8
Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx Permodelan Parametrik sebagai Pemicu Kreatifitas Desain Arsitektur Etnik Nusantara yang Mengkini Studi Obyek : Rumah Bugis Nurfahmi Muchlis 1 *, Josef Prijotomo 1 , Hari Purnomo 1 Jurusan Arsitektur - FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia 1* [email protected] Abstrak Pengembangan arsitektur etnik Nusantara yang mengkini dalam proses kreatif desain menjadi cukup sulit untuk dilakukan. Perubahan bentuk namun tetap harus mempertahankan karakteristik acuannya adalah kendala yang sering dihadapi seorang perancang. Permodelan parametrik memungkinkan eksplorasi varian bentuk arsitektur etnik Nusantara dengan menggunakan logika dalam komputasi. Sebuah acuan bangunan akan dimodelkan dengan menyusun algoritma setiap konfigurasi elemen bangunan beserta parameternya. Nilai parameter elemen bangunan dapat diubah untuk membuat bentuk-bentuk generatif. Eksplorasi dalam model parametrik dilakukan dalam program Grasshopper. Setiap perubahan pada parameter memberikan kesempatan perancang memilih beragam output bentuk. Termasuk di dalamnya varian yang mudah dikenali atau menjauh dari acuannya. Kata kunci: algoritma , arsitektur, bentuk, Nusantara, parametrik. 1. Pendahuluan 1.1 Arsitektur Nusantara yang Mengkini Arsitektur Nusantara memiliki keragaman yang tinggi karena seluruh etnik memiliki corak berbeda-beda. Pengembangan arsitektur Nusantara yang mengkini dapat dilakukan pada satu etnik dengan mengeksplorasi elemen yang ada padanya. Penghadiran sesuatu yang baru dapat dilakukan dengan mengambil semua atau sebagian dari etnik tertentu (Prijotomo, 1988). Dalam hal ini, unsur rinupa yang dimiliki merupakan sesuatu yang paling mudah diamati dan memiliki potensi yang besar untuk diolah. Pengembangan arsitektur Nusantara berarti membuat sebuah keterkaitan dengan referensi yang diambilnya namun sekaligus melibatkan transformasi pada hal- hal tertentu. Perubahan ini masih dapat ditelusuri dari adanya kedekatan visual (unsur rinupa) dari elemen-elemen transformasinya. Menurut Prijotomo (1988), setidaknya terdapat beberapa patokan yang dapat diterapkan untuk melakukan pengembangan seperti ini yaitu menghadirkan penaung, penopang bangunan, ornamen dan dekorasi, serta ruangan. Pengamatan pada karakteristik yang ingin dibangun pada arsitektur Nusantara dapat dilakukan pada bentuk dengan lebih spesifik menyebutkan bangun (shape) dan rupa (appearance). Bentuk merupakan substansi utama arsitektur selain ruang. Sementara geometri merupakan unsur arsitektur yang membantu

ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Parametric Design

Citation preview

Page 1: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Permodelan Parametrik sebagai Pemicu Kreatifitas Desain Arsitektur Etnik Nusantara yang Mengkini

Studi Obyek : Rumah Bugis

Nurfahmi Muchlis 1*, Josef Prijotomo 1, Hari Purnomo 1

Jurusan Arsitektur - FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia1*

[email protected]

AbstrakPengembangan arsitektur etnik Nusantara yang mengkini dalam proses kreatif desain menjadi cukup sulit untuk dilakukan. Perubahan bentuk namun tetap harus mempertahankan karakteristik acuannya adalah kendala yang sering dihadapi seorang perancang. Permodelan parametrik memungkinkan eksplorasi varian bentuk arsitektur etnik Nusantara dengan menggunakan logika dalam komputasi. Sebuah acuan bangunan akan dimodelkan dengan menyusun algoritma setiap konfigurasi elemen bangunan beserta parameternya. Nilai parameter elemen bangunan dapat diubah untuk membuat bentuk-bentuk generatif. Eksplorasi dalam model parametrik dilakukan dalam program Grasshopper. Setiap perubahan pada parameter memberikan kesempatan perancang memilih beragam output bentuk. Termasuk di dalamnya varian yang mudah dikenali atau menjauh dari acuannya.Kata kunci: algoritma , arsitektur, bentuk, Nusantara, parametrik.

