34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Penduduk Lanjut usia (lansia) di Indonesia dari tahun tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia h hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45 pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga m (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Ind mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahu kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (KEMENSOS, 2010). Menua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusiaya ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam menghadapi pengaruh daridalam maupun dari luar tubuh. Perubahan tersebut biasanya muncul pa setiap bagian dari tubuh meliputi fisik, mental, sosial ekonomi dan spi Perubahanterkait usia menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang umumnya terjadi pada lansia. Hal inimeliputi menurunnya daya fikir, berkurangnya citarasa, masalah tidur, gemetar, berkurangnya refleks, berkurangnya penglihatan dan pendengaran, penyerapan yang kurang 2010). Berdasarkan survei SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesa persen. Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, ja koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja tergan (Ilyas : 1997).Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga merek dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Efendi, 2010).

Asuhan Keperawatan Komunitas Lansia

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Penduduk Lanjut usia (lansia) di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,45%) maka pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2 tahun). Pada tahun 2010 perkiraan penduduk lansia di Indonesia akan mencapai 23,9 juta atau 9,77 % dan UHH sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun (KEMENSOS, 2010). Menua merupakan proses yang alami dalam kehidupan manusiayang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh dalam menghadapi pengaruh daridalam maupun dari luar tubuh. Perubahan tersebut biasanya muncul pada setiap bagian dari tubuh meliputi fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual. Perubahan terkait usia menyebabkan timbulnya berbagai masalah yang umumnya terjadi pada lansia. Hal ini meliputi menurunnya daya fikir, berkurangnya cita rasa, masalah tidur, gemetar, berkurangnya refleks, berkurangnya penglihatan dan pendengaran, penyerapan yang kurang (Efendi, 2010). Berdasarkan survei SKRT tahun 1986 angka kesakitan usia 55 tahun 15,1%, dan menurut SKRT 1995 angka kesakitan usia 45-59 sebesar 11,6 persen. Dalam penelitian Profil Penduduk Usia Lanjut Di Kodya Ujung Pandang ditemukan bahwa lanjut usia menderita berbagai penyakit yang berhubungan dengan ketuaan antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung koroner, rematik dan asma sehingga menyebabkan aktifitas bekerja terganggu (Ilyas : 1997). Demikian juga temuan studi yang dilakukan Lembaga Demografi Universitas Indonesia di Kabupaten Bogor tahun 1998, sekitar 74 persen lansia dinyatakan mengidap penyakit kronis. Tekanan darah tinggi adalah penyakit kronis yang banyak diderita lanjut usia, sehingga mereka tidak dapat melakukan aktifitas kehidupan sehari-hari (Efendi, 2010).

1

Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar penyakit kardiovaskular. Perkembangan angka kejadian hipertensi di negara maju dari tahun 1980 hingga 2003 terus menunjukkan peningkatan (Damasceno, 2009). Sebanyak 73,6 juta orang di Amerika Serikat yang berusia 20 tahun ke atas menderita hipertensi (Smithburger, 2010). Diperkirakan 30% dari penduduk Amerika sekitar 50.000.000 jiwa menderita tekanan darah tinggi dengan persentase biaya kesehatan cukup besar setiap tahunnya (Depkes RI, 2007). Prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 15.000.000 penduduk yang mengalami hipertensi (Bustan, 2007) . Rata-rata kasus hipertensi di Jawa Tengah adalah 9.800,54 kasus (Depkes Jawa Tengah, 2004). Keperawatan komunitas merupakan salah satu bentuk kegiatan dibidang kesehatan yang mencakup beberapa sub bidang, salah satunya adalah keperawatan komunitas lanjut usia. Keperawatan komunitas lanjut usia merupakan bentuk pelayanan yang tepat dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan para usia lanjut dalam ruang lingkup komunitas. Semua bentuk pemenuhan kebutuhan usia lanjut dipengaruhi oleh beberapa karakteristik yang terjadi dalam proses menua termasuk pemenuhan kebutuhan lansia dengan hipertensi, sehingga penting adanya proses keperawatan untuk lansia dengan hipertensi.

B. Perumusan Masalah Masalah yang dapat di rumuskan adalah bagaimana asuhan

keperawatan dan proses keperawatan komunitas pada lansia dengan hipertensi.

C. Tujuan Penulisan 1. Untuk megetahui konsep hipertensi pada lansia. 2. Untuk menegakkan diagnosa keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi. 3. Untuk mengetahui bagamana proses keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi. D. Manfaat Penulisan 1. Bagi pendidikan keperawatan

2

Dapat menambah pengetahuan terutama mengenai asuhan komunitas lansia dengan hipertensi. 2. Bagi masyarakat Dapat menambah wawasan mengenai hipertensi pada lansia dan bagaimana mengatasi masalah hipertensi di suatu komunitas. 3. Bagi penulis Dapat digunakan sebagai latihan bagaimana cara menyusun asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi.

3

BAB II TINJAUAN TEORI A. Keperawatan Komunitas Lansia 1. Definisi Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi, psikologi, social dan spiritual secara komprehensif, ditujukan kepada individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup siklus hidup manusia (Riyadi, 2007). Menurut WHO, lansia adalah orang yang memiliki usia diatas 60 tahun (Nugroho, 2006). Keperawatan Kesehatan Komunitas lansia adalah pelayanan keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat khususnya lansia dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi, dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, dengan menjamin agar pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat terjangkau, dan melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan/ keperawatan (Efendi, 2010). Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta mempunyai minat dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang sama (Riyadi, 2007). Strategi pelaksanaan keperawatan komunitas yang dapat digunakan dalam perawatan kesehatan masyarakat adalah : a. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion) Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga

4

mau dan bisa melakukan suatu anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat. Menurut Notoatmodjo pendidikan kesehatan adalah suatu penerapan konsep pendidikan di dalam bidang kesehatan (Mubarak, 2005). b. Proses Kelompok (Group Process) Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari kelompok masyarakat sebagai klien termasuk sub-sub sistem yang terdapat di dalamnya, yaitu: individu, keluarga, dan kelompok khusus. Perawat spesialis komunitas dalam melakukan upaya peningkatan, perlindungan dan pemulihan status kesehatan

masyarakat dapat menggunakan alternatif model pengorganisasian masyarakat, yaitu: perencanaan sosial, aksi sosial atau pengembangan masyarakat. Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat yang relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan pengorganisasian masyarakat dengan model pengembangan

masyarakat (community development) (Palestin, 2007). c. Kerjasama atau Kemitraan (Partnership) Kemitraan adalah hubungan atau kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan atau kesetaraan, memberikan keterbukaan manfaat. dan saling

menguntungkan

Partisipasi

klien/masyarakat dikonseptualisasikan sebagai peningkatan inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada peningkatan kesehatan dan kesejahteraan. Kemitraan antara perawat komunitas dan pihak-pihak terkait dengan masyarakat digambarkan dalam bentuk garis hubung antara komponen-komponen yang ada. Hal ini memberikan pengertian perlunya upaya kolaborasi dalam mengkombinasikan keahlian

5

masing-masing yang dibutuhkan untuk mengembangkan strategi peningkatan kesehatan masyarakat. d. Pemberdayaan (Empowerment) Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interaksi transformatif kepada masyarakat, antara lain: adanya dukungan, pemberdayaan, kekuatan ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk pengetahuan baru.

2. Tujuan Sebagian akhir tujuan pelayanan kesehatan utama diharapkan masyarakat mampu secara mandiri menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat (Mubarak, 2005). Namun, secara terperinici berikut adalah tujuan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi: a. pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan, b. menjamin agar pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dapat terjangkau c. melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan/ keperawatan d. optimalisasi kualitas hidup lansia dengan hipertensi di suatu komunitas dengan menekan angka kesakitan dan mengurangi gejalanya.

3. Ruang lingkup Ruang lingkup pelayanan kesehatan komunitas pada lansia adalah individu, keluarga, kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit dengan ruang lingkup kegiatan adalah upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif dengan penekanan pada upaya preventif dan promotif.

6

B. Hipertensi lansia 1. Definisi Tekanan darah adalah tekanan yang terjadi di dalam pembuluh darah arteri ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh (ridwan, 2009). Tekanan darah biasanya dicatat sebagai tekanan sistol dan diastol. Tekanan darah maksimum dalam arteri disebut tekanan sistolik yang disebabkan sistol ventrikular. Tekanan minimum dalam arteri disebut tekanan diastolik yang disebabkan oleh diastol ventrikular ( Jain, 2011). Hipertensi merupakan penyakit yang berhubungan dengan tekanan darah (Ridwan, 2009). Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Smeltzer, 2002). Apabila seseorang memiliki tekanan darah sistol 140 mmHg dan tekanan darah diastol 90 mmHg atau lebih yang diukur ketika ia sedang duduk dapat dikategorikan memiliki tekanan darah tinggi (Ridwan, 2009).

2. Etiologi Berdasarkan penyebabnya, Ridwan (2009) menggolongkan

hipertensi ke dalam tiga golongan yaitu hipertensi esensial, sekunder, dan maligna. 1) Hipertensi esensial (hipertensi primer atau idiopatik) Hipertensi esensial biasanya dimulai sebagai proses labil (intermiten) pada individu pada akhir 30-an dan awal 50-an yang secara bertahap akan menetap. Hipertensi esensial secara pasti belum diketahui penyebabnya. Gangguan emosi, obesitas,

konsumsi alkohol yang berlebih, rangsang kopi yang berlebih, rangsang konsumsi tembakau, obat-obatan, dan keturunan

berpengaruh pada proses terjadinya hipertensi esensial. Penyakit hipertensi esensial lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria ( C. smeltzer, 2002). 2) Hipertensi sekunder

7

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena gangguan pembuluh darah atau organ tertentu (gray et al, 2009) mengelompokkan penyebab hipertensi menjadi tiga

golongan, yaitu: a) Penyakit parenkim ginjal Permasalahan pada ginjal yang menyebabkan kerusakan parenkim akan menyebabkan hipertensi dan kondisi hipertensi yang ditimbulkan tersebut akan semakin memperparah kondisi kerusakan ginjal. b) Penyakit Renovaskular Merupakan penyakit yang menyebabkan gangguan dalam vaskularisasi darah ke ginjal seperti arterosklerosis. Penurunan pasokan ginjal akan menyebabkan produksi renin ipsilateral dan meningkatkan tekanan darah, sering diatasi secara farmakologis dengan ACE Inhibitor. c) Endokrin Gangguan aldosteronisme primer akan berpengaruh terhadap hipertensi. Tingginya kadar aldosteron dan rendahnya kadar renin mengakibatkan kelebihan natrium dan air sehingga berdampak pada meningkatnya tekanan darah.

3. Faktor Risiko Menurut Harrison (2000), kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolahraga), stress, alkohol, atau garam yang lebih dalam makanan, bisa memicu terjadinya hipertensi pada orangorang yang memiliki kepekaan untuk diturunkan. Faktor yang mempengaruhi timbulnya hipertensi : 1) Stres Hubungan antara stres dengan hipertensi, diduga terjadi melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja saat simpatis dapat

beraktivitas).

Peningkatan

aktivitas

saraf

meningkatkan tekanan darah secara intermitten (tidak menentu).

8

Apabila stress berkepanjangan, dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi (Shadine, 2010). 2) Rokok Meskipun efek jangka panjang merokok terhadap tekanan darah masih belum jelas, namun efek sinergis merokok dengan tekanan darah yang tinggi terhadap risiko kardiovaskuler telah didokumentasikan secara nyata. 3) Alkohol Penggunaan alkohol secara berlebihan juga dapat

meningkatkan tekanan darah, mungkin dengan cara meningkatkan katekolamin plasma. 4) Konsumsi Garam Dapur Hubungan antara asupan natrium dan hipertensi masih kontroversial, tetapi jelas bahwa pada beberapa pasien hipertensi, asupan garam yang banyak menyebabkan peningkatan tekanan darah secara nyata. Pasien hipertensi hendaknya mengkonsumsi garam tidak lebih dari 100 mmol/hari (2,4 gram natrium, 6 gram natrium klorida).

5) Aktivitas atau Olahraga Olahraga teratur adalah suatu kebiasaan dan cara yang baik untuk mengurangi berat badan. Hal itu juga tampak berguna untuk menurunkan tekanan darah dengan sendirinya (Shadine, 2010). 6) Obesitas Faktor yang diketahui dengan baik adalah obesitas, dimana berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler dan curah jantung. Pengurangan berat badan sedikit saja sudah menurunkan tekanan darah. 7) Jenis Kelamin Laki-laki cenderung mengalami tekanan darah yang tinggi dibandingkan dengan perempuan. Tekanan darah pria mulai meningkat ketika usianya berada pada rentang 35-50 tahun.

9

Kecenderungan seorang perempuan terkena hipertensi pada saat menopause karena penurunan hormone seks (Ridwan, 2009).

4. Manifestasi Klinis Hipertensi merupakan penyakit yang banyak tidak

menimbulkan gejala khas sehingga sering tidak terdiagnosis dalam waktu yang lama. Gejala akan terasa secara tiba-tiba saat ada kenaikan tekanan darah (Jain, 2011). Manifestasi klinis yang ditimbulkan hipertensi bersifat tidak spesifik. Sakit kepala merupakan gejala umum yang sering dialami pada pasien hipertensi. Namun, sakit kepala juga disebabkan oleh beberapa hal sepeti camas, stres, sulit tidur malam, atau infeksi virus minor sehingga sakit kepala bukan merupakan manifestasi klinis khas hipertensi. Sesak nafas juga terjadi pada pasien hipertensi. Sesak nafas pada seseorang yang menderita hipertensi biasanya terjadi karena kegemukan. Perdarahan di beberapa bagian tubuh juga merupakan efek hipertensi. Risiko perdarahan dari arteri ke otak atau retina mata meningkat karena adanya hipertensi terutama pada pasien dengan usia di atas 50 tahun. Menstruasi yang berat dan munculnya gejala menopause sering dialami wanita dengan hipertensi. Manifestasi hipertensi yang lebih serus adalah perdarahan ke otak yang dapat membunuh seseorang dalam waktu yang singkat atau menyebabkan kelumpuhan (Jain, 2011). Hipertensi akan menjadi masalah kesehatan yang serius jika tidak terkendali karena akan megakibatkan komplikasi yang berbahaya dan berakibat fatal seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Anies, 2006).

10

Tabel 2.1 Klasifikasi tekanan darah menurut WHO Klasifikasi Pilihan Normal Normal tinggi Hipertensi derajat I ( ringan) Hipertensi (sedang) Hipertensi (berat) Sumber: Tierney, 2002 derajat III derajat II Sistolik(mmHg) < 120 180 Diastolik(mmHg) < 80 < 85 85-90 90-99 100-109 >110

5. Patofisiologi Tekanan darah dapat meningkat melalui beberapa mekanisme. Pertama, jantung memompa lebih kuat sehingga darah mengalir dengan kecepatan tinggi setiap detiknya. Kedua, arteri besar mengalami kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga ketika jantung berdenyut darah harus melewati pembuluh darah yang sempit sehingga menaikkan tekanan darah. Ketiga, kelainan fungsi ginjal untuk membuang sejumlah garam dan cairan sehingga meningkatkan volume darah yang berdampak pada peningkatan tekanan darah (Ridwan, 2009). Menurut Anies (2006) peningkatan tekanan darah melalui mekanisme: 1) Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan darah lebih banyak cairan setiap detiknya. 2) Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu, darah dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang sempit dan menyebabkan naiknya tekanan darah. Penebalan dan kakunya dinding arteri terjadi karena adanya

11

arterosklerosis. Tekanan darah juga meningkat saat terjadi vasokonstriksi yang diseabkan rangsangan saraf atau hormon. 3) Bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat meningkatkan tekanan darah. Hal ini dapat terjadi karena kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang natrium dan air dalam tubuh sehingga volume darah dalam tubuh meningkat yang menyebabkan tekanan darah juga meningkat.

6. Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan hipertensi adalah untuk mencegah komplikasi penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik di bawah 90 mmHg dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya hidup atau dengan obat anti hipertensi (Mansjoer, 2001). Pengobatan utama hipertensi dengan diuretika, penyekat reseptor beta-adrenergik, penyakit saluran kalsium, inhibitor ACE (angiotensin-converting enzyme), atau penyekat reseptor alfa-

adernergik bergantung pada keadaan pasien termasuk mengenai biaya, karakteristik demografi, penyakit yang terjadi bersamaan, dan kualitas hidup (Pierce dan Wilson, 2005).

12

BAB III PROSES KEPERAWATAN A. Pengkajian Core 1. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas Data dikaji melalui wawancara kepada tokoh formal dan informal dikomunitas dan studi dokumentasi sejarah komunitas tersebut. Uraikan termasuk data umum mengenai lokasi daerah binaan (yang dijadikan praktek keperawatan komunitas), luas wilayah, iklim, type komunitas (masyarakat rural atau urban) keadaan demografi, struktur politik, distribusi kekuatan komunitas dan pola perubahan komunitas. 2. Data demografi Kajilah jumlah komunitas berdasarkan : usia lansia, jumlah lansiam jenis kelamin, status perkawinan, ras atau suku , bahasa , tingkat pendapatan, pendidikan , produktivitas, masih bekerja atau tidak, agama dan komposisi keluarga. 3. Vital statistik Jabarkan atau uraikan data tentang angka kematian kasar atau CDR penyebab kematian, angka pertambahan anggota, angka kelahiran. 4. Status kesehatan komunitas Angka mortalitas, morbiditas akibat hipertensi. Kondisi kesehatan lansia dikaji dengan menganalisis: a. Keluhan yang dirasakan saat ini oleh komunitas: 1) Sakit kepala 2) Epistaksis 3) Pusing / migrain 4) Rasa berat ditengkuk 5) Sukar tidur 6) Mata berkunang kunang 7) Lemah dan lelah 8) Muka pucat b. Pemeriksaan fisik

13

Menurut Jain (2011), pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan pada pasien hipertensi adalah: 1) Tinggi badan dan berat badan Tinggi dan berat badan diperlukan karena kondisi obesitas dapat berpengaruh pada tekanan darah. 2) Pemeriksaan nadi Semakin parah kondisi hipertensi, maka jarak denyut nadi (amplitudo) akan semakin kecil. Amplitudo yang besar yaitu denyut nadi yang penuh dan teratur menunjukkan tekanan darah sistolik yang tinggi (arterosklerosis). 3) Suara jantung dan dada Pemeriksaan jantung dan dada dapat mengindikasikan hipertensi telah mempengaruhi jantung. Gagal jantung yang disebabkan penumpukan cairan di paru dapat diketahui melalui pemeriksaan suara dada melalui stetoskop. 4) Suara perut dan leher Suara arteri perut dan leher dengan nada tinggi dapat menunjukkan penyempitan arteri yang menuju ginjal, kaki, dan otak. c. Pemeriksaan diagnostik Diagnosis hipertensi biasanya berdasar pada terjadinya peningkatan tekanan darah setelah dilakukan pengukuran secara berulang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah: 1) Diagnosis tekanan darah Mengukur tekanan darah merupakan tes rutin paling penting untuk mendiagnosis hipertensi (Jain, 2011). Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan tujuan untuk memantau tekanan darah apakah masih dalam kondisi normal atau abnormal. Tekanan sistolik yang melebihi 130 mmHg dan tekanan diastolik yang melebihi 80 mmHg merupakan tekanan darah yang abnormal. Selain itu yang diperhatikan adalah selisih tekanan sistole dan diastole atau pulse pressure (Ridwan, 2009). 2) Diagnosis dengan Elektrokardiogram (EKG)

14

Pemeriksaan menggunakan EKG dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas jantung. 3) Dual Energy X-Ray Absorptionmetry (DEXA Scan) Dexa scan digunakan untuk menetukan densitas tulang serta komposisi tubuh seperti masa lemak terhadap masa otot. Untuk keperluan hipertensi, alat ini digunakan untuk mengukur kadar lemak dalam organ tubuh tertentu. Dengan diketahuinya penumpukan lemak dalam tuubuh dapat membantu pasien dalam mengontrol berat badan yang dapat mempengaruhi tekanan darah. 4) Tes Doppler Tes doppler digunakan untuk menentukan kondisi sirkulasi darah yang terdistribusi ke seluruh sistem kardiovaskular. 5) Tes Kolesterol Penimbunan kolesterol dalam tubuh akan mengganggu sistem kardiovaskular sehingga akan mempengaruhi tekanan darah seseorang. 6) Tes Darah Tes darah dilakukan untuk mengetahui kadar kolesterol darah, gula darah, urea darah, kreatinin dalam darah, tingkat natrium dan kalium dalam darah. d. Kejadian penyakit hipertensi pada lansia (dalam satu tahun terakhir). e. Riwayat penyakit keluarga Apakah ada keturunan hipertensi f. Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari 1) Pola pemenuhan nutrisi Konsumsi garam berlebih, lemak, merokok, dan konsumsi kopi. 2) Pola pemenuhan cairan elektrolit 3) Pola istirahat tidur Kurang tidur, tidur malam, dan kualitas tidur 4) Pola eliminasi 5) Pola aktifitas gerak, olahraga 6) Pola pemenuhan kebersihan diri

15

7) Status psikososial : a) Komunikasi dengan sumber-sumber kesehatan b) Hubungan dengan orang lain c) Peran di masyarakat d) Kesedihan yang dirasakan e) Stabilitas emosi : stress 8) Perlakuan yang salah dalam kelompok dalam hal ini perilaku tindakan kekerasan. 9) Status pertumbuhan dan perkembanganan lansia, tahapan perkembangan yang sudah dipenuhi dan belum terpenuhi. 10) Pola pemanfaatan fasilitas kesehatan 11) Pola pencegahan terhadap penyakit dan perawatan kesehatan 12) Pola perilaku tidak sehat seperti : kebiasaan merokok, minum kopi yang berlebihan, mengkonsusmsi alkohol, penggunaan obat tanpa resep, penyalahgunaan obat terlarang, pola konsumsi tinggi garam, lemak dan purin.

Data lingkungan fisik 1. Pemukiman a. Luas bangunan b. Bentuk bangunan c. Jenis bangunan d. Atap rumah e. Dinding : Rumah, petak, asrama, pavilyun : Permanen, semi permanen, non permanen : Genting, seng, welit, ijuk, kayu, asbes : Tembok, kayu, bambu, atau lainnya sebutkan

f. Lantai : Semen, tegel, keramik, tanah, kayu, atau lainnya sebutkan. g. Ventilasi h. Pencahayaan i. Penerangan j. Kebersihan : Kurang atau lebih dari 15-20 % dari luas lantai : Kurang, baik : Kurang, baik : Kurang, baik

k. Pengaturan ruangan dan perabot : Kurang, baik l. Kelengkapan alat Rumah tangga. : Kurang, baik 2. Sanitasi

16

a. Penyediaan air bersih (MCK). b. Penyediaan air minum c. Pengelolaan jamban bagaimana jenisnya, berapa jumlahnya dan bagaimana jarak dengan sumber air. d. Sarana pembuangan air limbah (SPAL) e. Pengelolaan sampah : apakah ada sarana pembuangan sampah, bagaimana cara pengelolaannya : dibakar, ditimbun, atau cara lainnya sebutkan. f. Polusi udara, air, tanah, atau suara/kebisingan. g. Sumber polusi : pabrik, rumah tangga, industri lainnya sebutkan. 3. Fasilitas a. Peternakan, pertanian, perikanan dan lain-lain. b. Pekarangan c. Sarana olah raga d. Taman, lapangan e. Ruang pertemuan f. Sarana hiburan g. Sarana ibadah 4. Batas-batas wilayah Sebelah utara, barat, timur dan selatan. 5. Kondisi geografis Ketinggian, cuaca, suhu, sector pertenin, perikanan, jenis tanah, perairan. Pelayanan kesehatan dan social 1. Pelayanan kesehatan a. Lokasi sarana kesehatan b. Sumber daya yang dimiliki (tenaga kesehatan dan kader). c. Jumlah kunjungan d. Sistem rujukan 2. Fasilitas sosial (pasar, toko, swalayan). a. Lokasi b. Kepemilikan c. Kecukupan

17

3. Ekonomi a. Jenis pekerjaan b. Jumlah penghasilan rata-rata tiap bulan c. Jumlah pengeluaran rata-rata tiap bulan d. Jumlah pekerja dibawah umur, ibu rumah tangga dan lanjut usia. 4. Kemanan dan transportasi a. Keamanan 1) Sistem keamanan lingkungan 2) Penanggulangan kebakaran 3) Penanggulangan bencana 4) Penanggulangan polusi, udara, air dan tanah. b. Transportasi 1) Kondisi jalan 2) Jenis tranportasi yang dimiliki 3) Sarana transportasi yang ada 5. Politik dan pemerintahan a. Sistem pengorganisasian b. Struktur organisasi c. Kelompok organisasi dalam komunitas d. Peran serta kelompok organisasi dalam kesehatan 6. Sistem komunikasi a. Sarana umum komunikasi b. Jenis alat komunikasi yang digunakan dalam komunitas. c. Cara penyebaran informasi 7. Pendidikan a. Tingkat pendidikan komunitas b. Fasilitas pendidikan yang tersedia (formal atau non formal). 1) Jenis pendidikan yang diadakan di komunitas 2) Sumber daya manusia, tenaga yang tersedia c. Jenis bahasa yang digunakan 8. Rekreasi a. Kebiasaan rekreasi

18

b. Fasilitas tempat rekreasi

B. Analisis Masalah Analisa data merupakan suatu studi dan pengujian data yang dapat berbentuk kuantitatif maupun kuaitatif. Dalam analisa data, semua aspek harus dipertimbangkan karena analisa data perlu menentukan kebutuhan kesehatan dan dukungan masyarakat serta trend dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Dalam melakukan analisa data terdapat beberapa langkah antara lain : pengelompokan data, meringkas, membandingkan dan membuat kesimpulan. Melakukan analisa data tersebut diatas membutuhkan pengetahuan dan keterampilan tentang menganalisa dan pengambilan keputusan melalui berpikir kritis. Oleh karena itu perawat komunitas harus mempelajari dan menguasai pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan tersebut, sehingga perawat mampu memberikan asuhan keperawatan komunitas. Analisa data berarti perawat komunitas mempelajari data data yang telah terkumpul melalui metode pengumpulan data. Data yang telah terkumpul dapat berupa data kualitati dan kuantitatif. Analisa data dilakukan untuk melihat masalah kesehatan yang dialami masyarakat dan untuk

mengidentifikasi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan. Analisa data juga memberikan informasi tentang kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat, system pendukung dan sumber sumber yang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesehatan. 1. Tahap tahap analisa data Analisa seperti beberapa prosedur lain yang kita lakukan, dapat dipandang sebagai suatu proses yang mempunyai beberapa langkah atau tahapan. Tahapan tahapan yang digunakan untuk membantu melakukan analisa tersebut adalah sebagai berikut : a. Mengelompokan data atau mengkategorikan data Mengelompokan atau mengkateforikan data sangat membantu kita dalam melakukan analisa data yang telah dikumpulkan dalam komuntas. Kategori atau pengelompokan yang biasa digunakan yaitu berdasarkan :

19

1) Karakteristik demografi ( jumlah anggota keluarga, usia, jenis kelamin, kelompok rasial dan etnik dan lain lain ) 2) Karakteristik geografi ( batas wilayah, jumlah dan tipe tetangga, lingkungan tempat tinggal dan jalan 3) Karakteristik sosial ekonomi ( pekerajaan, pendapatan, pendidikan, rumah sewaan, rumah pribadi ) 4) Karakteristik sistem pendukung dan pelayanan kesehatan ( rumah sakit, klinik, pusat kesehatan mental dan sebagainya. b. Meringkas Setelah metode pengkategorian dilakukan, langkah selanjutnya adalah meringkas atau menyimpulkan data pada masing masing kategori yang telah dikelompokan dapat dalam bentuk penghitungan, table, atau grafik. c. Membandingkan Langkah berikutnya setelah data diringkas yaitu langkah membandingkan data, apakah ada yang menyimpang atau abnormal, apakah ada data data yang tidak pantas atau keselahan kesalahan saat mengelompokan data sehingga perlu adanya revalidasi data.. data data yang diperoleh dari masyarakat dari wilayah binaan, dibandingkan dengan data data yang sama seperti data yang bersifat kecamatan, kabupaten , atau nasional. d. Pengambilan Kesimpulan Setelah data yang dikumpulkan dikelompokan, diringkas dan dibandingkan. Tahapan paling ahir adalah penarikan kesimpulan yang logis dari bukti bukti yang diperoleh yaitu pengambilan kesimpulan yang mengarah pada pernyataan diagnosa keperawatan. Pada tahap ini dilakukan sintesa apa yang diketahui perawat tentang komunitas, yaitu ; apa maksud / arti dari data tesebut. Analisa data adalah kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi oleh

20

masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah keperawatan. Tujuan analisis data : a. Menetapkan kebutuhan komunity b. Menetapkan kekuatan c. Mengidentifikasi pola respon komunity d. Mengidentifikasi kecenderungan penggunaan pelayanan kesehatan

C. Diagnosis Diagnosis terhadap hipertensi perlu dilakukan dalam interval waktu tertentu untuk menentukan gejala hipertensi yang dialami seseorang. Diagnosis ini dilakukan dalam keadaan tanpa pembiusan, tidak sedang mengkonsumsi kopi, alkohol, serta tidak merokok. Terkadang terdapat kesalahan saat melakukan diagnosa hipertensi terutama pada wanita lanjut usia karena penurunan sensitivitas refleks baroreseptor sehingga menimbulkan fluktuasi dalam tekanan darah (Ridwan, 2009). Diagnosis yang muncul pada asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi adalah: 1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan pola hidup yang buruk. 2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan vasekuler serebral 3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan kelemahan umum.

D. Skoring Skoring bertujuan untuk menentukan diagnose prioritas dalam proses keperawatan. Scoring dilakukan dengan mempertimbangkan 12 aspek. 1. Gangguan curah jantung pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan pola hidup yang buruk. No 1 Kriteria Penapisan Risiko Terjadi Skoring 5

21

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Risiko Parah Potensial untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan Diatasi Sesuai program Tempat Waktu Dana Fasilitas kesehatan Sumber dana Sesuai dengan peran perawat CHN Jumlah

3 5 4 5 4 4 3 1 4 2 5 45

2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan vasekuler serebral No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kriteria Penapisan Risiko Terjadi Risiko Parah Potensial untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan Diatasi Sesuai program Tempat Waktu Dana Fasilitas kesehatan Sumber dana Sesuai dengan peran perawat CHN Skoring 5 4 5 2 4 5 4 2 1 4 1 5

22

Jumlah

42

3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan kelemahan umum. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kriteria Penapisan Risiko Terjadi Risiko Parah Potensial untuk pendidikan kesehatan Minat masyarakat Kemungkinan Diatasi Sesuai program Tempat Waktu Dana Fasilitas kesehatan Sumber dana Sesuai dengan peran perawat CHN Jumlah Skoring 5 4 5 2 4 5 4 2 1 4 1 5 42

E. Prioritas Masalah 1. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan pola hidup yang buruk. 2. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan vasekuler serebral 3. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia berhubungan dengan kelemahan umum.

23

F. Intervensi Keperawatan No Diagnosa Sasaran Tujuan Strategi Rencana kegiatan Sumber kriteria hasil Standar evaluasi

1

Gangguan

Komunitas lansia hipertensi dengan pada hipertensi komunitas dan lansia di desa keluarganya X berhubungan dengan hidup buruk. pola yang

Setelah Health dilakukan Promotion proses keperawatan selama 2 x 60 menit klien mampu memahami konsep hipertensi dan upaya pencegahannya

1. Pendidikan kesehatan mengenai hipertensi - Jelaskan definisi hipertensi - Jelaskan factor risiko hipertensi - Jelaskan upaya preventif hipertensi - Jelaskan cara mengubah prilaku pada klien yang dapat mencegah hipertensi

Mahasiswa, - Klien mampu - Respon petugas menjelaskan verbal puskesmas, definisi hipertensi dan kader psikomot - Klien mampu posyandu or menjelaskan lansia, secara singkat keluarga factor risiko hipertensi - Klien mampu menyebutkan minimal 3 upaya pencegahan hipertensi dan cara mengubah prilaku sehat - Klien mampu menjelaskan secara singkat penanganan dini untuk hipertensi

24

- Jelaskan penanganan dini untuk hipertensi - Ajarkan terapi relaksasi otot progresif untuk mengatasi hipertensi

- Klien mampu mendemonstrasik an terapi relaksasi otot progresif

Komunitas lansia

Setelah Group dilakukan Process pembinaan selama 2x120 menit, klien mampu membentuk komunitas peduli hipertensi

2. Bentuk komunitas peduli hipertensi - Adakan sosialisasi pembentukan komunitas peduli hipertensi - Lakukan pengkaderan untuk menjadi perintis

Komunitas lansia dengan hipertensi, kader posyandu lansia, petugas puskesmas

- Terbentuk Respon komunitas psikomotor peduli hipertensi dan afektif dengan kader minimal 5 orang dan anggota minimal 15 orang - Tersusunnya suatu tujuan yang sama dalam komunitas

25

komunitas peduli hipertensi - Rintis komunitas peduli hipertensi dengan merumuskan tujuan berdirinya komunitas dan kegiatankegiatan yang akan dijalankan oleh komunitas peduli hipertensi - Pantau dan berikan masukan positif pada komunitas peduli hipertensi

peduli hipertensi - Minimal sudah berjalannya 1 kegiatan rutin

26

Komunitas lansia dengan hipertensi, petugas puskesmas

Setelah Partnership dilakukan pertemuan selama 1x 60 menit dapat terjalin kerjasama pemeriksaan tekanan darah dan upaya preventif penyakit hipertensi secara rutin kepada komunitas lansia dengan hipertensi

3. Lakukan inisiasi dengan pihak puskesmas untuk melakukan kerjasama pemeriksaan tekanan darah lansia secara rutin dan kegiatan preventif untuk penyakit hipertensi

Komunitas lansia, petugas puskesmas

Respon - Terlaksananya psikomotor pemerikanan tekanan darah dan afektif secara rutin minimal 1 bulan oleh petugas puskesmas - Terlaksananya minimal 2 upaya program pencegahan hipertensi pada komunitas lansia.

27

Komunitas lansia dengan hipertensi

Empowerment 4. Jelaskan pada komunitas Setelah lansia dengan dilakukan hipertensi dan pembinaan keluarga selama 1x60 masing-masing menit peranannya diharapkan untuk saling komunitas bekerjasama mampu mencagah menjalankan hipertensi perannya masing-masing dalam upaya pencegahan hipertensi

Komunitas lansia dengan hipertensi dan keluarga

Komunitas bekerjasama denganpembagian peran untuk mencegah hipertensi

Respon afektif dan saling psikomotor

28

BAB IV PEMBAHASAN

Pengembangan asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi adalah dengan melakukan inovasi-inovasi terutama mengenai cara penurunan tekanan darah pada lansia yang lebih efektif. Contohnya dengan pengembangan riset terapi modalitas atau dengan pola pengasuhan lansia yang lebih inovatif. Dalam makalah ini, terapi modalitas yang penulis rekomendasikan adalah terapi relaksasi otot progresif. Alasannya adalah karena terapi ini tidak memerlukan biaya dan mudah dilakukan. Relaksasi Otot Progresif atau Progressive Muscular Relaxation (PMR) yang diciptakan oleh Dr. Edmund Jacobson lima puluh tahun lalu di Amerika Serikat, adalah salah satu teknik yang khusus didesain untuk membantu meredakan ketegangan otot yang terjadi ketika sadar (National Safety Council, 2003). a. Definisi Relaksasi Otot Progresif Merupakan suatu terapi relaksasi yang diberikan kepada klien dengan menegangkan otot-otot tertentu dan kemudian relaksasi. Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari teknik relaksasi yang mengkombinasikan latihan nafas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi otot tertentu (Davis et al, 1995). b. Sasaran Relaksasi Otot Progresif Empat kelompok otot utama yang menjadi sasaran relaksasi otot progresif meliputi: 1) Tangan, lengan bawah, dan otot biseps. 2) Kepala, muka, tenggorokan dan bahu, termasuk pemusatan perhatian pada dahi, pipi, hidung, mata, rahang, bibir, lidah dan leher. Sedapat mungkin perhatian dicurahkan pada kepala, karena dari pandangan emosional, otot yang paling penting dalam tubuh anda berada di sekitar area ini. 3) Dada, lambung dan punggung bagian bawah. 4) Paha, pantat, betis dan kaki.

29

c.

Manfaat Relaksasi Otot Progresif Perasaan tentram dalam tubuh tidak dapat dimiliki bersamaan pada saat mengalami stress psikologis. Relaksasi progresif dari otot akan menurunkan denyut nadi dan tekanan darah, juga mengurangi keringat dan frekuensi pernafasan. Relaksasi otot yang dalam, jika dikuasai dengan baik dapat digunakan sebagai obat anti-ansietas. Menurut Martha et al (2006), relaksasi otot progresif juga dapat digunakan untuk mengurangi ketegangan sakit kepala, insomnia, dan managemen nyeri kronis pada inflamasi arthritis.

30

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 1. Diagnosa keperawatan komunitas yang bias ditegakkan pada asuhan keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi adalah: a. Gangguan hipertensi pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan pola hidup yang buruk. b. Nyeri pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan tekanan vasekuler serebral c. Risiko intoleransi aktivitas pada komunitas lansia di desa X berhubungan dengan kelemahan umum. 2. Salah satu terapi modalitas yang dapat digunakan untuk menurunkan tekanan darah adalah terapi relaksasai otot progresif.

B. Saran 1. Hendaknya dilakukan pengembangan dalam intervensi keperawatan komunitas lansia dengan hipertensi terutama untuk terapi modalitas yang dapat digunakan. 2. Dalam pelaksanaan proses keperawatan komunitas hendaknya klien menjadi subjek, bukan objek. 3. Hendaknya libatkan keluarga lansia dalam setiap intervensi. 4. Posyandu lansia hendaknya diberdayakan dengan optimal karena sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas lansia.

31

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2006. Waspada Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Elex Media Komputerindo Effendi dan Makhfudi. 2010. Keperawtan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik dalam Keperawtan. Jakarta: salemba medika Harrison. 2000. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 (13th ed). Jakarta: EGC. Jain, Ritu. 2011. Pengobatan Alternatif untuk Mengatasi Tekanan Darah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Kemensos. 2010. Penduduk Lanjut Kesejahteraannya. Depsos.go.id Usia di Indonesia dan Masalah

Mansjoer. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius Mubarak, W & dkk. (2006). Ilmu Keperwatan Komunitas. Jakarta: CV. Sagumg Seto. Nugroho, Wahjudi.2006. Komunikasi dalam Keperawat n Gerontik. Jakarta: penerbit Buku Kedokteran EGC Pakkenberg BD. 2003. Aging and The human neocortex Exp. Gerontology. Pierce dan Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta :EGC Pudjiastututi SS. 2003. Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC Ridwan, Muhamad. 2009. Mengenal, Mencegah, Mengatasi Silent Killer Hipertensi. Semarang: Pustaka Widyamara Riyadi, sugeng. 2007. Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC Smeltzer and Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta: EGC Tiarney, L. M., McPhee, S. J., and Papadakis, M. A. 2002. Diagnosis dan Terapi Kedokteran : Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Salemba Medika.

32

Lampiran: Cara Melakukan Terapi Relaksasi Otot Progresif Relaksasi bertahap dapat dipraktekan dengan berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang. Tiap otot atau kelompok otot ditegangkan selama lima sampai tujuh detik dan direlaksasikan dua belas sampai lima belas detik. Menurut Arden (2002), relaksasi otot progresif dilakukan sekedar untuk merasakan ketegangannya, sehingga tidak perlu dilakukan terlalu keras dan buru-buru. Seluruh kelompok otot serentak tegang dan kemudian relaks. Jangan lupa memperhatikan perbedaan antara perasaan tegang dan relaks. Langkah langkah untuk memulai Terapi Relaksasi Otot Progresif : 1) Posisi : Terapi Relaksasi Otot Progresif dapat dilakukan dalam posisi duduk yang nyaman. Akan tetapi, metode ini paling baik dipelajari dan dipraktikkan untuk pertama kalinya dalam keadaan berbaring dengan nyaman di atas lantai berkarpet. Lemaskan kedua lengan di sisi tubuh, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Longgarkan pakaian yang ketat di sekitar leher dan pinggang anda. Lepaskan perhiasan yang dipakai, seperti jam tangan dan gelang, juga kacamata atau lensa kontak, jika anda memakainya. 2) Pernapasan : Hiruplah udara saat mengontraksikan otot, kemudian hembuskan bersamaan dengan saat melepaskan ketegangan. Pelepasan ketegangan ini dikoordinasikan dengan pelepasan udara didalam paru, dan relaksasi diafragma memungkinkan untuk dapat merasakan relaksasi total yang terjadi pada tubuh. 3) Lingkungan : Sesuaikan suhu ruangan jika memungkinkan. d. Petunjuk untuk mencapai Relaksasi Otot yang dalam dengan cepat : 1) Kepalkan kedua telapak tangan, kencangkan biseps dan lengan bawah (sikap Charles Atlas), kemudian relaks. 2) Kerutkan dahi ke atas. Pada saat yang sama tekan kepala sejauh mungkin ke belakang, putar searah dengan jarum dan kebalikannya. Kerutkan otot muka seperti kenari: cemberut, mata dikedipkan, bibir dimonyongkan ke depan, lidah ditekan ke langit-langit, dan bahu dibungkukkan, kemudian relaks.

33

3) Lengkungkan punggung ke belakang sambil menarik napas dalam masuk, tekan keluar lambung, tahan, kemudian relaks. Lakukan napas dalam, tekan keluar perut, tahan, kemudian relaks. 4) Tarik kaki dan ibu jari ke belakang mengarah ke muka, tahan, kemudian relaks. Lipat ibu jari, secara serentak kencangkan betis, paha dan bokong, lalu relakskan.

34