15
Page11 Seri: Aqidah Wujud dan Sifat Allah Tujuan Mengerti tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan aqidah yang benar yang digali dari Al Qur`an, As Sunah, dalil-dalil naqli dan ’aqli, menanamkannya dalam jiwa, dan membersihkannya dari bid`ah dan khurafat yang mungkin mengotorinya. Mukadimah Pembahasan ini merupakan pembahasan yang wajib diketahui oleh setiap muslim, sebagaimana wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya, Allah swt. Pembahasan ini merupakan pengantar dari kajian Ilmu Tauhid (Keesaan Allah swt. ) dan berdampingan dengan pembahasan mengenai Ma’rifatul Insan (mengenal manusia). Diharapkan dengan menguasai kajian-kajian tersebut seorang hamba dapat lebih mengenal dirinya sebagai hamba dan bagaimana seharusnya bersikap sebagai hamba, dan juga lebih mengenal Tuhannya, Allah swt sehingga mengetahui bagaimana ia bersikap di hadapan Tuhannya serta beribadah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya menurut apa yang disukai-Nya. Sebagai contoh dari harapan pembahasan ini adalah mengenal (salah satu) Sifat Allah swt bahwa Dia swt adalah Maha Besar dan sebaliknya bahwa manusia penuh dengan kelemahan. Setelah mengetahuinya diharapkan seorang hamba akan dapat merasakan kebesaran Allah swt dan merasakan kelemahan dirinya sehingga tidak ada lagi padanya sifat sombong, merasa hebat, merasa besar, merasa paling benar dan sebagainya. A. Mengetahui Wujud Allah ( ِ له الِ دْ وُ جُ وُ هَ فِ رْ عَ م) Tanya: Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt? Jawab: Bila Anda melihat mobil bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat melalui rutenya dengan selamat. Tanya: Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah? Jawab: Kita melihat matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada – kita memohon ampun kepada- Nya – mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua. www,tarbiyah-online.com

Aqidah - Wujud Dan Sifat Allah

Embed Size (px)

Citation preview

Seri: Aqidah

Wujud dan Sifat AllahTujuanMengerti tentang fakta-fakta yang berhubungan dengan aqidah yang benar yang digali dari Al Qur`an, As Sunah, dalil-dalil naqli dan aqli, menanamkannya dalam jiwa, dan membersihkannya dari bid`ah dan khurafat yang mungkin mengotorinya. MukadimahPembahasan ini merupakan pembahasan yang wajib diketahui oleh setiap muslim, sebagaimana wajibnya seorang muslim untuk mengenal Tuhannya, Allah swt. Pembahasan ini merupakan pengantar dari kajian Ilmu Tauhid (Keesaan Allah swt. ) dan berdampingan dengan pembahasan mengenai Marifatul Insan (mengenal manusia). Diharapkan dengan menguasai kajian-kajian tersebut seorang hamba dapat lebih mengenal dirinya sebagai hamba dan bagaimana seharusnya bersikap sebagai hamba, dan juga lebih mengenal Tuhannya, Allah swt sehingga mengetahui bagaimana ia bersikap di hadapan Tuhannya serta beribadah sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya menurut apa yang disukai-Nya. Sebagai contoh dari harapan pembahasan ini adalah mengenal (salah satu) Sifat Allah swt bahwa Dia swt adalah Maha Besar dan sebaliknya bahwa manusia penuh dengan kelemahan. Setelah mengetahuinya diharapkan seorang hamba akan dapat merasakan kebesaran Allah swt dan merasakan kelemahan dirinya sehingga tidak ada lagi padanya sifat sombong, merasa hebat, merasa besar, merasa paling benar dan sebagainya. A. Mengetahui Wujud Allah ( )

Tanya: Bagaimana kita dapat mengetahui wujud Allah swt?

Jawab: Bila Anda melihat mobil bergerak di depan Anda dari jauh, atau menyaksikan pesawat terbang melintas di udara, maka dengan yakin Anda mengatakan bahwa pasti ada sopir yang menyetir mobil dan ada pilot yang mengendalikan pesawat meskipun Anda tidak melihat mereka berdua. Karena jika yang mengendalikan mobil atau pesawat itu tidak ada, mustahil mobil atau pesawat itu dapat melalui rutenya dengan selamat.

Tanya: Bagaimana kaitannya dengan wujud Allah?

Jawab: Kita melihat matahari, bulan, bintang dan planet bergerak teratur, malam dan siang berganti dengan keteraturan yang amat detil. Mungkinkah mereka ada dan bergerak sendiri? Tidak diragukan lagi bahwa semuanya telah diciptakan dan diatur oleh Allah swt. Jika Allah tidak ada kita memohon ampun kepada-Nya mustahil matahari, bulan, bintang-bintang, planet, siang, dan malam menjadi ada dan bertahan dengan pergerakannya yang amat teratur. Dengan demikian pula tidak akan ada makhluk yang sangat tergantung dengan mereka semua.(((( ((((((((( (((( (((((( (((((( (((( (((( (((((((((((((( (((( (((( ((((((((( ((((((((((((( (((((((((( ( ((( (( (((((((((( ((((Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?; Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). (52:35-36).

