Upload
yanuar-saputra
View
13
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
yes
Citation preview
ASKEP AMPUTASI
PENDAHULUAN Footner (1992), mengemukakan 60% amputasi dilakukan pada klien dengan usia
diatas 60 tahun dan umumnya akibat iskemia (kematian jaringan) atau akibat penyakit
vascular perifer progresif (sering sebagai gejala sisa diabetes militus), gangren, trauma,
(cedera,remuk dan luka bakar) dan tumor gamas. Dari semua penyebab tadi penyakit vascular
parifer merupakan penyebab yang tertinggi amputasi pada ekstremitas bawah.
Kehilangan ekstremitas atas memberikan masalah yang berbeda bagi pasien dari pada
kehilangan ekstremitas bawah karena ekstremitas atas mempunyai fungsi yang sangat
spesialistis. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastis dan
digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kwalitas hidup pasien.
Bila tim perawat kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif maka pasien
akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap amputasi dan berpartisipasi aktif dalam
rencana rehabilitasi. Karena kehilangan ektremitas memerlukan penyesuaian besar. Presepsi
pasien mengenai amputasi harus di pahami oleh tim perawat kesehatan. Pasien harus
menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan
sedemikian rupa sehingga tidak akan menimbulkan harga diri rendah pada pasien akibat
perubahan citra tubuh.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Amputasi adalah pengangkatan atau pemotongan sebagian anggota tubuh atau
anggota gerak yang disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis
dan kanker (PSIK FKUI,1996).
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah /traumatik pada tungkai
(Doenges,2000). Dalam kamus kedokteran Dorland, amputasi adalah memotong atau
memangkas, pembuangan suatu anggota badan.
Dengan melihat beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa amputasi dalah
pengangkatan/pemotongan/pembuangan sebagian anggota tubuh atau anggota garak yang
disebabkan oleh adanya trauma, gangguan peredaran darah, osteomielitis dan kanker melalui
proses pembedahan.
B. Etiologi
Indikasi utama bedah amputasi adalah :
1) Iskemia. Karena penyakit vaskularisasi perifer (sering terjadi sebagai gejala sisa diabetes
militus), gangrene, tumor ganas, infeksi dan arterosklerosis. Penyakit vaskularisasi perifer
merupakan penyebab tertinggi amputasi ekstremitas bawah (Smeltzer,2002).
2) Trauma. Dapat diakibatkan karena perang, kecelakaan thermal injury seperti luka bakar,
cedera remuk dan sebagainya.
C. Patofisiologi
Amputasi dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh dengan metode :
1) Metode terbuka (guillotine amputasi). Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang
mengembang atau berat. Dimana pemotongan dilakukan pada tingkat yang sama. Bentuknya
benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih dan luka dapat ditutup setelah
tidak terinfeksi.
2) Metode tertutup. Dilakukan dalam kondisi yang lebih mungkin. Pada metode ini kulit tepi
ditarik atau dibuat skalf untuk menutupi luka, pada atas ujung tulang dan dijahit pada daerah
yang diamputasi.
D. Tingkatan amputasi
Tujuan pembedahan adalah mempertahankan sebanyak mungkin panjang ekstremitas
konsisten dengan pembasmian proses penyakit. Dimana mempertahankan lutut dan siku
adalah pilihan yang diinginkan. Untuk itu pembedahan atau amputasi dilakukan pada titik
paling distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik. Dimana tindakan ini
merupakan pilihan terakhir manakala organ mengalami iskemia atau kematian jaringan pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain atau
manakala organ dapat membahayakan tubuh klien secara utuh/merusak organ yang lain.
Tempat amputasi ditentukan berdasarkan 2 faktor yaitu :
1. Peredaran darah pada bagian yang akan diamputasi
2. Kegunaan fungsional
Untuk batas amputasi pada cedera ditantukan oleh peredaran darah yang adekuat. Batas
amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah bebas tumor dan bebas resiko
kekambuhan lokal.
