22
ASKEP PNEUMONIA 2.1 Definisi Pneumonia Menurut Hudak (1998) dalam Asih & Effendy (2004), Pneumonia adalah suatu proses inflamasi dimana kompartemen alveolar terisi oleh eksudat. Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut usia. Menurut Corwin (2001), Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian bawah, penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer atau sekunder setelah infeksi virus. 2.2 Etiologi Menurut Corwin (2001), Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia steptrokokus. Bakteri staphylococcus aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus grup A yang juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh virus misalnya influenza. Pneumonia mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai yang disebabkan

Askep Pneumonia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Askep Pneumonia

ASKEP PNEUMONIA

2.1     Definisi Pneumonia

   Menurut Hudak (1998) dalam Asih & Effendy (2004), Pneumonia adalah

suatu proses inflamasi dimana kompartemen alveolar terisi oleh eksudat.

Pneumonia merupakan penyebab kematian yang cukup tinggi pada klien lanjut

usia.

                                           

   Menurut Corwin (2001), Pneumonia adalah infeksi saluran nafas bagian

bawah, penyakit ini adalah infeksi akut jaringan paru oleh mikroorganisme.

Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang timbul secara primer

atau sekunder setelah infeksi virus.

2.2         Etiologi

Menurut Corwin  (2001), Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah

bakteri positif-gram, streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia

steptrokokus. Bakteri staphylococcus aureus adalah streptokokus beta-hemolitikus

grup A yang juga sering menyebabkan pneumonia, demikian juga pseudomonas

aeroginosa. Pneumonia lain disebabkan oleh virus misalnya influenza. Pneumonia

mikoplasma, suatu pneumonia yang relative sering dijumpai yang disebabkan oleh

suatu organisme yang berdasarkan beberapa aspeknya berada diantara bakteri dan

virus.

2.3         Patofisiologi

Menurut Chirstman (1995) dalam Asih & Effendy (2004), Dari berbagai

macam penyebab pneumonia, seperti virus, bakteri, jamur, dan riketsia,

pneumonitis hypersensitive dapat menyebabkan penyakit primer. Pneumonia juga

dapat terjadi akibat aspirasi, yang paling jelas adalah pada klien

Page 2: Askep Pneumonia

yang diintubasi, kolonisasi trachea dan terjadi mikroaspirasi sekresi saluran

pernafasan atas yang terinfeksi, namun tidak semua kolonisasi akan

mengakibatkan pneumonia.

   Menurut Asih & Effendy (2004), mikroorganisme dapat mencapai paru

melalui beberapa jalur, yaitu:

1)        Ketika individu terinfeksi batuk, bersin atau berbicara, mikroorganisme

dilepaskan kedalam udara dan terhirup oleh orang lain.

2)        Mikroorganisme dapat juga terinspirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari

peralatan terapi pernafasan yang terkontaminasi.

3)        Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring

dapat menjadi patogenik

4)        Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi dari

infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi.

Pada individu yang sehat, pathogen yang mencapai paru dikeluarkan atau

bertahan dalam pipi melalui mekanisme perubahan diri seperti reflex batuk, kliens

mukosiliaris, dan fagositosis oleh makrofag alveolar. Pada individu yang rentan,

pathogen yang masuk ke dalam tubuh memperbanyak diri, melepaskan toksin

yang bersifat merusak dan menstimulasi respon inflamasi dan respon imun, yang

keduanya mempunyai efek samping yang merusak.

Reaksi antigen-antibodi dan endotoksin yang dilepaskan oleh beberapa

mikroorganisme merusak membrane mukosa bronchial dan membrane

alveolokapiler. Inflamasi dan edema menyebabkan sel-sel acini dan bronkiales

terminalisterisi oleh debris infeksius dan eksudat, yang menyebabkan

abnormalitas ventilasi-perfusi. Jika pneumonia disebabkan oleh staphilococcuc

atau bakteri gram-negatif dapat terjadi juga nekrosis parenkim paru.

