Upload
leni
View
105
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
asma kesaserbasi akut
Citation preview
Kasus Kecil
Asma Bronkiale Eksaserbasi Akut
Disusun Oleh :
Leni anggraeni
112014032
Pembimbing :
dr. Luluk Adipratikto, Sp.P, M. Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU
Nama : leni anggraeni Tanda Tangan
NIM : 11.2014.032
Dr. Pembimbing / Penguji : dr. Luluk Adipratikto, Sp.P, M. Kes
BAB III
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap: Ny. AT Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Jenis kelamin : Perempuan Pendidikan terakhir : SD
Suku bangsa : Jawa Status perkawinan : Menikah
Tanggal lahir : 04-06-1969 Nomor RM : 243621
Alamat : Karang Anyar Rt. 04 / 05 Demak Tanggal masuk : 31 – 03- 2015
Agama : Islam Dirawat di ruang : Betani A
1
A. ANAMNESIS
Diambil dari autoanamnesis : 02 maret 2015 Pukul 10:00 WIB
Keluhan Utama : Sesak napas sejak 1 hari SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Os merasa sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit dan telah dirawat
selama 2 hari. Sesak nafas timbul saat malam hari. Os mengatakan mendengar bunyi
seperti siualan “ngiik” saat bernapas. Os mengaku biasanya sesak napas kambuh saat
aktivitas tertentu seperti memberi makan ayam dan memasak dengan kayu bakar. Selain
itu os juga mengeluh batuk berdahak, dahak berwarna putih disertai tenggorokan gatal.
Nyeri pada dada kiri bawah saat bernapas juga di akui pasien.
Os mengatakan sesak napas seperti ini sering kambuh sejak 10 tahun lalu. Dalam
sebulan, kadang-kadang kambuh selama 1 minggu dan serangan tidak separah sekarang,
biasanya sesak membaik setelah Os menghirup obat yang telah biasa Os pakai. Os juga
mengatakan kulit nya menjadi merah – merah saat kelelahan. Os mengatakan memiliki
riwayat asma sejak 10 tahun lalu dengan diagnosis dari dokter. Riwayat alergi makanan
di sangkal. Mual muntah disangkal.
Os mengakui beberapa hari ini Os terus-menerus memikirkan anak dan suaminya
yang tinggal di luar kota. Selama di rumah sakit, Os telah mendapat pengobatan berupa
nebulizer sebanyak 3 kali sehari dan obat methilprednisolon 2 kali sehari. Os merasa
sesaknya berkurang setelah mendapat pengobatan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat maag (-), penyakit jantung (-), penyakit ginjal (-), hipertensi (-), kencing manis
(-), TB (-), asma (+), alergi (-).
Riwayat Keluarga :
Riwayat penyakit kencing manis (-), alergi (-), asma (-), hipertensi (-), sakit jantung (-),
ginjal (-)
2
B. PEMERIKSAAN JASMANI
a. Pemeriksan umum
Keadaan umum : tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tanda Vital :
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit (regular, isi dan tegangan cukup)
Frekuensi napas: 28 kali/menit
Suhu aksila : 36,5o C
SpO2 : 90%
Berat badan : 87 kg
Tinggi badan : 165 cm
BMI : 31.65 kg/m2 (over weight)
b. Pemeriksaan Fisik
Rambut : hitam, merata, tak tampak alopesia, tidak mudah rontok.
Kulit : sawo matang, ikterik (-), pucat (-), lesi (-), ptechiae(-).
Kepala : normocephali, turgor dahi cukup.
Mata : edem palpebra (-/-), konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),
pupil isokor diameter 3 mm, refleks cahaya langsung dan tak langsung
(+/+).
Hidung : pernafasan cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-), septum deviasi (-)
Mulut : bibir sianosis (-), pursed lips breathing (-), ulkus (-), T1-T1 tenang,
faring hiperemis (-), atrofi papil lidah (-), perdarahan gusi (-), hipertrofi
ginggiva (-).
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening dan kelenjar tiroid, tidak
ada benjolan.
3
Thorax
Inspeksi : bentuk thorax normal, pergerakan dinding dada simetris saat statis dan
dinamis,tipe pernafasan torakoabdominal, retraksi sela iga (-),benjolan (-)
Pulmo
Anterior Posterior
Inspeksi Pergerakan dinding
dada simetris saat statis
dan dinamis, jejas
trauma (-) Retraksi sela
iga (-)
Pergerakan dinding
dada simetris saat
statis dan dinamis,
jejas trauma (-)
Palpasi Sela iga tidak melebar,
fremitus taktil simetris,
nyeri tekan (-)
Sela iga tidak melebar,
fremitus taktil simetris,
nyeri tekan (-).
Perkusi Sonor di lapang paru
kanan dan kiri, batas
paru hati: ICS V, batas
peranjakan hati: 2 cm
dari batas paru hati.
Sonor di lapang paru
kanan dan kiri.
Auskultasi Suara nafas dasar
vesikuler pada kedua
basal paru , suara nafas
tambahan: rhonki (-/-),
wheezing (+/+) di
seluruh lapang paru,
ekspirasi memanjang.
Suara nafas dasar
vesikuler pada kedua
basal paru, suara nafas
tambahan: rhonki (-/-),
wheezing (+/+) di
seluruh lapang paru.
4
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS IV 1 cm linea midclavula sinistra, tidak
kuat angkat.
Perkusi : Batas kanan : ICS IV linea parasternal dextra.
Batas atas : ICS II linea sternal sinistra.
Pinggang : ICS III linea parasternal sinistra.
Batas kiri : ICS IV 1 cm medial linea midclavicula sinistra.
Auskultasi : BJ I-II murni regular, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : buncit, caput medusa (-), tidak tampak luka bekas operasi, striae (-),
massa (-).
Auskultasi : bising usus (+) normal.
Perkusi : shifting dullness (-), area traube timpani, nyeri ketok CVA(-), pekak
hati 6 cm dari batas paru hati.
Palpasi : supel, tidak teraba massa, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hati : tidak teraba.
Lien : Tidak teraba
Ginjal : ballotemen tidak teraba
Genital : tidak dilakukan
Ekstremitas :
Superior Inferior
Sianosis -/- -/-
Edema -/- -/-
Akral hangat +/+ +/+
Clubbing finger -/-
Palmar eritem -/-
5
C. Daftar abnormalitas
1. Sesak napas
2. Batuk disertai dahak berwarna putih
3. Terdengar wheezing pada seluruh lapang paru
D. Problem
1. Asma bronkiale intermittent eksaserbasi akut
IPDx (Initial Plan Diagnosis) :
Spirometri dengan bronchodilator test
Uji provokasi bronkus
Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan kadar eosinofil total darah
Foto thoraks
Uji kulit
6
Ekstremitas Dextra Sinistra
Superior
Otot Normotonus Normotonus
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
Edema - -
Inferior
Otot : tonus Normotonus Normotonus
Sendi Normal Normal
Gerakan Tidak terbatas Tidak terbatas
Kekuatan +5 +5
Edema - -
IPTx (Initial Plan Therapy) :
O2 inhalasi 4 Lpm dengan nasal canule
Nebulizer (salbutamol 2,5 mg, budesonide 200 mcg, bromhexin HCl)
Methilprednisolon 2x 125 mg dalam 100 ml Normal Salin
IPMx (Initial Plan Monitoring):
TTV dan saturasi oksigen
IPEx (Initial Plan Education):
Menjelaskan penyakit kepada pasien dan keluarga pasien
Hindari faktor alergen
Menggunakan masker untuk meminimalisasi paparan
Menasihatkan pemakaian obat dengan teratur
E. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : bonam
Follow up (01 april 2015)
S: masih terasa sesak, batuk (+), dahak (+) putih, nyeri paru kiri bawah saat bernapas
O: keadaan umum: tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 24x/menit
7
Suhu: 36,50C (aksila)
Thoraks: Inspeksi: Simestris statis dan dinamis
Palpasi: Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+, retraksi sela iga (-)
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara napas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen: Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.
Extremitas : Akral hangat, oedem (-)
Follow up (02 april 2015)
S: sesak berkurang, batuk (+), dahak (+) berkurang,
O: keadaan umum: tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg
Nadi: 80x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit
Suhu: 36,30C (aksila)
Thoraks: Inspeksi: Simestris statis dan dinamis
Palpasi: Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+, retraksi sela iga (-)
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara napas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen: Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.
Extremitas : Akral hangat, oedem (-)
Follow up (03 april 2015)
S: sesak berkurang, batuk berkurang, dahak berkurang,
O: keadaan umum: tampak sesak
Kesadaran : compos mentis
Tanda-tanda vital: TD: 120/80 mmHg
8
Nadi: 82x/menit, isi dan tegangan cukup
RR : 20x/menit
Suhu: 36,50C (aksila)
Thoraks: Inspeksi: Simestris statis dan dinamis
Palpasi: Nyeri tekan (-), fremitus taktil +/+, retraksi sela iga (-)
Perkusi: Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi: Suara napas dasar vesikuler, ronkhi -/-, wheezing +/+
Abdomen: Supel, Nyeri tekan (-), BU (+) normal.
