12
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisiantara masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya. Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialaistik, namun tetap di lakukan secara holistic pada saat melakukan asuhan kepada klien. Berbagi terapi keperawatan yang di kembangkan di fokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga maupun komunitas. Banyak orang tua mempunyai pengertian terbatas mengenai proses tumbuh kembang anak, sehingga sering terjadi benturan-benturan yang menimbulkan masalah-masalah kesehatan jiwa pada remaja. Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan jiwa terkait gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan seksualitas pada remaja. 1.2 Tujuan 1.2.1 Tujuan umum

askep gangguan seksual

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep jiwa tentang gangguang seksual pada remaja (homoseks)

Citation preview

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa remaja merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia. Masa ini merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi perubahan biologis, perubahan psikologis, dan perubahan sosial. Remaja sering kali didefinisikan sebagai periode transisiantara masa kanak-kanak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tahun, atau seseorang yang menunjukkan tingkah laku tertentu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan sebagainya.

Asuhan keperawatan jiwa merupakan asuhan keperawatan spesialaistik, namun tetap di lakukan secara holistic pada saat melakukan asuhan kepada klien. Berbagi terapi keperawatan yang di kembangkan di fokuskan kepada klien secara individu, kelompok, keluarga maupun komunitas. Banyak orang tua mempunyai pengertian terbatas mengenai proses tumbuh kembang anak, sehingga sering terjadi benturan-benturan yang menimbulkan masalah-masalah kesehatan jiwa pada remaja. Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan jiwa terkait gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan seksualitas pada remaja.1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan umumMahasiswa keperawatan mampu memahami dan menerapkan asuhan keperawatan gangguan makan, gangguan tidur, dan gangguan seksual pada remaja.

1.2.2 Tujuan khusus

1. Mahasiswa mampu menjelaskan mengenai konsep dasar tentang gangguan makan, tidur dan seksual yang biasanya terjadi pada remaja

2. Mahasiswa mampu memahami tentang asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada klien remaja dengan gangguan makan, tidur, dan seksual.BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Gangguan Seksual pada Remaja

2.3.1 Contoh kasusAn. H (15 tahun) adalah seorang pelajar SMP kelas 3 di suatu instansi pendidikan Jakarta. An. H merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara. Dia tinggal bersama ibunya dan 3 kakak perempuannya. Sekitar 3 tahun lalu orang tua dari An. H cerai. An. H berpenampilan rapi dan maskulin. An. H memiliki kebiasaan pergi ke salah sau tempat fitnes center di Jakarta, yang notabene tempat itu merupakan tempat dari komunitas gay. Suatu ketika dia memiliki seorang teman laki-laki yang menurutnya dapat mengerti dirinya. An H mungkin rindu dengan sosok ayahnya. Lama kelamaan An H mulai nyaman dengan teman laki-lakinya tersebut, dia sering pergi bersama ke mal atau tempat lainnya dengan perilaku mesra dan bergandengan tangan. Di kota besar seperti Jakarta, gay merupakan suatu trend gaya hidup. 2.3.2 Pengertian

Homoseksual adalah laki-laki dan perempuan yang secara emosional dan seksual tertarik terhadap sesama jenis (Carrol, 2005). Homoseksual terdiri dari gay dan lesbian. Homoseksual adalah orang yang merasakan atau hanya tertarik dengan jenis kelamin yang sama, pria suka sama pria. Disebut gay bila penderitanya laki-laki dan lesbian untuk penderita perempuan. Pada kasus homoseksual, individu atau penderita yang mengalami disorientasi seksual tersebut mendapatkan kenikmatan fantasi seksual melalui pasangan sesama jenis.

Orientasi seksual ini dapat terjadi akibat bawaan genetik kromosom dalam tubuh atau akibat pengaruh lingkungan seperti trauma seksual yang didapatkan dalam proses perkembangan hidup individu, maupun dalam bentuk interaksi dengan kondisi lingkungan yang memungkinkan individu memiliki kecenderungan terhadapnya.

2.3.3 Psikopatologi / Psikodinamika

1. Faktor predisposisia. BiologiKombinasi atau rangkaian tertentu di dalam genetik (kromosom), otak , hormon, dan susunan syaraf diperkirakan mempengaruhi terbentuknya homoseksual.b. PsikologisPada saat ini di kota-kota besar terkadang dapat dikatakan bahwa keluarga kita pada umumnya bahwa keluarga kita pada umumnya tidak sempat lagi memperhatikan kebutuhan remaja akan penerapan moral dan pendidikan agama pada putra-putrinya, selain itu diakibatkan tidak harmonisnya hubungan antara remaja dengan orang tua. Misalnya akibat broken home atau orang tua tinggalnya berjauhan padahal pada saat tertentu remaja sangat membutuhkan orang tua tetapi mereka tidak disisinya.c. Sosial budayaTerjadi perubahan sosial dapat menyebabkan pergeseran nilai-nilai pada remaja. Remaja mulai menyaksikan TV, VCD yang menayangkan film dengan adegan kissing atau berkumpul di tepi pantai. Adegan-adegan itu mereka saksikan hampir setipa hari pada saatnya mereka seharusnya belajar dan beribadah.2. Faktor presipitasi

a. Stressor sosial budayaHomoseksual ini tidak dapat diterima oleh masyarakat dan tidak sesuai dengan tata cara serta norma-norma agama.b. Stressor psikologisRemaja gagal mengidentifikasi dan mengasimilasi - apa, siapa, dan bagaimana - menjadi dan menjalani peranan sesuai dengan identitas seksual mereka berdasarkan nilai-nilai universal pria dan wanita. Hal ini dikarenakan dalam proses pembentukan identitas seksual, seorang anak pertama-tama akan melihat pada: orang tua mereka sendiri yang berjenis kelamin sama dengannya dan kemudian mereka juga melihat pada teman bermain yang berjenis kelamin sama dengannya.3. Penilaian terhadap stressor

a. Respon kognitif: tidak dapat membedakan peran dirinya sebagai laki-laki atau perempuan sesuai dengan identitas seksualnyab. Respon afektif: biasanya akan menimbulkan perasaan berdosa dan menjadi penganggu ketenangan batinc. Respon perilaku: remaja lebih suka berteman atau menjalin hubungan dengans sesama jenis4. Sumber kopinga. Kemampuan personal: kemampuan untuk meningkatkan rasa percaya diri terhadap identitas seksualnya. Kemampuan lainnya klien dapat mengambil keputusan untuk melakukan peran sesuai dengan peranan yang sesuai identitas seksualnya.b. Dukungan sosial: dukungan untuk individu yang di dapat dari keluarga, teman, kelompok, atau orang-orang disekitar klien. Dukungan ini untuk membantu klien mengetahui peranan yang sesuai dengan identitas seksualnya.c. Asset material: ketersediaan materi antara lain yaitu akses pelayanan kesehatan, dana atau finansial yang memadai, asuransi, jaminan pelayanan kesehatan dan lain-lain.

d. Keyakinan positif: merupakan keyakinan spiritual dan gambaran positif seseorang sehingga dapat menjadi dasar dari harapan yang dapat mempertahankan koping adaptif walaupun dalam kondisi penuh stressor. Keyakinan yang harus ditingkatkan bahwa klien memiliki kodratnya masing-masing sesuai identitasnya sehingga tidak meyukai sesama jenis.5. Mekanisme kopingMekanisme koping yang mungkin digunakan klien untuk mengekspresikan masalah seksualnya, antara lain :

a. Fantasi, mungkin digunakan untuk meningkatkan kepuasan sekasualb. Denial, mungkin digunakan untuk tidak mengakui adanya konflik atau ketidakpuasan seksual

c. Rasionalisasi, mungkin digunakan untuk memperoleh pembenaran atau penerimaan tentang motif, perilaku, perasaan dan dorongan seksual

d. Menarik Diri, mungkin dilakukan untuk mengatasi perasaan lemah, perasaan ambivalensi terhadap hubungan intim yang belum terselesaikan secara tuntas2.3.4 Diagnosa2.3.4.1 Diagnosa Medis: -2.3.5.2 Diagnosa Keperawatan

1. Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, depresi2. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan seksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat3. Isolasi sosial berhubungan dengan harga diri rendah dengan diasingkan oleh masyarakat, diskriminasi dan pelecehan verbal atau intimidasi, memiliki perasaan komunitas yang rendah2.3.5 Penatalaksanaan

2.3.5.1 Farmakoterapi:1. Pengobatan dengan estrogen (eastration)Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidakterkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.2. Pengobatan dengan neuroleptika. PhenothizineMemperkecil dorongan sexual dan mengurangi kecemasan. Diberikan peroral.b. Fluphenazine enanthatePreparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.c. Pengobatan dengan trnsquilizerDiazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.2.3.5.2 Intervensi KeperawatanDx KepTujuanIntervensi

Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan struktur dan fungsi tubuh, depresi1. Jangka Pendek :a. Klien akan mengidentifikasi stresor yang berperan dalam penurunan fungsi seksual dalam 1 minggub. Klien akan mendiskusikan patofisiologi proses penyakitnya yang menimbulkan disfungsi seksual dalam 1 minggu2. Jangka Panjang :

Klien dapat mempersepsikan dengan baik dengan masalah seksual

1. Kaji riwayat seksual dan tingkat kepuasan sebelumnya dalam hubungan seksual

2. Kaji persepsi klien terhadap masalah

3. Bantu klien menetapkan dimensi waktu yang berhubungan dengan awitan masalah dan diskusikan apa yang terjadi dalam situasi kehidupannya pada waktu itu

4. Kaji alam perasaan dan tingkat energi klien5. Tinjau aturan pengobatan, observasi efek samping

6. Dorong klien untuk menanyakan hal-hal yang berkenaan dengan seksual dan fungsi yang mungkin menyusahkan dirinya

Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan pilihan seksual yang berbeda, penyesuaian diri terhadap seksual terlambat1. Jangka Pendek :a. Klien akan mengatakan aspek-aspek seksualitas yang ingin diubahb. Klien dan pasangannya akan saling berkomunikasi tentang cara-cara dimana masing-masing meyakini hubungan seksual mereka dapat diperbaiki2. Jangka Panjang :a. Klien akan memperlihatkan kepuasan dengan pola seksualitasnya sendirib. Klien dan pasangannya akan memperlihatkan kepuasan dengan hubungan seksualnya1. Ambil riwayat seksual, perhatikan ekspresi area ketidakpuasan klien terhadap pola seksual

2. Kaji area-area stress dalam kehidupan klien dan periksa hubungan dengan pasangan seksualnya

3. Catat faktor-faktor budaya, sosial, etnik dan religius yang mungkin menambah konflik yang berkenaan dengan praktik seksual yang berbeda

4. Terima dan jangan menghakimi

5. Bantu therapy dengan perencanaan modifikasi perilaku untuk membantu klien yang berhasrat untuk menurunkan perilaku-perilaku seksual yang berbeda

6. Jika perubahan pola seksualitas berhubungan dengan penyakit atau pengobatan medis, berikan informasi untuk klien dan pasangannya berkenaan dengan hubungan antara penyakit dan perubahan seksual

Isolasi sosial berhubungan dengan harga diri rendah dengan diasingkan oleh masyarakat, diskriminasi dan pelecehan verbal atau intimidasi, memiliki perasaan komunitas yang rendahklien mampu berinteraksi dengan masyarakat dalam 3x24 jam1. Membina hubungan saling percaya denga klien2. Mengkaji penyebab isolasi sosial

3. Informasikan pada klien pentingnya berinteraksi dengan orang lain

4. Berikan dukunagan yang positif dan dukungan emosi

5. Bantu klien berinteraksi dengan orang lain secara bertahap

Dapus

Capernito-moyet, Lnyda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 10. Jakarta: EGC.

Carrol, J. L. (2005). Sexuality. Wadsworth: Thomson Learning, Inc.

Stuart and Laria. 2005. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Stuart. 2007. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC