98
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KERATON SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh ARDANI NIRWESTHI NIM. E 0008287 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KERATON SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam

Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

ARDANI NIRWESTHI

NIM. E 0008287

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2012

Page 2: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KERATON SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI

Oleh

ARDANI NIRWESTHI

NIM. E 0008287

Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Juni 2012

Dosen Pembimbing

Pius Triwahyudi, S.H., M.Si.

NIP. 195602121985031004

Page 3: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KERATON SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI

Oleh

ARDANI NIRWESTHI

NIM. E 0008287

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 19 Juli 2012

DEWAN PENGUJI

1. Lego Karjoko, S.H.,M.H. : ………………………………………

Ketua

2. Purwono Sungkowo Raharjo, S.H. : ………………………………………

Sekretaris

3. Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. : ………………………………………

Anggota

Mengetahui

Dekan,

Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

NIP. 19570203 1985032001

Page 4: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Ardani Nirwesthi

NIM : E 0008287

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

KERATON SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI adalah

betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila

dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, Juni 2012

Yang membuat pernyataan

Ardani Nirwesthi

NIM. E 0008287

Page 5: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

ARDANI NIRWESTHI, E 0008287, 2012. ASPEK HUKUM

MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KERATON

SURAKARTA DAN ORANG YANG MAGERSARI. Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret. Penulisan hukum ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan hukum

magersari dalam sistem hukum nasional dan mengetahui implikasi sistem hukum

nasional terhadap Keraton Surakarta selaku pemilik tanah dan orang yang

berkedudukan sebagai magersari.

Penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat

preskriptif. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan,

pendekatan kasus, dan pendekatan konseptual. Jenis bahan hukum yang

digunakan adalah jenis bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan

bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan. Analisis bahan hukum

menggunakan interpretasi dengan menemukan hukum yang memberikan

penjelasan yang gambling mengenai teks perundang-undangan agar ruang lingkup

kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa hukum sehingga

memperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasulkan kesimpulan.

Kesatu Kedudukan hukum magersari dalam sistem hukum nasional, zaman

penjajahan tanah Keraton Surakarta diatur didalam Rijkblad Surakarta Nomor 14

Tahun 1938 kekuasaan penuh mengelola tanah Keraton mengenai tanah magersari

dikelola sendiri oleh Keraton Surakarta. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17

Agustus 1945 khusus pembentukan hukum nasional tentang tanah diatur dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Kesatuan RI Tahun 1945. Hukum adat yang

berlaku kurang bisa mengintegrasikan masyarakat sebagai satu kesatuan nasional.

UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) memberikan kepastian hukum tanah yang

dualisme dan pluralisme. Ketentuan tersebut menjadikan tanah Keraton yang

termasuk tanah magersari menjadi milik negara. Kedua, bahwa implikasi sistem

hukum nasional terhadap Keraton Surakarta selaku pemilik tanah dan orang yang

berkedudukan sebagai magersari didalam UU No. 5 tahun 1960 (UUPA) masih

belum cukup untuk mengatur keberadaan tanah magersari di Kota Surakarta

sehingga kepastian hukum menjadi tidak jelas. Permasalahan ketidak harmonisnya

mengenai pemegang hak pengelolaan tanah magersari antara pemerintah Kota

Surakarta atau Keraton Surakarta, sehingga adanya pajak berganda, yaitu pajak

PBB dan uang sewa atau duduk lumpur yang harus ditanggung oleh warga

Baluwarti. Pajak PBB untuk pemerintah Kota Surakarta dan uang sewa atau

duduk lumpur untuk Keraton Surakarta. Pengaturan tanah magersari belum jelas

menjadikan orang yang magersari menjadi kesewenang-wenangan melakukan

kecurangan menempati tanah magersari bukan abdi dalem Keraton Surakarta, dan

diketemukan warga yang tidak punya Palilah Griya Pasiten maka tidak

membayar yang ditarik oleh Negara. Oleh karena itu diharapkan adanya peraturan

yang jelas dari pemerintah mengenai pengelolaan tanah magersari di Keraton

Surakarta.

Kata kunci : aspek hukum magersari, Keraton Surakarta dan orang yang magersari

ABSTRACT

Page 6: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ARDANI NIRWESTHI, E 0008287, 2012. LEGAL ASPECT OF

MAGERSARI AND THE IMPLICATION TO SURAKARTA PALACE AND

THOSE UNDERTAKING MAGERSARI. Faculty of Law of Sebelas Maret

University.

This research aims to find out the legal position of magersari in the

national legal system and to find out the implication of national legal system to

the Surakarta Palace as the landowner and those in position as magersari.

This writing was a normative law research that was prescriptive in nature.

The approach used was statute, case, and conceptual approaches. The types of law

material used were primary and secondary law materials. Technique of collecting

law material used was interpretation by looking for law giving the most vivid

explanation about legislation text so that the norm scope can be defined relating to

the law event to obtain the answer to the problem raised.

Based on the result of research and discussion, the following conclusion

could be drawn. Firstly, the legal position of magersari about the Surakarta

Palace’s land in the national legal system had been governed in colonial age in

Rijkblad Surakarta Number 14 of 1938 stating that the full authority of managing

the Palace’s land on magersari land is held by the Surakarta Palace itself. After

Indonesia’s independency on August 17, 1945 particularly the establishment of

national legislation about land was governed in the article 33 clause (3) of RI’s

1945 Constitution. The customary law enacted could integrate inadequately the

society as a national unity. The Act Number 5 of 1960 (UUPA) gave law certainty

about the land with dualism and pluralism. Such the provision made the Palace’s

land including into magersari land belonged to the state. Secondly, the

implication of national legal system to the Surakarta Palace as the landowner and

those in position of magersari in Act No.5 of 1960 (UUPA) still inadequately

governed the existence of magersari land in Surakarta City so that the law

certainty became vague. The problem of disharmony of magersari land

management right holder between the Surakarta City Government and the

Surakarta Palace, resulted in double tax, namely Land and Building Tax (PBB)

and lease cost or duduk Lumpur the Baluwarti people should assume. Land and

Building Tax for Surakarta city and lease tenant or duduk Lumpur for Surakarta

Palace. The magersari land regulation had not been clear yet making those who

performed magersari misused the land arbitrarily by occupying the magersari

land not belonging to the Surakarta Palace’s abdi dalem (servant), and some

people were found having no Palilah Griya Pasiten so that they did not pay the

billing from the state. For that reason, it is expected a clear regulation from the

government concerning the management of magersari land in Surakarta Palace.

Keywords: legal aspect of magersari, Surakarta Palace and those undertaking

magersari

Page 7: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”

(QS. Al Baqarah: 286)

“Ketahuilah, bahwa kehidupan di dunia itu merupakan roda perputaran masa

yang berubah berganti, apabila engkau memiliki watak tawakal dan ikhlas

dengan apa yang telah dianugerahkan Tuhan kepadamu, engkau akan menjadi

orang yang paling kaya di antara para manusia”

(Sasangka Jati)

“Mereka yang berhenti belajar adalah mereka si pemilik masa lalu, mereka yang

tak pernah berhenti belajar adalah mereka si pemilik masa depan”

(Mario Teguh)

“Meninggal dunia itu pasti dan Hidup di dunia itu tidak pasti karena hidup di

dunia hanya sementara maka janganlah lekat dengan keduniawian”

(Ardani Nirwesthi)

“Ulat Sumeh Gawe Renaning Wong Akeh”

(Ardani Nirwesthi)

Page 8: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan

rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum (skripsi)

dalam rangka memenuhi persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana. Penulisan

hukum ini, penulis beri judul “Aspek Hukum Magersari dan Implikasinya

Terhadap Keraton Surakarta dan Orang yang Magersari ”.

Pada kesempatan ini dengan rendah hati penulis bermaksud

menyampaikan ucapan terimakasih kepada segenap pihak yang telah memberi

bantuan, dukungan serta pertolongan baik berupa materiil maupu imateriil selama

penyusunan penulisan hukum ini terutama kepada :

1. ALLAH SWT yang senantiasa menjaga dan melindungi penulis dalam setiap

langkah dan mencari ridho-Nya.

2. Nabi Muhammad SAW junjungan dan suri tauladan yang baik untuk penulis

dalam menjalani kehidupan.

3. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Ibu Wida Astuti, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik penulis.

5. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Penulisan

Hukum (Skripsi).

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

atas segala dedikasinya selama Penulis menempuh studi di Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

7. Ayahanda Mayor (Tek) Djoko Widodo dan Ibunda Enie Jatmikaningtyastuti,

S.Pd., M.Pd, yang menjadi sumber inspirasi, kebanggaan dan pengabdian diri

penulis. Terima kasih untuk kasih sayang, doa serta segenap pengertian,

dukungan dan kepercayaan yang telah engkau berikan.

Page 9: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

8. Kedua kakakku Serka Dona Ifi Kharisma, S.E., M.M beserta istrinya, dan

Lettu Denni Aristia Adi, S.Pd beserta istrinya yang telah memberikan

nasehat, semangat dan doa untuk penulis.

9. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Hukum UNS, spesial untuk Atika,

Alphi, Iffa, Dwi, NA, Maya, Corry, Siska, Ryan, Fathony, Trisna, Helena.

10. Teman-teman yang selalu mendengarkan curhatan penulis Puspa, Jezi,

Inggrid, Adhe, Niken, Mas Adi, Mba Nira, Mas Wica, Mba Dita, Mas

Satriyo.

11. Teman-teman seperjuangan waktu magang di Boyolali, yaitu Tiara, Dewi,

Oki, Luvy, Vitri, Yoni, Yoga, dan teman-teman lain angkatan 2008 yang

tidak bisa penulis sebut satu persatu.

12. Keluarga Besar KSP Principium FH UNS, terima kasih atas pengalaman dan

suasana kekeluargaannya ada Mas Aji, Mas Haris, Mas Yovi, Mas Tejo, Mas

Gatot, Mb Citra, Mb Ariyani, Miqdad, Prita, Citra Widi, Mia, Naning, Indri,

Maulida, Faradina, Kiki, Danang, Dias, Indra, Rifzki, Isti, Mira, Fika, Nares,

dan teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebut satu persatu.

13. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari

kesempurnaan, mengingat kemampuan Penulis yang masih sangat terbatas. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan Penulis terima

dengan senang hati.

Semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi sumbangan pengetahuan dan

pengembangan hukum pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya.

Semoga pihak-pihak yang telah membantu penulisan ini mendapat pahala dari

Allah SWT. Amin.

Surakarta, 1 Juli 2012

Penulis

Page 10: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iv

ABSTRAK .......................................................................................................... v

HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..….. viii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ x

DAFTAR BAGAN ………..…………………………………………..……..... xii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian .................................................................................. 5

E. Metode Penelitian ..................................................................................... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ................................................................. 11

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ......................................................................................... 13

1. Tinjauan Tentang Prinsip-Prinsip Hukum Tanah Nasional ............... 13

2. Tinjauan Tentang Hak Atas Tanh ...................................................... 20

3. Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah Menurut Hukum Adat ..... 29

4. Tinjauan Tentang Hak Tanah Atas Keraton Surakarta ...................... 33

5. Tinjauan Tentang Tanah Magersari di Keraton Surakarta .................. 35

B. Kerangka Pemikiran ................................................................................. 37

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hukum Magersari Dalam Sistem Hukum Nasional .............. 40

1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria................. 40

Page 11: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

2. Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria................. 44

3. Hak Pengelolaan Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta.......... 52

B. Implikasi Sistem Hukum Nasional Terhadap Keraton Surakarta

Selaku Pemilik Tanah dan Orang yang Berkedudukan sebagai

Magersari................................................................................................... 55

1. Status Magersari Dengan Berlakunya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria.. 55

2. Wewenang dan Kewajiban Pemegang Tanah Hak Magersari...... 69

BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan .................................................................................................. 84

B. Saran ......................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

DAFTAR BAGAN

Halaman

BAGAN

Gambar 1 Kerangka Pemikiran ………………………………………… 39

Page 13: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Problematika pertanahan terus mencuat dalam dinamika kehidupan

bangsa kita. Berbagai daerah di nusantara tentunya memiliki karakteristik

permasalahan pertanahan yang berbeda di antara satu wilayah dengan wilayah

lainnya. Keadaan ini semakin nyata sebagai konsekuensi dari dasar pemahaman

dan pandangan orang Indonesia terhadap tanah. Kebanyakan orang Indonesia

memandang tanah sebagai sarana tempat tinggal dan memberikan penghidupan

sehingga tanah mempunyai fungsi yang sangat penting (Arie Sukanti Hutagalung,

2009:1).

Menurut hukum adat, manusia dengan tanah mempunyai hubungan

magis religius selain hubungan hukum. Hubungan itu tidak hanya antara individu

dengan tanah tetapi juga antar kelompok anggota masyarakat suatu persekutuan

hukum adat (Rechtgemeenschap) di dalam hubungan dengan hak ulayat

(Mohammad Hatta, 2005:40).

Manfaat tanah tidak hanya pada nilai ekonomisnya, tetapai juga

mengandung nilai politik, sosial, dan budaya. Sehingga permasalahan yang

berkaitan dengan tanah seringkali terjadi, bahkan bisa dikatakan sebagai masalah

yang sulit dan rumit. Masalah pertanahan dari hari ke hari semakin mencuat dalam

kehidupan masyarakat. Beberapa kondisi dalam masyarakat yang menggambarkan

masalah utama bidang pertanahan dewasa ini, diantaranya semakin maraknya

konflik dan sengketa tanah, semakin terkonsentrasinya pemilikan dan penguasaan

tanah pada sekelompok kecil masyarakat, dan lemahnya jaminan kepastian hukum

atas pemilikan, penguasaan dan penggunaan tanah serta masih banyaknya tanah-

tanah di Indonesia ini yang belum jelas status hukumnya.

Di lingkungan Magersaren (magersari) istilah magersari dikenakan bagi

orang kebanyakan (bukan keluarga bangsawan) yang hidup dan tinggal dalam

waktu yang lama di atas tanah milik Keraton Surakarta. Sebenarnya beberapa aset

keraton telah berganti kepemilikan. Di mulai oleh siapa dan bagaimana caranya

wujudnya bisa tanah, rumah atau benda-benda pusaka. Isu bahwa tanah magersari

Page 14: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

akan dijual tentu saja sangat meresahkan bagi orang-orang yang menumpang

hidup selama berpuluh tahun di atas tanah magersari. Apalagi adanya gesekan

peraturan perundangan antara yang milik Republik Indonesia dan yang milik

keraton (http://jarankepang.com/?p=75, diakses pada tanggal 8 November 2011

jam 20.13 wib).

Keraton Surakarta memiliki sejumlah besar aset tanah berklasifikasi

Sunan Grond yang tersebar di berbagai tempat. Tanah milik raja pribadi ini,

seharusnya tak dapat semena-mena diambil alih hak kepemilikannya begitu saja.

Namun faktanya, Sunan Grond termasuk, pesanggrahan-pesanggarahan dan

tanah-tanah makam milik Kraton Surakarta Hadiningrat banyak yang berubah

menjadi pemukiman padat penduduk. Karaton Surakarta Hadiningrat sendiri

menyadari persoalan tanah merupakan masalah peka. Wilayah Kota Surakarta

tidak mungkin diperluas tanpa harus berhadapan dengan pertambahan jumlah

penduduk serta gelombang urbanisasi yang tidak tercegah. Akibatnya muncul

semacam lapar lahan dalam masyarakat. Kecenderungan selama ini menunjukkan

banyak areal yang terlihat kosong, tidak peduli milik siapa, diserobot tanpa izin

menjadi pemukiman illegal (Much Bintang Arief Martoadi, Pelaksanaan Jual Beli

Tanah Magersari Milik Kraton Surakarta Hadiningrat Di Desa Pesarean

Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal. Suatu Tesis. 2009 : hal 5).

Di tengah perubahan jaman yang sedang kencang-kencangnya pandangan

masyarakat terhadap kehidupan kaum priyayi pun berubah drastis. Jika dahulu

masyarakat yang menumpang hidup di tanah keraton begitu taksim dan hormat

karena diijinkan tinggal di sana dengan gratis atau hanya bayar uang kebersihan,

sekarang mereka mudah memandang sinis karena praktek jual beli dan pindah

tangan harta pusaka, rumah dan tanah keraton oleh kerabat istana yang sering

mengakibatkan mereka menjadi korban pelengkap penderita. Jika mau

menyalahkan tidak bisa karena sebenarnya mereka tinggal di sana berpuluh tahun

hanya menumpang tinggal di tanah yang bukan milik mereka. Dan sering dituntut

harus berterimakasih oleh diri mereka sendiri. Tidak menyalahkan juga tidak bisa

karena mereka gatal dan tersinggung harga dirinya serta merasa dijadikan korban

Page 15: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

(http://jarankepang.com/?p=75, diakses pada tanggal 8 November 2011 jam 20.13

wib).

Sampai sekarang Keraton Surakarta masih berpolemik dengan warga-

warga yang mendiami tanah dan bangunan milik Keraton, sebenarnya konsep

awal Keraton Surakarta memberikan hadiah kepada para abdi dalem atau putra

dalem, yakni rumah sebagai pemberian yang dikarenakan jasa-jasa mereka kepada

Karaton, dengan menggunakan hak “anggadhuh” atau Keraton Surakarta hanya

meminjaminya saja dan bisa menariknya kapanpun kalau Keraton Surakarta mau.

Namun di kemudian hari, bangunan yang dulu ditempati oleh abdi dalem dan

putra dalem sekarang telah berubah ditempati oleh ahli waris mereka. Seharusnya

ketika abdi dalem atau putra dalem meninggal, hak “anggadhuh” itu selesai.

Tanah dan bangunan itu kosong dan dapat ditempati oleh abdi atau putra dalem

yang lain dan masih hidup di lingkungan Keraton Surakarta (GRA. Koes

Isbandiyah, Kebijakan Keraton Surakarta Hadiningrat Dalam Pengelolaan tanah

dan bangunan setelah Keputusan Presiden Nomor 23 tahun 1988 tentang status

dan pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta di kelurahan Baluwerti. Suatu

Tesis. 2008. hal. 17.)

Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 telah

menghadirkan peraturan-peraturan mengenai tanah yang selama ini mempunyai

sifat dualisme antara tanah-tanah yang tunduk pada hukum barat dan hukum adat

serta menjadi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat (Adrian Sutedi, 2010:1),

khususnya bagi Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris dan pejabat lain yang

berwenang dalam melaksanakan tugasnya berkaitan dengan tanah.

Dalam hukum pertanahan nasional, tanah Keraton, baik Sultan Ground

atau tanah magersari, tidak diatur secara pasti dan tegas dalam peraturan

perundang-undangan oleh pemerintah. Secara yuridis formal, berdasarkan

Undang-Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), Sultan

Ground atau tanah magersari dianggap tidak ada.

Hak-hak dan wewenang-wewenang atas bumi dan air dari Swapraja atau

bekas Swapraja yang masih ada, pada waktu mulai berlakunya Undang-Undang

No.5 Tahun 1960 (UUPA) ini hapus dan beralih kepada Negara. Hal ini berarti

Page 16: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

tanah Keraton beralih kepada Negara atau menjadi tanah Negara. Meski demikian,

Sultan Ground memang secara nyata ada dan diakui pemerintah.

Atas dasar itulah, sebagai bentuk pengakhiran kebimbangan tentang

bagaimana status Karaton Surakarta Hadiningrat sehingga Presiden Soeharto

mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status dan

Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta.

Setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang

Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta, sebenarnya memberikan

peluang kepada Keraton Surakarta untuk kembali menguasai dan memiliki aset-

aset yang telah hilang, sebab Keppres itu memberikan wewenang untuk memiliki

kepada Karaton Surakarta. Tetapi dalam Keppres itu membatasi luas wilayah

karaton yang hanya dibatasi Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan serta Masjid

Agung, jadi tanah dan bangunan yang berada di luar wilayah itu kemungkinan jadi

bukan milik Keraton Surakarta walaupun berstatus Sunan Grond. (GRA. Koes

Isbandiyah, Kebijakan Keraton Surakarta Hadiningrat Dalam Pengelolaan tanah

dan bangunan setelah Keputusan Presiden Nomor 23 tahun 1988 tentang status

dan pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta di kelurahan Baluwerti. Suatu

Tesis. 2008. hal. 19.)

Berdasarkan uraian di atas, maka menarik penulis untuk mempelajari dan

mengakaji lebih dalam terkait hal tersebut dalam sebuah penulisan penelitian

hukum dengan judul : “ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN

IMPLIKASINYA TERHADAP KERATON SURAKARTA DAN ORANG

YANG MAGERSARI” .

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis

merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah

apa yang akan diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam

Page 17: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

mengumpulkan, menyusun, menganalisis, dan mengkaji bahan secara lebih

rinci. Adapun permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana kedudukan hukum magersari dalam sistem hukum nasional?

