP pengemasan bayam 3.75 Sumber : Lampiran 3e

Hasil pengukuran tingkat kemunculan (occurrence) pada proses

pengemasan dengan nilai tertinggi terletak pada penyebab risiko dengan kode

A22 (tidak menggunakan ruangan pendingin untuk menyimpan bayam yang

telah dikemas) dan A23 (tidak ada SOP pengemasan bayam) dengan nilai 3.75

yang berarti penyebab risiko pada kode A22 dan A23 memiliki tingkat

probabilitas kemunculan yang sedang. Penyebab risiko dengan probabilitas

kemunculan terendah yaitu pada penyebab risiko dengan kode A19 (tidak ada

proses grading) dengan nilai 2.25 yang berarti penyebab risiko pada kode A19

memiliki probabilitas kemunculan yang sangat jarang.

Page 133: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

112

5.2.3. Pengukuran Tingkat Korelasi antara Penyebab Risiko (Risk Agent)

dengan Kejadian Risiko (Risk Event)

Pengukuran tingkat korelasi antara penyebab risiko (Risk Agent) dengan

kejadian risiko (Risk Event) terdapat pada Lampiran 3f sampai 3j. adanya

pengukuran tingkat korelasi antara penyebab risiko (Risk Agent) dengan

kejadian risiko (Risk Event) adalah untuk mengetahui hubungan bahwa suatu

agen risiko dapat menimbulkan suatu risiko. Pengukuran tingkat korelasi ini

dapat dilihat dari seberapa besar hubungan antara suatu agen risiko dan

dampak yang ditimbulkan oleh suatu risiko. Korelasi akan memiliki hubungan

yang kuat apabila bernilai 9, korelasi yang memiliki hubungan sedang bernilai

3, korelasi yang memiliki hubungan rendah bernilai 1, sedangkan nilai 0 tidak

memiliki hubungan korelasi. Adapun penilaian korelasi antara penyebab dan

kejadian risiko pada produksi bayam di Serua Farm dapat dijabarkan sebagai

berikut:

Pada lampiran 3f proses penyemaian terdapat 3 korelasi yang bernilai 9

yang berarti memiliki korelasi yang kuat antara penyebab risiko (Risk Agent)

dengan kejadian risiko (Risk Event) diantaranya adalah tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis, setelah benih disemai tidak diletakan ditempat

teduh atau tidak terkena sinar matahari, dan tumbuhnya lumut pada rockwool.

Pada Lampiran 3g proses penanaman terdapat 5 korelasi yang bernilai 9

yang berarti memiliki korelasi yang kuat antara penyebab risiko (Risk Agent)

dengan kejadian risiko (Risk Event) diantaranya adalah suhu udara melebihi

30° C, kelembapan udara tinggi, intensitas cahaya matahari terlalu tinggi, suhu

Page 134: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

113

air melebihi 25° C, tidak ada yellow trap pada screenhouse dan jarak antar

lubang tanam kurang dari 15 cm.

Pada Lampiran 3h proses pemeliharaan terdapat 4 korelasi yang bernilai

9 yang berarti memiliki korelasi yang kuat antara penyebab risiko (Risk Agent)

dengan kejadian risiko (Risk Event) diantaranya adalah tenaga kerja kurang

melakukan kontrol selang drip sehingga terdapat lumut, tenaga kerja malas

dalam melakukan sanitasi gulma, tenaga kerja kurang memperhatikan adanya

tanaman yang rusak atau terkena penyakit, dan tenaga kerja membiarkan

bayam merah dan bayam hijau tumbuh dalam satu netpot.

Pada Lampiran 3i proses pemanenan terdapat 4 korelasi yang bernilai 9

yang berarti memiliki korelasi yang kuat antara penyebab risiko (Risk Agent)

dengan kejadian risiko (Risk Event) diantaranya adalah tata letak pemanenan

dilakukan dengan wadah akar berada dibawah, tidak adanya SOP tertulis dalam

menentukan kualitas bayam, umur bayam dipanen sebelum waktu panen dan

hasil tidak langsung diletakan diruang pendingin.

Pada Lampiran 3j proses pengemasan terdapat 5 korelasi yang bernilai

9 yang berarti memiliki korelasi yang kuat antara penyebab risiko (Risk Agent)

dengan kejadian risiko (Risk Event) diantaranya adalah tidak ada proses

grading, tenaga kerja lalai dalam melakukan pengemasan, permukaan daun dan

batang bayam masih basah, tidak menggunakan ruangan pendingin untuk

menyimpan bayam yang telah dikemas dan tidak ada SOP pengemasan bayam.

Page 135: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

114

5.2.4. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP)

Perhitungan nilai Aggregate Risk Potential (ARP) adalah untuk

mengetahui urutan penyebab risiko yang harus diprioritaskan untuk dilakukan

strategi pencegahan risiko agar dapat mencegah risiko yang dapat berdampak

bagi perusahaan. Perhitungan ARP didapatkan dari hasil perkalian nilai

Occurrence (Oj) dengan total nilai Severity dan nilai korelasi antara penyebab

risiko dan kejadian risiko. Perhitungan ARP didapatkan dari hasil penjumlahan

perkalian Si dengan Rij kemudian dengan perkalian Oj. Adapun perhitungan

nilai ARP terdapat pada Lampiran 5a, b, c, d, dan e.

5.2.4.1. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses

Penyemaian

Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses penyemaian

dapat dilihat pada Lampiran 5a. Berdasarkan lampiran tersebut dapat dibuat

Tabel 30 untuk menjelaskan nilai ARP dari setiap penyebab risiko secara

berurutan dari yang tertinggi hingga terendah. Pada Tabel 30 penyebab risiko

yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah tumbuhnya

lumut pada rockwool. Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan

dalam perlakukan aksi pencegahan adalah setelah benih disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak terkena sinar matahari dan tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis.

Page 136: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

115

Tabel 30. Hasil Perhitungan ARP Proses Penyemaian

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event

Keterangan (Risk

Event)

A3 Tumbuhnya lumut

pada rockwool 163.31 1

E1,

E3

E1=Benih terbuang

percuma

E3=Pertumbuhan

semaian menjadi

lambat

A2

Setelah benih disemai

tidak diletakan

ditempat teduh / tidak

terkena sinar matahari

124.31 2 E3

E3=Pertumbuhan

semaian menjadi

lambat

A1

Tidak adanya SOP

penyemaian secara

tertulis

117.00 3 E1 E1=Tanaman

menjadi layu

Sumber : Lampiran 5a

5.2.4.2. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses

Penanaman

Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses penanaman

dapat dilihat pada Lampiran 5b. Berdasarkan lampiran tersebut dapat dibuat

Tabel 31 untuk menjelaskan nilai ARP dari setiap penyebab risiko secara

berurutan dari yang tertinggi hingga terendah. Pada Tabel 31 penyebab risiko

yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah suhu udara

melebihi 30° C dengan kejadian risiko yaitu tanaman menjadi layu, tanaman

menjadi mudah busuk, tanaman bayam terbakar pada bagian daun, Tanaman

tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga membusuk, benih terbuang percuma,

tanaman mudah terserang hama dan pathogen dan pertumbuhan semaian

menjadi lambat.

Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam

perlakukan aksi pencegahan adalah intensitas cahaya matahari terlalu tinggi

dengan kejadian risiko yaitu tanaman menjadi layu, tanaman bayam terbakar

Page 137: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

116

pada bagian daun, Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga

membusuk, tanaman mudah terserang hama dan pathogen dan pertumbuhan

semaian menjadi lambat.

Tabel 31. Hasil Perhitungan ARP Proses Penanaman

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

A4 Suhu udara

melebihi 30° C 286.88 1

E4,

E5,

E6,

E7,

E8

E4=Tanaman menjadi layu

E5=Tanaman menjadi

mudah busuk dan berjamur

E6=Tanaman bayam

terbakar pada bagian daun

E7=Tanaman tidak dapat

menyerap air nutrisi

sehingga membusuk

E8=Tanaman mudah

terserang hama dan pathogen

A7 Suhu air melebihi

25° C 263.44 2

E4,

E5,

E7

E4=Tanaman menjadi layu

E5=Tanaman menjadi

mudah busuk dan berjamur

E7=Tanaman tidak dapat

menyerap air nutrisi

sehingga membusuk

A5 Kelembapan udara

tinggi 183.56 3

E4,

E5,

E7,

E8

E4=Tanaman menjadi layu

E5=Tanaman menjadi

mudah busuk dan berjamur

E7=Tanaman tidak dapat

menyerap air nutrisi

sehingga membusuk

E8=Tanaman mudah

terserang hama dan pathogen

A9

Jarak antar lubang

tanam kurang dari

15 cm

114.81 4

E7,

E8,

E9

E7=Tanaman tidak dapat

menyerap air nutrisi

sehingga membusuk

E8=Tanaman mudah

terserang hama dan pathogen

E9=Tanaman menjadi

tumpang tindih

A8

Tidak ada yellow

trap pada

screenhouse

108.00 5 E8 E8=Tanaman mudah

terserang hama dan pathogen

A6

Intensitas cahaya

matahari terlalu

tinggi

92.63 6

E4,

E6,

E7,

E4=Tanaman menjadi layu

E6=Tanaman bayam

terbakar pada bagian daun

Page 138: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

117

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

E8 E7=Tanaman tidak dapat

menyerap air nutrisi

sehingga membusuk

E8=Tanaman mudah

terserang hama dan pathogen Sumber : Lampiran 5b

5.2.4.3. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses

Pemeliharaan

Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses

pemeliharaan dapat dilihat pada Lampiran 5c. Pada Tabel 32 penyebab risiko

yang harus diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah tenaga kerja

kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena penyakit

dengan kejadian risiko yaitu tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil, hama dan penyakit bersarang di sekitar rak produksi, hama

dan penyakit menular ke tanaman lainnya, dan persaingan kebutuhan air,

nutrisi dan cahaya.

Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam

perlakukan aksi pencegahan adalah aliran air nutrisi dimatikan pada malam

hari dengan kejadian risiko tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman mati

atau kerdil. Hal ini dikarenakan walaupun tanaman hidroponik harus selalu

dialiri air nutris selama 24 jam, tetapi pada malam hari suhu udara tidak terlalu

tinggi sehingga tidak terlalu berpengaruh pada tanaman dan dapat dinyalakan

kembali keesokan paginya.

Page 139: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

118

Tabel 32. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemeliharaan

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

A13

Tenaga kerja

kurang

memperhatikan

adanya tanaman

yang rusak atau

terkena penyakit

378.00 1

E10,

E12,

E13,

E14

E10=Tanaman kekurangan

nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil

E12=Hama dan penyakit

bersarang di sekitar rak

produksi

E13=Hama dan penyakit

menular ke tanaman lainnya

E14=Persaingan kebutuhan

air, nutrisi dan cahaya

A11

Tenaga kerja

kurang

melakukan

kontrol selang

drip sehingga

terdapat lumut

293.44 2

E10,

E11,

E13,

E14

E10=Tanaman kekurangan

nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil

E11=Air nutrisi tidak lancar

karena terhambat oleh lumut,

tanaman kekurangan nutrisi

E13=Hama dan penyakit

menular ke tanaman lainnya

E14=Persaingan kebutuhan

air, nutrisi dan cahaya

A12

Tenaga kerja

malas dalam

melakukan

sanitasi gulma

236.25 3 E12,

E13

E12=Hama dan penyakit

bersarang di sekitar rak

produksi

E13=Hama dan penyakit

menular ke tanaman lainnya

A14

Tenaga kerja

membiarkan

bayam merah

dan bayam hijau

tumbuh dalam

satu netpot

73.75 4 E10,

E14

E10=Tanaman kekurangan

nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil

E14=Persaingan kebutuhan

air, nutrisi dan cahaya

A10

Aliran air nutrisi

dimatikan pada

malam hari

6.25 5 E10

E10=Tanaman kekurangan

nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil Sumber : Lampiran 5c

5.2.4.4. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses

Pemanenan

Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses pemanenan

dapat dilihat pada Lampiran 5d. Pada Tabel 33 penyebab risiko yang harus

Page 140: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

119

diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah tidak adanya SOP

tertulis dalam menentukan kualitas bayam dengan kejadian risiko yaitu bayam

tidak layak panen akan mempengaruhi bayam lainnya apabila dikemas,

tanaman bayam tidak seragam dan bayam menjadi cepat busuk karena terjadi

respirasi.

Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam

perlakukan aksi pencegahan adalah tata letak pemanenan dilakukan dengan

wadah akar berada dibawah dengan kejadian risiko tanaman saat diambil akan

mudah sobek daunnya.

Tabel 33. Hasil Perhitungan ARP Proses Pemanenan

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

A16

Tidak adanya SOP

tertulis dalam

menentukan

kualitas bayam

219.38 1

E16,

E17,

E18

E16=Bayam tidak layak

panen akan

mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas

E17=Tanaman bayam

tidak seragam

E18=Bayam menjadi

cepat busuk karena

terjadi respirasi

A17

Umur bayam

dipanen sebelum

waktu panen

119.25 2 E16,

E17

E16=Bayam tidak layak

panen akan

mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas

E17=Tanaman bayam

tidak seragam

A18

Hasil tidak

langsung diletakan

diruang pendingin

55.69 3 E18

E18=Bayam menjadi

cepat busuk karena

terjadi respirasi

A15

Tata letak

pemanenan

dilakukan dengan

wadah akar berada

dibawah

51.19 4 E15

E15=Tanaman saat

diambil akan mudah

sobek daunnya

Sumber : Lampiran 5d

Page 141: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

120

5.2.4.5. Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada Proses

Pengemasan

Perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) pada proses pengemasan

dapat dilihat pada Lampiran 5e. Pada Tabel 34 penyebab risiko yang harus

diberikan prioritas strategi atau aksi pencegahan adalah tidak adanya SOP

pengemasan bayam dengan kejadian risiko yaitu tanaman menjadi tidak jelas

isi dalam 1 kemasan, bayam menjadi rusak saat dikemas, bayam menjadi

mudah busuk atau lembek, dan bayam menjadi tidak segar dan mudah layu.

Adapun penyebab risiko yang tidak harus diprioritaskan dalam

perlakukan aksi pencegahan adalah tidak ada proses grading dengan kejadian

risiko tanaman menjadi tidak jelas isi dalam 1 kemasan, bayam menjadi rusak

saat dikemas, bayam menjadi mudah busuk atau lembek, dan bayam menjadi

tidak segar dan mudah layu. Hal ini dikarenakan penyebab risiko tersebut

peluang kemunculannya sangat rendah atau jarang terjadi.

Tabel 34. Hasil Perhitungan ARP Proses Pengemasan

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

A23 Tidak ada SOP

pengemasan bayam 329.06 1

E19,

E20,

E21,

E22

E19=Bayam dengan

kondisi yang rusak dapat

masuk kedalam kemasan

E20=Bayam menjadi rusak

saat dikemas

E21=Bayam menjadi

mudah busuk / lembek

E22=Bayam menjadi tidak

segar dan mudah layu

A20

Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

285.19 2

E19,

E20,

E21,

E22

E19=Bayam dengan

kondisi yang rusak dapat

masuk kedalam kemasan

E20=Bayam menjadi rusak

saat dikemas

E21=Bayam menjadi

mudah busuk / lembek

Page 142: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

121

Kode Risk Agent ARP Rank Risk

Event Keterangan (Risk Event)

E22=Bayam menjadi tidak

segar dan mudah layu

A21

Permukaan daun

dan batang bayam

masih basah

244.13 3

E20,

E21,

E22

E20=Bayam menjadi rusak

saat dikemas

E21=Bayam menjadi

mudah busuk / lembek

E22=Bayam menjadi tidak

segar dan mudah layu

A22

Tidak

menggunakan

ruangan pendingin

untuk menyimpan

bayam yang telah

dikemas

126.56 4 E21,

E22

E21=Bayam menjadi

mudah busuk / lembek

E22=Bayam menjadi tidak

segar dan mudah layu

A19 Tidak ada proses

grading 93.94 5

E19,

E20,

E21,

E22

E19=Bayam dengan

kondisi yang rusak dapat

masuk kedalam kemasan

E20=Bayam menjadi rusak

saat dikemas

E21=Bayam menjadi

mudah busuk / lembek

E22=Bayam menjadi tidak

segar dan mudah layu Sumber : Lampiran 5e

5.3. Pemetaan Risiko

Pemetaan dilakukan untuk mengetahui penyebab risiko apa saja yang

diprioritaskan untuk diberikan aksi pencegahannya. Setelah diketahui nilai

ARP maka dapat dilakukan pemetaan dengan membuat diagram pareto.

Diagram pareto didapatkan dari nilai ARP yang telah didapatkan sebelumnya

kemudian diurutkan dari yang terbesar hingga terkecil, kemudian dihitung

presentasi kumulatif. Adapun perbandingan yang digunakan dalam diagram

pareto pada penelitian ini adalah 80:20. Bila dipetakan dalam diagram pareto

maka agen risiko yang perlu diberikan prioritas adalah yang dibawah 80%

Page 143: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

122

sedangkan presentase diatas 80% hingga 100% dapat diabaikan. Nilai

kumulatif kurang lebih sama dengan 80% ini merupakan penyebab risiko

yang perlu diberikan strategi penanganan karena dianggap merugikan

perusahaan dan seringkali terjadi.

5.3.1. Pemetaan Risiko pada Proses Penyemaian

Hasil pemetaan proses penyemaian dapat dilihat pada Gambar 13

yang menunjukkan bahwa terdapat 2 agen penyebab risiko dengan nilai ARP

tertinggi dan presentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas

penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1) Tumbuhnya

lumut pada rockwool dengan nilai ARP sebesar 163.31 dan kumulatif ARP

sebesar 40%, 2) Setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau

tidak terkena sinar matahari dengan nilai ARP sebesar 124.31 dan kumulatif

ARP sebesar 31%.

Gambar 13 Diagram Pareto pada Proses Penyemaian

5.3.2. Pemetaan Risiko pada Proses Penanaman

Hasil pemetaan proses penanaman dapat dilihat pada Gambar 14 yang

menunjukkan bahwa terdapat 3 agen penyebab risiko dengan nilai ARP

tertinggi dan presentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

A3 A2 A1

Kumulatif

ARP

Diagram Pareto pada Proses Penyemaian

Nilai ARPj

Kumulatif%

Page 144: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

123

penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1) Suhu udara

melebihi 30° C dengan nilai ARP sebesar 286.88 dan kumulatif ARP sebesar

27%, 2) suhu air melebihi 25°C dengan nilai ARP sebesar 263.44 dan

kumulatif ARP sebesar 52%, 3) kelembaban udara tinggi dengan nilai ARP

sebesar 183.56 dan kumulatif ARP sebesar 70%.

Gambar 14. Diagram Pareto pada Proses Penanaman

5.3.3. Pemetaan Risiko pada Proses Pemeliharaan

Hasil pemetaan proses pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 15

yang menunjukkan bahwa terdapat 2 agen penyebab risiko dengan nilai ARP

tertinggi dan presentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas

penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1) tenaga kerja

kurang memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena penyakit

dengan nilai ARP sebesar 378.00 dan kumulatif ARP sebesar 38%, dan 2)

tenaga kerja kurang melakukan kontrol selang drip sehingga terdapat lumut

dengan nilai ARP sebesar 293.44 dan kumulatif ARP sebesar 68%.

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

A4 A7 A5 A9 A8 A6

Ku

mu

latif

AR

P

Diagram Pareto pada Proses Penanaman

Nilai ARPj

Kumulatif%

Page 145: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

124

Gambar 15. Diagram Pareto pada Proses Pemeliharaan

5.3.4. Pemetaan Risiko pada Proses Pemanenan

Hasil pemetaan proses pemanenan dapat dilihat pada Gambar 16 yang

menunjukkan bahwa terdapat 2 agen penyebab risiko dengan nilai ARP

tertinggi dan presentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas

penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1) tidak adanya

SOP tertulis dalam menentukan kualitas bayam dengan nilai ARP sebesar

219.38 dan kumulatif ARP sebesar 49% dan 2) umur bayam dipanen sebelum

waktu panen dengan nilai ARP sebesar 119.25 dan kumulatif ARP sebesar

76%.

Gambar 16. Diagram Pareto pada Proses Pemanenan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

400,00

A13 A11 A12 A14 A10

Ku

mu

latif

AR

P

Diagram Pareto pada Proses Pemeliharaan

Nilai ARPj

Kumulatif%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

A16 A17 A18 A15

Ku

mu

latif

AR

P

Diagram Pareto pada Proses Pemanenan

Nilai ARPj

Kumulatif%

Page 146: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

125

5.3.5. Pemetaan Risiko pada Proses Pengemasan

Hasil pemetaan proses pengemasan dapat dilihat pada Gambar 17

yang menunjukkan bahwa terdapat 3 agen penyebab risiko dengan nilai ARP

tertinggi dan presentase kumulatif kurang dari 80% yang menjadi prioritas

penanggulangan untuk dilakukan penanganan risiko yaitu, 1) tidak ada SOP

pengemasan bayam dengan nilai ARP sebesar 329.06 dan kumulatif ARP

sebesar 31%, 2) tenaga kerja lalai dalam melakukan pengemasan dengan nilai

ARP sebesar 285.19 dan kumulatif ARP sebesar 57%, dan 3) permukaan daun

dan batang bayam masih basah dengan nilai ARP sebesar 244.13 dan kumulatif

ARP sebesar 80%.

Gambar 17. Diagram Pareto pada Proses Pengemasan

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

0,00

50,00

100,00

150,00

200,00

250,00

300,00

350,00

A23 A20 A21 A22 A19

Ku

mu

latif

AR

P

Diagram Pareto pada Proses Pengemasan

Nilai ARPj

Kumulatif%

Page 147: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

126

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN STRATEGI PENANGANAN RISIKO

6.1. Strategi Penanganan Risiko

Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada keseluruhan proses produksi di

Serua Farm meliputi proses penyemaian, penanaman, pemeliharaan,

pemanenan dan pengemasan menghasilkan agen risiko yang menjadi prioritas

untuk dapat ditangani dengan strategi pencegahan risiko. Agen risiko yang

telah diprioritaskan tersebut dapat dijadikan acuan utuk menentukan strategi

penanganan sebagai upaya pencegahan penyebab risiko yang akan muncul

kembali. Apabila risiko tidak segera dicegah maka akan dapat menimbulkan

kerugian bagi perusahaan dan permasalahan yang ada sebelumnya akan terus

terjadi tanpa tidak dicegah.

6.1.1. Strategi Preventif Risiko pada Proses Penyemaian

Preventif action (PA) atau strategi preventif pada proses penyemaian

yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai

berikut:

1) Membuat SOP tertulis tentang penyemaian

Adanya SOP tentang penyemaian akan menciptakan ukuran standar kinerja

bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat mengurangi

kesalahan dan kelalaian yang mungkin saja terjadi dan dilakukan pekerja

pada saat proses penanaman bayam hidroponik yang pada akhirnya akan

merugikan perusahaan itu sendiri.

Page 148: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

127

2) Meghitung jumlah biji bayam yang disemai

Jumlah biji yang disemai dihitung untuk menghindari terbuangnya benih

yang sudah ditaman atau bahkan benih menganggur di tempat semai karena

tidak sesuai dengan jumlah lubang tanam yang tersedia ketika saat

waktunya pindah tanam.

3) Membuat jadwal pola tanam yang tepat

Mengatur jadwal pola tanam yang tepat pada budidaya bayam hidroponik

terutama pada proses penyemaian dilakukan agar bayam dapat dipindahkan

sesuai waktunya dan tidak melewati satu fase atau tahap tanam. Rockwool

akan ditumbuhi lumut yang banyak apabila tidak segera dipindahkan ke

tahap peremajaan ataupun tahap produksi.

6.1.2. Strategi Preventif Risiko pada Proses Penanaman

Preventif action (PA) atau strategi preventif pada proses penanaman

yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai

berikut:

1) Menyediakan blower atau kipas pada screenhouse

Saat suhu lingkungan sedang tinggi maka akan membuat suhu didalam

screenhouse pun akan menjadi terlalu panas. Ketika hal ini terjadi

diperlukan adanya blower atau kipas pada screenhouse untuk mengalirkan

udara dari luar screenhouse ke dalam screenhouse sehingga dapat

membantu menyejukan screenhouse agar tidak terlalu panas dan bayam pun

tidak akan menjadi layu.

Page 149: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

128

2) Pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air

Pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air yang

dialirkan ke setiap paralon budidaya bayam penting dilakukan agar bayam

yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan optimal, apabila suhu air terlalu

tinggi maka makin berkurangnya oksigen terlarut dalam air tersebut,

sehingga akan menghambat pertumbuhan bayam hidroponik.

3) Pengawasan secara rutin terhadap pekerja

Melakukan pengawasan secara rutin dari kepala kebun Serua Farm kepada

pekerja dilakukan agar dapat mengukur bagaimana kinerja para pekerja

selama dilapangan sehingga dapat memastikan bahwa semua berjalan sesuai

dengan standar kerja yang sudah ditetapkan, selain itu apabila terjadi

penyimpangan seperti karyawan tidak tertib atau melakukan kesalahan

maka dapat segera diperbaiki saat itu juga.

6.1.3. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemeliharaan

Preventif action (PA) atau strategi preventif pada proses pemeliharaan

yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai

berikut:

1) Penyemprotan pestisida organik secara rutin

Penyemprotan pestisida organik bayam hidroponik harus dilakukan secara

rutin, jangan dilakukan ketika sudah muncul gejala serangan hama dan

penyakit seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk menghindari,

mengurangi dan mengendalikan Organisme Peganggu Tanaman (OPT) baik

Page 150: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

129

berupa hama dan penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada

tanaman bayam dan menyebabkan Serua Farm tidak dapat mencapai target

produksi.

2) Pemberian jobdesc tertulis yang jelas

Adanya job description yang jelas akan membantu Serua Farm untuk

mengalokasikan SDM yang lebih tepat sasaran, selain itu para pekerja juga

hanya perlu mengerjakan pekerjaannya sesuai jobdesc yang diberikan dan

tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang bukan bagiannya sehingga pekerja

bisa bekerja secara optimal dan tidak kebingungan dan saling

mengandalkan.

3) Pengecekan secara rutin terhadap selang drip agar tidak tersumbat lumut

atau daun

Pengecekan selang drip dilakukan secara rutin utuk mengindari

penyumbatan aliran nutrisi yang biasa terjadi akibat adanya lumut, dan daun

atau akar tanaman yang masuk pada selang drip. Pengecekan dilakukan

dengan cara mengalirkan air melalui selang drip tersebut, apabila selang

drip bersih dan tidak tersumbat maka air akan mengalir dengan lancar dan

dapat keluar melalui lubang drip stik.

4) Membersihkan dan menjaga alat-alat produksi yang dipakai

Kebersihan alat-alat produksi yang dipakai harus terjaga agar bayam

hidroponik yang dibudidayakan terhindar dari hama dan penyakit, selain itu

kualitas dan kebersihan bayam juga akan baik hasilnya.

Page 151: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

130

6.1.4. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pemanenan

Preventif action (PA) atau strategi preventif pada proses pemanenan

yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai

berikut:

1) Membuat SOP tertulis kualitas bayam siap atau layak panen dan proses

pemanenan

Adanya SOP tentang pemanenan akan menciptakan ukuran standar kinerja

bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat mengurangi

kesalahan dan kelalaian yang mungkin saja terjadi dan dilakukan pekerja

pada saat proses pemanenan bayam hidroponik yang pada akhirnya akan

merugikan perusahaan itu sendiri. Selain itu diperlukan SOP tertulis terkait

dengan penentuan bayam yang layak panen dan bayam yang tidak layak

panen.

2) Menambah rak produksi

Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil produksi dan memenuhi

permintaan konsumen, Serua Farm dapat menambahkan lebih banyak rak

produksi yang ada. Sehingga hasil produksi yang dihasilkan dapat mencapai

target produksi yang diinginkan Serua Farm.

3) Membuat jadwal pola tanam yang tepat

Mengatur jadwal pola tanam yang tepat pada budidaya bayam hidroponik

dilakukan agar tidak banyak bayam yang terbuang ketika masa panen

karena kondisi dan kualitas bayam yang tidak baik.

Page 152: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

131

6.1.5. Strategi Preventif Risiko pada Proses Pengemasan

Preventif action (PA) atau strategi preventif pada proses pengemasan

yang diusulkan untuk mencegah risiko yang muncul kembali adalah sebagai

berikut:

1) Membuat SOP tertulis pengemasan bayam

Adanya SOP tentang pengemasan akan menciptakan ukuran standar

kinerja bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat

mengurangi kesalahan dan kelalaian yang mungkin saja terjadi dan

dilakukan pekerja pada saat proses pengemasan seperti kebersihan alat

pengemasan harus seperti apa, kebersihan bayam, ketentuan tentang proses

sortasi dan grading bayam yang akan dikemas.

2) Dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun

Melakukan pengawasan secara rutin dari kepala kebun Serua Farm kepada

pekerja dilakukan agar dapat mengukur bagaimana kinerja para pekerja

selama dilapangan sehingga dapat memastikan bahwa semua berjalan

sesuai dengan standar kerja yang sudah ditetapkan, selain itu apabila

terjadi penyimpangan seperti karyawan tidak tertib atau melakukan

kesalahan maka dapat segera diperbaiki saat itu juga.

3) Melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan produksi

Evaluasi secara rutin pada setiap tahapan kegiatan produksi bayam perlu

dilakukan untuk melihat apakah proses produksi yang dijalankan berjalan

dengan baik atau tidak, selain itu dengan diadakan rapat evaluasi bersama

Page 153: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

132

para pekerja juga dapat mengetahui dan mengidentifikasi hal apa yang

perlu diperbaiki selama proses produksi bayam di Serua Farm.

4) Melakukan tata ulang letak pengemasan

Penataan tata letak ruang pengemasan yang baik akan memberikan

dampak yang baik terhadap kelangsungan proses pengemasan bayam di

Serua Farm, seperti mengeluarkan benda-benda yang tidak seharusnya di

ruang pengemasan yang dapat berpengaruh pada kualitas bayam yang

akan dikemas atau yang sedang disimpan. Tata ulang letak di ruang

pengemasan ini juga dilakukan agar tersedia ruang yang cukup untuk

melakukan proses pengemasan, selain itu juga untuk memenuhi standar

higienitas ruang pengemasan itu sendiri.

