16
Volume ll! Nomor l, Januari 2008 ISSN:1829-7684 Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak Bmmi Segandu Indramayu Oleh Asep Deni Iskandar.) Abstrak Masuknya bangsa-bangsa Eropa pada abad 17 temyata berpengaruh pada perkembangan seni rupa di Indonesia. Pengaruh tersebut bukan saja pada bentuk karya namun pada sistem menggambar cara khas yang sudah berkembang sejak jaman pra sejarah dan sekaligus menggeser sistem menggambar warisan leluhur. Bahasa rupa modern dari Barat kemudian menjadi sistem yang universal sementara bahasa rupa khas dari leluhur telah ditinggalkan oleh masyarakatnya. Namun, di tengah-tengah terjadinya pergeseran sistem menggambar ternyata masih tersisa gambar-gambar dengan menggunakan cara khas. Dari kesederhanaan bentuk. visualnya temyata terkandung nilai-nilai ajaran dan mengacu pada sebuah kitab. Dengan kata lain gambar dinding merupakan sastra visual atau ajaran-ajarun yang divisualkan. Kata Kunci: Bahasa rupq suku dayak, sastra visual A. Pendahuluan Pesan dalam bentuk gambar telah dikenal manusia sejak jaman prasejarah dan gambar sendiri merupakan cikal bakal dari huruf atau abjad seperti saat ini. Dominasi gambar yang berperan sangat besar karena tulisan belum membudaya. Pada jamanya gambar menjadi salah satu media komunikasi berupa informasi tentang sejarah, kebudayaan dan ilmu pengetahuan secara turun temurun yang dapat melampaui sosio budaya yarrg berbeda namun tetap bisa memahami informasi atau pesan yang disampaikan. Secara intuitif nenek moyang kita telatr melakukan komunikasi yang digoreskan di cadas-cadas gua berupa gambar-ganrbar, relief candi, dan artefak lainnya. Untuk meminimalisir kesalahan dalam menyampaikan pesan nenek moyang kita telatr mengembangkan cara menggambar ktras (tradisi) dengan sistem ruang-waktu-datar GUfD). Im{i yang nampak dengan menggunakan sistem tersebut tertrihat dari aneka tampak (aneka arah, aneka waktu, dan aneka jarak). Penggambaran dengan cara aneka Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 31

Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

'Building theVocabulary andlace.corn/shane/

?rrrokerto, E-mail:

J hough to Read.....

Volume ll! Nomor l, Januari 2008 ISSN:1829-7684

Membaca Garnbar Dinding Suku DayakBmmi Segandu Indramayu

OlehAsep Deni Iskandar.)

AbstrakMasuknya bangsa-bangsa Eropa pada abad 17 temyata berpengaruh padaperkembangan seni rupa di Indonesia. Pengaruh tersebut bukan saja padabentuk karya namun pada sistem menggambar cara khas yang sudahberkembang sejak jaman pra sejarah dan sekaligus menggeser sistemmenggambar warisan leluhur. Bahasa rupa modern dari Barat kemudianmenjadi sistem yang universal sementara bahasa rupa khas dari leluhur telahditinggalkan oleh masyarakatnya. Namun, di tengah-tengah terjadinyapergeseran sistem menggambar ternyata masih tersisa gambar-gambardengan menggunakan cara khas. Dari kesederhanaan bentuk. visualnyatemyata terkandung nilai-nilai ajaran dan mengacu pada sebuah kitab.Dengan kata lain gambar dinding merupakan sastra visual atau ajaran-ajarunyang divisualkan.

Kata Kunci: Bahasa rupq suku dayak, sastra visual

A. PendahuluanPesan dalam bentuk gambar telah dikenal manusia sejak jaman

prasejarah dan gambar sendiri merupakan cikal bakal dari huruf atauabjad seperti saat ini. Dominasi gambar yang berperan sangat besarkarena tulisan belum membudaya. Pada jamanya gambar menjadisalah satu media komunikasi berupa informasi tentang sejarah,kebudayaan dan ilmu pengetahuan secara turun temurun yang dapatmelampaui sosio budaya yarrg berbeda namun tetap bisa memahamiinformasi atau pesan yang disampaikan. Secara intuitif nenek moyangkita telatr melakukan komunikasi yang digoreskan di cadas-cadas guaberupa gambar-ganrbar, relief candi, dan artefak lainnya. Untukmeminimalisir kesalahan dalam menyampaikan pesan nenek moyangkita telatr mengembangkan cara menggambar ktras (tradisi) dengansistem ruang-waktu-datar GUfD). Im{i yang nampak denganmenggunakan sistem tersebut tertrihat dari aneka tampak (aneka arah,aneka waktu, dan aneka jarak). Penggambaran dengan cara aneka

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 31

Page 2: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

l;r*/*d, Jumat tlmiah Bahasa, Sasfna dan Seni- F/SS Unpas

tampak akan memperlihatkan suatu rangkaian beberapa adegan dangambar bergerak dalam ruang dan waktu sehingga imaji mampu ber-cerita.

Seiring dengan perkembangan jarnan sistem menggambarbatrasa rupa khas mulai tergeser oleh sistem menggambar dari Baratsejak jaman kolonialisme. Kedatangan bangsa Eropa di awal abad ke-17 tidaklah semata perkara dagang atau ekonomi namun membawapengaruh terhadap perkembangan seni lukis di lndonesia termasuksistem menggambar dengan kekhasan gayarrya. Sejak itu sistemmenggambar naturalis-perspektif-momen opname (NPM) dari Baratini semakin mengglobal dan dianggap modem. Begitu kuatnya pe-ngaruh dari Barat pada perkembangan seni lukis sehingga mengalamiketerputusan terutama dalam hal teknik, penggunaan cat minyak,perspektif, dan keterputusan inspirasinya melalui citraan-citraanpemandangan, potret, dan realitas sosial. Sistem menggambar sepertipada relief-relief candi atau wayang beber merupakan bentuk khasseni rupa lndonesia yang sudah ada sejak zatnrafl prasejaratr namunseiring dengan perubahan jarnan telah dilupakan oleh para pewarisnyasendiri.

