117
ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh: Adinda Putri Nursyahrifah 109013000091 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

  • Upload
    others

  • View
    30

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM

NOVEL GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA KARYA

LANGIT KRESNA HARIADI DAN IMPLIKASINYA

TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA

INDONESIA DI SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh:

Adinda Putri Nursyahrifah

109013000091

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2015

Page 2: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

LEMBAR PENGESAHAN

REFLEKSI TEMA PEREBUTAII KEKUASAAII DALAM NOYEL GATAII

MADA: TAIITA DAN ANGKARA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI

DAN IMPLIKASIIYYA TERIIADAP PEMBALAJARAN SASTRA

IhIDOIYESIA DI SMA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat

Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (S. Pd)

Oleh

ADINDA PUTRI NURSYARIF'AII

NIM. 109013000091

Di bawahbimbingan

Dosen Pembimbing,

JURUSA]\ PEIYDIDIKAII BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

F'AKTJLTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF' HII}AYATULLAH JAKARTA

t2 t99703 2 001

20tst20t6

Page 3: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

KEMBNTERIAN AGAMAUIN JAKARTAFITK.Il- 1r. H. Jtanda No 95 Cipulal 15112 ltulotpsia

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089

Tgl. Terbit : I Maret 2010

No. Rerisi: : 0lHal

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

. Adinda Putri Nursyarif'ah

Tangerang/ 19 Novernber 1991

109013000091

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajali

Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA

Dosen Pembimbing : l. Dra. Mahmudah Fitriyah ZA,M.Pd

2. ..............

dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri

dansayabertanggung jawab se€ara akademis atas apa yang saya tulis.

Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Munaqasah.

Adinda Putri NursyarifahNrM. 109013000091

Nama

Tempat/Tgl.Lahir

NIM

Jurusan / Prodi

Judul Slaipsi

Iakarta, I 2 Oktober 201 5

Mahasiswa Ybs.

Page 4: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

LEMBAR PENGESAIIAN UJIAII MTJNAQASAII

Skripsi berjudul "Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel GajahMada: Tahta dan Angkara KaryaLangit Kresna Hariadi dan Implikasinya TerhadapPembelajaran Sastra di SMA" di ajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah danKeguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalamUjian Munaqasah padatanggal 25 November 2015 di hadapan dewan penguji. Olehkarena itu, peneliti berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd) dalambidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Jakarta 25 November 2015

Panitia Ujian Munaqasah

Ketua Panitia (Ketua Jurusan/Prodi) Tanggal

'%,tN

Tanda TanganW1n r0E

Makyun Subuki. M.IIU+NrP. 19800305 200901 I 015

Sekretaris Panitia (Sekretaris Jurusan/Prodi)

Donna Aii Putra. M. A.NIP. 19840409201101 I 015

Penguji I

Ilindun. M.PdNIP. 19701215 2009122 001

Penguji II

Achmad Bahtiar. M. Hum197601 18 200912 I 001

tl/, r:otL

I{engetahui

NIP. 195

Page 5: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

i

ABSTRAK

Adinda Putri Nursyahrifah (109013000091). Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Judul Skripsi, “Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajah Mada:

Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan Implikasinya Terhadap

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”. Pembimbing: Dra. Mahmudah

Fitriyah, ZA., M.Pd

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tema perebutan kekuasaan

dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif

kualitatif dengan metode analisis isi. Metode analisis isi digunakan untuk menelaah

isi dari novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi.

Penelitian ini mendiskripsikan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis

dan menafsirkan data yang ada. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini

menggunakan teknik pustaka, pencatatan data, dan analisis.

Hasil penelitian ini menguraikan masalah perebutan kekuasaan antara pihak

keluarga suami Sekar Kedaton Sri Gitarja dengan keluarga suami Dyah Wiyat. Hasil

dalam penelitian ini dapat ditemukan bahwa dalam perebutan kekuasaan itu

disebabkan sistem monarki turun-temurun yang dalam kasus ini pewaris tahtanya

adalah perempuan yang terikat oleh aturan keterpatuhan dengan suami walaupun

derajatnya lebih rendah dan di balik para suami terdapat pihak-pihak yang hendak

mengambil keuntungan pribadi dari tahta tersebut sehingga melakukan cara-cara

seperti sabotase, pembunuhan, percobaan pembunuhan, penculikan, sampai kudeta

untuk mendapatkan kekuasaan. Tema perebutan kekuasaan dalam novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara ini, dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di sekolah, dalam aspek meneliti. Dalam pembelajaran ini,

kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah menganalisis teks novel baik

secara lisan maupun tulisan, dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel

serta menemukan tema yang terkandung dalam novel.

Kata Kunci: tematik, Gajah Mada: Tahta dan Agkara, Langit Kresna Hariadi

Page 6: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

ii

ABSTRACT

Adinda Putri Nursyahrifah (109013000091). Indonesian and Literature Education

Department, Faculty of Tarbiya' and Teachers' Training, Syarif Hidayatullah State

Islamic University Jakarta. Paper’s Title, “Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan

dalam Novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA”.

Supervisor: Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA., M.Pd

The goal of this research is to describe the theme of the struggle for power in

novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan

Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.

The metode that writer used in this research is qualitative descriptive study

with content analysis method. This content analysis methode is used for exam the

content from novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara by Langit Kresna Hariadi. This

research describe what become the problem, than analyze and interpret existing data.

Data collection technique in this study is use technique library, data writer, and

anlysis.

This result of this research is to deciper the problem of the strugle of power

between the family of Sekar Kedaton Sri Gitarja husband’s with the family of Dyah

Wiyat husband’s. Result from this research can found that the strugle of power is

cause by the downhill monarky system that in this case heir to the throne is women

that bound by the rules compliance with her husband altough his level is lower and

behind the husband there is a side that take advantage personal from the throne so do

the bad thing, such as sabotage, murder, attempted murder, kidnaping, until a coup to

get the throne. The theme of power struggle in novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara ini, can implicated againts the learning of Language and Indonesia lecture in

school, in aspect of research. In this study the competence that must achieved by

learnes is analyze the text in novel orally or written, to explain the instrinsic elements

in this novel and faind a theme that contained in the novel.

Keyword: thematic, Gajah Mada: Tahta dan Agkara, Langit Kresna Hariadi

Page 7: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

iii

KATA PENGANTAR

Terimakasih ya Allah ya Rabbal aalamin, atas karunia, syafaat dan kasih

sayang-Mu untuk peneliti. Terima kasih ya Rasulullah atas suri tauladan-mu,

salawat dan salam tak lupa peneliti haturkan kepada-mu, keluarga-mu, sahabat-

sahabat-mu, serta umat-mu.

Alhamdulillah, syarat terakhir untuk memperoleh gelar sarjana pada

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta telah rampung

terselesaikan. Adapun skripsi ini peneliti beri judul: Refleksi Tema Perebutan

Kekuasaan dalam Novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna

Hariadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

di SMA.

Dalam penelitan ini, awalnya peneliti dihinggapi perasaan ragu-ragu untuk

melakukan penelitian. Keraguan tersebut sering kali melahirkan sikap pesimis dan

acuh tak acuh mengingat keterbatasan peneliti dalam menganalisis novel serta

keterbatasan sumber data bacaan. Akhirnya keraguan tersebut hilang berkat

dukungan dan doa dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat bagi peneliti. Oleh

karena itu, peneliti menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah

dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Makyun Subuki, M. Hum. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia yang selalu mengerti akan keadaan mahasiswanya, serta

memberikan motivasi dan doa.

3. Dona Aji Putra, M.A. selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, yang selalu memberikan senyuman terhadap

mahasiswanya.

4. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd. selaku Penasihat Akademik dan

Dosen Pembimbing yang selalu memberikan keceriaan, kesabaran, dan

kelembutan dalam mengajarnya, serta motivasinya.

Page 8: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

iv

5. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

khususnya Ibu Rosida Erowati, M. Hum., terima kasih peneliti ucapkan,

karna telah membekali peneliti dengan berbagai ilmu yang bermanfaat.

6. Keluarga peneliti, Ayahanda terhormat (alm) R. H. Moch Sjah Marzuki

dan Ibunda tercinta Hj. Nurwati, S.Pd yang tak pernah putus mendoakan

dan membimbing peneliti. Ucapan terima kasih tak akan pernah cukup

untuk menebus setiap tetes keringatnya, derai air matanya, nasihat-nasihat

yang selalu terngiang di telinga agar peneliti mendapatkan apa yang ingin

dicapai; Kedua kakakku tersayang: R. Fabriansjah Marzuki yang dengan

ikhlas berusaha sekuat tenaga menjadi kepala rumah tangga, mejaga mama

dan kedua adiknya dalam usia yang sangat muda; R. Ilham Zulhelmisjah

Marzuki, yang kalau dekat bertengkar kalau jauh dirindukan. Kakak iparku

yang cantik, Niar Daniar, yang telah bersedia menerima peneliti menjadi

adik iparnya. Dan untuk jagoan kecil peneliti, keponakan bibi tersayang,

Alarik Arkananta Marzuki, perwujudan nyata keindahan Allah dimuka

bumi.

7. Keluarga besar (alm) R.H. Oemar Marzuki bin Marzuki, terima kasih telah

mewarisi darah Marzuki kepada peneliti. Darah yang kuat dan menggebu-

gebu. Keluarga besar (alm) H. Niman bin Sabin: (alm) kakek, nenekku

semata wayang, uwa Sumi, Uwa Acung, Bibi Yanah yang telah

menyumbangkan waktunya untuk merawat peneliti di waktu kecil, Om

Jaya si tangan besi pelindung para perempuan di keluarga, Bibi Ibeh yang

telah membawa keceriaan di dalam keluarga dengan keceplas-

ceplosannya, Mami Nana yang ikut merawat peneliti saat kecil dan sebagai

teman bercerita yang baik, Bibi Enong yang suka bagi-bagi info fashion

online.

8. Al Mukarom Muhammad Ahmad Ram, guru peneliti yang dengan sabar

memberikan arahan kepada peneliti untuk menjadi hamba Allah swt yang

baik.

Page 9: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

v

9. Rangga Akhirudin, yang telah membantu peneliti siang dan malam

mencari referensi penelitian dan sebagai teman berdiskusi peneliti dalam

menyelesaikan penelitian.

10. Teman seperjuangan masa kuliah PBSI kelas C; terutama Lenjee: Sasya,

Reni, Uci, Agnis yang telah menjadi teman suka duka di dalam dan di luar

kampus sampai sekarang. Serta tak lupa semua teman-teman PBSI

angkatan 2009.

11. Teman-teman Big Friends: Tarra, Ratih, Anggi, Mbayu, Nurina, Adit.

Yang sejak SMA sampai sekarang terus menjaga silahturahmi, berkumpul

bersama dengan peneliti.

12. Pimpinan dan karyawan perpustakaan FITK dan UIN Jakarta, yang telah

memberikan kemudahan bagi peneliti dalam memperoleh bahan ataupun

informasi.

13. Pimpinan dan karyawan perpustakaan Universitas dan non-Universitas

lain yang telah membantu peneliti mendapatkan bahan referensi untuk

penelitian.

14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis menyelesaikan

skripsi ini, semoga mendapatkan balasan dari Allah SWT. Peneliti

menyadari bahwa dalam penyelasaian skripsi ini, masih terdapat banyak

kekurangan sehingga jauh dari kesempurnaan, karena peneliti hanyalah

manusia biasa. Serta tersirat sekelumit harapan, kehadiran skripsi ini dapat

menyumbangkan sesuatu yang bermakna bagi dunia kesusastraan.

Jakarta, 12 Oktober 2015

Adinda Putri Nursyarifah

Page 10: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

ABSTRAK .................................................................................................i

ABSTRACT ..............................................................................................ii

KATA PENGANTAR .............................................................................iii

DAFTAR ISI ............................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ...................................................... 5

C. Pembatasan Masalah…………………………………5

D. Rumusan Masalah ........................................................ 5

E. Tujuan Penelitian ......................................................... 6

F. Manfaat Penelitian ....................................................... 6

G. Metode Penelitian ....................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI ............................................................... 12

A. Hakikat Novel .............................................................. 12

B. Hakikat Pendekatan Objektif ............................... ........ 13

C. Hakikat Unsur-unsur Intrinsik .............................. ....... 15

1. Pengertian Unsur-unsur Intrinsik ........................... 15

2. Tema ....................................................................... 16

3. Plot ......................................................................... 16

4. Perwatakan ............................................................. 18

5. Latar ...................................................................... 18

6. Sudut Pandang ........................................................ 19

7. Gaya Penceritaan ..................................................... 20

D. Hakikat Tema ............................................................... 21

Page 11: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

vii

1. Pengertian Tema ...................................................... 21

2. Penggolongan Tema ................................................ 23

E. Hakikat Negara Monarki .............................................. 25

1. Pengertian Negara Monarki ..................................... 25

2. Jenis-jenis Pemerintahan Monarki ........................... 27

F. Hakikat Kekuasaan ....................................................... 28

1. Pengertian Kekuasaan .............................................. 28

2. Dimensi-dimensi Kekuasaan ................................... 29

3. Sumber Kekuasaan .................................................. 31

G. Pengajaran Sastra di Sekolah .........................................33

H. Penelitian yang Relevan ............................................... 34

BAB III TINJAUAN NOVEL GAJAH MADA: TAHTA

DAN ANGKARA ................................................................ 36

A. Sinopsis ......................................................................... 36

B. Biografi Pengarang ....................................................... 39

C. Pandangan Hidup ......................................................... 43

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN ............... 45

A. Kajian Unsur Intrinsik Novel Gajah Mada: Tahta

dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi .................. 45

1. Tema ....................................................................... 45

2. Plot ... .......................................................................46

3. Perwatakan................................................................55

4. Latar ......................................................................... 73

5. Sudut Pandang .......................................................77

6. Gaya Bahasa .............................................................78

B. Analisis Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi.....

....................... .............................................. 82

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran

Page 12: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

viii

Bahasa dan Sastra Indonesia di Sekolah ........................95

BAB V PENUTUP ......................................................................... 97

A. Simpulan ...................................................................... 97

B. Saran ............................................................................. 98

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………................99

LAMPIRAN-LAMPIRAN

LEMBAR UJI REFERENSI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 13: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra merupakan refleksi kebudayaan masyarakat, yang

sastrawan tuangkan dalam bentuk tulisan. Kita tidak bisa memungkiri

bagaimana sebuah karya sastra bisa begitu menyentuh sisi sensitif

pembaca, karena karya sastra bisa menjadi refleksi dari pengalaman yang

pembaca alami. Kita bisa mengetahui bagaimana fenomena hidup di

sekeliling kita yang sebelumnya tidak kita tahu atau sadari dengan karya

sastra. Sebagai refleksi sosial budaya yang dimatangkan oleh ideologi

pengarang, para kritikus sastra mulai menganalisis segala hal di balik

karya sastra tersebut.

Salah satu bentuk karya sastra, novel, merupakan prosa yang

mampu memberikan penggambaran keseluruhan cerita secara lebih detail

daripada cerpen, sehingga analisisnya dapat dilakukan lebih mendalam.

Gambaran detail novel memberikan paparan mengenai gagasan dan ide

pengarang mengenai perkembangan suatu kebudayaan masyarakat pada

periode dan wilayah tertentu. Dengan begitu, pembaca lebih mengetahui

dan memahami kebudayaan yang diceritakan di dalam novel. Novel

memiliki tema, seperti halnya cerpen, namun di dalam novel bisa terdapat

beberapa tema, baik itu tema dominan atau tema pendamping, sehingga

pembaca tidak terpaku dalam ide cerita yang monoton. Selain itu, novel

juga memiliki plot yang lebih kompleks, pembaca dapat mengikuti cerita

dari awal hingga akhir. Penggambaran watak di dalam novel juga lebih

detail dibandingkan cerpen, sehingga pembaca dapat lebih mengenal

karakter tokoh dalam cerita tersebut. Dibandingkan dengan cerpen, novel

berlatar belakang lebih banyak daripada cerpen karena didukung plot yang

kompleks.

Page 14: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

2

Era modern ini generasi muda telah lebih mudah menikmati karya

sastra khususnya novel memungkinkan penggunaan novel sebagai sarana

penunjang belajar. Wacana mengenai pendidikan karakter yang

dicanangkan pemerintah membuka lebar peluang novel masuk sebagai

sarana belajar yang mengasah perkembangan afektif peserta didik. Novel

dapat dijadikan penghubung pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia

dengan berbagai mata pelajaran yang lain, seperti sejarah, agama,

sosiologi, fisika, dan sebagainya karena teks yang diceritakan di dalam

novel dapat membuka pikiran dan menggugah perasaan peserta didik

sehingga memberi kesan yang berbeda dalam pembelajaran.

Untuk dapat digunakannya novel sebagai penunjang pembelajaran,

kita harus mengerti dan memahami apa yang ada dibalik novel itu sendiri.

Dalam menganalisis teks di dalam novel, kita menggunakan pendekatan

objektif yakni menganalisis unsur-unsur intrinsik. Unsur-unsur intrinsik

terdiri atas tema, plot, perwatakan, latar, sudut pandang, dan gaya

penceritaan. Tema adalah ide, makna, atau gagasan dalam sebuah cerita.

Tema mendasari berkembangnya jalan cerita di dalam novel. Tanpa tema

tokoh tidak dapat memiliki karakter, plot tidak dapat mengalir, latar tidak

dapat ditentukan. Tokoh, plot, latar merupakan alat pendistribusian tema

ke seluruh bagian cerita. Oleh karena itu, penentuan tema tidak bisa

dilakukan dari salah satu unsur saja melainkan hubungan dari seluruh

unsur karena tema adalah ide keseluruhan dari cerita di dalam novel.

Sebagai contoh, para peserta didik dapat mengkaji tema dari novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi.

Langit Kresna Hariadi lahir di Banyuwangi tahun 1959, merupakan

anak bungsu dan satu-satunya yang memilih profesi sebagai penulis di

antara kakak-kakanya yang berprofesi sebagai tentara. Berdasarkan karya-

karyanya, dapat kita lihat bahwa latar belakang itulah yang menyebabkan

adanya unsur politik dan militer.

Page 15: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

3

Novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara berkisah tentang peristiwa

setelah mangkatnya Sri Jayanegara, yakni menentukan siapa yang mengisi

dampar selanjutnya menjadi tema yang panas di kalangan istana. Sri

Gitarja sebagai kakak tentu saja lebih berhak, namun Dyah Wiyat-lah yang

memiliki aura seorang pemimpin. Tapi bukan hal ini yang membuat Gajah

Mada kesulitan untuk membantu para permaisuri menentukan siapa ratu

selanjutnya, melainkan para suami dan orang-orang di belakang para sekar

kedaton. Air mata belum kering menemani kepergian Sri Jayanegara,

pembunuhan dan teror menghantui istana Majapahit. Tak hanya itu, isu

kudeta menyeruak menyebarkan bau busuk membuat Gajah Mada

menyiagakan pasukan khususnya, Bhayangkara, untuk menyelidiki hal

tersebut. Cakradara, suami Sri Gitarja menjadi tertuduh pembunuhan-

pembunuhan yang terjadi di istana. Kudamerta telah memiliki istri ketika

menjadi suami Dyah Wiyat. Gajah Mada terus menguak identitas dan

kejadian-kejadian yang melibatkan kedua pengeran tersebut. Berkat Gajah

Mada dan pasukan Bhayangkara, akhirnya dapat diketahui bahwa Panji

Wiradapa, tangan kanan pangeran Kudamerta yang dikabarkan dibunuh,

merupakan dalang dari pembunuhan yang terjadi di dalam istana dan

rencana kudeta terhadap Kerajaan Majapahit. Ratu Gayatri akhirnya

memutuskan bahwa Majapahit selanjutnya akan diperintah oleh “Ratu

Kembar”.

Kejadian yang terjadi di dalam novel memberikan banyak

informasi kepada para pembacanya. Walaupun dibumbui oleh fiktif,

namun sedikit demi sedikit kita mengetahui apa yang terjadi pada zaman

Kerajaan Majapahit. Semua kejadian yang ada di dalam novel merupakan

jembatan para pembaca untuk menuju tema dari novel ini. Alur yang tidak

terlalu cepat, karakter yang kuat, latar yang detil merupakan beberapa

kelebihan Langit Kresna Hariadi membuai para pembacanya.

Pengkajian novel di sekolah memiliki tantangan tersendiri. Untuk

peserta didik SMA, membaca novel yang berbobot sama beratnya dengan

Page 16: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

4

membaca buku pelajaran. Padahal banyak sekali hal-hal yang dapat

dipelajari dari novel yang berbobot. Novel juga dapat menghubungkan

beberapa pengaplikasian pembelajaran seperti Bahasa Indonesia dengan

Sejarah, PKn, dan Fisika. Seperti tema perebutan kekuasaan dalam novel

Gajah Mada: Tahta dan Angkara. Para peserta didik dapat lebih

memahami mengenai pemerintahan, politik, dan sejarah Indonesia. Para

peserta didik juga bisa mengaplikasikannya dalam menganalisis peristiwa

sejarah yang terjadi di Indonesia, seperti peristiwa G30S. Peserta didik

juga dapat mengamati jalannya pemerintahan yang sedang berlangsung di

Indonesia maupun di luar negeri sehingga peserta didik dapat lebih

berperan aktif sebagai warga negara yang baik.

Alasan penulis memilih novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

karya Langit Kresna Hariadi dikarenakan novel ini termasuk novel baru

yang memiliki informasi tidak hanya untuk pelajaran Bahasa Indonesia

namun juga untuk pelajaran yang lain. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan sebenarnya telah memberikan kesempatan penelaahan novel

sebagai bahan ajar. Peserta didik yang dituntut lebih aktif, sehingga novel

dapat dikaji dengan lebih mendalam dan dapat dijadikan tambahan

informasi bagi pelajaran yang lain. Novel ini dianalisis menggunakan teori

struktural dan pendekatan teori dasar politik. Teori struktural digunakan

untuk menganalisis unsur intrinsik diantaranya, tema, alur, penokohan,

gaya bahasa, sudut pandang, dan amanat dengan memusatkan analisisnya

pada tema, sedangkan teori politik digunakan untuk menganalisis peristiwa

perebutan kekuasaan dan peristiwa konspirasi yang membumbuinya.

Page 17: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

5

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang berkaitan dengan penelitian ini melalui

pendekatan struktural dan teori dasar politik adalah sebagai berikut:

1. Rendahnya pemahaman peserta didik dalam menganalisis unsur-unsur

intrinsik yang meliputi tema, alur, tokoh, latar, sudut pandang, dan

gaya bahasa dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara pada

pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah.

2. Kesulitan guru mengatasi hambatan pemahaman peserta didik dalam

menganalisis tema karya sastra novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.

C. Pembatasan Masalah

1. Unsur intrinsik novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara.

2. Tema perebutan kekuasaan dalam novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara.

3. Implikasinya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di

SMA.

D. Rumusan Masalah

Dari penjabaran latar belakang di atas, dapat dirumuskan

permasalahan yang akan diangkat:

Bagaimanakah deskripsi unsur intrinsik novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara.

Bagaimanakah tema perebutan kekuasaan dalam novel Gajah Mada:

Tahta dan Angkara?

Bagaimanakah implikasi novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah?

Page 18: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

6

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

Mendeskripsikan unsur intrinsik yang membangun novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara.

Memahami tema perebutan kekuasaan dalam novel Gajah Mada:

Tahta dan Angkara.

Mengetahui implikasi novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat dari segi

teoretis dan praktis.

a. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang unsur-

unsur intrinsik dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara dan

sebagai sarana pemahaman peristiwa politik pada masa Kerajaan

Majapahit.

b. Manfaat praktis

Penelitian ini dapat mempertajam dan menambah wawasan

mengenai karya sastra khususnya novel sejarah. Bagi pembaca,

penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai karya

sastra. Sedangkan bagi peneliti sastra diharapkan penelitian ini

sebagai referensi penelitian sastra selanjutnya. Adapun untuk

peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana

penunjang pembelajaran, baik mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia, Sejarah, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Page 19: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

7

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam suatu penelitian, pengolahan data dilakukan dengan

pendekatan penelitian. Penelitian dalam bidang sastra biasanya

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif memberikan

perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan

konteks keberadaannya.

Ciri-ciri terpenting metode kualitatif sebagai berikut.

a. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai

dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural.

b. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian

sehingga makna selalu berubah.

c. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian,

subjek peneliti sebagai instrument utama, sehingga terjadi interaksi

langsung di antaranya.

d. Desain dengan kerangka penelitian bersifat sementara sebab

penelitian bersifat terbuka.

e. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya

masing-masing1.

Metode kualitatif mengutamakan bahan yang sukar dapat diukur

dengan angka-angka atau dengan ukuran-ukuran lain yang eksak,2

meskipun bahan yang didapat terdapat dalam struktur masyarakat

secara nyata. Untuk karya sastra yang proses kreatifnya berdasarkan

pada fenomena yang terjadi di dalam masyarakat, namun untuk

menelitinya sulit menggunakan tolok ukur karena faktor subjektivitas.

Penggunaan metode kualitatif ini ditujukan untuk menganalisis

struktur-struktur yang ada di dalam novel secara lebih mendalam.

Struktur-struktur tersebut dianalisis kemudian diklasifikasikan sesuai

1 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), hlm., 47-48. 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Depok: UI-Press, 1981), cetakan

ketujuh, hlm., 29.

Page 20: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

8

dengan fungsinya masing-masing. Metode ini memungkinkan

terhubungnya data-data dengan konteks keberadaannya. Metode ini

juga menyebabkan penjabaran-penjabaran hasil penelitian ke dalam

bentuk deskriptif.

Untuk metode deskriptif, penelitian ini menggunakan metode

deskriptif analitik. Metode deskriptif analitik dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta dan kemudian disusul dengan analisis.3

Seperti yang telah disinggung di atas, data-data yang diambil melalui

analisis struktur diklasifikasi kemudian dijabarkan secara mendetil

yang merupakan hasil proses pengkajian mendalam.

Menurut Vredenbregt, penataan dan deskriptif sistematis dari

sejumlah gejala di dalam suatu universum merupakan ciri-ciri khas

dari penelitian deskriptif. Yang menjadi masalah dalam suatu

penelitian deskriptif adalah menata dan mengklasifikasikan gejala-

gejala yang hendak dilukiskan oleh peneliti, di mana sebanyak

mungkin diusahakan untuk mencapai kesempurnaan atas dasar suatu

permasalahan tertentu.4

2. Objek penelitian

Objek penelitian adalah unsur-unsur intrinsik yang terdapat dalam

novel yang di dalamnya tersirat gambar besar mengenai peristiwa yang

ada dalam novel tersebut. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah

Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajah Mada: Tahta

dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra Indonesia di SMA.

3 Nyoman Kutha Ratna, op.cit., hlm., 53.

4 Jacob Vredenbregt, Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris,

(Jakarta:Gramedia, 1985) hal: 52.

Page 21: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

9

3. Sumber Data

Sumber data primer dari penelitian ini adalah teks dari novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi yang

diterbitkan oleh penerbit Tiga Serangkai dan merupakan jilid kedua dari

pentalogi Gajah Mada.

Data sekunder yang diambil dari peneliti sebagai penunjang data

primer yang digunakan dalam penelitian berupa artikel-artikel internet

yang berhubungan dengan novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini

adalah teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik yang

mengumpulkan data-data dari sumber tertulis. Teks-teks yang

merupakan penunjang penelitian dicermati oleh peneliti yang kemudian

digunakan sebagai alat untuk menganalisis data primer.

5. Teknik Analisis Data

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

kualitatif. Seperti yang telah dijabarkan di atas kualitatif adalah teknik

yang tidak menggunakan angka sebagai penjabaran hasil penelitian

yang dilakukan melainkan menggunakan deskripsi data-data. Untuk

menganalisis suatu data berupa teks sastra, maka penjabaran data-data

saja tidak akan cukup melaikan diperlukannya pemahaman.

Pemahaman dalam penelitian karya sastra biasa digunakan dengan

teknik hermeneutika.

Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuien,

bahasa Yunani, yang berarti menafsirkan atau mengintrerpretasikan.5

Karena fungsinya sebagai pemahaman akan suatu bahasa, pada awalnya

teknik hemeneutika ini digunakan untuk menafsirkan kitab suci yang

berisi bahasa dari Tuhan. Karena media yang digunakan dalam sastra

5 Nyoman Kutha Ratna, op.cit., hlm., 45.

Page 22: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

10

adalah bahasa, maka teknik hermeneutika dianggap tepat digunakan

sebagai teknik dalam penelitian sastra.