Pada pneumonia pneumokokus, organism S. pneumonia meransang respons

inflamasi, dan eksudat inflamsi menyebabkan edema alveolar, yang selanjutnya

mengarah pada perubahan-perubahan lain . sedangkan pada pneumonia viral

disebabkan oleh virus biasanya bersifat ringan dan self-limited tetapi dapat

membuat tahap untuk infeksin sekunder bakteri dengan memberikan suatu

Page 3: Askep Pneumonia

lingkungan ideal untuk pertumbuhan bakteri dan dengan merusak sel-sel epitel

bersilia, yang normalnya mencegah masuknya pathogen ke jalan nafas bagian

bawah.                                                    

   

2.4         Stadium Pneumonia Bakterialis

Menurut Meldawati (2009), Untuk pneumonia pneumokokus, terdapat

empat stadium penyakit, antara lain:

1)        Stadium I disebut hyperemia

Mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung di daerah paru

yang terinfeksi. Hal ini ditandai oleh peningkatan aliran darah dan permeabilitas

kapiler ditempat infeksi. Hyperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-

mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel  imun dan sel cedera

jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamine dan prostaglandin.

Degranulasi sel mast juga mengaktifan jalur komplemen. Kompelen bekerja sama

dengan histamine dan prostaglandin untuk melemaskan oto polos vaskuler paru

dan meningkatkan permeabilitas kapiler. Hal ini menyebabknan perpindahan

eksudat plasma kedalam ruang interstisium sehingga terjadi penurunankecepatan

difusi gas-gas. Karena oksigen kurang larut dibandingkan dengan karbon

dioksida, maka perpindahan gas ini kedalam darah paling terpengaruh, yang

sering menyebabkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. Dalam stadium

pertama pneumonia ini, infeksi menyebar kejaringan sekitarnya akibat

peningkatan aliran darah dan rusaknya alveolus dan membrane kapiler disekitar

tempat infeksi seiring dengan berlanjutnya proses peradangan.

2)         Stadium II disebut hepatisari merah

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel-sel darah merah, eksudat, dan fibrin, yang

dihasilkan oleh pejamu sebagai bagian dari reaksi peradangan.

3)        Stadium III disebut hepatisasi kelabu

Page 4: Askep Pneumonia

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih berkolonisasi bagian paru yang terinfeksi.

Pada saaat ini, endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan

terjadi fagositosis sisa-sisa sel

4)        Stadium IV disebut resolusi

Terjadi sewaktu respons imun dan peradangan  peradangan, mereda; sisa-sisa sel,

fibrin, dan bakteri telah dicerna; dan makrofag; sel pembersih pada reaksi

peradangan, mendominasi.

2.5         Manifestasi Klinis

Menurut Corwin (2001), gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis

pneumonia, tetapi terutama mencolok pada pneumonia yang disebabakan oleh

bakteri. Gejala-gejala mencakup:

1)        Demam dan menggigil akibat proses peradangan

2)        Batuk yang sering produktif dan purulen

3)        Sputum berwarna merah karat (untuk streptococcus pneumoniae), merah muda

(untuk staphylococcus aureus), atau kehijauan dengan bau khas (untuk

pseudomonas aeruginosa)

4)        Krekel (bunyi paru tambahan).

5)        Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan edema.

6)        Biasanya sering terjadi respons subyektif dispnu. Dispnu adalah peasaan sesak

atau kesulitan bernafas yang dapat disebabkan oleh penurunan pertukaran gas-gas.

7)        Mungkin timbul tanda-tanda sianosis

8)        Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mucus, yang dapat

menyebabkan atelektasis absorpsi.

9)        Hemoptisis, batuk darah, dapat terjadi akibat cedera toksin langsung pada

kapiler atau akibat reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan kapiler.

2.6  Pertimbangan Gerontologis

Page 5: Askep Pneumonia

Menurut  Stanley & Beare (2007), tiga hal klasik pada pneumonia, seperti:

batuk, demam, dan nyeri pada pleura mungkin tidak terjadi pada lansia.

Sedangkan perubahan yang sering menyertai pneumonia pada lansia adalah

seperti peningkatan pernafasan (lebih dari25 kali per menit), peningkatan produk

sputum, konfusi pada lansia yang rapuh, hilangnya nafsu makan, dan hipotensi

(sistolik kurang dari 100 mmHg) mungkin merupakan petunjuk untuk diagnosis

pneumonia. Beberapa tanda dan gejala ini merupakan akibat sepsis yang pada

umumnya terjadi dengan pneumonia.

2.7         Pemeriksaan Diagnostik

 Menurut  Dinkes Provinsi Jawa Barat (2009), berikut ini untuk menegakkan

diagnostic  penderita Pneumonia.

Diagnostik pneumonia ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat

kesehatan (terutama infeksi saluran pernafasan yang baru saja dialami diitujukan

untuk memperkirakan kemungkinan sumber infeksi berhubungan dengan faktor

resiko, seperti : (a) adanya penyakit sebelumnya : PPOK (penyakit paru obstruktif

kronis)-(H.influenzae), kejang / tidak sadar-(kuman gram negatif dari

pencernaan), penurunan kemampuan pertahanan tubuh / kecanduan obat-obatan

terlarang – (gram  negatif, jamur), usia bayi – (virus), muda – (M.

pneumoniae), perjalanan penyakit cepat dengan dahak yang kotor berwarna

kemerahan – (S. pneumoniae), perjalanan penyakit perlahan dengan dahak sedikit

– (M. pneumoniae)

1.        Laboraorium

Peningkatan sel darah putih (leukositosis) umumnya didapatkan sebagai tanda

adanya infeksi oleh bakteri. kadar sel darah putih yang normal atau rendah dapat

menandakan infeksi terjadi akibat virus, atau pada infeksi yang sudah berat

sehingga kemampuan tubuh menjadi menurun. Kondisi ini pula dapat terjadi pada

penderita dengan gangguan sistem pertahanan tubuh (penderita AIDS, pengguna

steroid jangka panjang), dan juga pada orang tua. Pemeriksaan analisa gas darah

Page 6: Askep Pneumonia

untuk mengetahui seberapa berat perjalanan penyakit dan kondisi penderita saat

itu.

Pemeriksaan perkembang biakan bakteri (kultur bakteri) perlu dilakukan untuk

mengetahui secara pasti bakteri yang berkembang sehingga penggunaan 

antibiotika dapat diberikan lebih tepat. Pengambilan bahan untuk kultur dapat

berasal dari sputum, darah, aspirasi sekret, aspirasi jarum transtorakal, atau

bronkoskopi.          

2.        Pencitraan

Gambaran x-ray dapat ditemukan gambaran bercakan keras (infiltrat) pada

segmen apikal lobus bawah atau di daerah tengah paru, diperkirakan akibat

aspirasi kuman di saluran pencernaan. Infiltrat di lobus atas sering disebabkan

oleh Klebsiella sp, tuberkulosis atau amiloidosis. Infiltrasi pada lobus bawah

dapat disebabkan oleh Staphylococcus sp. ,

Gambaran lesi kista (seperti bola) dengan gambaran cairan-udara (air-fluid level)

curiga suatu abses (bisul) dalam paru, yang disebabkan oleh infeksi anaerob, gram

negatif atau amiloidosis. Terkumpulnya cairan pada rongga pleura (efusi) sering

diakibatkan oleh infeksiS. pneumoniae, dapat juga disebabkan oleh kuman

anaerob (S. pyogenes, E.coli danStaphyllococcus sp). Pada kasus-kasus ini

diperlukan pengamatan yang ketat dan pemeriksaan x-ray dada berulang untuk

melihat perkembangan dari penyakit.

2.8       Penatalaksanaan Medis

   Menurut  Meldawati (2009), Penatalaksaan untuk pneumonia tergantung

pada penyebab sesuai dengan yang ditemukan oleh pemeriksaan sputum 

Pengobatan dan mencakup, antara lain:

1.        Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakterialis pneumonia lain juga dapat

diobati dengan antibiotic untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder

2.        Istrahat

3.        Hidrasi untuk membantu melancarkan sekresi

4.        Tekhnik-tekhnik bernafas dalam untuk menningktakan ventilasi alveolus dan

mengurang resiko atelektasis.

Page 7: Askep Pneumonia

5.        Juga diberikan obat-obat lain yang spesifik untuk mikroorganisme yang

diidentifikasi dari biakan sputum.

                                ASUHAN KEPERAWATAN PADA PNEUMONIA

Menurut Meldawati (2009), berikut ini Pengkajian Asuhan Keperawatan

untuk pasien penderita Pneumonia:

3.1  Pengkajian

a.             Aktivitas / Istirahat

       Gejala                            Kelemahan, kelelahan dan insomnia

     Tanda                            letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas

b.             Sirkulasi

Gejala                            Riwayat adanya/ GJK kronik

Tanda                            Takikardia penampilan kemerahan atau cepat

c.             Integritas ego

Gejala                            Banyaknya stressor, masalah finansial

d.            Makanan/cairan

Gejala                            Kehilangan nafsu makan mual/muntah dan adanya riwayat DM

Tanda                            Distensi Abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan tugor kulit buruk

dan penampilan kakeksia (malnutrisi)

e.             Neurosor

Gejala                            Sakit kepala daerah frontal (Influenza)

Tanda                            perubahan mental (bingung, samnolen)

f.              Nyeri/Kenyamanan

Gejala                            Sakit kepala, nyeri dada (pleuritik), meningkat oleh

batuk, nyeri dada substernal (Influenza), mialgia dan artalgia

Tanda                            Melindungi area yang sakit (penderita biasanya tidur pada sisi yang sakit untuk

mengatasi pergerakan )

Page 8: Askep Pneumonia

g.             Pernafasan

Gejala                            Riwayat adanya / ISK Kronis, PPOM, merokok sigaret. Takipnea, dispnea,

progresif, pernafasan dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal

Tanda                            Sputum; merah muda, berkarat, purulen.

Perkusi                :     pekak diatas area yang konsolidasi

Pramitus              :     Taktil dan vocal terhadap meningkat konsilidasi gesekan triksi pleura

Bunyi nafas        :     Menurun atau tidak ada diatas area terlibat, nafas bronchial

Warna                 :     Pucat/sianosis bibir/kuku

h.             Keamanan

Gejala                            Riwayat gangguan system imun, misal SLE, AIDS, penggunaan steroid atau

khemoterapi, Insitusinalisai, ketikmampuan umum demam

Tanda                            Berkeringat menggigil berulang, gemetar

                                  Kemerahan mungkin pada kasus rubeola, Varisela

i.               Penyuluhan/pembelajaran

 Gejala                            riwayat mengalami pembedahan; penggunaan  alcohol kronis  Pertimbangan

DRG menunjukan rerata lama dirawat : 6,8 hari

Rencana pemulangan bantuan dengan perawatan diri.

Oksigen mungkin diperlukan,bila ada kondisi pencetus.

3.2  Diagnosa Keperawatan Intervensi

          Menurut  Mutaqqin Arif (2008), berikut Diagnosa Keperawatan beserta

Intervensi :

a.         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi mucus

yang kental, kelemahan, upaya batuk buruk, dan edema ystem, edema trakeal/

faringeal.

DS :

- Klien mengatakan mengeluh sesak nafas

Page 9: Askep Pneumonia

DO:

- Takipneu/pernafasan cepat, dangkal disertai cuping hidung

- Bunyi nafas bronchial, ronkhi

- Pernafasan menggunakan otot aksesori

- Dispneu, sianosis

Tujuan:   dalam waktu 2x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan jalan nafas

kembali efektif

Kriteria Evaluasi:

-          Klien mampu melakukan batuk efektif

-          Pernafasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa da penggunaan otot bantu

nafas.

-          Bunyi nafas normal, Rh -/- dan pergerakan pernafasan normal

       Intervensi :

       MONITOR

-          Kaji fungsi pernafasan (bunyi nafas, kecepatan, irama, kedalaman, dan

penggunaan otot bantu nafas).

-          Kaji kemampuan klien mengleuarkan sekresi. Lalu catat karekter dan volume

sputum

TINDAKAN MANDIRI

-          Berikan posisi semi/fowler tinggi dan bantu klien latihan nafas dalam dan

batuk yang efektif

-          Pertahankan intake cairan sedikitnya 2500ml/hari kecuali tidak di indikasi

-          Bersihkan secret dari mulut dan trakea bila perlu, lakukan penghisapan 

(suction)

KOLABORASI

-          Kolaborasi pemberian sesuai indikasi obat antibiotic

-          Pasang Bronkodilator, jenis aminophilin, via intravena

Page 10: Askep Pneumonia

b.        Resiko tinggi gangguan pertukarangas yang berhubungan dengan penurunan

jaringan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveola-kapiler, edema

bronchial.

DS:

- Klien mengatakan Sesak nafas

DO:

- Dispneu, sianosis

- Takikardia

- Gelisah

Tujuan;

Dalam waktu 2x24 jam setelah diberikan gangguan pertukaran gas tidak terjadi

Kriteria Evaluasi;

-          Dilaporkan tidak adanya/penurunan dispnea

-          Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernafasan

-          Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas

darah arteri dalam rentang normal.

       Intervensi :

       MONITOR

-          Kaji dispnea, takipnea, bunyi nafas, peningkatan upaya pernafasan, ekspansi

thoraks dan kelemahan

-          Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada kulit-

termasuk memdran mukosa dan kuku

TINDAKAN MANDIRI

-          Ajarkan dan dukung pernafasan bibir selama ekspirasi khususnya untuk klien

dengan fibrosis dan kerusakan parenkhim paru

-          Tingkatkan tirah baring, batas aktifitas dan kebutuha perawatan diri sehari-hari

sesuai keadaan klien

KOLABORASI

-          Kolaborasi Pemeriksaan AGD

-          Berikan oksigen sesuai kebutuhan

Page 11: Askep Pneumonia

c.         Hipertermi yang berhubungan dengan reaksi sistemis: bekteremia/piremia,

penigkatan laju metbolisme umum.

DS:

- Mengeluh demam

DO:

- Suhu tubuh meningkat 

(39 %)

Batasan karakteristik: foto roncten thoraks menunjukan danya pleuritis, suhu

diatas 30OC, diaphoresis intermiten, leukosit diatas 10.000/mm3, dan kultur

sputum positif.

Kriteri evaluasi:

Suhu tubuh normal (36-37OC)

Intervensi :

MONITOR

-          Kaji saat timbulnya demam

-          Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering

TINDAKAN MANDIRI

-          Berikan kebutuhan cairan ekstra

-          Berikan kompres dingin

-          Kenakan pakaian minimal

-          Berikan tindakan untuk memberikan rasa nyaman seperti mengelap bagian

punggung klien, mengganti alat tenun yang kering setelah diaphoresis, member

minum hangat, lingkungan yang tenang dengan cahaya yang redup, dan sedatife

ringan jika dianjurkan serta memberikan pelembab pada kulit dan bibir

KOLABORASI

-          Berikan terapi cairan intravena RL 0,5 dan pemberian antipiretik

-          Berikan antibiotic sesuai dengan ajuran dan evaluasi kefektifannya. Tinjau

kembali semua obat-obatan yang diberikan. Untuk menghindari efek merugikan

Page 12: Askep Pneumonia

akibat interaksi obat . jadwalkan pemberian obat dalam kadar darah yang

konsisten.

d.   Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan kelemahan fisk peningkatan

metabolisme umum sekunder dari kerusakan pertukaran gas.

DS :

-          Klien mengatakan susah melakukan aktifitas seperti biasanya klien mengeluh

sesak pada saat bernafas

DO :

-          Terdapat bunyi ronchi

-          Klien tampak memegangi daerah dada

-          Klien tampak menindih area yang sakit untuk mengurangi rasa sakit

Batasan karakteristik: menyatakan sesak nafas dan lelah dengan ktifitas minimal ,

diaphoresis, takikardia pada aktifitas minimal

Criteria evaluasi

-          Klien mendemostrasikan peningkatan toleransi terhadap aktivitas

-          Klien dapat melakukan aktivitas, dapat berjalan lebih jauh tanpa mengalami

nafas tersengal-sengal, sesak nafas dan kelelahan

     Intervensi :

     MONITOR

-          Monitor frekuansi nadi dan nafas sebelum dan sesudah aktivitas

-          Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan nafas meningkat secara cepat daan

klien mengeluh sesak nafas dan kelelahan, tingakatkan aktivitas secara bertahap

untuk meningkatkan toleransi

TINDAKAN MANDIRI

-          Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai denga kebutuhannya. Beri

klien waktu istirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas

-          Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegaha

terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama

KOLABORASI

Page 13: Askep Pneumonia

-          Konsultasikan dengan dokter jika sesak nafas tetap ada atau bertambah berat

saat istirahat

e.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

merabolisme tubuh dan penurunan nafsu makan sekunder terhadap demam

DS:

- Nafsu makan menurun

- Berat badan menurun,

lemah

DO:

- Tonus otot menurun

Batasan krakteristik : mengatakan anoreksia, makan kurang 40 % dari yang

seharusnya, penurunan BB dan mengeluh lemah

Criteria evaluasi :

-          Klien mendemonstrasikan intake mekanan untuk memenuhi kebutuhan dan

metabolisme tubuh

-          Intake makanan meningkat, tidak ada penurunan BB lebih lanjtu, menyatakan

perasaan sejahtera.

     Intervensi :

     MONITOR

-          Pantau : presentase jumlah makanan yang dikonsumsi setiap kali makan.

Timbang BB tiap hari, hasil pemeriksaan protein total, albumin dan osmolalitas.

TINDAKAN MANDIRI

-          Memberikan perawatan mulut tiap 4 jam jika sputum berbau busuk.

Pertahankan kesegaran ruangan

PEN KES

-          Dukung klien untuk mengkonsumsi makanan tiggi kalori, tinggi protein.

KOLABORASI

-          Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi sering dan mudah dikunyah jika

ada sesak nafas berat.

Page 14: Askep Pneumonia

-          Rujuk kepada ahli diet untuk membantu memilih makanan yang dapat

memenuhi kebutuhan gizi selama skit panas

f.     Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan demam,

diaphoresis, dan masukan oral sekunder terhadap proses pneumonia

DS : Klien mengatakan sering haus

DO :

-          Tekanan darah 90/70 mmHg

-          Nadi : 50 x permenit

Batasan karakteristik : menyatakan haus, hipernatremia, membrane mukosa

kering, urine kental, turgor buruk, berat badan berkurang tiap hari, frekurnsi nadi

lemah, dan tekanan darah menurun

Criteria evaluasi :

-          Klien mampu mendemontrasikan perbaikan status cairan dan elektrolit.

-          Output urine lebih besar dari 30 ml/jam, berat jenis urine 1,005 – 1,025,

natrium serum dalam batas normal, membran lembab, turgor kulit baik,tidak ada

penurunan berat badan, dan tidak mengeluh kehausan.

     Intervensi :

-           

MONITOR

-          Pantau Intake dan output cairan setiap 8 jam, timbang BB tiap hari, hasil

pemeriksaan analisis urin dan elektrolit serum, kondisi kulit dan membrane

mukosa tiap hari.

-          Monitor intake cairan dan output urine tiap 6 jam.

TINDAKAN MANDIRI

-          Berikan terapi intravena sesuai dengan anjuran dan berikan dosis

pemeliharaan, selain itu berikan pola tindakan-tindakan pencegahan.

Page 15: Askep Pneumonia

-          Berikan cairan per oral sekurang-kurangnya tiap 2 jam sekali. Dukung klien

untuk minum cairan yang bening dan mengandung kalori.

KOLABORASI

-          Laporkan pada dokter jika ada tanda-tanda kekurangan cairan menetap atau

bertambah berat.