Upload
giovanni-moningka-ii
View
225
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
askep
Citation preview
MAKALAH
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN COMBUSTIO (Luka Bakar)
Di susun untuk memenuhi tugas mata ajar keperawatan anak
Pembimbing : Ns. Dyah Restuning P, M.Kep,CWCS
Disusun Oleh :
1. Achmad Selamet Riyadi (1205001)
2. Budi sutaryanto (1205017)
3. Diyana Hidayah (1205023)
4. Nur Anis Syifaah (1205057)
AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA
SEMARANG TAHUN 2014
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap syukur kehadirat-Nya, akhirnya makalah “Konsep dasarAsuhan
Keperawatan pada Pasien denganLuka Bakar (Combustio)” dapat di susun. Makalah merupakan
kelengkapan bagi mahasiswa agar dapat memahami masalah keperawatan pada pasien luka
bakar. Makalah ini juga di harapkan dapat di gunakan oleh mahasiswa lain karena materi yang
ada di dalam makalah mencakup pokok bahasan yang dapat di pelajari oleh mahasiswa lain.
Kami ucapkan terimakasih kepada Ibu Ns. Dyah Restuning P, M.Kep,CWCS. Selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi motivasi dalam proses pembelajaran
dan kami ucapkan pula kepada teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini di buat untuk mahasiswa kesehatan maupun mahasiswa umum yang
nantinya bisa memberikan manfaat maupun pengetahuan tentang masalah Luka Bakar. Kami
tahu bahwa makalah ini mungkin tidak sempurna dan kami membuka diri untuk menerima saran
dan kritikan yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini.
Semarang, 20 Mei 2014
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................6
1.1Latar Belakang......................................................................................................................................6
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................................................................................7
BAB II KONSEP DASAR TEORI.............................................................................................................3
2.1 Pengertian............................................................................................................................................3
2.2 Etiologi.................................................................................................................................................4
2.3 Patofisiologi........................................................................................................................................5
2.4 Pathways..............................................................................................................................................8
2.5 Manifestasi Klinik..............................................................................................................................10
2.6 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................................................15
2.7 Komplikasi.........................................................................................................................................17
2.8 Penkajian Fokus.................................................................................................................................18
2.9 Diagnosa Keperawatan......................................................................................................................23
2.10 Fokus Intervensi...............................................................................................................................24
2.11 Penatalaksanaan...............................................................................................................................35
BAB III PENUTUP....................................................................................................................................44
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................................44
3.2 Saran..................................................................................................................................................44
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................45
iii
iv
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di amerika serikat setiap
tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan dan
100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 orang meninggal setiap tahunnya
akibat luka bakar. Satu juta hari kerja hilang setiap tahunnya karena luka bakar. Lebih dari
separuh kasus-kasus luka bakar yang dirawat di rumah sakit seharusnya dapat dicegah.
Perawat dapat memainkan peran yang aktif dalam pencegahan kebakaran dan luka bakaar
dengan mengajarkan konsep-konsep pencegahan dan mempromosikan undang-undang
tentang pengamanan kebakaran.
Anak-anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk
mengalami luka bakar. Kaum remaja laki-laki dan pria dalam usia kerja juga lebih sering
menderita luka bakar ketimbang yang diperkirakan lewat repretasinya dalam total populasi.
Sebagian besar luka bakar terjadi di rumah. Memasak, memanaskan atau menggunakan alat-
alat listrik merupakan pekerjaan yang lazimnya terlibat dalam kejadian ini. Kecelakan
industry juga menyebabkan banyak kejadian luka bakar.
Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja, dan dapat terjadi di mana saja baik di
rumah, di tempat kerja bahkan di jalan atau di tempat-tempat lain. Anak-anak kecil dan orang
tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk mengalami luka bakar. Penyebab luka
bakar pun bermacam-macam bisa berupa api, cairan panas, uap panas, bahan kimia, aliran
listrik dan lain-lain.
Luka bakar yang terjadi, akan menimbulkan kondisi kerusakan kulit selain itu juga
dapat mempengaruhi berbagai sistem tubuh. Perawatan luka bakar disesuaikan dengan
penyebab luka bakar, luas luka bakar dan bagian tubuh yang terkena. Luka bakar yang lebih
luas dan dalam memerlukan perawatan lebih intensif dibandingkan dengan luka bakar yang
hanya sedikit dan superfisial. Luka bakar yang terjadi karena tersiram air panas dengan luka
bakar karena terkena zat kimia atau radiasi membutuhkan penanganan yang berbeda
meskipun luas luka bakarnya sama.
1
2
Luka bakar masih merupakan problema yang berat. Perawatan dan rehabilitasnya
masih sukar dan memerlukan ketekunan serta biaya yang mahal, tenaga terlatih dan terampil.
Mengingat banyaknya masalah dan komplikasi yang dapat dialami pasien, maka pasien luka
bakar memerlukan penanganan yang serius.
(Brunner&suddart, 2002)
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menjelaskan tentang penerapan asuhan keperawatan pada anak dengan
masalah gangguan sistem integumen (combustio)
1.2.2 Tujuan Khusus
- Menjelaskan konsep dasar medis pada pasien dengan luka bakar mulai dari
definisi, etiologi, klasifikasi, patofisiologis, manifestasi, pemeriksaan diagostik,
kompilikasi dan penatalaksanaan medik.
- Menganalisa data serta merumuskan diagnosa pada klien dengan luka bakar dan
membuat patways luka bakar.
- Membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien dengan luka bakar
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
2.1 Pengertian
Pengertian luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu
tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi; juga oleh sebab kontak dengan
suhu rendah (frost-bite). Luka bakar ini dapat mengakibatkan kematian, atau akibat lain yang
berkaitan dengan problem fungsi maupun estetik (Mansjoer, 2001).
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan oleh
energi panas atau bahan kimia atau benda-benda fisik yang menghasilkan efek baik
memanaskan atau mendinginkan. Secara garis besar ada lima mekanisme penyebab
timbulnya luka bakar, yaitu terutama adalah sebagai berikut :
1. Api : kontak dengan kobaran api.
2. Luka bakar cair : kontak dengan air mendidih, uap panas, dan minyak panas.
3. Luka bakar kimia : asam akan menimbulkan panas ketika kontak dengan jaringan
organik.
4. Luka bakar listrik : Bisa timbul dari sambaran petir atau aliran listrik. Luka bakar
listrik memiliki karakteristik yang unik, sebab sekalipun
sumber panas (listrik) berasal dari luar tubuh,
kebakaran/kerusakan yang parah justru terjadi di dalam tubuh.
5. Luka bakar kontak : kontak langsung dengan obyek panas, misalnya dengan wajan
panas atau knalpot sepeda motor (Brunner&suddart, 2002).
The National Institute of Burn Medicine yang mengumpulkan data-data statistic dari
berbagai pusat luka bakar diseluruh Amerika Serikat mencatat bahwa sebagian besar pasien
(75%) merupakan korban dari perbuatan dari mereka sendiri. Tersiram air mendidih pada
anak-anak yang baru belajar berjalan; bermain dengan korek api pada anak-anak uasia
sekolah; cedera karena arus listrik pada remaja laki-laki; dan penggunaan obat bius, alcohol
serta sigaret pada orang dewasa semuanya ini memberikan kontribusinya terhadap angka
statistic tersebut. Cobb, Maxwell dan silverstein. 1992 mengemukakan bahwa sekitar 13%
pasien luka bakar yang dirawat di rumah sakit atau pun anggota keluarganya sudaj pernah
3
4
dirawat sebelumnya karena luka bakar. Perawat harus menjadi alat untuk memutskan rantai
luka bakar ini.