Berikut adalah dalil tentung Wujullah:

Pembahasan

Wujud Allah telah dibuktikan oleh fitrah, akal, syara dan indera. 1. Dalil Fitrah. Bukti fitrah tentang wujud Allah adalah bahwa iman kepada sang Pencipta merupakan fitrah setiap makhluk, tanpa terlebih dahulu berpikir atau belajar. Tidak akan berpaling dari tuntutan fitrah ini, kecuali orang yang di dalam hatinya terdapat sesuatu yang dapat memalingkannya. Rasulullah bersabda:

. Semua bayi yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Ibu bapaknyalah yang menjadikannya Yahudi, Kristen, atau Majusi. (HR. Al Bukhari)

Ketika seseorang melihat makhluk ciptaan Allah yang berbeda-beda bentuk, warna, jenis dan sebagainya, akal akan menyimpulkan adanya semuanya itu tentu ada yang mengadakannya dan tidak mungkin ada dengan sendirinya. Dan panca indera kita mengakui adanya Allah di mana kita melihat ada orang yang berdoa, menyeru Allah dan meminta sesuatu, lalu Allah mengabulkannya. Adapun tentang pengakuan fitrah telah disebutkan oleh Allah di dalam Al Quran:(((((( (((((( (((((( (((( (((((( ((((((( ((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((((((((( (((((( ((((((((((( (((((((( ((((((((((( ( (((((((( (((((( ( (((((((((( ( ((( (((((((((( (((((( ((((((((((((( ((((( ((((( (((( (((((( (((((((((( ((((( (((( ((((((((((( (((((((( (((((((( (((((((((((( ((( (((((( ((((((( ((((((((( ((((( (((((((((( ( ((((((((((((((( ((((( (((((( ((((((((((((((( (((((

Dan ingatlah ketika Tuhanmu menurunkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu Mereka menjawab: (Betul Engkau Tuhan kami) kami mempersaksikannya (Kami lakukan yang demikian itu) agar kalian pada hari kiamat tidak mengatakan: Sesungguhnya kami bani Adam adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan-Mu) atau agar kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu sedangkan kami ini adalah anak-anak keturunan yang datang setelah mereka. . (QS. Al Araf: 172-173).

Ayat ini merupakan dalil yang sangat jelas bahwa fitrah seseorang mengakui adanya Allah dan juga menunjukkan, bahwa manusia dengan fitrahnya mengenal Rabbnya. Adapun bukti syariat, kita menyakini bahwa syariat Allah yang dibawa para Rasul yang mengandung maslahat bagi seluruh makhluk, menunjukkan bahwa syariat itu datang dari sisi Dzat yang Maha Bijaksana. (Lihat Syarah Aqidah Al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin hal 41-45)2. Dalil Al Hissyi (Dalil Indrawi)

Bukti indera tentang wujud Allah dapat dibagi menjadi dua:

a. Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang yang berdoa serta pertolongan-Nya yang diberikan kepada orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara pasti tentang wujud Allah. Allah berfirman:

(((((((( (((( ((((((( ((( (((((( ((((((((((((((( ((((( ((((((((((((( ((((((((((( (((( (((((((((( ((((((((((( (((( (((((((( (((( ((((((( ((( (((((( ((((((((((((((( ((((( ((((((((((((( ((((((((((( (((( (((((((((( ((((((((((( ((((

Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta keluarganya dari bencana yang besar. (Al Anbiyaa 76)(((( (((((((((((((( (((((((( ((((((((((((( (((((( (((((( ((((((((( (((((((( ((((( (((((((((((((((( ((((((((((( (((

(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu (Al Anfaal 9)

Anas bin Malik berkata, Pernah ada seorang Badui datang pada hari Jumat. Pada waktu itu Nabi tengah berkhutbah. Lelaki itu berkata, Hai Rasul Allah, harta benda kami telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah untuk mengatasi kesulitan kami. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya dan berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung. Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi jenggotnya. Pada hari Jumat yang kedua, orang Badui atau orang lain berdiri dan berkata, Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta benda pun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada Allah. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa: Ya Rabbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan janganlah Engkau turunkan sebagai bencana bagi kami. Akhirnya beliau tidak mengisyaratkan pada suatu tempat, kecuali menjadi terang (tanpa hujan). (HR. Al Bukhari)

b. Tanda-tanda para Nabi yang disebut mujizat, yang dapat disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas tentang keberadaan Yang Mengutus para Nabi tersebut, yaitu Allah, karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia. Allah melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para Rasul. Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman, yang artinya:

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan tongkatmu. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar. (Asy Syuara 63)Contoh kedua adalah mujizat Nabi Isa ketika menghidupkan orang-orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin Allah. ((((((((( (((((( (((((( (((((((((((( (((((( (((( ((((((((( ((((((((( (((( ((((((((( ( ((((((( (((((((( ((((( ((((( ((((((((( (((((((((( ((((((((( ((((((((( ((((( ((((((((( ((((((( (((((((( (((( ( (((((((((( (((((((((( (((((((((((( (((((((( (((((((((((( (((((((( (((( ( (((((((((((((( ((((( ((((((((((( ((((( ((((((((((( ((( ((((((((((( ( (((( ((( ((((((( (((((( (((((( ((( (((((( ((((((((((( ((((

dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah (Al Imran 49)

dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya (menjadi hidup) dengan ijin-Ku (Al Maidah 110)

Contoh ketiga adalah mujizat Nabi Muhammad ketika kaum Quraisy meminta tanda atau mujizat. Beliau mengisyaratkan pada bulan, lalu terbelahlah bulan itu menjadi dua, dan orang-orang dapat menyaksikannya. Allah berfirman tentang hal ini, yang artinya:

Telah dekat (datangnya) saat (Kiamat) dan telah terbelah pula bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat suatu tanda (mujizat), mereka berpaling dan berkata: (Ini adalah) sihir yang terus-menerus. (Al Qomar 1-2)

Tanda-tanda yang diberikan Allah, yang dapat dirasakan oleh indera kita itu adalah bukti pasti wujud-Nya. 3. Dalil 'Aqli (dalil akal pikiran)

Bukti akal tentang adanya Allah adalah proses terjadinya semua makhluk, bahwa semua makhluk, yang terdahulu maupun yang akan datang, pasti ada yang menciptakan. Tidak mungkin makhluk menciptakan dirinya sendiri, dan tidak mungkin pula tercipta secara kebetulan. Tidak mungkin wujud itu ada dengan sendirinya, karena segala sesuatu tidak akan dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebelum wujudnya tampak, berarti tidak ada. Lihatlah sekeliling anda dari tempat duduk anda. Akan anda dapati bahwa segala sesuatu di ruang ini adalah "buatan": dindingnya sendiri, pelapisnya, atapnya, kursi tempat duduk anda, gelas di atas meja dan pernak-pernik tak terhitung lainnya. Tidak ada satu pun yang berada di ruang anda dengan kehendak mereka . Gulungan tikar sederhana pun dibuat oleh seseorang: mereka tidak muncul dengan spontan atau secara kebetulan. Begitu pula, orang yang memandang suatu pahatan tidak sangsi sama sekali bahwa pahatan ini dibuat oleh seorang pemahat. Hal ini bukan mengenai karya seni saja: batu bata yang bertumpukan pun pasti dikira oleh siapa saja bahwa tumpukan batu bata sedemikian itu disusun oleh seseorang dengan rencana tertentu. Karena itu, di mana saja yang terdapat suatu keteraturan, entah besar entah kecil, pasti ada penyusun dan pelindung keteraturan ini. Jika pada suatu hari seseorang berkata dan menyatakan bahwa besi mentah dan batu bara bersama-sama membentuk baja secara kebetulan, yang kemudian membentuk Menara Eiffel secara lagi-lagi kebetulan, tidakkah ia dan orang yang mempercayainya akan dianggap gila?Pernyataan teori evolusi, suatu metode unik penyangkal keberadaan Allah, tidak berbeda daripada ini. Menurut teori ini, molekul-molekul anorganik membentuk asam-asam amino secara kebetulan, asam-asam amino membentuk protein-protein secara kebetulan, dan akhirnya protein-protein membentuk makhluk hidup secara lagi-lagi kebetulan. Akan tetapi, kemungkinan pembentukan makhluk hidup secara kebetulan ini lebih kecil daripada kemungkinan pembentukan Menara Eiffel dengan cara yang serupa, karena sel manusia bahkan lebih rumit daripada segala struktur buatan manusia di dunia ini. Bagaimana mungkin mengira bahwa keseimbangan di dunia ini timbul secara kebetulan bila keserasian alam yang luar biasa ini pun bisa teramati dengan mata telanjang? Pernyataan bahwa alam semesta, yang semua unsurnya menyiratkan keberadaan Penciptanya, muncul dengan kehendaknya sendiri itu tidak masuk akal.