Sistem menggambar dari Barat yang dianggap universal temyatatidak dengan serta merta merubatr cara men'lgambar di masyarakat.Perubahan cara menggambar pada masyarakat terjadi karena pengaruhpendidikan di sekolatr atau akademis sedangkan pada kelompok-kelompok masyarakat cara menggambar khas masih dipraktekan dandapat ditemui di berbagai daerah. Sistem menggambar khas dapatdilihat padagaya lukisan Kamasan Bali, lukisan kaca Cirebon, gambardamarkurung Gresik, dan pada komunitas masyarakat suku DayakBumi Segandu Indramayu banyak terlihat pada gambar dinding yangmengelilingi padepokan mereka.

Gambar-gambar pada dinding tembok yang mengefilingi tempatibadatr komunitas suku Dayak ini merupakan gambaran cara hidupdan perilaku yang harus dilakukan oleh para pengikutnya danmerupakan ajaran berupa sastra yang divisualkan. Jika diamati lebihseksama gambar-gambar tersebut mirip dengan relief candi Borobudurberupa sastra visual ajaran umat Budha yang dipahatkan dalambongkahan batu. Secara bentuk tentunya berbeda karena kesan tigadimensi dibuat dari semen yang diberi warna cat. Persamaan yangdimaksud merupakan wujud ajaran yang divisualkan dengan tujuan

32 Asep Deni tskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

Volurne

agar Ikomur.

(luki=arstila-.idin,jrngpencrkluar b-,

tanc;\ ang :a

B. Sek

1- --:.-.NL'^ . u.-\.

fn.1Il;-i;

^r--_-]t- *..+.T :-'-'.I : s.:Ard

" ;:'.: ---:

i"-t aiI:-:.:,elr'--:Jl

. __:-u-- --- r.:

Asep Oe

Page 3: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

adegan danmnmpu ber-

menggambardari Barat

abad ke-membawatermasuk

iur sistemdai Barat

kuatnya pe-me,ngalami

ca minyak,

sepertikhas

namun

lrwarisnya

ternyata

pengaruhkelompok-

danthas dapat

gambarDayak

yang

i tempatcara hidup

danlebih

Borobudurdalam

kesan tigayang

tujuan

[a- sesandu

Volume lll Nomor 1, Januari 2008 ISSN: 1829-7684

agar penyebaran tuntunan bagi masyarakat pendukungnya lebihkomunikatif.

Gambar-gambar pada dinding hampir secara keseluruhan sepertilukisan modern bergaya ekspresionisme walaupun nampak adanyastilasi atau distorsi dan cenderung dekoratif. Setiap panel gambardinding mengungkapk-an cerita atau pesan yang disampaikan kepadapengikutnya atau bisa juga masyarakat lainnya karena pada bagianluar bisa dilihat langsung oleh siapapun yang lewat. Gambar menjaditanda yang secara tidak langsung mengkomunikasikan ajaran-ajaranyang tersirat di dalamnya.

B. Sekilas tentang Suku Dayak Bumi Segandu IndramayuModernitas ternyata membawa dampak buruk bukan saja pada

kondisi alam yang semakin rusak akibat eksploitasi berlebihan olehmanusia telapi berpengaruh pada kehidupan manusianya itu sendiri.Seiring dengan perkgmbangan teknologi dan media maka carapandang manusia akan turut berubah dan terjadinya pergeseran nilai.Tidaklah heran bila terjadi'revolusi besar pada kehidupan masyarakatyang ingin dipandang sebagai masyarakat modern sehingga berdam-pak pada pola kehidupan dan perilaku manusianya. MasyarakatIndonesia yang dulu dikenal sebagai manusia yang sopan dan ramahtetapi kini telah berubah menjadi manusia-manusia yang serakah,saling menghegemoni dan mendominasi, dan kehilangan moralitasdirinya.

Dayak Bumi Segandu Indramayu, (Fotografer: OndiKuswandi)

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 33

Page 4: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

. Jumal llmiah Bahasa, Sasfm dan Seni - FISS Unpas

Di tengah-tengatr pergeseran nilai, rengangnya hubungan sosiaihingga alam yang mulai carut marut temyata muncul suatu komunitaskepercayaan yang memiliki pandangan lain bahwa rusaknya alam danrendatrnya moralitas manusia sebagai akibat dari manusia melepaskandiri dan menampik hubungan yang harmoni dengan alam. Komunitasini menamakan Suku Dayak Hindu Budha Bumi Segandu yangdidirikan oleh Takmad Diningrat pada 1970-an. Komunitas yanghidup berdampingan dengan masyarakat lainnya di Desa KrimtrnKecamatan Losarang Kabupaten Indramayu. Para pengikutnya yangdiklaim Takmad berjumlatr 7000 orang bukan keturunan suku DayakKalimantan yang menetap di lndramayu tetapi Dayak menurut batrasaIndramayu adalah ngayak yang berarti saringan. Menyaring dari setiaptingkah laku dalam hidup yang harus dijalankan oleh pengikutnyadengan cara menjauhkan dari perbuatan tercela. Carmad yang selaludipanggil Pak Tua selalu mengajak dan mengajarkan pada tentang"Sejarah Alam Ngaji Rasa" yang intinya mengajarkan manusia untukselalu sabar, bertindak benar dan jujur, serta menyelaraskan denganalam semesta (makrocosmos).

Hindu Budha bukan berarti sinkretisme keduanya namun hindubermakna ibu dan budha merupakan seorang anak yang lahir dalamkeadaan telanjang. Para pengikutnya yang telah mencapai kebudhaandan sebagai wujud menyatunya diri dengan'' makrokosmos akanmenanggalkan pakaian modern yang selama ini selalu dikenakan.Mereka telanjang hanya mengenakan celana pendek berwarna hitamputih atau sebagai simbol hidup yang saling berpasangan dan akse-soris yang dibuat dari bambu atau kayu. Kemanapun dan dimanapunpengikut komunitas ini berada akan berpenampilan seperti itu yangdianggap seperti orang gila.

