Upload
rezaandroid
View
278
Download
19
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.
Citation preview
askep polisitemia BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu
fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan
organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi
yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan
berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan
pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki
daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada
orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari
biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya
dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya,
dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat
ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia.
Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit
milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit
mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat
menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata
membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat
hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas
darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh
darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.
Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan
oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah
anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap
eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau
sebagai target untuk terapi masa depan.
Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada
pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan
jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena
hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat
menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-
tahun.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari polisitemia?
2. Bagaimana gejala polisitemia?
3. Apa penyebab polisitemia?
4. Apa komplikasi polisitemia?
5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia?
6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?
1.3 TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu
Polisitemia
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia.
b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis,
patofisiologi, pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Polisitemia.
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN POLISITEMIA
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi,
polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam
darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah
akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak
memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga
dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak
disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan
sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel
benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari
eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses
proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah
contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar
antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan
sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini
dikenal dengan sebutan polisitemia vera.
Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama
kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas
normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder
umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya
atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia
Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang
paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat
untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses
ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah
dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.
2.2 ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak
diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik
warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi
yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar
oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru
parah, dan penyakit jantung.
Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah
merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit
yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang.
Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan
ikat.
Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan
menyebabkan :
o Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis
sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
o Penurunan laju transpor oksigen
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala
dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak,
mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.
2. Penurunan shear rate
Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu
agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan,
walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV,
manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.
3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).
Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis
dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50%
kasus PV.
4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)
Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama
setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu
keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat
adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana
kadar histamin.
5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi
sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.
6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya
splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis
ekstramedular.
7. Laju siklus sel yang tinggi
Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi
sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan
meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis
Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.
8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.
Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin
B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk
pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12
(UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti
diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan
mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.
9. Muka kemerah-merahan (Plethora )
Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai
akibat peningkatan massa eritrosit.
10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,
perasaan panas.
11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan
gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas
darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang
tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.
2.4 PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan
volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa
perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam
keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.
Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.
Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas
(stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang
terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan
dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih
belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-
kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan
mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting
yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi
pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi
domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of
transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara
spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari
hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi
617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi
JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung
tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami
thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang
disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.
Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,
pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV
menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan
pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan
batu ginjal.
Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk
hematopoietik adalah sebagai berikut:
1 tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik
2 adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk
hematopoietik normal.
3 Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3
GMCSF dan sistem cell faktor.
Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :
Fase eritrositik atau fase polisitemia.
Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah
eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi
secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.
Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi
trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan
klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi
metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.
Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang
dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara
8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18
bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut
meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien
mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.
Pathway
klik disini
2.5 KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar
untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai
dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan
jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan
kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar
eritropoietin (EPO) dalam darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk
mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen
Janus kinase-2/JAK2).
2.7 PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat
dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis
vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.
Prinsip terapi
1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan
mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.
Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:
§ Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis
§ Leukositosis progresif
§ Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
§ Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan
berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.
1. Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan
yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan
pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan
penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah
diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah
mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan.
Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria
kulit hitam dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah
atau konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih
baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi
mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti
flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai
hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena
dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka
panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan
lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA
masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan
pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali).
Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan
memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan
sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena,
apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu
pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.
Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12
minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol
trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah
Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak
dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik
Siklofosfamid (Cytoxan).
2. Pengobatan pendukung
1. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit
yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
2. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen
dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
3. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
4. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
5. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan
toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi).
Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan
pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA
3.1 PENGKAJIAN
1. Identitas klien
meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama
2. Keadaan dan keluhan utama
Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat
lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe
3. Riwayat penyakit dahulu
-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal
-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis
-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.