Ada empat tujuan utama yang berhubungan dengan luka bakar :
1. Pencegahan
2. Implementasi tindakan untuk penyelamatan jiwa pada pasien-pasien luka bakar yang
berat
3. Pencegahan ketidakmampuan dan kecacatan melalui penganan dini, spesialistik serta
individual
4. Pemulihan atau rehabilitasi pasien melalui pembedahan rekonstruksi dan program
rehabilitasi.
Prediksi keberhasilan hidup : orang yang berusia sangat muda dan tua memiliki risiko
mertalitas yang tinggi sesudah mengalami luka bakar. Peluang untuk bertahan hidup lebih
besar pada anak-anak yang berusia di atas 5 tahun dan pada dewasa muda yang berusia
kurang dari 40 tahun. Cedera inhalasi yang menyertai luka bakar akan memperberat
prognosis pasien. Hasil akhirnya tergantung pada dalamnya dan luasnya luka bakar di
samping pada status kesehatan sebelum luka bakar serta usia pasien.
(Brunner&suddart, 2002)
2.2 EtiologiBerbagai faktor dapat menjadi penyebab luka bakar. Beratnya luka bakar juga dipengaruhi
oleh cara dan lamanya kontak dengan sumber panas (misal suhu benda yang membakar, jenis
pakaian yang terbakar, sumber panas : api, air panas dan minyak panas), listrik, zat kimia,
radiasi, kondisi ruangan saat terjadi kebakaran dan ruangan yang tertutup. Luka bakar
dikategorikan menurut mekanisme injurinya meliputi :
1. Luka Bakar Suhu Tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau kontak dengan api,
cairan panas atau objek-objek panas lainnya. ( gas, cairan, bahan padat/solid )
5
2. Luka Bakar Bahan Kimia (Chemical Burn)
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan kulit dengan asam atau
basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar
menentukan luasnya injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan
rumah tangga dan berbagai zat kimia yang digunakan dalam bidang industri, pertanian
dan militer. Lebih dari 25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia.
3. Luka Bakar Sengatan Listrik (Electrical Burn)
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan dari energi listrik yang
dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak,
tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
4. Luka Bakar Radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini
seringkali berhubungan dengan penggunaan radiasi ion pada industri atau dari sumber
radiasi untuk keperluan terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka bakar radiasi.
(Brunner&suddart, 2002) (Corwin, 2009) (Mansjoer, 2001) (Hudak, 2008)
2.3 Patofisiologi1. Respon sistemik
Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat selama awal
periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang
terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dan diikuti oleh fase hiperdinamik
serta hipermetabolik. Pasien yang luka bakarnya tidak mencapai 20% dari luas total
permukan tubuh akan memperlihatkan respons yang terutama bersifat local. Insideni,
intensitas dan durasi perubahan patofisiologik pada luka bakar sebanding dengan
luasnyaluka bakar dengan respon maksimal terlihat pada luka bakar yang mengenai
60% atau lebih dari luas permukaan tubuhnya. Kejadian sistemik awal sesudah luka
bakar yang berat adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas
6
kapiler dan kemudian terjadinya perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang
intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan hemodinamika bukan
hanya melibatkan mekanisme kardiovaskuler tetapi juga keseimbangan cairan serta
elektrolit, volume darah, mekanisme pulmoner dan berbagai mekanisme lainnya.
2. Respon kardiovaskuler
Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume
darah terlihat jelas. Karena berlanjutnya kehilangan cairan dan berkurangnya volume
vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah.
Keadaan ini merupakan awitan syok luka bakar. Sebagai respon system saraf simpatik
akan melepaskan ketokolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi)
dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokonstriksi pembuluh darah perifer
menurunkan curah jantung.
Resusitasi cairan yang segera dilakukan memungkinkan dipertahankannya
tekanan darah kisaran normal yang rendah sehingga curah jantung membaik.
Meskipun sudah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat, tekanan pengisian jantung-
tekanan vena sentral, tekanan arteri pulmonalis dan tekanan baji arteri pulmonalis
tetap rendah selama periode syok luka bakar. Jika resusitasi cairan tidak adekuat,
akan terjadi syok distributif.
Umumnya jumlah kebocoran cairan yang terbesar terjadi dalam 24 jam hingga
36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6 hingga 8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan caira mengalir kembali kedalam kompertemen vaskuler setelah
cairan diabsorbsi kembali ke jaringan intertisial ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Jika fungsi renal dan kardiak masih memadai,
haluaran urin akan meningkat. Diuresis berlanjut selama beberapa hari hingga 2
minggu.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada luka bakar yang kurang dari 30%
luas total permukaan tubuh, maka gangguan integritas kapiler dan perpidahan cairan
akan terbatas pada luka bakar itu sendiri sehingga pembentukan sehingga
7
pembentukan lepuh dan edema hanya terjadi di daerah luka bakar. Pasien dengan luka
baakar yang lebih parah akan mengalami edema sistemik yang massif.
3. Respons pulmoner
Sepertiga dari pasien-pasien luka bakar akan mengalami masalah pulmoner
yang berhubungan dengan luka bakar. Meskupun tidak terjadi cedera pulmoner,
hipoksia dapatdijumpai. Pada luka bakar yang berat , konsumsi oksigen oleh jaringan
tubuh pasien akan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat dari keadaan
hipermetabolisme dan respons local (white, 1993). Untuk memastikan tersedianya
oksigen bagi jaringan, mungkin diperlukan suplemen oksigen.
Cedera pulmoner diklasifikasikan menjadi beberapa kategori : cedera saluran
napas, cedera saluran napas di bawah glotis yang mencakup keracunan karbon
monoksida; dan defek restriksi. Cedera saluran napas atas terjadi akibat panas
langsung atau edema. Keadaan ini bermanifestasi pada sebagai obstruksi mekanis
saluran napas atas yang mencakup faring dan laring (Corwin, 2009)
(Brunner&suddart, 2002) (Hudak C. M., 2008).
8
2.4 Pathways
2
3
4
5
6
7
Thermal Burn
Saluran Napas
Destruksi Jaringan
Kulit
Denaturasi protein/ ionisasi sel
Koagulasi sel
Penguatan meningkat
Electrical burn
Vasodilatasi pembuluh darah
kapiler
Chemical Burn Radiasi
Saluran Napas
Keracunan gas CO
Gangguan perfusi jaringan
Kerusakan mukosa saluran
napas
Inflamasi jalan napas
Oedema laring
Saluran Napas
Obstruksi jalan napas
Pengeluaran secret
Bersihan jalan napas tidak efektif
Penumpukan secret
Hb tidak dapat mengikat O2
Kelemahan fisik
Hipoksia Jaringan
Suplai O2 ke jaringan
Konsentrasi CO dalam Hb meningkat
Intoleransi Aktivitas
Jaringan kulit terbuka
Gangguan rasa nyaman nyeri
Kehilangan barrier kulit
Jaringan saraf terbuka
Pembuluh darah terbuka
Peningkatan respon nyeri
Kerusakan Integritas Kulit
Resiko Infeksi
Proses inflamasi(Respon tubuh)
Respon sistemik
Respon pada Hipotalamus
Gangguan Termoregulasi
Hipotermi
Voltase Tinggi > 1000 Watt
Masuk jantung
Lisis Sel
Nekrosis Jantung
Afterload
Kerusakanpertukaran gas
9
Ekstravasi/perpindahan natrium, H2O, dan protein
dari ruang intravaskuler ke ruang intersisial
Tekanan onkotik turun
Hipovolemia
Kekurangan Volume Cairan
Syok luka bakar
Hormon Kortikoadrenal pelepasan ketokolamin
Respon stress massif, aktivitas system saraf
simpatis
Penurunan Peristaltik Usus
Metabolisme Gastrointestinal
menurun
Penurunan Curah Jantung
Vasokontriksi perifer
Penurunan aliran darah ke
Gastrointestinal
Konstipasi
10
2.5 Manifestasi Klinik1. Kedalaman luka bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya jaringan yang rusak dan disebut
sbagai luka bakar superficial partial thickness, deep partial thickness dan full thickness.
