219
ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2012 SKRIPSI OLEH : GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO NIM : 105101003230 PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H/2013 M

ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

  • Upload
    voque

  • View
    225

  • Download
    9

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN

PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL

DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2012

SKRIPSI

OLEH :

GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO

NIM : 105101003230

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

Page 2: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI BERDASARKAN ASPEK PEKERJAAN

PADA PEKERJA LAUNDRY SEKTOR USAHA INFORMAL

DI KECAMATAN CIPUTAT TIMUR KOTA TANGERANG SELATAN

TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun Oleh :

GIRI CARAKAN ROJO ANGKOSO

NIM : 105101003230

PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1434 H/2013 M

Page 3: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

i

Page 4: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

ii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

Skripsi, Juni 2012

Giri Carakan Rojo Angkoso, NIM : 105101003230

Analisis Tingkat Risiko Ergonomi Berdasarkan Aspek Pekerjaan Pada Pekerja

Laundry Sektor Usaha Informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012

xvii + 204 halaman, 37 tabel, 43 gambar

ABSTRAK

Gerakan tubuh yang berlebihan (overexertion), gerakan yang berulang – ulang

(repetitive motions) dan postur janggal pada pekerjaan laundry memiliki risiko yang

dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

mempengaruhi produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan

pekerjaannya.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan alat

penilaian observasi postur Rapid Entire Body Assessment (REBA) untuk mengetahui

tingkat risiko ergonomi melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang

punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman

tangan dan aktifitas pada pekerja laundry sektor informal. Penelitian ini dilaksanakan

di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan pada bulan Mei – Juni

2012.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengemasan dengan posisi berdiri

dalam kategori risiko menengah. Sedangkan, pada proses pengeringan dan

penyetrikaan dalam kategori risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi

duduk dalam kategori risiko rendah. Saran untuk penelitian ini adalah alat timbangan

diletakkan diatas meja, dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan

pekerja saat dilakukan penimbangan, mesin pengering pakaian yang digunakan

diberikan dudukan pada kaki mesin, menggunakan wadah pakaian yang memiliki

desain pegangan yang baik, mendesain tempat duduk yang dapat disesuaikan dengan

ketinggian meja setrika dan antropometri pekerja.

Daftar Bacaan : 30 (1989 – 2010)

Page 5: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

iii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

COMMUNITY HEALTH STUDY

SAFETY AND HEALTH

Thesis, June 2012

Giri Carakan Angkoso Rojo, NIM: 105101003230

Ergonomics Risk Level Analysis Based on Aspect Work In Laundry Workers in

the Informal Sector in Ciputat Timur District, South Tangerang City in 2012

xvii + 204 pages, 37 tables, 43 pictures

ABSTRACT

Excessive body movement (overexertion), repetitive movements and awkward

posture at work laundry has risks that can lead to musculoskeletal disorders in

workers. This can affect the productivity, efficiency and effectiveness of workers in

completing the work.

This research is a qualitative study using observation assessment tool posture

Rapid Entire Body Assessment (REBA) to determine the level of ergonomic risk

assessment through awkward posture (neck, spine, leg, upper arm, forearm, wrist),

weight, hand grip and activities in the informal sector laundry workers. This research

was conducted in Ciputat Timur District, South Tangerang City in May-June 2012.

The results of this study indicate that the level of risk in the process of

weighing, washing and packing in a standing position, in the medium risk category.

Meanwhile, the process of drying and ironing in the high risk category. In the

packaging process in a sitting position in the low risk category. Suggestions for this

study is a tool weight placed on the table where the high table should be adjustable in

height and outreach workers currently weighing is done, clothes dryers were used

given the stand on the feet, use a container that has a design clothes a good grip,

designed seat that can be adjusted the height of the ironing board and anthropometry

workers.

References: 30 (1989 - 2010)

Page 6: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

iv

Page 7: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

v

Page 8: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Data Pribadi

Nama : Giri Carakan Rojo Angkoso

TTL : Tangerang, 08 Oktober 1987

Alamat : Jl. H. Jaung No. 06 RT. 04/01 Kelurahan Jurumudi

Kecamatan Benda Kota Tangerang Banten 15124

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Telepon / HP : (021) 5415495 / 085691344921

Email : [email protected]

B. Riwayat Pendidikan

1993 – 1999 : SD Negeri Pegadungan 01 Pagi

1999 – 2002 : SMP Negeri 45 Jakarta

2003 – 2005 : SMA Negeri 84 Jakarta

2005 – 2012 : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jurusan Kesehatan Masyarakat

Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Page 9: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Segala Puji bagi Allah SWT yang telah memberikan begitu

banyak nikmat, hidayah dan kesempatan kepada saya sehingga saya masih diberikan

amanah untuk dapat menyelesaikan studi ini. Shalawat serta salam, saya haturkan

kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua bisa bertemu dengan

Beliau di JannahNya. Amin.

Saya bersyukur kepada Allah SWT atas semua kemudahan-kemudahan,

pertolongan dan kekuatan sampai hari ini. Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada kedua orang tua saya tercinta (Bapak Tukiman dan Ibu Asiyah) atas

doa, semangat, dukungan, kesabaran yang tiada pernah putus kepada saya sehingga

saya akhirnya bisa menyelesaikan studi ini selama 7 tahun. Selanjutnya kepada adik

saya, Fitrah All Burman, SE yang selalu memberikan doa dan semangat kepada saya.

Bidadari kecil saya “My Little Mujahidah” Anniza Hazzanova Corie yang

memotivasi saya untuk menjadi ayah yang baik.

Selama proses pengerjaan skripsi ini, saya berterima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu saya karena saya tidak mampu berjuang sendiri tanpa

motivasi dari semua pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa syukur yang

terdalam, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Page 10: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

viii

1. Ibu Ir. Febrianti M.Si, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat

FKIK UINSH Jakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk bisa menyelesaikan studi ini.

2. Ibu Riastuti Kusumawardani, MKM, selaku Pembimbing Skripsi I, yang telah

memberikan ilmu, kesempatan dan kesabaran untuk membimbing saya

sehingga saya bisa menyelesaikan studi ini.

3. Ibu Minsarnawati, M.Kes, selaku Pembimbing Skripsi II, yang telah banyak

memotivasi, membimbing dan meluangkan waktu, pikiran dan kesabaran serta

doanya kepada saya sehingga saya dapat menyelesaikan studi ini.

4. Ibu Raihana N. Alkaff, M.MA, Ibu Yuli Amran, MKM, dan Ibu Dewi Utami

Iriani, PhD selaku Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan saran dan

masukan dalam penyempurnaan skripsi saya.

5. Seluruh dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat mulai dari tahun 2005

hingga kini, (Pak Baequni, Bu Narila Mutia, Bu Hoirun Nisa, Bu Fajar

Ariyanti, Bu Febrianti, Bu Catur Rosidati, Bu Iting Shofwati, Bu Ella, Pak

Farid Hamzens, Pak Yuli Prapanca Satar), yang telah membantu saya

menggali khazanah ilmu kesehatan masyarakat di FKIK UINSH Jakarta.

Semoga saya dapat mengamalkan ilmu untuk kemaslahatan umat.

6. Pak Ahmad Gozali yang banyak membantu saya dalam administrasi kuliah.

7. Seluruh teman-teman yang banyak membantu saya selama studi di FKIK

mulai dari angkatan 2004 hingga 2010 yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu, yang telah memotivasi, mendukung dan mendoakan saya untuk

menjadi insan yang lebih baik.

Page 11: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

ix

8. Segenap keluarga besar Komda FKIK, KADAFI FKIK, LDK Syahid, BEMJ

Kesmas, BEM FKIK, DPMU, ISMKMI, dll. Terima Kasih atas Idealismenya.

9. Saudaraku yang senantiasa saling mengingatkan dalam kebaikan dan

kesabaran. Sang Murobbi Ka Hafidz, Salman, Syahru, Indra, Musoffa,

Furqon, Terima kasih atas ukhuwahnya.

10. Sahabat-sahabatku yang senantiasa membantu selama proses skripsi, Nurul,

Hari, Retno, Eka, Endah, Jeje, Jalil, Arif, dll. Terima kasih atas semangatnya.

11. Untuk Sahabatku Ka Umar Al Faruq dan Latifah Hariri (Ka Ipun) dan adik-

adik mujahidah di Alqur’an Center Ummu Habibah. Terima kasih atas doa

dan tilawahnya selama saya disana.

12. Serta semua pihak yang mungkin belum saya sebutkan dan tidak dapat saya

sebutkan satu persatu. Terima kasih atas doanya.

13. Semoga Allah SWT mempertemukan kita semua di dalam naungan Ridho dan

JannahNya. Amin.

Saya menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih sangat jauh dari

sempurna. Dengan segala kekurangan yang ada pada skripsi ini, saya dengan senang

hati menanti saran, kritik dan rekomendasi yang membangun dari Bapak, Ibu dan

rekan-rekan serta pembaca untuk memperbaiki dan melengkapi skripsi ini agar

skripsi ini bisa memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kehidupan ini.

Jakarta, Januari 2013

Hormat Saya,

Giri Carakan Rojo Angkoso

Page 12: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

x

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................ i

ABSTRAK ....................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ....................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii

DAFTAR ISI .................................................................................................... x

DAFTAR TABEL............................................................................................ xiv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

1.1.Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2.Rumusan Masalah ........................................................................... 6

1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................... 6

1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................. 7

1.4.1.Tujuan Umum........................................................................ 7

1.4.2.Tujuan Khusus ....................................................................... 7

1.5.Manfaat Penelitian ........................................................................... 8

1.5.1. Bagi Peneliti ......................................................................... 8

1.5.2. Bagi Tempat Penelitian ........................................................ 9

1.5.3. Bagi Institusi......................................................................... 9

1.6.Ruang Lingkup Penelitian ............................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11

2.1. Ergonomi ........................................................................................ 11

2.1.1. Definisi Ergonomi ................................................................ 11

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi .................................................... 14

2.1.3. Tujuan Ergonomi .................................................................. 18

2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi ............................ 19

Page 13: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xi

2.2. Faktor – Faktor Risiko Ergonomi ................................................... 22

2.2.1 Berdasarkan Pekerjaan .......................................................... 22

2.2.1.1. Postur ....................................................................... 22

2.2.1.2. Frekuensi .................................................................. 34

2.2.1.3. Durasi ....................................................................... 35

2.2.1.4. Beban ....................................................................... 35

2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan ........................... 36

2.2.2. Faktor Lingkungan ................................................................ 37

2.2.2.1. Getaran ..................................................................... 37

2.2.2.2. Mikroklimat ............................................................. 37

2.2.3. Faktor Perorangan ................................................................. 38

2.2.3.1. Umur ........................................................................ 38

2.2.3.2. Jenis Kelamin ........................................................... 39

2.2.3.3. Kebiasaan Merokok ................................................. 39

2.2.3.4. Kesegaran Jasmani ................................................... 40

2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs) ............................................... 40

2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap

Bagian Tubuh ......................................................................... 41

2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi ...................................................... 45

2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi ............................................... 48

2.5.1. Rapid Upper Limb Assessment (RULA) ............................. 48

2.5.2. The Ovako Working Analysis System (OWAS) .................. 50

2.5.3. Ergonomic Assessment Survey (EASY) .............................. 52

2.5.4. Base Risk Identification of Ergonomic Factor (BRIEF) ...... 52

2.5.5. Rapid Entire Body Assessment (REBA) .............................. 53

2.5.6 Alasan Pemilihan Metode REBA ......................................... 67

2.6. Kerangka Teori ............................................................................... 69

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ........ 71

3.1. Kerangka Konsep ........................................................................... 71

3.2. Definisi Operasional ....................................................................... 73

Page 14: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xii

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...................................................... 76

4.1. Jenis Penelitian ............................................................................... 76

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 76

4.3. Objek Penelitian ............................................................................. 76

4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data ............................................... 77

4.4.1. Pengumpulan Data ............................................................... 77

4.4.2. Alat Pengumpulan Data........................................................ 78

4.4.3. Pengolahan Data ................................................................... 78

4.4.4. Analisis Data ........................................................................ 84

BAB V HASIL ................................................................................................. 86

5.1. Karakteristik Lingkungan Kerja ..................................................... 86

5.2. Gambaran Proses Kerja .................................................................. 87

5.2.1.Penimbangan ......................................................................... 87

5.2.2.Pencucian dan Pemerasan ..................................................... 87

5.2.3.Pengeringan ........................................................................... 88

5.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................ 88

5.2.5.Pengemasan ........................................................................... 89

5.3. Gambaran Postur Tubuh Pekerja Laundry .................................... 89

5.3.1. Penimbangan ........................................................................ 90

5.3.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 92

5.3.3. Pengeringan .......................................................................... 96

5.3.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 100

5.3.5. Pengemasan .......................................................................... 104

5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja

Laundry ......................................................................................... 106

5.5. Analisis REBA Terhadap Keseluruhan Tubuh Yang Digunakan

Pekerja ........................................................................................... 111

5.5.1. Penimbangan ........................................................................ 111

5.5.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 115

5.5.3. Pengeringan .......................................................................... 122

Page 15: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xiii

5.5.4. Setrika dan Pelipatan ............................................................ 130

5.5.5. Pengemasan .......................................................................... 137

BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 142

6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................. 142

6.2. Pembahasan Langkah Kerja ........................................................... 142

6.2.1.Penimbangan ........................................................................ 142

6.2.2. Pencucian dan Pemerasan .................................................... 149

6.2.3.Pengeringan ........................................................................... 161

6.2.4.Setrika dan Pelipatan ............................................................. 173

6.2.5.Pengemasan ........................................................................... 185

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 191

7.1. Simpulan ......................................................................................... 191

7.2. Saran ............................................................................................... 192

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 194

Page 16: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 63

Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 64

Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 65

Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A ................................................................. 80

Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B ................................................................. 82

Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C ................................................................. 83

Tabel 5.1. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan .............................................................................. 106

Tabel 5.2. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 111

Tabel 5.3. Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 113

Tabel 5.4. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam

Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 115

Tabel 5.5. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 117

Tabel 5.6. Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ........... 119

Tabel 5.7. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 120

Page 17: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xv

Tabel 5.8. Analisis REBA Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan .............................................................................. 123

Tabel 5.9. Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ............................................. 125

Tabel 5.10. Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 126

Tabel 5.11. Analisis REBA Pada Proses Penjemuran Pakaian di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan ................................................................................................ 128

Tabel 5.12. Analisis REBA Pada Proses Setrika Dan Pelipatan Dengan Posisi

Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan ................................................................................................ 130

Tabel 5.13. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran

Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 133

Tabel 5.14. Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran

Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 135

Tabel 5.15. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Berdiri

di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan ..................................................................... 137

Tabel 5.16. Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk

Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan .......................................................... 140

Page 18: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya 15

Gambar 2.2. Konsep Dasar Dalam Ergonomi .................................................... 20

Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan ....................................... 25

Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press ............................................ 25

Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi Radial (b)

Pada Pergelangan Tangan.............................................................. 25

Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b) Pada Pergelangan

Tangan ........................................................................................... 26

Gambar 2.7. Postur Power Grip ........................................................................ 26

Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan Bawah Rotasi

(a) dan Siku Ekstensi Penuh (b) ................................................... 27

Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat Sebesar ≥ 45° (a)

dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b) .......................................... 28

Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk ≥ 20° ....................................................... 28

Gambar 2.11. Posisi Leher Miring ....................................................................... 29

Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah Belakang/Mendongak ke Atas ............... 30

Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping................................................ 30

Gambar 2.14. Gerakan Punggung Membungkuk ≥ 20° ke Depan ....................... 31

Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping ...................................................... 32

Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping ........................................... 32

Gambar 2.17. Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri

dengan Bertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c) ..... 33

Page 19: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xvii

Gambar 2.18. Postur Leher................................................................................... 58

Gambar 2.19. Postur Punggung ............................................................................ 60

Gambar 2.20. Postur Kaki .................................................................................... 60

Gambar 2.21. Postur Lengan Bagian Atas ........................................................... 61

Gambar 2.22. Postur Lengan Bagian Bawah ....................................................... 62

Gambar 2.23. Postur Pergelangan Tangan ........................................................... 62

Gambar 2.24. Skor REBA .................................................................................... 66

Gambar 2.25. REBA Decision ............................................................................. 66

Gambar 2.26. Kerangka Teori .............................................................................. 70

Gambar 3.1. Kerangka Konsep .......................................................................... 72

Gambar 4.1. Skor REBA ................................................................................... 80

Gambar 5.1. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan

Menggunakan Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 90

Gambar 5.2. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan

Menggunakan Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 91

Gambar 5.3. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 92

Gambar 5.4. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian

Dari Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 93

Gambar 5.5. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan ......................................................................... 94

Gambar 5.6. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 95

Page 20: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

xviii

Gambar 5.7. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengangkat Wadah

Pakaian Untuk Dibawa ke Mesin Pengering di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan ......................................................................... 96

Gambar 5.8. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 97

Gambar 5.9. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian

Dari Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ...................... 98

Gambar 5.10. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan ................................................................ 99

Gambar 5.11. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa

Kursi di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan ..................................................... 100

Gambar 5.12. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi

Dengan Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 102

Gambar 5.13. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan

Dengan Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi

Tanpa Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ....... 103

Gambar 5.14. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

Posisi Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 104

Gambar 5.15. Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan

Posisi Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan ......................................... 105

Page 21: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Industrialisasi menuntut dukungan penggunaan teknologi maju dan

canggih, yang di satu pihak akan memberi kemudahan dalam proses produksi

dan meningkatkan produktivitas. Di lain pihak cenderung meningkatkan risiko

kecelakaan dan penyakit yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Selain itu,

di tempat kerja terdapat banyak potensi bahaya, yaitu bahaya fisik, kimia,

biologi, ergonomi dan psikososial yang berdampak pada kesehatan pekerja

(Kurniawati, 2009).

Bahaya tersebut merupakan hasil interaksi antar elemen-elemen yang

terlibat yaitu pekerja, alat/mesin yang digunakan dalam melakukan pekerjaan

maupun lingkungan kerja. Interaksi antara ketiga elemen ini menghasilkan

dampak langsung maupun tidak langsung terhadap pekerja yang meliputi bahaya

terhadap keselamatan kerja maupun kesehatan kerja. Salah satu masalah

kesehatan kerja yang jarang diperhatikan adalah masalah ergonomi.

Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap desain

objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia (Pheasant, 1991). Sistem

kerja yang tidak ergonomi seringkali kurang mendapat perhatian atau dianggap

Page 22: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

2

sepele. Sebagai contoh adalah pada cara, sikap dan posisi kerja yang tidak benar,

fasilitas kerja yang tidak sesuai, dan faktor lingkungan kerja yang kurang

mendukung. Hal ini secara sadar maupun tidak akan berpengaruh terhadap

produktifitas, efisiensi dan efektifitas pekerja dalam menyelesaikan pekerjaannya

(Budiono, 2003).

Penerapan ergonomi yang kurang diperhatikan dapat menyebabkan

timbulnya masalah-masalah yang ergonomi. Salah satu gejala umum yang timbul

akibat kerja adalah gangguan musculoskeletal. Gangguan musculoskeletal adalah

keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai

dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban

statis secara berulang-ulang dan dalam waktu yang lama, akan dapat

menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon.

Keluhan hingga kerusakan inilah yang biasanya diistilahkan dengan gangguan

musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal

(Grandjean, 1993; Lemasters, 1996 dalam Tarwaka 2004).

Menurut Tarwaka (2004), studi tentang MSDs pada beberapa jenis industri

telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang

sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu,

lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.

Berdasarkan laporan the Bureau of Labur Statistics (LBS) tahun 1994,

terdapat sekitar 32 % (705.800 kasus) merupakan penyakit akibat kerja yang

Page 23: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

3

berasal dari pekerjaan berat (overexertion) dan pergerakan kerja yang berulang-

ulang (repetitive motion) dalam pekerjaan manual handling. (NIOSH, 1997).

Besarnya biaya kompensasi yang harus dikeluarkan oleh perusahaan secara pasti

belum dapat diketahui. Namun demikian, hasil estimasi yang dipublikasikan oleh

NIOSH menunjukkan bahwa biaya kompensasi untuk keluhan otot skeletal sudah

mencapai 13 milyar US dollar setiap tahun (Tarwaka, 2004).

Salah satu sektor industri yang memiliki potensi menimbulkan gangguan

musculoskeletal pada pekerja yaitu industri laundry. Perkembangan industri ini

meningkat pesat setiap tahunnya, khususnya di wilayah perkotaan. Industri ini

awalnya hanya dikelola oleh hotel, rumah sakit, dll. Namun seiring dengan

tingginya kebutuhan akan jasa laundry ini, maka industri ini mulai dikelola oleh

masyarakat umum khususnya sektor informal.

Menurut laporan data OHSAH (1999) selama tahun 1995 hingga 1999,

terdapat 577 kasus gangguan musculoskeletal pada pekerja di sektor industri jasa

laundry, dimana 491 kasus tersebut disebabkan gerakan tubuh yang berlebihan

(overexertion), gerakan yang berulang – ulang (repetitive motions) dan postur

janggal. Selain itu, biaya kompensasi untuk keluhan musculoskeletal tersebut

mencapai 3.666.260 dollar.

Hasil studi Departemen Kesehatan tentang profil masalah kesehatan di

Indonesia tahun 2005 menunjukkan bahwa sekitar 40,5 persen penyakit yang

diderita pekerja berhubungan dengan pekerjaannya, gangguan kesehatan yang

Page 24: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

4

dialami pekerja, menurut studi yang dilakukan terhadap 9.482 pekerja di 12

kabupaten/kota di Indonesia, umumnya berupa penyakit musculoskeletal (16%),

kardiovaskuler (8%), gangguan syaraf (6%), gangguan pernafasan (3%) dan

gangguan THT (1,5%) (Triawan, 2007). Selain itu, hasil Pusat Studi Kesehatan

dan Ergonomi ITB tahun 2006 – 2007 diperoleh data sebanyak 40%-80% pekerja

melaporkan keluhan pada bagian musculoskeletal sesudah bekerja (Yassierli,

2008).

Menurut Bird (2005), untuk mengatasi masalah gangguan musculoskeletal

(MSDs) dapat dilakukan dengan melakukan intervensi ergonomi secara proaktif

dan reaktif. Intervensi secara proaktif melibatkan penilaian ergonomi terhadap

stasiun kerja atau proses kerja dengan menilai lingkungan dan proses kerja untuk

mengidentifikasi faktor-faktor risiko ergonomi. Selain itu, intervensi secara

reaktif melibatkan penilaian dalam merespon keluhan pekerja (misalnya rasa

sakit dan kelelahan) atau bukti efisiensi kerja yang buruk (misalnya kerusakan

peralatan).

Tahun 1994, NOHSC menghasilkan National Code of Practice for the

Prevention of Occupational Overuse Syndrome untuk memberikan pedoman

praktis dalam mencegah risiko, mengidentifikasi, penilaian (assessment) dan

pengendalian risiko yang berasal dari pekerjaan yang dilakukan dilingkungan

kerja.

Page 25: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

5

Identifikasi risiko ergonomi yang meliputi analisis penyakit akibat kerja

dan dokumen kecelakaan, konsultasi dengan pekerja dan observasi langsung

terhadap pekerja, pekerjaan dan lingkungan kerja. Penilaian risiko ergonomi

meliputi penilaian terhadap lingkungan kerja dan desain kerja, postur kerja,

durasi dan frekuensi aktifitas kerja, tekanan yang diterima, organisasi kerja,

tingkat kemampuan dan pengalaman pekerja serta faktor individu (Lingard dan

Rowlinson, 2005).

Sumber gangguan musculoskeletal di sektor industri jasa laundry, dapat

disebabkan dari desain kerja, desain lingkungan kerja, peralatan kerja, mesin

maupun peralatan lainnya yang seringkali didesain tanpa mempertimbangkan

faktor ergonomi khususnya pada pekerja yang akan mengoperasikannya. Hal ini

dapat menimbulkan masalah seperti masalah ketinggian permukaan yang tidak

sesuai, postur kerja yang janggal. Beberapa problem tersebut dapat menyebabkan

masalah ergonomi seperti gangguan musculoskeletal. Pekerjaan laundry

umumnya meliputi mendorong, menarik, melipat, mengangkat dan membawa

material (manual handling) dapat menimbulkan efek pada kesehatan, baik untuk

jangka pendek maupun jangka panjang (OHSAH, 1999).

Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry

yang terdapat di wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh

pekerja laundry mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti

leher, punggung dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh

karena itu, perlu adanya upaya penilaian risiko ergonomi terhadap proses

Page 26: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

6

pekerjaan di industri jasa laundry khususnya di sektor usaha informal dengan

melihat aktifitas kerja yang dilakukan para pekerja.

Penilaian dilakukan berdasarkan aspek pekerjaan yang dinilai sebagai

parameter risiko ergonomi berdasarkan postur tubuh, tekanan beban yang

digunakan, jenis pergerakan atau aksi, pengulangan posisi tangan saat

bersentuhan dengan objek. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian tentang analisis tingkat risiko ergonomi berdasarkan

aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal di Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan tahun 2012.

1.2. Rumusan Masalah

Pekerjaan pada industri laundry memiliki risiko ergonomi yang dapat

berisiko terjadinya gangguan musculoskeletal yang terkait dengan postur tubuh

pekerja pada saat melakukan aktifitas kerjanya. (Laraswati, 2009). Berdasarkan

penelitian pendahuluan yang dilakukan pada 5 pekerja laundry yang terdapat di

wilayah Kecamatan Ciputat Timur, diketahui bahwa seluruh pekerja laundry

mengeluhkan sakit dan pegal-pegal pada bagian tubuh seperti leher, punggung

dan tangan pada saat bekerja maupun setelah bekerja. Oleh karena itu, sebagai

langkah pengendalian risiko gangguan musculoskeletal, maka dilakukan

penilaian terhadap risiko ergonomi khususnya pada pekerja laundry sektor

informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan menggunakan

metode REBA (Rapid Entire Body Assesment).

Page 27: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

7

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal di

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

2. Bagaimana skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki lengan

atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja laundry sektor

informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

3. Bagaimana skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas pada

pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012?

4. Bagaimana tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid Entire Body

Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal di Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012?

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek pekerjaan pada

pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran identifikasi proses kerja laundry sektor informal

di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

Page 28: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

8

2. Diketahuinya skor penilaian postur yang meliputi leher, punggung, kaki

lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan pada pekerja

laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan Tahun 2012.

3. Diketahuinya skor penilaian berat beban, coupling, dan nilai aktifitas

pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan Tahun 2012.

4. Diketahuinya tingkat risiko ergonomi berdasarkan penilaian Rapid

Entire Body Assement (REBA) pada pekerjaan laundry sektor informal

di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Peneliti

1. Dapat mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan di bidang

keselamatan dan kesehatan kerja, baik yang telah dipelajari di

perkuliahan dan pengalaman serta kemampuan khususnya dalam

mengenali faktor risiko ergonomi.

2. Dapat mengidentifikasi dan menganalisa tingkat risiko ergonomi

khususnya pada aspek pekerjaan dengan menggunakan metode Rapid

Entire Body Assessment (REBA) pada pekerja laundry sektor informal

di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan.

Page 29: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

9

1.5.2. Bagi Tempat Penelitian

1. Mengetahui informasi mengenai adanya dan besaran mengenai faktor

risiko ergonomi yang dialami pekerja laundry yang memiliki

kemungkinan adanya masalah risiko ergonomi pada pekerja akibat

pekerjaan.

2. Memberikan gambaran mengenai penilaian risiko khususnya risiko

ergonomi, sehingga pemilik usaha dapat melakukan tindakan

pengendalian dan pencegahan terkait risiko ergonomi dalam rangka

meningkatkan produktifitas kerja, efisiensi serta kenyamanan pekerja.

1.5.3. Bagi Institusi

Menjadi bahan referensi dalam pengembangan keilmuan bagi

program studi kesehatan masyarakat khususnya peminatan keselamatan

dan kesehatan kerja.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat risiko ergonomi

berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Tahun 2012. Penelitian ini dilaksanakan

oleh mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Juni

2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain

Page 30: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

10

studi kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota

Tangerang Selatan terkait dengan pekerjaannya dimana peneliti melakukan

pengamatan pada setiap pekerjaan yang dilakukan pekerja untuk melihat besaran

potensi risiko ergonomi dengan penilaian observasi postur menggunakan metode

Rapid Entire Body Assesment (REBA). Metode ini digunakan untuk

mendapatkan tingkat risiko ergonomi terkait postur janggal, beban, genggaman

dan aktifitas yang dibantu dengan kamera digital dan handycam, sehingga

didapatkan hasil tingkat risiko ergonomi dari masing-masing pekerjaan.

