26
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PADA PASIEN DENGAN TYPHOID A. DEFINISI Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2006). Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010). Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013). Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas. B. ETIOLOGI 1. Salmonella typhii 2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.

Askep Thypoid

Embed Size (px)

DESCRIPTION

askep typoid

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK

PADA PASIEN DENGAN TYPHOID

A. DEFINISI Demam tifoid atau Typhoid Fever atau Typhus Abdominalis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Tapan, 2006).Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi oleh bakteri Salmonella typhii dan bersifat endemik yang termasuk dalam penyakit menular (Cahyono, 2010).

Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhii (Elsevier, 2013).

Jadi, demam tifoid merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri gram negatif (bakteri Salmonella typhii ) yang menurunkan sistem pertahanan tubuh dan masuk melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Aspek paling penting dari infeksi ini adalah kemungkinan terjadinya perfusi usus, karena organisme memasuki rongga perut sehingga menyebabkan timbulnya peritonitis yang mengganas.B. ETIOLOGI1. Salmonella typhii2. S. Paratyphii A, S. Paratyphii B, S. Paratyphii C.3. S typhii atau S. paratyphii hanya ditemukan pada manusia.

4. Demam bersumber dari makanan-makanan atau air yang dikontaminasi oleh manusia lainnya.

5. Di USA, kebanyakan kasus demam bersumber baik dari wisatawan mancanegara atau makanan yang kebanyakan diimpor dari luar.Salmonella typii, Salmonella paratyphii A, Salmonella Paratyphii B, Salmonella Paratyphii C merupakan bakteri penyebab demam tifoid yang mampu menembus dinding usus dan selanjutnya masuk ke dalam saluran peredaran darah dan menyusup ke dalam sel makrofag manusia. Bakteri ini masuk melalui air dan makanan yang terkontaminasi dari urin dan feses yang terinfeksi dengan masa inkubasi 3-25 hari.Pemulihan mulai terjadi pada minggu ke-empat dalam perjalanan penyakit. Orang yang pernah menderita demam tifoid akan memperoleh kekebalan darinya, sekaligus sebagai karier bakteri. Jadi, orang yang pernah menderita tipus akan menjadi orang yang menularkan tipus pada yang belum pernah menderita tipus.

C. PATOFISIOLOGIBakteri Salmonella typhi bersama makanan/minuman masuk kedalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH < 2) banyak bakteri yang mati. Keadaan-keadaan seperti aklorhidiria, gastrektomi, pengobatan dengan antagonis reseptor histamin H2, inhibitor pompa proton atau antasida dalam jumlah besar, akan mengurangi dosis infeksi. Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus. Di usus halus, bakteri melekat pada sel-sel mukosa dan kemudian menginvasi mukosa dan menembus dinding usus, tepatnya di ileum dan jejunum. Sel-sel M, sel epitel khusus yang melapisi Peyers patch, merupakan tempat internalisasi Salmonella typhi. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, mengikuti aliran ke kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan RES di organ hati dan limpa. Salmonella typhi mengalami multiplikasi di dalam sel fagosit mononuklear di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika, hati dan limfe. (Soedarmo, dkk, 2012).Setelah melalui periode waktu tertentu (periode inkubasi) yang lamanya ditentukan oleh jumlah dan virulensi kuman serta respons imun pejamu maka Salmonella typhi akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Dengan cara ini organisme dapat mencapai organ manapun, akan tetapi tempat yang disukai oeh Salmonella typhi adalah hati, limpa, sumsum tulang belakang, kandung empedu dan Peyers patch dari ileum terminal. Invasi kandung empedu dapat terjadi baik secara langsung dari darah atau penyebaran retrograd dari empedu. Ekskresi organisme di empedu dapat menginvasi ulang dinding usus atau dikeluarkan melalui tinja.Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksindalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati, limpa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang belakang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologik (Soedarmo, dkk, 2012).Pada minggu pertama sakit, terjadi hiperplasia plaks Peyer. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks Peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesenterial dan limpa membesar (Suriadi & Rita, 2006).Komplikasi infeksi dapat terjadi perforasi atau perdarahan. Kuman Salmonella typhi terutama menyerang jaringan tertentu, yaitu jaringan atau organ limfoid seperti limpa yang membesar, juga jaringan limfoid di usus kecil yaitu plak Peyer terserang dan membesar. Membesarnya plak Peyer membuat jaringan ini menjadi rapuh dan mudah rusak oleh gesekan makanan yang melaluinya. Inilah yang menyebabkan pasien tifus harus diberikan makanan lunak, yaitu konsistensi bubur yang melalui liang usus tidak sampai merusak permukaan plak Peyer ini. Bila tetap rusak, maka dinding usus setempat yang memang sudah tipis, makin menipis, sehingga pembuluh darah ikut rusak akibat timbul perdarahan, yang kadang-kadang cukup hebat. Bila berlangsung terus, ada kemungkinan dinding usus itu tidak tahan dan pecah (perforasi)., diikuti peritonitis yang dapat berakhir fatal D. POHON MASALAHMakanan tercemar masuk kemulut dilambung sebagian basil

