9
Proses Penguburan Suku Dayak Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan : 1. Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat. 2. Penguburan di dalam peti batu (dolmen) 3. Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang. Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan : 1. Wadah (peti) mayat–> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak 2. Wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci. Berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq : 1. Lubekng (tempat lungun)

Art Proses Penguburan Suku Dayak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Art Proses Penguburan Suku Dayak

Citation preview

Page 1: Art Proses Penguburan Suku Dayak

Proses Penguburan Suku Dayak

Tradisi penguburan dan upacara adat

kematian pada suku bangsa Dayak diatur

tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan

beragam sejalan dengan sejarah panjang

kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam

sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan

di Kalimantan :

1. Penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.

2. Penguburan di dalam peti batu (dolmen)

3. Penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini

merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :

1. Wadah (peti) mayat–> bukan peti mati : lungun, selokng dan kotak

2. Wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta

guci.

Berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :

1. Lubekng (tempat lungun)

2. Garai (tempat lungun, selokng)

3. Gur (lungun)

4. Tempelaaq dan kererekng

Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan :

1. Penguburan primer

Parepm Api (Dayak Benuaq)

Kenyauw (Dayak Benuaq)

2. Penguburan sekunder

Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau

dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur,

Page 2: Art Proses Penguburan Suku Dayak

banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan

megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati

(lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan

posisi ke arah matahari terbit.

a. Prosesi penguburan sekunder

1) Tiwah adalah prosesi penguburan

sekunder pada penganut Kaharingan,

sebagai simbol pelepasan arwah

menuju lewu tatau (alam

kelanggengan) yang dilaksanakan

setahun atau beberapa tahun setelah

penguburan pertama di dalam tanah.

2) Ijambe adalah prosesi penguburan

sekunder pada Dayak Maanyan.

Belulang dibakar menjadi abu dan

ditempatkan dalam satu wadah.

3) Marabia

4) Mambatur (Dayak Maanyan)

5) Kwangkai/ Wara (Dayak Benuaq)

b. Proses Penguburan Suku Dayak Maanyan

Setelah seseorang dari suku Dayak Maanyan dinyatakan meninggal maka

dibunyikanlah gong beberapa kali sebagai pertanda ada salah satu anggota

masyarakat yang meninggal. Segera setelah itu penduduk setempat

berdatangan ke rumah keluarga yang meninggal sambil membawa

sumbangan berupa keperluan untuk penyelenggaraan upacara seperti babi,

ayam, beras, uang, kelapa, dan lain-lain yang dalam bahasa Dayak Maanyan

disebut nindrai.

Beberapa orang laki-laki pergi ke dalam hutan untuk mencari kayu bakar

dan menebang pohon hiyuput (pohon khusus yang lembut) untuk dibuat peti

mati. Kayu yang utuh itu dilubangi dengan beliung atau kapak yang

Page 3: Art Proses Penguburan Suku Dayak

dirancang menyerupai perahu tetapi memakai memakai tutup. Di peti inilah

mayat nantinya akan dibaringkan telentang, peti mati ini dinamakan rarung.

Seseorang yang dinyatakan meninggal dunia mayatnya dimandikan sampai

bersih, kemudian diberi pakaian serapi mungkin. Mayat tersebut

dibaringkan lurus di atas tikar bamban yang diatasnya dikencangkan kain

lalangit. Tepat di ujung kepala dan ujung kaki dinyalakan lampu tembok

atau lilin. Kemudian sanak famili yang meninggal berkumpul menghadapi

mayat, selanjutnya diadakan pengambilan ujung rambut, ujung kuku, ujung

alis, ujung bulu mata, dan ujung pakaian si mati yang dikumpulkan menjadi

satu dimasukkan ke sebuah tempat bernama cupu. Semua perangkat itu

dinamakan rapu yang pada waktu penguburan si mati nanti diletakkan di

atas permukaan kubur dengan kedalaman kurang lebih setengah meter.

Tepat tengah malam pukul 24.00 mayat dimasukkan ke dalam rarung sambil

dibunyikan gong berkali-kali yang istilahnya nyolok. Pada waktu itu akan

hadir wadian, pasambe, damang, pengulu adat, kepala desa, mantir dan

sanak keluarga lainnya untuk menghadapi pemasukan mayat ke dalam

rarung.

Pasambe bertugas menyiapkan semua keperluan dan perbekalan serta

peralatan bagi si mati yang nantinya disertakan bersamanya ke dalam

kuburan. Sedangkan Wadian bertugas menuturkan semua nasihat dan

petunjuk agar amirue (roh/arwah) si mati tidak sesat di perjalanan dan bisa

sampai di dunia baru. Wadian di sini juga bertugas memberi makan si mati

dengan makanan yang telah disediakan disertai dengan sirih kinangan,

tembakau dan lain-lain.