Melepaskan pakaian ini pun sebagai perwujudan untuk melepas-kan amarah, keserakahan, kesederhanaan, dan menyafukan tubuhnyadengan alam. Komunitas ini memandang batrwa pakaian'modern yangdikenakan umat manusia saat ini akan membawa pengaruh jelek padasetiap individu seperti keserakahan atau kesombongan. Jika diamatidari penampilan dan ajarannya seperti komunitas anti kemapanandalam masyarakat modern. Menanggalkan pakaian hanya diperuntu-kan untuk para lelaki dan kalaulah kita berada di tempat merekaseolah-olah didominasi oleh para lelaki. Dengan kondisi seperti inibukan berarti kaum perempuan tidak mempunyai peran dan tunduk

34 Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

.'olume lll Nq':ror'

:er:laiap ie.a-:u -'r

raing donrin:rJar ali tida-\ a-i"-

HinCu 3:::.lakuliar, o,eL :::rernpuan .i5 i

::ia.k keke::sa;.::minisme j:n 3

...r-n i,.rstnr \u1r.Ij::rhadap oe:3:r.:Ssr-i sel:;r r::---:Ll.-- ----;Ei:Lll\i:l.l lrj I. --- ndo -.-.i: -ii :*-<<4 llM: + -

-a$gu pua, ,'-,-.. -'.,nuni^-.*r^ l-: :

:anguasa.L-,r-., -''=:

:. ii:.ioles-. >:l

C, \Iembaca GeTata Lngkrg

Ima:i 5=::sampaika:. -..=:i:la-kukan :-:.::'

Asep Deni lskandar

Page 5: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

&mgan sosiairnr komunitastnp alam dania melepaskann- KomunitasScgandu yangmunitas yangDesa Krimungikrrnya yangr $ku DayakErruntr bahasaitr dtri setiapI pengikutnyad yang selalupda tentang

musia unfukckaD dengan

lEnmur hindug lahir dalampi kebudhaan&osmos akanh dikenakan.r*arna hitamE den ak5s-a dimanapunprti itu yang

rrtk melepaS-h tubuhnyahodern yangil jelek padaJika diamati

I kemapananp diperuntu-qat merekabi seperti ini1 dan tunduk

k &rmi Segandu

Volume lll Nomor 1, Januari 2008 ISSN: 1829-7684

terhadap lelaki justru sebaliknya kaum perempuan mempunyai peranpaling dominan dan kekerasan terhadap perempuan dalam komunitasDayak tidak akan terjadi.

Hindu Budha bagi komunitas merupakan ajaran yang harusdilakukan oleh para lelaki dalam menghargai dan menghormati kaumperempuan dan anak. Laki-laki dilarang menyakiti atau melakukantindak kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak. Ketika gerakanfeminisme dan anti kekerasan terhadap perempuan terus diperjuang-kan justru komunitas ini tidak perlu lagi turut berjuang. Rasa hornnatterhadap perempuan diwujudkan pula dalam kehidupan sehari-hari.Suami selain rhencari nafkah akan melayani istri dari mulai mem-bersihkan rumah, mencuci, dan memasak. Sistem hidup berumahtangga menjadi terbalik, kalaulah pada kebanyakan kehidupan rumahtangga pada umumnya suami sebagai kepala dan penguasa maka padakomunitas ini istri menjadi kepala rumah tangga dan sebagaipenguasa.

Komunitas suku Dayak merupakan satu potret dari masyarakatdi Indonesia boleh jadi adalah hasil dari atau ekpresi dari bentukperenungan akan chaos yang sedang terjadi dari mulai tingkat individuhingga kelompok di masyarakat saat ini atau bias anomali budayamasyarakat yang termajinalisasi oleh derap perkembangan zatnanhingga sebagai komunitas dianggap menyimpang namun semua itutergantung pada kita dari sudut mana melihatnya karena komunitasDayak tanpa sadar sudah menjadi bagian dari masyarakat kita ter-utama di Indramayu.

C. Membaca Gambar Dinding Ditelaah dengan Cart Wimba danTata Ungkapan

Imaji dalam gambar merupakan subjek komunikasi yang ingindisampaikan oleh seniman pada khalayak. Cara menggambar yangdilakukan tentunya tidak terlepas dari tata bahasa berupa imaji dalamtata ungkapan sehingga pesan sampai pada orang lain. Gambardinding di padepokan komunitas Suku Dayak Bumi SeganduIndramayu merupakan pesan berupa inti ajaran dalam kitab. Kreator-nya dengan hati-hati mencurahkan idenya dengan cara menyusunkomponen-komponen atau unsur gambar sedemikian rupa sehinggatercipta suasana yang diinginkan oleh kreatornya sendiri. Walaupunsubjektivitas nampak dalam setiap panel gambamya atau dapat berupa

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 35

Page 6: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

L,t 9^441: Jurnal ltmiah Bahasa, Sastra dan Seni - F/SS Unpas

ekspresi jiwa kreatornya namun tidak menyimpang dari ketentuanyang telah digariskan dengan mengacu pada sastra berupa kitab atauungkapan lisan dari Takmad.

Gambar 2 di bawah nampak seperti hrkisan modern gayasurealis walaupun unsur-unsur f,rguratifnya sangat menonjol. Secara

intuitif kreatornya tanpa sengaja memadukan cara menggambardengan sistem NPM dan RWD dan seperti halnya gambar anak-anakterkesan ingin menceritakan banyak kejadian atau peristiwa. Kompo-sisi setiap unsur sangat diperhitungkan dengan cermat sehingga imajidapat menggambarkan dari aneka arah, aneka jarak, dan aneka wakhr.Apa yang digambar merupakan gambaran sebenarnya seperti apayangdilihat oleh anak bukan dari sudut pandang orang dewasa. Imajinyaakan nampak beberapa waktu dan ruang hanya dalam satu bidanggambar dengan kata lairr ruang dan waktu ditaklukan dalam satubidang dua dimensi.