Page 31: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ergonomi

Istilah ergonomi diperkenalkan oleh W.B. Jastrzebowski tahun 1857,

dimana terminologi dari kata ergonomi berasal dari bahasa Yunani yaitu

“Ergon” yang artinya kerja dan “nomos” yang berarti peraturan / hukum. Secara

harfiah, ergonomi diartikan sebagai ilmu tentang kerja (Budiono, 2003). Studi

terhadap aspek pekerjaan dimulai sejak peralihan menuju abad 20 dimana

pengembangan terhadap pengukuran ini dikembangkan oleh Frank dan Lilian

Gilbreth serta Frederick Taylor. Dalam ruang lingkup yang luas, ergonomi

adalah sebuah studi multidisiplin mengenai hukum yang mengatur interaksi

antara manusia, mesin, dan lingkungan. Menurut International Ergonomics

Association (IEA), seorang ahli ergonomi berkontribusi dalam mendesain dan

mengevaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem untuk

menciptakan keserasian terhadap kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan

manusia (Rom, 2007).

2.1.1. Definisi Ergonomi

Definisi mengenai ergonomi telah banyak dijabarkan oleh peneliti

maupun lembaga. Oleh karena itu, untuk lebih memahami pengertian

Page 32: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

12

mengenai ergonomi, maka penulis akan menjelaskan berbagai macam

definisi ergonomi yang berasal dari dari beberapa literatur, antara lain :

a) Ergonomi adalah ilmu yang penerapannya berusaha untuk

menyerasikan pekerjaan dan lingkungan terhadap orang atau yang

setinggi-tingginya melalui pemanfaatan faktor manusia seoptimal-

optimalnya, hal ini meliputi penyerasian pekerjaan terhadap tenaga

kerja secara timbal balik untuk efisiensi dan kenyamanan kerja

(Suma’mur, 1989).

b) Ergonomi adalah studi ilmiah terapan mengenai manusia terhadap

desain objek, sistem, lingkungan untuk aplikasi kerja manusia

(Pheasant, 1991).

c) Ergonomi adalah ilmu pengetahuan untuk menganalisa efek dari

proses kerja, desain kerja, dan lingkungan kerja terhadap kinerja atau

performa dan kesehatan manusia (Bird, 2005).

d) Ergonomi adalah sudut pandang keilmuan, berpikir tentang manusia

dan bagaimana interaksinya dengan seluruh aspek di dalam

lingkungan, peralatan dan situasi kerja (Oborne, 1995).

e) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari mengenai interaksi antara

manusia dan objek yang mereka pergunakan serta lingkungan kerjanya

(Pulat, 1997).

f) Ergonomi adalah ilmu serta penerapannya yang berusahan

menyerasikan pekerja dan lingkungan terhadap orang atau sebaliknya

Page 33: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

13

dengan tujuan tercapainya produktifitas dan efisiensi yang setinggi-

tingginya melalui pemanfaatan manusia seoptimal mungkin (Budiono,

2003).

g) Ergonomi adalah ilmu yang mempelajari interaksi antara manusia

dengan mesin serta faktor – faktor yang mempengaruhi interaksi

tersebut (Bridger, 2003).

h) Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk

menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang

digunakan baik dalam beraktifitas maupun istirahat dengan

kemampuan dan keterbatasan manusia baik fisik maupun mental

sehingga kualitas hidup secara keseluruhan menjadi lebih baik

(Tarwaka, 2004).

i) Ergonomi adalah istilah yang digunakan sebagai dasar studi dan desain

hubungan antara manusia dan mesin untuk mencegah penyakit dan

cidera serta meningkatkan prestasi atau kinerja (ACGIH, 2007).

j) Ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi yang sejalan

dengan ilmu rekayasa yang bertujuan agar didapatkan penyesuaian

yang saling menguntungkan antara pekerja dengan pekerjaannya

secara optimal dengan tujuan agar bermanfaat untuk efisiensi dan

kesejahteraan (ILO, 1998).

Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

ergonomi adalah suatu konsep keilmuan dimana pusat kajiannya adalah

Page 34: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

14

manusia yang didasarkan pada keterbatasan terhadap kemampuan maupun

kapasitas manusia sehingga dibutuhkan penyerasian antara lingkungan

kerja dan pekerjaan, dengan manusia yang berinteraksi dengan elemen

tersebut sebagai upaya untuk mencegah cidera maupun gangguan,

meningkatkan produktifitas dan upaya efisiensi serta efektifitas pada aspek

manusia.

2.1.2. Ruang Lingkup Ergonomi

Ergonomi merupakan bidang antar cabang ilmu pengetahuan yang

melibatkan konsep-konsep yang terkait dengan biomekanik, rekayasa

faktor manusia, kinesiologi, keselamatan dan kedokteran (Bird, 2005).

Ergonomi merupakan perpaduan antara beberapa bidang ilmu, antara lain;

ilmu faal, anatomi dan kedokteran, psikologi faal, ilmu fisika dan teknik.

Ilmu faal dan anatomi memberikan gambaran bentuk tubuh manusia,

kemampuan tubuh/anggota gerak untuk mengangkat atau ketahanan

terhadap suatu gaya yang diterimanya, satuan ukuran besaran panjangnya

suatu anggota tubuh.

Psikologi faal memberikan gambaran terhadap fungsi otak dan

sistem persyarafan dalam kaitannya dengan tingkah laku, sementara

eksperimental mencoba memahami suatu cara bagaimana mengambil

sikap, memahami, mempelajari, mengingat serta mengendalikan proses

motorik. Sedangkan ilmu fisika dan teknik memberikan informasi yang

Page 35: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

15

sama untuk disain dan lingkungan dimana pekerja melakukan pekerjaannya

(Oborne, 1995).

Gambar 2.1.

Ruang Lingkup Ergonomi dan Keterkaitan dengan Ilmu Lainnya

Sumber : Budiono (2003)

Menurut International Ergonomist Association (IEA), dalam Rom

(2007), disipin keilmuan ergonomi terdiri dari 3 (tiga) bidang spesialisasi,

antara lain :

1. Physical Ergonomics

Physical ergonomics lebih menekankan pada anatomi manusia,

antropometri, fisiologi, dan karakteristrik biomekanik yang berkaitan

dengan aktifitas fisik. Bahasan yang terkait meliputi postur kerja,

material handling, pergerakan pekerjaan repetitif (berulang), gangguan

muskuloskeletal akibat kerja, layout kerja, keselamatan dan kesehatan

kerja.

Page 36: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

16

2. Cognitive ergonomics

Cognitive ergonomics lebih menekankan pada proses-proses mental

seperti persepsi, memori, alasan, dan respon motorik yang

berhubungan dengan manusia lain dan elemen-elemen lain di dalam

sistem. Bahasan yang terkait meliputi beban kerja, pengambilan

keputusan, kinerja kerja, interaksi manusia-komputer, reliabilitas,

stress kerja, dan training.

3. Organizational ergonomics

Organizational ergonomics lebih menekankan pada optimalisasi

sistem sosioteknikal, termasuk struktur organisasi, kebijakan dan

proses mereka.

Studi mengenai ergonomi fisik (physical ergonomics) disusun dalam

ke dalam tiga area bahasan utama :

1. Antropometri

Antropometri adalah ilmu pengetahuan mengenai pengukuran

dan ilmu terapan yang membentuk geometri fisika, keterangan massa,

dan kemampuan kekuatan dari tubuh manusia. Hal ini merupakan

informasi penting yang tersedia untuk mendesain furnitur, mesin,

peralatan dan pakaian.

Page 37: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

17

2. Fisiologi

Fisiologi kerja lebih menekankan pada respons tubuh terhadap

kebutuhan metabolism saat bekerja, Dengan mengukur aktifitas

kardiovaskuler, respirasi dan sistem otot saat bekerja, informasi ini

berguna untuk mencegah kelelahan pada beberapa bagian maupun

seluruh tubuh.

3. Biomekanik

Biomekanik mempertimbangkan penerapan mekanisme normal

dalam menganalisis sistem biologi. Aspek berbeda dari biomekanik

adalah menggunakan beberapa bagian yang berbeda dari penerapan

mekanika. Kebutuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan kinerja

pekerja dalam meminimalisir dampak gangguan muskuloskeletal yang

terjadi dalam disiplin ilmu terapan, biomekanika pekerjaan. Hal

tersebut merupakan penerapan pada bidang prinsip fisika dan konsep

teknikal dalam meneliti interaksi fisik pekerja dengan peralatan, mesin,

dan material. Dengan mengukur faktor tekanan kerja terhadap tubuh,

maka dihasilkan informasi mengenai nilai toleransi dari sistem

muskuloskeletal dan risiko kecelakaan.

Page 38: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

18

2.1.3. Tujuan Ergonomi

Menurut Tarwaka (2004), secara umum tujuan dari penerapan

ergonomi adalah :

1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya

pencegahan cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban

kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan dan kepuasan

kerja.

2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas

kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna

dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia

produktif maupun setelah tidak produkif.

3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu

aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem

kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas

hidup yang tinggi.

Selain itu, menurut Bird (2005), tujuan dari ergonomi terapan

adalah untuk mengurangi stressor pada tubuh manusia yang disebabkan

oleh tugas-tugas kerja dan atau lingkungan kerja untuk mencegah

masalah-masalah kesehatan dan meningkatkan efisiensi maupun

produktifitas kerja.

Page 39: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

19

Tujuan ergonomi menurut Budiono (2003), adalah bagaimana

mengatur kerja agar tenaga kerja dapat melakukan pekerjaannya dengan

rasa aman, selamat, efisien, efektif dan produktif, disamping juga rasa

nyaman serta terhindar dari bahaya yang mungkin timbul ditempat kerja.

2.1.4. Konsep Keseimbangan Dalam Ergonomi

Ergonomi merupakan suatu ilmu, seni dan teknologi yang berupaya

untuk menyerasikan alat, cara dan lingkungan kerja terhadap kemampuan,

kebolehan dan segala keterbatasan manusia, sehingga manusia dapat

berkarya secara optimal tanpa pengaruh buruk dari pekerjaannya. Dari

sudut pandang ergonomi, antara tuntutan tugas dengan kapasitas kerja

harus selalu dalam garis keseimbangan sehingga dicapai performa kerja

yang tinggi. Dalam kata lain, tuntutan tugas pekerjaan tidak boleh terlalu

rendah (underload) dan juga tidak boleh terlalu berlebihan (overload).

Karena keduanya, baik underload maupun overload akan menyebabkan

stress.

Konsep keseimbangan antara kapasitas kerja dengan tuntutan tugas

tersebut dapat diilustrasikan seperti gambar dibawah :

Page 40: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

20

Gambar 2.2.

Konsep Dasar Dalam Ergonomi

Sumber : Tarwaka (2004)

1. Kemampuan kerja

Kemampuan kerja seseorang sangat ditentukan oleh :

a) Personal capacity (karakteristik pribadi) : meliputi faktor usia,

jenis kelamin, antropometri, pendidikan, pengalaman, status

sosial, agama, dan kepercayaan, status kesehatan, kesegaran

tubuh.

b) Physiological capacity (kemampuan fisiologis) : meliputi

kemampuan dan daya tahan kardio-vaskuler, syaraf, otot, panca

indera.

Page 41: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

21

c) Psycological capacity (kemampuan psikologis) : berhubungan

dengan kemampuan mental, waktu reaksi, kemampuan adaptasi,

stabilitas emosi.

d) Biomechanical capacity (kemampuan bio-mekanik) berkaitan

dengan kemampuan dan daya tahan sendi dan persendian,

tendon, dan jalinan tulang.

2. Tuntutan Tugas

Tuntutan tugas pekerjaan / aktifitas tergantung pada :

a) Task and material characteristic (karakteristik tugas dan

material) : ditentukan oleh karakteristik peralatan dan mesin,

tipe, kecepatan dan irama kerja.

b) Organization characteristics ; berhubungan dengan jam kerja

dan jam istirahat, kerja malam, dan bergilir, cuti dan libur,

manajemen.

c) Environmental characteristic ; berkaitan dengan manusia teman

setugas, suhu dan kelembaban, bising dan getaran, penerangan,

sosio-budaya, tabu, norma, adat dan kebiasaan, bahan-bahan

pencemar.

Page 42: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

22

3. Performa

Performa atau tampilan seseorang sangat tergantung kepada

rasio dari besarnya tuntutan tugas dengan besarnya kemampuan yang

bersangkutan. Dengan demikian, apabila :

a) Bila rasio tuntutan tugas lebih besar daripada kemampuan

seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan terjadi penampilan

akhir berupa ketidaknyamanan, overstress, kelelahan,

kecelakaan, cedera, rasa sakit, penyakit dan tidak produktif.

b) Sebaliknya, bila tuntutan tugas lebih rendah daripada

kemampuan seseorang atau kapasitas kerjanya, maka akan

terjadi penampilan akhir berupa understress, kebosanan,

kejemuan, kelesuan, sakit dan tidak produktif.

c) Agar penampilan menjadi optimal maka perlu adanya

keseimbangan dinamis antara tuntutan tugas dengan kemampuan

yang dimiliki sehingga tercapai kondisi dan lingkungan yang

sehat, aman, nyaman dan produktif.

2.2. Faktor - Faktor Risiko Ergonomi

2.2.1. Berdasarkan Pekerjaan

2.2.1.1. Postur

Postur adalah pergerakan aktif dan merupakan hasil dari

banyak pergerakan tubuh , yang sebagian besar memiliki karakter

Page 43: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

23

yang saling menguatkan (Bridger, 2003). Postur adalah istilah lain

dari berbagai macam posisi anggota tubuh dalam beberapa aktifitas

(OHSCO, 2007).

Pembagian postur kerja dalam ergonomi didasarkan atas posisi

tubuh dan pergerakan. Berdasarkan posisi tubuh, postur kerja dalam

ergonomi terdiri dari :

1. Posisi netral (Neutral posture), yaitu postur dimana seluruh

anggota tubuh berada pada posisi yang wajar dan kontraksi pada

otot tidak berlebihan sehingga anggota tubuh, jaringan syaraf

lunak dan tulang tidak mengalami pergeseran, pembebanan dan

kontraksi yang berlebihan.

2. Postur Janggal (awkward posture) yaitu postur dimana posisi

tubuh (lutut, sendi dan punggung) secara signifikan menyimpang

dari posisi netral pada saat melakukan aktifitas yang disebabkan

oleh keterbatasan tubuh manusia dalam menghadapi beban

dalam waktu yang lama. Selain itu, postur janggal membutuhkan

energi yang lebih besar, oleh karena itu, semakin banyak energi

yang dibutuhkan untuk mempertahankan kondisi janggal

tersebut, sehingga dampak pada kerusakan otot rangka semakin

besar (Bridger, 1995).

Hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan risiko terhadap

postur janggal antara lain :

Page 44: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

24

1. Persendian yang bergerak melebihi posisi netral.

2. Otot berkontraksi pada level tekanan tinggi.

3. Banyaknya gerakan postur tersebut.

4. Lamanya waktu terhadap postur janggal (OHSCO, 2007).

Berikut ini adalah yang termasuk postur berisiko dalam bekerja

berdasarkan BRIEF Survey dari Humantech Inc. (1995) :

1) Postur tangan dan pergelangan tangan

Postur normal atau netral pada tangan dan pergelangan

tangan dalam melakukan proses kerja adalah dengan posisi

sumbu lengan terletak satu garis lurus dengan jari tengah.

Apabila sumbu tangan tidak lurus tetapi mengarah ke berbagai

posisi, maka dapat dikatakan posisi tersebut janggal atau tidak

netral.

Beberapa contoh posisi tangan yang berisiko adalah:

a) Pinch grip, posisi menggenggam menggunakan jari-jari

tangan dengan penekanan yang kuat pada jari-jari tangan

ketika melakukan posisi ini. Posisi ini dilakukan pekerja

seperti menjepit benda-benda seperti jarum, kertas, obeng

dan sebagainya.

Page 45: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

25

Gambar 2.3. Postur Pinch Grip Pada Jari-jari Tangan Sumber: Humantech, 1995

b) Finger press, posisi jari-jari tangan menekan benda/obyek.

Gambar 2.4. Postur Janggal Tangan, Finger Press Sumber: Humantech, 1995

c) Deviasi ulnar dan radial. deviasi ulnar yaitu posisi tangan

yang miring menjauhi ibu jari dan deviasi radial adalah

posisi tangan yang miring mendekati ibu jari.

(a) (b)

Gambar 2.5. Posisi Deviasi Ulnar (a) dan Posisi Deviasi

Radial (b) Pada Pergelangan Tangan

Sumber: Humantech, 1995

Page 46: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

26

d) Fleksi dan Ekstensi, fleksi yaitu posisi pergelangan tangan

yang menekuk kearah dalam dan membentuk sudut ≥ 45°.

Sedangkan ekstensi berlawanan dari fleksi yaitu posisi

pergelangan tangan yang menekuk kearah luar/punggung

tangan dengan membentuk sudut ≥45°.

(a) (b)

Gambar 2.6. Posisi Fleksi (a) dan Posisi Ekstensi (b)

Pada Pergelangan Tangan

Sumber: Humantech, 1995

e) Power grip, posisi tangan menggenggam benda dengan

melingkarkan seluruh jari-jari pada benda yang dipegang.

Posisi ini termasuk janggal apabila benda yang digenggam

memiliki beban ≥ 10 lbs (4,5 kg) (Humantech, 1995).

Gambar 2.7. Postur Power Grip Sumber: Humantech, 1995

Page 47: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

27

2) Postur Siku

Posisi janggal pada siku tangan terjadi jika bagian tangan

bawah (dari siku sampai jari-jari) melakukan gerakan

memutar/rotasi. Pergerakan ini dapat ditemukan pada pekerja

yang menggunakan obeng (screwdriver) untuk memutar mur

atau benda lainnya. Gerakan lainnya pada siku adalah gerakan

ekstensi penuh (full extension) dimana siku digerakkan secara

berulang kali ke arah atas dan bawah, contoh dari postur ini

adalah gerakan ketika memalu (hammering) atau mencangkul.

(a) (b)

Gambar 2.8. Pergerakan Siku yang Janggal, Posisi Lengan

Bawah Rotasi (a) dan Siku Ekstensi Penuh (b)

Sumber: Humantech, 1995

3) Postur bahu

Bahu termasuk posisi berisiko apabila posisi mengangkat

pada bahu memebentuk sudut sebesar ≥ 45° dari arah vertikal

sumbu tubuh, baik ke samping tubuh maupun ke arah depan

tubuh. Posisi ini biasanya dilakukan pekerja jika obyek

pekerjaannya berada jauh di depan atau samping dari tubuh

pekerja. Selain itu, postur bahu yang janggal apabila bahu

Page 48: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

28

melewati garis vertical sumbu tubuh. Pekerja melakukan posisi

ini apabila obyek berada di belakang tubuhnya seperti menarik

benda yang berada di belakang.

(a) (b)

Gambar 2.9 Posisi Janggal Pada Bahu, Bahu Diangkat

Sebesar ≥ 45° (a)dan Posisi Bahu ke Arah Belakang (b)

Sumber: Humantech, 1995

4) Postur Leher

a) Menunduk, postur janggal pada leher jika leher menunduk

memebentuk sudut ≥20° dari garis vertikal dengan ruas

tulang leher. Posisi menunduk dilakukan pekerja jika obyek

yang sedang dikerjakannya berada lebih dari 20° di bawah

pandangan mata, sehingga pekerja harus menundukkan

kepala untuk melihat obyek tersebut.

Gambar 2.10. Posisi Leher Menunduk ≥ 20° Sumber: Humantech, 1995

Page 49: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

29

b) Miring (sideways), setiap gerakan dari leher yang miring,

baik ke kanan maupun ke kiri, tanpa melihat besarnya sudut

yang dibentuk oleh garis vertikal dengan sumbu dari ruas

tulang leher. Posisi miring biasanya dilakukan jika

benda/obyek yang dikerjakannya tidak tepat berada di depan

pekerja, melainkan berada di samping kanan atau kiri atau

berada di atas maupun bawah.

Gambar 2.11. Posisi Leher Miring Sumber: Humantech, 1995

c) Ke arah belakang/mendongak (backwards), posisi leher

deviasi ke arah belakang yang nyata pada postur leher.

Setiap postur dari leher yang tengadah (mendongak) ke atas

tanpa melihat besar sudut yang dibentuk oleh garis vertikal

dengan sumbu dari ruas tulang leher. Postur seperti ini

biasanya ditemukan pada pekerjaan dimana obyek kerjanya

berada di atas pandangan mata pekerja atau di atas kepala.

Page 50: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

30

Gambar 2.12. Posisi Leher ke ke Arah

Belakang/Mendongak ke Atas

Sumber: Humantech, 1995

d) Memutar (twisted), postur leher yang berputar, baik ke arah

kanan maupun kiri, tanpa menilai besarnya sudut rotasi yang

dilakukan. Biasanya pekerja melakukan posisi leher

memutar jika obyek jauh berada di samping kanan atau kiri

pekerja atau di belakang tubuh pekerja.

Gambar 2.13. Posisi Leher Memutar ke Samping

Sumber: Humantech, 1995

5) Postur punggung

a) Membungkuk, merupakan gerakan atau posisi tubuh ke arah

depan sehingga antara sumbu badan bagian atas akan

membentuk sudut ≥ 20° dengan garis vertikal. Posisi ini

terjadi apabila benda berada jauh di depan tubuh atau dibawah

Page 51: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

31

garis horizontal tubuh sehingga pekerja membungkuk untuk

dapat meraih benda tersebut.

Gambar 2.14.

Gerakan Punggung Membungkuk ≥ 20° ke Depan

Sumber: Humantech, 1995

b) Miring (sideways), yaitu deviasi bidang median tubuh dari

garis vertikal pada punggung tanpa memperhitungkan

besarnya sudut yang dibentuk. Postur ini terjadi jika obyek

yang sedang dikerjakan berada di samping kanan atau kiri

tubuh pekerja.

Gambar 2.15. Punggung Deviasi ke Samping

Sumber: Humantech, 1995

c) Memutar (twisted), yaitu postur punggung yang berputar

baik ke kanan maupun ke kiri dimana garis vertikal menjadi

sumbu tanpa memperhitungkan besarnya o rotasi yang

dibentuk. Gerakan seperti ini dapat ditemukan pada

Page 52: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

32

pekerjaan memindahkan barang dari satu sisi ke sisi lainnya

dari tubuh pekerja.

Gambar 2.16 Posisi Punggung Deviasi ke Samping

Sumber: Humantech, 1995

6) Postur kaki

Postur janggal pada kaki antara lain posisi jongkok.

Pekerja melakukan pekerjaannya sambil berjongkok, biasanya

obyek yang dikerjakannya berada di bawah horizontal tubuh.

Posisi lainnya yaitu berdiri dengan bertumpu pada satu kaki dan

kaki lainnya tidak dibebankan. Pekerja melakukan gerakan ini

untuk meraih obyek yang berada melebihi jangkauan tangannya

misalnya jauh di atas kepalanya.

Contoh dari gerakan ini adalah pekerja yang mengambil

atau meletakkan benda di rak yang letaknya tinggi. Kaki juga

dapat dikatakan janggal apabila posisinya berlutut atau salah satu

atau kedua lutut dijadikan tumpuan ketika sedang bekerja.

Page 53: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

33

(a) (b) (c)

Gambar 2.17.

Postur Kaki Janggal, Posisi Berjongkok (a); Posisi Berdiri

denganBertumpu Pada Satu Kaki (b); dan Posisi Berlutut (c)

Sumber: Humantech, 1995

Sedangkan berdasarkan pergerakan, postur kerja dalam ergonomi

terdiri dari :

1) Postur statis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar tubuh

tidak aktif atau hanya sedikit sekali terjadi pergerakan. Postur

statis dalam jangka waktu lama menyebabkan otot berkontraksi

secara terus menerut dan dapat menyebabkan tekanan pada

anggota tubuh. (Bridger, 2003) dan dapat menyebabkan pekerjaan

yang tidak efektif, kesakitan dan gangguan terhadap pekerja di

akhir pekerjaan dan masalah kesehatan dalam jangka panjang.

2) Postur dinamis yaitu postur yang terjadi dimana sebagian besar

anggota tubuh bergerak. Walaupun pergerakan tubuh yang wajar

membantu dalam mencegah masalah yang ditimbulkan postur

statis, pergerakan yang berlebihan khususnya dalam mengangkat

Page 54: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

34

beban berat dapat menyebabkan masalah kesehatan dan performa

(Corlett, 1998).

2.2.1.2. Frekuensi

Frekuensi dapat diartikan sebagai banyaknya gerakan yang

dilakukan dalam suatu periode waktu. Jika aktivitas pekerjaan

dilakukan secara berulang, maka dapat disebut sebagai repetitif.

Gerakan repetitif dalam pekerjaan, dapat dikarakteristikan baik sebagai

kecepatan pergerakan tubuh, atau dapat di perluas sebagai gerakan

yang dilakukan secara berulang tanpa adanya variasi gerakan.

Posisi/postur yang salah dengan frekuensi pekerjaan yang sering

dapat menyebabkan suplai darah berkurang, akumulasi asam laktat,

inflamasi, tekanan pada otot, dan trauma mekanis. Frekuensi

terjadinya sikap tubuh yang salah terkait dengan berapa kali terjadi

pergerakan pengulangan dalam melakukan suatu pekerjaan. Keluhan

otot terjadi karena otot menerima tekanan akibat beban kerja terus-

menerus tanpa memperoleh kesempatan untuk relaksasi (Bridger,

1995).

Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan pengulangan

pergerakan (frekuensi pergerakan) antara lain :

1. Jumlah dan kecepatan pergerakan.

2. Otot yang digunakan untuk menangani tekanan pergerakan.

Page 55: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

35

3. Persendian yang bergerak jauh dari posisi netral (OHSCO,

2007).

2.2.1.3. Durasi

Durasi merupakan jumlah waktu dimana pekerja terpajan oleh

faktor risiko. Durasi dapat dilihat sebagai menit-menit dari jam kerja /

hari pekerja terpajan risiko. Durasi juga dapat dilihat sebagai

pajanan/tahun faktor risiko atau karakteristik pekerjaan berdasarkan

faktor risikonya. Secara umum, semakin besar pajanan durasi pada

faktor risiko, semakin besar pula tingkat risikonya (Kurniawati, 2009).

Menurut Bird (2005), durasi didefinisikan sebagai berikut :

a) Durasi singkat : < 1 jam / hari.

b) Durasi sedang : 1-2 jam / hari.

c) Durasi lama : > 2 jam / hari.

Beberapa penelitian menemukan dugaan adanya hubungan

antara meningkatnya level atau durasi pajanan dan jumlah kasus MSDs

pada bagian leher (NIOSH, 1997).

2.2.1.4. Beban

Beban dapat diartikan sebagai beban muatan (berat) dan

kekuatan pada struktur tubuh. Satuan beban dinyatakan dalam

newton atau pounds, atau dinyatakan sebagai sebuah proporsi dari

kapasitas kekuatan individu (NIOSH, 1997). Pembebanan fisik pada

Page 56: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

36

pekerjaan dapat mempengaruhi terjadinya kesakitan pada

musculoskeletal tubuh. Pembebanan fisik yang dibenarkan adalah

pembebanan yang tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja

maksimum yenaga kerja dalam 8 jam sehari dengan memperhatikan

peraturan jam kerja yang berlaku. Semakin berat beban maka

semakin singkat waktu pekerjaan (Suma’mur, 1989).

Menurut ILO, beban maksimum yang diperbolehkan untuk

diangkat oleh seseorang adalah 23 – 25 kg. Bentuk dan ukuran objek

juga mempengaruhi hal tersebut. Ukuran objek harus cukup kecil

agar dapat diletakkan sedekat mungkin dari tubuh. Lebar objek yang

besar dapat membebani otot pundak/ bahu adalah lebih dari 300 –

400 mm, panjang lebih dari 350 mm dengan ketinggian lebih dari

450 mm (Kurniawati, 2009).

2.2.1.5. Peregangan Otot Yang Berlebihan

Peregangan otot yang berlebihan (over exertion) pada

umumnya sering dikeluhkan oleh pekerja dimana aktifitas kerjanya

menuntut pengerahan tenaga yang besar seperti mengangkat,

mendorong, menarik dan menahan beban yang berat. Peregangan otot

yang berlebihan ini terjadi karena pengerahan tenaga yang diperlukan

melampaui kekuatan optimum otot. Apabila hal serupa sering

dilakukan, maka dapat mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot,

Page 57: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

37

bahkan dapat menyebabkan terjadinya cedera otot skeletal (Tarwaka,

2004).

2.2.2. Faktor Lingkungan

2.2.2.1. Getaran

Bahaya getaran secara potensial ada jika menggunakan alat-alat

listrik (getaran ekstrimitas) dan ketika berdiri atau duduk diatas

sebuah mesin yang bergetar (getaran tubuh yang menyeluruh).

Getaran meningkatkan gerakan otot, menarik pembuluh darah dan

mengganggu ujung syaraf. Keterpaparan manusia oleh alat-alat atau

peralatan yang bergetar harus dikurangi bilamanapun

memungkinkan.

Getaran ekstrimitas dapat menyebabkan kerusakan pembuluh

darah dan jaringan pada jari-jari (misalnya sindrom jari putih) dan

dapat mengakibatkan kondisi – kondisi seperti Carpal Tunnel

Syndrome. Keterpaparan tubuh secara menyeluruh, khususnya ketika

sedang duduk, dapat mengakselerasikan pemburukan piringan sendi

di tulang belakang (Bird, 2005).