Penelitian ini berawal dari mengklasifikasikan teks di dalam novel

sesuai dengan unsur-unsur intrinsiknya yaitu tema, plot, tokoh, dan

latar. Setelah itu dilakukan teknik hermeneutika yaitu pembacaan teks

novel berulang-ulang sehingga dapat dipahami gejala sosial-politik

tentang perebutan kekuasaan di dalam novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara.

6. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan peneliti dapat diuraikan sebagai

berikut.

a) Pembacaan Data

Untuk memperoleh data yang akan dianalisis, peneliti membaca

data atau dokumen yang akan dianalisis dalam hal ini cerpen karya

Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada: Tahta dan Angkara. Sebagai

pemerolehan data pertama kali, peneliti membaca keseluruhan

novel.

b) Reduksi data

Setelah pembacaan keseluruhan data atau dokumen, peneliti

membaca ulang dokumen tersebut dengan lebih teliti agar dapat

menganalisis dokumen tersebut dengan baik. Setelah mereduksi

data, permasalahan yang akan dianalisis dari data tersebut

diidentifikasi. Kemudian, jika terdapat beberapa data yang

ditemukan, kemudian diklasifikasikan, mana data primer untuk

dianalisis. Teori-teori yang didapat oleh peneliti digunakan untuk

menganalisis data tersebut. Kemudian peneliti mengungkapkan

pendapat tentang hasil analisis data, berdasarkan teori-teori yang

didapat. Setelah melakukan analisis terhadap data atau dokumen,

peneliti menyimpulkan hasil penelitiannya tentang refleksi

Page 23: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

11

perebutan kekuasaan dalam novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara karya Langit Kresna Hariadi.

Page 24: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Novel

1. Pengertian Novel

Karya sastra merupakan hasil dari ideologi dan perasaan

pengarang. Dalam menuangkan ide dan perasaannya, pengarang

maupun penyair memiliki pertimbangan dalam memilih genre seperti

apa yang mewakili diri pengarang dan penyair tersebut.

Menurut perkembangannya, jenis sastra dapat dibedakan menjadi

dua kelompok, yaitu: jenis sastra lama dan modern.1 Karya sastra

terbagi menjadi puisi, prosa, dan drama. Ketiga genre ini bisa terlihat

perbedaannya baik dari segi bentuk dan penulisannya, khususnya

prosa. Bentuk prosa rekaan modern bisa dibedakan atas roman, novel,

novelette, dan cerpen.2 Penelitian ini akan memusatkan

pembahasannya pada genre novel.

Novel berasal dari bahasa latin novellus yang kemudian diturunkan

menjadi noveis yang berarti baru. Perkataan baru ini dikaitkan dengan

kenyataan bahwa novel merupakan jenis cerita fiksi yang muncul

belakangan dibandingkan cerita pendek dan roman3. Walaupun

dikatakan lebih baru dari roman, namun banyak pula yang berpendapat

bahwa kata novel memiliki pengertian yang sama dengan roman.

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia novel adalah

karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan

seseorang dengan orang-orang di sekelilingnya dengan menonjolkan

watak dan sifat tiap pelaku. Penjabaran unsur-unsur intrinsik pada

1 Nyoman Kutha Ratna, Estetika Sastra dan Budaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2007), hlm., 173. 2 Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm., 140.

3 Herman J. Waluyo, Pengkajian Cerita Fiksi, cetakan kedua, (Surakarta: 1994), hlm.,

37.

Page 25: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

13

novel tidak sekompleks roman. Biasanya novel hanya menceritakan

suatu peristiwa tertentu.

B. Hakikat Pendekatan Objektif

Pendekatan objektif, yaitu kritik sastra yang sasarannya hanya

karya sastra semata tanpa menghubungkannya dengan dimensi-dimensi

lain seperti pengarang, pembaca, keadaan masyarakat, dan lain-lain.4

Pendekatan objektif merupakan salah satu dari sekian banyak

pendekatan yang dilakukan dalam penelitian sastra. Pendekatan ini justru

merupakan pendekatan yang terpenting sekaligus memiliki kaitan yang

paling erat dengan teori sastra modern, khususnya teori-teori yang

menggunakan konsep dasar struktur5.

Kritik sastra dengan pendekatan objektif, memusatkan telaahnya

pada segi intrinsik, struktur dalam karya itu saja.6 Menurut Junus,

pendekatan objektif adalah pendekatan kajian sastra yang menitikberatkan

kajiannya pada karya sastra7. Karena pendekatan ini memusatkan

kajiannya pada struktur karya sastra itu sendiri, maka pendekatan ini

mengabaikan aspek-aspek ekstrinsik. Oleh karena itulah, pendekatan

objektif juga disebut analisis otonomi, analisis egocentric, pembacaan

mikroskopi. Pemahaman dipusatkan pada analisis terhadap unsur-unsur

dalam dengan mempertimbangkan keterjalinan antarunsur di satu pihak,

dan unsur-unsur dengan totalitas di pihak yang lain.8

Pendekatan struktural, sama dengan pada linguistik, adalah salah

satu pendekatan kajian kesusastraan yang menitikberatkan pada hubungan

antarunsur pembangun karya sastra.9 Teori struktural, teori yang bertolak

4 Atmazaki, Ilmu Sastra: Teori dan Terapan, ( : Angkasa Raya, ), hlm.,

12. 5 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra, (Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2007), hlm., 72. 6Widjojoko dan Endang Hidayat, Teori dan Sejarah Sastra Indonesia, (Bandung: UPI

PRESS, 2006), hlm., 22. 7 Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm.,183.

8 Nyoman Kutha Ratna, op.cit., hlm., 73

9 Nani Tuloli, Kajian Sastra, (Gorontalo: BMT “Nurul Jannah”, 2000), hlm., 41

Page 26: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

14

dari asumsi bahwa karya sastra tersusun dari berbagai unsur yang jalin-

menjalin, terstruktur, sehingga tidak ada satu unsur pun yang tidak

fungsional dalam keseluruhannya. Maka itu nilai karya sastra ditentukan

oleh koherentidaknya unsur-unsur karya tersebut.10

Analisis struktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat

dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi

dan hubungan antarunsur intrinsik fiksi yang bersangkutan.11

Oleh karena

itu, dalam pengkajian struktural tidak cukup hanya mengidentifikasi dan

menganalisis unsur-unsur intrinsik secara terpisah, namun juga bagaimana

masing-masing unsur itu memiliki keterkaitan dan hubungan satu sama

lain sehingga membentuk pemaknaan karya sastra yang maksimal.

Analisis struktural mencoba menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-

masing unsur sebagai kesatuan struktural.12

Analisis struktural bertujuan

untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, semenditel dan

mendalam mungkin keterkaitan dan keterjalinan semua anasir dan aspek

karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.13

C. Hakikat Unsur-unsur Intrinsik

1. Pengertian Unsur-unsur Intrinsik

Intrinsik ialah unsur-unsur rohaniah, yang harus diangkat dari isi

karya sastra itu mengenai tema dan arti yang tersirat di dalamnya.14

Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya

sastra itu sendiri.15

Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur

yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Kepaduan

antarberbagai unsur intrinsik inilah yang membuat novel berwujud.

Atau sebaliknya, jika dilihat dari sudut kita pembaca, unsur-unsur

10

Atmazaki, op.cit., hlm., 10. 11

Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 2005), hlm., 37. 12

Maman S. Mahayana, Bermain dengan Cerpen, (Jakarta: Gramedia, 2006), hlm., 244. 13

A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), hlm., 135. 1414

P. Suparman Natawidjaja, Apresiasi Sastra dan Budaya, (Jakarta: Intermasa, 1982),

hlm., 102. 15

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm., 23.

Page 27: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

15

(cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah novel.16

Kajian intrinsik membatasi diri pada karya sastra itu sendiri, tanpa

menghubungkan karya sastra dengan dunia di luar karya sastra itu.17

Pembagian unsur intrinsik struktur karya sastra yang tergolong

tradisional, adalah pembagian berdasarkan bentuk dan isi—sebuah

pembagian dikhotomis yang sebenarnya diterima orang dengan agak

keberatan.18

Menurut Burhan walaupaun agak kasar namun pembagian

ini tidak mudah dilakukan. Karena tidak memungkinkan untuk

mengkaji satu unsur intrinsik tanpa melibatkan unsur-unsur yang lain.

Untuk mengkaji unsur tema yang merupakan salah satu unsur isi, tidak

akan lepas masalah pemplotan yang merupakan unsur bentuk, dan juga

unsur-unsur yang lain.

2. Tema

Tema adalah makna yang dapat merangkum semua elemen dalam

cerita dengan cara yang paling sederhana.19

Tema sering juga disebut

ide atau gagasan yang menduduki tempat utama dalam pikiran

pengarang dan sekaligus menduduki tempat utama dalam cerita.20

Setiap aspek cerita turut mendukung kehadiran tema. Oleh karena

itu, pengamatan harus dilakukan pada semua hal seperti peristiwa-

peristiwa, karakter-karakter, atau bahkan objek-objek yang sekilas

tampak tidak relevan dengan alur utama.

3. Plot

Plot atau alur, kadang-kadang disebut juga jalan cerita, ialah

struktur rangkaian kejadian dalam cerita.21

Alur atau plot adalah

16

Ibid. 17

Budi Darma, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2004), hlm., 23 18

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm., 24. 19

Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.,

41 20

Widjojoko dan Endang Hidayat, op.cit., hlm., 46. 21

Ibid.

Page 28: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

16

struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah

interrelasi fingsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian

dalam keseluruhan fiksi.22

Bisa dikatakan bahwa secara umum, alur

merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuh cerita.23

Alur adalah rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin dengan

seksama, yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan kea rah

klimaks dan selesaikan.24

Menurut Abrams alur ialah rangkaian cerita

yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin

sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita.25

Plot dibangun oleh beberapa peristiwa yang biasa disebut alur. Unsur-

unsur alur ialah:

a. Perkenalan;

b. Pertikaian;

c. Perumitan;

d. Klimaks/puncak;

e. Peleraian;

f. Akhir.26

Sedangkan menurut Aminuddin tahapan-tahapan dalam alur dibagi

menjadi pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan

penyelesaian.

Susunan alur di dalam novel tidak selalu seperti di atas. Beberapa

novel banyak di awali oleh alur peleraian dan ada pula cerita yang

dimulai dari perumitan. Karena itulah ada laur yang disebut alur maju,

alur mundur, dan alur campuran.

Berdasarkan kualitas hubungan tiap unsur, maka ada alur longgar

dan alur erat. Yang dimaksud dengan alur longgar adalah jika sebagian

peristiwanya kita lepaskan (tidak dibaca) tidak mengganggu keutuhan

22

M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (___: Angkasa Raya, __), hlm., 43 23

Robert Stanton, Teori Fiksi Robert Stanton, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hlm.,

26 24

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), hlm., 159. 25

Ibid 26

Widjojoko dan Endang Hidayat, op.cit., hlm., 46.

Page 29: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

17

ceritanya. Sedangkan alur erat, bila sebagian ceritanya kita tinggalkan

akan mengganggu keutuhan cerita.27

Pendapat tersebut juga didukung

oleh Sudjiman. Sudjiman juga membagi alur atas alur erat (ketat) dan

alur longgar. Alur erat adalah jalinan peristiwa yang sangat padu di

dalam suatu karya sastra; kalau salah satu peristiwa ditiadakan,

keutuhan cerita akan terganggu. Alur longgar adalah jalinan peristiwa

yang tidak padu di dalam suatu karya sastra, meniadakan salah satu

peristiwa tidak akan mengganggu jalan cerita.28

Sudjiman membagi alur atas alur utama dan alur bawahan. Alur

utama merupakan rangkaian peristiwa utama yang menggerakkan jalan

cerita. Alur bawahan adalah alur kedua atau tambahan yang

disusupkan ke sela-sela bagian-bagian alur utama sebagai variasi.29

4. Perwatakan

Perwatakan atau karakter biasanya dipakai dalam dua konteks.

Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-individu yang

muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter merujuk pada

percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip

moral dari individu-individu tesebut30

Cerita prosa Indonesia memperlihatkan tiga cara penokohan, yaitu:

a. Cara analitik;

b. Cara dramatik;

c. Cara campuran;

Cara analitik adalah cara pengarang menjelaskan atau mengisahkan

tokohnya secara langsung. Menurut Atar Semi pengarang langsung

memparkan tetang watak atau karakter tokoh. 31

Cara dramatik cara

pengarang tidak mengisahkan apa dan siapa tokoh ceritanya secara

27

Ibid, hlm., 47. 28

Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm., 161. 29

Ibid., hlm., 160. 30

Robert Stanton, op.cit., hlm., 33 31

M. Atar Semi, op.cit., hlm., 39

Page 30: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

18

langsung, tetapi menggunakan hal-hal lain yaitu: a. gambaran tentang

tempat atau lingkungan sang tokoh; b. percakapan tokoh itu dengan

tokoh yang lain, atau cakapan tokoh lain tentang dia; c. pikiran sang

tokoh atau pendapat tokoh-tokoh lain tentang dia; d. perbuatan sang

tokoh.32

5. Latar

Setting/latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk

di dalam latar ini ialah tempat atau ruang yang dapat diamati.

Termasuk di dalam unsur ini adalah waktu, hari, bulan tahun, musim,

atau periode sejarah.33

Stanton juga berpendapat sama bahwa latar

adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalam cerita,

semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedang

berlangsung.34

6. Sudut Pandang

Sudut pandang atau pusat pengisahan adalah posisi dan

penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia melihat

peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu.35

Terdapat

beberapa jenis sudut pandang:36

a) Pengarang sebagai tokoh cerita, tokoh cerita bercerita tentang

keseluruhan kejadian atau peristiwa terutama yang menyangkut

diri tokoh.

b) Pengarang sebagai tokoh sampingan, orang yang bercerita

dalam hal ini adalah seorang tokoh sampingan yang

menceritakan peristiwa yang bertalian, terutama dengan tokoh

utama cerita.

32

Widjojoko dan Endang Hidayat, op.cit., hlm., 47 33

Ibid., hlm., 47 34

Robert Stanton, op.cit., hlm., 35 35

M. Atar Semi, op.cit., hlm., 57 36

Ibid. hlm., 57-58.

Page 31: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

19

c) Pengarang sebagai tokoh ketiga, berada di luar cerita bertindak

sebagai pengamat sekaligus sebagai narrator yang menjelaskan

peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran

para pelaku cerita.

d) Pengarang sebagai pemain dan narrator, pemain yang bertindak

sebagai pelaku utama cerita, dan sekaligus sebagai narrator

yang menceritakan tentang orang lain di samping tentang

dirinya.

Sudut pandang, antara lain, dapat berfungsi: menentukan tokoh-

mayor (utama dan minor (bawahan), memahami perwatakan para

tokoh yang dianalisis, memperlihatkan motivasi, menentukan alur dan

latar bila dianggap perlu untuk mendukung perwatakan atau tema, dan

menentukan tema karya sastra tersebut.37

Jadi, sudut pandang cerita

merupakan salah satu cara untuk mengetahui tema cerita tersebut.

Pencerita dapat dibedakan menjadi pencerita “akuan” sertaan dan

“akuan” tak sertaan; selain itu ada pula “diaan terbatas” dan “diaan”

mahatahu. Pencerita “akuan” digunakan bila pencerita merupakan

salah satu tokoh dalam cerita yang dalam menyampaikan cerita

mengacu kepada dirinya sendiri dan menggunakan kata “aku”.

Penceritaan “diaan” mahatahu adalah pencerita yang sangat

mengetahui berbagai perasaan, pikiran, angan-angan, keinginan, niat,

dan sebagainya dari si tokoh yang diceritakan. Pencerita “diaan”

terbatas adalah pencerita yang hanya memaparkan segalanya yang

diamatinya dari luar dan tokohnya pun kadang kala terbatas.38

7. Gaya Penceritaan

Gaya penceritaan yang dimaksud di sini adalah tingkah laku

pengarang dalam menggunakan bahasa.39

Tingkah laku ini dianggap

37

Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), hlm., 92 38

Ibid, hlm., 94-95. 39

M. Atar Semi, op.cit., hlm., 47

Page 32: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

20

sangat penting karena menentukan penghantaran cerita kepada

pembaca. Karena itu pengarang terus melakukan upaya supaya cerita

dapat menggugah pembaca dan larut ke dalam cerita tersebut.

Tindakan tersebut adalah: 1) pemilihan materi bahasa, pengarang

diharuskan memiliki pembendaharaan bahasa yang mumpuni agar

dapat memilih pemakaian kata yang tepat yang bersifat informatif dan

komunikatif kepada pembacanya; 2) pemakaian ulasan, untuk

menopang gagasan pengarang memberikan ulasan, contoh-contoh dan

perbandingan yang kualitas dan kuantitasnya disesuaikan dengan

keinginan; 3) pemanfaatan gaya bertutur, menjadi unik karena gaya

bertutur setiap individu berbeda.

D. Hakikat Tema

1. Pengertian Tema

Tema adalah masalah hakiki manusia40

. Pengarang biasanya

mengambil tema berdasarkan permasalahan yang terjadi di dunia

nyata. Menurut Aminuddin tema adalah ide yang mendasari sautu

cerita. Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam

memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan

kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan

oleh pengarangnya41

.

Theme in fiction is what the author is able to make of the total

experience rendered.42

Tema adalah … a ‘central idea’ and those

which view it more as a ‘recurrent argument, claim, doctrine, or

issue’.43

Jika tema adalah permasalahan, ide, ataupun makna yang ada

di dalam suatu novel, maka yang manakah dari permasalahan, ide, dan

makna yang menjadi tema di dalam novel itu?

40

Herman J. Waluyo, op.cit., hlm., 141-142. 41

Wahyudi Siswanto, op.cit., hlm., 161. 42

William Kenney, How to Analyze Fiction, (New York: Monarch Press, 1966) hal: 91 43

Jeremy Hawthorn, Studying the Novel, (Great Britain: Edwadr Arnold, 1985) hal: 61.

Page 33: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

21

Dalam sebuah cerita rekaan terdapat banyak tema. Karena itu,

Marjorie Boulton menyebutkan adanya tema dominan. Yang dapat kita

rangkum dalam sebuah cerita rekaan hanyalah adanya tema dominan

(sentral) dengan tema (tema-tema) lainnya.44

Menurut Hartoko dan Rahmanto, tema merupakan gagasan dasar

umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di

dalam teks sebagai struktur semantik dan yang menyangkut

persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan.45

. untuk itu dalam

menentukan tema kita harus merunutkan motif-motif yang membentuk

peristiwa dalam cerita, kemudian menghubungkannya dengan unsur-

unsur intrinsik yang lain. Hal ini disebabkan karena cakupan tema jauh

lebih luas daripada unsur-unsur intrinsik yang lain.

Karena itu penentuan tema dalam suatu novel bisa dilakukan jika

novel telah dibaca seluruhnya karena tema juga merupakan makna

yang ada di dalam novel. Namun, bukan berarti tema merupakan

makna tersirat yang ada di dalam cerita. Tema merupakan makna

keseluruhan dari cerita karena itu dalam menentukannya harus

membaca keseluruhan cerita. Hal ini juga dikarenakan tema sangat

bergantung dengan unsur-unsur intrinsic yang lain.

Pengarang menggunakan dialog-dialog tokoh-tokohnya, jalan

pikirannya, perasaannya, kejadian-kejadian, setting cerita untuk

mempertegas atau menyarankan isi temanya. Seluruh unsur cerita

menjadi mempunyai satu arti saja, satu tujuan. Dan yang

mempersatukan segalanya itu adalah tema.46

Di pihak lain, unsur-unsur tokoh (dan penokohan), plot (dan

pemplotan), latar (dan pelataran), dan cerita, dimungkinkan padu dan

bermakna jika diikat oleh sebuah tema47

. Keempat unsure ini

44

Herman J. Waluyo, op.cit., hlm., 144. 45

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm., 68. 46

Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia, 1988)

hal: 57. 47

Burhan Nurgiyantoro, op.cit., hlm., 74.

Page 34: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

22

mengemban tugas membawa tema kepada seluruh cerita. Begitu juga

dengan jalan cerita itu sendiri. Karena tema tersebar di dalam seluruh

cerita, bukan berarti cerita itu sendiri adalah tema. Tema merupakan

dasar (umum) cerita, dan cerita disusun dan dikembangkan

berdasarkan tema. Tema “mengikat” pengembangan cerita. Atau

sebaliknya, cerita yang dikisahkan haruslah mendukung penyampaian

tema.48

.

2. Penggolongan Tema

Menurut Nurgiyantoro, tema dapat digolongkan berdasarkan

penggolongan dikhotomis yang bersifat tradisional dan nontradisional,

penggolongan menurut Shipley, dan penggolongan dari tingkat

keutamaannya.

a) Tema Tradisional dan NonTradisional

Tema tradisional dimaksudkan untuk tema yang biasa

digunakan sejak cerita lama. Menurut Meredith dan Fritzgerald,

tema-tema tradisional, walau banyak variasi-variasinya, boleh

dikatakan, selalu ada kaitannya dengan masalah kebenaran dan

kejahatan49

. tema seperti ini tidak hanya berlaku di kesusastraan

Indonesia saja melainkan di seluruh dunia, karena tema tradisional

disukai oleh masyarakat golongan apapun dan kebudayaan

manapun. Misalnya tema-tema yang diangkat adalah kebenaran

dan keadilan mengalahkan kejahatan, cinta sejati menuntut

pengorbanan, dan lain-lain. Novel-novel awal kebangkitan sastra

Indonesia modern banyak yang menggunakan tema tradisional,

contohnya adalah Azab dan Sengsara, Sitti Nurbaya, dan Salah

Pilih.

Berbeda dengan tema tradisional, tema nontradisional

mengangkat tema-tema yang tidak lazim. Karena sifatnya yang

48

Ibid., hlm., 76. 49

Ibid. hlm., 77.

Page 35: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

23

nontradisional, tema yang demikian mungkin tidak sesuai dengan

harapan pembaca, bersifat melawan arus, mengejutkan, bahkan

boleh jadi mengesalkan, mengecewakan, atau berbagai reaksi

afektif yang lain.50

Misalnya tema dengan sifat melawan arus

adalah kejujuran yang membawa kehancuran. Contoh novel yang

memiliki tema yang melawan arus adalah Kemelut Hidup karya

Ramadhan K.H.

b) Tingkatan Tema Menurut Shipley

Shipley dalam Dictionary of World Literature mengartikan

tema sebagai subjek wacana, topik umum, atau masalah utama

yang dituangkan ke dalam cerita51

. Shipley membagi tema karya

sastra ke dalam tingkatan-tingkatan.

Pertama, tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul, man

as molecul. Pada tingkatan ini, tema yang diangkat berkisar tentang

aktivitas fisik daripada aktivitas psikologis. Untuk tingkatan ini,

unsur intriksik yang menonjol adalah unsur latar. Contoh karya

fiksi yang mengangkat tema ini adalah Around the World in Eighty

Days karya Julius Verne.

Kedua, tema tingkat organik, manusia sebagai

protoplasma, man as protoplasm. Untuk tingkatan ini tema yang

diangkat berkisar maslah seksualitas. Biasanya masalah seksualitas

yang menyimpang lebih menonjol misalnya mengenai

perselingkuhan. Contoh karya sastra yang mengangkat tema ini

adalah Senja di Jakarta, Tanah Gersang karya Mochtar Lubis.

Ketiga, tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk

sosial, man as socious. Untuk tahapan ini, tema yang diangkat

bukan lagi sebatas masalah individu melainkan fenomena yang

terjadi di masyarakat. Bagaimana manusia berinteraksi dengan

sesama manusia, begitu juga hubungan antara manusia dengan

50

ibid. hlm., 79. 51

Ibid, hlm., 80.

Page 36: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

24

alam sekitarnya. Contoh karya sastra yang mengangkat tema ini

adalah Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari

Keempat, tema tingkat egonik, manusia sebagai individu,

man as individualism. Pada tahap ini tema yang diangkat

merupakan tema tentang reaksi individu dengan fenomena yang

ada di sekitarnya. Umumnya tingkatan tema ini lebih bersifat batin

dan dirasakan oleh individu yang mengalami. Contoh novel yang

mengangkat tema ini adalah Atheis karya Achdiat K. Miharja.

Kelima, tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk

tingkat tinggi. Maksud dari makhluk tingkat tinggi ini adalah

kedudukan manusia sebagi ciptaan Tuhan yang paling tinggi.

Karena itu sifat dari tingkatan ini religiusitas. Contoh novel yang

mengangkat tema ini adalah Kemarau karya AA Navis.

Menurut Sudjiman tema terbagi atas yang disebutnya tema

sampingan, topik, dan tema sentral. Tema sentral adalah gagasan

yang dominan atau utama, di mana cerita berpusat. Sedangkan

tema sampingan adalah gagasan yang dipergunakan untuk

mengembangkan cerita. Topik adalah penjabaran dari tema sentral,

yang sifatnya lebih konkrit.52

Berdasarkan sumbernya, tema digolongkan menjadi

beberapa.53

1. Tema berasal dari kejiwaan manusia, yang secara tidak

langsung menggambarkan keadaan atau proses atau kejiwaan

manusia.

2. Pengalaman pengarang merupakan dunia tersendiri yang

menjadi sumber tema cerita.

3. Masalah hidup dan kehidupan manusia.

52

Nani Tuloli, Teori Fiksi, (Gorontalo: BMT”Nurul Jannah”, 2000), hal: 47. 53

Ibid. Hal: 43-46.

Page 37: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

25

4. Sejarah. Tema sejarah bukan berarti hanya catatan peristiwa

sejarah masa lampau, tetapi mengandung berbagai pemahaman

tentang manusia.

5. Filsafat.

6. Pendidikan.

E. Hakikat Negara Monarki

1. Pengertian Negara Monarki

Monarki merupakan kata yang berasal dari bahasa Yunani monos

yang berarti tunggal dan arkien yang berarti memerintah. Jadi dapat

dikatakan bahwa negara Monarki adalah bentuk negara yang dalam

pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang berhak

memerintah) oleh satu orang saja.54

Bentuk-bentuk negara bukanlah persoalan utama yang hendak

diketengahkan Machivelli di dalam Il Principe, namun kendati hanya

sepintas, ia pun menyinggung soal bentuk-bentuk negara itu. Menurut

Machiavelli, ada dua bentuk negara yang paling penting, yaitu:

republik dan monarki. Ia mengatakan:

Seluruh negara dan dominion yang menguasai atau yang telah

menguasai umat manusia berbentuk republik atau monarki.55

Machiavelli mengatakan bahwa ada dua jenis monarki, yaitu:

monarki warisan (yang telah lama ada), dan monarki baru. Monarki

baru terdiri dari yang sama sekali baru dibentuk dan ada pula yang

merupakan suatu penggabungan dari kerajaan yang sama sekali baru

atau yang telah ada kepada suatu kerajaan yang telah lama ada.

Machiavelli mengatakan:

Monarki dapat berupa warisan yang para penguasanya selama

bertahun-tahun adalah keturunan dari keluarga yang sama, tetapi

54

Tim ICCE UIN Jakarta, Pendidikan Kewargaan (Civic Education): dmeokrasi, Hak

Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN Jakarta, 2003), hlm., 58 55

J.H. Rapar, Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2001), hlm., 412.

Page 38: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

26

dapat pula yang baru saja dibentuk. Sedangkan monarki baru dapat

berupa monarki yang sama sekali baru... atau merupakan anggota

baru yang diokulasikan ke monarki warisan milik sang penguasa

yang mencaplok mereka...56

Menurut Jellinek, apabila cara terjadinya pembentukan kemauan

negara itu semata-mata secara psikologis atau secara ilmiah, yang

terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan

seseorang/individu, maka bentuk negaranya adalah monarchi.57

Sedangkan menurut Mac Iver, monarki ialah pemerintahan oleh satu

orang dengan kekuasaan yang sangat luas atau absolut. Pada bentuk

monarki ini dikenal dengan sistem pergantian yang bersifat turun-

temurun. Di samping itu kita dapati dalam sistem ini suatu tanda

bahwa raja dan kerabatnya merupakan suatu lapisan masyarakat yang

terpisah dari lainnya, oleh karena raja dan kerabat di sekitarnya

mempunyai dan dilengkapi dengan berbagai macam hak yang

istimewa (hak preogatif) yang melekat pada diri mereka.58

2. Jenis-jenis Pemerintahan Monarki

Pemerintahan monarki terbagi menjadi dua:

a) Turun-temurun dan elektif

Monarki mungkin saja diklasifikasikan sebagai tahta turun-

temurun dan elektif. Monarki secara turun-temurun adalah tipe

yang normal. Kebanyakan monarki dahulunya dikenal dengan

istilah turun-temurun. Dan kehidupan monarki turun-temurun ini

memiliki banyak karakter. Monarki ala turun-temurun mewariskan

tahta sesuai dengan peraturan rangkaian pergantian tertentu. Ahli

waris laki-laki yang tertua biasanya menjadi raja, menggantikan

56

Ibid. hal: 414-415 57

Azhary, Ilmu Negara: Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1986), hlm., 49-50. 58

Soelistyani Ismali Gani, Pengantar Ilmu Politik, (Jakarta: Ghalia Indonesia, ---), hlm.,

134

Page 39: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

27

posisi raja atau ayahnya sendiri.59

Kerajaan Majapahit menganut

sistem pemerintahan monarki turun-temurun yang biasanya pewaris

laki-laki yang mewarisi tahta. Namun, setelah Sri Jayanegara

meninggal tanpa memiliki keturunan, maka tahta diwariskan

kepada adiknya. Pewarisan tahta ini menjadi konflik ketika pewaris

seorang putri bukan pangeran yang suatu saat akan menikah dan

patuh terhadap suaminya. Hal ini dikhawatirkan dapat berdampak

pada “kemurnian” pemerintahan kerajaan.

Rangkaian pergantian juga bisa ditentukan dengan

konstitusi atau melalui sebuah aksi legislature.60

Namun bukan hal

yang luar biasa jika dari masa ke masa monarki elektif berubah

menjadi monarki turun-temurun.

b) Monarki Mutlak dan Tebatas

Mpnarki juga bisa diklasifikasikan sebagai mutlak dan

terbatas. Garner menyatakan monarki mutlak adalah monarki yang

benar-benar raja. Kehendaknya adalah hukum dalam merespek

segala perkara yang ada. Dia tidak dijilid atau dibatasi oleh apapun

kecuali kemauannya sendiri. Di bawah sistem ini negara dan

pemerintahan tampak identik.61

Monarki terbatas memiliki kekuatan yang dibatasi oleh

konstitusi yang tertulis atau dengan prinsip fundamental yang tak

tertulis.62

Jadi, raja hanya sekadar simbol, sedangkan jalannya

pemerintahan dipimpin yang lainnya.

59

Jefry Hutagalung, Bentuk Pemerintahan Monarki/Kerajaan (Mei 2009), diakses dari

https://jefryhutagalung.wordpress.com/2009/05/04/bentuk-pemerintahan-monarkikerajaan/ 60

Ibid 61

Ibid 62

Ibid

Page 40: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

28

F. Hakikat Kekuasaan

1. Pengertian Kekuasaan

Kekuasaan adalah suatu fenomena misterius yang tidak dapat

diukur, ditimbang, ataupun dilihat dengan panca indera.63

Kekuasaan

merupakan suatu model komunikasi yang khas, yang berbentuk tanda

yang berarti merupakan acuan situasi tertentu para pelakunya, baik

pengirim maupun penerima tanda-tanda atau arus informasi tersebut.64

Michel Foucault melihat politik kekuasaan tidak bisa dilepaskan

dari tubuh manusia karena akhirnya kepentingannya adalah

mendapatkan kepatuhan.65

Kekuasaan adalah kemampuan atau

wewenang untuk menguasai orang lain, memaksa dan mengendalikan

mereka sampai mareka patuh, mencampuri kebebasannya dan

memaksakan tindakan-tindakan dengan cara-cara yang khusus.66

Budiardjo juga berpendapat bahwa kekuasaan adalah kemampuan

seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku

seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.67

Oleh karena itu, sejak periode kerajaan seperti Majapahit sampai era

pemerintahan modern kekuasaan merupakan hal yang selalu

diperebutkan karena sebagai alat mengontrol suatu pemerintahan.

Kekuasaan tentu saja tidak dapat dipisahkan dari politik. Politik

dipandang sebagai kegiatan untuk mencari dan mempertahankan

kekuasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu ilmu politik dirumuskan

sebagai ilmu yang mempelajari hakikat, kedudukan dan penggunaan

kekuasaan di manapun kekuasaan itu berada. Kekuasaan menurut

pandangan ini adalah kemampuan (kapabilitas) untuk mempengaruhi

63

Orloc, Kekuasaan, (Jakarta: Erlangga, 1987), hlm., 1. 64

Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan, (Jakarta: Rajawali, 1990), hlm., 77. 65

Haryatmoko, Etika Politik dan Kekuasaan, (Jakarta:Kompas, 2003) hlm., 216. 66

I. Marsana Windhu, Kekuasaan dan Kekerasan menurut Johan Galtung,

(Yogyakarta:Kanisius, 1992), hlm., 32. 67

Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia, 2008), hlm., 17-18.

Page 41: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

29

orang lain atau pihak lain untuk berpikir dan berperilaku sesuai dengan

kehendak yang memengaruhinya.68

2. Dimensi-dimensi Kekuasaan

a) Dimensi Potensial dan Aktual

Seseorang yang dipandang mempunyai kekuasaan potensial

apabila dia mempunyai atau memiliki sumber-sumber kekuasaan,

seperti kekayaan, tanah, senjata, pengetahuan dan informasi,

popularitas, status sosial yang tinggi, massa yang teroganisir, dan

jabatan.69

Jika seseorang menggunakan sumber-sumber yang

dimilikinya ke dalam kegiatan-kegiatan politik secara efektif maka

orang tersebut memiliki kekuasaan aktual.

b) Dimensi Konsensus dan Paksaan

Aspek paksaan dari kekuasaan cenderung memandang

politik sebagai perjuangan, pertarungan, dominasi, dan konflik.

Tujuan yang hendak dicapai bukan mengenai kepentingan secara

umum namun menyangkut kepentingan kelompok kecil

masyarakat. Selain itu alasan untuk menaati kekuasaan adalah rasa

takut, takut akan paksaan fisik dan paksaan non fisik. Kekuasaan

berdasarkan paksaan merupakan cara paling efektif untuk

mendapatkan ketaatan dari pihak lain. Namun, selain pelanggaran

etik, penggunaan paksaan menimbulkan kediktatoran ketika sarana

paksaan fisik sebagai penentu tidak ada. Sarana kekuasaan yang

dipergunakan untuk mendapatkan ketaatan dnegan kekuasaan

paksaan berjumlah tiga macam, yakni sarana paksaan fisik, sarana

ekonomi, dan sarana psikologis.

Sedangkan aspek konsensus dari kekuasaan akan cenderung

melihat elit politik sebagai orang yang tengah berusaha

menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan masyarakat secara

68

P. Anthonius Sitepu, Teori-teori Politik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), hlm., 10 69

Ibid, hlm., 52

Page 42: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

30

keseluruhan.70

Alasan untuk menaati kekuasaan konsensus pada

umumnya berupa persetujuan sacara sadar dari pihak yang

dipengaruhi. Kekuasaan konsensus menggunakan sarana-sarana

seperti nilai-nilai kebaikan bersama, moralitas dan ajaran-ajaran

agama, keahlian dan popularitas pribadi terkenal untuk

mendapatkan ketaatan. Tindakan orang lain untuk menaati

kekuasaan tidak tergantung kepada kehadiran pemegang kekuasaan

yang bersangkutan akan tetapi bergantung pada kesadaran,

pengertian, dan persetujuan yang dipengaruhi sendiri.

c) Dimensi Positif dan Negatif

Kekuasaan positif adalah penggunaan sumber-sumber

kekuasaan untuk mencapai tujuan yang dianggap penting dan

diharuskan. Sedangkan kekuasaan negatif adalah penggunaan

sumber-sumber kekuasaan untuk mencegah orang lain mencapai

tujuannya yang tidak hanya dipandang tidak perlu akan tetapi juga

merugikan pihaknya.

d) Dimensi Jabatan dan Pribadi

Dalam masyarakat yang sudah maju dan mapan,

penggunaan kekuasaan yang terkandung dalam jabatan tersebut

secara efektif tergantung sekali pada kualitas pribadi yang dimiliki

dan ditampilkan oleh setiap pribadi yang memegang jabatan. 71

Pada masyarakat yang masih sederhana, struktur kekuasaan dalam

masyarakat seperti itu didasarkan atas realitas pribadi lebih

menonjol daripada kekuasaan yang terkandung dalam jabatan itu

sendiri.

e) Dimensi Implisit dan Eksplisit

Kekuasaan implisit adalah kekuasaan yang tidak dilihat

dnegan kasat mata akan tetapi dapat dirasakan. Sedangkan

70

Sitepu, op.cit., hlm., 53. 71

Ibid., hlm., 54.

Page 43: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

31

kekuatan eksplisit adalah pengaruh yang jelas terlihat dan dapat

dirasakan.72

f) Dimensi Langsung dan Tidak Langsung

Kekuasaan langsung adalah penggunaan sumber-sumber

kekuasaan untuk mempengaruhi pembuat dan pelaksana keputusan

politik dengan melakukan hubungan secara langsung tanpa

menjadi perantara. Sedangkan kekuasaan tidak langsung adalah

penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk mempengaruhi

pembuat dan pelaksana keputusan politik dengan melalui perantara

pihak lain yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang lebih

besar terhadap pembuat dan pelaksana keputusan politik.73

3. Sumber Kekuasaan

a) Coercive Power

Coercive Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

sering menunjukkan kekerasan baik dalam kepemimpinannya

maupun dalam berbagai kepengurusan, unsur-unsur yang harus

dipenuhi adalah sering membentak, menggunakan senjata, sering

marah, oleh karena itu diperlukan suara yang keras, badan yang

tegap dan besar, tetapi beresiko ketika seseorang yang sedang

berkuasa itu seketika sakit dan melemah kekuasaannya.74

b) Legitimate Power

Legitimate Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

mendapat surat keputusan, mendapat ijazah, mendapat

pengangkatan sehingga absah untuk memimpin, dan absah untuk

memerintah dan menundukkan orang lain, resikonya adalah tidak

menutup kemungkinan setelah memegang surat keputusan, ijazah,

72

Sitepu, op.cit 73

Ibid. 74

Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, (Jakarta: Rineka Cipta. 2010), hlm.,89

Page 44: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

32

dan pengangkatan malahan tidak mampu memanfaatkan

kekuasaaan itu.75

c) Expert Power

Expert Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang tersebut memiliki keahlian tertentu sehingga orang lain

membutuhkan keahliannya, kecerdasan, keterampilan, baik dalam

mengajar, atau pun tempat bertanya, bahkan tidak menutup

kemungkinan orang lain membayarnya, dengan demikian yang

bersangkutan menjadi mampu memerintah, dan menyuruh sebagai

awal kekuasaan.76

d) Reward Power

Reward Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang tersebut sering memberi kepada pihak lain sehingga

resikonya orang yang diberi berhutang budi dan bersedia diatur dan

disuruh oleh orang yang membayar, jadi bukan berarti kekuasaan

yang diberikan dari seseorang kepada seseorang tetapi kekuasaan

yang diperoleh dengan sendirinya karena banyaknya pemberian

dari sang penguasa.77

e) Reverent Power

Kekuasaan ini muncul dengan didasarkan atas pemahaman

secara kultural dari orang-orang dengan berstatus sebagai

pemimpin. Masyarakat menjadikan pemimpin itu sebagai panutan

simbol dari perilaku mereka. Aspek kultural yang biasanya muncul

dari pemahaman religiolitas direfleksikan pada kharisma pribadi,

keberanian, sifat simpatik dan sifat-sifat lain yang tidak ada pada

kebanyakan orang. Hal itu menjadikan orang lain tunduk pada

kekuasaannya.78

f) Connection Power

75

Syafiie, op.cit 76

Ibid 77

Ibid 78

Sitepu, op.cit., hlm., 55

Page 45: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

33

Connection Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang mempunyai hubungan silahturahmi yang luas dengan

orang lain, hal ini disebut juga saat ini koneksi nepotisme, namun

bagaimanapun kekuasaan seseorang itu muncul karena banyaknya

sahabat, relasi, keluarga, almamater, teman, persengkongkolan

dengan pihak lain.79

g) Information Power

Information Power adalah kekuasaan yang diperoleh karena

seseorang mempunyai data, informasi, fakta, dan lain lain sehingga

pihak lain membutuhkan dirinya, itulah sebabnya wartawan baik

dari media elektronik, maupun media cetak apalagi internet sangat

memiliki kekuasaan saat ini karena menghimpun data dengan

sangat sempurna.80

G. Pengajaran Sastra di Sekolah

Manurut Jakob Sumardjo fungsi sastra dan pengjarannya di

Indonesia belum begitu berhasil, karena itu ia megemukakan beberapa hal

yang dapat diakukan. Pertama, memperbaiki pegajaran sastra di sekolah-

sekolah. Kalau faktor guru dan sistem memang bisa segera diatasi bisa

digalakkan pengadaan buku-buku penuntun yang memadai, buku-buku

antalogi dan semacamnya. Kedua, memanfaatkan kehadiran sastra populer

untuk pengajaran sastra serius.81

Ketiga, kalau sastra popler yang baik

boleh masuk sekolah, maka sebaliknya karya-kayasastra yang baik harus

bisa masuk ke dalam wilayah penerbitan populer.82

Karya sastra merupakan refleksi dari fenomena-fenomena yang

terjadi di masyarakat. Fenomena tersebut juga tidak lepas dari bidang

pendidikan, seperti yang tergambar di dalam novel Laskar Pelangi karya

79

Syafiie, op.cit., hlm., 90 80

Ibid. 81

Jakob Sumardjo, Sastra Populer dan Pengajaran Sastra dalam buku Budaya Sastra,

(Jakarta: Rajawali, 1984), hlm., 61. 82

Sumardjo, op.cit, hlm., 62.

Page 46: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

34

Andrea Hirata. Selain itu banyak juga novel-novel yang dapat dikaitkan

dengan disiplin ilmu yang lain.

Melalui karya sastra, kita diajak untuk melihat fenomena-fenomena

yang terjadi di dalam msyarakat dengan kacamata yang berbeda, yaitu

sastra. Sebuah karya sastra yang baik bukan hanya dapat menghibur, tapi

juga dapat membuka pikiran kita kan kemungkinan-kemungkinan lain

dalam menjalani hidup. Asahan emosi dan logika bisa kita dapatkan

melalui karya sastra khususnya novel.

Sastra dalam pengajaran dapat membantu pengajaran kebahasaan

karena sastra dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Sastra dapat

membantu pendidikan secara utuh karena sastra dapat meningkatkan

pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, rasa dan karsa, menunjang

pembentukan watak, mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan

kehidupan, pengetahuan-pengetahuan lain dan teknologi83

.

H. Penelitian yang Relevan

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan novel Gajah Mada:

Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara karya Langit Kresna Hariadi.

Penelitian ini menggunakan teori politik mengenai perebutan kekuasaan.

Penelitian ini sebenarnya sangat menarik untuk dikaji. Namun, penelitian

karya Langit Kresna Hariadi terdahulu belum ada yang mengangkat segi

ini. Penelitian yang relevan tersebut diantaranya adalah:

Skripsi karya Handoyo (UNS, 2009) dengan judul Analisis

Struktural Novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan

Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi. Hasil dari

penelitian ini adalah persamaan dan perbedaan unsur intrinsik dan unsur

ekstrinsik dari kedua novel tersebut. Permasalahan yang dibahas adalah

pertama, unsur intrinsik dari novel Bergelut dalam Kemelut Tahta dan

Angkara dan Perang Bubat. Kedua, unsur ekstrinsik kedua novel tersebut

83

Kinayati Djojosuroto, Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya,( Yogyakarta: Penerbit

Pustaka, 2006), hlm., 85.

Page 47: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

35

yaitu aspek sosial budaya pengarang dan sosial budaya yang ada dalam

kedua novel tersebut. Teori struktural digunakan untuk membahas

permasalahan pertama, sedangkan teori sosiologi sastra digunakan untuk

membahas permasalahan kedua.84

Selanjutnya skripsi karya Rizki Adistya Zubaida (UNS, 2012)

dengan judul penelitian Analisis Tokoh dan Nilai Pendidikan dalan Novel

Gajah Mada Karya Langit Kresna Hariadi (Tinjauan Psikologi Sastra).

Analisis dalam penelitian ini membahas mengenai: pertama, unsur

intrinsik novel Gajah Mada; kedua, konflik batin tokoh; ketiga nilai

pendidikan yang terkandung di dalam novel Gajah Mada karya Langit

Kresna Hariadi. Nilai-nilai pendidikan yang diangkat penelitian ini adalah

nilai sosial, nilai moral/etika, nilai religius/keagamaaan, nilai

kepahlawanan/patriotisme, dan nilai estetika.85

84

Handoyo. Analisis Struktural Novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan

Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi, skripsi mahasiswa Universitaas Sebelas

Maret, 2009. Dalam http://perpustakaan.uns.ac.id. 85

Rizki Adistya Zubaida. Analisis Tokoh dan Nilai Pendidikan dalan Novel Gajah Mada

Karya Langit Kresna Hariadi (Tinjauan Psikologi Sastra), skripsi mahasiswi Universitas Sebelas

Maret, 2012, Dalam http://perpustakaan.uns.ac.id.

Page 48: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

36

BAB III

TINJAUAN NOVEL GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA

A. Sinopsis

Siapa yang tidak mengenal Gajah Mada? Tokoh fenomenal yang

merupakan contoh sempurna seorang patriot sejati. Mengerahkan segala

pikiran, jiwa, dan raganya demi keutuhan dan kejayaan Kerajaan

Majapahit. Tangan besi dan hati batu, itulah Gajah Mada.

Negeri yang damai dan tentram semasa pemerintahan Sri

Jayanegara terusik oleh ulah Dharmaputra Winehsuka yang melakukan

makar dan memaksa Sri Jayanegara angkat kaki dari dampar. Gajah Mada,

yang saat itu masih berpangkat bekel, memimpin pasukan kecilnya,

Bhayangkara,namun berkemampuan keprajuritan paling tinggi dibanding

pasukan kerajaan yang lain, berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan

Sri Jayanegara kembali ketahtanya. Usaha itu pun tercapai. Dharmaputra

Winehsuka dihukum mati atas perbuatannya dan Majapahit pun memulai

mengobati luka-luka makar tersebut. Tapi perebutan kekuasaan tetap

berlanjut.

Sembilan tahun setelah makar Dharmaputra Winehsuka, Majapahit

kembali dirundung masalah perebutan kekuasaan. Semua ini berawal dari

terbunuhnya Sri Jayanegara akibat diracun oleh tabib kerajaan

kepercayaannya, satu-satunya Dharmaputra yang menyerah, Ra Tanca.

Setelah meracuni Sri Jayanegara, Ra Tanca pun tewas oleh keris beracun

milik Gajah Mada yang telah berpangkat patih.

Sesuai dengan hukum monarki, tahta raja seharusnya jatuh kepada

saudara satu darah. Namun, kedua saudara Sri Jayanegara bukan laki-laki

melainkan sekar kedaton. Yang lebih berhak atas tahta tentu saja yang

tertua, Sri Gitarja, namun sikapnya yang sangat lembut membuat Gajah

Mada khawatir. Sedangkan sifat-sifat kepemiminan lebih dimiliki oleh

adiknya, Dyah Wiyat. Tapi bukan para sekar kedaton yang membuat Gajah

Page 49: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

37

Mada memikirkan ulang mengenai pewaris tahta, namun para suami sekar

kedaton atau yang lebih tepat, orang-orang di balik mereka.

Raden Cakradara, suami Sri Gitarja, memiliki Pakering Suramurda

di belakangnya. Celakanya justru Suramurda yang paling berhasrat

menjadikan Cakradara raja dengan mengawini Gitarja. Recana sedemikian

rupa pun disusun oleh Suamurda untuk menghalangipihak

lainnyamenguasai dampar, dengan cara apapun.

Rencana yang sama juga disusun pendukung Raden Kudamerta,

Panji Wiradapa. Hanya saja motivasi Wiradapa yang menginginan jabatan

Mahapatih apabila Kudamerta menjadi raja dibumbui dendam lama kepada

raja terdahulu, Raden Wijaya. Untuk mempertahankan kendalinya atas

Kudamerta, Wiradapa menyandra orang-orang yang paling dicintai

Kudamerta, istri dan bayi laki-lakinya.

Mengetahui Kudamerta telah beristri bahkan memiliki anak dan

menjadikan Dyah Wiyat sebagai istri kedua, Gajah Mada tentu saja tidak

bisa bertindak diam. Hal ini semakin genting karena Ratu Gaytri, yang

memegang tahta sementara sekaligus ibu kandung kedua sekar kedaton,

mengetahui hal ini, demikan juga Dyah Wiyat. Mengetahui ia dijadikan

istri kedua dan ditambah bahwa ia tidak mencintai Kudamerta membuat

Wiyat sangat membenci suaminya. Namun, beban moral bahwa ia seorang

sekar kedaton yang merupakan panutan rakyatnya membuat ia tidak bisa

meminta cerai, apalagi laki-laki yang ia cintai malah membunuh saudara

laki-lakinya. Selain itu Gajah Mada deengan dibantu pasukan khusus

Bhayangkara juga harus menyelidiki keberadaan istri pertama Kudamerta,

Dyah Menur, serta bayinya. Gajah Mada merasa bahwa keberadaan bayi

ini akan mengancam peralihan kekuasaan Majapahit di masa depan.

Di sisi lain, hal-hal ganjil terjadi di lingkungan istana dan

membawa nama Cakradara dan Suramurda kepada kasus pembunuhan.

Gitarja yang mengetahui hal itu tidak bisa menyembunyikan hatinya yang

hancur. Benarkah suami yang sangat dicintainya tega membunuh? Gitarja

merasa ia tidak pantas mengemban jabatan seorang ratu jika kedaan

Page 50: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

38

suaminya seperti itu dan akhirnya memutuskan menyerahkannya kepada

Dyah Wiyat namun ditolak.

Ternyata bahaya perebutan kekuasaan tidak hanya datang dari

dalam istana. Informasi yang didapat oleh pasukan khusus Bhayangkara

bahwa telah dibangun pasukan di wilayah terpencil di dalam hutan,

membuat Gajah Mada waspada akan bahaya makar. Segala daya dan

upaya telik sandi dilakukan untuk mendapatkan informasi sedetil mungkin

tentang pasukan ini. Akhirnya diketahuilah nama pemimpinnya yaitu

Raden Panji Rukmamurti dan tangan kanannya, Mandrawa.

Ancaman pasukan misterius ini terhadap pihak istana semakin

menjadi dengan pencobaan pembunuhan terhadap Dyah Wiyat oleh

Rukmamurti. Sebelumnya pesan-pesan kematian berupa mayat-mayat

yang dikirim ke lingkungan istana dan pencobaan pembunuhan terhadap

Kudamerta, telah membuat Gajah Mada terus meningkatkan

kewaspadaannya. Dan hal ini diperparah dengan cederanya pemimpin

pasukan Bhayangkara, Senopati Gajah Enggon. Karena ancaman

pembunuhan ditujukan kepada pihak Dyah Wiyat dan Raden Kudamerta,

tentu saja kecurigaan akan terlibatnya Raden Cakradara semakin

memuncak. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Suramurda mati

terbunuh. Hal ini membuat Gajah Mada harus mengerahkan setiap sel-sel

otaknya untuk mengungkapkan peristiwa sebenarnya yang terjadi.

Di lain pihak Dyah Menur yang terancam dibunuh berhasil

diselamatkan oleh mantan anggota Bhayangkara, Pradhabasu. Pradhabasu

yang merasa kasihan akan keadaan Menur menyembunyikannya dari

Gajah Mada karena ia mengetahui apa yang akan dilakukan Gajah Mada

terhadap Dyah Menur dan bayinya. Pradhabasu berusaha menolong Dyah

Menur yang sangat ingin bertemu dengan suaminya dengan

menyelundupkannya menjadi abdi dalem istana kiri, istana Dyah Wiyat.

Menur yang menyamar menjadi Sekar Tanjung tiba-tiba menjadi dayang

kesayangan Wiyat. Tentu saja hal ini menjadi beban yang sangat berat

untuk Kudamerta.

Page 51: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

39

Rencana makar Raden Panji Rukmamurti berhasil digagalkan

dengan ditumpasnya pasukan tersebut dan ditangkapnya Rukmamurti

beserta Mandrawa. Pengadilan pun dilakukan di Bale Manguntur,

dipimpin oleh Ratu Gayatri sendiri. Dari pengadilan itu diketahuilah

bahwa pembunuhan yang terjadi di dalam istana yang ditujukan untuk

mengambinghitamkan Raden Cakradara dilakukan oleh Panji Wiradapa

agar tahta raja jatuh ke tangan Kudamerta. Serta dibukanya identitas asli

Panji Rukmamurti yaitu Nyai Tanca, istri Ra Tanca. Dendamnya kepada

Gajah Mada yang telah membunuh suaminya dan kepada Dyah Wiyat

yang selingkuh dengan suaminya membuatnya gelap mata dan

merancanakan makar. Mandrawa sendiri adalah salah satu anggota muda

pasukan khusus Bhayangkara yang berkhianat akibat terjebak bujuk rayu

Nyai Tanca.

Setelah menjatuhi hukuman kepada Nyai Tanca, Wiradapa, dan

Mandrawa, Ratu Gayatri memanfaatkan kesempatan ini untuk

mengukuhkan status Dyah Wiyat sebagai istri sah dan satu-satunya Raden

Kudamerta demi keutuhan Kerajaan Majapahit dimasa depan.

“Hamba belum pernah mengawini siapa pun, Tuan Putri,” jawab

Kudamerta dengan suara amat tegas.

Dyah Menur yang mendengar pernyataan suaminya di depan

khalayak banyak mengukuhkan hatinya untuk memberikan suaminya

tercinta kepada sekar kedaton. Dan pergi membawa bayi yang

dikhawatirkan Gajah Mada sebagai pembawa bencana bersama

Pradhabasu.

B. Biografi Pengarang

Langit Kresna Hariadi lahir di Banyuwangi tahun 1959 sebagai anak

bungsu dari keluarga besarnya. Ia banyak menghabiskan masa kanak-

kanaknya hingga tamat SD di desa bernama Tegaldlimo sebuah daerah di

Banyuwangi, Jawa Timur. Jenjang SMP diselesaikan di Benculuk, SMA di

Genteng yang kemudian berlanjut ke IKIP di Surabayadengan mengambil

Page 52: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

40

jurusan fisika. Hingga akhirnya Langit Kresna Hariadi memilih untuk

tidak menamatkan kuliahnya. Sebuah kekecewaan dialami kakanya yang

telah membiayai studinya, tetapi sebuah berkah di balik itu semua karena

sekarang telah menjadi pengarang yang hasilnya telah bisa untuk

memimpin hidup keluarganya sendiri.1

Sekarang Langit Kresna Hariadi bertempat tinggal bersama

keluarganya di Perumahan Korps Cacat Veteran Nomor 68 di daerah Jaten

Karanganyar. Tanah yang sekarang dibangun menjadi perumahan tersebut

sebelumnya adalah milik almarhum Mantan Presiden Soeharto seluas

17.492 m2

itu kemudian dibagi-bagikan kepada 136 anggota Yayasan

Korps Cacat Veteran RI. Di rumah inilah Langit Kresna Hariadi sehari-

hari melakukan kegiatan menulisnya dan sekarang disibukkan dengan

bolka-balik Solo-Jakarta karena ketiga seri novel Gajah Mada akan

diangkat ke layar lebar oleh Slamet Raharjo Djarot. Langit Kresna Hariadi

kemudian menggubah ketiga seri novel Gajah Mada menjadi sebuah cerita

ringkas yang selanjutnya menjadi sebuah skenario film. Ketekunannya

sebagai penulis inilah yang mengantarkannya menjadi orang yang dikenal

luas oleh berbagai kalangan.2

Latar belakang keluarga yang biasa saja, tetapi terbiasa dengan

semangat yang tinggi dalam memperjuangkan hidup. Pada awalnya pihak

keluarga tidak menyetujui ketika Langit Kresna Hariadi terjun menggeluti

dunia tulis-menulis karena pemikiran pihak keluarga bahwa seorang suami

harus bekerja di kantor seperti orang-orang pada umumnya. Hal ini

membuat Langit Kresna Hariadi tidak bergeming untuk melanjutkan

pemikirannya bahwa dengan menulis kelak akan bisa menghidupi

keluarga. Keyakinan yang telah dibuktikan, novel pertamanya berjudul

Gajah Mada laris di pasaran, meskipun di dalamnya banyak terjadi

berbagai kesalahan. Sebagai tanggung jawab ilmiah, novel pertama

1 Handoyo. Analisis Struktural Novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Tahta dan

Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi, skripsi mahasiswa Universitaas Sebelas

Maret, 2009. Dalam http://perpustakaan.uns.ac.id. 2 Ibid.

Page 53: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

41

tersebut direvisi yang kemudian berjudul Gajah Mada: Bergelut dalam

Kemelut Tahta dan Angkara3.4

Latar Belakang seorang pengarang Langit Kresna Hariadi dalam

mengangkat karya dalam novel Gajah Mada adalah karena

keterpengaruhannya oleh gaya penceritaan novelis S.H. Mintardja (pelopor

cerita silat). Hal ini adalah sebuah kewajaran, karena bagaimanapun juga

seorang pengarang tidak akan pernah lepas pada apa yang pernah dibaca

atau ketertarikannya terhadap beberapa karya sastra yang terlanjur menjadi

favoritnya sehingga secara sadar maupun tidak disadari turut memengaruhi

karya yang dihasilkannya.5

Langit kemudian menekuni kepenulisan secara profesional ketika ia

bekerja di radio PTPN Solo sebagai penulis naskah drama radio. Ia pindah

ke Sanggar Sakutala di Radio Roiska, kemudian ke Sanggar Prativi di

Jakarta. Karena keterbiasaannya membuat naskah drama radio, ia pun bisa

mengetik secara cepat. Oleh karena itu, novel yang tebalnya beratus-ratus

halaman dapat ia selesaikan dalam waktu tiga bulan.

Naskah awal novel Gajah Mada sebenarnya adalah naskah drama

radio yang berjudul Dhuaja Bayangkara. Ia menulis naskah itu atas

perintah produser karena S. Tijab kelelahan. Namun, karena bisnis drama

radio ambruk, naskah itu tidak disiarkan. Kemudian Langit mengubah

naskah drama itu ke dalam novel dan mencoba menawarkannya kepada

dua penerbit, namun ditolak. Barulah pada saat ia menawarkan ke penerbit

Tiga Serangkai, naskahnya diterima dan judulnya diganti menjadi Gajah

Mada.

Novel Gajah Mada awalnya tidak dibuat berseri. Tapi ketika telah

diterbitkan novel tersebut mendapat sambutan yang antusias dari pembaca.

Akhirnya ia pun menyanggupi permintaan penerbit untuk membuat sekuel

dari novel Gajah Mada. Namun, novel pertama Gajah Mada ternyata juga

menuai kritik pedas dari pembaca. Hal ini dikarenakan data-data yang

3 Selanjutnya mengalami revisi pada judul menjadi Gajah Mada: Tahta dan Angkara

4 Handoyo, Op.cit

5 Ibid.

Page 54: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

42

Langit cantumkan di dalam novelnya banyak yang tidak akurat. Langit

mengamini hal ini terjadi karena ia menulis novel tersebut tanpa riset yang

benar. Dari situlah keempat sekuel novel Gajah Mada ia buat berdasarkan

riset yang sungguh-sungguh guna tidak adanya kesalahinformasian kepada

pembaca.

Selain menelaah dari buku atau internet, Langit juga mendatangi

situs-situs bersejarah yang mendukung tulisannya. Ia pergi ke Sapih di

daerah Probolinggo, yang termasuk wilayah Madakaripura dan di sana

terletak prasasti Sumpah Palapa. Kemudian ia ke Singapura untuk

membayangkan armada Majapahit di wilayah Tumasek. Ia juga ke situs

Karang Kamulyan yang diperkirakan tempat berdirinya Kerajaan Sunda

Galuh. Namun, ia kesulitan menetapkan lokasi di mana perang Bubat

berlangsung. Karena masih ada polemik mengenai letak lapangan Bubat.

Langit juga dibantu oleh Yayasan Peduli Majapahit untuk mendapatkan

akses data mengenai situasi Majapahit berdasarkan rekonstruksi Henry

Maclaine Pont, seorang peneliti dan arsitek dari Belanda. Dari situ ia

dapat membayangkan bahwa Kerajaan Majapahit sangat besar. Ia melihat

balai prajurit majapahit yang telah dipugar oleh Kodam Brawijaya sangat

megah, berarti istana Majapahit pasti lebih megah dan besar.

Menurut Langit, Majapahit bisa dikatakan sebagai pemersatu atau

agresor. Tapi Majapahit tidak mungkin menyerang jika tidak ada sebab.

Jika suatu wilayah tidak ingin bergabung dengan kerajaan Majapahit

dengan sukarela, barulah melancarkan serangan. Hal ini dikarenakan

Gajah Mada tidak ingin peristiwa Tarta menyerang Singasari terulang lagi,

maka ia pun berambisi menyatukan seluruh nusantara di bawah panji

Majapahit. Masalah penyerangan, Langit membeberkan bahwa formasi

perang ia adopsi dari cerita pewayangan Baratayudha walaupun

sebenarnya pada masa itu formasi perang belum ada.

Page 55: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

43

C. Pandangan Hidup

Langit Kresna Hariadi adalah penulis yang mengangkat sejarah dan

budaya Jawa ke dalam karya-karyanya. Beliau berpendapat bahwa novel

yang mengangkat tema mengenai sejarah kuno mengalami kekosongan

setelah penulis-penulis besar seperti Pramudya Ananta Toer dan Seno

Gumira Ajidarma vakum menulis cerita yang mengangkat sejarah.

Karya sastra yang bergenre sejarah memang lebih mundur dari

hadapan pembaca dibandingkan dengan karya sastra yang berbau kritik

sosial. Karena tidak banyak pengarang yang dapat menghantarkan alur

sejarah sedemikian nyata sehingga pembaca seakan ikut dalam peristiwa

tersebut. Langit mencoba menjawab tantangan itu dengan membuahkan

karya Candi Murca yang mengangkat sejarah Kerajaan Sriwijaya. Tak

dinyana keinginannya untuk mengangkat kembali novel sejarah Indonesia

disambut hangat oleh para pembaca.

Menurut Langit, banyak hal yang bisa dipelajari dari masa lalu.

Peristiwa kejayaan, masa-masa keemasan raja-raja pada jaman dahulu

sebenarnya dapat kita pelajari dan amalkan untuk bangsa Indonesia ke

depannya. Anak-anak dan para remaja sayangnya banyak yang tidak

menyukai sejarah. Karya sastra yang mengangkat sejarah pun dinilai

menggunakan “bahasa” yang terlalu tinggi bagi mereka. Karya-karya yang

dihasilkan Langit menggunakan bahasa yang luwes yang bisa dikonsumsi

oleh berbagai kalangan, sehingga diharapkan dapat memancing kaum

muda untuk mulai menggemari sejarah Indonesia.

“Dokumen-dokumen sejarah berupa rontal dan karya-karya pujangga

Majapahit memag perlu diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih

dapat diterima oleh anak-anak dan pemuda. Dan akan sangat

bermanfaat jika saja novel-novel seperti ini tidak saja dikonsumsi oleh

mereka yang tertarik sejarah, tetapi ditanamkan ke dalam lubuk hati

terdalam setiap anak Indonesia. Untuk meyakinkan bahwa bangsa ini

punya pprofil-profil kempemimpinan yang luhur budi dan tinggi

kemampuannya. Bukan hanya pemimpin kagetan seperti sekarang-

sekarang ini.”6

6 Diposkan oleh Bhayangkara Indonesia, Jumat 11 April 2008, 03.27,

http://bhayangkaraindonesia.blogspot.com/2008/04/biografi-gajahmada-oleh-langit-kresna.html

Page 56: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

44

Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang memiliki wilayah

kekuasaan terluas di Nusantara. Bahkan lebih luas dari wilayah negara

Indonesia sekarang ini. Hal ini karena sifat-sifat kepemimpinan yang dapat

membawa rakyat menuju zaman keemasannya. Namun, bukan berarti

zaman itu akan berlangsung selamanya, karena tidak ada yang abadi di

dunia ini. Langit juga mengungkapkan jika pemimpin melakukan tindakan

yang menyimpang, maka akan membawa seluruh rakyat dalam

kehancuran.

Page 57: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

45

BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Kajian Unsur Intrinsik Novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

Karya Langit Kresna Hariadi

Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra.

Unsur-unsur intrinsik terbagi menjadi tema, plot, perwatakan, latar,

sudut pandang, dan gaya penceritaan. Unsur-unsur yang akan dibahas

dalam penelitian ini adalah tema, plot, perwatakan, latar, dan gaya

penceritaan.

a. Tema

Tema merupakan gagasan utama yang dimiliki oleh

pengarang dan menempati posisi utama dalam cerita. Tema yang

mendominasi dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

mengenai perebutan kekuasaan.

Ada tiga kubu yang ingin merebut kekuasaan setelah

meninggalnya Sri Jayanegara, yaitu Panji Wiradapa/Rangsang

Kumuda, Pakering Suramurda, dan Nyai Tanca/Panji Rukmamurti.

Dari ketiga tokoh ini, hanya Panji Wiradapa/Rangsang Kumuda

yang memiliki dua jalur perebutan. Jalur yang pertama dan sama

dengan jalur yang diambil oleh Pakering Suramurda adalah

memanfaatkan keponakannya yang menikah dengan Sekar

Kedaton. Karena Sekar Kedaton dua-duanya adalah perempuan,

mereka mengharapkan jalannya pemerintahan nanti akan

ditanggung oleh para suami, Raden Kudamerta atau Raden

Cakradara.

Jalur kedua dan diambil pula oleh Panji Rukmamurti adalah

jalur makar. Dilihat dari keadaan Karang Watu dan banyaknya

orang yang dilatih ilmu keprajuritan, perihal makar ini diduga

telah direncanakan lama. Walaupun bagaimana Rangsang Kumuda

dan Panji Rukmamurti bertemu itu tidak dijelaskan.

Page 58: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

46

Mengenai perebutan kekuasaan, setiap peralihan kekuasaan

selalu ditandai dengan peristiwa berdarah.

“Sejak zaman Mataram, perebutan kekuasaan selalu terjadi.

Setiap peralihan kekuasaan selalu ditandai peristiwa berdarah,”

Pancaksara melanjutkan. “Lebih-lebih zaman Singasari, wilayah

paling berbahaya bagi negara adalah saat-saat peralihan

kekuasaan. Sekarang, tidak layak cemaskah kita dengan

pengalaman peralihan kekuasaan yang macam itu?”1

Sigap Gajah Mada memberikan sembahnya. Tugas yangb sangat

berat itu telah digenggam dan siap untuk dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka demikianlah, dengan jelas dan gamblang

Patih daha Gajah Mada melaporkan yang terjadi, siapa saja orang

yang terbunuh dan kemungkinan kepentingan apa saja yang

berada di belakang rentetan kejadian itu. Tegas dan penuh

keyakinan Patih Daha Gajah Mada menyebut, apa yang terjadi itu

merupakan tanda-tanda terjadinya perebutan kekuasaan. Di

belakang Raden Cakradara ada pihak yang bermain, ingin

menunggangi dan memanfaatkan Raden Cakradara.2

Dan pergantian kekuasaan di negeri mana pun selalu menyisakan

gejolak tanpa terkecuali Majapahit setelah meninggalnya

Jayanegara. Udara pun terasa sesak. Gerah akan menyergap siapa

pun yang mendambakan kedamaian dan ketenangan. Singasari

telah memberi contoh. Di setiap pergantian kekuasaan, udara

selalu tersa panas.3

b. Plot

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita

yang disusun sebagai sebuah interrelasi fingsional yang sekaligus

menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Bisa

dikatakan bahwa secara umum, alur merupakan rangkaian

peristiwa-peristiwa dalam sebuh cerita. Dalam menguraikan cerita

alur terbagi ke dalam tahapan-tahapan yaitu pengenalan, konflik,

komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian.

Alur atau plot di dalam novel Gajah Mada: Tahta dan

Angkara adalah mundur-maju-mundur-maju atau bisa kita sebut

alur campuran. Bagian pengenalan dalam novel ini diawali dengan

cuplikan peristiwa terakhir di dalam novel kemudian peristiwanya

1 Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada: Tahta dan Angkara, (Yogyakarta: Tiga Serangkai,

2009), hlm. 35 2 Ibid, hlm. 241-242

3 Ibid, hlm. 337

Page 59: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

47

bergerak maju. Lalu peristiwa ini berlanjut ketika Pacaksara

mengenang masa lalu mengenai silsilah raja dari Kerajaan

Singasari. Alur berubah menjadi maju, kemudian mulai muncul

beragam konflik. Konflik-konflik ini semakin meruncing dengan

terkuaknya satu persatu rahasia di balik pihak-pihak yang

memperebutkan kekuasaan. Konflik mencapai klimaksnya ketika

pasukan Bhayangkara mulai menyelidiki dan mengagalkan rencana

makar yang akan dilakukan Rukmamurti setelah terjadinya

pembunuhan-pembunuhan di daerah istana. Konflikpun akhirnya

terselesaikan ketika pemimpin makar tertangkap oleh pasukan

Bhayangkara dan Gajah Enggon menangkap Rangsang Kumuda

sebagai otak dibalik sabotase yang terjadi di lingkungan istana.

1. Pengenalan

Cerita di dalam novel Tahta dan Angkara di awali dengan

adegan Dyah Wiyat yang mengejar embannya yang pergi tanpa

pamit. Dyah Wiyat yang mengejar emban tersebut akhirnya

menemukannya di dekat gerbang Purwarakta bersama

seseorang. Dialah Dyah Menur, nama yang dikenal oleh Dyah

Wiyat sebagai emban kesayangannya. Dyah Menur yang

bernama asli Sekar Tanjung pergi dari Majapahit bersama

dengan Pradhabasu. Adegan ini adalah akhir dari cerita novel

ini. Adegan inilah yang menandakan alur mundur.

...Nun jauh di barat setelah melintas Purawaktra, Dyah Wiyat

akhirnya melihat dua orang yang berjalan kaki berdampingan.

Dyah Wiyat yang akhirnya berhasil menandai orang itu benar...4

Alur kemudian mulai maju dengan diawali cerita sakit yang

dialami raja Majapahit pertama, Sri Kertarajasa atau dimasa

mudanya biasa dipanggil Raden Wijaya. Adegan ini

menggambarkan betapa dicintainya Sri Kertarajasa oleh

rakyatnya, begitupula orang-orang yang mengabdi padanya.

4 Ibid, hlm. 2

Page 60: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

48

Kala itu tahun 1309. Segenap rakyat berkumpul di alun-alun.

Semua berdoa, apa pun warna agamanya, apakah Siwa, Buddha

maupun Hindu. Semua arah perhatian ditujukan dalam satu

pandang, ke Purwarakta yang tidak dijaga terlampau

ketat.segenap prajurit bersikap sangat ramah kepada siapa pun

karena memang demikian sikap keseharian mereka. Lebih dari

itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama, oleh duka

mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa Jayawardhana.5

Sayangnya sakit yang dialami oleh Raden Wijaya tak

kunjung sembuh. Dan terdengarlah bunyi bende Kiai Samudra,

mengisyaratkan mangkatnya sang raja.

Dan ketika bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak

membuncah. Ayunan pada bende yang getar suaranya mampu

menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat yang sangat

dipahami. Gelegar bende dengan nada satu demi satu, namun

berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan

pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar

isyarat itu merasa denyut jantungnya berhenti berdetak.6

Dari cerita ini, alur kemudian maju kepada peristiwa

dibunuhnya Sri Jayanegara oleh tabib istana kepercayaan sang

raja, Ra Tanca. Ra Tanca yang kemudian mati dibunuh oleh

Gajah Mada setelah meminumkan racun kepada Sri Jayanegara.

Kematian Jayanegara seakan mengingatkan kembali atas

peristiwa meninggalnya Raden Wijaya.

Dan, suara bende Kiai Samudra itu .... Suara bende itu siapa pun

tahu artinya. Senyap yang memberangus adalah nestapa bagi

siapa pun yang mencintai Raja. Suaranya yang menggelegar

terdengar sampai ke sudut-sudut kotaraja. Bende yang dipukul

satu-satu, berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran,

merupakan pengulangan apa yang terjadi beberapa tahun

sebelumnya manakala raja pertama Majapahit yang sangat

dicintai dan dihormati mangkat.7

Alur kemudian menjadi mundur kembali ketika Pancaksara

yang dipaksa Gajah Mada menceritakan kembali silsilah raja

Singasari yang menjadi leluhur raja Majapahit.

Jika dirunut jauh ke belakang, awalnya Ken Arok yang kelak di

kemudian hari bergelar Sri Ranggah Rajasa Batara Sang

5 Ibid, hlm. 3

6 Ibid, hlm. 6

7 Ibid, hlm. 14

Page 61: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

49

Amurwabumi hanyalah sampah masyarakat belaka. Namanya

melekat dengan sarangnya, Padang Kawutan, yang berada tak

jauh dari Istana Singasari. Ia terkenal sebagai maling, perampok,

penyamun, dan perbuatan tidak terpuji lainnya. Meski ia seorang

penyamun, otaknya jalan dan encer, bahkan jahat. Setidaknya

Ken Arok, anak pasangan suami istri Gajah Para dan Ken Endok

ini bisa menggunakan akalnya untuk menggapai sebuah tujuan

yang luar biasa, menjadi raja. Sebuah kesempatan yang ia peroleh

setelah Brahmana Lohgawe membawanya ke Istana Pakuwon

Tumapel.8

2. Konflik

Pada saat alur kembali maju, konflik-konflik mulai

bermunculan. Konflik ini di awali dengan peristiwa-peristiwa

pembunuhan yang terjadi di dalam kotaraja. Pembunuhan-

pembunuhan ini diasumsikan terjadi karena perebutan tahta

pihak Raden Cakradara dengan Raden Kudamerta.

Manakala Cakradara kemudian lenyap di balik dinding, adalah

bersamaan waktu dengan sebuah peristiwa yang terjadi tak jauh

dari tempatnya. Hanya beberapa jengkal langkah kaki saja

darinya di balik bayangan pohon asoka yang tumbuh lebat dan

bunganya sedang mekar, sebuah anak panah yang dilepas dari

gendewa direntang melesat dan menggapai tenggorokan

seseorang....9 (GM:TdA, 2009:60)

Sang pembunuh yang disewa oleh orang yang memberi

perintah mendapat bayarannya setelah membunuh orang yang

diperintahkan untuk dibunuh terssebut. Namun si pembunuh

bayaran adalah sasaran pembunuhan selanjutnya.

Ada yang tidak disadari oleh pembunuh bayaran itu. Ada sesuatu

yang kenyal melingkar di dalam kantung itu, yang punya tenaga

untuk menggeliat dan mematuk. Menyatu dalam uang yang

gemerincing, seekor ular berjenis weling, kecil saja dan hanya

sepanjang dua kilan. Akan tetapi, siapa pun tahu ular weling

adalah jenis ular yang sangat mematikan. Tidak ada yang bisa

menandingi kekuatan racun ular weling kecuali jenis ular sendok

atau bandotan. Siapa pun yang dipatuk ular itu akan mendapatkan

jaminan terbukanya pintu kematian.10

8 Ibid, hlm. 27

9 Ibid, hlm. 60

10 Ibid, hlm. 61

Page 62: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

50

Pembunuhan tidak terhenti sampai di situ. Kotaraja kembali

dibayangi oleh teror pembunuhan ketika ditemukannya dua

sosok mayat di atas kuda yang di pahanya tercap gambar

bulatan digigit ular. Mayat-mayat ini ditemukan oleh tentara

penjaga gerbang Purwarakta yang sedang bertugas. Tentara

yang bertugas melaporkan peristiwa ini kepada Gajah Enggon

sebagai pemimpin pasukan Bhayangkara.

“... Ketika aku berhasil menghentikannya, ternyata kuda itu

membawa mayat. Kuda itu kubawa balik arah, tetapi malah

berpapasan dengan kuda kedua. Dugaanku ternyata benar, kuda

yang kedua pun membawa mayat di punggungnya.”11

Dua ekor kuda itu menyita perhatian Gajah Enggon yang tidak

berkedip dalam memandanginya. Namun, Gajah Enggon tidak

mengenali siapa pemilik kuda tegar itu. Di atas paha kanannya

melekat cap bakar bergambar bulatan dibelit ular. Selebihnya ia

hanya kuda berwarna coklat. Sedangkan yang seekor lagi tidak

memiliki tanda apa pun, tidak ada cap punggung atau tanda

khusus yang lain yang bisa dikenali. Gajah Enggon kemudian

mengarahkan perhatiannya pada dua sosok mayat yang

digeletakkan di bangunan jaga. 12

Tak hanya orang-orang yang dibunuh di dalam kotaraja.

Suami Dyah Wiyat, Raden Kedamerta menjadi sasaran

percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Rubaya.

Saat semua perhatian sedang terpusat macam itulah Rubaya

merasa telah tiba waktunya. Dengan memutar pergelangan

tangan, pisau yang semula tersimpan di balik lengan bajunya

melorot turun dengan gagang menempatkan diri di telapak

tangan. Rubaya mencari kesempatan. Dan, saat ledakan batang

bambu yang terbakar terulang kembali, dengan perhitungan

cermat ia mempersiapkan diri mengayunkan pisaunya.13

Raden Kudamerta yang menjadi sasaran bidik terhenyak

manakala merasakan sakit yang datang tiba-tiba. Perih yang

bukan kepalang terasa di dada kirinya, yang ketika dengan

cermat ia perhatikan ternyata berasal dari sebilah pisau yang

tertancap di dadanya.14

11

Ibid, hlm. 123 12

Ibid 13

Ibid, hlm. 159 14

Ibid

Page 63: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

51

Ancaman pembunuhan juga terjadi kepada Sekar Kedaton

Dyah Wiyat. Abdi dalem, Ki Jalak Pripih menerima sebuah

bingkisan mangga dari seorang pemuda yang berisi tiga ekor

ular.

“Aku yang menerima, Ki Patih,” jawab abdi dalem itu. “Aku

menerimanya dari seorang laki-laki berkuda. Orangnya masih

muda dan sangat tampan. Orang itu meminta aku menyerahkan

sekeranjang mangga ini kepada Tuan Putri Dyah Wiyat.”15

“Orang itu tidak menyebut nama dan asalnya. Hanya itu

pesannya dan orang itu pun pergi. Aku sungguh tidak

menyangka di bawah buah mangga ada tiga ekor ular itu.”16

Kemudian pembunuhan terjadi lagi di Bale Gringsing,

tempat Gajah Enggon dirawat setelah menderita trauma di

kepalanya. Korbannya adalah Lurah Ajar Lengse. Tapi sang

pembunuh lari melompati dinding yang jejaknya ditemukan

Riung Samudra.

“.... Dari kejauhan aku melihat Ki Ajar Langse berkelahi dengan

entah siapa. Ketika aku berlari mendatangi, Ki Ajar Langse

mati dengan pisau tertikam di perutnya....”17

“Kutemukan sebuah jejak, Kakang Gajah,” Kata Riung Samudra.

“Orang yang membunuh Lurah Ki Ajar Langse melompati

dinding, ada jejak darah di tembok ketika pelaku pembunuhan

itu beerusaha meninggalkan tempat ini.”18

3. Komplikasi

Konflik semakin meruncing ketika pembunuhan-pembunuhan

yang terjadi diisukan disebabkan oleh orang-orang di balik Raden

Kudamerta dan Raden Cakradara. Tak hanya itu, gerak-gerik kudeta

juga tercium oleh pasukan Bhayangkara dan mengarahkan

perhatiannya ke Karang Watu. Di sana, sejumlah pasukan diberikan

pelatihan tempur membuat pasukan Bhayangkara menyiagakan diri

mengantisipasi makar seperti peristiwa RaKuti. Tak hanya di Karang

15

Ibid, hlm. 342 16

Ibid, hlm. 343 17

Ibid, hlm. 390 18

Ibid, hlm. 391

Page 64: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

52

Watu, kecurigaan pemberontakan juga terjadi di Keta dan Sadeng.

Informasi ini didapat dari mantan anggota pasukan Bhayangkara,

Pradhabasu.

“Menurut hamba, Keta dan Sadeng saat ini sedang menyiapkan

makar, Tuan Putri,” ucap bekas Bhayangkara Pradhabasu.19

Pembunuhan di kotaraja dan percobaan pembunuhan yang

dialami oleh Raden Kudamerta dan Dyah Wiyat, membuat pihak

Raden Cakradara dan orang-orang pendukungnya menjadi sasaran

curiga Gajah Mada sebagai dalang. Terutama Pakering Suramurda,

paman Raden Cakradara yang berambisi menjadikan Cakradara

sebagai raja sehingga ia berharap menjadi Mahapatih. Namun,

kecurigaan ini menguap begitu saja ketika Pakering Suramurda

justru terbunuh.

Pakering Suramurda terbelalak dalam memegangi gagang anak

panah yang tenggelam di tengah dadanya. Sakit yang timbul

dirasakan nyeri bukan kepalang dan tidak memberi kesempatan

kepada paman Raden cakradara itu untuk bertahan lama. Hal itu

karena ujung anak panah yang menancap berlumur bisa.

Pakering Suramurda ambruk untuk berkelojotan dan mati.20

4. Klimaks

Klimaks terjadi ketika Pradhabasu bersama orang

bertopeng dan berjubah putih berhasil mencegah Rangsang

Kumuda yang ingin menculik Dyah Menur yang saat itu

berada di pasar bersama Dyah Wiyat. Rangsang Kumuda ynag

ingin menculik Dyah Menur sebagai jaminan agar Raden

Kudamerta bersedia menjadi suami Dyah Wiyat agar kelak ia

menjadi raja.

Dyah Menur tetap tak sadar adanya bahaya yang mengintai.

Lelaki bercaping itu berjalan makin dekat. Siapa pun orang itu, ia

telah mencabut pisau tajam dan menggenggamnya menggunakan

tangan kanan, sementara tongkat kayu penuntunnya pindah ke

tangan kiri. Orang itu berencana memaksa Dyah Menur untuk

mengikutinya dan apabila perempuan yang menjadi sasarannya

19

Ibid, hlm. 169 20

Ibid, hlm. 443

Page 65: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

53

itu tidak mau, tersedia pilihan lain, menenggelamkan pisau itu ke

tubuh Dyah Menur.21

“Kisanak, aku ada perlu denganmu,”kata orang itu.

“Siapa kamu?” balas orang itu.

“Apakah kisanak bernama Rangsang Kumuda?”22

Penunggang kuda putih, namun tidak sedang berjubah putih itu

menggeleng.

“Aku pinjam dulu,” jawabnya. “Akan kuhajar dulu sampai

berantakan untuk mengorek keterangan dari mulutnya.”23

Pria berjubah putih itu membawa Rangsang Kumuda ke

balai prajurit. Pria itu membawa Rangsang Kumuda dengan

terikat di atas kuda. Karena pria itu memakai topeng, membuat

beberapa prajurit bersiaga dan merentangkan anak panahnya.

Namun, hal itu dicegah oleh Gajah Mada.

Dua kuda yang datang itu langsung menerobos masuk menyibak

orang-orang yang bergerombol. Menghadapi kemungkinan tak

terduga, beberapa prajurit segera merentang anak panah

mengarah kepada orang itu. Akan tetapi, Gajah Mada

mengangkat tangan menegahnya. Tanpa basa-basi, orang

berjubah putih itu menurunkan barang bawaannya. Tubuh terikat

dengan kepala tertutup kain itu diturunkan di depan Patih Daha

Gajah Mada.24

Untuk meredam kegiatan makar di daerah Karang Watu,

pasukan Jalapati dipimpin Senopati Suryo Manduro

mengirimpasukannya. Namun, Ra Kembar mengajak beberapa

anak buahnya untuk menyerang lebih dahulu ke Karang Watu.

Hal ini karena Ra Kembar ingin mendapat penghargaan dan

ingin diakui lebih hebat daripada Gajah Mada. Namun,

strateginya malah berujung fatal.

“Kuminta kepada kalian berdua untuk masing-masing mengirim

pasukan dan menyerbu tempat itu. Apa pun kesalahan yang

dilakukan Ra Kembar yang mengambil jalan sendiri tanpa minta

21

Ibid, hlm. 477 22

Ibid 23

Ibid, hlm. 479 24

Ibid, hlm. 487

Page 66: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

54

izin, tetap saja niatnya baik. Aku mencemaskan Ra Kembar

sedang masuk ke sarang harimau karena kesembronoannya....”25

Namun Gajah Mada memanfaatkan kesempatan ini untuk

menurunkan pasukan Bhayangkara menangkap pemimpin

pemberontakan. Ketika pasukan Jalapati, Sapu Bayu, dan Ra

Kembar bertarung di Karang Watu, Gajah Mada memerintahkan

Pradhabasu untuk memimpin penangkapan Rangsang Kumuda dan

Raden Panji Rukmamurti.

“Untuk menjamin kamu benar-benar berhasil, bawa dua puluh

orang. Langkah dan siasat apa yang akan kau ambil dalam

penyerbuan itu, sepenuhnya aku serahkan kepadamu, termasuk

siapa saja yang akan kau bawa. Terjuni tempat itu ketika Karang

Watu disibukkan oleh serbuah Ra Kembar, pasukan Jalapati, dan

Sapu Bayu. Tangkap hidup-hidup orang yang bernama Rangsang

Kumuda dan Raden Panji Rukmamurti yang bermimpi menjadi

raja itu.26

(GM:TdA, 2009:422)

5. Peleraian

Pada tahap ini pemimpin makar dan dalang kejadian-

kejadian yang terjadi di kotaraja berhasil ditangkap. Misteri-

misteri terungkap dari penangkapan ini. Rangsang Kumuda

yang membantu Panji Rukmamurti untuk menjalankan makar

dan menjadi dalang pembunuhan-pembunuhan yang

mengarahkan Raden Cakradara sebagai tersangka, ternyata

adalah Panji Wiradapa, paman dari Raden Kudamerta.

“Hamba Tuan Putri,” jawab Gajah Enggon. “Orang ini

menggunakan nama Panji Wiradapa yang bukan nama

sebenarnya. Karena di balik nama Panji Wiradapa ada nama

Brama Rahbumi yang lenyap lebih dari sepuluh tahun bersamaan

sejak Mahapati dihukum mati. Panji Wiradapa juga

menggunakan nama lain Rangsang Kumuda. Ini orangnya,

dalang semua kekacauan itu.”27

25

Ibid, hlm. 420 26

Ibid, hlm. 422 27

Ibid, hlm. 490

Page 67: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

55

Raden Panji Rukmamurti yang merupakan pemimpin makar

yang berniat menjadi raja, dan pelaku pencobaan pembunuhan Sekar

Kedaton Dyah Wiyat juga memiliki nama lain, yaitu Nyai Tanca,

istri dari Ra Tanca, orang yang membunuh Sri Jayanegara dan

kekasih dari Dyah Wiyat.

“Siapa sebenarnya kamu?” Gajah Mada mencecar.

“Aku, Nyai Tanca,” jawab Panji Rukmamurti.28

“Perempuan tidak tahu malu. Pengganggu ketentraman rumah

tangga orang. Seharusnya kamu mati dipatuk ular itu,” umpat

Nyai Tanca yang mendadak liar itu.29

Sedangkan Mandrawa, orang yang selalu mendampingi Panji

Rukmamurti dan melindunginya, ternyata adalah Kendar Kendara,

prajurit Bhayangkara yang bertugas menjaga rumah Nyai Tanca

namun termakan rayuan Nyai Tanca untuk memberontak.

“Bhayangkara kendar Kendara!” teriak Nyai Tanca. “Kuminta

janjimu yang akan sehidup semati mendampingiku. Ayo,

kekasihku, susul aku ke pakunjaran.”30

6. Penyelesaian

Bagian akhir dari cerita ini sudah terpampang sedikit di bagian

awal. Dyah Wiyat yang akhirnya mengetahui bahwa emban

kesayangannya, Dyah Menur ternyata istri dari suaminya Raden

Kudamerta. Dyah Menur yang merasa tidak mungkin bersaing

mendapatkan hati Kudamerta akhirnya memutuskan unntuk

meninggalkan kotaraja ditemani Pradhabasu. Dyah Wiyat yang

meminta Dyah Menur untuk tinggal dan berbagi suami tidak dapat

menggagalkan keinginan Menur untuk pergi. Raden Kudamerta

hanya bisa melihat kedua istrinya itu dari jauh.

Bagaikan tercekik leher Sri Wijaya Rajasa Sang Apanji

Wahninghyun. Raden Kudamerta tidak mampu berbicara ketika

melihat dua perempuan itu akhirnya saling melepas pelukan.

Meski Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa telah meminta, Dyah

Menur Hardiningsih memiliki alasan untuk bersikukuh dengan

keputusan yang diambilnya....”31

28

Ibid, hlm. 494 29

Ibid, hlm. 496 30

Ibid 31

Ibid, hlm. 505

Page 68: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

56

c. Perwatakan

Perwatakan atau karakter biasanya dipakai dalam dua

konteks. Konteks pertama, karakter merujuk pada individu-

individu yang muncul dalam cerita. Konteks kedua, karakter

merujuk pada percampuran dari berbagai kepentingan, keinginan,

emosi, dan prinsip moral dari individu-individu tesebut. Langit

Kresna Hariadi menggambarkan tokoh-tokohnya secara analitik,

menjelaskan atau mengisahkan tokohnya secara langsung.

1. Gajah Mada

Sesuai dengan judul novelnya, Gajah Mada merupakan

karakter utama dari pentalogi novel Gajah Mada. Gajah Mada

digambarkan sebagai seorang pemuda yang memiliki tubuh

yang kekar. Tubuh yang ia dapat dari olah kanuragan yang

berkesinambungan membuktikan bahwa Gajah Mada adalah

orang yang ahli kanuragan.

Akan tetapi, dibanding dengan Gajah Enggon dan Gagak

Bongol, Gajah Mada benar-benar tak tertandingi. Kakinya adalah

kaki yang kukuh, tangannya adalah tangan yang kekar, dan otot-

ototnya paling melingkar...32

Di awal karirnya, Gajah Mada hanya berpangkat bekel. Bekel

merupakan pangkat di bawah senopati, yang membawahi pasukan

kecil. Walaupun kecil, pasukan yang dipimpin Gajah Mada adalah

pasukan yang paling mumpuni di kerajaan Majapahit, Bhayangkara.

Peristiwa makar Ra Kuti melambungkan nama Gajah Mada karena

ia berhasil melarikan Sri Jayanegara dari percobaan pembunuhan Ra

Kuti.

.... Peristiwa makar ini melambungkan nama Gajah Mada yang

hanya menyandang pangkat bekel, tetapi karena keberanian dan

kecerdasan otaknya mampu menyelamatkan Raja dari

marabahaya dan mengembalikannya ke tampuk pimpinan

negara.33

32

Ibid, hlm. 92 33

Ibid, hlm. 8

Page 69: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

57

Karena dianggap melakukan jasa yang sangat besar bagi

kerajaan, Gajah Mada diangkat menjadi Patih Kahuripan di

Jiwana dan dilanjutkan menjadi patih di Daha.

Setelah jasa besar yang diperbuatnya ketika melakukan

penyelamatan Raja dari makar yang dilakukan Ra Kuti, Gajah

Mada memperoleh anugrah dengan kedudukan sebagai Patih

Kahuripan di Jiwana yang dilanjutkan anugrah itu dengan

menjabat patih di Daha.34

Tak hanya memiliki tubuh yang tegar dan keberanian

bertindak, Gajah Mada disempurnakan dengan otak yang

cemerlang dan memiliki visi yang jauh ke depan. Banyak

orang yang mengagumi kecerdasan Gajah Mada, termasuk

para anggota kerajaan.

.... Melengkapi tubuhnya yang demikian gagah dan kekar, Gajah

Mada memiliki otak yang cerdas, pendapat dan cara pandangnya

adakalanya bahkan jauh tembus ke masa depan dan sering

mengagetkan yang menyimaknya. Jayanegara termasuk orang

yang sering kaget mendengar gagasan yang keluar dari benak

Gajah Mada.35

Gelegar suara meledak menyamai guntur serasa meledak di

ruangan itu. Ratu Gayatri mencuatkan alis, demikian pula dengan

Ratu Tribhuaneswari mengerutkan dahi pertanda benar-benar

tercuri perhatiannya...36

Gajah Mada adalah orang yang selalu mengutamakan

bangsa dan negaranya. Sebagai seorang patriotik, Gajah Mada

selalu memikirkan dan memberikan saran yang terbaik untuk

Majapahit.

.... Gajah Mada dengan usiannya yang masih muda dan tatapan

matanya yang tajam dalam memandang jauh ke depan sangat

mungkin mempunyai sumbang saran yang akan bermanfaat bagi

kepentingan bangsa dan negara.37

Pemikiran Gajah Mada yang dalam menjadikan Gajah

Mada orang yang bijaksana. Sifat ini bahkan diakui oleh Ratu

Gayatri yang seorang biksuni.

34

Ibid, hlm. 26 35

Ibid, hlm. 92 36

Ibid, hlm. 81 37

Ibid, hlm. 71-72

Page 70: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

58

.... Rupanya usulan Gajah Mada itu sungguh bijaksana. Dengan

ditundanya ppengangkatan raja baru maka di rentang waktu yang

ada akan bisa dimanfaatkan untuk menilai sosok macam apa

Raden Cakradara dan Raden Kudamerta. Menjadi suami ratu

dengan sendirinya akan menempatkan suaminya tak ubahnya

raja.38

Wajah Gagak Bongol dan Gajah Enggon menegang. Apabila

Gajah Mada sampai mengeluarkan pendapat macam itu, tentulah

karena berasal dari pemikiran yang mendalam....39

Gajah Mada adalah seorang yang bertanggung jawab dalam

menjalankan tugas-tugasnya. Karena itu Jayanegara dan Arya

Tadah menginginkannya sebagai Mahapatih berikutnya.

Dalam melaksanakan tugas, Gajah Mada selalu mampu

menyelesaikan dengan baik. Oleh karena itu, Jayanegara bahkan

telah mempersiapkannya sebagai pengganti Patih Amangkubumi

Arya Tadah. Mahapatih Arya Tadah sendiri yang merasa dikejar

umur mulai melirik siapa yang pantas mewarisi jabatannya. Arya

Tadah melihat hanya Gajah Madalah orangnya.40

Gajah Mada orang yang keras. Jika menyangkut masalah

kestabilan negara, Gajah Mada tidak pernah mundur untuk

berpendapat.

Namun, bukan Gajah Mada kalau terpangkas niatnya hanya oleh

jawaban itu. Gajah Mada melangkah mundur membelakangi

Arya Tadah untuk sejenak kemudian berbalik lagi.41

“Aku yang memeberi tahu Tuan Putri Ratu Rajapatni. Di mata

Biksuni, Dyah Wiyat hanya tersandung takdir. Namun, dalam

cara pandangku, ke depan Majapahit akan menghadapi

kekacauan apabila Tuan Putri Dyah Wiyat yang terpilih dan tidak

memiliki keturunan. Bisa jadi akan terjadi perubahan arah garis

keturunan, yang tidak punya hak bisa saja merebut menguasai

takhta....”42

Gajah Mada memiliki wibawa yang sangat besar, membuat

orang disekitarnya segan terhadapnya.

....Dari apa yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa Gajah

Mada, bahkan beberapa prajurit harus mengakui wibawa yang

dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa Jayanegara.

Sri Jayanegara masih bisa diajak bercanda, tetapi tidak dengan

38

Ibid, hlm. 83 39

Ibid, hlm. 94 40

Ibid, hlm. 115 41

Ibid, hlm. 71 42

Ibid, hlm. 258-259

Page 71: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

59

Patih Daha Gajah Mada, sang pemilik wajah yang amat beku

itu.43

Wibawa Gajah Mada memang demikian besar. Tidak seorang

pun dari orang-orang yang hadir di pendapa Balai Prajurit yang

berani mendahuli berbicara.44

2. Sekar Kedaton Dyah Wiyat

Dyah Wiyat merupakan adik bungsu dari Jayanegara yang

berbeda ibu. Dyah Wiyat memiliki sifat tegar, berwawasan

luas, memiliki pandangan ke depan, dan berwibawa.

Sri Gitarja mungkin terpilih sebagai ratu karena dari calon yang

ada, Sri Gitarja lebih tua. Akan tetapi, apabila dilihat dari sisi

kemampuan, adiknya banyak memiliki kemampuan yang tidak

terduga. Lebih tegar, lebih berwawasan luas, lebih jauh dalam

memandang ke depan, dan lebih berwibawa....45

....Ibu Ratu melihat dalam banyak hal dyah wiyat memang

memiliki sifat dan sikap yang menonjol dari kakaknya. Dyah

Wiyat bisa bersikap tegas, mampu memilih secara tegas satu di

antar banyak pilihan yang berada dalam kedudukan tak ubahnya

malakama. Sifat dan sikap yang demikian lebih mandiri dan amat

sesuai untuk menjadi pemimpin.46

Dyah Wiyat juga memiliki kecerdasan yang tidak bisa

diremehkan.

Sementara dalam olah pikir, tidak jarang Dyah Wiyat

melontarkan pendapat yang mengagetkan. Ini menjadi gambaran

anak bungsu mendiang Raden Wijaya itu memiliki kecerdasan

yang tidak bisa diremehkan.47

Dyah Wiyat memiliki kisah percintaan terlarang dengan Ra

Tanca, tabib istana. Karena itu Dyah Wiyat sering menginginkan

dirinya sakit untuk bisa bertemu Ra Tanca.

....Kelemahan Sri Gitarja adalah karena ia sering sakit-sakitan,

sebuah keadaan yang di masa silam sangat diirikan Dyah Wiyat,

sebab hanya dengan sakit ia bisa bertemu dengan Rakrian Tanca

kekasih hatinya.48

43

Ibid, hlm. 134 44

Ibid, hlm. 418 45

Ibid, hlm. 66 46

Ibid, hlm. 244 47

Ibid, hlm. 66 48

Ibid, hlm. 66

Page 72: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

60

Dyah Wiyat yang awalnya tidak memikirkan untuk menjadi ratu,

berubah pikirannya setelah mengetahui Raden Kudamerta telah

beristri sebelum menikahinya dan adanya perebutan kekuasaan.

“Semula memang hamba tidak bermimpi, Ibu,” tambah Dyah

Wiyat. “Hamba tak ingin hamba yang diangkat menjad ratu. Di

sisi lain, sebelah hamba ada Mbakyu Sri Gitarja yang lebih tua

dari hamba. Mbakyu Gitarja lebih berhak memimpin negeri ini

didampingi Kakang Raden Cakradara. Akan tetapi, melihat

perkembangan keadaan sekarang, hamba justru terpanggil oleh

tugas berat itu. Di hadapan Ibu Ratu Gyatri junjungan

sesembahan hamba, hamba berjanji akan melaksanakan tugas

dengan baik. Hamba akan menjawab perbuatan orang-orang yang

berniat memperebutkan takhta dan kekuasaan itu dengan cara

yang benar....49

Dyah Wiyat adalah orang yang berani mengungkapkan apa yang

ada dipikirannya. Dan ia juga orang yang memiliki harga diri yang

tinggi.

...Kekuatan derajat yang dimiliki Raden Kudamerta tak cukup

untuk digunakan mempersoalkan masalah itu. Dyah wiyat anak

raja, anak kandung Raden wijaya, Raja Majapahit yang gung

binatara, sementara Kudamerta hanyalah pewaris kekuasaan

Pamotan, penguasa wilayah yang kecil saja. Ketika berniat

menjamah, Raden Kudamerta harus menyembah lebih dulu....50

Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa yang bersedekap berbalik.

“Boleh tahu siapa nama istrimu itu, Kakang?” tanya Dyah Wiyat.

Raden Kudamerta sungguh bingung, tak tahu bagaimana cara

menjawab.

“atau, akan kau sembunyikan istrimu itu selamanya dariku?”51

....Dyah Wiyat tidak merasa terpanggil untuk segera memberikan

pertolongan. Rahasia yang disembunyikan laki-laki itu, rahasia

yang kini bukan rahasia lagi, bahwa ia telah beristri saat

mengawini dirinya, sungguh merupakan pelecehan yang tak akan

terampunkan.52

Walaupun begitu, Dyah Wiyat adalah orang yang baik dan tabah.

Ia mengijinkan Dyah Menur untuk tinggal bersamanya dan berbagi

suami.

“Apa yang aku inginkan sudah jelas, Sekar Tanjung,” kata Dyah

Wiyat. “Aku sama sekali tidak keberatan suamiku memiliki istri

49

Ibid, hlm. 243-244 50

Ibid, hlm. 237 51

Ibid, hlm. 266 52

Ibid

Page 73: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

61

lain selain diriku. Kembalilah ke istana dan marilah untuk selalu

berdekatan denganku.”53

3. Sekar Kedaton Sri Gitarja Sri Gitarja merupakan kakak dari Dyah Wiyat. Sebagai

kakak ia telah memangku jabatan di Kahuripan dalam usia

yang masih muda.

.... Dalam usianya yang masih belia, Sri Gitarja telah

menyandang kedudukan yang tidak bisa dianggap ringan.

Kepadanya telah diserahkan tugas untuk menjadi wali pemangku

Istana Kahuripan....54

Walaupun begitu, Sri Gitarja bukanlah orang yang mandiri.

Sri Gitarja adalah orang yang bergantung pada orang lain.

.... tingkat ketergantungan Sri Gitarja sangat tinggi. Ketika Sri

Gitarja yang dipilihnya, nantinya Raden Cakradaralah yang

menjalankan tugas-tugas anaknya itu....55

Sri Gitarja juga orang yang mengalah dan mementingkan

kesejahteraan negaranya. Setelah ia mengetahui bahwa suaminya

Raden Cakradara terlibat perebutan kekuasaan setelah mangkatnya

Jayanegara.

“Aku minta tolong, Paman. Bantu aku menyampaikan sikapku

kepada Ibunda Ratu Gaytri dan para Ibunda Ratu yang lain. Aku

menolak kedudukan itu. Aku lihat Adi Dyah Wiyat justru lebih

pantas dan tepat untuk ditunjuk menjadi ratu. Adi Dyah Wiyat

lebih gesit, lebih ringan tangan, dan tegas. Dibutuhkan sikap yang

tegas dan kuat untuk memimpin negeri ini. Sikap semacam itu

ada pada adikku.”56

“pembunuhan-pembunuhan yang terjadi dimulai bersamaan

dengan mangkat Sang Prabu, suamiku terlibat,” jawab Sri Gitarja

dengan suara serak.57

4. Raden Kudamerta

Raden Kudamerta digambarkan sebagai pemuda tampan

yang memiliki tubuh tinggi dan gagah. Karena itulah ia

menjadi perhatian dari gadis manapun. Saingannya hanya

53

Ibid, hlm. 505 54

Ibid, hlm. 25 55

Ibid, hlm. 244 56

Ibid, hlm. 335 57

Ibid

Page 74: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

62

Raden Cakradara. Kudamerta kalah dalam adu panah dengan

Cakradara, namun ia menang dalam hal lari.

Pesaing terdekat Cakradara memang hanya Kudamerta. Dengan

usia sebaya, bentuk tubuh yang sangat mirip, tinggi dan gagah

serta tampan, Kudamerta juga menjadi perhatian siapa pun atau

gadis mana pun. Walaupun Kudamerta tak mungkin menyaingi

Cakradara dalam olah panah ngembat watang, tetapi tak seorang

pun yang mampu menandinginya dalam adu kecepatan lari....58

Walaupun begitu, Raden Kudamerta menganggap

Cakradara sebagai sahabatnya. Ia menghormati Cakradara,

begitu pula sebaliknya. Mereka sering berkuda bersama.

Hubungan secara pribadi antara Kudamerta dan Cakradara

terjalin dengan baik. Dalam banyak hal mereka sering bersama,

satu dan lainnya saling menghormati dan menghargai. Apabila

petang datang senja menbayang, dua satria tampan itu sering

berkuda menyusuri jalan, saling membalap adu cepat....59

Raden Kudamerta menikahi Dyah Wiyat dengan terpaksa.

Ancaman dari pamannya, Panji Wiradapa, yang menculik istri dan

anaknya membuat Kudamerta terpaksa menikah dengan Dyah

Wiyat. Hal ini sebagai jaminan Kudamerta tetap mengikuti rencana

untuk meraih tahta.

....Raden Kudamerta yang oleh Ratu Gayatri dianugrahi gelar Sri

Wijaya Rajasa Sng Apanji Wahninghyun itu tidak mampu

memusatkan perhatiannya pada rangkaian acara yang diikutinya.

Ketika mata Kudamerta terpejam, selalu muncul wajah seseorang

yang amat mencuri dan menyita perhatiannya. Wajah itu wajah

perempuan yang dipelukannya ada bayi yang tengah menyusu.60

“Aku meminta maaf, Dyah Wiyat. Aku tak berniat

menyembunyikan hal itu. Aku bahkan ingin meluruskan

perkawinan ini sejak awal, tetapi aku tidak punya pilihan,” jawab

Raden Kudamerta.61

Walau pun pahit, akhirnya Raden Kudamerta memutuskan untuk

tetap memilih Dyah Wiyat sebagai istri satu-satunya. Hal ini untuk

kestabilan pemerintahan ke depannya. Walaupun itu membuat

beberapa orang kebingungan karena Kudamerta tidak berkata jujur.

58

Ibid, hlm. 56 59

Ibid, hlm. 57 60

Ibid, hlm. 149 61

Ibid, hlm. 266

Page 75: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

63

“Hamba belum pernah mengawini siapa pun, Tuan Putri,” jawab

Kudamerta dengan suara amat tegas.

Jawaban itu menyentakkan Sekar Kedaton Dyah wiyat Rajadewi

Maharajasa. Jelas Raden Kudamerta menyampaikan hal yang

sama sekali tidak benar. Gajah Mada juga terkejut karena Raden

Kudamerta memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan

kenyataan.

Namun, rupanya jawaban itu sudah cukup bagi Ibu Ratu yang

tidak merasa perlu mengejar dengan pernyataan yang lain. Patih

Daha Gajah Mada yang berpikir keras kemudian tersenyum.

Tiba-tiba saja Gajah Mada sadar bahwa tidak penting bagi Ibu

Ratu, apakah Raden Kudamerta berkata jujur atau tidak. Yang

paling penting rupanya bagaimana Raden Kudamerta bersikap.

Dengan jawaban itu berarti Raden Kudamerta harus

menempatkan Maharajasa sebagai satu-satunya istri, tanpa ada

perempuan lain sebagai istri yang lain. Jika istri pertama itu ada,

berarti ia harus disingkirkan.62

5. Raden Cakradara

Raden Cakradara digambarkan sebagai pemuda yang

memiliki tubuh tegap, gagah dan berotot. Tidak hanya itu,

Cakradara adalah seorang ahli memanah. Tidaklah heran

Cakradara menjadi dambaan gadis-gadis.

Cakradara memiliki tubuh yang tegap dan sangat gagah.

Tubuhnya berotot dengan dada bidang, alisnya tebal. Dalam olah

kanuragan Cakradara selalu mencuri perhatian siapa pun.

Kemampuan kelahi menggunakan berbagai jenis senjata sulit

ditandingi. Yang paling menonjol adalah kemampuannya

ngembat watang....63

Ketampanan Cakradara dan segala kelebihan yang dimilikinya

menjadikan dirinya buah gunjing siapa pun, terutama para gadis.

Nyaris tidak seorang pun gadis di Ibukota Majapahit yang tidak

mengenal namanya dan semua berangan-angan menjadi

pendamping hidupnya....64

Cakradara berani menentang keinginan pamannya yang

menginginkan kekuasaan dan berambisi menjadikan Cakradara

seorang raja.

“Semua itu bukan angan-anganku, Paman,” teriak Raden

Cakradara. “Angan-angan itu angan-angan Paman, bukan angan-

anganku. Mimpi itu mimpi Paman bukan mimpiku.”65

62

Ibid, hlm. 498-499 63

Ibid, hlm. 56 64

Ibid 65

Ibid, hlm. 440

Page 76: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

64

6. Gajah Enggon

Gajah Enggon adalah pemimpin pasukan Bhayangkara

menggantikan Gajah Mada setelah Gajah Mada diangkat

menjadi patih di Kahuripan.

Tugas berat memimpin dan membina pasukan Bhayangkara

selanjutnya diserahkan kepada Gajah Enggon yang juga memiliki

nama Gajah Pradamba....66

Gajah Enggon adalah orang yang bertanggung jawab

terhadap kewajibannya. Beberapa tugas berat tak ragu-ragu

diserahkan kepadanya oleh Gajah Mada. Ia juga

mengungkapkan dan menangkap dalang di balik kejadian

pembunuhan di lingkungan istana di balik topeng dan jubah

putih.

“Siapa yang melakukan pembunuhan ini?” tanya Senopati Gajah

Enggon.

“Aku serahkan penelusurannya kepadamu,” jawab Gajah

Mada....67

“Akan kau bawa langsung ke Balai Prajurit?” bertanya

Pradhabasu.

Penunggang kuda putih, namun tidak sedang berjubah putih itu

menggeleng.

“Aku pinjam dulu,”jawabnya. “Akan kuhajar dulu sampai

berantakan untuk mengorek keterangan dari mulutnya.68

7. Pradhabasu

Pradhabasu adalah mantan anggota pasukan Bhayangkara.

Ia keluar dari kesatuan karena kecewa akan keputusan Sri

Jayanegara terhadap kesalahan Gagak Bongol yang ceroboh

membunuh Mahisa Kingkin. Mahisa Kingkin adalah adik ipar

Pradhabasu dan juga sahabatnya di Bhayangkara. Karena

kematian Mahisa Kingkin, istrinya sekaligus adik Pradhabasu

memutuskan bunuh diri untuk menyusul suaminya sebagai

tanda bakti. Ditambah Mahisa Kingkin meninggalkan seorang

66

Ibid, hlm. 17 67

Ibid, hlm. 93 68

Ibid, hlm. 479

Page 77: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

65

anak laki-laki. Dan kekecewaan itu membuat Pradhabasu

bersikeras tidak akan kembali ke pasukan Bhayangkara.

“Apa yang terjadi itu menjadi mimpi buruk berkepanjangan,

Tuan Putri Ratu,” Pradhabasu melanjutkan. “Tak hanya kematian

Mahisa Kingkin, sahabat sejati yang juga adik ipar hamba yang

selalu menyelinap dalam mimpi, tetapi apa yang menimpa adik

hamba menjadi beban tak tertanggungkan. Hamba berusaha keras

untuk melupakan, namun karena setiap kali hamba harus

bertatapan muka dengan anak yang mereka tinggalkan, hamba

tidak mungkin melupakan. Meski sembilan tahun telah lewat,

hamba tak mungkin melupakan. Hamba merasa terharu karena

Tuan Putri Ratu telah berkenan meminta hamba untuk mengabdi

kembali di kesatuan Bhayangkara, namun hamba tak

mampu.”...69

Walaupun Pradhabasu telah keluar dari Bhayangkara,

namun pengabdiannya kepada negara, khususnya anggota

kerajaan, tetap dilaksanakannya. Seperti menyelamatkan

Raden Kudamerta dari lemaparan pisau. Pradhabasu juga

memimpin penyerangan ke Karang Watu atas perintah Gajah

Mada.

“Hamba Tuan Putri,” jawab Gajah Enggon. “Hamba sependapat

dengan Tuan Putri Ratu. Pada saat terakhir walaupun Adi

Pradhabasu berada di luar Bhayangkara, kembali ia telah

membuat jasa. Kalau tidak karena kesigapannya, barangkali pisau

itu telah menancap di bagian yang berbahaya di dada Raden

Kudamerta.... (GM:TdA, 2009:174)

8. Gagak Bongol

Gagak Bongol melakukan kesalahan di masa lalu dengan

membunuh Mahisa Kingkin atas hasutan Singa Parepen,

pengkhianat Bhayangkara di masa pemberontakan Ra Kuti.

Gagak Bongol diberi kesempatan oleh Pradhabasu untuk

menebus kesalahannya dengan mengasuh Prajaka, anak laki-

laki Mahisa Kingkin. Awalnya Gagak Bongol kewalahan

mengasuh Prajaka karena Prajaka keterbelakangan mental.

Namun, lama-kelamaan Gagak Bongol menganggap Prajaka

sebagai anugrah unutknya.

69

Ibid, hlm. 180-181

Page 78: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

66

Padahal, Gagak Bongol benar-benar menganggapnya sebagai

anugrah. Sekian tahun Gagak Bongol dibayangi rasa bersalah,

kali ini tiba-tiba mendapat kesempatan untuk merebus kesalahan

itu dengan memungut keturunan Mahisa Kingkin sebagai anak

meski keadaan bocah itu tidak waras, cacat pada jiwanya.70

Sebagai pasukan Bhayangkara, walaupun Gagak Bongol

pernah melakukan kesalahan fatal, namun ia tetap orang yang

dapat dipercaya untuk memimpin suatu pekerjaan besar.

Pembuatan candi untuk Sri jayanegara dipercayakan padanya.

“Ada sebuah pekerjaan besar yang harus dikerjakan dan aku

menginginkan pekerjaan besar itu bisa dikerjakan dengan

sempurna tanpa cacat. Walaupun belum ada perintah secara

langsung dari para Tuan Putri Ratu, tetapi jelas bakal ada

pencandian dan pendarmaan. Kuserahkan pengendalian pekerjaan

besar ini kepadamu.”71

9. Dyah Menur Hardiningsih

Dyah Menur adalah istri Raden Kudamerta yang ditawan

oleh Panji Wiradapa atau Rangsang Kumuda agar Raden

Kudamerta bersedia menikah dengan Dyah Wiyat. Dyah

Menur memiliki seorang bayi laki-laki hasil buah cintanya

dengan Raden Kudamerta.

Dyah Menur adalah wanita sederhana yang memiliki

keinginan yang sederhana.

.... Apalagi, pada dasarnya Dyah Menur bukan jenis wanita

serakah. Dyah Menur hanya wanita biasa, wanita sederhana dan

bukan jenis pemimpi menggapai langit. Cita-cita dan

keinginannya hanya sederhana, tidak terlalu muluk terbang ke

awang-awang, tidak ingin bederajat tinggi yang oleh karenanya

harus disembah dan dilayani. Tuntutan kebahagiaannya

sederhana saja. Perempuan itu, Dyah Menur Hardiningsih nama

lengkapnya, merasa kebahagiaannya dirampok.72

Dyah Menur adalah wanita yang gigih berjuang demi

bertemu dengan orang yang ia cintai. Walau pun itu harus

dilakukan dengan cara menyamar menjadi emban di istana

Dyah Wiyat dengan nama samaran Sekar Tanjung. Walaupun

70

Ibid, hlm. 193 71

Ibid, hlm. 96 72

Ibid, hlm. 105

Page 79: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

67

menjadi emban, namun kecantikan Dyah Menur/Sekar

Tanjung sanggup membuat Dyah Wiyat terkesima.

Dyah Wiyat memandang Sekar Tanjung dengan mata tak

berkedip dan sedikit rasa takjub. Perempuan bernama Sekar

Tanjung itu memiliki tubuh yang sangat bagus dengan lekuk

pinggang yang indah dan ramping. Wajahnya yang lugu tidak

mampu menyembunyikan kecantikannya. Bila Sekar Tanjung

mendapat kesempatan berdandan sebagaimana dirinya tentu

kecantikannya tak akan kalah dari kecantikannya.73

10. Ibu Ratu Biksuni Gayatri

Ratu Gayatri adalah seorang biksuni. Selayaknya seorang

biksuni, Ratu Gayatri melepaskan semua kehidupan dan

keterikatannya dengan duniawi, sehingga ia menjadi orang

yang sangat tenang. Ketenangan itu membuat orang-orang di

sekitarnya terbawa, terutama abdi dalem dan emban istana.

Berhadapan dengan Ibu Ratu Narendraduhita, Ibu Ratu Rajapatni

Gayatri yang dalam setahun terakhir mempersiapkan diri menjadi

seorang biksuni, justru terlihat amat tenang, tidak tampak

kesedihan di wajahnya. Ibu Ratu Gayatri sangt sadar bahwa pada

dasarnya kematian merupakan pintu gerbang menuju nirwana

yang kedatangannya tidak perlu ditangisi. Pada suatu tingkat

kesadaran, kematian justru harus disambut dengan kebahagiaan,

toh kematian akan menimpa siapa saja, juga raja. Itu sebabnya,

Ibu Ratu Gyatri selalu menampakkan raut wajah yang sangat

bersih, raut muka ikhlas. Segenap abdi perempuan sangat dekkat

dengan Ibu Ratu Gayatri. Namun, kedekatan itu berbalut rasa

hormat dan segan.74

.... Ibu Ratu Gayatri menampakkan wajah yang bersih, jauh dari

keruh duniawi. Senyuman yang ditebar anak kelima Sri

Kertanegara itu menjanjikan ketenangan dan kedamaian kepada

siapa pun yang datang kepadanya....75

Ratu Gayatri juga digambarkan sebagai wanita yang cantik

walaupun sudah berumur lima puluh tahun.

....Meski usianya berada di atas lima puluhan tahun, kecantikan

ratu Gayatri masih memancar bercahaya.76

Kejernihan hati yang dimiliki Ratu Gayatri di dapat karena

penyerahan dirinya menjadi biksuni. Karena itulah ia ditunjuk

73

Ibid, hlm. 398 74

Ibid, hlm. 5 75

Ibid, hlm. 101 76

Ibid, hlm. 64-65

Page 80: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

68

oleh para Ibu Ratu untuk memilih siapa pewaris tahta setelah

Sri Jayanegara wafat.

....Untuk menunjuk siapa yang akan menggantikan Jayanegara

dibutuhkan kejernihan mata hati, dan itu hanya adiknya yang

seorang biksuni yang memiliki....77

Selagi menimang untuk memilih siapa yang menggantikan

Jayanegara, Ratu Gayatri juga dipercaya untuk menempati dampar

sementara atas usulan Gajah Mada. Hal ini juga di dukung oleh

Mahapatih Arya Tadah.

“Menurut hamba, untuk sementara kekuasaan itu sebaiknya

berada di tangan Tuan Putri Ratu Gayatri,” jawab Gajah Mada.78

“Hamba sependapat dengan usulan Patih Daha Gajah Mada,

Tuan Putri Ratu. Dengan demikian, Tuan Putri Ratu akan

memiliki kesempatan unutk menimbang lebih teliti dan

memandang peralihan kekuasaan itu dengan lebih jelas.”79

Ratu Gayatri yang seorang biksuni tak lagi mengenal rasa

takut.

Bukannya takut, karena sebagai biksuni, Ratu Gayatri tak lagi

mengenal takut, tetapi memang tak baik apabila sampai terjadi

kekacauan di tempat yang amat padat itu.80

11. Mahapatih Arya Tadah

Arya Tadah digambarkan sebagai seorang laki-laki tua

yang telah mengabdikan dirinya kepada keluarga raja sejak

pemerintahan Raden Wijaya. Masa kecil Jayanegara, Sri

Gitarja, dan Dyah Wiyat dilalui bersama dengan Arya Tadah.

Karena itu, Arya Tadah menganggap mereka seperti anaknya

sendiri.

Berdiri tak jauh dari Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri,

Mmahapatih Arya Tadah terlihat sangat bahagia. Mahapatih Arya

Tadah yang tua itu merasa bahkan mati pun ia ikhlas manakala

melihat momongannya telah memasuki gerbang rumah

tangganya. Bagi Mapatih Amangkubumi Arya Tadah, para Sekar

Kedaton telah menyita banyak ruang kasih sayangnya. Dalam

77

Ibid, hlm. 65 78

Ibid, hlm. 83 79

Ibid, hlm. 83-84 80

Ibid, hlm. 154

Page 81: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

69

menyayangi Sri Gitarja dan Dyah Wiyat memang tak ubahnya

terhadap anak sendiri....81

Arya Tadah adalah orang yang setia. Setelah istri

tercintanya meninggal, Arya Tadah tidak berniat untuk

mencari penggantinya. Ia memutuskan untuk hidup sendiri,

tanpa anak pula. Melihatnya sendiri, Sri Gitarja pernah

menjodohkannya dengan emban istana namun ditolak oleh

Arya Tadah.

.... Arya Tadah sendiri adalah orang yang tidak punya siapa-

siapa. Istrinya telah meninggalkannya lebih dari sepuluh tahun

lampau dan tidak meninggalkan keturunan. Arya Tadah tidak

berniat untuk berumah tangga lagi. Kesetiaannya kepada

mendiang istrinya harus ditebus dengan mendudua samai tua,

bahkan telah diniati sampai mati. Terhadap keadaann itu Sri

Gitarja pernah menjodoh-jodohkan, misalnya dengan seorang

abdi dalem istana, namun Mahapatih Arya Tadah menolak....82

12. Panji Wiradapa/Rangsang Kumuda

Panji Wiradapa adalah paman dari Raden Kudamerta. Panji

Wiradapa adalah orang yang berambisi untuk merebut

kekuasaan Majapahit. Ia memanfaatkan keponakannya,

Kudamerta, yang ditunangkan dengan Dyah Wiyat agar segera

menikahinya supaya Kudamerta menjadi raja dan ia menjadi

Mahapatih. Ke depannya akan diketahui bahwa Rangsang

Kumuda adalah Panji Wiradapa yang mendalangi

pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di kotaraja. ia bersama

Panji Rukmamurti merencanakan makar.

“Kau bisa menjadi raja, Kudamerta. Manfaatkanlah kesempatan

yang sangat langka ini. Mulai sekarang bermainlah dengan

cantik. Untuk meraih gegayuhan itu memerlukan pengorbanan.

Untuk sebuah tujuan yang sangat kau yakini, kau bahkan harus

menggunakan dan membenarkan cara apa pun. Mulai menyusun

rencana dari sekarang, kau bisa memanfaatkan hubunganmu

dengan Tuan Putri,” lanjut orang itu.83

Bila berkaca pada brenggala, dahulu Panji Wiradapa pernah

menggantungkan cita-citanya setinggi langit. Jabatan

keprajuritannya kali ini hanyalah sebgai lurah prajurit, padahal

81

Ibid, hlm. 98 82

Ibid 83

Ibid, hlm. 52

Page 82: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

70

Panji Wiradapa merasa dirinya pantas menjadi seorang patih,

orang kedua setelah raja. Karena mimpi untuk menjadi orang

penting itu ternyata tidak terwujud, cukuplah orang lain yang

mewakilinya. Asal bisa melihat Raden Kudamerta menjadi raja

maka puaslah rasanya. Ki Panji merasa cita-cita itu telah

terwakili.84

Agar ambisinya tercapai, Panji Wiradapa tak henti-hentinya

menghasut Kudamerta untuk menjadi raja.

“Kau harus bermimpi, Kudamerta,” ucap Panji Wiradapa tegas,

tetapi dalam nada bisik. “Kau harus menggantungkan angan-

anganmu setinggi langit. Akan tetapi, tidak sekadar bermimpi,

jauh lebih penting dari itu, kau harus berusaha dengan keras

mewujudkanmimpi itu menjadi kenyataan. Kau punya peluang

itu, kau bisa menjadi raja, menjadi orang tedepan. Kini saatnya,

gunakan kesempatan yang terbuka jelas di depan matamu.”85

Rangsang Kumuda orang yang keji. Ia rela melakukan apa

pun agar ambisinya mendapatkan kekuasaan tercapai. Bahkan

dengan cara membunuh sekali pun. Rubaya, orang suruhannya

ia bunuh agar identitasnya tidak tersebar.

Laki-laki tua itu, ia Rangsang Kumuda, tersenyum penuh arti.

Rangsang Kumuda bergegas menjauh sambil dengan segera

membasuh kesan apa pun dari raut mukanya. Rangsang Kumuda

sadar, apabila rubaya sampai tertangkap dan bisa dikorek semua

keterangan dari mulutnya, hal itu akan membahayakannya.

Apalagi, apabila Rubaya memmbuka simpul hubungannya

dengan raden Kudamerta. Oleh karena itu, sebagaimana yang

lain, orang-orang yang menjadi mata rantai yang menghubungkan

dengan dirinya harus dipangkas. Dengan kematian Rubaya, tak

seorangpun yang bisa menjelaskan siap sebenarnya Rangsang

Kumuda.86

Rangsang Kumuda yang menyandra Dyah Menur dan

bayinya tidak segan-segan melakukan tindakan berbahaya

kepada sang bayi jika Dyah menur tidak menuruti perintahnya.

Betapa remuk hati Menur yang merasa harus melakukan sesuatu

yang berlawanan dengan kata hatinya. Namun, melawan

kehendak orang itu akan berakibat buruk bagi dirinya. Laki-laki

itu sangat kejam. Ancaman akan menyakiti dirinya bukan

ancaman paling kejam, ancaman terhadap anaknyalah yang justru

84

Ibid, hlm. 54 85

Ibid 86

Ibid, hlm. 164

Page 83: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

71

sangat mengerikan, apabila tidak dituruti apa yang menjadi

kehendaknya, nyawa anaknya menjadi taruhan. Setiap kali ia

melawan, ancaman terhadap anaknya yang akan dihadapi. Laki-

laki tua itu tak segan-segan akan membuktikan ancamannya.87

Rangsang Kumuda juga berniat membunuh Dyah Menur

saat menemukannya di pasar Daksina bersama Dyah Wiyat

yang sedang menyamar.

Dyah Menur tetap tidak sadar adanya bahaya yang mengintai.

Lelaki bercaping itu berjalan makin dekat. Siapa pun orang itu, ia

telah mencabut pisau tajam dan menggenggamnya menggunakan

tangan kanan, sementara tongkat kayu penuntunnya pindah ke

tangan kiri. Orang itu berencana memaksa Dyah Menur untuk

mengikutinya da apabila perempuan yang menjadi sasarannya itu

tidak mau, tersedia pilihan lainn, menenggelamkan pisau itu ke

tubuh Dyah Menur.88

Demi mendapatkan kekuasaan sebagai patih, Panji

Wiradapa memalsukan kematiannya sendiri. Bahkan rela

memerintah Rubaya untuk melukai Raden Kudamerta dan

membuat Raden Cakradara sebagai kambing hitam.

“Kuwakili Panji wiradapa untuk menjawab pertanyaan itu.”

Gajah Enggon menjawab. “apa yang dilakukan Panji Wiradapa

adalah sebuah fitnah untuk merusak nama Raden Cakradara. Satu

per satu orang-orang Raden Kudamerta dibunuh. Orang pertama

yang dimatikan adalah dirinya sendiri. Panji Wiradapa mati

adalah rekayasa dengan mengorbankan orang lain. Orang itu

didandani tidak ubahnya Panji Wiradapa, lalu dibunuh. Disusul

oelh kematian berikutnya dan berikutnya yang semua adalah

orang –orang Raden Kudamerta. Dengan pembunuhan-

pembunuhan itu maka semua orang akan mengarahkan

pandangan ke Raden Cakradara sebagai pelakunya. Dengan

menghancurkan nama Raden Cakradara, orang ini berharap

terbukka bagi Raden Kudamerta untuk menjadi raja. Bila Raden

Kudamerta menjadi raja, ia berharap ia yang akan duduk di

dampar kepatihan.”89

(GM:TdA, 2009:491)

13. Pakering Suramurda

87

Ibid, hlm. 105 88

Ibid, hlm. 477 89

Ibid, hlm. 491

Page 84: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

72

Pakering Suramurda adalah seorang penjaga juda Raden

Cakradara sekaligus pamannya. Seperti Panji Wiradapa,

Pakering Suramurda menghasut Cakradara untuk menempati

posisi raja walaupun Cakradara terang-terangan menolaknya.

“Kamu harus pusatkan perhatianmu, Cakradara. Hubunganmu

dengan Sri Gitarja harus segera dituntaskan ke perkawinan. Sri

Gitarja akan diangkat menjadi ratu, kamulah yang kewahyon,

penggenggam kekuasaan yang sebenarnya. Sudah bisa dipastikan

kamulah nanti yang bakal diangkat menjadi raja. Jangan sampai

kesempatan yang telah berada dalam genggaman tanganmu itu

terlepas. Sekali kesempatan itu lepas maka kau akan meyesal

selamanya.”90

Pakering Suramurda berniat melakukan apa saja untuk

menjadikan Raden Cakradara sebagai raja. Meski pun harus

membunuh Raden Kudamerta.

“Aku wajib mengingatkanmu, pesaing bisa menyerobot dari arah

samping, atau muncul dari tempat yang sama sekali tidak terduga.

Firasatku mengatakan, sejak sekarang kkau berada dalam bahaya

karena pihak pesaing itu menganggap tempat dan kedudukanmu

sekarang bisa menjadi batu sandungan mimpi mereka. Sejak

sekarang berhati-hatilah. Kewajibanku untuk mengamankan

kepentinganmu jangan sampai ada yang mengganggu. Sejak dini

aku melihat Raden Kudamerta telah mempersiapkan diri dan

berupaya keras agar kekuasaan nanti jatuh ke tangannya.

Menghadapi hal itu, Paman tak akan tinggal diam, Paman akan

menghancurkan kekuatan itu. Paman akan menggerogoti sedikit

demi sedikit dan bila perlu anak panah atau ayunan pisau akan di

arahkan ke dadanya....91

Pakering Suramurda juga digambarkan sebagai orang yang

cepat naik darah. Ia tidak segan-segan memaki Raden

Cakradara ketika menolak rencananya untuk merebut tahta.

“Kamu bukan lelaki, tapi kamu perempuan. Kalupun kamu

bersuami istri dengan Sri Gitarja maka tempatmu tak lebih dari

permaisuri. Kamu permaisuri dan Sri Gitarja itu rajanya. Tidak

bisakah matamu melihat kedudukan seperti itulah yang akan

kamu jalani?”

90

Ibid, hlm. 59 91

Ibid

Page 85: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

73

Namun, Pakering Suramurda akhirnya mati terbunuh akibat

panah beracun.

Pakering Suramurda terbelalak dalam memegangi gagang anak

panah yang tenggelam di tengah dadanya. Sakit yang timbul

dirasakan nyeri bukan kepalang dan tidak memberi kesempatan

kepada paman Raden Cakradara itu unutk bertahan lama. Hal itu

karena ujung anak panah yang emnancap berlumur bisa. Pakering

Suramurda ambruk untuk berkelojotan dan mati.92

14. Nyai Tanca/Raden Panji Rukmamurti

Nyai Tanca adalah istri dari Ra Tanca, salah satu dari

Dharmaputra Winehsuka yang melakukan makar sembilan

tahun yang lalu. Nyai Tanca digambarkan sebagai wanita yang

licik dan penyebar fitnah. Ia menyebarkan berita bahwa Sri

Jayanegara pernah menggodanya dan juga memnagtakan

bahwa Dyah wiyat sebagai perusak rumah tangga orang karena

hubungan terlarang Dyah wiyat dan Ra Tanca. Tentu saja ini

merupakan tindakan yang sangat berani menyebar fitnah

tentang keluarga kerajaan.

“Aku tidak mengarang cerita. Jayanegara memang pernah berniat

kurang ajar kepadaku. Itu kenyataannya. Aku berkewajiban

memberitahu orang se-Majapahit. Sri Jayanegara adalah jenis

orang sebagaimana yang aku katakan.”

Namun, Gagak Bongol memberinya jawaban yang tangkas,

“Lalu bagaimana dengan kamu menawarkan diri untuk perang

tanding olah asmara denganku. Wanita yang demikian mudah

menawarkan diri kepada orang lain tanpa sepengetahuan suami,

lalu bagaimana kamu bisa mengarang cerita Jayanegara berniat

seperti itu. Jangan-jangan yang terjadi sebenarnya terbalik. Kamu

menawarkan diri kepada Tuanku Jayanegara, sri Baginda tidak

menanggapi, menyebabkan kamu berulah seprti itu.93

“Segenap rakyat memuji Sri Jayanegara sundul langit sebagai

raja yang adil bijaksana, berbudi bawa laksana, ambek adil

paramarta. Tidak ada seorang pun yang tahu raja macam apa

Jayanegara yang menggerayangi semua perempuan. Laki-laki

macam itu tidak pantas menjadi panutan dan sesembahan.

Sementara adik perempuan Sri Jayanegara, kebanggaan macam

apa yang dimiliki oleh Sekar Kedaton yang selalu mengganggu

ketentraman rumah tangga orang. Bagaimana penilaian khalayak

ramai apabila mereka mengetahui perempuan macam apa Dyah

92

Ibid, hlm. 443 93

Ibid, hlm. 310

Page 86: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

74

wiyat Rajadewi Maharajasa yang tidak punya urat malu, masih

terus mengusik Kakang Ra Tanca meski telah beristri?” 94

“Soal hubungan suamimu dengan Sekar Kedaton Maharajasa.

Hubungan itu terjadi sebelum kamu mengenal Ra tanca.

Menggunakan cara pandang orang lain, bakal terlihat kamulah

yang mengganggu hubungan antara Ra Tanca dan Sekar

Kedaton.”95

Selain memiliki keberanian yang tinggi dalam menyebar fitnah,

Nyai Tanca adalah orang yang sangat pandai berbicara.

Ceplas-ceplos demikian ringan ucapan Nyai Tanca menjadi tanda

Nyai Tanca memang orang yang sangat pintar, pemberani, dan

punya otak untuk berpikir.96

Nyai Tanca adalah digambarkan sebagai wanita murahan yang

mudah menawarkan jasa seksual kepada lelaki manapun yang ia

temui, bahkan Kendar Kendara yang baru ia temui.

“Berhentilah memfitnah raja,” ucap gagak Bongol. “Semua

orang di bumi Wilwatikta ini tahu siapa kamu. Kamu perempuan

yang pernah menjual diri, bahkan kepadaku pun kau pernah

menawarkan diri. Bagaimana aku bisa percaya kepadamu?

Bagaimana orang se-Majapahit bisa percaya padamu?”

Terbungkam mulut Nyai Tanca. Soal ia pernah memberikan

tawaran itu, benar adanya. Beberapa bulan sebelumnya, ketika

Gagak Bongol datang berkunjung, Nyai Tanca telah

menggodanya dengan cara yang kelewatan melampaui batas

kepatutan.97

“Apa yang Nyai lakukan kepadaku?” pemuda itu meletup.

Nyai Tanca memandang lelaki di depannya dengan amat lahap,

seperti jenis makanan yang menggiurkan.

“Apakah tidak salah bunyi pertanyaan itu?” balas Nyai Tanca.

“Apakah tidak seharusnya aku yang bertanya, apa yang

kaulakukan padaku?” 98

Nyai Tanca memakai nama Radden Panji Rukmamurti

untuk memimpin makar bersama Rangsang Kumuda dan

Mandrawa. Nyai Tanca adalah penggagas lambang pasukan

makar yang dipimpinnya. Ular membelit buah maja.

“Jadi kamu pemilik gagasan pembuatan lammbang ini?” tanya

Gagak Bongol.

“Ya.”

94

Ibid, hlm. 309 95

Ibid, hlm. 310 96

Ibid, hlm. 307 97

Ibid, hlm. 310 98

Ibid, hlm. 313

Page 87: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

75

“Lalu, apa artinya?”

Nyai Tanca tidak segera menjawab, menggunakan lampu ublik ia

menerangi lembaran kain yang dipasang terbentang di dinding.

Nyai Ra Tanca sama sekali tidak berniat menyembunyikan

kebanggaannya terhadap lambang yang digagasnya itu.

“Bola itu lambang buah maja. Ular itu lambang kakang Ra

Tanca.”99

“Kamu perempuan rupanya?” tanya gajah Mada.

“Ya,” jawab Panji Rukmamurti dengan suara serak.

Walaupun lirih jawaban itu terdengar jelas.

Jawaban Panji Rukamamurti itu mengagetkan semua yang hadir,

namun lebih khusus anak buahnya yang terkejut. Orang-orang

yang selama ini menghimpun diri di Karang watu itu menduga

Raden Panji Rukamamurti seorang lelaki. Apalagi, suara yang

dimilikinya bernada rendah sepertii umumnya lelaki.

“Siapa sebenarnya kamu?” Gajah Mada mencecar.

“Aku, Nyai Tanca,” jawab Panji Rukmamurti.100

d. Latar

Setting/latar adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.

Termasuk di dalam latar ini ialah tempat atau ruang yang dapat

diamati. Termasuk di dalam unsur ini adalah waktu, hari, bulan

tahun, musim, atau periode sejarah.

1. Latar tempat

a) Balai Prajurit

Balai prajurit adalah markas besar militer Majapahit. Seperti

halnya markas besar, pertemuan-pertemuan kemiliteran dilakukan

di tempat ini. Walau pun tidak secara aktif melakukan kegiatan

kemiliteran, Gajah Mada sering berkunjung dam mengumpulkan

para prajurit Majapahit, khususnya Bhayangkara, di Balai Prajurit.

Balai Prajurit penuh oleh segenap Bhayangkara. Tak hanya para

Bhayangkara yang berkumpul dan merasa prihatin dengan keadaan

pemimpin mereka yang masih pingsan, tetapi juga para prajurit dari

kesatuan yang lain yang datang menengok. Di pembaringan dan

tetap dalam perawatan Nyai Lengger, Senopati Gajah enggon

terbujur lunglai. Keadaan Gajah Enggon benar-benar seperti orang

mati.101

99

Ibid, hlm. 308 100

Ibid, hlm. 494 101

Ibid, hlm. 324-325

Page 88: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

76

Sebelum dimakamkan, Sri Jayanegara diberikan upacara

kemiliteran sebagai anggota kehormatan Bhayangkara di Balai

Prajurit.

Sebelum dilakukan upacara pembakaran layon sebagaimana

keyakinan agama yang dianut Sri Jayanegara, Raya Pralaya itu

disemayamkan lebih dulu ke Balai Prajurit dan akan dilakukan

penghormatan secara keprajuritan mengingat Jayanegara bukan

sekadar seorang raja, namun secara pribadi Sri Jayanegara adalah

bagian dari pasukan Bhayangkara....102

Balai Prajurit juga dijadikan tempat persidangan para petualang

yang berniat makar seperti Panji Rukmamurti, rangsang Kumuda, dan

Mandrawa.

Balai prajurit penuh sesak dan berjejal-jejal. Berita ditangkapnya

para petualang yang berangan-angan menjungkalkan Majapahit

dann berniat mendirikan negara baru menggunakan lambang buah

maja yang dibelit ular menyebar ke mana-mana....103

Tempat ini juga dijadikan tempat di mana Ibu Ratu Gayatri

memberikan pertanyaan kepada Raden Kudamerta terkait status

penikahannya.

Pertanyaan yang diajukan dengan tidak terduga-duga itu

menyebabkan Raden Kudamerta pucat pasi. Raden Kudamerta yang

gugup menyempatkan memejamkan mata untuk meredam gejolak

yang terpancing mendadak itu. Pertanyaan itu tak hanya

mengagetkan Raden Kudamerta, semua yang hadir di Balai Prajurit

tenpa terkecuali terkejut. Mereka yang sudah dengar desas-desus

terpancing rasa ingin tahunya, apalagi mereka yang baru dengar tak

kalah kaget.104

b) Bale Gringsing

Bale Gringsing adalah tempat pemyimpanan benda-benda

pusaka.

Di Bale Gringsing, Senopati Gajah Enggon dirawat setelah

mengalami trauma di kepalanya.

Kini hanya bertiga di ruang itu. Bale Gringsing terasa sepi karena

perhatian sedang di arahkan ke makam Antawulan yang di sana

sedang berlangsung kegiatan yang melibatkan orang banyak. Sri

102

Ibid, hlm. 147 103

Ibid, hlm. 484 104

Ibid, hlm. 498

Page 89: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

77

Gitarja dan Dyah Wiyat memerhatikan keadaan Gajah Enggon yang

lunglai, lemah tidak mampu melakukan apa-apa. Senopati Gajah

Enggon yang semula gagah perkasa itu bahkan tak mampu

mengangkat tangan. Tidak untuk mengangkat tangan, bahkan

membuka mata pun tidak mampu.105

c) Alun-alun

Alun-alun adalah tempat yang biasa di gunakan para

prajurit untuk berlatih perang.

Di alun-alun, setelah taklimat yang diberikan masing-masing

pimpinannya, pasukan segelar sepapan yang beristirahat sejenak

itu mempersiapkan diri untuk kembali berlatih. Tambur dipukul

dengan berderap menjadi pembakar semangat. Suara tambur

kemudian dilanjutkan dengan bunyi sangkakala yang melengking

tinggi membelah udara. Suara anak panah yang dilepas ke langit

susul-menyusul merupakan perintah yang harus dipahami karena

tidak mungkin perintah diberikan hanya dengan berteriak. Dan

ktika bende Kiai Samudra ditabuh dalam latihan berkekuatan

segelar sepapan itu, suaranya menggetarkan udara dari ujung ke

ujung. Bila ada yang berani berada pada jarak amat dekat ketika

bende itu dihantam pemukulnya akan merupakan jaminan bakal

jebol gendang telinga orang itu.106

Ra Kembar mendapat informasi mengenai makar di Karang

Watu dari seorang informan mata duitan bernama Singajaya di

alun-alun.