Garnbar 2. Panel cerita sejarahAlam Jongor Cimanuk(Fotografer : Ondi Kuswandi)

Sistem menggambar secara naturalis bisa terlihat dari setiapwimba pohon walaupun telah distilasi atau didistors.i tetap sajaterkesan figuratif yang bisa dilihat padabagian depan gedung dengantiang-tiang betonnya, sungai, dan laut. Perspektif hanya diperlihatkanpada garis-garis tebal pembatas petak sawah namun secara keseluruh-an gambar perspektif tidak ada, sedangkan rnomen opname tidakterlihat karena digambarkan dari berbagai waktu dan tempat.

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu36

Ebl

hr*i8phdtFLdri -slitG-td4rr

sdttdac-{drhwlri&rEGryaJqE(du;ruia r

t cre-rtrI.-'E

AsaDf

.cptrd

kcsrh

Page 7: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

g dari ketentuanErupa kitab atau

!l modern gayamntrniol. Secara

ra menegambarurbar anak-anak!ri-:ilu'a. Kompo-u sehingga imajiilan aneka waktu.l Sepenr apayafiglerr asa. Imajinyaiarn saru bidangntar: dalarn satu

rlihat dari setiapcor5i tetap sajan gedung dengan

rya diperlihatkansecara keseluruh-n opname tidakEmpat.

tyak Bumi Segandu

Volume lll Nomor 1, Januari 2008 ISSN: 1829-7684

Penggambaran dengan menggunakan sistem Ruang WaktuDatar justru terlihat sangat menonjol, hal ini nampak pada satu bidanggambar yang dapat dilihat dari aneka tampak seperti; semua pohondigambarkan dari arah samping sehingga terlihat secara keseluruhandari akar sampai daun, wimba bangunan terlihat tampak samping,sungai, sawah, jalan dan jembatan, batu karang dan laut nampak dariatas. Secara visual penggambaran aneka tampak dengan maksuddapat menceritakan banyak hal atau kejadian.

Semua wimba digambarkan tampak kekhasarurya atau figuratifsehingga dengan cara ini a.kan mudah dikenali. Skalanya diaturdengan cara menggambar ketebalan garis yang nampak pada jembatandan batas petak sawah yang diperbesar. Dalam gambar wimbanya adayang diperbesar nampak pada sungai yang panjang dan lebar. Carawimbal tersebut digunakan untuk memberi kesan bahwa sungaimerupakan inti yang diceritakan dan itupun dipertegas dengan tulisanJongor Cimanuk. Pada wimba pohon digambarkan dari akar sampaidaun agar mudah dikenali dan mempertegas sebagai pohon.

Membaca garrrbar dengan menggunakan pendekatan bahasa rupaditelaah juga dari tata ungkapan merupakan pengaturan komposisisetiap wimba-wimbanya, misalnya sebuatr wimba yang diperbesar,maknanya pusat perhatian'pada gantbar itu adalah wimba yang didiperbesar. Pada sungai dan laut digambarkan garis-garis tambahandengan bentuk dinamis dan ekspresif yang terkesan adanya gerakdengan cara yang berlebihan, garis tambahan pada sungai terkesanseperti air yang mengalir sedangkan pada wimba laut seperti gelom-bang ombak. Kesan gerak dicapai dengan menggambarkan objek yangbergerak pada momen yang sedikit berbeda hingga diperoleh sejumlahmomen opname yang berbeda waktu satu dengan berikutnya, hinggaterbentuk wimba yang berkesan gerak.

Wimba pohon seolah-olah nampak tidak wajar dan terkesantidak terafur. Penggambaran tersebut merupakan cara ruang angkasasehingga sebagian pohon seakan-akan rebah. Keseriusan dan ketelitiankreatornya nampak karena dengan cara tersebut ternyata memberikesan batrwa semua pohon berada di sepanjang jalan. Imaji pada panel

1 Cara wimba adalah cara suatu objek digambar. Gambar tunggal terdiri atas susunan berbagaiwimba masing-masing dengan cara wimbanya yang disebut dengan tata ungkapan dalam.Lihat Primadi Tabrani, Bahasa Rupa,2005,hal. 21.

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 37

Page 8: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

W,il, Jurnal llmiah Bahasa, Sastra dan Senl - F/SS Unpas

bukan seperti gambar diam (still picture) tapi ada matra waktu dalamproses perjalanan ah.

Untuk mengungkapkan inti cerita dengan cara mengatur kompo-sisi yang memusat seperti pada gambar 3. Citraan visualnya seperti

lukisan figuratif yang memperlihatkan adanya kesan kedalaman ruang

dengan cara meirgaburkan bagian latar belakang. Bentuk tubuh manu-

sia diperlihatkan secara utuh untuk memperlihatkan ekspresi pada

gestur bukan pada mimik wajah. Panel gambar menggunakan kompo-sisi memusat dengan cara menempatkan wimba sumur dan manusia ditengah-tengah pohon besar yang daunnya melindungi kedua wimbatersebut. Latar belakang dikaburkan atau dalam istilah fotografi di-bentuk dengan cara mengatur ruang tajam (depth of fie\fi. Pengaburan

latar ini dimaksudkal agar wimba-wimba yalg beruda di daerah

ruang yang jelas merupakan wimba yang dipentingkan dalam cerita.Komposisi memusat digambarkan oleh kreatornya dengan maksuduntuk menceritakan wimba yang berada di tengah, walaupun dengan

cara demikian secara sekilas pembacaannya akan membingungkanapresiator dalam menangkap tanda yang menjadi penting apakah

sumur atatr manus iany a.