4. Riwayat penyakit keluarga
-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit
yang diderita klien saat ini
-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien
-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia
5. Riwayat penyakit sekarang
-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang
dideritanya(anemia)
6. Data sosial,psikologis dan agama
-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan
pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah
-adanya depresi
7. Data kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
- Penurunan masukan diet
- masukan diet rendah protein hawan
- kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat
b. Aktivitas istirahat
-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur
c. Eliminasi BAK dan BAB
-Frekuensi,warna,konsistensi dan bau
1. PENGKAJIAN
a. Sistim Sirkulasi
Gejala :
- riwayat kehilangan darah kronis
- riwayat endokarditis infektif kronis
- palpitasi
Tanda:
- Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural.
- Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi
gelombang T jika terjadi takikardia.
- Denyut nadi : takikardi dan melebar
- Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring,
bibir dan dasar kuku)
- Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.
- Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi
kompensasi)
- Kuku : Mudah patah.
- Rambut : Kering dan mudah putus.
b. Sistim Neurosensori
Gejala:
- sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi
- imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata
- kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki
- sensasi menjadi dingin
Tanda:
- Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis
- Mental : tak mampu berespon.
- Oftalmik : Hemoragis retina.
- Gangguan koordinasi.
c. Sistim Pernafasan
Gejala:
-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas
Tanda :
-Takipnea,ortopnea, dan dispnea
d. Sistim Nutrisi
Gejala:
-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah
-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)
-mual muntah,dyspepsia,anoreksia
-adanya penurunan berat badan
Tanda:
-Lidah tampak merah daging
-Membran mukosa kering dan pucat.
-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.
-Stomatitis dan glositis.
-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)
e. Sistim Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
- Keletihan,kelemahan,malaise umum
- kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja
- toleransi terhadap latihan rendah
- kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak
Tanda:
- Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.
- Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.
- Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
- Ataksia,tubuh tidak tegak
f. Sistim Seksualitas
Gejala:
-hilang libido(pria dan wanita)
-impoten
Tanda:
-Serviks dan dinding vagina pucat.
g. Sistim Keamanan dan Nyeri
Gejala:
-riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia
-riwayat kanker
-tidak toleran terhadap panas dan dingin
-transfusi darah sebelumnya
-gangguan penglihatan
-penyembuhan luka buruk
-sakit kepala dan nyeri abdomen samar
Tanda:
-Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.
-Limfadenopati umum
-Petekie dan ekimosis.
-Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
3.2 DIAGNOSA
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan
kebutuhan/kelelahan
3.3 INTERVENSI
N
O
NO.DX TUJUAN/KRITERIA
HASIL
INTERVENSI RASIONAL
1 1 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan 1x24
jam Px menunjukkan
perfusi ade kuat :
tanda vital stabil,
membrane merah
muda, pengisian
kapiler baik
Mandiri
1. Awasi tanda vital, kaji
pengisian kapiler dan
warna kulit atau
membrane mukosa.
2. Tinggikan kepala tempat
tidur sesuai toleransi
3. Kaji pernafasan,
auskultasi bunyi napas
4. Catat keluhan rasa
dingin, pertahankan
suhu lingkungan dan
tubuh hangat sesuai
indikasi
Kolaborasi
5. Awasi pemeriksaan
Laboratorium : Hb,Ht,
Jumlah SDM, GDA
1. Memberikan informasi
tentang derajat/
keadikuatan perfusi
jaringan dan membantu
menentukan kebutuhan
interfensi
2. Meningkatkan ekspansi
paru dan
memaksimalkan
oksigennasi untuk
kebutuhan seluler
kecuali bila ada
hipotensi
3. Dispnea, gemericik
menunjukkan adanya
peningkatan
kompensasi jantung
untuk pengisian kapiler
4. Vasokonstriksi ke organ
vital menurunkan
sirkulasi perifer.
5. Kenyamanan pasien
akan kebutuhan rasa
hangat harus seimbang
untuk mengindari panas
6. Berikan transfusi darah
(SDM darah lengkap/
packed, produk darah
sesuai dengan indikasi).
Awasi ketat untuk
komplikasi tranfusi
berlebihan pencetus
vasodilatasi (penurunan
perfusi organ)
6. Mengidentifikasi
defisiensi dan
kebutuhan pengobatan
ataupun respon
terhadap terapi.