Jika penuturan wadian telah selesai tibalah saatnya orang berangkat

mengantar peti mati ke kuburan. Pada saat itu sanak keluarganya menangisi

keberangkatan sebagai cinta kasih sayang kepada si mati. Menunjukkan

ketidakinginan untuk berpisah tetapi apa daya tatau matei telah sampai dan

rasa haru mengingat semua perbuatan dan budi baik si mati selagi berada di

dunia fana.

Page 4: Art Proses Penguburan Suku Dayak

The Dayak Burial Process

The tradition of burial and ceremonial

death Dayak tribes set firmly in customary

law. Burial systems vary in line with the

long history of human arrival in Borneo. In

history there are three burial culture in

Borneo:

1. Burial with no container and no stock,

with frame folded position.

2. Burial in a stone coffin (dolmen)

3. Burial with container wood, bamboo or woven mats. This is the last burial

system develops.

According to tradition Benuaq both places and burial forms are distinguished:

1. Container (crate) corpse-> no coffin: Lungun, selokang and boxes

2. Containers bone: tempelaaq (Poster 2) and kererekng (Poster 1) and jars.

Based on where the laying of container (cemetery) of the Dayak Benuaq:

1. Lubekng (where Lungun)

2. Garai (where Lungun, selokng)

3. Gur (Lungun)

4. Tempelaaq and kererekng

In general, there are two stages of burial:

1. Burial primary

Parepm Fire (Dayak Benuaq)

Kenyauw (Dayak Benuaq)

2. Secondary Burial

Secondary burials are no longer made in the cave. In the upper reaches of

the Bahau and its branches in the District Pujungan, Malinau, East Kalimantan,

encountered grave-jars which are relics of megalithic dolmen. Recent

Page 5: Art Proses Penguburan Suku Dayak

developments, using coffin burial (Lungun) placed on top of a pole or in a small

building with a position in the direction of the sunrise.

a. Secondary funeral procession

1) Tiwah is a secondary burial procession

Kaharingan adherents, as a symbol of the

spirit toward Lewu release Tatau (natural

permanence) carried out a year or a few

years after the first burial in the ground.

2) Ijambe is a secondary burial procession

Maanyan Dayak. Burnt to ashes and the

bones were placed in a container.

3) Marabia

4) Mambatur (Dayak Maanyan)

5) Kwangkai / Wara (Benuaq)

b. The Dayak Burial Process Maanyan

Having someone from the Dayak tribe Maanyan declared dead then

dibunyikanlah gong several times as a sign of one of the community

members who died. Soon after that locals flock to the families who died

while carrying donations for solemnization purposes such as pigs, chickens,

rice, money, oil, and others are in a language called Dayak Maanyan

nindrai.

Some of the men went into the forest to fetch firewood and felling

trees hiyuput (special trees gently) to make a coffin. Intact wood was

hollowed out with a pickaxe or ax that is designed to resemble a boat but

wear wear caps. In the coffin is the body will be laid on his back, the coffin

was named rarung.

A person who is declared dead body was washed thoroughly, and then

given clothes as neat as possible. Bodies were laid straight on a mat on which

Bamban lalangit tensioned fabric. Right at the head end and the foot end wall

Page 6: Art Proses Penguburan Suku Dayak

lamps or candles lit. Then the relatives of the deceased gathered to face the

corpse, then held taking the hair, the nails, the tips of the eyebrows, eyelashes

end, and the end of the clothing of the dead were gathered into one put into a

place called cupu. All devices were called Rapu which time the burial of the

dead later placed on the surface of the grave with a depth of less than half a

meter.

Exactly at 24.00 midnight corpse put in rarung while gong is sounded

many times the term nyolok. At the present time it would wadian, pasambe,

damang, pengulu custom, village heads, mantir and other relatives to confront

inclusion bodies into rarung.

Pasambe charge of preparing all the necessary equipment and supplies

as well as for the dead which later included along with him to the grave.

While on duty Wadian said all the advice and instruction to amirue (soul /

spirit) of the dead did not wander on the road and get to the new world.

Wadian here is also in charge of feeding the dead with food that has been

provided along with kinangan betel, tobacco and others.

If the narrative wadian been completed it's time to leave the coffin

drove to the cemetery. At that time, relatives mourn the departure of a loving

affection for the deceased. Showed unwillingness to part but alas Tatau Matei

and compassion have to remember all the good deeds and moral death while

in the mortal world.