Gambar 3, Panel cerita Sejarah Jawa(Fotografer : Ondi Kuswandi)

Imaji pada panel digambarkan oleh kreatornya dengan cara

aneka tampak seperti pada wimba pohon, sumuk dan manusia di-gambar tampak samping agar terllhat secara utuh. Daun digambar

38 Asep Deni lskandar: Membaca.Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

HeI]E

@pak das ssimba mrridmana dan sasehingga wmb,ilkan @a Ppada seiap wir-''gan dm tllelaki. S€mkcsan figt.rrdatar smpai d

frcamn)a agloleh pengdpanel divid

D. GenbarltKebet;t

mrmcultr[q ak*n scllhtain mendfl(peneiayffiFmen$mgt+ t

dipaodang dTeks terseh

1

mg pemfteks meurruf /pengertimyl

S€jriJSuku DEr* Ikehidrrym Ebagim es, hkan paa rAsesoris y4mengenakmt

DaIm gberbend

2 Gadam&l' u.ary ski AE

Asep Deni bE

topi

Page 9: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

ra \\'akhr dalam

rgatur kompo-nnlnya sepertidalaman ruangt tubuh manu-ekspresi pada

nakan kompo-dan manusia dikedua wimba

h tbtografr di-fl. Pengaburannda di daerahr dalam cerita.El_qan maksudItupun dengan:mbingungkancnting apakah

r dengan caral manusia di-hm digambar

t&tmi Segandu

Volurne lll Nomor I, Januari 2008 ISSN:1829-7684

tampak atas sehingga bisa menceritakan jenis pohon. Sedangkan padawimba manusia mata dan bibir tampak depan sehingga kelihatan bolamata dan warna bibir. Begitupun topi yang dikenakan tampak depansehingga warna hitam putih kelihatan. Supaya objek dikenali digam-barkan pada panel dengan cara tampak karakteristik, sebagai contohpada setiap wimba manusia maka akan terlihat dari kepala" sikap daritangan dan kaki dan wimbanya dapat membedakan antara wanita danlelaki. Semua wimba digambar dengan menampakan khasnya, ber-kesan figuratif sedangkan pada pohon digambarkan secara utuh dariakar sampai daunnya. Cara penggambaran tersebut dilakukan olehkreatornya agar mudah dikenali. Sedangkan agar pesan dapat dicernaoleh pengamat batrwa adayang penting akan diceritakan maka padapanel divisualkan lebih besar seperti pada wimba manusia dan sumur.

D. Gambar Sebagai TeksKeberagaman bentuk gambar sebagai ajaran atau filosofi akan

memunculkan banyak simbol yang bisa diungkap. Setiap pairel gam-bar akan selalu diciptakan kembali oleh pengamatan, atau dengan katalain mendapatkan makna baru yang diciptakan oleh pengamat karya(penghayatnya), setidaknya itulah yang ditawarkan Gadamer dalammengungkap makna simbolis.' Dalam perspektif hermeneutik senidipandang sebagai sebuah teks yang harus dibaca dan ditafsirkan.Teks tersebut perlu ditafsir maknanya dengan cara mengungkap ten-tang pemahaman pesan yang ada dibalik gambar itu sendiri. Kajianteks menurut Ahimsa bukan mengurai sebab akibat tetapi pengertian-pengertian yang ada di balik teks itu sendiri.r

Sejarah Jawa (lihat gambar 3) merupakan inti dari semua ajarurrSuku Dayak Bumi Segandu sebagai gambaran bahwa awal muasalkehidupan lelaki masyarakat Jawa tidak mengenakan pakaian padabagian atas, berambut panjang, dan memakai penutup kepala. Sedang-kan para wanitanya mengenakan pakaian yang menutup auratrya.Asesoris yang dikenakan berupa gelang kaki dan tangan, kalung, danmengenakan topi dari anyaman bambu.

Dalam gambar memperlihatkan adanya wama hitam putih padatopi berbentuk kerucut. Dalam kosmologi masyarakat hitam putih

' Guda*e. dalam H.B. Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif,20M,hal.293 H.ddy Shri Ahimsa Putr4 Kerika Orang Jawa Nyeni,2000,hal. 403

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 39

Page 10: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

lrUtr-O,Jumat ttmiah Bahasa, Sastra dan Senl - FISS Unpas

merupakan simbol dari realitas hidup yang selalu berpasangan. Rea-litas berpasangan oleh Sumardjo disebut dengan kembar oposisioner(oposisi biner) yang saling melengkapi.a Sepasang manusia merupa-kan gambaran dualisme keberadaan yang menjadi paham dasarmanusia prasejarah dan dua kutub pertentangan dalam kehidupan.Dualisme keberadaan secara empiris dalam kehidupan ini terdiri dari"kehidupan" dan "kematian", penciptaan dan pemusnahan, sedangkandua kutub pertentangan seperti laki-laki dan perempuan, langit danbumi, dan lain-lain.s

Dalam menjalani kehidupan manusia selalu melakukan berbagaitingkah laku yang salah, ilmu dan kecerdikannya adakalanya dipakaiuntuk merusak atau ekploitasi alam secara belebihan, dan kekuasaanyang diperolehnya digunakan untuk menindas dan membodohi rakyat.Pada sisi lain ketika melakukan tingkah laku jahat selalu tumbuhkesadaran untuk bertingkatr laku baik. Kedua tingkah laku itu adasebagai sifat saling bertentangan namun menyatu dan saling meleng-kapi pada diri manusia. Ketika meqialani kehidupan setiap umatmanusia memerlukan pedoman sebagai penunfun yang dipresentasi-kan dalam gambar dengan tongkat yang dipegang oleh pigtr manusia.