Pada tubuh tingkatan amputasi dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan/kiri. Untuk itu kehilangan
ekstermitas atas akan menimbulkan masalah yang spesifik hal ini berkaitan dengan aktifitas
sehari-hari, seperti makan,minum, mandi dan sebagainya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-jari kaki yang
dapat mempengaruhi keseimbangan menekan pada waktu berjalan. Karena itu makin besar
tingkat amputasi makin besar energi yang dibutuhkan untuk ambulasi.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi 2 letak yaitu :
1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation)
Ada dua metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada nonischemic limb dan ischemic
limb.
2) Amputasi diatas lutut
Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan penyakit vaskuler
perifer.
3. Nekrosis.
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila tidak berhasil
dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi
4. Kontraktur.
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi serta melakukan
latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi karena sendi terlalu lama diistirahatkan
atau tidak di gerakkan
5. Neuroma.
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga melengket dengan kulit
ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan memotong saraf lebih proximal dari stump
sehingga tertanam di dalam otot.
6. Phantom sensation.
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya ekstremitas tersebut
disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obat-obatan, stimulasi terhadap saraf dan juga
dengan cara kombinasi.
E. Penatalaksanaan amputasi
Tujuan utama pembedahan adalah mencapai penyembuhan luka amputasi dan
menghasilkan sisa tungkai (puntung) yang tidak nyeri tekan dengan kulit yang sehat . pada
lansia mungkin mengalami kelembatan penyembuhan luka karena nutrisi yang buruk dan
masalah kesehatan lainnya. Percepatan penyembuhan dapat dilakukan dengan penanganan
yang lembut terhadap sisa tungkai, pengontrolan edema sisa tungkai dengan balutan kompres
lunak (rigid) dan menggunakan teknik aseptik dalam perawatan luka untuk menghindari
infeksi.
Balutan rigid tertutup
Balutan rigid adalah balutan yang menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu
dikamar operasi. Pada waktu memasang balutan ini harus direncanakan apakah penderita
harus imobilisasi atau tidak dan pemasangan dilengkapi tempat memasang ekstensi prosthesis
sementara (pylon) dan kaki buatan. Balutan ini sering digunakan untuk mendapatkan
kompresi yang merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri dan mencegah
kontraktur. Kaoskaki steril dipasang pada sisi steril dan bantalan dipasang pada daerah peka
tekanan. Sisa tungkai (punting) kemudian dibalut dengan gips elastic yang ketika mengeras
akan memberikan tekanan yang merata. Hati-hati jangan sampai menjerat pembuluh darah.
Gips diganti sekitar 10-14 hari. Bila terjadi peningkatan suhu tubuh, nyeri berat atau gips
mulai longgar harus segara diganti.
Balutan lunak.
Balutan lunak dengan atau tanpakompresi dapat digunakan bila diperlukan inspeksi
berkala sisa tungkai (puntung) sesuai kebutuhan. Bidai imobilisasi dapat dibalutkan pada
balutan. Hematoma puntung dikontrol dengan alat drainase luka untuk meminimalkan
infeksi.
Amputasi.
Amputasi bertahap dilakukan bila ada gangren atau infeksi. Pertama-tama dilakukan
amputasi guillotine untuk mengangkat semua jaringan nekrosis dan sepsis. Luka
didebridemen dan dibiarkan mengering. Jika dalam beberapa hari infeksi telah terkontrol
dank lien telah stabil, dilakukan amputasi definitife dengan penutupan kulit.
Protesis.