Karena itu, pada keseimbangan yang bisa dilihat di mana-mana dari tubuh kita sampai ujung-ujung terjauh alam semesta yang luasnya tak terbayangkan ini pasti ada pemiliknya. Jadi, siapakah Pencipta ini yang mentakdirkan segala sesuatu secara cermat dan menciptakan semuanya?Ia tidak mungkin Dzat material yang hadir di alam semesta ini, karena Ia pasti sudah ada sebelum adanya alam semesta dan menciptakan alam semesta dari sana. Pencipta Yang Maha Kuasa, Dialah yang mengadakan segala sesuatu, sekalipun keberadaan-Nya tanpa awal atau pun akhir. Agama mengajari kita identitas Pencipta kita yang keberadaannya kita temukan melalui akal kita. Melalui agama yang diungkapkan kepada kita, kita tahu bahwa Dia itu Allah, Maha Pengasih dan Maha Pemurah, Yang menciptakan langit dan bumi dari kehampaan. Meskipun kebanyakan orang mempunyai kemampuan untuk memahami kenyataan ini, mereka menjalani kehidupan tanpa menyadari hal itu. Bila mereka memandang lukisan pajangan, mereka takjub siapa pelukisnya. Lalu, mereka memuji-muji senimannya panjang-lebar perihal keindahan karya seninya. Walau ada kenyataan bahwa mereka menghadapi begitu banyak keaslian yang menggambarkan hal itu di sekeliling mereka, mereka masih tidak mengakui keberadaan Allah, satu-satunya pemilik keindahan-keindahan ini. Sesungguhnya, penelitian yang mendalam pun tidak dibutuhkan untuk memahami keberadaan Allah. Bahkan seandainya seseorang harus tinggal di suatu ruang sejak kelahirannya, pernak-pernik bukti di ruang itu saja sudah cukup bagi dia untuk menyadari keberadaan Allah. Tubuh manusia menyediakan begitu banyak bukti yang mungkin tidak terdapat di berjilid-jilid ensiklopedi. Bahkan dengan berpikir beberapa menit saja mengenai itu semua sudah memadai untuk memahami keberadaan Allah. Tatanan yang ada ini dilindungi dan dipelihara oleh Dia. Tubuh manusia bukan satu-satunya bahan pemikiran. Kehidupan itu ada di setiap milimeter bidang di bumi ini, entah bisa diamati oleh manusia entah tidak. Dunia ini mengandung begitu banyak makhluk hidup, dari organisme uniseluler hingga tanaman, dari serangga hingga binatang laut, dan dari burung hingga manusia. Jika anda menjumput segenggam tanah dan memandangnya, di sini pun anda bisa menemukan banyak makhluk hidup dengan karakteristik yang berlainan. Di kulit anda pun, terdapat banyak makhluk hidup yang namanya tidak anda kenal. Di isi perut semua makhluk hidup terdapat jutaan bakteri atau organisme uniseluler yang membantu pencernaan. Populasi hewan di dunia ini jauh lebih banyak daripada populasi manusia. Jika kita juga mempertimbangkan dunia flora, kita lihat bahwa tidak ada noktah tunggal di bumi ini yang tidak mengandung kehidupan. Semua makhluk ini yang tertebar di suatu bidang seluas lebih daripada jutaan kilometer persegi itu mempunyai sistem tubuh yang berlainan, kehidupan yang berbeda, dan pengaruh yang berbeda terhadap keseimbangan lingkungan. Pernyataan bahwa semua ini muncul secara kebetulan tanpa maksud atau pun tujuan itu gila-gilaan. Tidak ada makhluk hidup yang muncul melalui kehendak atau upaya mereka sendiri. Tidak ada peristiwa kebetulan yang bisa menghasilkan sistem-sistem yang serumit itu. Semua bukti ini mengarahkan kita ke suatu kesimpulan bahwa alam semesta berjalan dengan "kesadaran" (consciousness) tertentu. Lantas, apa sumber kesadaran ini? Tentu saja bukan makhluk-makhluk yang terdapat di dalamnya. Tidak ada satu pun yang menjaga keserasian tatanan ini. Keberadaan dan keagungan Allah mengungkap sendiri melalui bukti-bukti yang tak terhitung di alam semesta. Sebenarnya, tidak ada satu orang pun di bumi ini yang tidak akan menerima kenyataan bukti ini dalam hati sanubarinya. Sekalipun demikian, mereka masih mengingkarinya "secara lalim dan angkuh, kendati hati sanubari mereka meyakininya" sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Quran. (Surat An-Naml: 14)Semua makhluk tidak mungkin tercipta secara kebetulan, karena setiap yang diciptakan pasti membutuhkan pencipta. Adanya makhluk-makhluk itu di atas undang-undang yang indah, tersusun rapi, dan saling terkait dengan erat antara sebab-musababnya dan antara alam semesta satu sama lainnya. Semua itu sama sekali menolak keberadaan seluruh makhluk secara kebetulan, karena sesuatu yang ada secara kebetulan, pada awalnya pasti tidak teratur. Kalau makhluk tidak dapat menciptakan diri sendiri, dan tidak tercipta secara kebetulan, maka jelaslah, makhluk-makhluk itu ada yang menciptakan, yaitu Allah Rabb semesta alam. Allah menyebutkan dalil aqli (akal) dan dalil qathi dalam surat Ath Thuur:

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? (Ath Thuur 35)

Dari ayat di atas tampak bahwa makhluk tidak diciptakan tanpa pencipta, dan makhluk tidak menciptakan dirinya sendiri. Jadi jelaslah, yang menciptakan makhluk adalah Allah. Ketika Jubair bin Muthim mendengar dari Rasulullah yang tengah membaca surat Ath Thuur dan sampai kepada ayat-ayat ini:

Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun, ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Rabbmu atau merekakah yang berkuasa? (Ath Thuur 35-37)

Ia, yang tatkala itu masih musyrik berkata, Hatiku hampir saja terbang. Itulah permulaan menetapnya keimanan dalam hatiku. (HR. Al Bukhari)

Dalam hal ini kami ingin memberikan satu contoh. Kalau ada seseorang berkata kepada Anda tentang istana yang dibangun, yang dikelilingi kebun-kebun, dialiri sungai-sungai, dialasi oleh hamparan karpet, dan dihiasi dengan berbagai perhiasan pokok dan penyempurna, lalu orang itu mengatakan kepada Anda bahwa istana dengan segala kesempurnaannya ini tercipta dengan sendirinya, atau tercipta secara kebetulan tanpa pencipta, pasti Anda tidak akan mempercayainya, dan menganggap perkataan itu adalah perkataan dusta dan dungu. Kini kami bertanya pada Anda, masih mungkinkah alam semesta yang luas ini beserta apa-apa yang berada di dalamnya tercipta dengan sendirinya atau tercipta secara kebetulan?!