5) Meletakan bayam yang dipanen ke dalam keranjang dengan posisi

seragam

Bayam yang sudah dikemas, ketika diletakan kedalam keranjang harus

dengan posisi seragam agar pada proses penghitungan akan lebih mudah

selain itu produk juga akan terlihat rapi dan tidak tumpang tindih.

6.2. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko

Penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi pencegahan

risiko dilakukan dengan narasumber yang dianggap berkontribusi pada proses

produksi di Serua Farm. Tingkat kesulitan rendah memiliki nilai 3.00 sampai

Page 154: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

133

dengan 3.33, tingkat kesulitan sedang memiliki nilai 3.67 sampai dengan

4.00, dan tingkat kesulitan tinggi yaitu nilai 4.33 sampai dengan 5.00.

6.2.1. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penyemaian

Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses penyemaian yang diberikan narasumber seperti

pada Lampiran 4a. Pada proses penyemaian, tingkat kesulitan penerapan

strategi pencegahan risiko tertinggi sebesar 4.75 yang berarti strategi tersebut

sulit untuk dijalankan oleh Serua Farm yaitu menghitung jumlah biji bayam

yang akan disemai. Menghitung jumlah biji bayam sebelum disemai ini akan

membuat waktu pengerjaan produksi bayam menjadi lebih lama. Kemudian

strategi pencegahan risiko yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan

terendah adalah membuat jadwal pola tanam yang tepat yang berarti strategi

tersebut dianggap tidak sulit untuk dijalankan.

Tabel 35. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi Pencegahan

Risiko pada Proses Penyemaian

Kode Strategi Penanganan Dk

P1 Membuat SOP tertulis tentang penyemaian 3.50

P2 Menghitung jumlah biji bayam yang akan disemai 4.75

P3 Membuat jadwal pola tanam yang tepat 3.25 Sumber : Lampiran 4a

6.2.2. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penanaman

Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses penanaman yang diberikan narasumber seperti

pada Lampiran 4b. Pada proses penanaman, tingkat kesulitan penerapan

strategi pencegahan risiko tertinggi sebesar 3.75 yang berarti strategi tersebut

Page 155: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

134

sulit untuk dijalankan oleh Serua Farm yaitu Pengawasan secara rutin terhadap

pekerja. Kemudian strategi pencegahan risiko yang memiliki tingkat atau

derajat kesulitan terendah adalah pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan

kadar nutrisi air yang berarti strategi tersebut dianggap tidak sulit untuk

dijalankan.

Tabel 36. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi Pencegahan

Risiko pada Proses Penanaman

Kode Strategi Penanganan Dk

P4 Menyediakan blower atau kipas pada screenhouse 3.50

P5 Pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar

nutrisi air 3.00

P6 Pengawasan secara rutin terhadap pekerja 3.75 Sumber : Lampiran 4b

6.2.3. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan

Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses pemeliharaan yang diberikan narasumber seperti

pada Lampiran 4c. Pada proses pemeliharaan, tingkat kesulitan penerapan

strategi pencegahan risiko tertinggi ada 2 yaitu sebesar 3.50 yang berarti

strategi tersebut sulit untuk dijalankan. Strategi preventif yang sulit

penerapannya yaitu pada penyemprotan secara rutin dan pemberian jobdesc

tertulis yang jelas, karena menurut owner sendiri, para pekerja masih belum

disiplin dan belum memiliki kesadaran diri untuk bekerja dengan baik sehingga

ketika ditegur pekerja cenderung mengiyakan tapi jarang dilaksanakan.

Sedangkan strategi pencegahan risiko yang memiliki tingkat atau derajat

kesulitan terendah adalah pengecekan secara rutin terhadap selang drip agar

Page 156: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

135

tidak tersumbat lumut atau daun karena hal ini sudah dilakukan secara rutin

pada pagi hari oleh para pekerja di Serua Farm.

Tabel 37. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi Pencegahan

Risiko pada Proses Pemeliharaan

Kode Strategi Penanganan Dk

P7 Penyemprotan pestisida organik secara rutin 3.50

P8 Pemberian jobdesc tertulis yang jelas 3.50

P9 Pengecekan secara rutin terhadap selang drip agar tidak

tersumbat lumut atau daun 3.00

P10 Membersihkan dan menjaga alat-alat produksi yang

dipakai 3.25

Sumber : Lampiran 4c

6.2.4. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan

Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses pemanenan yang diberikan narasumber seperti

pada Lampiran 4d. Pada proses pemanenan, tingkat kesulitan penerapan

strategi pencegahan risiko tertinggi yaitu sebesar 4.25 yang berarti strategi

tersebut sulit untuk dijalankan. Strategi preventif yang sulit penerapannya

yaitu pada menambah rak produksi karena Serua Farm tidak memiliki biaya

lebih untuk menambah operasional rak produksi di Serua Farm. Sedangkan

strategi pencegahan risiko yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan

terendah dengan nilai 3.25 adalah membuat jadwal pola tanam yang tepat

karena perusahaan menganggap bahwa strategi tersebut dapat dilakukan.

Page 157: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

136

Tabel 38. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi Pencegahan

Risiko pada Proses Pemanenan

Kode Strategi Penanganan Dk

P11 Membuat SOP tertulis kualitas bayam siap/layak panen

dan proses pemanenan 3.50

P12 Menambah rak produksi 4.25

P13 Membuat jadwal pola tanam yang tepat 3.25 Sumber : Lampiran 4d

6.2.5. Penilaian Tingkat atau Derajat Kesulitan Penerapan Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan

Berdasarkan penilaian tingkat atau derajat kesulitan penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses pengemasan yang diberikan narasumber seperti

pada Lampiran 4e. Pada proses pengemasan, tingkat kesulitan penerapan

strategi pencegahan risiko tertinggi ada dua strategi yaitu sebesar 4.00 yang

berarti strategi tersebut sulit untuk dijalankan. Strategi preventif yang sulit

penerapannya tersebut adalah dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun

dan melakukan tata ulang letak ruang pengemasan. Hal ini dikarenakan lokasi

tempat tinggal owner yang jauh dengan kebun produksi di hidroponik

sehingga owner hanya bisa datang untuk melakukan pengecekan atau

pengawasan di kebun sesekali saja. Sedangkan strategi pencegahan risiko

yang memiliki tingkat atau derajat kesulitan terendah dengan nilai 3.00 adalah

meletakan bayam yang dipanen ke dalam keranjang dengan posisi seragam

karena perusahaan menganggap bahwa strategi tersebut dapat aplikasikan.

Page 158: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

137

Tabel 39. Hasil Penilaian Tingkat Kesulitan Penerapan Strategi Pencegahan

Risiko pada Proses Pengemasan

Kode Strategi Penanganan Dk

P14 Membuat SOP tertulis pengemasan bayam 3.25

P15 Dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun 4.00

P16 Melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan

produksi 3.50

P17 Melakukan tata ulang letak ruang pengemasan 4.00

P18 Meletakan bayam yang dipanen ke dalam keranjang

dengan posisi seragam 3.00

Sumber : Lampiran 4e

6.3. Penilaian Korelasi antara Strategi Pencegahan Risiko dengan Agen

Penyebab Risiko Prioritas

Penilaian korelasi antara strategi pencegahan risiko dengan agen

penyebab risiko prioritas dilakukan untuk mengetahui hubungan atau korelasi

antara penanganan risiko dengan agen penyebab risiko prioritas. Korelasi

dengan nilai angka 9 berarti memiliki korelasi yang kuat, korelasi sedang

memiliki nilai 3, korelasi rendah memiliki nilai 1 dan tidak adanya korelasi

ditandai dengan nilai 0. Strategi yang memiliki hubungan korelasi yang kuat

atau sedang dikatakan dapat mencegah kemunculan suatu agen penyebab

risiko.

Pada proses penyemaian, terdapat 2 strategi pencegahan atau preventif

penanganan risiko yang memiliki korelasi yang kuat atau bernilai 9 dengan

agen penyebab risiko, diantaranya yaitu; 1) membuat SOP tertulis tentang

penyemaian dan 2) membuat jadwal pola tanam yang tepat.

Pada proses penanaman, terdapat 2 strategi pencegahan atau preventif

penanganan risiko yang memiliki korelasi yang kuat atau bernilai 9 dengan

Page 159: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

138

agen penyebab risiko, diantaranya yaitu; 1) menyediakan blower atau kipas

pada screenhouse, dan 2) pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar

nutrisi air.

Pada proses pemeliharaan, terdapat 4 strategi pencegahan atau preventif

penanganan risiko yang memiliki korelasi yang kuat atau bernilai 9 dengan

agen penyebab risiko, diantaranya yaitu; 1) penyemprotan pestisida organik

secara rutin, 2) pemberian jobdesc tertulis yang jelas, 3) pengecekan secara

rutin terhadap selang drip agar tidak tersumbat lumut atau daun, dan 4)

membersihkan dan menjaga alat-alat produksi yang dipakai.

Pada proses pemanenan, hanya terdapat 1 strategi pencegahan atau

preventif penanganan risiko yang memiliki korelasi yang kuat atau bernilai 9

dengan agen penyebab risiko, diantaranya yaitu; membuat SOP tertulis kualitas

bayam siap atau layak panen dan proses pemanenan.

Sedangkan pada proses pengemasan, terdapat 4 strategi pencegahan

atau preventif penanganan risiko yang memiliki korelasi yang kuat atau

bernilai 9 dengan agen penyebab risiko, diantaranya yaitu; 1) membuat SOP

tertulis pengemasan bayam, 2) dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun,

3) melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan produksi, dan 4) meletakan

bayam yang dipanen ke dalam keranjang dengan posisi seragam.

Page 160: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

139

6.4. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko

Perhitungan Total Efektivitas (TEk) didapatkan dari hasil perkalian

antara masing-masing agen penyebab risiko yang menjadi prioritas dengan

nilai ARP dari masing-masing agen penyebab risiko yang menjadi prioritas

atau korelasi antara tiap strategi preventif. Hasil perhitungan tersebut

dimasukan kedalam tabel HOR fase 2 seperti pada Lampiran 6 a, b, c, d, dan e.

6.4.1. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penyemaian

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Total Efektivitas (TEk) seperti pada

Lampiran 6a maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 40. Berdasarkan Tabel

40 menjelaskan strategi yang memiliki nilai efektivitas terbesar atau yang

paling efektif untuk dilakukan pada proses penyemaian adalah membuat SOP

tertulis tentang penyemaian. Penerapan strategi ini diharapkan mampu

mencegah kemunculan penyebab risiko seperti setelah benih disemai tidak

diletakan ditempat teduh atau tidak terkena sinar matahari dan tumbuhnya

lumut pada rockwool.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas

terkecil adalah menghitung jumlah biji bayam yang akan disemai. Serua Farm

menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan sebagai strategi alternative dan

diharapkan dapat mencegah kembali kemunculan risiko yaitu seperti benih

bayam yang terbuang percuma.

Page 161: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

140

Tabel 40. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Penyemaian

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P1

Membuat SOP

tertulis tentang

penyemaian

7609.5 A1, A2,

A3

A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis

A2 =Setelah benih

disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari

A3 = Tumbuhnya lumut

pada rockwool

P3

Membuat jadwal

pola tanam yang

tepat

5436 A1, A2

A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis

A2 =Setelah benih

disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari

P2

Menghitung

jumlah biji bayam

yang akan disemai

1053 A1 A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis

Sumber : Lampiran 6a

6.4.2. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Penanaman

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Total Efektivitas (TEk) seperti pada

Lampiran 6b maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 41. Berdasarkan Tabel

41 menjelaskan strategi yang memiliki nilai efektivitas terbesar atau yang

paling efektif untuk dilakukan pada proses penanaman adalah pengecekan

secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air. Penerapan strategi ini

diharapkan mampu mencegah kemunculan penyebab risiko seperti suhu udara

yang melebihi 30° C dan suhu air melebihi 25°C.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas

terkecil adalah menyediakan blower atau kipas pada screenhouse. Serua Farm

Page 162: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

141

menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan sebagai strategi alternative dan

diharapkan dapat mencegah kembali kemunculan risiko yaitu seperti suhu

udara yang melebihi 30° C dan suhu air melebihi 25°C.

Tabel 41. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Penanaman

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P5

Pengecekan secara

rutin terhadap suhu

air dan kadar

nutrisi air

7669.69 A4, A7

A4 = Suhu udara

melebihi 30° C

A7 = Suhu air melebihi

25° C

P4

Menyediakan

blower atau kipas

pada screenhouse

4414.69 A4, A7

A4 = Suhu udara

melebihi 30° C

A7 = Suhu air melebihi

25° C

Sumber : Lampiran 6b

6.4.3. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemeliharaan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Total Efektivitas (TEk) seperti pada

Lampiran 6c maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 42. Berdasarkan Tabel

42 menjelaskan strategi yang memiliki nilai efektivitas terbesar atau yang

paling efektif untuk dilakukan pada proses pemeliharaan ada 3 strategi yaitu

pemberian jobdesc tertulis yang jelas, pengecekan secara rutin terhadap selang

drip agar tidak tersumbat lumut atau daun dan membersihkan dan menjaga

alat-alat produksi yang dipakai. Penerapan ke tiga strategi ini diharapkan dapat

mencegah kembalinya penyebab risiko seperti tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya tanaman yang rusak atau terkena penyakit dan tenaga

kerja kurang melakukan kontrol selang drip sehingga terdapat lumut.

Page 163: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

142

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas

terkecil adalah penyemprotan pestisida organik secara rutin. Serua Farm

menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan sebagai strategi alternative

yang lain.

Tabel 42. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pemeliharaan

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P8 Pemberian jobdesc

tertulis yang jelas 6042.94 A13, A11

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya

tanaman yang rusak atau

terkena penyakit

A11 = Tenaga kerja kurang

melakukan kontrol selang

drip sehingga terdapat

lumut

P9

Pengecekan secara

rutin terhadap

selang drip agar

tidak tersumbat

lumut atau daun

6042.94 A13, A11

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya

tanaman yang rusak atau

terkena penyakit

A11 = Tenaga kerja kurang

melakukan kontrol selang

drip sehingga terdapat

lumut

P10

Membersihkan dan

menjaga alat-alat

produksi yang

dipakai

6042.94 A13, A11

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya

tanaman yang rusak atau

terkena penyakit

A11 = Tenaga kerja kurang

melakukan kontrol selang

drip sehingga terdapat

lumut

P7

Penyemprotan

pestisida organik

secara rutin

3402 A13

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya

tanaman yang rusak atau

terkena penyakit Sumber : Lampiran 6c

Page 164: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

143

6.4.4. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pemanenan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Total Efektivitas (TEk) seperti pada

Lampiran 6d maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 43. Berdasarkan Tabel

43 menjelaskan strategi yang memiliki nilai efektivitas terbesar atau yang

paling efektif untuk dilakukan pada proses pemanenan adalah membuat SOP

tertulis kualitas bayam siap atau layak panen dan proses pemanenan. Penerapan

strategi ini diharapkan mampu mencegah kembalinya penyebab risiko tidak

adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas bayam dan umur bayam

dipanen sebelum waktu panen.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas

terkecil adalah membuat jadwal pola tanam yang tepat. Serua Farm

menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan sebagai strategi alternative dan

diharapkan dapat mencegah kembali kemunculan risiko yaitu umur bayam

dipanen sebelum waktu panen.