Respons lokal terhadap luka bakar bergantung pada dalamnya kerusakan kulit.
Luka bakar derajat Satu, epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan
sebagian dermis turut cedera. Luka tersebut bisa terasa nyeri, tampak merah dan
kering seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh/bulle.
Gambar Luka Bakar Derajat I
Luka bakar derajat dua, meliputi destruksi epidermis serta lapisan atas dermis dan
cedera pada bagian dermis lebih dalam. Luka tersebut terasa nyeri, tampak merah
dan mengalami eksudasi cairan. Pemutihan jaringan yang terbakar diikuti oleh
pengisiaan kembali kapiler; folikel rambut masih utuh.
Luka Bakar Derajat II Dibedakan atas 2 (dua) :
a. Derajat II Dangkal (Superficial) :
- Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea masih utuh. (Moenadjat, 2001).
11
- Bula mungkin tidak terbentuk beberapa jam setelah cedera, dan luka bakar
pada mulanya tampak seperti luka bakar derajat satu dan mungkin
terdiagnosa sebagai derajat dua superfisial setelah 12 sampai 24 jam.
- Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna pink dan basah.
- Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
- Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara spontan
kurang dari 3 minggu (Schwarts et al, 1999).
Gambar Luka Bakar Derajat II
(superficial)
b. Derajat II Dalam (Deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar
sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung biji epitel yang tersisa.
- Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya tampak
berwarna pink dan putih segera setelah terjadi cedera karena variasi suplai
darah ke dermis (daerah yang berwarna putih mengindikasikan aliran
darah yang sedikit atau tidak ada sama sekali; daerah yang berwarna pink
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah).
- Jika infeksi dicegah luka bakar akan sembuh dalam 3 sampai 9
minggu. (Schwarts et al, 1999)
12
Luka bakar derajat tiga, meliputi destruksi total epidermis serta dermis, dan pada
sebagian kasus, jaringan yang berada dibawahnya. Warna putih hingga merah,
cokelat atau hitam. Daerah yang terbakar tidak terasa nyeri karena serabut-serabut
sarafnya hancur. Luka bakar tersebut tampak seperti bahan kulit. Folikel rambut
dan kelenjar keringat turut hancur.
Gambar Luka Bakar Derajat III
(Brunner&suddart, 2002)
2. Berdasarkan Luasnya
Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan nama rule
of nine atau rule of wallace yaitu:
13
Bagian
tubuh
1 th 5 th Dewasa
Kepala
leher
18% 14% 9%
Ekstrimitas
atas (kanan
dan kiri)
18% 18% 18 %
Badan
depan
18% 18% 18%
Badan
belakang
18% 18% 18%
Ektrimitas
bawah
(kanan dan
kiri)
32% 32% 36%
Genetalia 1% 1% 1%
(Hudak C. M., 2008)
3. Berdasarkan Berat-Ringannya luka bakar
Dalam menentukan berat luka bakar adalah berdasarkan pada luas ukuran dan kedalaman.
Ada terdapat tiga kategori dalam menentukan berat luka bakar; mayor, modrat, minor.
a. Luka bakar mayor
Terdapat satu atau lebih kriteria :
Luka bakar derajat III lebih dari 10% luas permukaan tubuh
14
Luka bakar derajat dua lebih dari 25% luas permukaan tubuh pada orang
dewasa dan lebih dari 20% pada anak anak.
Luka bakar terdapat pada tangan, muka, kaki, atau genetalia.
Luka bakar dengan komplikasi fraktur, atau gangguan pernapasan.
Luka bakar elektrik.
b. Luka bakar Moderat
Luka bakar 2% sampai 10% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II 15% sampai 25% luas permukaan tubuh pada orang
dewasa dan lebih dari 10% samapi 20% pada anak.
c. Luka bakar minor
Luka bakar derajat III kurang dari 2% luas permukaan tubuh.
Luka bakar derajat II kurang dari 15% luas permukaan tubuh pada orang
dewasa dan lebih dari 10% pada anak.
Dalam melakukan pengkajian yang harus menjadi pertimbangan secara khusus adalah
lokasi luka bakar : muka, tangan, kaki, dan genetalia karena kemungkinan hilangnya
fungsi.
4. Fase Luka Bakar
- Fase akut.
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini, seorang
penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life thretening. Dalam fase
awal penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan nafas), brething
(mekanisme bernafas), dan circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya
dapat terjadi segera atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi
obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat
cedera termal yang berdampak sistemik. Problema sirkulasi yang berawal dengan
kondisi syok (terjadinya ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan
15
respirasi sel dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas sirkulasi.
- Fase sub akut.
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah kerusakan atau
kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas. Luka yang terjadi
menyebabkan:
a. Proses inflamasi dan infeksi.
b. Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang atau tidak
berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ – organ fungsional.
c. Keadaan hipermetabolisme.
- Fase lanjut.
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka dan
pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul pada fase ini adalah
penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid, gangguan pigmentasi, deformitas dan
kontraktur (Corwin, 2009).
2.6 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosaadalah :
1. Hitung darah lengkap
Peningkatan MHT awal menunjukan hemokonsentrasi sehubung dengan perpindahan
atau kehilngan cairan. Selanjutnya menurunnya Hb dan Ht dapat terjadi sehubungan
dengan kerusakan oleh panas terhadap endothelium pembuluh darah.
2. Sel darah putih
Leukosit dapat terjadi sehubungan dengan kehilangan sel pada sisi luka dan respon
inflamasi terhadap cidera.
3. GDA
Dasar penting untuk kecurigaan cidera inhalasi.
16
4. CO Hbg
Peningkatan lebih dari 15 % mengindikasikan keracunan CO cidera inhalasi.
5. Elektrolit serum:
Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan cidera jaringan/ kerusakan SDm
dan penurunan fungsi ginjal.
6. Natrium urine random
Lebih besar dari 20 MEqL mengindikasikan kelebihan resusitasi cairan, kurang dari 10
MEq / L menduga ketidak adekuatan resusitasi cairan.
7. Glukosa serum
Rasio albumin / globulin mungkin terbalik sehubungan dengan kehilangan protein pada
edema cairan.
8. Albumin serum
Peningkatan glukosa serum menunjukan respon stress.
9. BUN kreatinin
Peningkatan BUN menujukan penuruna fungsi- fungai ginjal.
10. Urine
Adanya albumin, Hb dan mioglobulin menunjukan kerusakan jaringan dalam dan
kehilangan protein.
11. Foto roentgen dada
Dapat tampak normal pada pansca luka bakar dini meskipun dengan cidera inhalasi,
namun cidera inhalasi yang sesungguhnya akan ada pada saat progresif tanpa foto dada.
12. Bronkopi serat optic
Berguna dalam diagnosa luas cidera inhalasi, hasil dapat meliputi edema, perdarahan dan/
tukak pada saluran pernafasan atas
13. Loop aliran volume
Memberikan pengkajian non invasive terhadap efek / luasnya cidera inhalasi
14. Scan paru
Mungkin dilakukan untuk menentukan luasnya xidera inhalasi
15. EKG
Tanda iskemia miokardiak disritmia dapat terjadi pada luka bakar listrik
17
16. Foto grafi luka bakar
Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar selanjutnya.
(Hudak C. M., 2008)
2.7 Komplikasi1. Infeksi
Infeksi merupakan masalah utama. Bila infeksi berat, maka penderita dapat mengalami
sepsis. Berikan antibiotika berspektrum luas, bila perlu dalam bentuk kombinasi.
Kortikosteroid jangan diberikan karena bersifat imunosupresif (menekan daya tahan),
kecuali pada keadaan tertentu, misalnya pda edema larings berat demi kepentingan
penyelamatan jiwa penderita.