4. Dalil Naqli (Dalil Syara')

Bukti syara tentang wujud Allah bahwa seluruh kitab langit berbicara tentang itu. Seluruh hukum yang mengandung kemaslahatan manusia yang dibawa kitab-kitab tersebut merupakan dalil bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Bijaksana dan Mengetahui segala kemaslahatan makhluknya. Berita-berita alam semesta yang dapat disaksikan oleh realitas akan kebenarannya yang didatangkan kitab-kitab itu juga merupakan dalil atau bukti bahwa kitab-kitab itu datang dari Rabb yang Maha Kuasa untuk mewujudkan apa yang diberitakan itu. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. 4:82)

Demikian juga adanya para Rasul dan agama yang bersesuaian dengan kemaslahatan umat manusia menunjukkan adanya Allah, karena tidak mungkin ada agama dan Rasul kecuali ada yang mengutusnya. Akan tetapi agama-agama yang ada selain Islam telah mengalami penyimpangan dan perubahan sehingga mereka menyimpang dari jalan yang lurus. Setelah kita mengenal dan mengimani keberadaan Allah sebagaimana telah dijelaskan diatas, maka perlu kita kenali Allah sebagai Rabb yang telah menciptakan, memiliki dan mengatur semua makhluknya, Dialah satu-satunya pencipta yang mengadakan sesuatu dari ketiadaan, Allah berfirman:

Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya:"Jadilah". Lalu jadilah ia. (QS. 2:117)

Dialah satu-satunya pemilik sebagaimana Dia adalah satu-satunya pencipta, demikian juga Dia pengatur satu-satunya yang mengatur segala sesuatu. Semua ini diakui oleh kaum musyrikin Makkah, sebagaimana diberitakan dalam Al Quran:

Katakanlah:"Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan" Maka mereka menjawab:"Allah". Maka katakanlah:"Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?" (QS. 10:31)

Katakanlah:"Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui" Mereka akan menjawab:"Kepunyaan Allah". Katakanlah:"Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah:"Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab:"kepunyaan Allah". Katakanlah:"Maka apakah kamu tidak bertaqwa?" Katakanlah:"Sipakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:"Kepunyaan Allah". Katakanlah:" (Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" (QS. 23:84-89)

Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:"Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:"Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah), (QS. 43:87)

Ini semua menunjukkan imannya kaum musyrikin terhadap Rububiyah Allah, akan tetapi hal ini tidak cukup untuk menyelamatkan mereka. Memang demikianlah, sebab mereka belum merealisasikan iman mereka terhadap Allah sebagai satu-satunya sesembahan. 5. Dalil Sejarah. Adalah dalil-dalil kekuasaan dan keagungan Allah yang diambil dari peristiwa-peristiwa yang telah berlaku di atas muka bumi. Dalil: Q. 3:137, Sesungguhnya telah lalu beberapa peraturan (Allah) sebelum kamu, maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibatnya orang-orang yang mendustakan agama. Q. 7:176, Demikianlah umpamanya kaum yang mendustakan ayat-ayat Kami. Sebab itu kisahkanlah kisah itu, mudah-mudahan mereka berpikir. Q. 12:111, Sesungguhnya dalam kisah-kisah mereka itu ada ibrah (pengajaran) bagi orang-orang yang berakal. Q. 11:120, Setiap riwayat kami kisahkan kepadamu di antara perkhabaran para Rasul supaya Kami tenteramkan hatimu dengannya. 6. Mengagungkan Allah dan MenTauhidkan Allah. Dari semua dalil-dalil yang dapat dilihat di atas itu adalah berfungsi menguatkan pandangan kita betapa keagungan Allah swt begitu luar biasa dan menundukkan kita sendiri di hadapan keagungan ini. Langsung mencetuskan Tauhidullah yang luar biasa. Dalil: Q. 21:92, Sesungguhnya ini, ummat kamu (hai mukminin) ummat yang satu dan Aku Tuhanmu, sebab itu sembahlah Aku. B. Mengenal sifat-sifat Allah swt ( )Tanya: Bagaimana kita mengenal sifat Allah?

Jawab: Kita dapat mengenal sifat Allah swt melalui:

Tafakkur (memikirkan) ciptaan Allah.

Belajar dari ajaran yang dibawa para rasul as.

(((( ((( ((((((((((((( (((((((((( ((((((( (((((((((((((((( ((( ((((( (((((((((( ((((( (((((( ((( (((((((( (((((((( ((((((((( (((((((((( (((

Sesungguhnya pada langit dan bumi benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk orang-orang yang beriman. Dan pada penciptakan kamu dan pada binatang-binatang yang melata yang bertebaran (di muka bumi) terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) untuk kaum yang meyakini. (45:3-4).

Tanya: Apa maksudnya kita dapat mengenal sifat Allah melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya?

Jawab: Bila Anda memperhatikan sebuah mobil, Anda dapat memastikan bahwa:

Logam yang ada pada mobil itu menunjukkan kepada Anda bahwa pembuat mobil tersebut memiliki logam dan kemampuan membentuk logam menjadi bentuk yang sesuai untuk mobil.

Kaca yang Anda lihat menunjukkan bahwa pembuat mobil itu memiliki kaca serta kemampuan untuk membentuk kaca sesuai kebutuhan mobil (jendela, kaca depan, dll..).

Begitu pula dengan kabel tembaga ...

Yang tidak kalah penting bahwa mobil tersebut menunjukkan bahwa pembuatnya mempunyai kehendak, dan ilmu untuk membuat mobil.

Tanya: Apa hubungan antara contoh tadi dengan mengenal sifat Allah swt?

Jawab: Beberapa sifat pembuat mobil dapat kita ketahui melalui produk mobilnya, begitu pula dengan Allah swt (bagi-Nya permisalan yang maha agung, Dia tidak seperti makhluk-Nya) kita dapat mengetahui sebagian sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya.

Bahwa hikmah (maksud & manfaat) dari setiap makhluk yang diciptakan menunjukkan bahwa Penciptanya memilki sifat Al-Hakim (Maha Bijaksana).

Bahwa khibrah (ketelitian dan kedalaman) dari penciptaan semua makhluk menunjukkan bahwa Penciptanya memiliki sifat Al-Khabir (Maha dalam dan detil pengetahuan-Nya)...

Tanya: Mungkinkah kita mengetahui seluruh sifat-sifat Allah swt melalui tafakkur terhadap ciptaan-Nya?

Jawab: Tidak mungkin.

Tanya: Mengapa?

Jawab: Bila kita berpikir tentang sebuah mobil, kita mengetahui bahwa pembuatnya memiliki kemampuan, ilmu, ketelitian dan kehendak, dan bahwa ia memiliki materi untuk membuat mobil berupa logam, kaca, dll.. Tapi kita tahu apakah ia dermawan atau bakhil? Tinggi atau pendek? Menyukai kita atau membenci kita, adil atau zhalim?

Demikian juga kita tidak mungkin mengenal semua sifat Allah swt hanya dengan tafakkur, misalnya mengapa Allah menciptakan kita? Dan Mengapa Dia mematikan kita? Kita juga tidak mungkin tahu bahwa Allah adalah

Al-mabud (yang wajib diibadahi),

Al-quddus (Maha Suci),

(Maha Tinggi), (Maha Menghitung), (Maha Pengampun).Tanya: Lalu bagaimana kita mengenal sifat Allah swt yang belum kita ketahui?

Jawab: Melalui para rasul alaihimus salam yang telah mengajarkan kepada kita apa yang dikehendaki Allah untuk kita ketahui.

(((( (((((((((( (((((((( ((((( (((((((((( (((( ((((( (((((( (

dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (2:255).C. Kesimpulan () Mobil dan pesawat terbang yang bergerak terarah sesuai rutenya menunjukkan adanya supir atau pilot

Matahari, bulan, bintang, planet, malam dan siang yang bergerak teratur pasti menunjukkan adanya Zat yang Maha Mengatur, Allah swt.

Seandainya Allah swt tidak ada, maka alam semesta ini pasti tidak ada.

Bahwa mobil yang terdiri dari bahan pembentuknya menunjukkan bahwa pembuatnya memiliki semua bahan-bahan itu, bahwa ia memilki kehendak, ilmu dan kemampuan untuk membuat mobil dengan baik.

Alam semesta yang sempurna menunjukkan bahwa Allah memiliki semua sifat-sifat kesempurnaan, manfaat dan hikmah yang dimiliki setiap makhluk menunjukkan bahwa Dia adalah AL-Hakim (Maha Bijaksana), kekuatan yang dimiliki oleh makhluk sebagai bukti bahwa Dia Maha Kuat, ....

Allah swt mengutus kepada kita rasul-Nya untuk mengajarkan hal-hal yang tidak dapat kita ketahui hanya melalui tafakkur, seperti perintah & larangan-Nya, apa saja yang Dia ridhai atau murkai, ....

TAUHID ASMA WASIFATTauhid Asma Wa ShifatMakna Tauhidul Asma Wa-Shifat (mengesakan Allah dalam hal nama-nama dan sifat-sifat-Nya) adalah meyakini secara mantap bahwa Allah swt menyandang seluruh sifat kesempurnaan dan suci dari segala sifat kekurangan dan bahwa Dia berbeda dengan seluruh makhluk-Nya. Caranya adalah menetapkan (mengakui) nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasulullah saw dengan tidak melakukan tahrif (pengubahan) lafadz atau maknanya, tidak tathil (pengabaian) yakni menyangkal seluruh atau sebagian nama dari sifat itu, tidak takyif (pengadaptasian) dengan menentukan esensi dan kondisinya dan tidak tasybih (penyerupaan) dengan sifat-sifat makhluk. Dari definisi di atas, jelaslah bahwa Tauhidul Asma Was Shifat berdiri di atas tiga asas. Barang siapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang mengesakan Allah dalam hal nama dan sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:

1. menyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan makhluk dan dari segala kekurangan. 2. mengimani seluruh nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan As Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau mengabaikannya. 3. menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu. Adapun asas yang pertama, yakni meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya, ini didasarkan pada firman Allah swt:

(((((( ((((( ((((( ((((((( (((((( (((

Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya. (QS, 112:4)

(((( ((((((((((( (( ((((((((((( ( (((( (((( (((((((( ((((((((( (( ((((((((((( ((((

Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah. (QS, 16:74)

Al-Qurtubi, saat menafsirkan firman Allah Tidak ada yang sama dengan-Nya sesuatu apapun, mengatakan, Yang harus diyakini dalam bab ini adalah bahwa Allah swt, dalam hal keagungan, kebesaran, kekuasaan, dan keindahan nama serta ketinggian sifat-Nya, tidak satupun dari makhluk-Nya yang menyerupai-Nya dan tidak pula dapat diserupakan dengan makhluk-Nya. Dan sifat yang oleh syariat disandangkan kepada Pencipta dan kepada makhluk, pada hakikatnya esensinya berbeda meskipun lafaznya sama. Sebab, sifat Allah Yang tidak berpemulaan (qadim) pasti berbeda dengan sifat makhluk-Nya. Al Wasithi mengatakan, Tidak ada Dzat yang sama dengan Dzat-Nya; tidak ada nama yang sama dengan nama-Nya; tidak ada perbuatan yang sama dengan perbuatan-Nya, tidak ada sifat yang sama dengan sifat-Nya kecuali dari sisi lafaznya saja. Maha Suci Dzat Yang Qadim dari sifat-sifat makhluk. Sebagaimana adalah mustahil makhluk memiliki sifat-sifat Pencipta. Dan, inilah mazhab para pemegang kebenaran, yakni Alus Sunah Wal Jamaah. Sayyid Qutb mengatakan, saat menafsirkan ayat tersebut di atas, Fitrah pasti akan mengimani hal ini. Bahwa Pencipta segala sesuatu tidak akan dapat disamakan dalam hal sekecil apa pun oleh makhluk-Nya. Dan masuk dalam asas pertama ini, menyucikan Allah swt dari segala yang bertentangan dengan sifat yang Dia sandangkan untuk Dirinya atau dengan sifat yang disandangkan oleh Rasulullah saw. Jadi mengesakan Allah dalam hal sifat-sifat-Nya menuntut seseorang Muslim untuk meyakini bahwa Allah tidak mempunyai istri, teman, tandingan, pembantu, dan syafi (pemberi syafaat), kecuali atas izin-Nya. Dan juga menuntut seorang Muslim untuk menyucikan Allah dari sifat tidur, lelah, lemah, mati, bodoh, zalim, lalai, lupa, kantuk, dan sifat-sifat kekurangan lainnya. Adapun asas kedua, mewajibkan kita untuk membatasi diri pada nama-nama dan sifat-sifat yang telah ditetapkan dalam Al Quran dan As Sunnah. Nama-nama dan sifat-sifat itu harus ditetapkan berdasarkan wahyu bukan logika. Jadi, tidak boleh menyandangkan sifat atau nama kepada Allah kecuali sejauh yang ditetapkan oleh Allah untuk Dirinya atau ditetapkan oleh Rasulullah saw. Sebab Allah swt Maha Tahu tentang Dirinya, sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya. Ia berfirman:

(((( (((((((((( (((( (((((((((((( (((((((((((((( ((((((((((( ((((((((((( ((((((((((((( (((((((( (((((( (((( ((((((((( ( (((( ((((((((( (((((((( (((( (((( ( (((((( (((((((( ((((( (((((( ((((((((( (((((((( (((( (((( ( ((((( (((( ((((((((( ((((( ((((((((((( (((((

Katakanlah, kalian yang lebih tahu atau Allah? (QS, 2:140)

Nah bila Allah yang lebih mengetahui tentang Dirinya, dan para Rasul-Nya adalah orang-orang jujur dan selalu membenarkan segala informasi dari-Nya, pasti mereka tidak akan menyampaikan selain dari apa yang diwayukan oleh-Nya kepada mereka. Karenanya, dalam urusan mengukuhkan atau menafikan nama-nama dan sifat-sifat Allah wajib merujuk kepada informasi dari Allah dan Rasul-Nya. Imam Ahmad bin Hambal mengatakan, Tidak boleh menyandangkan sifat kepada Allah selain dari apa yang disandangkan oleh Dirinya sendiri atau oleh Rasul-Nya; tidak boleh melangkahi Al Quran dan Al Hadist.

Nuaim bin Hammad, guru Imam Al-Bukhari, mengatakan, Barang siapa menyamakan Allah dengan makhluk, maka ia kafir. Barang siapa menolak sifat Allah yang disandangkan-Nya untuk Dirinya atau disandangkan oleh Rasul-Nya maka ia kafir. Dan dalam sifat-sifat Allah yang disandangkan oleh-Nya atau oleh Rasul saw tidak ada kesamaan atau kemiripan dengan sifat-sifat makhluk-Nya.

Adapun asas yang ketiga menuntut manusia yang mukallaf untuk mengimani sifat-sifat dan nama-nama yang ditegaskan oleh Al Quran dan As Sunnah tanpa bertanya tentang kaifiyyah (kondisi)-Nya, dan tidak pula tentang esensinya. Sebab, mengetahui kaifiyyah sifat hanya akan dicapai menakala mengetahui kaifiyyah Dzat. Karena sifat-sifat itu berbeda-beda, tergantung pada penyandang sifat-sifat tersebut. Dan Dzat Allah tidak berhak dipertanyakan esensi dan kaifiyyah-Nya. Maka, demikian pula sifat-sifat-Nya, tidak boleh dipertanyakan kaifiyyah-Nya. Karenanya, ketika para ulama salaf ditanya tentang kaifiyyah istiwa (cara Allah bersemayam) mereka menjawab, Istiwa itu sudah dipahami, sedang cara-caranya tidak diketahui; mengimaninya (istiwa) adalah wajib dan bertanya tentangnya adalah bidah. Jadi, kaum salaf sepakat bahwa kaifiyyah istiwa itu tidak diketahui oleh manusia dan bertanya tentang hal itu adalah bidah. Jika ada seseorang bertanya kepada kita, Bagaimana cara Allah turun ke langit dunia? Maka kita tanyakan kepadanya, Bagaimana Dia? Jika ia mengatakan, Saya tidak tahu kaifiyyah Dia. Maka kita jawab, Makanya kita tidak tahu kaifiyyah Dia. Sebab untuk mengetahui kaifiyyah sifat harus mengetahui terlebih dahulu kaifiyyah Dzat yang disifati itu. Karena, sifat itu adalah cabang dan mengikuti yang disifati. Jadi, bagaimana Anda menuntut kami untuk menjelaskan cara Allah mendengar, melihat, berbicara, istiwa, padahal Anda tidak tahu bagaimana kaifiyyah Dzat-Nya. Maka, jika anda mengakui bahwa Allah adalah wujud yang hakiki yang pasti memiliki segala sifat kesempurnaan dan tidak ada yang menandinginya, maka mendengar, melihat, berbicara, dan turunnya Allah tidak dapat digambarkan dan tidak bisa disamakan dengan makhluk-Nya. Dari penjelasan di atas, kita dapat mengetahui bahwa Tauhid Al Asma Wash-Shifat ini dapat rusak dengan beberapa hal berikut:

1. Tasybih. Yakni menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk. Seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani yang menyerupakan Al Masih bin Maryam dengan Allah swt; orang Yahudi menyerupakan Uzair dengan Allah; orang-orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah; beberapa kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk, tangan Allah dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, dan lain sebagainya. 2. Tahrif. Artinya mengubah atau mengganti. Yakni mengubah lafadz-lafadz nama Allah dengan menambah atau mengurangi atau mengubah harakah irabiyyah, atau mengubah artinya, yang oleh para ahli bidah diklaim sebagai takwil, yaitu memahami satu lafadz dengan makna yang rusak dan tidak sejalan dengan makna yang digunakan dalam bahasa Arab. Seperti pengubahan kata dalam firman Allah wa kallamallahu musa taklima menjadi wa kallamallaha. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam (berbicara) dari Allah swt. 3. Tathil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yakni menampik sifat Allah dan menyangkal keberadaannya pada Dzat Allah swt, semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah nama-nama dan sifat-sifat-Nya; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah swt, seperti orang yang mengatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa Allah telah mencipatkan dan membuatnya). 4. Takyif (mengkondisikan) menentukan kondisi dan menetapkan esensinya. Manhaj dalam memahami nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam Al Quran dan As Sunnah tanpa melakukan tasybih, tahrif, tathil dan takyif ini merupakan mazhab salaf, yakni kalangan sahabat, semoga Allah meridhai mereka semua, tabiin, dan tabiut-tabiin. Asy-Syaikani mengatakan:

Sesungguhnya, mazhab salaf, yakni kelangan sahabat, tabiin, dan tabiut-tabiin adalah memberlakukan dalil-dalil tentang sifat-sifat Allah sesuai dengan zahirnya tanpa melakukan tahrif, takwil yang dipaksakan, dan tidak pula tathil yang mengakibatkan terjadinya banyak tawil. Dan jika mereka ditanya tentang sifat-sifat Allah meraka membacakan dalil lalu menahan diri dari mengatakan pendapat itu dan ini, seraya mengatakan, Allah mengatakan demikian dan kami tidak mengetahui lebih dari itu. Kami tidak akan memaksakan diri untuk berbicara apa yang tidak kami ketahui dan apa yang tidak Allah izinkan untuk kami lampaui. Jika si penanya itu menginginkan penjelasan melebihi dari yang zahir, maka mereka segera melarangnya agar tidak menenggelamkan dalam hal yang tidak berguna dan mencegah dari mencari apa yang tidak mungkin mereka capai selain terjerumus dalam bidah dan dalam hal yang tidak diajarkan Rasulullah saw, tidak pula oleh sahabat dan tabiin. Dan pada masa itu, pendapat tentang Asma Wa Shifat adalah satu. Dan cara memahaminya juga sama. Kesibukan mereka saat itu adalah melaksanakan apa yang Allah perintahkan dan tugaskan kepada mereka untuk dilaksanakan. Yakni beriman kepada Allah, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat dan pusa, haji, jihad, infaq, mencari ilmu yang bermanfaat, membimbing manusia kepada kebaikan, memerintah yang makruf dan mencegah yang munkar, dan sebagainya. Dan, mereka tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak dibebankan kepada mereka atau dengan hal-hal yang kalupun dilaksanakan tidaklah merupakan ibadah, seperti mencari hakikat nama-nama dan sifat-sifat itu. Karenanya, pada masa itu agama Islam bersih dari debu-debu bidah. www,tarbiyah-online.com