28
LEMBAR PENGESAHAN Laporan lengkap praktikum kimia fisik II dengan judul percobaan “Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi” disusun oleh : Nama Praktikan : Niluh Devi Yulyantari NIM : 1213141015 Kelas/Kelompok : B/IV (empat) Telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan dinyatakan diterima. Mekassar, Januari 2015 Koordinator Asisten, Asisten Dipo Ade Putra Is. Mirnawati Mengetahui, Dosen Penaggungjawab

arrhenius

Embed Size (px)

DESCRIPTION

laporan lengkap praktikum kimia fisik 2 dengan judul arrhenius. jurusan kimia UNM makassar

Citation preview

Page 1: arrhenius

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum kimia fisik II dengan judul percobaan

“Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi” disusun oleh :

Nama Praktikan : Niluh Devi Yulyantari

NIM : 1213141015

Kelas/Kelompok : B/IV (empat)

Telah diperiksa dan dikoreksi oleh Asisten dan Koordinator Asisten dan

dinyatakan diterima.

Mekassar, Januari 2015

Koordinator Asisten, Asisten

Dipo Ade Putra Is. Mirnawati

Mengetahui,

Dosen Penaggungjawab

Suriati Eka Putri, S.Si, M.Si

Page 2: arrhenius

A. JUDUL PERCOBAAN

Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi

B. TUJUAN PERCOBAAN

Diakhir percobaan mahasiswa diharapkan mampu :

1. Menjelaskan hubungan laju reaksi dengan temperatur.

2. Menentukan konstanta laju reaksi.

3. Menghitung energi aktivasi (Ea) dengan menggunakan persamaan

Arrhenius.

C. LANDASAN TEORI

Salah satu aspek yang sangat penting dalam kinetika kimia adalah

bagaimana laju reaksi bergantung terhadap suhu. Secara empirik, untuk banyak

reaksi kimia, tetapan laju dapat dihubungkan terhadap temperatur absolut T

melalui ungkapan

K=Ae−B /T

Dengan Adan R adalah tetapan. Hubungan tersebut dirumuskan oleh Van’t Hoof

dan Arrhenius dalam bentuk.

K=Ae−E /RT

Dengan R adalah tetapan gas ideal R=8,3145 JK−1 dan E dikenal sebagai energi

pengaktifan. Pendekatan Arrhenius terhadap hukum tersebut agak sedikit berbeda

dari yang dilakukan Van’t Hoof. Dia mencatat bahwa untuk reaksi kimia biasa,

kebanyakan tumbukan antar molekul pereaksi adalah tidak efektif; dalam artian

bahwa energinya tidak mencukupi. Dalam fraksi yang kecil dari tumbukan,

bagaimanapun energinya adalah cukup besar untuk mengizinkan suatu reaksi

berlangsung.

e−E /RT

Fraksi tersebut semakin besar dengan makin besarnya suhu T dan semakin

rendahnya E. Oleh karena itu, tetapan laju akan proporsional terhadap fraksi

tersebut.

Page 3: arrhenius

ln K=ln A− ERT

Plot ln K terhadap 1/T, kita peroleh slop –E/R dan Intersep ln A

(Mulyani, 2003: 166-168).

Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi dapat di polakan dengan

beberapa model hubungan. Beberapa pola itu dapat digambarkan dengan grafik

hubungan laju reaksi dengan temperatur.

laju laju

T T

laju laju

T T

Gambar. Variasi efek temperatur terhadap laju reaksi dalam mengamati

pengaruh temperatur terhadap laju reaksi, Svante Arrhenius (1889) mengajukan

persamaan analog untuk suatu reaksi dengan memadukan teori tumbukan dengan

persamaan termodinamika (Fatimah, 2013: 141-142).