2. Curling’s ulcer (ulkus Curling)
Ini merupakan komplikasi serius, biasanya muncul pada hari ke 5–10. Terjadi ulkus pada
duodenum atau lambung, kadang-kadang dijumpai hematemesis. Antasida harus
diberikan secara rutin pada penderita luka bakar sedang hingga berat. Pada endoskopi
75% penderita luka bakar menunjukkan ulkus di duodenum.
3. Gangguan Jalan nafas
Paling dini muncul dibandingkan komplikasi lainnya, muncul pada hari pertama. Terjadi
karena inhalasi, aspirasi, edema paru dan infeksi. Penanganan dengan jalan
membersihkan jalan nafas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid
dosis tinggi dan antibiotika.
4. Konvulsi
Komplikasi yang sering terjadi pada anak-anak adalah konvulsi. Hal ini disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit, hipoksia, infeksi, obat-obatan (penisilin, aminofilin,
difenhidramin) dan 33% oleh sebab yang tak diketahui.
5. Kontraktur
Merupakan gangguan fungsi pergerakan.
6. Ganguan Kosmetik akibat jaringan parut
18
2.8 Penkajian Fokusa. Pengkajian
Anamnesa
1. Identitas
2. Identitas klien
Nama :
Umur :
Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi hebatnya luka bakar akan tetapi
anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa diatsa 80 tahun memiliki penilaian
tinggi terhadap jumlah kematian.
Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri
dapat disebabkan karena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan pengkajian nyeri
harus diperhatikan paliatif, severe, time, quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul
beberapa jam / hari setelah klien mengalami luka bakardan disebabkan karena
pelebaran pembuluh darah sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas,
bila edema paru berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
Riwayat Kesehatan
- Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya kontak,
pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan
perawatan ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi beberapa fase :
fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola bak), fase akut (48 jam
pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
19
- Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien sebelum
mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien mempunyai
riwayat penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan obat
dan alkohol.
- Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
Pola ADL (Activity Daily Living)
- Aktifitas/istirahat: Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang
gerak pada area yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
- Sirkulasi: Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi
(syok); penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan oedema
jaringan (semua luka bakar).
- Eliminasi: Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna
mungkin hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan
otot dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar kutaneus
lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik gastrik.
- Makanan/cairan: Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
20
- Neurosensori: Gejala: area batas; kesemutan, Tanda: perubahan orientasi; afek,
perilaku; penurunan refleks tendon dalam (RTD) pada cedera ekstremitas;
aktifitas kejang (syok listrik); laserasi korneal; kerusakan retinal; penurunan
ketajaman penglihatan (syok listrik); ruptur membran timpanik (syok listrik);
paralisis (cedera listrik pada aliran saraf).
- Nyeri/kenyamanan:
Gejala: Berbagai nyeri; contoh luka bakar derajat pertama secara eksteren sensitif
untuk disentuh; ditekan; gerakan udara dan perubahan suhu; luka bakar ketebalan
sedang derajat kedua sangat nyeri; smentara respon pada luka bakar ketebalan
derajat kedua tergantung pada keutuhan ujung saraf; luka bakar derajat tiga tidak
nyeri.
- Pernafasan: Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan
cedera inhalasi). Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada; jalan
nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan laringospasme, oedema
laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru); stridor (oedema laringeal);
sekret jalan nafas dalam (ronkhi).
- Keamanan:
Tanda:
Kulit umum: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terbukti selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trobus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit tak terbakar mungkin dingin/lembab, pucat, dengan pengisian
kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung sehubungan dengan
kehilangan cairan/status syok.
21
Cedera api: terdapat area cedera campuran dalam sehubunagn dengan variase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar. Bulu hidung gosong;
mukosa hidung dan mulut kering; merah; lepuh pada faring posterior;oedema
lingkar mulut dan atau lingkar nasal.
Cedera kimia: tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab. Kulit mungkin
coklat kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh; ulkus;
nekrosis; atau jarinagn parut tebal. Cedera secara mum ebih dalam dari
tampaknya secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut sampai 72
jam setelah cedera.
Cedera listrik: cedera kutaneus eksternal biasanya lebih sedikit di bawah
nekrosis. Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran masuk/keluar
(eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal tubuh tertutup dan
luka bakar termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
Adanya fraktur/dislokasi (jatuh, kecelakaan sepeda motor, kontraksi otot
tetanik sehubungan dengan syok listrik).
Riwayat psiko-sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body image yang
disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan.
Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam sehingga
mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa
cemas, dan takut.
Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas dan kedalaman
luka). Prinsip pengukuran persentase luas uka bakar menurut kaidah 9 (rule of nine
lund and Browder) sebagai berikut :
22
Bagian
tubuh
1 th 5 th Dewasa
Kepala
leher
18% 14% 9%
Ekstrimitas
atas (kanan
dan kiri)
18% 18% 18 %
Badan
depan
18% 18% 18%
Badan
belakang
18% 18% 18%
Ektrimitas
bawah
(kanan dan
kiri)
32% 32% 36%
Genetalia 1% 1% 1%
23
2.9 Diagnosa Keperawatan1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon monogsida,
inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan edema dan efek
inhalasi asap .
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan
dan interupsi aliran darah arteri / vena.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
5. Diangnosa keperawatan: hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikro
sirkulasi kulit dan luka yang terbuka.
6. Diangnos keperawatan: nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan dan syaraf
serta dampak emosional cedera.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan kehilangan barrier kulit dan terganggunya respon
imun.
8. Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.
9. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
10. Konstipasi berhubungan dengan Penurunan peristaltic usus akibat penurunan aliran
darah ke gastrointestinal.
11. Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan hipovelemia dan peningkatan afterload
akibat disfungsi konduksi listrik
24
2.10 Fokus Intervensi1. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan keracunan karbon monogsida,
inhalasi asap dan obstruksi saluran nafas atas.
Tujuan : pemeriharaan oksigenasi jaringan yang adekuat.
Kriteria Hasil :
Tidak ada dipnea.
Frekuensi respirasi antara 18-24x permenit.
Paru bersih pada auskultasi selanjutnya.
saturasi oksigen arteri lebih dari 96% denagn oksimetri nadi kadar gas darah arteri
dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Berikan oksigen yang sudah
dilembabkan
2. Kaji bunyi nafas, frekuensi
pernafasan, irama dan
simetrisnyapernafasan. Pantau pasien
untuk mendeteksi tanda-tanda
hipoksia.
3. Amati hal-hal berikut:
a. Eritma pada mukosa bibir dan pipi.
b. Lubang hidung yang gosong.
c. Luka bakar pada muka
d. Bertambahnya keparauan suara.
e. Adanya hangus dan sputum atau
jaringan trakea dalam secret
respirasi.
4. Pantau hasil gas darah arteri, hasil
1. Oksigen yang dilembabkan akan
memberikan kelembapan pada
jaringan yang cedera; suplementasi
oksigen meningkatkan oksigenasi
alveoli.
2. Hasil pengkajian ini memberikan
data dasar untuk pengkajian
selanjutnya dan bukti peningkatan
penurinan pernafasan.
3. Tanda ini menunjukkan kemungkinan
cedera inhalasi dan resiko disfungsi
pernafasan.
4. Peningkatan PCO2 dan penurunan
25
pemeriksaan oksimetri denyut nadi
dan kadar karboksi-hemoglobin.
5. Laporkan pernafasan yang berat,
penurunan dalamnya pernafasan, atau
tanda-tanda hipoksia dan segera
kepada dokter.
6. Bersiap untuk membantu dokter
dalam intubasi dan eskarotomi.
7. Pantau dengan ketat keadaan
pasien yang menggunakan alat
ventilator mekanis.
PO2 serta saturasi O2 dapat menun
jukkan perlunya fentilasi mekanis.