1. Pendahuluan 1.1 Arsitektur Nusantara yang MengkiniArsitektur Nusantara memiliki keragaman yang tinggi karena seluruh etnik memiliki corak berbeda-beda. Pengembangan arsitektur Nusantara yang mengkini dapat dilakukan pada satu etnik dengan mengeksplorasi elemen yang ada padanya. Penghadiran sesuatu yang baru dapat dilakukan dengan mengambil semua atau sebagian dari etnik tertentu (Prijotomo, 1988). Dalam hal ini, unsur rinupa yang dimiliki merupakan sesuatu yang paling mudah diamati dan memiliki potensi yang besar untuk diolah.

Pengembangan arsitektur Nusantara berarti membuat sebuah keterkaitan dengan referensi yang diambilnya namun sekaligus melibatkan transformasi pada hal-hal tertentu. Perubahan ini masih dapat ditelusuri dari adanya kedekatan visual (unsur rinupa) dari elemen-elemen transformasinya. Menurut Prijotomo (1988), setidaknya terdapat beberapa patokan yang dapat diterapkan untuk melakukan pengembangan seperti ini yaitu menghadirkan penaung, penopang bangunan, ornamen dan dekorasi, serta ruangan.

Pengamatan pada karakteristik yang ingin dibangun pada arsitektur Nusantara dapat dilakukan pada bentuk dengan lebih spesifik menyebutkan bangun (shape) dan rupa (appearance). Bentuk merupakan substansi utama arsitektur selain ruang. Sementara geometri merupakan unsur arsitektur yang membantu memahami subtansi bentuk secara tepat (Antoniades, 1990).

1.2 Rumah Bugis Arsitektur Nusantara etnik Bugis cukup memiliki keragaman. Dengan melihat persebaran masyarakatnya, hal ini dapat ditelusuri. Masyarakat etnik Bugis yang berada di luar Sulawesi Selatan mampu menjangkau daerah Kalimantan, Sumatera hingga semenanjung Malaysia dan bagian Flores (Pelras, 2006). Di luar asalnya, rumah Bugis bertransformasi dengan menggabungkan diri dengan corak etnik yang lain. Ini terlihat pada rumah-rumah Bugis yang berada di pinggir pantai di luar Sulawesi Selatan. Pada daerah semenanjung Malaysia, rumah Melayu memiliki sikuen penambahan yang dapat disandingkan dengan rumah Bugis (Yuan, 1987). Diasumsikan bahwa “etnik lain meminjam atau mengadaptasi konsep atau struktur rumah Bugis” (Doubrawa dkk, 2008). Hal ini juga membuktikan bahwa “arsitektur Nusantara etnik Bugis memiliki morfologi corak etnik ganda karena kemampuannya untuk tampil beragam dan menggabungkan diri” (Prijotomo, 2004). Sedangkan di dalam Sulawesi Selatan sendiri, rumah Bugis telah memperlihatkan variasi dan evolusi dalam kurun waktu yang panjang (Pelras, 2003).

1.3 Permodelan Parametrik dengan AlgoritmaSecara rasional, desain dapat dirumuskan dalam sebuah langkah-langkah penyelesaian. Desain arsitektur bersumber dari aturan dan elemen yang sifatnya memberi batas (constrain) (Wojtowicz dkk, 1986). Dalam pengembangan rumah Bugis, pendekatan ini menjadi tepat, sebab pengembangan tersebut menginginkan sesuatu yang masih dapat dikenali dari unsur rinupanya.

Page 2: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Sehingga terdapat batasan yang jelas bagaimana sebuah perubahan harus tetap dikenali.

Desain secara rasional menggunakan algoritma di dalam komputasi. Algoritma merupakan penyelesaian sebuah permasalahan tertentu dengan langkah tertentu pula. Perintah-perintah ini dapat diterjemahkan secara bertahap dari awal hingga akhir. Masalah tersebut dapat berupa apa saja, dengan catatan untuk setiap masalah, ada kriteria kondisi awal yang harus dipenuhi sebelum menjalankan algoritma (Terzidis, 2006).