Kadang diberikan pada hari pertama pasca bedah sehingga latihan segera dapat
dimulai. Keuntungan menggunakan protesis sementara adalah membiasakan klien
menggunakan protesis sedini mungkin. Kadang protesis darurat baru diberikan setelah satu
minggu luka sembuh. Pada amputasi, untuk penyakit pembuluh darah proteis sementara
diberikan setelah 4 minggu. Protesis ini bertujuan untuk mengganti bagian ekstremitas yang
hilang. Artinya defek system musculoskeletal harus diatasi, temasuk defek faal. Pada
ekstremitas bawah, tujuan protesis ini sebagian besar dapat dicapai. Sebaliknya untuk
ekstremitas atas tujuan itu sulit dicapai, bahkan dengan tangan miolektrik canggih yang
bekerja atas sinyal miolektrik dari otot biseps dan triseps.
Pasien yang memerlukan amputasi biasanya mudah dengan trauma ekstremitas berat
atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, sembuh dengan
cepat, dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering
merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk
menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stres akibat hospitalisasi,rehabilitasi
jangka panjang dan penyesuaiaan gaya hidup. Pasien ini memerlukan waktu untuk mengatasi
perasaan mereka mengenai kehilangan permanen. Reaksi mereka susah diduga dan dapat
berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vascular perifer sering mengidap masalah
kesehatan lain, termasuk diabetes militus dan arterosklerosis. Amputasi terapeutik untuk
kondisi yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan
ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima
amputasi. Adapun pengaruh dari amputasi yaitu :
Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan imobilisasi maka akan menyebabkan penekanan pada fungsi
simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah sehingga sehingga menurunkan kecepatan
metabolismebasal.
System musculoskeletal
Terjadi penurunan kekuatan otot. Dengan adanya imobilisasi dan gangguan system vaskuler
memungkinkan supali O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan demikian pula dengan
pembuangan sisa metabolisme akan terganggu.
System integument
Tirah baring yang lama dapat mengakibatkan tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan akibat tirah baring lama sehingga terjadi penurunan suplai darah dan
nutrisi kejaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia, hyperemis, dekubitus dan akan
normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit dimasase untuk meningkatkan supali
darah.
F. Komplikasi
Komplikasi amputasi meliputi perdarahan, infeksi dan kerusakan kulit. Perdarahan
dapat terjadi akibat pemotongan pembuluh darah besar dan dapat menjadi masif. Infeksi
dapat terjadi pada semua pembedahan dengan peredaran darah yang buruk atau adanya
kontaminasi serta dapat terjadi kerusakan kulit akibat penyembuhan luka yang buruk dan
iritasi penggunaan protesis.
G. Pemeriksaan diagnostik
1) Foto rontgen untuk mengidentifikasi abnormalitas tulang
2) CT Scan untuk mengidentifikasi lesi neoplastik, osteomielitis, dan pembentukan hematoma.
3) Aniografi dan pemeriksaan aliran untuk mengevaluasi perubahan sirkulasi/perfusi jaringan
dan membantu memperkirakan potensi penyembuhan jaringan setelah amputasi.
4) Ultrasound Doppler, flowmetri Doppler dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran
darah
5) Tekanan O2 transkutaneus untuk member peta pada area perfusi paling besar dan paling kecil
dalam ketrelibatan ekstremitas.
6) Termografi untuk mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik di dua sisi dari jaringan
kutaneus ketengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pembacaan, makin besar untuk
sembuh.
7) Plestimografi untuk mengukur TD segmental bawah terhadap ekstremitas bawah
mengevaluasi aliran darah arterial.
8) LED, peningkatan mengidentifikasikan respon inflamasi.
9) Kultur luka untuk mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab.
10) Biopsi, menginformasi diagnosis massa/benigna.
11) Hitung darah lengkap/diferensial, peninggian dan pergeseran ke kiri diduga proses infeksi.
H. Diagnosis keperawatan
Setidaknya ada 10 diagnosis keperawatan yang dapat ditemukan pada klien dengan amputasi
yaitu :
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
2) Perubahan sensori/presepsi nyeri tungkai panthom berhubungan dengan amputasi.
3) Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian
tubuh.
4) Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer.
5) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
6) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan amputasi bedah.
7) Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan ekstremitas.
8) Resiko tinggi infeksi.
9) Kurang perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, berdandan berhubungan dengan
kehilangan bagian tubuh.
10) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan salah
interpretasi informasi, kurang terpajan informasi dan kesulitan mengingat.
Asuhan keperawatan klien dengan amputasi
A. Pengkajian
Sebelum pembedahan, status neurovaskuler dan fungsional ekstremitas harus
dievaluasi melalui riwayat dan pengkajian fisik ( warna, suhu, denyut nadi, penyebaran
rambut, keadaan kulit, respon terhadap perubahan posisi, sensasi nyeri, dan fungsi). Sebuah
Doppler (alat ultrasonic yang dapat dibawa-bawa) dapat digunakan untuk mengevaluasi
aliran darah arteri. Keterbatasan rentang gerak dan adanya kontraktur fleksi pinggul dan lutut
harus segera diketahui karena dapat mempengaruhi fungsi dan kesesuaian protesis. Bila
pasien mengalami amputasi traumatik, maka fungsi dan kondisi sisa tungkai harus dikaji.
Status peredaran darah dan fungsi ekstremitas yang sehat juga harus dikaji.
Bila infeksi atau gangren telah terjadi, pasien mungkin mengalami pembesaran
kelenjar limfa, demam dan pusing. Selain itu status nurisi pasien dievaluasi dan bila perlu
dibuat rencana perawatan nutrisi. Seringkali lansia menunjukkan nutrisi buruk, obesitas, atau
sedang menjalani diet khusus karena menderita masalah kesehatan lain. Untuk penyembuhan,
diet yang seimbang dengan vitamin dan protein yang memadai sangat penting.
Setiap masalah kesehatan yang ada ( misalnya dehidrasi, anemia, insufisiensi jantung,
masalah respirasi kronik, dan DM) harus segera teridentifikasi dan ditangani sehingga pasien
berada dalam keadaan sebaik mungkin untuk menghadapi trauma pembedahan. Pengguanaan
kortikosteroid, antikoagulan, vasokonstriktor atau vasodilator dapat mempengaruhi
penatalaksanaan dan penyembuhan luka.
Status psikologis pasien dikaji. Penentuan reaksi emosiaonal pasien terhadap amputasi
sangat penting untuk asuhan keperawatan. Respon berduka terhadap perubahan permanen
citra tubuh adalah normal. Meskipun bila amputasi ditujukan untuk mengurangi nyeri dan
meningkatkan fungsi, penyesuaian psikologis mayor masih diperlukan.
B. Intervensi
Dx. Nyeri akut berhubungan dengan cedera fisik/jaringan dan trauma saraf.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Catat lokasi, frekwensi dan intensitas nyeri 1. Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan
(skala 0-10). Amati perubahan karakteristik
nyeri, misalnya kebas dan kesemutan.
2. Tinggikan bagian yang sakit dengan
meninggikan tempat tidur atau bantal guling
sebagai penyangga.
3. Tingkatkan kenyamanan klien (rubah posisi
sesering mungkin, dan beri pijatan punggung).
Dotong penggunaan teknik manajemen stres
(napas dalam, visualisasi).
4. Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai
(puntung) sesuai toleransi bila balutan telah
dilepas.
5. Amati keluhan nyeri yang tidak hilang dengan
analgesik.
keefektifan intervensi. Perubahan dapat
mengindikasikan terjadinya komplikasi,
misalnya nekrosis/infeksi.
2. Mengurangi terbentuknya edema dengan
peningkatan aliran balik vena,
mengurangi kelelahan otot dan tekanan
pada kulit/jaringan.
3. Memfokuskan kembali perhatian,
meningkatkan relaksasi, meningkatkan
kemampuan koping dan dapat
menurunkan terjadinya nyeri.
4. Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi
ketegangan otot.
5. Dapat mengindikasikan sindrom
kompartemen, khususnya cedera
traumatik.
Kolaborasi
1. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya
analgesik, relaksan otot.
2. Berikan pemanasan lokal sesuai indiksai.
1. Mengurangi nyeri/spasme otot.
2. Mungkin diperlukan untuk meningkatkan
relaksasi otot, sirkulasi dan membantu
perbaikan edema.
Dx. Perubahan sensori/presepsi : nyeri tungkai phantom berhubungan dengan amputasi.Tindakan Rasional
Mandiri 1. Kaji adanya nyeri phantom.
2. Jelaskan perasaan tentang nyeri.
1. Nyeri tungkai phantom terjadi 2-3 bulan setelah amputasi. Nyeri menjadi data dasar dalam menentukan tindakan dan evaluasi keberhasilan.
2. Membantu klien menyesuaikan presepsi mereka sendiri.
3. Terima kenyataan sensasi nyeri phantom tungkai yang biasanya hilang dengan sendirinya dan banyak alat yang dicoba untuk menghilangkan nyeri.
4. Pertahankan TENS (stimulasi saraf elektrik transkutan).
5. Anjurkan untuk tetap aktif melakukan aktifitas sesuai toleransi.
6. Berikan pijatan lembut pada sisa tungkai (puntung) sesuai toleransi.
3. Mengetahui tentang sensasi ini memungkinkan klien memahami fenomena normal ini yang dapat terjadi segera atau beberapa minggu pascaoperasi. Meskipun biasanya sensasi membaik sendiri, beberapa individu mengalami ketidaknyamanan untuk beberapa bulan/tahun. Nyeri phantom tidak teratasi dengan obat nyeri tradisional.
4. Memberikan rangsangan saraf terus-menerus, blok transmisi sensasi nyeri.
5. Membantu mengurangi terjadinya nyeri phantom.
6. Meningkatkan sirkulasi dan mengurangi ketegangan otot.
Kolaborasi 1. Berikan obat sesuai indikasi, misalnya
analgesic, antikonvulsan, dan anti depresan.1. Analgesic mengurangi nyeri, antikonvulsan
mengontrol nyeri yang menusuk dan kram, dan antidepresan memperbaiki alam perasaan dan kemampuan menghadapi masalah.
Dx. Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Kaji/pertimbangkan persiapan klien dan
pandangannya terhadap amputasi.
2. Dorong klien mengekspresikan, perasaan
negatif, dan kehilangan bagian tubuh.
3. Beri penguatan informasi pascaoperasi
termasuk tipe/lokasi amputasi, harapan
setelah operasi, tindakan setelah operasi
termasuk control nyeri dan rehabilitasi.
4. Kaji system pendukung (support system)
dukungan orang lain yang ada untuk klien.
5. Diskusikan presepsi klien tentang diri dan
hubungannya dengan perubahan dan
bagaimana klien melihat dirinya dalam
pola/peran fungsi yang biasanya.
1. Klien yang memandang amputasi sebagai
rekonstruksi hidup akan menerima diri yang
baru dengan cepat. Klien dengan amputasi
traumatik mempertimbangkan amputasi
sebagai kegagalan dan berada pada resiko
tinggi gangguan konsep diri.
2. Ekspresi perasaan membantu klien mulai
menerima kenyataan dan realitas hidup tanpa
tungkai.
3. Memberikan kesempatan untuk menanyakan
dan mengasimilasi informasi dan mulai
menerima perubahan gambaran diri dan
fungsi, yang dapat membantu penyembuhan.
4. Dukungan yang cukup dari orang yang
terdekat dan teman dapat membantu proses
rehabilitasi.
5. Membantu mengartikan masalah sehubungan
dengan pola hidup sebelumnya dan
membantu pemecahan masalah. Sebagai
contoh takut kehilangan kemandirian,
kemempuan bekerja dan sebagainya.