2. Bagaimana implikasi sistem hukum nasional terhadap Keraton Surakarta

selaku pemilik tanah dan orang yang berkedudukan sebagai magersari ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah hal-hal tertentu yang hendak dicapai dalam

suatu penelitian. Tujuan penelitian akan memberikan arah dalam pelaksanaan

penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Tujuan Obyektif

a. Mengetahui kedudukan hukum magersari dalam sistem hukum

nasional.

b. Mengetahui implikasi sistem hukum nasional tersebut terhadap Keraton

Surakarta selaku pemilik tanah dan orang yang berkedudukan sebagai

magersari

2. Mengetahui Tujuan Subjektif

a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis

bidang hukum administrasi Negara khususnya aspek hukum magersari

dan implikasinya antara Keraton Surakarta dan orang yang magersari.

b. Untuk memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar

akademik sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan memberikan suatu manfaat. Penulis berharap

kegiatan penelitian yang dilaksanakan dalam penulisan hukum ini dapat

bermanfaat bagi penulis sendiri maupun pihak lain. Adapun manfaat penulisan

Page 18: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

ini dikelompokkan menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu sebagai

berikut :

1. Manfaat Teroritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum

pada umumnya dan Hukum Agraria pada khususnya; dan

b. Memperkaya referensi dan literatur kepustakaan hukum Hukum Agraria

tentang aspek hukum magersari dan implikasinya terhadap Karaton

Surakarta dan orang yang magersari.

2. Manfaat Praktis

a. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan

pola pikir ilmiah, serta untuk mengetahui kemampuan penulis dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh;dan

b. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya dan berguna bagi

para pihak yang pada kesempatan lain mempunyai minat untuk

mengkaji permasalahan yang sejenis.

E. Metode Penelitian

Ilmu hukum mengarahkan refleksinya kepada norma dasar yang diberi

bentuk konkret dalam norma-norma yang ditentukan dalam bidang-bidang

tertentu. Metode Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan

aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk

menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).

Penelitian hukum dilakukan untuk mencari pemecahan atas isu hukum

yang timbul dan hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi

mengenai apa yang seyogyanya atas isu hukum yang diajukan (Peter Mahmud

Marzuki, 2005:41). Untuk mendapatkan bahan hukum dan prosedur penelitian

untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika hukum mengenai aspek

Page 19: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

hukum magersari dan implikasinya antara karaton Surakarta dan orang yang

magersari, maka digunakan metode penelitian yang sesuai. Adapun metode

penelitian yang digunkan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagi berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penulisan hukum ini adalah penelitian

hukum normatif atau doctrinal research. Terry Hunchinson

memperjelaskan pengertian hukum doktinal sebagai berikut, “research

which provides a systematic exposition of the rule governing a particular

legal category, analyses the relationship between rules, explains areas of

difficulty and, perhaps, predict future development.” (Terry Hunchinson

dalam Johnny Ibrahim, 2007:44).

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan di dalam keilmuan yang

bersifat deskriptif yang menguji kebenaran ada tidaknya sesuatu fakta

disebabkan oleh suatu faktor tertentu, penelitian hukum dilakukan untuk

menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam

menyelesaikan masalah yang dihadapi. Jawaban yang diharapkan dalam

penelitian hukum adalah right, appropriate, inappropriate, atau wrong

(Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat preskriptif yaitu penelitian yang

mempelajari ilmu hukum yang preskriptif yang mempelajari tujuan hukum,

nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan

norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Tujuan dari

penelitian ini untuk mencapai hasil yang memberikan preskripsi mengenai

apa yang seyogyanya mengenai aspek hukum magersari dan implikasinya

terhadap Keraton Surakarta dan orang yang magersari.

3. Pendekatan Penelitian

Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya “Penelitian

hukum”, disebutkan bahwa dalam penelitian hukum terdapat beberapa

pendekatan. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penelitian

hukum adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan

Page 20: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach),

pendekatan komparatif (comparative approach), dan konseptual

(conceptual approach) (Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).

Adapun pendekatan yang digunakan Penulis dalam penelitian ini

yaitu pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan undang-undang dilakukan dengan menelaah semua undang-

undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan aspek hukum magersari

dan implikasinya terhadap Kraton Surakarta dan orang yang magersari .

Pendekatan kasus dengan menelaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan

dengan aspek hukum magersari dan implikasinya terhadap Kraton

Surakarta dan orang yang magersari. Pendekatan konseptual beranjak

dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam

ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-

pengertian hukum, konsep-konsep hukum, dan asas-asas hukum yang

relevan dengan aspek hukum magersari dan implikasinya terhadap Kraton

Surakarta dan orang yang magersari

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Sumber-sumber penelitian hukum dapat dibedakan menjadi sumber-

sumber penelitian yang berupa bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Di dalam penelitian hukum ini, penulis menggunakan jenis dan

sumber bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan dengan aspek

hukum magersari dan implikasinya terhadap Keraton Surakarta dan orang

yang magersari yang akan menunjang diperolehnya jawaban atas

permasalahan penelitian yang diketengahkan penulis.

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritif yang artinya mempunyai otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari

perundang-undangan, dan catatan-catatan resmi atau risalah-risalah dalam

pembuatan peraturan perundang-undangan atau risalah di dalam pembuatan

Page 21: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Bahan hukum

primer dalam penelitian ini adalah:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria;

3) Penetapan Pemerintah No. 16/SD/1946 tentang Pemerintah di

daerah Istimewa Surakarta dan Yogjakarta.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna

Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai;

5) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Tentang Penunjukan

Badan-Badan Hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah;

6) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 Tentang Status dan

Pengelolaan Kraton Kasunanan Surakarta di Kelurahan Baluwarti

Kota Surakarta; dan

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi

buku-buku teks, kamus-kamus hukum, dan jurnal-jurnal hukum (Peter

Mahmud Marzuki, 2005:141).

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Prosedur pengumpulan bahan hukum yang digunakan dalam penelitian

ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan bahan dengan jalan membaca

peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi maupun literatur-

literatur yang erat kaitannya dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan

bahan hukum sekunder. Dari bahan tersebut kemudian dianalisis dan

dirumuskan sebagai bahan penunjang di dalam penelitian ini.

6. Teknis Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dari bahan hukum primer maupun

bahan hukum sekunder dimaksud penulis uraikan dan hubungkan sedemikian

rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan

Page 22: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

bahan hukum dilakukan secara interpretasi atau penafsiran, merupakan salah

satu penemuan hukum yang memberikan penjelasan yang gamblang

mengenai teks perundang-undangan agar ruang lingkup kaedah dapat

ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Interpretasi dibedakan

menjadi interpretasi berdasarkan kata undang-undang, interpretasi

berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interpretasi sistematis,

interpretasi histories, interpretasi teleologis, interpretasi antisipatoris,dan

interpretasi modern ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:106-107).

Adapun metode interpretasi yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah :

a. Interpretasi berdasarkan kata undang-undang

Interpretasi ini beranjak dari makna kata-kata yang tertuang di dalam

undang-undang. Interpretasi ini akan dapat dilakukan apabila kata-kata

yang di gunakan dalam undang-undang itu singkat artinya tidak bertele-

tele, tajam, artinya akurat mengenai apa yang dimaksud dan tidak

mengandung sesuatu yang bersifat dubious atau makna ganda. Hal itu

sesuai dengan karakter undang-undang sebagai perintah atau aturan

ataupun larangan;dan

b. Interpretasi sistematis

Menurut pendapat P.W.C. Akkerman, interpretasi sistematis adalah

interpretasi dengan melihat kepada hubungan di antara aturan dalam suatu

undang-undang yang saling bergantung. Di samping itu juga harus dilihat

bahwa hubungan itu tidak bersifat teknis, melainkan juga harus dilihat

asas yang melandasinya. Landasan pemikiran interpretasi sistematis

adalah undang-undang merupakan suatu kesatuan dan tidak satu pun

ketentuan di dalam undang-undang merupakan aturan yang berdiri sendiri

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:111-112).

Page 23: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran umum secara menyeluruh menegnai

sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan

hukum, maka penelitian menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum.

Adapun sistematika penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-

tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksud untuk memudahkan

pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian ini.

Bab pertama mengenai pendahuluan. Pada bab ini penulis

mengemukakan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan

hukum. Di dalam latar belakang masalah dipaparkan adanya fakta hukum

yang menjadi latar belakang masalah, yaitu aspek hukum magersari dan

implikasinya terhadap Keraton Surakarta dan orang yang magersari. Rumusan

masalah dimaksudkan untuk mempertegas ruang lingkup penelitian dan untuk

menghindari kemungkinan penyimpangan dari permasalahan pokok yang

diteliti. Tujuan penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu tujuan obyektif dan

tujuan subyektif. Manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan manfaat

praktis. Metode penelitian mencangkup jenis penelitian, pendekatan

penelitian, sifat penelitian, jenis dan sumber bahan hukum, teknik

pengumpulan bahan hukum, teknis analisis bahan hukum. Pada sistematika

penulisan hukum akan diuraikan secara garis besar atau gambaran menyeluruh

tentang hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan hukum.

Bab kedua mengenai tinjauan pustaka. Pada bab ini penulis

memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum

berdasarkan literature-literatur yang berhubungan dengan permasalahan

penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2) yaitu :

1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai :

a. Tinjauan Tentang Prinsip-Prinsip Hukum Tanah

b. Tinjauan Tentang Hak Atas Tanah

c. Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah Menurut Hukum Adat

Page 24: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

d. Tinjauan Tentang Hak Tanah atas Keraton Surakarta

e. Tinjauan Tentang Tanah Magersari di Keraton Surakarta

2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis

berupa konsep yang akan dijabarkan dalam penelitian ini.

Bab ketiga mengenai pembahasan dan hasil yang diperoleh dari

proses meneliti. Berdasarkan rumusan masalah yang diteliti, terdapat dua

pokok permasalahan yang dibahas dalam bab ini yaitu kedudukan hukum

magersari dalam sistem hukum nasional dan implikasi sistem hukum

nasional tersebut terhadap Keraton Surakarta selaku pemilik tanah dan

orang yang berkedudukan sebagai magersari.

Bab keempat diuraikan mengenai kesimpulan yang dapat diperoleh

dari keseluruhan hasil pembahasan dan proses meneliti, serta saran yang

relevan yang dapat penulis kemukakan kepada para pihak yang terkait

dengan bahasan penulisan hukum ini.

Page 25: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Prinsip-Prinsip Hukum Tanah Nasional

a. Asas Nasionalitas

Pasal 1 UUPA

(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh

rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia.

(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai

karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air, dan ruang angkasa

bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air serta ruang

angkasa termasuk dalam ayat (2) pasal ini adalah hubungan yang

bersifat abadi.

Jadi, bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia

menjadi hak dari Bangsa Indonesia, jadi tidak semata-mata menjadi hak

dari para pemiliknya saja.Demikian pula, tanah di daerah-daerah dan

pulau-pulau tidaklah semata-mata menjadi hak rakyat asli dari daerah

atau pulau yang bersangkutan saja. Dalam pasal 3 ayat 3 ini berarti

bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai Bangsa Indonesia

masih ada dan selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu masih

ada pula, maka dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu

kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan

tersebut.

b. Asas Hak Menguasai Negara

Pasal 2 UUPA

(1) Atas dasara ketentuan dalam pasal 33 ayat 3 UUD dan hal-hal

sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa

termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada

Page 26: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai

organisasikekuasaan seluruh rakyat.

Perkataan “dikuasai” bukan berarti “dimiliki” akan tetapi pengertian

yang memberi wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan

seluruh rakyat untuk pada tingkatan tertinggi.

(2) Hak menguasai dari Negara termasud dalam ayat 1 pasal ini

memberi wewenang untuk:

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persedian dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

c. Menentukan dan mengatur hhubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai

bumi, air dan ruang angkasa.

Hak menguasai dari Negara tersebut ditujukan untuk mencapai sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat dalam arti terwujud kebahagian dan

kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Atas dasar hak menguassai dari Negara tersebut, Negara dapat

memberikan tanah kepada seseorang atau badan hukum dengan sesuatu

hak menurut peruntukan dan keperluannya. Misalnya Hak Milik, Hak

Guna Usaha dan lainnya.Dalam pelaksanaannya, hak menguasai dari

Negara tersebut dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan

masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut ketentuan-ketentuan

Peraturan Pemerintah.

c. Asas Pengakuan Hak Ulayat

Pasal 3 UUPA

“Dengan mengingat etentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2

pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-

masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,

harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional

Page 27: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang

lebih tinggi.”

Pasal 5 UUPA

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah

hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan

nasioanal dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan

sosialisme Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum

dalam undang-undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya,

segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada

hukum agama.”

Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu

masyarakat hukum adat, yang berhubungan dengan tanah yang terletak

dalam lingkungan wilayahnya.[2]Hak ulayat atas tanah masyarakat

hukum adat sangat luas yang meliputi semua tanah yang ada di wilayah

masyarakat hukum adat.

1). Kekuatan Hak Ulayat yang berlaku ke dalam

Kekuatan yang dapat memaksa masyarakat hukum adat dalam

menguasai masyarakat hukum adat adalah dengan memberikan

kewajiban masyarakat hukum adat untuk: memelihara kesejahteraan

anggota masyarakat hukumnya, dan mencegah agar tidak timbul

bentrokan akibat penggunaan bersama. Dan yang menarik ialah ketika

pewaris meninggalkan warisan tanpa ahli waris maka masyarakat hukum

adatlah yang menjadi ahli warisnya.

2). Hubungan Hak Ulayat dengan hak-hak perseorangan

Ada pengaruh timbal balik antara Hak Ulayat dengan hak-hak

perseorangan yakni semakin banyak usaha yang dilakukan oleh

seseorang atas suatu tanah maka semakin kuat pula haknya atas tanah

tersebut.Misalnya tanah yang memiliki keratan dan semakin diakui

sebagai hak milik, tiba-tiba tidak diusahakan lagi, maka tanah pribadi

tersebut diakui kembali menjadi hak Ulayat.

Page 28: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

3). Kekuatan Hak Ulayat berlaku ke luar

Setiap orang yang bukan masyarakat hukum adat suatu daerah

dilarang untuk masuk limgkungan tanah wilayah suatu masyarakat

hukum adat tanpa izin Penguasa hukum adatnya.Cara mendapatkan izin

ialah dengan memberikan barang (pengisi adat) secara terang dan tunai.

Sekalipun hak ulayat masih diakui keberadaannya dalam sistem

Hukum Agraria Nasional akan tetapi dalam pelaksanannya berdasarkan

asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan tidak dibenarkan jika

masyarakat hukum adat berdasarkan hak ulayatnya menolak dibukaknya

hutan secara besar-besaran dan teratur untuk melaksanakan proyek-

proyek yang besar, misalnya pembukaan areal pertanian yang baru,

transmigrasi dan lainnya.

d. Asas Tanah mempunyai Fungsi Sosial

Pasal 6 UUPA : “Semua ha katas tanah mempunyai fungsi sosial.”

Tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan

dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan

pribadinya, apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat

daripada haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan

kebahagiaan yang mempunyainya maupun bermanfaat bagi masyarakat

dan Negara.Tetapi dalam pada itu ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa

kepentingan perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan

umum (masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan

pula kepentingan-kepentingan perseorangan.

e. Asas Perlindungan

Pasal 9 (1) jo. pasal 21 ayat 1 UUPA:

“Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang

sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas

ketentuan pasal 1 dan 2.” Yaitu bahwa orang perseorangan atau badan

hukum dapat mempunyai hak atas tanah untuk keperluan pribadi maupun

usahanya.

Page 29: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Pasal11 (2) UUPA :

“Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan

rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap

kepentingan golongan yang ekonomi lemah.”

1). Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing.

2). Pemindahan hak milik kepada orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2).

3).Orang-orang asing dapat mempunyai tanah dengan hak pakai yang

luasnya terbatas.

4).Demikian juga pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat

mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2).

5).Dasar pertimbangan melarang badan-badan hukum mempunyai hak

milik atas tanah, ialah karena badan-badan hukum tidak perlu

mempunyai hak milik tetapi cukup hak-hak lainnya.

6).Boleh hak lain, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi

keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna-

bangunan, hak pakai menurut pasal 28, 35 dan 41).

7).Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha yang bermaksud

menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas

tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).

8).Meskipun pada dasarnya badan-badan hukum tidak dapat mem-

punyai hak milik atas tanah, tetapi mengingat akan keperluan ma-

syarakat yang sangat erat hubungannya dengan faham keagamaan,

sosial dan hubungan perekonomian, maka diadakanlah suatu "escape-

clause" yang memungkinkan badan-badan hukum tertentu mempunyai

hak milik.

9).Dengan adanya "escape-clause" ini maka cukuplah nanti bila ada

keperluan akan hak milik bagi sesuatu atau macam badan hukum

diberikan dispensasi oleh Pemerintah, dengan jalan menunjuk badan

hukum tersebut sebagai badan-badan hukum yang dapat mempunyai

hak milik atas tanah (pasal 21 ayat 2).

Page 30: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

10).Badan-badan hukum yang bergerak dalam lapangan sosial dan

keagamaan ditunjuk dalam pasal 49 sebagai badan-badan yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah, tetapi sepanjang tanahnya

diperlukan untuk usahanya dalam bidang sosial dan keagamaan itu.

Dalam hal-hal yang tidak langsung berhubungan dengan bidang itu

mereka dianggap sebagai badan hukum biasa.

f. Asas Persamaan Hak antara Laki-laki dan Perempuan

Pasal 9 (2) UUPA:

“Tiap-tiap warganegara Indonesia baik laki-laki maupun wanita

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas

tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri

maupun keluarganya.”

Pasal 11 (20) UUPA :

“Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan hukum golongan

rakyat diamana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan

nasional diperhatikan dengan menjamin perlindungan terhadap

kepentingan golongan yang ekonomi lemah.”

Ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian

dengan wasita, dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk

memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah.Ketentuan ini merupakan alat untuk melindungi

golongan-golongan yang lemah.

Dalam hubungan itu dibuat ketentuan yang dimaksudkan

mencegah terjadinya penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang

lain yang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agraria.

Segala usaha bersama dalam lapangan agrarian harus didasarkan

atas kepentingan nasional dan pemerintah berkewajiban mencegah

adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan

agrarian yang bersifat monopoli swasta.Dan tidak hanya monopoli

swasta, tetapi juga usaha-usaha pemerintah yang bersifat monopoli harus

dicegah jangan sampai merugikan rakyat banyak.

Page 31: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

g. Asas Tanah untuk Pertanian

Pasal 10 (1) UUPA :

“Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak ats tanh

pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan tau mengusahakannya

sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.”

Pasal 12 UUPA :

(1) Segala usaha bersama.dalam lapangan agraria didasarkan atas

kepentingan bersama dalam rangka kepentingan nasional, dalam

bentuk koperasi atau bentuk-bentuk gotong-royong lainnya.

(2) Negara dapat bersama-sama dengan pihak lain menyelenggarakan

usaha bersama dalam lapangan agraria.

Pasal 13 UUPA :

(1) Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan

agraria diatur sedemikian rupa, sehingga meninggikan produksi dan

kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ayat (3)

serta menjamin bagi setiap warga-negara Indonesia derajat hidup

yang sesuai dengan martabat manusia, baik bagi diri sendiri

maupun keluarganya.

(2) Pemerintah mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria

dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat

monopoli swasta.

(3) Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat

monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang-undang.

(4) Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan

sosial, termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di

lapangan agraria.

Pelaksanaan asas tersebut menjadi dasar hampir diseluruh dunia

yang menyelenggaarakan landreform.Yaitu tanah pertanian harus

dikerjakan atau diusahakan secara efektif oleh pemiliknya sendiri.

h. Asas Tata Guna Tanah

Pasal 7 UUPA :

Page 32: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

“Untuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan

penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan.”

Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara

dalam bidang agrarian, perlu adanya suatu rencana (planning) mengenai

peruntukan, penggunaan dan persedian bumi, air dan ruang angkasa

untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara.

2.Tinjauan Tentang Hak Atas Tanah

a. Pengertian Hak Atas Tanah

Menurut Boedi Harsono, hak atas tanah merupakan hak

penguasaan atas tanah yang berisikan serangkaian wewenang,

kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat

sesuatu mengenai tanah yang dihaki. Sesuatu yang boleh, wajib atau

dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah

yang menjadi kriteria atau tolok pembeda di antara hak-hak penguasaan

atas tanah yang diatur dalam hukum tanah (Boedi Harsono, 2005: 283).

Menurut Urip Santosa yang mengutip pendapat Soedikno

Mertokusumo yang dimaksud hak atas tanah adalah hak yang memberi

wewenang kepada yang mempunyai hak untuk menggunakan atau

mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Kata “menggunakan”

mengandung pengertian bahwa hak atas tanah digunakan untuk

kepentingan pembangunan, misalnya rumah, toko, hotel, kantor, dan

pabrik. Kata “ mengambil manfaat” mengandung pengertian bahwa hak

atas tanah digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan,

peternakaan, perkebunan (Urip Santosa, 2010: 49).

b. Macam Hak Atas Tanah

Pasal 4 ayat (1) dan (2) UUPA dinyatakan bahwa atas dasar

menguasai dari negara ditentukan adanya macam-macam hak atas

tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai baik sendirian

maupun secara bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan

hukum di mana hak atas tanah ini memberi wewenang untuk

Page 33: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

mempergunakan tanah yang bersangkutan sedemikian rupa, begitu

pula bumi dan air serta ruang udara diatasnya sekedar diperlukan

untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan

tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-

peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Macam-macam hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal

16 UUPA dan Pasal 53 UUPA dikelompokkan menjadi 3 bidang,

yaitu:

1) Hak atas tanah yang bersifat tetap

Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada atau berlaku

selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut dengan

undang-undang yang baru. Macam hak atas tanah ini adalah

hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak

sewa untuk bangunan, hak membuka tanah, dan hak memungut

hasil hutan.

2) Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang

Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian yang akan

ditetapkan dengan undang-undang. Hak macam tanah ini belum

ada. Berkaitan dengan hak atas tanah ini, menurut Emelan

Ramelan dalam Urip Santosa menyatakan bahwa pembentukan

UUPA menyadari bahwa dalam perkembangannya nanti akan

sangat dimungkinkan timbulnya hak atas tanah yang baru

sebagai konsekuensi dari adanya perkembangan masyarakat,

hanya saja pengaturannya harus dalam bentuk Undang-Undang.

3) Hak atas tanah yang bersifat sementara

Yaitu hak atas tanah yang sifatnya sementara, dalam

waktu yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung

sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan

bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam hak atas tanah ini

adalah Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang,

dan Sewa Tanah Pertanian.

Page 34: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Berdasarkan asal tanahnya, hak atas tanah dibagi menjadi 2

kelompok, yaitu (Urip Santosa, 2010: 52-53) :

a) Hak atas tanah yang bersifat primer.

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara.

Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan atas tanah negara, dan hak pakai atas

tanah negara.

b) Hak atas tanah yang bersifat sekunder.

Yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain.

Macam-macam hak atas tanah ini adalah hak guna bangunan

atas tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan atas tanah hak

milik, hak pakai atas tanah hak milik, hak sewa untuk

bangunan, hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang,

dan hak sewa tanah Pertanian.

Berdasarkan macam hak atas tanah di atas, lebih jelasnya

sebagai berikut :

1) Hak milik

Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan tetap

mengingat ketentuan tentang hak atas tanah untuk fungsi sosial

(Pasal 20 ayat (2) UUPA). Hak milik merupakan hak yang

paling kuat atas tanah, yang memberikan kewenangan kepada

pemiliknya untuk memberikan kembali suatu hak lain di atas

bidang tanah hak milik yang dimilikinya tersebut (dapat berupa

hak guna bangunan atau hak pakai, dengan pengecualian hak

guna usaha), yang hampir sama kewenangan negara (sebagai

penguasa) untuk memberi hak atas tanah kepada warganya

(Kartini Muljadi,dkk.,2004:30).

Hak milik berjangka waktu selama-lamanya (tidak

dibatasi oleh jangka waktu). Selama pemegang haknya masih

memenuhi syarat sebagai subyek hak milik, maka hak milik

Page 35: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

tersebut tetap berlaku. Sebaliknya, kalau pemegang haknya

tidak lagi memmenuhi syarat sebagai subyek hak milik, maka

hak milik tersebut menjadi hapus.

Sifat khas dari hak milik yaitu turun temurun, terkuat, dan

terpenuh. Turun-temurun artinya hak milik tidak hanya

berlangsung selama hidupnya orang yang mempunyai, tetapi

dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila pemiliknya

meninggal dunia. Terkuat menunjukkan:

(a) Jangka waktu hak milik tidak terbatas. Jadi berlainan

dengan hak guna usaha atau hak guna bangunan, jangka

waktunya tertentu.

(b) Hak yang terdaftar dan adanya “tanda bukti hak”. Hak

milik juga hak yang terkuat, karena terdaftar dan yang

mempunyai diberi “tanda hak milik”.

Terpenuh artinya:

(a) Hak milik itu memberikan wewenang kepada yang

empunya, yang paling luas jika dibandingkan dengan hak

lain.

(b) Hak milik bisa merupakan induk daripada hak-hak lainnya.

Artinya seseorang pemilik tanah bisa memberikan tanah

kepada pihak lain dengan hak-hak yang kurang daripada

hak milik: menyewakan, membagi hasilkan, menggadaikan,

menyerahkan tanah itu kepada orang lain dengan hak guna

bangunan atau hak pakai.

(c) Hak milik tidak berinduk kepada hak atas tanah lain.

(d) Dilihat dari peruntukannya, hak milik juga tak terbatas. Hak

guna bangunan untuk keperluan bangunan saja, hak guna

usaha terbatas hanya untuk pertanian sedangkan hak milik

dapat digunakan untuk usaha pertanian maupun untuk

bangunan. (Effendi Perangin, 1989:236-237)

Page 36: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

Subyek hak milik atas tanah yaitu WNI dan badan

hukum. Hal demikian, sesuai dengan Pasal 21 ayat (2) UUPA

yang menyatakan bahwa oleh pemerintah ditetapkan badan-

badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-

syarat. Pemberian landasan hukum yang terkuat kepada badan-

badan hukum untuk medapatkan hak milik atas tanah,

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38

Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang

dapat mempunyai hak milik atas tanah (Supriadi, 2007: 66).

Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963

menyatakan bahwa Badan-badan hukum yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah, masing-masing dengan

pembatasan yang disebut pada Pasal 1,2, dan 4 peraturan ini :

(a) Bank-bank yang didirikan oleh negara (selanjutnya disebut

bank negara);

(b) Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian yang

didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 79 Tahun 1958;

(c) Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri Agama; dan

(d) Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri

Pertanian/Agraria setelah mendengar Menteri

Kesejahteraan Sosial.

Hapusnya hak milik diatur dalam Pasal 27 UUPA yang

menyatakan bahwa Hak Milik Hapus apabila:

(a) Tanahnya jatuh kepada negara :

(i) Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18 UUPA;

(ii) Karena penyerahan sukarela oleh pihak pemiliknya;

(iii)Karena ditelantarkan; dan

(iv) Karena ketentuan Pasal 21 ayat (3) (hilangnya

kewarganegaraan) dan Pasal 26 ayat (2) UUPA.

(b) Tanahnya musna.

Page 37: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

1) Hak Guna Usaha (HGU)

Hak guna usaha (selanjutnya disebut HGU) adalah hak

untuk mengusahakan tanah yang dikuasasi langsung oleh

Negara, dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan

pertanian, perikanan atau peternakan (Pasal 28 UUPA). HGU

merupakan hak atas tanah yang bersifat primer yang memiliki

spesifikasi. Spesifikasi HGU tidak bersifat terkuat dan

terpenuh, dalam artian bahwa HGU ini terbatas daya

berlakunya walaupun dapat beralih dan dialihkan pada pihak

lain (Supriadi, 2007:110). Penjelasan UUPA telah diakui

dengan sendirinya bahwa HGU ini sebagai hak-hak baru guna

memenuhi kebutuhan masyarakat modern dan hanya diberikan

terhadap tanah-tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Jadi,

tidak dapat terjadi atas suatu perjanjian antara pemilik suatu

hak milik dengan orang lain.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun

1996 Pasal 8 ayat (1), HGU diberikan untuk jangka waktu 35

tahun dan dapat diperpanjang 25 tahun, dan diperbarui untuk

jangka waktu 35 tahun atas permintaan pemegang hak dengan

mengingat keadaan perusahannya.

HGU diberikan atas tanah yang paling sedikit 5 hektar,

dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus

memakai investasi modal yang layak dan tehnik perusahaan

yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. HGU dapat

beralih dan dialihkan kepada pihak lain, dengan cara: jual beli,

tukar-menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan

(Pasal 16 ayat (2) PP No.40 tahun 1996).

Subyek HGU diatur dalam Pasal 2 PP No. 40 Tahun

1996, dinyatakan bahwa yang dapat mempunyai HGU adalah:

(a) Warga Negara Indonesia;

Page 38: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

(b) Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia

dan berkedudukan di Indonesia.

Berkaitan dengan subyek HGU di atas, maka

bagaimana kalau subyek pemegang HGU tersebut beralih

menjadi warga negara lain atau status badan hukum tersebut

berubah, yaitu yang tadinya nasional Indonesia menjadi

berstatus asing atau pemilikan sebuah Perseroan Terbatas (PT)

telah beralih ke tangan pihak asing. Bagaimana status HGU-

nya tersebut. Menurut Supriadi yang mengutip pendapat

Sudargo Gautama, berlaku teori ketiga tentang status badan

hukum yaitu teori tentang siapa yang memegang managing

control, pengawasan atau manajemen dan kontrol atas PT

bersangkutan. Dengan demikian, lebih lanjut dikatakan

(Supriadi, 2007:111):

Jika jatuh semua dalam tangan asing, maka dipandang

Perseroan Terbatas bersangkutan ini sebagai sudah

berstatus asing. Dengan demikian, maka harus dilepaskan

HGU yang telah dimilikinya semula sesuai ketentuan Pasal

3 PP Nomor 40 Tahun 1996. Jika tidak dilakukan pelepasan

ini dalam waktu 1 tahun setelah perubahan status dari

pemegangnya, maka karena hukum HGU bersangkutan

menjadi hapus dan tanh menjadi tanah negara (ayat (2) dari

Pasal 3).

HGU mempunyai batas waktu berlakunya. Hal ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 34 UUPA dinyatakan bahwa, HGU

hapus karena:

(a) Jangka waktunya berakhir;

(b) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena

sesuai syarat tidak dipenuhi;

(c) Dilepaskan oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu

berakhir;

Page 39: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

(d) Dicabut untuk kepentingan umum;

(e) Ditelantarkan;

(f) Tanahnya musnah;

(g) Ketentuan dalam Pasal 30 ayat (2).

Ketentuan Pasal 34 UUPA ini diatur kembali dalam Pasal 17

PP Nomor 40 Tahun 1996, HGU Hapus karena:

(a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemberian atau perpanjangannya;

(b) Dibatalkan hanya oleh pejabat yang berwenang sebelum

jangka waktunya berakhir karena: (1) tidak terpenuhinya

kewajiban-kewajiban pemegang hak dan atau dilanggarnya

ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

12, Pasal 13 dan/atau 14; (2) putusan pengadilan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap;

(c) Dicabut berdasarkan UU No.20 Tahun 1961;

(d) Ditelantarkan;

(e) Tanahnya musnah; dan

(f) Ketetapan Pasal 3 ayat (2), yaitu apabila dalam jangka

waktu satu tahun HGU itu tidak dilepaskan atau dialihkan.

1) Hak Guna Usaha (HGB)

Hak Guna Bangunan (HGB) adalah hak untuk

mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah

yang bukan miliknya sendiri (Pasal 35 UUPA), dengan jangka

waktu paling lama 30 tahun yang dapat diperpanjang dengan

waktu paling lama 20 tahun atas permintaan pemegang haknya

dengan mengingat keadaan keperluan dan keadaan

bangunannya. HGB atas tanah hak milik tidak dapat

diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi atas kesepakatan

dengan pemilik tanah dapat diperbaharui haknya.

Page 40: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

Subyek yang dapat menjadi pemegang HGB adalah:

warga negara indonesia, badan hukum yang didirikan menurut

hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia (Pasal 19 PP

No. 40 Tahun 1996). HGB dapat beralih dan dialihkan kepada

pihak lain, peralihan HGB terjadi karena: jual beli, tukar

menukar, penyertaan modal, hibah, dan pewarisan. (Pasal 34

ayat (1) dan (2) No. 40 Tahun 1996).

HGB mempunyai batas waktu berlakunya. Hal ini

sesuai dengan ketentuan Pasal 35 PP No. 40 tahun 1996

dinyatakan bahwa, HGB hapus karena:

(a) Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam

keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam

perjanjian pemberiannya;

(b) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak

pengelolaan atau hak milik, sebelum jangka waktunya

berakhir, karena: (1) tidak terpenuhinya kewajiban

pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, dan Pasal 32; atau

(2) tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-

kewajiban yang tertuang dalam pemberian HGB antara

pemegang HGB dan Hak milik atau perjanjian penggunaan

tanah hak pengelolaan; atau (3) putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekeuatan hukum yang tetap;

(c) Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum

janghka waktu berakhir;

(d) Dicabut berdasarkan UU No. 20 tahun 1961;

(e) Ditelantarkan;

(f) Tanahnya musnah;

(g) Ketentuan Pasal 20 ayat (2) (pemegang HGB yang tidak

lagi memnuhi syaratdalam satu tahun yang tidak

melepaskan atau mengalihkan haknya).

Page 41: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

(1) Hak Pakai

Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau

memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara

atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan

kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya

oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau perjanjian

sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala

sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan

undang-undang. Hak pakai diatur dalam Pasal 39-58 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 tahun 1996.

Hak pakai berjangka waktu untuk pertama kalinya

paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu

paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui haknya untuk

jangka waktu paling lama 25 tahun. Untuk perpanjangan jangka

waktu dan pembaharuan hak pakai atas tanah hak pengelolaan

harus ada persetujuan tertulis terlebih dahulu pemegang hak

pengelolaan. Hak pakai atas tanah hak milik tidak dapat

diperpanjang jangka waktunya, akan tetapi atas kesepakatan

dengan pemilik tanah dapat diperbabaharui haknya.

(2) Hak Sewa

Hak sewa adalah hak yang memberi wewenang untuk

mempergunakan tanah milik orang lain dengan membayar

kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewanya. Jangka

waktu Hak Sewa untuk bangunan berdasarkan kesepakatan

dengan pemilik tanah. Hapusnya hak ini sesuai dalam

ketentuan perjanjian sewa-menyewa dalam Kitap Undang-

Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

3. Tinjauan Tentang Hak Milik Atas Tanah Menurut Hukum Adat

a. Hak milik atas tanah menurut hukum adat, hak atas tanah itu dapat

dibagi sebagai berikut :

Page 42: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

1). Hak Persekutuan Hukum, yaitu hak ulayat, termasuk didalamnya ;

a). Hak pembukaan tanah.

b). Hak untuk mengumpulkan hasil hutan (verzamel atau kaprecht)

2). Hak-hak perseorangan, termasuk di dalamnya:

a). Hak milik,

b). Hak memungut hasil tanah (genotrecht),

c). Hak wenang pi1ih atau hak pi1ih lebih dahulu (voorkeurrecht)

d). Hakwenang beli(naastmgsrecht),

e). Hak penjabat adat (amtehj-profijtrecht)

b. Perbuatan-perbuatan hukum yang berwujud :

1). Pemindahan hak termasuk di dalamnya :

a). menjual (lepas, gadai, tahunan),

b). menukarkan,

c). memberikan.

2). Perjanjian, termasuk di dalamnya :

a). tanam bagi, bagi hasil (deelbouw),

b). sewa,

c). tanggungan, dsb.

Mengingat permasalahan yang menyangkut hak atas tanah sangat

luas, disini hanya dibahas, hak perorangan khususnya hak milik adat saja.

Sebagai akibat adanya hak ulayat, lahirlah hak untuk anggota (warga)

persekutuan hukum itu untuk memungut hasil hutan, berburu, menangkap

ikan dan kemudian disusul dengan hak untuk membuka tanah hutan

belukar.

Dalam pembukaan tanah oleh anggota persekutuan itu, hal ini

harus di beritahukan kepada kepala persekutuan hukum, juga harus

memberi tanda (larangan) bahwa tanah itu akan digarap. Anggota itu

mempunyai hak pilih lebih dahulu, hak wenang pilih atas tanah itu, artinya

sepanjang ada tanda itu, orang lain tidak boleh membuka tanah itu (di

Minahasa: kawak, apar atau palau). Sesudah beberapa hari tidak ada

reaksi dari kawan anggota terhadap tanda itu, baru tanah itu dikerjakan.

Page 43: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Setiap anggota bebas untuk mengerjakan tanah tanpa ijin. Tapi oleh karena

mudah timbul perselisihan, maka perlu ada campur tangan persekutuan

hukum (hak pengawasan).

Bentuk usaha tanah di dalam masyarakat yang primitif mempunyai

sifat yang sementara saja : Setelah satu tahun atau dua panen kemudian

tanah itu ditinggalkan dan penggarap membuka tanah ditempat lain yang

belum pernah dibuka. Hal ini memang dari sudut kepentingan penggarap

perseorangan dapat dikatakan ekonoinis dan cara usaha yang baik pula,

sepanjang faktor-faktor mengijinkan, yang luas, subur tanahnya, penduduk

jarang, sedikit tenaga, mudah bagi menanam padi atau jagung karena tidak

membutuhkan air, dan sebagainya. Tanah yang digarap dengan cara

bercocok tanam yang bersifat sementara ini disebut dengan

ladang, huma, tipar, atau gaga, dll. Penggarap mempunyai hubungan

dengan tanah hanya untuk satu musim saja hingga panen (hak memungut

hasil).

Hubungan antara orang dan tanah yang digarapnya menjadi lebih

erat, kekal, penggarap seseorang itu mempunyai hak yang kekal dan kuat

atau bidang tanah yang diusahakannya ialah hak milik, lebih-lebih bila

menurut kenyataannya pemakaian tanah itu sudah kukuh-teguh,

merupakan kebun, sawah, pekarangan, empang.

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan disini bahwa

pengertian hak milik atas tanah menurut hukum adat. sebelum UUPA

adalah hak perorangan yang paling kuat dimana pemegangnya menpunyai

wewenang yang luas terhadap tanahnya, dan hak yang berarti si empunya

dapat berlaku sekehendak hatinya dengan tanah itu (sesuai yang

diperlukan) asal memperhatikan beberapa pembatasan antara lain :

a . Harus menghormati hak ulayat, sepanjang masih ada;

b. Menghormati hak-hak pemilik tanah di sekitarnya;

c. Menghormati aturan-aturan adat, misalnya kewajiban untuk

membiarkan tanahnya dipakai menggembala selain tidak

dikerjakan, ditanam atau tidak dipagar;

Page 44: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

d. Menghormati peraturan-peraturan yang diadakan oleh negara.

Istilah milik berasal dan bahasa Arab; dalam bahasa Indonesia atau

bahasa daerah biasanya dipakai kata ganti empunya”, misalnya sawahku,

ladangnya, di Jawa Tengah dan Jawa Timur: duwe atau gadah, di Jawa

Barat: boga atau gaduh, tetapi sekarang istilah “hak milik” itu sudah tidak

asing lagi, Hak milik adat ini, pada umumnya dipegang oleh orang-

seorang (individu) tetapi persekutuan-hukum dapat pula mempunyainya,

misalnya bila membeli tanah guna keperluan persekutuan-hukum itu

(untuk pasar, sekolah, dan sebagainya).

Di Jawa terdapat tanah (sawah) milik desa, hasilnya untuk

memperkuat kas desa, yang disebut dengan titisara, titisarama, tititama,

suksara , bondodesa , sanggan, sawah krocokan, sawah kas-desa, sawah-

celengan. Sedangkan tanah ini milik persekutuan-hukum di Bali

ialah druwe-desa. Tanah pekarangan di Manado kepunyaan distrik

disebut kintal- ke1akeran. Famili atau bagian dari dapat pula mempunyai

tanah milik, misalnya di Minangkabau yang disebut dengan harta pusaka.

Untuk tanah milik yang berasal dan pembukaan tanah dinamai dalam

bahasa Jawa seperti: yasan, yasa, kitri, bakalan, congkrah, trukah,

patokan, sedangkan dalam bahasa sunda di sebut dengan Yasa-sorangan,

pribadi, usaha. Tanah yang diperoleh karena hibah atau warisan dalam

bahasa Jawa disebut dengan tilaran, pusaka, cukil, asli, sedangkan

menurut bahasa Madura disebut dengan sangkolan, posak atau lar-olar di

Sunda disebut dengan turunan.

Berdasarkan adat ini, hak milik bisa diperoleh dengan jalan

pembukaan tanah, karena timbul baru oleh pembawaan lumpur dan di

Jawa Tengah dan Jawa Timur karena pemberian dari kepala desa

berdasarkan hak dadal. “Turun-temurun tidak perlu kiranya untuk

diuraikan karena hal itu tak lain dan tak bukan maksudnya adalah bahwa

Hak Milik iti dapat terus menerus diturunkan kepada ahli waris setiap

pemegangnya”.

Page 45: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

4. Tinjauan tentang Hak Tanah atas Keraton Surakarta Hadiningrat

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia menjadikan keadaan

berubah dan tunduk pada keputusan bangsa Indonesia yang ditetapkan

dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar 1945 menetapkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang

terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“The enactment of the Basic Agrarian Law was intended to bridge

the gap between „Western‟ law and customary law by providing for

registration of individual land rights while also continuing to recognise

customary land law concepts and institutions. The preamble to the BAL

states: „agrarian law is dualistic in nature, given that customary law is also

effective in addition to the former legal system, which is based on western

law‟. (Glen Wright, 2011 : 125)” terjemahan : Berlakunya Undang-Undang

Pokok Agraria dimaksudkan untuk menjembatani kesenjangan antara

hukum nasional dan hukum adat dengan menyediakan pendaftaran hak atas

tanah secara individu sehingga mengetahui mengenai konsep-konsep

hukum adat tanah dan lembaga. Pembukaan Undang-Undang Pokok

Agraria menyatakan : hukum agrarian bersifat dualistis, mengingat bahwa

hukum adat juga masih diakui masyarakat dan berlaku secara efektif

sebagai sistem hukum disamping berlakunya juga hukum nasional.

Untuk selanjutnya pengaturan tanah yang merupakan daerah

swapraja dalam era kemerdekaan bangsa indonesia adalah sebagai berikut

1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang dalam diktum keempat

menetapkan:

a) Hak-hak dan wewenang-wewenang atas tanah dan air dari

swapraja atau bekas-bekas swapraja yang masih ada pada waktu

berlakunya undang-undang ini hapus dan beralih kepada negara.

b) Hal-hal yang bersangkutan dengan ketentuan huruf A di atas di

atur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah (PP).

Page 46: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak

Atas Tanah Dan Benda-Benda Yang Ada Diatasnya. Undang-

undang ini menetapkan bahwa pencabutan hak atas tanah dilakukan

dengan pembayaran ganti kerugian. Undang-undang ini sebenarnya

merupakan pengaturan lebih lanjut dalam UUPA. Prinsip ini

menetapkan bahwa untuk kepentingan umum, hak-hak atas tanah

dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

3) Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 tentang pelaksanaan

pembagian tanah dan pemberian ganti kerugian yang menetapkan

bahwa tanah-tanah swapraja dan bekas swapraja, yang telah beralih

kepada negara sebagai yang dimaksudkan dalam diktum keempat

huruf A UUPA, termasuk tanah-tanah yang akan dibagikan menurut

peraturan pemerintah tersebut. Di samping itu menetapkan

pembagian peruntukkan tanah swapraja dan bekas swapraja, adalah

sebagai berikut: sebagian untuk kepentingan pemerintah, sebagian

untuk dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan. Berdasarkan

ketentuanketentuan peraturan perundang-undangan tersebut dapat

disimpulkan bahwa hak-hak dan wewenang atas tanah Karaton

Surakarta Hadiningrat selaku bekas daerah swapraja telah dihapus

UUPA. Penghapusan demikian berarti pencabutan hak dan

wewenang itu tidak tergantung adanya peraturan pemerintah yang

mengatur lebih lanjut penghapusan hak dan wewenang tersebut.

Berkaitan dengan penghapusan hak dan wewenang atas tanah

itu, berdasarkan peraturan perundang-undangan di atas, Karaton

Surakarta Hadinin grat masih mempunyai dua macam hak, yakni hak

pembayaran ganti kerugian atas penghapusan hak tersebut dan hak atas

peruntukkan sebagian tanah yang dibagikan dalam rangka pelaksanaan

land reform.

Berdasarkan pendapat Dean G Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin

maka Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tertanggal 29 Oktober 1956

Page 47: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

telah memunculkan aspirasi kerabat keraton Surakarta sehingga

menimbulkan konflik. Adanya peraturan perundang-undangan

mengenai tanah Baluwarti dalam keadaan lemah. Menurut Dean G

Pruitt dan Jeffrey Z Rubin tidak jelas dan tidak rincinya Undang-

Undang Pokok Agraria, PP Nomor 224 Tahun 1961 dan Keppres

Nomor 23 Tahun 1988 dalam mengatur peralihan bekas tanah

Kasunanan dan pembagiannya serta tidak adanya harmonisasi antara

Undang-Undang Pokok Agraria dan PP no 38 Tahun 1963 di satu sisi

dengan Keppres Nomor 23 Tahun 1988 di sisi lain telah mendorong

pemerintah Kota Surakarta membentuk cara pandang yang bersifat

idiosyncratic mengenai hak atas tanah Baluwarti, yang tidak cocok

dengan cara pandang kerabat Keraton Surakarta. (Lego Karjoko, 2009

:39,40)

5. Tinjauan tentang Tanah Magersari di Kraton Surakarta Hadiningrat

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, magersari adalah orang

yang berumah menumpang di pekarangan orang lain; orang yg tinggal di

tanah milik negara dan sekaligus mengerjakan tanah itu; atau pembantu

orang yang bertransmigrasi (W.J.S. Poerwadarminta, 1984 : 619).

Status tanah Keraton Surakarta pada waktu sebelum merdeka

dibagi dalam kelompok :

1) Domein Reck Keraton Surakarta (DRS) yaitu tahan keraton yang

statusnya di bawah kekuasaan Keraton Surakarta yang tersebar dalam

wilayah kekuasaan Keraton Surakarta;

2) Domein Keraton Surakarta (DKS) yaitu tanah yang menjadi milik

Keraton Surakarta misalnya alun-alun utara, alun-alun selatan dan

baluwarti;

3) Sunan Ground (SG) yaitu tanah yang menjadi milik Sunan;

4) Tanah leluhur yaitu tanah warisan dari Sunuhun Pakubuwono

sebelumnya;

Page 48: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

5) Tanah Rech Van Eigendom (RVE), yaitu tanah milik Keraton

Surakarta yang disewakan kepada Belanda dan penguasa

perkebunan.(GRA. Koes Isbandiyah, Kebijakan Keraton Surakarta

Hadiningrat Dalam Pengelolaan tanah dan bangunan setelah

Keputusan Presiden Nomor 23 tahun 1988 tentang status dan

pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta di kelurahan Baluwerti.

Suatu Tesis. 2008. hal. 114.)

Pengertian hak magersari memberi wewenang kepada abdi dalem

untuk mendirikan dan mempunyai rumah di atas tanah pamijen keraton,

dengan jangka waktu 3 tahun. Terciptanya hak magersari : karena

pemberian pengageng parentah keraton Surakarta dengan sepengetahuan

Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan. Subyek : abdi

dalem. Kewajiban pemegang hak :

a) Mengindahkan dengan itukad baik segala peraturan atau perintah dari

parentah keraton Surakarta baik yang telah ada maupun yang akan

diperintahkan.

b) Berjanji :

i) Menggunakan tanah untuk rumah tangga

ii) Tidak akan menyewakan atau menjual

iii) Bila akan memperbaiki/mendirikan bangunan harus mendapat ijin

dari parentah Keraton Surakarta.

Bila jangka waktu habis, dan diminta parentah keraton Surakarta

sebelum habis jangka waktu pemegang hak harus bersedia:

a). Mengembalikan dalam keadaan kosong dan kondisi baik

b). Semua yang menempati harus pindah dari tempat tersebut.

c). Tidak minta uang pesangon

Selama menempati magersari harus mentaati semua aturan yang

berlaku di kampung/dusun tersebut. Jangka waktu sistem magersari selama

3 tahun dan dapat diperbaharui.Hapusnya :

a) Jangka waktunya berakhir

b) Tanahnya diperlukan parentah keraton Surakarta

Page 49: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

c) Orang yang magersari meninggal dunia

d) Orang yang magersari melanggar salah satu kewajiban tersebut di

atas. Pembuktian : palilah griya/pasiten yang dikeluarkan

pengageng parentah keraton Surakarta dengan sepengetahuan

Sampeyangdalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan (SISKS).

B. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran menjelaskan alur pemikiran penulis dalam

mengangkat, menggambarkan, menelaah dan menjabarkan serta menemukan

jawaban atas rumusan masalah dalam penelitian hukum ini, yaitu “Aspek

hukum magersari dan implikasinya terhadap Kraton Surakarta dan orang

yang magersari”.

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas menjelaskan bahwa

magersari dan implikasinya terhadap Kraton Surakarta dan orang yang

magersari bermula dari konsep dalam pasal 18 B ayat (2) UUD Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 “Negara mengakui dan menghormati

kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya

sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam Undang-

undang.” Dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang mengatakan bahwa “semua hak

atas tanah mempunyai fungsi sosial".

Namun terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun

1960 membuat Kraton Surakarta hampir tak mempunyai wilayah lagi hanya

wilayah tempat bangunan “Kedaton/Istana Karaton Surakarta Hadiningrat”

di wilayah Baluwarti sekarang. Amanat undang-undang yang

mengutamakan kepentingan rakyat akhirnya harus terkikis dengan

kepentingan-kepentingan inventasi dan komersial yang menguntungkan

segelintir kelompok sehingga kepentingan rakyat banyak yang harus

seharusnya memperoleh prioritas utama akhirnya menjadi terabaikan.

Adanya Keppres No. 23 Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Kraton

Page 50: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Surakarta mengembalikan hak milik atas tanah yang dimiliki Kraton

Surakarta yang pernah dihapus dan dikuasai Negara.

Khusus yang mengabdi kepada kraton dan menjadi abdi dalem yang

oleh Kraton Surakarta Hadiningrat diperbolehkan menempati tanah kraton

tersebut dengan aturan-aturan tertentu, sedang yang mengabdi kepada

pejabat kraton maupun keluarga karaton diperbolehkan tinggal dengan

sistem magersari. Bahwa dalam pelaksanaannya adanya magersari

seharusnya ditempati para keluarga keraton atau abdi dalam. Tetapi dalam

pelaksanaannya orang-orang umum bisa menempati takut tidak ada rasa

keadilan dan mungkin terjadi kesewenang-wenangan. Dalam hal ini perlu

adanya aspek hukum agar adanya kedudukan hukum magersari dalam sistem

hukum nasional dan implikasi sistem hukum nasional tersebut terhadap

Keraton Surakarta selaku pemilik tanah dan orang yang berkedudukan

sebagai magersari.

Page 51: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis dapat membuat suatu

kerangka pemikiran yang diwujudkan dalam skema sebagai berikut :

interpretasi

Fakta Hukum:

Tanah Keraton Surakarta

1. Kedudukan hukum tanah

nasional

2. Kedudukan hukum

pemilik tanah dengan

pemegang magersari

Kepastian aturan hukum

magersari dan implikasinya

terhadap Keraton Surakarta dan

orang yang magersari

Peristiwa yang terjadi :

1. Ketidakpastian aturan

mengenai status hukum

magersari

2. Kesewenang-wenangan

Status Hukum

1. UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945

2. UU No 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria

3. PP No. 40 Tahun 1996

tentang Hak Guna Usaha,

Hak Guna Bangunan, dan

Hak Pakai

4. Keputusan Priseden No 23

Tahun 1988 tentang Status

dan Pengelolaan Keraton

Surakarta di Kelurahan

Baluwarti Kota Surakarta

Page 52: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hukum Magersari Dalam Sistem Hukum Nasional

1. Sebelum Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria

Tanah sebagai pengertian geologis-agronomis, tanah adalah lapisan

lepas permukaan bumi yang paling atas. Tanah yang dimanfaatkan untuk

menanami tumbuh-tumbuhan disebut tanah garapan, tanah pekarangan,

tanah pertanian dan tanah perkebunan. Sedangkan yang digunakan untuk

mendirikan bangunan dinamakan tanah bangunan.

Menurut Herma Yulis dalam Achmad Rubaeie, tanah mempunyai

arti penting karena mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai social asset

dan capital asset. Sebagai social asset, tanah merupakan sarana pengikat

kesatuan sosial di kalangan masyarakat Indonesia untuk hidup dan

kehidupan, sedangkan sebagai capital asset tanah merupakan faktor modal

dalam pembangunan dan tanah telah tumbuh sebagai benda ekonomi yang

sangat penting sekaligus sebagai bahan perniagaan dan objek spekulasi

(Achmad Rubaeie, 2007:1).

Dalam perspektif sejarah pertanahan di Indonesia, pada masa

swapraja, Kerajaan tradisional Keraton Surakarta Hadiningrat merupakan

salah satu kerajaan jawa yang memiliki pengaturan hak atas tanah dengan

pola pengklasifikasian yang unik dalam konsep kerajaan jawa pada jaman

swapraja. Keunikan pola pengklasifikasian dalam pengaturan hak atas

tanah tersebut dapat dilihat dari adanya bermacam-macam jenis hak atas

tanah. Di Keraton Surakarta, perkembangan hak atas tanah dapat dibagi

menjadi 3 (tiga) periode (Sugianto Patmo, dalam J. Sembiring,

2006:21-22):

a. Masa “Apanage Stelsel” sampai masa “Reorganisasi Kompleks”

tahun 1917;

b. Masa setelah “Reorganisasi Kompleks” sampai masa Rijksbladen

tahun 1938;

c. Masa setelah Rijksbladen tahun 1938 sampai masa lahirnya UUPA.

Page 53: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Pada masa pertama penguasaan tetinggi atas tanah ada ditangan Sunan.

Secara umum tanah pada waktu itu dapat dibagi 2 (dua), yaitu:

a. Tanah yang langsung dikuasai oleh Raja yang disebut dengan

tanah ampilan dalem;

b. Tanah yang tidak langsung dikuasai oleh Raja, yang disebut dengan

tanah kejawen.

Perubahan mendasar pada masa kedua adalah bahwa kekuasaan

tertinggi atas tanah bukan lagi raja pribadi, tetapi negara atau lebih tegas

lagi, kekuasaan tertinggi atas tanah ada ditangan Pemerintah Keraton.

Selain itu dibentuk pula kelurahan secara bertahap, dan atas tanah-tanah

yang ada dalam wewengkon-nya desa mempunyai hak pakai untuk

selama-lamanya kaparingake gumaduh ing salawas-lawase. Pada masa

ketiga, berdasarkan Rijksbladen No.10 Tahun 1938 kepada desa

diberikan hak anggaduh atas seluruh tanah yang ada di dalam

wewengkonnya yang tercatat di dalam Daftar Desa.

Didaerah Keraton Surakarta, tanda bukti hak yang dipunyai disebut

Pikukuh. Hak-hak atas tanah yang pernah diberikan oleh pihak Keraton

Surakarta seperti yang tercantum dalam Rijksblad SurakartaNo. 9 Tahun

1938 sebagaimana yang dikutip oleh Bambang Hardiyanto (1997:11)

adalah:

a. Wewenang Anggaduh,yaitu hak atas tanah yang diberikan kepada

rakyat swapraja.

b. Wewenang Anggaduh Run Temurun,yaitu hak atas tanah yang

diberikan kepada rakyat swapraja secara turun temurun, tetapi

sewaktu-waktu dapat diambil oleh pihak keraton.

c. Tanah Lungguh, yaitu hak atas tanah yang diberikan sebagai gaji

kepada Abdi Dalem, Lurah Desa beserta bawahannya. Tanah ini

dikenakan landrente.

d. Tanah Pituwas, yaitu hak atas tanah yang diberikan kepada Lurah

beserta bawahannya yang sudah pensiun. Yang apabila Lurah atau

Page 54: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

bawahannya tersebut meninggal dunia, maka tanah tersebut kembali

ke kas desa. Tanah ini tidak dikenakan pajak.

e. Tanah Kas Desa, yaitu keseluruhan tanah sawah dan tegalan serta

tanah pekarangan yang bukan untuk Lungguh, Pituwas, dan bukan

untuk diberikan secara run temurun. Tanah kas desa diberikan untuk

keperluan penghasilan desa. Tanah ini dikenakan pajak bumi

(landrente).

Keraton Surakarta menguasai dan memiliki tanah-tanah yang

berada di dalam tembok keraton maupun yang berada di luar tembok

keraton. Tanah-tanah yang berada di luar tembok keraton, selain

diberikan kepada masyarakat untuk dipergunakan, ada juga yang

langsung dimanfaatkan atau dipergunakan oleh raja beserta

keluarganya.

Berdasarkan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Hindia

Belanda yang disebut Rijkblad Surakarta Nomor 13 Tahun 1938 yang

menyebutkan bahwa tanah-tanah milik Keraton Surakarta diukur, dipeta

tanda (tenger) dan dicatat dalam buku Kadaster Jawa. Bentuk tanda

(tenger) yang diatur dalam konsep pengaturan tersebut dapat berupa tugu

beton (terbuat dari beton), tugu batu (terbuat dari batu) dan dapat pula

berupa berumbungan besi.

Status tanah Karaton Surakarta Hadiningrat sebelum kemerdekaan

Indonesia, di bagi dalam lima kelompok:

a. Domein Recht Karaton Surakarta (DRS)

Merupakan tanah keraton yang statusnya di bawah kekuasaan Keraton

Surakarta yang tersebar di wilayah kekuasaan Keraton Surakarta.

b. Domein Keraton Surakarta (DKS)

Merupakan tanah yang menjadi milik Keraton Surakarta, misalnya

Alun-Alun Utara, Alun-Alun Selatan, dan Baluwarti.

c. Sunan Grond (SG), yaitu tanah yang menjadi milik Sunan.

d. Tanah Leluhur

Page 55: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

Merupakan tanah yang merupakan warisan dari Sinuhun Pakubuwono

yang pernah memerintah sebelumnya. Misal tanah pesanggrahan,

petilasan-petilasan, dan makam-makam.

e. Tanah Recht Van Eigendom (RVE)

Merupakan tanah milik Keraton Surakarta yang disewakan, misalnya

kepada Belanda dan pengusaha perkebunan. (GRA. Koes

Isbandiyah, Kebijakan Keraton Surakarta Hadiningrat Dalam

Pengelolaan tanah dan bangunan setelah Keputusan Presiden Nomor

23 tahun 1988 tentang status dan pengelolaan Keraton Kasunanan

Surakarta di kelurahan Baluwerti. Suatu Tesis. 2008. hal. 114.)

Apabila status tanah diatas dan dihubungkan dengan kondisi

Baluwarti sekarang maka:

a. Untuk tanah paringan dalem berubah menjadi tanah anggadhuh.

b. Tanah palilah anggadhuh turun temurun berubah menjadi tanah

anggadhuh dengan batas waktu tiga tahun.

c. Tanah palilah anggadhuh berubah menjadi tanah anggadhuh dengan

batas waktu tiga tahun.

d. Tanah palilah magersari berubah menjadi tanah magersari dengan

batas waktu tiga tahun.

Menurut Umar S Kusumaharyono, sejak Indonesia merdeka 17

Agustus 1945 pemerintah Kasunanan berakhir, namun dalam lingkungan

Keraton Surakarta masih terselenggara suatu pemerintahan intern keraton

yang disebut “Parentah Keraton Surakarta”, kemudian timbul perbedaan

pendapat antara pemerintah Republik Indonesia dengan Parentah Keraton

Surakarta mengenai hak atas tanah milik Parentah Keraton Surakarta yang

dapat beralih dan tidak dapat beralih kepada pemerintah Republik

Indonesia. Perbedaan pendapat tersebut dapat terlihat dari kutipan surat

Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah

di Semarang, No.Des X/48/1/30 tertanggal 29 Oktober 1956, perihal tanah

Keraton Surakarta (di Baluwarti). Di dalam surat tersebut Menteri Dalam

Negeri tidak dapat menyetujui anggapan Parentah Keraton Surakarta

Page 56: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

tentang adanya tiga macam milik pada masa swapraja. Parentah Keraton

Surakarta menganggap ada tiga macam milik, yaitu :

a. Milik Kasunanan

b. Milik Keraton

c. Milik Sunan Prive

Parentah Keraton Surakarta berpendapat bahwa setelah Negara

Indonesia merdeka, hanya milik Keraton Kasunanan Surakarta (Rijk

Surakarta) saja yang beralih kepada kekuasaan Negara Republik

Indonesia. Tanah magersari yang termasuk tanah “milik” Keraton,

sehingga pengurusannya tidak termasuk kekuasaan pemerintah Kota

Surakarta. Sementara Menteri Dalam Negeri pada saat itu berpendapat

bahwa berdasarkan kontrak politik Kasunanan (L.N. 1939 Nomor 614)

Pasal 10 serta penjelasannya, dalam Pasal 10 ayat (1) mencantumkan

perincian yang termasuk Bezitting Van Soenansat (Hak Milik Kasunanan)

yang merupakan milik pribadi Soesoehoenan. Sehingga hanya terdapat 2

macam milik yaitu Milik Kasunanan dan milik Sunan prive. Gedung-

gedung serta tanah-tanah disekelilingnya (tanah-tanah yang pada

hakikatnya disebut dengan “magersari” termasuk barang-barang milik

Keraton Surakarta. Dengan demikian maka dapat disimpulkan menurut

Menteri Dalam Negeri, gedung-gedung istana dan tanah-tanah

disekelilingnya termasuk kekuasaan Negara RI, sehingga tanah magersari

yang berada di kelurahan Baluwarti adalah tanah negara.

2. Setelah Berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria

Pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia, khususnya

pembentukan hukum nasional tentang tanah, didasarkan atas Hukum adat

TAP MPR No.2 Tahun 1960 pasal 4 ayat (3). Negara Republik Indonesia

merupakan Negara agraris, tidak mengherankan apabila pembangunan di

bidang agraria menduduki tempat yang penting dan urgent. Urgent ini

disebabkan karena pada jaman penjajahan, hukum agraria Indonesia

bersifat pluralistis, dan kurang memberikan jaminan akan “kepastian

Page 57: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

hukum” yang dapat menghambat atau merintangi kesatuan bangsa

Indonesia.

Secara konstitusional UUD Negara Republik Indonesia 1945

memberikan landasan yang tercantum dalam pasal 33 ayat (3) UUD

Negara Republik Indonesia 1945 yang berbunyi : “Bumi, air dan kekayaan

alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan

untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dengan menimbang bahwa

di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya,

perekonomiannya masih bercorak agraris, dengan adanya bumi, air dan

ruang angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai arti

sangat penting untuk membangun masyarakat adil dan makmur.

Dengan demikian Negara yang menguasai bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, akan menjadi tumpuan

harapan bagi masyarakat untuk melangsungkan kehidupannya. Peraturan

yang tertulis ini dimaksudkan agar setiap orang dengan lebih mudah

mengetahui hukum yang berlaku dan wewenang apa serta kewajiban apa

yang harus dipenuhi oleh setiap warga masyarakat yang bersangkutan

dengan tanah miliknya. Sedangkan penyelenggaraan pendaftaran tanah

yang efisien dan effektif bertujuan supaya para pemilik tanah dengan

mudah membuktikan hak atas tanah yang dimilikinya.

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) lahir pada tahun 1960,

tepatnya pada tanggal 24 September 1960. Ide pembentukan UUPA lahir

karena aspek persatuan dan keseragaman bagi setiap warga Negara.

Hukum adat yang berlaku sebelumya dirasakan kurang bisa

mengintegrasikan masyarakat sebagai satu kesatuan nasional. Dengan

berlakunya UUPA maka telah terjadi apa yang dinamakan dengan revolusi

hukum agrarian. Karena dengan undang-undang telah terjadi perombakan

cepat yang fundamental dan menyeluruh dalam hukum agrarian Indonesia.

Kedudukan UUPA adalah sebagai hukum agrarian nasional yang tidak

bersifat dualistis, namun berdasarkan pada hukum adat sebagai hukum asli

Indonesia.

Page 58: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

Selanjutnya salah satu tujuan pokok pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria tersebut adalah untuk menjamin kepastian akan tanah-tanah

rakyat, yaitu :

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum Agraria Nasional

yang merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagian dan

keadaan bagi negara dan rakyat terutama rakyat tani dalam rangka

mewujutkan masyarakat adil dan makmur.

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan.

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai

hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Negara mewajibkan untuk mengatur pemilikan tanah dan

penggunaannya, hingga semua tanah diseluruh wilayah Bangsa

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, baik secara

perseorangan maupun secara gotong-royong. Hal ini diperkuat dengan

dasar hukum yaitu UU No.5 Tahun 1960 UUPA Bab 1 mengenai Dasar-

dasar dan ketentuan-ketentuan pokok pasal 2 ayat (1) dan (2) yang

berbunyi :

1. Atas dasar, ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam pasal

1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi di kuasai oleh

Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

2. Hak menguasai dari Negara yang dimaksud dalam ayat 1 pasal ini

memberi wewenang untuk :

a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan,

persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa.

Page 59: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara

orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi,

air dan ruang angkasa.

Unifikasi hukum tanah dalam UUPA melembagakan hak-hak atas

tanah sebagai berikut :

a. Hak bangsa yaitu seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik

Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan

ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.

(Pasal 1 ayat (2));

b. Hak menguasai dari negara yaitu bahwa atas dasar ketentuan dalam

pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 bumi, air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu

pada tingkatan tertinggi dikuasai negara, sebagai organisasi kekuasaan

seluruh rakyat.(Pasal 2 ayat (1));

c. Hak ulayat yaitu bahwa hak menguasai dari negara tersebut diatas

pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah swatantra dan

masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-

ketentuan Peraturan pemerintah. (Pasal 2 ayat (4));

d. Hak-hak perorangan (Pasal 16), terdiri dari :

1). Hak milik,

2). Hak guna usaha,

3). Hak guna bangunan,

4). Hak pakai,

5). Hak sewa,

6). Hak membuka tanah,

7). Hak memungut hasil hutan,

8). Hak-hak lain yang tidak termasuk hak tersebut di atas yang

ditetapkan dengan UU dan hak-hak yang bersifat sementara sesuai

Page 60: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Pasal 53. (Sesuai dengan Pasal 10, maka pengertian perorangan

adalah orang dan badan hukum).

e. Hak Tanggungan (UU Nomor 4 Tahun 1996);

Adanya UU No. 5 Tahun 1960 atau UUPA memberikan kepastian

hukum tanah yang dualisme dan pluralisme hukum agraria di Negara

Indonesia dan yang ada hanya hukum agraria yang bersifat nasional, yang

didasarkan atas satu sistem hukum saja, yaitu sistem hukum seperti yang

tercantum dalam UUPA yang pada hakekatnya UUPA tersebut bersumber

atas hukum asli Indonesia, yaitu hukum Adat. Pengertian hukum adat

dalam hal ini hukum adat yang bersifat dinamis. Segala sesuatu yang

mengalami perubahan kearah penyempurnaan yang mengacu pada

kepentingan yang lebih luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,

maka keberadaan hak ulayat masyarakat hukum Adat dari waktu ke waktu

semakin mengalami penyempitan, bahkan tertutup kemungkinan menjurus

kearah hapusnya hak tersebut dari khasanah hukum adat.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin cepatnya proses

pemudaran hak-hak masyarakat hukum Adat di Jawa Tengah, antara lain :

a. Pengaruh lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dan

Undang-Undang Pokok Kehutanan (UUPK) serta peraturan

pelaksanaan ke dua undang-undang tersebut.

b. Paradigma perubahan sosial dan era globalisasi, dan

c. Adanya pembatasan-pembatasan yang diserahkan oleh Negara yaitu

kawasan-kawasan hutan tertentu kepada perorangan atau badan hukum

untuk dikelola atau dieksploitasi.

Mengenai eksistensi hukum adat di daerah Surakarta, Jawa Tengah

dalam kaitannya dengan politik hukum nasional dan pembinaan hukum itu

sendiri. Menurut H. Abdurachman : hukum adat di daerah Surakarta

termasuk hukum yang hidup (the living law), sehingga pada dasarnya

kedudukannya ditentukan sepenuhnya oleh masyarakat di mana hukum itu

berlaku. Bila mana masyarakat menyatakan hukum yang bersangkutan

masih relevan, mereka akan mempertahankannya apabila mereka

Page 61: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

menganggap sudah tidak relevan lagi maka hukum tersebut dengan

sendirinya akan terkesampingkan.

Perkembangan zaman sekarang harus menyadari bahwa

masyarakat juga hidup dalam suatu ikatan kenegaraan di mana negara juga

mempunyai politik hukum yang sifatnya nasional yang dalam beberapa

kasus tertentu mungkin berbeda dengan ketentuan hukum Adat yang

berlaku secara lokal politik hukum negara yang dituangkan dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, berperan mengarahkan perkembangan

ketentuan hukum yang berlaku termasuk ketentuan hukum adat yang

berlaku secara lokal harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan

tersebut.

Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk

memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang

menuju kepada unifikasi hukum dan terutama dilakukan melalui

pembuatan peraturan-peraturan perundang-undangan, dengan tidak

mengabaikan timbul atau tumbuh dan berkembangnya hukum kebiasaan

dan pengadilan dalam pembinaan hukum.

Pengambilan bahan-bahan dari hukum adat dalam menyusun

hukum nasional pada dasarnya berarti penggunaan konsepsi-konsepsi dan

asas-asas hukum dari hukum Adat untuk dirumuskan dalam norma-norma

hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan masa

mendatang dalam rangka pembangunan masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Penggunaan lembaga-lembaga hukum Adat yang dimodernisir dan

disesuaikan dengan kebutuhan zaman tanpa menghilangkan cirri dan sifat

kepribadian Indonesia. Dalam memasukkan konsep-konsep dan asas-asas

hukum Adat ke dalam lembaga hukum baru dan lembaga-lembaga hukum

asing yang dipergunakan untuk memperkaya dan memperkembangkan

hukum nasional agar tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD

Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Permasalahan mengenai

pertanahan jika dikaitan dalam hukum adat memang penting seperti apa

Page 62: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

yang dikemuakan Robert Garran dalam tulisannya “Making Land Work”

menyatakan :

Statutory recognition of customary law is critical because customary

governance systems are currently fulfilling a gap in state

administration; in many countries, the customary leaders are the only

"local authorities" that the poor have genuine access to. As such,

many are already fulfilling the roles of community administrator,

judge, land allocator and property registrar. While in some contexts

these leaders are despotic, unjust or corrupt, in other contexts they do

a fairly good job of resolving conflicts and maintaining peace and

equanimity in their communities. For those leaders that govern in bad

faith, better integration into the state administrative system can help

to limit the injustices they perpetuate, and for those leaders that

govern well, their efforts can help to streamline the two legal systems

into a more coherent whole. Rather than marginalize customary

governance structures on the grounds that they are outdated or

oppressive, governments should identify and leverage the best parts of

custom and integrate customary systems as partners in effective,

decentralized local governance.( Robert Garran, 2008 : 75).

Terbentuknya hukum nasional yang mengandung unsur-unsur

hukum adat, maka kedudukan dan peranan hukum adat itu telah terserap di

dalam hukum nasional. Mengenai pengertian hukum nasional menurut

Sunaryati Hartono menjelaskan : “ Pengertian hukum nasional dipakai

dalam arti yang berbeda dengan pengertian hukum positif, tetapi lebih

mengandung arti ius constituendum Indonesia atau sistem hukum yang

dicita-citakan oleh bangsa Indonesia yang memplokamirkan kemerdekaan

tanggal 17 Agustus 1945. Karena suatu sistem selalu terdiri dari sejumlah

unsur atau komponen yang saling berkaitan dan pengaruh mempengaruhi

lagi pula terikat oleh satu atau beberapa asas tertentu, maka sistem hukum

terdiri dari sejumlah unsur atau komponen yang sebagian saat ini sudah

berfungsi tetapi sebagian besar masih harus diciptakan.

Memahami sistem hukum nasional dalam prespektif politik hukum

nasional maka berlakulah hukum adat disamping hukum nasional yang

merupakan persoalan tersendiri yang tidak sederhana sebab dalam konsep

negara kesatuan maka diperlukan hanya satu sistem hukum yang berlaku

secara nasional. Dalam politik hukum diupayakan secara berangsur-angsur

hukum adat diserap ke dalam sistem hukum nasional atau lebih tegas lagi

Page 63: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

ke dalam hukum positif yang tertulis dalam hal ini peraturan perundang-

undangan.

Adanya UU No. 5 Tahun 1960 atau UUPA memberikan kepastian

hukum tanah yang dualisme dan pluralisme hukum agraria di Negara

Indonesia dan yang ada hanya hukum agraria yang bersifat nasional, yang

didasarkan atas satu sistem hukum saja, yaitu sistem hukum seperti yang

tercantum dalam UUPA.

Pelaksanaan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria

keadaan menunjukkan masih terdapat kendala, khususnya yang berkaitan

dengan tanah-tanah swapraja atau bekas swapraja. Dalam hal ini, Parentah

Keraton Surakarta secara de facto masih berdiri, sementara peraturan

pemerintah yang berkaitan dengan tanah swapraja dan tanah-tanah bekas

swapraja sebagaimana dimaksud dalam dictum keempat UUPA hingga

saat ini belum ada sehingga perbedaan pendapat antara Parentah Keraton

Surakarta dan Pemerintah Republik Indonesia mengenai tanah milik

Keraton Surakarta yang dapat beralih dan tidak dapat beralih kepadaa

pemerintah masih terjadi.

Menurut Umar S Kusumaharyono, sejak Indonesia merdeka 17

Agustus 1945 pemerintah Kasunanan berakhir, namun dalam lingkungan

Keraton Surakarta masih terselenggara suatu pemerintahan intern keraton

yang disebut “Parentah Keraton Surakarta”, kemudian timbul perbedaan

pendapat antara pemerintah Republik Indonesia dengan Parentah Keraton

Surakarta mengenai hak atas tanah milik Parentah Keraton Surakarta yang

dapat beralih dan tidak dapat beralih kepada pemerintah Republik

Indonesia. Perbedaan pendapat tersebut dapat terlihat dari kutipan surat

Kementerian Dalam Negeri yang ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah

di Semarang, No.Des X/48/1/30 tertanggal 29 Oktober 1956, perihal tanah

Keraton Surakarta (di Baluwarti). Di dalam surat tersebut Menteri Dalam

Negeri tidak dapat menyetujui anggapan Parentah Keraton Surakarta

tentang adanya tiga macam milik pada masa swapraja. Parentah Keraton

Surakarta menganggap ada tiga macam milik, yaitu :

Page 64: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

a. Milik Kasunanan

b. Milik Keraton

c. Milik Sunan Prive

Parentah Keraton Surakarta berpendapat bahwa setelah Negara

Indonesia merdeka, hanya milik Keraton Kasunanan Surakarta (Rijk

Surakarta) saja yang beralih kepada kekuasaan Negara Republik

Indonesia. Tanah magersari yang keberadaannya berada di kelurahan

Baluwarti termasuk tanah “milik” Keraton, sehingga pengurusannya tidak

termasuk kekuasaan pemerintah Kota Surakarta. Sementara Menteri

Dalam Negeri pada saat itu berpendapat bahwa berdasarkan kontrak

politik Kasunanan (L.N. 1939 Nomor 614) Pasal 10 serta penjelasannya,

dalam Pasal 10 ayat (1) mencantumkan perincian yang termasuk Bezitting

Van Soenansat (Hak Milik Kasunanan) yang merupakan milik pribadi

Soesoehoenan. Sehingga hanya terdapat 2 macam milik yaitu Milik

Kasunanan dan milik Sunan prive. Gedung-gedung serta tanah-tanah

disekelilingnya (tanah-tanah yang pada hakikatnya disebut dengan

“magersari” termasuk barang-barang milik Keraton Surakarta. Dengan

demikian maka dapat disimpulkan menurut Menteri Dalam Negeri,

gedung-gedung istana dan tanah-tanah disekelilingnya termasuk

kekuasaan Negara RI, sehingga tanah magersari yang berada di kelurahan

Baluwarti adalah tanah negara.

3 Hak Pengelolaan Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta

Hak pengelolaan tanah dan bangunan Keraton Surakarta

Hadiningrat timbul, karena keluarnya Keputusan Presiden Nomor 23

Tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta.

Keppres ini membalikkan pemilikan tanah dan bangunan yang dulunya

dikuasai oleh Pemerintah Daerah Surakarta. Pasca keluarnya Keppres,

tanah dan bangunan itu kembali dimiliki oleh Keraton Surakarta

Hadiningrat. Terhadap tanah dan bangunan agar tetap lestari dan tidak

punah, tentunya dibutuhkan suatu pengelolaan.

Page 65: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Hak pengelolaan yang dimiliki oleh Keraton Surakarta Hadiningrat

terkait dengan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang Status

dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta adalah:

a. Hak atas tanah dan bangunan Keraton Surakarta Hadiningrat berikut

segala kelengkapannya yang terdapat didalamnya adalah milik Keraton

Surakarta Hadiningrat yang perlu dilestarikan sebagai peninggalan

budaya bangsa, termasuk Masjid Agung dan Alun-Alun, yaitu Alun-

Alun Utara dan Alun-Alun Selatan.

b. Hak untuk menggunakan bangunan untuk keperluan adat Keraton

Surakarta Hadiningrat.

c. Hak untuk melakukan pengelolaan dalam rangka pariwisata.

d. Hak untuk menetapkan besarnya pungutan, tata cara pemungutan,

pengelolaan, dan penggunaan dana hasil pungutan.

Setelah keluarnya Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988

tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta, sebenarnya

memberikan peluang kepada Keraton Surakarta untuk kembali menguasai

dan memiliki aset-aset yang telah hilang, sebab Keppres itu memberikan

wewenang untuk memiliki kepada Karaton Surakarta. Dalam pasal 1 ayat

(1) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 menyebutkan bahwa

“Tanah dan Bangunan Keraton Surakarta berikut segala kelengkapannya

yang terdapat didalamnya adalah milik Keraton Kasunanan Surakarta yang

erlu dilestarikan sebagai peninggalan budaya bangsa”.

Namun, menimbulkan polemik tersendiri bagi masyarakat yang

menempati kawasan Baluwarti, yakni apakah tanah dan bangunan Keraton

yang dimaksud pasal 1 ayat (1) Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988

tersebut hanya tanah dan bangunan yang terdapat didalam lingkungan

keraton atau meliputi seluruh bangunan yang terdapat dalam kawasan

Baluwarti. Benturan kepentingan mengakibatkan pihak keluarga Keraton

Surakarta yang ingin melestarikan warisan budaya leluhur dan

kepentingan masyarakat penduduk Baluwarti yang mayoritas merupakan

keturunan para abdi dalem Keraton Surakarta yang telah secara turun

Page 66: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

temurun menempati kawasan Baluwarti tersebut sehingga menginginkan

adanya jaminan kepastian hukum dengan mendapatkan kejalasan status

hak atas tanah yang dikuasainya.

Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 1988 tentang

Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan Surakarta itu sebenarnya

membuat Karaton Surakarta senang, tapi kebingungan terletak pada

masyarakat Baluwarti yang menganggap ini merupakan tanah Negara dan

tanah nenek moyang mereka. Sehingga banyak tanah dan bangunan yang

sebenarnya milik Karaton Surakarta tanah magersari dan karena adanya

pengelolaan sebelumnya yang meletakkan tanah dan bangunan yang

sebenarnya milik keraton dijadikan aset negara yang memungkinkan

adanya pengurusan pendaftaran hak milik secara pribadi terhadap tanah

dan bangunan yang ditempati oleh warga, telah berubah dimiliki oleh

pribadi atau badan hukum. Pengelolaan oleh Karaton Surakarta sendiri

sebenarnya sudah sejak lama sekali terjadi atau sebelum Indonesia

merdeka. Pengelolaan asset berupa tanah dan bangunan yang dimilikinya

dengan cara masih sederhana. Sederhana dalam arti karena Keraton

Surakarta Hadiningrat masih mempunyai kekuasaan politik yang kuat dan

warga yang patuh pada Raja/Sunan, maka pencatatan pun hanya sekedar

dicatat atau diberikan kepada orang yang mengabdi dan mempunyai jasa

kepada Karaton Surakarta Hadiningrat. Pengumuman pemberian tanah

magersari dan bangunan kepada seseorang yang berjasa kepada keraton itu

diumumkan pada semacam lembaran negara/lembaran keraton, jadi

bentuknya seperti pengundangan undang-undang di era sekarang.

Pengelolaan tanah dan bangunan sejak dimulai adanya Keppres itu

berada di tangan Pengageng Parentah Keraton Surakarta Hadiningrat.

Namun sejak pemerintahan Paku Buwono XIII pengelolaan tanah dan

bangunan berada di Pengageng Pasiten. Dalam memenuhi tertib

administrasi pengelolaan tanah dan bangunan, Keraton Surakarta

Hadiningrat mengeluarkan palilah yang diberi nama Palilah Griya

Pasiten. Sampai sekarang ini Keraton Surakarta Hadiningrat

Page 67: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

mengeluarkan Palilah Griya Pasiten dengan bermacam-macam titel, yaitu

Palilah Griya Pasiten dengan titel hak anggadhuh, Palilah Griya Pasiten

dengan titel hak magersari, dan Palilah Griya Pasiten dengan titel hak

tenggan, serta perjanjian kontrak.

B. Implikasi Sistem Hukum Nasional Terhadap Keraton Surakarta Selaku

Pemilik Tanah dan Orang Yang Berkedudukan Sebagai Magersari

1. Status Magersari Dengan Berlakunya UU No. 5 Tahun 1960 tentang

Ketentuan Pokok-Pokok Agraria.

Berlakukannya UUPA meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan

kesatuan dan kesederhanaan dalam mengatur hukum tanah dan sedapat

mungkin menghilangkan sifat dualisme sehingga kesatuan hukum dapat

terwujud. Bukti dari masih diperlakukannya Hukum Adat sebagai norma

hukum dalam Hukum Tanah Nasional terdapat dalam Pasal 5 UUPA

yang menyatakan bahwa hukum Agraria yang berlaku saat ini adalah

Hukum Adat. Pembatasan-pembatasan dilakukan dalam rangka

penyempurnaan UUPA sedapat mungkin tidak menghilangkan hukum

adat.

Berdasarkan ketentuan Diktum Keempat UU No. 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ( UUPA), maka hak

keraton Surakarta atas tanah Kasunanan, yang terdiri dari Domein Rijks

Surakarta (DRS), Domein Keraton Surakarta (DKS), Sunan grond (SG),

tanah leluhur, dan tanah serta bangunan aset Keraton Surakarta yang

disewa Belanda. Hanya tanah Domein Rijks Surakarta (DRS) yang sejak

berlakunya UUPA menjadi hak milik negara, sedangkan yang lain tetap

milik Keraton Surakarta, karena menurut diktum keempat UUPA, setelah

berlakunya UUPA tanah swapraja menjadi tanah negara dan hanya tanah

Domein Rijks Surakarta (DRS) yang dikuasai oleh rijk kasunanan

(swapraja Surakarta). Dalam hal ini tanah magersari merupakan kawasan

di daerah Baluwarti sehingga termasuk tanah DKS. Selama ini pemerintah

Page 68: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

keliru meneterjemahkan status tanah Keraton Surakarta, semua tanah yang

berkaitan dengan Keraton langsung menjadi milik negara.

Tanah Baluwarti merupakan tanah milik Sri Susuhunan, dimana

pengelolaannya didelegasikan kepada parentah Keraton Surakarta.

Wewenang parentah Keraton Surakarta terhadap tanah Baluwarti adalah :

a. Mengatur dan mengawasi penggunaan tanah.

b. Menggunakan tanah untuk keperluan parentah Keraton Surakarta dalam

melaksanakan tugasnya.

c. Memberikan sebagian tanah kepada pihak ketiga dengan hak

magersari, hak anggaduh, hak sewa atas bangunan, dan nenggo.

d. Memberikan uang wajib tahunan dan uang sewa.

Hak yang terdapat dalam parentah Keraton Surakarta terhadap tanah

Baluwarti, antara lain :

a. Hak Magersari adalah hak yang member wewenang kepada abdi dalem

untuk mendirikan dan mempunyai rumah di atas tanah pamijem

Keraton, dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun.

b. Hak Anggaduh adalah hak yang member wewenang kepada sentono

dan abdi dalem tingkat tinggi untuk mendirikan dan mempunyai

bangunan di atas tanah pamijem Keraton untuk jangka waktu yang tidak

terbatas, selama tanahnya dipergunakan untuk tempat tinggal.

c. Hak sewa Atas Bangunan (kontrak) adalah hak abdi dalem untuk

menempati ruang atau bangunan yang digunakan untuk rumah tangga,

dengan membayar sejumlah uang kepada parentah Keraton Surakarta

sebagai sewa untuk jangka waktu tertentu.

d. Nenggo adalah hak yang member wewenang kepada sentono untuk

menempati bangunan di atas tanah pamijem Keraton dengan jangka

waktu 3 (tiga) tahun. (Lego Karjoko, 2009 :45,46)

Keraton Surakarta memiliki sejumlah besar aset tanah

berklasifikasi tanah magersari yang tersebar di berbagai tempat. Tanah

milik raja pribadi ini, seharusnya tak dapat semena-mena diambil alih hak

kepemilikannya begitu saja. Namun faktanya, tanah magersari termasuk,

Page 69: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

pesanggrahan-pesanggarahan dan tanah-tanah makam milik Kraton

Surakarta Hadiningrat banyak yang berubah menjadi pemukiman padat

penduduk. Karaton Surakarta Hadiningrat sendiri menyadari persoalan

tanah merupakan masalah peka. Wilayah Kota Surakarta tidak mungkin

diperluas tanpa harus berhadapan dengan pertambahan jumlah penduduk

serta gelombang urbanisasi yang tidak tercegah. Akibatnya muncul

semacam lapar lahan dalam masyarakat. Kecenderungan selama ini

menunjukkan banyak areal yang terlihat kosong, tidak peduli milik siapa,

diserobot tanpa izin menjadi pemukiman illegal (Much Bintang Arief

Martoadi, Pelaksanaan Jual Beli Tanah Magersari Milik Kraton

Surakarta Hadiningrat Di Desa Pesarean Kecamatan Adiwerna

Kabupaten Tegal. Suatu Tesis. 2009 : hal 5).

Peraturan UUPA masih belum cukup untuk mengatur keberadaan

tanah magersari di Kota Surakarta sehingga kepastian hukumnya menjadi

tidak jelas. Permasalahan lain yang berkaitan dengan keberadaan tanah

magersari adalah adanya perbedaan persepsi mengenai keberadaan tanah

magersari itu sendiri. Tanah magersari yang bebas dalam arti tidak sedang

digunakan, tidak serta merta dapat diakui sebagai tanah negara. Hal ini

membawa konsekuensi bagi pengaturan tanah magersari tidak bisa

menggunakan peraturan pertanahan sesuai hukum positif.

Secara yuridis, landasan hukum yang memayungi tanah Keraton

Surakarta sebelumnya, yakni Reijkblad Surakarta Nomor 14 Tahun 1938.

Namun tidak berlaku lagi sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1960 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Agraria (UUPA). Pada

kenyataannya, tanah yang diklaim sebagai tanah keraton adalah sangat

luas dan meliputi tanah-tanah di wilayah Kota Surakarta. Tanah-tanah

tersebut ada yang sudah bersertifikat hak milik walaupun masih banyak

juga yang tidak bersertifikat. Untuk itu,berdasarkan data dan fakta

sebelumnya, terdapat tanah-tanah yang masih dikuasai keraton dan tanah-

tanah yang sudah bersertifikat secara yuridis dan dipegang

oleh perseorangan.

Page 70: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Dalam hukum pertanahan nasional, tanah Keraton, baik tanah

magersari, tidak diatur secara pasti dan tegas dalam peraturan perundang-

undangan oleh pemerintah. Secara yuridis formal, berdasarkan Undang-

Undang No 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria (UUPA), mengenai

pengaturan tanah magersari dianggap tidak ada. Namun uniknya hanya

tanah magersari saja yang dapat diberikan atau dibebani hak dan dapat

dikuasai oleh pihak lain serta dapat diwariskan.

Ada yang belum selesai sampai sekarang diperdebatkan di wilayah

Baluwarti yakni mengenai status tanah Baluwarti sebagai tanah negara

atau tanah milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Karena status tanah yang

jelas akan mempermudah pelaksanaan Palilah Griya Pasiten di lapangan.

Menurut Bapak Slamet Rahardjo (salah satu penduduk Baluwarti): “di

Baluwarti ini tidak semua penduduk mengakui kedudukan Keraton

Surakarta Hadiningrat sebagai pemilik tanah yang sah. Pendapat yang

menganggap bahwa ini tanah pemerintah adalah pendapat yang keliru, dan

pada akhirnya malah akan dapat menghancurkan cagar budaya di wilayah

Baluwarti Surakarta. Sebab apabila ada pendapat ini merupakan tanah

negara maka akan terjadi penyerobotan atau pensertifikatan tanah oleh

masyarakat.”

Pendapat yang masih mendua juga membuat Keraton Surakarta

Hadiningrat sedikit ragu, sebab apabila akan mulai pendataan akan muncul

berita macam-macam di media massa. Mengutip pendapat KP. Edi

Wirabhumi, selaku Ketua Lembaga Bantuan Hukum Keraton Surakarta

Hadiningrat, menyatakan dengan tegas bahwa: “Sebenarnya hak

pengelolaan keraton didasarkan kepada hak adat keraton atas tanah yang

dipunyai karaton secara syah sejak berdirinya keraton, bahwa sejarah

politik nasional sempat mempengaruhi politik agraria adalah hal yang

wajar, tetapi sejarah politik juga berpengaruh pada posisi atau status tanah

keraton. Dari sisi pengelolaan juga pasti sangat berpengaruh oleh

perubahan tersebut. Keppres Nomor 23 tahun 1988 sebenarnya mengatur

tentang pengelolaan keraton dimana untuk pengelolaan keraton dibentuk

Page 71: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

badan pengelola keraton. Sejujurnya keppres dan badan pengelola keraton

satu paket yang saling melengkapi, namun pada kenyataan badan

pengelola tidak berjalan sebagaimana mestinya. Jadi pengelolaan tanah

keraton seharusnya tidak terpengaruh oleh ketentuan di luar hukum adat.”

Dengan melihat pendapat diatas, berarti tidak ada hambatan, apapun

bentuknya. Tetapi di lapangan kondisinya berubah, banyak pendapat yang

mengatakan tidak sebagaimana mestinya, misalnya tanah di Baluwarti,

merupakan tanah negara. Kondisi ini juga berpengaruh pada kesadaran

masyarakat untuk mendaftarkan pemilikan Palilah Griya Pasiten.

Untuk memperoleh izin dalam hal menyewa atau memakai tanah

keraton (magersari), terlebih dahulu harus meinta izin kepada Pengageng

Pasinten merupakan lembaga adat yang mengurusi pertanahan Keraton

Surakarta yang meliputi pengaturan dan perizinan. Tanda bukti

izin tersebut berupa pejanjian dikeluarkannya yang di dalamnya memuat

klausul bahwa pemegang Magersari dilarang mendirikan bangunan

permanen, tanah magersari tidak bisa diperjual belikan, dan bersedia

mengembalikan tanah bila sewaktu-waktu diminta. Namun, perizinan dan

syarat administrasi tetap tunduk pada aturan pemerintah setempat dalam

hal ini Pemerintah Kota Surakarta walaupun untuk magersari tidak

dimungkinkan mendapatkan sertifikat atas tanah tersebut.

Apabila di lihat dari hukum pertanahan, Palilah Griya Pasiten

mengenai magersari menganut asas pemisahan horizontal, berarti benda-

benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan

merupakan bagian tanah yang bersangkutan. Sehingga setiap perbuatan

hukum mengenai hak atas tanah, tidak sendirinya meliputi benda-benda

tersebut. Dalam penerapannya asas hukum ini tidak mutlak, melainkan

selalu memperhatikan dan disesuaikan dengan perkembangan kenyataan

dan kebutuhan dalam masyarakat yang dihadapinya. Atas dasar kenyataan

sifat hukum adat itu, dalam rangka asas pemisahan horizontal tersebut,

bahwa pembebanan hak tanggungan atas tanah, dimungkinkan pula

Page 72: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

meliputi benda-benda sepanjang masih merupakan satu kesatuan dengan

dengan tanah yang bersangkutan

Dikaitkan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia,

sebelum berlakunya UUPA, hak ulayat masyarakat hukum adat mencakup

tanah-tanah di wilayah masyarakat hukum adat tersebut (desa, marga,

hutan, dusun) yang meliputi tanah-tanah hak maupun tanah-tanah ulayat

yaitu tanah-tanah yang belum dikuasai dan dipergunakan oleh warga

setempat. Sejak berlakunya UUPA, sepanjang mengenai tanah-tanah hak

secara yuridis dikonversi menjadi salah satu hak baru menurut UUPA,

sedangkan terhadap tanah-tanah ulayat termasuk negara yang tercukup

dalam lingkup hak bangsa Indonesia atas tanah.

Hak ulayat merupakan seperangkat wewenang dan kewajiban suatu

masyarakat hukum adat yang berhubungan dengan tanah yang ada dalam

lingkungan wilayah masyarakat hukum yang bersangkutan. Masyarakat

hukum adat sebagai penjelmaan dari seluruh anggotanya yang mempunyai

hak ulayat, bukan orang-perorangan. Hak ulayat ini disertai wewenang dan

kewajiban yang bersifat perdata, yaitu berhubungan dengan hak bersama

kepunyaan atas tanah tersebut dan bersifat publik, yaitu berupa tugas

kewenangan untuk mengelola, mengatur, dan memimpin peruntukan,

pengusaan, penggunaan dan pemeliharaannya. Dalam perpustakaan hukum

adat, hak ulayat disebut dengan nama “beschikkingsrecht”.

Berdasarkan pasal 3 UUPA terhadap hak ulayat yang masih ada

diakui eksistensinya oleh UUPA sepanjang hak ulayat itu masih hidup.

Sementara itu pelaksanaannya dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan

UUPA serta kepentingan pembangunan yang diselenggarakan dewasa ini.

Sehingga untuk melindungi hak ulayat atau hak masyarakat hukum adat

termasuk hak ulayat / tanah adat. Akan tetapi, apabila ditelaah kembali,

terdapat ketidakjelasan dalam pengaturan-pengaturan mengenai hak ulayat

(tanah adat) tersebut yang menimbulkan berbagai penafsiran yang tidak

memadai dengan tujuan perlindungan tanah-tanah hak tersebut. Bahkan

dalam impimentasinya ada kelemahan atas ketidak jelasan tersebut

Page 73: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengabaikan perlindungan

terhadap hak-hak masyarakat hukum adat.

Berdasarkan peraturan UUPA pengaturan mengenai tanah

magersari milik Keraton memang tidak ada pengaturannya secara jelas.

Sehingga apabila dikaitkan dalam hak-hak atas tanah magersari termasuk

hak pakai karena penggunaan hak magersari dalam Keraton Surakarta

hampir seperti pengaturan pada hak pakai dalam UUPA pengaturannya

dapat ditemui dalam 4 (empat) pasal yaitu pasal 16, pasal 41, pasal 42, dan

pasal 43 UU No 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria.

Hak pakai merupakan hak untuk menggunakan dan atau memungut

hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang

lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam

keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya

atau perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala

sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan undang-undang.

Hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu yang tertentu atau selama

tanahnya dipergunakan untuk keperluan yang tertentu dengan cuma-cuma,

dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun dan pemberian

hak pakai tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur

pemerasaan. Pengertian hak pakai tersebut menjelaskan ada beberapa

kemiripan pengaturan hak magersari dalam Keraton Surakarta.

Hak menggunakan dalam pengertian mempergunakan tanah

(negara atau orang lain) adalah mendirikan bangunan diatasnya atau untuk

kepentingan orang lain. Sedangkan memungut hasil adalah dalam

pengertian untuk mendaftarkan suatu hasil. Berdasarkan ketentuan diatas,

kewenangan privat yang terdapat pada tanah hak pakai adalah

menggunakan dan memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh

negara atau berdasarkan perjanjian pemilik Hak Milik dengan seorang.

Sebenarnya hak pakai merupakan suatu “kumpulan pengertian”

daripada hak-hak yang dikenal dalam hukum pertanahan dengan berbagai

nama, yang semuanya dengan sedikit perbedaan berhubung dengan

Page 74: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

keadaan daerah sedaerah, pada pokoknya memberi wewenang kepada

yang mempunyai sebagai yang dimaksud dalam pasal ini. Dalam rangka

usaha penyederhanaan sebagai yang dikemukakan dalam penjelasan

umum, maka hak-hak tersebut dalam hukum agraria yang baru disebut

dengan satu nama saja.

Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa dalam Palilah Griya Pasiten

mengenai magersari merupakan tanah milik Keraton Surakarta

Hadiningrat, sedangkan bangunan rumah milik yang menggadhuh atau

magersari. Karena ada larangan dari pihak Keraton Surakarta Hadiningrat

untuk memperjualbelikan atau menyewakan kepada pihak lain tanpa ijin

dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Maka di dalam praktek rumah itu

banyak yang dijual kepada pihak lain, kemudian oleh pihak Keraton

Surakarta Hadiningrat dibuatkan surat palilah baru atas nama pembeli

rumah atau bangunan.

Dalam Palilah Griya Pasiten hak magersari, Keraton Surakarta

Hadiningrat melakukan penyerahan nyata, yakni yang menyewakan

Keraton Surakarta Hadiningrat harus melakukan tindakan pengosongan

serta menentukan tanah mana yang akan di sewa. Hal ini juga terjadi

dalam perjanjian sewa menyewa, pihak yang menyewakan wajib

melakukan penyerahan nyata, dari padanya tidak bisa dituntut penyerahan

yuridis. Hal ini telah sesuai dengan kedudukan penyewa sebagai pemilik,

dan tidak perlu sebagai bezitter. Karena itu tidak diperlukan penyerahan

yuridis. Cukup dengan jalan menyerahkan barang di bawah penguasaan si

penyewa. Selain itu pihak yang menyewakan harus juga memberikan

tanah yang disewakan dalam keadaan baik dan diwajibkan pula memberi

ketentraman kepada si penyewa menikmati barang, selama perjanjian

berlangsung.

Pihak pemakai tanah magersari harus menjaga kondisi tanah itu

tetap baik dan terawat sampai berakhirnya perjanjian sewa menyewa

antara Karaton Surakarta Hadiningrat dan pihak yang menggunakan tanah

magersari. Adanya perjanjian sewa menyewa menjadikan tanah magersari

Page 75: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

apakah termasuk hak atas tanah golongan hak sewa untuk bangunan atau

hak pakai seperti yang diatur dalam UUPA. Dalam hak sewa merupakan

hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus, maka disebut tersendiri

untuk bangunan-bangunan berhubung dengan ketentuan Pasal 10 ayat (1)

UUPA. Hak sewa pertanian hanya mempunyai sifat sementara (Pasal 16

jocto 53) UUPA. Negara tidak dapat menyewakan tanah karena negara

bukan pemilik tanah.

Berdasarkan fakta-fakta yang terjadi mengacu pada UUPA yang

berideologi budaya hukum kekeluargaan dalam memaknai tanah magersari

yang termasuk kawasan Baluwarti sebagai tanah negara. Sehingga

Pemerintah Kota Surakarta mempunyai keinginan yang kuat atas

penguasaan tanah magersari yang termasuk kawasan Baluwarti.

Berdasarkan pendapat Dean G Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin, tingginya

aspirasi Pemerintah Kota Surakarta atas hak atas tanah di kawasan

Baluwarti yang termasuk tanah magersari disebabkan oleh pertama

prestasi masa lalu Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tertanggal 29

Oktober 1956, perihal tanah Keraton Surakarta yang menyatakan

bangunan dan tanah yang berada di Baluwarti dalam pengusaan

Pemerintah Republik Indonesia.

Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tertanggal 29 Oktober 1956

mendorong lahirnya Surat Walikota KDH Kotamadya Surakarta tanggal 3

Agustus 1967 Nomor 1515/T.6/VIII-67 tentang penggunaan atau

pengurusan tanah negeri DKS daerah kelurahan Baluwarti. Berdasarkan

SK Walikota tersebut, pengurusan tanah Baluwarti diserahkan kepada

Dinas Penghasilan Daerah dan terhadap warga Baluwarti yang

menggunakan tanah tersebut termasuk tanah magersari dianggap sebagai

penyewa tanah kepada pemerintah daerah. Bagi penghuni tanah Baluwarti

diwajibkan membuat “perjanjian sementara sewa menyewa tanah yang

dikuasai pemerintah daerah kotamadya Surakarta (Lego Karjoko, 2009 :

39) dalam hal ini berlaku juga bagi orang-orang yang menggunakan tanah

magersari.

Page 76: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Berdasarkan pendapat Dean G Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin maka

Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tertanggal 29 Oktober 1956 telah

memunculkan aspirasi Pemerintah Kota Surakarta atas hak atas tanah

Baluwarti yang tidak realistis, artinya yang tidak konsisten dengan aspirasi

kerabat keraton Surakarta sehingga menimbulkan konflik.

Peraturan perundang-undangan mengenai tanah magersari yang

berada di Baluwarti Kota Surakarta dalam keadaan lemah. Menurut Dean

G. Pruitt dan Jeffrey Z Rubin tidak jelas dan tidak rinci UUPA, PP No 224

Tahun 1961 dan Keppres No 23 Tahun 1988 dalam mengatur peralihan

bekas tanah Kasunanan dan pembagiannya serta tidak adanya harmonisasi

antara UUPA dan PP No 38 Tahun 1963 di satu sisi dengan Keppres No

23 Tahun 1988 disisi lain telah mendorong kerabat Keraton Surakarta

membentuk cara pandang yang bersifat idiosyncratic mengenai hak atas

tanah Baluwarti khususnya tanah magersari, dimana tidak ada kecocokan

dengan cara pandang pemerintah Kota Surakarta dan masyarakat kawasan

Baluwarti (Lego Karjoko, 2009 :46).

Berdasarkan pendapat penulis apabila terjadi ketidak harmonisnya

mengenai pengaturan tanah magersari di Keraton Surakarta selain kepada

pemerintah Kota Surakarta dan Keraton Surakarta, pelimpahan

pelaksanaan sebagian kewenangan negara tersebut dapat juga dilakukan

kepada apa yang disebut badan-badan otorita, perusahaan-perusahaan

negara, dan perusahaan-perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan

tanah-tanah tertentu (magersari) dengan apa yang dikenal dengan hak

pengelolaan.

Hak pengelolaan merupakan hak mengusai oleh negara yang

kewenangan pelaksanaanya sebagian dilimpahkan kepada pemegang

haknya. Pengertian ini dapat diartikan bahwa hak pengelolaan bukan

merupakan pelimpahan hak mengusai dari negara. Hak mengusai dari

negara tersebut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-

Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyebutkan bahwa

bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di

Page 77: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai organisasi

seluruh rakyat.

Hak pengelolaan dalam sistematika hak-hak penguasaan atas tanah

tidak dimasukkan dalam golongan hak-hak atas tanah. Pemegang hak

pengelolaan (Keraton Surakarta) memang mempunyai kewenangan untuk

menggunakan tanah yang diberikan hak bagi keperluan usahanya (sistem

pemungutan pajak atau sewa tanah magersari), tetapi itu bukan tujuan

pemberian hak tersebut kepadanya. Tujuan utamanya adalah bahwa tanah

yang bersangkutan disediakan bagi penggunaan oleh pihak-pihak lain yang

memerlukan.

Dalam penyediaan dan pemberian tanah, pemegang hak (Keraton

Surakarta) diberi kewenangan untuk melakukan kegiatan yang merupakan

sebagian kewenagan negara, misalnya karena Keraton Surakarta termasuk

sebagai salah satu cagar budaya yang perlu dilindungi dan dilestarikan

oleh Negara. Sehubungan dengan itu hak pengelolaan pada hakikatnya

bukan hak atas tanah, melainkan merupakan “gempilan” hak menguasai

oleh Negara.

Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang dapat diberikan kepada

Keraton Surakarta dengan hak pakai atau hak sewa untuk bangunan.

Pemberiannya dilakukan oleh Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang

berwenang atas usul pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan

(Keraton Surakarta). Sebagaimana halnya dengan tanah negara, selama

dibebani hak-hak atas tanah tersebut, hak pengelolaan yang bersangkutan

tetap berlangsung. Setelah jangka waktu hak pakai atau hak sewa untuk

bangunan yang dibebankan itu berakhir, tanah magersari kembali dalam

pengusaan sepenuhnya dari pemegang hak pengelolaan (Keraton

Surakarta). Hak pengelolaan didaftarkan dan diterbitkan sertifikat sebagai

tanda bukti haknya. Namun, sebagai “gempilan” hak menguasai dari

Negara, tidak dapat dipindahtangankan. Maka, tidak memenuhi syarat

untuk dapat dijadikan tanah hak milik perseorangan.

Page 78: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang

Penguasaan Tanah-Tanah Negara menyebutkan bahwa kecuali jika

penguasaan tanah negara dengan undang-undang atau peraturan lainnya

pada waktu berlakunya peraturan pemerintah ini, telah diserahkan kepada

suatu kementerian jawatan atau daerah swatantra, penguasaan atas tanah

negara ada pada Mendagri.

Menurut Pasal 3, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun

1974, hak pengelolaan memberi wewenang untuk :

a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan;

b. Menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya;

c. Menyerahkan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga menurut

persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut,

yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan

keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah

kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-

pejabat yang berwenang menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak

Atas Tanah sesuai dengan peraturan perundangan agrarian yang

berlaku.

Adanya hak pengelolaan dalam hukum tanah nasional kita tidak

disebut dalam UUPA, tetapi tersirat dalam Penjelasan Umum UUPA yang

menyatakan bahwa dengan berpedoman pada tujuan yang disebut diatas,

negara dapat memberikan tanah yang demikian (yang dimaksudkan adalah

tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak oleh seseorang atau pihak

lain) kepada seseorang atau badan-badan dengan sesuatu hak menurut

peruntukan dan keperluannya, misalnya dengan hak pakai atau hak sewa

untuk bangunan memberikannya dalam pengelolaan kepada sesuatu badan

penguasa (Keraton Surakarta atau Pemerintah Kota Surakarta) untuk

dipergunakan bagi pelaksanaan tugasnya masing-masing (Pasal 2 ayat (4)).

Berkaitan dengan hal ini, kekuasaan negara atas tanah-tanah ini pun

Page 79: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

diperkuat dengan adanya hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat

hukum, sepanjang menurut kenyataannya hak ulayat itu masih ada.

Hak pengelolaan juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 16

Tahun 1985 tentang Rumah Susun; Peraturan Pemerintah Nomor 24

Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Menteri Negara Agraria

/ Kepala BPN Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan

Pemabatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.

Dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

disebutkan tentang objek pendaftaran tanah yang meliputi :

a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna

usaha, hak guna bangunan dan hak pengelolaan

b. Tanah hak pengelolaan

c. Tanah wakaf

d. Hak milik atas satuan rumah susun

e. Hak tanggungan

f. Tanah negara

Untuk keperluan pendaftaran hak, hak pengelolaan dibuktikan

dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang

berwenang. Hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas

satuan rumah susun didaftar dengan membukukannya dalam buku tanah

yang memuat data yuridis dan data fisik bidang tanah tersebut dan

sepanjang ada surat ukurnya dicatat pula pada surat ukur tersebut.

Berdasarkan Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tertanggal 29

Oktober 1956 mendorong lahirnya Surat Walikota KDH Kotamadya

Surakarta tanggal 3 Agustus 1967 Nomor 1515/T.6/VIII-67 tentang

penggunaan atau pengurusan tanah negeri DKS daerah kelurahan

Baluwarti. Berdasarkan SK Walikota tersebut, pengurusan tanah Baluwarti

diserahkan kepada Dinas Penghasilan Daerah dan terhadap warga

Baluwarti yang menggunakan tanah tersebut termasuk tanah magersari

dianggap sebagai penyewa tanah kepada pemerintah daerah.

Page 80: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Dalam rangka menyerahkan kewenangan pertanahan pada

pemerintah kabupaten / kota, perlu kiranya dipahami makna politik

pertanahan lokal dan administrasi pertanahan yang dikendalikan oleh

pemerintah kabupaten/kota. Secara garis besar, politik pertanahan lokal

berkaitan dengan kebijakan pemerintah lokal dalam rangka penataan tata

guna tanah bagi perikehidupan sosial maupun ekonomi guna memenuhi

interaksi antar individu di daerah.

Dikeluarkan Berdasarkan Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30

tertanggal 29 Oktober 1956 bermaksud agar Pemerintah Kota Surakarta

menjaga dan melestarikan cagar budaya bangunan dan tanah Keraton

Surakarta. Agar tidak diklaim oleh pihak perorangan yang sewenang-

wenang. Namun hak pengelolaannya juga berada ditangan Keraton

Surakarta karena Keraton Surakarta termasuk hak ulayat. Di dalam UUPA

mengenai hak ulayat pun masih diakui eksistensinya agar dilindungi oleh

Negara. Diharapkan adanya Surat Mendagri Nomor Dox 48/1/30 tidak

terjadi adanya politik pertanahan dikalangan pemerintah daerah setempat.

Dan pemerintah pusat yakni atas nama negara mempercayai pemerintah

setempat mengelola tanah dengan baik.

Kenyataan yang menyebabkan bahwa politik pertanahan tidak

terlepas dari kerangka penyelenggara pemerintah secara nasional sebagai

perwujudan dari negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan secara

teknis mengingat perbedaan karakteristik pada masing-masing daerah

memang dimungkinkan, namun tetap mempertahankan semangat hukum

tanah nasional. Di samping itu, tetap dibutuhkan suatu badan yang

melakukan supervise terhadap administrasi pertanahan yang dijalankan

oleh pemerintah daerah agar sesuai dengan kerangka kebijakan nasional.

Hal ini diperlukan agar terciptanya tertib hukum pertanahan, tertib

administrasi, tertib pembangunan, tertib pemeliharaan, dan pertimbangan

wawasan lingkungan hidup dapat dilaksanakan dengan semestinya.

Page 81: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

2. Wewenang dan Kewajiban Pemegang Tanah Hak Magersari

Pengelolaan tanah dan bangunan sejak dimulai adanya Keppres

Nomor 23 tahun 1988 tentang Status dan Pengelolaan Keraton Kasunanan

Surakarta itu berada di tangan Pengageng Parentah Keraton Surakarta

Hadiningrat. Namun sejak pemerintahan Paku Buwono XIII pengelolaan

tanah dan bangunan berada di Pengageng Pasiten. Dalam memenuhi tertib

administrasi pengelolaan tanah dan bangunan, Keraton Surakarta

Hadiningrat mengeluarkan palilah yang diberi nama Palilah Griya

Pasiten. Sampai sekarang ini Keraton Surakarta Hadiningrat

mengeluarkan Palilah Griya Pasiten dengan bermacam-macam titel, yaitu

Palilah Griya Pasiten dengan titel hak anggadhuh, Palilah Griya Pasiten

dengan titel hak magersari, dan Palilah Griya Pasiten dengan titel hak

tenggan, serta perjanjian kontrak. Palilah Griya Pasiten adalah semacam

perizinan yang dikeluarkan oleh raja untuk penggunaan tanah dan

bangunan milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Jadi tanah dan bangunan

yang dimiliki oleh keraton itu diizinkan untuk digunakan oleh seseorang

dengan berbagai ketentuan seperti sentana dalem dan abdi dalem keraton.

Di era sekarang semakin banyak orang yang bertempat tinggal di wilayah

Baluwarti, karena dulunya diajak teman atau saudara untuk bekerja di

keraton sebagai abdi dalem keraton dan ini sudah berlangsung sangat lama

dan banyak abdi dalem yang merasa mempunyai hubungan istimewa

dengan keraton. Sebagai balas jasa/hadiah untuk abdi dalem, maka keraton

mengizinkan para abdi dalem dan sanak saudaranya tinggal di lingkungan

keraton sampai sekarang.

Bagian Pasiten (siti artinya tanah) di Keraton Surakarta

Hadiningrat adalah bagian (lembaga) yang berwenang mengurusi

pertanahan milik Karaton Surakarta Hadiningrat. Adapun tugas Bagian

Pasiten adalah:

a. Mengurusi masalah pertanahan dan bangunan milik Keraton Surakarta

Hadiningrat.

Page 82: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

b. Mengurusi permohonan ijin-ijin yang berkaitan dengan pemanfaatan

tanah dan bangunan milik Keraton Surakarta Hadiningrat.

c. Menerima pembayaran uang sewa tanah dan bangunan milik Keraton

Surakarta Hadiningrat.

Pengageng Pasiten mempunyai wewenang langsung terhadap

urusan pertanahan yang menjadi milik Keraton Surakarta Hadiningrat.

Wewenang Pengageng Pasiten meliputi:

a. Tanah milik Karaton Surakarta Hadiningrat.

b. Rumah (dalem) milik Karaton Surakarta Hadiningrat.

c. Pesanggrahan milik Karaton Surakarta Hadiningrat, antara lain:

Langenarjo, Paras (Pracimoharjo di Boyolali), dan Ngendromarto

(Boyolali, Selo).

d. Makam-makam, antara lain: Imogiri, Kotagede, Laweyan, Ngenden,

Bekas Keraton Kartasura, Makam Haji, Ki Ageng Selo (Grobogan,

Purwodadi), Ki Ageng Tarub (Purwodadi), dan Tegal Arum (Tegal).

Pendataan tanah terbagi dalam tiga langkah kegiatan, yaitu:

a. Tahap Persiapan

Sosialisasi kebijakan dalam pelaksana teknis, antara lain:

1) Pemberitahuan kepada RT/RW bahwa akan ada pendataan.

2) Pertemuan langsung dengan warga Baluwarti.

Karena terbatasnya dana dan personel, maka ditempuh cara

pemberitahuan kepada abdi dalem yang juga magersari dengan sistem

getok tular. Getok tular adalah sistem pemberitahuan di mana orang

yang diberitahu pertama kemudian menyebarluaskan informasi ke

warga yang lain.

b. Tahap Sosialisasi

Kebijakan Keraton Surakarta Hadiningrat yang berupa Palilah Griya

Pasiten adalah merupakan peraturan yang dibuat oleh Keraton

Surakarta Hadiningrat terhadap tanah dan bangunan milik Keraton

Surakarta Hadiningrat di Baluwarti. Kepada warga Baluwarti yang

selama ini memiliki surat tanah hak sewa Pemerintah Kota Surakarta

Page 83: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

di minta oleh pihak Keraton Surakarta Hadiningrat untuk diganti

dengan Palilah Griya Pasiten yang dikeluarkan oleh Keraton

Surakarta Hadiningrat. Palilah Griya Pasiten adalah ijin untuk

menempati tanah dan bangunan di Baluwarti dengan sistem menyewa

kepada Karaton Surakarta Hadiningrat. Untuk itu kepada warga harus

membayar uang duduk Lumpur/sewa tanah. Kepada warga Baluwarti

yang belum memiliki buku Palilah Griya Pasiten tersebut akan

diminta keterangan tentang sejarah tanah dan bangunan yang

ditempatinya sehingga mereka bisa tinggal di wilayah Baluwarti.

Kemudian warga tersebut diberitahu tentang peraturan baru tersebut,

dan kepada mereka diharuskan memperoleh ijin dari Keraton Surakarta

Hadiningrat. Buku Palilah Griya Pasiten itu berlaku selama tiga tahun,

baik untuk anggadhuh turun temurun, anggadhuh, dan magersari.

c. Tahap Pelaksanaan

Pembagian tugas penarikan uang palilah, karena sumber daya yang

terbatas dari abdi dalem, maka Keraton Surakarta Hadiningrat

menggunakan abdi dalem garap (pegawai Pasiten) dibantu oleh abdi

dalem anon-anon (bukan pegawai Pasiten) yang diberi surat tugas oleh

Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam melaksanakan tugasnya, abdi

dalem garap menerima pembayaran uang palilah di Kantor Pasiten.

Sebelumnya abdi dalem garap membuat surat timbalan (panggilan)

kepada penduduk melalui abdi dalem anon-anon. Pelaksanaan

penarikan uang palilah di Baluwarti oleh Bagian Pasiten lebih

digunakan sistem pendekatan pribadi, artinya kesadaran masyarakat

untuk membayar perlu ditumbuhkan. Kesadaran yang dimiliki ada dua

macam:

1) Kesadaran tinggi, biasanya kesadaran ini dimiliki oleh abdi dalem

keraton yang bertempat tinggal di Baluwarti, sehingga tanpa diberi

sosialisasi tentang Palilah Griya Pasiten pun mereka aktif sendiri.

Page 84: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

2) Kesadaran rendah, yaitu kesadaran yang dimiliki warga yang

bukan abdi dalem Keraton Surakarta Hadiningrat sehingga

memerlukan suatu sosialisasi.

Pembayaran uang palilah menggunakan mekanisme pembayaran uang

palilah adalah sebagai berikut:

1) Pembayaran secara langsung

Penduduk yang mempunyai buku Palilah Griya Pasiten langsung

membayar ke Bagian Pasiten.

2) Pembayaran tidak langsung

Karena sungkan ke Karaton Surakarta Hadiningrat atau alasan

kesibukan lain, maka mereka menitipkan uang pembayaran kepada

abdi dalem bagian garap Pasiten atau orang lain.

d. Tahap Pelaporan

Dari pembayaran uang palilah tersebut Bagian Pasiten

melaporkan ke Pengageng Parentah Karaton Surakarta Hadiningrat,

berupa laporan per tiga bulan.

Bermacam-macam hak yang diizinkan oleh Keraton Surakarta

Hadiningrat membuat kewajiban pengguna tanah dan bangunan juga

beragam.

a. Palilah Griya Pasiten untuk hak anggadhuh

Kewajiban/janji para pihak yang memiliki Palilah Griya Pasiten

dengan titel hak anggadhuh adalah:

1) Mengindahkan dengan tulus ikhlas, dengan iktikad baik, segala

peraturan/perintah-perintah dari Parentah Karaton Surakarta, baik

yang telah ada maupun yang akan diperintahkan, bagi yang

menggadhuh tanah.

2) Sungguh-sungguh hanya untuk berumah tangga.

3) Bila akan mendirikan, memperbaiki, dan merubah serta menjual

bangunan harus mendapat izin dari Parentah Karaton Surakarta.

4) Kalau pindah (tidak menempati), tanah gadhuhan-nya harus

diserahkan kembali.

Page 85: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

5) Tiap tahun yang menggadhuh diwajibkan membayar uang duduk

lumpur kepada Parentah Karaton Surakarta.

6) Diwajibkan membayar uang kepada Pemerintah Republik

Indonesia, apabila ada pungutan atas tanah tersebut (PBB).

b. Palilah Griya Pasiten untuk hak tenggan

Kewajiban/janji pihak yang memiliki Palilah Griya Pasiten untuk hak

tenggan adalah:

1) Mengindahkan dengan tulus ikhlas, dengan iktikad baik, segala

peraturan/perintah-perintah dari Parentah Karaton Surakarta, baik

yang telah ada maupun yang akan diperintahkan, bagi yang

memiliki palilah dengan hak tenggan.

2) Sungguh-sungguh hanya untuk berumah tangga.

3) Tidak boleh menyewakan/apalagi menjual kepada orang lain, baik

sebagian maupun seluruhnya.

4) Tidak boleh mengajak orang lain, kecuali anak dan istri.

5) Bersedia memperbaiki/tambal sulam kalau ada kerusakan dengan

biaya sendiri serta tidak minta ganti kerugian, apabila di kemudian

hari akan meminta ganti rugi segala biaya kerusakan, maka semua

yang ada akan menjadi milik Keraton Surakarta Hadiningrat.

6) Tidak boleh menerima magersari.

7) Tidak boleh merubah bangunan, apabila tidak mendapat ijin dari

Parentah Keraton Surakarta.

8) Apabila Parentah Keraton Surakarta akan mengambil kembali,

maka pengguna harus mengembalikan rumah dalam kondisi

kosong dalam keadaan baik seperti sedia kala, semua yang

bertempat tinggal harus pergi dari tempat itu, dan tidak meminta

pesangon atau hal-hal lain yang sejenisnya.

9) Apabila Parentah Karaton Surakarta akan mengambil kembali,

maka pengguna harus mengembalikan rumah dalam kondisi

kosong dalam keadaan baik seperti sedia kala, dan diberi pesangon

sepantasnya.

Page 86: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

10) Apabila ada pekarangannya, maka masih diperbolehkan untuk

menanam pepohonan yang kecil-kecil. Apabila ingin menanam

pepohonan yang besar harus meminta izin dari Parentah Karaton

Surakarta.

c. Palilah Griya Pasiten untuk hak magersari

Dalam Palilah Griya Pasiten magersari, yang menjadi milik Keraton

Surakarta Hadiningrat adalah tanah, sedangkan bangunan rumah milik

pemegang palilah. Kewajiban/janji pihak yang memiliki Palilah Griya

Pasiten dengan title hak magersari adalah:

1) Mengindahkan dengan tulus ikhlas, dengan iktikad baik, segala

peraturan/perintah-perintah dari Parentah Keraton Surakarta, baik yang

telah ada maupun yang akan diperintahkan, bagi yang memiliki palilah

dengan hak magersari.

2) Sungguh-sungguh hanya untuk berumah tangga.

3) Tidak boleh menyewakan/lebih-lebih menjual kepada orang lain, baik

sebagian maupun seluruhnya.

4) Apabila akan membangun/memperbaiki sebagian bangunan harus minta

izin kepada Parentah Keraton Surakarta.

5) Apabila Parentah Keraton Surakarta akan mengambil kembali, maka

pengguna harus mengembalikan tanah dalam kondisi kosong dalam

keadaan baik seperti sedia kala, semua yang bertempat tinggal harus

pergi dari tempat itu, dan tidak meminta pesangon atau hal-hal lain

yang sejenisnya.

6) Apabila yang menggunakan meninggal dan digunakan bukan untuk

seperti yang dijanjikan, maka yang menggunakan/ahli warisnya harus

mengembalikan kepada Parentah Karaton Surakarta.

7) Apabila tidak menepati janji, walaupun hanya satu janji saja, maka

palilah ini batal dan Parentah Karaton Surakarta dapat mengambil tanah

yang digunakan.

8) Yang mempunyai hak magersari, diwajibkan untuk memenuhi

kewajiban-kewajiban lain yang harus dilakukan dalam kehidupan

Page 87: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

bermasyarakat di kampung tersebut, seperti iuran kebersihan, iuran

keamanan/ronda, dan PBB.

9) Palilah ini berlaku selama tiga tahun, apabila akan memperpanjang

maka ada kewajiban untuk memperbaharui palilah ini.

d. Perjanjian kontrak

Kewajiban atau janji pihak yang memegang Palilah Griya Pasiten dengan

titel hak kontrak:

1) Tanah dan bangunan hanya melulu akan digunakan untuk berumah

tangga.

2) Tidak boleh merubah keadaan ruang/bangunan yang dikontrak tanpa

izin Parentah Keraton Surakarta. Apabila ada perubahan dan sudah

disetujui oleh Parentah Keraton Surakarta, maka segala biaya dan resiko

yang timbul merupakan tanggung jawab pihak pengontrak dan

pengontrak wajib memelihara dan merawat rumah seperti miliknya

sendiri.

3) Pihak pengontrak diwajibkan membayar PBB untuk bangunan/ruang

yang dikontrak. Untuk perbaikan seperti mengganti genting yang bocor,

talang yang bocor, dan mengapur dinding serta tambalsulam-

tambalsulam lainnya biaya ditanggung oleh pihak pengontrak.

4) Pengontrak tidak boleh mengikutsertakan seseorang atau orang lain

selain, isteri/suami, anak-anak, dan orang tuanya.

5) Pengontrak tidak diperbolehkan mengontrakkan lagi atau meminjamkan

ruang bangunan itu, baik sebagian atau keseluruhan, tanpa persetujuan

dari Parentah Keraton Surakarta dan menggunakan untuk keperluan

sungguh-sungguh berumah tangga.

6) Pengontrak diwajibkan untuk membayar uang kontrak sesuai dengan

kesepakatan antara pengontrak dan Parentah Karaton Surakarta.

7) Apabila waktu perjanjian kontrak telah berakhir dan tidak ada

kesepakatan antara pengontrak dan Parentah Keraton Surakarta, maka

palilah ini batal dan tidak diperpanjang.

Page 88: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

8) Apabila pengontrak telah meninggal dunia dan bangunan/ruang yang

dikontrak tidak lagi ditempati suami/isteri, bangunan/ruang yang

dikontraknya maka paling lambat dalam waktu satu bulan, pengontrak

wajib mengembalikan kepada Parentah Keraton Surakarta.

9) Apabila pengontrak melanggar ketentuan perjanjian, maka palilah ini

batal dengan sendirinya.

10) Apabila palilah ini sudah habis waktunya, tidak lagi diperpanjang atau

batal, maka pengontrak dengan tulus ikhlas hati berjanji menyerahkan

bangunan/ruang tersebut dalam keadaan kosong seperti semula sebelum

ada palilah ini, beserta kunci-kuncinya kepada Parentah Keraton

Surakarta paling lambat satu bulan sesudah habis waktunya kontrak,

dan kemudian segera meninggalkan ruang/bangunan itu, tanpa

mendapat pesangon dan lain-lain yang sejenis.

Apabila dikaji dari segi hukum perjanjian, Palilah Griya Pasiten

berupa akta di bawah tangan yang pembuktiannya apabila tanda tangan dalam

akta itu dibenarkan/diakui oleh para pihak atau para pihak mengakui kebenaran

dalam tanda tangan itu. Dalam hukum perjanjian ada syarat yang harus

dipenuhi, yaitu:

a. Sepakat untuk mengikatkan dirinya.

b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

c. Mengenai suatu hal tertentu.

d. Suatu sebab yang halal.

Dua syarat pertama disebut syarat subyektif, karena mengenai orangnya atau

subyeknya yang mengadakan perjanjian. Dengan kata sepakat berarti ada

perizinan, dimaksudkan bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian

harus bersepakat, setuju mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjianyang

diadakan. Mengenai apa yang dikehendaki pihak yang satu, juga dikehendaki

oleh pihak yang lain. Dalam hal ini pihak Keraton Surakarta Hadiningrat

sepakat dengan para pengguna tanah/bangunan di lingkungan Baluwarti untuk

mengadakan sebuah perjanjian.

Page 89: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Para pihak dalam perjanjian yang berbentuk palilah ini tentunya secara

umur sudah dewasa, jadi bukan termasuk orang yang tidak cakap membuat

perjanjian, seperti orang yang belum dewasa, mereka yang di taruh dalam

pengampuan, dan orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan. Sedangkan

syarat ketiga dan keempat dinamakan syarat obyektif, karena mengenai

perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Pada perjanjian yang berbentuk palilah ini memperjanjikan antara Keraton

Surakarta Hadiningrat dan pengguna tanah/bangunan mengenai syarat-syarat

yang telah ditentukan dalam Palilah Griya Pasiten (anggadhuh, magersari,

dan tenggan). Sedangkan sebab dalam perjanjian ini merupakan sebab yang hal

halal, yaitu tanah dan bangunan milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Jadi

dengan terpenuhinya syarat-syarat perjanjian sebagaimana disyaratkan dalam

Pasal 1320 KUHPerdata, maka Palilah Griya Pasiten (anggadhuh, magersari,

dan tenggan) dapat disebut juga sebagai perjanjian.

Menurut pendapat penulis, Palilah Griya Pasiten dengan titel hak

anggadhuh dan magersari merupakan sebuah bentuk perjanjian sewa

menyewa. Karena pemegang Palilah Griya Pasiten, dengan titel hak

anggadhuh dan magersari hanya menikmati tanah yang mereka tempati.

Mereka tidak boleh menjual/menyewakan tanah itu, baik sebagian atau

seluruhnya. Ini tampaknya sesuai dengan pengertian sewa menyewa dalam

hukum perjanjian, yaitu adanya persetujuan antara pihak yang menyewakan

dengan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan atau pemilik menyerahkan

barang yang hendak di sewa kepada pihak penyewa untuk dinikmati

sepenuhnya.

Dalam Palilah Griya Pasiten hak magersari, Keraton Surakarta

Hadiningrat melakukan penyerahan nyata, yakni yang menyewakan Keraton

Surakarta Hadiningrat harus melakukan tindakan pengosongan serta

menentukan tanah mana yang akan di sewa. Hal ini juga terjadi dalam

perjanjian sewa menyewa, pihak yang menyewakan wajib melakukan

penyerahan nyata, dari padanya tidak bisa dituntut penyerahan yuridis. Hal ini

telah sesuai dengan kedudukan penyewa sebagai pemilik, dan tidak perlu

Page 90: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

sebagai bezitter. Karena itu tidak diperlukan penyerahan yuridis. Cukup dengan

jalan menyerahkan barang di bawah penguasaan si penyewa. Selain itu pihak

yang menyewakan harus juga memberikan tanah yang disewakan dalam

keadaan baik dan diwajibkan pula memberi ketentraman kepada si penyewa

menikmati barang, selama perjanjian berlangsung.

Untuk memperoleh izin dalam hal menyewa atau memakai tanah

keraton (magersari), terlebih dahulu harus meinta izin kepada Pengageng

Pasinten merupakan lembaga adat yang mengurusi pertanahan Keraton

Surakarta yang meliputi pengaturan dan perizinan. Tanda bukti izin tersebut

berupa pejanjian dikeluarkannya yang di dalamnya memuat klausul

bahwa pemegang Magersari dilarang mendirikan bangunan permanen, tanah

magersari tidak bisa diperjual belikan, dan bersedia mengembalikan tanah bila

sewaktu-waktu diminta. Namun, perizinan dan syarat administrasi tetap

tunduk pada aturan pemerintah setempat dalam hal ini Pemerintah Kota

Surakarta walaupun untuk magersari tidak dimungkinkan mendapatkan

sertifikat atas tanah tersebut.

Terdapat tanah-tanah yang telah bersertifikat dan dimiliki oleh

perseorangan. Tanah tersebut merupakan tanah yang pada kenyataannya tidak

dapat diganggu gugat oleh pihak Keraton Surakarta karena telah ada alas hak

yang sah. Jika pihak lain ingin menguasai tanah tersebut, tidak perlu izin

penggunaan lahan seperti megarsari kepada Pengageng Pasinten. Namun

jika ingin mendirikan bangunan harus memenuhi persyaratan untuk

mendapatkan Izin Mendirikan Bangun Bangunan (IMBB) dan harus

ada persetujuan dari Pengageng Sasana Wilapa untuk kawasan Keraton Surakarta

maupun tanah milik Keraton Surakarta.

Pihak penyewa harus menjaga kondisi tanah itu tetap baik dan terawat

sampai berakhirnya perjanjian sewa menyewa antara Karaton Surakarta

Hadiningrat dan pihak penyewa. Pada zaman dahulu, sistem magersari ini

yang membangun rumah di atas tanah, maka rumah itu biasanya berbahan

dasar kayu saja. Jadi, apabila Keraton Surakarta Hadiningrat membutuhkan

tanah untuk keperluan apapun, bangunan itu tinggal diangkat. Tetapi sampai

Page 91: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

sekarang, pembongkaran paksa belum pernah terjadi. Di era sekarang, hampir

seluruh bangunan dibuat dari beton apabila akan membongkar juga

membutuhkan biaya dan belum tentu pembongkaran itu dilakukan tanpa ganti

rugi, maka biasanya Keraton Surakarta Hadiningrat mengambil jalan:

memberitahukan kepada pemegang Palilah Griya Pasiten magersari, terhadap

rumahnya diimbau untuk diserahkan kepada keraton.

Mengenai magersari Palilah Griya Pasiten sistem, terdapat kewajiban

bagi pihak penyewa untuk membayar uang sewa/uang penikmatan dan

mengembalikan tanah yang disewa dalam kondisi terawat dengan baik.

Pembayaran uang sewa itu tergantung jumlah luas tanah yang ditempati oleh

penyewa sebesar Rp. 10.000, 00 (sepuluh ribu rupiah) per 100 m2 serta

kelipatannya. Kewajiban penyewa untuk mengembalikan tanah berlaku asas,

barang harus dikembalikan dalam keadaan seperti waktu diterima. Kalau

barang yang di sewa berupa barang tidak bergerak, maka pada saat

pengembalian kepada Keraton Surakarta Hadiningrat, semuanya harus sudah

dikosongkan.

Pelaksanaan Palilah Griya Pasiten banyak ditemukan kejanggalan atau

mengingkari janji-janji dalam Palilah Griya Pasiten antara lain :

a. Dalam Palilah Griya Pasiten tertulis tidak boleh melaksanakan jual beli

atau sewa menyewa baik sebagian atau seluruhnya atas bangunan.

Prakteknya, ada yang melakukan jual beli atau disewakan baik sebagian

atau seluruhnya. Bahkan ada juga, prakteknya jual beli dilaksanakan di

depan notaris yang dilakukan oleh para pihak antara penjual dan pembeli.

b. Pada prakteknya, dilakukan juga sewa menyewa dengan menyewakan

sebagian bangunan dan memungut bayaran sesuai dengan harga pasar dan

tidak melaporkan hal ini kepada Bagian Pasiten.

c. Pemegang magersari seringkali mengkontrakkan sebagian bangunan yang

ditempatinya. Seperti dalam sewa menyewa pihak yang mengontrakkan

menarik bayaran sesuai dengan harga pasar dan tidak melaporkan kepada

Bagian Pasiten.

Page 92: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

d. Karena ada yang tidak memegang Palilah Griya Pasiten maka mereka

tidak membayar uang duduk lumpur kepada Keraton Surakarta Hadiningrat

dan bisa jadi juga mereka tidak membayar PBB yang ditarik dan ditetapkan

oleh pemerintah.

Kondisi ini juga berpengaruh pada kesadaran masyarakat untuk

mendaftarkan pemilikan Palilah Griya Pasiten. Palilah Griya Pasiten ini

penting sebab tercermin dari ungkapan Bapak Slameto Rahardjo yang

bercerita: “waktu diadakan revitalisasi Alun-Alun Utara, kemudian seluruh

penduduk yang mendiami wilayah itu didata oleh Dinas Tata Kota Surakarta

apakah mempunyai ijin menempati dari Karaton Surakarta Hadiningrat. Yang

memiliki ijin mendapat ganti rugi seharga rumah ukuran tipe 21, sedangkan

yang tidak mempunyai ijin dari Karaton Surakarta Hadiningrat hanya mendapat

ganti rugi sebesar satu juta rupiah”. Permohonan Palilah Griya Pasiten ini

tidak sulit, sebenarnya mudah. Pendaftaran Palilah Griya Pasiten hanya cukup

melampirkan:

a. Kartu Tanda Penduduk

b. Kartu keluarga

c. Surat permohonan dari yang bersangkutan kepada Pengageng Pasiten

Keraton Surakarta.

Untuk bisa tetap bisa bertempat tinggal di atas tanah milik Keraton Surakarta

Hadiningrat tersebut atau bisa melanjutkan kontrak atas bangunan Keraton

Surakarta Hadiningrat, maka harus membuat surat permohonan yang diketahui

oleh RT dan RW. Surat permohonan berisi sejarah (uraian) dari pemohon

tentang statusnya sehingga bisa menempati tanah/bangunan tersebut serta

kesanggupan dari pemohon akan mentaati semua peraturan yang dikeluarkan

oleh Karaton Surakarta Hadiningrat.

Tanah Baluwarti masih mengandung banyak arti bagi penduduk yang

menempatinya: bisa merupakan tanah Negara, tanah nenek moyang mereka,

dan tanah milik Keraton Surakarta Hadiningrat. Kesimpangsiuran ini terjadi

ketika kantor Badan Pertanahan Nasional Surakarta mengumumkan bahwa

Page 93: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

tanah di Baluwarti merupakan tanah Negara. Kondisi ini memicu konflik antara

Karaton Surakarta Hadiningrat, Kantor BPN Surakarta, dan warga Baluwarti.

Adanya pengumuman tanah Baluwarti adalah tanah Negara, ada

kegembiraan bagi warga Baluwarti, karena tanah dan bangunan yang telah

mereka tempati berpuluh-puluh tahun dapat mereka sertifikatkan atau diperoleh

SHM. Tapi bagi Keraton Surakarta Hadiningrat, ini merupakan kesedihan,

sebab menurut sejarahnya di Baluwarti yang menguasai adalah keraton. Jadi

menurut Keraton Surakarta Hadiningrat, yang bisa mensertifikatkan hanya

pihak Keraton Surakarta Hadiningrat sendiri. Apabila hal itu disertifikatkan

oleh Keraton Surakarta Hadiningrat atas nama Sinuhun, apa masyarakat

Baluwarti mau menerima, karena ada yang menganggap ini tanah Negara dan

tanah nenek moyang mereka. Terus, karena Keraton Surakarta Hadiningrat

bukan badan hukum, apabila akan dilakukan pensertifikatan dan penarikan

uang sewa atau duduk lumpur agar dianggap sah oleh masyarakat dan tidak

menimbulkan pertentangan dengan masyarakat, dapat di bentuk yayasan atau

semacamnya. Tapi pendirian yayasan harus jelas, ada AD/ART-nya, ada modal

yayasan, ada anggota yayasan. Tentunya akan kesulitan mengumpulkan

anggota yayasan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Berkaitan dengan Palilah Griya Pasiten. Banyak aturan dalam Palilah

Griya Pasiten yang dinilai memberatkan warga Baluwarti, seperti kalau

membangun harus ada ijin dari keraton. Jadi tidak ada IMB di wilayah

Baluwarti, yang mengeluarkan IMB adalah Keraton Surakarta Hadiningrat,

bukan pemkot Surakarta. Selain itu, juga tidak boleh untuk usaha, karena ini

berkaitan dengan wilayah Baluwarti sebagai cagar budaya. Serta, yang paling

memberatkan adalah apabila Keraton Surakarta Hadiningrat meminta tanah

tersebut, warga Baluwarti harus tulus ikhlas menyerahkan dengan keadaan

kosong dan tanpa imbalan apapun.

Warga Baluwarti mengaitkan Palilah Griya Pasiten dengan PBB,

adanya pajak berganda, yaitu pajak PBB itu sendiri dan uang sewa atau duduk

lumpur yang harus ditanggung oleh warga Baluwarti. Tapi di lain tempat di

Page 94: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

wilayah Baluwarti banyak diketemukan warga yang tidak punya Palilah Griya

Pasiten dan tidak membayar yang ditarik oleh Negara.

Di Pengageng Pasiten Keraton Surakarta Hadiningrat, hanya ada

sedikit personel yang berpengalaman mengurusi masalah pertanahan di wilayah

Baluwarti. Pada saat pertama akan dimulai, ada abdi dalem anon-anon yang

juga mendapat tugas untuk melakukan pendataan dan penarikan uang sewa atau

duduk lumpur. Namun, dalam pelaksanaan banyak penyimpangan, karena di

lapangan beredar buku Palilah Griya Pasiten tanpa ada tanda tangan dan

pengesahan dari Karaton Surakarta Hadiningrat, RT/RW, serta saksi-saksi dan

banyak tidak menyetorkan uang sewa kepada Pengageng Pasiten.

Selain itu keadaan penduduk di Baluwarti, juga berpengaruh sebab

selain abdi dalem. Banyak juga penduduk yang bukan abdi dalem menempati

wilayah Baluwarti dengan cara membeli bangunan rumah di Baluwarti.

Pendatang di wilayah Baluwarti kebanyakan berasal dari suku bangsa Arab

atau Santri. Padahal zaman PB X ada ketentuan, wilayah Baluwarti tidak boleh

ditempat tinggali oleh penduduk selain penduduk Indonesia dan beragama

Islam.

Masalah tanah merupakan masalah yang sangat menyentuh keadilan

karena sifat tanah yang langka dan terbatas, dan kebutuhan dasar setiap

manusia. Tidak selalu mudah untuk merancang suatu kebijakan pertanahan

yang dirasakan adil untuk semua pihak. Suatu kebijakan yang memberikan

kelonggaran yang lebih besar kepada sebagian kecil masyarakat dapat

dibenarkan apabila diimbangi dengan kebijakan serupa yang ditujukan kepada

kelompok lain yang lebih besar. Sehingga perlu ada kebijakan yang berfungsi

untuk mengoreksi atau memulihkan keseimbangan tersebut.

Tolak ukur yang memberikan keadilan berdasarkan kebutuhan dan

bukan berdasarkan kemampuan dalam penguasaan dan pemanfaatan tanah di

Indonesia perhatian harus lebih banyak diberikan kepada mereka yang lebih

membutuhkan yang diwakili oleh sebagian terbesar lapisan masyarakat.

Dihadapkan kepada kebutuhan untuk melengkapi peraturan pelaksanaan

UUPA, kebijakan pertanahan baik dimulai dengan kebijakan untuk memenuhi

Page 95: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

kebutuhan yang paling mendasar, tanpa mengabaikan perlunya diciptakan

kebijakan yang menunjang perkembangan kebutuhan ekonomi yang dinamis.

Oleh karena itu, diharapkan adanya peraturan daerah yang mengatur

mengenai tanah magersari di Keraton Surakarta supaya tidak ada

kesimpangsiuran dan kesewenang-wenangan pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab., hal yang menjadi pusat perhatian dari adanya kebijakan

pertanahan adalah kemampuan untuk memenuhi keadilan bagi seluruh

masyarakat di dalam upaya perolehan dan pemanfaatan tanah sebagai

kebutuhan yang esensial.

Page 96: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

BAB IV. PENUTUP

A.Simpulan

Sesuai dengan rumusan masalah dan berdasarkan hasil penelitian serta

pembahasan sebagaimana dalam bab-bab sebelumnya dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Kedudukan hukum magersari dalam sistem hukum nasional zaman

penjajahan Belanda hukum magersari tanah Keraton Surakarta diatur didalam

Rijkblad Surakarta Nomor 14 Tahun 1938 kekuasaan penuh mengelola tanah

Keraton termasuk tanah magersari dikelola sendiri oleh Keraton Surakarta.

Setelah proklamasi Indonesia khusus pembentukan hukum nasional tentang

tanah didasarkan atas hukum adat, sesuai dengan TAP MPR No.2 Tahun

1960 pasal 4 ayat (3) Negara Indonesia merupakan negara agraris,

pembangunan bidang agraria menduduki tempat yang penting sehingga diatur

dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Negara Kesatuan RI Tahun 1945. Hukum adat

yang berlaku dirasakan kurang bisa mengintegrasikan masyarakat sebagai

satu kesatuan nasional.

UU No. 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Agraria

(UUPA) memberikan kepastian hukum tanah yang dualisme dan pluralisme.

Ketentuan tersebut menjadikan tanah Keraton mengenai tanah magersari

menjadi milik negara. Namun, peraturan perundang-undangan mengenai tanah

magersari yang berada di Baluwarti Kota Surakarta tidak jelas dan tidak rinci

dalam UUPA, PP No 224 Tahun 1961 dan Keppres No 23 Tahun 1988 dalam

mengatur peralihan bekas tanah Kasunanan dan pembagiannya serta tidak

adanya harmonisasi antara UUPA dan PP No 38 Tahun 1963 di satu sisi

dengan Keppres No 23 Tahun 1988 disisi lain telah mendorong kerabat

Keraton Surakarta membentuk cara pandang yang bersifat idiosyncratic

mengenai hak atas tanah Baluwarti khususnya tanah magersari, dimana tidak

ada kecocokan dengan cara pandang pemerintah Kota Surakarta dan

masyarakat kawasan Baluwarti.

Page 97: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

2. Implikasi sistem hukum nasional terhadap Keraton Surakarta selaku pemilik

tanah dan orang yang berkedudukan sebagai magersari dalam peraturan UU

No. 5 tahun 1960 (UUPA) masih belum cukup untuk mengatur keberadaan

tanah magersari di Kota Surakarta sehingga kepastian hukumnya menjadi

tidak jelas. Permasalahan lain yang berkaitan dengan keberadaan tanah

magersari adalah adanya perbedaan persepsi mengenai keberadaan tanah

magersari itu sendiri. Tanah magersari yang bebas dalam arti tidak sedang

digunakan, tidak serta merta dapat diakui sebagai tanah negara. Hal ini

membawa konsekuensi bagi pengaturan tanah magersari tidak bisa

menggunakan peraturan pertanahan sesuai hukum positif.

Berdasarkan pendapat penulis apabila terjadi ketidak harmonisnya

mengenai pengaturan tanah magersari di Keraton Surakarta selain kepada

pemerintah Kota Surakarta dan Keraton Surakarta, pelimpahan pelaksanaan

sebagian kewenangan negara tersebut dapat juga dilakukan kepada apa

yang disebut badan-badan otorita, perusahaan-perusahaan negara, dan

perusahaan-perusahaan daerah dengan pemberian penguasaan tanah-tanah

tertentu (magersari) dengan apa yang dikenal dengan hak pengelolaan.

Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang dapat diberikan kepada

Keraton Surakarta dengan hak pakai atau hak sewa untuk bangunan.

Sebagaimana halnya dengan tanah negara, selama dibebani hak-hak atas

tanah tersebut, hak pengelolaan yang bersangkutan tetap berlangsung.

Adanya pajak berganda, yaitu pajak PBB itu sendiri dan uang sewa atau

duduk lumpur yang harus ditanggung oleh warga Baluwarti. Pajak PBB

untuk pemerintah Kota Surakarta dan uang sewa atau duduk lumpur untuk

Keraton Surakarta.

Page 98: ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP …/Aspek... · perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id ARDANI NIRWESTHI NIM. E commit to user i ASPEK HUKUM MAGERSARI DAN IMPLIKASINYA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

B.Saran

Dengan adanya uraian di atas maka penulis mengemukakan saran

sebagai berikut :

1. Diharapkan adanya peraturan yang jelas mengatur mengenai tanah

magersari di Keraton Surakarta supaya tidak ada kesimpangsiuran dan

kesewenang-wenangan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, hal

yang menjadi pusat perhatian dari adanya kebijakan pertanahan adalah

kemampuan untuk memenuhi keadilan bagi seluruh masyarakat di dalam

upaya perolehan dan pemanfaatan tanah sebagai kebutuhan yang esensial.

2. Mengingat selama ini antara kerabat Keraton Surakarta dan Pemerintah

Kota Surakarta kurang harmonis dalam mengatur tanah magersari dan

orang yang magersari, diharapkan adanya harmonisasi yang bijak, jujur

dan adil supaya tidak ada pihak yang dirugikan agar masyarakat sekitar

Baluwarti juga bisa hidup sejahtera, aman dan tentram.

3. Warga Baluwarti mengaitkan Palilah Griya Pasiten dengan PBB, adanya

pajak berganda, yaitu pajak PBB itu sendiri dan uang sewa atau duduk

lumpur yang harus ditanggung oleh warga Baluwarti. Tapi di lain tempat

di wilayah Baluwarti banyak diketemukan warga yang tidak punya Palilah

Griya Pasiten dan tidak membayar yang ditarik oleh Negara. Diharapkan

orang yang magersari yang menempati tanah magersari Keraton Surakarta

perlu adanya kerjasama, kesadaran dan kejujuran demi kepentingan

bersama.