Energi aktivasi menyatakan jumlah energi yang harus diterima oleh

molekul-molekul yang beraksi untuk dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivitas,

makin besar ketergantungan stabilitas terhadap suhu. Energi aktivitas menyatakan

jumlah energi yang harus diterima oleh molekul-molekul yang bereaksi untuk

dapat bereaksi. Makin tinggi panas aktivasi, makin besar ketegantungan stabilitas

sediaan terhadap suhu. Nilai energi aktivasi tersebut dipengaruhi oleh pH, bahwa

pada suasana yang semakin asam, maka di peroleh energi aktivasi yang semakin

besar (Minarsih, 2011: 22).

Page 4: arrhenius

Energi aktivasi merupakan energi minimum yang dimiliki oleh sesuatu zat

agar suatu reaksi pada zat tersebut dapat berlangsung. Semakin rendah energi

aktivasinya, maka semakin cepat suatu proses reaksi berlangsung. Hubungan

antara energi aktivasi dengan laju rekasi didapatkan dari persamaan Arrhenius.

Adapun persamaan Arrhenius adalah sebagai berikut :

Ea=−RT ln( KA )

Dimana Ea adalah energi aktivasi, R adalah konstanta gas, T adalah suhu

K adalah konstanta laju rekasi dan A adalah faktor pre-exponensial. Dalam proses

adsorpsi, energi aktivasi sebanding dengan konstanta adsorpsi. Semakin rendah

energi aktivasi dari suatu proses adsorpsinya, maka semakin cepat pula proses

adsorpsi yang berlangsung (Lasryza, 2012: 5).

Ketergantungan tetapan laju yang kuat pada suhu, seperti yang dinyatakan

oleh hukum Arrhenius, dapat kita kaitkan dengan distribusi Maxwell-Boltzmann

mengenal energi molekul. Jika Ea merupakan energi benturan relatif yang kritis

yaitu yang harus dimiliki oleh sepasang molekul agar reaksi dapat terjadi, hanya

sebagian kecil molekul saja yang dapat mempunyai energi setinggi itu (atau

melebihi energi itu) jika suhu cukup rendah. Fraksi ini berkaitan dengan luas

dibawah kurva distribusi Maxwell-Boltzmann, yaitu antara Ea dan ∞. Jika suhu

ditingkatkan, fungsi distribusi bergerak kearah energi yang lebih tinggi. Fraksi

molekul yang melewati energi kritis Ea meningkat secara eksponensial (-Ea/RT).

Jadi, laju reaksi ini berbanding lurus dengan (-Ea/RT) dan dengan demikian, baik

ketergantungan yang kuat pada suhu dan besarnya tetapan laju eksperimen dapat

kita pahami (Oxtoby, 2001: 435-436).

Dalam persamaan Arrhenius pengaruh temperatur dinyatakan secara

eksponsial. Walaupun demikian, sebaiknya diperhatikan bahwa faktor

eksponensial dapat juga lemah pengaruhnya, dan akan lebih betul jika menggap

bahwa A sebanding dengan T m,

K=A ' T m e−( En

RT )

Dimana A` tidak bergantung pada temperatur. Persamaan diatas dapat

digunakan untuk data kinetik dalam kisaran temperatur yang lebih besar. Satuan A

Page 5: arrhenius

dinyatakan sama seperti yang digunakan pada tetapan laju reaksi, sedangkan

energi aktivasi diberikan dalam satuan energi, biasanya adalah KJ per mol

(Arryanto, 2008: 36).

Pada umumnya nilai konstanta kecepatan reaksi dipengaruhi oleh faktor

tumbukan, energi aktivasi dan suhu reaksi yang bisa dinyatakan dalam bentuk

persamaan Arrhenius. Persamaan itu menunjukkan bahwa konstanta kecepatan

reaksi akan semakin besar dengan semakin berkurangnya energi aktivasi dan

semakin besarnya suhu. Energi aktivasi dapat diperkecil dengan menggunakan

katalisator. Sedangkan suhu reaksi dibuat tinggi dengan dapat mempertimbangkan

ketahanan bahan suatu kesetimbangan reaksi (Yuniwati,2011;108).

Energi aktivasi untuk dua data temperatur dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan:

Ea=RT1 T2 ln ( K2/ K1 )

T 2−T 1

Energi aktivasi sangat dipengaruhi oleh konstanta laju reaksi, semakin

beasr konstanta laju reaksi semakin kecil energi aktivasi. Dengan energi aktivasi

yang kecil diharapkan reaksi semakin cepat berlangsung (Desnelli, 2009: 2-5).

D. ALAT DAN BAHAN

1. ALAT

a. Rak tabung reaksi besar (1 buah)

b. Rak tabung reaksi kecil (1 buah)

c. Tabung reaksi besar (6 buah)

d. Tabung reaksi kecil (6 buah)

e. Pipet volume 5mL (1 buah)

f. Gelas ukur 10 mL (3 buah)

g. Pipet tetes (4 buah)

h. Termometer 110ºC (6 buah)

i. Kompor gas (1 buah)

j. Stopwatch (8 buah)

k. Botol semprot (1 buah)

Page 6: arrhenius

l. Gelas Kimia 250 mL (1 buah)

m. Penjepit tabung (2 buah)

n. Lap kasar dan Lap halus (@1 buah)

o. Kasa Asbes (1 buah)

p. Bulb pipet (1 buah)

2. BAHAN

a. Aquades (H2O)

b. Es batu (H2O)(s)

c. Label

d. Larutan kanji 3%

e. Amonium persulfat (NH4)2S2O8 0,04 M

f. Natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0,04 M

g. Kalium Iodida (KI)

E. PROSEDUR KERJA

1. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan larutan sampel seperti tabel

berikut:

SistemTabung 1 Tabung 2

V. S2O82- V. H2O V. KI V. H2O V. S2O8

- Larutan kanji

1

2

2,5 mL

3,5 mL

2,5 mL

1,5 mL

5 mL

4 mL

-

1 mL

0,5 mL

0,5 mL

0,5 mL

0,5 mL

2. Siapkan campuran air dan es disiapkan dan diletakkan dalam gelas kimia

200 mL.

3. Untuk suhu 200C, dimasukkan tabung reaksi diatas pada gelas kimia 250 mL

yang telah berisi campuran air dan es tersebut. Ukur suhu campuran pada

tabung reaksi hingga suhu 200C.

4. Kemudian isi tabung pada masing-masing tabung dicampur dengan cara isi

tabung A dimasukkan ke tabung larutan B, lalu dengan secepatnya

dimasukkan lagi ke tabung A, kemudian jalankan stopwatch.

5. Catat waku dan suhu larutan sampai campuran tampak warna biru untuk

pertama kali.

Page 7: arrhenius

6. Untuk suhu 300C, 400C, 500C, dan 600C dilakukan dengan cara disiapkan

campuran pada tabung reaksi seperti pada tabel cara 1.

7. Kemudian masing-masing tabung dimasukkan pada gelas kimia yang telah

dipanaskan dan kemudian diukur suhu larutan sesuai dengan suhu yang telah

ditentukan yaitu 300C.

8. Setalah suhu masing-masing larutan sama, kemudian tabung pada

masing-masing sistem dicampurkan dengan cara tabung A dimasukkan pada

tabung B dan dengan cepat dimasukkan kembali ke tabung A.

9. Stopwatch dijaankan dan dicatat waktu dan suhu yang diperlukan larutan

tampak warna biru untuk pertama kali.

10. Prosedur 6-10 diulangi untuk suhu 400C, 500C, dan 600C.

F. HASIL PENGAMATAN

1. Sistem 1

a. Tabung 1

2,5 mL (NH4)2S2O8 + 2,5 mL H2O Larutan bening

b. Tabung 2

5 mL KI + 0,5 mL Na2S2O3 + 5 tetes larutan kanji 3%

Larutan sedikit keruh

2. Sistem 2

a. Tabung 1

3,5 mL (NH4)2S2O8 + 1,5 mL H2O Larutan bening

b. Tabung 2

4 mL KI + 1 mL H2O + 0,5 mL Na2S2O3 + 5 tetes larutan kanji 3%

Larutan sedikit keruh

Sistem 1

T (0C)

awal

T (0C)

akhir

T (0C)

Rata-rata

T

(K)t (s)

1T

(K-1) ln 1t

20

30

40

26

28

28

23

29

34

296

302

307

2340

1980

1680

3,37.10-3

3,31. 10-3

3,25. 10-3

-7,758

-7,591

-7,426

Page 8: arrhenius

50

60

33

34

41,5

47

314,5

320

2040

1260

3,17. 10-3

3,12. 10-3

-7,621

-7,139

Sistem 2

T (0C)

awal

T (0C)

akhir

T (0C)

Rata-rata

T

(K)t (s)

1T

(K-1) ln 1t

20

30

40

50

60

27

30

37

35

33

23,5

30

38,5

42,5

46,5

296,5

303

311,5

315,5

319,5

3180

1560

990

960

840

3,37.10-3

3,30. 10-3

3,21. 10-3

3,16. 10-3

3,12. 10-3

-8,066

-7,352

-6,803

-6,840

-6,725

G. ANALISIS DATA

1. Sistem 1

a. Menantukan Nilai Ea dan A secara grafik

Persamaan grafik :

y = mx + b

m = −Ea

R

Ea = −R(m)

1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)

y = mx + b

y = −1796 x−1,678

Diketahui : m = −1796

R = 8,314 J

moL

Ditanyakan : Ea . . . . . ?

Penyelesaian :

−EaR

=m

Ea=−R (m )

Page 9: arrhenius

Ea=−8,314J

moL(−1796)

Ea=14931,944J

moL

2) Nilai Faktor Frekuensi

y = mx + b

y = -1796 X - 1,678

Diketahui : b = - 1,678

Ditanyakan : A . . . . . ?

Penyelesaian :

ln k=¿ −EaR

¿ 1T

+ ln A

ln A = b

A = eb

A = e-1,678

A = 0,187

b. Nilai Konstanta Laju Reaksi (K)

1) Untuk T = 296 K

Diketahui : Ea = 14931,944 J

moL

T = 296 K

A = 0,187

R = 8,314 J

moL. K

Dinyatakan : K . . . . . ?

Penyalesaian :

K = A e−EaRT

K = 0,187. e

−14931,944 JmoL

8,314J

moL. K.296 K

K = 0,187. e−6,067

K = 0,187 ( 2,31 . 10-3)

Page 10: arrhenius

K = 0,413. 10-3

2) Untuk T = 302 K

Diketahui : Ea = 14931,944 J

moL

T = 302 K

A = 0,187

R = 8,314 J

moL. K

Dinyatakan : K . . . . . ?

Penyalesaian :

K = A e−EaRT

K = 0,187. e

−14931,944 JmoL

8,314J

moL. K.302 K

K = 0,187. e−5,947

K = 0,187 ( 2,61 . 10-3)

K = 0,488 . 10-3

3) Untuk T = 307 K

Diketahui : Ea = 14931,944 J

moL

T = 307 K

A = 0,187

R = 8,314 J

moL. K

Dinyatakan : K . . . . . ?

Penyalesaian :

K = A e−EaRT

K = 0,187. e

−14931,944 JmoL

8,314J

moL. K.307 K

K = 0,187. e−5,850

K = 0,187 ( 2,87 . 10-3)

Page 11: arrhenius

K = 0,536 . 10-3

4) Untuk T = 314,5 K

Diketahui : Ea = 14931,944 J

moL

T = 314,5 K

A = 0,187

R = 8,314 J

moL. K

Dinyatakan : K . . . . . ?

Penyalesaian :

K = A e−EaRT

K = 0,187. e

−14931,944 JmoL

8,314J

moL. K.314,5 K

K = 0,187. e−5,711

K = 0,187 ( 3,309 . 10-3)

K = 0,618. 10-3

5) Untuk T = 320 K

Diketahui : Ea = 14931,944 J

moL

T = 320 K

A = 0,187

R = 8,314 J

moL. K

Dinyatakan : K . . . . . ?

Penyalesaian :

K = A e−EaRT

K = 0,187. e

−14931,944 JmoL

8,314J

moL. K.320 K

K = 0,187. e−5,612

K = 0,187 ( 3,653 . 10-3)

Page 12: arrhenius

K = 0,683. 10-3

2. Sistem ll

a. Menentukan Nilai Ea dan A secara grafik

Persamaan grafik :

y = mx + b

m = −Ea

R

Ea = -R (m)

1) Nilai Energi Aktivasi (Ea)

y = mx + b

y = -5198x + 9,643

Diketahui : m = -5198

R = 8,314 J

moL

Ditanyakan : Ea. . . . ?

Penyalesaian :

-EaR

=m

Ea = -R (m)

Ea = 8,314 J

moL (-3198)

Ea = 43216,172 J

moL

2) Nilai Faktor Frekuensi (A)

y = mx + b

y = -3198x + 9,643

Diketahui : b = 9,643

Ditanyakan : A . . . . ?

Penyalesaian :

ln K = EaR

lT

+ ln A

In A = b

Page 13: arrhenius

A = eb

A = e9,643

A = 15413,514

b. Nilai Kontanta Laju Reaksi (K)

1) Untuk T = 296,5 K

Diketahui : Ea = 43216,172 J

moL

T = 296,5 K

A = 15413,514

R = 8,314 J

moL. K

Ditanyakan : K. . . . .?

Penyelesaian :

K = A e−EaRT

K = 15413,514 . e

−43216,172 JmoL

8,314J

moL. K.296,5 K

K = 15413,514. e−5,711

K = 15413,514 ( 2,434 . 10-8)

K = 37516,493. 10-8

2) Untuk T = 303 K

Diketahui : Ea = 43216,172 J

moL

T = 303 K

A = 15413,514

R = 8,314 J

moL. K

Ditanyakan : K. . . . .?

Penyelesaian :

K = A e−EaRT

Page 14: arrhenius

K = 15413,514 . e

−43216,172 JmoL

8,314J

moL. K.303 K

K = 15413,514. e−17,153

K = 15413,514 ( 3,543 . 10-8)

K = 54640,907. 10-8

3) Untuk T = 311,5 K

Diketahui : Ea = 43216,172 J

moL

T = 311,5 K

A = 15413,514

R = 8,314 J

moL. K

Ditanyakan : K . . . .?

Penyelesaian :

K = A e−EaRT

K = 15413,514 . e

−43216,172 JmoL

8,314J

moL. K.311,5 K

K = 15413,514. e−16,686

K = 15413,514 ( 5,667 . 10-8)

K = 87348,383. 10-8

4) Untuk T = 315,5 K

Diketahui : Ea = 43216,172 J

moL

T = 315,5 K

A = 15413,514

R = 8,314 J

moL. K

Ditanyakan : K. . . . .?

Penyelesaian :

K = A e−EaRT

Page 15: arrhenius

K = 15413,514 . e

−43216,172 JmoL

8,314J

moL. K.315,5 K

K = 15413,514. e−16,475

K = 15413,514 ( 5,988 . 10-8)

K = 107863,771 . 10-8

5) Untuk T = 319,5 K

Diketahui : Ea = 43216,172 J

moL

T = 3 19,5K

A = 15413,514

R = 8,314 J

moL. K

Ditanyakan : K. . . . .?

Penyelesaian :

K = A e−EaRT

K = 15413,514 . e

−43216,172 JmoL

8,314J

moL. K.319,5 K

K = 15413,514. e−16,269

K = 15413,514 ( 8,599 . 10-8)

K = 132540,806 . 10-8

Page 16: arrhenius

0.0031 0.00315 0.0032 0.00325 0.0033 0.00335 0.0034

-8

-7.8

-7.6

-7.4

-7.2

-7

-6.8

f(x) = − 1796.69260700389 x − 1.67852918287938R² = 0.589854379284597

Grafik Hubungan 1/T dengan ln 1/t pada Sistem I

ln 1/tLinear (ln 1/t)

1/T

ln 1

/t

0.0031 0.0032 0.0033 0.0034

-10

-8

-6

-4

-2

0

f(x) = − 5198.13753581662 x + 9.64318051575932R² = 0.886342367476948

Grafik Hubungan 1/T dengan ln 1/t pada Sistem II

ln 1/tLinear (ln 1/t)

1/T

ln 1

/t

H. PEMBAHASAN

Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh laju

reaksi terhadap temperatur, menentukan konstanta laju reaksi dan menghitung

energi aktivasi menurut menurut persamaan Arrhenius. Energi aktivasi merupakan

energi minuman yang harus dilewati (Tim Dosen, 2014).

Percobaan ini menggunakan dua sistem dengan tujuan untuk membedakan

kecepatan reaksi antara campuran yang ditambahkan air dengan tidak, artinya

membandingkan konsentrasi. Sistem satu merupakan campuran antara air dengan

Page 17: arrhenius

ammonium perklorat pada tabung 1 dengan campuran larutan KI, Na2S2O3, dan

larutan kanji pada tabung 2. Sedangkan sistem II merupakan campuran antara

larutan (NH4)2S2O8 dan air pada tabung 1 dan campuran KI, Na2S2O3, dan H2O

serta larutan kanji pada tabung 2. Kemudian kedua tabung pada masing-masing

sistem dicampurkan ketika telah mencapai suhu yang sama hal ini agar larutan

dapat tepat bereaksi pada suhu yang sama. Adapun variasi suhu yang kita gunakan

pada percobaan ini yaitu 20, 30, 40, 50, dan 600C hal ini agar kita dapat

mengetahui pengaruh suhu terhadap laju reaksi. Larutan mulai bereaksi ditandai

dengan warna biru.

Larutan kanji pada percobaan ini berfungsi sebagai indikator yang akan

menunjukkan perubahan warna larutan menjadi biru ketika larutan telah bereaksi.

Larutan ammonium perklorat (NH4)2S2O8 berfungsi sebagai reduktor yang akan

mengoksidasi I- menjadi I2, Na2S2O3 befungsi sebagai oksidator yang akan

mereduksi I2 kembali menjadi I- yang selanjutnya akan berikatan dengan amilum.

Iodida akan bereaksi dengan amilum setelah Na2S2O3 pada campuran habis

bereaksi dengan hal ini dijadikan sebagai waktu akhir reaksi, waktu dimana

muncul warna biru pertama kali.

Pencampuran larutan pada masing-masing sistem harus dilakukan secara

cepat, hal ini bertujuan agar tidak terjadi perubahan suhu yang drastis pada

masing-masing tabung. Selain itu pencampuran dari tabung 1 ke tabung 2 dan

kembali ke tabung 1 untuk dapat menghitung waktu yang dibutuhkan untuk

bereaksi sedangkan jika dilakukan sebaliknya maka warna biru akan langsung

nampak.

Perubahan warna yang terjadi akan semakin cepat apabila reaksi

berlangsung pada temperatur yang lebih tinggi. Menurut Edahwati (2007), pada

pada umumnya penurunan suhu akan memperlambat reaksi sedangkan kenaikan

suhu akan menaikkannya. Dengan menaikkan suhu maka energi kinetik molekul-

molekul zat yang bereaksi makin bertambah. Molekul-molekul dengan energi

kinetik yang ditingkatkan ini bila saling bertumbukan akan menghasilkan energi

tumbukan yang cukup untuk memutus molekul zat tersebut, sehingga reaksi itu

terjadi. Namun hasil percobaan yang dilakukan tidak sesuai dengan teori dimana

Page 18: arrhenius

pada percobaan waktu yang dibutuhkan untuk campuran dapat bereaksi tidak

sesuai dengan semakin tingginya suhu dimana seharusnya semakin tinggi suhu

campuran pada saat direaksikan maka semakin cepat pula waktu untuk bereaksi.

Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pada saat direaksikan

suhu dari masing-masing tidak sama, keakuratan dari alat ukur yang digunakan

pada saat mengukur zat yang akan dicampurkan juga dapat mempengaruhi dari

kecepatan reaksi.

Hubungan energi aktivasi dan laju reaksi adalah berbanding terbalik.

Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya semakin lambat karena energi

minimum terjadi reaksi semakin besar.

Reaksi ada tabung 1 :

2S2O82- + 2H2O 4SO4

2- + O2 + 4H+

Reaksi pada tabung 2 :

Reduksi : I2 + 2e- 2I-

Oksidasi : 2S2O3- S4O8

2- + 2e-

I2 + 2S2O3 S4O62- + 2I-

Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa energi aktivasi pada sistem 1

yaitu 14931,944 J/mol dan pada sistem 2 yaitu 43216,172 J/mol dan dari grafik

hubungan ln 1/t dan 1/T diperoleh nilai regresi (R2) = 0,589 dengan persamaan

y = -1796x - 1,678. Grafik hubungan ln 1/t dan 1/T pada sistem II diperoleh nilai

regrasi (R2) = 0,886 dengan y = -5198x + 9,643.

I. KESIMPULAN

1) Laju reaksi berbanding lurus dengan temperatur dimana semakin tinggi

temperatur maka laju reaksi semakin cepat.

2) Nilai tetapan laju reaksi dari suhu 200C, 300C, 400C, 500C, dan 600C secara

berturut-turut untuk sistem 1 yaitu 4,278.10-4, 4,836.10-4, 5,208.10-4,

6,138.10-4, dan 6,696.10-4. Sedangkan untuk sistem 2 yaitu 3716,913.10-8,

54640,907.10-8, 87384,383.10-8, 107863,771.10-8, dan 13254,806.10-8.

Page 19: arrhenius

3) Energi aktivasi pada sistem 1 yaitu 14931,9 J/mol.K sedangkan sistem 2 yaitu

43216,172 J/mol.K.

J. SARAN

Diharapkan kepada praktikan selanjutnya untuk lebih teliti dalam

melakukan percobaan terutama ketika akan mereaksikan kedua larutan yang

suhunya sama.

Page 20: arrhenius

DAFTAR PUSTAKA

Arryanto, Yateman. 2008. Mekanisme Reaksi Anorganik. Yogyakarta: Gala Ilmu Semester.

Desnelli dan Zainal Fanani. 2009. Kinetika reaksi Oksidasi Asam Miristat, Stearat, dan Oleat dalam Medium Minyak Kelapa, Minyak Kelapa Sawit serta Tanpa Medium. Jurnal Penelitian Sains. Vol.12, No.1.

Fatimah, Iis. 2013. Kinetika Kimia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Lasryza, Ayu dan Dyah Sawitri. 2012. Pemanfaatan Fly Ash Batu Bara sebagai Adsorben Emisi Gas CO pada Kendaraan Bermotor. Jurnal Teknik Pomits. Vol.1, No.1.

Minarsih, Tri. 2011. Penentuan Energi Aktivasi Amlodipin Basilat pada pH 1,6 dan 10 dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. PHARMACY. Vol.06, No.1.

Mulyani, Sri dan Hendrawan. 2003. Kimia Fisik II. Malang: JICA.

Oxtoby. 2001. Kimia Modern. Jakarta: Erlangga.

Yuniwati, Murni, Dian Ismiyati dan Reni Kuniasih. 2011. Kinetika Reaksi Hidrolisis Pati Pisang Tanduk dengan Katalisator Asam Chlorida. Jurnal Nasional. Vol.1, No.2.

Page 21: arrhenius

JAWABAN PERTANYAAN

1. Energi Aktivasi (Ea) adalah energi minuman yang dimiliki oleh suatu zat agar

suatu reaksi pada zat tersebut dapat berlagsung.

2. Pengaruh suhu terhadap laju reaksi yaitu berbanding lurus. Ketika suhu tinggi

maka laju reaksi semakin cepat hal ini karena ion-ion pereaksi akan memiliki

energi kinetik yang lebih besar dari panas sehingga tumbukan antar partikel

akan lebih sering, sehingga reaksi cepat berlangsung.