Salmonella typhosa musnah oleh asam lambun

Ragaden, coated tongue melalui pembuluh Sebagian masuk ke usus

limfe halus halus dan basil diserap

anoreksia

Bakteriemia masuk ke dalam peredaran melepaskan endotoksin

darah

menstimulasi sintesis

Basil menyebar sampai di organ-organ utama

keseluruh tubuh (Hati dan Limfa)

Terjadi pelepasan

Terutama kedalam basil berkembang biak zat pirogen

kelenjer limfoid

usus halus

organ-organ membesar inflamasi lokal

disertai nyeri pada perabaan

menimbulkan tukak

Jaringan meradang

Berbentuk lonjong pada Nyeri Resti komplikasi mukosa diatas plak (cedera) Histamin

Peyeri

Mengakibatkan perdarahan hipotalamus

Nyeri saat makan dan perforasi usus

Peningkatan panas

anoreksia melena

gangguan thermoregulasi

gangguan pemenuhan intake berkurang

Nutrisi

malaise resti intoleransi aktivitasE. MANIFESTASI KLINIKManisfestasi klinis dari demam tifoid adalah:1. Gejala pada anak: Inkubasi antara 5- 40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.

2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama

3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan shock, stupor dan koma.

4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.

5. Nyeri kepala

6. Nyeri perut

7. Kembung

8. Mual, muntah

9. Diare

10. Konstipasi

11. Pusing

12. Nyeri otot

13. Batuk

14. Epistaksis

15. Bradikardi

16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor)

17. Hepatomegaly

18. Splenomegaly

19. Meteroismus

20. Gangguan mental berupa somnolen

21. Delirium atau spikosis

22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayimuda sebagai penyakit demam akut disertai syok dan hipotermia. (Sudoyo Aru, 2009)

Masa inkubasi biasanya 7-14 hari, tetapi dapat berkisar antara 3-30 hari tergantung pada besar inokulum yang tertelan:

1. Anak Usia Sekolah dan Remaja

Gejala awal demam, malaise, anokreksia, mialgia, nyeri kepala dan nyeri perut berkembang selama 2-3 hari. Mual dan muntah dapat menjadi tanda komplikasi, terutama jika terjadi pada minggu kedua atau ketiga. Pada beberapa anak terjadi kelesuan berat, batuk, dan epistaksis. Demam yang terjadi bisa mencapai 40 derajat celsius dalam satu minggu.

Pada minggu kedua, demam masih tinggi, anak merasa kelelahan, anoreksia, batuk, dan gejala perut bertambah parah. Anak tampak sangat sakit, bingung, dan lesu disertai mengigau dan pingsan (stupor). Tanda-tanda fisik berupa bradikardia relatif yang tidak seimbang dengan tingginya demam. Anak mengalami hepatomegali, splenomegali dan perut kembung dengan nyeri difus. Pada sekitar 50% penderita demam tifoid dengan demam enterik, terjadi ruam makulaatau makulo popular (bintik merah) yang tampak pada hari ke tujuh sampai ke sepuluh. Biasanya lesi mempunyai ciri tersendiri, eritmatosa dengan diameter 1-5 mm. Lesi biasanya berkhir dalam waktu 2 atau 3 hari. Biakan lesi 60% menghasilkan organisme Salmonella.

2. Bayi dan balita

Pada balita dengan demam tifoid sering dijumpai diare, yang dapat menimbulkan diagnosis gastroenteritis akut.3. Neonatus

Demam tifoid dapat meyerang pada neonatus dalam usia tiga hari persalinan. Gejalanya berupa muntah, diare, dan kembung. Suhu tubuh bervariasi dapat mencapai 40,5 derajat celsius. Dapat terjadi kejang, hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan kehilangan berat badan.F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan fisisPemeriksaan fisis pada penderita demam tipoid dilakukan secara berulang dan regular. Semua tanda-tanda vital merupakan petunjuk yang relevan. Perhatian khusus harus diberikan pada pemeriksaan jasmani harian yang kadang-kadang harus dilakukan lebih sering sampai kepastian diagnosis didapat dan respon yang diperkirakan terhadap pengobatan penyakitnya sudah tercapai. Begitu juga dilakukan pemeriksaan secara teliti pada kulit, kelenjar limfe, mata, dasar kuku, sistem kardiovaskuler, dada, abdomen, sistem musculoskeletal dan sistem saraf.

2. Pemeriksaan laboratorium

a. HematologiKadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus.b. Kimia darahPemeriksaan elektrolit, kadar glukosa, blood urea nitrogen dan kreatinin harus dilakukan. c. ImunorologiWidal : pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibody di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi. Hasil positif dinytakan dengan adanya aglutinasi. Hasil negative palsu dapat disebabkan oleh karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.

d. UrinalisProtein: bervariasi dari negative sampai positif (akibat demam).

Leukosit dan eritrosit normal : bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit

e. MikrobiologiSediaan apus dan kultur dari tenggorok, uretra, anus, serviks dan vagina harus dibuat dalam situasi yang tepat. Pemeriksaan sputum diperlukan untuk pasien yang demam disertai batuk-batuk. Pemeriksaan kultur darah dan kultur cairan abnormal serta urin diperlukan untuk mengetahui komplikasi yang muncul.

f. RadiologiPembuatan foto toraks biasanya merupakan bagian dari pemeriksaan untuk setiap penyakit demam yang signifikan.

g. Biologi molekulerDengan PCR (Polymerase Chain Reaction), dilakukan dengan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Specimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan pada demam tifoid adalah sebagai berikut:1. Perawatan

Pasien dengan demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi pasien harus dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.

Pasien dengan kesadaran yang menurun, posisi tubuhnya harus di ubah ubah pada waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitus. Defekasi dan buang air kecil perlu di perhatikan karena kadang kadang terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

2. Diet

Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak dan tidak banyak serat.

3. Obat

a. Obat - obat antimikroba yang sering dipergunakan ialah:

1) Kloramfenikol

Menurut Damin Sumardjo, 2009. Kloramfenikol atau kloramisetin adalah antibiotik yang mempunyai spektrum luas, berasal dai jamur Streptomyces venezuelae. Dapat digunakan untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh beberapa bakteri gram posistif dan bakteri gram negatif. Kloramfenikol dapat diberikan secara oral. Rektal atau dalam bentuk salep. Efek samping penggunaan antibiotik kloramfenikol yang terlalu lama dan dengan dosis yang berlebihan adalah anemia aplastik. Dosis pada anak : 25 - 50 mg/kg BB/hari per oral atau 75 mg/kg BB/hari secara intravena dalam empat dosis yang sama.2) Thiamfenikol

Menurut Tan Hoan Tjay & Kirana Raharja, (2007, hal: 86). Thiamfenikol (Urfamycin) adalah derivat p-metilsulfonil (-SO2CH3) dengan spektrum kerja dan sifat yang mirip kloramfenikol, tetapi kegiatannya agak lebih ringan. Dosis pada anak : 20 - 30 mg/kg BB/hari.