Algoritma dapat memperluas kemampuan perancang dalam menemukan solusi sebuah permasalahan. Bentuk pengembangan kekinian arsitektur Nusantara merupakan solusi yang akan dicari dari algoritma. Kajian algoritma mengkhususkan pada algoritma generatif. Dengan algoritma, sebuah acuan dari salah satu sumber arsitektur Nusantara dijadikan sebagai referensi model. Referensi model dapat digunakan untuk membuat generate varian yang memiliki kedekatan dari referensi asalnya.

Transformasi pada arsitektur Nusantara menggunakan transformasi elemen bangunan yang dapat dibaca sebagai transformasi pada konfigurasi geometri. Algoritma generatif menggunakan teknik parametrik untuk menyusun konfigurasi geometri yang sesuai dengan konfigurasi elemen bangunan. Konfigurasi ini disusun dalam model parametrik dengan sejumlah parameter tertentu. Setiap perubahan pada sebuah parameter secara otomatis memicu pembaruan pada elemen yang memiliki parameter lain yang berasosiasi di dalamnya (Jabi dkk, 2013).

Parameter pada model parametrik dapat di-setting untuk mengubah rasio serta model transformasi dari referensi model arsitektur Nusantara. Parameter diletakkan dalam properties entitas penyusun konfigurasi geometri. Transformasi dapat berupa modifikasi, transformasi, kombinasi dan dekomposisi. Perancang secara intuitif dapat memperhitungkan beragam perubahan dengan mengubah nilai parameter- parameter ini.

2. Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan metode eksperimen dalam mengeksplorasi varian melalui permodelan parametrik secara komputasi.

Elemen bangunan rumah Bugis (Gambar.1) yang akan dimodelkan adalah konfigurasi atas bangunan (rakkeang) yang terdiri dari penutup atap dan tutup bubungan (timpalaja); konfigurasi

tengah bangunan (ale bola) yang terdiri dari dinding (renring) dan lantai ruangan (tampian dan watampola); serta konfigurasi bawah bangunan yang terdiri dari kolom (aliri) dan balok (pattolo) (Mardanas dkk, 1985).

Gambar 1. Elemen bangunan rumah Bugis.

Model parametrik disusun dengan algoritma generatif. Untuk membuat sebuah konfigurasi geometri maka referensi model harus dianalisis. Data analisis berupa data kuantitatif. Yakni menyangkut tentang properties dari seluruh geometri. Data ini diperoleh dari penguraian konfigurasi elemen sebagai konfigurasi geometri. Properties menyangkut dimensi, arah dan posisi. Setiap geometri akan diasosiasikan satu sama lain menggunakan parameter dengan memperhatikan hirarki dan interdependensi obyek masing-masing. Dengan cara ini, re-komposisi geometri akan memiliki kontrol masing-masing untuk menghadirkan transformasi.

Model parametrik dirangkai dengan menggunakan algoritma dalam software Grasshopper.

Gambar 2. Penulisan visual-script.

Grasshopper memiliki script dalam format grafis, biasa disebut sebagai visual scripts. Format ini memiliki kesamaan dengan text-based script yang terdapat pada bahasa program lainnya yakni mampu menunjukkan sikuen hubungan dan operasi untuk membangun geometri secara otomatis (Davis dkk, 2011). Motivasi utama dalam penggunaan script adalah untuk meningkatkan produktifitas desain dalam mengolah informasi yang bersifat iterative dan mampu mengontrol desain. “Dalam sisi konvensional, desain akan terbebas dari batasan software modeling yang prosesnya black-box ” (Burry, 2011). Data permodelan di file ini dapat dibawa ke software 3D lainnya sebagai konsep maupun model yang akan dikembangkan.

Page 3: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Dalam batasan penelitian, diambil bangun pokok rumah Bugis sebagai referensi model dari arsitektur Nusantara. Dengan cara yang sama, rumah etnik Nusantara yang lainnya juga dapat dieksplorasi dalam model parametrik.

3. Pembahasan3.1 Penyusunan Model ParametrikElemen bangunan yang diurai sebagai konfigurasi geometri disusun dengan menggunakan logika tertentu. Logika ini menyesuaikan cara elemen bangunan pada rumah Bugis terkonfigurasi. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam menyusun logika pada model parametrik rumah Bugis, antara lain bagaimana konfigurasi elemen bangunan tersusun; cara transformasi yang dapat dilakukan; serta dimana parameter dapat diletakkan pada sebuah konfigurasi. Hal-hal tersebut sepenuhnya mengacu pada analisis bangun dan rupa dari rumah Bugis. Semuanya dijelaskan sebagai berikut.

3.1.1 Logika Konfigurasia. Model parametrik mengikuti konfigurasi

utama acuannya yakni rakkeang - ale bola - awa bola. Konfigurasi ini bersifat mengikat dan tidak dapat di susun ulang dalam format yang berbeda.

b. Elemen bangunan merupakan konfigurasi geometri tertentu. Dimana setiap geometri memiliki atribut arah, posisi dan ukuran (dimensi). Atribut merupakan data yang dilekatkan atau ditambahkan pada suatu obyek.

c. Rakkeang - ale bola - awa bola memiliki konfigurasi tersendiri di dalamnya. Sehingga setiap bagian konfigurasi ini memiliki properties masing-masing. Properties merupakan data yang dimiliki setiap entitas obyek.

3.1.2 Logika Konfigurasia. Komposisi geometri mengikuti hirarki dari

masing-masing unsur konfigurasi elemen bangunan.

b. Komposisi mengandalkan interdependensi setiap atribut dari geometri agar terjadi perubahan yang simultan di keseluruhan obyek.

c. Komposisi setiap elemen bangunan dapat diperoleh dari perubahan bentukan geometrinya (bangun - shape) menjadi konfigurasi geometri yang sesuai dengan elemen bangunan tertentu. Ini berarti geometri yang sama mampu membuat komposisi bentukan yang beragam pada elemen bangunan lainnya.

d. Properties pada masing-masing elemen bangunan dapat memiliki atribut yang serupa dengan elemen bangunan yang lainnya.

3.1.2 Logika Transformasia. Menggunakan perubahan nilai dari proporsi

dan skala acuan rumah Bugis secara rasio.b. Perubahan nilai terjadi di atribut geometri

yakni arah dan posisi.c. Perubahan nilai juga terjadi pada panjang,

lebar dan kedalaman (dimensi).d. Perubahan di set untuk terjadi secara global

dan parsial pada konfigurasi.

3.1.3 Parametera. Bangun dan rupa yang akan diteliti

merupakan tiga hirarki utama. Konfigurasi atas, tengah dan bawah. Pada level ini, perubahan berpengaruh secara menyeluruh. Jenis parameternya disebut parameter global.

b. Dalam hirarki utama elemen bangunan terdapat berbagai macam kelompok. Setiap bagian harus didefinisikan sebagai geometri yang terkonfigurasi. Untuk itu perlu diberikan definisi individual dengan jenis parameter khusus dan disebut parameter lokal atau parsial.

c. Sebuah transformasi dapat dimanipulasi secara parsial dan global dengan memberi parameter yang berbeda pada setiap tingkatnya.

Semua konfigurasi geometri akan memiliki berbagai macam teknik olah geometri seperti modifikasi, transformasi, kombinasi dan dekomposisi. Parameter akan menentukan perubahan nilai properties dan atribut pada komponen obyek sehingga beragam olah transformasi ini dapat dimunculkan.

Dalam software Grasshopper, visual script dirangkai untuk menyusun logika setiap konfigurasi geometri untuk menjadi dikenali sebagai elemen bangunan. Hasil eksperimentasi dalam komputasi ini dijelaskan pada sub-bab berikutnya.

3.2 Analisis VarianKarakteristik rumah Bugis dapat ditampilkan dalam model parametrik dengan mengetahui bagaimana seluruh komponen elemen bangunan tersusun sebagai sebuah hirarki serta keterikatan satu dengan yang lainnya dalam sebuah sistem interdependensi. Hirarki disusun menurut kelompok komponen. Bagian yang satu sebagai bagian yang lain yang lebih dominan dalam sebuah grup. Sehingga hirarki dapat menyusun rakkeang, ale bola dan awa bola. Sementara interdependensi dibangun pada keseluruhan komponen dalam grup. Sehingga setiap

Page 4: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

komponen dapat berpengaruh satu sama lain saat terjadi transformasi.

Model parametrik rumah Bugis menggunakan sejumlah parameter di setiap konfigurasi geometri elemen bangunan. Output dapat dihasilkan dari perubahan nilai parameter. Perubahan ini dapat dibuat untuk berubah secara sebagian maupun seluruhnya. Dalam hal ini, intuisi perancang dalam menilai kedekatan output terhadap referensi rumah Bugis sangat diperlukan. Varian yang dimaksud merupakan output yang memiliki keserupaan secara visual.

Secara default, model parametrik dapat menunjukkan nilai parameter yang sama dengan acuan rumah Bugis (Gambar 3). Dalam eksperimen, parameter akan mengubah nilai rasio dari kondisi default.

Gambar 3. Kondisi default model parametrik rumah Bugis.

Eksperimen dengan transformasi secara parsial menunjukkan bahwa pada konfigurasi rakkeang, penutup atap beserta timpalaja dapat berubah-ubah menyesuaiakan input parameter perubahan tanpa menghilangkan karakteristik atap rumah Bugis (Gambar.4). Perubahan parsial juga dilakukan pada konfigurasi ale bola, dimana elevasi watampola dan tampian dapat diubah (Gambar.5). Sementara pada awa bola, Perubahan parsial dapat dilakukan dengan mengubah dimensi, arah maupun bentuk setiap aliri dan pattolo (Gambar.6).

Gambar 4. Varian model parametrik konfigurasi atas bangunan (rakkeang) rumah Bugis.

Gambar 5. Varian model parametrik konfigurasi tengah bangunan (ale bola) rumah Bugis.

Gambar 6. Varian model parametrik konfigurasi bawah bangunan (awe bola) rumah Bugis.

Pada pola renring ale bola (dinding), salah satu acuan motif dapat dikembangkan menjadi beberapa varian. Parameter pada pola dasar dapat mengatur bagaimana beberapa bagian dari pola harus berulang; dimensi pada komponen maupun menyusun ulang pembentukan pola (Gambar.7). Dengan mengubah nilai perulangan, secara simultan perubahan akan terjadi pada seluruh bagian renring dan memberikan persepsi yang berbeda.

Gambar 7. Varian model parametrik dinding konfigurasi tengah bangunan (renring ale bola) rumah Bugis.

Pada transformasi parsial, terlihat bahwa meski perubahan terjadi hanya pada sebagian konfigurasi namun pengaruh perubahan ini juga ternyata dapat ditunjukkan pada konfigurasi lainnya. Interdependensi ini disebabkan oleh transformasi yang terkunci pada hirarki. Hirarki rakkeang-ale bola- awa bola merupakan sebuah grup yang memiliki anggota komponen-komponen grup. Perubahan pada komponen grup akan mengikuti alur pengelompokan ini. Demikian pula bila yang berubah adalah pada grup maka dengan sendirinya perubahan juga akan diikuti oleh anggota komponen grup.

Untuk menampilkan perubahan secara global dalam desain, transformasi model parametrik mengubah parameter secara kombinasi. Beragam nilai parameter dapat diubah secara acak atau mengabaikan rasio dari kondisi default. Variasi dapat dikembangkan dengan mengandalkan intuisi perancang sehingga dapat menemukan output yang pas. Pada Gambar.8 diperlihatkan beberapa hasil output yang dapat disebut sebagai varian rumah Bugis.

Page 5: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Gambar 8. Varian model parametrik bangunan rumah Bugis yang diubah secara keseluruhan.