Tabel 43. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pemanenan

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan

Penyebab Risiko

P11

Membuat SOP tertulis

kualitas bayam

siap/layak panen dan

proses pemanenan

3047.63 A16, 17

A16 = Tidak adanya

SOP tertulis dalam

menentukan kualitas

bayam

A17 = Umur bayam

dipanen sebelum

waktu panen

P13 Membuat jadwal pola

tanam yang tepat 357.75 A17

A17 = Umur bayam

dipanen sebelum

waktu panen Sumber : Lampiran 6d

Page 165: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

144

6.4.5. Perhitungan Total Efektivitas (TEk) pada Setiap Strategi

Pencegahan Risiko pada Proses Pengemasan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai Total Efektivitas (TEk) seperti pada

Lampiran 6e maka didapatkan tabel seperti pada Tabel 44. Berdasarkan Tabel

44 menjelaskan strategi yang memiliki nilai efektivitas terbesar atau yang

paling efektif untuk dilakukan pada proses pemanenan ada 3 yaitu membuat

SOP tertulis pengemasan bayam, dilakukan pengawasan oleh pihak kepala

kebun, dan melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan produksi.

Penerapan strategi ini diharapkan mampu mencegah kembalinya penyebab

risiko tidak ada SOP pengemasan bayam, tenaga kerja lalai dalam melakukan

pengemasan, dan permukaan daun dan batang bayam masih basah.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai total keefektivitas

terkecil adalah Melakukan tata ulang letak ruang pengemasan. Serua Farm

menganggap bahwa strategi ini dapat dijadikan sebagai strategi alternative.

Tabel 44. Hasil Perhitungan Nilai Efektivitas (TEk) pada Proses Pengemasan

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P14

Membuat SOP

tertulis

pengemasan

bayam

7725.38 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P15

Dilakukan

pengawasan oleh

pihak kepala

kebun

7725.38 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

Page 166: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

145

Kode Strategi Preventif Tek

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P16

Melakukan

evaluasi rutin

setiap tahapan

kegiatan produksi

7725.38 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P18

Meletakan bayam

yang dipanen

kedalam keranjang

dengan posisi

seragam

3469.5 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P17

Melakukan tata

ulang letak ruang

pengemasan

858.375 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai

dalam melakukan

pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah Sumber : Lampiran 6e

6.5. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk)

Perhitungan ETDk dilakukan untuk menentukan prioritas strategi yang

terlebih dahulu dilakukan. Perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan

(ETDk) didapatkan dari hasil bagi antara nilai total efektivitas (TEk) dengan

derajat kesulitan (Dk) dari masing-masing strategi preventif yang telah

ditetapkan. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel HOR fase 2 seperti pada

Lampiran 6 a, b, c, d, dan e.

Page 167: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

146

6.5.1. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penyemaian

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari

tiap strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses penyemaian dapat dilihat

pada Lampiran 6a sehingga didapatkan Tabel 45. Berdasarkan tabel tersebut,

nilai keefektifan derajat kesulitan tertinggi adalah membuat SOP tertulis

tentang penanaman. Strategi ini memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah

sehingga dapat dianggap paling efektif dan paling mudah dilakukan bagi

perusahaan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan mampu

meminimalisir setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari dan tumbuhnya lumut pada rockwool.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai keefektifan derajat

kesulitan terendah adalah menghitung jumlah biji bayam yang akan disemai

dengan nilai TEk dan nilai Dk tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan

paling sulit dilakukan.

Tabel 45. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari tiap

Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penyemaian

Kode Strategi Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P1 Membuat SOP tertulis

tentang penanaman 2174.14

A1, A2,

A3

A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara

tertulis

A2 =Setelah benih

disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari

A3 = Tumbuhnya lumut

pada rockwool

P3 Membuat jadwal pola 1672.62 A1, A2 A1 = Tidak adanya SOP

Page 168: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

147

Kode Strategi Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

tanam yang tepat penyemaian secara

tertulis

A2 =Setelah benih

disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak

terkena sinar matahari

P2

Menghitung jumlah

biji bayam yang akan

disemai

221.6842 A1

A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara

tertulis Sumber : Lampiran 6a

6.5.2. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penanaman

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari

tiap strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses penanaman dapat dilihat

pada Lampiran 6b sehingga didapatkan Tabel 46. Berdasarkan tabel tersebut,

nilai keefektifan derajat kesulitan tertinggi adalah pengecekan secara rutin

terhadap suhu air dan kadar nutrisi air. Strategi ini memiliki nilai TEk tertinggi

dan Dk terendah sehingga dapat dianggap paling efektif dan paling mudah

dilakukan bagi perusahaan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan

mampu meminimalisir suhu air nutrisi yang tinggi.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai keefektifan derajat

kesulitan terendah adalah menyediakan blower atau kipas pada screenhouse

dengan nilai TEk dan nilai Dk tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan

paling sulit dilakukan.

Page 169: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

148

Tabel 46. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Penanaman

Kode Strategi

Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab Risiko

P5

Pengecekan

secara rutin

terhadap suhu

air dan kadar

nutrisi air

2556.56 A4, A7

A4 = Suhu udara melebihi 30°

C

A7 = Suhu air melebihi 25° C

P4

Menyediakan

blower atau

kipas pada

screenhouse

1261.34 A4, A7

A4 = Suhu udara melebihi 30°

C

A7 = Suhu air melebihi 25° C Sumber : Lampiran 6b

6.5.3. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemeliharaan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari

tiap strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pemeliharaan dapat dilihat

pada Lampiran 6c sehingga didapatkan Tabel 47. Berdasarkan tabel tersebut,

nilai keefektifan derajat kesulitan tertinggi adalah pengecekan secara rutin

terhadap selang drip agar tidak tersumbat lumut atau daun. Strategi ini

memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah sehingga dapat dianggap paling

efektif dan paling mudah dilakukan bagi perusahaan. Sedangkan strategi

preventif yang memiliki nilai keefektifan derajat kesulitan terendah adalah

penyemprotan pestisida organik secara rutin dengan nilai TEk dan nilai Dk

tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan paling sulit dilakukan.

Page 170: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

149

Tabel 47. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari tiap

Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemeliharaan

Kode Strategi Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P9

Pengecekan secara

rutin terhadap selang

drip agar tidak

tersumbat lumut atau

daun

2014.31 A13, A11

A13 = Tenaga kerja

kurang memperhatikan

adanya tanaman yang

rusak atau terkena

penyakit

A11 = Tenaga kerja

kurang melakukan

kontrol selang drip

sehingga terdapat lumut

P10

Membersihkan dan

menjaga alat-alat

produksi yang dipakai

1859.37 A13, A11

A13 = Tenaga kerja

kurang memperhatikan

adanya tanaman yang

rusak atau terkena

penyakit

A11 = Tenaga kerja

kurang melakukan

kontrol selang drip

sehingga terdapat lumut

P8 Pemberian jobdesc

tertulis yang jelas 1726.55 A13, A11

A13 = Tenaga kerja

kurang memperhatikan

adanya tanaman yang

rusak atau terkena

penyakit

A11 = Tenaga kerja

kurang melakukan

kontrol selang drip

sehingga terdapat lumut

P7

Penyemprotan

pestisida organik

secara rutin

972 A13

A13 = Tenaga kerja

kurang memperhatikan

adanya tanaman yang

rusak atau terkena

penyakit Sumber : Lampiran 6c

Page 171: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

150

6.5.4. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemanenan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari

tiap strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pemanenan dapat dilihat

pada Lampiran 6d sehingga didapatkan Tabel 48 Berdasarkan tabel tersebut,

nilai keefektifan derajat kesulitan tertinggi adalah membuat SOP tertulis

kualitas bayam siap atau layak panen dan proses pemanenan. Strategi ini

memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah sehingga dapat dianggap paling

efektif dan paling mudah dilakukan bagi perusahaan. Adapun penerapan

strategi ini diharapkan akan mampu meningkatkan kualitas bayam yang

dipanen oleh perusahaan. Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai

keefektifan derajat kesulitan terendah adalah membuat jadwal pola tanam yang

tepat dengan nilai TEk dan nilai Dk tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan

paling sulit dilakukan.

Tabel 48. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari tiap

Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pemanenan

Kode Strategi Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab

Risiko

P11

Membuat SOP tertulis

kualitas bayam

siap/layak panen dan

proses pemanenan

870.75 A16, 17

A16 = Tidak adanya SOP

tertulis dalam menentukan

kualitas bayam

A17 = Umur bayam

dipanen sebelum waktu

panen

P13 Membuat jadwal pola

tanam yang tepat 110.077 A17

A17 = Umur bayam

dipanen sebelum waktu

panen Sumber : Lampiran 6d

Page 172: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

151

6.5.5. Perhitungan Keefektifan Derajat Kesulitan dari Tiap Strategi

Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pengemasan

Berdasarkan hasil perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari

tiap strategi pencegahan risiko (ETDk) pada proses pengemasan dapat dilihat

pada Lampiran 6e sehingga didapatkan Tabel 49. Berdasarkan tabel tersebut,

nilai keefektifan derajat kesulitan tertinggi adalah Membuat SOP tertulis

pengemasan bayam. Strategi ini memiliki nilai TEk tertinggi dan Dk terendah

sehingga dapat dianggap paling efektif dan paling mudah dilakukan bagi

perusahaan. Adapun penerapan strategi ini diharapkan akan mampu

meminimalisir kesalahan dalam pengemasan sehingga tidak merugikan

perusahaan.

Sedangkan strategi preventif yang memiliki nilai keefektifan derajat

kesulitan terendah adalah melakukan tata ulang letak ruang pengemasan

dengan nilai TEk dan nilai Dk tinggi sehingga dianggap kurang efektif dan

paling sulit dilakukan.

Tabel 49. Hasil Perhitungan Nilai Keefektifan Derajat Kesulitan dari tiap

Strategi Pencegahan Risiko (ETDk) pada Proses Pengemasan

Kode Strategi

Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab Risiko

P14

Membuat SOP

tertulis

pengemasan

bayam

2377.04 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P16

Melakukan

evaluasi rutin

setiap tahapan

kegiatan

2207.25 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

Page 173: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

152

Kode Strategi

Preventif ETDk

Penyebab

Risiko

dengan

Korelasi

Tertinggi

Keterangan Penyebab Risiko

produksi A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P15

Dilakukan

pengawasan

oleh pihak

kepala kebun

1931.34 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P18

Meletakan

bayam yang

dipanen

kedalam

keranjang

dengan posisi

seragam

1156.5 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah

P17

Melakukan tata

ulang letak

ruang

pengemasan

214.594 A23, A20,

A21

A23 = Tidak ada SOP

pengemasan bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

A21 = Permukaan daun dan

batang bayam masih basah Sumber : Lampiran 6e

6.6. Prioritas Aksi Strategi Preventif

Berdasarkan pengukuran keefektifan derajat kesulitan (ETDk) dari tiap

strategi preventif maka didapatkan prioritas aksi atau stratgei preventif risiko

yang telah ditetapkan pada masing-masing proses produksi bayam hidroponik.

6.6.1. Prioritas Aksi Strategi Preventif pada Proses Penyemaian

Urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi atau strategi preventif

penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses penyemaian adalah

sebagai berikut:

Page 174: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

153

1) Membuat SOP tertulis tentang penyemaian (P1)

2) Membuat jadwal pola tanam yang tepat (P3)

3) Menghitung jumlah biji bayam yang akan disemai (P2)

Penetapan prioritas aksi strategi preventif diatas berdasarkan hasil

perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari setiap strategi pencegahan

risiko (ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 45. Prioritas aksi strategi preventif

ini bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki prioritas

penting dalam menangani risiko yang ada.

6.6.2. Prioritas Aksi Strategi Preventif pada Proses Penanaman

Urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi atau strategi preventif

penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses penanaman adalah

sebagai berikut:

1) Pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air (P5)

2) Menyediakan blower atau kipas pada screenhouse (P4)

Penetapan prioritas aksi strategi preventif diatas berdasarkan hasil

perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari setiap strategi pencegahan

risiko (ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 46. Prioritas aksi strategi

preventif ini bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki

prioritas penting dalam menangani risiko yang ada.

6.6.3. Prioritas Aksi Strategi Preventif pada Proses Pemeliharaan

Urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi atau strategi preventif

penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pemeliharaan adalah

sebagai berikut:

Page 175: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

154

1) Pengecekan secara rutin terhadap selang drip agar tidak tersumbat lumut

atau daun (P9)

2) Membersihkan dan menjaga alat-alat produksi yang dipakai (P10)

3) Pemberian jobdesc tertulis yang jelas (P8)

4) Penyemprotan pestisida organik secara rutin (P7)

Penetapan prioritas aksi strategi preventif diatas berdasarkan hasil

perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari setiap strategi pencegahan

risiko (ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 47. Prioritas aksi strategi

preventif ini bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki

prioritas penting dalam menangani risiko yang ada.

6.6.4. Prioritas Aksi Strategi Preventif pada Proses Pemanenan

Urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi atau strategi preventif

penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pemanenan adalah

sebagai berikut:

1) Membuat SOP tertulis kualitas bayam siap/layak panen dan proses

pemanenan (P11)

2) Membuat jadwal pola tanam yang tepat (P13)

Penetapan prioritas aksi strategi preventif diatas berdasarkan hasil

perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari setiap strategi pencegahan

risiko (ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 48. Prioritas aksi strategi

preventif ini bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki

prioritas penting dalam menangani risiko yang ada.

Page 176: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

155

6.6.5. Prioritas Aksi Strategi Preventif pada Proses Pengemasan

Urutan prioritas pelaksanaan tiap aksi atau strategi preventif

penanganan risiko yang telah ditetapkan pada proses pengemasan adalah

sebagai berikut:

1) Membuat SOP tertulis pengemasan bayam (P14)

2) Melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan produksi (P16)

3) Dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun (P15)

4) Meletakan bayam yang dipanen kedalam keranjang dengan posisi seragam

(P18)

5) Melakukan tata ulang letak ruang pengemasan (P17)

Penetapan prioritas aksi strategi preventif diatas berdasarkan hasil

perhitungan nilai keefektifan derajat kesulitan dari setiap strategi pencegahan

risiko (ETDk) yang telah dibahas pada Tabel 49. Prioritas aksi strategi

preventif ini bertujuan untuk mengetahui pengurutan strategi yang memiliki

prioritas penting dalam menangani risiko yang ada.

6.7. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko

Pada bagian atas tabel HOR fase 2 seperti pada Lampiran 6 a, b, c, d,

dan e terdapat hubungan kuat positif (++) dan positif (+). Apabila dua aksi atau

strategi preventif berhubungan kuat positif maka perusahaan bisa memilih

salah satu diantara dua strategi preventif tersebut. Sedangkan bila berhubungan

positif maka perusahaan bisa memadukan antara dua strategi preventif yang

Page 177: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

156

berhubungan positif tersebut. Selain itu, apabila strategi preventif tidak

memiliki hubungan maka perusahaan perlu menjalankan tiap strategi-strategi

preventif tersebut.

6.7.1. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Penyemaian

Terdapat strategi yang memiliki hubungan kuat positif (++) antara

strategi pencegahan risiko pada proses penyemaian seperti pada Lampiran 6a.

Strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan hubungan kuat positif (++)

adalah strategi membuat SOP tertulis tentang penyemaian dengan strategi

menghitung jumlah biji bayam yang akan disemai yang artinya perusahaan

dapat memilih salah satu dari dua strategi preventif tersebut karena dianggap

memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab risiko yang sama

6.7.2. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Penanaman

Terdapat strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat positif

(++) antara strategi pencegahan risiko pada proses penanaman seperti pada

Lampiran 6b. Strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan positif (+)

adalah strategi pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air

dengan strategi pengawasan secara rutin terhadap pekerja, yang berarti strategi

tersebut dapat dilakukan secara bersamaan atau dikombinasikan antara

keduanya karena narasumber menganggap kedua strategi tersebut dapat saling

melengkapi dan memaksimalkan berkurangnya kemunculan penyebab risiko.

Sedangkan strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan kuat positif

(++) adalah strategi menyediakan blower atau kipas pada screenhouse dengan

Page 178: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

157

strategi pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air yang

artinya perusahaan dapat memilih salah satu dari dua strategi preventif tersebut

karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab risiko

yang sama.

6.7.3. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pemeliharaan

Terdapat strategi yang memiliki hubungan positif (+) antara strategi

pencegahan risiko pada proses pemeliharaan seperti pada Lampiran 6c. Strategi

pencegahan risiko yang memiliki hubungan positif (+) adalah strategi

pemberian jobdesc tertulis yang jelas dengan strategi pengecekan secara rutin

terhadap selang drip agar tidak tersumbat lumut atau daun, yang berarti strategi

tersebut dapat dilakukan secara bersamaan atau dikombinasikan antara

keduanya karena narasumber menganggap kedua strategi tersebut dapat saling

melengkapi dan memaksimalkan berkurangnya kemunculan penyebab risiko.

6.7.4. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pemanenan

Terdapat strategi yang memiliki hubungan kuat positif (++) antara

strategi pencegahan risiko pada proses pemanenan seperti pada Lampiran 6d.

Strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan kuat positif (++) adalah

strategi membuat SOP tertulis kualitas bayam siap/layak panen dan proses

pemanenan dengan strategi membuat jadwal pola tanam yang tepat yang

artinya perusahaan dapat memilih salah satu dari dua strategi preventif tersebut

karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab risiko

yang sama.

Page 179: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

158

6.7.5. Hubungan Kuat Positif antara Dua Strategi Pencegahan Risiko pada

Proses Pengemasan

Terdapat strategi yang memiliki hubungan positif (+) dan kuat positif

(++) antara strategi pencegahan risiko pada proses pengemasan seperti pada

Lampiran 6e. Strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan positif (+)

adalah strategi dilakukan pengawasan oleh pihak kepala kebun dengan strategi

melakukan evaluasi rutin setiap tahapan kegiatan produksi, yang berarti strategi

tersebut dapat dilakukan secara bersamaan atau dikombinasikan antara

keduanya karena narasumber menganggap kedua strategi tersebut dapat saling

melengkapi dan memaksimalkan berkurangnya kemunculan penyebab risiko.

Sedangkan strategi pencegahan risiko yang memiliki hubungan kuat positif

(++) adalah strategi membuat SOP tertulis pengemasan bayam dengan strategi

meletakan bayam yang dipanen kedalam keranjang dengan posisi seragam

yang artinya perusahaan dapat memilih salah satu dari dua strategi preventif

tersebut karena dianggap memiliki tujuan pencegahan kemunculan penyebab

risiko yang sama.

Page 180: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

159

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis yang telah dilakukan pada

proses produksi bayam hidroponik di Serua Farm, guna menjawab

perumusan masalah maka kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Risiko produksi bayam hidroponik yang dihadapi oleh Serua Farm

dikelompokkan menjadi penyebab risiko dan kejadian risiko. Terdapat 23

penyebab risiko (Risk Agent) pada keseluruhan proses produksi bayam

hidroponik, diantaranya adalah 3 penyebab risiko pada proses

penyemaian, 6 penyebab risiko pada proses penanaman, 5 penyebab

risiko pada proses pemeliharaan, 4 penyebab risiko pada proses

pemanenan dan 5 penyebab risiko pada proses pengemasan. Sedangkan

kejadian risiko (Risk Event) pada proses produksi berjumlah 22 kejadian,

yaitu 3 kejadian risiko pada proses penyemaian, 6 kejadian risiko pada

proses penanaman, 5 kejadian risiko pada proses pemeliharaan, 4

kejadian risiko pada proses pemanenan dan 4 kejadian risiko pada proses

pengemasan.

2. Hasil pengukuran risiko pada proses produksi bayam hidroponik

ditunjukkan dengan nilai ARP. Penilaian ARP tertinggi pada proses

penyemaian adalah Tumbuhnya lumut pada rockwool dengan nilai

163.31. Penilaian ARP tertinggi pada proses penanaman yang harus

diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan adalah suhu udara

melebih 30°C dengan nilai 286.88. Penilaian ARP tertinggi pada proses

Page 181: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

160

pemeliharaan yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi

pencegahan adalah tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit dengan nilai 378. Penilaian ARP

tertinggi pada proses pemanenan yang harus diprioritaskan untuk

diberikan strategi pencegahan adalah tidak adanya SOP tertulis dalam

menentukan kualitas bayam dengan nilai 219.38. Penilaian ARP tertinggi

pada proses pengemasan yang harus diprioritaskan untuk diberikan

strategi pencegahan adalah tidak ada SOP pengemasan bayam dengan

nilai 329.06.

3. Hasil pemetaan risiko yang terjadi pada produksi bayam hidroponik di

Serua Farm didapatkan total 12 penyebab risiko yang menjadi prioritas

untuk dijadikan penanganan risiko. Pada proses penyemaian terdapat 2

penyebab risiko prioritas dengan persentase kumulatif penyebab risiko

tertinggi yaitu setelah benih disemai tidak diletakan ditempat teduh atau

tidak terkena sinar matahari. Pada proses penanaman terdapat 3 penyebab

risiko prioritas dengan persentase kumulatif penyebab risiko tertinggi

yaitu suhu udara melebihi 30°C. Pada proses pemeliharaan terdapat 2

penyebab risiko prioritas dengan persentase kumulatif penyebab risiko

tertinggi yaitu tenaga kerja kurang memperhatikan adanya tanaman yang

rusak atau terkena penyakit. Pada proses pemanenan terdapat 2 penyebab

risiko prioritas dengan persentase kumulatif penyebab risiko tertinggi

yaitu tidak adanya SOP tertulis dalam menentukan kualitas bayam. Pada

proses pengemasan terdapat 3 penyebab risiko prioritas dengan

Page 182: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

161

persentase kumulatif penyebab risiko tertinggi yaitu tidak adanya SOP

pengemasan bayam.

4. Berdasarkan pemetaan pareto yang menjadi prioritas penanganan risiko,

maka didapatkan 16 strategi preventif pencegahan risiko guna

menghindari risiko tersebut terjadi kembali. Strategi yang memiliki nilai

ETDk tertinggi berarti strategi tersebut dianggap paling efektif dan

mudah dilaksanakan. Pada proses penyemaian terdapat 3 strategi

preventif, strategi yang memiliki nilai ETDk tertinggi adalah membuat

SOP tertulis tentang penyemaian. Pada proses penanaman terdapat 2

strategi preventif, strategi yang memiliki nilai ETDk tertinggi adalah

pengecekan secara rutin terhadap suhu air dan kadar nutrisi air. Pada

proses pemeliharaan terdapat 4 strategi preventif, strategi yang memiliki

nilai ETDk tertinggi adalah pengecekan secara rutin terhadap selang drip

agar tidak tersumbat lumut atau daun. Pada proses pemanenan terdapat 2

strategi preventif, strategi yang memiliki nilai ETDk tertinggi adalah

membuat SOP tertulis kualitas bayam siap atau layak panen serta proses

pemanenan. Pada proses pengemasan terdapat 5 strategi preventif,

strategi yang memiliki nilai ETDk tertinggi adalah membuat SOP tertulis

pengemasan bayam.

7.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang

dapat diberikan adalah sebagai berikut :

Page 183: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

162

1. Serua Farm sebaiknya membuat SOP tertulis terkait produksi bayam

hidroponik, karena adanya SOP akan menciptakan ukuran standar kinerja

bagi pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya, serta dapat mengurangi

kesalahan dan kelalaian yang mungkin saja terjadi pada saat proses

produksi bayam hidroponik yang pada akhirnya akan merugikan

perusahaan itu sendiri.

2. Pemilik sebagai pengawas saat ini dikarenakan keterbatasan pemilik

untuk melakukan pengawasan secara rutin akibat jarak tempuh yang jauh,

sebaiknya menunjuk salah satu karyawan untuk melakukan tugas

pengawasan pada kegiatan produksi bayam hidroponik secara lebih ketat

lagi kepada para pekerja.

3. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan penelitian ini dengan

melakukan analisis risiko menggunakan metode lainnya serta melakukan

analisis risiko pada tingkat pelaku usaha yang lebih luas baik dari sisi

produksi maupun ke konsumen akhir dari produk bayam hidroponik.

Page 184: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

163

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Nurul dan Azizah, Nur. 2018. Teknologi Budidaya Tanaman Sayuran secara

Hidroponik. UB Press, Malang.

Alviani, Puput. 2015. Bertanam Hidroponik untuk Pemula. Bibit Publisher,

Jakarta Timur.

Andayani, Sri Ayu. 2017. Manajemen Agribisnis : Pendekatan Manajemen dalam

Agribisnis. CV Media Cendikia Muslim, Bandung.

Annisa, Amalia Suci. 2017. Analisis Risiko Produksi Susu Kambing di CV

Sawangan Farm Dairy. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi, UIN

Jakarta.

Ariani, Dorothea. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif

dalam Manajemen Kualitas). Penerbit Andi, Yogyakarta.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2015. Inovasi Hortikultura

Pengungkit Peningkatan Pendapatan Rakyat. IAARD Press, Jakarta.

Badan Pengkajian Teknologi Pertanian. 2017. Buku Petunjuk Teknis Budidaya

Sayuran Hidroponik (Bertanam tanpa Media Tanah). BPTP Balitbangtan,

Riau.

Basyaib, Fachmi. 2007. Manajemen Risiko. PT Gramedia Widiasarana Indonesia,

Jakarta.

Estu, Hakas Putri. 2017. Analisis Risiko Produksi Bunga Krisan Potong dengan

Pendekatan Failure Mode And Effect Analysis (Fmea) dan Fishbone

Diagrams di Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur. [Skripsi].

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institus

Pertanian Bogor, Bogor.

Fahmi, Irham. 2010. Manajemen Risiko; Teori, Kasus, dan Solusi. Bandung,

Alfabeta.

Fuad, dkk. 2006. Pengantar Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Darmawi, Herman. 2010. Manajemen Risiko. PT Bumi Aksara, Jakarta.

Djohanputro, Bramantyo. 2008. Manajemen Korporat. PPM Manajemen, Bogor.

Hadisoeganda, A. Widjaja. 1996. Bayam Sayuran Penyangga Petani di Indonesia.

Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.

Page 185: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

164

Hafizha, Fernanda Aghnia. 2017. Mitigasi Risiko Produksi Susu Sapi pada

Peternakan Sapi Rakyat (Studi Kasus pada Peternakan Mahesa Perkasa

Farm, Kota Depok, Jawa Barat. [Skripsi]. Fakultas Sains dan Teknologi,

UIN Jakarta.

Hanggraeni, Dewi. 2008. Pengelolaan Risiko Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas

Ekonomi UI, Jakarta.

Hanson, James dkk. 2004. Risk and Risk Management in Organic Agriculture:

Views of Organic Farmers. Department of Agricultural and Resource

Economics The University of Maryland, College Park.

Harwood, Joy dkk. 1999. Managing Risk in Farming: Concepts, Research, and

Analysis. Washington, DC.

Heizer, Jay dan Barry Render. 2014. Manajemen Operasi. Ed ke-11. Penerjemah :

Horison Kurnia. Salemba Empat, Jakarta.

Huirne, Ruud.B.M. 2003. Strategy and Risk in Farming. Wageningen Journal of

Life Sciences. Vol. 50. No. 2. Hal 249 - 259. DOI : 10.1016/S1573

5214(03)80010-6.https://reader.elsevier.com/reader/sd/pii/S1573521403

800106?token=2A3EEE4B369022201AE3F7D1D0126EC02F6388BDC4

4222071698BA057EDDBDA1BD5003774028E45C2D12E735777BC037

Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020, pukul 10.40 WIB.

Huirne, dkk. 2000. Risk and Risk Management in Agriculture : an Overview and

Empirical Results. International Journal Risk Assessment and

Management. Vol. 1. No.1. Hal 125-136. DOI : 10.1504/IJRAM.2000.001

491.https://www.researchgate.net/publication/264441447_Risk_and_risk_

management_in_agriculture_An_overview_and_empirical_results.

Diakses pada tanggal 11 Oktober 2020, pukul 11.53 WIB.

Jabir, Ali dan Kapoor, Sanjeev. 2008. Farmers' perception on risks in fruits and

vegetables production: an empirical study of Uttar Pradesh. Agricultural

Economics Research Review. Vol. 21.

https://www.researchgate.net/publication/227365161_Farmers'_perception

_on_risks_in_fruits_and_vegetables_production_an_empirical_study_of_

Uttar_Pradesh. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2019, pukul 19.55 WIB.

Juhaeti, Titi, dkk. 2014. Prospek dan Teknologi Budidaya Beberapa Jenis

Sayuran Lokal. LIPI Press, Jakarta.

Kasidi. 2010. Manajemen Risiko. Penerbit Ghalia, Bogor.

Page 186: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

165

Khan, Fraz Ahmad, dkk. 2018. A Review on Hydroponic Greenhouse Cultivation

for Sustainable Agriculture. International Journal of Agriculture,

Environment and Food Sciences.e-ISSN : 2618-5946.

https://dergipark.org.tr/en/download/article-file/531618. Diakses pada

tanggal 1 September 2020, pukul 21.20 WIB.

Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. PPM,

Jakarta.

Kuswandi dan Erna Mutiara. 2004. Delta Delapan Langkah dan Tujuh Alat

Statistik untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. PT Elex Media

Komputindo, Jakarta.

Lutfi, Ahmad dan Herry Irawan. 2012. Analisis Risiko Rantai Pasok De Model

House of Risk (Studi kasus pada PT. XXX). Manajemen Indonesia: Ejurnal.

Htpp://ijm.telkomuniversity.ac.id/wpcontent/uploads/2015/02/Vol.-12.

Moesa, Zulfikar. 2016. Hidroponik Kreatif, Membangun Instalasi Unik

Menggunakan Barang Bekas. PT Agromedia Pustaka, Jakarta.

Mulyadi. 2007. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Salemba

Empat, Yogyakarta.

Okemwa, Ezekiel. 2015. Effectiveness of Aquaponic and Hydroponic Gardening

to Traditional Gardening. International Journal of Scientific Research and

Innovative Technology. Vol. 2. No. 12. ISSN : 2313-3759.

http://www.ijsrit.com/uploaded_all_files/3563230518_m3.pdf. Diakses

pada tanggal 12 Oktober 2020, pukul 13.19 WIB.

