110
E- Policing Awal Kematian "Sang Naga" ist. beritabatavia.com - E-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat bisa terjalin dalam 24 jam sehari dan 7 jam seminggu tanpa batas ruang dan waktu untuk berbagi informasi dan melakukan komunikasi. Bisa juga dipahami, membawa community policing pada sistem on line. Dengan demikian e-Policiing ini merupakan model pemolisian diera digital yang berupaya menerobos sekat-sekat ruang dan waktu sehingga pelayanan kepolisian dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatif dan mudah diakses. E-Policing bisa menjadi strategi inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi creative break through. Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena memanimalisir bertemunya person to person dalam pelayanan-pelayan kepolisian dibidang administrasi karena sudah dapat digantikan secara on line melalui e-banking, atau melalui eri (electronic regident) dan sebagai reformasi birokrasi karena dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit mampu menembus ruang dan waktu.

Artikel e Policing

Embed Size (px)

DESCRIPTION

E-Policing

Citation preview

Page 1: Artikel e Policing

E- Policing Awal Kematian "Sang Naga"

ist.

beritabatavia.com - E-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat

diartikan

sebagai pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan

masyarakat bisa terjalin dalam 24 jam sehari dan 7 jam seminggu tanpa

batas ruang dan waktu untuk berbagi informasi dan melakukan komunikasi.

Bisa juga dipahami, membawa community policing pada sistem on line. Dengan

demikian e-Policiing ini merupakan model pemolisian diera digital yang

berupaya menerobos sekat-sekat ruang dan waktu sehingga pelayanan

kepolisian dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan,

akuntabel informatif dan mudah diakses.

E-Policing bisa menjadi strategi inisiatif anti korupsi, reformasi

birokrasi creative break through.

Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena memanimalisir bertemunya

person to person dalam pelayanan-pelayan kepolisian dibidang administrasi

karena sudah dapat digantikan secara on line melalui e-banking, atau

melalui eri (electronic regident) dan sebagai reformasi birokrasi karena

dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit mampu menembus ruang dan

waktu.

Page 2: Artikel e Policing

Misalnya, tentang pelayanan informasi dan komunikasi melalui internet, dan

hubungan tata cara kerja dalam birokrasi dapat diselenggarakan secara

langsung dengan SMK (Standar Manajemen Kinerja) yang dibuat melalui

intranet, sehingga menjadi less paper dan sebagainya.

Dikatakan sebagai bagian creative break through, melalui e-Policing banyak

program dan berbagai inovasi tambah kreasi dalam pemolisian yang dapat

dikembangkan masanya pada sistem-sistem pelayanan SIM, Samsat , atau juga

dalam TMC baik melalui media eektronik, cetak maupun media sosial bahkan

secara langsung sekaligus.

E-P olicing bukan berarti menghapus cara-cara manual yang masih efektif

dan efisien dalam menjalin kedekatan ditambah persahabatan antara Polisi

dengan masyarakat yang dillayaninya.

E-Policing akan menyempurnakan dan meningkatkan, sehingga polisi

benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas, bermoral dan modern

sebagai penjaga kehidupan, pembangunan peradaban sekaligus pejuang

kemanuasiaan.

E-Poolicing dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas kepolisian

berbasis elektronik, yang berarti membangun sistem-sistem yang terpadu,

terintegrasi, sistematis dan saling mendukung. Ada harmonisasi antar

fungsi atau bagian dalam mewujudkan tugas kepolisian sebagai pemelihara

keamanan dan rasa aman dalam masyarakat.

Pemolisian tersebut dapat dikatakan memenuhi standar pelayanan prima, yang

berarti cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatf dan mudah

diakses.

Pelayanan prima dapat diwujudkan melalui dukungan SDM yang berkarakter,

pemimpin-pemimpin yang transformatif, sistem-sistem yang berbasis IT, dan

melalui program-program unggulan dalam memberikan pelayanan, perlindungan,

pengayoman bahkan sampai dengan penegakkan hukumnya.

Page 3: Artikel e Policing

Pembahasan e-Policing dapat dikategorikan dalam konteks : 1. Kepemimpinan,

2. Admnistrasi, 3. Operasional, 4. Capacity building (pembangunan

capacitas bagi institusi).

Unsur-unsur pendukung dalam membangun e-Policing adalah sebagai berikut:

1. Komitmen moral

2. Kepemimpinan yang transformatif

3. Infrastruktur (hard ware + soft ware ) sebagai pusat data, informasi,

komunikasi, kontrol, koordinasi, komando dan pengendalian.

4. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan

informasi (K3I) melalui IT dan untuk kontrol situasi.

5. Petugas-petugas polisi berkarakter (mempunyai kompetensi, komitmen dan

unggulan) untuk mengawali berbasis wilayah, menangani kepentingan dan

dampak masalah.

6. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat

rutin, khusus maupun kontijensi, (tingkat manajemen maupun

operasionalnya).

7. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim back-up yang menampung

ide-ide dari bawah (bottom up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran

kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini sebagai dirigen untuk

terwujudnya harmonisasi dalam dan diluar birokrasi. Dan melakukan

montoring dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan maupun

menghasikan program-program baru.

8. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dari  pengembangan untuk

update, upgrade dan mengantisipasidinamika perubahan sosial yang begitu

Page 4: Artikel e Policing

cepat.

Antara Harapan dan Ancaman

Diera digital e-Policing merupakan kebutuhan bagi institusi kepolisian

untuk dapat terus hidup tumbuh dan berkembang dalam memberikan pelayanan

prima kepada masyarakat yang modern dan demokratis dalam rangka mewujudkan

serta memelihara keteraturan sosial.

Penerapan ilmu pengetahuan, teknologi akan menjadi tools bagi pemolisian

yang mendasari perubahan paradigma niilai-nilai hakiki bagi polisi dan

pemolisianya.

Dengan membangun sistem akan menjadi suatu harapan bagi masyarakat untuk

mendapatkan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntable,

informatif serta mudah dakses.

Ide-ide kreatif bagi para petugas polisi-pun dapat disalurkan tanpa

terhambat/terbentur dari sistem-sistem brokrasi yang feodal dan

konvensional.

Sistem-sistem dengan IT akan menunjukan adanya kemauan dan kerelaan para

pejabat dan pemimpinnya untuk kehilangan previlagenya dan dengan suara

lantang berani mengatakan sebagai inisiatif antikorupsi, reformasi

birokrasi sekaligus cretaive breakthrough.

Namun, hal-hal baru, ide-ide baru akan juga berbenturan dengan

kelompok-kelompok status quo, kelompok-kelompok comfot zone. Mereka yang

sudah menikmati dan mengakar bertahun tahun akan merasa

tentakel-tentakelnya dipatahkan atau kran-krannya mulai mengecil.

Kelompok-kelompok inilah sebenarnya penganut premanisme birokrasi yang

sudah terbelenggu otak dan pemikiranya bahkan mati sudah hati nuraninya.

Mereka bukanlah batu “kerikil†�, melainkan “sang naga� yang sangat sakti

Page 5: Artikel e Policing

karena memilih kekuasaan besar, pangkat tinggi, jabatan strategis,

kewenangan luas, uang berlimpah, jejaring disemua lini, media, massa

pendukung cantrik-cantrik yang semua dimilikinya secara berlimpah.

Jangankan melawan, menggosipkan “sang nanga†� dan kelompoknyapun bisa mati

atau dimatikan hidup dan kehidupanya.

E-Policing akan menjadi awal kematian “sang naga�, sang naga ini hanya

ibarat lampu yang butuh power tatkala power ini tercabut atau disekat oleh

e-Policing. Maka akan mulai berkerut dan keringlang “sang naga†� itu.

Namun, tak mudah menghadapi naga yang sekarat, pasti dia akan ngawur

menggelepar-gelepar dimana dia mau dan dia bisa untuk mencari korban atau

melampiaskan kemarahan dendam dan sakit hatinya.O Kombes Pol DR Chrysnanda

Dwi Laksana

E-Policing Membawa Model Pemolisian Pada Sistem On Line

Page 6: Artikel e Policing

Kamis, 21 Agustus 2014, 13:31:35 | TRANSPOLHUKAM

Chryshnanda Dwilaksana.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Pemolisian (policing) dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas

kepolisian, baik pada tingkat manajemen maupun operasional, dengan atau tanpa upaya paksa dalam

mewujudkan dan memelihara keteraturan sosia (Kamtibmas).

Model pemolisian sekarang ini banyak yang diadopsi adalah, communty policing (Polisi Masyarakat-

Polmas, dalam penyelenggaraan tugas Polri).

e-Policing dapat dikatakan sebagai upaya membawa community policing pd sistem-sistem online.

Mengapa harus online?

Diera digital saat ini, ketika sistem-sistem yang ada manual, konvensional dan parsial, maka akan

ditinggalkan atau tidak dianggap ada karena pelayananya akan lambat,.

Selain itu, potensi penyimpanganya juga menjadi lebh besar dan tentu saja untuk menghadapi tantangan,

harapan, dan ancaman dimasa kini akan banyak yang tercecer dan jauh dari kata profesional

sebagaimana yang diidaman masyarakat

Page 7: Artikel e Policing

Online, sistem yang berarti mengelektronikan program-program menjadi satu sstem yang terpadu dan

berkesinambungan sebagai satu rangkaian sistem dalam biroktasi yang mencakup pada empat bidang,

yakni: (1). Kepemimpinan, (2). Admnstrasi, (3). Operasional, (4), Capacity Buildng.

Sistem-sistem penghubung ada dibangun dengan sistem data base dan jejaring pada semua lini yang

dapat digunakan untuk memprediksi, mencegah, menangani, memperbaiki dan meningkatkan bahkan

membangun.

Dalam sebuah organisasi yang besar untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang sesuai zaman

diperlukan suatu ketahanan untuk tetap eksis dan produktif.

Eksistensi plus produktifitas itulah yang menjadikan keunggulan suatu organisasi.

Bagi institusi Polri dapat diartikan bahwa, keberadaanya masih mendapatkan kepercayaan dan diterima

serta mendapatkan dukungan dari masyarakat yang dilayaninya. Yang akhirnya  diakui sebagai bagian

dari masyarakat itu sendiri.

Mengambil pepatah Jawa, “dadi polisi kudu ono elabuhane, ora ono lelabuhane ora ono gunane”.

e-Policing akan membuat polisi tetap eksis dan keberadaanya diakui diterima dan menjadi bagian dari

masyarakatnya serta mendapatkan dukungan.

Yang tidak kalah pentingnya, mampu membuat Polisi menjadi unggul serta diunggulkan.(CDL-

Agstus2014).

Penulis adalah: Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana

Page 8: Artikel e Policing

E-Policing Sebagai Model PemolisianJumat, 22 Agustus 2014, 11:29:33 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Model e-Policing (Pemolisian-online) dapat dibagi tiga kategori yakni, (1)

Berbasis wilayah, (2) Berbasis kepentingan dan (3) Berbasis dampak masalah.

Ketiga kategori tersebut memiliki pendekatan yang berbeda namun, ada benang merah yang

menunjukkan saling keterkatan satu dengan lainya.

Model pemolisian ini dapat digunakan sebagai acuan, dasar atau pedoman dalam

mengimplementasikanya.

Walaupun berbeda privasinya (berdasarkan kemajuemukan, corak masyarakat dan kebudayaan) namun

tetap memiliki prinsip-prinsip mendasar yang berlaku secara umum.

Meminjam istilah Romo Mangun Wijaya, “Satu Prinsip Seribu Gaya”.

1. Pemolisian berbasis wilayah

Model ini boeh dikatakan sebagai model struktural dari tingkat Mabes Polri sampai Polpos bakhan bisa

sampai pada  jajaran Babin Kamtibmas.

Page 9: Artikel e Policing

Semua tingkatannya dibatasi wilayah hukum (bisa mengikuti pola pemerintahan/ada pola-pola khusus

seperti yang diterapkan di Polda Metro Jaya yang wilayahnya ada tiga provinsi yakni, DKI, Banten dan

Jawa Barat).

Ada Polres yang membawahi lebih satu wilayah kota/kabupten, ada juga Polsek wilayahnya lebih dari 1

kecamatan.

Nah, pada tingkat Polpos dan Babin Kamtibmas ini yang perlu dibuat secara konsisten atau model

pemolisian-nya.

Didalam pemolisian, akan berkaitan dengan penanganan-penanganan masalah, kepentiingan-

kepentingan. Disini saling keterkaitan antara model yang berbasis wilayah maupun yang berbasis

kepentingan dan berbasis wilayah.

Pertanyaanya, bagaimana membangun sistem terpadu yang saling mengisi dan saling melengkapi serta

saling menguatkan dalam mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial (Kamtibmas)?

Untuk menjawab pertanyan tersebut, maka diperlukan membangun back office (sebagai link atau pusat

K4Ei-Komunikasi, Komando pengendaian, Koordinasi, Kontrol montoring, Evaluasi dan Informasi).

Back office  merupakan ruang operasi untuk mengharmonikan (dianalogikan; dirigen dalam sebuah

orchestra) pekerjaan yang diselenggarakan antar wilayah, fungsi/bagian, maupun dalam kondisi yang

diskenariokan, atau kondisi-kondisi kontijensi baik dari faktor manusia,  faktor alam maupun faktor

kerusakan infra struktur.

Back office ini merupakan sistem terpadu yang mampu membangun data base, komunikasi, komando

dan pengendalian, koordinsi, kontrol dan monitorng, evaluasi serta informasi yang mampu memberikan

pelayanan prima dengan pemolisian yang rofesional, cerdas, bermoral dan  modern.

Untuk itu, diperlukan keunggulan-keunglan dalam mengimplementsikannya, yakni, (a) Unggul SDM, (b)

Unggul data, (c) Unggul pemimpin dan kepemimpinan, (d) Unggul sarpras  (berbasis ilmu pengetauhan

dan teknologi yang unggul jejaring dan unggul anggaran.

2. Pemolisian berbasis kepentingan

Model pemolisian yang berbasis kepentingan tidak dibatsi wilayah, tetapi dipersatukan oleh kepentingan-

kepentingan bersama.

Dimana kepentngan tersebut bsia berkaitan dengan pekerjaan atau profesi, hobby, kegiatan, kelompok-

kelompok kemasyarakatan.

Page 10: Artikel e Policing

Mode ini dimplementasikan secara variasi oleh fungsi-fungsi kepolisian yang ada pada pemolisian

berbasis wilayah (Mabes sampai dengan Polsek) disesuaikan dengan katagori-katagori kepentingan baik

bertaraf internsionl, regionl, nasional, maupun tingkat lokal.

Melalui keunggulan-keunggulan tersebut diatas, haruslah diharmonisasikan oleh petugas-petugas di back

office. Maka, pemolisian pada tingkat lokal sekalipun tetapi dampaknya dapat menjadi global karena ada

sistem-sistem dasar dan pendukung yang saling terkait.

3. Pemolisin berbasis dampak masalah

Akar masalah ini bukan tugas polisi namun, merupakan potensi konflik yang dampaknya bisa

mengganggu, menghambat, merusak bahkan mematikan produktifitas.  Tentu saja, akan menjadi tugas

kepolisian tatkala menjadi gangguan terhadap keteraturan sosial.

Pola pemolisian akan juga berkaitan dengan yang berbasis wilayah maupun yang berbasis kepentingan.

Namun, polanya berbeda karena penanganannya dengan pola khusus atau yang tidak bersifat rutin,

namun dapat memanfaatkan sistem-sistem back office.

Pola penanganan terhadap dampak masalah ini ditangani dengan membentuk satuan-satuan tugas

(satgas) yang bervariasi karena juga akan berbeda dampak masalah dari ideologi,  politik, ekonomi,

sosial budaya, pertahanan, keamann, keselamatan dan sebagainya.(CDL-Juli 2014) Penulis:

Chryshnanda Dwilaksana

Page 11: Artikel e Policing

Electronic Policing sebagai Strategi Keluar dari Zona NyamanChrysnanda DL,Kombes Prof Dr Chrysnanda DL - detikNews

Halaman 1 dari 10

(Foto: Facebook)

Jakarta - 1. Pendahuluan

Tulisan ini tentang Electronic Policing (e-policing) yang merupakan pemolisian di era digital yang dapat mendukung pelayanan kepolisian yang prima yaitu: cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Di era kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat berdampak terjadinya globalisasi. 

Selain segi positif, globalisasi juga membawa permasalahan sosial yang berkaitan dengan gangguan keamanan ataupun kejahatan yang terjadi dalam masyarakat akan semakin kompleks dan semakin canggih karena semakin sistematis terorganisir secara profesional dan memanfaatkan teknologi dan peralatan peralatan modern yang dilakukan oleh orang-orang yang ahli/profesional. Tentu saja kejahatanya akan semakin sulit untuk dicegah, dilacak dan dibuktikan. 

Page 12: Artikel e Policing

Selain itu tuntutan dan harapan masyarakat terhadap kinerja polisi dalam menyelenggarakan pemolisiannya akan semakin meningkat yaitu adanya pelayanan prima. Pelayanan prima kepolisan dalam konteks ini dapat dipahami sebagai pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Sejalan dengan pemikiran di atas maka Polri perlu membuat model pemolisianya dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Manfaat bagi kemajuan bangsa dan negara, kesejahteraan masyarakat, kemajuan institusi Polri.b. Model pemolisianya baik yang berbasis: wilayah, kepentingan, maupun dampak masalah ( ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, keamanan dan keselamatan).c. Fungsi dan tugas pokok polisi baik sebagai institusi, sebagai fungsi maupun sebagai petugas kepolisian. Arah untuk polri di depan (setidaknya untuk 2020) polri sebagai institusi yang profesional (ahli), cerdas (kreatif dan inovatf), bermoral (berbasis pada kesadaran, tanggungjawab dan disiplin)d. Model-model pembinaan baik untuk kepemimpinan, bidang administrasi, bidang operasional maupun capacity buiding.

Dalam membangun pemolisian di era digital perlu pemikiran-pemikiran secara konseptual, teoritikal dan bertindak pragmatis yang saling melengkapi dan menjadi suatu sistem. Tatkala kita membangun sistem yang perlu diperhatikan adalah masukan (input), proses (cara mencapainya) maupun keluaranya (output), yang memerlukan adanya standar-standar baku sebagai pedoman pperasionalnya (SOP). Sering kita dengar sikap-sikap skeptis yang mengatakan "Ah itukan teori...buat apa, tidak adalah gunanya, yang penting lapangannya. Kita sebagai polisi adalah praktisi, teori itu omong doang, tidak ada karya nyata, tidak bisa dirasakan kerjanya". 

Pandangan dan cara berpikir seperti ungkapan di atas menunjukkan bahwa keterbatasan/kesederhanaan berpikir secara konseptual/ teoritikal atau bahkan ketidakmampuan. Tak jarang kita menemukan, masih ada yang meyakini sebagai kebenaran mutlak kalau mengerjakan tugas polisi itu cukup dengan tugas-tugas lapangan. Ini sebuah fenomena ketidakberdayaan dalam olah pikir sehingga terlalu sederhana caranya berpikir atau menganggap enteng suatu masalah yang kompleks. Maka pola pemolisianya akan konvensional, parsial,manual dan sifatnya temporer. 

Model pemolisian tersebut sadar atau tidak sadar merupakan proses pelan-

pelan bunuh diri (silence suicide). Kalau kita jujur merenungkan kita sudah

mewarisi, melakukan bahkan bahkan mengembangkan core value antara yang

aktual dengan yang ideal boleh dikatakan menyimpang/ bertentangan :

a. Di Akpol lembaga yang menyiapkan kader-kader pimpinan Polri dimasa yang

akan datang Sejak taruna didoktrin sebagai calon jendral. Semestinya taruna

adalah calon polisi yang baik dan calon pemimpin polisi yang baik. Dampak

doktrin yang tidak tepat, para lulusan akpol akan mati-matian mengejar menjadi

jendral walau dengan cara-cara yang keliru. Yang tidak jadi jendral dilabel

bodoh/kasus.

Page 13: Artikel e Policing

b. Orentasi para petugas polisinya adalah pada jabatan-jabatan basah (reserse,

lalu lintas, kapolres, kapolda, dan seterusnya), sehingga sudah dipetakan oleh

SDM menjadi suatu lahan untuk dimanfaatkan / memanfaatkan peluang-

peluang yang ada. Maka yang terjadi bukan kompetensi tetapi siapa dia dan

loyalitasnya kepada atasan dan pejabat-pejabat tertentu . Sikapnya menjadi

abs (asal bapak senang).

c. Sekolah menjadi standar untuk menjabat sehingga mati-matian orang masuk

sekolah. Dan mati-matian mencari rangking. Bukan dengan belajar tetapi

dengan kasak kusuk/ mencari backing.

d. Jabatan-jabatan yang penting dan strategis karena dianggap hanya banyak

tantangan sedikit tentengan, banyak pendapat tidak ada pendapatan sebagai

bagian air mata dan bukan mata air. Maka dia hanya dibutuhkan dan tidak

diinginkan.

e. Pekerjaan polisi tidak ada standarnya dan dibangun dalam birokrasi yang

patrimonial jadi masih terpusat pada pimpinan tertinggi, sesuai bidang, fungsi/

bagian. Sehingga apapun kata bos menjadi bos can't do no wrong.

f. Lemdik masih jadi tempat buangan / sekedar batu loncatan. Para petugasnya

belum sepenuhnya bangga dan mencintai sebagai pengajar/pendidik.

g. Teknologi kepolisian masih sangat minim sehingga terkesan konvensional,

parsial, reaktif dan temporer, belum mencerminkan profesionalisme

/modernitas suatu birokrasi.

