33
askep polisitemia BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil. Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia. Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-

askep polisitemia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.

Citation preview

askep polisitemia BAB I

PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG

Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan salah satu

fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua sel, jaringan, dan

organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah dikombinasikan ke besi

yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel darah merah tidak memiliki inti dan

berbentuk seperti cakram cekung ganda atau donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan

pemerasan melalui pembuluh darah terkecil.

Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada laki-laki

daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih tinggi daripada

orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah merah dalam sirkulasi dari

biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis atau polisitemia. Situasi sebaliknya

dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih rendah dari sel darah merah daripada biasanya,

dan kondisi ini disebut sebagai "anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat

ditemukan kebetulan pada orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia.

Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta eritrosit

milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6), dan hematokrit

mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah kadang-kadang meningkat

menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular keseluruhan dapat menjadi nyata

membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk darah ke seluruh tubuh dapat meningkat

hingga dua kali dari nilai normal. Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas

darah untuk meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh

darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat lamban.

Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah ditemukan

oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia vera. JAK2 adalah

anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor erythroid peka terhadap

eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu dalam membuat diagnosis atau

sebagai target untuk terapi masa depan.

Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati berada

pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme paru), serangan

jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-Chiari (trombosis vena

hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada pengobatan simtomatik yang dapat

menormalkan jumlah darah dan kebanyakan pasien dapat hidup normal selama bertahun-

tahun.

1.2  RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari polisitemia?

2.   Bagaimana gejala polisitemia?

3.   Apa penyebab polisitemia?

4.   Apa komplikasi polisitemia?

5.   Bagaimana pemeriksaan polisitemia?

6.   Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?

7.   Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?

1.3  TUJUAN

1.      Tujuan Umum

Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem Imunologi yaitu

Polisitemia

2.      Tujuan khusus

a.      Mengetahui konsep teoritis penyakit  polisitemia.

b.      Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala klinis,

patofisiologi, pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan Polisitemia.

c.       Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1  PENGERTIAN POLISITEMIA

Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Jadi,

polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit, trombosit) di dalam

darah.

Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah merah

akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.

Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu banyak

memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,

hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau

hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.

Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.

Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga

dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak

disebabkan oleh gangguan lain.  Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan

sel darah merah adalah karena masalah yang melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel

benih hematopoietik mengalami proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari

eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses

proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah

contoh polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya berkisar

antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak dibandingkan dengan

sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa melebihi batas normal. Kondisi ini

dikenal dengan sebutan polisitemia vera.

Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.

Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan massa sel darah merah lama

kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali ke batas

normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis adalah hipoksia. Polisitemia sekunder

umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya

atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.

Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia

Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder.

Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang,seperti tulang

paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat

untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses

ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah

dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.

2.2  ETIOLOGI

1.      Polisitemia primer

Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya tidak

diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan oleh kelainan genetik

warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi prekursor sel darah merah.

2.      Polisitemia sekunder

polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi

yang mendasarinya atau gangguan, seperti:

a.       tumor hati,

b.      tumor ginjal atau sindroma Cushing

c.       peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap hipoksia kronis (kadar

oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi eritropoietin

d.      perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi, penyakit paru-paru

parah, dan penyakit jantung.

Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak sel darah

merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

2.3  MANIFESTASI KLINIS

Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan trombosit

yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah fibrosis sumsum tulang.

Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat poliklonal dan bukan neoplastik jaringan

ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat dari :

1. Hiperviskositas

Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang kemudian akan

menyebabkan :

o   Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan menimbulkan eritrostasis

sebagai akibat penggumpalan eritrosit.

o   Penurunan laju transpor oksigen

Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan. Berbagai gejala

dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran (iskemia/infark) seperti di otak,

mata, telinga, jantung, paru, dan ekstremitas.

2. Penurunan shear rate

Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer yaitu

agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan timbulnya perdarahan,

walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan terjadi pada 10-30% kasus PV,

manifestasinya dapat berupa epistaksis, ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).

Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi trombositosis

dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan emboli terjadi pada 30-50%

kasus PV.

4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)

Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh terutama

setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang dengan urtikaria suatu

keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar histamin dalam darah sebagai akibat

adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan perdarahan lambung terjadi karena peningktana

kadar histamin.

