8
Dari anamnesis kita harus menanyakan beberapa soalan yang mengarahkan kita ke ACS. Pertanyaan seperti berikut : a. Sakit dada berterusan berapa lama? b. Ada 15 menit? atau lebih lama? c. Sakit dada di sebelah mana? Sila ditunjukkan! d. Sakit itu rasa seperti apa? Terbakar? Tertekan? Ditindih? e. Sakit waktu lakukan apa? Aktivitas? Apakah waktu istirahat? f. Apakah sakit itu dengan rasa sesak? Lemas? g. Apakah rasa sakit itu radiasi ke tangan kiri? h. Apakah rasa sakit itu terasosiasi dengan keringatan dingin? i. Sakit itu membaik dengan istirehat? j. Apakah pasien perokok? Konsumsi alcohol? k. Apakah pasien punya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia? l. Dalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung? Stroke? Mati mendadak? Dari pemeriksaan fisik, kita harus mempunyai tanda- tanda yang harus kita curiga ke arah ACS. Tanda – tanda seperti berikut : 1. Tachycardia > 100x/min 2. Tachypnea >24/min. 3. Tampak Cemas 4. Tekanan Darah tinggi > 140/90 atau rendah <100/70.

anam tb

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tb

Citation preview

Page 1: anam tb

Dari anamnesis kita harus menanyakan beberapa soalan yang mengarahkan

kita ke ACS. Pertanyaan seperti berikut :

a. Sakit dada berterusan berapa lama?

b. Ada 15 menit? atau lebih lama?

c. Sakit dada di sebelah mana? Sila ditunjukkan!

d. Sakit itu rasa seperti apa? Terbakar? Tertekan? Ditindih?

e. Sakit waktu lakukan apa? Aktivitas? Apakah waktu istirahat?

f. Apakah sakit itu dengan rasa sesak? Lemas?

g. Apakah rasa sakit itu radiasi ke tangan kiri?

h. Apakah rasa sakit itu terasosiasi dengan keringatan dingin?

i. Sakit itu membaik dengan istirehat?

j. Apakah pasien perokok? Konsumsi alcohol?

k. Apakah pasien punya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dislipidemia?

l. Dalam keluarga ada yang mempunyai riwayat penyakit jantung? Stroke?

Mati mendadak?

Dari pemeriksaan fisik, kita harus mempunyai tanda-tanda yang harus kita

curiga ke arah ACS. Tanda – tanda seperti berikut :

1. Tachycardia > 100x/min

2. Tachypnea >24/min.

3. Tampak Cemas

4. Tekanan Darah tinggi > 140/90 atau rendah <100/70.

5. Pulsasi arrhythmia.

6. Kedengaran murmur mungkin adalah komplikasi dari ACS.

Diteruskan dengan pemeriksaan penunjang seperti EKG istirahat dan

pemeriksaan darah; periksa darah rutin dan enzim jantung (CK, CK-MB, Troponin T

dan Troponin I). Pasien dengan STEMI dan NSTEMI akan kita lihat kelainan di EKG

seperti ST elevasi, ST depresi, Tall T wave, T inversi. UA tiada kelainan di EKG,

karana di thrombus itu menyumbat tidak total dan tidak lama di arteri koroner dan

tidak akan menyebabkan perubahan di EKG. Pemeriksaan darah rutin dibutuhkan

karana dari keputusannya akan mengarahkan apakah pasien ini anemis dan apakah

pasien ini ada infeksi. Pemeriksaan enzim jantung juga mengarahkan kita ke ACS, di

keadaan fisiologis enzim jantung Troponin I dan T tidak akan meningkat, tapi enzim

CK dan CK-MB akan meningkat jika melakukan aktivitas yang berat, kerusakan otot-

Page 2: anam tb

otot atau mengalami febris yang tinggi. Pemeriksaan Enzim dapat membedakan

antara NSTEMI dan Unstable Angina.1,2

2. Patofisiologi hemoptisis pada TB

1. Tuberkulosis

Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksi tuberkulosis yang masih aktif ataupun

akibat kelainan yang ditimbulkan akibat penyakit tuberkulosis yang telah sembuh.

Susunan parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini sehingga

terjadi bronkiektasi dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah bronkial,

anastomosis pembuluh darah bronkial dan pulmoner.

Penyakit tuberkulosis juga dapat mengakibatkan timbulnya kaviti dan terjadi

pneumonitis tuberkulosis akut yang dapat menyebabkan ulserasi bronkus disertai

nekrosis pembuluh darah di sekitarnya dan alveoli bagian distal. Pecahnya pembuluh

darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam dahak, ataupun hemoptisis

masif.

Ruptur aneurisma Rassmussen telah diketahui sebagai penyebab hemoptisis masif

pada penderita tuberkulosis ataupun pada bekas penderita tuberkulosis. Kematian

akibat hemoptisis masif pada penderita tuberkulosis berkisar antara 5-7%. Pada

pemeriksaan postmortem, ternyata pada penderita tersebut ditemukan ruptur

aneurisma arteri pulmoner. Umumnya pada penderita yang meninggal tersebut, terjadi

ruptur pada bagian arteri pulmoner yang mengalami pelebaran akibat inflamasi pada

kaviti . Hal tersebut dapat terjadi karena keterlibatan infeksi tuberkulosis pada tunika

adventisia atau media pembuluh darah namun juga akibat proses destruksi dari

inflamasi lokal.