Paeru dan Dewi, Trias Kurnia. 2018. Panduan Praktis Bertanam Sayuran di

Perkarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Prastio, Untung. 2015. Panen Sayuran Hidroponik Setiap Hari. PT Agromedia

Pustaka, Jakarta.

Prihmantoro, Heru dan Indriani, Yovita. 1998. Hidroponik Sayuran Semusim

untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Pujawan dan Geraldine. 2009. House of Risk : A Model of Proactive Supply Chain

Risk Management. Jurnal Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.

Rosliani, Rini dan Sumarni, Nani. 2005. Budidaya Tanaman Sayuran dengan

Sistem Hidroponik. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.

Rukmana, Rahmat. 2005. Bertanam Sayuran di Pekarangan. Kanisius,

Yogyakarta.

Page 187: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

166

Rukmana, Rahmat dan Yudirachman, Herdi. 2016. Bisnis dan Budidaya Sayuran

Baby. Penerbit Nuansa Cendekia, Bandung.

Saparinto, Cahya. 2013. Grow Your Own Vegetables, Panduan Praktis Menanam

14 Sayuran Konsumsi Populer di Pekarangan.Lily Publisher, Yogyakarta.

Setiawan, Andre. 2019. Buku Pintar Hidroponik. Laksana, Yogyakarta.

Setiawan, Hendra. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Hidroponik. Bio Genesis,

Yogyakarta.

Setyaningrum, Hesti Dwi dan Saparinto, Cahyo. 2011. Panen Sayur secara Rutin

di Lahan Sempit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sharma, Nisha dkk. 2018. Hydroponics as an advanced technique for vegetable

production: An overview. Journal of Soil and Water Conservation. ISSN :

022-457X.

Shinta, Nadira Desiana dan Nur Wiyono Sulistyodewi. 2017. Analisis Risiko

Produksi Baby Buncis pada Kelompok Tani di Kabupaten Bandung Barat.

[Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran.

Sinulingga, Sukaria. 2013. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Graha Ilmu,

Yogyakarta.

Sitorus, Novianti. 2011. Analisis Risiko Produksi Bayam dan Kangkung

Hidroponik pada Parung Farm Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

[Skripsi]. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sofyan, Iban. 2004. Manajemen Risiko. Graha Ilmu, Yogyakarta.

Soleh, Mohamad. 2020. Risk Culture : Creating and Protecting Value by

Nurturing Risk Culture. Edu Publisher. Jawa Barat

Sunarjono, Hendro. 2013. Bertanam 36 Jenis Sayur. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sunarjono, Hendro dan Nurrohmah, Febriani. 2018. Bertanam Sayuran Daun

dan Umbi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Susilawati. 2019. Dasar-dasar Bertanam secara Hidroponik. Unsri Press,

Palembang.

Sutanto, Teguh. 2015. Rahasia Sukses Budidaya Tanaman dengan Metode

Hidroponik. Bibit Publisher, Depok.

Page 188: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

167

Sutiyoso, Yos. 2006. Hidroponik Ala Yos. Penebar Swadaya, Jakarta.

Swastika, dkk. 2017. Budidaya Sayuran Hidroponik Bertanam Tanpa Media

Tanah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Riau.

Syariefa, Evy, dkk. 2014. Hidroponik Praktis. PT Trubus Swadaya, Depok.

Tisnowati, Henny, Musa Hubeis dan Hartisari Hardjomidjojo. 2008. Analisis

Pengendalian Mutu Produksi Roti (Kasus PT. AC, Tangerang). E-jurnal.

http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalmpi/article/view/806. Diakses pada

tanggal 15 Desember 2019, Pukul 19.19 WIB.

Triono, Agus R. 2012. Pengambilan Keputusan Manajerial ; Teori dan Praktik

untuk Manajer dan Akademisi. Salemba Empat, Jakarta.

Ulfah, Maria, Mohammad Syamsul Maarif, Sukardin dan Sapta Raharja. 2016.

Analisis dan Perbaikan Manajemen Risiko Rantai Pasok Gula Rafinasi

dengan Pendekatan House of Risk. Jurnal. Vol 25 No. 1 Hal 87 – 103.

Institut Pertanian Bogor E-Jurnal. http://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalti

n/article/view/13129. Diakses pada tanggal 25 Januari 2019, Pukul 20.19

WIB.

Umar, dkk. 2016. Jago Bertanam Hidroponik untuk Pemula. PT Agromedia

Pustaka, Jakarta.

Wahyudi. 2010. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran. PT Agromedia Pustaka,

Jakarta.

Wastra, Akhmad Riyadi dan Akhmad Mahbubi. 2013. Risiko Agribisnis. Jakarta :

UIN JAKARTA PRESS.

Page 189: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

168

LAMPIRAN

Page 190: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

169

Lampiran 1. Wawancara Profil Perusahaan dan Identifikasi Risiko

WAWANCARA PROFIL PERUSAHAAN DAN IDENTIFIKASI RISIKO

I. DATA INFROMAN

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki / Perempuan

Jabatan :

II. DAFTAR PERTANYAAN

A. PROFIL SERUA FARM

1. Bagaimana sejarah berdirinya Serua Farm?

2. Apa tujuan didirikannya Serua Farm?

3. Apa visi dan misi dari Serua Farm?

4. Bagaimana struktur organisasi di Serua Farm?

5. Apa saja produk yang dihasilkan atau dibudidayakan di Serua Farm?

B. IDENTIFIKASI RISIKO PENANAMAN

1. Bagaimana proses penanaman bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

2. Bagaimana parameter lingkungan di sekitar Serua Farm?

3. Apakah terdapat risiko pada proses penanaman yang dapat mempengaruhi

hasil produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

4. Apakah peralatan dalam melakukan proses penanaman telah memadai?

C. IDENTIFIKASI RISIKO PEMELIHARAAN

1. Bagaimana proses pemeliharaan bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

2. Apakah pekerja mengetahui proses pemeliharaan di Serua Farm?

Page 191: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

170

3. Bagaimana kondisi lingkungan di sekitar Serua Farm?

4. Apakah terdapat risiko pada proses pemeliharaan yang dapat

mempengaruhi hasil produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

D. IDENTIFIKASI RISIKO PEMANENAN

1. Bagaimana proses pemanenan bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

2. Apa saja kriteria yang dibutuhkan untuk dapat diterima menjadi petugas

produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

3. Apakah fasilitas untuk pemanenan telah memadai atau tidak kekurangan

di Serua Farm?

4. Apa saja kriteria bayam hijau hidroponik yang baik untuk di panen di

Serua Farm?

5. Apakah pekerja mengetahui kriteria bayam hijau hidroponik yang baik

yang dapat dipanen di Serua Farm?

6. Apakah terdapat risiko pada proses pemanenan yang dapat mempengaruhi

hasil produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

E. IDENTIFIKASI RISIKO PENGEMASAN

1. Bagaimana proses pengemasan bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

2. Apakah fasilitas untuk pengemasan telah memadai atau tidak kekurangan

di Serua Farm?

3. Apakah terdapat risiko pengemasan yang dapat mempengaruhi hasil

produksi bayam hijau hidroponik di Serua Farm?

4. Apa saja kriteria pekerja untuk dapat melakukan proses pengemasan di

Serua Farm?

Page 192: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

171

Lampiran 2. Matriks Instrumen Penelitian

No Sub Variabel Parameter Kemungkinan Penyebab Risiko Kemungkinan Kejadian Risiko

1. Penyemaian Semaian 1. Tidak adanya SOP penyemaian secara

tertulis

2. Setelah benih disemai tidak diletakan

ditempat teduh atau tidak terkena sinar

matahari

3. Tumbuhnya lumut pada rockwool

1. Benih terbuang percuma

2. Bayam terjatuh hingga mati

3. Pertumbuhan semaian menjadi lambat

2. Penanaman Parameter

Lingkungan

4. Suhu udara melebihi 30° C

5. Kelembaban udara tinggi

6. Intensitas cahaya matahari terlalu tinggi

4. Tanaman menjadi layu

5. Tanaman menjadi mudah busuk dan

berjamur

6. Tanaman bayam terbakar pada bagian

daun

Rak Pembesaran 7. Jarak antar lubang tanam kurang dari 15

cm

7. Tanaman menjadi tumpang tindih

Pentingnya Air 8. Suhu air melebihi 25° C 8. Tanaman tidak dapat menyerap air

nutrisi sehingga membusuk

Screenhouse

Pembibitan

9. Tidak ada yellow trap pada screenhouse 9. Tanaman mudah terserang hama dan

pathogen

3. Pemeliharaan Pengecekan

Selang

10. Aliran air nutrisi dimatikan pada malam

hari

11. Tenaga kerja kurang melakukan kontrol

selang drip sehingga terdapat lumut

10. Tanaman kekurangan nutrisi membuat

tanaman mati atau kerdil

11. Air nutrisi tidak lancar karena

terhambat oleh lumut, tanaman

kekurangan nutrisi

Penyiangan

Gulma

12. Tenaga kerja malas dalam melakukan

sanitasi di sekitar rak produksi

12. Hama dan penyakit bersarang di

sekitar rak produksi

Page 193: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

172

Tenaga Kerja 13. Tenaga kerja kurang memperhatikan

adanya tanaman yang rusak atau terkena

penyakit

14. Tenaga kerja membiarkan bayam merah

dan bayam hijau tumbuh dalam satu

netpot

13. Hama dan penyakit menular ke

tanaman lainnya

14. Persaingan kebutuhan air, nutrisi dan

cahaya

4. Pemanenan Standar Kualitas 15. Tata letak pemanenan dilakukan dengan

wadah akar berada dibawah

16. Tidak adanya SOP tertulis dalam

menentukan kualitas bayam

17. Umur bayam dipanen sebelum waktu

panen

18. Hasil tidak langsung diletakan diruang

pendingin

15. Tanaman saat diambil akan mudah

sobek daunnya

16. Bayam tidak layak panen akan

mempengaruhi bayam lainnya apabila

dikemas

17. Tanaman bayam tidak seragam

18. Bayam menjadi cepat busuk karena

terjadi respirasi

5. Pengemasan Penyimpanan 19. Tidak menggunakan ruangan pendingin

untuk menyimpan bayam yang telah

dikemas

19. Bayam menjadi mudah busuk / lembek

Mempertahankan

Kualitas

20. Tidak ada proses sortasi

21. Tenaga kerja lalai dalam melakukan

pengemasan

22. Permukaan daun dan batang bayam

masih basah

23. Tidak ada SOP pengemasan bayam

20. Bayam dengan kondisi yang rusak

dapat masuk kedalam kemasan

21. Bayam menjadi tidak segar dan mudah

layu

Lampiran 2. Lanjutan

Page 194: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

173

Lampiran 3a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan

Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses

Penyemaian

HASIL KUESIONER PENELITIAN PUTARAN PERTAMA

KUESIONER PENELITIAN

ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI

SERUA FARM KOTA DEPOK

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Saya Wasis Vidya Hajjarwati mahasiswi (S1) Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta. Saat ini saya sedang melakukan penelitian skripsi yang berjudul “Analisis

Risiko Produksi Bayam Hijau Hidroponik di Serua Farm Kota Depok”. Salah satu

cara untuk mendapatkan data dalam penelitian ini adalah melalui kuesioner, untuk

itu saya mengharapkan kesediaan anda untuk mengisi kuesioner ini. Segala

informasi yang anda berikan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian

ini. Semua jawaban yang anda berikan bersifat rahasia. Atas perhatian dan

kerjasama anda, saya ucapkan terima kasih.

Data Informan

Nama :.............................

Usia :..............................

Jenis Kelamin : Laki – Laki / Perempuan

Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadapa frekuensi atau peluang

terjadinya risiko beserta dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

muncul.

2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist ( √ )

Page 195: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

174

3. Jika terdapat pertanyaan yang Bapak/Ibu tidak pahami mohon untuk

melingkari nomor pertanyaan.

4. Keterangan unutk penilaian “Frekuensi atau Peluang Kemunculan

Penyebab Risiko (Aj)”

1 = Sangat Rendah (Tidak pernah terjadi)

2 = Rendah (Jarang terjadi, hanya pada kondisi tertentu)

3 = Sedang (Terjadi pada kondisi tertentu)

4 = Tinggi (Sering terjadi pada setiap kondisi)

5 = Sangat Tinggi (Selalu terjadi pada setiap kondisi)

A. Identifikasi Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) pada Proses Penyemaian

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber

Oj Charlie Een Putri Dian

A1 Tidak adanya SOP penyemaian

secara tertulis 1 4 4 4 3.25

A2

Setelah benih disemai tidak

diletakan ditempat teduh atau

tidak terkena sinar matahari

1 5 5 5 4.00

A3 Tumbuhnya lumut pada rockwool 4 3 3 4 3.50

Keterangan :

Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

B. Tingkat Pengaruh atau Dampak Kejadian Risiko (Severity) pada Proses

Penyemaian

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber

Si Charlie Een Putri Dian

E1 Benih terbuang percuma 3 5 4 4 4.00

E2 Bayam terjatuh hingga mati 3 5 4 4 4.00

E3

Pertumbuhan semaian menjadi

lambat 5 5 4 3 4.25

Keterangan :

Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 196: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

175

Lampiran 4b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan

Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses

Penanaman

A. Identifikasi Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) pada Proses Penanaman

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber

Oj Charlie Een Putri Dian

A4 Suhu udara melebihi 30° C 4 4 3 4 3.75

A5 Kelembaban udara tinggi 3 3 2 3 2.75

A6 Intensitas cahaya matahari terlalu

tinggi 4 2 3 4 3.25

A7 Suhu air melebihi 25° C 4 2 4 5 3.75

A8 Tidak ada yellow trap pada

screenhouse 1 5 3 3 3.00

A9 Jarak antar lubang tanam kurang

dari 15 cm 1 3 3 4 2.75

Keterangan :

Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

B. Tingkat Pengaruh atau Dampak Kejadian Risiko (Severity) pada

Proses Penanaman

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber

Si Charlie Een Putri Dian

E4 Tanaman menjadi layu 4 4 4 4 4.00

E5

Tanaman menjadi mudah busuk

dan berjamur 2 4 4 4 3.50

E6

Tanaman bayam terbakar pada

bagian daun 2 3 4 4 3.25

E7

Tanaman tidak dapat menyerap

air nutrisi sehingga membusuk 1 2 4 4 2.75

E8

Tanaman mudah terserang hama

dan pathogen 3 5 4 4 4.00

E9 Tanaman menjadi tumpang

tindih 3 3 3 3 3.00

Keterangan :

Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 197: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

176

Lampiran 3c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan

Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses

Pemeliharaan

A. Identifikasi Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) pada Proses Pemeliharaan

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber

Oj Charlie Een Putri Dian

A10 Aliran air nutrisi dimatikan pada

malam hari 5 1 3 1 2.50

A11

Tenaga kerja kurang melakukan

kontrol selang drip sehingga

terdapat lumut

5 3 3 4 3.75

A12 Tenaga kerja malas dalam

melakukan sanitasi 5 5 4 4 4.50

A13

Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit

1 5 4 4 3.50

A14

Tenaga kerja membiarkan

bayam merah dan bayam hijau

tumbuh dalam satu netpot

1 5 3 1 2.50

Keterangan :

Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

B. Tingkat Pengaruh atau Dampak Kejadian Risiko (Severity) pada

Proses Pemeliharaan

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber

Si Charlie Een Putri Dian

E10

Tanaman kekurangan nutrisi

membuat tanaman mati atau

kerdil

1 1 4 4 2.50

E11

Air nutrisi tidak lancar karena

terhambat oleh lumut, tanaman

kekurangan nutrisi

1 4 4 2 2.75

E12 Hama dan penyakit bersarang di

sekitar rak produksi 5 5 4 4 4.50

E13 Hama dan penyakit menular ke

tanaman lainnya 3 5 4 4 4.00

E14 Persaingan kebutuhan air, nutrisi

dan cahaya 1 3 4 4 3.00

Keterangan :

Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 198: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

177

Lampiran 3d. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan

Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses

Pemanenan

A. Identifikasi Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) pada Proses Pemanenan

Kode Penyebab Risiko (Risk

Agent)

Narasumber Oj

Charlie Een Putri Dian

A15

Tata letak pemanenan

dilakukan dengan wadah akar

berada dibawah

5 3 4 1 3.25

A16

Tidak adanya SOP tertulis

dalam menentukan kualitas

bayam

5 4 3 1 3.25

A17 Umur bayam dipanen

sebelum waktu panen 2 5 3 2 3.00

A18 Hasil tidak langsung

diletakan diruang pendingin 1 3 3 4 2.75

Keterangan :

Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

B. Tingkat Pengaruh atau Dampak Kejadian Risiko (Severity) pada

Proses Pemanenan

Kode Kejadian Risiko (Risk

Event)

Narasumber Si

Charlie Een Putri Dian

E15 Tanaman saat diambil akan

mudah sobek daunnya 1 3 2 1 1.75

E16

Bayam tidak layak panen

akan mempengaruhi bayam

lainnya apabila dikemas

5 4 4 4 4.25

E17 Tanaman bayam tidak

seragam 3 5 3 1 3.00

E18 Bayam menjadi cepat busuk

karena terjadi respirasi 1 3 2 3 2.25

Keterangan :

Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 199: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

178

Lampiran 3e. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Identifikasi Frekuensi

atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko (Occurrence) dan

Tingkat Pengaruh Dampak (Severity) Risiko pada Proses

Pengemasan

A. Identifikasi Frekuensi atau Peluang Kemunculan Penyebab Risiko

(Occurrence) pada Proses Pengemasan

Kode Penyebab Risiko (Risk Agent) Narasumber

Oj Charlie Een Putri Dian

A19 Tidak ada proses sortasi 1 4 2 2 2.25

A20 Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan 2 5 4 2 3.25

A21 Permukaan daun dan batang

bayam masih basah 3 5 4 2 3.50

A22

Tidak menggunakan ruangan

pendingin untuk menyimpan

bayam yang telah dikemas

5 3 3 4 3.75

A23 Tidak ada SOP pengemasan

bayam 5 4 4 2 3.75

Keterangan :

Oj didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

B. Tingkat Pengaruh atau Dampak Kejadian Risiko (Severity) pada

Proses Pengemasan

Kode Kejadian Risiko (Risk Event) Narasumber

Si Charlie Een Putri Dian

E19

Bayam dengan kondisi yang

rusak dapat masuk kedalam

kemasan

1 4 2 1 2.00

E20 Bayam menjadi rusak saat

dikemas 1 5 1 1 2.00

E21 Bayam menjadi mudah busuk /

lembek 1 5 3 3 3.00

E22 Bayam menjadi tidak segar dan

mudah layu 2 3 3 3 2.75

Keterangan :

Si didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 200: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

179

Lampiran 3f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab

Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh Dampak (Severity)

Risiko pada Proses Penyemaian

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab risiko

beserta pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

terjadi berdasarkan keterangan dibawah ini :

Penyebab Risiko Dampak Risiko

A1 = Tidak adanya SOP penyemaian

secara tertulis

E1 = Benih terbuang percuma

A2 = Setelah benih disemai tidak

diletakan ditempat teduh atau

tidak terkena sinar matahari

E2 = Tanaman bayam terjatuh

hingga mati

A3 = Tumbuhnya lumut pada

rockwool

E3 = Pertumbuhan semaian menjadi

Lambat

2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruh atau

dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai

berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 201: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

180

B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

pada Proses Penyemaian

A1 A2 A3

E1

C 9

9

0

0

3 3

E 0 0 3

P 9 0 9

D 3 0 1

E2

C 0

0

0

0

0 0

E 0 0 0

P 1 0 0

D 0 0 0

E3

C 1

0

0

9

9 9

E 0 9 9

P 9 9 9

D 0 9 3

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 202: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

181

Lampiran 3g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab

Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh Dampak (Severity)

Risiko pada Proses Penanaman

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab risiko

beserta pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

terjadi berdasarkan keterangan dibawah ini :

Penyebab Risiko Dampak Risiko

A4 = Suhu udara melebihi 30° C E1 = Tanaman menjadi layu

A5 = Kelembaban udara tinggi E2 = Tanaman menjadi mudah busuk

dan berjamur

A6 = Intensitas cahaya matahari

terlalu tinggi

E3 = Tanaman bayam terbakar pada

bagian daun

A7 = Suhu air melebihi 25° C E4 = Tanaman tidak dapat menyerap air

nutrisi sehingga membusuk

A8 = Tidak ada yellow trap pada

screenhouse

E6 = Tanaman mudah terserang hama

dan pathogen

A9 = Jarak antar lubang tanam < 15

cm

E7 = Tanaman menjadi tumpang tindih

2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruh atau

dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai

berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 203: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

182

B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

pada Proses Penanaman

A4 A5 A6 A7 A8 A9

E4

C 9

9

3

3

3

3

9

9

0

0

0

0 E 9 1 1 3 0 0

P 3 3 3 9 0 0

D 9 0 9 9 0 0

E5

C 3

3

3

3

0

0

9

9

0

0

0

0 E 3 3 0 3 0 0

P 3 3 1 9 0 1

D 0 3 0 9 0 0

E6

C 3

3

0

0

3

3

0

0

0

0

0

0 E 3 0 1 1 0 0

P 3 1 3 3 0 0

D 3 0 3 0 0 0

E7

C 3

3

3

3

1

1

1

1

0

0

1

1 E 9 3 1 1 0 0

P 3 3 1 9 0 1

D 0 0 0 1 0 1

E8

C 1

3

9

9

1

1

0

0

9

9

3

3 E 9 9 0 0 9 0

P 3 1 1 9 9 3

D 3 9 1 0 3 3

E9

C 0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

9 E 0 0 0 0 0 9

P 0 0 0 0 0 1

D 3 0 1 3 0 9

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 204: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

183

Lampiran 3h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab

Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

(Severity) pada Proses Pemeliharaan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab risiko

beserta pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

terjadi berdasarkan keterangan dibawah ini :

Penyebab Risiko Dampak Risiko

A10 = Aliran air nutrisi dimatikan pada

malam hari

E10 = Tanaman kekurangan nutrisi

membuat tanaman mati atau

kerdil

A11 =Tenaga kerja kurang melakukan

kontrol selang drip sehingga

terdapat lumut

E11 = Air nutrisi tidak lancar karena

terhambat oleh lumut, tanaman

kekurangan nutrisi

A12 = Tenaga kerja malas dalam

melakukan sanitasi

E12 = Hama dan penyakit bersarang

di sekitar rak produksi

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit

E13 = Hama dan penyakit menular ke

tanaman lainnya

A14 = Tenaga kerja membiarkan bayam

merah dan bayam hijau tumbuh

dalam satu netpot

E14 = Persaingan kebutuhan air,

nutrisi dan cahaya

2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruh atau

dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai

berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 205: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

184

B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

pada Proses Pemeliharaan

A10 A11 A12 A13 A14

E10

C 1

1

9

9

1

0

9

9

0

1 E 1 9 0 3 9

P 1 9 3 9 1

D 0 3 0 9 1

E11

C 0

0

9

9

1

0

9

0

0

0 E 0 9 0 0 0

P 0 9 0 3 0

D 0 3 0 0 0

E12

C 0

0

1

0

9

9

9

9

0

0 E 0 0 9 3 0

P 0 0 9 1 0

D 0 0 9 9 0

E13

C 0

0

1

1

9

3

9

9

0

0 E 0 1 0 9 1

P 1 1 3 9 0

D 0 0 3 9 0

E14

C 0

0

9

9

9

0

9

3

3

9 E 0 9 0 3 9

P 1 9 3 3 9

D 1 0 0 0 0

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 206: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

185

Lampiran 3i. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab

Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

(Severity) pada Proses Pemanenan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab risiko

beserta pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

terjadi berdasarkan keterangan dibawah ini :

Penyebab Risiko Dampak Risiko

A15 = Tata letak pemanenan dilakukan

dengan wadah akar berada

dibawah

E15 = Tanaman saat diambil akan

mudah sobek daunnya

A16 = Tidak adanya SOP tertulis dalam

menentukan kualitas bayam

E16 = Bayam tidak layak panen akan

mempengaruhi bayam lainnya

apabila dikemas

A17 = Umur bayam dipanen sebelum

waktu panen

E17 = Tanaman bayam tidak seragam

A18 = Hasil tidak langsung diletakan

diruang pendingin

E18 = Bayam menjadi cepat busuk

karena terjadi respirasi

2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruh atau

dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai

berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 207: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

186

B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

pada Proses Pemanenan

A15 A16 A17 A18

E15

C 9

9

0

0

0

0

0

0 E 9 9 0 0

P 9 0 0 1

D 0 3 1 0

E16

C 0

0

9

9

3

3

0

0 E 0 9 9 0

P 9 9 3 9

D 0 3 0 0

E17

C 0

0

9

9

9

9

0

0 E 0 9 9 0

P 0 9 3 0

D 0 3 9 0

E18

C 0

0

1

1

0

0

9

9 E 1 9 0 9

P 9 1 1 9

D 0 0 0 9

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 208: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

187

Lampiran 3j. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Kemunculan Penyebab

Risiko (Occurrence) dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

(Severity) pada Proses Pengemasan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penyebab risiko

beserta pengaruh atau dampak yang ditimbulkan dari risiko-risiko yang

terjadi berdasarkan keterangan dibawah ini :

Penyebab Risiko Dampak Risiko

A19 = Tidak ada proses sortasi E19 = Bayam dengan kondisi yang

rusak dapat masuk kedalam

kemasan

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

E20 = Bayam menjadi rusak saat

Dikemas

A21 = Permukaan daun dan batang

bayam masih basah

E21 = Bayam menjadi mudah busuk /

Lembek

A22 = Tidak menggunakan ruangan

pendingin untuk menyimpan

bayam yang telah dikemas

E22 = Bayam menjadi tidak segar

dan mudah layu

A23 = Tidak ada SOP pengemasan

bayam

2. Pengisian kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruh atau

dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai

berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 209: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

188

B. Tabel Korelasi Penyebab Risiko dengan Pengaruh atau Dampak Risiko

pada Proses Pengemasan

A19 A20 A21 A22 A23

E19

C 9

9

9

9

0

0

0

0

9

9 E 9 1 0 0 9

P 9 9 0 0 9

D 0 9 0 0 9

E20

C 1

9

9

9

3

9

1

0

9

9 E 9 9 9 3 9

P 9 9 9 0 9

D 9 9 1 0 3

E21

C 1

1

9

9

9

9

3

3

9

9 E 9 9 3 9 9

P 0 9 9 3 9

D 1 3 9 3 3

E22

C 1

1

9

9

9

9

9

9

9

9 E 1 9 9 9 9

P 0 9 9 9 9

D 3 0 1 9 3

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 210: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

189

Lampiran 4a. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat

Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif

Penyebab Risiko pada Proses Penyemaian

HASIL KUESIONER PENELITIAN KEDUA

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap derajat atau tingkat

kesulitan tindakan atau strategi pencegahan atau preventif penyebab risiko

pada proses penyemaian.

2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist ( √ )

3. Keterangan untuk pengisian

3 = Mudah (Aksi preventif mudah dijalankan)

4 = Sedang (Aksi preventif dapat dijalankan)

5 = Sulit (Aksi preventif sulit dijalankan)

B. Derajat atau Ttingkat Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan

Risiko (Preventive Action)

Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan

Dk Charlie Een Putri Dian

P1 Membuat SOP tertulis tentang

penyemaian 3 4 3 4 3.50

P2 Menghitung jumlah biji bayam

yang akan disemai 5 4 5 5 4.75

P3 Membuat jadwal pola tanam yang

tepat 3 4 3 3 3.25

Keterangan :

Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 211: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

190

Lampiran 4b. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat

Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif

Penyebab Risiko pada Proses Penananam

A. Derajat atau Tingkat Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan

Risiko (Preventive Action)

Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan

Dk Charlie Een Putri Dian

P4 Menyediakan blower atau kipas

pada screenhouse 3 4 3 4 3.50

P5 Pengecekan secara rutin terhadap

suhu air dan kadar nutrisi air 3 3 3 3 3.00

P6 Pengawasan secara rutin terhadap

pekerja 5 3 3 4 3.75

Keterangan :

Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Lampiran 4c. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat

Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif

Penyebab Risiko pada Proses Pemeliharaan

A. Derajat atau Tingkat Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan

Risiko (Preventive Action)

Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan

Dk Charlie Een Putri Dian

P7 Penyemprotan pestisida organik

secara rutin 3 4 3 4 3.50

P8 Pemberian jobdesc tertulis yang

jelas 3 4 3 4 3.50

P9

Pengecekan secara rutin

terhadap selang drip agar tidak

tersumbat lumut atau daun

3 3 3 3 3.00

P10 Membersihkan dan menjaga

alat-alat produksi yang dipakai 3 3 3 4 3.25

Keterangan :

Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 212: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

191

Lampiran 4d Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat

Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif

Penyebab Risiko pada Proses Pemanenan

A. Derajat atau Tingkat Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan

Risiko (Preventive Action)

Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan

Dk Charlie Een Putri Dian

P11

Membuat SOP tertulis kualitas

bayam siap/layak panen dan

proses pemanenan

3 4 3 4 3.50

P12 Menambah rak produksi 4 4 4 5 4.25

P13 Membuat jadwal pola tanam yang

tepat 3 4 3 3 3.25

Keterangan :

Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Lampiran 4e. Hasil Pengisian Kuesioner dan Hasil Derajat atau Tingkat

Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan atau Preventif

Penyebab Risiko pada Proses Pengemasan

A. Derajat atau Tingkat Kesulitan Tindakan atau Strategi Pencegahan

Risiko (Preventive Action)

Kode Strategi Penanganan Tingkat Kesulitan

Dk Charlie Een Putri Dian

P14 Membuat SOP tertulis

pengemasan bayam 3 3 3 4 3.25

P15 Dilakukan pengawasan oleh

pihak kepala kebun 4 5 3 4 4.00

P16

Melakukan evaluasi rutin

setiap tahapan kegiatan

produksi

4 4 3 3 3.50

P17 Melakukan tata ulang letak

ruang pengemasan 4 4 4 4 4.00

P18

Meletakan bayam yang

dipanen ke dalam keranjang

dengan posisi seragam

3 3 3 3 3.00

Keterangan :

Dk didapatkan dari hasil bagi dari penjumlahan skala likert oleh narasumber.

