18
LAPORAN PENDAHULUAN (LP) KEPERAWATANMEDIKAL BEDAH PADA TN.I DENGAN PENYAKIT BENIQNA PROSTAT HIPERPLASI DI RUANG BOUGENVILE RSUD CIAMIS Konsep Penyakit 1. Defenisi Penyakit Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ). BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn, E.D, 2000 : 671 ). 2. Etiologi Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada 1

askepBPH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

y897fjy87

Citation preview

Page 1: askepBPH

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) KEPERAWATANMEDIKAL BEDAH

PADA TN.I DENGAN PENYAKIT BENIQNA PROSTAT HIPERPLASI

DI RUANG BOUGENVILE RSUD CIAMIS

Konsep Penyakit

1. Defenisi Penyakit

Benigna Prostat Hiperplasi ( BPH ) adalah pembesaran jinak

kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua

komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler

yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika ( Lab / UPF

Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193 ).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara

umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai

derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius ( Marilynn,

E.D, 2000 : 671 ).

2. Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum

diketahui. Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada

hormon androgen. Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah

proses penuaan Ada beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

a. Dihydrotestosteron

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel

dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi .

b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen - testoteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen

dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma - epitel

Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor

dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan

1

Page 2: askepBPH

hiperplasi stroma dan epitel.

d. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup

stroma dan epitel dari kelenjar prostat.

e. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit

( Roger Kirby, 1994 : 38 ).

2

Page 3: askepBPH

3.Patofisiologi

Peningkatan Sel Sterm Peningkatan 5 Alfa reduktase Proses Menua Interaksi Sel Epitel dan Stroma Berkurangnya sel yang mati dan reseptor endogen

Ketidakseimbangan hormon ( Estrogen dan testoteron )

Penyempitan Lumen Ureter Protatika

Menghambat Aliran Urina

Retensi Urina Peningkata tekanan intra vesikal

Hidro Ureter Hiperirritable pada bladder

Hidronefritis Peningkatan Kontraksi Otot detrusor dari buli-buli

Penurunanan Hipertropi Otot detrusor,trabekulasiFungsi ginjal

Terbentuknya Sekula-sekula dan difertikel buli-buli

Frekuensi Intermiten Disuria Urgensi Hesistensi Terminal dribling

Hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

3

Page 4: askepBPH

4. Manifesstasi Klinik

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

1. Gejala Obstruktif yaitu :

a. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh karena otot destrussor buli-buli memerlukan

waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal guna mengatasi

adanya tekanan dalam uretra prostatika.

b. Intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan karena

ketidakmampuan otot destrussor dalam pempertahankan tekanan intra vesika

sampai berakhirnya miksi.

c. Terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

d. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra.

e. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

2. Gejala Iritasi yaitu :

a. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

b. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada

malam hari (Nocturia) dan pada siang hari.

c. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing.

5. Klasifikasi BPH

Menurut Rumahorbo (2000 : 71), terdapat empat derajat pembesaran kelenjar

prostat yaitu sebagai berikut :

a. Derajat Rektal

Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke

arah rektum. Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi

elastis, dapat digerakan, tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi

rectal toucher pada hipertropi prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih

dari 1 cm dan berat prostat diatas 35 gram.

Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu

sebagai berikut :

1). Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm

2). Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm

3). Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm

4). Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm

5). Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm

Gejala BPH tidak selalu sesuai dengan derajat rectal, kadang-kadang dengan

4

Page 5: askepBPH

rectal toucher tidak teraba menonjol tetapi telah ada gejala, hal ini dapat terjadi bila

bagian yang membesar adalah lobus medialis dan lobus lateralis. Pada derajat ini

klien mengeluh jika BAK tidak sampai tuntas dan puas, pancaran urine lemah, harus

mengedan saat BAK, nocturia tetapi belum ada sisa urine.

b. Derajat Klinik

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh

BAK sampai selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar

dari kateter disebut sisa urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa

derajat yaitu sebagai berikut :

1). Normal sisa urine adalah nol

2). Derajat I sisa urine 0-50 ml

3). Derajat II sisa urine 50-100 ml

4). Derajat III sisa urine 100-150 ml

5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK

sama sekali.

Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan

keluar secara menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada

derajat ini telah terdapat sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis,

nocturia semakin bertambah dan kadang-kadang terjadi hematuria.

c. Derajat Intra Vesikal

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau

cystogram, panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah

sampai pada stadium tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini

adalah sisa urine sudah mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin

hebat ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah

pinggang serta kemungkinan telah terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.

d. Derajat Intra Uretral

Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat

sampai seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini

telah terjadi retensio urine total.

6. Pemeriksaan Diagnostik

Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain

1). Anamnesa

Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary

Tract Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah,

intermittensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah miksi disebut

5

Page 6: askepBPH

gejala obstruksi dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta

disuria.

2) Pemeriksaan Fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu.

Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut,

dehidrasi sampai syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok -

septik.

Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk

mengetahui adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra

simfiser pada keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa

adanya ballotemen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan

untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.

Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus,

striktur uretra, batu uretra, karsinoma maupun fimosis.

Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk

menentukan konsistensi sistim persarafan unit vesiko uretra dan

besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari

BPH, yaitu :

a).Derajat I = beratnya 20 gram.

b).Derajat II = beratnya antara 20 – 40 gram.

c).Derajat III = beratnya 40 gram.

3) Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan

kadar gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum

klien.

Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.

PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai

kewaspadaan adanya keganasan.

4) Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin.Secara

obyektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan

penilaian :

a). Flow rate maksimal 15 ml / dtk = non obstruktif.

b). Flow rate maksimal 10 – 15 ml / dtk = border line.

c). Flow rate maksimal 10 ml / dtk = obstruktif.

6

Page 7: askepBPH

5) Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik

a). BOF (Buik Overzich ) :Untuk melihat adanya batu dan metastase

pada tulang.

b). USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,

volume dan besar prostat juga keadaan buli – buli termasuk residual

urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal, transuretral dan

supra pubik.

c). IVP (Pyelografi Intravena)

Digunakan untuk melihat fungsi exkresi ginjal dan adanya

hidronefrosis.

d). Pemeriksaan Panendoskop

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.

7. Penatalaksanaan Medik dan Implikasi keperawatan

Modalitas terapi BPH adalah : 1). Observasi

Yaitu pengawasan berkala pada klien setiap 3 – 6 bulan kemudian

setiap tahun tergantung keadaan klien

2). Medikamentosa

Terapi ini diindikasikan pada BPH dengan keluhan ringan, sedang, dan

berat tanpa disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari:

phitoterapi (misalnya: Hipoxis rosperi, Serenoa repens, dll), gelombang

alfa blocker dan golongan supresor androgen.

3). Pembedahan

Indikasi pembedahan pada BPH adalah :

a). Klien yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi

urin akut.

b). Klien dengan residual urin 100 ml.

c). Klien dengan penyulit.

d). Terapi medikamentosa tidak berhasil.

e). Flowmetri menunjukkan pola obstruktif.

Pembedahan dapat dilakukan dengan :

a). TURP (Trans Uretral Reseksi Prostat 90 - 95 % )

b). Retropubic Atau Extravesical Prostatectomy

c). Perianal Prostatectomy

d). Suprapubic Atau Tranvesical Prostatectomy

4). Alternatif lain (misalnya: Kriyoterapi, Hipertermia, Termoterapi, Terapi

Ultrasonik

7

Page 8: askepBPH

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian

merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya.

a. Identitas Diri

Berisi mengenai identitas pasien yang mencakup: nama, tempat tanggal lahir,

umur, jenis kelamin, agama, anak ke, suku/bangsa, tanggal masuk rs, no.

Medrec, diagnosa medis, dan alamat. Kemudian berisi identitas penanggung

jawab pasien yang mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan, agama, hubungan dengan klien, alamat.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang paling dirasakan oleh klien saat dikaji, diuraikan dalam

konsep PQRST

- Provokatif : apa penyebabnya, apa yang memperberat dan apa yang

mengurangi

- Quality : dirasakan seperti apa

- Region : lokasinya dimana penyebarannya

- Scale : intensitas skala pengaruh trhadap aktifitas

- Timing: kapan muncul keluhan, berapa lama kemudian sifatnya

c. Riwayat Kesehatan Sekarang

Menguraikan saat keluhan pertama kali dirasakan, tindakan yang dilakukan

sampai klien datang ke rs, tindakan yang sudah dilakukan di rumah sakit sampai

pasien mengalami perawatan

d. Riwayat Kesehatan Dahulu

Mengidentifikasi riwayat kesehatan yang memiliki hubungan dengan klien

dengan atau memperberat keadaan penyakit yang sedang diderita saat ini.

e. Riwayat Kesehatan Keluarga

Mengidentifikasi apakah di keluarga ada riwayat penyakit menular atau rurunan

atau keduanya.

8

Page 9: askepBPH

f. Aktifitas sehari-hari

No Jenis Aktivitas Di Rumah Di Rumah Sakit

1Nutrisi

a. Nutrisi

-Makan

-Frekuensi

-Jenis

-Jumlah

-Keluhan

-Minum

-Minum

-Frekuensi

-Jenis

-Jumlah

-Keluhan

2 Eleminasi

a. BAB

Frekuensi

Konsistens

i

Warna

Keluhan

b. BAK

Frekuensi

Jumlah

Warna

Keluhan

9

Page 10: askepBPH

3 Istirahat Tidur

Siang

Kualitas

Kuantitas

Malam

Kualitas

Kuantitas

Keluhan

4 Personal Hygiene

Mandi

Gosok gigi

Keramas

Gunting kuku

5 Aktivitas

g. Pemeriksaan Fisik

1). Keadaan Umum

Kesadaran Umum : GCS (EMV)

Penampilan :

2). Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : mmHg

Nadi : x/menit

Respirasi : x/menit

Suhu : 0C

3).Pemeriksaan Fisik Persistem

a) Sistem Pernafasan

b) Sistem Cardiovaskuler

c) Sistem Pencernaan

d) SistemGenitourinaria

e) Sistem Endokrin

f) Sistem Persyrafan

10

Page 11: askepBPH

(1) .Test Fungsi Cerebral

(2) .Test Fungsi Nervous

g). Sistem Integumen

h).Sistem Muskuloskeletal

(1).Ekstremitas Atas

(2).Ekstremitas Bawah

i).Sistem penglihatan

j).Wicara dan THT

h. Data Psikologis

1) Gambaran diri

2) Ideal diri

3) Harga diri

4) Peran

5) Identitas diri

i. Data sosial

Hubungan dan pola interaksi klien dengan keluarga, masyarakat, dan

lingkungan saat sakit.

j. Data spiritual

Mengidentifikasi tentang keyakinan hidup, optimis, kesembuhan penyakit,

gangguan dalam melaksanakan ibadah.

k. Data pengetahuan

Mengidentifikasi tingkat pengetahuan klien mengenai kondisinya saat ini atau

proses perawatan di rumah.

l. Data penunjang

Semua prosedur diagnostic dan lab yang dijalani klien. Hasil pemeriksaan ini

ditulis termasuk nilai rujukan, pemeriksaan terakhir secara berturut-turut

berhubungan dengan kondisi klien.

1) Laboraturium

Tanggal Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

2) Radiologi

Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil/Kesan

11

Page 12: askepBPH

m. Program dan rencana pemeriksaan

Terapi yang diberikan diidentifikasikan mulai nama, obat, dosis, waktu, dan cara

pemberian.

Jenis Terapi Dosis Cara Pemberian Waktu

2. Analisa Data

Melakukan interprestasi data-data senjang dengan tinjauan patofisiologi

No. Data Etiologi Masalah

Kelompok data senjang

yang menunjang masalah

dikelompokan dalam data

subjektif dan objektif.

Interprestasi data

senjanng secara

ilmiah/patofisioologi

untuksetiapkelompok

datasenjang sehingga

memunculkan

masalah

Rumusa

masalah

keperawatan

1. Diagnosa

Diagnosa keperawatan disusun dalam format PES (problem, etiologi, sign) dan

berdasarkan prioritas.

No Diagnosa

Keperawatan

Tanggal

Ditemukan

Nama

Perawat

Tanda

Tanngan

2. Perencanaan

No. Diagnosa KeperawatanIntervensi

Tujuan Tindakan Rasional

1) Rumusan tujuan mengandung SMART dan mengandung kriteria indicator diagnosa

keperawatan teratasi.

2) Rencana tindakan keperawatan dibuat secara eksplisit dan spesifik.

3) Rasional, berisi mekanisme pencapaian hasil melalui tindakan yang dilakukan

berupa tujuan dari satu tindakan.

12

Page 13: askepBPH

Daftar Pustaka

Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193

Marilynn, E.D, 2000 : 671

Roger Kirby, 1994 : 38

Padila.2012.Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah.Bengkulu.Haiki

13