Hemoptisis masif juga dapat terjadi pada bekas penderita tuberkulosis. Hal tersebut

dapat terjadi akibat erosi lesi kalsifikasi pada arteri bronkial sehingga terjadi

hemoptisis masif. Selain itu ekspektorasi bronkolit juga dapat menyebabkan

hemoptisis.3,

3. anamnesis / riwayat pengobatan tb

Riwayat Penyakit/Pengobatan Sebelumnya

Page 3: anam tb

ü  Apakah pernah menderita sakit yang sama sebelumnya, jika ada, berapa lama berselang dari sekarang

ini (tentukan waktunya dalam hari, minggu, bulan atau tahun, jangan memakai jawaban yang

spekulatif misalnya baru-baru ini, sudah lama dan sebagainya).

ü  Jika sebelumnya tidak pernah menderita penyakit seperti ini, anamnese dilanjutkan dengan penyakit

lain yang pernah diderita, jika ada, berapa lama berselang dari sakit sekarang ini.

ü  Riwayat pengobatan/pemakaian obat-obatan, baik untuk penyakit yang sama dengan sekarang ini atau

penyakit lain, berapa lama memakai obat tersebut, kurang dari 2 minggu atau lebih dari 2 minggu.

ü  Cari tahu mengenai jenis obat yang dipakai, misalnya dengan menanyakan perubahan yang dapat

dirasakan/dikenal oleh pasien sewaktu mengkonsumsi obat tersebut.

4. Hal yang menyebakan pasien tb putus obat

kurang dukungan keluarga

Menjalani pengobatan selama berbulan-bulan (6 bulan untuk TB biasa dan sekitar 18

bulan untuk MDR-TB) memang tidak mudah. Sering muncul rasa jenuh, bosan dan

putus asa dalam proses pengobatan sehingga rentan DO atau putus pengobatan yang

berisiko memicu resistensi atau kekebalan kuman terhadap obat yang ada saat ini.

Dalam hal ini, peran keluarga sangat dibutuhkan untuk menjaga motivasi pasien untuk

berjang sampai dinyatakan benar-benar sembuh. Meski merasa sudah sembuh karena

sudah tidak-batuk-batuk, pengobatan tetap harus dilanjutkan sampai waktu yang

ditentukan dokter karena kuman belum benar-benar mati. Kuman yang hanya tertidur

itu bisa menjadi kebal saat bangun jika pengobatan tidak dituntaskan.

Efek samping

"Efek samping pengobatan TB, khususnya MDR-TB itu antara hidup dan mati. Ada

yang sampai sampai tuli, mual muntah pusing, asam urat, ada juga yang bikin

halusinasi. Ada yg sampai ingin bunuh diri karena tidak kuat berobat selama 19 bulan.

Obat yang digunakan untuk MDR-TB memang berbeda dari TB biasa, karena kuman-

kumannya sudah resisten atau kebal dengan obat biasa. Harus dipilihkan obat dengan

kekuatan yang lebih besar, jenisnya lebih banyak dan tentu saja efek sampingnya

makin beragam.

Ekonomi

Faktor berikutnya adalah ekonomi. Meski obat-obatan TB maupun MDR-TB bisa

diperoleh secara gratis, kenyataannya pasien masih harus menanggung biaya lain

Page 4: anam tb

seperti transportasi menuju rumah sakit untuk kontrol maupun sekedar menebus obat-

obatan.

Cara Penularan Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu

batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan

dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan

dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak

berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,

sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat

bertahan selama beberapa jam dalam keadaan gelap dan lembab. Daya

penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan

dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin

menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan

kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya

menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2008). Risiko tertular tergantung dari

tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif

memberi kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru

dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan

Annual Risk Of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang

berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10

(sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di

Indonesia bervariasi antara 1–3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan

reaksi tuberkulin negatif menjadi positif (Depkes RI, 2008). Risiko menjadi

sakit TB hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi

1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB

setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif (Depkes

RI, 2008). Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien

TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS

(Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome)

dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat

bagi terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan

luas sistem daya tahan tubuh seluler Universitas Sumatera Utara (cellular

immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti

Page 5: anam tb

tuberkulosis, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian

penularan TB di masyarakat akan meningkat.4

5. Antibiotik pada tbc paru dengan infeksi sekunder atau pada lesi lanjut

Terapi antibiotik dini untuk kasus yang diduga merupakan suatu eksaserbasi mungkin

akan membatasi lingkaran setang yang terjadi. Antibiotik yang menjadi pilihan utama

adalah fluorokuinolon seperti levofloxacin atau ciprofloxacin. Durasi terapi minimal 7

– 10 hari. Kultur sputum dan uji sensitivitas diindikasikan untuk pasien yang tidak

berespon pada antibiotik inisial atau diketahui berasal dari mikroorganisme yang telah

resisten .

Pilihan antibiotik harus berdaraskan kultur sputum terbaru. Jika hasilnya negatif atau

tidak dapat dilakukan, terapi menggunakan amoxicillin clavulanat atau doxycycline

direkomendasikan. Lama terapi harus diperpanjang menjadi minimal 10 hari. Follow

up dini (dalam 4 hari) diperlukan untuk memantau respon pengobatan. Sebagian besar

pasien akan  membaik dalam waktu 7 hari, meskipun dapat mencapai waktu 4 minggu

untuk kembali pada keadaan basal.5