Sumur dalam gambar berhubungan.flengan air yang bermaknasunber kehidupan. Sejak jaman dulu dalam masyarakat tadisi Jawadikenal dengan bermacam-macam istilah menyangkut air penghidupan(banyu panguripan), antara larn1' amrtajiwani, yaag berarti mati tapi

berarti kendi amerta, dan MaulManusia dituntut untuk menjaga

dan merawat dengan baik segala sumber kehidupan. Citraan visual-nya nampak dari dua pohon yang menaulginya dan sepasang manusiayang menjaganya. Pigur pohon dan manusia yang seolah-olatr men-jaga sumber penghidupan (sumur) yang mangandung makna memberipengayoman dan perlindungan. Segala sumber-sumbEr kehidupanseharusnya harus dilindungi dan jangan dieksploitasi berlebihan.Rusaknya alam ternyata akan membawa bencana dikemudian hari danbencana yang datang silih berganti diyakini karena ketidakseimbangan

Jakob Sumardjo, EstetilaWradols, Bandung Sunan Ambu Press, 2006, hal. 25

Op.cit. hal. 33 . 34Hartono, AG., Rupa Malon Sinbolik Gunungan Wayang Kulit Purwa Di Jawa, l999,hal.259.

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

4

5

6

40

IU.c!-tEfaeFl!komrmitga tumbtkeseimh

KGtiga m*Nisfda)sakalE) l

dengro IDaofr- lyang rE€rry*sakala yr

Sqnitas Dr!Kelzkiumqatiikekuodilih4 ddan hiDnamrm It4a di e

TomengdGambntraosdp€ngah(po*u)dipmtubergm,

' -trtou $

Asep Dr

Page 11: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

rngan. Rea-oPosisioner

sia merupa-ehpm dasar

kehidupan.i terdid dari; sedangkan

5 langit dan

m berbagain1a dipakaio kekuasaandohi rakyat.ilu tumbuhrhr iru adaing meleng-rtiap umat

foresentasi-rmanusia.g bermalaratradisi Jawaraghidupanrti mati tapiL dan MaulEk menjagaraan visual-ng manusiarolah men-m memberi

kehidupanberlebihan.im hari dan

-imbangan

l- 25

ira, 1999, hal.

}.rri Segandu

.i-l.s

.'.Volume.lll'N glql'"1, Januari 2008 ISSN: 1829-7684

makrocosmos disebabkan karena ulah manusia yang torlalu ralors danmengeksploitasi apa yang ada di alam ini secara berlebihan. Bagikomunitas Suku Dayak, alam dipandang mempunyai kekuatan sehing-ga tumbuh keyakinan pada setiap pengikutnya untuk selalu menjagakeseimbangan dan menyatu datgan makrokosmos.

Keselarasan kosmos pada masyarakat Jawa berhubungan dengantiga macam jagad yaitu hubungan antara tiga bentuk Jagad atas (alamNiskala), jagad tengah (alarn Nikala-Sakala), dan jagad bawah (darnsakala). Ketiga jpgad dapatlah dikatakan sebagai hubungan manusiadengan Dunia Atas dewa-dewa melalui penghubungyang disebut arismundi. Pada gdmbar 2 hubungan ketiga jagad nampak pada manusiayang menginjak tanah sebagai perwujudan alam sakala. Kedua pohonmerupakan axis mundi yang menghubungkan manusia dengan alamsakala yang digambarkan dengan langit cerah.

Seperti halnya masyarakat pramodern pada umumny4 komu-nitas Dayak Bumi Segandu meyakini adanya kekuatan-kekuatan mitis.Keyakinan tersebut membentuk sistem kepercayaan animisme yangmeyakini kekuatan roh dan pada benda-benda yang nampak memilikikekuatan. Keyakinan yang melekat kuat pada pengikutnya dapatdilihat dari benda-benda yang dikenakan seperti kalung, gelang, keris,dan lain-lain. Benda-benda tersebut bukan hanya sekedar asesorisnamun merupakan hasil laku mereka dengan jalan berpuasa atau ber-tapa di suatu tempat.

Tempat-tempat yang dikeramatkan oleh mereka dan dianggapmengandung kekuatan terlihat pada panel gambar Goa Palimanan.Gambar merupakan simbol presentasi sebagai tanda kehadiran yangtransenden. Acuan gambar bukan berdasar pada suatu gagasan danpengalaman manusia akan tetapi dianggap hadirnya daya-daya(power) atau energi adikodrati./ Gambar menjadi tidak pentingdipandang dari sisi keindahan dalam pandangan seni "modern" tapiberguna dalam praksis untuk menghadirkan yang transenden.

' Jukob Sumar-djo, opcit.Hal 45

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 41

Page 12: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

""-i.tif;::i's#?f :3J;;'jl**Secara visual panel tersebut nampak hanya sebagai hiasan-

hiasan dinding biasa dengan gaya dekoratif. Kesan keangkeran guadibentuk oleh kreatornya dengan cara membentuk wajah menyeram-kan dengan rambut panjang. Dengan cara demikian gambar menjadisuatu tanda presentasi nilai kepercayaan. Secara praksis langsunggambar tidak menghadirkan yang transenden namun dapatlah di-maknai bahwa tempat tersebut mengandung daya kekuatan. Pada saat-

saat yang telah ditentukan para pengikutnya akan mendatangi danbertapa di gua tersebut dengan suatu tujuan dapat merasakan kehadir-an yang transenden dan berdampak pada dirinya yang dianggap akanmendapatkan kekuatan-kekuatan pada fisiknya atat berupa benda-benda (imat).