5. Intervensi yang segera diperlukan
untuk mengatasi kesulitan
pernafasan.
6. Intubasi memungkinkan ventilasi
mekanis. Eskarotomi memudahkan
ekskursi dada pada luka bakar yang
melingkar.
7. Pemantauan memungkinkan deteksi
dini penurunan status respirasi atau
komplikasi pada ventilasi mekanis.
2. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan edema dan efek inhalasi
asap .
Tujuan : pemeliharaan saluran nafas yang peten dan bersihan saluran nafas adekuat.
Kriteria Hasil :
Jalan nafas paten.
Sekresi respirasi minimal, tidak berwarna dan encer.
Frekuensi respirasi,pola dan bunyi nafas normal.
Intervensi Rasional
1. pertahanan kepatenan jalan nafas
melalui pemberian posisi pasien
yang tepat, pembuangan sekresi,
dan jalan nafas artificial bila
1. Jalan nafas yang paten sangat krusial
untuk fungsi respirasi.
26
diperlukan.
2. Auskultasi paru, perhatikan
stridor, mengi/gemericik,
penurunan bunyi nafas, batuk
rejan.
3. Berikan oksigen yang sudah
dilembabkan.
4. Awasi frekuensi, irama,
kedalaman pernafasan ;
perhatikan adanya pucat/sianosis
dan sputum mengandung karbon
atau merah muda.
5. Dorong pasien agar mau
membalikkan tubuh,batuk dan
nafas dalam. Anjurkan agar
pasien menggunakan
spirometriinsentif. Tindakan
pengisapan jika diperlukan
2. Obstruksi jalan nafas/distres pernafasan
dapat terjadi sangat cepat atau lambat
contoh sampai 48 jam setelah terbakar.
3. Kelembapan akan mengecerkan secret dan
mempermudah ekspektorasi.
4. Takipnea, penggunaan otot bantu, sianosis
dan perubahan sputum menunjukkan
terjadi distress pernafasan/edema paru dan
kebutuhan intervensi medik.
5. Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan
pembuanggan sekresi
3. Perfusi jaringan tidak efektif berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke jaringan dan
interupsi aliran darah arteri / vena.
Tujuan : aliran darah pasien ke jaringan perifer adekuat
Kriteria Hasil :
nadi perifer teraba dengan kualitas dan kekuatan yang sama
pengisian kapiler baik
warna kulit normal tidak sianosis
Intervensi Rasional
Mandiri
27
1. Kaji warna, sensasi, gerakan, dan nadi
perifer.
2. Tinggikan ekstremitas yang sakit.
3. Ukur TD pada ektremitas yang
mengalami luka bakar.
4. Dorong latihan gerak aktif.
5. Lakukan kolaborasi dalam
mempertahankan penggantian cairan.
6. Kolaborasi dalam mengawasi elektrolit
terutama natrium, kalium, dan kalsium.
7. Lakukan kolaborasi untuk menghindari
injeksi IM atau SC.
1 Pembentukan edema dapat terjadi
secara cepat menekan PD sehingga
mempengaruhi sirkulasi PD ke
jaringan perifer.
2 Untuk meningkatkan aliran balik vena
dan dapat menurunkan edema.
3 Untuk mengetahui kekuatan aliran
darah ke daerah yang mengalami luka
bakar.
4 Untuk meningkatkan sirkulasi darah
lokal dan sistemik.
5 Untuk meningkatkan volume sirkulasi
dan perfusi jaringan.
6 Mengawasi terjadinya penurunan curah
jantung.
7 Perubahan perfusi jaringan dan
pembentukan edema mengganggu
absorpsi obat.
4. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari daerah luka bakar.
Tujuan : Pemeliharaan saluran nafas yang paten dan bersihan jalan nafas adekuat.
Kriteria hasil :
Kadar elekrolit serum berada dalam batas normal.
Haluaran urin berkisar antara 0,5 dan 1,0 ml/kg/jam.
Frekuensi nadi normal 80x/menit
Intervensi Rasional
28
1. Amati tanda-tanda vital, haluaran
urine, dan waspada terhadap tanda-
tanda hipovelemia atau kelebihan
beban cairan.
2. Pantau haluaran urin sedikitnya setiap
jam sekali dan menimbang berat
badan pasien setiap hari.
3. Pertahankan pemberian infus dan
mengatur tetesannya pada kecepatan
yang tepat sesuai dengan program
medik.
4. Amati gejala disifisiensi atau
kelebihan kadar natrium, kalsium,
fosfor dan bikarbonat.
5. Naikkan bagian kepala tempat tidur
pasien dan tinggikan ekstremitas yang
terbakar.
1. Hipovelemia merupakan risiko utama
yang segera terdapat sesudah luka
bakar. Resusitasi berlebihan dapat
menyebabkan kelebihan beban cairan.
2. Haluaran urine dan berat badan
memberikan informasi tentang perfusi
renal, kecukupan penggantian cairan,
dan kebutuhan serta status cairan .
3. Pemberian cairan yang ade kuat di
perlukan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit
mungkin terjadi.
4. Perubahan yang cepat pada status
cairan dan elektrolit mungkin terjadi
dalam periode pasca luka bakar.
5. Peninggian akan meningkatkan aliran
balik darah vena.
5. Diangnosa keperawatan: hipotermia yang berhubungan dengan gangguan mikro sirkulasi
kulit dan luka yang terbuka.
Tujuan : pemeliharaan suhu tubuh yang adekuat.
Kritera Hasil :
29
Suhu tubuh tetap pada rentang 36.1◦c-38,3◦c
Tidak ada menggigil atau gemetar.
Intervensi Rasional.
1. Berikan lingkunggan yang hangat
dengan penggunaan perusal
pemanas, selimut beronga, lampu
atau selimut pemanas.
2. Bekerja dengan cepat kalo lukanya
terpajan udara dingin.
3. Kaji suhu inti tubuh dengan sering.
1. Lingkungan yang stabil
mengurangi kehilanggan panas
lewat evaporasi.
2. Pajanan yang minimal
menggurangi kehilanggan panas
dari luka.
3. Kaji suhu tubuh yang frekuen
membantu mendeteksi terjadinya
hipotermia.
6 Diangnos keperawatan: nyeri yang berhubungan dengan cedera jaringan dan syaraf
serta dampak emosional cedera.
Tujuan: pengendalian rasa nyeri.
Kriteria Hasil :
Menyatakan tingkat nyeri menurun
Tidak ada petunjuk non verbal tentang nyeri.
Intervensi Rasional
1. Gunakan skalanyeri untuk menilai
tingkat rasa nyeri (yaitu, 1-10)
bedakan dngan keadaan hipoksia.
1. Tingkat nyeri memberikan data dasar
untuk mengevaluasi efektifitas
tindakan mengurangi nyeri. Hipoksia
dapat menimbulkan tanda-tanda
serupa dan harus disingkirkan terlebih
30
2. Kaji tanda nonverbal nyeri
( gelisah, kening berkerut,
mengatupkan rahang, peningkatan
TD).
3. Berikan instruksi dan membantu
pasien dalam melaksanakan
tekhnik distraksi, relaksasi.
4. Berikan preparat analgetik opioit
menurut program medic. Amati
kemungkinan supresi pernafasan
pada pasien yang tidak memakai
ventilasi mekanis. Lakukan
penilaian respon pasien terhadap
pemberian analgetik.
5. Berikan dukungan emosional dan
menentramkan kekhawatiran
pasien.
dahulu sebelu pengobtan nyeri
dilaksanakan.
2. Data-data hasil pengkajian nyeri akan
memberikan informasi dasar untuk
mengkaji respon nyeri.
3. Tindakan non farmakologik untuk
mengatasi nyeri akan memberikan
berbagai cara intervensi yang dapat
mengurangi sensasi rasa nyeri.
4. Penyuntikan preparat analgetik intra
vena diperlukan karena terjadinya
perubahan perfusi jaringan akibat luka
bakar.
5. Dukungan emosional sangat penting
untuk mengurangi ketakutan dan
ansietas akibat luka bakar. Ketakuatn
dan ansietas akan meningkatkan
persepsi nyeri.
7 Resiko infeksi berhubungan dengan kehilangan barrier kulit dan terganggunya respon imun.
Tujuan: Tidak adanya infeksi yang lokal dan sistemik
Kriteria Hasil :
Tidak adanya tanda dan gejala infeksi dan sepsis
Nilai leukosit dalam batas normal
31
Intervensi Rasional
1. Kaji tanda- tanda infeksi.
2. Batasi jumlah pengunjung.
3. Jaga asepsis selama pasien berisiko.
4. Sediakan perawatan kulit pada area
yang edema.
5. Inpeksi kulit dan membrane mukosa
selama kemerahan, panas tinggi atau
drainase.
6. Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
7. Ajarkan pasien dan keluarga tentang
tanda dan gejala infeksi dan
melaporkan kepada petugas perwatan
ketika terdapat tanda dan gejala
infeksi.
Kolaborasi
8. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
1. Mengetahui dini terjadinya infeksi
2. Mengurangi kontaminasi silang,
3. meminimalkan kesempatan untuk
kontaminasi.
4. Perawatan kulit pada area yang
edema dapat membantu mencegah
terjadinya infeksi yang lebih luas.
5. Apabila kulit kembali kemerahan
dan terdapat drainase purulen
menandakan terjadi prosesinflamasi
bakteri.
6. Mempertahankan keseimbangan
nutrisi untuk mendukung perpusi
jaringan dan memberikan nutrisi
yang perlu untuk regenerasi selular
dan penyembuhan jaringan.
7. Meningkatkan pengetahuan pasien
dan keluarga
32
9. Monitor absolute granulosit,
WBC ,dan hasil normal.
8. Antibiotic dapat menghambat
proses infeksi.
9. WBC merupakan salah satu data
penunjang yang dapat
mengidentifikasi adanya bakteri di
dalam darah. Sel darah putih akan
meningkat sebagai kompensasi
untuk melawan bakteri yang
mnginvasi tubuh.
8 Kerusakan integritas kulit b/d kerusakan permukaan kulit sekunder destruksi lapisan
kulit.
Tujuan dan Kriteria Hasil : Memumjukkan regenerasi jaringan.
Kriteria hasil: Mencapai penyembuhan tepat waktu pada area luka bakar.
Intervensi Rasional
1. Kaji/catat ukuran, warna, kedalaman
luka, perhatikan jaringan nekrotik dan
kondisi sekitar luka.
2. Lakukan perawatan luka bakar yang
tepat dan tindakan kontrol infeksi.
3. Pertahankan penutupan luka sesuai
indikasi.
1. Memberikan informasi dasar tentang
kebutuhan penanaman kulit dan
kemungkinan petunjuk tentang
sirkulasi pada aera graft.
2. Menyiapkan jaringan untuk penanaman
dan menurunkan resiko
infeksi/kegagalan kulit.
3. Kain nilon/membran silikon
mengandung kolagen porcine peptida
yang melekat pada permukaan luka
sampai lepasnya atau mengelupas
secara spontan kulit repitelisasi.
33
4. Tinggikan area graft bila
mungkin/tepat. Pertahankan posisi
yang diinginkan dan imobilisasi area
bila diindikasikan.
5. Pertahankan balutan diatas area graft
baru dan/atau sisi donor sesuai
indikasi.
6. Cuci sisi dengan sabun ringan, cuci,
dan minyaki dengan krim, beberapa
waktu dalam sehari, setelah balutan
dilepas dan penyembuhan selesai.
7. Lakukan program kolaborasi :
Siapkan / bantu prosedur
bedah/balutan biologis.
4. Menurunkan pembengkakan
/membatasi resiko pemisahan graft.
Gerakan jaringan dibawah graft dapat
mengubah posisi yang mempengaruhi
penyembuhan optimal.
5. Area mungkin ditutupi oleh bahan
dengan permukaan tembus pandang tak
reaktif.
6. Kulit graft baru dan sisi donor yang
sembuh memerlukan perawatan khusus
untuk mempertahankan kelenturan.
7. Graft kulit diambil dari kulit orang itu
sendiri/orang lain untuk penutupan
sementara pada luka bakar luas sampai
kulit orang itu siap ditanam.
9 Intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot.
Tujuan : pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan.
Kriteria hasil : Pasien mampu melakukan ADL secara mandiri.
Intervensi Rasional
1. Kaji kembali kemampuan dan keadaan
secara fungsional pada kerusakan yang
terjadi.
1. Mengidentifikasi masalah utama
terjadinya gangguan mobi;litas
fisik.
34
2. Monitor fungsi motorik dan sensorik setiap
hari.
3. Lakukan latihan ROM.
4. Ganti posisi tiap 2 jam sekali.
2. Menentukan kemampuan mobilisasi
mengidentifikasi masalah utama
terjadinya gangguan mobilitas fisik.
3. Mencegah terjadinya kontraktur.
4. Penekanan terus-menerus
menimbulkan decubitus
10 Konstipasi berhubungan dengan Penurunan peristaltic usus akibat penurunan aliran
darah ke gastrointestinal.
Tujuan : Pasien tidak mengalami konstipasi dan pengeluaran urine lancar.
Kriteria hasil :
Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan 1-2x sehari.
Feses lunak dan berbentuk.
Mengeluarkan feses tanpa bantuan.
Intervensi Rasional
1. Dapatkan data dasar mengenai
program defekasi, aktivitas,
pengobatan, dan pola kebiasaan.
2. Pantau tanda dan gejala rupture usus
atau peritonitis.
3. Jelaskan etiologi masalah dan
rasional tindakan kepada pasien.
4. Ajarkan pasien tentang efek
diet(misal cairan dan serat) pada
1. Untuk menyusun intervensi sesuai
kebutuhan pasien.
2. Mencegah terjadinya rupture usus dan
peritonitis agar tidak terjadi infeksi
dalam.
3. Pemberian informasi yang tepat akan
membuat pasien tenang dan mampu
ikut berperan aktif dalam prosedur
keperawatan untuk mengatasi
konstipasi.
4. Meningkatkan keseimbangan cairan
dan serat untuk proses pembentukan
35
eliminasi. feses yang baik sehingga mencegah
komplikasi akibat cairan yang tidak
normal dan feces yang keras.
11 Penurunan Curah Jantung berhubungan dengan hipovelemia dan peningkatan
afterload akibat disfungsi konduksi listrik
Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan adanya
peningkatan curah jantung.
Kriteria Hasil:
Frekuensi jantung meningkat
Status Hemodinamik stabil
Haluaran Urin adekuat
Tidak terjadi dispnu
Akral Hangat
Intervensi Rasional
- Auskultasi nadi apical, kaji
frekuensi, irama jantung.
- Catat bunyi jantung.
- Palpasi nadi perifer.
- Biasanya terjadi tachycardia untuk
mengkompensasi penurunan
kontraktilitas jantung.
- S1 dan s2 lemah, karena
menurunnya kerja pompa S3
sebagai aliran ke dalam serambi
yaitu distensi. S4 menunjukkan
inkopetensi atau stenosis katup.
- Untuk mengetahui fungsi pompa
jantung yang sangat dipengaruhi
36
- Pantau tekanan darah.
- Pantau keluaran urine, catat
penurunan keluaran, dan kepekatan
atau konsentrasi urine.
- Kaji perubahan pada sensori
contoh: letargi, bingung,
disorientasi, cemas dan depresi.
- Berikan istirahat semi recumbent
(semi-fowler) pada tempat tidur.