Page 14: Artikel e Policing

h. Masih terlalu banyak produk-produk utang budi yang mengusai/menjadi

penguasa di birokrasi kepolisian. Sehingga yang dibangun hanyalah kerajaan-

kerajaan dan kepentingan-kepentingan pribadi/ kelompok-kelompok tertentu.

Sehingga jaringan yang dibangun hanya bagi krooni-kroninya bukan bagi polri

sehingga 4 L masih terjadi (lu lagi lu lagi).

i. Yang menyedihkan lagi dari segi kepemimpinan, administrasi, operasional dan

capacity buildingnya masih sebatas seremonial dan penuh kepura puraan.

Tugas polisi ditulis nya sangat singkat :" to serve and to protect" namun

maknanya sangat dalam dan sangat kompleks yang tidak bisa dikerjakan dengan

cara-cara yang serampangan pokoknya tugas dijalankan pimpinan senang sudah

cukuplah. Kebanyakan masih berorientasi pada kepuasan pimpinannya bukan

kepuasan masyarakatnya, ini cerminan dari birokrasi yang patrimonial.

Makna to serve (melayani) dan to protect (melindungi).

Melayani dalam konteks tugas kepolisian adalah pelayanan keamanan, pelayanan

keselamatan.

1. E-Policing

E-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai

pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat

bisa terjalin dalam 24 jam sehari dan 7 jam seminggu tanpa batas ruang dan waktu

untuk selalu dapat saling berbagi informasi dan melakukan komunikasi. Biisa juga

dipahami membawa community policing pada sistem online. Dengan demikian E-

Policing ini merupakan model pemolisian di era digital yang berupaya menerobos

sekat-sekat ruang dan waktu sehingga pelayanan-pelayanan kepolisian dapat

terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel informatf dan

mudah diakses. E-Policing bisa menjadi strategi inisiatif anti korupsi, reformasi

Page 15: Artikel e Policing

birokrasi dan creative break through. Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena

meminimalisir bertemunya person to person dalam pelayanan-pelayanan kepolisian

di bidang administrasi karena sudah dapat digantikan secara online melalui e-

banking, atau melalui ERI (Electronic Registration and Identification) dan sebagai

reformasi birokrasi karena dapat menerobos sekat-sekat birokrasi yang rumit yang

mampu menembus ruang dan waktu misalnya tentang pelayanan informasi dan

komunikasi melalui internet, dan hubungan tata cara kerja dalam birokrasi dapat

diselenggarakan secara langsung dengan SMK (Standar Manajemen Kinerja) yang

dibuat melalui intranet/ internet juga sehingga menjadi less paper dan sebagainya.

Dikatakan sebagai bagian creative break through , melalui E-Policing banyak

program dan berbagai inovasi dan kreasi dalam pemolisian yang dapat di

kembangkan misalnya pada sistem-sistem pelayanan SIM, Samsat , atau juga

dalam TMC baik melalui media elektronik, cetak maupun media sosial bahkan

secara langsung sekaligus.

E-Policing bukan berarti menghapus cara-cara manual yang masih efektif dan

efisien dalam menjalin kedekatan dan persahabatan antara polisi dengan

masyarakat yang dillayaninya. E-Policing menyempurnakanya, meningkatkanya

sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang profesional, cerdas , bermoral dan

modern sebagai penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang

kemanusiaan sekaligus. E-Policing dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas

kepolisian yang berbasis elektronik yang berarti membangun sistem-sistem yang

terpadu, terintegrasi, sistematis dan saling mendukung, ada harmonisasi antar

fungsi/ bagian dalam mewujudkan dan memelihara keamanan dan rasa aman

dalam masyarakat. Pemolisian tersebut dapat dikatakan memenuhi standar

pelayanan prima yang berarti: Cepat, Tepat, Akurat, Transparan, Akuntabel,

Informatif dan mudah diakses. Pelayanan prima dapat diwujudkan melalui

dukungan SDM yang berkarakter, pemimpin-pemimpin yang transformatif, sistem-

sistem yang berbasis IT, dan melalui program-program yang unggul dalam

memberikan pelayanan, perlindungan, pengayoman bahkan sampai dengan

penegakkan hukumnya. Pembahasan E-Policing dapat dikategorikan dalam

Page 16: Artikel e Policing

konteks : 1. Kepemimpinan, 2. Administrasi, 3. Operasional, 4. Capacity Building

(pembangunan kapasitas bagi institusi).

Unsur-unsur pendukung dalam membangun E-Policing :

a. Komitmen moral

b. Kepemimpinan yang transformative

c. Infrastruktur (hardware dan software ) sebagai Pusat data, informasi,

komunikasi, kontrol, koordinasi, komando dan pengendalian.

d. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi

(K3i) melalui IT dan untuk kontrol situasi.

e. Petugas-petugas polisi yang berkarakter (yang mempunyai kompetensi,

komitmen dan unggulan) untuk mengawaki untuk yang berbasis wilayah,

menangani kepentingan dan dan dampak masalah.

f. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat rutin,

khusus maupun kontijensi, (tingkat manajemen maupun operasionalnya).

g. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim backup yang menampung ide-

ide dari bawah (bottom up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran

kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini sebagai dirigen untuk

terwujudnya harmonisasi dalam dan di luar birokrasi. Dan melakukan

monitoring dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan

maupun menghasikan program-program baru.

h. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dari pengembangan untuk

update, upgrade dan mengantisipasi dinamika perubahan sosial yang begitu

cepat.

2. E-Policing Harapan dan Ancaman

E-Policing menjadi harapan sekaligus ancaman. Di era digital E-Policing

merupakan kebutuhan bagi institusi kepolisian untuk dapat terus hidup tumbuh dan

berkembang dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang

modern dan demokratis dalam rangka mewujudkan dan memelihara keteraturan

Page 17: Artikel e Policing

sosial. Penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi tools bagi

pemolisian yang mendasari perubahan paradigma dan nilai-nilai hakiki bagi polisi

dan pemolisianya. Dengan membangun sistem akan menjadi suatu harapan bagi

masyarakat untuk mendapatkan pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan

dan akuntabel, informatif serta mudah di akses. Ide-ide kreatif bagi para petugas

polisipun dapat disalurkan tanpa terhambat/ terbentur dari sistem-sistem birokrasi

yang feodal dan konvensional. Sistem-sistem dengan IT akan menunjukan adanya

kemauan dan kerelaan para pejabat dan pemimpinnya untuk kehilangan

previlagenya dan dengan suara lantang berani mengatakan sebagai Inisiatif

antikorupsi, reformasi birokrasi sekaligus creative breakthrough.

Hal-hal baru/ ide-ide baru akan juga berbenturan dengan kelompok-kelompok

status quo, kelompok-kelompok comfort zone. Mereka yang sudah menikmati dan

mengakar bertahun tahun akan merasa tentakel- tentakelnya dipatahkan atau kran-

krannya mulai mengecil. Kelompok-kelompok ini sebenarnya penganut

premanisme birokrasi. Yang dalam sudah terbelenggu otak dan pemikiranya

bahkan mati sudah hati nuraninya. Mereka bukanlah batu kerikil ,mereka ini sang

naga yang sangat sakti karena memiliki kekuasaan besar, pangkat tinggi, jabatan

strategis, kewenangan luas, uang berlimpah, jejaring di semua lini , media, massa

pendukung cantrik-cantrik semua dimilikinya secara berlimpah. Jangankan

melawan, menggosipkan sang nanga dan kelompoknya pun bisa mati atau

dimatikan hidup dan kehidupanya.

E-Policing akan menjadi awal kematian sang naga. sang naga ini hanya ibarat

lampu yang butuh power tatkala power ini tercabut atau disekat oleh E-Policing

maka akan mulai berkerut dan keringlah sang naga itu. Namun tak mudah

menghadapi naga yang sekarat pasti dia akan ngawur menggelepar gelepar di

mana dia mau dan dia bisa untuk mencari korban atau melampiaskan kemarahan

dendam dan sakit hatinya.

3. E Policing Sebagai Model Pemolisian

Page 18: Artikel e Policing

Model pemolisian dapat dibuat 3 kategori : 1. Berbasis wilayah, 2. Berbasis

kepentingan dan 3. Berbasis dampak masalah. Ketiga kategori tersebut memiliki

pendekatan yang berbeda namun ada benang merahnya yang menunjukan adanya

saling keterkaitan satu dengan lainya. Model pemolisian ini dapat digunakan

sebagai acuan dasar/ pedoman dalam mengimplementasikanya, walaupun

berbeda variasinya (berdasarkan corak masyarakat dan kebudayaanya) namun

tetap memiliki prinsip-prinsip mendasar yang berlaku umum. Romo mangun wijaya

mengatakan :" satu prinsip seribu gaya".

a. Pemolisian yang berbasis wilayah.

Model ini boeh dikatakan sebagai model struktural dari tingkat mabes sampai

dengan polpos bakhan bisa jadi pada babin kamtibmas. Semua tingkatannya di

batasi wilyah hukum (bisa mengikuti pola pemerintahan / ada pola-pola khusus

seperti yang diterapkan di Polda Metro Jaya yang wilayahnya ada 3 propinsi

(DKI, Bantendan Jawa Barat). Ada polres yang membawahi lebih satu wilayah

kota/ kabupten. Ada juga wilayah polsek yang lebih dari 1 kecamatan. Nah

pada tingkat polpos dan babin kmtibmas ini yang perlu dibuat secara

konsisten / ada modelnya. Di dalam pemolisianya akan berkaitan dengan

penanganan-penanganan masalah, kepentingan-kepentingan di sinilah ada

saling keterkaitan antara model yang berbasis wilayah, yang berbasis

kepentingan maupun yang berbasis Dampak masalah. Pertanyaanya : "

bagaimana membangun sistem terpadu yang saling mengisi dan saling

melengkapi serta saling menguatkan dalam mewujudkan dan memelihara

keteraturan sosial (kamtibmas)? Untuk menjawab pertanyan tersebut yaitu

dengan membangun back office (sebagai linking pin/ pusat K4Ei(Komunikasi,

Komando dan Pengendaian, Koordinasi, Kontrol dan Monitoring, Evaluasi dan

Informasi. Back office ini merupakan ruang operasi untuk mengharmonikan

(kalau analogikan adalah dirigen dalam sebuah orchestra) pekerjaan yang

diselenggarakan antar wilayah, fungsi/ bagian, maupun dalam kondisi yang

Page 19: Artikel e Policing

diskenariokan, atau kondisi-kondisi kontijensi baik dari faktor manusia, faktor

alam maupun faktor kerusakan infrastruktur.

Back office ini merupakan sistem terpadu yang mampu membangun database,

komunikasi, komando dan pengendalian, koordinasi, control dan monitoring,

evaluasi serta informasi. Yang mampu memberikan pelayanan prima dengan

pemolisian yang profesional, cerdas, bermoral dan modern. Untuk itu

dperlukan keunggulan-keunggulan dalam mengimplementasikannya : a.

Unggul SDM, b. Unggul data, c. Unggul pemimpin dan kepemimpinnya, d.

Unggul sarpras(berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi), unggul jejaring,

unggul anggaran.

b. Pemolisian yang berbasis kepentingan.

Model pemolisian yang berbasis kepentingan tidak dibatasi wilayah, namun

dipersatukan oleh kepentingan-kepentingan bersama. Kepentingan-

kepentingan tersebut bisa yang berkaitan: Dengan pekerjaan/ profesi, hobby,

kegiatan, kelompok-kelompok kemasyarakatan. Mode ini dimplementasikan

secara variasi oleh fungsi-fungsi kepolisian yang ada pada pemolisian berbasis

wilayah (Mabes sampai dengan polsek) sesuai dengan kategori-kategori

kepentinganya,(internasional, regional, nasional, maupun tingkat lokal). Melalui

keunggulan-keunggulan tersebut di atas yang di harmonisasikan oleh petugas-

petugas di back office maka walaupun pemolisiannya pada tingkat lokal

sekalipun namun dampaknya dapat menjadi global karena ada sistem-sistem

dasar dan pendukungnya yang saling terkait.

c. Pemolisian yang berbasis dampak masalah.

Akar masalah ini bukan tugas polisi namun merupakan potensi konflik dan

dampaknya dapat menjadi konflik yang dapat mengganggu, menghambat,

merusak bahkan mematikan produktifitas. Yang tentu saja akan menjadi tugas

kepolisian tatkala menjadi gangguan terhadap keteraturan sosial. Pola

pemolisiannya akan juga berkaitan dengan yang berbasis wilayah maupun

yang berbasis kepentingan namun polanya berbeda karena penanganannya

Page 20: Artikel e Policing

dengan pola khusus atau yang tidak bersifat rutin, walaupun dapat

memanfaatkan sistem-sistem back office. Pola penanganan terhadap dampak

masalah ini ditangani dengan membentuk satuan-satuan tugas (Satgas) yang

juga bervariasi karena juga akan berbeda dampak masalah dari ideologi,

politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, keamanan, keselamatan dan

sebagainya.

4. ERI, SSC, SDC Dan TMC Implementasi E-Poicing pada fungsi lalu lintas

Pemolisian di era digital/ pemikiran-pemikiran tentang model pemolisian pada

fungsi lalu lintas akan sangat penting dalam kaitan mengamanahkan UU No 22 th

2009 tentang LLAJ. Yang bertujuan untuk : 1. Mewujudkan dan memelihara

kamseltibcarlantas, 2. Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat

fatalitas korban kecelakaan, 3. Membangun budaya tertib berlalu lintas 4.

Meningkatkan kualtas pelayanan kepada masyarakat dibidang LLAJ. Lalu lintas

merupakan urat nadi kehdupan, cermin budaya bangsa dan cermin tingkat

modernitas. Sejalan dengan pemikiran di atas pemolisian dibidang lalu lintas perlu

membuat model pemolisian yang merupakan penjabaran dari E-Policing dan

sebagai strategi membangun pemolisian di era digital.

a. ERI (Electronic Registration and Identification) adalah sistem pendataan

Regident secara elektronik yang dikerjakan pada bagian BPKB sebagai

landasan keabsahan kepemilikan dan asa usul kendaraan bermotor. Yang

dianjutkan pada bagian STNK danTNKB sebagai legitimasi pengoperasionalan.

TNKB dapat dibangun melalui ANPR (Automatic Number Plate Recognation).

Dari database kendaraan yang dibangun secara elektronik akan saling

berkaitan dengan fungsi kontrol dan forensik kepolisian serta memberikan

pelayanan prima. Dari ERI ini dapat dikembangkan menjadi program-program

pembatasan pengoperasionalan kendaraan bermotor seperti ERP (Electronic

Page 21: Artikel e Policing

Road Pricing). ETC (Electronic Toll Collect), e-parking, e-banking (bisa

menerobos/memangkas birokrasi Samsat), ELE (Electronic Law Enforcement).

b. SDC (safety drivingcentre)

Adalah sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi dan calon

pengemudi berkaitan dengan SIM dengan sistems-sitem elektronik . Dengan

sistem ini akan terkait dengan ERI (yang bisa dikembangkan dalam RIC/

Regident Centre). Yang bisa digunakan sebagai bagian dari fungsi dasar

Regident (memberi jaminan legitimasi/ kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol,

forensik kepolisian dan pelayanan prima kepolisian.

c. SSC (safety dan security centre) merupakan sistem-sistem elektronik yang

mengakomodir pelayanan kepolisian di bidang lalu lintas khususnya yang

berkaitan dengan keamanan dan keselamatan, yang diselenggarakan oleh

Subdit Gakkum, Dikyasa, dan Subdit Kamsel. Dari sistem data dan sistem-

sistem, jaringan informasi yang akan dapat dikerjakan oleh TMC (Traffic

Management Centre).

d. TMC (traffic management centre)

Merupakan pusat K3i (Komando pengendalian, Komunikasi, Koordinasi dan

Informasi) guna memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang

dapat mengedepankan Sat PJR, Sat Pamwal, Sat Gatur bahkan petugas-

petugas Satlantas tingkat Polres maupun Polsek.

5. Penutup

Mengapa E-Policing menjadi Pilihan? Hujatan-hujatan, anekdot menjadi

labeling menyebabkan citra buruk polisi sering menjadi latah dan pembenar serta

menggeneralisir walau ulah oknum atau karena buruknya sistem. "apa kerja polisi?

Page 22: Artikel e Policing

macet di mana-mana; kemana polisinya? apa hebatnya polisi mengungkap kasus

yang sudah di depan mata dan jelas buktinya nampak sulit sekali dan terkesan

mempersulit, pasti ada maunya. Polisi itu UUD (ujung-ujungnya duit). Hasil sebuah

lembaga survey mengatakan Polri sebagai birokrasi terkorup. Berurusan dengan

polisi urusannya dengan uang tunai. Apabila menginginkan jabatan basah harus

membayar. Plesetan-plesetan bagi polisi tak kalah serunya: " sudah pol masih

diisi, pol-pole ngapusi". Polisi tidur saja bikin susah apalagi yang bangun,

kehilangan ayam lapor polisi jadi kehilangan kambing. Mantan presiden Gusdur

mengatakan hanya 3 polisi yang tidak bisa di suap: " patung polisi, polisi tidur dan

Pak Hoegeng".

Banyak lagi ungkapan-ungkapan miring cermin ketidaksukaan, kedongkolan

bahkan mungkin sudah menjadi kebencian. Walaupun belum tentu benar tetapi

kalau diyakini kebenaranya, maka social cost yang harus di bayar polisi sangat

mahal yang ujung-ujungnya adalah ketidak percayaan. Yang menjadi pertanyaan

kita semua mengapa itu bisa terjadi dan masih saja tetapi hidup tumbuh dan

berkembang di masyarakat tanpa mampu dibendung. Orang-orang yang tidak

pernah/ belum pernah berurusan dengan polisi dengan mudahnya mengamini

semua label bagi polisi. Yang mengherankan lagi seakan-akan sudah menjadi

permisive dan hal wajar dan polisinya hampir-hampir tidak ada satupun yang

mampu membantahnya. Seakan-akan apa yang menjadi isu tersebut benar dan

diakui kebenaranya. Hal ini sangat menyakitkan bagi yang sadar dan peduli tetapi

pada kenyataanya banyak yang tidak peduli (EGP : emang gua pikirin), euweuh

pengaruhna. Dan apa yang dikatakan korupsi masih saja ada hidup tumbuh dan

berkembang. Kalau boleh saya analogikan dalam pertandingan tinju, polisi dihajar

terus tanpa mampu membalas, bahkan pingsan, dikipas kipas sampai-sampai

dikencingi sang wasitpun ia tetap saja mendengkur. Tatkala kita bertanya apa yang

menjadi penyebab muncul berbagai pandangan buruk terhadap polisi? Kalau boleh

kita jujur mengatakan antara lain :

a. Tidak memilki karakter, yang hakiki sebagai polisi sudah hilang tergerus oleh

virus korupsi. Semua serba uang, birokrasi dijadikan birokrasi transaksional

Page 23: Artikel e Policing

(wani piro-oleh piro). Sendi-sendi kekuatanya uang ( rekrutmen, pendidikan

dasar sampai dengan pengembangan, jabatan, pelayanan-pelayanan

kepolisian, fungsi pengawasan, penegakkan hukum, perijinan, dan sebagainya)

b. Kinerja yang tidak profesional, karena pendekatan yang dibangun adalah

pendekatan personal yang tentu saja jauh dari standar kompetensi.

c. Birokrasi yang Patrimonial, semua terpusat / tersentral ke pejabat yang paling

atas sebagai ikon penguasanya. Pembinaanya berbasis pada klik-klik dan

jaringan-jaringan hubungan patron-klien.

d. Pemolisian yang diimplementasikan dalam sistem-sistem yang manual,

konvensional dan manual yang menyebabkan banyak peluang untuk korup

dalam pelayanan kepolisian, dan sifatnya temporer.

e. Sikap-sikap yang arogan dan tidak menghormati kemanusiaan, yang

menimbulkan luka batin dan kekecewaan yang terus menggelinding bagi bola

salju.

f. Orientasi kerjanya pada kekuasaan, kewenangan (jabatan basah). Maka

loyallitas dan orientasinya bukan kepada masyarakat melainkan kepada para

pejabat yang dapat memberikan, melindungi dan melanggengkan

keberadaanya pada posisi jabatan basah tersebut. Di sini muncul istilah

tanaman keras, produk-produk hutang budi.

g. Nilai-nilai budaya organisasi yang aktual berbeda bahkan ada yang

bertentangan dengan yang ideal. Yang ideal dan dijadikan pedoman hidup dan

pedoman kerja (Tri Brata dan Catur Prasetya) sering diabaikan dan melakukan

apa yang menjadi kesukaan pemimpinya dan membuat kesepakatan-

kesepakatan di antara mereka untuk melaksanakan pemolisianya dengan pilar-

pilar uang, kewenangan dan kekuasaan bukan pada pelayanan, perlindungan

maupun pengayoman. Dan menegakkan hukum dengan cara-cara

transaksional (memberikan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu/pamrih)

Upaya mengatasi 7 point di atas di era digital mau tidak mau Polri harus

melakukan perubahan mind set dan culture set pemolisianya melalui E-Policing

yang dapat dijadikan model inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi polri dan bagian

dari Creative Break Through.

Page 24: Artikel e Policing

Sistem ERi, SDC, SSC, TMC Dan Implementasi E-Policing Pada Fungsi LalulintasMinggu, 24 Agustus 2014, 17:32:07 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – e-Policing, pemolisian era digtal merupakan pemikiran-pemikiran tentang

model pemolisian pada fungsi lalulintas akan sangat penting dalam kaitan amanahkan UU No 22 Tahun

2009 tentang LLAJ.

Dimana hal ini bertujuan untuk: 1. Mewujudkan dan memelihara keamanan dan keselamatan serta

ketertiban dan kelancaran lalulintas,. 2. Meningkatkan kualitas keselamatan dan menurunkan tingkat

fatalitas korban kecelakaan, 3. Membangun budaya tertib berlalulintas 4. Meningkatkan kualitas

pelayanan kepada masyarakat dibidang LLAJ.

Kita sadari bersama, lalu lintas merupakan urat nadi kehidupan, cermin budaya bangsa dan cermin

tingkat modernitas pada transfortasi yang menjadi satu kesatuan dari kegiatan atau aktifitas manusia.

Sejalan dengan pemikiran diatas, pemolisian dibidang lalu lintas perlu membuat model pemolisian yang

merupakan penjabaran dari e-Policing dan sebagai strategi membangun pemolisian di era digital.

Page 25: Artikel e Policing

1.Implementasi dari e-Policing pada fungsi lalu lintas dijabarkan sebagai berikut, ERi (Ectronic Regident)

adalah, sistem pendataan Regident secara electronic yang dikerjakan pada bagian BPKB sebagai

landasan keabsahan kepemilikan dan asal usul kendaraan bermotor.

Kemudian dilanjutkan pada bagian STNK  dan TNKB sebagai legtimasi pengoperasionalan. TNKB dapat

dibangun melalui ANPR (Automatic Number Plate Recognation).

Dari data base kendaraan yang dibangun secara elektronik akan saling berkaitan dengan fungsi kontrol

dan forensik kepolisian serta memberikan pelayanan prima.

Dari ERi ini dapat dikembangkan menjadi program-progrm pembatasan, pengoperasionalan ERP

(Electronic Road Pricing), ETC (Electronic Toll Collect), e-parking, e-banking (bisa menerobos atau

memangkas birokrasi Samsat), ELE (Electronic Law Enforcement).

2. Safety Driving Centre (SDC)

SDC adalah sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi atau calon pengemudi kaitan dengan

SIM (surat izin mengemudi) dengan sistem-sitem electronic. Dengan sistem ini akan terkait dengan ERi

(yang bisa dikembangkan dalam Regident Centre (RiC). Ini bisa digunakan sebagai bagian dari fungsi

dasar Regident (memberi jaminan legitimasi (kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol, forensik kepolisian

dan pelayaanan prima kepolisian.

3. Safety  Security Centre (SSC) merupakan sistem-sistem electronic yang mengakomodir pelayanan

kepolisian dibidang lalu lintas khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Ini

diselenggarakan oleh Subdit Penegakan Hukum (Gakum), Dikyasa dan Subdit Kemanan Keselamatan

(Kamsel). Dari sistem data dan jaringan informasi yang akan dikerjakan oleh Ttraffic Management Centre

(TMC).

4. Ttraffic Management Centre

TMC merupakan pusat K3I (Komando pengendalian, Komunikasi, Koordinasi dan Informasi) untuk

memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang dapat mengedepankan Satuan PJR, Pamwal,

Gatur bahkan petugas-petugas Satlantas ditingkat Polres maupun Polsek.

Penanganan Konflik Sosial

Konflik sosial atau komunal itu disebabkan karena adanya perebutan sumber daya dan atau harga diri,

yang biasanya dipicu adanya konflik pribadi.

Sumber biaya menjadi potensi konflik (bisa orang, uang, jabatan, barang, kekuasaan dan lainnya). Dalam

pemberdayaan sumber daya itu ada hubungan-hubungan kekuatan. Disinilah terjadinya gesekan, isue

dan labeling.

Page 26: Artikel e Policing

Mana kala labeling ini dibiarkan akan meluas menjadi kebencian, kebencian ini menjadi akar kejahatan

(hate crime). Kalau sudah ada kebencian, maka tinggal menunggu atau menjadi bom waktu yang akan

meledak.

Konflik-konflik pribadi itulah yang menjadi sumbu ledak/detonatornya yang dapat membahayakan tidak

hanya isntitusi tetapi lebih luas lagi pada masyarakat dan negara.

Untuk mencari dukungan atau solidaritas, maka digunakan kelompok-kelompok primordial (suku-bangsa,

agama, ras, asal daerah dan sebagainya).  Pada intinya, yang namanya kelompok primordial ini sebagai

legitimasinya atau untuk mendapatkan dukungan masa. Karena biasanya tidak rasional, tetap emosional

dan spiritual.

Konflik-konflik yang semua kecil dan kemudian menggurita serta membesar sampai dapat membahaykan

institusi dan negara dikarenakan persoalan-persoalan ditambah munculnya atau dari isu-isu yang

sengaja dipelihara seperti, ketidak adilan, kemiskinan, penodaan kitab suci, pelecehan agama, korupsi,

diskriminasi dan lainnya.

Dari konsep-konsep tersebut dapat dipahami bahwa konflik sosial (agama) memang bisa terjadi karena

adanya kebencian. Tetapi ada juga yang direkayasa denggan menghembuskan kebencian, yang

biasanya timbul korban dari pihak yang lemah, minoritas atau kelompok-kelompok yang massanya lebih

kecil.

Setidakanya ada 10 langkah yang dilakukan e-Policing mencegah, mengatisipasi dan menangani konflik

sosial guna mewujudkan dan memelihara keteraturan sosial:

1. Memahami dan mengimplementasi model Polisi Masyarakat (Polmas) baik yang berbasis kawasan

(geographical community maupun yang merupakan community of interest). Dengan sistem-sistem

kemitraan, jejaring, pola kinerja yang proaktif dan problem solving serta ada back office sebagai

pendukungnya (call and command centre). Sehingga sistem penanganan dan pelayanan yang prima

(cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informtif dan mudah diakses) bisa dicapai.

2. Memetakan wilayah, masalah dan potensi sedetail-detainya, sehingga dapat dianalisi sumber-sumber

daya dan potensi-potensi konflik yag ada. Termasuk label-label, isu, bahkan kebencian dari satu

kelompok dengan kelompok lainya.

3.  Membagi wilyah-wilayah komuniti  dari tingkat RT/RW maksimal Kelurahan ditempatkan petugas-

petugas kepolisian (Babinkamtibmas) yang mempunyai kompetensi Polmas/ Community Policing.

Page 27: Artikel e Policing

Tujuanya, agar pemolisian lebih dekat, dikenal dan mendapat legitimasi yang keberadaanya menjadi

bagiaan dari masyarakat yang dilayani. Daerah-daerah yang ramai atau padat penduduk dapat dibuat

Pos Pol yang berkompetensi dengan Polmas.

4. Melakukan komunikasi dan kunjungan untuk membangun jejaring dan kemitraan dengan para

pemangku kepentingan lainya. Dalam implementasinya, komunikasi dari hati ke hati sangat penting dan

akan menjadi dasar membangun kepercayaan, sehingga keberadaan polisi aman, menyenangkan dan

bermanfaat bagi masyarakat.

5. Pada konteks konflik antar pemeluk keyakinan keagamaan (agama bisa sama tetapi keyakinan yang

berbeda) dapat menimbulkan konflik dalam atau internal tapi dapat meluas ke luar. Disini, Polisi harus

peka, peduli dan dipercaya sebagai pihak ketiga yang fair dan bisa menjembatani sekaligus menjadi

konsultan penanganan konflik yang keberadaanya bisa diteladani dan dihormati.

6. Para pemuka agama, tokoh-tokoh masyarakat, pemuda dan lapisan masyarakat atau kelompok

sebagai mitra. Nah, disinilah dapat dibangun Forum Kemitraan Polisi (FKP) dengan masyarakat yang

dibangun sebagai gerakan moral karena kepekaan dan kepedulian warganya dalam mewujudkan dan

memelihara keamanan serta rasa aman warga.

7. Para petugas pada wilayah,  komuniti atau komunitas (baik Babinkamtibmas atau Pos Pol) diback up

atau dibantu oleh tim Patroli Lalu lintas, Sabhara, jaringn kring Serse, jaringan Intel dan Bimmas.

8. Secara keseluruhan di back up dalam sistem kontrol dari back office sebagai pusat K3I, sehingga ada

sistem-sistem untuk call centre, quick response time, bahkan emergency call (panic button).

9. Saat terjadi konfliik SARA (antar pemeluk keyakinan keagamaan) maka tindakan yang harus dilakukan

adalah:

a.Deteksi dini dari intelkam

b. Penjagaan, pengaturan, perlindungan terhadap kelompok-kelompok minoritas (Petugas dari Brimob,

Sabhara, Lalu lintas melakukan penutupan atau pengalihan arus lalu lintas).

c. Negosiasi oleh tim-tim negosiator, Binmas, Intel dan Reskrim.

d. Reskrim bertugas mencatat, mengamankan provokator-provokator yang dinilai anarkis.

e. Memberdayakan potensi-potensi pemangku kepentingan untuk ikut meredamkan.

10. Rehabilitasi pasca terjadinya konflik baik dengan team terpadu atau mengajak LSM atau relawan untu

bersama-sama memperbaiki kerusakan sosial yang terjadi

Page 28: Artikel e Policing

Dasar-dasar tersebut merupakan dasar ilmu kepolisian yang harus dapat dilakukan, dimaknai dan

diimplementasikan ditengah masyarakat.

Dimana, ilmu kepolisian adalah ilmu antar bidang yang mempelajari tentang masalah-masalah sosial, isu-

isu penting yang terjadi dalam masyarakat, dan cara-cara penangananya.

Penegakan atau menegakkan hukum dan keadilan juga teknik-teknik penyelidikan dan penyidikan

sampai penangan atau pola dan cara-cara pencegahannya.(CDL-DIY Agustus2014).

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 29: Artikel e Policing

E-Policing Menghilangkan Pemberi Budi Dan Produk Hutang BudiSelasa, 26 Agustus 2014, 14:27:09 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Kekuatan, kekuasaan, penguasaan dalam pegangan oleh kelompok-kelompok

yang dibangun dari produk pendekatan personal merupakan lahan subur, tumbuh dan berkembangnya

premanisme dalam birokrasi.

Premanisme birokrasi ini merupakan benalu bagi sebuah birokrasi, yang tidak hanya menyebabkan

kontra produktif tetapi juga menjadi kanker yang dapat melumpuhkan bahkan mematikan sebuah institusi.

Produk-produk dari pendekatan personal ini boleh dikatakan sebagai produk “hutang budi” maka, standar

bagi kinerjanya mau tidak mau akan mengarah kepada upaya-upaya balas budi.

Membalas budi dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya akan memanfaatkan kewenangan dan

kekuasaan yang dimilikinya untuk menghasilkan sumber daya untuk dapat membalas budi dengan

berbagai upaya untuk menyenangkan dan melayani para pemberi budi tadi.

Page 30: Artikel e Policing

Siapa pemberi budi? Pemberi budi bisa seseorang atau sekeompok orang yang mempunyai kekuatan

baik secara struktural, fungsional maupun sosial untuk mengintervensi dalam memberikan atau mencabut

kekuasaan (jabatan/kewenangan).

Para pemberi budi ini sudah memetakan kewenangan, atau kekuasaan yang menjadi idaman, atau

dianggapnya strategis (lahan basah). Basah yang dimaksudkan dalam konteks ini dimaknai sebagai

simbol kekuasaan yang bisa memeras, memungut sesuatu atau mendapatkan sesuatu dalam

pekerjaanya.

Pemberi budi tidaklah sendiri, karena ia sendiri tidak mau tanganya kotor. Maka banyaklah tentakel-

tentakel yang siap dan sanggup menggapai disemua arah dan lini.

Untk menjadi tentakel-tentakel juga harus teruji, memiliki nyali dan loyalitas terhadap pemberi budi.

Bahkan, sanggup menjadi ganjel dan bumper kalau perlu hidup dan kehidupanyapun dipertaruhkan.

Mengapa tentakel itu sampai sedemikian militannya? Ini semua karena para pemberi budi sudah menjadi

bintang penjuru yang dianggapnya sebagai “dewo kamanungsan” (dewa yang nampak) membutakan

nalar dan budinya.

Pemberi-pemberi budi akan menampilkan sebagai sosok suci murni bersih tanpa noda. Walau di otak

dan hatinya kumuh, penuh reka daya dalam memperebutkan sumber-sumber daya untuk selalu dalam

gemgamanya. Rasa yang ada dihati dan pikiranya hanya bagaimana menggapai mengeruk sebanyak-

banyaknya.

Pembagian-pembagian sebagai simbol budi hanya “nyoh, nyoh, nyoh” (sak encrit sak encrit)… ke dirinya

langsung “nyuuuuooohhh buokk” (glodag).

Ia ingin seperti orang-orang yang disebut dalam babad, kitab-kitab kasik bahkan impianya tercatat dalam

sejarah manusia dan peradabanya.

Para pemberi budi, memuja dunia dengan segala kekuasaanya. Kepatuhan dan loyalitas merupakan

tuntutannya, dan ia sudah sangat memimpikan kata-katanya menjadi “sabda”. Doa Raja Midas yang

didaraskanya menjadi lali jiwo, lupa hati, hilang rasa karena jiwa yang sudah digantikan oleh dunia dan

kekuasaanya.

Rekayasa pekerjaanya, balas dendam kebanggaan dan prestasinya, merupakan hutang budi produk dan

karyanya.

Menjadi pemberi budi bukanlah perkara mudah dan tidak gampang mencapai atau menduduki kursi

pemberi budi.

Page 31: Artikel e Policing

Kebanyakan para pemberi budi juga produk-produk dari hutang budi, sehingga bagaikan “lingkaran

setan” yang tidak ada ujung pangkalnya.

Para pemberi budi ini juga merupakan mantan-mantan tentakel yang gradenya naik dalam strata yang

lebih tinggi, namun watak dan spiritnya tetap saja sama, yaitu memelihara atau melanggengkan sistem

hutang budi.

Kebaikan-kebaikan si pemberi budi bukanlah kebaikan yang tulus atau humanis, melainkan kebaikan

pamrih. Didasari ada keinginan-keinginan tertentu untuk pencitraan supaya tidak digolongkan jahat

ataukejam.

Tanpa disadari, pemberi budi ini telah memupuk tumbuh dan berkembangnya korupsi dan menjadikan

dirinya sebagai bagian dari otoritarianisme. Karena, siapa saja yang berani melawan, bertentangan

bahkan hanya merasai saja bisa dimatikan karir, hidup dan penghidupanya. Yakni, dengan tidak lagi

memberikan jabatan basah, karena berani membangkang dianggap orang yang tidak loyal, pura pura

gila, munafik dan yang pasti dianggap duri dalam daging.

Bagaimana mengatasi narsisme pemberi budi yang merasa “dewa” pemurah hati?

Maka jawabannya tak lain adalah membangun sistem secara eelektronik yang menjadi salah satu “obat”

mengikis otoritarianisme para pemberi budi. Ini akan menghambat laju pertumbuhan premanisme

birokrasi, yang berarti dapat menghilangkan jabatan-jabatn basah dan mengembalikan pendekatan-

pendekatan impersonal (berbasis kompetensi) sebagai landasan kinerja birokrasi.

Sistem yang dibangun adalah, sistem e-Policing yang memiliki pelayanan prima, cepat, tepat, akurat,

transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Itulah standar-standar yang harus dipenuhi dan dinilai dari keberhasilan seorang pemimpin yang

transformatif, bukan pelaku otoritarianisme dan bukan pula menjadikan dirinya “narsis” sebagai pemberi

budi.(CDL-Agst2014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 32: Artikel e Policing

E- Policing dalam Bidang SDMSELASA, 26 AGUSTUS 2014 08:05 REDAKSI

66 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana  *)Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian penting dalam sebuah institusi karena SDM merupakan aset utama dari institusi tersebut. Pembinaan SDM  yang baik adalah yang menghasilkan atau menumbuh kembangkan SDM yang berkarakter.

SDM yang berkarakter dalam konteks ini adalah pembinaan SDM yang  berbasis pada kompetensi; membangun disiplin atas dasar kesadaran dan tanggungjawab serta mampu menanamkan nilai-nilai budaya organisasi (core value)  kepada setiap individu untuk mempunyai komitmen dalam mencapai tujuan organisasi.

Dalam birokrasi yang patrimonial kita melihat ada sistem-sistem pembinaan SDM yang berbasis pada pendekatan-pendekatan personal, tumbuh+berkembangnya  

jabatan-jabatan yang dianggap basah+ menjadi favorit, yang mengabaikan kompetensi bahkan tak jarang menimbulkan konflik internal karena perebutan jabatan.

Rekrutmen yang sarat KKN, sistem kinerja yang tidak jelas (PGPS: pinter goblok penghasilan sama) dan banyak hal lain yang menjadikan birokrasi tidak sehat.

Itu  semua akibat dari sistem pembinaan SDM yang manual, konvensonal, parsial dengan pendekatan-pendekatan personal.

Pembinaaan SDM secara elektronik dibangun untuk mengikis/meminimalisir hal tersebut diatas. Diharapkan pembinaan SDM secara elekronik akan mampu :

1. Membangun sistem data base bagi setiap anggtota Polri di semua lini+tingkatan sesuai komptensi+ spesifikasi sebagai track recordnya

2. Membangun standar-standar kualifikasi /standar kompetensi untuk penempatan, promosi, mutasi+demosi.

3. Memberikan akuntabilitas untuk mengikis KKN + menuju the right people in the right place.

4. Membangun sistem jejaring/networking dengan divisi, bagian, satuan fungsi baik internal+ekternal.

5. Membangun dasar-dasar memberikan penilaian kinerja +remunerasi juga reward+punishment.

6. Penyaluran kerja/penggunaan SDM secara  fungsional di dalam maupun di luar struktur Polri.

Page 33: Artikel e Policing

7. Membangun kaderisasi bagi pemimpin di masa datang.

8. Menunjukan adanya transparansi, akuntabilitas +memberikan harapan bagi anggota Polri berkarier/ mengambil keputusan.

Pembinaan  SDM secara elektronik memerlukan sistem jejaring untuk pendataan, koordinasi, komunikasi + informasi bahkan untuk sinergitas+ harmonisasi  sebagai back office, yang mempunyai link dengan bagian pembinaan di tingkat Mabes, Polda, Polres (baik untuk link SDM dari bagian-bagian)

Pembinaan SDM yang berbasis elektronik diperlukan adanya SOP (standart operaton procedure) yang berisi:

1. Jod descriptio+job analysis

2. Standardisasi keberhasilan tugas (yang dijabarkan berjenjang yang mencakup: kepemimpinan, administrasi, operasional+capcity building)

3. Sistem penilian kinerja yang mencakup kepemimpinan, administrasi, operasiona+capcity building

4. Sistem reward+punishment

5. Etika kerja (apa yang harus dilakukan/ apa yang tidak boleh dilakukan +produk  yang harus dihasilkan). Ini juga dijabarkan berjenjang dan variatif. (Do+dont). (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi  *)

Page 34: Artikel e Policing

Polisi Gaul: Pemolisian dalam Media SosialRABU, 27 AGUSTUS 2014 08:07 REDAKSI

60 READINGS

Chryshnanda (kiri) dan Putu Sutawijaya

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Media sekarang ini bagai penghubung di semua lini yang mampu menembus sekat ruang dan waktu. Dahulu ada

istilah tembok bisa mendengarkan dan angin  membawa berita. Sekarang ini media di era digital semakin luar biasa

kecepatanya. Di sudut-sudut dunia ini tercover olehnya.