5. Splenomegali

Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali ini terjadi

sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali

Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana halnya

splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis

ekstramedular.

7. Laju siklus sel yang tinggi

Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah sekuestasi

sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam urat darah akan

meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena penurunan shear rate. Artritis

Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia vera.

8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.

Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan vitamin

B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/ metabolisme untuk

pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak tersaturasi pengikat vitamin B12

(UB12 – protein binding capacity) dijumpai meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti

diketahui defisiensi kedua vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan

mukosa, neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )

Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis sebagai

akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa, vertigo, tinitus,

perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis, perdarahan

gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi karena peningkatan viskositas

darah akan menyebabkan ruptur spontan pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang

tidak diterapi beresiko terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.

2.4  PATOFISIOLOGI

Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.

1.     Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena terjadi penurunan

volume plasma namun massa sel darah merah tidak mengalami perubahan.

2.     Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih hematopoietik tanpa

perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam

keadaan normal, proses proliferasi terjadi karena rangsangan eritropoietin yang kuat.

3.     Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar eritropoietin.

Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan

kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia ini adalah hipoksia.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas

(stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang

terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan

dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih

belum diketahui.

Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor

pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-

kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan

mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting

yang berperan dalam produksi darah.

Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara

ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi

pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi

domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of

transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara

spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari

hematopoietic growth factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi

617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama

JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi

JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis dapat berlangsung

tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.

Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah

putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami

thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang

disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet.

Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,

pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita PV

menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan

pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan

batu ginjal.

Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk

hematopoietik adalah sebagai berikut:

1        tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastik

2        adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel induk

hematopoietik normal.

3        Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin, interlaukin,1,3

GMCSF dan sistem cell faktor.

Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :

  Fase eritrositik atau fase polisitemia.

Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan jumlah

eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini dibutuhkan flebotomi

secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah dalam batasan normal.

  Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).

Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki

priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia tetapi

trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.

  Fase mielofibrotik

Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan perjalanan

klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod. Kadang- kadang terjadi

metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah bening dan ginjal.

  Fase terminal

Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh

komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi pada kurang

dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien yang diobati berkisar anatara

8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak mendapatkan pengobatan hanya 18

bulan. Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia akut

meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika pasien

mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

Pathway

            klik disini

2.5  KOMPLIKASI

Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk

Kemungkinan Komplikasi

a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.

b. Batu Ginjal Asam urat

c. Gagal jantung

d. Leukemia / leukositosis

e. Myelofibrosis

f. Penyakit ulkus peptikum

g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan jantung)

2.6  PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit (eritema).

2.      Pemeriksaan Darah

Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes standar

untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam darah. PV ditandai

dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah putih (terutama neutrofil), dan

jumlah platelet.

Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12, peningkatan

kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan pengukuran kadar

eritropoietin (EPO) dalam darah.

3.      Pemeriksaan Sumsum tulang

Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum tulang (untuk

mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang akibat mutasi dari gen

Janus kinase-2/JAK2).

2.7  PENATALAKSANAAN

Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang dapat

dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup pasien.

Tujuan terapi yaitu:

1.  Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah (eritrosit)

2.   Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,thrombosis

vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark pulmonal.

3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi

1.   Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan

mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.

2.  Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum terkendali.

3.  Menghindari pengobatan berlebihan (over     treatment)

4.  Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien usia muda.

5.  Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi sitostatik.

Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:

§  Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala trombosis

§  Leukositosis progresif

§  Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik

§ Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan, penurunan

berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

1.      Terapi PV

a.      Flebotomi

Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan

yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan

pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan

penyakit,dan pada pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah

diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai hematokrit sudah

mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan.

Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria

kulit hitam dan perempuan.

b.      Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah

atau konsentrasi platelet). Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi.  Lebih

baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi

mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti

flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai

hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena

dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka

panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan

lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA

masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan

pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali).

Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan

memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.

c.       Fosfor Radiokatif (P32)

Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan

sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena,

apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu

pemberian pertama P32 Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu.

Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,

selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12

minggu setelah dosis pertama.

d.      Kemoterapi Biologi (Sitokin)

Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol

trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah

Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak

dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik

Siklofosfamid (Cytoxan).