- Kolaborasi dengan dokter untuk
terapi, oksigen, obat jantung, obat
diuretic dan cairan.
oleh CO dan pengisisan jantung.
- Untuk mengetahui fungsi pompa
jantung yang sangat dipengaruhi
oleh CO dan pengisisan jantung.
- Dengan menurunnya CO
mempengaruhi suplai darah ke
ginjal yang juga mempengaruhi
pengeluaran hormone aldosteron
yang berfungsi pada proses
pengeluaran urine.\
- Menunjukkan tidak adekuatnya
perfusi serebral sekunder terhadap
penurunan curah jantung.
- Memperbaiki insufisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan kebutuhan
oksigen dan penurunan venous
return.
- Membantu dalam proses kimia
dalam tubuh.
2.11 Penatalaksanaanb. Penatalaksanaan Luka Bakar Berdasarkan Berat Ringannya Luka Bakar
1. Luka Bakar Ringan
Dalam kasus luka bakar, ada 3 (tiga) derajat luka bakar berdasarkan tingkat
keparahannya. Derajat paling awal yaitu luka bakar ringan, dimana sebagian
epidermis (bagian teratas kulit) terbakar dalam kadar yang cukup ringan.
37
Biasanya luka bakar ringan disebabkan oleh terkena panas matahari berlebihan,
tersentuh benda panas misalnya setrika atau panci/wajan panas, tersiram air panas,
atau kena bahan kimia yang bersifat korosif.
Gejala luka bakar ringan adalah kulit memerah, ada pembengkakan, dan pada
beberapa kasus, bisa menyebabkan demam dan sakit kepala.
Walaupun tergolong ringan, luka bakar ringan tetap harus dirawat dengan baik.
Berikut adalah langkah-langkah perawatan luka bakar ringan :
- Dinginkan luka bakar dengan air dingin yang mengalir secara terus
menerus selama 15 menit. Hal ini bisa dilakukan dengan meletakkan
bagian yang mengalami luka bakar di bawah kran dengan air
yang terus mengalir, atau rendam dalam bak mandi atau ember yang
berisi air dingin. Tindakan ini berguna untuk mencegah atau
mengurangi bengkak yang disebabkan oleh kerusakan jaringan serta
mencegah kerusakan merembet ke lapisan kulit yang lebih dalam.
2. Jangan meletakkan es secara langsung pada luka bakar, karena dapat
menyebabkan frosbite, yaitu cedera atau kematian sel karena membeku.
3. Jangan mengoleskan apapun ke kulit yang mengalami luka bakar sebelum anda
melakukan tindakan diatas. Mengoleskan pasta gigi atau mentega bukanlah
tindakan yang tepat, bahkan akan memicu munculnya infeksi.
4. Setelah luka bakar dingin, oleskan lotion yang mengandung aloe vera atau
vitamin E. Hal ini bertujuan untuk mencegah kulit menjadi kering atau rusak.
5. Bila perlu anda dapat menutup kulit yang mengalami luka bakar dengan kasa
steril yang mengandung antibiotik ( Sofratulle atau Daryantulle) dan plester.
Tindakan ini dapat mencegah terjadinya infeksi dan juga mengurangi nyeri akibat
luka bakar bersentuhan dengan udara atau pakaian.
6. Selain kasa steril yg mengandung antibiotik anda juga bisa mengoleskan krim
antibiotik contohnya Bioplacenton ke luka bakar untuk mencegah infeksi.
7. Untuk mengurangi rasa nyeri atau demam minumlah pereda nyeri seperti
paracetamol atau aspirin.
38
8. Setelah luka bakar sembuh untuk mengurangi bekas luka dapat menggunakan
mederma gel yang bisa di beli di apotik-apotik terdekat.
9. Luka bakar sedang
Luka bakar sedang atau luka bakar tingkat II adalah luka bakar yang menyebabkan
kerusakan pada lapisan di bawah kulit. Contohnya adalah sengatan sinar matahari yang
berlebihan, cairan panas dan percikan api dari bensin atau bahan lain.
Menurut Stanley M. Zildo seperti dikutip dari bukunya yang berjudul 'First Aid,Cara
Benar Pertolongan Pertama dan Penanganan Darurat', gejala luka bakar tingkat II ini
berupa kulit kemerahan, melepuh, bengkak yang tak hilang selama beberapa hari dan
kulit terlihat lembab.
Apabila terjadi luka bakar seperti ini, segera lakukan hal berikut:
10. Siram air dingin atau air es pada daerah luka atau beri kompres dengan
menggunakan handuk kecil. Bisa juga menggunakan saputangan yang
sebelumnya dicelupkan ke dalam air.
11. Keringkan luka menggunakan handuk besih atau bahan lain yang lembut.
12. Tutup dengan perban steril untuk menghindari infeksi.
13. Angkat bagian tangan atau kaki yang terluka lebih tinggi dari organ juantung.
14. Segera cari pertolongan medis jika korban mengalami luka bakar di sekitar bibir
atau kesulitan bernapas.
15. Jangan coba mengempiskan luka yang melepuh atau mengoleskan minyak,
semprotan atau ramuan lain tanpa sepengetahuan dokter.
PENATALAKSANAAN FASE RESUSITATIF
1. Perawatan di Tempat Kejadian
39
Prioritas pertama adalah menghentikan proses kebakaran dan mencegah mencederai
diri sendiri. Berikut prosedur emergensi tambahan :
Mematikan api
Mendinginkan luka bakar
Melepaskan benda penghalang
Menutup luka bakar
Mengirigasi luka bakar kimia.
Meskipun efek lokal paling tampak nyata pada luka bakar, namun efek sistemik
merupakan ancaman yang lebih besar. Harus diingat ABC selama periode awal pasca
luka bakar, yaitu : Airway (saluran nafas), Breathing (pernafasan) dan
Circulation/sirkulasi darah (dan Cervical spine immobilization/fiksasi vertebra servikalis
jika diperlukan).
Breathing harus dinilai dan patensi saluraran nafas diciptakan pada perawatan
emergensi. Terapi yang segera ditujukan (immediate therapy) ditujukan penciptaan
saluran nafas lapang dan pemberian oksigen 100 % yang dilembabkan. Bila terjadi edema
saluran nafas dapat dipasang pipa endotrakeal dan memulai ventilasi manual.
Sistem sirkulasi dinilai pada denyut apikal dan tekanan darah yang harus dimonitor
dengan sering. Takikardi dan hipotensi ringan terjadi segera pasca luka bakar. Survai
sekunder dari kepala sampai kaki untuk menemukan cedera lainnya.
Pencegahan syok dengan pemberian cairan infus dan elektrolit. Selain itu tidak boleh
ada makanan atau minuman diberikan lewat mulut dan pasien diposisikan untuk
pencegahan aspirasi muntahan karena mual dan vomitus timbul akibat ileus paralitik
(Brunner&suddart, 2002).
2. Perawatan di Unit Gawat Darurat
Prioritas pertama di UGD tetap ABC. Untuk cedera paru ringan, udara pernafasan
dilembabkan dan pasien didorong batuk sehingga sekret bisa dikeluarkan dengan
penghisapan. Untuk situasi parah pengeluaran sekret dengan penghisapan bronkus dan
40
pemberian preparat bronkodilator serta mukolitik. Jika edema jalan nafas, intubasi
endotrakeal mungkin indikasi. Continuous positive airway pressure dan ventilasi mekanis
mungkin perlu untuk oksigenasi adekuat.
Kanula Intra Vena dipasang pada vena perifer atau dimulai aliran sentral. Untuk
LPTT di atas 20%-30% harus dipasang kateter pengukuran haluaran urine. NGT untuk
resiko ileus paralitik dengan LPTT lebih 25%. Untuk cedera inhalasi atau keracunan
monoksida diberikan oksigen 100% dilembabkan.
Booster toksoid tetanus diberikan bila sudah diimunisasi sebelumnya tapi belum
menerima lagi 5 tahun terakhir. Jika riwayat imunisasi tidak diketahui, diberikan 250 unit
globulin human imun-tetanus manusia dan pemberian pertama dari serangkaian imunisasi
aktif dengan toksoid tetanus.
Selimut tidak melekat dan tidak berbulu diberikan untuk kehangatan dan pencegahan
hipotermi serta pencegahan kontaminasi dan mengurangi nyeri (atau dengan air normal
salin dingin bukan air es karena dapat merusak jaringan)
Tanggung jawab keperawatan termasuk pemantauan terhadap cedera inhalasi,
pemantauan resusitasi cairan, pengkajian luka bakar, pemantauan tanda-tanda vital,
pengumpulan riwayat kesehatan yang akurat dan tindakan kedaruratan (Hudak C. M.,
2008).
3. Perawatan di Unit Perawatan Kritis
Resusitasi cairan adalah intervensi primer pada fase ini. Tujuan dari fase perawatan
ini adalah untuk :
a). Memperbaiki defisit cairan, elektrolit dan protein.
b). Menggantikan kehilangan cairan berlanjut dan mempertahankan keseimbangan
cairan.
c). Mencegah pembentukan edema berlebihan
41
d). Mempertahankan haluaran urine pada dewasa 30 sampai 70 ml/jam.
Formula untuk penggantian cairan secara umum dilakukan penggantian kehilangan
kristaloid ( RL: mendekati komposisi cairan ekstravaskuler, molekulnya besar dapat
mengembangkan volume plasma yang bersirkulasi ) dan koloid. Setelah 24 jam pertama
penggantian kehilangan air evaporatif dengan dekstrosa/air (5DW) 5% untuk
pertahankan natrium 140mEq/L.
Berikut pedoman dan rumus untuk penggantian cairan luka bakar :
a). Rumus Konsensus
Larutan Ringer Laktat (atau saline lainnya) : 2-4 ml x kg BB x % luas luka bakar.
Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.
b). Rumus Evans
Koloid : 1 ml x kg BB x % luas luka bakar
Elektrolit (salin) : 1 ml x kg BBx % luas luka bakar
Glukosa (5 % dalam air) : 2000 ml untuk kehilangan insensibel
Hari 1 : Separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
Hari 2 : separuh dari cairan elektrolit dan koloid yang diberikan pada hari
sebelumya; seluruh penggantian cairan insensibel.
Maksimum 10.000 ml selama 24 jam. Luka bakar derajat dua dan tiga yang
melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung berdasarkan 50% luas permukaan
tubuh.
c). Rumus Brooke Army
Koloid : 0,5 ml x kg berat badan x % luka bakar
Elektrolit ( larutan ringer laktat ): 1,5 ml x kg berat badan x % luas luka bakar
Gukosa 5 % dalam air : 2000ml untuk kehilangan insensibel.
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh sisanya dalam 16 jam
berikutnya.
42
Hari 2 : separuh dari cairan koloid yang diberikan pada hari sebelumnya; seluruh
pengantian cairan insensibel.
Luka bakar derajad dua dan tiga yang melebihi 50 % luas permukaan tubuh dihitung
berdasarkan 50 % luas permukaan tubuh.
d. Rumus Parkland/Baxter
Pada Dewasa
Larutan Ringer Laktat : 4 ml x kg BB x % luas luka bakar
Hari 1 : separuh diberikan dalam 8 jam pertama; separuh dalam 16 jam berikutnya.
Hari 2 : bervariasi. Ditambahkan koloid.
Berikan ½ dari total kebutuhan cairan dalam waktu 8 jam pertama, dan sisanya 16
jam berikutnya.
Contoh :
korban gawat darurat tersiram air panas pada tangan kanan dan kaki kanan, umur 42
tahun dengan BB 50 kg, luas luka bakar 20%. Maka korban gawat darurat akan
mendapat 50 x 20 x 4 cc / 24 jam = 4000 cc / 24 jam. Separuh 2000cc (4 kolf) dalam
8 jam pertama. kemudian 8 jam berikutnya diberikan dari ¼ x 4000 cc = 1000cc,
pada 8 jam terakhir diberikan sisanyanya yaitu 1000cc.
catatan: 2000 cc x 20 (tetes infus set) = 80 tetes/ menit
43
Pada Anak-anak
Resusuitasi : 2 cc x BB(kg) x LB = a cc
Kebutuhan faal :
< 1 th : BB x 100 cc
1-3 th : BB x 75 cc = b cc
3-5 th : BB x 50 cc
Kebutuhan Total = ∑ resusitasi + ∑ faal = a + b
Diberikan dalam keadaan tercampur
- RL : Dextran = 17 : 3
- 8 jam I = ½ (a + b) cc
- 16 jam II = ½ (a + b) cc
Contoh:
1. Untuk pasien dengan berat badan 20 kg dengan luka bakar 25% Total cairan
dalam waktu 24 jam pertama
= (60 ml/jam x 24 jam) + 4 ml x 20kg x 25% luka bakar
44
= 1440 ml + 2000 ml
= 3440 ml (1720 ml selama 8 jam pertama)
24 jam kedua: berikan ½ hingga ¾ cairan yang diperlukan selama hari pertama.
Awasi pasien dengan ketat selama resusitasi (denyut nadi, frekuensi napas, tekanan
darah dan jumlah air seni). Transfusi darah mungkin diberikan untuk memperbaiki
anemia atau pada luka-bakar yang dalam untuk mengganti kehilangan darah.
d). Larutan salin hipertonik
Larutan pekat natrium klorida ( NaCl ) dan laktat dengan konsentrasi 250-300 mEq
natrim per liter yang diberikan pada kecepatan yang cukup untuk mempertahankan
volume keluaran urin yang diinginkan. Jangan meningkatkan kecepatan infus selama
8 jam pertama pasca luka bakar. Kadar natrium serum harua dipantau dengan ketat,
tujuan : meningkatkan kadar natrium serum dan osmolalitas untuk mengurangi
edema dan mencegah komplikasi paru.
45
BAB III
PENUTUP
3.1 KesimpulanKulit adalah organ kompleks yang memberikan pertahanan tubuh pertama terhadapkemungkinan
lingkungan yang merugikan. Kulit melindungi tubuh terhadap infeksi, mencegahkehilangan cairan tubuh,
membantu mengontrol suhu tubuh, berfungsi sebagai organ eksretoridan sensori, membantu dalam proses
aktivasi vitamin D, dan mempengaruhi citra tubuh. Lukabakar adalah hal yang umum, namun merupakan
bentuk cedera kulit yang sebagian besar dapat dicegah
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, jenis yang
beratmemperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cederaoleh sebab
lain .Biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannnya. Penyebab lukabakar selain karena api
( secara langsung ataupun tidak langsung ), juga karena pajanan suhutinggi dari matahari, listrik maupun
bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api ( misalnya tersiram panas ) banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak dengan
sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ke tubuh (flash), terkena air
panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari.
3.2 Sarana. Untuk mahasiswa sebaiknya dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien
dengan kegawat daruratan luka bakar diharapkan mampu memahami konsep dasar
luka bakar serta konsep asuhan keperawatan.
b. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan
dengan penyakit ini.
c. Diharapkan seorang Perawat agar dapat lebih profesional dengan pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki sehingga dapat melakuan penanganan luka bakar dengan
cepat dan tepat.
44
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi edisi 3 . Jakarta: EGC.
Doenges, M. G. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Gruendemann, Barbara J. (2005). Buku Ajar Keperawatan Periopratif, vol. 2. Jakarta: EGC.
Hudak, C. M. (2008). Keperawatan kritis pendekatan 1 edisi 8. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Suddarth, B. &. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 9. Jakarta: EGC.
45