14
ASFIKSIA NEONATORUM PENDAHULUAN Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperkapnae dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terjadi ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterina. 6,7 Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multi organ, kejang dan ensefalopati hipoksik- iskemik, serta, asidosis, gangguan kardiovaskuler sebagai akibat langsung dari hipoksia dan merupakan penyebab utama kegagalan untuk bernapas yang dapat berlanjut menjadi sindrom gangguan pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir. ETIOLOGI Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung pada pertukaran oksigen melalui plasenta, asupan nutrisi dan pembuangan produk sisa sehingga apabila terjadi gangguan pada aliran darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan asfiksia. 2 Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya dapat

ASFIKSIA NEONATORUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur.

Citation preview

Page 1: ASFIKSIA NEONATORUM

ASFIKSIA NEONATORUM

PENDAHULUAN

Asfiksia adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat

bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Keadaan ini disertai

dengan hipoksia, hiperkapnae dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang

terjadi ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi

bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterina.6,7

Asfiksia dapat bermanifestasi sebagai disfungsi multi organ, kejang

dan ensefalopati hipoksik-iskemik, serta, asidosis, gangguan kardiovaskuler

sebagai akibat langsung dari hipoksia dan merupakan penyebab utama

kegagalan untuk bernapas yang dapat berlanjut menjadi sindrom gangguan

pernapasan pada hari-hari pertama setelah lahir.

ETIOLOGI

Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses

persalinan dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat

bergantung pada pertukaran oksigen melalui plasenta, asupan nutrisi dan

pembuangan produk sisa sehingga apabila terjadi gangguan pada aliran

darah umbilikal maupun plasental hampir selalu akan menyebabkan

asfiksia.2

Perubahan pertukaran gas dan transport oksigen selama kehamilan dan

persalinan akan mempengaruhi oksigenasi sel-sel tubuh yang selanjutnya

dapat mengakibatkan gangguan fungsi sel. Gangguan fungsi sel ini dapat

ringan dan sementara atau menetap, tergantung dari perubahan homeostatis

yang terjadi pada janin. Perubahan homeostatis ini berhubungan erat dengan

berat dan lamanya anoksia atau hipoksia yang diderita dan mengakibatkan

terjadinya perubahan fungsi sistem kardiovaskuler.7

Toweil, dalam buku ilmu kesehatan anak menggolongkan penyebab

asfiksia neonatorum terdiri dari 4:6

1. Faktor Ibu

a. Hipoksia ibu

Terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika

atau anestesia dalam. Hal ini akan menimbulkan hipoksia janin.

b. Gangguan aliran darah uterus 3

Page 2: ASFIKSIA NEONATORUM

Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan

berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan janin. Hal ini sering

ditemukan pada:

a) Ganguan kontraksi uterus, misalnya hipertoni, hipotoni atau

tetani uterus akibat penyakit atau obat.

b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan.

c) Hipertensi pada penyakit preeklampsia dan lain-lain.

2. Faktor Plasenta

Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan

kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi bila terdapat gangguan

mendadak pada plasenta, misalnya solusio plasenta, perdarahan

plasenta dan lain-lain.

3. Faktor Fetus

Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran

darah dalam pcmbuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran

gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan

pada keadaan : tali pusat menumbung, tali pusat melilit leher,

kompresi tali pusat antar janin dan jalan lahir dan lain-lain.

4. Faktor Neonatus

Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi

karena beberapa hal, yaitu :

a) Pemakaian obat anestesia/analgetik yang berlebihan pada ibu

secara langsung.

b) Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya perdarahan

intracranial.

c) Kelainan konginental pada bayi, misalnya hernia diafrakmatika

atresia/stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru dan lain-

lain.

PATOFISIOLOGI6,7

Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin

pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu

menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia

transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor 4

Page 3: ASFIKSIA NEONATORUM

pusat pernapasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan

berlanjut dengan pernapasan.

Bila terdapat gangguaan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama

kehamilan persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini

akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan

menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini dapat

reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia. Asfiksia

yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primary apnea) disertai

dengan penurunan frekuensi jantung yang selanjutnya akan memperlihatkan

bayi sulit bernapas (gasping) dan kemudian diikuti dengan pola pernapasan

yang teratur.

Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak terlihat dan

bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada

fase ini ditemukan adanya bradikardi dan penurunan tekanan darah.

Disamping adanya perubahan klinis, pada bayi akan terjadi pula gangguan

metabolisme dan gangguan keseimbangan asam basa.

Pada fase pertama, gangguan pertukaran gas mungkin hanya

menimbulkan asidoris respiratorik, dan apabila gangguan terus berlanjut

maka akan terjadi metabolisme anaerobik berupa glikolisis glikogen tubuh ,

sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan berkurang.

Asam organik yang dihasilkan akibat metabolisme ini akan menyebabkan

timbulnya asidosis metabolik. Pada fase selanjutnya akan terjadi perubahan

kardiovaskuler yang disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya

hilangnya sumber glikogen pada jantung yang kemudian akan

mempengaruhi fungsi jantung sehingga terjadi keadaan asidosis metabolik

yang mengakibatkan berkurangnya sel pada jaringan termasuk otot jantung

sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan tidak adekuatnya pengisian

udara alveolus akan menyebabkan tingginya resistensi pembuluh darah paru

dengan begitu sirkulasi darah ke paru dan ke sistem tubuh lain akan

mengalami gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi

dalam tubuh akan berdampak pada fungsi sel otak. Kerusakan sel otak yang

terjadi akan menyebabkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi

selanjutnya.

MANIFESTASI KLINIS 5

Page 4: ASFIKSIA NEONATORUM

Gejala dan tanda asfiksia neonatorum yang khas antara lain meliputi

pernapasan cepat, pernapasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat.

Sedangkan gejala lanjut dari asfiksia bisa menyebabkan terjadinya

pernapasan megap-megap yang dalam, denyut jantung yang terus menurun,

tekanan darah mulai menurun, bayi terlihat lemas (flaccid), menurunnya

tekanan O2 (PaO2), meningginya tekanan CO2 darah (PaO2), menurunnya

PH (akibat acidosis respiratorik dan metabolik), pemakaian sumber glikogen

tubuh anak untuk metabolisme anaerob, dan terjadinya perubahan sistem

kardiovaskular.

Dengan menggunakan apgar skor, tanda-tanda dan gejalah pada

pasien akan dinilai untuk menentukan derajat asfiksia, hal ini dapat memberi

gambaran apa tindakan yang harus dilakukan dan bagaimana prognosisnya.

Tabel 1. Apgar skor

Dari penilaian apgar skor , asfiksia neonatorum dapat dibagi

menjadi:3,4,5,6

1. Asfiksia ringan, dengan apgar skor 7-10 ( Vigorous Baby.). Dalam

hal ini bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan

istimewa.

(Departemen kesehatan republik Indonesia. 2008. Pencegahan dan penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum.)

6

Page 5: ASFIKSIA NEONATORUM

2. Asfiksia sedang, dengan apgar skor 4-6 (Mild-moderate asphyxia).

Pada pemeriksaan fisis akan terlihat frekuensi jantung lebih dari

100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, refleks

iritabilitas tidak ada.

3. Asfiksia berat, dengan apgar skor 0-3. Pada pemeriksaan fisis akan

terlihat frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk,

sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak

ada.

DIAGNOSIS

Untuk mendiagnosis adanya suatu keadaan asfiksia pada neonatus,

dapat dilakukan dengan beberapa cara yakni:

a) Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan gangguan/ kesulitan bernapas waktu

lahir dan lahir tidak bernafas/menangis.2

Pada anamnesis juga didapatkan faktor resiko.8

b) Pemeriksaan Fisis

Pada pemeriksaan fisis, dilakukan penilaian berdasarkan apgar

skor. 8

c) Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium : Darah rutin, analisa gas darah 6

Pada pemeriksaan analisa gas darah, menunjukkan hasil :

Pa O2 < 50 mm H2O

PaCO2> 55 mm H2O

pH < 7,30

PENATALAKSANAAN

Tujuan utama mengatasi asfiksia adalah mempertahankan

kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin

timbul dikemudian hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi, lazim disebut

resusitasi bayi baru lahir.2,6

A. Resusitasi

Pada pemeriksaan atau penilaian awal yang dilakukan, apabila bayi

cukup bulan, air ketubannya jernih, saat lahir langsung bernapas atau

7

Page 6: ASFIKSIA NEONATORUM

menangis dan tonus otot bayi baik atau kuat maka bayi dapat langsung

dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari

ibunya. Bayi dikeringkan dan dibersihkan kemudian diletakkan di dada

ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu

tubuhnya. Namun apabila bayi tidak cukup bulan, air ketubannya keruh,

tidak langsung menangis atau bernapas waktu lahir dan tonus ototnya

tidak kuat maka, bayi memerlukan tindakan resusitasi. Berikut ini

tindakan resusitasi secara berurutan2 :

1. Langkah awal dalam stabilisasi2

a. Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer)

dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan

memudahkan eksplorasi seluruh tubuh. Bayi dengan BBLR memiliki

kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus mendapat

perlakuan khusus.

b. Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi

menghidu agar posisi farings, larings dan trakea lurus yang akan

mempermudah masuknya udara.

c. Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan

pneumonia aspirasi. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan

napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya

mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi

tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang

dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan

penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah

sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-

langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam

trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan

daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat

mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar,

pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi

tanpa mekoneum.

8

Page 7: ASFIKSIA NEONATORUM

d. Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada

posisi yang benar

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan

mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk

memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar, penghisapan

sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas adekuat, maka

perangsangan taktil dapat dilakukan dengan menepuk atau menyentil

telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau

ekstremitas bayi.

2. Ventilasi tekanan positif2

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah

resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi

bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit.

Sebelum melakukan VTP harus dipastikan tidak ada kelainan

congenital seperti hernia diafragmatika, karena bayi dengan hernia

diafragmatika harus diintubasi terlebih dahulu sebelum mendapat VTP.

Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia

diafragma.

3. kompresi dada2

Kompresi dada dimulai jika frekuensi jantung kurang dari

60x/menit setelah dilakukan ventilasi tekanan positif selama 30 detik.

Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang

teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang

belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki

sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Kompresi dada hanya

bermakna jika paru-paru diberi oksigen, sehingga diperlukan 2 orang

untuk melakukan kompresi dada yang efektif—satu orang menekan

dada dan yang lainnya melanjutkan ventilasi. Orang kedua juga bisa

melakukan pemantauan frekuensi jantung, dan suara napas selama

ventilasi tekanan positif. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara

bergantian.

9

Page 8: ASFIKSIA NEONATORUM

4. pemberian epinefrin dan atau pengembang volume (volume

expander)2

Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori

berikutnya ditentukan dengan penilaian 3 tanda vital secara simultan

(pernapasan, frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap

langkah adalah sekitar 30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk

melanjutkan ke langkah berikutnya

B. Pemberian obat-obatan

Epinefrin

Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang

dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara

terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum

melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban

dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,1-0,3

ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena

atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara

intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal

diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.,3

PENCEGAHAN6,7

Pencegahan yang komprehensif dimulai dari masa kehamilan,

persalinan dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahan berupa :

1. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan

dan merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap

pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia

neonatorum.

2. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada

usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

3. Melakukan observasi janin yang baik dan deteksi dini terhadap

tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan kardiotokografi.

4. Melakukan Perawatan Neonatal Esensial yang terdiri dari persalinan

yang bersih dan aman, stabilisasi suhu, inisiasi pernapasan spontan,

10

Page 9: ASFIKSIA NEONATORUM

inisiasi menyusu dini dan pencegahan infeksi serta pemberian

imunisasi.

KOMPLIKASI

Asfiksia neonatorum dapat menyebabkan terjadinya gangguan

berbagai organ yakni :

Tabel 2. Komplikasi Asfiksia Neonatotum1

PROGNOSIS

Hasil akhir asfiksia pada neonatus bergantung pada apakah

komplikasi metabolik dan kardiopulmonalnya. Prognosis tergantung pada

kekurangan O2 dan luasnya perdarahan dalam otak. Bayi yang dalam

keadaan asfiksia dan pulih kembali harus dipikirkan kemungkinannya

menderita cacat mental seperti epilepsi dan IQ rendah pada masa

mendatang.1,5

(Behrman, Kliergman, Arvin.2010. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15 Vol. 1. Jakarta: EGC.)

11