Pada kedua jenis transformasi model parametrik, baik secara global maupun parsial tetap dapat memunculkan karakteristik dari rumah Bugis. Hal ini dapat terjadi dengan memanfaatkan sistem kerja dalam parameter dan grup obyek. Parameter yang mengubah konfigurasi elemen bangunan dikendalikan secara grup menyesuaikan dengan kelompok dalam hirarki. Hal ini juga memungkinkan bagi transformasi pada tiap level grup. Dengan adanya kesempatan ini, berbagai macam kemungkinan transformasi dapat dieksplorasi lebih jauh.

4. KesimpulanKreatifitas dalam desain arsitektur yang mengkini dapat dieksplorasi dalam model parametrik karena dapat membuka berbagai macam kemungkinan alternatif pengembangan yang sifatnya open ended sesuai dengan karakter dari algoritma. Berbagai macam model transformasi dapat berkembang sesuai dengan intuisi yang dimiliki oleh perancang. Persepsi konfigurasi referensi model sebagai geometri maupun terhadap cara transformasi akan sangat berpengaruh terhadap output yang akan dihasilkan.

Eksplorasi model parametrik sebagai bagian dari proses perancangan akan membantu seorang perancang dalam menentukan bagaimana sebuah ide akan berkembang. Dengan memodelkan rumah Bugis sejumlah output yang menunjukkan kedekatan secara visual dapat dihasilkan. Output ini dapat dijadikan sebagai rujukan atau memicu ide bagi perancangan arsitektur Nusantara yang mengkini. Pengkayaan transformasi arsitektur

Nusantara juga dapat menjadi lebih kompleks karena penafsiran dari referensi model sebagai konfigurasi geometri juga secara fleksibel ditentukan oleh perancang.

5. PenghargaanPenulis mengucapkan terima kasih pada DIKTI atas beasiswa selama menempuh studi sehingga dapat melaksanakan penelitian ini. Beserta Prof. Dr. Ir. Josef Prijotomo, M.Arch dan Ir. Hari Purnomo, M.Bdg.Sc selaku pembimbing dan co-pembimbing.

6. PustakaAntoniades, A.C., (1990). Poetics of Architecture

: Theory of Design. New York: Van Nostrand Reinhold.

Burry, M., (2011). Scripting Cultures, John Wiley & Sons Ltd, West Sussex.

Davis, D., Burry, J., Burry, M., (2011). Understanding visual scripts: Improving collaboration through modular programming, The International Journal of Architectural Computing.

Doubrawa, I dan Zámolyi, D.I.F.G. (2008). Documenting the Past- Transformation and Change in South Sulawesi Architecture. Museum of Anthropology of Vienna, Vienna.

Jabi, W. dan Johnson, B., (2013), Parametric Design for Architecture, Laurence King Publishing Ltd., London.

Mardanas, I. Abu, R. Maria (1985). Arsitektur Tradisional Daerah Sulawesi Selatan, Dep. P&K, Ujung Pandang.

Pelras, C. (2003). “Bugis and Makassar Houses : Variation and Evolution” dalam Scefold, R, Domenig, G , Nas, P, Indonesian Houses : Tradition and Transformation in Vernacular Architecture, edisi ke-1, Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde, Leiden.

Pelras, C. (2006). Manusia Bugis, edisi ke-1, Nalar, Jakarta.

Prijotomo, J. (1988). Pasang Surut Arsitektur di Indonesia, edisi ke-1,CV.Ardjun, Surabaya.

Prijotomo, J. (2004). Arsitektur Nusantara Menuju Keniscayaan, edisi ke-1, Wastu Lanas Grafika, Surabaya.

Terzidis, K. (2006). Algorithmic Architecture, edisi ke-1, Architectural Press, Burlington, USA.

Wojtowicz, J dan Fawcett, W. (1986). Architecture: Formal Approach, Academy Editions, Michigan University.

Yuan, L. J. (1987). The Malay House - Rediscovering Malaysia's Indigenous

Page 6: ARS-19 SNPS XIV 2014 Full Paper Nurfahmi Muchlis

Seminar Nasional Pascasarjana XIV – ITS, Surabaya, 7 Agustus 2014 ISBN No.xxx xxxx xxxxx

Shelter System, Institut Masyarakat, Pulau Pinang, Malaysia.