Meningkatkan jumlah
sel pembawa oksigen,
memperbaiki defisiensi
untuk menurunkan
resiko perdarahan
2 2 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam maka akan
menunjukkan:
peningkatan berat
badan atau berat
badan stabil dengan
nilai laboratorium
normal, tidak
mengalami tanda
malnutrisi,
menunjukkan
perilaku atau
perubahan pola
hidup untuk
menigkatkan atau
mempertahankan
Mandiri :
1. Kaji riwayat nutrisi
2. Observasi intake nutrisi
pasien, timbang berat
badan setiap hari.
3. Berikan intake nutrisi
sedikit tapi sering
4. Observasi adanya mual
muntah dan gejala lain
yang berhubungan
1. Mengidentifikasi
defisiensi, menduga
kemungkinan interfensi
2. Mengawasi masukan
kalori atau kualitas
kekurangan nutrisi,
mengawasi penurunan
BB atau efektivitas
intervensi nutrisi.
3. Intake yang sedikit tapi
sering menurunkan
kelemahan dan
meningkatkan
pemasukan serta
mencegah distensi
gaster.
4. Gejala gastrointestinal
berat badan yang
sesuai.
5. Jaga hygiene mulut yang
6. Berikan diet halus,
rendah serat,
menghindari makanan
panas, pedas atau
terlalu asam sesuai
indiksi bila perlu berikan
suplemen nutrisi
Kolaborasi
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi.
8. Pantau pemeriksaan Lab
: Hb, Ht, BUN, Albumin,
Protein, Transferin,
Besiserum, B12, Asam
folat.
9. Berikan pengobatan
sesuai dengan indikasi
misalnya :
- Vitamin dan suplemen
mineral : Vitamin B12,
Asam folat dan Asam
askorbat (vitamin C)
dapat menunjukkan
efek hipoksia pada
organ.
5. Meningkatkan nafsu
makan dan intake oral,
menurunkan
pertumbuhan bakteri,
meminimalkan infeksi
6. Bila ada lesi oral, nyeri
dapat membatasi intake
makanan yang dapat
ditoleransi pasien,
meningkatkan masukan
protein dan kalori.
7. Membantu dalam
membuat rencana diet
untuk memenuhi
kebutuhan individual.
8. Meningkatkan
efektivitas program
pengobatan termasuk
sumber diet nutrisi yang
diperlukan.
9. Kebutuhan penggantian
tergantung tipe pada
masukan oral yang
buruk dan difesiensi
yang diidentifikasi
3 3 Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1x24 jam diharapkan
ada peningkatan
toleransi aktivitas,
menujukkan
penurunan tanda
fisiologis intoleransi
misalnya: nadi,
pernafasan dan
pertahanan darah
dalam rentang
normal
Mandiri :
1. Kaji kemampuan klien
untuk aktivitas, catat
adanya kelemahan
2. Awasi dan kaji TTV
selama dan sesudah
aktivitas, catat respon
terhapad tingkat
aktivitas seperti denyut
jantung, pusing,
dispnea, takipnea.
3. Berikan bantuan dalam
aktivitas dan libatkan
keluarga
4. Rencanakan kemajuan
aktivitas dengan pasien,
tingkatkan aktivitas
sesuai toleransi dengan
tehnik penghematan
energi serta
menghentikan aktivitas
jika palpitasi, nyeri dada,
1. Mempengaruhi pilihan
intervensi atau bantuan
2. Manifestasi
kardiopolmunal dari
upaya jantung dan paru
untuk membawa jumlah
oksigen ade kuat ke
jaringan.
3. Meningkatkan harga diri
pasien.
4. Meningkatkan secara
bertahap tingkat
aktivitas sampai normal
dan memperbaiki tonus
otot, dengan membatasi
napas pendek, atau
terjadi pusing.
adanya kelemahan,
serta menghindari
terjadinya regangan/
stress kardiopolmonal
yang dapat
menimbulkan
dekompensasi/
kegagalan.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel
darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,
hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau
hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.
Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal
sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan
oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah
merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap
faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor
ginjal atau sindroma Cushing.
Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut.
Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam
tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab
polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.
4.2 SARAN
Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari
Rekan-rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku
Kedokteran. EGD.
2. Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.
3. Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002
4. Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.
5. Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com
6. http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel
7. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/
10_PenilaianHasilPemeriksaan.html