Media cetak dan elektronik pun sekarang serasa ketinggalan dari lajunya media sosial. Apa saja ada di sana, yang

sudah matak bertemupun bisa ditelusuri kembali.  Dampak negatifnya semakin bebas orang menebar makian dan

kebencian. Memaki, memuji bahkan membual sekaliipun mungkin terjadi. Tak ada lagi kontrol dan saringan yang

menseleksinya. Apapun yang dikirimnya maka jadilah.

Media pun digunakan sebagi sarana propaganda, promosi, pengajaran bahkan hasutan-hasutan yang dapat

membangun, menambah waawasan bahkan merusak citra dan iman sekalipun. Media sosial banyak maafaat namum

mudaratnya pun tak kalah hebatnya.

Polisi dalam pemolisianya bisa membangun program-program, di media sosial sebagai promosi, edukasi atau

mengajak berpartisipasi, kemitraan dan membangun jejaring. Para folower bisa menjadi soft power, jembatan

informasi bagi polisi maupun masyarakat dalam membangun keamanan + rasa aman.

Pemolisian di media sosial merupakan bagian dari  e-policing. Model pemolisian dalam media sosial berkaitan

dengan seni dan selera yang sedang menjadi issue dalam masyarakat. Tatkala tidak mampu mengimbangi seni

selera ini bisa jadi akan sepi, ditinggalkan bahkan para followernya akan meninggalkanya. Seni dan selera sebagai

anak gaul inilah yang dapat dterima dan dianggap sebagai bagian dari komunitas mereka. Pemolisian dalam media

sosial sebaga polisi gaul. (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 35: Artikel e Policing

E-Policing Penyaring Cinta Pekerjaan Dan Cinta JabatanRabu, 27 Agustus 2014, 12:34:23 | TRANSPOLHUKAM

TRANSINDONESIA.CO - “Jabatan adalah amanah yang bisa menjadi berkah, namun tatkala dikuasai

dengan cara yang salah maka akan menjadi musibah”.

Jabatan, merupakan tugas dan tanggungjawab bagi pejabat yang diberi kewenangan maupun kekuasaan

untuk mengelolanya, meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau setidaknya menjadikan institusi yang

dipimpinya lebih maju atau mendapatkan citra serta kepercayaan dari masyarakat yang dilayani.

Jabatan juga merupakan potensi sumber daya yang diperebutkan oleh banyak orang yang “mampu dan

merasa mampu”, maka e-Policing dapat menyaring mana orang yang mampu dan yang merasa mampu.

Bagi orang-orang yang mampu, pendekatannya adalah impersonal atau basisnya pada kompetensi,

sehingga profesional dalam mengelola kekuasaan dan kewenangan yang akan membawa berkah bagi

banyak orang.

Sedangkan bagi orang-orang yang merasa mampu, basisnya adalah pendekatan-pendekatan yang

bersifat personal, kekerabatan, jaringan-jaringan patron klien yang kadang mengabaikan atau

memandang sebelah mata pada kompetensi.

Page 36: Artikel e Policing

Bisa diprediksi, penguasaan dengan cara-cara pendekatan personal akan berdampak pada

penyalahgunaan wewenang yang akan menambah beban bagi masyarakat yang dilayani.

Parahnya lagi, bisa mendatangkan musibah akibat ketidak profesionalanya atau diakibatkan

pendekaatan-pendekatan yang bertentangan dengan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas hidup

masyarakat.

Salah satu ciri orang yang profesional adalah bangga dan mencintai pekerjaanya dengan penuh dedikasi.

Mengapa demikian? Karena dirinya sadar dan menguasai bidang tugasnya untuk memajukan dan

meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Namun, sebaliknya salah satu contoh ketidak profesionalan adalah mencintai jabatanya tanpa merasa

perlu dedikasi. Tentu jabatan yang dianalogikan ini sebagai jabatan-jabatan “basah”.

Para pecinta jabatan ini akan melanggengkan atau menyuburkan premanisme birokrasi dan kelompok-

kelompok pecinta jabatan ini akan berupaya mati-matian membangun kerajaan atau jaringan dalam

birokrasi untuk menguasai jabatan yang dianggap basah.

Kembali lagi, akan menampilkan sosok pemberi budi dan lahirnya kelompok-kelompok hutang budi.

Pada level-level tertentu, jabatan yang dinilai strategis (yang bisa dianalogikan sebagai jabatan basah),

pemilihan pejabatnya bisa dengan cara lelang atau dengan uji kompetensi sebagai salah satu cara

memangkas tentakel-tentakel yang akan melahirkan kelompok-kelompok hutang budi.

e-Policing, menggunakan standar kompetensi menjadi suatu cara memangkas premanisme birokrasi.

Standar kompetensi juga dapat dikategorikan dalam bidang, kepemimpinan, administrasi, operasional

dan capcity building.(CDL-Agst2014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 37: Artikel e Policing

Polisi Gaul: Pemolisian dalam Media SosialRABU, 27 AGUSTUS 2014 08:07 REDAKSI

63 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)Media sekarang ini bagai penghubung di semua lini yang mampu menembus sekat ruang dan waktu. Dahulu ada istilah tembok bisa mendengarkan dan angin  membawa berita. Sekarang ini media di era digital semakin luar biasa kecepatanya. Di sudut-sudut dunia ini tercover olehnya.

Media cetak dan elektronik pun sekarang serasa ketinggalan dari lajunya media sosial. Apa saja ada di sana, yang sudah matak bertemupun bisa ditelusuri kembali.  Dampak negatifnya semakin bebas orang menebar makian dan kebencian. Memaki, memuji bahkan membual sekaliipun mungkin terjadi. Tak ada lagi kontrol dan saringan yang menseleksinya. Apapun yang dikirimnya maka jadilah.

Media pun digunakan sebagi sarana propaganda, promosi, pengajaran bahkan hasutan-hasutan yang dapat membangun, menambah waawasan bahkan merusak citra dan iman sekalipun. Media sosial banyak maafaat namum mudaratnya pun tak kalah hebatnya.

Polisi dalam pemolisianya bisa membangun program-program, di media sosial sebagai promosi, edukasi atau mengajak berpartisipasi, kemitraan dan membangun jejaring. Para folower bisa menjadi soft power, jembatan informasi bagi polisi maupun masyarakat dalam membangun keamanan + rasa aman.

Pemolisian di media sosial merupakan bagian dari  e-policing. Model pemolisian dalam media sosial berkaitan dengan seni dan selera yang sedang menjadi issue dalam masyarakat. Tatkala tidak mampu mengimbangi seni selera ini bisa jadi akan sepi, ditinggalkan bahkan para followernya akan meninggalkanya. Seni dan selera sebagai anak gaul inilah yang dapat dterima dan dianggap sebagai bagian dari komunitas mereka. Pemolisian dalam media sosial sebaga polisi gaul. (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 38: Artikel e Policing

Pandangan Beragam Merupakan Satu Kesatuan Gerakan MoralKAMIS, 28 AGUSTUS 2014 08:51 REDAKSI

78 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Mengapa Hoegeng?

Ada yang mempertanyakan apa hebatnya Hoegeng?

Apa yang sudah diperbuat Hoegeng bagi institusi?

Bukankah Hoegeng juga membangkang pimpinan?

Bukankah Hoegeng tidak bisa main Golf?

Banyak pertanyaan tentang Hoegeng dan kehebatan Hoegeng. Yang jelas Hoegeng adalah anggota Polri dan dalam

kariernya boleh dibilang istimewa karena Hoegeng sampai pada karier puncaknya sebagai Kapolri, pernah kerja

menjadi Kepala Jawatan Imigrasi, Menteri Iuran Negara. Menjadi pejabat yang biasa-biasa saja banyak juga yang

menjadi  pejabat. 

Hoegeng pun hidup biasa biasa saja namun bersahaja sebagai seorang pejabat yang tidak borju (istilah bagi orang

yang ekslusif dan berada dalam golongan/ lingkaran khusus kelas ndoro yang berada dimenara gading yang jauh

dari bumi dan kaum andahan yang sering disebut orang-orang kebanyakan).

Orang yang tidak borju sering dianggap ndeso, kuper bahkan menjadi golongan lemah dan sering dilemahkan

bahkan menjadi bulan-bulanan, namun tidak bagi seorang Hoegeng. Itulah istimewanya Hoegeng, mempunyai

karakter, berprinsip untuk menunjukan yang baik dan benar walau akhirnya harus dicopot dan dilengserkan sebagai

Kapolri dalam usia muda. 

"Sedumuk Bathuk Senyari Bumi, pecahing dhodho wutahingudiro, pecating jonggo pegating nyowo sun lakoni".

Harga diri , prinsip hidup dan karakter Hoegeng sekarang ini menjadi oase bagi anggota Polri yang di  label dan

berimage buruk. Hoegeng patut kita banggakan spiritualitas hoegeng patut kita tumbuh kembangkan dan tanamkan

bagi generasi muda Polri.

Ibu Kartini tokoh emansipasi wanita yang inspiratif, beliau pendidikan formalnya terbatas, namun spiritualitasnya

sangat luar biasa. Beliau memang tidak menghasil master  dan doktor bahkan beliau bukan profesor. Tetapi

spiritualitas yang diteladankan yang ditanamankan walausangat singkat yang terungkap dimana surat-suratnya

kepada keluarga  abendanon itulah yang menjadi buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" . Buku itu inspiratif luar biasa

Page 39: Artikel e Policing

keluarga abendanon mampu menunjukan Kartini sebagai elang bukan ayam  biasa.

Jendral Hoegeng pun demikian beliau bagai sang rajawali bagi polri yang mampu menjadi oase dalam padang pasir

yang kering akan inspirasi bagi anggota polri yang haus akan kebaikandan kebenaran hakiki sebagai petugas polisi.

Polisi bagai telur rajawali yang dierami ayam kampung menetas dan hidup bagai ayam kampung yang hanya hidup

dan mengais-ngais tanah sampai mati tak pernah terbang. Kita memerukan pemimpin-pemimpin yang mampu

menemukan + menyadarkannya sebagai rajawali yang mampu terbang mengangkasa ke mana-kemana.

Hoegeng bisa kita jadikan ikon polisi yang berhati nurani. Dalam hidup +kehidupanya sebagai polisi mampu

memaknai hidup untuk membangun kehidupan bagi institusi yang dipimpinya dan masyarakat yang dilayaninya.

(Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 40: Artikel e Policing

E-Policing Cetak Polisi Hebat Dan BermartabatKamis, 28 Agustus 2014, 11:53:45 | TRANSPOLHUKAM

Patroli Polisi Tempoe Doeloe.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Polisi hebat dan martabat adalah pemolisian yang mampu mengangkat harkat

dan martabat manusia (nguwongke), e-Policing bisa mencetak polisi-polisi hebat dan bermartabat tidak

hanya untuk korps dan masyarakat tetapi juga hebat dan bermartabat untuk diri dan keluarganya.

Keberadaan polisi hebat dan bermartabat akan melegakan, memberi rasa aman bagi warga masyarakat.

Mampu menjembatani, menjadi teman dan sahabat dalam peenderitaan, kedukaan dan tidak berlebihan

juga dapat dikatakan sebagai sosok penolong.

Konteks hebat bagi polisi memang bukan semata-mata dari teknologinya tetapi bagaimana polisi mampu

menjadi ikon kemanusiaan, peradaban dan ikon bagi hidup dan kehidupan dimasyarakat.

Ini berarti, keberadaan polisi diterima dan mendapat dukungan yang tulus dari warga masyarakat,

sehingga menjadikan polisi bermartabat.

Polisi hebat dan bermartabat bukan atas dasar pangkat/jabatan atau hal-hal yang kedagingan/

keduniawian. Melainkan polisi yang dengan otak, otot dan hati nuraninya dicurahkan bahkan rela

dikorbankan demi warga yang dilayaninya dapat hidup aman, nyaman tenteram damai, tanpa adanya

Page 41: Artikel e Policing

rasa ketakutan dari ancaman hambatan/gangguan dalam hidup dan kehidupanya. Selain itu juga ditandai

adanya budaya patuh hukum diatas dari segalanya.

Sayangnya, sekarang ini banyak yang terbalik-balik, dimana nilai dan tatanan yang hakiki sebagai polisi

dengan orientasi-orientasi kedagingan, hedonisme, pangkat dan jabatan sebagai simbol

kekuasaan/kewenanganya justru menjadi jauh dengan masyarakat.

Inginnya, banyak pendapat walau tidak mampu memberi pendapat, banyak tantangan walau tidak

mampu mengatasi tantangan.

Orientasi ini biasaya pada tempat-tempat yang basah (mata air) tanpa pernah membasuh/mengusap air

mata masyarakatnya. Orientasi ini biasaya tidak jauh dari semboyan “WPOP” (wani piro oleh piro)

Keberadaanya-pun membuat takut, resah, nggapleki bagi masyarakat terutama kaum-kaum marginal

yang rentan.

Pemolisian ini, sama sekali tidak mnyentuh hati dan perasaan karena semangat WPOP ditambah UUD

(ujung-ujungnya duit), sehingga tidak lagi peka dan peduli akan kemanusiaan/manusia lainya, “Sing

penting pung nak pung no” (mumpung enak mumpung ono).

Gaya seperti ini njeelehi dan bisa dianalogikan bagai bedhes bandulan atau model unthul munyuk dan

jaran keplakan.

Akibatnya, bukan menjadi ikon positf, melainkan menjadi bahan plesetan, anekdot dan kritikan yang

social costnya sangat mahal.

Namun apa daya, kalau bedhes yang hatinya cukup seenang bandhulan saja, atau munyuk yang

djadikan unthul, jaran yang mondar mandir karen dikeplaki. Sayang memang.

Disinilah perlunya pemimpin untuk menjadikan bedhes dan munyuk serta jaran yang tadinya jadi bahan

olok-olokan menjadikan ikon kmanusiaan yang lemah lembut dan rendah hati yang mampu melegakan

beban atau menjadi jembatan/mitra-sahabat yang aman, menyenangkan dan membawa manfaat.

Mendengar atau melihat ada polisi rasa aman menyelimuti dan menaungi seluruh warga. Polisi dengan

pemolisiannya, harus mampu menjadi ikon penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang

kemanusiaan, sehingga atau dengan e-Policing dapat menempah dan mencetak polisi-polisi hebat dan

bermartabat. Semoga !.(CDL-Agst2014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 42: Artikel e Policing

Kepekaan dan Kepedulian dalam Konteks KepolisianJUMAT, 29 AGUSTUS 2014 07:05 REDAKSI

59 READINGS

DR. Chryshnanda Dwilaksana

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Peka dalam konteks kepolisian dapat dipahami adanya kemampuan deteksi dini, kemampuan memprediksi bahkan

menyiapkan pola-pola pemolisianya yang tepat untuk mewujudkan+ memelihara keteraturan. Kepekaan merupakan

cermin dari skill+knowledge yang dimiliki oleh para petugas secara perorangan maupun dalam institusi . Institusi

menjadi peka karena memiliki sistem-sistem yang kreatif, inovatif dan dinamis yang setiap saat mampu berubah

mengkuti bahkan melampaui perkembangan jaman. Yang berarti sebagai institusi  pembelajar. 

Sedangkan kepedulian merupakan sikap empati yang atas dasar kesadaran, tanggungjawab dan dikerjakan dengan

ketulusan hati dan tentu saja disiplin. Pada konteks polisi+pemolisianya kepedulian dapat dipahami adanya empati

terhadap kemanusiaan. Yaitu mengangkat harkat+ martabat manusia. Memajukan, menyadarkan, mengedukasi,

melayani, menolong, menjembatani bahkan memberikan segala sumber daya yang ada untuk optimalnya

kemajuan/terwujud serta terpeliharanya keamanan + rasa aman sserta keselamatan  dalam masyarakat.

Bagaimana membangun kepekaan dan kepedulian? Peka + peduli merupakan suatu karakter unggul yang dasarnya

adalah pada edukasi. Karena edukasi yang berkarakter tidak hanya mengajarkan tetapi juga menyadarkan.

Membangun institusi pembelajar merupakan fondasi yang harus dibangun dengan kuat untuk dijadikan acuan/

pijakan bagi implementasi pemolisianya baik untuk kepemimpinanya, admnistrasi, operasional maupun capacity

building.

Selain itu juga perlu adanya, integritas, komitment, konsistensi+kebersinambungan dalam membangun institusi

pembelajar tadi. Saat-saat transisi diperlukan sosok pemimpin dengan kepemimpinanya yang tangguh, yaitu

pemimpin yang transformatif. Pemimpin yang transformatif adalah pemimpin yang patut diteladani, baik otaknya yang

visiioner, wawasanya yang luas, mimpi-mimpi+ kreatifitasnya, kepekaan +kepedulianya untuk berani berkorban+

dengan tulus iklas demi keunggulan, kemajuan institusi yang dipimpinya, maupun masyarakat yang

dilayaninya. (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 43: Artikel e Policing

E-Policing Solusi Perbaikan Citra PolisiJumat, 29 Agustus 2014, 15:18:18 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – “Mengapa polisi dan pemolisianya tidak bisa diandalkan apalagi diunggulkan,

karena atau citranya memburuk?”, Ini pertanyaan yang harus dijawab dan diperbaiki secara institusi.

Menjawab dan memperbaiki dua hal yang berbeda dan saling berkaitan, menjawab bermakna dapat

mengetahui akar masalahnya. Sedangkan memperbaiki adalah kompetensi untuk melakukan tindakan,

memperbaharui atau melakukan upaya untuk tidak mengulangi kesalahan.

Dimana akar masalah penyebab dari citra atau image buruk?, Itu dikarenakan ada sesuatu yang

membuat kecewa, marah, sakit hati. Yang merupakan produk dari ketidak profesionalan, atau dampak

dari label atas isu-isu yang beredar atau belum tentu benar namun diyakini kebenaranya, tapi diadili

secara sosial dengan label-label tertentu.

Pembicaraan dari mulut ke mulut dapat menjadi pembenar atas penghakiman secara sosial akan

berbahaya atas label tersebut. Ini akan dapat berkembang menjadi kebencian, dan tatkala kebencian

sudah mendominasi opini publik maka tinggal menunggu detonator atau sumbu ledaknya untuk menuju

kehancuran.

Page 44: Artikel e Policing

Tidak gampang untuk memperbaiki citra buruk, tetapi dengan kemauan dan menjalankan atau

menerapkan e-Policing secara profesional yang dimulai dari hal yang mendasar yakni akar atau dasar

permasalahan yaitu, dari profesionalismenya yang dapat dibangun dari kepemimpinan, admnistrasi dan

operasional serta capacity building-nya.

Bentuk pelayananya, lambat dan sarat dengan  potensi-potensi penyimpangan, tentu saja sulit memenuhi

harapan, dan tantangan, serta ancaman dimasa kini yang  jauh dari kata profesional.

Selan itu, moralitas dan kemampuan untuk mencari terobosan-terobosan baru (inovasi dan kreatifitas)

karena adanya berbagai keterbatasan. Memperbaiki citra bermakna, membangun kepercayaan dengan

membangun karakter yang dalam konteks ini dapat dipahami memilikii komitmen, kompetensi, dan

keunggulan.

Menerapkan electronic Policing (e-Policing) merupakan solusi memperbaiki citra polisi, sebagai upaya

membawa community policing pada sistem-sitem online yang akan memperbaharui sistem konvensional

dan parsial.

Melalui e-Policing yang berarti mengelektronikan program-program menjadi satu sstem yang terpadu dan

berkesinambungan sebagai satu rangkaian sistem dalam biroktasi yang mencakup pada bidang, 1.

Kepemimpinan, 2. Admnstrasi, 3. Operasional dan 4, Capacity buildng.

Sistem-sistem penghubung dibangun dengan sistem data base dan jejaring pada semua lini yang dapat

digunakan untuk memprediksi, mencegah, menangani, memperbaiki, meningkatkan bahkan membangun.

Dalam sebuah organisasi yang besar untuk dapat bertahan hidup tumbuh dan berkembang diperlukan

suatu ketahanan untuk tetap eksis dan produktif.

Eksistensi dan produktifitas itulah yang menjadikan keunggulan suatu organisasi, bagi institusi kepolisian

dapat diartikan bahwa keberadaanya masih mendapatkan kepercayaan dan keberadaanya diterima dan

mendapatkan dukungan dari masyarakat yang dilayaninya. Dan diakui sebagai bagian dari masyarakat

itu sendiri.

e-Polcing membuat polisi tetap eksis dan keberadaanya diakui diterima dan dapat menjadi bagian dari

masyarakatnya dan mendapat dukungan. Yang tak kalah pentingnya, mampu membuat polisi menjadi

unggul dan mampu diunggulkan.(CDL-Jambi)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 45: Artikel e Policing

E-Policing, Berpikir Konseptual Dan Bertindak PragmatisSabtu, 30 Agustus 2014, 10:57:43 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – “Ah itu kan teori…buat apa, yang penting lapangannya. Teori itu omong doang,

tidak ada karya nyata, tidak bisa dirasakan kerjanya”.