    2. Pengobatan pendukung

1.      Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien dengan penyakit

yang aktif dengan memperhatikan fungsi     ginjal.

2.      Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat diberikan Psoralen

dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).

3.      Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor  H2.

4.      Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.

5.      Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea tidak memberikan

toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis sekunder (jumlah platelet tinggi).

Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan

pasien dengan penyakit jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POLISITEMIA

3.1           PENGKAJIAN

1.      Identitas klien

meliputi :nama,umur,alamat,nomorregister,pekerjaan,pendidikan,agama

2.      Keadaan dan keluhan utama

Apa yang menjadi keluhan utama yang dirasakan klien saat kita lakukan yaitu pucat,cepat

lelah,takikardi,palpitasi,dan takipnoe

3.      Riwayat penyakit dahulu

-adanya penyakit kronis seperti penyakit hati,ginjal

-adanya perdarahan kronis/adanya episode berulangnya perdarahan kronis

-adanya riwayat penyakit hematology,penyakit malabsorbsi.

4.      Riwayat penyakit keluarga

-Adanya riwayat penyakit kronis dalam keluarga yang berhubungan dengan status penyakit

yang diderita klien saat ini

-adanya anggota keluarga yang menderita sama dengan klien

-adanya kecendrungan keluarga untuk terjadi anemia

5.      Riwayat penyakit sekarang

-apa yang dirasakan klien saat ini yang berhubungan dengan status penyakit yang

dideritanya(anemia)

6.      Data sosial,psikologis dan agama

-Keyakinan klien terhadap budaya dan agama yang mempengaruhi kebiasaan klien dan

pilihan pengobatan misal penolakan transfusi darah

-adanya depresi

7.      Data kebiasaan sehari-hari

a.      Nutrisi

-          Penurunan masukan diet

-          masukan diet rendah protein hawan

-          kurangnya intake zat makanan tertentu:vitamin b12,asam folat

b.      Aktivitas istirahat

-frekuensi dan kualitas pemenuhan kebutuhan istirahat dan tidur

c.       Eliminasi BAK dan BAB

-Frekuensi,warna,konsistensi dan bau

1.      PENGKAJIAN

a.      Sistim Sirkulasi

Gejala :

-             riwayat kehilangan darah kronis

-             riwayat endokarditis infektif kronis

-             palpitasi

Tanda:

-          Tekanan darah : Peningkatan sistolik dengan diastolic stabil dan tekanan nadi melebar,

hipotensi postural.

-          Disritmia:abnormalitas EKG misal:depresi segmen ST dan pendataran atau depresi

gelombang T jika terjadi takikardia.

-          Denyut nadi : takikardi dan melebar

-          Ekstremitas : Warna pucat pada kulit dan membran mukosa (konjongtiva,mulut, faring,

bibir dan dasar kuku)

-          Sklera : Biru atau putih seperti mutiara.

-          Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokonstriksi

kompensasi)

-          Kuku : Mudah patah.

-          Rambut : Kering dan mudah putus.

b.      Sistim Neurosensori

Gejala:

-          sakit kepala,berdenyut,pusing,vertigo,tinnitus,ketidakmampuan berkosentrasi

-          imsomnia,penurunan penglihatan dan adanya bayangan pada mata

-          kelemahan,keseimbangan buruk,kaki goyah,parestesia tangan /kaki

-          sensasi menjadi dingin

Tanda:

-          Peka rangsang, gelisah, depresi, apatis

-          Mental : tak mampu berespon.

-          Oftalmik : Hemoragis retina.

-          Gangguan koordinasi.

c.       Sistim Pernafasan

Gejala:

-napas pendek pada istirahat dan meningkat pada aktivitas

Tanda :

-Takipnea,ortopnea, dan dispnea

d.      Sistim Nutrisi

Gejala:

-penurunana masukan diet,masukan protein hewani rendah

-nyeri pada mulut atau lidah,kesulitan menelan(ulkus pada faring)

-mual muntah,dyspepsia,anoreksia

-adanya penurunan berat badan

Tanda:

-Lidah tampak merah daging

-Membran mukosa kering dan pucat.

-Turgor kulit : buruk, kering, hilang elastisitas.

-Stomatitis dan glositis.

-Bibir : Selitis(inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah)

e.      Sistim Aktivitas/ Istirahat

Gejala:

-          Keletihan,kelemahan,malaise umum

-          kehilamgan produktivitas,penurunan semangat untuk bekarja

-          toleransi terhadap latihan rendah

-          kebutuhan untuk istirahat dan tidur lebih banyak

Tanda:

-          Takikardia/takipnea,dispnea pada bekerja atau istirahat.

-          Letargi, menarik diri, apatis, lesu dan kurang tertarik pada sekitarnya.

-          Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.

-          Ataksia,tubuh tidak tegak

f.        Sistim Seksualitas

Gejala:

-hilang libido(pria dan wanita)

-impoten

Tanda:

-Serviks dan dinding vagina pucat.

g.      Sistim Keamanan dan Nyeri

Gejala:

-riwayat pekarjaan yang terpapar terhadap bahan kimia

-riwayat kanker

-tidak toleran terhadap panas dan dingin

-transfusi darah sebelumnya

-gangguan penglihatan

-penyembuhan luka buruk

-sakit kepala dan nyeri abdomen samar

Tanda:

-Demam rendah, menggigil, dan berkeringat malam.

-Limfadenopati umum

-Petekie dan ekimosis.

-Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.

3.2           DIAGNOSA

1.      Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang

diperlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrisi ke sel tubuh.

2.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang menurun

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara supplai oksigen dan

kebutuhan/kelelahan

3.3           INTERVENSI

N

O

NO.DX TUJUAN/KRITERIA

HASIL

INTERVENSI RASIONAL

1 1 Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan 1x24

jam Px menunjukkan

perfusi ade kuat :

tanda vital stabil,

membrane merah

muda, pengisian

kapiler baik

Mandiri

1.      Awasi tanda vital, kaji

pengisian kapiler dan

warna kulit atau

membrane mukosa.

2.      Tinggikan kepala tempat

tidur sesuai toleransi

3.      Kaji pernafasan,

auskultasi bunyi napas

4.      Catat keluhan rasa

dingin, pertahankan

suhu lingkungan dan

tubuh hangat sesuai

indikasi

Kolaborasi

5.      Awasi pemeriksaan

Laboratorium : Hb,Ht,

Jumlah SDM, GDA

1.      Memberikan informasi

tentang derajat/

keadikuatan perfusi

jaringan dan membantu

menentukan kebutuhan

interfensi

2.      Meningkatkan ekspansi

paru dan

memaksimalkan

oksigennasi untuk

kebutuhan seluler

kecuali bila ada

hipotensi

3.      Dispnea, gemericik

menunjukkan adanya

peningkatan

kompensasi jantung

untuk pengisian kapiler

4.      Vasokonstriksi ke organ

vital menurunkan

sirkulasi perifer.

5.      Kenyamanan pasien

akan kebutuhan rasa

hangat harus seimbang

untuk mengindari panas

6.      Berikan transfusi darah

(SDM darah lengkap/

packed, produk darah

sesuai dengan indikasi).

Awasi ketat untuk

komplikasi tranfusi

berlebihan pencetus

vasodilatasi (penurunan

perfusi organ)

6.      Mengidentifikasi

defisiensi dan

kebutuhan pengobatan

ataupun respon

terhadap terapi.

Meningkatkan jumlah

sel pembawa oksigen,

memperbaiki defisiensi

untuk menurunkan

resiko perdarahan

2 2 Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1x24 jam maka akan

menunjukkan:

peningkatan berat

badan atau berat

badan stabil dengan

nilai laboratorium

normal, tidak

mengalami tanda

malnutrisi,

menunjukkan

perilaku atau

perubahan pola

hidup untuk

menigkatkan atau

mempertahankan

Mandiri :

1.      Kaji riwayat nutrisi

2.      Observasi intake nutrisi

pasien, timbang berat

badan setiap hari.

3.      Berikan intake nutrisi

sedikit tapi sering

4.      Observasi adanya mual

muntah dan gejala lain

yang berhubungan

1.      Mengidentifikasi

defisiensi, menduga

kemungkinan interfensi

2.      Mengawasi masukan

kalori atau kualitas

kekurangan nutrisi,

mengawasi penurunan

BB atau efektivitas

intervensi nutrisi.

3.      Intake yang sedikit tapi

sering menurunkan

kelemahan dan

meningkatkan

pemasukan serta

mencegah distensi

gaster.

4.      Gejala gastrointestinal

berat badan yang

sesuai.

5.      Jaga hygiene mulut yang

6.      Berikan diet halus,

rendah serat,

menghindari makanan

panas, pedas atau

terlalu asam sesuai

indiksi bila perlu berikan

suplemen nutrisi

Kolaborasi

7.      Kolaborasi dengan ahli

gizi.

8.      Pantau pemeriksaan Lab

: Hb, Ht, BUN, Albumin,

Protein, Transferin,

Besiserum, B12, Asam

folat.

9.      Berikan pengobatan

sesuai dengan indikasi

misalnya :

- Vitamin dan suplemen

mineral : Vitamin B12,

Asam folat dan Asam

askorbat (vitamin C)

dapat menunjukkan

efek hipoksia pada

organ.

5.      Meningkatkan nafsu

makan dan intake oral,

menurunkan

pertumbuhan bakteri,

meminimalkan infeksi

6.      Bila ada lesi oral, nyeri

dapat membatasi intake

makanan yang dapat

ditoleransi pasien,

meningkatkan masukan

protein dan kalori.

7.      Membantu dalam

membuat rencana diet

untuk memenuhi

kebutuhan individual.

8.      Meningkatkan

efektivitas program

pengobatan termasuk

sumber diet nutrisi yang

diperlukan.

9.      Kebutuhan penggantian

tergantung tipe pada

masukan oral yang

buruk dan difesiensi

yang diidentifikasi

3 3 Setelah dilakukan

tindakan

keperawatan selama

1x24 jam diharapkan

ada peningkatan

toleransi aktivitas,

menujukkan

penurunan tanda

fisiologis intoleransi

misalnya: nadi,

pernafasan dan

pertahanan darah

dalam rentang

normal

Mandiri :

1.      Kaji kemampuan klien

untuk aktivitas, catat

adanya kelemahan

2.      Awasi dan kaji TTV

selama dan sesudah

aktivitas, catat respon

terhapad tingkat

aktivitas seperti denyut

jantung, pusing,

dispnea, takipnea.

3.      Berikan bantuan dalam

aktivitas dan libatkan

keluarga

4.      Rencanakan kemajuan

aktivitas dengan pasien,

tingkatkan aktivitas

sesuai toleransi dengan

tehnik penghematan

energi serta

menghentikan aktivitas

jika palpitasi, nyeri dada,

1.      Mempengaruhi pilihan

intervensi atau bantuan

2.      Manifestasi

kardiopolmunal dari

upaya jantung dan paru

untuk membawa jumlah

oksigen ade kuat ke

jaringan.

3.      Meningkatkan harga diri

pasien.

4.      Meningkatkan secara

bertahap tingkat

aktivitas sampai normal

dan memperbaiki tonus

otot, dengan membatasi

napas pendek, atau

terjadi pusing.

adanya kelemahan,

serta menghindari

terjadinya regangan/

stress kardiopolmonal

yang dapat

menimbulkan

dekompensasi/

kegagalan.

BAB IV

PENUTUP

4.1  KESIMPULAN

Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan sirkulasi sel

darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit,

hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau

hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.

Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia sekunder.

Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal

sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan

oleh gangguan lain.  Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah

merah adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah merah.

Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap

faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor

ginjal atau sindroma Cushing.

Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia tersebut.

Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau mengeluarkan darah dari dalam

tubuh sampai dengan jumlah hematokrit berada di dalam batas normal. Apabila penyebab

polisitemia tidak diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.

4.2  SARAN

Guna sempurnanya makalah kami ini,kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari

Rekan-rekan kelompok lain serta dari Dosen Pembimbing.

DAFTAR PUSTAKA

1.      Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta Buku

Kedokteran. EGD.

2.      Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta Gaya Baru.

3.      Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC. 2002

4.      Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.

5.      Http://www. Buku ajar asuhan keperawatan/polisitemia/.com

6.      http://kupukupudanpelangi.blogspot.com/2009/06/herpes-dan-jus-pel

7.      http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10_PenilaianHasilPemeriksaan.pdf/

10_PenilaianHasilPemeriksaan.html