Extremitas : Akral hangat, oedem (-)
9
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada anamnesis didapatkan :
- Os merasa sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah
- Sesak nafas timbul saat malam hari.
- Os mengatakan mendengar bunyi “ngiik” saat bernapas.
- batuk berdahak, dahak berwarna putih disertai tenggorokan gatal.
- Os mengatakan sesak napas seperti ini sering kambuh sejak 10 tahun lalu.
- Os juga mengatakan kulit nya menjadi merah – merah saat kelelahan.
- Os mengatakan memiliki riwayat asma sejak 10 tahun lalu dengan diagnosis
dari dokter.
Pada pemeriksaan fisik :
- Frekuensi napas: 28 kali/menit
- Wheezing di kedua lapang paru
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka diagnosis mengarah kepada
asma bronkial eksaserbasi akut. Namun untuk lebih memastikan diagnosis diusulkan
untuk dilakukan pemeriksaan spirometri, test alergi (skin prick test) Spirometri dengan
bronchodilator test, Pemeriksaan kadar eosinofil total darah
10
TINJAUAN PUSTAKA
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan
elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-
batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan
napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.1
Asma adalah penyakit episodik, dengan eksaserbasi akut diselingi dengan periode bebas
gejala. Biasanya, sebagian besar serangan berumur pendek, menit berlangsung jam, dan klinis
pasien tampak begitu sembuh sepenuhnya setelah serangan. Namun, mungkin ada fase di mana
pasien mengalami beberapa derajat obstruksi jalan napas sehari-hari. Tahap ini dapat ringan,
dengan atau tanpa adanya gejala parah, atau jauh lebih serius, dengan obstruksi berat bertahan
selama berhari-hari atau berminggu-minggu. Kondisi terakhir ini dikenal sebagai status
asthmatikus, dalam kondisi yang tidak biasa, gejala akut dapat menyebabkan kematian.1
A. Patofisiologi dan mekanisme terjadinya asma
Gejala asma, yaitu batuk sesak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang
didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.2
Gambar 1: Mekanisme Asma
11
Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat
diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan
beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi
udara dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.2
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early
asthma reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi
asma awal dan reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut
atau kronik. Pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya, berupa infiltrasi sel-sel
inflamasi terutama eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus. 2
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal
ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa
bronkus, lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat
mengaktivasi sal mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel
makrofag alveolar, eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit. 2
Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan
mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar
reaksi yang terjadi. 2
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini
juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein
sitotoksis yang memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya
menimbulkan hipereaktivitas bronkus. 2
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1. Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan
pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
12
2. Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila
seseorang yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka
terjadi proses inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama
atau proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka
akan terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang
berbulu (anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok;
pemacu: Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan
pemacu ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin2
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:
B. Faktor Risiko Asma
Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan faktor
lingkungan.1-3
1. Faktor genetik : Hipereaktivitas, Atopi/alergi bronkus, Faktor yang memodifikasi
penyakit genetik, Jenis kelamin, Ras/etnik.
2. Faktor lingkungan
a. Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
b. Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c. Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut,
susu sapi, telur)
13
Faktor genetik
Faktor lingkungan
Sensitisasi inflamas
i
Gejala Asma
Pemicu (inducer)
Pemacu (enhancer)
Pencetus (trigger)
Hipereaktifitas bronkus obstruksi
d. Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dll)
e. Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f. Ekpresi emosi berlebih
g. Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h. Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu
j. Perubahan cuaca
C. Kriteria Diagnosis Asma
Asma merupakan suatu penyakit dengan berbagai variasi (heterogenous), yang biasanya ditandai
dengan inflamasi jalan nafas kronis. 2 kunci yang mendeskripsikan asma :
- Pada anamnesis didapatkan wheezing, nafas yang pendek, dada seperti terikat, batuk yang
bervariasi dalam waktu dan intensitas3,4, dan
- Keterbatasan aliran udara ekspirasi.3,4
14
Tabel 1. Algoritma dalam mendiagnosis asma2
Klasifikasi derajat asma
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-
hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma
(GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji
fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan
diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma
serangan berat.3,4
15
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai
contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,
bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. 3,4
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk
setiap pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma
yang datang ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang
lebih tinggi harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal,
atau serangan memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi. 3,4
Tabel 2. Klasifikasi berat serangan asma
Gejala dan Berat Serangan Akut Keadaan
Tanda Ringan Sedang Berat Mengancam jiwa
Sesak napas Berjalan Berbicara Istirahat
Posisi Dapat tidur
terlentang
Duduk Duduk
membungkuk
Cara berbicara Satu kalimat Beberapa kata Kata demi kata
Kesadaran Mungkin
gelisah
Gelisah Gelisah Mengantuk, gelisah,
kesadaran menurun
Frekuensi napas <20/ menit 20-30/ menit > 30/menit
Nadi < 100 100 –120 > 120 Bradikardia
Pulsus paradoksus -
10 mmHg
+ / - 10 – 20
mmHg
+
> 25 mmHg
-
Kelelahan otot
Otot Bantu Napas
dan retraksi
suprasternal
- + + Torakoabdominal
paradoksal
Mengi Akhir
ekspirasi
paksa
Akhir
ekspirasi
Inspirasi dan
ekspirasi
Silent Chest
APE > 80% 60 – 80% < 60%
PaO2 > 80 mHg 80-60 mmHg < 60 mmHg
16
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg
SaO2 > 95% 91 – 95% < 90%
Tabel. 3. Klasifikasi derajat berat asma berdasarkan gambaran klinis
17
D. Penatalaksanaan Asma
Gambar 1. Langkah-langkah dalam Terapi Asma
Langkah-langkah dalam terapi asma
Step 1 – SABA tanpa kontroler ketika dibutuhkan (indikasinya adalah ketika gejala jarang
terjadi, tidak ada episode terbangun pada malam hari karena asma, tidak ada eksaserbasi
pada 1 tahun terakhir, dan FEV1 normal) 3,4
Pilihan lain : dosis rendah kortikosteroid inhalasi (ICS) reguler pada pasien dengan resiko
eksaserbasi.
18
Step 2 – ICS dosis rendah reguler ditambah SABA bila dibutuhkan
Pilihan lain : LTRA kurang efektif dari ICS; ICS/LABA membuat perbaikan gejala dan
FEV1 lebih cepat daripada terapi tunggal ICS, tetapi lebih mahal dan angka kekambuhan
sama. Pada asma yang didasari oleh alergi, dimulai dengan terapi ICS secepatnya dan
diteruskan sampai dengan 4 minggu setelah terpajan. 3,4
Step 3 – ICS dosis rendah/LABA sebagai terapi rumatan ditambah SABA bila
diperlukan, atau ICS/ formoterol rumatan dan terapi reliever
Pada pasien dengan eksaserbasi lebih dari 1 kali pada 1 tahun terakhir, BDP dosis
rendah/formoterol atau BUD/formoterol rumatan dan strategi reliever lebih efektif daripada
ICS rumatan/LABA dengan SABA bila dibutuhkan. 3,4
Pilihan lain : ICS dosis sedang
Step 4 – ICS dosis rendah/formoterol rumatan dan terapi reliever, atau ICS dosis
sedang/ LABA sebagai rumatan ditambah SABA bila dibutuhkan.
Pilihan lain : ICS dosis tinggi/LABA, tetapi efek samping lebih banyak dan memberikan
keuntungan yang lebih, ekstra kontroller, contoh : LTRA atau teofilin lepas lambat. 3,4
Step 5 – Investigasi lebih lanjut dan pemberian terapi tambahan
Terapi tambahan termasuk anti-IGE (omalizumab) untuk asma alergika yang berat. Sputum-
guided treatment, bila diperlukan, memperbaiki hasil akhir.
Pilihan lain : beberapa pasien mungkin mendapat keuntungan dari OCS dosis rendah tetapi
mendapat efek samping yang lama. 3,4
19
Tabel 2. Dosis Kortikosteroid Inhalasi
Gambar 2. Penanganan asma pada rumah sakit
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Asma pedoman diagnosis & penatalaksanaan di
indonesia. Diunduh dari: http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html#BABII, 10
September 2014
2. McFadden ER. Asthma. In: Harrison’s principles of internal medicine. 16th edition. USA:
McGraw-Hill Companies.; 2005.p. 1508-16
3. FitzGerald JM, et al. Global initiative for astma pocket guide for physicians and nurses
2014. Canada: Consultant to the science committee; 2014.p. 1-27
4. FitzGerald JM, et al. Global strategy for asthma management and prevention 2014
(revision). Canada: Consultant to the science committee; 2014.p. 1-108
21