Singajaya nama laki-laki itu, ia merasa berita yang diterimanya

sangat penting sehingga tak sabar menunggu geladi perang di

alun-alun itu berakhir. Tubuhnya basah kuyup oleh keringat yang

diperas setelah berlari kencang dari makam Antawulan ke alun-

alun. Singajaya yang merasa tidak sabar bahkan memutuskan

menyibak segenap prajurit yang sedang menerima teklimat dari

pimpinan masing-masing. Ra Kembar melihat apa yang

diperbuat orang itu. Bergegas Ra Kembar meneriakinya.107

Alun-alun merupakan lapangan yang sangat luas. Kadang

Gajah Mada menghukum para prajurit dengan berlari mengitari

alun-alun.

Perintah telah dijatuh dan tidak lagi bisa ditawar. Geladi perang

baru saja mereka selesaikan dan itu amat menguras tenaga. Kini,

Gajah Mada memberi hukuman berlari dua puluh lima kali.

105

Ibid, hlm. 351 106

Ibid, hlm. 376 107

Ibid, hlm. 373

Page 90: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

78

Tanpa perlu diulang lagi perintah itu, para prajurit yang sedang

apes itu berhamburan menuju alun-alun.108

d) Padas Payung

Padas Payung memiliki nama yang sesuai dengan keadaan

geologisnya, tebing yang memayungi jalan. Di tempat ini, Pekring

Suramurda terbunuh oleh orang yang tidak dikenal ketika

melakukan pertemuan rahasia dengan Raden Kudamerta yang

akhirnya kepergok oleh Gajah Mada.

Karena sering digunakan untuk beradu balap kuda, iitulah

sebabnya Radenn Cakradara sangat mengenal tempat itu.

Kedatangannya ke Padas Payung di tengah malam yang pekat itu

karena sebagaimana pesan yang ia terima dari Gamak Truntung,

di tempat itulah ia harus bertemu pamannya, Pakering

Suramurda, yang ulahnya telah merepotkannya.109

e) Karang Watu

Karang Watu adalah tempat yang digunakan pasukan

pemberontak di bawah pimpinan Raden Panji Rukmamurti dan

Rangsang Kumuda sebagai tempat berlatih perang.

Melalui sebuah kerja keras willayah seluas dua kali Tambak

Segaran itu disulap menjadi tanah lapang yang digunakan untuk

berlatih perang. Di tempat itu dibangun sebuah pendapa yang

sangat besar yang bahkan ukurannya melebihi Balai Prajurit di

Kotaraja Majapahit. Pendapa itu tidak terlihat dari luar sungai

karena telindung oleh barisan pohon kelapa dan bambu. Di

belakang bangunan induk terdapat bangsal panjang yang dihuni

lebih dari dua ratus orang setiap hari, siang dan malam berlatih

amat keras, baik secara perorangan maupun kelompok. Bangsal

memanjang itu ditopang oleh tiang bambu dengan atap ijuk

sehingga sebenarnya sangat mudah terbakar.110

(GM:TdA,

2009:448)

Tempat ini kemudian dihancurkan oleh pasukan Majapahit

dibantu oleh Bhayangkara yang menagkap Panji Rukmamurti.

Sangkakala yang ditiup dengan nada melengking panjang

disambut dengan sorak-sorai mengagetkan Mandrawa. Juga

mengagetkan segenap penghuni Karang Watu. Bumi bagai

berderak ketika prajurit yang sempurna dalam siaga itu bergerak

108

Ibid, hlm. 382 109

Ibid, hlm. 435 110

Ibid, hlm. 448

Page 91: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

79

karena mereka berjalan sambil menghentakkan kaki ke tanah

secara bersamaan berirama. Yang terjadi kemudian bagaikan

gajah melawan pelanduk.111

2. Latar waktu

Novel ini berlatar waktu pada masa Kerajaan Majapahit di

bawah pimpinan Sri Jayanegara. Sri Jayanegara wafat karena

diracun oleh Ra Tanca. Wafatnya Jayanegara terjadi pada tahun

1328.

Setelah kematian-kematian itu, adakah kini pencandian yang

sama harus disiapkan pula? Kini, 1328, hampir dua puluh tahun

setelah kematian Rabu Wijaya, atau sembilan tahun setelah

pemberontakan Ra Kuti pada 1319.112

e. Sudut pandang

Sudut pandang atau pusat pengisahan adalah posisi dan

penempatan diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana ia

melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu.

Sudut pandang yang digunakan dalam novel Gajah Mada: Tahta

dan Angkara ini menggunakan sudut pandang orang ketiga.

Pengarang sebagai tokoh ketiga, berada di luar cerita bertindak

sebagai pengamat sekaligus sebagai narrator yang menjelaskan

peristiwa yang berlangsung serta suasana perasaan dan pikiran para

pelaku cerita. Lagit Kresna Hariadi menggunakan penceritaan

“diaan” mahatahu. Penceritaan “diaan” mahatahu adalah pencerita

yang sangat mengetahui berbagai perasaan, pikiran, angan-angan,

keinginan, niat, dan sebagainya dari si tokoh yang diceritakan.

Yang kemudian menjadi gelisah justru Patih Amangkubumi Arya

Tadah. Arya Tadah merasa sikap Patih Daha itu terlalu berlebihan.

Arya Tadah merasa, setinggi apa pun derajajt ataupun pangkat Gajah

Mada sumbang suaranya belum pantas menjadi bahan pertimbangan

para ratu dalam mengambil keputusan. Apalagi bila mengingat

111

Ibid, hlm. 466 112

Ibid, hlm. 7

Page 92: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

80

pilihan yang tersedia hanya dua, tinggal memilih salah satu di antara

Sri Gitarja atau Dyah Wiyat.113

Rupanya wajah itulah yang menyebabkan Raden Kudamerta kurang

sepenuh hati menerima kehadiran Dyah Wiyat untuk selalu muncul

dan melekat dalam setiap gerak kegiatannya, dalam ayunan irama

kehidupannya di sepanjang hari di sepanjang waktu karena

bukankah pasangan suami istri haruslah selalu menghamburkan

waktu dan menghabiskannya bersama-sama?114

f. Gaya Bahasa

Gaya penceritaan yang dimaksud di sini adalah tingkah

laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Tingkah laku ini

dianggap sangat penting karena menentukan penghantaran cerita

kepada pembaca. Karena itu pengarang terus melakukan upaya

supaya cerita dapat menggugah pembaca dan larut ke dalam cerita

tersebut. Tindakan tersebut adalah: 1) pemilihan materi bahasa,

pengarang diharuskan memiliki pembendaharaan bahasa yang

mumpuni agar dapat memilih pemakaian kata yang tepat yang

bersifat informatif dan komunikatif kepada pembacanya; 2)

pemakaian ulasan, untuk menopang gagasan pengarang

memberikan ulasan, contoh-contoh dan perbandingan yang kualitas

dan kuantitasnya disesuaikan dengan keinginan; 3) pemanfaatan

gaya bertutur, menjadi unik karena gaya bertutur setiap individu

berbeda.

1. Pemilihan Materi Bahasa

Bahasa yang digunakan Langit Kresna Hariadi memiliki

keunikan tersendiri. Langit Kresna jarang menggunakan

bahasa rumit seperti pemakaian majas yang biasa digunakan

oleh pengarang-pengarang. Langit Kresna membubuhkan

tanda tangannya pada novel-novelnya dengan menggunakan

bahasa Jawa. Di dalam novel-novelnya, khususnya Gajah

Mada: Tahta dan Angkara, Langit Kresna banyak

memasukkan kata-kata atau frasa-frasa Jawa.

113

Ibid, hlm. 81 114

Ibid, hlm 149

Page 93: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

81

.... Lebih dari itu, segenap prajurit merasakan gejolak yang sama,

oleh duka mendalam atas gering yang diderita Kertarajasa

Jayawardhana.115

Pancaksara mencatat semua yang didongengkan ayahnya itu dan

diguratkan ke berlembar-lembar rontal. Pancaksara juga mencatat

wrna kesedihan yang serupa yang terpancar dari wajah segenap

kawula yang melakukan pepe di alun-alun....116

.... Beberapa hari kemudian, Kalagemet yang telah menyandang

kedudukan sebagai kumararaja dinobatkan menjadi raja

menggantikan ayahandanya.117

1309 dendang duka ditembangkan nglangut karena Sang Prabu

Sri Kertarajasa Jayawardhana wafat....118

.... Adalah istrinya, Dewi Setyawati yang amat mencintai

suaminya mengais ribuan mayat yang salang tunjang

bergelimpangan....119

Prabawa yang dimiliki Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri benar-

benar luar biasa, bahkan Pradhabasu tercengang melihatnya

karena seingat Pradhabasu itulah pertama kalinya sang Prajaka

tidak menolak ketika seseorang berniat berakrab-akrab....120

....Wilang jenis orang yang suka bicara blak-blakan tanpa

tedheng aling-aling.121

.... Untuk rasa hormat, rasa cinta, dan sayangnya terhadap Sri

Gitarja, dari sejak dini ia tidak pernah berangan-angan saoal

dampar kencana....122

.... Kenapa aku menebak di menjelang pintu gerbang utara ada

orang yang melakukan baris pandhem, sebenarnya bisa ditebak

dengan mudah, pastilah ada hubungannya dengan Raden

Kudamerta.”123

Cukat trengginas pasukan khusus Bhayangkara yang tidak

berkurang jumlahnya kecuali nahas yang menimpa Gajah

Enggon, melaksanakan perintah yang dijatuhkan Patih Daha

Gajah Mada....124

Ibu Ratu Gayatri yang berada dalam sikap semadi di sanggar

pamujan, terusik keheningan mata hatinya oleh alunan indah

itu....125

Ra Kembar menjanjikan kepada pendukungnya untuk bersama-

sama mukti wiwaha, tidak sebaliknya hamukti lara lapa terus

sepanjang waktu.126

(GM:TdA, 2009:450)

115

Ibid, hlm. 3 116

Ibid, hlm. 6 117

Ibid, hlm. 7 118

Ibid 119

Ibid, hlm. 177 120

Ibid, hlm. 192 121

Ibid, hlm. 209 122

Ibid, hlm. 244 123

Ibid, hlm. 276 124

Ibid, hlm. 291 125

Ibid, hlm. 428 126

Ibid, hlm. 450

Page 94: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

82

Dengan langkah amat ringan bahkan adakalanya dilakukan

sambil berkejar-kejaran, Dyah Wiyat dan Menur mengayun

langkah ke pasar daksina....127

.... Beberapa Bhayangkara sigap membawa Nyai Tanca dan

langsung menggelandangnya ke pakunjaran.128

2. Pemakaian Ulasan

Di dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara,

Langit Kresna banyak memakai perbandingan peristiwa

yanng ditujukan untuk menambah pemahaman pembaca

akan peristiwa yang terjadi.

Langit Kresna membandingkan peristiwa

meninggalnya Sri Jayanegara dengan peristiwa

meninggalnya Raden Wijaya. Di mana digambarkan

keadaan yang terjadi tidak jauh berbeda.

Dan, suara bende Kiai Samudra itu.... Suara bende itu

siapa pun tahu artinya. Senyap yang memberangus

adalah nestapa bagi siapa pun yang mencintai raja.

Suaranya yang menggelegar terdengar sampai ke sudut-

sudut kotaraja. bende yang dipukul satu-satu, berjarak

sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran, merupakan

pengulangan apa yang terjadi beberapa tahun

sebelumnya manakala raja pertama Majapahit yang

sangat dicintai dan dihormati mangkat.129

Langit Kresna juga menbandingkan peristiwa bunuh

diri adik perempuan Pradhabasu dengan peristiwa Dewi

Setyawati istri Prabu Salya, demikian denggan Nyai

Mertaraga dan Nyai Tirtawati istri dari Adipati

Ranggalawe.

Pradhabasu yang menunduk itu tidak menjawab,

sementara Ratu Rajapatni Biksuni Gayatri merasa

pertanyaan itu sebenarnya tak perlu dilontarkan. Kisah

yang dituturkan Pradhabasu itu merupakan lambang

sasmita yang cukup jelas artinya. Istri Mahisa Kingkin

telah melaksanakan darma kesetiaan seorang istri kepada

suaminya. Tidak ada kkebanggaan seorang istri daripada

127

Ibid, hlm. 477 128

Ibid, hlm. 496 129

Ibid, hlm. 14

Page 95: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

83

menyusul dan menemani sang suami di alam kematian.

Setidaknya Kembangrum Ring Puri Widati memiliki

keyakinan, betapa nista baginya bila tidak mempunyai

keberanian untuk menyusul suaminya ke alam

kematian.130

3. Gaya Bertutur

Gaya bertutur yang dilakukan Langit Kresna Hariadi sangat

sederhana. Langit Kresna menuturkan cerita dengan irama

yang tidak terlalu lama dan tidak terlalu cepat juga. Walaupun

ia menggabarkannya secara detil, namun tidak membuat rasa

bosan saat membacanya.

Langit Kresna dapat menyesatkan pembaca bila kita tidak

hati-hati dalam membaca dan berspekulasi. Seperti jika kita

menganggap bahwa Pakering Suramurda sebagai dalang dari

pembunuhan di kotaraja. Hal ini wajar karena kita

menganggap Suramurda tidak memiliki alibi pada saat

peristiwa tersebut berlangsung, namun ia memiliki motif yang

kuat.

Tapi ada juga disaat cerita yang akan disampaikan Langit

Kresna sudah bisa kita tebak. Seperti peran Nyai Tanca sebagai

penggagas gerakan makar. Nyai Tanca mengakui bahwa ia

penggagas lambang buah maja yang dililit ular. Hal ini

menjadikan kita berpikir bahwa ia terlibat. Ditambah dengan

motif bahwa ia adalah istri Ra Tanca yang pernah melakukan

makar dan ia memiliki dendam tersendiri dengan anggota

istana, Dyah Wiyat. Perawakan Panji Rukmamurti yang

digambarkan sebagai pemuda yang tampan, tapi memiliki

rambut yang feminim memudahkan kita menebak bahwa ia

adalah Nyai Tanca.

130

Ibid, hlm. 179

Page 96: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

84

B. Analisis Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajah Mada:

Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi

Tema adalah ide yang mendasari suatu cerita. Tema berperan

sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan

yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna

dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya.

Telah tersurat dengan jelas bahwa novel ini memiliki tema tentang

perebutan kekuasaan. Hal ini bahkan dapat kita lihat dari pemilihan

judul novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara. Pemilihan judul ini

tepat mewakili alur atau plot yang digambarkan di dalam novel.

“Sejak zaman Mataram, perebutan kekuasaan selalu terjadi.

Setiap peralihan kekuasaan selalu ditandai peristiwa berdarah,”

Pancaksara melanjutkan. “Lebih-lebih zaman Singasari, wilayah

paling berbahaya bagi negara adalah saat-saat peralihan

kekuasaan. Sekarang, tidak layak cemaskah kita dengan

pengalaman peralihan kekuasaan yang macam itu?”131

Sigap Gajah Mada memberikan sembahnya. Tugas yang sangat

berat itu telah digenggam dan siap untuk dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka demikianlah, dengan jelas dan gamblang

Patih daha Gajah Mada melaporkan yang terjadi, siapa saja orang

yang terbunuh dan kemungkinan kepentingan apa saja yang

berada di belakang rentetan kejadian itu. Tegas dan penuh

keyakinan Patih Daha Gajah Mada menyebut, apa yang terjadi itu

merupakan tanda-tanda terjadinya perebutan kekuasaan. Di

belakang Raden Cakradara ada pihak yang bermain, ingin

menunggangi dan memanfaatkan Raden Cakradara.132

Dan pergantian kekuasaan di negeri mana pun selalu menyisakan

gejolak tanpa terkecuali Majapahit setelah meninggalnya

Jayanegara. Udara pun terasa sesak. Gerah akan menyergap siapa

pun yang mendambakan kedamaian dan ketenangan. Singasari

telah memberi contoh. Di setiap pergantian kekuasaan, udara

selalu terasa panas.133

Bagaimana peliknya peristiwa pemindahan tampuk kepemimpinan

kerajaan Majapahit dari Sri Jayanegara kepada ratu kembar, Sri

Gitarja dan Dyah Wiyat, di mana sang kakak, Sri Gitarja, yang lebih

berhak mendapatkan tahta karena lebih tua, namun memliki sifat yang

131

Ibid, hlm. 35 132

Ibid, hlm. 241-241 133

Ibid, hlm. 337

Page 97: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

85

sangat lembut yang dikhawatirkan kurang mampu dalam memimpin

Kerajaan Majapahit; dan sang adik, Dyah Wiyat, yang lebih muda

namun mewarisi sifat kepemimpinan Raden Wijaya.

Sri Gitarja mungkin terpilih sebagai ratu karena dari calon yang

ada, Sri Gitarja lebih tua. Akan tetapi, apabila dilihat dari sisi

kemampuan, adiknya banyak memiliki kemampuan yang tidak

terduga. Lebih tegar, lebih berwawasan luas, lebih jauh dalam

memandang ke depan, dan lebih berwibawa....134

....Ibu Ratu melihat dalam banyak hal Dyah Wiyat memang

memiliki sifat dan sikap yang menonjol dari kakaknya. Dyah

Wiyat bisa bersikap tegas, mampu memilih secara tegas satu di

antar banyak pilihan yang berada dalam kedudukan tak ubahnya

malakama. Sifat dan sikap yang demikian lebih mandiri dan amat

sesuai untuk menjadi pemimpin.135

Bukan berarti tema perebutan kekuasaan ini menjadikan ia tema

satu-satunya di dalam novel ini. Seperti halnya novel-novel yang lain,

novel ini pun memiliki tema dominan dan tema pendukung. Tema

dominan di novel ini telah dijelaskan di atas, sedangkan tema

pendukung yang ada di novel ini adalah nikah paksa dan dendam.

“Aku meminta maaf, Dyah Wiyat. Aku tak berniat

menyembunyikan hal itu. Aku bahkan ingin meluruskan

perkawinan ini sejak awal, tetapi aku tidak punya pilihan,” jawab

Raden Kudamerta.136

“Perempuan tidak tahu malu. Pengganggu ketentraman rumah

tangga orang. Seharusnya kamu mati dipatuk ular itu,” umpat

Nyai Tanca yang mendadak liar itu.137

Berdasarkan penggolongan tema, tema perebutan kekuasaan ini

masuk dalam golongan tema nontradisional, karena jarang sekali

novel yang mengangkat tema ini. Untuk novel-novel sejarah seperti

halnya novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara, para pengarang

biasanya mengambil unsur percintaan tokoh-tokohnya agar menarik

kalangan pembaca lebih luas. Hal ini juga didasarkan latar belakang

134

Ibid, hlm. 66 135

Ibid, hlm. 244 136

Ibid, hlm. 266 137

Ibid, hlm. 496

Page 98: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

86

Langit Kresna Hariadi yang memiliki keluarga berprofesi militer,

sehingga variasi tematik yang ia miliki berbeda dari yang lain.

Mengenai tema perebutan kekuasaan ini, jika dikategorikan ke

dalam tingkatan tema menurut Shipley, tema ini masuk ke dalam

ketegori tema tingkat sosial, karena tema yang diangkat bukan lagi

sebatas masalah individu melainkan fenomena yang terjadi di

masyarakat. Peristiwa pengalihan kekuasaan dari Sri Jayanegara

kepada Sri Gitarja dan Dyah Wiyat tentu saja bukan sebatas masalah

individual. Karena berdasarkan kekuasaan monarki, keluarga kerajaan

adalah refleksi dari dewa-dewa yang diagungkan para rakyatnya.

Sehingga siapa pun yang menaiki tampuk singgasana otomatis akan

medapatkan kekuasaan mutlak terhadap rakyatnya.

Dan ketika bende Kiai Samudra dipukul bertalu, tangis serentak

membuncah. Ayunan pada bende yang getar suaranya mampu

menggapai sudut-sudut kota merupakan isyarat yang sangat

dipahami. Gelegar bende dengan nada satu demi satu, namun

berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran merupakan

pertanda Sang Prabu mangkat. Semua orang yang mendengar

isyarat itu merasa denyut jantungnya berhenti berdetak.138

(GM:TdA, 2009:6)

Dan, suara bende Kiai Samudra itu .... Suara bende itu siapa pun

tahu artinya. Senyap yang memberangus adalah nestapa bagi

siapa pun yang mencintai Raja. Suaranya yang menggelegar

terdengar sampai ke sudut-sudut kotaraja. Bende yang dipukul

satu-satu, berjarak sedikit lebih lama dari isyarat kebakaran,

merupakan pengulangan apa yang terjadi beberapa tahun

sebelumnya manakala raja pertama Majapahit yang sangat

dicintai dan dihormati mangkat.139

Hal inilah yang menjadikan peralihan kekuasaan ini berdarah,

karena pewaris dampar bukanlah seorang pangeran melainkan puteri

yang masing-masing telah memiliki calon suami yang dikhawatirkan

orang-orang di balik para pemuda ini yang haus akan kekuasaan

tertinggi di Majapahit yang telah memiliki wilayah kerajaan yang

sangat luas.

138

Ibid, hlm. 6 139

Ibid, hlm. 14

Page 99: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

87

Sigap Gajah Mada memberikan sembahnya. Tugas yang sangat

berat itu telah digenggam dan siap untuk dilaksanakan dengan

sebaik-baiknya, maka demikianlah, dengan jelas dan gamblang

Patih daha Gajah Mada melaporkan yang terjadi, siapa saja orang

yang terbunuh dan kemungkinan kepentingan apa saja yang

berada di belakang rentetan kejadian itu. Tegas dan penuh

keyakinan Patih Daha Gajah Mada menyebut, apa yang terjadi itu

merupakan tanda-tanda terjadinya perebutan kekuasaan. Di

belakang Raden Cakradara ada pihak yang bermain, ingin

menunggangi dan memanfaatkan Raden Cakradara.140

Selain tema sentral yang telah disinggung di atas, dalam novel

Gajah Mada: Tahta dan Angkara ini juga memiliki tema sampingan

yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Langit Kresna

Hariadi menggunakan tema percintaan dan dendam sebagai bumbu

dalam novel ini. Cinta terlarang yang dimiliki Raden Kudamerta

kepada istrinya Dyah Menur, seorang perempuan dari kalangan rakyat

biasa, menjadikan konflik peralihan kekuasaan ini menjadi lebih

rumit.

....Raden Kudamerta yang oleh Ratu Gayatri dianugrahi gelar Sri

Wijaya Rajasa Sng Apanji Wahninghyun itu tidak mampu

memusatkan perhatiannya pada rangkaian acara yang diikutinya.

Ketika mata Kudamerta terpejam, selalu muncul wajah seseorang

yang amat mencuri dan menyita perhatiannya. Wajah itu wajah

perempuan yang dipelukannya ada bayi yang tengah menyusu.141

“Aku meminta maaf, Dyah Wiyat. Aku tak berniat

menyembunyikan hal itu. Aku bahkan ingin meluruskan

perkawinan ini sejak awal, tetapi aku tidak punya pilihan,” jawab

Raden Kudamerta.142

Panji Wiradapa yang merupakan paman Kudamerta menculik

Dyah Menur. Hal ini dilakukan Panji Wiradapa untuk memaksa

Kudamerta agar menikahi Dyah Wiyat, seorang Sekar Kedaton

kerajaan besar. Dengan adanya peristiwa terbunuhnya Sri Jayanegara,

Panji Wiradapa semakin membenarkan alasannya sendiri untuk

menawan Dyah Menur, karena dengan begitu kesempatan Dyah Wiyat

mewarisi dampar istana menjadi lebih besar. Jika Dyah Wiyat menjadi

ratu, maka otomatis Kudamerta mejadi seorang raja. Jika Kudamerta

140

Ibid, hlm. 241-242 141

Ibid, hlm. 149 142

Ibid, hlm. 266

Page 100: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

88

menjadi orang nomor satu di Majapahit, maka kemungkinan Panji

Wiradapa menjadi orang nomor dua, yaitu Mahapatih, akan terwujud.

“Kau bisa menjadi raja, Kudamerta. Manfaatkanlah kesempatan

yang sangat langka ini. Mulai sekarang bermainlah dengan

cantik. Untuk meraih gegayuhan itu memerlukan pengorbanan.

Untuk sebuah tujuan yang sangat kau yakini, kau bahkan harus

menggunakan dan membenarkan cara apa pun. Mulai menyusun

rencana dari sekarang, kau bisa memanfaatkan hubunganmu

dengan Tuan Putri,” lanjut orang itu.143

Bila berkaca pada brenggala, dahulu Panji Wiradapa pernah

menggantungkan cita-citanya setinggi langit. Jabatan

keprajuritannya kali ini hanyalah sebgai lurah prajurit, padahal

Panji Wiradapa merasa dirinya pantas menjadi seorang patih,

orang kedua setelah raja. Karena mimpi untuk menjadi orang

penting itu ternyata tidak terwujud, cukuplah orang lain yang

mewakilinya. Asal bisa melihat Raden Kudamerta menjadi raja

maka puaslah rasanya. Ki Panji merasa cita-cita itu telah

terwakili.144

“Kau harus bermimpi, Kudamerta,” ucap Panji Wiradapa tegas,

tetapi dalam nada bisik. “Kau harus menggantungkan angan-

anganmu setinggi langit. Akan tetapi, tidak sekadar bermimpi,

jauh lebih penting dari itu, kau harus berusaha dengan keras

mewujudkanmimpi itu menjadi kenyataan. Kau punya peluang

itu, kau bisa menjadi raja, menjadi orang tedepan. Kini saatnya,

gunakan kesempatan yang terbuka jelas di depan matamu.”145

Dan dari cinta terlarang ini jugalah yang menjadikan Gajah Mada

merasa kekhawatirannya akan kestabilan kekuasaan trah murni Raden

Wijaya, karena Raden Kudamerta dan Dyah Menur memiliki seorang

putra. Tentu saja hal ini akan mempengaruhi peralihan kekuasaan di

masa yang akan datang. Selain itu, hal ini berarti Raden Kudamerta

menempatkan Dyah Wiyat sebagai istri kedua. Kesalahan yang sangat

fatal!

Betapa remuk hati Menur yang merasa harus melakukan sesuatu

yang berlawanan dengan kata hatinya. Namun, melawan

kehendak orang itu akan berakibat buruk bagi dirinya. Laki-laki

itu sangat kejam. Ancaman akan menyakiti dirinya bukan

ancaman paling kejam, ancaman terhadap anaknyalah yang justru

sangat mengerikan, apabila tidak dituruti apa yang menjadi

kehendaknya, nyawa anaknya menjadi taruhan. Setiap kali ia

143

Ibid, hlm. 52 144

Ibid, hlm. 54 145

Ibid

Page 101: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

89

melawan, ancaman terhadap anaknya yang akan dihadapi. Laki-

laki tua itu tak segan-segan akan membuktikan ancamannya.146

...Kekuatan derajat yang dimiliki Raden Kudamerta tak cukup

untuk digunakan mempersoalkan masalah itu. Dyah wiyat anak

raja, anak kandung Raden wijaya, Raja Majapahit yang gung

binatara, sementara Kudamerta hanyalah pewaris kekuasaan

Pamotan, penguasa wilayah yang kecil saja. Ketika berniat

menjamah, Raden Kudamerta harus menyembah lebih dulu....147

Dyah Wiyat Rajadewi Maharajasa yang bersedekap berbalik.

“Boleh tahu siapa nama istrimu itu, Kakang?” tanya Dyah Wiyat.

Raden Kudamerta sungguh bingung, tak tahu bagaimana cara

menjawab.

“atau, akan kau sembunyikan istrimu itu selamanya dariku?”148

....Dyah Wiyat tidak merasa terpanggil untuk segera memberikan

pertolongan. Rahasia yang disembunyikan laki-laki itu, rahasia

yang kini bukan rahasia lagi, bahwa ia telah beristri saat

mengawini dirinya, sungguh merupakan pelecehan yang tak akan

terampunkan.149

Namun, tidak hanya Raden Kudamerta saja yang memiliki cinta

terlarang. Dyah Wiyat pun menyimpan cinta kepada pria beristri,

mantan pemberontak, dan pembunuh Sri Jayanegara: Ra Tanca. Kisah

cinta terlarang mereka telah dimulai secara diam-diam. Dyah Wiyat

yang seorang Sekar Kedaton tentu saja mengetahui bahwa

hubungannya dengan Ra Tanca yang seorang mantan pemberontak

tidak akan disetujui keluarganya, terutama Sri Jayanegara sendiri. Dan

benar! Ketika Sri Jayanegara mengetahui hubungan terlarang Dyah

Wiyat dengan Ra Tanca ia menjadi murka. Walaupun kemurkaan itu

hanya diketahui oleh Ra Tanca seorang.