2.2.2.2. Mikroklimat

Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan

kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga gerakan

pekerja menjadi lamban, sulit bergerak yang disertai dengan

Page 58: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

38

menurunnya kekuatan otot (Astrand & Rodhl, 1977; Pulat, 1992;

Wilson & Corlett, 1992 dalam Tarwaka, 2004). Demikian juga

dengan paparan udara yang panas. Beda suhu lingkungan dengan

suhu tubuh yang terlampau besar menyebabkan sebagian energi yang

ada dalam tubuh akan termanfaatkan oleh tubuh untuk beradaptasi

dengan lingkungan tersebut. Apabila hal ini tidak diimbangi dengan

pasokan energi yang cukup, maka akan terjadi kekurangan suplai

energi ke otot. Sebagai akibatnya, peredaran darah kurang lancar,

suplai oksigen ke otot menurun, proses metabolisme karbohidrat

terhambat dan terjadi penimbunan asam laktat yang dapat

menyebabkan rasa nyeri otot (Suma’mur, 1982; Grandjean, 1993

dalam Tarwaka, 2004).

2.2.3. Faktor Perorangan

2.2.3.1. Umur

Chaffin (1979) dan Guo et al. (1995) menyatakan bahwa pada

umumnya keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja yaitu

25 – 65 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada umur 35

tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan

bertambahnya umur (Tarwaka, 2004). Riihimaki (1989) menjelaskan

bahwa umur mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan keluhan

otot terutama untuk otot leher dan bahu, bahkan ada beberapa ahli

Page 59: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

39

lainnya yang menyatakan bahwa umur merupakan penyebab utama

terjadinya keluhan otot (Tarwaka 2004).

2.2.3.2. Jenis Kelamin

Walaupun masih ada perbedaan pendapat dari beberapa ahli

tentang pengaruh jenis kelamin terhadap risiko keluhan otot skeletal,

namun beberapa hasil penelitian secara signifikan menunjukkan

bahwa jenis kelamin sangat mempengaruhi tingkat risiko keluhan

otot. Hal ini terjadi karena secara fisiologis, kemampuan otot wanita

memang lebih rendah daripada pria. Astrand &Rodahl (1977)

menjelaskan bahwa kekuatan otot wanita hanya sekitar dua pertiga

kekuatan otot pria, sehingga daya tahan otot pria pun lebih tinggi

dibandingkan dengan wanita (Tarwaka, 2004).

2.2.3.3. Kebiasaan Merokok

Sama halnya dengan faktor jenis kelamin, pengaruh kebiasaan

merokok terhadap risiko keluhan otot juga masih diperdebatkan

dengan para ahli, namun demikian, beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa meningkatnya keluhan otot sangat erat

kaitannya dengan lama dan tingkat kebiasaan merokok. Semakin

lama dan semakin tinggi frekuensi merokok, semakin tinggi pula

tingkat keluhan otot yang dirasakan (Tarwaka, 2004).

Page 60: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

40

2.2.3.4. Kesegaran Jasmani

Pada umumnya, keluhan otot lebih jarang ditemukan pada

seseorang yang dalam aktifitas kesehariannya mempunyai cukup

waktu untuk istirahat. Sebaliknya, bagi yang kesehariannya

melakukan pekerjaan yang cukup istirahat, hampir dapat dipastikan

akan terjadi keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan

mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan

meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik (Tarwaka,

2004).

2.3. Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Menurut NIOSH (1997) yang dimaksud dengan musculoskeletal disorders

adalah sekelompok kondisi patologis yang mempengaruhi fungsi normal dari

jaringan halus sistem muskuloskeletal yang mencakup sistem syaraf, tendon, otot

dan struktur penunjang seperti discus intervertebral. MSDs dapat berupa

peradangan dan penyakit degeneratif yang meyebabkan melemahnya fungsi

tubuh. MSDs mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury, repetitive

motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal

disorders, overuse syndrome, dan lainnya (Canada OH&S, 2005 dalam

Kurniawati, 2009).

MSDs adalah cidera pada otot, syaraf, tendon, ligamen, sendi,kartilago atau

spinal disc. MSDs muncul tidak secara spontan atau langsung melainkan butuh

waktu yang lama dan bertahap sampai gangguan musculoskeletal mengurangi

Page 61: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

41

kemampuan tubuh manusia dengan menimbulkan rasa sakit. MSDs menjadi

suatu masalah disebabkan karena (Bird, 2005) :

a) Waktu kerja yang hilang karena sakit umumnya disebabkan penyakit otot

rangka.

b) MSDs terutama yang berhubungan dengan punggung merupakan masalah

penyakit akibat kerja yang penanganannya membutuhkan biaya yang tinggi

c) MSDs menimbulkan rasa sakit yang amat sangat sehingga membuat pekerja

menderita dan menurunkan produktivitas kerja.

d) Penyakit MSDs bersifat multikausal sehingga sulit untuk menentukan

proporsi yang semata-mata akibat hubungan kerja.

2.3.1. Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh

Macam-macam gejala kesehatan dirasakan pekerja disebabkan

faktor risiko MSDs yang memajan tubuhnya. Tiap bagian tubuh memilki

risiko ergonomi dan gangguan kesehatan yang dapat mengakibatkan

melemahkan fungsi tubuh dan penurunan kinerja pekerja. Bagian-bagian

tubuh seperti tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian

tubuh yang sering digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya.

Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin dialami pekerja

disebabkan pekerjaannya (NIOSH, 2007):

a) Cidera Pada Tangan

Cidera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa

disebabkan dari pekerjaan tangan yang intensif sehingga

Page 62: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

42

memungkinkan terjadinya postur janggal pada tangan dengan durasi

yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari

peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa

pekerjaan repetitif berpengaruh pada cidera pada tangan dan

pergelangan tangan misalnya CTS (Bernard et al, 1997).

1. Tendinitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi pada tendon,

biasanya terjadi pada titik dimana otot melekat pada tulang.

Keadaan tersebut akan semakin berkembang ketika tendon terus

menerus digunakan untuk mengerjakan hal-hal yang tidak biasa

seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan

pergelangan tangan selama bekerja, atau menggerakkan

pergelangan tangan secara berulang. Jika ketegangan otot tangan

ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis.

2. Carpal Tunnel Syndrome (CTS). Penekanan yang terjadi pada

syaraf tengah yang terletak pada pergelangan tangan yang

dikelilingi jaringan dan tulang. Penekanan tersebut disebabkan

oleh pembengkakan dan iritasi dari tendon dan lapisan

penyelubung tendon. CTS biasanya ditandai dengan gejala

seperti rasa sakit pada pergelangan tangan, perasaan tidak

nyaman pada jari-jari, dan mati rasa/kebas. CTS dapat

menyebabkan sulitnya seseorang menggenggam sesuatu pada

tangannya.

Page 63: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

43

3. Trigger finger. Tekanan yang berulang pada jari-jari (pada saat

menggunakan alat kerja yang memiliki pelatuk) dimana menekan

tendon secara terus menerus hingga ke jari-jari dan

mengakibtakan rasa sakit dan tidak nyaman pada bagian jari-jari.

4. Epicondylitis. Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku.

Rasa sakit ini berhubungan dengan perputaran ekstrim pada

lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan tangan.

Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbbow.

5. Hand-Arm Vibration Syndrome (HAVS). Cidera akibat

penggunaan tangan, pergelangan tangan, dan lengan pada

peralatan kerja yang memiliki getaran.vibrasi. Menggunakan

peralatan yang memilki vibrasi secara terus menerus dapat

mengekibatkan timbulnya gejala-gejala antar lain jari-jari pucat,

perasaan geli, dan mati rasa/kebas.

b) Cidera Pada Bahu dan Leher

Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang

besar dalam menyebabkan cidera pada bagian tubuh tersebut.

Beberapa postur bahu seperti merentang lebih dari 45° atau

mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi yang lama

dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu.

Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs

pada bahu dan leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cidera

Page 64: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

44

bahu juga disebabkan karena eksposur dengan postur janggal dan

beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).

1. Bursitis. Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi

pada jaringan ikat yang berada pada sekitar persendian. Penyakit

ini akibat posisi bahu yang janggal seperti mengangkat bahu di

atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama.

2. Tension Neck Syndrome. Gejala ini terjadi pada leher yang

mengalami ketegangan pada otot-ototnya disebabkan postur

leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma ini

mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa

sakit yang menyebar ke bagian leher.

c) Cidera Pada Punggung dan Lutut

Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau

mengangkat beban yang menyebabkan postur punggung tidak netral.

Posisi berlutut, membungkuk, atau jongkok bisa menyebabkan sakit

pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika dilakukan dalam

waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius

pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).

1. Low Back Pain. Cidera pada punggung dikarenakan otot-otot

tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung

membungkuk. Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan

menekan juga bagian dari tulang belakang termasuk syaraf.

Page 65: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

45

Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus,

maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan

putusnya diskus (disc rupture) atau biasa disebut herniation.

2. Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan

dengan tekanan pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan

yang berlangsung terus menerus akan mengakibatkan cairan

tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan meradang atau

biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan

tendon pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit

(tendinitis).

2.4. Pengendalian Risiko Ergonomi

Berdasarkan rekomendasi dari Occupational Safety and Health

Administration (OSHA), tindakan ergonomi untuk mencegah adanya sumber

penyakit adalah melalui dua cara, yaitu rekayasa teknik (desain stasiun dan alat

kerja) dan rekayasa manajemen (kriteria dan organisasi kerja) (Grandjean, 1993;

Anis & McConville, 1996; Waters & Anderson, 1996; Manuaba, 2000; Peter Vi,

2000 dalam Tarwaka, 2004). Langkah preventif ini dimaksudkan untuk

mengeliminir overexertion dan mencegah adanya sikap kerja yang tidak alamiah.

1. Rekayasa Teknik

Rekayasa teknik pada umumnya dilakukan melalui pemilihan beberapa

alternatif sebagai berikut :

Page 66: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

46

a) Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada. Hal

ini jarang bisa dilakukan mengingat kondisi dan tuntutan pekerjaan yang

mengharuskan untuk menggunakan peralatan yang ada.

b) Substitusi, yaitu mengganti alat/bahan lama dengan alat/bahan baru

yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan

prosedur penggunaan peralatan.

c) Partisi, yaitu melakukan pemisahan antara sumber bahaya dengan

pekerja, sebagai contoh, memisahkan ruang mesin yang bergetar dengan

ruang kerja lainnya, pemasangan alat peredam getaran.

d) Ventilasi yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurangi risiko

sakit, misalnya akibat suhu udara yang terlalu panas.

2. Rekayasa manajemen

Rekayasa manajemen dapat dilakukan melalui tindakan-tindakan

sebagai berikut :

a) Pendidikan dan pelatihan

Melalui pendidikan dan pelatihan, pekerja menjadi lebih

memahami lingkungan dan alat kerja sehingga diharapkan dapat

melakukan penyesuaian dan inovatif dalam melakukan upaya –

upaya pencegahan terhadap risiko sakit akibat kerja.

b) Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang

Pengaturan waktu kerja dan istirahat yang seimbang, dalam

arti disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan karakteristik

Page 67: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

47

pekerjaan, sehingga dapat mencegah paparan yang berlebihan

terhadap sumber bahaya.

c) Pengawasan yang intensif

Melalui pengawasan yang intensif dapat dilakukan

pencegahan secara lebih dini terhadap kemungkinan terjadinya risiko

sakit akibat kerja.

Sebagai gambaran, berikut ini diberikan contoh tindakan untuk

mencegah / mengatasi terjadinya keluhan otot skeletal pada berbagai

kondisi / aktifitas seperti yang dijabarkan berikut ini :

1. Aktifitas angkat-angkut material secara manual

a. Usahakan meminimalkan aktifitas angkat-angkut secara manual.

b. Upayakan agar lantai kerja tidak licin.

c. Upayakan menggunakan alat bantu kerja yang memadai seperti

crane, kereta dorong, pengungkit.

d. Gunakan alas apabila harus mengangkat diatas kepala atau bahu.

e. Upayakan agar beban angkat tidak melebihi kapasitas angkat

pekerja.

2. Berat bahan dan alat

a. Upayakan untuk menggunakan bahan dan alat yang ringan.

b. Upayakan menggunakan wadah / alat angkut dengan kapasitas <

50 kg.

Page 68: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

48

3. Alat tangan

a. Upayakan agar ukuran pegangan tangan sesuai dengan lingkar

genggam pekerja dan karakteristik pekerjaan (pekerjaan berat

atau ringan).

b. Pasang lapisan peredam getaran pada pegangan tangan.

c. Upayakan pemeliharaan yang rutin sehingga alat selalu dalam

kondisi layak pakai.

d. Berikan pelatihan sehinga pekerja terampil dalam

mengoperasikan alat.

4. Melakukan pekerjaan pada ketinggian

a. Gunakan alat bantu kerja yang memadai seperti : tangga kerja

dan lift.

b. Upayakan untuk mencegah terjadinya sikap kerja tidak alamiah

dengan menyediakan alat-alat yang dapat distel/disesuaikan

dengan ukuran tubuh pekerja.

2.5. Metode Penilaian Risiko Ergonomi

2.5.1. Rapid Upper Limb Assesment (RULA)

Rapid Upper Limb Assesment (RULA) adalah suatu cara yang

digunakan untuk menilai postur, besarnya gaya dan pergerakan yang

menghubungkan dengan jenis pekerjaan yang memerlukan perpindahan

pergerakan. Seperti bekerja dengan komputer, manufaktur, atau pekerjaan

Page 69: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

49

lainnya dimana pekerja bekerja dalam posisi duduk atau berdiri tanpa

berpindah tempat. RULA memberikan sebuah kemudahan dalam

menghitung rating dari beban kerja otot dalam bekerja dimana orang yang

mempunyai risiko pada bagian leher dan beban kerja pada anggota tubuh

bagian atas.

Tool ini memasukkan skor tunggal sebagai “gambaran/foto” dari

sebuah pekerjaan yang mana rating dari postur, besarnya gaya/beban dan

pergerakan yang diharuskan. Risiko adalah hasil perhitungan menjadi

suatu nilai /skor 1 (rendah) sampai skor 7 (tinggi). Skor tersebut adalah

dengan menggolongkan menjadi 4 level gerakan/aksi itu memberikan

sebuah indikasi dari kerangka waktu yang mana layak untuk

mengekspektasi pengendalian risiko yang akan diajukan.

Terdapat 4 pokok utama penerapan RULA yaitu untuk ;

1) Mengukur risiko muskuloskeletal/otot, biasanya sebagai bagian dari

investigasi ergonomis secara luas.

2) Membandingkan beban otot dari disain saat ini dan modifikasi disain

tempat kerja.

3) Evaluasi hasil seperti produktifitas atau keserasian peralatan.

4) Pendidikan bagi pekerja tentang risiko muskuloskeletal yang

ditimbulkan oleh perbedaan postur dalam bekerja.

Page 70: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

50

RULA menilai postur sebuah pekerjaan dan menghubungkan

tingkat risiko dalam kerangka waktu pendek dan dengan tidak

membutuhkan peralatan yang rumit. RULA tidak didisain untuk

menyediakan informasi postur secara detail, seperti posisi jari, yang mana

memungkinkan relevan untuk melihat semua risiko kepada pekerja. Rula

dapat digunakan untuk menilai secara teliti pekerjaan atau postur untuk

satu orang pekerja maupun kelompok, itu mungkin dibutuhkan untuk

menilai sebuah angka perbedaan postur selama putaran dalam bekerja

untuk menetapkan sebuah profil dari beban otot.

Prosedur dalam penggunaan RULA menjelaskan tiga tahapan yaitu :

a) Postur tubuh untuk dilakukan penilaian telah diseleksi/ ditentukan.

b) Postur tubuh adalah hasil skor dari lembar penilaian, diagram bagian

tubuh dan tabel.

c) Skor tersebut adalah konversi untuk satu dari empat level

gerakan/aksi.

2.5.2. OWAS (The Ovako Working Analysis System)

OWAS adalah suatu metode yang digunakan dalam mengevaluasi

postur tubuh pekerja selama bekerja, dengan menganalisa berdasarkan

klarifikasi sederhana dan sistematik dari postur saat bekerja yang

dikombinasikan dengan observasi dari kegiatan pekerjaan. OWAS

Page 71: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

51

mengizinkan pengguna OWAS untuk mengestimasi berdasarkan berat

objek maupun kekuatan yang digunakan saat bekerja. Dalam perhitungan

metode ini juga mengikutsertakan waktu observasi dan kaitannya dengan

pekerjaan yang memungkinkan menghubungkan setiap postur yang

dilakukan dengan kegiatan pekerjaan yang mempengaruhinya.

OWAS dapat diaplikasikan pada beberapa kerja akan akan

melakukan beberapa hari seperti dibawah ini:

a) Mengembangkan sebuah tempat kerja atau metode kerja untuk

mengurangi beban pada musculoskeletal dan membuatnya menjadi

aman dan produktif.

b) Merencanakan tempat kerja yang baru atau metode kerja yang baru.

c) Melakukan survey ergonomi.

d) Melakukan survey kesehatan kerja.

e) Penelitian dan pengembangan.

Penggambaran OWAS berfokus kepada postur dan pergerakan pada

bekerja, frekuensi dan sruktur kegiatan kerja dalam tahapan pekerjaan dan

lingkungan kerja, distribusi pergerakan tubuh, penanganan beban (objek

kerja) dan tenaga yang dikeluarkan saat bekerja. Adapun tujuan dari

penganalisaan postur dengan metode OWAS ini adalah sangat sederhana

dan bermanfaat yaitu untuk mencegah dan melindungi pekerja dari

terjadinya penyakit akibat kerja dan cidera karena pekerjaan.

Page 72: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

52

2.5.3. EASY (Ergonomic Assessment Survey)

EASY adalah suatu cara yang dapat digunakan untuk menilai

besarnya tingkat risiko ergonomi terhadap suatu kegiatan kerja. Metode

ini terdiri dari tiga jenis survey yang masing-masing memiliki skor yang

berbeda. Ketiga skor tersebut yaitu ; BRIEF Survey 4 skor, Employee

Survey 1 skor dan Medical Survey 2 skor. Hasil akhir dari metode EASY

berupa rating yang diperoleh dari penjumlahan skor yang didapatkan dari

ketiga survey diatas (maksimal 7 skor). Rating tersebut akan menunjukan

prioritas pengendalian yang perlu dilakukan. Semakin besar skornya,

maka tindakan pengendaliannya pun semakin diutamakan.

2.5.4. BRIEF (Base Risk Identification Of Ergonomic Factor)

BRIEF adalah suatu alat yang digunakan untuk skrining awal

(initial screening) dengan menggunakan sistem rating untuk

mengidentifikasi bahaya ergonomik yang diterima oleh pekerja dalam

kegiatannya sehari-hari. Dalam BRIEF Survey, terdapat 4 faktor risiko

ergonomik yang perlu diketahui yaitu :

a) Postur (posture) yaitu sikap anggota tubuh yang janggal sewaktu

menjalankan pekerjaan.

b) Gaya (force) yaitu beban yang harus ditanggung oleh anggota tubuh

pada saat melakukan postur janggal dan melampaui batas

kemampuan tubuh.

Page 73: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

53

c) Lama (duration) yaitu lamanya waktu yang digunakan dalam

melakukan gerakan pekerjaan dengan postur janggal.

d) Frekuensi (frequency) yaitu jumlah postur janggal yang berulang

dalam satuan waktu (menit).

Dalam survey ini, setiap faktor yang melanggar kriteria standar

(Humantech, 1995) maka akan mendapatkan skor 1, semakin banyak skor

yang didapatkan dalam suatu pekerjaan, maka pekerjaan tersebut semakin

berisiko dan memerlukan penanggulangan segera. Skor maksimal yang

bisa didapatkan survey ini yaitu sebesar 4 skor.

2.5.5. Rapid Entire Body Assesment (REBA)

REBA (Hignett and Mc Attamney, 2000) dikembangkan untuk

mengkaji postur bekerja yang dapat ditemukan pada industri pelayanan

kesehatan dan industri pelayanan lainnya. Data yang dikumpulkan

termasuk postur badan, kekuatan yang digunakan, tipe pergerakan,

gerakan berulang, dan gerakan berangkai. Hasil dari skor REBA berupa

nilai yang berfungsi untuk memberi sebuah indikasi pada tingkat risiko

mana dan pada bagian mana yang harus dilakukan tindakan

penanggulangan. Metode REBA digunakan untuk menilai postur

pekerjaan berisiko yang berhubungan dengan Musculoskeletal

Disorders/Work Related Musculoskeletal Disorders (WMSDs).

Page 74: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

54

Perkembangan awal disadari oleh range dari posisi anggota badan

menggunakan konsep dari RULA (Rapid Upper Limb Position) (Mc

Attamney dan Corlett 1993) OWAS (Karhu etal 1977) dan NIOSH

(Waters et al. 1993). Garis dasar dari tubuh ini adalah fungsi anatomi

pada posisi netral. Apabila postur bergerak dari posisi netral maka nilai

risiko akan meningkat. Tabel tersedia untuk 144 kombinasi perubahan

postur yang dimasukkan ke dalam skor tunggal yang mewakili tingkat

risiko muskuloskeletal. Skor ini kemudian dimasukkan ke dalam lima

tingkat tindakan seperti apa yang penting untuk dicegah atau dikurangi

untuk mengkaji postur.

1. Pengaplikasian

Menetapkan skor REBA menampilkan tingkat tindakan dengan

mengutamakan yang paling penting untuk control pengendalian.

REBA dapat digunakan ketika mengkaji faktor ergonomik ditempat

kerja, penggunaan REBA dapat dilakukan dalam kondisi :

a. Seluruh tubuh yang sedang digunakan untuk bekerja.

b. Pada postur yang statis, dinamis, kecepatan perubahan, atau

postur yang tidak stabil.

c. Beban atau tekanan secara rutin maupun tidak didapatkan oleh

pekerja.

Page 75: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

55

d. Modifikasi pada tempat kerja, peralatan, pelatihan, atau perilaku

pekerja yang berisiko sesudah dan sebelum adanya perubahan.

2. Prosedur

Metode REBA dapat digunakan ketika mengidentifikasi

penilaian ergonomi ditempat kerja yang membutuhkan analisa

postural lebih lanjut ada dalam prosedur penilaian metode REBA ada

6 tahap yaitu :

a. Melakukan Observasi Aktifitas Pekerjaan

Didalam proses observasi dilakukan pengamatan ergonomi

yang meliputi penilaian tempat kerja, dampak dari tempat kerja

serta posisi kerja, penggunaan alat-alat bekerja dan perilaku

pekerja yang berhubungan dengan risiko ergonomi. Jika

memungkinkan di dalam observasi ini setiap data yang ada

dikumpulkan dengan kamera atau video. Bagaimanapun juga,

dengan menggunakan banyak peralatan observasi sangat

dianjurkan untuk mencegah kesalahan.

b. Memilih Postur Yang Akan Dinilai

Ada beberapa kriteria yang bisa digunakan untuk memilih

postur kerja mana yang sebaiknya dinilai, kriterianya adalah :

Page 76: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

56

1. Postur kerja yang paling sering dilakukan dalam jangka

waktu yang lama.

2. Postur kerja yang sering kali diulang.

3. Postur kerja yang membutuhkan aktifitas dan tenaga yang

besar.

4. Postur kerja yang diketahui menimbulkan ketidaknyamanan

bagi pekerja.

5. Postur kerja yang ekstrem, tidak stabil, janggal serta

membutuhkan energi.

6. Postur kerja yang telah diketahui bahwa diperlukan sebuah

intervensi, kontrol dan perubahan pada postur kerja tersebut.

Keputusan dapat didasari pada satu atau lebih kriteria

diatas. Kriteria dalam memutuskan postur mana yang akan

dianalisa harus dilaporkan dengan disertai hasil atau

rekomendasi.

c. Melakukan Penilaian Postur Kerja

Dalam menggunakan REBA, lembar penilaian telah

tersedia dan teruji validitasnya. Secara garis besar penilaian

dibagi menjadi dua grup besar yaitu grup A untuk penilaian

punggung, leher dan kaki dan grup B untuk penilaian lengan

bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan tangan.

Page 77: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

57

Pertimbangan mengenai tugas/ pekerjaan kritis dari

pekerjaan. Untuk masing-masing tugas, menilai faktor postur

untuk menetapkan skor kepada masing-masing bagian tubuh.

Lembar data telah menyediakan sebuah format untuk proses

penilaian ini.

Skor grup A terdiri dari postur (tubuh, leher dan kaki) dan

grup B terdiri dari postur (lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan) untuk bagian kanan dan kiri. Untuk masing-

masing bagian mempunyai skala penilaian postur ditambah

dengan catatan tambahan untuk pertimbangan tambahan.

Kemudian skor beban/besarnya gaya dan faktor

perangkai/coupling. Hasil akhirnya adalah skor aktifitas.

Melihat skor dari tabel A untuk grup A skor postur dan

dari tabel untuk grup B skor postur. Tabel mengikuti lembar

kumpulan data. Skor A adalah penjumlahan dari skor tabel A dan

skor beban/besarnya gaya. Skor B adalah penjumlahan dari skor

tabel B dan skor perangkai/coupling dari setiap masing-masing

bagian tangan. Skor C adalah dengan melihat tabel C, yaitu

memasukkan skor tersebut dengan skor A dan skor B. Skor

REBA adalah penjumlahan dari skor C dan skor aktifitas.

Tingkat risiko didapat pada tabel keputusan REBA.

Page 78: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

58

d. Melakukan Proses Pada Nilai/Skor Yang Didapat

Penilaian postur bagian tubuh, pada saat melakukan

penilaian risiko ergonomi menggunakan REBA telah disediakan

sebuah lembar kerja yang berisi gambar dan penjelasan

mengenai tahapan penilaian atau pemberian skor terhadap setiap

jenis postur tubuh yang dianalisis pada postur leher, punggung,

dan kaki yang dikelompokkan pada kelompok A dan analisis

pada lengan bagian atas, lengan bagian bawah dan pergelangan

tangan.

1. Analisis Pada Postur Leher

Didalam analisis postur leher yang akan diukur adalah

besarnya sudut yang dibentuk dari posisi leher sesuai dengan

yang dilakukan pada saat postur bekerja.

Gambar 2.18. Postur Leher

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Pada penilaian kriteria postur leher ini terdiri dari tiga

kategori posisi leher bergerak menunduk (flexi) sebesar 10-

20o yang diberi skor +1, posisi leher bergerak menunduk

Page 79: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

59

flexi sebesar >20o yang diberi skor +2 dan posisi leher

bergerak kebelakang atau mendongak (ekstensi) yang diberi

skor +2 . jika posisi leher bergerak menunduk atau

mendongak lalu ditambah dengan posisi miring (side

bending) atau memutar (twisting) maka ditambah +1.

2. Analisis Pada Postur Punggung

Pada penilaian kriteria postur punggung ini terdiri dari

lima kategori posisi punggung dalam posisi netral 0o yang

diberii skor +1, posisi punggung bergerak ke belakang atau

mendengak diberi skor +2 dan posisi punggung bergerak

menunduk (fleksi) sebesar >20o yang diberi skor +2, posisi

punggung bergerak menunduk (fleksi) sebesar 20-60o yang

diberi skor +3 dan posisi punggung bergerak menunduk

(fleksi) sebesar > 60o yang diberi skor +4 . jika posisi

punggung bergerak menunduk atau mendongak lalu

ditambah dengan posisi miring (side bending) atau memutar

(twisted) maka ditambahkan +1.

Page 80: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

60

Gambar 2.19. Postur Punggung

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

3. Analisis Pada Postur Kaki

Pada penilaian postur kaki ini terdiri dari dua kategori.

Berat badan bertumpu dengan dua tumpuan kaki diberi skor

+1. Berat badan bertumpu dengan 1 tumpuan kaki diberi

skor +2. Bila posisi kaki ditemukan terdapat lutut menekuk

sebesar 30 – 60o maka ditambahkan +1 dan bila posisi kaki

ditemukan terdapat lutut menekuk sebesar >60o maka

ditambahkan +2.

Gambar 2.20. Postur Kaki

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Page 81: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

61

4. Analisis Pada Postur Lengan Bagian Atas

Pada penilaian kriteria postur lengan bagian atas ini

terdiri dari lima kategori posisi lengan bagian atas dalam

posisi bergerak ke depan (fleksi) 0-20o atau posisi bergerak

ke belakang (ekstensi) 0-20o diberi skor +1, posisi lengan

bagian atas dalam posisi bergerak ke depan (fleksi) 20-45o

atau posisi bergerak ke belakang (ekstensi) >20o diberi skor

+2 dan posisi lengan bagian atas bergerak ke depan (fleksi)

45-90o diberi skor +3 dan posisi lengan bagian atas dalam

posisi bergerak ke depan (fleksi) 90o yang diberi skor +4.

Jika posisi lengan bagian atas bergerak menjauhi tubuh

ditambahkan +1, Jika bahu terangkat ditambah +1. Apabila

terdapat penopang lengan dikurangi -1.

Gambar 2.21. Postur Lengan Bagian Atas

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

5. Analisis Pada Postur Lengan Bagian Bawah

Analisis pada postur lengan bagian bawah ini terdiri

dari dua kategori posisi lengan bagian bawah menekuk

Page 82: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

62

(fleksi) dalam posisi bergerak sebesar 50-100o yang diberi

skor +1 dan posisi lengan bagian bawah menekuk (fleksi)

dalam posisi bergerak sebesar 0-60o dan menekuk >100

o

yang diberi skor +2.

Gambar 2.22. Postur Lengan Bagian Bawah

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

6. Analisis Pada Postur Pergelangan Tangan

Pada penilaian kriteria postur pergelangan tangan ini

terdiri dari dua kategori posisi pergelangan tangan bergerak

ke bawah (fleksi) ataupun bergerak ke atas (ekstensi) dalam

posisi bergerak sebesar 0-15o maka diberi skor +1. Dan

posisi pergelangan tangan bergerak ke bawah (fleksi)

maupun bergerak ke atas (ekstensi) dalam posisi bergerak

sebesar >15o maka diberi skor +2. Dan ditambahkan +1 jika

posisi pergelangan tangan miring atau berputar (twisted).

Gambar 2.23. Postur Pergelangan Tangan

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Page 83: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

63

Setelah melakukan penilaian atas postur tubuh tersebut,

kemudian postur tubuh dikelompokkan menjadi dua kelompok.

Kelompok A untuk leher , punggung, dan kaki. Kelompok B

untuk lengan bagian atas, lengan bagian bawah, dan pergelangan

tangan. Untuk bagian tubuh yang termasuk ke dalam kelompok

A, nilai yang telah didapatkan pada pergerakan sebelumnya

dimasukkan ke dalam nilai A agar didapatkan nilai postur

kelompok A pada tabel berikut :

Tabel 2.1. Tabel REBA Kelompok A

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Setelah didapatkan nilai dari tabel tersebut, penilaian

diberikan tambahan nilai, melalui kategori beban atau energi

yang dikeluarkan. Apabila beban lebih kecil dari 11 lbs maka

nilai yang ditambahkan adalah nol (0) apabila beban 11-22 lbs

maka ditambahkan +1, apabila beban lebih dari 22 lbs, maka

nilai ditambahkan +2 dan apabila kondisi energi tersebut

dikeluarkan secara cepat dan mendadak ditambahkan +1.

Page 84: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

64

Selanjutnya skor postur A ditambahkan dengan nilai beban dan

energi sehingga didapatkan nilai kelompok A.

Setelah menilai kelompok A selanjutnya menilai

kelompok B yaitu terdiri dari nilai postur lengan bagian atas,

lengan bagian bawah, dan pergelangan tangan. Nilai tersebut

dimasukkan ke dalam tabel B untuk mendapatkan nilai postur

kelompok B. berikut tabel yang dimaksud :

Tabel 2.2. Tabel REBA Kelompok B

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Setelah didapatkan nilai tabel B, dilakukan penjumlahan

nilai posisi pegangan tangan (coupling) saat aktifitas kerja yaitu

ketika tangan berpegangan dengan baik maka nilai +1, ketika

kondisi pergelangan tangan buruk diberikan nilai +2 ketika

pegangan tidak aman dan membahayakan diberikan nilai +3.

Kemudian hasil nilai postur B dijumlahkan dengan nilai

posisi pegangan tangan (coupling) menghasilkan nilai atau skor

Page 85: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

65

B. Setelah didapatkan nilai A dan nilai B, kedua nilai tersebut

digabungkan pada tabel C untuk mendapatkan nilai C.

Tabel 2.3. Tabel REBA Kelompok C

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Nilai tabel C kemudian ditambahkan dengan nilai aktifitas

untuk mendapatkan hasil akhir nilai REBA. Pengkategorian nilai

aktifitas adalah apabila satu atau lebih bagian tubuh bekerja lebih

dari 1 menit maka ditambahkan +1, apabila ada pengulangan

lebih dari 4 kali dalam satu menit maka diberikan nilai +1 dan

apabila mengakibatkan perubahan postur secara ekstrem pada

tubuh maka diberikan nilai tambahan +1. Gambaran secara

lengkap perhitungan REBA dapat dilihat dalam gambar :

Page 86: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

66

Gambar 2.24. Skor REBA

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

e. Menetapkan Nilai/Skor Akhir REBA

Hasil akhir dari penilaian adalah REBA decision, yaitu

tingkat risiko berupa skoring dengan kriteria :

1. Skor 1 mempunyai tingkat risiko yang masih dapat diterima.

2. Skor 2-3 mempunyai tingkat risiko MSDs rendah.

3. Skor 4-7 mempunyai tingkat risiko MSDs sedang.

4. Skor 8-10 mempunyai tingkat risiko MSDs tinggi.

5. Skor 11-15 mempunyai tingkat risiko MSDs sangat tinggi.

Gambar 2.25. REBA Decision

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

f. Menentukan Tindakan Sesuai Skor Akhir REBA

1. Skor 1 risiko pekerjaan dapat dikesampingkan.

Page 87: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

67

2. Skor 2-3 diberikan perubahan postur kerja.

3. Skor 4-7 dibutuhkan investigasi yang lebih jauh dan

perubahan postur kerja secepatnya.

4. Skor 8-10 harus dilakukan investigasi dan adanya

implementasi berupa perubahan postur kerja dan lingkungan

kerja.

5. Skor 11-15 harus segera diganti dalam aplikasi

pekerjaannya.

2.5.7. Alasan Pemilihan Metode REBA

Metode REBA dipilih sebagai tools atau metode yang digunakan

dikarenakan metode ini dapat digunakan untuk mengukur seluruh tubuh.

Hal ini sesuai dengan pekerjaan laundry yang menggunakan seluruh

tubuhnya baik dari bagian tubuh atas maupun bawah saat melakukan

aktifitas pekerjaannya. Metode REBA sendiri dapat menilai kegiatan

maupun pekerjaan yang dilakukan dirasa metode REBA cocok untuk

digunakan. Metode REBA merupakan metode yang dikembangkan dari

metode RULA dan OWAS sehingga hal yang terdapat didalam metode

RULA maupun OWAS juga tercakup didalam metode REBA.

Validitas dan realibilitas metode REBA sudah teruji, juga menjadi

pertimbangan sehingga hasil penelitian dapat diterima secara ilmiah.

Page 88: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

68

Disamping pengukuran risiko ergonomi dengan menggunakan metode

ini tidak memerlukan waktu yang lama dan mudah dipahami.

Penggunan metode ini bukan berarti metode ini lebih unggul dari

metode lainnya, tetapi metode ini cocok untuk digunakan dalam

penelitian ini, karena setiap metode memiliki keunggulan dan kelebihan

masing-masing:

Beberapa kelebihan dari metode REBA antara lain :

1. Validitas dan reliabilitas metode REBA yang telah teruji.

2. Penggunaan yang mudah dan cepat.

3. Postur tubuh yang dinilai melingkupi seluruh bagian tubuh.

4. Dapat menilai besarnya berat beban benda yang diangkat.

5. Dapat menilai jenis aktifitas kerja yang dinilai statis, dinamis

maupun repetitif.

6. Dapat menilai jenis pegangan tangan (coupling) saat melakukan

aktifitas kerja.

Beberapa kelemahan metode REBA antara lain :

1. Hanya melakukan perhitungan terhadap postur tubuh yang

terbentuk ketika melakukan aktifitas kerja.

2. Tidak memperhitungkan antropometri dan setiap yang melakukan

aktifitas kerja.

Page 89: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

69

3. Tidak melakukan penilaian terhadap lingkungan kerja, antara lain

temperature, getaran otot, ukuran stasiun kerja dan tipe peralatan

kerja.

2.6. Kerangka Teori

Manajemen risiko adalah istilah yang digunakan dalam penilaian risiko

secara logis dan sistematis. Proses ini meliputi metode terhadap penentuan

konteks/kriteria risiko, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko,

pengendalian risiko serta komunikasi dan pemantauan risiko yang terkait

dengan kegiatan-kegiatan, fungsi atau proses dengan cara yang memungkinkan

organisasi untuk meminimalkan kerugian dan memaksimalkan peluang.

Manajemen risiko mengidentifikasi kesempatan sebagai mitigasi ataiu

menghindari kerugian. (AS/NZS 4360:1999)

Page 90: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

70

Menentukan Konteks/

Kriteria Risiko

Identifikasi Risiko

Analisis Risiko

Evaluasi Risiko

Pengendalian Risiko

Kom

unik

asi

dan

Konsu

ltas

i

Pem

anta

uan

dan

Tin

jau U

lang

Penilaian Risiko

Gambar 2.26. Kerangka Teori Sumber : AS/NZS 4360, 1999

Page 91: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

71

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.2. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan menilai dan analisis tingkat risiko ergonomi

berdasarkan aspek pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan, dengan menggunakan metode REBA

(Rapid Entire Body Assesment) (Mc.Attamney). REBA merupakan salah satu

metode yang digunakan untuk menilai besarnya tingkat Musculoskeletal

Disorders (MSDs) pada suatu pekerjaan berdasarkan aspek pekerjaan. Penelitian

ini hanya menilai faktor pekerjaan tiap aktifitas kerja pada proses pekerjaan

laundry pada sektor informal, tanpa melihat faktor individu atau personal, faktor

lingkungan dan faktor psikososial.

Penilaian ini diawali dengan proses identifikasi proses pekerjaan lalu

dilakukan penilaian postur pekerjaan berupa skor yang meliputi skor postur grup

A (leher, tulang punggung dan kaki), skor postur grup B (lengan atas, lengan

bawah, dan pergelangan tangan), skor beban yang diangkat pekerja, skor

genggaman tangan, dan skor aktifitas dari seluruh pekerjaan yang dilakukan

pekerja. Lalu setelah itu, diperoleh skor akhir REBA yang merupakan indikator

tingkat risiko ergonomi yang terjadi pada setiap langkah kerja yang dilakukan

pekerja. Hal ini dapat digambarkan dalam kerangka konsep sebagai berikut :

Page 92: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

72

RUANG LINGKUP

Identifikasi proses pekerjaan laundry sektor informal di

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

IDENTIFIKASI RISIKO

Menggunakan Metode REBA (Rapid Entire Body

Assessment) Pada Aktifitas Pekerja Laundry sektor

informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan

ANALISIS RISIKO

Melakukan penilaian terhadap postur kerja dengan

metode Rapid Entire Body Assessment (REBA) :

1. Postur Grup A saat bekerja pada :

a. Leher (Neck)

b. Tulang Punggung (Trunk)

c. Kaki (Legs)

2. Postur Grup B saat bekerja pada :

a. Lengan Atas (Upper Arms)

b. Lengan Bawah (Lower Arms)

c. Pergelangan Tangan (Wrist)

3. Beban (Force/load)

4. Genggaman Tangan (Coupling)

5. Skor Aktifitas

Menentukan tingkat risiko ergonomi berdasarkan aspek

pekerjaan pada pekerja laundry sektor informal di

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Keterangan : Dimodifikasi dari AS/NZS 4360 : 1999

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Page 93: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

73

3.4. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

1. Identifikasi

Proses

Pekerjaan

Aktifitas kerja yang

dimulai dari awal hingga

akhir pekerjaan

Observasi dan

wawancara

Form Observasi

dan Pedoman

Wawancara

Langkah kerja pada pekerja dari awal

pekerjaan dimulai hingga akhir pekerjaan

2. Penilaian

Skor REBA

Pemberian angka untuk

postur tubuh pekerja

berdasarkan kriteria

penilaian REBA

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

Postur A (leher, punggung dan kaki)

Postur B (lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan), beban genggaman dan

aktifitas (Hignett, McAtamney, 2000)

Leher Gerakan menunduk,

menengadah, miring,

rotasi leher yang terjadi

ketika pekerja melakukan

pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : 0o-20

o ke depan

2 : > 20o ke depan dan ke belakang

+ 1 : jika berputar atau miring ke kanan dan

atau ke kiri, serta ke atas dan atau ke

bawah(Hignett, McAtamney, 2000)

Punggung Gerakan fleksi atau rotasi

punggung yang terjadi

ketika pekerja melakukan

pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : lurus atau 0o

2 : 0o – 20

o ke depan dan ke belakang

3 : 20o-60

o ke depan dan > 20

o ke belakang

4 : > 60o ke depan

+1 : jika punggung berputar atau miring ke

kanan dan atau ke kiri, serta ke atas dan atau

ke bawah(Hignett, McAtamney, 2000)

Kaki Gerakan tumpuan kaki

yang terjadi ketika pekerja

melakukan pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : tubuh bertumpu pada kedua kaki, berjalan,

duduk

2 : berdiri dengan satu kaki, tidak stabil

+1 : jika lutut ditekuk 30o-60

o ke depan

+2 : jika lutut ditekuk >60o ke depan (Hignett,

McAtamney, 2000)

Page 94: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

74

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Lengan atas Gerakan aduksi, abduksi,

fleksi, ekstensi bahu

yang terjadi ketika

pekerja melakukan

pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : 0o-20

o ke depan dan ke belakang

2 : >20o ke belakang, dan 20

o-40

o ke depan

3 : antara 45o-90

o

4 : >90o ke atas

+1 : jika lengan berputar atau bahu

dinaikkan atau diberi penahan

-1 : jika lengan dibantu oleh alat penopang

atau terdapat orang yang membantu.

(Hignett, McAtamney, 2000)

Lengan

bawah

Gerakan fleksi, ekstensi

lengan yang terjadi

ketika pekerja

melakukan pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : 60o-100

o ke depan

2 : antara 0o-60

o ke bawah, dan > 100

o ke

atas. (Hignett, McAtamney, 2000)

Pergelangan

Tangan

Gerakan deviasi radial,

deviasi ulnar, ekstensi,

fleksi, rotasi pergelangan

tangan yang terjadi

ketika pekerja

melakukan pekerjaan

Observasi Kamera digital,

timbangan,

stopwatch, form

penilaian REBA

1 : 0o-15

o ke depan dan ke belakang

2 : > 15o ke depan dan ke belakang

+1 : jika terdapat penyimpangan pada

pergelangan tangan. (Hignett, McAtamney,

2000)

Beban Berat beban yang

ditangani oleh pekerja

Pengukuran

langsung

berat beban

Timbangan 0 : < 5 kg

1 : 5-10 kg

2 : > 10 kg

+1 : jika disertai dengan pergerakan yang

cepat. (Hignett, McAtamney, 2000)

Genggaman

Tangan

Besarnya faktor risiko

ergonomi dilihat dari

cara pekerja memegang

atau mengangkat beban

Observasi Kamera digital

dan form

penilaian REBA

0 : memegang beban dengan dibantu oleh

alat bantu

1 : memegang beban dengan mendekatkan

beban ke anggota tubuh yang dapat

menopang

2 : memegang beban hanya dengan tangan

tanpa mendekatkan beban ke anggota tubuh

yang dapat menopang

3 : memegang beban tidak pada tempat

Page 95: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

75

pegangan yang disediakan. (Hignett,

McAtamney, 2000)

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur

Aktifitas Kegiatan postur tubuh

pekerja pada saat bekerja

Observasi Stopwatch +0 : jika tidak terdapat aktifitas dimana satu

atau lebih dari anggota tubuh statis >1

menit, gerakan berulang >4 kali dalam

waktu 1 menit dan perubahan postur dengan

cepat atau tidak stabil

+1 : jika satu atau lebih dari anggota tubuh

statis >1 menit

+1 : jika melakukan gerakan berulang >4

kali dalam waktu 1 menit

+1 : jika perubahan postur dengan cepat atau

tidak stabil

3. Tingkat

risiko

ergonomi

Besarnya risiko suatu

pekerjaan yang

dilakukan pekerja

Perhitungan

hasil REBA

Form penilaian

REBA

1 : risiko masih dapat diterima dan tidak

perlu diubah

2 dan 3 : tingkat risiko rendah, mungkin

diperlukan perubahan-perubahan

4-7 : tingkat risiko sedang, dibutuhkan

pemeriksaan dan perubahan

8-10 : tingkat risiko tinggi, oleh karena itu

perlu dilakukan pemeriksaan dan perubahan

dengan segera

11-15 : tingkat risiko sangat tinggi,

perubahan dilakukan saat itu juga. (Hignett,

McAtamney, 2000)

Page 96: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

76

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan studi

kasus pada pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Timur Kota Tangerang

Selatan terkait dengan pekerjaannya untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi

melalui penilaian terhadap postur janggal (leher, tulang punggung, kaki, lengan

atas, lengan bawah, pergelangan tangan), beban, genggaman tangan dan aktifitas.

Peneliti melakukan pengamatan pada setiap proses pekerjaan yang dilakukan

pekerja laundry sektor informal di Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan menggunakan metode Rapid Entire Body Assesment (REBA).

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan Provinsi Banten. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan

Mei – Juni 2012.

4.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah seluruh proses kerja yang dilakukan pekerja

laundry sektor informal yang meliputi penyortiran, penimbangan, pencucian dan

pengeringan dengan mesin, penyetrikaan serta pembungkusan. Karakteristik

Page 97: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

77

pekerja yang diteliti adalah pekerja yang mempunyai keluhan saat bekerja

maupun setelah pekerja dan memiliki tinggi badan 165 cm. Jumlah pekerja yang

diamati berjumlah 12 orang yang berada di 5 lokasi laundry di Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan. Seluruhnya diamati dan dinilai tingkat

risiko ergonominya dari setiap langkah pekerjaan yang dilakukan. Proses

penilaian dititikberatkan pada faktor pekerjaan, bukan pada faktor lingkungan,

perorangan maupun psikososial.

4.4. Pengumpulan dan Pengolahan Data

4.4.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan yaitu dengan cara mengumpulkan data

primer dan data sekunder :

1. Data Primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara :

a. Observasi atau pengamatan langsung saat pekerja melakukan

proses pekerjaan laundry untuk mendapatkan tahapan pekerjaan

tersebut hingga postur janggal saat bekerja (leher, tulang

punggung, kaki, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan

kaki), skor beban, skor genggaman tangan, dan skor aktifitas

dapat diketahui dan selanjutnya dianalisis dengan formulir

REBA.

Page 98: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

78

b. Pengukuran terhadap indikator berat beban yang diangkat oleh

pekerja dilakukan secara langsung menggunakan timbangan.

2. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder terdiri dari :

a. Gambaran umum usaha laundry

b. Lembaran instruksi kerja/SOP

4.4.2. Alat Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data, alat yang digunakan adalah :

a. Kamera digital digunakan untuk mendokumentasikan proses kerja dan

memotret postur kerja.

b. Alat pengukur waktu (stopwatch) digunakan untuk mengetahui

frekuensi gerakan yang dilakukan pekerja dalam 1 menit dan

mengukur lama postur janggal dipertahankan selama bekerja.

c. Pengukuran terhadap indikator berat beban yang diangkat oleh pekerja

dilakukan dengan mengukur beban secara langsung menggunakan

timbangan.

d. Busur derajat digunakan untuk mengetahui sudut pada postur

kerja/posisi janggal.

e. Formulir penilaian skor Rapid Entire Body Assesment (REBA)

digunakan untuk mengetahui tingkat risiko ergonomi.

Page 99: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

79

4.4.3. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan formulir Rapid

Entire Body Assesment (REBA). Pada tahap awal pengambilan data

terkait dengan merekam kegiatan para pekerja kemudian diambil foto saat

bekerja sesuai dengan jenis pekerjaan. Kemudian setelah foto diperoleh,

dilakukan pengolahan data yaitu pengukuran dengan busur derajat untuk

mengetahui sudut pada posisi janggal dan melakukan pengisian formulir

REBA. Penulis memperoleh formulir REBA dari Lynn Mc Attamney dan

Sue Hignett dengan langkah pengolahan data :

1. Memberi nilai pada postur grup A yang terdiri atas leher, tulang

punggung, dan kaki. Nilai tersebut dimasukkan ke dalam tabel A.

Kriteria penilaian postur grup A adalah :

a. Kriteria penilaian area leher :

1) skor 1 yaitu posisi leher 0o-20

o ke depan.

2) skor 2 yaitu posisi leher >20o kedepan dan kebelakang.

3) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor +1 jika leher

berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri serta keatas

dan atau ke bawah.

b. Kriteria penilaian area punggung :

1) skor 1 yaitu posisi punggung lurus atau 0o.

2) skor 2 yaitu posisi 0o-20

o kedepan dan kebelakang.

3) skor 3 yaitu posisi 20o-60

o ke depan dan >20

o ke belakang.

Page 100: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

80

4) skor 4 yaitu posisi >60o ke depan.

5) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor +1 jika punggung

berputar atau miring ke kanan dan atau ke kiri serta keatas

dan atau ke bawah.

c. Kriteria penilaian area kaki

1) skor 1 yaitu tubuh bertumpu pada kedua kaki, jalan atau

duduk.

2) skor 2 yaitu berdiri dengan satu kaki, tidak stabil.

3) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor +1 jika lutut

ditekuk 30o-60

o ke depan dan skor +2 jika lutut ditekuk >60

o

ke depan.

Setelah didapat skor postur leher, punggung, dan kaki diperoleh

skor tabel A.

Tabel 4.1. Tabel REBA Kelompok A

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Nilai dari tabel A kemudian dijumlahkan dengan berat beban

yang diangkat. Pengukuran terhadap indikator berat beban yang

Page 101: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

81

diangkat oleh pekerja dilakukan dengan mengukur beban secara

langsung menggunakan timbangan. Kriteria penilaian beban :

1) skor 0 yaitu berat beban <5 kg.

2) skor 1 yaitu berat beban 5-10 kg.

3) skor 2 yaitu berat beban >10 kg.

4) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor +1 jika disertai

dengan pergerakan yang cepat.

2. Memberi nilai dari grup B yang terdiri dari bagian lengan atas,

lengan bawah, dan pergelangan tangan untuk bagian kanan dan kiri

tubuh. Kriteria penilaian postur grup B adalah :

a. Kriteria penilaian area lengan atas :

1) skor 1 yaitu posisi bahu 0o-20

o ke depan dan kebelakang.

2) skor 2 yaitu posisi bahu >20o ke belakang dan 20

o-40

o ke

depan.

3) skor 3 yaitu posisi bahu antara 45o-90

o.

4) skor 4 yaitu posisi bahu >90o keatas.

5) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor ditambah (+) 1

jika lengan berputar atau bahu dinaikkan atau diberi

penahan, dan skor dikurangi (-) 1 jika lengan dibantu oleh

alat penopang atau terdapat orang yang membantu.

b. Kriteria penilaian area lengan bawah :

Page 102: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

82

1) skor 1 yaitu posisi lengan 60o-100

o ke depan.

2) skor 2 yaitu posisi lengan antara 0o-60

o kebawah dan >100

o

keatas.

c. Kriteria penilaian area pergelangan tangan :

1) skor 1 yaitu posisi pergelangan tangan 0o-15

o ke depan dan

ke belakang.

2) skor 2 yaitu posisi pergelangan tangan >15o ke depan dan

kebelakang.

3) skor pertimbangan (adjustment) yaitu skor +1 jika terdapat

penyimpangan pada pergelangan tangan.

Setelah skor tulang punggung, leher dan kaki didapat maka

dimasukkan ke tabel skor B.

Tabel 4.2. Tabel REBA Kelompok B

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Tahap selanjutnya dijumlahkan dengan nilai genggaman tangan.

Kriteria penilaian cara memegang :

Page 103: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

83

1) skor 0 yaitu memegang beban dengan dibantu dengan alat atau power

grip.

2) skor 1 yaitu memegang beban dengan mendekatkan beban ke anggota

tubuh yang dapat menopang atau dengan finger grip dan press grip.

3) skor 2 yaitu memegang beban hanya dengan tangan tanpa

mendekatkan beban ke anggota tubuh yang dapat menopang.

4) skor 3 yaitu memegang beban tidak pada tempat pegangan yang

disediakan.

Setelah nilai dari grup A dan grup B di dapat maka dimasukkan ke

tabel C.

Tabel 4.3. Tabel REBA Kelompok C

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

Page 104: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

84

Kemudian diperoleh nilai C dan dijumlahkan dengan nilai aktifitas.

Kriteria nilai aktifitas yaitu :

1) Skor +0 jika tidak terdapat aktifitas dimana satu atau lebih dari anggota

tubuh statis >1 menit, gerakan berulang >4 kali dalam waktu 1 menit dan

perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil

2) Skor +1 jika salah satu atau lebih dari anggota tubuh statis >1 menit.

3) Skor +1 jika melakukan gerakan berulang >4 kali dalam 1 menit.

4) Skor +1 jika perubahan postur dengan cepat atau tidak stabil.

Setelah nilai C dijumlahkan dengan nilai aktifitas, maka diperoleh

nilai REBA atau skor akhir REBA serta level perubahan yang harus

dilakukan.

Gambar 4.1. Skor REBA

Sumber : Hignett S, McAtamney, 2000

4.4.4. Analisis Data

Setelah dilakukan pengolahan data, tahap selanjutnya analisis data.

Dari hasil pengamatan langsung, data yang diperoleh, diolah secara

manual dengan memberikan nilai sebagai penilaian tingkat risiko untuk

masing-masing postur A (leher, punggung, dan kaki), postur B (bahu,

lengan, dan pergelangan tangan), beban, genggaman tangan (coupling)

Page 105: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

85

dan nilai aktifitas. Hasil kemudian diinterpretasikan untuk menilai

besarnya tingkat risiko ergonomi yang ada pada tiap-tiap tahapan

kegiatan kerja pada pekerjaan laundry. Dari skoring yang telah

didapatkan (nilai REBA), maka dapat dilakukan penetapan prioritas

penanggulangan risiko. Tahapan kegiatan yang memiliki risiko ergonomi

dilakukan pembahasan untuk mendapatkan saran tindakan

pengendaliannya.

Page 106: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

86

BAB V

HASIL

5.1. Karakteristik Lingkungan Kerja

Penulis melakukan penelitian di beberapa lokasi usaha laundry sektor

usaha informal di Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan. Tempat

usaha laundry yang diobservasi berjumlah 5 tempat dan total pekerja tersebut 12

orang. Pada setiap lokasi usaha terdapat paling sedikit 2 orang pekerja dan paling

banyak 3 orang pekerja. Ukuran luas ruangan yang digunakan dalam usaha

laundry tersebut berbeda-beda. Hal ini disesuaikan dengan jumlah pekerja dan

kapasitas barang-barang yang berada di ruangan tersebut.

Karakteristik kompetensi pekerja laundry disesuaikan dengan kebutuhan

dimana pekerja tersebut diharuskan dapat melaksanakan seluruh proses di usaha

laundry mulai dari penimbangan hingga pengemasan. Tidak ada pembagian

kerja yang khusus diantara sesama pekerja. Jenis peralatan yang digunakan pada

setiap tempat memiliki persamaan dan perbedaan. Peralatan yang sebagian besar

digunakan meliputi mesin cuci, mesin pengering, setrika, meja setrika dan plastik

pembungkus pakaian. Perbedaan peralatan yang ada hanya perbedaan jenis

timbangan yang digunakan.

Page 107: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

87

5.2. Gambaran Proses Kerja

Proses kerja pada laundry sektor usaha informal terdiri dari 5 tahapan

kegiatan yaitu :

5.2.1. Penimbangan

Pakaian yang diterima oleh pekerja laundry dari pelanggan dilakukan

penimbangan terlebih dahulu. Setiap jenis pakaian yang dibawa oleh

pelanggan ditimbang kemudian hasilnya dicatat dalam pembukuan harian

laundry tersebut. Selama melakukan proses penimbangan, pakaian yang

diterima pekerja laundry dilakukan pada posisi berdiri yang disesuaikan

dengan jenis timbangan yang digunakan di masing-masing tempat laundry.

5.2.2. Pencucian dan Pemerasan

Setelah dilakukan penimbangan, pakaian tersebut dicuci

menggunakan mesin cuci. Dalam proses pencucian, setiap pakaian

diklasifikasikan menurut jenis dan karakteristik bahan pakaian. Proses

selanjutnya, pekerja memasukkan air dan cairan pembersih serta pewangi

kedalam mesin cuci hingga pakaian tersebut terlihat bersih dan wangi.

Pakaian yang telah dicuci kemudian dimasukkan ke dalam mesin pemeras

otomatis. Selain itu, beberapa laundry membilas kembali pakaian tersebut

dengan cara manual. Dalam proses ini, pekerja melakukan pekerjaannya

dengan postur berdiri dan melakukan aktifitasnya dengan kedua tangan.

Waktu yang dibutuhkan dalam proses ini berlangsung sekitar 45 menit

Page 108: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

88

yang dilanjutkan dengan memindahkan pakaian yang telah diperas ke

dalam wadah pakaian.

5.2.3. Pengeringan

Pada proses ini dilakukan menggunakan mesin pengering yang

terpisah dengan mesin cuci. Pakaian yang telah diperas kemudian

dimasukkan kedalam mesin pengering dengan durasi waktu selama 1 jam.

Postur kerja selama melakukan proses ini dilakukan dengan berdiri,

berjalan serta menggunakan kedua tangan. Setelah kering, pakaian tersebut

dimasukkan ke dalam wadah untuk selanjutnya dilakuan proses setrika dan

pelipatan. Pada beberapa lokasi laundry yang diteliti, terdapat beberapa

perbedaan proses pengeringan. Selain menggunakan mesin pengering, ada

juga yang menggunakan tenaga panas matahari untuk proses pengeringan

pakaian.