Page 213: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

192

Lampiran 4f. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Penyemaian

A. Petunjuk Pengisian Kuisioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan tindakan

atau strategi pencegahan risiko pada proses penyemaian berdasarkan

keterangan di bawah ini :

Penyebab Risiko Strategi Pencegahan

A3 = Tumbuhnya lumut pada

rockwool

P1 = Membuat SOP tertulis tentang

Penyemaian

A2 = Setelah benih disemai tidak

diletakan ditempat teduh atau

tidak terkena sinar matahari

P2 = Menghitung jumlah biji bayam yang

akan disemai

A1 = Tidak adanya SOP

penyemaian secara tertulis

P3 = Membuat jadwal pola tanam yang tepat

2. Pengisian kusioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan

risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan

angka sebagai berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 214: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

193

B. Tabel Korelasi Penerapan Ttindakan atau Strategi Pencegahan Risiko

dengan Penyebab Risiko Proses Penyemaian

P1 P2 P3

A3

C 9

9

3

3

9

9 E 9 0 9

P 9 9 9

D 3 3 1

A2

C 9

9

0

0

9

9 E 0 0 0

P 9 9 9

D 0 0 0

A1

C 9

9

0

0

0

0 E 3 0 0

P 9 3 3

D 1 1 1

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Lampiran 4g. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Penanaman

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan tindakan

atau strategi pencegahan risiko pada proses penanaman berdasarkan

keterangan di bawah ini :

Penyebab Risiko Strategi Pencegahan

A4 = Suhu udara melebihi 30° C P4 = Menyediakan blower atau kipas pada

Greenhouse

A7 = Suhu air melebihi 25° C P5 = Pengecekan secara rutin terhadap suhu

air dan kadar nutrisi air

A5 = Kelembaban udara tinggi P6 = Pengawasan secara rutin terhadap

Pekerja

Page 215: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

194

2. Pengisian kusioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan

risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan

angka sebagai berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan atau Strategi Pencegahan Risiko

dengan Penyebab Risiko Proses Penanaman

P4 P5 P6

A4

C 9

9

9

9

9

0 E 9 9 0

P 9 0 1

D 3 0 0

A7

C 1

1

9

9

9

0 E 3 3 0

P 1 9 1

D 0 1 0

A5

C 0

0

0

0

0

0 E 0 0 0

P 0 0 9

D 0 1 0

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 216: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

195

Lampiran 4h. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pemeliharaan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan tindakan

atau strategi pencegahan risiko pada proses pemeliharaan berdasarkan

keterangan di bawah ini :

Penyebab Risiko Strategi Pencegahan

A13 = Tenaga kerja kurang

memperhatikan adanya tanaman

yang rusak atau terkena penyakit

P7 = Penyemprotan pestisida organik

secara rutin

A11 =Tenaga kerja kurang melakukan

kontrol selang drip sehingga

terdapat lumut

P8 = Pemberian jobdesc tertulis yang

Jelas

P9 = Pengecekan secara rutin

terhadap selang drip agar tidak

tersumbat lumut atau daun

P10 = Membersihkan dan menjaga

alat-alat produksi yang dipakai

2. Pengisian kusioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan

risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan

angka sebagai berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 217: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

196

B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan atau Strategi Pencegahan Risiko

dengan Penyebab Risiko Proses Pemeliharaan

P7 P8 P9 P10

A13

C 9

9

9

9

9

9

9

9 E 1 9 9 3

P 9 9 3 9

D 3 1 1 1

A11

C 0

0

9

9

9

9

9

9 E 1 9 9 3

P 0 9 9 9

D 0 3 9 0

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Lampiran 4i. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pemanenan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan strategi

pencegahan risiko pada proses pemanenan berdasarkan keterangan di bawah:

Penyebab Risiko Strategi Pencegahan

A16 = Tidak adanya SOP tertulis

dalam menentukan kualitas

bayam

P11 = Membuat SOP tertulis kualitas

bayam siap/layak panen dan

proses pemanenan

A17 = Umur bayam dipanen sebelum

waktu panen

P12 = Menambah rak produksi

P13 = Membuat jadwal pola tanam

yang tepat

2. Pengisian kusioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan

risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan

angka sebagai berikut :

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

Page 218: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

197

B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan atau Strategi Pencegahan Risiko

dengan Penyebab Risiko Proses Pemanenan

P11 P12 P13

A16

C 9

9

0

0

0

0 E 9 0 0

P 9 0 3

D 3 0 3

A17

C 9

9

0

0

3

3 E 9 0 0

P 9 9 9

D 9 0 3

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Lampiran 4j. Hasil Pengisian Kuesioner Korelasi Penerapan Tindakan atau

Strategi Pencegahan atau Preventif dengan Penyebab Risiko

pada Proses Pengemasan

A. Petunjuk Pengisian Kuesioner

1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap korelasi penerapan tindakan

atau strategi pencegahan risiko pada proses pengemasan berdasarkan

keterangan di bawah ini :

Penyebab Risiko Strategi Pencegahan

A23 = Tidak ada SOP pengemasan

bayam

P14 = Membuat SOP tertulis pengemasan

Bayam

A20 = Tenaga kerja lalai dalam

melakukan pengemasan

P15 = Dilakukan pengawasan oleh pihak

kepala kebun

A21 = Permukaan daun dan batang

bayam masih basah

P16 = Melakukan evaluasi rutin setiap

tahapan kegiatan produksi

P17 = Melakukan tata ulang letak ruang

Pengemasan

P18 = Meletakan bayam yang dipanen

kedalam keranjang dengan posisi

seragam

2. Pengisian kusioner korelasi penerapan tindakan atau strategi pencegahan

risiko dengan penyebab risiko dilakukan dengan memberikan nilai dengan

angka sebagai berikut :

Page 219: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

198

0 = Tidak ada korelasi

1 = Korelasi atau hubungan rendah

3 = Korelasi atau hubungan sedang

9 = Korelasi atau hubungan tinggi

B. Tabel Korelasi Penerapan Tindakan atau Strategi Pencegahan Risiko

dengan Penyebab Risiko Proses Pengemasan

P14 P15 P16 P17 P18

A24

C 9

9

9

9

9

9

1

1

3

3 E 9 9 9 9 9

P 9 9 1 1 3

D 3 3 1 0 0

A21

C 9

9

9

9

9

9

1

1

9

1 E 9 9 9 3 3

P 9 9 1 1 1

D 3 3 1 0 1

A22

C 9

9

9

9

9

9

1

1

1

9 E 9 9 9 1 0

P 9 9 1 9 9

D 3 3 1 0 9

Keterangan :

C : Charlie

E : Een

P : Putri

D : Dian

Korelasi didapatkan dari nilai mayoritas (modus) dari narasumber.

Page 220: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

199

Lampiran 5a. Tabel HOR Fase 1 Proses Penyemaian

1. T

idak

adan

ya

SO

P

pen

yem

aian

sec

ara

tert

uli

s

2. S

etel

ah b

enih

dis

emai

tid

ak

dil

etak

an d

item

pat

ted

uh a

tau

tidak

ter

ken

a si

nar

mat

ahar

i

3. T

um

buhnya

lum

ut

pad

a

rock

wool

Severity

of Risk

(Si)

1. Benih terbuang percuma 9 0 3 4.00

2. Bayam terjatuh hingga mati 0 0 0 4.00

3. Pertumbuhan semaian menjadi lambat 0 9 9 4.25

Occurrence of Agent j (Oj) 3.25 4.00 3.50

Aggregate Risk Potential (ARPj) 117.00 124.31 163.31

Priority Rank of Agent J 3 2 1

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Kejadian Risiko (Risk Event)

Page 221: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

200

Lampiran 5b. Tabel HOR Fase 1 Proses Penanaman

4. S

uhu u

dar

a m

eleb

ihi

30°

C

5. K

elem

bab

an u

dar

a ti

nggi

6. In

tensi

tas

cahay

a m

atah

ari

terl

alu t

inggi

7. S

uhu a

ir m

eleb

ihi

25°

C

8. T

idak

ada

yell

ow

tra

p p

ada

scre

enhouse

9. Ja

rak a

nta

r lu

ban

g t

anam

kura

ng d

ari

15 c

m

Severity

of Risk

(Si)

4. Tanaman menjadi layu 9 3 3 9 0 0 4.00

5.Tanaman menjadi mudah busuk dan berjamur 3 3 0 9 0 0 3.50

6. Tanaman bayam terbakar pada bagian daun 3 0 3 0 0 0 3.25

7. Tanaman tidak dapat menyerap air nutrisi sehingga

membusuk 3 3 1 1 0 1 2.75

8. Tanaman mudah terserang hama dan pathogen 3 9 1 0 9 3 4.00

9. Tanaman menjadi tumpang tindih 0 0 0 0 0 9 3.00

Occurrence of Agent j (Oj) 3.75 2.75 3.25 3.75 3.00 2.75

Aggregate Risk Potential (ARPj) 286.88 183.56 92.63 263.44 108.00 114.81

Priority Rank of Agent J 1 3 6 2 5 4

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Kejadian Risiko (Risk Event)

Page 222: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

201

Lampiran 5c. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemeliharaan

10. A

lira

n a

ir n

utr

isi

dim

atik

an p

ada

mal

am h

ari

11. T

enag

a k

erja

kura

ng m

elak

ukan

kontr

ol

sela

ng d

rip

seh

ingga

terd

apat

lum

ut

12. T

enag

a k

erja

mal

as d

alam

mel

akukan

san

itas

i

13. T

enag

a k

erja

kura

ng

mem

per

hat

ikan

ad

anya

tanam

an y

ang

rusa

k a

tau t

erken

a p

enyak

it

14. T

enag

a k

erja

mem

bia

rkan

bay

am

mer

ah d

an b

ayam

hij

au t

um

buh d

alam

satu

net

pot

Severity of

Risk (Si)

10. Tanaman kekurangan nutrisi membuat tanaman

mati atau kerdil 1 9 0 9 1 2.50

11. Air nutrisi tidak lancar karena terhambat oleh

lumut, tanaman kekurangan nutrisi 0 9 0 0 0 2.75

12. Hama dan penyakit bersarang di sekitar rak

produksi 0 0 9 9 0 4.50

13. Hama dan penyakit menular ke tanaman

lainnya 0 1 3 9 0 4.00

14. Persaingan kebutuhan air, nutrisi dan cahaya 0 9 0 3 9 3.00

Occurrence of Agent j (Oj) 2.50 3.75 4.50 3.50 2.50

Aggregate Risk Potential (ARPj) 6.25 293.44 236.25 378.00 73.75

Priority Rank of Agent J 5 2 3 1 4

Kejadian Risiko (Risk Event)

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Page 223: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

202

Lampiran 5d. Tabel HOR Fase 1 Proses Pemanenan

15. T

ata

leta

k p

eman

enan

dil

akukan

den

gan

wad

ah a

kar

ber

ada

dib

awah

16. T

idak

adan

ya

SO

P t

ertu

lis

dal

am

men

entu

kan

kual

itas

bay

am

17. U

mur

bay

am d

ipan

en s

ebel

um

wak

tu p

anen

18. H

asil

tid

ak l

angsu

ng d

ilet

akan

dir

uan

g p

endin

gin

Severity of

Risk (Si)

15. Tanaman saat diambil akan mudah sobek

daunnya 9 0 0 0 1.75

16. Bayam tidak layak panen akan mempengaruhi

bayam lainnya apabila dikemas 0 9 3 0 4.25

17. Tanaman bayam tidak seragam 0 9 9 0 3.00

18. Bayam menjadi cepat busuk karena terjadi

respirasi 0 1 0 9 2.25

Occurrence of Agent j (Oj) 3.25 3.25 3.00 2.75

Aggregate Risk Potential (ARPj) 51.19 219.38 119.25 55.69

Priority Rank of Agent J 4 1 2 3

Kejadian Risiko (Risk Event)

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Page 224: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

203

Lampiran 5e. Tabel HOR Fase 1 Proses Pengemasan

19. T

idak

ada

pro

ses

sort

asi

20. T

enag

a k

erja

lal

ai d

alam

mel

akukan

pen

gem

asan

21. P

erm

ukaa

n d

aun d

an b

atan

g b

ayam

mas

ih b

asah

22. T

idak

men

ggunak

an r

uan

gan

pen

din

gin

untu

k m

enyim

pan

bay

am

yan

g t

elah

dik

emas

23. T

idak

ada

SO

P p

engem

asan

bay

am

Severity

of Risk

(Si)

19. Bayam dengan kondisi yang rusak dapat masuk

kedalam kemasan 9 9 0 0 9 2.00

20. Bayam menjadi rusak saat dikemas 9 9 9 0 9 2.00

21. Bayam menjadi mudah busuk / lembek 1 9 9 3 9 3.00

22. Bayam menjadi tidak segar dan mudah layu 1 9 9 9 9 2.75

Occurrence of Agent j (Oj) 2.25 3.25 3.50 3.75 3.75

Aggregate Risk Potential (ARPj) 93.94 285.19 244.13 126.56 329.06

Priority Rank of Agent J 5 2 3 4 1

Kejadian Risiko (Risk Event)

Penyebab Risiko (Risk Agent)

Page 225: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

204

Lampiran 6a. Tabel HOR Fase 2 Proses Penyemaian

Keterangan :

ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan

dari perhitungan HOR 1

TEk = Total Effectiveness (Total keefektivan)

Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari

hasil penilaian kuesioner pada Lampiran 4a

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari tingkat kesulitan

pelaksanaan strategi)

Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan

ETDk

Keterangan :

+ = Positif

++ = Kuat Positif

Page 226: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

205

Lampiran 6b. Tabel HOR fase 2 Proses Penanaman

Keterangan :

ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan

dari perhitungan HOR 1

TEk = Total Effectiveness (Total keefektivan)

Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari

hasil penilaian kuesioner pada Lampiran 4a

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari tingkat kesulitan

pelaksanaan strategi)

Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan

ETDk

Keterangan :

+ = Positif

++ = Kuat Positif

Page 227: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

206

Lampiran 6c. Tabel HOR fase 2 Proses Pemeliharaan

Keterangan :

ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan

dari perhitungan HOR 1

TEk = Total Effectiveness (Total keefektivan)

Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari

hasil penilaian kuesioner pada Lampiran 4a

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari tingkat kesulitan

pelaksanaan strategi)

Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan

ETDk

Keterangan :

+ = Positif

++ = Kuat Positif

Page 228: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

207

Lampiran 6d. Tabel HOR fase 2 Proses Pemanenan

Keterangan :

ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan

dari perhitungan HOR 1

TEk = Total Effectiveness (Total keefektivan)

Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari

hasil penilaian kuesioner pada Lampiran 4a

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari tingkat kesulitan

pelaksanaan strategi)

Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan

ETDk

Keterangan :

+ = Positif

++ = Kuat Positif

Page 229: ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAYAM HIJAU HIDROPONIK DI …

208

Lampiran 6e. Tabel HOR fase 2 Proses Pengemasan

Keterangan :

ARP = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan) yang didapatkan

dari perhitungan HOR 1

TEk = Total Effectiveness (Total keefektivan)

Dk = Tingkat Kesulitan Pelaksanaan Strategi Preventif yang didapatkan dari

hasil penilaian kuesioner pada Lampiran 4a

ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Efektivitas dari tingkat kesulitan

pelaksanaan strategi)

Rank = Urutan Pelaksanaan Strategi Prioritas berdasarkan hasil perhitungan

ETDk

Keterangan :

+ = Positif

++ = Kuat Positif