Kolaborasi
1. Diskusikan tersedianya berbagai sumber
misalnya konseling psikiatrik/seksual dan
terapi kejujuran.
1. Membantu adaptasi lanjut yang optimal dan
rehabilitasi.
Dx. Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan edema jaringan,
hematoma, dan penurunan aliran darah vena/arteri.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Pantau tanda vital, palpasi nadi perifer,
perhatikan kekuatan dan kesamaan.
2. Lakukan pengkajian neurovascular periodic
misalnya sensasi, gerakan, nadi, warna kulit
dan suhu.
3. Inspeksi balutan/drainase, perhatikan jumlah
dan karakteristik balutan.
4. Berikan tekanan langsung pada sisi
perdarahan, bila terjadi perdarahan segera
hubungi dokter.
1. Indicator umum status sirkulasi dan keadaan
perfusi.
2. Edema jaringan pasca operasi, pembentukan
hematoma atau balutan terlalu ketat dapat
mengganggu sirkulasi pada sisa tungkai
(puntung) yang dapat mengakibatkan
nekrosis jaringan.
3. Kehilangan darah terus-menerus
mengindikasikan kebutuhan untuk
penggantian cairan dan evaluasi gangguan
koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi
pembedahan.
4. Tekanan langsung pada perdarahan dapat
diteruskan dengan penggunaan balutan serat
pengaman, dan balutan elastis bila perdarahan
terkontrol.
5. Evaluasi tungkai bawah yang tidak dioperasi
dari adanyai nflamasi.
5. Peningkatan insiden pembentukan trombus
pada klien penyakit vascular perifer
sebelumnya/perubahan diabetik.
Kolaborasi
1. Berikan cairan IV/darah sesuai order
2. Gunakan kaoskaki antiembolitik untuk kaki
yang tidak dioperasi.
3. Pantau pemeriksaan laboratorium :
Hb/Ht
Pt/APTT.
1. Mempertahankan volume sirkulasi untuk
memaksimalkan perfusi jaringan.
2. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan
trombus tanpa peningkatan resiko perdarahan
pascaoperasi/hematoma.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium berguna :
Indicator hipovolemia/dehidrasi yang dapat
menggangu perfusi jaringan.
Mengevaluasi kebutuhan/efektifitas terapi
antikoagulan dan mengidentifikasi terjadinya
komplikasi.
Dx. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan tungkai, ketidaknyamanan,
gangguan perceptual.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Berikan perawatan puntung secara teratur,
misal inspeksi area, bersihkan dan keringkan
dan tutup kembali puntung dengan balutan
elestis.
2. Segera tinggikan gips, bila gips berubah
posisi.
3. Bantu latihan rentang gerak khususnya area
yang sakit dan mulai sedini mungkin
pascaoperasi.
1. Memberikan kesempatan untuk
mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi.
Penutupan puntung mengontrol edema dan
membantu pembentukan puntung.
2. Edema terjadi dengan cepat dan rehabilitasi
dapat terhambat.
3. Mencegah kontraktur, perubahan bentuk
yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
memperlambat penggunaan protese.
4. Meningkatkan kekuatan otot untuk
membantu pemindahan/ambulasi.
4. Dorong latihan aktif/isometric untuk paha
atas dan lengan.
5. Berikan gulungan pada paha sesuai indikasi.
6. Anjurkan klien untuk berbaring posisi
tengkurap sesuai toleransi sedikitnya 2 kali
sehari dengan bantal dibawah abdomen dan
puntung ekstremitas.
7. Waspadai tekanan bantal dibawah
ekstremitas terhadap puntung untuk
menggantung secara dependen disamping
tempat tidur atau kursi.
8. Tunjukkan/bantu ambulasi dan penggunaan
alat mobilitas, misalnya kruk atau walker.
9. Bantu dengan ambulasi.
10. Bantu klien melanjutkan latihan otot
preoperasi sesuai kemampuan .
5. Mencegah rotasi ekstrenal puntung tungkai.
6. Menguatkan otot ekstensor dan mencegah
kontraktur fleksi pada
p anggul.
7. Pengguanaan bantal dapat menyebabkan
kontraktur fleksi permanen pada panggul dan
posisi dependen puntung mengganggu aliran
vena dan dapat meningkatkan pembentukan
edema.
8. Membantu perawatan diri dan kemandirian
klien. Teknik pemindahan atau ambulasi
yang dapat mencegah cedera abrasi.
9. Menurunkan resiko cedera. Ambulasi setelah
amputasi tungkai bawah bergantung pada
waktu pemasangan protese.
10. Membantu meningkatkan perbaikan rasa
keseimbangan dan kekuatan kompensasi
bagian tubuh.
Kolaborasi
1. Rujuk ketim rehabilitasi, misalnya ahli terapi
fisik/fisioterapi.
2. Berikan tempat tidur busa.
1. Memberikan bentuk latihan/program
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan
kekuatan individu serta mengidentifikasi
mobilitas fungsional, membantu
meningkatkan kemandirian.
2. Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan
yang dapat mengganggu sirkulasi, resiko
iskemia/kerusakan jaringan.
Dx. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit
robek, jaringan traumatic).
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Pertahankan teknik anti septik bila
mengganti balutan/merawat luka.
2. Inspeksi balutan dan luka,perhatikan
karakteristik drainase.
3. Pertahankan patensi dan pengosongan alat
drainase secara rutin.
4. Tutup balutan dengan plastik bila klien
menggunakan pispot atau bila terjadi
inkontenensia.
5. Buka puntung terhadap udara, pencucian
dengan sabun ringan dan air setelah
pembalutan bila ada indikasi.
6. Awasi tanda vital
1. Meminimalkan kesempatan introduksi
bakteri.
2. Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan
kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan
mencegah komplikasi lebih serius.
3. Hemovac, drain Jackson-pratt mambantu
membuang drainase, meningkatkan
penyembuhan luka dan mengurangi resiko
infeksi.
4. Mencegah kontaminasi pada amputasi
tungkai.
5. Mempertahankan kebersihan, meminimalkan
kontaminasi kulit dan meningkatkan
penyembuhan kulit yang lunak/rapuh.
6. Peningkatan suhu dan takikardia dapat
menunjukkan terjadinya sepsis.
Kolaborasi
1. Kultur lika/drainase dengan tepat.
2. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
1. Mengidentifikasi adanya infeksi/organism
khusus
2. Antibiotik spectrum luas dapat digunakan
secara profilaksis atau terapi antibiotik
mungkin disesuaikan terhadap organism
penyebab.
Dx. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan berhubugan dengan
salah interpretasi, kurang terpajan informasi, kesulitan mengingat.
Tindakan Rasional
Mandiri
1. Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah
dan harapan klien yang akan datang.
2. Anjurkan perawatan balutan/luka
3. Tunjukkan cara perawatan protese, tekankan
pentingnya pemeliharaan secara rutin.
4. Tekankan pentingnya diet seimbang dan
pemasukan cairan adekuat.
1. Memberikan dasar pengetahuan dimana klien
dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi.
2. Meningkatkan perawatan diri, membantu
penyembuhan dan pemasangan protese serta
mengurangi resiko komplikasi.
3. Mengurangi resiko komplikasi dan
memperpanjang penggunaan protese
4. Memenuhu kebutuhan nutrien untuk
regenerasi jaringan, membantu
mempertahankan sirkulasi dan fungsi organ
agar tetap normal.
Daftar pustaka
Brunner and suddarth. 2001. KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH edisi 8 volume 3. Jakarta :
EGC.
Lukman dkk. 2009. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM MUSKULOSKELETAL. Jakarta : Salemba medika