Pandangan dan cara berpikir seperti ungkapan diatas masih banyak ditemukan, bahkan ada yang

meyakini sebagai kebenaran mutlak kalau mengerjakan tugas polisi itu cukup dengan tugas-tugas

lapangan.

Inilah sebuah fenomena ketidak berdayaan dalam olah pikir, sehingga terlalu sederhana cara berpikir

atau menganggap enteng suatu masalah yang kompleks.

Apa yang dipikirkan dan diikerjakan tentu sifatnya temporer, reaktif, bahkan tidak mmpu memperbaiki,

apalgi memprediksi.

Tugas Polisi tertulis sangat singkat, “to serve and to protect” namun maknaanya sangat dalam dan

sangat kompleks yang tidak bisa dikerjakan dengan cara-cara serampangan tanpa memikirkan apa

esensi dari melayani dan melindungi.

Page 46: Artikel e Policing

Tatkala polisi tidak mampu memahami filosofinya maka, ketika melayani dan melindungi ada sesuatu

yang diharapkan (pamrih). Inilah yang secara kritikal polisi tidak lagi menjdi co producer melainkan menjdi

kontra produktif.

Pelayanan dan perlindungan yang diberikan oleh polisi adalah, keamanan dan rasa aman. Tatkala hanya

ada aman tanpa rasa aman, ini menunjukan adanya ketimpangan dalam tata kehidupan sosial dalam

msyarakat.

Dapat dipahami bahwa aman tanpa rasa aman berarti ada tekanan, kwajiban-kewajiban yang

menunjukan bahwa keamanan yang ada adalah semu.

Tanpa pemuliaan, tugas polisi sangat mulia dan profesi, karena polisi sebagai penjaga kehidupan,

pembangun peradaban dan sekaligus pejuang kemanusiaan.

Memahami filosofi dari tugas polisi diperlukan pemikiran konseptual bahkan teoritikal yang memang

harus dijalaksanakan secara pragmatis oleh seluruh anggotanya di semua lini sesuai dengan peran dan

fungsinya masing-masing.

Tugas-tugas kepolisian memang sangat kompleks namun, secara garis besar digolongkan menjadi tiga

basis yakni, 1. Berbasis wilayah dan 2. Berbasis kepentingan dan 3. Berbasis dampak masalah.

Secara konseptual memang harus dipikirkan untuk membuat buku pedoman kerja/manual book, yang

berisi petunjuk-petunjuk melaksanakan pekerjaan polisi, mencakup kepemimpinan, administrasi,

operasional dan capacity building.

Dalam pekerjaannya, Polisi bekerja untuk:

1.Mengimplementasikan amanat undang – undang dan peraturan-peraturan yang berlaku.

2.Memenuhi Kebutuhan keamanan dan rasa aman dari warga masyarakat yang bisa bervariasi menurut

corak masyarakat dan kebudayaanya.

3.Mengatasi ancaman, tantangan, gangguan maupun hambatan baik lokal, nasional, regional bahkan

global yang merusak keteraturan sosial

4.Membangun jejaring dan kemitraan dengan para pemangku kepentingan untuk membangun harmoni

dan keteraturan sosial dengan tindakan-tindakan pencegahan, menangani gangguan kamtibmas dan

merehabilitasi dampak dari gangguan kamtibmas tersebut.

Pekerjaan-ekerjaan polisi hendaknya dituangkan dalam sebuah buku manual yang merupakan

penjabaran dari model pemolisian yang dibangun dengan prinsip-prinsip mendasar. Buku manual

Page 47: Artikel e Policing

tersebut dapat diimplementasikan melalui program-program operasional baik yang bersfat rutin, khusus

dan kontijensi.

Di era digital ini dibutuhkan pemolisian yang mampu memberikan pelayanan prima (cept, tepat, akurat,

trnspran, akuntabel, informatif dan mudah diakses).

Pedoman tugas yang saat ini ada sebagai peraturan-peraturan yang  konservatif dan tidak menarik

bahkan, terkesan menjadi pengkebirian kratifitas atau inovasi.

Polisi bekerja memang harus memiliki dasar dan payung hukum namun, tatkala pengaturanya terlalu

ketat maka akan amenyulitkan bagi polisi sendiri, karena pekerjaan polisi bukan semata-mata

menegakan aturan sbagai “law in the book”, melainkan diperlukan ” law in action” sehingga dpt ditemukan

keadilan dan terlindunginya harkat dan martabat manusia.

Kita kembali pd makna to serve (melayani) dan to protect (melindungi), dimana melayani dalam konteks

tugas kepolisian adalah pelayanan keamanan, pelayanan keselamatan yang harus dibangun dengan

pemikiran-pemikiran secara konseptual dan teoritikal untuk menemukan prinsip-prinsip yang mendasar

dan berlaku umum.

Hal hakiki dari to serve and to protect sebagai acuan dasar yang dapat dipahami maknanya dengan

menjabarkan untuk dijadikan panduan tindakan pragmatis dilapangan sesuai dengan fungsi atau bagian

masing-masing yang juga dapat disesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaanya.

Peraturan dan perundang-undangan memang harus ada dan dibuat sebagai landasan legal formal

dengan penjabaran dalam bentuk buku manual/vademikum atau buku-buku kerja/ leaflet/poster/film dan

sebagai pustaka untuk membangun birokrasi pembelajaran.

Apabila tidak dilakukan, maka pemikiran-pemikiran dalam peraturan dan  perundang-undangan akan

menjadi sebuah kitab omong kosong saja (meminjam istilah Dr Seno Gumira Adji Dharma).(CDL-Jambi)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 48: Artikel e Policing

E-Policing Berbasis Dampak Masalah Sebagai Model PolmasMinggu, 31 Agustus 2014, 12:06:41 | TRANSPOLHUKAM

Patroli Polisi Tempoe Doeloe.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – e-Policing (Pemolisian) berbasis dampak masalah sebagai model

implementasi Polisi Masyarakat (Polmas) atau community Policing adalah Pemolisian segala usaha atau

upaya mewujudkan dan memelihara keamanan, rasa aman maupun keteraturan sosial pada tingkat

manajemen maupun operasional dengan atau tanpa upaya paksa.

Secara garis besar, pemolisian dapat digolongkan sebagai pemolisan yang konvensional dan pemolisian

kontemporer (kekinian).

Dimana pemolisian yang konvensional lebih mengedepankan penegakan hukum, memerangi kejahatan,

yang bersifat reaktif. Penyelenggaraanya banyak yang manual, parsial dan temporer.

Sedangkan pemolisian yang kontemporer dilaksanakan secara proaktif, mengedepankan tindakaan

pencegahan, membangun kemitraan. Dengan pola implementasi juga menggunakan ilmu pengetahuan

dan teknologi untuk memberikan pelayanan yang prima (cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabeel,

informatf dan mudah diakses). Ini dikenal sebagai community policing (Polmas).

Model implementasi community policing (Polmas) sekarang ini ada dua yakni:

Page 49: Artikel e Policing

1. Berbasis wilayah (dengan batas-batas geografi yang jelas), ini diselenggarakan dari Mabes, Polda,

Polres, Polsek dan subsektor sampai dengan petugas Babinkamtibmas.

2. Berbasis kepentingan (tidak berbatas yang jelas disatukan oleh kepentingan-kepentingan), ini

dilaksanakan oleh fungsi-fungsi teknis kepolisian maupun oleh fungsi-fungsi pendukungnya.

Model pemolisian yang berbasis wilayah dengan yang berbasis kepentingan salling terkait dan

merupakan satu bagian sistem yang terintegrasi.

Pada implementasi, pemolisian sebenarnya masih ada model yang dapat dibangun yaitu, pemolisian

yang berbass dampak masalah. Karena kepentingan didalamnya bukan bagian dari urusan kepolisian,

namun ketika menjadi masalah dampaknya akan mengganggu, mengancam, merusak bahkan bisa

mematikan produktifitas.

Disinilah yang berbasis dampak masalah penangananya diperlukan keterpaduan atau integrasi dari

pemangku kepentingan ataupun antara satuan fungsi.

Dengan membangun model pemolisian yang berbasis dampak masalah akan dapat menjadi wadah untuk

mensinergikan, mengharmonikan dalam menangani berbagai masalah (idiologi, politik, ekonomi, sosial

budaya, keamanan bahkan pertahanan) sehingga solusi-solusi tepat yang dapat diterima semua pihak

dan dapat digunakan untuk pra, saat maupun pasca.

Keterpaduan inilah yang menjadi kecepatan, ketepatan bahkan kekuatan sosial dan akan juga menjadi

ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai dampak masalah bahkan dampak globalisasi.(CDl-

JktAgst)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 50: Artikel e Policing

International PolicingSENIN, 01 SEPTEMBER 2014 18:40 REDAKSI

51 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) pada Selasa siang (19/8/2014) diresmikan Presiden SBY di Sentul,

Kab Bogor. Menunjukan bahwa tugas-tugas  pada misi internasional merupakan bagian yang signifikan bagian

penyelenggaraan tugas TNI maupun Polri. 

Bagi Polri tugas-tugas pemolisian internasional (International  policing/ Pemolisian antar bangsa) yang dapat

dipahami sebagai model pemolisian yang berkaitan dengan tugas-tugas internasional (lintasbangsa), yang berkaitan 

dengan tugas sebagai:

1.Liaison Officer,  merupakan tugas sebagai sebagai penghubung/duta kepolisian yang berkaitan dengan tugas yang

berkaitan dengan penegakkan hukum, kerja sama antar kepolisian negara, melakukan pengamatan +bench mark

atas sistem-sistem hukum, peradilan + kepolisian negara sahabat.

2. Misi perdamaian PBB, merupakan tugas-tugas kemanusiaan pada negara-negara yang sedang teribat konflik,

atau bertugas di kantor pusat PBB. Penugasan ini dapat dikategorikan penugasan perorangan (sebagai police

adviser), kelompok (ikatan pasukan: FPU (form police unit)

3. Hubungan kerja sama (ekstradisi).

4. Penegakkan hukum terhada tindak pidana lintas negara (transnational crime).

5. Kerja sama bidang pendidikan+pelatihan.

6. Kemitraan +pembangunan pilot project pengembangan berbagai model pemolisian dengan negara-negara donor.

7. Pertukaran persahabatan /studi banding antar negara.

8. Seminar/workshop/ symphosium,

Page 51: Artikel e Policing

9. Membangun jejaring internasional.

International Policing bukan hal baru bagi Polri, namun untuk penyelenggaraanya perlu adanya optmalisasi/perlu

spesifikasi terutama peenyiapan SDM yang akan mengawakinya dan dibuat model serta modulnya.

Para petugas polisi yang mengawaki international policing dibutuhkan kompetensi : ilmu kepolisian,  bahasa 

internasional (setidaknya bahasa Inggris), diplomasi, penyidikan/penegakkan hukum,

pengmatan/penelitian+komunikasi sertanet working. 

Para petugas yang mengawaki international policing membawa misi sebagai duta bangsa +duta kepolisian yg juga

menjadi marketer untuk : mengenalkan, mempromosikan, meyakinkan, menginsprasi, bekerja sama bahkan

membantu atau sharing pengtahuan dan berbagai kegiatan kemtiraan. 

Oleh sebab itu dalam implementasi policing tidak bisa berdiri sendiri melainkan terintegrasi dengan fungsi-fungsi  lain

yang menunjukan program-program unggulanya. Karena unggulan-unggulan iniilah yang akan menjadikan bangsa

Indonesia (pada umumnya) + Polri (khususnya) menjadi terhormat dan bermartabat. (Pamen Polri Pangkat

Komisaris Besar  Polisi  *)

Page 52: Artikel e Policing

Urun Angan + Turun Tangan dalam e-PolicingSELASA, 02 SEPTEMBER 2014 08:01 REDAKSI

51 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Meminjam istilah Anies Baswedan, "Urun Angan + Turun Tangan " untuk mengimplementasikan e-policing dapat

dipahami sebagai berpikir konseptual dan bertindak pragmatis.  Ini menunjukan bahwa e-policing merupakan hal

yang dinamis dan membutuhkan inovasi +kreatifitas dalam implementasinya. 

Dalam konteks ini seni, teknologi dan ilmu-ilmu sosial digabungkan sehingga e- policing, selain efektif, efisien juga

indah dan variatif yang disesuakan dengan corak masyarakat dan kebudayaanya. E-policing merupakan sistem yang

berfungsi untuk mendukung, penyelenggaraan tugas-tugas polisi di era digital baik pada tingkat manajemen maupun

oprasional.

Pada tingkat manajemen disini diperlukan adanya pemikiran-pemikiran secara konseptual yang berkaitan dengan

model-model pemolisian yang bisa dikembangkan dalam menuju masyarakatat Indonesia yang multikultural. 

Adapun pemolisian pada tingkat operasional merupakan tindakan-tindakan yang pragmatis sebagai  pelaksanaan

pemolisian pada tingkat manajemen yang berupa tindakan-tindakan teknis di lapangan. Model pemolisian yang

sudah dikonsepkan dan dirancang  model-model implementasinya yang awalnya manual dapat dijadikan model

elektronik.

Pada pemolisian tingkat managemen yang mencakup bidang: 1. Pembinaan SDM, 2. Menjalankan prinsip -prinsip

managerial (perencanaan, pengorganisian,  pelakanaan dan oprasional) yang dapat dijabarkan dalam program-

program unggulan, 3. Sarana dan prasarana dan 4. Anggaran. 

Timbul pertanyaan bagamai menghubungkan tugastugas tersebut agar ada sinergitas dan keterkaitan satu dengan

lainya? Langkah yang harus dilakukan adalah :

1. Membangun pola-pola HTCK (hubungan tata cara kerja antar fungsi) yang saling berkaitan dan saling mendukung

baik secara vertikal, horisontal maupun diagonal.

Page 53: Artikel e Policing

2. Membangun back office sebagai pusat data, informasi, komunikasi, koordinasi, produk-poduk, analisa, laporan,

dan pengawasan serta pengendalian.

3. Membuat program SMK (standar manajemen kinerja) yang mengacu dari SOP (standard oprational procedure).

Untuk menilai yang berkata dengan tugas-tugas pemimpin, bidang administrasi, operational + capacity building.

4. Membangun jejaring secara elektronik sebagai linking pin baik yang berbasis wilayah, berbasis kepentingan

maupun dampak masalah. Jejaring elektronik ini adalah untuk informasi, komunikasi, komando dan pengendalian.

Sehingga bisa mendapatkan data secara real time, yang cepat, tepat dan akurasinya bisa  dipertangungjawabakan. 

Dapat memontior  situasi selama 1x24 jm dan 7 hari seminggu. Dan ditemenerim laporan/ engaduanscrcpt dan

direspon dengan cepat juga.

5. Membuat model-model jabaran e-policing sesuai fungsi+ bagianya atau yang berbasis wilayah maupun. Untuk

menangani dampak masalah sebagai pendukung+penguatan sistem e-policing.

6. Edukasi+sosialisasi karena menerapkan e-policing  merupakan perubahan mind set+culture set. Yang perlu

penyiapan SDM yang berkrakter dan mengkader para agen-agen perubahan untuk mampu menjadi master trainer

maupun trainer-traniner pada kewilayahan.

7. Agar e-policing tidak menjadi proyek yang dapat. Diselewengkan / gagal dalam mengiplementasnya dan tidak

kehilangan spirit humanioranya maka perlu tim transformasi sebagai tim pengendali kualitas kerja+ sabagai tim

pendukungnya.

8.E-policing dijadikan model untuk sebuah modernisasi polri yang membangun kepolisian menjadi birokrasi yang

modern, profesional, dan mampu menunjukan sebagai penjaga kehidupan, membangun peradaban, pejuang

kemanusiaan yang mamu memberikan pelayanan prima untuk terwujud+terpeliharanya keamanan+rasa aman warga

masyarakat. Dan meningkatnya kualitas keselamatan dan menurunya fatalitas korban kecelakaan lalu lintas.

Urun angan merupakan pemikran-pemikiran yang terus ada dan dinamis yang mampu memperbaiki, memprediksi

dan menyiapkan untuk mampu turun tangan  menghadapi/menangani berbagai masalah dengan cepat, tepat akurat,

akuntabeL dan mudah diakses. (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 54: Artikel e Policing

“Asta Siap” Implementasi E-Policing Berbasis Dampak MasalahSelasa, 2 September 2014, 11:03:57 | TRANSPOLHUKAM

TRANSINDONESIA.CO – Langkah-langkah kesiapan untuk mengimplementasikan e-Policing

(Pemolisian) berbasis dampak masalah, dengan model implementasi community policing atau Polisi

Masyarakat (Polmas) sekarang ini dapat dikategorikan dalam tiga basis, yakni:

1. Berbasis wilayah (batas-batas geografi yang jelas), diselenggarakan dari mulai Mabes, Polda,  Polres,

Polsek, subsektor sampai dengan petugas Babinkamtibmas.

2. Berbasis kepentingan (tidak berbatas wilayah dan disatukan oleh kepentingan-kepentingan)

dilaksanakan oleh fungsi-fungsi teknis kepolisian maupun oleh fungsi-fungsi pendukungnya.

3. Berbasis dampak masalah merupakan, pemolisian untuk mnangani berbagai dampak yang

sebenarnya, bukan bagian dari urusan kepolisian (dikarenakan ketika menjadi masalah dampaknya akan

mengganggu, mengancam, merusak bahkan bisa mematikan produktifitas).

Disinilah core dari model Pemolisian berbasis dampak masalah yang penangananya diperlukan secara

terpadu (terintegrasi) dari pemangku kepentingan ataupun antara satuan fungsi.

Dengan membangun model Pemolisian berbasis dampak masalah, akan dapat menjadi wadah untuk

mesinergikan, mengharmonikan dalam menangani berbagai persoalan/masalah (idiologi,  politik,

ekonomi, sosial budaya, keamanan bahkan pertahanan).

Page 55: Artikel e Policing

Sehingga, solusi-solusi tepat yang dapat diterima semua pihak bisa digunakan untuk pra, saat maupun

pasca masalah.

Keterpaduan inilah yang menjadi kecepatan, ketepatan bahkan kekuatan sosial dan akan juga menjadi

ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai dampak masalah serta dampak globalisasi.

Langkah-langkah dalam mengimpementasikan pemolisian berbasis wilayah sekarang ini dikenal dengan

“Asta Siap”.

Asta Siap merupakan, Delapan (8) kesiapan yang dapat dijadikan acuan Pemolisian berbasis dampak

masalah melalui satuan-satuan tugas yang saling terpadu.

Pemolisian berbasis dampak masalah ini dapat dikategorikan sebagai pemolisian yang bersifat khusus

atau kontijensi:

A. Siap Piranti lunak :

Piranti-piranti lunak sebagai payung hukum dan pedoman-pedoman untuk  mengimplementasikan tugas

pada satuan-satuan tugas antara lain, rencana operasi, rencana kontjensi (Aman Nusa 1 (nencana),

Nusa 2 (konflik sosial),  Nusa 3 (teror bom, direktif latpraops – pedoman latihan pra-operasi, kegiatan

asistensi dan supervisi).

Perintah pelaksanaan operasi yang berisikan: (1). Perencanaan, (2).Pelaksanaan operasi, (3).Surat

perintah pelaksanaan tugas  kepada para petugas-petugas kepolisian yang akan mengwakili

danmelaksanakan tugas-tugas operasi, (4). Penjabaran tugas bagi pejabat-pejabat dalam operasi,

(5).Penjabaran tugas untuk satuan-satuan tugas operasi, (6).Rencana pengamanan pada setiap tahapan

oprasi yang disesuaikan dengan karakteristik kerawanan daerah (dari setiap kegiatan-kegatan),

(7).Lampiran rencana pengamanan meliputi, denah /lokasi yang akan diamankan dari peta wilayah

ssampai dengan denah lokasi didalam gedung.

B. Siap Posko

Siap Posko dapat menjadi pusat K3i (Komunikasi, Koordinasi, Komando/pengendalian, Informasi), yang

berisikan peta propinsi, kota/kabupaten, jejaring, panel situpak (situasi, tugas pokok, administrasi,

komando/pengendalian). Panel cara-cara bertindak dalam mengatasi kontijensi, panel rengiat

(pelaksanaan kegiatan dan hasil kegiatan masing-masing satgas) serta tabulasi kegiatan dan kejadian

seama operasi

C. Siap latihan pra-operasi

Page 56: Artikel e Policing

Latihan sebelm pelaksanaan operasi mencakup latihan untuk petugas posko dan satuan tugas (satgas):

Satgas 1 (yang dilaksanakan fungsi intel dan binmas), Satgas 2 (fungsi Sabhara dan lalulintas), Satgas 3

(brimob), Satgas 4 (penegakkan hukum: fungsi reskrim), Satgas 5 (pengamanan dan pengawalan

VIP/VVIP), Satgas 6 (satgas bantuan: kompi kerangka), admnistrasi (inspektorat, rorena, rosarpras,

bidang keuangan), operasional (dokes, bidang kumum, bidang humas, bidang TI, bidang propam)

Untuk ini, diperlukan latihan menghadapi masalah-masalah kontijensi yang dikonstruksi atau dibuat

model bervariasi secara pertahapan operasi.

D. Siap kondisi keamanan ketertiban dalam masyarakat (Kamtibmas)

Kesiapan kondisi Kamtibmas yang dapat dikatakan kondusif dan terkontrol, dibangun dengan sistem-

sistem networking sebagai soft power sampai tingkat komuniti.

E. Siap masyarakat

Kesiapan masyarakat sebagai mitra dalam menjaga dan memelihara yang memiliki komitmen dan

gerakan moral dari para pemangku kepentingan untuk peka dan peduli dalam mencari akar masalah

serta menemukan solusi yang tepat dan dapat diterima semua pihak.

F. Siap Personel

Kesiapan personel (SDM) untuk petugas pada satgas, posko dan petugas untuk mengatasi situasi

kontjensi.

G. Siap Sarana dan prasarana (sarpras)

Kesiapan Sarpras yang digunakan untuk perorangan, kelompok maupun kesatuan yang dapat berbasis

pada ilmu pengetahuan dan teknologi.

H. Siap anggaran

Kesiapan anggaran baik untuk komando dan pengendalian, satgas, tugas-tugas kontijensi (sesuai

perencanaan), penggunaan sesuai rencana kegiatan baik pra, saat maupun pasca kejadian. Hasil

kegiatan, pertanggungjawaban keuangan yang didukung dengan dokumen-dokumen.

Pemolisian berbasis dampak masalah ini diimplementasikan pra kejadian sebagai bentuk antisipasi, saat

kejadian untuk meredam dan menyelesaikan permasalahan agar tidak meluas.

Pada pasca kejadian, merehabitasi atau memperbaiki kondisi sosial yang rusak akibat dari berbagai

dampak masalah.(CDL-Jkt310814)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 57: Artikel e Policing

Polisi Juga GuruRABU, 03 SEPTEMBER 2014 05:02 REDAKSI

55 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Tatkala mengatakan polisi sebagai: pengak hukum, pembimbing, pengayom, pelindung  yang terlintas dibenak kita

ada spiritualitas guru. Guru ikudigugu lan ditiru bahkan rela nunggu wong turu tatkala murid-muridnya tertidur di

kelas. Kaisar Jepang Hirohito pasca peledakan Bom Atom, yang pertama kali ditanyakan adalah :"masih ada berap

jumlah guru yang masih hidup".

Apa maknanya semua itu? Itu menunjukan kesadaran, dan pemahaman bahwa ktika akan membangun/bangkit

kembali dari keterpurukan diprlukan SDM yang hebat, SDM yang hebat diperoleh dari proses belajar, yang diajarkan

oleh guru-guru yang dapat dijadikan role model (digugu lan ditru) yang juga dengan ketulusan hatinya terus

beerjuang walau murid-muridnya pada turu (tidur) di kelas.

Bagamai dengan polisi yang juga guru ?polisi hendaknya juga sadar/menyadari bahwa pendidikan adalah pilar

bangsa. Menegakkan hukum itu merupakan bagian dari membangun peradaban. Yang berarti polisi mampu

mengajak dan menjadikan masyarakatnya beradab. 

Polisi diharapkan dapat menjadi ikon/setidaknya role model baik secara personal maupun secara insttusional.

Dengan demikian pemolisiianya adalah sentuhan-sentuhan hati untuk mengangkat harkat + martabat manusia. Polisi

dianggap berhasil tatkala mampu memanusiakan manusia yang dilayaninya.

Makna memanusiakan manusia yang dilayaninya adalah manusia-manusia (masyarakat) yang dilayani polisi

merasakan adanya keamanan+rasa aman, bekerja, hidup dalam kesehariannya dalam suasana yang harmoni tanpa

ada ketakutan atau kekhawatiran akan ancaman,gangguan yang bisa merusak/mematikan produktifitasnya.

Kalaupun ada konflik bisa diselesaikan secara beradab, tidak main hakim sendiri. Selain itu juga ditandai adanya

kepatuhan hukum warga masyarakatnya. Kata kunci bagi polisi+ pemolisianya adalah: keamanan, rasa aman +

patuh hukum. Disitulah sentuhan-sentuhan hati polisi mlalui pemolisianya sebagai sang guru sehingga mampu

Page 58: Artikel e Policing

menyadarkan, memberdayakan, membangkitkan bahkan bekerja sama satusama lanya, karena polisinya mampu

dan layak untuk digugu lan ditiru. (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Transportasi (Urat Nadi Yang Hampir Mati)Rabu, 3 September 2014, 10:31:20 | TRANSPOLHUKAM

Patroli Polisi Tempoe Doeloe.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – Judul tulisan ini seakan-akan terkesan “lebay”, atau hiperbola dengan komuditi

media agar nampak sebagai “sesuatu banget”.

Sebenarnya, judul ini dimaksudkan penulis untuk mengingatkan, kalau transportasi (lalulintas) di Jakarta

(Ibukota Negara RI) ini sudah pada kondisi “sekarat dan darurat”.

Mari kita lihat kembali, konsep transportasi atau lalulintas sebagai urat nadi kehidupan, apa makna urat

nadi kehidupan?

Urat nadi kehidupan dimaknai sebagai jaringan penghubung utama sistem produktifitas dan aktifitas

masyarakat.

Karena masyarakat bisa hidup, tumbuh dan berkembang bila ada roduktifitas, dan produktifitas dihasilkan

dari dan melalui aktifitas-aktifitas.

Page 59: Artikel e Policing

Kita bertanya lagi: “Aktifitas-aktifitas masyarakat yang menghasilkan produk-produk untuk

mempertahankan dan menumbuh kembangkan diri melalui apa?

Jawabanya adalah, lalulintas dan dengan sistem-sistem transportasinya.

Dengan demikian, lalulintas dapat mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat. Lalulintas

(transportasi) yang bagaimana?: (1). Aman, (2). Selamat, (3). Tertib dan (4). Lancar.

Mari kita lihat kembali transportasi atau lalulintas di Jakarta.

Apakah aman? dalam hal ini bukan semata-mata hanya aman tetapi juga harus ada rasa aman dan

nayaman kapan dan (diwilayah) mana saja, dengan kendaraan apa saja. Bahkan bagi mereka para

pejalan kaki harus tercipta rasa aman dan nayaman dari kenderaan (tarnsportasi).

Selanjutnya, apakah keselamatan sudah menjadi prioritas yang pertama dan utama?

Dalam konteks ini dapat dilihat dari, political will, pembangunan infrastruktur, edukasi, sistem uji sim

sampai dengan penegakkan hukum.

Apakah tertib? Dapat dilihat dari keteraturan sosial dalam berlalulintas atau sistem-sistem transportasi

yang dilakukan dengan kesadaran, tanggungjawab dan disiplin.

Apakah lancar? Lancar berkaitan dengan ketepatan waktu yang bisa diprediksi, karena waktu merupakan

salahsatu dari standar utama bagi kelancaran.

Tatkala kita masukan konsep-konsep tadi pada kondisi transportasi atau lalulintas di Jakarta apakah judul

tulisan ini lebay?

Setujukah kalau kita untuk melakukan berbagai upaya darurat dengan usaha-usaha yang ekstra

ordinary? Makna ekstra ordinary di sini adalah, tidak lagi hanya mengandalkan dengkul atau dengan

cara-cara konvensional dan parsial.

Tentu saja tidak menjadikan lahan basah dengan mendudukan bagi orang-orang yang justru

memperparah dan semakin sekaratnya transportasi (lalulntas).

Saatnya bertindak untuk mengatasi darurat transportasi (lalulintas) di Jakarta secara komprehensif,

terpadu, profesional, dan modern, aman serta nyaman.

Kalau tidak sekarang kapan lagi?. Kalau bukan kita siapa lagi?.(CDL-092014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksan

Page 60: Artikel e Policing

Teknologi Kepolisian Membangun Harapan Menjadi KenyataanKAMIS, 04 SEPTEMBER 2014 17:49 REDAKSI

64 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Harapan boeh ditaruh setinggi langit, tatkala kenyataan berbading terbalik+tidak dijumpai /dirasakan seperti yang

diharapkan maka akanterjadilah hujat menghujat, saling menyerang+menyalahkan dan bisa menjadi kebencian yang

ujung-ujungnya adalah terjadinya konflik. 

Tatkala membahas polisi di era digital, banyak perubahaan yang begitu cepat sehingga dibutuhkan adanya pmolisian

yang profesional, cerdas,bermoral dan modern. Idealnya Polisi mampu memberikan pelayanan prima dan sebagai

agen perubahan dengan segala inovatif+ kreatfitasnya. 

Namun pada kenyataanya justru polisi sering bermasalah dengan sistem pelayananya. Yang boleh dkatakan

konvensional, manual, parsial yang tertinggal dari perubahan itu. Parahnya lagi ada yang menjadi bulan-bulanan dari

perubahan. 

Apa yang menjadi penyebab+ apa dampaknya? Penyebabnya sangat kompleks namun yang krtikal dapat dilihat

antara lain dari: 1. Birokrasi yang patrimonial, 2. Sistem pendekatan personal dalam pembinaan SDM, 3. Model

pemolisan yang konvensional, manual, parsial +temporary sifatnya, 4. Tingkat profesionalismenya yang rendah, 5.

Kelompok-kelompok status quo/comfort zone anti perubahan , takut kehilangan previlagenya, model pemolisian yang

kontemporer (kekinian) polisi semestinya sebagai problem solver tetapi apa nyatanya justru tak jarang malahan

menjadi the part of the problem, bahkan bisa menjadi problem maker. 

Manakala harapan itu tidak sesuai dengan kenyataanya apa yang terjadi? Pasti kekecewaan, atau setidaknya ada

rasa yang kurang pas dihati walau tidak diungkapkanya. Kekecewaan kekecewaan ini ketika tidak terobati tetapi

semakin ditumpuk dengan kekecewaan-kekecewaan lain maka akan menjad luka batin. 

Dalam batin yang terluka maka pupuslah harapan, tanpa harapan berarti hilang kepercayaan. Mengembalkan

Page 61: Artikel e Policing

kepercayaan masayarakat kepada polisi bukan perkara mudah, melainkanperlu daya upaya + membangun sistem. 

Teknologi kepolisian salah satu solusinya untuk mendukung profesionalisme kepolisian. Teknologi kepolisian dapat

digunakan untuk program anti KKN, reformasi birokrasi dan terobosan-terobosan kreatif.  Teknologi kepolisian juga

menjadi pilar untuk mewujudkan harapan menjadi kenyataan. Cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif

dan mudah diakses.(Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi  *)

Page 62: Artikel e Policing

SIAK Model Implementasi E-Policing Di LemdikKamis, 4 September 2014, 10:11:13 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA – Lembaga Pendidikan (Lemdik) merupakan wadah untuk menyiapkan sumber daya

manusia (SDM) yang berkarakter sebagai petugas-petugas kepolisian yang profesional, cerdas bermoral

dan modern.

Lemdik mendidik dan menanamkan nilai-nilai luhur sebagai petugas kepolisian untuk penjaga kehidupan,

pembangun peradaban sekaligus pejuang kemanusiaan.

Dalam model e-Policing pada Lemdik dapat dimulai dari Akademi Kepolisian (Akpol) sebagai centre of

excellent menuju world class police academy, dikembangkan berbasis pada ilmu kepolisian.

Ada Sembilan (9) hal-hal mendasar yang menjadi critical point untuk diperbaiki dan dipersiapkan, yakni:

1. Taruna/Taruni (sebutan siswa-siswi Akpol) bukan  calon jenderal tetapi calon polisi yang baik dan

bekerja dengan profesional, cerdas, bermoral juga modern. Sebagai calon-calon pemimpin Polri yang

Page 63: Artikel e Policing

baik (semua lini), pemimpin yang transformatif, yaitu sadar dan bertanggungjawab untuk: (a). Belajar dan

memperbaiki kesalahan masa lalu, (b). Siap dimasa kini, (c). Mampu menyiapkan masa depan yang lebih

baik bagi institusi.

2. Sistem pendidikan yang  membangun karakter polisi dilandasi dengan ilmu kepolisian dengan spirit

kesadaran dan tanggung jawab maupun disiplin.

3. Pola pendidikan yang mengajarkan taruna/taruni menjadi kritis, cerdas, kreatiif dan mampu /layak

diunggulkan, serta tahan uji (sebagai patriot bangsa, agen-agen perubhan diera digial)

4. Program-program yang dibangun/diterapkan adalah unggulan yang mencerminkan semangat tindakan

anti korupsi, reformasi birokrasi dan mampu melakukan terobosan-terobosan kreatif serta inovatif.

5. Para pengasuh, pembina maupun dosen (pengajar) harus mampu menjadi role model atau ikon

perubahan dan kemajuan bagi para taruna/taruni.

6. Standar pendidikan haruslah menuju world class police academy yang mampu menjadi centre of

excellent, berbasis pada kompetensi, teknologi, moralitas sebagai polisi yang mampu menjadi penjaga

kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemmanusiaan.

7. Pola pembelajaran dibuat dengan  model:  (a). Pemahaman, pengembangan teori dan konsep-konsep

me4nujang pembelajaran. (b). Pemecahan masalah dalam model implementasi tugas-tugas administrasi

maupun operasionalnya. (c). Pengkajian atau studi kasus atas keberhasilan, kegagalan polisi dalam

bertugas yang didukung dengan dan melalui labortorium sosial.

8. Pola-pola pengasuhan/pendidikan non-akademik yang mencakup: keeagamaan, spritualitas,

fisik/olahraga, seni, budaya adalah untuk membagun karkter  dan menanamkan budaya kepolisian.

9. Gaya hidup seorang polisi (life style) mencakup: spiritual dan keagamaan, kesehatan, keselamatan

jasmani serta pola hidup lainnya.

Hal-hal tersebut, hasil didiknya diharapkan mampu menjadi pemimpin yang:

(1). Memiliki komitmen dan integritas, (2). Visioner, (3). Mampu berpikir secara holistik dan sistemik, (4).

Mampu melakukan perubahan yang signifikan dan membawa kemajuan, (5). Berani mngambil keputusan

dan resiko, (6). Mampu menginspirasi (tidak membuat anak buah/bawahan sulit), (7). Mampu

memberdayakan, (8). Mampu memotivasi dan menjadi konsultan, (9). Patut dibanggakan dan

diunggulkan (otak, otot dan hati nurani).

Sipirit pendidikan bagi Taruna Akpol adalah dengan membangun karakter berkeunggulan: “Bhayangkara

Brata Dedikasi Sejati” yang djabarkan sebagai berikut:

Page 64: Artikel e Policing

1. Bra: beriman, bertaqwa terhadap TuhanYME

2. Ta : cinta tanah air

3. De: demokrasi

4. Di : disiplin

5. Ka: kerja keras

6. Si : profesional

7. S: sederhana

8. E : empati

9. J : jujur

10. A: adil

11. T: teladan

12. I : integritas

Pendidikan, merupakan proses yang tidak boleh dilakukan dengan cara-cara: instan, penuh kepura-

puraan, kecurangan apalagi sampai mengabaikan nilai-nilai moral.

Sejalan dengan pemkiran diatas, untuk mendukung tercapainya tujuan pendidikan Akpol, dengan

mengembangkan Sistem Informasi Akademi Kepolisian (SIAK) yang dibangun berbasis ilmu dan

teknologi (IT) secara online.

SIAK adalah wadah dan sistem yang merupakan back office pendukung dari penyelenggaraan pendikan

yang merupakan sisem-sistem terpadu untuk:

1. Menjembatani, mengharmonisasi berbagai bagian dan bidang pengajaran

2. Sebagai data base yang komprehensif, berkaitan dengan pendidikan dan ilmu kepolisian

3. Tempat menganalisa penyelenggaraan pendidikan, keberhasilan dan kegagalan polisi dalam

melaksanakan tugas.

4. Menghasilkan produk-produk yang dapat digunakan untuk :memperbaiki, meningkatkan, bahkan

membangun.

Page 65: Artikel e Policing

Sehingga lembaga pendidikan  Polri menjadi lembaga untuk menghasilkana produk-produk unggulan

yang memiliki kekuatan karakter.

Lemdik dibangun dengan filosofi untuk membangun dan menanamkan kesadaran, tanggungjawab dan

disiplin.

Tekanan atau pemaksaan yang sifatnya kontra produktif  bahkan pengkebirian pemikiran pantang untuk

dilakukan apalagi sampai diterapkan.

Dengan dukungan SIAK ,diharapkan mampu menghasilkan orang-orang yang mampu  menuangkan ide-

ide dan pemikiranya dalam bentuk tulisan maupun dalam perilaku dan tindakan serta kebijaksanaan.

Mampu menjadi penjaga kehidupan, pembangun peradaban dan pejuang kemanusiaan.

Ini sebenarnya, membuat suatu keabadian membangun peradaban.

Profesor Satjipto Rahardjo (almarhum) mengingatkan, bahwa polisi adalah ahli-ahli sosiologi dan

kriminologi (karena setiap hari dalam pekerjaanya mengeluti bidang tersebut). Mampu berintraksi dan

menyelesaikan berbagai masalah sosial (kalau pengalaman-pengalaman itu ditulis).

Dengan demikian, hasil didik dan produk-produk dari lembaga pendidikan menghasilkan produk unggulan

yang mencerminkan pemikiran dan budinya, bahkan kebesaran jiwa,  yang menyentuh hati dan penguat

jiwa bagi masyarakat yang dilayani.(CDL-Lembang02092014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 66: Artikel e Policing

Kemitraan PolisiMINGGU, 07 SEPTEMBER 2014 22:34 REDAKSI

58 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)Kemitraan dalam penyelenggaraan tugas polisi adalah suatu kerja sama/polisi bersama sama dengan para pemangku kepentingan untuk mencari akar masalah dan  menemukan solusi-solusi yang tepat untuk: mencegah, mengatasi/menyelesaikan bahkan merehabilitasi masalah sosial yang mengganggu, menghambat,  merusak bahkan mematikan produktifitas masyarakat. 

Sering kita dapatkan yang dianggap/ dinyatakan kemitraan masih sebatas MoU (memory of understanding) atau kegiataan-kegiatan seremonial saja bahkan ada  yang hanya komunikasi , koordinasi secara personal saja. Kemitraan bagi polisi adalah adanya karya nyata, ada wadahnya ada program-programnya ada  tahapan-tahapannya. 

Semua tadi dikerjakan secara profesional, proporsional dan terukur. Pada kemitraan ada bagian yang saling tumpang tindih sebagai ikatan kesatuan antara polisi  dengan pemangku kepentingan lainya sebagai pengikat/perekatnya. Inti dari kemitraan adalah adanya : 1) kesamaan visi+ misi untuk meningkatkan kualitas hidup  masyarakat, 2) kepercayaan satu sama lainya, 3) program yang dijalankan bersama secara sinergi dan berkesinambungan, 4) wadah yang berupa  board  (asosiasi/forum/dewan), 5) produk-produk yang dapat digunakan untuk pencegahan, penanganan saat ada masalah dan merehabilitasi pasca terjadinya masalah.

1. Kesamaan visi+ misi untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dalam konteks kemitraan dimaknai sebagai upaya-upaya memberikan  penerangan/edukasi, perindungan, saluran-aluran komunikasi, koordinasi maupun tindakan-tindakan untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial yang kontra produktif dalam masyarakat.

2. Kepercayaan satu sama lainya, kepercayaan sebagai kunci kemitraan yang berarti ada hubungan saling menguatkan, saling mengisi dan saling  menguntungkan/membawa manfaat bagi masing-masing pihak. Adanya kejujuran, ketulusan, transparansi, dan akuntabiitas.

3. Program yang dijalankan bersama secara sinergi dan berkesinambungan. Program-program kemitraan memang bukan program seremonial/progrram-program  untuk pencitraan, melainkan suatu karya nyata untuk diimplementasikan sesui dengan tahap-tahap yang sudah dirancang: (sesuai dengan konteks+permasalahanya)

4. Wadah yang berupa  board (asosiasi/forum/dewan). Wadah merupakan bagian penting untuk menjalankan kemitraan. Melalui

Page 67: Artikel e Policing

wadah akan  memudahkan, memperkuat, mengevaluasi bahkan mengembangkan kemitraan.

5. Produk-poduk yang dapat digunakan untuk pencegahan, penanganan saat ada masalah dan merehabilitasi pasca terjadinya masalah. Produk-prosuk kemitraan  dapat berupa cetakan maupun elektronik yang berisi : a. Gambaran-gambaran tentang situasi, masalah yang telah sedang dan akan terjadi potensi-potensi.b. Petunjuk-petunjuk untuk bertindak baik pencegahan, penanganan saat kejadian maupun pasca kejadian.c. Bahan-bahan edukasi di semua lini yang bervariasi.d. Payung hukume. Referensi-referensi/dokumen-dokumen pendukung

Kemitraan adalah baagian empowering dan sebagai bentuk ketahanan masyarakata yang memiki daya tangkal, daya pemecahan masalahdan daya untuk memperbaiki, meningkatkan dan membangun.  (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 68: Artikel e Policing

E-Policing Spirit Bagi Petugas KepolisianSenin, 8 September 2014, 11:05:23 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Kepolisian Negara RI (Polri) sebagai pelindung, pengayom, pelayan dan

penegak hukum dalam penyelenggaraan tugasnya diimplementasikan sebagai petugas Polisi yang

profesional (ahli, dengan mngembangkan ilmu kepolisian), cerdas (kreatif dan inovatif: pilih orang-orang

yang berkarakter), bermoral (dibangun dengan kesadaran,  dedikasi, tanggng jawab dan disiplin) dan

modern (berbasis IT).

Semua itu dijabarkan pada Pemolisian) baik pada tingkat Mabes, Polda , Polres, Polsek dan sub sektor,

bahkan sampai dengan Babinkamtibmas.

Model pemolisian  yang berbasis communty policing atau dkenal dengan Polmas (Polisi Masyarakat)

dalam penyelenggaraan tugas Pollri.

Page 69: Artikel e Policing

Di era digital, dibangun pemolisian secara on line (e-Policiing). e-Policing dapat dikatakan sebagai upaya

membawa community policing pada sistem-sistem online yang sekarang ini ketika sistem-sistem manual,

konvensional dan parsial, maka akan ditinggalkan atau tidak dianggap ada karena pelayananya akan

lambat.

Potensi-potensi penyimpanganya juga menjadi lebh besar dan tentu saja untuk menghadapi tantangan,

harapan, dan ancaman dimasa kini akan banyak yang tercecer dan jauh dari kata profesional.

On line, sistem yang berarti mengelektronikan program-program menjadi satu sstem yang terpadu dan

berkesinambungan sebagai satu rangkaian sistem dalam biroktasi yang mencakup pada bidang: 1.

kepemimpinan, 2. Admnstrasi, 3. Operasional, 4, Capacity buildng.

Sistem-sitem penghubung ada dibangun dengan sistem data base dan jejaring pada semua lini yang

dapat digunakan untk memprediksi, mencegah, menangani, memperbaiki, meningkatkan bahkan

membangun.

Dari kesemua itu itu dibuatkan modelnya sebagai berikut:

1. Model kepemiminan dilini-lini

2. Model administrasi dilini-lini

3. Model operasional dilini-lini

4. Model capacity buildingnya.

Sejalan dengan pemikiran diatas, para petugasnya dapat menjadi ikon dan simbol sebagai petugas yang

berkarakter/meliliki keahlian dibidang apa saja (secara spesifik).

Tatkala tidak memiliki keahian, maka ia akan mrnjadi beban bagi institusi, bahkan bisa menjadi god

father/patron bagi tumbuh dan berkembangnya premanisme birokrasi.

Spririt/passion yang diamanatkan dan diamalkan serta diimplementasikan oleh setiap petugas polisi

adalah sbb:

1. Berani

Berani dalam konteks ini adalah, berani untuk  melakukan perubahan menuju kearah yang lebih baik dan

selalu meningkatkan kualitas (pembelajaran). Berani untuk mengambil keputusan, dan bertanggung

jawab, bahkan berkorban dalam memajukan dan membawa kepada Polri yang lebih baik.

2. Bersih

Page 70: Artikel e Policing

Bersih adalah tulus ikhlas dalam melaksanakan tugas tanpa pamrih dan kepentingan pribadi maupun

kelompok (tidak melakukan KKN dan gratifikasi) yang dapat menyimpang dari tugas yang sebagaimana

semestinya.

3. Jujur

Jujur dalam menyeenggarakan tugas berbasis pada fakta, kebenaran dan hukum sebaga panglima.

4. Adil

Adil adalah, keadian sosial yaitu mendudukan/menerapkan setiap warga masyarakat sama dimuka

hukum yang mempunyai hak dan peluang yang sama.  Dalalm menyelenggarakan tugas kepolisian wajib

menghormati, memberikan jaminan  dan perlindungan HAM.

5. Profesional

Dalam konteks penyelenggaraan Polri profesional adalah, ahli berbasis kompetensi yang visioner,

unggul, kreatif dan inovatif.

Berani, bersih, jujur, adil dan profesional adalah core value dari Polri yang merupakan inti dari nilai-nilai

budaya institusi Polri yang dapat dijabarkan dalam berbagai pendekatan/sudut pandang (kepemimpinan,

administrasi, operasional maupun capacity building) dalam memperbaiki image atau citra Polri, reformasi

brokrasi, trust building, dan mencapai strive forexcelent.(CDL)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 71: Artikel e Policing

E-Policing Bidang SDMSenin, 25 Agustus 2014, 11:11:53 | TRANSPOLHUKAM

TRANSINDONESIA.CO – Pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan bagian penting dalam

institusi, karena SDM aset utama dari suatau institusi tersebut. Dimana pembinaan SDM yang baik,

menghasilkan atau menumbuh kembangkan SDM yang berkarkter.

SDM berkarakter dalam konteks ini adalah, pembinaan SDM berbasis pada kompetensi membangun

disiplin atas dasar kesadaran dan tanggungjaawab serta mampu menanamkan nilai-nilai budaya

organisasi (core value) kepada setiap individu untuk mempunyai komitmen dalam mencapai tujuan

organisasi.

Page 72: Artikel e Policing

Dalam birokrasi yang patrimonial, kita melihat ada sistem-sistem pembinaan SDM yang berbasis pada

pendekatan-pendekatan personal, tumbuh dan berkembangnya jabatan-jabatan yang dianggap basah

dan menjadi paforit yang mengabaikan kompetensi bahkan tidak jarang menimbulkan konflik internal

karena perebutan jabatan, rekrutmen yang sarat KKN, sistem kinerja yang tidak jelas (PGPS-pinter,

goblok, penghasilan sama) dan banyak hal lain yang menjadikan birokrasi tidak sehat.

Itu semua, akibat dari sistem pembinaan SDM yang manual, konvensonal, parsial dengan

mengendepankan pendekatan-pendekatan personal.

Pembinaaan SDM secara elektronik dibangun untuk mengikis atau meminimalisir hal tersebut diatas.

Pembinaan SDM secara elekronik ini diharapkan akan mampu:

1. Membangun sistem data base bagi setiap anggota Polri disemua lini dan tingkatan sesuai komptensi

maupun spesifikasi sebagai track rcordnya.

2. Membangun standar-standar kualifikasi atau standar kompetensi untuk penempatan, promosi, mutasi

dan demosi.

3. Memberikan akuntabilitas untuk mengikis KKN dan menuju the right people in the right place.

4. Membangun sistem jejaring atau networking dengan divisi, bagian, satuan fungsi baik internal maupun

eksternal

5. Membangun dasar-dasar yang memberikan penilian kinerja, remunerasi, reward dan punishment.

6. Penyaluraan kerja atau penggunaan SDM secara fungsional didalam maupun diluar struktur Polri.

7. Membangun kaderisasi bagi pemimpin dimasa mendatang.

8. Menunjukaan adanya transparansi, akuntabilitas, dan memberikan harapan bagi anggota Polri yang

berkarier atau mengambil keputusan.

Pembinaan  SDM secara elektronik ini memerlukan sistem jejaring untuk pendataan, koordinasi,

komunikasi, informaasi bahkan untuk sinergitas dan harmonisasi sebagai back office yang mempunyai

link dengan bagian pembinaan mulai dari tingkat Mabes, Polda, Polres (baik untuk link SDM atau dari

bagian-bagian lainnya).

Sedangkan pembinaan SDM yang berbasis elektronik diperlukan adanya SOP (Standart Operation

Procedure) yang berisi:

1. Jod description dan job analysis

Page 73: Artikel e Policing

2. Standardisasi keberhasilan tugas (yang dijabarkan berjenjang mencakup: kepemimpinan, administrasi,

operasional dan capcity building)

3. Sistem penilaian kinerja yang mencakup kepemimpinan, administrasi, operasional dan capcity building

4. Sistem reward dan punishment

5. Etika kerja (apa yang harus dilakukan atau apa yang tidak boleh dilakukan dan produk apa yang harus

dihasilkan. Ini juga dijabarkan secara berjenjang dan variatif (do and dont).(CDL-Agst2014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 74: Artikel e Policing

Prinsip Dasar Implementasi E-PolicingSabtu, 23 Agustus 2014, 10:11:27 | TRANSPOLHUKAM

TRANSINDONESIA.CO – e-Policing merupakan suatu strategi pemolisian di era digital yang merupakan

implementasi pemolisian secara online atau berbasis ektronik.

Dimana prinsip-prinsip dasar pemolisian tetap menjadi acuan dasarnya mencakup 9 sistem yakni, 1. Data

base, 2. Jejaring, 3. Komunikasi, 4. Informasi, 5. Montoring, 6. Kemitraan, 7. Pelayanan-pelayanan

kepolisian, 8. Analisa/evaluasi, 9. Produk-produk.

Page 75: Artikel e Policing

Dari prinsip dasar pemolsian tersebut dapat dijabarkan melaui program-program yang dikatagorikan pada

tingkat admnistrasi maupun oprasional guna mewujudkan keamanan dan rasa aman warga masyarakat

sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Berikut 9 sistem-sistem online pada prinsip-prinsip dasar pemolisian adalah:

1. Data base  

Data merupakan sumber kekuatan bagi petugas polisi dalam menjalankan tugas sistem data base ini

diperlukan server penyimpan data baik yang berupa data sensus maupun data dinamis yang merupakan

hasil oprasional yang terkumpul dari  informasi, para pemangku kepentingan, laporan masyarakat,

laporan hasil kerja petugas atau polisi maupun data yang terkumpul oleh kamera CCTV dan sebagainya.

Sistem data base ini dapat dikategorikan lagi untuk tugas-tugas adminstrasi dan operasional. Untuk

bidang admnistrasi dapat dibuat pusat data sebagai back office, baik dibidang admnistrasi sebagai

pengendalian maupun back office untuk operasional dapat dijabarkan pada ruang kontrol operasional

(operational room).

2. Jejaring  

Jejaring dalam implementasi pemolisian merupakan saraf-saraf penghubung antara polisi dengan

pemangku kepentingan lainya sebagai koordinasi, komunikasi, saling memberikan informasi maupun

untuk kodalnya. Jejaring dapat dibangun pada tingkat kelembagaan atau institusi maupun perorangan.

Sistem-sistem jejaring ini pada intinya adalah ada kontak person yang dapat menjadi agen-agen atau

saluran-saluran penjabaran atas informasi, komunkasi dan koordinasi baik secara online maupun manual

atau tatap muka secara langsung.

3. Komunikasi  

Komunikasi merupakan bagian terpenting dalam pemolisian, karena komunikasi akan mendekatkan dari

hati ke hati antara petugas polisi dengan pemangku kepentingan lainya yang nantinya dapat

mengangkat, menjadi kemitraan dan pengembangan program-program pemolisian.

Komunikasi ini dapat dikategorikan berbasis wilayah, berbasis kepentingan maupun yang berkaitan

dengan dampak masalah. Komunikasi inipun dapat dibangun secara formal atau nonformal yang bisa

diakukan baik secara langsung maupun melalui media.

4. Informasi  

Informasi-informasi ini penting sebaga produk dari sistem data base, jejaring maupun komunikasi yang

dalam pemanfaatanya dapat dikategorikan untuk penanganan, pencegahan, perbaikan, peningkatan

kualitas, pembangunan bahkan untuk terobosan-terobosan kreatif dan inovatif yang menjadi unggulan

bagi institusi kepolisian.

Page 76: Artikel e Policing

5. Montoring  

Monitoring merupakan sistem yang dibangun dengan elektronik maupun manual. Secara elektronik

dibangun CCTV pada titk-titik tertentu yang berbasis wilayah, potensi maupun masalah atau kepentingan-

kepentingan dan secara manual dapat disharingkan (link) dengan petugas patroli polisi maupun pos-pos

polisi.

6. Kemitraan  

Kemitraan ini merupakan soft power bagi polisi dalam membangun pemolisianya, kemitraan dibangun

dengan membentuk komunitas-komunitas yang bisa secara online ataupun langsung dalam berbagai

aktifitas maupun annual meeting.

7. Pelayanan-pelayan kepolisian  

Pelayanan-pelayanan kepolisian baik untuk pelayanan keamanan, keselamatan, administrasi, informasi

dibangun dengan memanfaatkan sistem-sistem (1 sampai dengan 6) untuk memberikan pelayanan prima

yaitu, pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

8.Analisa dan evaluasi  

Analisa dan evaluasi merupakan tugas-tugas penting untuk terus mengikuti dinamika perubahan yang

begitu cepat sehingga terus dapat ditumbuh kembangkan dan ditemukan terobosan-terobosan kreatif 

dan inovatif yang  terus eksis serta unggul.

Karena, disinilah untuk menunjukan polisi mampu melampaui perubahan atau setidaknya polisi

selangkah lebih maju.

9. Produk  

Produk-produk yang dihasilkan, merupakan produk tertulis maupun inovasi-inovasi dan kreatifitas baru

yang dapat digunakan untuk komunikasi, informasi, edukasi, maupun untuk memperbaharui dan

meningkatkan kualitas kinerja polisi baik dibidang administrasi maupun operasional.(CDL-2014).

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 77: Artikel e Policing

E-Policing, Assesment Jantung Pembinaan SDMSenin, 1 September 2014, 11:14:29 | TRANSPOLHUKAM

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Assesment dalam konteks pembinaan SDM (sumber daya manusia) dapat

dipahami sebagai kegiatan menilai, mengukur, mengamati bahkan menemukan karakter terhadap

seseorang yang dapat digunakaan untuk menempatkannya pada bidang pekerjaan atau posisi-posisi

yang tepat sesuai dengan komptensi dan karakternya  sehingga mampu bekerja secara maksimal dalam

mencapai tujuan insttusi.

Page 78: Artikel e Policing

Dalam pembinaan SDM, program assesment dari e-Policing (Pemolisian) ini akan menjadi jantung.

Karena disinilah inti dari data base SDM yang berbasis kompetensi. Program assesment adalah untuk

memotret secara jujur atas diri seseorang.

Data base ini akan menjadi acuan bagi fungsi-fungi SDM untuk menggunakan, memelihara dan merawat

personel, seleksi, pembinaan karier, bahkan untuk menyalurkan ke instansi lain hingga mengakhiri atau

memberhentikan.

Apa yang mesti dinilai dari seorang petugas polisi?

Penilaian bagi seorang petugas polisi adalah mengacu dari tugas pokok seorang polisi sebagai

pelindung, pengayom, pelayan masyarakat serta sebagai aparat penegak hukum.

Selain itu, juga dilihat dari SOP (standard operating procedure) pada masing-masing fungsi atau bagian

dalam organisasi kepolisian yang dapat dikategorikan dalam bidang: kepemimpinan, administrasi,

operasional dan capacity building.

Sejalan dengan pemikiran tersebut, maka hal-hal mendasar yang perlu di assesment bagi seorang polisi

mencakup aspek:

1. Psikologis

2. Kecerdasan emosional

3. Kecerdasan intelegensia

4. Kecerdasan sosial

5. Kemampuan kepemimpnan

6. Kemampuan dibidang administrrasi

7. Kemampuan dibidang opersional

8. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah dalam kondisi-kondisi terteentu

9. Kemampuan menumbuh kembangkan atau memajukan institusi secara visioner

10. Kemampuan mengembangkan kreatifitas dan inovasi-inovasinya

11. Kemampuan tugas-tugas khusus (intelegen, tim anti teror, penjinak bom dan bahan peledak,

pengawal dan pengaman VVIP/VIP, penerbang, polisi perairan, penyidik, tim anti huruhara,  mewakili

tugas-tugas internasional, guru atau tenaga pendidik, assesor, auditor dan dapat dikembangkan lagi)

Page 79: Artikel e Policing

Program assesment ini menjadi keharusan bagi institusi kepolisian yang profesional, cerdas, bermoral

dan modern yang mampu mengimplementasikan pemolisianya dalam mewujudkan keamanan dan rasa

aman bagi warga masyarakat.

Dengan hasil assesment ini juga dapat digunakan untuk memperbaiki, meningkatkan kompetensi dan

mengkader bagi generasi yang akan datang.

Sedangkan tugas dibidang assesment merupakan jaminan profesionalisme dan kepercayaan dalam

pembinaan SDM yang dasarnya adalah kejujuran, keterbukaan, tanpa kepentingan dan mendialogkan

dengan yang di assesment sehingga dapat meminimailisir atau menghilangkan potensi-potensi

penyimpangan maupun penyalahgunaan.

Nilai-nilai kehormatan dibidang assesment adalah, komitmen integritas, kejujuran, dialog dan spirit

membangun serta menyiapkan personel terbaik bagi institusi.(CDL-Jkt/Jogja08-2014)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 80: Artikel e Policing

E-Policing: Harapan Atau Ancaman?Rabu, 20 Agustus 2014, 17:39:21 | TRANSGLOBAL

Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana.(ist)

TRANSINDONESIA.CO – e-Policing adalah pemolisian secara elektronik yang dapat diartikan sebagai

pemolisian secara online, sehingga hubungan antara polisi dengan masyarakat bisa terjalin dalam 24 jam

sehari dan 7 jam semnggu tanpa batas ruang tambah waktu untk selalu dapat saling berbagi informasi

dan melakukan komunikasi.

Bisa juga dipahami, membawa community policing pada sistem on line. Dengan demikian e-Policiing ini

merupakan model pemolisian diera digital yang berupaya menerobos sekat-sekat ruang tambah waktu

Page 81: Artikel e Policing

sehingga pelayanan-pelayan kepolisian dapat terselenggara dengan cepat, tepat, akurat, transparan,

akuntabel informatif dan mudah diakses.

e-Policing bisa menjadi strategi inisiatif anti korupsi, reformasi birokrasi creative break through.

Dikatakan sebagai inisiatif antikorupsi karena memanimalisir bertemunya person to person dalam

pelayanan-pelayan kepolisian dibidang administrasi karena sudah dapat digantikan secara on line melalui

e-banking, atau melalui eri (electronic regident) dan sebagai reformasi birokrasi karena dapat menerobos

sekat-sekat birokrasi yang rumit mampu menembus ruang dan waktu.

Misalnya, tentang pelayanan informasi tambah komunikasi melalui internet, dan hubungan tata cara kerja

dalam birokrasi dapat diseenggarakan secara langsung dengan SMK (Standar Manajemen Kinerja) yang

dibuat melalui intranet/ internet juga sehingga menjadi less paper dan sebagainya.

Dikatakan sebaga bagian creative break through, mealui e-Policing banyak program dan berbagai inovasi

tambah kreasi dalam pemolisian yang dapat dikembangkan masanya pada sistem-sistem pelayanan SIM,

Samsat , atau juga dalam TMC baik melalui media eektronik, cetak maupun media sosia bahkan secara

langsung sekaligus.

e-P olicing bukan berarti menghapus cara-cara manual yang masih efektif dan efisien dalam menjalin

kedekatan ditambah persahabatan antara Polisi dengan masyarakat yang dillayaninya.

e-Policing akan menyempurnakan dan meningkatkan, sehingga polisi benar-benar menjadi sosok yang

profesional, cerdas, bermoral dan modern sebagai penjaga kehidupan, pembangunan peradaban

sekaligus pejuang kemanuasiaan.

e-Poolicing dapat dipahami sebagai penyelenggaraan tugas kepolisian erbasis elektronik, yang berarti

membangun sistem-sistem yang terpadu, terintegrasi, sistematis dan saling mendukung. Ada

harmonisasi antar fungsi/bagian dalam mewujudkan ditambah memelihara keamanan dan rasa aman

dalam masyarakat.

Pemolisian tersebut dapat dikatakan memenuhi standar pelayanan prima, yang berarti: cepat, tepat,

akurat, transparan, akuntabel, informatf dan mudah diakses.

Pelayanan prima dapat diwujudkan melalui dukungan SDM yang berkarakter, pemimpin-pemimpin yang

transformatif, sistem-sistem yang berbasis IT, dan melalui program-program unggulan dalam memberikan

pelayanan, perlindungan, pengayoman bahkan sampai dengan penegakkan hukumnya.

Pembahasan e-Policing dapat dikategorikan dalam konteks : 1. Kepemimpinan, 2. Admnistrasi, 3.

Operasional, 4. Capacity building (pembangunan capacitas bagi insttusi).

Page 82: Artikel e Policing

Unsur-unsur pendukung dalam membangun e-Policing adalah sebagai berikut:

1. Komitmen moral

2. Kepemimpinan yang transformatif

3. Infrastruktur (hard ware + soft ware ) sebagai pusat data, informasi, komunikasi, kontrol, koordinasi,

komando dan pengendalian.

4. Jaringan untuk komunikasi, koordinasi, komando pengendalian dan informasi (K3I) melalui IT dan

untuk kontrol situasi.

5. Petugas-petugas polisi berkarakter (mempunyai kompetensi, komitmen dan unggulan) untuk

mengawali berbasis wilayah, menangani kepentingan dan dampak masalah.

6. Program-program unggulan untuk dioperasionalkan baik yang bersifat rutin, khusus maupun kontijensi,

(tingkat manajemen maupun operasionalnya).

7. Tim transformasi sebagai tim kendalli mutu, tim back-up yang menampung ide-ide dari bawah (bottom

up) untuk dijadikan kebijakan maupun penjabaran kebijakan-kebijakan dari atas (top down). Tim ini

sebagai dirigen untuk terwujudnya harmonisasi dalam dan diluar birokrasi. Dan melakukan  montoring

dan evaluasi atas program-program yang diimplementasikan maupun menghasikan program-program

baru.

8. Selalu ada produk-produk kreatif sebagai wujud dari  pengembangan untuk update, upgrade dan

mengantisipasidinamika perubahan sosial yang begitu cepat.

Antara Harapan dan Ancamn

Diera digital e-Policing merupakan kebutuhan bagi insttusi kepolisian untuk dapat terus hidup tumbuh dan

berkembang dalam memberikan pelayanan prima kepada masyarakat yang modern dan demokratis

dalam rangka mewujudkan serta memelihara keteraturan sosial.

Penerapan ilmu pengetahuan, teknologi akan menjadi tools bagi pemolisian yang mendasari perubahan

paradigma niilai-nilaihakiki bagi polisi dan pemolisianya.

Dengan membangun sistem akan menjadi suatu harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan

pelayanan yang cepat, tepat, akurat, transparan dan akuntable, informatif serta mudah dakses.

Ide-ide kreatif bagi para petugas polisi-pun dapat disalurkan tanpa terhambat/terbentur dari sistem-sistem

brokrasi yang feodal+konvensional.

Page 83: Artikel e Policing

Sistem-sistem dengan IT akan menunjukan adanya kemauan dan kerelaan para pejabat+pemimpinnya

untuk kehilangan previlagenya dan dengan suara lantang berani mengatakan sebagai inisiatif antikorupsi,

reformasi birokrasi sekaligus cretaive breakthrough.

Hal-hal baru, ide-ide baru akan juga berbenturan dengan kelompok-kelompok status quo, kelompok-

kelompok comfot zone.

Mereka yang sudah menikmati dan mengakar bertahun tahun akan merasa tentakel-tentakelnya

dipatahkan atau kran-krannya mulai mengecil.

Kelompok-kelompok ini sebenarnya penganut premanisme birokrasi yang dalam, sudah terbeenggu otak

dan pemikiranya bahkan mati sudah hati nuraninya.

Mereka bukanlah batu “kerikil”, melainkan “sang naga” yang sangat sakti karena memilih kekuasaan

besar, pangkat tinggi, jabatan strategis, kewenangan luas, uang berlimpah, jejaring disemua lini, media,

massa pendukung cantrik-cantrik yang semua dimiikinya secara berlimpah.

Jangankan melawan, menggosipkan “sang nanga” dan kelompoknyapun bisa mati atau dimatikan hidup

dan kehidupanya.

e-Policing akan menjadi awal kematian “sang naga”, sang naga ini hanya ibarat lampu yang butuh power

tatkala power ini tercabut atau disekat oleh e-Policing.

Maka akan mulai berkerut dan keringlang “sang naga” itu.

Namun, tak mudah menghadapi naga yang sekarat, pasti dia akan ngawur menggelepar-gelepar dimana

dia mau dan dia bisa untuk mencari korban atau melampiaskan kemarahan dendam dan sakit hatinya.

(CDL-Juli 2014)

Penulis adalah: Kombes Pol Chryshnanda Dwilaksana

Page 84: Artikel e Policing

E-Policing “Greng” Getaran JiwaSelasa, 9 September 2014, 11:20:27 | TRANSPOLHUKAM

TRANSINDONESIA.CO – “Greg”, disini penulis meminjam istilah dari (almarhum) pelukis Widayat,  yang

diartikan sebagai getaran jiwa atau resonansi dawai-dawai hati yang membuat sesuatu menjadi

bermakna, atau memiliki passion yang mampu tertangkap hati dan menjadi istimewa.

Page 85: Artikel e Policing

Bagi institusi Polri “greng”, para petugass polisi adalah kemanusiaan, keamanan, rasa aman, keadilan,

dan keselamatan. Roh/jiwa dari pemolisian memang semestinya ada “greng” bagi warga masyarakat

yang dilayaninya.

Membuat pemolisian memiliki “greng” diperlukan petugas-petugas polisi yang mencintai, bangga akan

tugas dan pekerjaanya.

Ternyata, membuat rasa “greng” dalam suatu pekerjaan merupakan perjuangan. Karena itu, bukan

kewajiban semata melainkan rasa tanggung jwab.

Ketika hanya sebatas kewajiban, maka ketika sudah tercapai tujuanya maka selesailah. Namun,  dengan

rasa akan timbul suatu kesadaran bahwa, suatu profesi bukan pokoknya tugas atau yang penting tugas.

Melainkan pekerjaan merupakan path/the way of live yang bukan hanya dimengerti tetapi harus

dipahami, bukan semata dikerjakan tetapi dicintai.

Karena bekerja dengan hati akan ada rasa memiliki, rasa bertanggung jawab, rasa kebanggaan dan

penuh dengan kesadaran untuk selalu menumbuh kembangkan.

Melakukan pekerjaan bukan smata-mata uang dan uang tetap ada sisi kemanusiaan yang tersirat

maupun trsurat dari apa yang kita kerjakan.

Bekerja dengan hati akan membawa suatu pekerjaan mempunyai arti bagi hidup  dan kehidupan.

Ketika tanpa hati, disitulah terasa adanya kekeringan yang menyebabkan kematian. Mati dalam arti, tidak

lagi mempunyai spirit humaniora dan tidak lagi memberikan suatu inspirasi bagi kehidupan-kehidupan

yang lainya.

Itu semua, produk dari pendidiikan. Ketika pendidikan yang dibangun dengan ala pendoktrinan seperti,

“siap grak, istirahat ditempat grak”.

Maka yang terjadi adalah keseragaman berpikir. Otaknya bagai dicetak, atau dipaksa menjadi seperti

barang cetakan.

Otak yang cetakan dapat dianalogikan bagi otak-otak jenis KW (palsu atau contekan yang tak lagi

orisinil).

Tak ada lagi kebanggaan, selalau saja terseret arus mind stream, mengekor dan tidak inspiratif atau

mungkin malah mendongkolkan.

Page 86: Artikel e Policing

Pendidikan bukan tempat penyiksaan, melainkan wadah yang membahagiakan sebagai tempat berkreasi

dan berekspresi. Sehingga kita mampu memperbaiki produk cetakan dan menjadi orisinil karena

menemukan jati diri sebenarnya.

Membuat polisi-polisi “greng” dalam tugasnya adalah dimulai dari lembaga-lembaga pendidikan yang

dibangun atas dasar kesadaran, tanggung jawab dan disiplin.

Kesadaran petugas polisi yang bertugas sebagai pelindung pengayom dan pelayan masyaraakat serta

aparat penegak hukum. Kesadaran inilah yang akan menjadi landasan tanggung jawab dan nilai-nilai

kebanggaan yang dapat ditanamkan dalam hati sanubari para petugas polisi.

Tatkala kesadaran ini telah mendarah daging, maka otak dan hatinya akan menunjukan tanggung jawab

dan disiplin. Disitulah ia tahu apa yang harus dilakukan atau diperbuatnya dan apa yang tidak boleh

dilakukan.

Selain itu, ia juga akan mencintai dan bangga akan pekerjaanya yang dapat memunculkan passion yang

menjadi “greng” bagi masyarakat yang dilayaninya.(CDL-Jogjakarta07092014)

SIM Simbol Edukasi, Etika dan AkuntabilitasSELASA, 09 SEPTEMBER 2014 08:38 REDAKSI

73 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)

Pemahaman dasar tentang  lalu lintas yang merupakan urat nadi kehdupan, cermin budaya bangsa dan  cermin

tingkat modernitas suatu bangsa, sering diabaikan, misalnya tatkala terjadi masalah lalu lintas yang tidak aman, yang

tidak lancar, terjadi kecelakaanm semua dianggap hal wajar + biasa biasa saja. 

Membahas lalu lintas ada berbagai faktor antara lain1) faktor manusia, 2) faktor kendaraan, 3) faktor

alam/lingkungan. Dari faktor manusia salah satu yang sangat kritikal untuk segera ditangani adalah yang berkaitan

dengan pengemudi kendaraan bermotor. Berbicara pengemudi kendaraan bermotor akan berkaitan dengan surat ijim

Page 87: Artikel e Policing

mengemudi (SIM).

SIM adalah bentuk legitimasi kompetensi, yang menunjukan adanya previlage/hak istimewa yang diberikan oleh

negara kepada seseorang yang telah lulus uji baik administrasi, teori, simulasi, dan paraktek. Yang bersangkutan

dianggap telah memiliki pengetahuan  (tentang hukum/aturan/ peraturan/perundang-undangan, kemanusiaan, teknis

dasarkendaraan bermotor), memiliki ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor di jalan raya serta memiliki

kepekaan+kepedulian akan keselamatan baik bagi dirinya/ orang lain.

Sejalan dengan pemikiran tersebut maka SIM sebagai legitimasi kompetensi merupakan ikon

edukasi/pelatihan/training :

1. Hukum/ peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan lalu lintas + keselamatan berlalu lintas

2.Ketrampilan mengendarai kendaraan bermotor yang bertingkat-tingkat kemampuanya (safety, defensive, fast

speed dsb)

3. Pengetahuan akan keselamatan dan etika berlalu lintas

4.Tanggung jawab pengemudi dalam berlalu lintas

5.Pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas + bantuan penanganan maslah-masalah lalu lintas

SIM didalam kartunya terdapat :

1. Data pribadi

2. Tingkat kecakapan pengemudi

3. Data-data tindakan petugas polisi secara manual/ eektronik

Atas perilakku pengemudi. Ini akan berkaitan dengan sanksi : denda,uji ulang, cabut sementara /cabut seumur hidup

Maka SIM berkaitan :

1. Sistem database

2. Penegakkan hukum

3. Akuntabiitas pengemudi

Di dalammeningkatkankualitas para pengemudi  pemrintah+ polri maupun pemangku kpentingan lainya seyogyanya

beersama-bersama membentuk safety driving/safety riding centre (sdc/src)

Safety driving/safety riding centre adalah untuk membantu pemerintah dalam rangka:

1. Meningkatkankualitas hidup masyarakat

2. Menurunkan tingkat fatalitas korban

3.Membangun budaya tertib berlulintas

Safety driving/safety riding centre  dibangun untuk :

1. Memberikan standar bagi penguji SIM

2. Petugas-petugas polisi  (Pamwal, PJR dan Sabhara )

3. Petugas-petugas Pam VVIP/VIP

4. Driver VVIP/VIP

5. Insruktur sekolah mengemudi

6. Pengemudi profesi

7.Hobby

8. Calon pengemudi

SIM semestinya merupakan bagian dari single identiti number (SIN), karena setiap warga masyarakat untuk

menyelenggarakan hidup+kehidupanya ini sangat berkaitan dengan:1 pemerintah, 2. Bank dan 3. Polisi

Page 88: Artikel e Policing

Untuk memperpanjang SIM ada beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tanpa uji bila selama memegang/ masa kepemilikan SIM yang bersangkutan tidak melakukan pelanggaran (dapat

dilakukan di mana saja)

2. Uji ulang karena yang bersangkutan pernah melakukan pelanggaran

3.Cabut sementara jika yang bersangkutan penah melakukan  pelanggaran-pelanggaran  yang membahayakan

keselamatan (contohnya mabuk,melawan arus, menerobos lampu merah).

4.Cabut seumur hdup yaitu jika yang bersangkutan melakukan tabrak lari

SIM bukan mahal/murah, bukan bagian dari bisnis jual beli melainkan bagian edukasi, training, akuntabilitas untuk

mewujudkan+memelihara lalu lintas yang aman, selamat, tertib+lancar. Tatkala hal-hal diatas diabaikan maka

sebenarnya sedang disiapkan jagal-jagal  di jallan raya/ calon-calon untuk dijagal di jalan raya. (Pamen Polri

Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

PatriotismeRABU, 10 SEPTEMBER 2014 08:01 REDAKSI

25 READINGS

Oleh: DR. Chryshnanda Dwilaksana *)Makna patriot dapat dimakanai sebagai bentuk perjuangan atau segala usaha+upaya yang tulus iklas sebagai bentuk pengabdian+ simbol kecintaan terhadap  bangsa dan negaranya demi cita-cita memajukan bangsanya , mensejahterakan rakyatnya yang penuh pengorbanan tenaga, pemikran, waktu bahkan hingga jiwa  raganya. 

Dasar dasar pariotisme yang harus dimiliki oleh petugas-petugas kepoisian antara lain :

1. Komitmen sebagi anak bangsa yg setia dan sadar akan cinta tanah airnya yang mempunyai jwa dan semangat untuk membangun negrinya dan membayar hutang  kepada rakyat Indonesia dengan segala sumber daya yang sedemikianya sampai titik darah pnghabisan. Komitmen ini adalah spiritualtas bagi petugas kepolisian.  Yang berarti ketulusan ini yang harus

Page 89: Artikel e Policing

ditanamkan dan ditumbuh kembangkan

2. Kompetensi yang berarti sebagai petugas kepoisian wajib mempunyai kompetensi /keahlian di bidangnya masing-masing untuk membangun institusi yang  profesional, cerdas, bermoral +modern.  Dan menunjukan sebagai institusi pembelajar.

3. Keunggulan ini bermakna mampu membangun, dan membawa institusi bahkan masyarakat yang kita layani untuk menjadi lebih baik,  bermartabat, terhormat dan  layak untuk dibanggakan. Kita kalau tidak mempunya spirit menjadi unggul maka akan ditinggalkan. Unggul disini dapat bermakna mampu melampaui perubahan.  Sehingga dapat memproduksi, mengantisipasi bahkan memberdayakan.

Disinlah patriotisme bukan lagi membahas kewengan / kekuasaan atau rebutan-rebutan jabatan melainkan membahas moralitas, spirituatas, profesonalitas +  modernitas. Yang tercermin melalui :

1. Moralitas +spirituatas yang merupakan jalan hidup bagi petugas kepolisian.

2. Profesonalisme petugas kepolisian yang dtunjukan melalui keahlian di bidangnya,  mampu menjadi role model bagi keunggulan/ mengugulkan bangsa Indonesia  yang mampu mengimplementasikan Pancasila, UUD45, dan bhineka tunggal ika, sebagi penjaga NKRI, tentu saja visioner dan integritasnya diakui modernitas.

Di era digital yang berbasis ilmu pengtahuan + teknologi/ sistem-sistem/ model-model polisi +pemolisianya dalam masyarakata yang mampu memberikan pelayanan  prima yang cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Model pemolisian dimasyarakat yang modern + demokratis.

Patriotisme bagi para petugas kepoisian negara Indonesa (Polri) sebagai anak bangsa menjadikan Indonesia unggul".  Menjadikan Indonesia unggul adalah spiritualitas  bagi petugas polri dan menyelenggarakan pemolisianya sehingga tercerminlah  nilai-nilai kejuangan dan perjuanganya kapan saja, dimana saja + menjadi apa saja  mempunyai hutang untuk Indonesia menjadi unggul. Dalam konteks ini juga ditunjukan kemampuannya dalam menanaman rasa cinta kebangsaan sehingga  memiiki ketahanan nasional yang mampu mengatasi atau menangkal berbagai masalah yang menerma dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.

Aset utama suatu bangsa adalah sumber daya manusia. Di situlah peran +fungsi kepolisian sebagai pembangun peradaban mampu mengangkat harkat +martabat  manusia sebagai aset utama bangsa untuk mengawaki dan berjuang menjadikan unggul bangsa+ negaranya.  (Pamen Polri Pangkat Komisaris Besar  Polisi *)

Page 90: Artikel e Policing

Back Office Pendukung E-PolicingRabu, 10 September 2014, 11:58:44 | TRANSPOLHUKAM

Page 91: Artikel e Policing

Ilustrasi

TRANSINDONESIA.CO – Back office sekarang ini hampir tidak diperhatikan bahkan ada yang sama

sekali tidak memikirkanya. Back offiice sebagai back bone dan otak dari segala penyelenggaraan tugas

dilapangan.

Back office merupakan: (1). Pusat data, (2). Call dan command centre, (3). Pemantau layar CCTV, (4).

Network, (5). Public service onlline, (6). Analisa, (7). Produk. Yang fungsiinya dapat sebagai pusat K3i

(komando pengendalian, komunikasi, koordinasi dan informasi)

Back office diawali oleh orang-orang yang smart yang mampu menggerakan semua fungsi atau bagian

secara cepat, tepat, akuntabel, informatif dan mudah diakses.

Back offce dapat dianalogikan sebagai dirigen pengharmoni antar bidang: (1).  Pengawasan atau kontrol,

(2). Monitoring, (3). Quckrespon time, (4). Evaluasi, (5). Tim pedukuung dalam administrasi maupun

oprasional.

Dalam back office, seyogyanya ada model-model penanganan masalah baik sifatnya rutin, khusus

bahkan kontijensi.

Dengan demikian pada masa-masa kritis back office mampu berfungsi sebagai crisis centre karena back

office didukung pusat-pusat data dan pusat-pusat monitor serta pengendalian.

Perlengkapan pendukung back office setidaknya mencakup:

1. Server data

2. Layar kontrol CCTV

3. Peta digital

4. GPS

5. GIS

6. Jaringan internet dan intranet

7. Jaringan-jaringan CCTV

8. Jaringan-jaringan online

9. Jaringan panic button

10.  Jaringan kommunikasi (telp,fax, email, media sosial, ht, hp instagram, dsb)

Page 92: Artikel e Policing

Back office akan berfungsi optimal jika didukung sumber daya manuasia (SDM) yang smart sebagai tim

operator maupun tim analis.teknologi yang tepat guna dan modern yang menyesuaikan dengan kekinian.

Tentu saja didukung sistem anggaran yang memadai dan memberikan remunerasi bagi petugas-petugas

diback office yang profesionl.

Back office di fungsi lalu liintas melalui:

1.ERi (Electronic Regident) adalah sistem pendataan Regident secara electronic yang dikerjakan pada

bagian BPKB sebagai landasan keabsahan kepemilikan dan asal usul kendaraan bermotor, yang

dilanjutkan pada bagian STNK dan TNKB sebagai legitimasi pengoperasionalan.

TNKB dapat dibangun melalui ANPR (automatic number plate recognation).

Dari data base kendaraan yang dibangun secara elektronik akan saling berkaitan dengan fungsi kontrol

dan forensik kepolisian serta memberikan pelayanan prima.

Dari ERi ini dapat dikembangkan menjadi program-program pembatasan pengoperasionalan ERP

(electronic road pricing). ETC (electronic toll collect), e parking, e banking (bisa menerobos dan

memangkas birokrasi Samsat), ELE (electronic law enforcement).

2. SDC (safety driving centre)

Adalah sistem yang dibangun untuk menangani pengemudi dan calon pengemudi berkaitan dengan SIM

dan sistem-sistem electronic . Dengan sistem ini, akan terkait dengan ERi (yang bisa dikembangkan

dalam RiC-Regident Centre), dapat digunakan sebagai bagian dari fungsi dasar regident (memberi

jamainan legitimasi kompetensi untuk SIM), fungsi kontrol, forensik kepolisian dan pelayaanan permanen

kepolisian.

3. SSC (safety dan security centre)

SSC merupakan sistem electronic yang mengakomodir pelayanan kepolisian dibidang lalu lintas,

khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan keselamatan. Ini diselenggarakan oleh Subdit

Gakkum, Dikyasa, dan Subdt Kamsel. Dari sistem data dan jaringan informasi akan dapat dikerjakan oleh

TMC (traffic management centre).

4. TMC (traffic management centre)

Merupakan pusat K3i guna memberikan pelayanan cepat (quick response time) yang dapat

mengedepankan satuan PJR, Pamwal, Gatur bahkan petugas-petugas Satlantas tingkat Polres maupun

Polsek.(CDL-Lembang100914)

Penulis: Chryshnanda Dwilaksana

Page 93: Artikel e Policing
Page 94: Artikel e Policing