Penolakan Sri Jayanegara diterima Ra Tanca dengan sangat pahit,

sehingga memicu keputusan Ra Tanca untuk mengulang dosa lamanya

sembilan tahun silam: makar. Ra Tanca bekerja sama dengan istrinya,

Nyai Tanca, dan Panji Wiradapa merencanakan merebut dampar

istana. Rencana makar ini pun dimulai pada saat Ra Tanca yang ketika

itu dipanggil ke istana untuk mengobati Sri Jayanegara yang sedang

146

Ibid, hlm. 105 147

Ibid, hlm. 237 148

Ibid, hlm. 266 149

Ibid

Page 102: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

90

sakit, namun justru meracuni Sri Jayanegara hingga tewas, walau hal

ini dibayar dengan nyawa Ra Tanca sendiri.

Kabar cinta terlarang antara Dyah Wiyat dan Ra Tanca ternyata

telah menjadi rahasia umum di kerajaan Majapahit, bahkan sampai ke

telinga istri Ra Tanca, Nyai Tanca. Nyai Tanca memiliki cinta yang

teramat besar kepada Ra Tanca, tidak memercayai suaminya

berselingkuh tanpa digoda oleh wanita lain dan ia beranggapan Dyah

Wiyatlah akar dari pohon perselingkuhan itu. Nyai Tanca

beranggapan Dyah Wiyat merebut suaminya dari pelukannya.

Sehingga ia menjadi sangat membenci Dyah Wiyat, sampai kematian

Ra Tanca pun ia anggap disebabkan oleh Dyah Wiyat. Sehingga

memicu Nyai Tanca melakukan percobaan pembunuhan kepada Dyah

Wiyat dengan mengirimkan sekeranjang buah mangga yang di

dalamnya dimasukkan ular bandotan yang sangat beracun.

“Segenap rakyat memuji Sri Jayanegara sundul langit sebagai

raja yang adil bijaksana, berbudi bawa laksana, ambek adil

paramarta. Tidak ada seorang pun yang tahu raja macam apa

Jayanegara yang menggerayangi semua perempuan. Laki-laki

macam itu tidak pantas menjadi panutan dan sesembahan.

Sementara adik perempuan Sri Jayanegara, kebanggaan macam

apa yang dimiliki oleh Sekar Kedaton yang selalu mengganggu

ketentraman rumah tangga orang. Bagaimana penilaian khalayak

ramai apabila mereka mengetahui perempuan macam apa Dyah

wiyat Rajadewi Maharajasa yang tidak punya urat malu, masih

terus mengusik Kakang Ra Tanca meski telah beristri?”150

“Aku yang menerima, Ki Patih,” jawab abdi dalem itu. “Aku

menerimanya dari seorang laki-laki berkuda. Orangnya masih

muda dan sangat tampan. Orang itu meminta aku menyerahkan

sekeranjang mangga ini kepada Tuan Putri Dyah Wiyat.”151

“Orang itu tidak menyebut nama dan asalnya. Hanya itu

pesannya dan orang itu pun pergi. Aku sungguh tidak menyangka

di bawah buah mangga ada tiga ekor ular itu.”152

“Perempuan tidak tahu malu. Pengganggu ketentraman rumah

tangga orang. Seharusnya kamu mati dipatuk ular itu,” umpat

Nyai Tanca yang mendadak liar itu.153

150

Ibid, hlm. 309 151

Ibid, hlm. 342 152

Ibid, hlm. 343 153

Ibid, hlm. 496

Page 103: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

91

Majapahit adalah sebuah negara yang berbentuk monarki. Monarki

adalah bentuk negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai

dan diperintah (yang berhak memerintah) oleh satu orang saja. Dalam

hal ini, Majapahit diperintah oleh seorang raja.

Menurut Machiavelli, monarki terbagi menjadi dua jenis, yaitu

monarki warisan (yang telah lama ada) dan monarki baru. Pada masa

awal terbentuknya Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden

Wijaya, Majapahit berbentuk monarki baru. Namun, ketika kekuasaan

diwariskan kepada keturunan Raden Wijaya, maka seketika Majapahit

berubah bentuk menjadi monarki warisan. Majapahit sebagai negara

monarki menempatkan raja dan kerabatnya terpisah dari lapisan

masyarakat lainnya, baik karena mereka memiliki hak istimewa atau

karena kepercayaan rakyatnya yang menganggap raja adalah jelmaan

dewa.

Kerajaan Majapahit seperti halnya kerajaan nusantara pada

umumnya, menganut sistem pemerintahan monarki turun-temurun.

Tipe monarki ini adalah tipe yang umum, di mana ahli waris laki-laki

yang tertua biasanya menjadi raja, menggantikan raja atau ayahnya

sendiri. Dalam kasus kerajaan Majapahit, raja pertama, Raden Wijaya,

sebagai pendiri kerajaan Majapahit, setelah wafat digantikan oleh

putra mahkota, Sri Jayanegara, sebagai raja. Namun, setelah Sri

Jayanegara wafat tanpa keturunan seorang pun, maka tahta diwariskan

kepada adiknya. Pewarisan tahta inilah yang berujung konflik, di

mana pewaris itu bukanlah laki-laki melainkan perempuan. Mengapa

konflik? Sri Gitarja, sang kakak, seharusnya yang lebih berhak

mendapatkan tahta kerajaan dan menjadi ratu, namun sifatnya yang

sangat lembut dianggap menjadi hambatan dalam menjalankan

pemerintahan yang menbutuhkan tangan besi. Dyah Wiyat, sang adik,

mewarisi sifat kepemimpinan Raden Wijaya, namun sebagai adik ia

tidak bisa begitu saja diangkat menjadi ratu. Hal ini dikarenakan

karena sistem monarki turun-temurun. Di samping itu, walaupun Sri

Page 104: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

92

Gitarja dan Dyah Wiyat seorang Sekar Kedaton yang berhak mewarisi

tahta kerajaan, mereka tetap harus mematuhi orang yang kelak akan

menjadi suami mereka, dalam hal ini adalah Raden Cakradara dan

Raden Kudamerta. Sesuai dengan nilai yang ditanamkan kepada

kedua Sekar Kedaton semenjak kecil, walaupun mereka Sekar

Kedaton mereka harus tunduk, patuh, dan taat kepada suami mereka

kelak. Hal inilah yang menjadikan kekhawatiran Patih Gajah Mada

terhadap kemurnian pewaris tahta kerajaan. Karena, ketika salah satu

Sekar Kedaton diangkat menjadi ratu, dalam menjalankan

pemerintahan mereka akan sangat mendengarkan pendapat suami

mereka, bahkan tidak menutup kemungkinan suami merekalah nanti

yang akan menjalankan pemerintahan di balik bahu istri mereka yang

seorang ratu. Jika hal ini terjadi, maka suami Sekar Kedaton menjadi

seorang “raja”. Padahal Raden Cakradara maupun Raden Kudamerta

adalah pihak yang berada di luar trah Raden Wijaya sebagai pewaris

sah kerajaan Majapahit. Di samping itu, pihak-pihak pendukung di

belakang Raden Cakradara dan Raden Kudamerta dapat

mempengaruhi kedua Raden dalam menyumbangkan pendapat

mengenai kebijakan pemerintahan yang dijalankan Sekar Kedaton.

Dengan begitu, kepentingan kedua pihak dapat mengotori kebijakan

Sekar Kedaton dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini menjadi

kekhawatiran Gajah Mada, karena Majapahit adalah negara monarki

mutlak, di mana kehendak raja adalah hukum. Kestabilan

pemerintahan akan goyah jika hukum-hukum tersebut menguntungkan

suatu kelompok dalam hal ini orang-orang di balik Raden Kudamerta

atau Raden Cakradara.

Politik kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari tubuh manusia karena

akhirnya kepentingannya adalah mendapatkan kepatuhan. Kekuasaan

adalah kemampuan atau wewenang untuk menguasai orang lain,

memaksa dan mengendalikan mereka sampai mereka patuh,

mencampuri kebebasannya dan memaksakan tindakan-tindakan

Page 105: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

93

dengan cara-cara yang khusus. Kekuasaan adalah kemampuan

seseorang atau suatu kelompok untuk memengaruhi perilaku

seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.

Oleh karena itu, sejak periode kerajaan seperti Majapahit sampai era

pemerintahan modern kekuasaan merupakan hal yang selalu

diperebutkan karena sebagai alat mengontrol suatu pemerintahan.

Tujuan kekuasaan yaitu memberi struktur kegiatan manusia dalam

masyarakat dan selalu rentan terhadap perubahan. Struktur-struktur

kegiatan itu disebut institusional kekuasaan, yaitu keseluruhan struktur

hukum dan politik serta aturan-aturan sosial yang melanggengkan

suatu dominasi dan menjamin reproduksi kepatuhan.

Pihak-pihak di balik Raden Cakradara dan Raden Kudamerta sadar

bahwa kekuasaan yang dimiliki seorang raja khususnya kerajaan besar

seperti Majapahit adalah kekuasaan potensial, oleh karena itu mereka

memutuskan ingin menguasai dampar Kerajaan Majapahit. Majapahit

memiliki sumber-sumber kekuasaan seperti daerah kekuasaan yang

luas, kekayaan yang didapat dari upeti tiap-tiap daerah kekuasaan

yang yang banyak, bala tentara yang mumpuni dan persenjataan

lengkap yang siap digunakan untuk menaklukan daerah baru atau

untuk mempertahankan kedaulatan kerajaan. Kekuasaan raja

Majapahit juga merupakan kekuasaan eksplisit dan langsung, di mana

pengaruh dari kekuasaan itu jelas terlihat dan dapat dirasakan secara

langsung. Karena perkataan raja yang dipercaya jelamaan dewa adalah

hukum yang harus dipatuhi oleh seluruh rakyat Majapahit. Keyakinan

bahwa raja merupakan penjelmaan dewa jga menjadikan raja

Majapahit memiliki reverent power. Karena rakyat akan menjadikan

raja sebagai panutan simbol dari perilaku mereke.

Karena hal-hal inilah Panji Wiradapa melakukan berbagai macam

cara agar keponakannya, Raden Kudamerta, menjadi raja Majapahit.

Panji Wiradapa memaksa Raden Kudamerta menikahi Dyah Wiyat

agar kemungkinan Kudamerta menjadi raja semakin besar. Namun, di

Page 106: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

94

sisi lain, Panji Wiradapa juga menyadari bahwa Dyah Wiyat yang

seorang Sekar Kedaton tidak mungkin mewarisi tahta jika kakak laki-

lakinya, Sri Jayanegara masih hidup. Oleh karena itu, Panji Wiradapa

juga telah memiliki rencana dengan Ra Tanca dan Nyai Tanca untuk

melakukan makar. Langkah pertama makar tersebut adalah dengan

membunuh Sri Jayanegara oleh racun yang dibuat oleh ahli racun

terkemuka se-Majapahit, Ra Tanca. Setelah Sri Jayanegara wafat,

masih ada pihak yang harus disingkirkan Panji Wiradapa agar Dyah

Wiyat mendapatkan tahta. Ia juga harus menyingkirkan Sri Gitarja,

kakak perempuan Dyah Wiyat. Karena walaupun sama-sama

perempuan, Sri Gitarja lebih tua daripada Dyah Wiyat, jadi jika Sri

Jayanegara Wafat maka yang lebih berhak mendapatkan tahta adalah

Sri Gitarja. Untuk mencegah hal itu, Panji Wiradapa memasang

jebakan berupa fitnah-fitnah pembunuhan dilingkungan istana yang

mengarah kepada calon suami Sri Gitarja, Raden Cakradara. Bahkan

Panji Wiradapa membayar pembunuh bayaran yang merupakan

mantan anggota pasukan Bhayangkara untuk melukai keponakannya

sendiri, Raden Kudamerta, dengan tujuan untuk memfitnah Raden

Cakradara. Hal ini dilakukan Panji Wiradapa karena ia tahu sifat Sri

Gitarja yang terlalu baik hati. Jika Sri Gitarja tahu calon suaminya

adalah dalang pembunuhan-pembunuhan yang terjadi di istana, maka

Sri Gitarja akan menyerahkan haknya sebagai pewaris tahta kepada

adiknya, Dyah Wiyat, dengan sukarela. Jika Sri Gitarja menyerahkan

tahtanya kepada Dyah Wiyat, maka Dyah Wiyat pun akan dinobatkan

menjadi ratu Majapahit, dan suaminya Raden Kudamerta menjadi raja.

Jika Raden Kudamerta menjadi raja, maka ambisi Panji Wiradapa

menjadi Mahapatih juga akan terwujud.

Page 107: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

95

C. Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Pembelajaran Sastra

Indonesia di Sekolah

Sastra dalam pengajaran dapat membantu pengajaran kebahasaan

karena sastra dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Sastra

dapat membantu pendidikan secara utuh karena sastra dapat

meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta, rasa dan

karsa, menunjang pembentukan watak, mengembangkan kepribadian,

memperluas wawasan kehidupan, pengetahuan-pengetahuan lain dan

teknologi.

Jika kita mengacu pada solusi yang dikemukakan Jakob Sumardjo,

yaitu pengadaan buku-buku penuntun yaitu karya sastra serius di

sekolah, maka proses pembelajaran sastra di sekolah akan lebih

maksimal. Melalui karya sastra, kita diajak untuk melihat fenomena-

fenomena yang terjadi di dalam masyarakat dengan kacamata yang

berbeda, yaitu sastra. Sebuah karya sastra yang baik bukan hanya

dapat menghibur, tapi juga dapat membuka pikiran kita kan

kemungkinan-kemungkinan lain dalam menjalani hidup. Asahan emosi

dan logika bisa kita dapatkan melalui karya sastra khususnya novel.

Jika dikaitkan dengan novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara,

pendidik dapat memberikan alternatif pembelajaran yang diharapkan

dapat memotivasi peserta didik dalam mempelajari disiplin ilmu yang

lain. Selain peserta didik dapat lebih memahami dalam menganalisis

unsur intrinsik di dalam novel, peserta didik dapat lebih memahami

sejarah Nusantara khususnya pada masa Kerajaan Majapahit. Selain

itu, peserta didik diharapkan dapat terbantu dalam menganalisis lebih

lanjut pengaplikasian ilmu politik dalam suatu pemerintahan. Di mana

ketika suatu pemerintahan mengalami pergantian kekuasaan, maka

pada saat itulah kestabilan negara terusik. Dengan mempelajari hal ini,

diharapkan peserta didik memiliki bekal dalam menganalisis bahkan

berpartisipasi aktif dalam sistem politik di Indonesia. Sehingga

Page 108: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

96

diharapkan ke depannya, peserta didik akan menjadi pemimpin

Indonesia yang lebih baik di masa yang akan datang.

Page 109: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

97

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan analisis yang diuraikan pada bab sebelumnya, dapat

disimpulkan bahwa hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Unsur intrinsik dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara karya

Langit Kresna Hariadi ini terdiri dari: tema, yaitu perebutan

kekuasaan; alurnya merupakan alur campuran; perwatakan para tokoh;

latar dalam novel; sudut pandang yang digunakan dalam hal ini sudut

pandang orang ketiga; gaya bahasa yang digunakan pengarang seperti

penggunakan bahasa Jawa, pemakaian ulasan, dan gaya bertutur yang

lugas dan tegas namun sederhana.

2. Dalam penelitian ini, peneliti menguraikan tema novel tentang

perebutan kekuasaan. Tema perebutan kekuasaan menjadi tema utama

dalam novel ini, namun novel ini juga memiliki tema sampingan

seperti tema percintaan dan dendam. Perebutan kekuasaan terjadi

karena sistem monarki turun-temurun yang berlaku di kerajaan

Majapahit di mana garis keturunan laki-laki yang menggantikan raja

sebelumnya. Namun, setelah meninggalnya Sri Jayanegara, pewaris

tahta Majapahit dua Sekar Kedaton: Sri Gitarja dan Dyah Wiyat.

Namun, pemilihan pewaris tahta selanjutnya tidak hanya berkisar

apakah sang kakak, Sri Gitarja, yang lebih berhak mewarisi tahta

sesuai dengan sistem monarki, namun tidak memiliki aura pemimpin,

atau sang adik, Dyah Wiyat, yang mewarisi sifat-sifat Raden Wijaya.

Tapi juga masalah latar belakang calon suami mereka dan orang-orang

di belakang calon suami mereka. Yang kemudian diketahui bahwa

paman dari Raden Kudamerta, Panji Wiradapa, yang paling

berambisius menjadikan Raden Kudamerta, suami Dyah Wiyat,

Page 110: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

98

sebagai raja. Ia melakukan penculikan, pembunuhan, dan bekerja

sama dengan Ra Tanca dan Nyai Tanca untuk merencanakan makar.

Hal ini dilakukan paman Raden Kudamerta karena posisi raja

memiliki kekuasaan potensial.

3. Penelitian ini dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di sekolah, dalam aspek membaca. Dalam

pembelajaran sastra ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik

ialah menganalisis teks novel baik secara lisan maupun tulisan,

dengan menjelaskan unsur-unsur intrinsik dalam novel serta

menemukan tema dalam novel tersebut. Setelah dapat menemukan

tema, peserta didik diharap dapat memahami tema tersebut dan

mengaplikasikannya dalam terapan ilmu disiplin yang lain. Sehingga

pelaksanaan pembelajaran peserta didik dapat lebih bervariatif dan

menyenangkan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti dapat memberi beberapa

saran yang diharapakan dapat menjadi salah satu upaya konsrtuktif dalam

mengembangkan konsep pendidikan di Indonesia.

1. Dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara, pengarang ingin

menceritakan kepada kita peristiwa sejarah pada masa Kerajaan

Majapahit. Pada era globalisasi sekarang ini, para peserta didik sudah

melupakan dan tidak memedulikan peristiwa sejarah bangsanya

sendiri. Padahal banyak yang bisa dipelajari dari peristiwa lampau dan

dapat dijadikan acuan penerapan kebijakan di era kekinian.

2. Pengarang juga ingin menyampaikan peristiwa perebutan kekuasaan

yang telah terjadi sejak masa lampau. Bagaimana konflik-konflik itu

terjadi, dan bagaimana cara mengatasinya. Hal ini dapat dijadikan

pembelajaran bagi peserta didik sebagai calon penerus bangsa di masa

yang akan datang, bagaimana intrik-intrik politik mengenai

pemerintahan dan kekuasaan terjadi.

Page 111: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

99

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. Ilmu Sastra: Teori dan Terapan. : Angkasa Raya. .

Azhary. Ilmu Negara: Pembahasan Buku Prof. Mr. R. Kranenburg. Jakarta:

Ghalia Indonesia. 1986

Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia. 2008

Darma, Budi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa. 2004

Djojosuroto, Kinayati. Analisis Teks Sastra dan Pengajarannya, Yogyakarta:

Penerbit Pustaka. 2006

Gani, Soelistyani Ismali. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Handoyo. Analisis Struktural Novel Gajah Mada: Bergelut dalam Kemelut Tahta

dan Angkara dan Perang Bubat Karya Langit Kresna Hariadi. Skripsi

mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Yogyakarta. 2009.

Haryatmoko. Etika Politik dan Kekuasaan. Jakarta:Kompas, 2003

Hawthorn, Jeremy. Studying the Novel. Great Britain: Edward Arnold. 1985

Hutagalung, Jefry. Bentuk Pemerintahan Monarki/Kerajaan. Diakses dari

https://jefryhutagalung.wordpress.com/2009/05/04/bentuk-pemeritahan-

monarkikerajaan/

Kenney, William. How to Analyze Fiction. New York: Monarch Press. 1966

Mahayana, Maman S. Bermain dengan Cerpen. Jakarta: Gramedia. 2006

Martin, Roderick. Sosiologi Kekuasaan. Jakarta: Rajawali. 1990

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia. 2005

Natawidjaja, P. Suparman. Apresiasi Sastra dan Budaya. Jakarta: Intermasa. 1982

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press. 2005

Orloc. Kekuasaan. Jakarta: Erlangga. 1987

Rapar, J.H. Filsafat Politik: Plato, Aristoteles, Augustinus, Machiavelli. Jakarta:

Raya Grafindo Persada. 2001

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar. 2007

Page 112: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

100

Semi , M. Atar. Anatomi Sastra, ___: Angkasa Raya. . __

Siswanto, Wahyudi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Grasindo. 2008

Sitepu, P. Anthonius. Teori-teori Politiki. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2012

Sumardjo, Jakob. Sastra Populer dan Pengajaran Sastra dalam buku Budaya

Sastra, Jakarta: Rajawali. 1984

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, Jakarta: Gramedia.

1988

Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantar. cetakan ketujuh. Depok: UI-

Press. 1981

Stanton, Robert. Teori Fiksi Robert Stanton. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007

Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Politik. Jakarta: Rineke Cipta. 2010.

Teeuw, A. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya. 1984

Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan (Civic Education): Demokrasi,

Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Jakarta.

2003

Tuloli, Nani. Kajian Sastra. Gorontalo: BMT “Nurul Jannah” . 2000

Vredenbregt, Jacob. Pengantar Metodologi Untuk Ilmu-Ilmu Empiris. Jakarta:

Gramedia. 1985

Waluyo, Herman J.. Pengkajian Cerita Fiksi. cetakan kedua. Surakarta: Sebelas

Maret University Press. 1994

Widjojoko dan Endang Hidayat. Teori dan Sejarah Sastra Indonesia. Bandung:

UPI PRESS. 2006.

Windhu, I. Marsana. Kekuasaan dan Kekerasan menurut Johan Galtung.

Yogyakarta:Kanisius. 1992

Zubaida, Rizki Adistya. Analisis Tokoh dan Nilai Pendidikan dalam Novel Gajah

Mada Karya Langit Kresna Hariadi (Tinjauan Psikologi Sastra). Skripsi

mahasiswi Universitas Sebelas Maret. Yogyakarta. 2012.

Page 113: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

NIM

Jurusan/Prodi

Fakultas

Judul Skripsi

LEMBAR UJI REFERENSI

Adinda Putri Nursyarifah

109013000091

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

"Refleksi Tema Perebutan Kekuasaan dalam Novel Gajah

Mada: Tahta dan Angkara Karya Langit Kresna Hariadi

dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra Indonesia

di SMA"

NO REFERENSIPARAF

PEMBIMBING

1 Ratnq Nyoman Kutha. Teori, Metode, dnn Telvtik

P enelitian Sas,trq. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

2007

2 Soekanto, Soerjono. Sosiologi: Suatu Pengantm.

cetakan ketujuh. Depok: UI-Press. 1981

J Vredenbregt, Jacob. Pengantar Metodologi Untuk

Ilmu-Ilmu Empiris. Jakarta: Gramedia 1985

4 Siswanto, Wahyudi. Pengontm Teori Sastra. Jakarta:

Grasindo.2008

5 Waluyo, Herman 1.. Pengkajian Cerita Fiksi. cetakan

kedua. Surakarta: Sebelas Maret University

Press. 1994

Page 114: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

6 Atmazaki. Ilmu Sostra: Teori dan Terapan. _

Angkasa Raya

7 Widjojoko dan Endang Hidayat. Teori don Sejarah

Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS. 2006.

8 Tuloli, Nani. Kajian Sastro. Gorontalo: BMT 'Tlurul

Jannah" .2000

9 Nurgiyantoro, Burhan. Teori Penglmjian Fil$i.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

2005

10 Mahayana, Maman S. Bermain dengan Cerpen.

Jakarta: Gramedia 2006

11 Teeuw, A. Sustra don llmu Sostra. Jakwta: Pustaka

Jaya 1984

t2 Natawidjaja, P. Suparmat. Apresiasi Sastra danBudaya- Jakarta: Intermasa. 1982

13 Darma, Budi. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat

Batrasa.2004

r4 Stanton, Robert. Teori Fil$i Robert Stanton.

Yogyakarta: Pustaka P elalar. 2007

15

t6 Minderop, Albertine. Metode Karakteri s as i Tel aahFiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2005

t7 Kenney, William. How to Anolyze Fiction. New York:

Monarch Press. 1966

Semi . M. Atar. Anatomi Sastra,_: Angkasa Raya. . _

Page 115: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

18 Hawthorn, Jeremy. Studying the Novel. Great Britain:

Edward Arnold. 1985

l9 Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi

Kesus astraan, Jakartz: Gramedia. I 98 8

20 Tim ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewargaan (Civic

Education): Demoltqsi, Hak Asasi Manusia,

dan Masyarakat Mqdani. Jakarta: ICCE UIN

Jakarta.2003

2t Rapar, J.H. Filsafat Politik: Plqto, Aristoteles,Augustinus, Machiavelli. Jakarta: RayaGrafindo Persada. 2001

22 Azhary. Ilmu Negara: Pembahasan Bulru Prof, Mr. R.

Kranenbarg. Jakarta: Ghalia Indonesia. I 986

Z) Gani, Soelistyani Ismali. Pengantar llmu Politik.

J akarta: Ghalia Indonesia.

t/

24 Hutagalung, Jefry. Bentuk P emerintahan

Mo nar ki/ Ke r aj aan. Diakses dari

25 Orloc. Kekuasaan Jakarta: Erlangga. 1987

26 Martin, Roderick. Sosiologi Kekuasaan Jakarta:Rajawali. 1990

27 Haryahnoko. Etiltn Politik dan Kekuasaan.

Jakarta:Kompas, 2003

28 Windhu" I. Marsana. Kekuasaan dan Kekerasan

menurut Johan Galtung. Yogyakarta:Kanisius.

1992

u

Page 116: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

29 Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar llmu Politik. Jakarta:

Gramedia.2008

30 Sitepu, P. Anthonius. Teori-teori Politiki. Yogyakarta:

Graha l1mu.20l2

/

31 Syafiie, Inu Kencana. Ilmu Politik. Jakarta: Rineke

Cipta.2010.

32 Sumardjo, Jakob. Sastra Populer dan Pengajaran

Sastra dalam bttkt Budaya Sastra, Jakarta:

Rajawali. 1984

(-/

JJ Djojosuroto, Kinayati. Analisis Telcs Sastra dnn

P e n g aj ar anny a, Y o gy akarta: Penerbit Pustaka. 2 0 0 6

34 Handoyo. Analisis Struhural Novel Gajah Madq:

Bergelut dalam Kemelut Tahta dan Angkara

dan Perang Bubat Karya Langit Kyesna

Hariadi. Skripsi mahasiswa Universitas

Sebelas Maret. Yogyakarta. 2A09,

35 ZttbudU Rizki Adistya. Analisis Tolah dan Nilai

Pendidikan dalam Novel Gajah Mada Karya

Langit Kresna Hariadi (Iinjauan Psikologi

Sastra). Skripsi mahasiswi Universitas Sebelas

Maret. Yogyakarta . 2012.

I

Page 117: ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/31162/1/Adinda Putri Nursyahrifah...analisis tema perebutan kekuasaan dalam novel

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

ADINDA PUTRI NURSYARIFAH, atau biasa dipanggil

Dinda. Dia adalah anak ketiga dari tiga bersaudara, lahir di

Tangerang, 19 November 1991 dari pasangan (alm) Bapak R.

H. Moch Sjah Marzuki dan Ibu Hj. Nurwati S.Pd. kakaknya

yang tertua bernama R. Wahyu Fabriansjah Marzuki dan

kakak kedua bernama R. Ilham Zul Helmisjah Marzuki. Dia

menuntaskan pendidikan dasarnya di MI Madrasah

Pembangunan UIN Jakarta. Lalu melanjutkan sekolahnya di

SMP Negeri 87 Jakarta. Kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 87 Jakarta.

Setelah itu melanjutkan jenjang pendidikan S1 di salah satu perguruan tinggi

ternama di Indonesia yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan

2009.

Perempuan yang mempunyai minat menekuni makeup artis ini, memiliki

tujuan hidup “mengejar ridho Illahi”. Tapi jangan menyamakan tujuan hidupnya

dengan kata-kata yang ada di belakang truk. Dalam hidup ini jika kita hanya

melakukan doa, usaha, dan lain-lain tapi tidak mengharap keridhoan Allah, maka

semua itu sia-sia. Pengalaman Organisasi: Sekretaris MPK SMAN 87 Jakarta

tahun 2006-2007, Sekretaris OSIS SMAN 87 Jakarta tahun 2007-2008, ketua

ekskul tari Glipang SMAN 87 Jakarta tahun 2007-2008, staff akademik LBB

ORBIT 2012-2014. Aktif dalam proyek pertunjukan teater, “parade teater IX”

dengan judul Centeng, tahun 2013, sebagai sutradara dan penulis naskah, dan

sekarang aktif sebagai guru Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP PGRI 1 Ciputat.