5.2.4. Setrika dan Pelipatan

Pakaian yang sudah kering kemudian disetrikan menggunakan alat

setrika listrik. Pada saat proses tersebut, pakaian diberikan pewangi dan

pelembut dengan cara menyemprotkan kearah pakaian. Pakaian tersebut

lalu di lipat agar mudah dikemas. Untuk proses setrika dan pelipatan,

terdapat perbedaan antara posisi kerja dan alat bantu kerja.

a. Posisi berdiri menggunakan meja setrika tanpa kursi

Page 109: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

89

b. Posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran

punggung

c. Posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran

punggung

5.2.5. Pengemasan

Pakaian yang telah disetrika dan dilipat, kemudian diatur kembali

agar mudah dikemas dalam wadah plastik bening dan diberi label. Untuk

proses pengemasan, terdapat perbedaan posisi kerja.

a. Pengemasan dilakukan dengan posisi berdiri, pakaian yang akan

dikemas diletakkan diatas meja setrika

b. Pengemasan dilakukan dengan posisi duduk, barang yang akan

dikemas diletakkan dilantai

5.3. Gambaran Postur Tubuh Pekerja Laundry

Dalam melakukan setiap tahapan proses laundry, postur tubuh yang

dilakukan pekerja laundry sektor informal berbeda-beda. Postur kerja yang

dinilai ini merupakan posisi postur aktifitas utama yang dilakukan pekerja. Setiap

postur kerja ini disesuaikan juga dengan perbedaan peralatan kerja yang

digunakan di masing-masing lokasi.

Page 110: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

90

5.3.1. Penimbangan

Proses penimbangan yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor

usaha informal meliputi 2 (dua) cara yaitu penimbangan dengan

timbangan pegas serta penimbangan dengan timbangan biasa.

1. Penimbangan Dengan Timbangan Pegas

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses penimbangan menggunakan timbangan pegas

adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.1

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Tahapan pertama proses laundry ini meliputi proses

penimbangan. Pada proses ini, pekerja melakukan penimbangan

dengan menggunakan timbangan pegas. Posisi yang dilakukan pada

proses ini adalah posisi leher membentuk sudut 20o. postur punggung

pekerja lurus dengan posisi berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki.

Page 111: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

91

Posisi lengan kanan atas membentuk sudut fleksi 50o serta terdapat

abduksi dimana lengan atas tersebut dijauhkan dari pusat tubuh.

Sedangkan lengan kanan bawah membentuk fleksi 50o dan

pergelangan tangan kanan membentuk fleksi sebesar 10o.

2. Penimbangan Dengan Timbangan Biasa

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses penimbangan menggunakan timbangan biasa

adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.2

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Selain menggunakan timbangan pegas, pekerja juga

menggunakan timbangan biasa. Posisi yang dilakukan pada proses ini

adalah posisi leher membentuk sudut fleksi 25o. Postur punggung

pekerja lurus disertai dengan posisi punggung yang berputar. Posisi

tubuh berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas

membentuk sudut fleksi 70o. Sedangkan lengan kiri bawah membentuk

Page 112: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

92

fleksi 30o dan pergelangan tangan kiri membentuk fleksi sebesar 10

o.

untuk postur tubuh lengan kanan atas terbentuk sudut fleksi sebesar

75o sedangkan posisi lengan bawah kanan membentuk sudut fleksi 35

o

dan pergelangan tangan kanan membentuk sudut 20o yang disertai

dengan posisi pergelangan tangan miring ke samping.

5.3.2. Pencucian dan Pemerasan

1. Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci adalah

seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.3

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Setelah pakaian tersebut ditimbang, langkah selanjutnya adalah

memasukkan pakaian tersebut kedalam mesin cuci. Pada proses ini,

posisi leher membentuk fleksi 35o dan posisi punggung lurus namun

Page 113: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

93

punggung dalam keadaan miring ke samping. Tahapan ini dilakukan

dalam posisi berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki. Posisi lengan

kiri atas membentuk sudut fleksi 10o serta terdapat abduksi dimana

lengan atas tersebut dijauhkan dari pusat tubuh. Sedangkan lengan kiri

bawah membentuk sudut fleksi 135o dan pergelangan tangan kiri

membentuk fleksi sebesar 10o.

2. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Cuci

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses mengeluarkan pakaian dari mesin cuci adalah

seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.4

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari

Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Pada tahapan mengeluarkan pakaian dari mesin cuci, posisi leher

pekerja membentuk fleksi sebesar 18o yang disertai dengan posisi leher

miring dan berputar. Posisi punggung lurus namun punggung dalam

keadaan miring ke samping. Tahapan ini dilakukan dalam posisi

Page 114: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

94

berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas

membentuk sudut fleksi 25o. Sedangkan lengan kiri bawah membentuk

sudut fleksi sebesar 110o dan pergelangan tangan kiri membentuk

fleksi sebesar 30o yang disertai dengan deviasi ulnar .

3. Pembilasan

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses pembilasan adalah seperti terlihat pada gambar

dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.5

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pembilasan di Laundry Sektor

Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Pada proses pembilasan, posisi leher pekerja membentuk fleksi

sebesar 15o yang disertai dengan posisi leher miring. Posisi punggung

membentuk fleksi 10o yang disertai posisi punggung yang miring dan

berputar. Tahapan ini dilakukan dalam posisi berdiri dengan bertumpu

pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas membentuk sudut fleksi 30o

Page 115: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

95

yang disertai abduksi yaitu posisi lengan atas menjauhi pusat tubuh.

Sedangkan lengan kiri bawah membentuk sudut fleksi sebesar 75o dan

pergelangan tangan kiri membentuk fleksi sebesar 10o yang disertai

gerakan berputar.

4. Memasukkan Pakaian ke Dalam Wadah

Setelah pakaian tersebut dicuci, proses selanjutnya adalah

memasukkan ke dalam wadah. Postur tubuh yang dilakukan oleh

pekerja laundry sektor usaha informal saat proses memasukkan

pakaian ke dalam wadah adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel

dibawah ini :

Gambar 5.6

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Wadah di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Pada proses memasukkan pakaian kedalam wadah, posisi leher

membentuk sudut fleksi 20o yang disertai leher berputar. Postur

punggung pekerja membentuk fleksi 40o dan disertai dengan posisi

Page 116: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

96

punggung yang berputar. Posisi tubuh berdiri dengan bertumpu pada

kedua kaki. Posisi lengan kiri atas membentuk sudut fleksi 20o.

Sedangkan lengan kiri bawah membentuk fleksi 20o dan pergelangan

tangan kiri membentuk fleksi sebesar 10o. Postur tubuh lengan kanan

atas membentuk sudut fleksi sebesar 20o sedangkan posisi lengan

bawah kanan membentuk sudut fleksi 20o dan pergelangan tangan

kanan membentuk sudut fleksi10o.

5.3.3. Pengeringan

1. Mengangkat Wadah Pakaian

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses mengangkat wadah pakaian untuk dibawa ke

mesin pengering adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel

dibawah ini :

Gambar 5.7

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian

Untuk Dibawa ke Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Page 117: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

97

Pada proses mengangkat wadah pakaian, posisi leher membentuk

ektensi 10o. Postur punggung pekerja membentuk fleksi 25

o. Posisi

tubuh berdiri dengan bertumpu pada kedua kaki. Posisi lengan kiri atas

membentuk sudut fleksi 70o. Sedangkan lengan kiri bawah membentuk

fleksi 5o dan pergelangan tangan kiri membentuk fleksi sebesar 5

o.

Postur tubuh lengan kanan atas membentuk sudut fleksi sebesar 70o

sedangkan posisi lengan bawah kanan membentuk sudut fleksi 5o dan

pergelangan tangan kanan membentuk sudut fleksi 5o.

2. Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Pengering

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses memasukkan pakaian ke dalam mesin pengering

adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.8

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Memasukkan Pakaian ke

Dalam Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Page 118: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

98

Dalam proses ini, posisi tubuh pekerja menyesuaikan dengan

jenis dan desain alat bantu pekerjaan yang menyebabkan postur leher

pekerja membentuk sudut ekstensi sebesar 10o yang disertai dengan

leher miring kesamping. Posisi punggung membungkuk membentuk

fleksi 45o dan disertai punggung yang miring. Posisi tubuh bertumpu

pada kedua kaki. Posisi lengan kanan atas membentuk sudut fleksi

sebesar 110o

dan lengan kanan bawah fleksi 75o. Pergelangan tangan

kanan membentuk fleksi sebesar 5o.

3. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Pengering

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses mengeluarkan pakaian dari mesin pengering

adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.9

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari

Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Page 119: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

99

Pada proses mengeluarkan pakaian dari mesin pengering, posisi

leher membentuk ektensi 15o yang disertai dengan postur leher yang

miring. Postur punggung pekerja membentuk fleksi 50o serta dalam

kondisi miring. Posisi tubuh berdiri dengan bertumpu pada kedua

kaki.. Postur tubuh lengan kanan atas membentuk sudut fleksi sebesar

120o sedangkan posisi lengan bawah kanan membentuk sudut fleksi

85o dan pergelangan tangan kanan membentuk sudut fleksi 10

o.

4. Penjemuran Pakaian

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses penjemuran pakaian adalah seperti terlihat pada

gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.10

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Penjemuran Pakaian di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Pada tahapan ini, postur leher pekerja membentuk ekstensi

sebesar 10o

yang disertai leher berputar. Posisi punggung lurus namun

Page 120: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

100

dalam kondisi berputar. Postur tubuh pekerja berdiri dalam keadaan

tidak stabil. Posisi lengan kiri atas membentuk fleksi sebesar 45o yang

disertai dengan abduksi. Lengan bawah kiri fleksi 110o serta

pergelangan tangan kiri 0o. Untuk postur lengan atas kanan, pekerja

membentuk fleksi 150o dan lengan bawah kanan membentuk sudut

fleksi 10o. Pergelangan tangan kanan 0

o.

5.3.4. Setrika dan Pelipatan

1. Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses setrika dan pelipatan dengan posisi berdiri

menggunakan meja setrika tanpa kursi adalah seperti terlihat pada

gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.11

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan

Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Page 121: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

101

Dalam proses setrika dan pelipatan, pekerja melakukan tahapan

ini dengan beberapa cara. Pada proses ini, pekerja melakukannya

dengan cara berdiri menggunakan alat bantu meja setrika yang

menghasilkan posisi leher fleksi sebesar 40o yang disertai dengan leher

yang berputar. Posisi punggung membentuk sudut fleksi 10o disertai

dengan gerakan punggung miring dan berputar. Pekerja dalam posisi

berdiri pada kedua kaki. Postur lengan kiri atas membentuk fleksi 10o

yang disertai abduksi dan lengan kiri bawah pun juga membentuk

sudut fleksi sebesar 60o. Pergelangan tangan membentuk fleksi 5

o.

pada postur lengan kanan atas membentuk sudut fleksi 35o dan

abduksi. Lengan bawah kanan dan pergelangan tangan masing-masing

membentuk fleksi sebesar 15o dan 5

o.

2. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan

Sandaran Punggung

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung

adalah seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Page 122: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

102

Gambar 5.12

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan

Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan

Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Pada tahapan ini, posisi leher pekerja membentuk fleksi sebesar

5o ditambah dengan posisi leher yang berputar. Postur punggung fleksi

5o yang disertai dengan posisi punggung yang berputar. Pekerja

melakukan tahapan ini dengan duduk yang menghasilkan posisi lengan

atas kanan fleksi 80o dan gerakan abduksi. Sedangkan pada lengan

bawah kanan terbentuk sudut fleksi sebesar 30o dan pada pergelangan

tangan membentuk fleksi 5o.

3. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa

Sandaran Punggung

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung adalah

seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Page 123: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

103

Gambar 5.13

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan

Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa

Sandaran Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Posisi leher pekerja menunduk membentuk fleksi 10o yang

disertai leher yang berputar. Posisi punggung fleksi sebesar 15o dan

ditambah dengan postur punggung yang berputar. Pekerja melakukan

tahapan ini dengan cara duduk. Pada bagian lengan atas kiri terbentuk

fleksi sebesar 60o dan terjadi abduksi. Lengan bawah kiri menekuk

membentuk sudut fleksi 40o dan pergelangan tangan kiri terbentuk

fleksi 10o. Posisi lengan atas kanan terbentuk sudut 68

o yang disertai

abduksi. Posisi lengan bawah dan pergelangan tangan kanan masing-

masing membentuk fleksi sebesar 30o dan 10

o.

Page 124: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

104

5.3.5. Pengemasan

1. Pengemasan Dilakukan Dengan Posisi Berdiri

Pada tahap ini, pakaian yang akan dikemas diletakkan diatas

meja setrika. Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor

usaha informal saat proses pengemasan dengan posisi berdiri adalah

seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.14

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi

Berdiri di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Proses pengemasan yang dilakukan dengan posisi berdiri

menghasilkan postur leher yang menunduk menghasilkan sudut fleksi

10o dan disertai gerakan berputar. Posisi punggung membentuk fleksi

sebesar 10o ditambah dengan punggung yang berputar. Tahapan ini

dilakukan dengan cara berdiri dengan kedua kaki. Pada lengan kiri atas

terbentuk fleksi sebesar 40o dan disertai dengan abduksi. Posisi lengan

bawah kiri membentuk sudut fleksi 30o dan pergelangan tangan kiri

Page 125: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

105

menghasilkan sudut fleksi 5o. Posisi lengan kanan atas terbentuk fleksi

40o, sedangkan lengan bawah kanan dan pergelangan tangan kanan

masing-masing membentuk sudut fleksi 45o dan 5

o.

2. Pengemasan Dilakukan Dengan Posisi Duduk

Postur tubuh yang dilakukan oleh pekerja laundry sektor usaha

informal saat proses pengemasan dengan posisi duduk dilantai adalah

seperti terlihat pada gambar dan tabel dibawah ini :

Gambar 5.15

Postur Tubuh Pekerja Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi

Duduk di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Selain pengemasan yang dilakukan dengan posisi berdiri,

pengemasan juga dilakukan dengan posisi duduk di lantai. Pada posisi

ini, leher menekuk membentuk sudut fleksi 5o. Posisi punggung

membungkuk sebesar 30o yang disertai dengan punggung miring.

Pekerjaan ini dilakukan dengan cara kerja duduk. Posisi lengan atas

kiri menekuk membentuk fleksi 50o dan lengan kiri bawah membentuk

Page 126: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

106

sudut fleksi 65o. Pada pergelangan tangan kiri, sudut yang terbentuk

adalah fleksi 5o.

5.4. Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry

Gambaran beban kerja, coupling dan nilai aktifitas pada kegiatan di

laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1

Gambaran Beban Kerja, Coupling dan Nilai Aktifitas Pekerja Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Proses Kerja Berat

Beban

Coupling Nilai Aktifitas

Kanan Kiri

1. Penimbangan

a. Penimbangan dengan

timbangan pegas

<5 kg Fair - -

b. Penimbangan dengan

timbangan biasa

5-10 kg Poor Poor -

2. Pencucian dan

pemerasan

a.Memasukkan pakaian

ke dalam mesin cuci

<5 kg - Fair Gerakan berulang

>4x permenit

b.Mengeluarkan pakaian

dari mesin cuci

<5 kg - Fair Gerakan berulang

>4x permenit

c. Pembilasan <5 kg Good Gerakan berulang

>4x permenit

d. Memasukkan pakaian

ke dalam wadah

<5 kg Fair Fair Gerakan berulang

>4x permenit

Perubahan postur

secara cepat dan

tidak stabil

3. Pengeringan

a. Mengangkat wadah

pakaian

>10 kg Poor Poor -

Page 127: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

107

b. Memasukkan pakaian

ke dalam mesin

pengering

<5 kg Fair - Gerakan berulang

>4x permenit

c. Mengeluarkan

pakaian dari mesin

pengering

<5 kg Fair - Gerakan berulang

>4x permenit

d. Penjemuran pakaian 5-10 kg Fair Fair -

4. Setrika dan pelipatan

a. Posisi berdiri

menggunakan meja

setrika tanpa kursi

<5 kg Good Good Salah satu/lebih

bagian tubuh statis

>1 menit

Gerakan berulang

>4x permenit

b. Posisi duduk

menggunakan meja

setrika dan kursi

dengan sandaran

punggung

<5 kg Fair - Salah satu/lebih

bagian tubuh statis

>1 menit

Gerakan berulang

>4x permenit

c. Posisi duduk

menggunakan meja

setrika dan kursi

tanpa sandaran

punggung

<5 kg Good Good Salah satu/lebih

bagian tubuh statis

>1 menit

Gerakan berulang

>4x permenit

5. Pengemasan

a. Pengemasan

dilakukan dengan

posisi berdiri

<5 kg Good Good -

b. Pengemasan

dilakukan dengan

posisi duduk

<5 kg - Good -

Proses kerja pertama yang dilakukan dalam proses laundry adalah proses

penimbangan beban. Proses penimbangan ini terdiri dari proses penimbangan

dengan timbangan pegas dan timbangan biasa. Pada proses penimbangan

dengan timbangan pegas, beban yang diterima pekerja masih dibawah 5 kg.

Coupling yang dilakukan saat penimbangan cucian tergolong cukup baik untuk

tangan kanan. Pada tangan kiri tidak terdapat genggaman karena beban hanya

Page 128: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

108

diangkat menggunakan tangan kanan. Pada proses penimbangan menggunakan

timbangan biasa, beban yang diangkat oleh pekerja berada pada ukuran 5-10

kg. sedangkan coupling yang dilakukan pada proses ini tergolong kurang baik.

Tahapan selanjutnya adalah proses pencucian dan pemerasan. Pada

proses ini, memiliki empat tahapan proses. Proses pertama adalah memasukkan

pakaian kedalam mesin cuci. Pada proses ini, beban yang diangkat oleh pekerja

masih dibawah 5kg. sedangkan penilaian coupling pada proses ini dapat

dikategorikan cukup baik walaupun tidak ideal serta terdapat pula gerakan

berulang lebih dari 4 kali permenit.

Setelah dilakukan proses pencucian, pakaian tersebut dikeluarkan dari

mesin cuci. Beban yang diangkat masih dibawah 5 kg walaupun beban berat

bertambah karena pakaian dalam keadaan basah. Coupling yang dilakukan

pekerja cukup baik serta dilakukan secara berulang lebih dari 4 kali permenit.

Pakaian yang telah dikeluarkan dari mesin cuci selanjutnya dibilas.

Beban yang diangkat masih dibawah 5 kg dan dilakukan dengan genggaman

(coupling) yang baik. Proses ini dilakukan secara berulang lebih dari 4 kali

permenit.

Kegiatan selanjutnya adalah memasukkan pakaian yang telah dibilas

kedalam wadah. Kegiatan ini dilakukan dengan coupling yang cukup baik dan

beban nya masih dibawah 5 kg. Namun, aktifitas ini dilakukan secara berulang

serta terjadi perubahan postur secara cepat dan tidak stabil.

Page 129: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

109

Setelah pakaian dimasukkan ke dalam wadah, maka langkah selanjutnya

adalah proses pengeringan. Proses ini dimulai dengan mengangkat pakaian

untuk dibawa ke mesin pengering. Beban yang diangkat pekerja mencapai 13

kg sehingga masuk dalam kriteria >10 kg. Hal ini disesuaikan dengan kapasitas

keranjang yang digunakan. Berat beban tersebut disebabkan karena pakaian

yang diangkat dalam keadaan basah. Coupling yang dilakukan pekerja kurang

baik. Hal ini dikarenakan tidak adanya bagian pegangan yang terdapat di

keranjang.

Langkah selanjutnya adalah memasukkan pakaian ke dalam mesin

pengering. Berat beban yang diangkat pekerja kurang dari 5 kg dan genggaman

tangan (coupling) yang dilakukan tergolong cukup baik. Kegiatan ini dilakukan

dengan cepat dan terjadi gerakan berulang yang dilakukan lebih dari 4 kali

permenit.

Kegiatan mengeluarkan pakaian dari mesin pengering dilakukan dengan

coupling yang cukup baik dan gerakan ini dilakukan berulang lebih dari 4 kali

permenit. Beban yang diangkat pekerja pada proses ini menyusut menjadi

kurang dari 5 kg karena pakaian yang sebelumnya basah menjadi kering akibat

proses pengeringan.

Dalam proses pengeringan pakaian, terdapat pula proses penjemuran

pakaian dengan cahaya alami menggunakan bantuan cahaya matahari. Proses

Page 130: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

110

ini dilakukan dengan dengan coupling yang cukup baik dan beban yang

diangkat berada pada nilai 5-10 kg pada kedua tangan pekerja.

Setelah pakaian tersebut kering, maka langkah selanjutnya adalah proses

penyetrikaan. Pada proses ini terdapat perbedaan dalam cara kerja diantaranya

dengan posisi berdiri, posisi duduk menggunakan kursi dengan sandaran

punggung maupun posisi duduk menggunakan kursi tanpa sandaran punggung.

Seluruh pekerja laundry menggunakan beban berupa alat setrika yang memiliki

berat kurang dari 5 kg dan coupling yang dilakukan pada proses penyetrikaan

dengan posisi berdiri dan posisi duduk tanpa sandaran punggung tergolong

baik. Sedangkan coupling yang dilakukan pada proses penyetrikaan dengan

posisi duduk dengan kursi sandaran punggung tergolong cukup baik. Hal ini

dikarenakan desain setrika yang digunakan memiliki desain pegangan yang

lebih lebar. Dalam semua proses penyetrikaan, aktifitas dilakukan secara

berulang lebih dari 4 kali permenit dan terdapat posisi statis pada bagian kaki,

baik yang dilakukan dengan posisi berdiri maupun dengan posisi duduk.

Proses selanjutnya adalah pengemasan yaitu memasukkan pakaian yang

telah disetrika dimasukkan kedalam wadah bungkus plastik transparan. Pada

proses ini pula terdapat perbedaan dalam posisi pengemasan baik dengan posisi

berdiri dengan alat bantu meja maupun dengan posisi duduk di lantai. Coupling

yang dilakukan pekerja tergolong baik dan beban pada proses ini kurang dari 5

kg.

Page 131: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

111

5.5. Analisis REBA Terhadap Keseluruhan Tubuh Yang Digunakan Pekerja

5.5.1. Penimbangan

1. Penimbangan Dengan Timbangan Pegas

Analisis REBA pada proses penimbangan menggunakan

timbangan pegas di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.2

Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Pegas di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 20o 1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 2

Punggung Lurus 1

Total Skor Punggung 1

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 1

Beban 3 kg +0

Skor Postur A 1

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 50

o 3

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 4

Lengan Bawah Fleksi 50o 2

Skor Lengan Bawah 2

Pergelangan

Tangan

Fleksi 10o 1

Miring +1

Skor Pergelangan Tangan 2

Skor Tabel B 6

Coupling Fair 1

Skor Postur B 7

Skor Tabel C 4

Page 132: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

112

S

k

o

Skor leher untuk proses penimbangan menggunakan timbangan

pegas adalah 1 ditambah dengan penyesuaian yang bernilai 1 dan

totalnya menjadi 2. Sedangkan skor punggung adalah 1 dan kaki

memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 1. Skor

beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A ditambah skor beban

menghasilkan skor postur A yaitu 1.

Skor lengan atas bagian kanan adalah 3 ditambah dengan

penyesuaian yaitu 1 dan totalnya menjadi 4, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 1 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1dan totalnya menjadi 2. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 6. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas, namun pada proses ini tidak

ada penambahan untuk nilai aktifitas sehingga nilai akhir REBA yaitu 4.

Nilai 4 berarti proses penimbangan menggunakan timbangan pegas

memiliku tingkat risiko sedang (medium risk).

Aktifitas

Tidak terdapat aktivitas yang

berulang atau perubahan postur

yang cepat

+0

Nilai REBA 4

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Page 133: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

113

2. Penimbangan Dengan Timbangan Biasa

Analisis REBA pada proses penimbangan menggunakan

timbangan biasa di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.3

Analisis REBA Pada Proses Penimbangan Menggunakan

Timbangan Biasa di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 25o 2

Total Skor Leher 2

Punggung Lurus 1

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 2

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 3

Beban 6 kg +1

Skor Postur A 4

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 70o Fleksi 75

o +3 +3

Skor Lengan Atas 3 3

Lengan Bawah Fleksi 30o Fleksi 35

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan

Fleksi 10o Fleksi 20

o 1 2

Miring +1

Skor Pergelangan Tangan 1 3

Skor Tabel B 4 5

Coupling Poor +2 +2

Skor Postur B 6 7

Skor Tabel C 6 7

Aktifitas Tidak terdapat aktivitas yang berulang atau

perubahan postur yang cepat +0 +0

Nilai REBA 6 7

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Page 134: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

114

Skor leher untuk proses penimbangan menggunakan timbangan

biasa adalah 2. Skor punggung adalah 1 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 1 totalnya menjadi 2dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor

ini diperoleh skor tabel A yaitu 3. Skor beban untuk proses ini adalah 1.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

4.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 3, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 2 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor postur

tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 6. Skor Tabel

C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas, namun pada proses ini

tidak ada penambahan untuk nilai aktifitas sehingga nilai akhir REBA

yaitu 6. Nilai 6 berarti proses penimbangan menggunakan timbangan

biasa pada tangan kiri memiliki tingkat risiko sedang (medium risk)

Skor lengan atas bagian kanan adalah 3, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 2 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 dan totalnya menjadi 3. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 2 dan total skor Postur B adalah 7. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 7. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas, namun pada proses ini tidak

Page 135: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

115

ada penambahan untuk nilai aktifitas sehingga nilai akhir REBA yaitu 7.

Nilai 7 berarti proses penimbangan menggunakan timbangan biasa pada

tangan kanan memiliki tingkat risiko sedang (medium risk)

5.5.2. Pencucian dan Pemerasan

Dalam proses ini terdapat beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu :

1. Memasukkan Pakaian ke Dalam Mesin Cuci

Analisis REBA pada proses memasukkan pakaian ke dalam

mesin cuci di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.4

Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian ke Dalam

Mesin Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 35o 2

Total Skor Leher 2

Punggung Lurus 1

Punggung miring +1

Total Skor Punggung 2

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 3

Beban 1kg +0

Skor Postur A 3

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 10

o 1

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 2

Lengan Bawah Fleksi 135o 2

Skor Lengan Bawah 2

Page 136: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

116

Pergelangan Tangan Fleksi 10o 1

Skor Pergelangan Tangan 1

Skor Tabel B 2

Coupling Fair +1

Skor Postur B 3

Skor Tabel C 3

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 4

Nilai Risiko Ergonomi Medium risk

Skor leher untuk proses memasukkan pakaian kedalam mesin

cuci adalah 2. Skor punggung adalah 1 serta ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2, sedangkan kaki memiliki

skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 3. Skor beban

untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A ditambah skor beban

menghasilkan skor postur A yaitu 3.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 1 ditambah dengan

penyesuaian yang bernilai 1 dan totalnya menjadi 2. Skor lengan

bawah adalah 2 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 2. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 3. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 3.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1

sehingga nilai akhir REBA yaitu 4. Nilai 4 berarti proses memasukkan

pakaian kedalam mesin cuci memiliki tingkat risiko sedang (medium

risk).

Page 137: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

117

2. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Cuci

Analisis REBA pada proses mengeluarkan pakaian dari mesin

cuci di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.5

Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

Cuci di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 18o 1

Leher miring +1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 3

Punggung Lurus 1

Punggung miring +1

Total Skor Punggung 2

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 4

Beban 3 kg +0

Skor Postur A 4

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 25o 2

Skor Lengan Atas 2

Lengan Bawah Fleksi 110o 2

Skor Lengan Bawah 2

Pergelangan

Tangan

Fleksi 30o 2

Deviasi ulnar +1

Skor Pergelangan Tangan 3

Skor Tabel B 4

Coupling Fair +1

Skor Postur B 5

Skor Tabel C 5

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 6

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Page 138: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

118

Skor leher untuk proses mengeluarkan pakaian dari mesin cuci

adalah 1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 2 totalnya menjadi 3.

Skor punggung adalah 1 serta ditambah dengan penyesuaian bernilai 1

totalnya menjadi 2, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor

ini diperoleh skor tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah

0. Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A

yaitu 4.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 2 dan skor lengan bawah

adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 2 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1 sehingga nilai akhir

REBA yaitu 6. Nilai 6 berarti proses mengeluarkan pakaian dari mesin

cuci memiliki tingkat risiko sedang (medium risk).

3. Pembilasan Pakaian

Analisis REBA pada proses pembilasan pakaian di laundry

sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Page 139: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

119

Tabel 5.6

Analisis REBA Pada Proses Membilas di Laundry Sektor Usaha

Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 15o 1

Leher miring +1

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 10o 2

Punggung miring +1

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 4

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 5

Beban 0,5 kg +0

Skor Postur A 5

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 30

o 2

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 3

Lengan Bawah Fleksi 75o 1

Skor Lengan Bawah 1

Pergelangan

Tangan

Fleksi 10o 1

Berputar +1

Skor Pergelangan Tangan 2

Skor Tabel B 4

Coupling Good +0

Skor Postur B 4

Skor Tabel C 5

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 6

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Skor leher untuk proses pembilasan pakaian adalah 1 ditambah

dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor punggung

adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 2 totalnya menjadi 4,

sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor

Page 140: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

120

tabel A yaitu 5. Skor beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A

ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 5.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 2 ditambah dengan

penyesuian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor lengan bawah adalah 1

dan skor pergelangan tangan adalah 1 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 1 totalnya menjadi 2. Dari ketiga skor tersebut diperoleh skor

tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling yaitu 0 dan

total skor Postur B adalah 4. Dari nilai skor postur tubuh A dan skor

postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C kemudian

ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1 sehingga nilai akhir REBA

yaitu 6. Nilai 6 berarti proses pembilasan pakaian memiliki tingkat

risiko sedang (medium risk).

4. Memasukkan Pakaian Kedalam Wadah

Analisis REBA pada proses memasukkan pakaian kedalam

wadah di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.7

Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

Wadah Di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 20o 1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 40o 3

Page 141: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

121

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 4

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 5

Beban 2 kg +0

Skor Postur A 5

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 20o Fleksi 20

o 1 1

Skor Lengan Atas 1 1

Lengan Bawah Fleksi 20o Fleksi 20

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan Fleksi 10

o Fleksi 10

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 1 1

Coupling Fair +1 +1

Skor Postur B 2 2

Skor Tabel C 4 4

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1 +1

Perubahan postur secara cepat dan

tidak stabil +1 +1

Nilai REBA 6 6

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Medium

risk

Skor leher untuk proses memasukkan pakaian ke dalam wadah

adalah 1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2.

Skor punggung adalah 3 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1

totalnya menjadi 4 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini

diperoleh skor tabel A yaitu 5. Skor beban untuk proses ini adalah 0.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

5.

Page 142: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

122

Skor lengan atas bagian kiri adalah 1, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 1. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 2. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2

sehingga nilai akhir REBA yaitu 6. Nilai 6 berarti proses memasukkan

pakaian ke dalam wadah pada tangan kiri memiliki tingkat risiko

sedang (medium risk)

Skor lengan atas bagian kanan adalah 1, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 1. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 2. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2

sehingga nilai akhir REBA yaitu 6. Nilai 6 berarti proses memasukkan

pakaian ke dalam wadah pada tangan kanan memiliki tingkat risiko

sedang (medium risk)

5.5.3. Pengeringan

Dalam proses pengeringan pakaian terdapat beberapa tahapan proses

yang dilakukan yaitu :

Page 143: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

123

1. Mengangkat Wadah Pakaian

Analisis REBA pada proses pengeringan saat mengangkat wadah

pakaian untuk dibawa ke dalam mesin pengering di laundry sektor

usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.8

Analisis REBA Pada Proses Mengangkat Wadah Pakaian di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Ekstensi 10o 2

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 25o 3

Total Skor Punggung 3

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 4

Beban 13 kg +2

Skor Postur A 6

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 70o Fleksi 70

o 3 3

Skor Lengan Atas 3 3

Lengan Bawah Fleksi 5o Fleksi 5

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o Fleksi 5

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 4 4

Coupling Poor +2 +2

Skor Postur B 6 6

Skor Tabel C 8 8

Aktifitas Tidak terdapat aktifitas yang

berulang +0 +0

Nilai REBA 8 8

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

High

risk

Page 144: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

124

Skor leher untuk proses mengangkat wadah pakaian adalah 2.

Skor punggung adalah 3 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini

diperoleh skor tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 2.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

6.

Skor lengan pada proses ini baik lengan kanan maupun lengan

kiri memiliki nilai skor yang sama hingga skor Tabel B, yaitu lengan

atas memiliki skor 3, lengan bawah memiliki skor 2 dan pergelangan

tangan memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor Tabel B

yaitu 4. Skor tabel B ditambah dengan skor coupling yaitu 2 maka

didapatkan skor postur B yaitu 6. Dari skor Postur A dan skor postur B

didapatkan skor tabel C yaitu 8. Skor tabel C kemudian ditambah

dengan skor aktifitas yaitu 0. Dari penjumlahan antara skor tabel C dan

aktifitas didapatkan nilai REBA yaitu 8. Nilai 8 berarti proses

mengangkat wadah pakaian memiliki tingkat risiko tinggi (high risk).

2. Memasukkan Pakaian Kedalam Mesin Pengering

Analisis REBA pada proses memasukkan pakaian kedalam

mesin pengering di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat

Timur Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Page 145: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

125

Tabel 5.9

Analisis REBA Pada Proses Memasukkan Pakaian Kedalam

Mesin Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal

Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Ekstensi 10o 2

Leher miring +1

Total Skor Leher 3

Punggung Fleksi 45o 3

Punggung miring +1

Total Skor Punggung 4

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 6

Beban 1 kg +0

Skor Postur A 6

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 110o 4

Skor Lengan Atas 4

Lengan Bawah Fleksi 75o 1

Skor Lengan Bawah 1

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o 1

Skor Pergelangan Tangan 1

Skor Tabel B 4

Coupling Fair +1

Skor Postur B 5

Skor Tabel C 8

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 9

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

Skor leher untuk proses memasukkan pakaian ke dalam mesin

pengering adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3. Skor punggung adalah 3 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 1 totalnya menjadi 4, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari

ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 6. Skor beban untuk proses

Page 146: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

126

ini adalah 0. Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor

postur A yaitu 6.

Skor lengan atas bagian kanan adalah 4. Skor lengan bawah

adalah 1 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 8.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1

sehingga nilai akhir REBA yaitu 8. Nilai 9 berarti proses memasukkan

pakaian kedalam mesin pengering memiliki tingkat risiko tinggi (high

risk).

3. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Pengering

Analisis REBA pada proses mengeluarkan pakaian dari mesin

pengering di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.10

Analisis REBA Pada Proses Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin

Pengering di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Ekstensi 15o 2

Leher miring +1

Total Skor Leher 3

Punggung Fleksi 50o 3

Punggung miring +1

Total Skor Punggung 4

Page 147: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

127

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 6

Beban 1kg +0

Skor Postur A 6

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 120o 4

Skor Lengan Atas 4

Lengan Bawah Fleksi 85o 1

Skor Lengan Bawah 1

Pergelangan

Tangan Fleksi 10

o 1

Skor Pergelangan Tangan 1

Skor Tabel B 4

Coupling Fair +1

Skor Postur B 5

Skor Tabel C 8

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 9

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

Skor leher untuk proses mengeluarkan pakaian dari mesin

pengering adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3. Skor punggung adalah 3 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 1 totalnya menjadi 4, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari

ketiga skor ini diperoleh skor tabel A yaitu 6. Skor beban untuk proses

ini adalah 0. Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor

postur A yaitu 6.

Skor lengan atas bagian kanan adalah 4. Skor lengan bawah

adalah 1 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor

Page 148: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

128

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 8.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 1

sehingga nilai akhir REBA yaitu 9. Nilai 9 berarti proses

mengeluarkan pakaian dari mesin pengering memiliki tingkat risiko

tinggi (high risk).

4. Penjemuran Pakaian

Analisis REBA pada proses penjemuran pakaian di laundry

sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang

Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.11

Analisis REBA Pada Proses Penjemuran Pakaian di Laundry

Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Ekstensi 10o 2

Leher berputar +1

Total Skor Leher 3

Punggung Lurus +1

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 2

Kaki Berdiri tidak stabil 2

Total Skor Kaki 2

Skor Tabel A 5

Beban 5 kg +1

Skor Postur A 6

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 45

o Fleksi 150

o 2 4

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 3 4

Lengan Bawah Fleksi 110o Fleksi 10

o 2 2

Page 149: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

129

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan 0

o 0

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 4 5

Coupling Fair +1 +1

Skor Postur B 5 6

Skor Tabel C 8 8

Aktifitas Tidak terdapat aktifitas berulang +0 +0

Nilai REBA 8 8

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

High

risk

Skor leher untuk proses penjemuran pakaian adalah 2 ditambah

dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor punggung

adalah 1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2

dan kaki memiliki skor 2. Dari ketiga skor ini diperoleh skor tabel A

yaitu 5. Skor beban untuk proses ini adalah 1. Skor Tabel A ditambah

skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 6.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 2 ditambah dengan

penyesuain bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor lengan bawah adalah 2

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 8. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0 sehingga

nilai akhir REBA yaitu 8. Nilai 8 berarti proses penjemuran pakaian

pada tangan kiri memiliki tingkat risiko tinggi (high risk)

Page 150: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

130

Skor lengan atas bagian kanan adalah 4, sedangkan skor lengan

bawah adalah 2. Skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor

tersebut diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor

coupling yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor

postur tubuh A dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 8.

Skor Tabel C kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0

sehingga nilai akhir REBA yaitu 8. Nilai 8 berarti proses penjemuran

pakaian pada tangan kanan memiliki tingkat risiko tinggi (high risk)

5.5.4. Setrika dan Pelipatan

1. Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi

Analisis REBA pada proses setrika dan pelipatan dengan posisi

berdiri menggunakan meja setrika tanpa kursi di laundry sektor usaha

informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan adalah

seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.12

Analisis REBA Pada Proses Setrika Dan Pelipatan Dengan Posisi

Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi di Laundry Sektor

Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 40o 2

Leher berputar +1

Total Skor Leher 3

Punggung Fleksi 10o 2

Punggung miring +1

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 4

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Page 151: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

131

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 6

Beban 2,5 kg +0

Skor Postur A 6

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 10

o Fleksi 35

o 1 2

Abduksi Abduksi +1 +1

Skor Lengan Atas 2 3

Lengan Bawah Fleksi 60o Fleksi 15

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o Fleksi 5

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 2 4

Coupling Good +0 +0

Skor Postur B 2 4

Skor Tabel C 6 7

Aktifitas Salah satu/lebih bagian tubuh

statis >1 menit +1 +1

Gerakan berulang >4x permenit +1

Nilai REBA 7 9

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

Skor leher untuk proses setrika dan pelipatan pakaian dengan

posisi berdiri adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3. Skor punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 2 totalnya menjadi 4 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor

ini diperoleh skor tabel A yaitu 6. Skor beban untuk proses ini adalah 0.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

6.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 1 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor lengan bawah adalah 2

Page 152: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

132

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 2. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 2. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 6. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 1 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 7. Nilai 7 berarti proses setrika dan pelipatan dengan

posisi berdiri pada tangan kiri memiliki tingkat risiko sedang (medium

risk)

Skor lengan atas bagian kanan adalah 2 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor lengan bawah adalah 2

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 4. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 7. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 9. Nilai 9 berarti proses setrika dan pelipatan dengan

posisi berdiri pada tangan kanan memiliki tingkat risiko tinggi (high

risk)

2. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan

Sandaran Punggung

Page 153: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

133

Analisis REBA pada proses setrika dan pelipatan dengan posisi

duduk menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung

di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.13

Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran

Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 5o 1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 5o 2

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 3

Kaki Duduk 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 4

Beban 2 kg +0

Skor Postur A 4

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 80

o 3

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 4

Lengan Bawah Fleksi 30o 2

Skor Lengan Bawah 2

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o 1

Skor Pergelangan Tangan 1

Skor Tabel B 5

Coupling Fair +1

Skor Postur B 6

Skor Tabel C 6

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1

Salah satu/lebih dari anggota

tubuh statis >1 menit +1

Nilai REBA 8

Page 154: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

134

Nilai Risiko Ergonomi High

risk

Skor leher untuk proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung adalah

1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor

punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3, sedangkan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini

diperoleh skor tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 0.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

4.

Skor lengan atas bagian kanan adalah 3 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 4. Skor lengan bawah adalah 2

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 1 dan total skor Postur B adalah 6. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 6. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yaitu 2 sehingga nilai akhir

REBA yaitu 8. Nilai 8 berarti proses setrika dan pelipatan dengan posisi

duduk menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung

memiliki tingkat risiko tinggi (high risk).

Page 155: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

135

3. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa

Sandaran Punggung

Analisis REBA pada proses setrika dan pelipatan dengan posisi

duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung di

laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.14

Analisis REBA Pada Proses Setrika dan Pelipatan Dengan Posisi

Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran

Punggung di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 10o 1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 15o 2

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 3

Kaki Duduk 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 4

Beban 2,5 kg +0

Skor Postur A 4

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 60

o Fleksi 68

o 3 3

Abduksi Abduksi +1 +1

Skor Lengan Atas 4 4

Lengan Bawah Fleksi 40o Fleksi 30

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan

Fleksi 10o Fleksi 10

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 5 5

Coupling Good +0 +0

Skor Postur B 5 5

Page 156: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

136

Skor Tabel C 5 5

Aktifitas Gerakan berulang >4x permenit +1 +1

Salah satu/lebih dari anggota

tubuh statis >1 menit +1 +1

Nilai REBA 7 7

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Medium

risk

Skor leher untuk proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung adalah 1

ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor

punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor

tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A

ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 4.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 3 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 4. Skor lengan bawah adalah 2

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 7. Nilai 7 berarti proses setrika dan pelipatan dengan

posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran

punggung pada tangan kiri memiliki tingkat risiko sedang (medium

risk)

Page 157: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

137

Skor lengan atas bagian kanan adalah 3 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 4. Skor lengan bawah adalah 2

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 5. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 5. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 5. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 2 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 7. Nilai 7 berarti proses setrika dan pelipatan dengan

posisi duduk menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran

punggung pada tangan kanan memiliki tingkat risiko sedang (medium

risk)

5.5.5. Pengemasan

1. Pengemasan Dengan Posisi Berdiri

Analisis REBA pada proses pengemasan dengan posisi berdiri di

laundry sektor usaha informal kecamatan Ciputat Timur Kota

Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Tabel 5.15

Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Berdiri di

Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 10o 1

Leher berputar +1

Total Skor Leher 2

Punggung Fleksi 10o 2

Page 158: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

138

Punggung berputar +1

Total Skor Punggung 3

Kaki Bertumpu pada kedua kaki 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 4

Beban 0.5 kg +0

Skor Postur A 4

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 40

o Fleksi 40

o 2 2

Abduksi +1

Skor Lengan Atas 3 2

Lengan Bawah Fleksi 30o Fleksi 45

o 2 2

Skor Lengan Bawah 2 2

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o Fleksi 5

o 1 1

Skor Pergelangan Tangan 1 1

Skor Tabel B 4 2

Coupling Good +0 +0

Skor Postur B 4 2

Skor Tabel C 4 4

Aktifitas Tidak terdapat aktifitas yang

berulang +0 +0

Nilai REBA 4 4

Nilai Risiko Ergonomi Medium

risk

Medium

risk

Skor leher untuk proses pengemasan dengan posisi berdiri adalah

1 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 2. Skor

punggung adalah 2 ditambah dengan penyesuaian bernilai 1 totalnya

menjadi 3 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor ini diperoleh skor

tabel A yaitu 4. Skor beban untuk proses ini adalah 0. Skor Tabel A

ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu 4.

Skor lengan atas bagian kiri adalah 2 ditambah dengan

penyesuaian bernilai 1 totalnya menjadi 3. Skor lengan bawah adalah 2

Page 159: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

139

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 4. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 4. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 4. Nilai 4 proses pengemasan dengan posisi berdiri

pada tangan kiri memiliki tingkat risiko sedang (medium risk)

Skor lengan atas bagian kanan adalah 2. Skor lengan bawah

adalah 2 dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 2. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 2. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 4. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 4. Nilai 4 berarti pengemasan dengan posisi berdiri

pada tangan kanan memiliki tingkat risiko sedang (medium risk)

2. Pengemasan Dengan Posisi Duduk di Lantai

Analisis REBA pada proses pengemasan dengan posisi duduk

dilantai di laundry sektor usaha informal Kecamatan Ciputat Timur

Kota Tangerang Selatan adalah seperti tabel dibawah ini:

Page 160: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

140

Tabel 5.16

Analisis REBA Pada Proses Pengemasan Dengan Posisi Duduk

Dilantai di Laundry Sektor Usaha Informal Kecamatan

Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan

Postur A Hasil Skor

Leher Fleksi 5o 1

Total Skor Leher 1

Punggung Fleksi 30o 3

Punggung Miring +1

Total Skor Punggung 4

Kaki Duduk 1

Total Skor Kaki 1

Skor Tabel A 3

Beban 0.5 kg +0

Skor Postur A 3

Postur B Hasil Skor

Kiri Kanan Kiri Kanan

Lengan Atas Fleksi 50o 3

Skor Lengan Atas 3

Lengan Bawah Fleksi 65o 1

Skor Lengan Bawah 1

Pergelangan

Tangan Fleksi 5

o 1

Skor Pergelangan Tangan 1

Skor Tabel B 3

Coupling Good +0

Skor Postur B 3

Skor Tabel C 3

Aktifitas Tidak ada aktifitas berulang +0

Nilai REBA 3

Nilai Risiko Ergonomi Low risk

Skor leher untuk proses pengemasan dengan posisi duduk dilantai

adalah 1. Skor punggung adalah 3 ditambah dengan penyesuaian

bernilai 1 totalnya menjadi 4 dan kaki memiliki skor 1. Dari ketiga skor

ini diperoleh skor tabel A yaitu 3. Skor beban untuk proses ini adalah 0.

Skor Tabel A ditambah skor beban menghasilkan skor postur A yaitu

3.

Page 161: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

141

Skor lengan atas bagian kiri adalah 3. Skor lengan bawah adalah 1

dan skor pergelangan tangan adalah 1. Dari ketiga skor tersebut

diperoleh skor tabel B yaitu 3. Skor ini ditambah dengan skor coupling

yaitu 0 dan total skor Postur B adalah 3. Dari nilai skor postur tubuh A

dan skor postur B didapatkan skor tabel C yaitu 3. Skor Tabel C

kemudian ditambah dengan nilai aktifitas yang bernilai 0 sehingga nilai

akhir REBA yaitu 3. Nilai 3 proses pengemasan dengan posisi duduk

dilantai memiliki tingkat risiko rendah (low risk)

Page 162: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

142

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Pada penelitian tingkat risiko ergonomi ini memiliki beberapa

keterbatasan-keterbatasan diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya menilai faktor pekerjaan tiap aktifitas kerja pada

proses laundry, tanpa melihat faktor individu atau personal, faktor

lingkungan dan faktor psikososial.

2. Penelitian ini tidak mengidentifikasi secara rinci dimensi fisik tempat kerja

serta tidak melakukan pengukuran antropometri pekerja dan human

diversity.

3. Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak bisa mengukur gerakan

pergerakan tangan dan penggunaan otot.

6.2. Pembahasan Langkah Kerja

Setiap langkah kerja di laundry sektor usaha informal memiliki faktor

risiko yang dapat menyebabkan MSDs yaitu :

6.2.1. Penimbangan

1. Penimbangan Menggunakan Timbangan Pegas

Page 163: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

143

Pada proses penimbangan menggunakan timbangan pegas, faktor

risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal

adalah postur janggal. Salah satu faktor penyebab terjadinya gangguan

muskuloskeletal adalah postur janggal. Menurut Bernad (1997) bahwa

postur menunjukkan hubungan yang kuat sebagai faktor yang

berkontribusi terhadap terjadinya masalah muskuloskeletal dan

menimbulkan terjadinya gangguan leher, punggung dan bahu.

Dalam menjalankan aktifitas penimbangan ini, pekerja dalam

posisi berdiri pada kedua kaki disertai posisi punggung yang lurus.

Menurut Santoso (2004), bahwa bekerja dalam posisi berdiri pada awal

kerja sampai akhir kerja, tubuh semakin condong ke depan akibatnya

tubuh memerlukan tambahan energi.

Posisi leher membentuk sudut fleksi 20o dan disertai leher

berputar. Posisi ini dikarenakan pekerja harus mengangkat bahan

pakaian yang digantung pada ujung timbangan pegas untuk diukur

bebannya. Menurut Grandjean (1987) yang disadur oleh Bridger

(1995) yang menyatakan bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam

keadaan fleksi dan ekstensi lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka

postural stress tidak dapat dihindari. Postural stress ini akhirnya dapat

menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut dapat diperburuk dengan

keadaan posisi leher fleksi dan berotasi.

Page 164: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

144

Postur lengan atas pada aktifitas ini memiliki risiko yang cukup

besar dikarenakan pada kegiatan ini postur lengan lengan membentuk

fleksi sebesar 50o dan terdapat gerakan abduksi yaitu gerakan posisi

lengan yang menjauhi tubuh. Risiko ini akan menyebabkan tekanan

pada otot leher dan bahu dimana semakin besar sudut yang dibentuk

oleh lengan, maka hal itu akan memperbesar risiko terhadap gangguan

muskuloskeletal. Menurut Pheasant (1991) bahwa posisi bahu yang

ditinggikan atau posisi lengan yang dijauhkan (abduksi) dapat

menyebabkan gangguan pada leher (neck pain).

Postur lengan bawah yang membentuk fleksi sebesar 50o

memiliki risiko yang cukup tinggi. Postur tersebut terbentuk karena

posisi alat timbangan yang harus diangkat oleh pekerja. Menurut

Bridger (1995), sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan

tekana pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Postur pergelangan tangan memiliki risiko karena membentuk

fleksi 10o yang disertai dengan posisi yang miring ke samping ketika

memegang timbangan. Postur ini dinilai masih dapat diterima. Hal ini

sesuai dengan pendapat Brumfield dan Campoux (1984) dalam Kumar

(2001) posisi 10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang masih

dapat diterima pada sendi pergelangan tangan dalam melakukan

kegiatan normal sehari-hari.

Page 165: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

145

Pada saat melakukan proses penimbangan, postur genggaman

pekerja ketika memegang alat timbangan tergolong cukup baik karena

menggunakan kekuatan jari (finger grip) sehingga keadaan ini dapat

dikategorikan fair. Hal tersebut memiliki risiko ergonomi karena

mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari

terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar, 2001).

Beban yang diangkat pekerja ketika proses penimbangan masih

dibawah 5 kg. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki risiko.

Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang berisiko

apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Nilai akhir REBA pada proses ini pada bagian tubuh sebelah

kanan adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

penimbangan memiliki risiko sedang (medium risk). Menurut Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang tergolong dalam

risiko sedang memerlukan investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan

perubahan pada kegiatan ini. Walaupun risiko ini tergolong dalam

risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan risiko secara terus-

menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari

risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan MSDs pada pekerja

dalam jangka panjang.

Page 166: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

146

2. Penimbangan Dengan Timbangan Biasa

Pada proses penimbangan yang menggunakan timbangan biasa,

faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal adalah postur janggal. Salah satu faktor penyebab

terjadinya gangguan muskuloskeletal adalah postur janggal. Menurut

Vernon (1924) dalam Bridger (2003), faktor postural dalam setiap

bentuk akfitas fisik menyebabkan kelelahan dan gangguan

muskuloskeletal.

Dalam menjalankan aktifitas penimbangan ini, pekerja dalam

posisi berdiri pada kedua kaki disertai posisi punggung yang lurus dan

gerakan punggung yang memutar. Menurut Bridger (2003) postur

ekstrim pada punggung dapat menyebabkan peregangan pada lumbar

dan penekanan otot perut sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Posisi alat timbangan yang berada diatas meja memudahkan

pekerja dalam proses ini sehingga posisi leher hanya membentuk sudut

fleksi 25o. Menurut Grandjean (1993) jika landasan terlalu tinggi,

maka pekerja akan mengangkat bahu untuk menyesuaikan dengan

ketinggian landasan kerja sehingga menyebabkan sakit pada bahu dan

leher. Sebaliknya bila landasan terlalu rendah maka tulang belakang

akan membungkuk sehingga menyebabkan kenyerian pada bagian

belakang (backache).

Page 167: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

147

Postur lengan atas pada proses ini membentuk sudut fleksi

sebesar 70o untuk sebelah kiri, sedangkan bagian kanan terbentuk

fleksi sebesar 75o. Postur ini disebabkan posisi beban yang harus

diletakkan diatas timbangan. Sesuai dengan pendapat Sue Hignett dan

Mc Attamney (2000) bahwa sudut lengan atas lebih dari 20o memiliki

risiko ergonomi walaupun sudut lebih dari 90o lebih tinggi risikonya.

Postur lengan bawah membentuk fleksi sebesar 30o untuk

sebelah kiri dan bagian kanan membentuk fleksi 35o.. Postur ini

dilakukan untuk menahan pergerakan beban Menurut Bridger (1995),

sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan tekanan pada otot

antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Postur pergelangan tangan membentuk fleksi sebesar 10o pada

bagian kanan serta fleksi sebesar 20o yang disertai dengan posisi yang

miring. Posisi ini disebabkan karena pergelangan tangan harus

memegang beban yang tidak memiliki pegangan untuk kedua tangan

pekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Brumfield dan Campoux

(1984) dalam Kumar (2001) posisi 10o fleksi dan 35

o ekstensi

merupakan posisi yang masih dapat diterima pada sendi pergelangan

tangan dalam melakukan kegiatan normal sehari-hari.

Pada saat melakukan proses penimbangan, postur genggaman

pekerja ketika memegang alat timbangan tergolong kurang baik. Hal

Page 168: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

148

ini dikarenakan ketika kemasan pembungkus pakaian yang diberikan

oleh pelanggan kepada pekerja laundry tidak memiliki desain kemasan

pembungkus yang memiliki pegangan yang baik. Menurut Bridger

(2003) desain peralatan yang kurang baik dapat menyebabkan tekanan

pada ujung organ tubuh yang mendorong terjadinya injury. Beban

yang diangkat pekerja ketika proses penimbangan menggunakan

timbangan ini berada pada berat 5-10 kg. Hal ini memiliki risiko

ergonomi. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban

yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Nilai akhir REBA pada proses ini untuk bagian tubuh sebelah

kiri adalah 6 sedangkan pada bagian tubuh sebelah kanan adalah 7. Hal

ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses penimbangan

memiliki risiko sedang (medium risk). Menurut Sue Hignett dan Mc

Attamney (2000), kegiatan yang tergolong dalam risiko sedang

memerlukan investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan perubahan pada

kegiatan ini. Walaupun risiko ini tergolong dalam risiko sedang, tetapi

apabila pekerja terpajan risiko secara terus-menerus tanpa ada

perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari risiko ini dapat

terakumulasi dan menyebabkan MSDs pada pekerja dalam jangka

panjang.

Page 169: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

149

6.2.2. Pencucian dan Pemerasan

1. Memasukkan Pakaian Kedalam Mesin Cuci

Pada proses memasukkan pakaian ke dalam mesin cuci, faktor

risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal

adalah postur janggl dan gerakan berulang dengan frekuensi >4x

permenit.Menurut DiNardi dalam Laraswati (2009), pekerjaan yang

dilakukan dengan postur janggal, kerja statis dan gerakan repetitive

merupakan faktor risiko terjadinya MSDs.

Posisi leher pada kegiatan ini menunduk sebesar 35o. Posisi ini

terjadi karena pekerja harus melihat pakaian yang dimasukkan ke

dalam mesin cuci. Menurut Grandjean (1987) yang disadur oleh

Bridger (1995) yang menyatakan bahwa kepala dan leher tidak boleh

dalam keadaan fleksi dan ekstensi lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi

maka postural stress tidak dapat dihindari.

Posisi punggung dalam keadaan lurus, namun dalam keadaan

miring. Posisi ini disebabkan karena perbedaan posisi tangan, dimana

tangan kanan mengambil pakaian dari wadah pakaian sedangkan

posisi tangan kiri memasukkan pakaian kedalam mesin cuci. Menurut

Bridger (2003) postur ekstrim pada punggung dapat menyebabkan

peregangan pada lumbar dan penekanan otot perut sehingga terjadi

kompresi tulang belakang.

Page 170: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

150

Posisi kaki pada proses ini adalah berdiri dengan kedua kaki.

Saat berdiri dengan kedua kaki ditopang seimbang oleh kedua kaki dan

tubuh dalam keadaan stabil. Menurut metode yang dikembangkan Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000), posisi berdiri menggunakan 2 kaki

dengan keadaan stabil memiliki nilai risiko yang lebih kecil

dibandingkan dengan berdiri dengan 1 kaki.

Beban yang diangkat oleh pekerja ketika memasukkan pakaian

kedalam mesin cuci kurang dari 5 kg. Hal ini masih dapat diterima dan

belum memiliki risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995)

bahwa beban yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari

dengan 4,5 kg.

Postur lengan atas pada proses ini membentuk sudut fleksi 10o

yang disertai dengan gerakan lengan yang menjauhi pusat tubuh

(abduksi). Postur ini disebabkan karena pakaian yang akan

dimasukkan ke dalam mesin cuci memiliki desain yang berbeda-beda.

Menurut Pheasant (1991) bahwa posisi bahu ditinggikan atau lengan

dijauhkan juga menyebabkan neck pain.

Postur lengan bawah membentuk fleksi sebesar 135o . Postur ini

disebabkan karena desain bukaan mesin cuci yang digunakan, dimana

pekerja harus menyesuaikan ketinggian bukaan mesin cuci ketika

Page 171: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

151

akan memasukkan pakaian. Menurut Nurmianto (1998) sudut yang

optimal untuk lengan bawah berada berkisar antara 90o – 120

o.

Pergelangan tangan membentuk fleksi sebesar 10o. Postur ini

disebabkan pada saat mengambil pakaian, pergelangan tangan sering

dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan kanan

maupun kiri Menurut Brumfield dan Champoux (1984) dalam Kumar

(2001) posisi 10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang masih

dapat diterima pada sendi pergelangan tangan melakukan aktivitas

sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika memasukkan pakaian kedalam

mesin cuci cukup baik karena menggunakan kekuatan jari (finger grip)

sehingga keadaan ini dapat dikategorikan fair. Hal tersebut memiliki

risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya dengan

mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari

(Kumar,2001).

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian punggung,

leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan untuk

mengambil cucian kotor dari wadah pakaian yang berada disebelah

mesin cuci. Kegiatan ini menimbulkan risiko karena pekerja

melakukannya berulang lebih dari 4x permenit. Berdasarkan metode

Page 172: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

152

REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Attamney (2000)

kegiatan yang menghendaki gerakan yang berulang >4x permenit

menambah risiko ergonomi.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh sebelah

kiri adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

memasukkan pakaian kedalam mesin cuci memiliki risiko sedang

(medium risk). Menurut Sue Hignett dan Mc Attamney (2000),

kegiatan yang tergolong dalam risiko sedang memerlukan investigasi

lebih lanjut dan dibutuhkan perubahan pada kegiatan ini. Walaupun

risiko ini tergolong dalam risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan

risiko secara terus-menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang

ditimbulkan dari risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan

MSDs pada pekerja dalam jangka panjang.

2. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Cuci

Pada proses mengeluarkan cucian dari mesin cuci faktor risiko

ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah

postur janggal dan gerakan berulang dengan frekuensi lebih dari 4 kali

permenit.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 18o yang disertai

dengan leher miring dan berputar. Postur ini terjadi karena pekerja

harus melihat posisi pakaian yang akan dikeluarkan dari mesin cuci

Page 173: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

153

untuk selanjutnya diletakkan pada wadah pakaian. Bernad (1997)

bahwa postur menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang

berkontribusi terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan

leher, punggung dan bahu.

Postur punggung pekerja dalam keadaan lurus namun dalam

keadaan miring. Postur ini terjadi karena pekerja harus mengangkat

pakaian yang dikeluarkan dari mesin cuci untuk selanjutnya diletakkan

pada wadah pakaian yang berada dibawah. Proses ini dilakukan

dengan berdiri pada kedua kaki. Menurut Bridger (2003) postur

ekstrim pada punggung dapat menyebabkan peregangan pada lumbar

dan penekanan otot perut sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang harus diangkat masih dalam

keadaan basah. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas kiri membentuk fleksi 25o. Postur ini terjadi karena

posisi lengan pekerja ketika mengeluarkan pakaian dari mesin cuci

sejajar dengan tinggi bukaan mesin cuci. Berdasarkan metode REBA

yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Atamney (2000) posisi

ini memberikan risiko lebih besar pada lengan atas karena semakin

Page 174: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

154

besar sudut yang dibentuk maka posisi tangan akan semakin jauh

dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang berisiko.

Lengan bawah pada bagian kiri membentuk fleksi sebesar 110o.

hal ini disebabkan pakaian yang harus diangkat harus melewati

bukaan yang berada diatas mesin cuci. Menurut Nurmianto (1998)

sudut yang optimal untuk lengan bawah berada berkisar antara 90o –

120o.

Pada saat mengambil pakaian, pergelangan tangan sering dalam

posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan kanan maupun

kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan kiri pekerja

membentuk fleksi sebesar 30o yang disertai deviasi ulnar atau

pergelangan tangan miring kearah kelingking. Posisi ini berisiko

karena menurut Sue Hignett dan Mc Attamney (2000) bahwa sudut

>15o memiliki risiko terhadap MSDs.

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya gerakan berulang pada bagian punggung, leher , lengan atas

dan bawah serta pergelangan tangan yang dilakukan saat mengambil

pakaian yang telah dicuci dari dalam mesin. Aktifitas ini dilakukan

berulang lebih dari 4 kali permenit maka kegiatan ini dapat

dikategorikan sebagai kegiatan yang berisiko. Berdasarkan metode

REBA menurut Sue Hignett dan Mc Attamney (2000) kegiatan yang

Page 175: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

155

menghendaki gerakan berulang lebih dari 4 kali permenit menambah

risiko terhadap gangguan muskuloskeletal.

Nilai akhir REBA untuk sebelah kiri pada proses ini yaitu 6 yang

berarti memiliki risiko sedang. Menurut Sue Hignett dan Mc Attamney

(2000) risiko sedang berarti kegiatan ini memerlukan investigasi lebih

lanjut dan dibutuhkan perubahan pada kegiatan ini. Walaupun risiko

ini tergolong sedang, tetapi apabila pekerja terpapar secara terus

menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari

risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan gangguan

muskuloskeletal pada pekerja dalam jangka panjang.

3. Pembilasan Pakaian

Pada proses pembilasan pakaian, faktor risiko ergonomi yang

dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah postur janggal

dan gerakan berulang dengan frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 15o yang disertai

dengan leher miring. Postur ini terjadi karena posisi pekerja dalam

memilih pakaian yang akan diperas di dalam wadah pembilasan.

Menurut Grandjean (1987) yang disadur oleh Bridger (1995) yang

menyatakan bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi

dan ekstensi lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress

tidak dapat dihindari.

Page 176: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

156

Postur punggung pekerja membentuk fleksi 10o dan disertai

dengan keadaan miring dan berputar. Postur ini terjadi karena selama

proses pembilasan, pekerja harus memasukkan dan mengeluarkan

pakaian yang dibilas di dalam wadah pembilasan. Proses ini dilakukan

dengan berdiri pada kedua kaki. Menurut Bridger (1995) risiko LBP

meningkat 15% pada keadaan fleksi pada bagian punggung.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang dibilas dalam keadaan

basah. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki risiko.

Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang berisiko

apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri membentuk postur fleksi sebesar 30 yang

disertai dengan gerakan abduksi yaitu gerakan lengan yang menjauhi

pusat tubuh. Postur ini terjadi karena ketika dalam proses pembilasan,

pekerja membutuhkan tenaga untuk memeras pakaian. Menurut

pendapat Sue Hignett dan Mc Attamney (2000) bahwa sudut lengan

atas lebih dari 20o memiliki risiko ergonomi walaupun sudut lebih dari

90o lebih tinggi risikonya.

Lengan bawah pada bagian kiri membentuk fleksi sebesar 110o.

Hal ini disebabkan posisi tangan ketika memeras pakaian harus

mendekati posisi ketinggian air yang ada di dalam wadah pembilasan.

Page 177: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

157

Menurut Nurmianto (1998) sudut yang optimal untuk lengan bawah

berada berkisar antara 90o – 120

o.

Pada saat membilas pakaian, pergelangan tangan sering dalam

posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan kanan maupun

kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan kiri pekerja

membentuk fleksi sebesar 70o yang disertai dengan gerakan berputar

Menurut pendapat Sue Hignett dan Mc Attamney (2000), sudut lebih

dari 15o memiliki risiko ergonomi ditambah dengan pergerakan deviasi

atau rotasi pada pergelangan tangan yang dapat menyebabkan rasa

tidak nyaman.

Postur genggaman pekerja ketika memasukkan pakaian kedalam

mesin cuci dapat dikatakan baik karena menggunakan telapak tangan

ketika memeras pakaian sehingga keadaan ini dapat dikategorikan

good. Genggaman ini dinilai lebih baik dari pada genggaman yang

menggunakan tenaga jari. Hal tersebut memiliki risiko ergonomi

karena mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandal

kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar,2001).

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian punggung,

leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan untuk

memeras pakaian. Kegiatan ini menimbulkan risiko karena pekerja

Page 178: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

158

melakukannya berulang lebih dari 4x permenit. Berdasarkan metode

REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Attamney (2000)

kegiatan yang menghendaki gerakan yang berulang >4x permenit

menambah risiko ergonomi.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh sebelah

kiri adalah 6. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

pembilasan pakaian memiliki risiko sedang (medium risk). Menurut

Sue Hignett dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang tergolong dalam

risiko sedang memerlukan investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan

perubahan pada kegiatan ini. Walaupun risiko ini tergolong dalam

risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan risiko secara terus-

menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari

risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan MSDs pada pekerja

dalam jangka panjang.

4. Memasukkan Pakaian Kedalam Wadah

Pada proses memasukkan pakaian kedalam wadah, faktor risiko

ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah

postur janggal yang disertai perubahan postur secara cepat dan tidak

stabil dan gerakan berulang dengan frekuensi lebih dari 4 kali permenit

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 20o yang disertai

dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena proses pemindahan

Page 179: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

159

pakaian dari proses pembilasan ke wadah pakaian. Menurut Grandjean

(1987) dalam Bridger (1995) posisi fleksi pada bagian leher dan kepala

tidak boleh melebihi 15o, karena dapat menyebabkan postural stress.

Postur punggung pekerja membentuk sudut fleksi sebebsar 40o

yang disertai dengan postur punggung miring. Postur ini terjadi karena

posisi wadah pakaian diletakkan di dasar lantai sehingga pekerja harus

membungkuk ketika meletakkan pakaian. Proses ini dilakukan dengan

berdiri pada kedua kaki. Menurut Bridger (1995) risiko LBP

meningkat 15% pada keadaan fleksi pada bagian punggung.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang dipindahkan masih dalam

keadaan basah. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi sebesar 20o. Postur ini terjadi karena posisi lengan yang

disesuaikan dengan jarak wadah pakaian. Berdasarkan metode REBA

yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Atamney (2000) posisi

ini memberikan risiko lebih besar pada lengan atas karena semakin

besar sudut yang dibentuk maka posisi tangan akan semakin jauh

dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang berisiko.

Page 180: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

160

Lengan bawah pada bagian kiri membentuk fleksi sebesar 20o.

Hal ini disebabkan posisi lengan bawah dalam meletakkan pakaian ke

dalam wadah. Begitu pula posisi lengan bawah yang membentuk sudut

<60o menurut Sue Hignett dan Mc Atamney (2000) juga memiliki

risiko.

Pada saat memasukkan pakaian ke dalam wadah, pergelangan

tangan sering dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan

tangan kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan

tangan kiri pekerja membentuk fleksi sebesar 10o. Menurut Brumfield

dan Champoux (1984) dan Kumar (2001) posisi 10o fleksi dan 35

o

ekstensi merupakan posisi yang masih dapat diterima pada sendi

pergelangan tangan melakukan aktivitas sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika memasukkan pakaian ke

wadah pakaian cukup baik karena menggunakan kekuatan jari (finger

grip) sehingga keadaan ini dapat dikategorikan fair. Hal tersebut

memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya

dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada

jari (Kumar,2001).

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian punggung,

leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan serta

Page 181: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

161

perubahan postur secara cepat dan tidak stabil dalam meletakkan

pakaian ke dalam wadah pakaian. Kegiatan ini menimbulkan risiko

karena pekerja melakukannya berulang lebih dari 4x permenit.

Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan

Mc Attamney (2000) kegiatan yang menghendaki gerakan yang

berulang >4x permenit menambah risiko ergonomi.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk adalah 6. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses meletakkan pakaian ke

dalam wadah memiliki risiko sedang (medium risk). Menurut Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang tergolong dalam

risiko sedang memerlukan investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan

perubahan pada kegiatan ini. Walaupun risiko ini tergolong dalam

risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan risiko secara terus-

menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari

risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan MSDs pada pekerja

dalam jangka panjang.

6.2.3. Pengeringan

1. Mengangkat Wadah Pakaian

Pada proses mengangkat wadah pakaian, faktor risiko ergonomi

yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah postur

janggal dan beban objek yang diangkat melebihi 10 kg.

Page 182: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

162

Postur leher pekerja membentuk ekstensi sebesar 10o. Postur ini

terjadi karena pekerja harus melihat kearah wadah agar pakaian yang

sudah dimasukkan kedalam wadah tidak terjatuh. Dalam pandangan

Grandjean (1987) dalam Bridger (1995) yang menyatakan bahwa

kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi lebih

dari 15o.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 25o.

Postur ini terjadi karena posisi wadah pakaian berada dibawah /

dilantai yang mengharuskan punggung pekerja berpostur

membungkuk. Proses ini dilakukan dengan berdiri pada kedua kaki.

Menurut Bridger (2003) postur ekstrim pada punggung dapat

menyebabkan peregangan pada lumbar dan penekanan otot perut

sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Beban yang diangkat pekerja pada proses ini melebihi 10 kg.

Berat beban berasal dari total berat pakaian yang ada di dalam wadah ,

dimana kondisi pakaian yang ada didalam wadah dalam keadaan

basah. Hal ini sangat berisiko menimbulkan gangguan

muskuloskeletal. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa

beban yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5

kg.

Page 183: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

163

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi 70o. Postur ini terjadi karena letak wadah yang berada

dibawah dimana posisi beban didekatkan ke tubuh. Berdasarkan

metode REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Atamney

(2000) posisi ini memberikan risiko lebih besar pada lengan atas

karena semakin besar sudut yang dibentuk maka posisi tangan akan

semakin jauh dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang berisiko.

Lengan bawah pada bagian kiri dan kanan masing – masing

membentuk fleksi sebesar 5o. Hal ini disebabkan postur lengan bawah

menyesuaikan dengan desain wadah pakaian. Menurut Bridger (1995)

sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan tekanan pada otot

antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat mengangkat wadah pakaian, pergelangan tangan sering

dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan kanan

maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan kiri

pekerja membentuk fleksi sebesar 5o. Postur ini masih dapat diterima.

Menurut Brumfield dan Champoux (1984) dan Kumar (2001) posisi

10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang masih dapat

diterima pada sendi pergelangan tangan melakukan aktivitas sehari-

hari.

Page 184: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

164

Postur genggaman pekerja ketika memasukkan pakaian kedalam

mesin cuci kurang baik karena menggunakan kekuatan ujung jari. Hal

tersebut memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak

boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat

cidera pada jari (Kumar,2001).

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh sebelah

kiri dan kanan adalah 8. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko

pada proses mengangkat wadah pakaian memiliki risiko tinggi (high

risk). Menurut Hignett dan Mc Atamney (2000) risiko tinggi berarti

kegiatan ini membutuhkan investigasi mendalam dan perubahan harus

dilakukan segera, karena semakin tinggi tingkat risiko yang ada pada

pekerjaan berarti semakin besar pula kemungkinan pekerja untuk

terkena gangguan muskuloskeletal.

2. Memasukkan Pakaian Kedalam Mesin Pengering

Pada proses memasukkan pakaian kedalam mesin pengering,

faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal adalah postur janggal dan gerakan berulang dengan

frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar ekstensi 10o yang

disertai dengan leher miring. Postur ini terjadi karena desain mesin

pengering yang memiliki bukaan samping. Dalam pandangan

Page 185: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

165

Grandjean (1987) dalam Bridger (1995) yang menyatakan bahwa

kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi lebih

dari 15o.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 45o

ditambah dengan postur miring. Postur ini terjadi karena letak wadah

pakaian yang diletakkan di bawah/dilantai dan ditambah dengan

desain mesin pengering yang mengharuskan untuk membungkuk saat

memasukkan pakaian. Proses ini dilakukan dengan berdiri pada kedua

kaki. Menurut Bridger (2003) postur ekstrim pada punggung dapat

menyebabkan peregangan pada lumbar dan penekanan otot perut

sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang masih dalam keadaan basah

dari proses pencucian. Menurut rekomendasi Humantech (1995)

bahwa beban yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari

dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kanan masing-masing membentuk postur

fleksi 110o. Postur ini terjadi karena anggota tubuh ini digunakan

untuk membantu memasukkan pakaian ke dalam mesin pengering.

Hal itu berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue

Hignett dan Mc Atamney (2000) posisi lengan atas >90o

fleksi

Page 186: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

166

merupakan posisi yang paling berisiko karena semakin besar sudut

yang dibentuk maka semakin besar pula risiko MSDs yang dihasilkan.

Lengan bawah pada bagian kanan membentuk fleksi sebesar 75o.

Hal ini disebabkan pekerja harus menyesuaikan dengan posisi bukaan

mesin cuci pada saat memasukkan pakaian. Menurut Sue Hignett dan

Mc Attamney (2000) bahwa sudut lengan bawah antara 60-100o

berisiko ergonomi.

Pada saat memasukkan pakaian kedalam mesin pengering,

pergelangan tangan sering dalam posisi membentuk sudut baik pada

pergelangan tangan kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini,

pergelangan tangan kanan pekerja membentuk fleksi sebesar 5o.

Pendapat Brumfield dan Campoux (1984) dalam Kumar (2001) posisi

10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang masih dapat

diterima pada sendi pergelangan tangan dalam melakukan kegiatan

normal sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika memasukkan pakaian kedalam

mesin pengering cukup baik karena menggunakan kekuatan jari (finger

grip) sehingga keadaan ini dapat dikategorikan fair. Hal tersebut

memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya

dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada

jari (Kumar,2001).

Page 187: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

167

Tambahan Risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi

karena adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian

punggung, leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan

untuk memasukkan pakaian kedalam mesin pengering. Kegiatan ini

menimbulkan risiko karena pekerja melakukannya berulang lebih dari

4x permenit. Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000) kegiatan yang menghendaki gerakan

yang berulang >4x permenit menambah risiko ergonomi.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh sebelah

kanan adalah 9. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

memasukkan pakaian kedalam mesin pengering memiliki risiko tinggi

(high risk). Menurut Hignett dan Mc Atamney (2000) risiko tinggi

berarti kegiatan ini membutuhkan investigasi mendalam dan

perubahan harus dilakukan segera, karena semakin tinggi tingkat risiko

yang ada pada pekerjaan berarti semakin besar pula kemungkinan

pekerja untuk terkena gangguan musculoskeletal.

3. Mengeluarkan Pakaian Dari Mesin Pengering

Pada proses mengeluarkan pakaian kedalam mesin pengering,

faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan

muskuloskeletal adalah postur janggal dan gerakan berulang dengan

frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Page 188: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

168

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar ekstensi 15o yang

disertai dengan leher miring. Postur ini terjadi karena pekerja harus

melihat posisi pakaian pada saat mengambil pakaian dari dalam mesin.

Menurut Grandjean (1987) yang disadur oleh Bridger (1995) yang

menyatakan bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi

dan ekstensi lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress

tidak dapat dihindari.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 50o

ditambah dengan postur miring. Postur ini terjadi karena letak wadah

pakaian yang diletakkan di bawah/dilantai dan ditambah dengan

desain mesin pengering yang mengharuskan untuk membungkuk saat

mengeluarkan pakaian dari mesin pengering. Proses ini dilakukan

dengan berdiri pada kedua kaki. Menurut Bridger (2003) postur

ekstrim pada punggung dapat menyebabkan peregangan pada lumbar

dan penekanan otot perut sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berkurang setelah dikeringkan menggunakan mesin

pengering. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban

yang berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari sama dengan 4,5

kg.

Page 189: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

169

Lengan atas bagian kanan masing-masing membentuk postur

fleksi 120o. Postur ini terjadi karena anggota tubuh ini digunakan

untuk mengeluarkan pakaian dari dalam mesin pengering.

Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan

Mc Atamney (2000) posisi ini memberikan risiko lebih besar pada

lengan atas karena semakin besar sudut yang dibentuk maka posisi

tangan akan semakin jauh dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang

berisiko.

Lengan bawah pada bagian kanan membentuk fleksi sebesar 85o.

Hal ini disebabkan pekerja harus menyesuaikan dengan posisi bukaan

mesin cuci pada saat mengeluarkan pakaian. Menurut Bridger (1995)

bahwa sudut <60o pada bagian lengan bawah menyebabkan tekanan

pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat mengeluarkan pakaian dari dalam mesin pengering,

pergelangan tangan sering dalam posisi membentuk sudut baik pada

pergelangan tangan kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini,

pergelangan tangan kanan pekerja membentuk fleksi sebesar 10o. Hal

ini sesuai dengan pendapat Brumfield dan Campoux (1984) dalam

Kumar (2001) posisi 10o

fleksi dan 35o ekstensi merupakan posisi yang

masih dapat diterima pada sendi pergelangan tangan dalam melakukan

kegiatan normal sehari-hari.

Page 190: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

170

Postur genggaman pekerja ketika mengeluarkan pakaian dari

dalam mesin pengering cukup baik karena menggunakan kekuatan jari

(finger grip) sehingga keadaan ini dapat dikategorikan fair. Hal

tersebut memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak

boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat

cidera pada jari (Kumar,2001).

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian punggung,

leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan dalam

mengeluarkan pakaian dari dalam mesin pengering. Kegiatan ini

menimbulkan risiko karena pekerja melakukannya berulang lebih dari

4x permenit. Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000) kegiatan yang menghendaki gerakan

yang berulang >4x permenit menambah risiko ergonomi

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh sebelah

kanan adalah 9. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses

mengeluarkan pakaian dari dalam mesin pengering memiliki risiko

tinggi (high risk). Menurut Hignett dan Mc Atamney (2000) risiko

tinggi berarti kegiatan ini membutuhkan investigasi mendalam dan

perubahan harus dilakukan segera, karena semakin tinggi tingkat risiko

yang ada pada pekerjaan berarti semakin besar pula kemungkinan

pekerja untuk terkena gangguan muskuloskeletal.

Page 191: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

171

4. Penjemuran Pakaian

Pada proses penjemuran, faktor risiko ergonomi yang dapat

menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah postur janggal.

Postur leher pekerja membentuk ekstensi sebesar 10o yang

disertai dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja harus

memperhatikan posisi pakaian mulai dari proses awal hingga proses

penggantungan baju yang akan dijemur. Pendapat Grandjean (1987)

dalam Bridger (1995), posisi fleksi pada bagian leher dan kepala tidak

boleh melebihi 15o, karena dapat menyebabkan postural stress.

Postur punggung pekerja dalam keadaan lurus namun punggung

harus berputar karena postur punggung pekerja harus menyesuaikan

dengan posisi pakaian yang akan dijemur. Proses ini dilakukan dengan

berdiri pada kedua kaki namun tidak stabil. Bernad (1997) bahwa

postur menunjukan bukti yang kuat sebagai faktor yang berkontribusi

terhadap MSDs dan menimbulkan terjadinya gangguan leher,

punggung dan bahu.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada pada ukuran

5 – 10 kg. Berat beban berasal dari pakaian yang akan dijemur masih

dalam keadaan basah. Beban tersebut berisiko, dimana hal ini sesuai

Page 192: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

172

dengan rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang berisiko

apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi sebesar 45o

dan fleksi sebesar 150o yang disertai dengan

gerakan abduksi yaitu gerakan lengan menjauhi badan pada tangan

kiri. Postur ini terjadi karena posisi lengan kanan yang bertugas

mengarahkan pakaian yang akan dijemur, sedangkan pada lengan kiri

bertugas untuk memegang pakaian yang akan dijemur. Menurut

Pheasant (1991) bahwa posisi bahu ditinggikan atau lengan dijauhkan

juga menyebabkan neck pain.

Lengan bawah bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

fleksi sebesar 110o dan fleksi 10o. Hal ini disebabkan karena pekerja

harus menyesuaikan dengan desain tempat penjemuran. Menurut

Bridger (1995) sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan

tekanan pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat penjemuran, pergelangan tangan sering dalam posisi

membentuk sudut baik pada pergelangan tangan kanan maupun kiri.

Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan kanan maupun kiri

dalam keadaan lurus. Menurut Sue Hignett dan Mc Attamney (2000),

postur pergelangan tangan dalam keadaan lurus memiliki risiko yang

kecil.

Page 193: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

173

Postur genggaman pekerja ketika tahapan penjemuran pakaian

cukup baik karena menggunakan kekuatan jari (finger grip) sehingga

keadaan ini dapat dikategorikan fair. Hal tersebut memiliki risiko

ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya dengan

mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada jari

(Kumar,2001).

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini adalah 8. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko pada proses penjemuran pakaian

memiliki risiko tinggi (high risk). Menurut Hignett dan Mc Atamney

(2000) risiko tinggi berarti kegiatan ini membutuhkan investigasi

mendalam dan perubahan harus dilakukan segera, karena semakin

tinggi tingkat risiko yang ada pada pekerjaan berarti semakin besar

pula kemungkinan pekerja untuk terkena gangguan muskuloskeletal.

6.2.4. Setrika dan Pelipatan

1. Posisi Berdiri Menggunakan Meja Setrika Tanpa Kursi

Menurut Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), pekerjaan

menyetrika merupakan jenis pekerjaan yang bersifat monoton . Pada

proses setrika dan pelipatan dengan posisi berdiri menggunakan meja

setrika tanpa kursi, faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan

gangguan muskuloskeletal adalah postur janggal, anggota tubuh statis

serta gerakan berulang dengan frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Page 194: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

174

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 40o yang disertai

dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja mengamati

gerakan posisi pergelangan tangan yang memegang setrika pada

tangan kanan. Menurut Grandjean (1987) dalam Bridger (1995) yang

menyatakan bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi

dan ekstensi lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress

tidak dapat dihindari. Postural stress ini akhirnya dapat menimbulkan

rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut dapat diperburuk dengan keadaan posisi

leher fleksi dan berotasi.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 10o yang

disertai dengan postur punggung yang miring dan berputar. Postur ini

terjadi karena postur punggung menyesuaikan jangkauan setrika serta

ketinggian meja setrika. Proses ini dilakukan dengan duduk. Grandjean

(1993) dalam Tarwaka (2004), berpendapat bahwa bekerja dalam

posisi duduk mempunyai keuntungan antara lain : pembebanan pada

kaki, pemakaian energi dan keperluan untuk sirkulasi darah dapat

dikurangi.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari berat setrika yang digunakan serta pakaian

yang disetrika. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Page 195: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

175

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi sebesar 10o dan fleksi sebesar 35

o yang disertai dengan

gerakan abduksi yaitu gerakan tangan yang menjauhi pusat tubuh.

Postur ini terjadi karena penyesuaian yang dilakukan pekerja untuk

menjangkau pakaian yang disetrika. Menurut Tarwaka (2004),

pekerjaan menyetrika memerlukan pengerahan tenaga dengan sedikit

penekanan. Pekerjaan tersebut sebagian besar dilakukan dengan tangan

dan tidak memerlukan mobilitas yang tinggi serta jangkauan yang

tidak terlalu luas.

Lengan bawah pada bagian kiri dan kanan masing-masing

membentuk fleksi sebesar 60o

dan fleksi sebesar 15o. Hal ini dilakukan

untuk menyesuaikan gerakan tangan bagian kanan yang memegang

setrika dan bagian kiri yang bertugas merapikan pakaian. Menurut

Bridger (1995) sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan

tekanan pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat penyetrikaan dan pelipatan dengan posisi berdiri,

pergelangan tangan sering dalam posisi membentuk sudut baik pada

pergelangan tangan kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini,

pergelangan tangan bagian kanan dan kiri masing-masing membentuk

fleksi sebesar 5o. Menurut Brumfield dan Champoux (1984) dalam

Kumar (2001) posisi 10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang

Page 196: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

176

masih dapat diterima pada sendi pergelangan tangan melakukan

aktivitas sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika saat penyetrikaan dan pelipatan

dengan posisi berdiri dapat dikatakan baik karena menggunakan

kekuatan genggaman tangan. Postur genggaman ini lebih baik

dibandingkan dengan hanya menggunakan kekuatan jari. Hal tersebut

memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya

dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada

jari (Kumar,2001).

Selain posisi kaki yang statis saat berdiri, tambahan nilai aktifitas

berasal dari gerakan repetitif saat menyetrika dengan menggunakan

bagian tangan sebelah kanan dan beban tekanan pada alat setrika.

Menurut Bridger (2003), penggunaan beban yang repetitif pada lengan

dapat menyebabkan sendi siku terkena injury. Hal ini dikemukakan

oleh Kumar (2001) bahwa pekerjaan repetitif, tangan dan pergelangan

tangan selama bekerja meningkatkan risiko terkena gangguan

muskuloskeletal. Selain itu menurut Bridger (1995) kegiatan yang

membutuhkan genggaman yang kuat dan dipertahankan dalam waktu

lama akan meningkatkan beban statis pada siku.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk bagian tubuh kiri

adalah 7. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat risiko pada bagian tubuh

Page 197: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

177

kiri saat proses penyetrikaan dengan posisi berdiri memiliki risiko

sedang (medium risk). Menurut Sue Hignett dan Mc Attamney (2000),

kegiatan yang tergolong dalam risiko sedang memerlukan investigasi

lebih lanjut dan dibutuhkan perubahan pada kegiatan ini. Walaupun

risiko ini tergolong dalam risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan

risiko secara terus-menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang

ditimbulkan dari risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan

MSDs pada pekerja dalam jangka panjang.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini adalah 9. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko pada saat proses penyetrikaan

dengan posisi berdiri memiliki risiko tinggi (high risk). Menurut

Hignett dan Mc Atamney (2000) risiko tinggi berarti kegiatan ini

membutuhkan investigasi mendalam dan perubahan harus dilakukan

segera, karena semakin tinggi tingkat risiko yang ada pada pekerjaan

berarti semakin besar pula kemungkinan pekerja untuk terkena

gangguan muskuloskeletal.

2. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Dengan Sandaran

Punggung

Pada proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi dengan sandaran punggung,

faktor risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan

Page 198: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

178

muskuloskeletal adalah postur janggal, postur statis dan gerakan

berulang dengan frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 5o yang disertai

dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja mengamati

gerakan posisi pergelangan tangan yang memegang setrika pada

tangan kanan pada proses penyetrikaan pakaian. Menurut Grandjean

(1993) jika landasan terlalu tinggi, maka pekerja akan mengangkat

bahu untuk menyesuaikan dengan ketinggian landasan kerja sehingga

menyebabkan sakit pada bahu dan leher. Sebaliknya bila landasan

terlalu rendah maka tulang belakang akan membungkuk sehingga

menyebabkan kenyerian pada bagian belakang (backache).

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 15o yang

disertai dengan postur punggung yang berputar. Postur ini terjadi

karena postur punggung menyesuaikan jangkauan setrika serta

ketinggian meja setrika. Proses ini dilakukan dengan duduk

menggunakan kursi yang memiliki sandaran punggung. Namun

sandaran punggung tidak berfungsi karena pekerja melakukan proses

penyetrikaan tidak bersandar pada sandaran, tetapi dengan posisi

punggung membungkuk. Menurut Pheasant (1991) posisi

membungkuk dapat juga menyebabkan pembebanan pada bagian

pinggang dan lumbar. Selain itu, Bridger (1995) juga menambahkan

Page 199: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

179

bahwa semakin besar sudut yang dibentuk tulang punggung maka

semakin besar pula beban yang terjadi pada tulang punggung.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari berat setrika yang digunakan serta pakaian

yang disetrika. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kanan membentuk postur fleksi sebesar 80o

yang disertai dengan gerakan abduksi yaitu gerakan tangan yang

menjauhi pusat tubuh. Postur ini terjadi karena penyesuaian yang

dilakukan pekerja untuk menjangkau pakaian yang disetrika. Menurut

Tarwaka (2004), pekerjaan menyetrika memerlukan pengerahan tenaga

dengan sedikit penekanan. Pekerjaan tersebut sebagian besar dilakukan

dengan tangan dan tidak memerlukan mobilitas yang tinggi serta

jangkauan yang tidak terlalu luas.

Lengan bawah pada bagian kanan membentuk fleksi sebesar 30o.

Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan gerakan tangan bagian kanan

yang memegang setrika dan bagian kiri yang bertugas merapikan

pakaian. Menurut Bridger (1995) sudut < 60o pada bagian lengan

bawah menyebabkan tekanan pada otot antagonis yang terdapat pada

lengan bawah.

Page 200: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

180

Pada saat penyetrikaan dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan kursi dengan sandaran punggung, pergelangan tangan

sering dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan

kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan

bagian kanan membentuk fleksi sebesar 5o. Kumar (2001) bahwa

pekerjaan repetitif tangan dan pergelangan tangan selama bekerja

meningkatkan risiko terkena MSDs.

Postur genggaman pekerja ketika saat penyetrikaan dan pelipatan

dengan menggunakan kursi dengan sandaran punggung,dapat

dikatakan cukup baik karena menggunakan kekuatan genggaman

tangan walaupun tidak ideal. Postur genggaman ini lebih baik

dibandingkan dengan hanya menggunakan kekuatan jari. Hal tersebut

memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak boleh hanya

dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat cidera pada

jari (Kumar,2001).

Tambahan risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi karena

adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian punggung,

leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Kegiatan ini

menimbulkan risiko karena pekerja melakukannya berulang lebih dari

4x permenit. Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000) kegiatan yang menghendaki gerakan

yang berulang >4x permenit menambah risiko ergonomi.

Page 201: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

181

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini adalah 8. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko pada saat proses penyetrikaan

dengan posisi berdiri memiliki risiko tinggi (high risk). Menurut

Hignett dan Mc Atamney (2000) risiko tinggi berarti kegiatan ini

membutuhkan investigasi mendalam dan perubahan harus dilakukan

segera, karena semakin tinggi tingkat risiko yang ada pada pekerjaan

berarti semakin besar pula kemungkinan pekerja untuk terkena

gangguan muskuloskeletal.

4. Posisi Duduk Menggunakan Meja Setrika dan Kursi Tanpa Sandaran

Punggung

Pada proses setrika dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan meja setrika dan kursi tanpa sandaran punggung, faktor

risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal

adalah postur janggal, postur statis dan gerakan berulang dengan

frekuensi lebih dari 4 kali permenit.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 10o yang disertai

dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja mengamati

gerakan posisi pergelangan tangan yang memegang setrika pada

tangan kanan pada proses penyetrikaan pakaian. Menurut Grandjean

(1987) dalam Bridger (1995) yang menyatakan bahwa kepala dan leher

tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi lebih dari 15o dan jika

Page 202: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

182

hal ini terjadi maka postural stress tidak dapat dihindari. Postural

stress ini akhirnya dapat menimbulkan rasa nyeri. Rasa nyeri tersebut

dapat diperburuk dengan keadaan posisi leher fleksi dan berotasi.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 15o yang

disertai dengan postur punggung yang berputar. Postur ini terjadi

karena postur punggung menyesuaikan jangkauan setrika serta

ketinggian meja setrika. Menurut Grandjean (1993) jika landasan

terlalu tinggi, maka pekerja akan mengangkat bahu untuk

menyesuaikan dengan ketinggian landasan kerja sehingga

menyebabkan sakit pada bahu dan leher. Sebaliknya bila landasan

terlalu rendah maka tulang belakang akan membungkuk sehingga

menyebabkan kenyerian pada bagian belakang (backache).

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari berat setrika yang digunakan serta pakaian

yang disetrika. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi sebesar 60o dan 68

o yang disertai dengan gerakan abduksi

yaitu gerakan tangan yang menjauhi pusat tubuh. Postur ini terjadi

karena penyesuaian yang dilakukan pekerja untuk menjangkau pakaian

Page 203: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

183

yang disetrika. Menurut Tarwaka (2004), pekerjaan menyetrika

memerlukan pengerahan tenaga dengan sedikit penekanan. Pekerjaan

tersebut sebagian besar dilakukan dengan tangan dan tidak

memerlukan mobilitas yang tinggi serta jangkauan yang tidak terlalu

luas.

Lengan bawah pada bagian kiri dan kanan membentuk fleksi

masing –masing sebesar 40o dan 30

o. Hal ini dilakukan untuk

menyesuaikan gerakan tangan bagian kanan yang memegang setrika

dan bagian kiri yang bertugas merapikan pakaian. Menurut Bridger

(1995) sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan tekanan

pada otot antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat penyetrikaan dan pelipatan dengan posisi duduk

menggunakan kursi tanpa sandaran punggung, pergelangan tangan

sering dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan

kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan

bagian kanan maupun kiri membentuk fleksi sebesar 10o. Menurut

Brumfield dan Champoux (1984) dalam Kumar (2001) posisi 10o

fleksi dan 35o ekstensi merupakan posisi yang masih dapat diterima

pada sendi pergelangan tangan melakukan aktivitas sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika saat penyetrikaan dan pelipatan

dengan menggunakan kursi tanpa sandaran punggung,dapat dikatakan

Page 204: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

184

baik karena menggunakan kekuatan genggaman tangan. Postur

genggaman ini lebih baik dibandingkan dengan hanya menggunakan

kekuatan jari. Hal tersebut memiliki risiko ergonomi karena

mengangkat objek tidak boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari

terbatas sehingga dapat cidera pada jari (Kumar,2001).

Tambahan Risiko nilai aktifitas pada proses ini juga terjadi

karena adanya kegiatan yang bersifat berulang-ulang pada bagian

punggung, leher, lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan.

Kegiatan ini menimbulkan risiko karena pekerja melakukannya

berulang lebih dari 4x permenit. Berdasarkan metode REBA yang

dikembangkan oleh Sue Hignett dan Mc Attamney (2000) kegiatan

yang menghendaki gerakan yang berulang >4x permenit menambah

risiko ergonomi.

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk adalah 7. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko saat penyetrikaan dan pelipatan

dengan menggunakan kursi tanpa sandaran punggung dengamemiliki

risiko sedang (medium risk). Menurut Sue Hignett dan Mc Attamney

(2000), kegiatan yang tergolong dalam risiko sedang memerlukan

investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan perubahan pada kegiatan ini.

Walaupun risiko ini tergolong dalam risiko sedang, tetapi apabila

pekerja terpajan risiko secara terus-menerus tanpa ada perubahan,

Page 205: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

185

maka akibat yang ditimbulkan dari risiko ini dapat terakumulasi dan

menyebabkan MSDs pada pekerja dalam jangka panjang.

6.2.5. Pengemasan

1. Pengemasan Dengan Posisi Berdiri

Pada proses pengemasan dengan posisi berdiri, faktor risiko

ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal adalah

postur janggal.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 10o yang disertai

dengan leher berputar. Postur ini terjadi karena pekerja mengamati

pakaian yang akan dimasukkan kedalam wadah plastik. Menurut

Grandjean (1987) yang disadur oleh Bridger (1995) yang menyatakan

bahwa kepala dan leher tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi

lebih dari 15o dan jika hal ini terjadi maka postural stress tidak dapat

dihindari.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 10o

ditambah postur punggung yang miring. Postur ini terjadi karena

pekerja ingin memastikan bahwa pakaian tersebut sudah terbungkus

dengan benar. Proses ini dilakukan dengan berdiri pada kedua kaki.

Page 206: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

186

Menurut Bridger (1995) risiko LBP meningkat 15% pada keadaan

fleksi pada bagian punggung.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang akan dimasukkan kedalam

plastik kemasan. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri dan kanan masing-masing membentuk

postur fleksi sebesar 40o

yang disertai dengan abduksi yaitu gerakan

tangan menjauhi pusat tubuh. Hal ini disebabkan karena terdapat

proses pengambilan dan pemasukan pakaian yang disesuaikan dengan

ukuran kemasan pembungkus dan tinggi meja yang digunakan

Berdasarkan metode REBA yang dikembangkan oleh Sue Hignett dan

Mc Atamney (2000) posisi ini memberikan risiko lebih besar pada

lengan atas karena semakin besar sudut yang dibentuk maka posisi

tangan akan semakin jauh dengan tubuh dan itu merupakan posisi yang

berisiko.

Lengan bawah pada bagian kiri dan kanan masing-masing

membentuk fleksi 30o

dan 45o. Hal ini disebabkan karena mengikuti

postur pergelangan tangan dalam membungkus pakaian yang telah

disetrika. Menurut Bridger (1995) sudut < 60o pada bagian lengan

Page 207: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

187

bawah menyebabkan tekanan pada otot antagonis yang terdapat pada

lengan bawah.

Pada saat pengemasan dengan posisi berdiri, pergelangan tangan

sering dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan tangan

kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan tangan

kanan dan kiri masing-masing membentuk fleksi dengan sudut 5o.

Menurut Brumfield dan Champoux (1984) dalam Kumar (2001) posisi

10o fleksi dan 35

o ekstensi merupakan posisi yang masih dapat

diterima pada sendi pergelangan tangan melakukan aktivitas sehari-

hari.

Postur genggaman pekerja ketika melakukan pengemasan

dengan dapat dikatakan baik karena menggunakan genggaman tangan.

Hal ini lebih baik dari pegangan yang hanya menggunakan kekuatan

jari. Hal tersebut memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek

tidak boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga

dapat cidera pada jari (Kumar,2001).

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk adalah 4. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko saat pengemasan pakaian dengan

postur berdiri memiliki risiko sedang (medium risk). Menurut Sue

Hignett dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang tergolong dalam

risiko sedang memerlukan investigasi lebih lanjut dan dibutuhkan

Page 208: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

188

perubahan pada kegiatan ini. Walaupun risiko ini tergolong dalam

risiko sedang, tetapi apabila pekerja terpajan risiko secara terus-

menerus tanpa ada perubahan, maka akibat yang ditimbulkan dari

risiko ini dapat terakumulasi dan menyebabkan MSDs pada pekerja

dalam jangka panjang.

2. Pengemasan Dengan Posisi Duduk Dilantai

Pada proses pengemasan dengan posisi duduk di lantai, faktor

risiko ergonomi yang dapat menyebabkan gangguan muskuloskeletal

adalah postur janggal.

Postur leher pekerja membentuk fleksi sebesar 5o. Postur ini

terjadi karena pekerja mengamati pakaian yang akan dimasukkan

kedalam wadah plastik kemasan Menurut Grandjean (1987) yang

disadur oleh Bridger (1995) yang menyatakan bahwa kepala dan leher

tidak boleh dalam keadaan fleksi dan ekstensi lebih dari 15o

dan jika

hal ini terjadi maka postural stress tidak dapat dihindari.

Postur punggung pekerja dalam keadaan fleksi sebesar 30o

ditambah postur punggung yang miring. Postur ini terjadi karena

perbedaan ketinggian lengan atas baik pada sebelah kanan maupun

kiri pada saat proses memasukkan pakaian kedalam plastik kemasan.

Pekerja ingin memastikan bahwa pakaian tersebut sudah terbungkus

dengan benar. Proses ini dilakukan dengan berdiri pada kedua kaki.

Page 209: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

189

Menurut Bridger (2003) postur ekstrim pada punggung dapat

menyebabkan peregangan pada lumbar dan penekanan otot perut

sehingga terjadi kompresi tulang belakang.

Beban yang diangkat pada proses ini masih berada di bawah 5

kg. Berat beban berasal dari pakaian yang akan dimasukkan kedalam

plastik kemasan. Hal ini masih dapat diterima dan belum memiliki

risiko. Menurut rekomendasi Humantech (1995) bahwa beban yang

berisiko apabila beban yang diangkat lebih dari dengan 4,5 kg.

Lengan atas bagian kiri membentuk postur fleksi sebesar 50o.

Hal ini disebabkan karena terdapat proses pengambilan dan pemasukan

pakaian yang disesuaikan dengan ukuran kemasan pembungkus yang

digunakan. Menurut Pheasant (1991) bahwa posisi bahu ditinggikan

atau lengan dijauhkan juga menyebabkan neck pain.

Lengan bawah pada bagian kiri membentuk fleksi 65o. Hal ini

disebabkan karena mengikuti postur pergelangan tangan dalam

membungkus pakaian yang telah disetrika. Menurut Bridger (1995)

sudut < 60o pada bagian lengan bawah menyebabkan tekanan pada otot

antagonis yang terdapat pada lengan bawah.

Pada saat pengemasan dengan posisi duduk dilantai, pergelangan

tangan sering dalam posisi membentuk sudut baik pada pergelangan

tangan kanan maupun kiri. Saat melakukan proses ini, pergelangan

Page 210: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

190

tangan kiri membentuk fleksi dengan sudut 5o. Menurut Brumfield dan

Campoux (1984) dalam Kumar (2001) posisi 10o fleksi dan 35

o

ekstensi merupakan posisi yang masih dapat diterima pada sendi

pergelangan tangan dalam melakukan kegiatan normal sehari-hari.

Postur genggaman pekerja ketika melakukan pengemasan dapat

dikatakan baik karena menggunakan genggaman tangan. Hal ini lebih

baik dari pegangan yang hanya menggunakan kekuatan jari. Hal

tersebut memiliki risiko ergonomi karena mengangkat objek tidak

boleh hanya dengan mengandal kekuatan jari terbatas sehingga dapat

cidera pada jari (Kumar,2001).

Nilai akhir REBA pada kegiatan ini untuk adalah 2. Hal ini

menunjukkan bahwa tingkat risiko saat pengemasan pakaian dengan

postur duduk memiliki risiko rendah (low risk). Menurut Sue Hignett

dan Mc Attamney (2000), kegiatan yang memiliki risiko rendah berarti

perubahan mungkin dibutuhkan untuk mencegah risiko tersebut

bertambah tinggi.

Page 211: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

191

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian analisis risiko ergonomi berdasarkan aspek

pekerjaan pada pekerja laundry sektor usaha informal, maka dapat diambil

kesimpulan yaitu :

1. Gambaran proses kerja pada laundry sektor usaha informal terdiri dari 5

tahapan kegiatan yaitu penimbangan, pencucian dan pemerasan,

pengeringan, setrika dan pelipatan dan pengemasan.

2. Pada proses penimbangan, pencucian dan pemerasan serta pengeringan,

postur tubuh yang paling dominan digunakan dan memiliki tingkat risiko

meliputi postur leher, punggung, lengan atas, lengan bawah dan

pergelangan tangan. Sedangkan untuk proses setrika dan pelipatan serta

pengemasan, postur tubuh yang paling dominan digunakan dan memilki

tingkat risiko meliputi postur leher, punggung, lengan atas, lengan bawah,

pergelangan tangan serta kaki.

3. Berat objek pada semua proses masih berada dibawah 5kg, kecuali pada

proses pencucian dan pemerasan, dimana berat objek melebihi 10 kg yaitu

saat pekerja membawa wadah pakaian setelah proses pencucian untuk

dibawa ke mesin pengering. Untuk coupling, sebagian besar proses

Page 212: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

192

dilakukan dengan coupling yang bernilai cukup baik. Namun pada proses

penimbangan dengan timbangan biasa dan pengangkatan wadah pakaian

untuk dimasukkan ke mesin pengering, coupling bernilai kurang baik. Nilai

aktifitas yang berupa gerakan berulang dan terdapat postur statis dilakukan

pada proses setrika dan pelipatan.

4. Tingkat risiko pada proses penimbangan, pencucian dan pemerasan serta

pengemasan dengan posisi berdiri dalam kategori risiko menengah.

Sedangkan, pada proses pengeringan dan penyetrikaan dalam kategori

risiko tinggi. Pada proses pengemasan dengan posisi duduk dalam kategori

risiko rendah.

7.2. Saran

1. Pada proses penimbangan, disarankan agar alat timbangan diletakkan

diatas meja dimana tinggi meja harus disesuaikan tinggi dan jangkauan

pekerja saat dilakukan penimbangan.

2. Pekerja sebaiknya menggunakan mesin pengering pakaian yang diberikan

dudukan pada kaki mesin pengering pakaian agar pekerja tidak terlalu

membungkuk saat menggunakan alat tersebut.

3. Saat mengangkat wadah, seharusnya menggunakan wadah pakaian yang

memiliki desain pegangan yang baik untuk meminimalisir risiko ergonomi.

4. Pada proses setrika dan pelipatan, sebaiknya pekerja menggunakan tempat

duduk yang dapat disesuaikan dengan ketinggian meja setrika dan

antropometri pekerja.

Page 213: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

193

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai risiko ergonomi yang sejenis

namun memperhitungkan faktor antropometri dan human diversity.

Page 214: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

194

DAFTAR PUSTAKA

ACGIH. 2007. Threshold Limit Values for Chemical Substances and Physical Agents

& Biological Exposure Indices. Cincinnati: Kemper Meadow Drive

Bernad, Bruce P. et al. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical

Review of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal

Disorders of the Neck, Upper Extrimity, and Low Back. U.S. Department of

Health and Human Services: NIOSH http://www.cdc.gov/niosh/docs/97-

141/pdfs/97-141.pdf diakses 20 Oktober 2009

Bird, E, Jr, Frank and L. Germain. 2005. Kepemimpinan Pengendalian, dan Kerugian

Praktis, Edisi ke-3. Terjemahan oleh W. Abdullah. Jakarta: PT. Denvegraha

Bridger, R.S. 1995. Introduction to Ergonomics.. Singapore: McGraw-Hill Book Co

Bridger, R.S. 2003. Introduction to Ergonomics. Second Edition. London: Taylor &

Francis

Budiono, Sugeng et al. 2003. Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja :

Hygiene Perusahaan, Ergonomik, Kesehatan Kerja dan Keselamatan Kerja

(Edisi Kedua). Semarang : Badan Penerbit Undip.

Humantech. 1995. Applied Ergonomics Training Manual 2nd Edition. Australia:

Barkelery Vale, http://enhs.umn.edu/2004injuryprevent/back/backinjury.html

diakses 20 Oktober 2009

ILO. 1998. Work Organization and Ergonomics. International Labour Office. Geneva

Page 215: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

195

Kumar, Sharawan. 2001. Biomechanics in Ergonomics. Canada : Taylor and Francis

Kurniawati, 2009. Tinjauan Faktor Risiko Ergonomi dan Keluhan Subjektif Terhadap

Terjadinya Risiko Terjadinya Muskuloskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja

Pabrik Proses Inspeksi Kain, Pembungkusan, dan Pengepakan di Departemen

PPC PT SCTI Ciracas Jakarta Timur Tahun 2009. (Skripsi) Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok

Laraswati, Hervita, 2009, Analisis Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada

Pekerja Laundry Tahun 2009 (Studi Kasus Pada 12 Laundry Sektor Usaha

Informal Di Kecamatan Beji Kota Depok (Skripsi) Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Indonesia Depok

Lingard, Helen and Steve Rowlinson, 2005, Occupational Health and Safety in

Construction Project Management, Spon Press, Taylor & Francis Group,

London and New York

Hignett, Sue, and McAtamney Lynn. 2000. Applied Ergonomics : Rapid Entire Body

Assessment. USA: CRC Press.

NIOSH. 1997. Musculoskeletal Disorders and Workplace Factors: A Critical Review

of Epidemiologic Evidence for Work-Related Musculoskeletal Disorders.

NIOSH: Centers for Disease Control and Prevention

NIOSH. 2007. Simple Solution: Ergonomics for Construction Workers. Department

of Health and Human Services: Center for Disease Control and Prevention

Oborne, David J,. 1995. Ergonomics at Work Third Edition: Human Factors in

Design and Development. England: John Wiley and Sons Ltd.

Page 216: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

196

OHSAH, 1999, An Ergonomics Guidelines for Hospital Laundries, Occupational

Health and Safety for Healthcare in BC, Vancouver : BC

OHSCO.2007. Resource Manual for the MSD Prevention Guideline for Ontario.

Occupational Health and Safety Council Of Ontario : Musculoskeletal

Disorders Prevention Series

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomics, Work and Health. Maryland: Aspen Publishers

Inc.

Pulat, B.M. 1997. Fundamental of Industrial Ergonomics (Second Edition), USA :

Hall International Englewood Clifts, New Jersey

Rom, William N. 2007. Environmental and Occupational Medicine, 4th

edition (CD-

ROM). GGS Book Services

Salomon, Stephen P. 2004. An Ergonomic Assesment of the Airline Baggage

Handler. Departement of Industrial Engineering, New Jersey Institute of

Technology

Santoso, Gempur. 2004. Ergonomi: Manusia, Perlatan dan Lingkungan. Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher

Stanton, et al. 2005. Handbook of Human Factors and Ergonomics Methods. USA:

CRC Press

Suma’mur, P.K. 1989. Ergonomi Untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji

Masagung

Page 217: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

197

Tarwaka, et al. 2004. Ergonomi untuk Kesehatan, Keselamatan dan Produktivitas.

Edisi I, Cetakan I,. Surakarta : UNIBA Press

The Australian Standard/New Zealand Standard 4360:1999. 1999. Risk Management

Guidelines. Sydney. Australia

Triawan, Rudal. 2007. Gambaran Tingkat Risiko Musculoskeletal Disorders (MSDs)

Pada Aktivitas Kerja Di Bagian Fabrikasi Machine And Gear Shop PT. Bukaka

Teknik Utama Berdasarkan Metode Rapid Entire Body Assesment (REBA)

Tahun 2007 (Skripsi). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Depok

Vi, P., Penyk, R., Brechun, W., Lefebvre, P., 1998. Ergonomic Improvements To A

Baggage Conveyor System At a Large Airline Company, Proceedings of the

30th Annual Conference of the Human Factors Association of Canada, pp. 323-

327.

Yassierli. 2008. Peningkatan Kinerja K3 dengan Ergonomi, diakses 1 Mei 2009,

http://www .ergoinstitute.com/index.php.

Page 218: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

+1 +2 +2

+3 +4

+

+

+2

+2

+3

+4 +1

+1 +2 Add +1 Add +2

+1

Scoring: 1 = negligible risk 2 or 3 = low risk, change may be needed 4 to 7 = medium risk, further investigation, change soon 8 to 10 = high risk, investigate and implement change 11+ = very high risk, implement change

Activity Score

SCORES

REBA Employee Assessment Worksheet based on Technical note: Rapid Entire Body Assessment (REBA), Hignett, McAtamney, Applied Ergonomics 31 (2000) 201-205

A. Neck, Trunk and Leg Analysis

+1 +2

+2

Step 1: Locate Neck Position Step 1a: Adjust… If neck is twisted: +1 If neck is side bending: +1 Step 2: Locate Trunk Position Step 2a: Adjust… If trunk is twisted: +1 If trunk is side bending: +1 Step 3: Legs Adjust: Step 4: Look-up Posture Score in Table A Using values from steps 1-3 above, locate score in Table A Step 5: Add Force/Load Score If load < 11 lbs : +0 If load 11 to 22 lbs : +1 If load > 22 lbs: +2 Adjust: If shock or rapid build up of force: add +1 Step 6: Score A, Find Row in Table C Add values from steps 4 & 5 to obtain Score A. Find Row in Table C.

Posture Score A

Force/Load Score

Score A

Neck Score

Trunk Score

Leg Score

+1 +2

B. Arm and Wrist Analysis

Step 7: Locate Upper Arm Position: Step 7a: Adjust… If shoulder is raised: +1 If upper arm is abducted: +1 If arm is supported or person is leaning: -1 Step 8: Locate Lower Arm Position: Step 9: Locate Wrist Position:

Step 9a: Adjust… If wrist is bent from midline or twisted : Add +1 Step 10: Look-up Posture Score in Table B Using values from steps 7-9 above, locate score in Table B Step 11: Add Coupling Score Well fitting Handle and mid rang power grip, good: +0 Acceptable but not ideal hand hold or coupling acceptable with another body part, fair: +1 Hand hold not acceptable but possible, poor: +2 No handles, awkward, unsafe with any body part, Unacceptable: +3 Step 12: Score B, Find Column in Table C Add values from steps 10 &11 to obtain Score B. Find column in Table C and match with Score A in row from step 6 to obtain Table C Score. Step 13: Activity Score +1 1 or more body parts are held for longer than 1 minute (static) +1 Repeated small range actions (more than 4x per minute) +1 Action causes rapid large range changes in postures or unstable base

Upper Arm Score

Lower Arm Score

Wrist Score

Posture Score B

Score B

Coupling Score

Task name: ________________________________ Reviewer:__________________________ Date: _______/_____/_____ provided by Practical Ergonomics

This tool is provided without warranty. The author has provided this tool as a simple means for applying the concepts provided in REBA . © 2004 Neese Consulting, Inc. [email protected] (816) 444-1667

Table A Neck

1 2 3

Legs

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Trunk Posture Score

1 1 2 3 4 1 2 3 4 3 3 5 6

2 2 3 4 5 3 4 5 6 4 5 6 7

3 2 4 5 6 4 5 6 7 5 6 7 8

4 3 5 6 7 5 6 7 8 6 7 8 9

5 4 6 7 8 6 7 8 9 7 8 9 9

Table B

Lower Arm

1 2

Wrist

1 2 3 1 2 3

Upper Arm

Score

1 1 2 2 1 2 3

2 1 2 3 2 3 4

3 3 4 5 4 5 5

4 4 5 5 5 6 7

5 6 7 8 7 8 8

6 7 8 8 8 9 9

Score A (score from

table A +load/force

score)

Table C

Score B, (table B value +coupling score)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 1 1 1 2 3 3 4 5 6 7 7 7

2 1 2 2 3 4 4 5 6 6 7 7 8

3 2 3 3 3 4 5 6 7 7 8 8 8

4 3 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9

5 4 4 4 5 6 7 8 8 9 9 9 9

6 6 6 6 7 8 8 9 9 10 10 10 10

7 7 7 7 8 9 9 9 10 10 11 11 11

8 8 8 8 9 10 10 10 10 10 11 11 11

9 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12

10 10 10 10 11 11 11 11 12 12 12 12 12

11 11 11 11 11 12 12 12 12 12 12 12 12

12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12 12

+2

Table C Score

Final REBA Score

Page 219: ANALISIS TINGKAT RISIKO ERGONOMI …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25988/1/giri... · dapat mengakibatkan gangguan muskuloskeletal pada pekerja. Hal ini dapat

REBA: ScoringTrunk

Neck

Legs

Upper arms

Lower arms

Wrists

R

R

R

L

L

L

Use Table A Use Table BGroup

BGroup

A

+ +Load/Force

Coupling

+

Use Table CScore A Score B

Score C

Activity Score

REBA Score

Source: Hignett, S., McAtamney, L. (2000) Applied Ergonomics, 31, 201-5.© Professor Alan Hedge, Cornell University, September 2001.