Keyakinan pada kekuatan mitis juga terlukiskan pada panelgambar Jongor Cimanuk (lihat gambar 2). Sama halnya dengan guapalimanan seperti telah diungkap namun dalam panel ini mempunyaimakna lain. Sungai dipandang mempunyai kekuatan sebagai salahsatu sumber kehidupan bagi umat manusia. Makna tersebut diwujud-kan dengan pohon atau hutan-hutan yang subur di sepanjang aliransungai dan sawah yang sumber airnya berasal dari sungai tersebut.Interpretasi dari gambar merupakan suatu tanda yang mengharuskansetiap umat manusia dapat menyatu dengan alam sebagai tempathidupnya. Citraan visualnya merupakan gambaran kesatuan alam yangutuh dan menyatu dengan penghuninyayaflg dilukiskan dalam bentuk

42 Asep Deni lskandan Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

: Jumal llmiah Bahasa, Sasfra dan Seni - F/SS Unpas

YtmIk

bmgua rschtr sEqdlaku ornghiery@ dEfdan saliry IIIal terschtal dm vcdnya deogrtertadry bl

C.rne rcara pmLE€,0gmgEItotalitas hEmlsiEqIryabila rrkeseimbqtumat mrimbmen dimbangnr

Ada rnampak ludengan catgambar lr-tmenganqhidupan bqisepanjmg-dsungBi sirdapat di{lini hms ryang berti

;ditang@ tdapat terxidengan krkosmosu5rltakan dekild

E Jakob srElIndotcsio, N

Asep tleni E

Page 13: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

m-

luam-rdingdi-at-hnlir-ran

da-

nel

lua)ailahrd-ran

rut.

ianpaI

mgr*

dJ

Volume lll Nomor 1, Januari 2008 ISSN: 1829.7684

bangunan sebagai simbol wadah atau raga manusia. Pandangan ter-sebut sesuai dengan ekspresi budaya Jawa yang tampak melalui peri-laku orang Jawa dalam falsafahnya yang mdnggambarkan sisi ke-hidupan dengan tiga bentuk jagad. Ketiga jagad tidak dapat dilepaskandan saling berhubungan dan harus diupayakan terus keselarasannya.Hal tersebut diupayakan untuk menjaga keseimbangan secara horison-tal dan vertikal. Secara horisontal menjaga keseimbangan antara diri-nya dengan alam semesta dan secara vertikal menjaga keseimbanganterhadap ke-Esaan (hubungan mikrokosmos dan makrokosmos).

Cara menggambar yang dilakukan oleh kreatornya berdasarkancara pandang masyarakat hindu-budha pada nenek moyang yangmenganggap bahwa semua hal, segala keberadaan, merupakan suafutotalitas dan keutuhan. Keselarasan dalam kehidupan bisa dicapai bilamanusia dapat menyatu dengan makrokosmosnyq hal ini bisa terjadiapabila manusia tidak melakukan eksploitasi berlebihan dan menjagakeseimbangan.8 Pesan dalam gambar merupakan penyadaran 6agiumat manusia bahwa kehidupan merupakan keselarasan dan kese-imbangan alam dengan semua penghuninya. Dengan menjaga kese-imbangan maka akan terhindar dari bencana apapult.

Ada makna lain dalam panel Jongor Cimanuk dan di sininampak kreatornya ingin memperlihatkan suatu sumber penghidupandengan cara melukiskan aliran sungai Cimanuk sebagai inti cerita darigambar tersebut. Sungai mempunyai banyak makna selain diyakinimengandung kekuatan mitis sekaligus sebagai simbol sumber ke-hidupan bagi umat manusia. Rimbunnya pohon atau hutan belantara disepanjang aliran sungai dan sawah yang sumber airnya berasal darisungai sebagai penanda banyu panguripan. lnterpretasi lain yangdapat ditangkap dari makna yang pesannya mengajarkan bahwa hidupini harus mengalir tak ubatrnya seperti air yang mengalir dari huluyang berujung ke laut lepas. Makna secara keseluruhan yang bisa

; ditangkap dari panel gambar Jongor Cimanuk adalatr keselarasandapat terwujud bilamana terjadinya interaksi arfiara diri (manusia)dengan kosmos dan memberikan kedekatan antara mikro dan makro-kosmosnya, dengan kedekatan tersebut maka diyakini bahwa manusiaakan dekat dengan tuhannya.

8 Jakob Sumardjo, Membaca Gambar Damarkurung Masmundari dalam Arkzologi BudoyaIndonesia, 2002 , hal. 271-287

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 43

Page 14: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

: Jumal llmiah Bahasa, Sastra dan Seni - F/SS Unpas

Setiap gambar merupakan suatu ajaran yang tercitrakan dengandemikian dapat di ambil asumsi bahwa begitu banyaknya makna yangbisa diungkap dalam sastra visual pada gambar dinding walaupungambarnya sederhana. Kesederhanaan dalam gambar justru memper-kuat pesan dan menyiratkan makna seperti ajaran pluralisme yangnampak pada Gambar 5 dan 6.

Gambar 5 & 6, Pluralisme pada gambar dinding (Fotografer : Ondi Kuswandi)

Kedua gambar tentunya sangat berdeda dengan gambar-gambarsebelumnya dan merupakan penggalan-penggalan yang terpisah. Imajigambar sebelah kiri merupakan kaligrafi yang hurupnya tidak dikenalsecara umum. Namun, kaligrafi tersebut dapatlah dimaknai sebagaisimbol suatu agama ata:u kepercayaan. Gambar..di sebelah kananyamerupakan yang sudah dikenali simbolnya berupa imaji Budha yangsedang melakukan mudra. Gambar-gambar seperti ini merupakanpetanda bahwa komunitas Suku Dayak Bumi mempunyai pandanganbaik terhadap semua agama dan menghargai bentuk perbedaan sukudan ras yang nampakpada beberapa gambar lainnya. Penggalan-peng-galan gambar yang ditempatkan berdampingan menjadi penanda ten-tang kesatuan dalam perbedaan (bhineka tunggal ika). Penempatangambar di tempat yang strategis seolah-olah merupakan seruan ten-tang satu hati satu bumi. Perbedaan saat ini merupakan suatu bencdnabagi umat manusia dan dijadikan alat untuk saling mendominasi yangtanpa kita sadari telah melukai nilai-nilai kemanusiaan dan meng-hancurkan nilai-nilai kebudayaan. Perbedaan suku, ras, adat istiadat,dan agitma menjadi penyebab terjadinya saling menghegemoni, danmenindas antar umat manusia.

E. PenutupGambar-gambar pada dinding tempat ibadat komunitas suku

Dayak Bumi Segandu menggunakan sistem menggambar dan cara

44 Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu

Volume lll tlc

membaca gmjatnan dinndbeber. Dasar rHlndu-ludhemakrocosmcdapat mendmenggamb&dalam bid"ngl

Adanya I

masyarakat fodan diteliti rwacana budartmemacu serrupa perlu kfgap baru *zhkreator pada hfotografi, da Ilepaskan sebtkan bisa berrrperspeltif-mkan bahasa rq1merupakan kclmenenrs mc+bangsa sendirl

Patu gtbanyak meqgrkekuatan mitiiterkesan sqcdmakna yang libebaskan diri tkarena hidrry d

keberadaan-

Daftar PustrbHartono, AG- I

Kulit hSeni Rry

Asep Denilskd

Page 15: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

fan dengannalina yangr ualaupunu memper-lisme yang

5=-a:

rbar-gambarpisah. Imaji&li dikenalnai sebagaiatr kananyaBudha ,vangmerupakanpandangan

ndaan sukugalan-peng-enanda ten-Perlempatan

-ruan ten-ilu bencanarlxnasl yangdan meng-dat istiadat,

FmLrni. dan

unius sukur dan cara

ur Segandu

Volume lll Nomor 1, Januari 2008 ISSN:1829-7684

membaca gambar yang telah tua usianya, sejak jarnan prasejarah,jarnan dinasti syailendra ketika Borobudur dibuat sampai wayangbeber. Dasar cara menggambar merupakan cara pandang masyarakatHindu-Budha dahulu yang berprinsip bahwa keberadaan itu secaramakrocosmos dan mikrocosmos merupakan suatu kesafuan, keufuhan,dapat menembus ruang dan waktu. Penggambaran sistem RWD dapatmenggarnbarkan beberapa waktu, beberapa jarak, dan aneka aratrdalam bidang gambar dua dimensi.

Adanya sistem menggambar yang berkembang pada kelompokmasyarakat merupakan salah satu fenomena yang harus dibaca, digali,dan diteliti sebagai satu potret yang nairtinya akan membangunwacana budaya yang pada gilirannya mampu memberi makna untukmemacu semangat dalam mencari harkat asali (local genius). Bahasarupa perlu kajian yang mendalam sebab secara keilmuan masih diang-gap baru walaupun secara praksis telah banyak digunakan oleh parakreator pada karya-karya seni berupa; lukisan, desain, iklan televisi,fotografi, dan film. Batrasa rupa merupakan hal yang tidak dapat di-lepaskan sebagai acuan dalam daya cipta sehingga imaji yang dihasil-kan bisa bercerita. Bahasa rupa modern dengan sistem naturalis-perspektif-momen opname yang mendera negeri Indonesia menyebab-kan bahasa rupa khas dianggap terbelakang telah dilupakan padahalmerupakan kekayaan yang harus terus digali sehingga kita tidak terusmenerus menjadi konsumen hasil temuan bangsa lain dari kekayaanbangsa sendiri.

Pada gambar dinding komunitas Suku Dayak Bumi Segandubanyak mengandung nilai-nilai filosofi terutama dengan kekuatan-kekuatan mitis. Walaupun gambar-gambarnya nampak sederhana danterkesan seperti hiasan, dari kesederhaan inilah banyak menyuguhkanmakna yang bisa dibaca. Gambar-gambar sederhana tersebut mem-bebaskan diri dari kungkungan perspektif ruang dan perspektif waktu,karena hidup diyakini sebagai satu kesatuan dalam aliran proseskeberadaan.

Daftar Pustaka

Hartono, AG., 1999. Rupa dan Makna Simbolik Gunungan WayangKulit Purwa Di Jawa. Tesis, Program ?asca Sajara FalnrllasSeni Rupa dan Desain Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Dinding Suku Dayak Bumi Segandu 45

Page 16: Membaca Garnbar Dinding Suku Dayak

l;r*/*d, Jumat tlmiah Bahasa, Sastra dan Seni - FISS Unpas

Sedyawati, Edi. 2006. Budaya Indonesia (Kajian Arkeologi, Seni, danSejarah). Jakarta: Rajawali Pers.

Sumardjo, Jakob. 2002. Arkeologi Budrya Indonesia. Yogyakarta:Kalam.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif, Surakarta:Universitas Sebelas Maret.

Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.

1991, "Meninjou Bahasa Rupa Wayang Beber JakaKembang Kuning dari telaah Cara Wimba dan Tata UngkapanBahasa Rupa Media Rupa Rungurungu Dwimatra StatisModern, dalam hubungannya dengan Gambar Pra Sejarah,Primitif,, Anak dan Relief Cerita Lalitavistara Borobudur".Desertasi, Bandung: Fakultas Pasca Sarjan4 Institut TeknologiBandung.

Tedjoworo, H. 2001. Imaji dan Imajinasi (Suatu Telaah FilsafotP ostmodern). Yogyakarta: Kanisius.

Yuliman, Sanento. 2001. Dua Seni Rupa. Yogyakarta: Kalam.

*) at.p Deni Iskandar, Dosen di Jurusan Fotogmfi dan Film FISS Unpas.E-mail:

[email protected]

Asep Deni lskandar: Membaca Gambar Anding Suku Dayak Bumi Segandu

Volume [ lt

Ken4a tiltulisan Dollepas dari tdengan ger

imajinasi d

wawas:mPame,miliki skejadim yrpexlulis ftorang pademenjad':h

Klte I(E

A- Intro-WLY,

wriring Ilwritrng prqSee? Aryu(Sebrad tlife md hpersmalu

Accramong ft1. To beco

helps s'\inking

2. To fucable to C

3. To -rrqrt

we are I

Senny Suzrr