3) Ko trimoksazol

Adalah suatu kombinasi dari trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam). Trimetoprim memiliki daya kerja antibakteriil yang merupakan sulfonamida dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Efek samping yang ditimbulkan adalah kerusakan parah pada sel sel darah antara lain agranulositosis dan anemia hemolitis, terutama pada penderita defisiensi glukosa-6-fosfodehidrogenase. efek samping lainnya adalah reaksi alergi antara lain urticaria, fotosensitasi dan sindrom Stevens Johnson, sejenis eritema multiform dengan risiko kematian tinggi terutama pada anak anak. kotrimoksazol tidak boleh diberikan pada bayi di bawah usia 6 bulan. Dosis pada anak yaitu trimetoprim-sulfametoksasol (10 mg TMP dan 50 mg SMX/kg/24 jam, secara oral dalam dua dosis). Pengobatan dengan dosis tepat harus dilanjutkan minimal 5-7 hari untuk menghindarkan gagalnya terapi dan cepatnya timbul resistensi, (Tan Hoan Tjay & Kirana Rahardja, 2007, hal:140).

4) Ampisilin dan Amoksilin

Ampisilin : Penbritin, Ultrapen, Binotal. Ampisilin efektif terhadap E.coli, H.Inflienzae, Salmonella, dan beberapa suku Proteus. Efek samping, dibandingkan dengan perivat penisilin lain, ampisilin lebih sering menimbulkan gangguan lambung usus yang mungkin ada kaitannya dengan penyerapannya yang kurang baik. Begitu pula reaksi alergi kulit (rash,ruam) dapat terjadi. Dosis ampisilin pada anak (200mg/kg/24 jam, secara intravena dalam empat sampai enam dosis). Dosis amoksilin pada anak (100 mg/kg/24 jam, secara oral dalam tiga dosis).b. Obat obat simptomatik:

1) Antipiretika (tidak perlu diberikan secara rutin)

2) Kortikosteroid (dengan pengurangan dosis selama 5 hari)

3) Vitamin B komplek dan C sangat di perlukan untuk menjaga kesegaran dan kekutan badan serta berperan dalam kestabilan pembuluh darah kapiler.

Secara fisik :

a. Mengawasi kondisi klien dengan : pengukuran suhu secara berkala setiap 4 6 jam. Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula apakah mata anak cenderung melirik keatas, atau apakah anak mengalami kejang kejang.Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak, karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya sulai oksigen ke otak akan berakibat rusaknya sel otak. Dalam kedaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi berupa rusaknya intelektual tertentu.b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihanc. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangand. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan berakibat rusaknya sel sel otak.e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak banyaknya. Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah atau air teh. Tujuannya agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh memperoleh gantinya.f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurangg. Kompres dengan air hangat pada dahi, ketiak, lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan suhu tubuh di permukaan tubuh anak.

H. ANALISA DATA KEPERAWATAN

Diagnosa yang muncul

1. Hipertemia berhubungan (00007)

Ds: Ibu klien mengatakan anaknya panasDo:a. Suhu Tubuh klien lebih dari 36,50C

b. Kulit terasa hangat

c. Kulit terlihat kemerahan

d. Nadi klien lebih normal {anak,-anak (>120x/menit), prasekolah (>140x/menit), dibawah 3tahun (>150x/menit), bayi (>160x/menit)}

e. Nafas klien lebih normal { anak-anak (>30x/menit), prasekolah (>34x/menit), dibawah 3 tahun (40x/menit), bayi (60x/menit)}

f. Apakah adanya kejang

2. Kekurangan volume cairan (00027)

Ds:a. ibu klien mengatakan anaknya susah minum

b. klien mengatakan anaknya buang air kecil terusDo:a. bibir klien terlihat pecah-pecah

b. mukosa klien kering dan pucat

c. penurunan tugor kulit

d. kulit klien terlihat lembab

e. peningkatan konsentrasi urin

f. klien terlihat lemas

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari tubuh (00002)

Ds:a. ibu klien mengatakan anaknya susah makan

b. klien mengatakan anaknya mengalami muntah

Do:a. Klien tampak lemas dan tak memiliki stamina

b. Berat badan klien mengalami penurunan

c. Klien terlihat tidak memilki nafsu makan

d. Membra mukosa klien pucat

e. Adanya sariawan

f. Klien tanpak menghindari makanan

I. RENCANA KEPERAWATAN

NoDiagnosa keperawatanTujuanIntervensi

1.Hipertermia b/d proses infeksi NOC:

1. Hidration

2. Adherence behavior

3. Immune status

4. Risk control

5. Risk detection

Kriteria hasil:

1. Keseimbangan antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas

2. Seimbang antara produksi panas, panas yang diterima, dan kehilangan panas selama 28 hari pertama kehidupan

3. Keseimbangan asam basa bayi baru lahir

4. Temperature stabil : 36,5 37,5C

5. Tidak ada kejang

6. Tidak ada perubahan warna kulit

7. Pengendalian risiko: hipertermia

8. Pengendalian risiko: hipotermia

9. Pengendalian risiko: proses menular

10. Pengendalian risiko: paparan sinar matahariNIC:

Temperature regulation (pengaturan suhu)

1. Monitor suhu minimal tiap dua jam

2. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu

3. Monitor tekanan darah, nadi dan respiratory rate4. Monitor warna dan suhu kulit

5. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi

6. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh

8. Ajarkan pada orang tua pasien cara mencegah keletihan akibat panas

9. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari kedinginan

10. Beritahu tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganann emergency yang diperlukan

11. Ajarkan indikasi dari hipotermia dan penanganan yang diperlukan yang diperlukan

12. Berikan anti piretik jika diperlukan

2.Kekurangan volume cairan b/d kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh NOC1. Fluid balance

2. Hydration

3. Nutritional status: food and fluid intake

Kriteria hasil:1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan berat badan, berat jenis urine normal , HT normal

2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal

3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.NIC

Fluid management

1. Timbang popok jika perlu

2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat

3. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan

4. Monitor vital sign

5. Monitor masukan makanan atau cairan dan hitung intake kalori harian

6. Kolaborasikan pemberian cairan IV

7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan

8. Dorong masukan oral

9. Berikan nasogastrik sesuai output

10. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

11. Tawarkan makanan ringan (jus buah, buah segar) untuk anak usia bermain sampai remaja/dewasa

12. Kolaborasi dengan dokter apabila diperlukan transfusi

Hypovolemia management

1. Monitor status cairan termasuk intake dan output cairan

2. Pelihara IV line

3. Monitor tingkat Hb dan Ht

4. Monitor tanda vital

5. Monitor respon pasien terhadap penambahan cairan

6. Monitor berat badan

7. Dorong pasien atau orang tua pasien untuk menambah intake oral

8. Pemberian cairan IV monitor untuk mengindikasi adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan yang diberikan

9. Monitor adanya tanda gagal ginjal

3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan kembung

NOC:1. Nutritional status

2. Nutritional status: Food and fluid intake

3. Nutritional status: nutrient intake

4. Weight controlKriteria Hasil:

1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan

2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan

3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi

4. Tidak ada tanda malnutrisi

5. Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan

6. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti NIC

Weight Management (1260)

1. Bina hubungan dengan keluarga klien

2. Jelaskan keluarga klien mengenai pentingnya pemberian makanan, penambahan berat badan dan kehilagan berat badan

3. Jelaskan kelurga klien tentang kondisi berat badan klien

4. Jelaskan resiko dari kekurangan berat badan

5. Berikan motivasi keluarga klien untuk meningkatkan berat badan klien

6. Pantau porsi makan klien

7. Anjurkan klien makan teratur

DAFTAR PUSTAKACahyono, J.B. Suharyo B. 2010. Vaksinasi, Cara Ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta: Kanisius

Damin, Sumardjo. 2009. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Strata I Fakultas Bioeksata. Jakarta: EGChttp://www.slideshare.net/septianraha/penatalaksanaan-medik. Diakses pada tanggal senin, 3 maret 2014, 16:05 WIBMuslim. 2009. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGCRubenstein, David. et all. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: ErlanggaSoedarmo, Sumarmo S Poorwo., dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Jakarta: IDAISukandarrumidi. 2010. Bencana Alam dan Bencana Anthoropogene. Yogyakarta: KanisiusSidoyo Aru, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi keempat. Jakarta: Internal PublishingTapan, Erik. 2006. Flu, HFMD, Diare pada Pelancong, Malaria, Demam Berdarah, Tifus. Jakarta: Pustaka Populer OborTeam Elsevier. 2013. Ferris Clinical Advisor 2013: 5 Books in 1. Philadelphia: Elsevier, IncTjay, Tan Hoan dan Raharja, Kirana. 2007. Obat-obat Penting: Kasiat, Penggunaan, dan Efek Efek Sampingnya. Ed 6. Jakarta: EGCWeller, Barbara F. 2006. Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC.