Upload
dean-bouvier-desrosiers
View
321
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
merupakan karya tulis mengenai asuhan keperawatan pada pasien dengan gagal jantung kongestif atau congestif heart failure
Citation preview
i
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN SISTE M KARDIOVASKULAR : CONGESTIF HEART FAILURE PADA POST PARTUM HARI KE IV ATAS INDIKASI PREEKLAMPSIA BERAT
DI PAVILIUN CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG
KARYA TULIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun Oleh :
KUSUMA WARDINI
NIM : P17320410057
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN BANTEN
JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG
2013
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
KARYA TULIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN SISTE M KARDIOVASKULAR : CONGESTIF HEART FAILURE PADA POST PARTUM HARI KE IV ATAS INDIKASI PREEKLAMPSIA BERAT
DI PAVILIUN CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG
Disusun Oleh :
KUSUMA WARDINI NIM : P17320410057
Telah diujikan dan dinyatakan “LULUS” pada tanggal 24 Juli 2013
Pembimbing
Hj. Lindawati, S.Kep, Ners, MKM
NIP. 196911251993032002
Menyetujui, Ketua Jurusan Keperawatan Tangerang
Reni Ratnasih, S.Kp, M.Kes NIP. 195703201980122001
iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
KARYA TULIS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN SISTE M KARDIOVASKULAR : CONGESTIF HEART FAILURE PADA POST PARTUM HARI KE IV ATAS INDIKASI PREEKLAMPSIA BERAT
DI PAVILIUN CEMPAKA RUMAH SAKIT UMUM KABUPATEN TANGERANG
Disusun Oleh :
KUSUMA WARDINI NIM : P17320410057
Ketua Penguji
Parta Suhanda, S.Kp, M.Biomed NIP. 197003201993031004
Anggota Penguji
H. Toto Subiakto, S.Kep, Ners, M.Kep NIP. 197005262000031001
Anggota Penguji
Ns. Mike Heri, S.Kep NIP.196610301989032006
Menyetujui, Ketua Jurusan Keperawatan Tangerang
Reni Ratnasih, S.Kp, M.Kes NIP. 195703201980122001
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya tulis ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Karya tulis ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh
ujian akhir program di Politeknik Kesehatan Banten Jurusan Keperawatan
Tangerang , adapun judul dari karya tulis ini adalah “Asuhan Keperawatan
Pada Ny.S Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestif Heart
Failure Pada Post Partum Hari Ke IV Atas Indikasi Pre Eklampsia
Berat di Pavilliun Cempaka Rumah Sakit Umum Tangerang”.
Selama penulisan karya tulis ini penulis telah banyak menerima bantuan
dari berbagai serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis bermaksud mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Ibu Reni Ratnasih, S.Kp, M.Kes, selaku ketua Jurusan Keperawatan
Tangerang, Politeknik Kesehatan Banten.
2. Ibu Dr. Hj. Desiriana Dinardianti, MARS selaku Direktur Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Tangerang.
3. Ibu Hj. Lindawati, S.Kep, Ners, MKM, selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing dalam penyusunan karya tulis
ini.
v
4. Bapak Parta Suhanda, S.Kp, M.Biomed, Bapak H. Toto Subiakto,
S.Kep, Ners, M.Kep dan Ibu Ns Mike Heri, S.Kep, selaku tim penguji.
5. Kepala ruangan Cempaka Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Tangerang beserta seluruh staf yang telah memberikan kesempatan dan
bantuan kepada penulis dalam memberikan asuhan keperawatan.
6. Klien Ny. S dan keluarga yang telah bersedia bekerjasama dengan
penulis selama melakukan asuhan keperawatan.
7. Mama dan Bapak tercinta, terima kasih atas segala limpahan kasih
sayang, doa, dan perhatian, dukungan dan bimbingan yang telah
diberikan dan segala yang telah dilakukan selama ini kepada penulis
sehingga studi yang dijalani dapat selesai tepat waktu.
8. Nita Listianingsih dan Kusuma Wardani, saudara dari penulis yang
senantiasa memberikan dorongan agar segera menyelesaikan penulisan
karya tulis ini.
9. Teman terdekat penulis Misbah Amrullah yang telah dengan sabar dan
penuh kasih sayang memberikan dukungan, perhatian, mendengar keluh
kesah dan senantiasa menemani penulis menyusun karya tulis ini.
10. Seluruh staf dosen, pengelola perpustakaan, dan karyawan Perwakilan
Jurusan Keperawatan Tangerang Politeknik Kesehatan Banten.
11. Sahabat penulis, Noor Okti, Ani Desi dan Lisa Perikani yang telah
senantiasa menemani penulis dan menjadi tempat curahan hati penulis.
vi
12. Teman-teman angkatan 13 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
yang senantiasa menemani dalam suka dan duka dan ikut berjuang
dalam penyusunan tugas akhir.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Penulis
memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila dalam penulisan karya
tulis ini terdapat berbagai kekurangan yang disebabkan keterbatasan
kemampuan penulis. Harapan penulis, semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat bagi diri penulis pada khususnya dan bagi para pembaca
pada umumnya.
Tangerang, Juli 2013
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ...................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................ iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. ix
DAFTAR TABEL ................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ............................................................ 1
2. Tujuan ........................................................................ 4
3. Teknik Pengumpulan Data ......................................... 5
4. Sistematika Penulisan ................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Gangguan Sistem
Kardiovaskular : CHF ................................................. 7
B. Asuhan Keperawatan Kasus Sistem
Kardiovaskular : CHF ................................................. 36
BAB III LAPORAN KASUS
I. Pengkajian ................................................................... 53
II. Analisa Data ................................................................ 68
III. Diagnosa Keperawatan ............................................... 71
IV. Intervensi Keperawatan .............................................. 72
V. Implementasi Keperawatan......................................... 75
VI. Evaluasi ....................................................................... 82
viii
BAB IV PEMBAHASAN
1. Pengkajian ................................................................... 85
2. Diagnosa Keperawatan ............................................... 87
3. Perencanaan ................................................................ 89
4. Pelaksanaan ................................................................. 90
5. Evaluasi ....................................................................... 91
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ................................................................. 93
2. Saran ........................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 96
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Gambar anatomi jantung manusia.
Gambar 2.2 : Bagan patofisiologi Preeklampsia dan CHF
Gambar 3.1 : Gambar genogram keluarga Ny.S
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Menurunnya Curah
Jantung Berhubungan Dengan Penurunan Kontraktilitas
Ventrikel Kiri, Perubahan Frekuensi, Irama, Dan Konduksi
Elektrikal
Tabel 2.2 : Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Kerusakan
Pertukaran Gas Yang Berhubungan Dengan Perembesan
Cairan, Kongesti Paru Sekunder, Perubahan Membrane
Kapiler Alveoli Dan Retensi Cairan Interstitial.
Tabel 2.3 : Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Gangguan Pola
Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Pengembangan Paru
Yang Tidak Optimal, Kelebihan Cairan Di Paru Sekunder Pada
Edema Paru Akut.
Tabel 2.4 : Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Gangguan
Perfusi Perifer Berhubungan Dengan Menurunnya Curah
Jantung.
Tabel 2.5 : Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Kelebihan
Volume Cairan Yang Berhubungan Kelebihan Cairan
Elektrolit, Perebesan Cairan Interstitial Di Sistemik Sebagai
Dampak Sekunder Dari Penurunan Curah Jantung : Gagal
Jantung Kanan.
Tabel 2.6 : Intervensi Keperawatan Intoleransi Aktivitas Berhubungan
Dengan Ketidakseimbangan Antara Suplai Oksigen Ke
Jaringan Dengan Kebutuhan Sekunder Dari Penurunan Curah
Jantung.
Tabel 2.7 : Intervensi Keperawatan Defisit Perawatan Diri Berhubungan
Dengan Kelemahan Fisik.
Tabel 3.1 : Pola Aktivitas Sehari-hari Ny. S.
Tabel 3.2 : Analisa Data.
Tabel 3.3 : Intervensi Keperawatan Pada Ny. S.
xi
Tabel 3.4 : Implementasi Keperawatan Pada Ny.S
Tabel 3.5 : Evaluasi Tindakan Pada Ny.S.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular menjadi masalah kesehatan utama
dalam masyarakat pada beberapa negara industri maju dan negara
berkembang seperti Indonesia. Salah satunya adalah gagal jantung
yang dikenal dengan gagal jantung kongestif, yang merupakan
ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal
jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung
sisi kiri dan sisi kanan.( Brunner and Suddart vol.2, 2002 ).
Gagal jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit
kardiovaskular yang terus meningkat insiden dan prevalensinya.
Setengah dari pasien yang terdiagnosis gagal jantung masih
mempunyai harapan untuk hidup selama 5 tahun. Namun sekitar
250.000 pasien meninggal oleh sebab gagal jantung baik langsung
maupun tidak langsung setiap tahunnya, dan angka tersebut telah
meningkat 6 kali dalam 40 tahun terakhir. Risiko kematian dari
penyakit gagal jantung setiap tahunnya sebesar 5-10% pada pasien
dengan gejala ringan akan meningkat hingga 30-40% hingga
berlanjutnya penyakit (Joesoef, 2007).
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit
jantung dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan
2
mortalitas pasien jantung. Mortalitas satu tahun klien dengan gagal
jantung berat lebih besar dari 50%. Sedangkan klien dengan gagal
jantung ringan mempunyai mortalitas satu tahun ≥ dari 10%.
Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum Tangerang mengenai
mordibitas pasien rawat inap tahun 2012, terdapat 1632 kasus
mengenai gagal jantung dimana diantaranya 39 kasus pasien
meninggal dunia.(Medical Record RSU Tangerang, 2012)
Insiden gagal jantung dalam setahun diperkirakan 2,3-3,7%
penderita pertahun. Kejadian gagal jantung akan semakin meningkat
di masa depan karena semakin bertambahnya usia harapan hidup dan
perbaikan harapan hidup penderita dengan penurunan fungsi jantung
(Mariyono H, 2007).
Selain itu, penyakit lain yang berpengaruh terhadap timbulnya
gagal jantung ini salah satunya adalah penyakit preeklampsi yang
dapat terjadi pada masa kehamilan maupun pada masa post partum.
Apabila seorang ibu mengalami preeklampsia, akan mengakibatkan
gangguan pada berbagai organ dalam tubuh salah satunya adalah paru-
paru yang akan berakhir dengan gagal jantung. (Ida Ayu Chandranita,
2008).
Dampak gagal jantung terhadap morbiditas juga bergantung
pada beratnya penyakit. Klien dengan gagal jantung berat hanya
mungkin melakukan aktivitas yang sangat terbatas. Klien dengan
gagal jantung yang lebih ringan pun harus membatasi aktivitas
fisiknya. Sekali klien menderita gagal jantung, kemungkinan ia akan
3
selalu mempunyai kapasitas latihan yang menurun, meskipun dengan
adanya pengobatan modern.(Arif Mutaqqin, 2009).
Besarnya masalah yang ditimbulkan gagal jantung kongestif dan
terhadap status kesehatan, maka dibutuhkan peran perawat untuk
mengatasi dampak penyakit gagal jantung kongestif. Perawat
memegang peranan penting dalam melaksanakan asuhan keperawatan
meliputi tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan implementasi. Perawat juga mempunyai peran dalam
memberikan pendidikan kesehatan kepada penderita gagal jantung
kongestif agar mengerti dan menghindari penyebab penyakit gagal
jantung. Peran perawat sebagai advokat harus dapat melindungi dan
menjamin agar hak dan kewajiban klien terlaksanan dengan seimbang,
yaitu memperoleh pelayanan kesehatan dengan baik.(Arif Mutaqqin,
2009).
Berdasarkan masalah diatas penulis tertarik untuk mengangkat
masalah gagal jantung sebagai tema penyusunan Karya tulis yang
dituangkan dalam judul “Asuhan Keperawatan Pada Ny.S Dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler : Congestif Heart Failure Pada
Post Partum Hari Ke IV Atas Indikasi Pre Eklampsia Berat di
Pavilliun Cempaka Rumah Sakit Umum Tangerang”.
4
2. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
a. Tujuan Umum
Mendapatkan pengalaman nyata melaksanakan studi kasus pada
pasien dengan gangguan sisten kardiovaskular : Congestif Heart
Failure, secara komprehensif mencakup unsur bio-psiko-sosial-
spiritual dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
b. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan gangguan
sistem kardiovaskular: Congestif Heart Failure.
2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan sistem kardiovaskuler : Congestif Heart Failure.
3. Mampu menyusun intervensi keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan.
4. Mampu melakukan implementasi sesuai dengan intervensi
keperawatan yang telah disusun.
5. Mampu melakukan penilaian/evaluasi sesuai dengan tujuan
keperawatan.
6. Mampu mendokumentasikan langkah-langkah proses
keperawatan dari pengkajian sampai penilaian.
5
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan
prosedur yang sistematis, diantaranya :
a. Observasi/pengamatan
Studi lapangan merupakan sistem pengambilan data dimana penulis
mengadakan tinjauan langsung ke rumah sakit untuk mengamati,
berdiskusi dengan perawat ruangan tentang apa yang penulis amati
dan mencatat informasi yang penulis dapatkan mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan klien.
b. Penelusuran literatur/dokumentasi
Adalah suatu metode dalam pengambilan bahan dan data
berdasarkan pada buku-buku, majalah, jurnal dan lain-lain yang
menggambarkan gambaran secara umum serta informasi terhadap
masalah tersebut diatas.
c. Pemeriksaan fisik
Adalah suatu metode pengumpulan data melalui pemeriksaan Head
To Toe yang meliputi pemeriksaan inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi dan hasil pemeriksaan penunjang.
d. Interview/anamnesa
Wawancara ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab atau
komunikasi langsung dengan klien dan keluarga klien.
6
4. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini penulis susun dalam bab-bab
sehingga para pembaca bisa memahami isi dari karya tulis ini. Secara
garis besar isi dari karya tulis ini adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN berisikan latar belakang, tujuan penulisan,
teknik pengumpulan data dan sistematika penulisan karya tulis.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA berisikan tentang dasar-dasar teori
yang berhubungan dengan permasalahan dan juga dilengkapi dengan
sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan karya tulis.
BAB III LAPORAN KASUS berisikan tentang laporan kasus dan
asuhan keperawatan yang diangkat oleh penulis.
BAB IV PEMBAHASAN berisikan pembahasan kasus dan asuhan
keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi keperawatan dan evaluasi.
BAB V PENUTUP berisikan tentang kesimpulan dan saran mengenai
hasil asuhan keperawatan yang telah penulis berikan kepada klien
selama 5 hari.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Gangguan Sistem Kardiovaskular : CHF
1. Pengertian
“Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya
hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal”.
(Mansjoer Arif, 2005 : 434).
“Gagal jantung adalah suatu lingkaran yang tidak berkesudahan.
Semakin terisi berlebihan ventrikel, semakin sedikit darah yang dapat
dipompa keluar sehingga akumulasi darah dan peregangan serat otot
bertambah. Akibatnya, volume sekuncup, curah jantung dan tekanan darah
turun. Respon-respons refleks tubuh yang mulai bekerja sebagai jawaban
terhadap penurunan tekanan darah akan secara bermakna memeperburuk
situasi”. (Elizabeth J. Corwin, 2000: 376).
“Gagal jantung kongstif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi”. (Brunner and Suddarth, 2001 : 805).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan sistem
kardiovaskular : gagagl jantung kongestif adalah suatu keadaan yang
dimana jantung tidak mampu untuk melakukan fungsinya, yaitu memompa
8
darah ke seluruh tubuh untuk memenugi kebutuhan metabolisme jaringan
akan dara dan nutrisi.
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
a. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang terletak di tengah
thoraks dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma. Beratnya
sekitar 300gr meskipun berat dan ukurannya dipengaruhi oleh usia,
jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan kebiasaan fisik dan
penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan,
menyuplai oksigen dan zaat nutrisi lain sambil mengangkut
karbondioksida dan sampah ahsil metabolisme. Sebenarnya terdapat
dua pompa jantung, yang terletak di sebelah kanan dan kiri. Keluaran
jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri
pulmonalis dan keluaran jantung kiri seluruhnya didistribusikan ke
bagian tubuh lain melalui aorta. Kedua pompa itu menyemburkan darah
bersamaan dengan kecepatan keluaran yang sama.
Kerja pemompaan jantung dijalankan oleh kontraksi dan relaksasi
ritmik dinding otot. Selama kontraksi otot ( sistolik), kamar jantung
menjadi lebih kecil karena darah disemburkan ke luar. Selama relaksasi
otot dinding jantung (diastolik), kamar jantung akan terisi darah sebagai
persiapan untuk penyemburan berikutnya. Jantung dewasa normal
berdetak sekitar 60 samapai 80 kali per menit, menyemburkan sekitar
9
70 ml darah dari kedua ventrikel per detakan dan keluarannya sekitar
5L/menit.
Daerah dipertengahan dada diantara kedua paru disebut sebagai
mediastinum. Sebagian besar rongga mediastinum ditempati oleh
jantung yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut
perikardium.
Perikardium melindungi permukaan jantung agar dapat berfungsi
dengan baik. Ruangan antara permukaan jantung dan lapisan dalam
perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi permukaan
dan mengurangi gesekan selama kontraksi otot jantung.
1) Kamar jantung
Sisi kanan dan kiri jantung, masing-masing tersusun atas dua
kamar, atrium (jamak=atria) dan ventrikel. Dinding yang
memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Ventrikel
adalah kamar yang menyemburkan darah ke arteri. Fungsi atrium
adalah menampung darah yang datang dari vena dan bertindak
sebagai tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian
dikosongkan ke ventrikel.
Perbedaan ketebalan dinding atrium dan ventrikel
berhubungan dengan beban kerja yang diperlukan oleh tiap kamar.
Dinding atrium lebih tipis daripada dinding ventrikel karena
rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan
darah dan kemudian menyalurkannya ke ventrikel. Karena
10
ventrikel kiri memiliki beban kerja yang lebih berat diantara dua
kamar bawah, maka tebalnya sekitar 2 - �
� lebih tebal dinding
ventrikel kanan. Ventrikel kiri menyemburkan darah melawan
tahanan sistematis yang tinggi, sementara ventrikel kanan melawan
tekanan rendah pembuluh darah paru.
Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada,
maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior (tepat dibawah
sternum) dan ventrikel kiri bertanggung jawab atas terjadinya
denyut apeks atau titik pukulan maksimum (PMI), yang normalnya
teraba di garis midklavikularis dinding dada pada rongga
intercostalis ke-5.
2) Katup Jantung
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu
arah dalam jantung. Katup yang tersusun atas bilah-bilah jaringan
fibrosa, membuka dan menutup secara pasif sebagai respon
terhadap perubahan tekanan aliran darah. Ada dua jenis katup yaitu
katup atrioventrikularis dan katup semilunaris.
3) Katup atrioventrikularis
Adalah katup yang memisahkan atrium dan ventrikel. Katup
trikuspidalis, dinamakan demikian karena tersusun atas tiga kuspis
atau daun, memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup
mitral atau bikuspidalis terletak diantara atrium dan ventrikel kiri.
11
Normalnya ketika ventrikel berkontraksi, tekanan ventrikel
akan mendorong daun-daun katup atrioventrikularis ke atas ke
rongga atrium. Jika terdapat tekanan cukup kuat untuk mendesak
katup, darah akan disemburkan ke belakang dari ventrikel ke
atrium. Otot papilaris dan korda tendinea bertanggung jawab
menjaga aliran darah tetap menuju ke satu arah melalui katup
atrioventrikularis. Otot papilaris adalah bundel otot yang terletak di
sisi dinding ventrikel. Korda tendinea adalah pita fibrosa yang
memanjang dari otot papilaris ke tepi bilah katup, berfungsi
menarik tepi bebas katup ke dinding ventrikel. Kontraksi otot
papilaris mengakibatkan korda tendinea menjadi tegang. Hal ini
menjaga daun katup menutupm selama sistolik, mencegah aliran
balik darah.
Otot papilaris dan korda tendinea hanya terdapat pada katup
mitral dan trikuspidalis dan tidak terdapat di katup semilunaris.
4) Katup semilunaris
Katup semilunaris terletak diantara tiap ventrikel dan arteri
yang bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis disebut katup pulmonalis. Katup antara ventrikel kiri
dan aorta dinamakan katup aorta. Katup semilunaris normalnya
tersusun atas tiga kupis yang berfungsi dengan baik tanpa otot
papilaris dan korda tendinea. Tidak terdapat katup antara vena-vena
besar dengan atrium.
12
5) Arteri koronaria
Arteri koronaria adalah pembuluh yang menyuplai otot
jantung, yang mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap
oksgen dan nutrisi. Jantung menggunakan 70% samapai 80%
oksigen yang dihantarkan melalui arteri koronaria; sebagai
perbandingan, organ lain hanya menggunakan rata-rata seperempat
oksigen yang dihantarkan. Arteri koronaria muncul dari aorta dekat
hulunya di ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung disuplai dengan
bagian yang lebih banyak melalui arteri koronaria utama kiri, yang
kemudian terpecah menjadi dua cabang besar ke bawah ( arteri
desendens arterior sinistra )dan melintang ( arteri sirkumfleksa )
sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok seperti itu pula dari arteri
koronaria dekstra. Tidak seperti arteri lain, arteri koronaria
diperfusi selama diastolik.
6) Otot jantung
Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung
dinamakan otot jantung. Secara mikroskopis, otot jantung mirip
otot serat lurik (skelet) yang berada dibawah kontrol kesadaran.
Namun secara fungsional, otot jantung menyerupai otot polos
karena sifatnya volunter.
Serat otot jantung tersusun secara interkoneksi sehingga
dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan
kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan
13
kelakuan ritmik otot jantung sebagai satu keseluruhan dan
memungkinkannya berfungsi sebagai pompa. Otot jantung itu
sendiri dinamakan miokardium. Lapisan dalam miokardium yang
berhubungan langsung dengan darah dinamakan endokardium dan
lapisan sel di bagian luar dinamakan epikardium. (Brunner and
Suddarth, Vol.2, 2002).
Gambar 2.1 Gambar Anatomi Jantung manusia
b. Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Aktifitas listrik jantung terjadi akibat ion (partikel bermuatan
seperti natrium, kalium, dan kalsium) bergerak menembus membrane
sel, perbedaan muatan listrik yang tercatat dalam sebuah sel
mengakibatkan apa yang disebut potensial aksi jantung.
14
Pada keadaan istirahat, otot jantung terdapat dalam keadaan
terpolarisasi, artinya terdapat perbedaan muatan listrik antara perbedaan
membrane yang bermuatan negatif dan bagian luar bermuatan positif,
sirrkus jantung bermula saat dilepaskannya inpils listrik, mulailah fase
depolarisasi.
Repolarisasi terjadi saat sel kembali pada keadaan dasar (menjadi
lebih negatif) dan sesuai relaksasi otot miokardium.
Otot jantung tidak seperti otot lurik atau otot polos, mempunyai
periode refraktori yang panjang pada saat sel tidak dapat di stimulasi
untuk berkontraksi, hal tersebut melindungi jantung dari kontraksi
berkepanjangan (tetani) yang dapat mengakibatkan henti jantung
mendadak.
Kerja jantung mempunyai tiga periode, yaitu periode kontriksi
(periode sistole), periode dilatasi (periode diastole), periode istirahat.
1) Periode kontriksi (periode sistole)
Suatu keadaan ketika jantung bagian ventrikel dalam keadaan
menguncup, katup bikuspidalis dan trikuspidalis dalam keadaan
tertutup valvula semilunaris aorta dan valvulasemilunaris arteri
pulmonaris terbuka sehingga darah dari ventrikel dextra mengalir
ke arteri pulmonaris masuk keparu-paru kiri dan kanan, sedangkan
darah dari ventrikel sinistra mengalir ke aorta kemudian diedarkan
ke seluruh tubuh.
15
2) Periode dilatasi (periode diastole)
Suatu keadaan jika jantung mengembang, katup bikuspidalis
dan trikuspidalis terbuka, sehingga darah dari atrium sinistra masuk
ventrikel sinistra dan darah dari atrium dextra masuk ke ventrikel
dextra, selanjutnya darah yang ada di paru-paru kiri dan kanan
melalui vena pulmonalis masuk ke atrium sinistra dan darah dari
seluruh tubuh melalui vena kava masuk ke atrium dextra.
3) Periode Istirahat
Yaitu waktu antara periode konstriksi dan dilatasi ketika
jantung berhenti kira-kira 110� detik, pada waktu kita beristirahat
jantung akan menguncup sebanyak 70-80x/menit, pada tiap-tiap
kontraksi jantung akan memindahkan darah ke aorta sebanyak 60-
70cc.
1. Siklus Jantung
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung
selama peredaran darah, gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu
kontriksi (sistole) dan pengendoran (diastole) kontriksi dari kedua
atrium terjadi secara serentak yang disebut sistol atrial dan
pengendorannya disebut diastole atrial, lama kontriksi ventrikel ±0,3
detik dan tahap pengendorannya selama 0,5 detik.
Selama diastolic, katup atrioventrikuler terbuka dan darah yang
kembali dari vena mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel,
16
mendekati akhir periode diastolik otot atrium akan berkontraksi sebagai
respon terhadap sinyal yang ditimbulkan oleh nodus SA, kontraksi
kemudian meningkatkan tekanan di dalam atrium dan mendorong
sejumlah darah ke ventrikel, sebanyak 15-25%, pada titik ini ventrikel
akan berkontraksi sebagai respon terhadap propagasi impuls listrik yang
dimulai di nodus SA beberapa mili detik sebelumnya.
Selama sistolik, tekanan di dalam ventrikel dengan cepat
meningkat, mendorong katup AV untuk menutup, konsekuensinya tidak
ada lagi pengisian ventrikel dari atrium dan darah yang disemburkan
dari ventrikel tidak dapat mengalir, peningkatan tekanan secara cepat di
dalam ventrikel akan mendorong katup pulmonalis dan aorta dan
kemudian darah disemburkan ke areteri pulmonalis dan aorta.
Keluarnya darah mula-mula cepat ketika tekanan masing-masing
ventrikel dan arteri yang bersangkutan mendekati keseimbangan, aliran
darah secara bertahap melambat.
Bunyi jantung terbentuk sewaktu katup AV (katup mitral dan
semilunaris) serta katup pulmonaris dan aorta penutup, paling sedikit
dapat didengar 2 ( kadang-kadang empat) bunyi jantung :
a. Bunyi jantung pertama (S1)
Bunyi jantung pertama terjadi karena penutupan katup mitral
dan trikuspidalis secara bersamaan. S1 terdengar jelas pada apeks
jantung (daerah mitral), intensitasnya meningkat bila daun katup
mengeras akibat kalsium pada penyakit jantung rematik.
17
Bunyi jantung pertama bervariasi intensitasnya pada setiap
denyutan ketika kontraksi atrium tidak sinkron dengan kontraksi
ventrikel.
b. Bunyi jantung kedua (S2)
Bunyi jantung kedua (S2) dihasilkan oleh penutupan katup aorta
dan pulmonaris, kedua katup ini menutup hampir bersamaan, katup
pulmonalis biasanya agak belakangan : pada keadaan tertentu kedua
komponen bunyi dapat terdengar terpisah (split S2) biasanya
semakin jelas saat inspirasi dan menghilang pada saat ekspirasi.
S2 paling keras terdengar pada basis jantung, komponen aorta
bunyi kedua terdengar jelas baik pada daerah aorta maupun
pulmonal dan terdengar kurang jelas pada apeks. Jika hanya akan
mendengarkan bunyi jantung kedua (tunggal) pada daerah aorta dan
split bunyi jantung kedua pada daerah pulmonal.
c. Bunyi jantung ketiga (S3)
Bunyi jantung ketiga terdengar karena pengisian ventrikel yang
cepat. Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang
mendadak pada pengisian ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel
kiri dan kanan dan segera disusul oleh perlambatan pengisian.
Bunyi jantung ketiga merupakan temuan normal pada anak dan
dewasa muda, suara ini terdengar pada pasien yang mengalami
penyakit miokard atau yang menderita gagal jantung kongestif dan
yang ventrikelnya gagal yang menyemburkan semua darah selama
18
sistolik. S3 paling jelas terdengar pada pasien yang berbaring pada
sisi kiri.
d. Bunyi jantung ke empat (S4)
S4 dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan
yang lebih besar, misalnya pada tekanan akhir diastole ventrikel
yang meninggi, sehingga memerlukan dorongan pengisian yang
lebih keras dengan bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat. S4
terjadi pada penyakit arteri koroner, hipertensi atau stenosis katup
aorta.
2. Curah jantung
Adalah volume darah yang dipompa oleh tiap ventrikel permenit. Curah
jantung pada orang dewasa adalah antara 4,5-8 liter permenit. Curah
jantu (CO) sebanding dengan volume sekuncup (SV) kali frekuensi
jantung.
CO = SV X HR
Keterangan :
CO = Cardiac Output
SV = Stroke volume
HR = Heart rate
a. Volume sekuncup
Adalah sejumlah darah yang disemburkan setiap denyut. Maka
curah jantung dapat dipengaruhi oleh perubahan volume sekuncup
19
maupun frekuensi jantung. Frekuensi jantung istirahat pada orang
dewasa rata-rata 60 sampai 80 denyut/menit dan rata-rata volume
sekuncup sekitar 70ml/denyut.
b. Kontrol frekuensi jantung
Karena fungsi jantung adalah menyuplai darah ke seluruh
jaringan tubuh, maka keluarannya harus dapat berubah sesuai
perubahan kebutuhan metabolisme jaringan itu sendiri. Misalnya
selama latihan, curah jantung total dapat meningkat 4x sampai 20
liter/menit. Perubahan frekuensi jantung dapat terjadi akibat kontrol
refleks yang di mediasi oleh sistem saraf otonom, yaitu simpatis dan
parasimpatis.
c. Kontrol volume sekuncup
Volume sekuncup terutama ditentukan oleh tiga faktor yaitu:
1. Kontraktilitas intrinsik adalah istilah yang digunakan untuk
menyatakan tenaga yang dapat dibangkitkan oleh kontraksi
miokardium pada kondisi tertentu, peningkatan kontraktilitas
dapat terjadi pada volume sekuncup.
2. Preload merupakan tenaga yang menyebabkan otot ventrikel
menegang sebelum mengalami eksitasi dan kontraksi. Preload
ventrikel ditentukan oleh volume darah dalam ventrikel pada
akhir diastolik. Semakin besar preload semakin besar volume
sekuncupnya.
20
3. Afterload yaitu suatu tekanan yang harus dilawan ventrikel untuk
menyemburkan darah, tahapan terhadap ejeksi ventrikel kiri
dinamakan tahanan vascular sistemik (SVR), tahanan oleh
tekanan pulmonal terhadap ejeksi ventrikel dinamakan tahanan
vaskuler pulmonal (PVR), peninggian afterload akan
mengakibatkan penurunan volume sekuncup. (Brunner and
Suddarth Volume II, 2002).
3. Patofisiologi
Gagal jantung congestif dapat disebabkan oleh beberapa sebab
diantaranya kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertensi
sistemik/pulmonal, faktor sistemik dan penyakit jantung lain. Penyebab ini
secara keseluruhan dapat menyebabkan penurunan curah jantung.
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir
dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru. Kongesti paru
menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispneu
terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen.
21
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang, maka
tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar
rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites. Pengumpulan cairan
dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan tekanan pada diafragma dan
distress pernafasan.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
didalam rongga abdomen. Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan
disebabkan karena menurunnya curah jantung. (Brunner and Suddarth
Volume II, 2002).
Pada kondisi preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai
dengan retensi garam dan air. Bila spasme arteriolar ditemukan di seluruh
tubuh, maka dapat dipahami bahwa tekanan darah yang meningkat
merupakan kompensasi mengatasi kenaikan tahanan perifer agar oksigenasi
jaringan tetap tercukupi. Spasme pada pembuluh darah juga mengakibatkan
penurunan pengisian darah di ventrikel kiri yang dapat mengakibatkan
penurunan cardiac output. Penurunan CO ini berakibat terjadi gangguan
transportasi oksigen. (Ida Ayu Chandranita, 2008).
22
Gambar 2.2 Bagan patofisiologi Preeklampsia dan CHF
Diadaptasi dari Brunner and Suddarth & Bobak
Kelebihan volume cairan
Edema extermitas jaringan
Kongesti vena
Extermitas
Gg. Pemenuhan Keb. nutrisi
Mual, muntah
Merangsang medula
oblongata
Inefektif Pola Nafas
Penurunan kadar O2
Penurunan komplien dan ekspansi paru
Perpindahan cairan intravaskular keluar
rongga abdomen
Tekanan pembuluh portal meningkat
Hepatomegali
Pembesaran vena di hepar
Ventrikel tidak dapat
mengakomodasi semua darah secara normal
kembali dari vena
Gagal Jantung Kanan
Inefektif pola Nafas
Sesak Nafas
Gangguan pertukaran gas
Edema Paru
Penimbunan cairan dalam
alveoli
Cairan mengalir dari kapiler ke
alveoli
Peningkatan tek. Vena
poulmonalis
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari
paru.
Gagal Jantung Kiri
Retensi natrium dan cairan
Sekresi aldosteron
Pelepasan renin Gg. Perfusi ginjal
Inefektif pola Nafas
Sesak Nafas
Gg. Pertukaran Gas
Gg. Transportasi O2 ke paru-paru
Defisit Perawatan Diri
Kelemahan
Menghambat peredaran O2 ke
jaringan
Penurunan konsentrasi Hb
Penurunan vol darah yang
dibutuhkan oleh organ
Penurunan CO
Penurunan pengisian darah di ventrikel kiri
Vasospasme pd pembuluh darah
Pre Eklampsia
Penurunan volume sekuncup
Etiologi : Kelainan otot jantung, aterosklerosis jantung,
hipertensi sitemik, faktor sistemik, penyakit jantung
lain
Ketidakmampuan ventrikel kanan mengosongkan volume darah
Hepar
Ascites Penekanan pada diafragma
Anorexia
Tekanan atrium kanan meningkat
23
4. Etiologi
Adapun beberapa penyebab seseorang terkena gagal jantung diantaranya :
a. Kelainan otot jantung.
Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit otot degeneratif atau imflamasi.
b. Aterosklerosis koroner.
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis ( akibat penumpukan
asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung ) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung.
c. Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload ).
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertofi serabutm otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi
miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan yang tidak
jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan
akhirnya akan terjadi gagal jantung.
d. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif.
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
24
e. Penyakit jantung lain.
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya tidak secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (
misalnya stenosis katup semiluner ), ketidakmampuan jantung untuk
mengisi darah ( misal tamponade perikardium, perikarditis konstriktif,
atau stenosis katup AV ), atau pengosongan katup abnormal ( misal
insufisiensi katup AV ). Peningkatan mendadak afterload akibat
meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi “maligna” ) dapat
menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertrofi miokardial.
f. Faktor sistemik.
Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme ( misalnya
demam, tirotoksikosis ), hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia
atau anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Disritmia
jantung yang dapat terjadi dengan sendirinya atau secara sekunder akibat
gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
(Brunner and Suddarth Volume II, 2002).
5. Manifestasi Klinis
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume
intravaskular. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang
25
meningkat akibat turunnya curah jantung pada kegagalan jantung.
Peningkatan tekanan vena pulmonalis dapat menyebabkan cairan mengalir
dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi edema paru, yang
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya tekanan
vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum dan penambahan
berat badan.
Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara
luas karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah)
untuk menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang
biasanya timbul akibat perfusi rendah biasanya adalah pusing, konfusi,
kelelahan, tidak toleran terhadap latihan dan panas, ekstermitas dingin dan
haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan perfusi ginjal menurun,
mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang ada gilirannya akan
menyebabkan sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta
peningkatan volume intravaskuler.
Manifestasi gagal jantung sisi kiri dan kanan:
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal
ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah
ventrikel berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel
dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Tetapi manifestasi
kongesti dapat berbeda tergantung pada kegagalan ventrikel mana yang
terjadi.
26
a. Gagal Jantung Kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel
kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan
tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan
paru. Manifestasi klinis yang terjadi meliputi dispneu, batuk, mudah
lelah, denyut jantu cepat (takikardia) dengan bunyi jantung S3,
kecemasan dan kegelisahan.
Dispneu terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang
mengganggu pertukaran gas. Dispneu bahkan dapat terjadi saat istirahat
atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal atau sedang. Dapat terjadi
ortopneu, kesulitan bernafas saat berbaring, tetapi akan menggunakan
bantal agar bisa tegak di tempat tidur atau duduk dikursi bahkan saat
tidur.
Beberapa pasien hanya mengalami ortopneu pada malam hari,
suatu kondisi yang dinamakan paroximal noktural dispneu (PND). Hal
ini terjadi bila pasien, yang sebelumnya duduk lama dengan posisi kaki
dan tangan dibawah, pergi berbaring ketempat tidur. Setelah beberapa
jam cairan yang tertimbun di ekstermitas yang sebelumnya berada
dibawah mulai diarbsopsi, dan ventrikel kiri yang sebelumnya sudah
terganggu , tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan
adekuat. Akibatnya tekanan dalam sirkulasi paru meningkat dan lebih
lanjut, cairan berpindah ke alveoli.
27
Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering
dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk
yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak yang kadang
disertai bercak darah.
Mudah lelah terjadi akibat curah jantung yang kurang yang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat
meningkatnya energi yang terjadi akibat distress pernafasan dan batuk.
Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi
jaringan, stres akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung
tidak berfungsi dengan baik. Begitu terjadi kecemasan, terjadi juga
dispneu yang pada gilirannya memperberat kecemasan, menciptakan
lingkaran setan.
b. Gagal Jantung Kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera
dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak
mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak
dapat mengakomodasi semua darah secara normal kembali dari sirkulasi
vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstermitas bawah
( edema dependen ), yang biasanya merupakan pitting edema,
pertambahan berat badan, hepatomegali (pembesaran hepar), distensi
28
vena leher, asites (penimbunancairan didalam rongga peritonium),
anoraksia, mual, nokturia dan lemah.
Edema dimulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara
bertahap bertambah ke atas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia
eksterna dan tubuh bagian bawah. Edema sakral sering jarang terjadi
pada pasien yang berbaring lama, karena daerah sakral menjadi daerah
yang dependen.
Pitting edema adalah edema yang akan tetap cekung bahkan setelah
penekanan ringan dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi
retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5kg.
Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen
terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang,
maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan
terdorong keluar rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
Anoreksia dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena
didalam rongga abdomen.
Nokturia atau rasa ingin kencing pada malam hari, terjadi karena
perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat berbaring. Diuresis
paling sering terjadi pada malam hari karena curah jantung akan
membaik dengan istirahat.
29
Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena
menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan. (Brunner and
Suddarth Volume II, 2002)
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan diperlukan karena dua alasan yaitu untuk
menilai kinerja jantung dan untuk mementukan penyebab dasar gagal
jantung, khususnya jika penyebab ini dapat diobati atau bahkan dihilangkan,
misalnya kelainan katup, endokarditis inefektif, efusi perikardial dan emboli
paru yang berulang.
a) Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardigrafi dapat digunakan untuk memperkirakan
ukuran dan fungsi ventrikel kiri.
b) Rontgen dada
Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan adanya
hipertensi vena, edema paru atau kardiomegali. Bukti pertama adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.
c) AGD, gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan
(dini) atau hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
d) EKG, dapat mengungkapkan adanya takikardi, hipertrofi bilik jantung
dan iskemia (jika disebabkan oleh IMA). (Arif Mutaqqin, 2009).
30
e) Scan Jantung, tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan
dinding.
f) Enzim hepar, meningkat dalam gagal atau kongesti hepar.
7. Preeklampsia
Preeklampsi merupakan kumpulan gejala atau sindroma yang mengenai
wanita hamil dengan usia kehamilan di atas 20 minggu dengan tanda utama
berupa adanya hipertensi dan proteinuria. Kumpulan gejala itu berhubungan
dengan vasospasme, peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan
penurunan perfusi organ.
Dua gejala yang sangat penting pada preeklampsia adalah hipertensi
dan proteinuria. Gejala ini merupakan keadaan yang biasanya tidak disadari
oleh wanita hamil. Pada waktu keluhan lain seperti sakit kepala, gangguan
penglihatan, dan nyeri epigastrium mulai timbul, hipertensi dan proteinuria
yang terjadi biasanya sudah berat.
Tekanan darah. Kelainan dasar pada preeklampsia adalah vasospasme
arteriol sehingga tanda peringatan awal muncul adalah peningkatan tekanan
darah. Tekanan diastolik merupakan tanda prognostik yang lebih baik
dibandingkan tekanan sistolik dan tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau
lebih menetap menunjukan keadaan abnormal.
Kenaikan berat badan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba
dan kenaikan berat badan yang berlebihan merupakan tanda pertama
preeklampsia. Peningkatan berat badan sekitar 0,45 kg per minggu adalah
31
normal, tetapi bila lebih dari 1 kg dalam seminggu atau 3 kg dalam sebulan
maka kemungkinan terjadinya preeklampsia harus dicurigai. Peningkatan
berat badan yang mendadak serta berlebihan terutama disebabkan oleh retensi
cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala edema nondependen
yang terlihat jelas, seperti edema kelopak mata, kedua lengan, atau tungkai
yang membesar.
Proteinuria. Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya
suatu penyebab fungsional dan bukan organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada
kasus yang berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/l.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi
dan biasanya terjadi setelah kenaikan berat badan yang berlebihan.
Nyeri kepala. Gejala ini jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi
semakin sering terjadi pada kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa
pada daerah frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian
analgesik biasa. Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia,
nyeri kepala hebat hampir selalu mendahului serangan kejang pertama.
Nyeri epigastrium. Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas
merupakan keluhan yang sering ditemukan pada preeklampsia berat dan dapat
menjadi presiktor serangan kejang yang akan terjadi. Keluhan ini mungkin
disebabkan oleh regangankapsula hepar akibat edema atau perdarahan.
Gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan yang dapat terjadi di
antaranya pandangan yang sedikit kabur, skotoma, hingga kebutaan sebagian
32
atau total. Keadaan ini disebabkan oleh vasospasme, iskemia, dan perdarahan
petekie pada korteks oksipital.
Adapun terapi medikamentosa yang diberikan pada pasien dengan PEB
antara lain adalah tirah baring, oksigen, kateter menetap, cairan intravena.
Cairan intravena yang dapat diberikan dapat berupa kristaloid maupun koloid
dengan jumlah input cairan 1500 ml/24 jam dan berpedoman pada diuresis,
insensible water loss, dan central venous pressure (CVP). Balans cairan ini
harus selalu diawasi. Magnesium sulfat (MgSO4). Obat ini diberikan dengan
dosis 20 cc MgSO4 20% secara intravena loading dose dalam 4-5 menit.
Kemudian dilanjutkan dengan MgSO4 40% sebanyak 30 cc dalam 500 cc
ringer laktat (RL) atau sekitar 14 tetes/menit. (Bobak, 2008)
8. Penatalaksanaan
a) Medis
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan
menurunkan konsumsi oksigen melalui istirahat/pembatasan
aktivitas.
2) Memperbaiki kontraktilitas otot jantung.
- Mengatasi keadaan yang reversibel, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia.
- Digitalisasi :
a. Dosis digitalis :
33
1. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-
6 dosis selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama
2-4 hari.
2. Digoksin iv 0,75-1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
b. Cara pemberian digitalis.
Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada
beratnya gagal jantung. Pada gagal jantung berat dengan
sesak nafas hebat dan takikardi lebih dari 120x/menit,
biasanya diberikan digitalisasi capat. Pada gagal jantung
ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi
per oral paling sering dilakukan karena paling aman.
Pemberian dosis besar tidak terlalu perlu, kecuali bila
diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada
fibrilasi atrium.
3) Menurunkan beban jantung
Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretik, dan
vasodilator.
- Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV, penggunaan diuretik,
digoksin dan penghambat angiotensin converting enzyme (ACE)
diperlukan mengingat usia harapan hidup yang pendek. Untuk
gagal jantung kelas II dan III diberikan:
34
a. Diuretik dalam dosis rendah atau menengah (furosemid 40-
80mg).
b. Digoksin pada psien dengan fibrilasi atrium maupun kelainan
irama sinus.
c. Penghambat ACE (kaptropil mulai dari dosis 2 x 6,25 MG
atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan
secra bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien);
isosorbit dinitrat (ISDN) pada pasien dengan kemampuan
aktivitas yang terganggu atau adanya iskemia yang menetap,
dosis dimulai 3 x 10-15 mg. Semua obat ini harus dititrasi
secara bertahap.
- Diuretik
Yang digunakan furosemid 40-80 mg. Dosis penunjang rata-rata
20 mg. Efek samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan
suplai garam kalium atau diganti dengan spironolakton.
Dampak diuretik yang mengurangi beban awal tidak mengurangi
curah jantung atau kelangsungan hidup, tapi merupakan
pengobatan garis pertama karena mengurangi gejala dan
perawatan di rumah sakit.
- Vasodilator
Nitrogliserin 0,4-0,6 mg sublingual atau 0,2-2 mg/kgBB/menit iv,
nitropusid 0,5-1 mg/kgBB/menit iv, prazosin per oral 2-5 mg,
kaptropil 2x6,25 mg. (Mansjoer Arif, 2005)
35
b) Keperawatan
1) Menganjurkan pasien istirahat untuk mengurangi beban kerja
jantung.
2) Mengatur posisi tempat tidur, kepala tempat tidur naik 20-30 derajat.
3) Memberikan kenyaman fisik dan menghindari situasi yang
cenderung menyebabkan kecemasan.
4) Penyuluhan pasien tentang perawatan dirumah.
9. Dampak masalah terhadap perubahan struktur/fungsi sistem
kardiovaskuler terhadap kebutuhan manusia
a) Kebutuhan aktifitas atau istirahat akibat kelelahan dan kelemahan
biasanya diakibatkan curah jantung yang rendah dan perifer yang
berkurang. Sesak biasanya semakin berat apabila pasien melakukan
kegiatan berat namun berkurang dengan istirahat. Dispneu biasanya
dihubungkan dengan kegiatan fisik, tetapi perubahan posisi tubuh dapat
mengurangi dispneu.
b) Kebutuhan eliminasi mengalami oliguri atau anuri, nokturi. Kebutuhan
hygiene tidak terpenuhi akibat kelelahan apabila melakukan suatu
kegiatan yang cukup berat. Kebutuhan nutrisi tidak tercukupi karena
kehilangan nafsu makan (anorexia dan mual).
c) Kenyamanan akibat nyeri dada, nyeri pada kuadran kanan atas
abdomen, tidak tenang dan gelisah.
36
d) Kebutuhan pernafasan, ortopneu atau kesulitan bernafas pada posisi
berbaring, dispneu paroksimal noktural atau serangan yang terjadi pada
waktu beristirahat di malam hari dalam posisis berbaring dapat
berkurang dengan meninggikan bagian atas tubuh dengan alas kepala.
Batuk iritasi (batuk kering atau basah dan pendek). Penurunan bunyi
nafas, perubahan pengembangan paru-paru.
e) Kebutuhan sosial, penurunan keikutsertaan dalam aktifitas sosial yang
biasa dilakukan.
B. Asuhan Keperawatan Kasus Sistem Kardiovaskular : CHF
1. Pengkajian
a. Identitas
1) Identitas pasien meliputi : nama, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian, nomor
CM, diagnosa medis.
2) Identitas penanggung jawab : nama, jenis kelamin, agama,
pendidikan, hubungan dengan klien.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan yang paling sering menjadi alasan klien untuk meminta
pertolongan kesehatan meliputi dispneu, kelemahan fisik, dan
edema sistemik.
37
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang kronologis keluhan
utama. Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala
kongesti vaskular pulmonal adalah dispneu, ortopneu, dispneu
noktural paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada
pengkajian dispneu ( dikarakteristikan oleh pernafasan cepat,
dangkal dan sensasi sulit dalam mendapatkan udara yang cukup
dan menekan klien ) apakah mengganggu aktivitas lainnya seperti
keluhan tentang insomnia, gelisah atau kelemahan yang disebakan
oleh dispneu.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkajia apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas infark
miokardium, hipertensi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan. Obat-obat ini meliputi obat diuretik, nitrat,
penghambat beta, serta obat-obatan antihipertensi. Catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan adanya
alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa yang timbul. Seringkali
klien mengacaukan suatu alergi dengan efek samping obat.
38
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka
penyebab kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik pada
orang tua yang timbulnya pada usia muda merupakan faktor risiko
utama untuk penyakit jantung iskemik pada keturunannya. (Arif
Muttaqin, 2009)
c. Data Biologis
1) Nutrisi
Dalam nutrisi perlu dikaji pola makan dan minum klien dirumah
dan di rumah sakit, meliputi kebiasaan makan sehari-hari, frekuensi
makan dan minum, menu makanan, jenis makanan bila ada,
kebiasaan-kebiasaan tertentu, diit. Klien biasanya diadaptkan mual
dan muntah, penurunan nafsu makan akibat pembesaran vena di
dalam rongga abdomen, serta penurunan berat badan.
2) Eliminasi
Pada pasien dengan CHF biasanya terdapat pola eliminasi BAB
dan BAK yaitu penurunan berkemih, urine berwarna gelap,
berkemih pada malam hari.
3) Istirahat dan Tidur
Pada semua pasien perlu dikaji pola istirahat dan tidurnya, karena
bisa saja teeganggu akibat kondisi lingkungan dan penyakitnya,
terutama pasien dengan CHF biasanya pola tidurnya terganggu
39
karena adanya sesak nafas dan batuk yang membangkitkan nyeri
dada.
4) Aktifitas dan Latihan
Pola aktifitas pada pasien dengan CHF biasnya banyak mengalami
gangguan kelemahan dan sesak nafas serta biasanya aktifitas pasien
dibatasi.
5) Personal Hygiene
Perlu dikaji bagaimana kegiatan mandi, gosok gigi, keramas, ganti
pakaian, gunting kuku, apakah dilakukan secara mandiri atau
dibantu, biasanya pasien dengan CHF terdapat gangguan
pemenuhan perawatan diri karena kelemahan fisik dan kelelahan.
d. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi,
auskultasi dan perkusi.
1) Kepala
Kaji bentuk kepala adakah kelainan bentuk, massa dan nyeri
tekan, penyebaran rambut, mudah dicabut apa tidak, bagaimana
keadaan kulit kepala, pada pasien jantung biasanya mengeluh
pusing.
2) Telinga
Kaji bentuk telinga, kebersihan, adakah nyeri tekan pada tulang
mastoid, keadaan membrane tympani, kaji fungsi pendengaran,
biasanya pasien CHF tidak ada gangguan.
40
3) Mata
Kaji kesimetrisan mata, sklera apakah ada ikterik, konjungtiva
anemis atau tidak, pupil mata juga diperhatikan bentuk dan reflek
cahaya, biasanya pada pasien dengan CHF terdapat iktrus,
pergerakan bola mata, lapang pandang, serta visus biasanya tidak
berpengaruh.
4) Hidung
Kaji bentuk hidung, septum nasal, kebersihan, polip, cuping
hidung, nyeri tekan pada sinus maxilaris dan frontalis. Pada
pasien jantung terdapat pernafasan cuping hidung.
5) Gigi dan Mulut
Kaji bentuk bibir, biasanya sianosis, kelembapan kaji kebersihan
mulut dan gigi, kebersihan mulut dan gigi biasanya kotor karena
kelemahan fisik, pembesaran tonsil, serta indra pengecap tidak
ada gangguan.
6) Leher dan Thorax
Kaji kulit, adakah lesi, pembesaran kelenjar tiroid, peningkatan
vena jugularis, bendungan vena bilateral umumnya ditemukan
pada gagal jantung kanan, kaji bentuk dada, benjolan dada
disekitar sela iga ketiga dapat terjadi akibat aneurisma dari
pembuluh darah besar, pengembangan paru, iktus kordis,
normalnya ditemukan pulsasi apeks diapeks kordis dan dapat
diraba pada jarak ±8 dari garis midsternal pada ruang sela iga
41
IV kiri, auskultasi bunyi nafas, pada pasien dengan CHF biasanya
terdapat bunyi nafas ronchi, bunyi jantung, perkusi bunyi jantung,
biasanya pada pasien jantung S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah.
7) Abdomen
Kaji bentuk abdomen, adanya asites, auskultasi bising usus, kaji
adakah nyeri tekan pada pasien jantung CHF biasnya terdapat
nyeri abdomen kanan atas, karena terdapat pembesaran hati,
perkusi di ke empat kuadran abdomen.
8) Genetalia
Kaji kebersihan genetalia, pembengkakan scrotum, biasanya tidak
terdapat gangguan kecuali memiliki riwayat penyakit kelamin.
9) Ekstermitas atas dan Bawah
Kaji kesimetrisan kedua ekstermitas, refleks bisep dan trisep,
refleks patela, babinski, kaji kekuatan otot. Biasanya terdapat
kelemahan. Pada ekstermitas bawah terdapat oedem.
(Marilynn E. Doengoes Rencana Asuhan Keperawatan, 2002)
e. Aspek Psikologis
Perlu dikaji tingkat kecemasan karena apda pasien CHF dapat terjadi
kecemasan. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, sterss akibat kesakitan bernafas, dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut
dari curah jantung dapat disertai insomia atau kebingungan.
42
f. Aspek Sosial
Perlu dikaji hubungan pasien dengan keluarga, tetangga atau
hubungan pasien dengan pasien yang lain serta hubungan pasien
dengan petugas, biasanya terjadi penurunan keikutsertaan dalam
aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
g. Aspek Spiritual
Perlu dikaji menyangkut masalah keeyakinan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, harapan pasien dan keluarga atas penyakit yang
dideritanya.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Aktual/resiko menurunnya curah jantung berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama,
dan konduksi elektrikal.
b. Aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perembesan cairan, kongesti paru sekunder, perubahan
membrane kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial.
c. Aktual/resiko tinggi gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan pengembangan paru yang tidak optimal, kelebihan cairan di
paru sekunder pada edema paru akut.
d. Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung.
43
e. Aktual/resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan
kelebihan cairan elektrolit, perebesan cairan interstitial di sistemik
sebagai dampak sekunder dari penurunan curah jantung : gagal
jantung kanan.
f. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan
curah jantung.
g. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik. (Arif
Muttaqin, 2009)
3. Intervensi Keperawatan
DP I : Aktual/resiko menurunnya curah jantung berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan
konduksi elektrikal.
Tujuan : Penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan ttv
dalam batas normal.
Kriteria Hasil : Klien akan melaporkan penurunan episode dispneu,
berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah
dalam batas normal (120/80 mmHg), Nadi (80x/menit). Denyut jantung
dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik.
44
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Menurunnya Curah Jantung
Berhubungan Dengan Penurunan Kontraktilitas Ventrikel Kiri, Perubahan
Frekuensi, Irama, Dan Konduksi Elektrikal
Intervensi Rasional
1. Kaji dan laporkan tanda penurunan curah jantung.
2. Catat bunyi jantung. 3. Palpasi nadi perifer. 4. Pantau adanya keluaran urine, catat
keluaran urine dan kepekatan/konsentrasi urine.
5. Istirahatkan klien dengan tirah
baring optimal.
1. Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
2. S1 dan S2 mungkin lemah karenaa menurunnya kerja pompa. Irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan nsebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya nadi radialis, popliteal, dorsalis pedis. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk di palpasi, dan pulsus alteran (denyut kuat lauin dengan lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berspons untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, keluaran urine biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila pasien tidur.
5. Untuk menurunkan seluruh kebutuhan kerja pada jantung dan membantu dalam menurunkan kebutuhan kerja pada jantung dengan menurunkan volume intravaskular melalui induksi berbaring diuresis.
45
6. Atur posisi tirah baring yang ideal. Kepala tempat tidur harus dinaikkan 20-30 cm.
7. Kaji perubahan pada sensorik.
Contoh : letargi, cemas, dan depresi. 8. Berikan istirahat psikologi dengan
lingkungan yang tenang. 9. Berikan oksigen tambahan dengan
nasal kanul/masker sesuai dengan indikasi.
6. Posisi ini untuk mengurangi kesulitan bernafas dan mengurangi jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat mengurangi kongesti paru.
7. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder terhadap penurunan curah jantung.
8. Sters emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait, meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan frekuensi kerja jantung.
9. Meningktakan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
DP II : Aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perembesan cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membrane
kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial.
Tujuan : Tidak ada keluhan sesak atau terdapat penurunan respons sesak
nafas.
Kriteria Hasil : secara subyektif klien menyatakan penurunan sesak nafas,
secara objektif didapatkan TTV dalam batas normal (RR 16-20X/menit),
tidak ada penggunaan otot bantu nafas, analisa gas darah dalam batas
normal.
46
Tabel 2.2
Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Kerusakan Pertukaran Gas
Yang Berhubungan Dengan Perembesan Cairan, Kongesti Paru Sekunder,
Perubahan Membrane Kapiler Alveoli
Dan Retensi Cairan Interstitial.
Intervensi Rasional
1. Berikan tambahan oksigen 6 liter/menit.
2. Koreksi keseimbangan asam
basa 3. Cegah atelektasis dengan melatih
batuk efektif dan nafas dalam. 4. Kolaborasi pemberial RL
500cc/24 jam dan pemberian furocemid.
1. Untuk meningkatkan konsentrasi oksigen dalam proses pertukaran gas.
2. Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi pernafasan.
3. Kongesti yang berat akan memperburuk proses pertukaran gas sehingga berdampak pada timbulnya hipoksia.
4. Meningkatkan kontraktilitas otot jantung, sehingga dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat mencegah gangguan pertukaran gas. Furocemide dapat membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat ADH.
DP III : Aktual/resiko tinggi gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan
dengan pengembangan paru yang tidak optimal, kelebihan cairan di paru
sekunder pada edema paru akut.
Tujuan : Tidak terjadi perubahan pola nafas.
Kriteria Hasil : Klien tidak sesak nafas, Rrdalam batas normal 16-
20x/menit, respons batuk berkurang.
47
Tabel 2.3
Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Gangguan Pola Nafas Tidak
Efektif Berhubungan Dengan Pengembangan Paru
Yang Tidak Optimal, Kelebihan Cairan Di
Paru Sekunder Pada Edema Paru Akut.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas 2. Kaji adanya edema. 3. Ukur intake dan output. 4. Timbang berat badan. 5. Pertahankan pemasukan total
cairan 2000ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
6. Kolaborasi pemberian diet tanpa
garam.
1. Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2. Curiga gagal kongestif/kelebihan cairan.
3. Penurunan curah jantung mengakibatkan penurunan perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan keluaran urine.
4. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan cairan.
5. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
6. Natrium meningkatkan retensio cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat.
DP IV : Aktual/resiko tinggi gangguan perfusi perifer berhubungan dengan
menurunnya curah jantung.
Tujuan : Perfusi perifer meningkat.
Kriteria Hasil : Klien tidak mengeluh pusing, TTV dalam batas normal,
CRT <3 detik, urine > 500ml/hari.
48
Tabel 2.4
Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Gangguan Perfusi Perifer
Berhubungan Dengan Menurunnya Curah Jantung.
Intervensi Rasional
1. Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan : ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri bila memungkinkan.
2. Kaji warna kulit, suhu, sianosisi,
nadi perifer, dan diphoresisi secara teratur.
3. Kaji kualitas peristaltik, jika perlu pasang sonde.
4. Kaji adanya kongesti hepar pada
abdomen kanan atas. 5. Pantau urine output. 6. Catat adanya murmur. 7. Pantau frekuensi jantung dan
irama.
8. Berikan makanan kecil/mudah dikunyah, batasi asupan kafein.
9. Kolaborasi pertahankan cara
masuk heparin (IV) sesuai indikasi.
1. Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel. Jipertensi juga fenomena umum yang berhubungan dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
2. Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan tahanan perifer.
3. Mengetahui pengaruh hipksia terhadap fungsi saluran cerna serta dampak penurunan elektrolit.
4. Sebagai dampak gagal jantung kanana. Jika berat akan ditemukan adanya tanda kongesti.
5. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
6. Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung.
7. Perubahan dan frekuensi irama jantung menunjukkan konplikasi disritmia.
8. Mkanan besar dapat meningkatkan kerja miokardium. Kafein dapat mernagsang langsung ke jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
9. Jalur yang paten pentung untuk pemberian obat darurat.
49
DP V : Aktual/resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan
kelebihan cairan elektrolit, perebesan cairan interstitial di sistemik sebagai
dampak sekunder dari penurunan curah jantung : gagal jantung kanan.
Tujuan : Tidak terjadi kelebihan cairan sistemik.
Kriteria Hasil : Klien tidak sesak nafas, edema ekstermitas berkurang, pitting
edema (-) , produksi urine >600ml/hari.
Tabel 2.5
Intervensi Keperawatan Aktual/Resiko Tinggi Kelebihan Volume Cairan Yang
Berhubungan Kelebihan Cairan Elektrolit, Perebesan Cairan Interstitial Di
Sistemik Sebagai Dampak Sekunder Dari
Penurunan Curah Jantung : Gagal Jantung Kanan.
Intervensi Rasional
1. Kaji adanya edema pada ekstermitas.
2. Kaji tekanan darah. 3. Kaji distensi vena jugularis. 4. Ukur inteke dan output. 5. Timbang berat badan.
1. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
3. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
4. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi natrium dan penurunan pengeluaran urine.
5. Perubahan tiba-tiba berat badan dapat menunjukkan gangguan
50
6. Beri posisi yang membantu
drainase ekstermitas : lakukan gerakan pasif.
7. Kolaborasi pemberian diet tanpa garam.
8. Kolaborasi pemberian diuretik,
contoh : furosemide. 9. Kolaborasi melakukan
pemantauan data laboratorium elektrolit kalium.
keseimbangan cairan. 6. Meningkatkan venous return dan
mendorong berkurangnya edema paru.
7. Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan miokardium meningkat.
8. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan risiko terjadinya edema paru.
9. Hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.
DP VI : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah
jantung.
Tujuan : Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan
beraktivitas.
Kriteria Hasil : Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala-gejal
yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
51
Tabel 2.6
Intervensi Keperawatan Intoleransi Aktivitas Berhubungan Dengan
Ketidakseimbangan Antara Suplai Oksigen Ke Jaringan Dengan Kebutuhan
Sekunder Dari Penurunan Curah Jantung.
Intervensi Rasional
1. Catat frekuensi jantung : irama dan perubahan TD selama dan sesudah aktivitas.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdomen, misalnya : mengejan saat defekasi.
4. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas. Contoh : bangun dari kursi, bila tak ada nyeri lakukan ambulasi, kemudian istirahat selama 1 jam setelah makan.
1. Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan adanya penurunan oksigen miokard.
2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
3. Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi, menurunkan curah jantung dan takikardia, serta peningkatan TD.
4. Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.
DP VII : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan klien akan personal hygiene dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil : Menunjukkan perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari –hari
seperti mandi dan oral hygiene, Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan hygiene oral, Dapat melakukan perawatan mulut, Tingkat
fungsi pasien dari tingkat 3 menjadi tingkat 0.
52
Tabel 2.7
Intervensi Keperawatan Defisit Perawatan Diri
Berhubungan Dengan Kelemahan Fisik
Intervensi Rasional
1. Mengkaji kemampuan klien dalam memenuhi personal hygiene.
2. Mendukung kemandirian dalam melakukan mandi dan oral hygiene, bantu pasien hanya jika diperlukan.
3. Melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan.
4. Memberikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan diri.
1. Mentukan sejauh mana klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi aktivitas sehari-hari.
2. Meningkatkan usaha klien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri.
3. Keluarga adalah pengaruh besar dalam kesembuhan klien.
4. Klien yang tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri tentunya harus dibantu agar dapat terpenuhi
53
53
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Ny.S
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Alamat : Kp. Gebang, Priuk Tangerang
No. CM : 13711978
Diagnosa Penyakit : Congestif Heart Failure (CHF) dengan Post
Partum.
Tanggal masuk : 30 Juni 2013 pukul 08.00 WIB
Tanggal Pengkajian : 1 Juli 2013 pukul 09.00 WIB
Sumber Data :Pasien, Keluarga Pasien dan Rekam Medik
Identitas Penanggung Jawab
Nama : Tn. M
Umur : 47 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
54
Hub. dengan Klien : Suami Klien
Pekerjaan : Wiraswasta
Status Perkawinan : Sudah menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa, Indonesia
Alamat : Kp. Gebang, Priuk Tangerang
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Sesak Nafas
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 26 Juni 2013 pukul 14.00 klien datang ke RSU Tangerang
karena mendapat rujukan dari bidan di sekitar tempat tinggalnya karena
mengalami hipertensi urgency. Sesampainya di RSU Tangerang klien
langsung dibawa ke kamr bersalin. Klien juga sempat mengeluh sesak
nafas pada saat masuk ke kamar bersalin. Setelah diberikan oksigen
melalui nasal kanul klien merasa sesak berkurang. Setelah pembukaan
lengkap, pada pukul 17.00 WIB klien melahirkan dan tidak lama
dibawa ke ruang perawatan nifas Paviliun Aster. Selama menjalani
perawatan di ruang Aster, klien masih merasakan sesak nafas. Karena
sesak yang dirasakan tidak mengalami perbaikan, akhirnya klien
dipindahkan ke ruang perawatan penyakit dalam Paviliun Cempaka
RSU Tangerang pada pukul 08.00 WIB dan di diagnosa mengalami
55
CHF. Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 01 Juli 2013 pukul
09.00 WIB klien masih mengeluh sesak nafas. Sesak dirasakan akan
bertambah berat apabila klien berbaring terlentang dan berkurang
apabila klien berbaring dengan posisi setengah duduk atau duduk, sesak
dirasakan sepanjang hari. Sesak dirasakan seperti ditindih sesuatu.
Akibat sesak ini klien tidak bisa melakukan aktivitas secara mandiri.
Sesak dirasakan secara terus menerus. Klien juga mengatakan tidak
terdapat batuk.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti ini. Klien
juga tidak pernah merasakan nyeri dada, memiliki riwayat meminum
obat-obatan diuretik, nitrat, penghambat beta. Klien juga tidak
memiliki riwayat penyakit yang dapat memperburuk keadaan sesak
yang sekarang dialami klien seperti penyakit TBC, asma dan hipertensi
sebelumnya.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
a. Riwayat Penyakit Menular
Di dalam keluarga klien tidak ada riwayat penyakit menular. Klien
mengatakan tidak ada anggota keluarga pasien yang meninggal
karena penyakit jantung.
b. Riwayat Penyakit Keturunan
Di dalam keluarga klien tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
keturunan yang dapat memperberat keadaan penyakit yang sedang
56
dialami klien saat ini seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan
penyakit jantung.
Genogram
Gambar 3.1 Genogram Keluarga Ny.S
Keterangan :
= Laki – laki
= Perempuan
= Hubungan pernikahan
= Klien
= Tinggal serumah
5. Pola Aktifitas Sehari-hari
Tabel 3.1 Pola Aktivitas Sehari-hari Ny. S
No. Aktivitas Sebelum Sakit Saat Sakit
1. Nutrisi � Makan : Klien makan 3-4x sehari menggunakan nasi, lauk pauk seperti sayur. Klien selalu habis dalam 1 porsi.
� Minum : Klien sehari dapat mmenghabiskan ±8-10 gelas setiap
� Makan : Klien makan 3 kali sehari menggunakan nasi, lauk pauk yang disediakan oleh RS. Selalu habis dalam 1 porsi. Klien juga selalu menghabiskan
57
harinya. makanan ringan yang disediakan RS.
� Minum : Semenjak didiagnosa CHF, minum klien dibatasi. Dalam 1 hari klien hanya menghabiskan 600ml.
2. Eliminasi (BAB & BAK)
� BAB : Klien BAB 1x/ hari. Berwarna coklat kehitaman, konsistensi lunak.
� BAK : Klien dalam 1 hari dapat mengeluarkan urine sebanyak 6-8x/ hari. ±2000��
� BAB : Klien BAB 1x/ hari. Berwarna coklat kehitaman, konsistensi lunak. Pada saat dilakukan pengkajian klien sudah BAB pada pagi hari pukul 06.30.
� BAK : Selama di RS klien BAK menggunakan foley cateter. Pada saat dilakukan pengkajian, urine bag terisi 200cc, berwarna coklat pekat, tidak terdapat rasa ingin berkemih pada malam hari karena pasien terpasang foley kateter..
58
3. Personal Hygiene (mandi, keramas, gosok gigi)
� Mandi Klien mengatakan mandi sebanyak 2 kali dalam sehari. Menggunakan sabun mandi. Klien mandi di kamar mandi.
� Keramas Klien keramas 2x sehari. Menggunakan shampo.
� Sikat gigi Klien sikat gigi 2x sehari. Menggonakan pasta gigi.
� Mandi Klien mandi 2x/hari. Klien dibantu oleh suami dan keluarganya. Klien mandi dengan di lap menggunakan waslap. Pada saat dilakukan pengkajian klien sudah mandi.
� Keramas Klien selama dirawat di ruang Cempaka klien belum pernah keramas.
� Sikat gigi Selama dirawat di ruang Cempaka klien belum pernah sikat gigi.
4. Istirahat tidur � Tidur siang Klien terbiasa tidur pada siang hari. Biasanya klien tidur sekitar 2-3 jam setiap harinya.
� Tidur malam Klien tidur pada pukul 20.00-05.00. klien suka terbangun pada malam hari untuk buang air kecil. Klien mengatakan pada malam hari tidur merasa nyenyak,tidak memiliki masalah kesulitan tidur.
� Tidur siang Klien terbiasa tidur pada siang hari. Biasanya klien tidur sekitar 2-3 jam setiap harinya.
� Tidur malam Klien terbiasa tidur cepat. Klien tidur pada pukul 20.00-05.00. Klien mengatakan pada malam hari tidur merasa nyenyak dan tidak memiliki kesulitan tidur.
59
5. Latihan/ olah raga
Klien tidak pernah olahraga.
Klien tidak pernah berolahraga. Klien hanya dapat melakukan latihan rom aktif diatas tempat tidur.
6. Gaya Hidup Klien adalah seorang istri. Klien sehari-hari bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Semenjak dirawat, klien hanya berbaring di tempat tidur sepanjang hari.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat Kesadaran : Compos Mentis, GCS= 15
b. Penampilan secara umum : Sakit sedang
c. Berat Badan : 70kg
d. Tinggi Badan : -
e. Tanda-tanda vital :
1) Tekanan Darah : 160/90 mmHg
2) Frekuensi Nafas : 25x/ menit
3) Nadi : 97x/ menit
4) Suhu : 38.1℃
2. Kulit, rambut dan kuku
Kulit
Berwarna kuning langsat kecoklatan, tidak terdapat jaringan paru, tidak
terdapat lesi pada bagian dada, tidak terdapat macula, papula, nodula,
60
dan ulkus. Suhu kulit terasa hangat, tekstur kulit halus, tidak terdapat
nyeri tekan.
Rambut
Rambut berwarna hitam, distribusi merata, tekstur rambut kering, tidak
terdapat kerontokan, tidak mudah dicabut dan tidak terdapat kutu
rambut.
Kuku
Berwarna putih, bentuk normal, dan tidak terdapat lesi pada kuku. Kuku
tampak panjang dan kotor. CRT 3 detik.
3. Kepala
Bentuk wajah simetris, terdapat ketombe pada kulit kepala. Tidak
terdapat massa, tidak terdapat pembengkakan, dan tidak terdapat nyeri
tekan. Pada dahi tidak terdapat edema. Pada saat dilakukan pengkajian
klien mengatakan tidak merasakan pusing atau sakit kepala.
4. Mata
Pergerakan bola mata simetris, pada palpebra tidak terdapat edema,
tidak terdapat ptosis, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, bola mata
dapat bergerak ke segala arah, tekanan intra okuler sama besar, pupil
berbentuk bulat, isokor dan berdiameter 3 mm. Tidak terdapat nyeri
tekan pada tulang lakrimal.
5. Telinga
Kebersihan kurang, pada pinna tidak terdapat lesi atau massa, tampak
cahaya politzer dipantulkan membran timpani. Tidak terdapat nyeri
61
tekan pada tulang tragus, mastoid, dan pinna. Pada tes rinne hasil (+)
pada telinga kanan dan telinga kiri.
6. Hidung dan Sinus
Berwarna kecoklatan, tidak tampak pembengkakan, tidak tampak lesi,
septum nasi terletak di tengah, bentik hidung simetris, tidak terdapat
sekret pada lubang hidung, tidak ada benda asing, tidak terdapat polip,
tidak terdapat pernafasan cuping hidung pada pasien. Terpasang kanul
O2 3 liter. Tidak terdapat nyeri tekan pada sinus frontalis, etmoidalis,
dan sinus maksilaris. Klien dapat membedakan bau- bauan yang
berbeda .
7. Mulut
Terdapat bau mulut, bibir berwarna merah kehitaman, tidak terdapat
sianosis, tidak terdapat sianosis, tidak ada gingivitis, terdapat karies
gigi, kebersihan lidah kurang, tidak terdapat peradangan faring,
berwarna kemerahan dan tidak terdapat eksudat, ukuran tonsil T1.
Tidak terdapat nyeri tekan pada lidah, tidak teraba pembesaran dan
nyeri tekan pada pipi. Klien dapat merasakan rasa pahit, manis, dan asin
dengan mata tertutup.
8. Leher
Bentuk simetris, tidak terdapat pembengkakan, tidak terdapat jaringan
parut, tidak terdapt kaku kuduk, mobilitas klien normal, nilai JVP 5 + 2
cm, produksi suara baik. Tidak terdapat pembesaran kelenjar limfe,
tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
62
9. Paru-paru dan Rongga Thorax
Paru
Bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi intercosta, tidak terdapat
jejas pada dada. Tidak terdapat nyeri tekan, getaran dada terasa di
kedua sisi. Terdengar suara sonor. Bunyi nafas vesikuler.
Jantung
Tidak terdapat ictus cordis, Tidak teraba ictus cordis. Batas atas
intercostalis 2- 3, batas kanan linea strenalis kanan, batas kiri
intercostalis 4, 5, dan 8 midclavicula kiri. Bunyi jantung S1 S2 normal.
Tidak terdengar bunyi jantung S3 (murmur atau gallop).
Payudara
Ukuran sedang, bentuk payudara simetris, areola berwarna kehitaman,
puting meninjol, kebersihan puting kurang. Tidak terdapat lesi,
payudara teraba lunak, tidak terdapat nyeri tekan.
10. Abdomen
Bentuk buncit ( post partum hari ke V ), tidak terdapat jaringan parut,
tidak terdapat lesi. Lingkar perut 100 cm. Bising usus 8/xmenit. Pada
perkusi bunyi timpany. Pada ginjal kanan dan kiri tidak terdapat nyeri
ketuk. Tidak terdapat pembesaran hepar dan ginjal. Tinggi fundus uteri
3 jari dibawah pusat. Tidak terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan
atas.
63
11. Genitalia
Vagina
Terdapat bulu pubis, distribusi merata, tidak terdapat lesi, terdapat
edema pada labia mayora, terdapat lochea alba. Tidak terdapat nyeri
tekan pada vagina.
Anus
Tidak terdapat pembengkakan dan kemerahan, tidak terdapat
perdarahan. Tidak terdapat nyeri tekan.
12. Ekstermitas Atas
TaKa : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat edema, tidak terdapat
kontraktur, pergerakan ROM aktif, kekuatan otot 4, reflek
bisep dan trisep (+).
TaKi : Terdapat edema pada bagian metakarpal, terpasang infus
NaCl 0.9%, tidak terdapat lesi, tidak terdapat kontraktur,
pergerakan ROM aktif, kekuatan otot 4, reflek bisep dan
trisep (+).
13. Ekstermitas Bawah
KaKa : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat edema, tidak terdapat
kontraktur, pergerakan ROM aktif, kekuatan otot 4, reflek
patella dan babinski (+).
KaKi : Tidak terdapat lesi, tidak terdapat edema, tidak terdapat
kontraktur, pergerakan ROM aktif, kekuatan otot 4, reflek
patella dan babinski (+).
64
D. Data Psikologis
1. Status emosi : Klien terlihat tenang dalam menjawab pertanyaan.
Pada saat dikaji status emosi klien stabil.
2. Kecemasan : Klien terlihat cemas karena sampai hari dilakukan
pengkajian klien belum bertemu dengan bayinya
lagi. Dan klien juga cemas akan ASI yang belum
bisa keluar.
3. Gaya Komunikasi : Gaya komunikasi klien berlangsung dua arah
dan saat dikaji klien sangat kooperatif terbukti
klien menjawab semua pertanyaan yang diajukan
perawat dengan baik.
4. Konsep diri : Klien menyukai apa yang ada di dirinya dan
bersyukur atas pemberian Allah SWT serta
berharap kesembuhan penyakitnya dan bisa
bertemu dengan bayinya lagi.
E. Data Sosial
1. Pendidikan
Pendidikan terakhir klien adalah SMP di jawa tengah.
2. Hubungan Sosial
Hubungan klien dengan keluarga, tetangga, serta dengan pasien lain
terjalin baik, klien pun cukup kooperatif dalam tindakan medis dan
perawatan di RS.
65
3. Faktor sosio Kultural
Klien dan keluarga bersuku Jawa.
4. Gaya Hidup
Klien tampak hidup sederhana, klien tidak pernah mengkonsumsi
minuman beralkohol, kopi atau jamu.
F. Data Spiritual
Klien beragama Islam, klien selalu mengerjakan sholat 5 waktu dan
berdoa kepada Tuhan Yang maha Esa. Tapi selama dirawat di rumah Sakit
klien mengatakan tidak pernah melakukan shalat 5 waktu, klien hanya
berdoa untuk kesembuhan penyakitnya.
G. Data Penunjang
1. Hasil Laboratorium tanggal 26 Juni 2013.
Pemeriksaan hematologi
Jenis pemeriksaan
Hasil Nilai normal Satuan
Hemoglobin Jumlah leukosit Hematokrit Trombosit
4,1 22.700
16 293.000
12-14 5.000-10.000
37-48 150-500x103
G/dL /µL %
/µL Kimia Darah
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan Gula darah sewaktu SGPT Ureum Kreatinin Protein total Albumin
54
10 20 0.9 5,1 2,5
< 180
< 31 < 50 < 1,1
6,6 – 8,7 3,5 – 5,2
mg/dL
U/L mg/dL mg/dL mg/dL mg/dL
66
Elektrolit Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan Natrium Kalium Clorida
130,3 3,15 114
135-147 3,5-5,5 98-107
mEg/L mEg/L mEg/L
Analisa gas darah Jenis pemeriksaan Hasil Nilai normal Satuan pH pO2 pCO2 HCO3 O2 Saturasi
7,139 24,3 55,3 18,4 29,2
7,350-7,450 85-95 35-45 21-25 95-98
mmHg mmHg mmol/L
%
2. Gambaran Hasil EKG : Sinus Rhythm.
3. Hasil expertise USG abdomen tanggal 01 Juni 2013.
a. Hepar : Bentuk dan ukuran normal. Permukaan rata, reguler, tepi
tajam. Echostruktur parenkim homogen. Sistem biliovaskuler baik.
Tak tampak dilatasi duktus biliaris intra/extra kepatik. Tak tampak
lesi hiper/iso/hipoechoik.
b. Kandung empedu : Bentuk dan ukuran baik. Dinding tak
menebal. Tak tampak batu/sludge/sol.
c. Lien : Ukuran sedikit membesar. Echostruktur parenkim
homogen. Tak tampak lesi hiper/iso/hipoechoik.
d. Pancreas : Bentuk dan ukuran baik. Echostruktur parenkim baik. Tak
tampak dilatasi duktus pancreaticus/klasifikasi patologis.
e. Ginjal dextra : Ukuran 12 cm x 5 cm. Parenkim kortex menebal.
Sinus renalis tampak baik. Tak tampak batu/tumor/dilatasi
pelviokalises.
67
f. Ginjal sinistra : Ukuran 12 cm x 6,1 cm. Parenkim kortex menebal.
Sinus renalis tampak baik. Tak tampak batu/tumor/dilatasi
pelviokalises.
g. GIT : Tak tampak echopatologis.
h. Aorta : Bentuk dan kaliber normal. Tak tampak pembesaran KGB
para aorta/illiaca/mesenterica.
i. Vesika urinaria : Bentuk dan ukuran baik. Dinding tak menebal. Tak
tampak batu/sol.
Tampak kumpulan cairan di cavum pleura dextra dan sinistra.
Tampak cairan bebas intra abdomen.
j. Uterus : Ukuran membesar (post partum).
Kesan :
- Ascites
- Efusi pleura dextra dan sinistra
- Suspek nefritis akut dextra dan sinistra
- Splenomegali
- Uterus membesar ( post partum ).
H. Program dan Therapy Pengobatan
Therapy oral :
1. Domperidone 2 x 10 mg
2. Pectosil 3 x 200 mg
3. Asam Mefenamat 3 x 500 mg
4. Amlodipin 3 x 5 mg
68
5. Bisoprolol 1x 2.5 mg
6. Clonidin 3 x 0.15 mg
Therapy injeksi :
1. Ceftriaxone 1 x 2 gr
2. Furocemide 3 x 80 mg
3. Extrace 3 x 100 mg/ml
4. Vit. K 3 x 10 mg/ml
5. Transfusi darah 2 kolf pada tanggal 26 Juni 2013.
6. Transfusi darah 1 kolf pada tanggal 30 Juni 2013.
7. Transfusi darah 1 kolf pada tanggal 01 Juli 2013.
II. Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa Data
No. Data Fokus Interpretasi Data Masalah
1. DS : - Klien mengatakan
sesak nafas yang akan bertambah berat apabila klien berbaring terlentang dan berkurang apabila klien berbaring dengan posisi setengah duduk atau duduk.
Gagal Jantung Kiri
Penurunan CO
Penurunan volume
sekuncup Penurunan vol darah
yang dibutuhkan oleh organ
Penurunan
konsentrasi Hb
Inefektif pola
nafas.
69
DO : - Klien terlihat sesak
nafas. - RR : 25x/menit. - Klien tampak
menggunakan nasal kanul 3 liter.
- Posisi tempat tidur semi fowler.
- Hasil laboratorium tanggal 26 juni 2013 : Hb = 4,1 gr/dL pH = 7,139 pO2 = 24,3mmHg pCO2 = 55,3 mmHg HCO3 = 18,4 mmol/L O2 Saturasi = 29,2%
Gg. Transportasi O2 ke paru-paru
Gg. Pertukaran Gas
Sesak Nafas
Inefektif pola Nafas
2. DS : - Klien mengatakan
mandi 2x/hari. Klien dibantu oleh suami dan keluarganya. Klien mandi dengan di lap menggunakan waslap.
- Klien selama dirawat di ruang Cempaka klien belum pernah keramas.
- Selama dirawat di ruang Cempaka klien belum pernah sikat gigi.
DO : - Terdapat ketombe
pada kulit kepala. - Kuku tampak panjang
dan kotor. - Kebersihan telinga
kurang. - Tercium bau mulut
Gagal Jantung Kiri
Penurunan CO
Penurunan volume
sekuncup Penurunan vol darah
yang dibutuhkan oleh organ
Penurunan
konsentrasi Hb
Menghambat peredaran O2 ke
jaringan
Kelemahan
Defisit
perawatan diri
70
dan lidah tampak kotor.
- Klien terpasang foley catheter.
- Puting payudara tampak kotor.
Defisit Perawatan
Diri
3. DS : - Klien mengatakan
sudah terpasang kateter selama 6 hari dan belum pernah diganti.
- Klien mengatakan sudah terpasang selang infus selama 6 hari dan belum pernah diganti.
DO : - Klien terpasang
foley cateter. - Klein terpasang
selang infus di tangan sebelah kiri.
- Tampak bengkak/oedema pada metakarpal sinistra (tempat penusukan infus).
Gagal Jantung Kiri
Penurunan CO
Penurunan volume
sekuncup
Penurunan vol darah yang dibutuhkan
oleh organ
Penurunan konsentrasi Hb
Ketidakmampuan
BAK di toilet secara mandiri
Indikasi pemasangan
kateter
Kateter > 6 hari tidak diganti/tidak dilepas
Invasi
mikroorganisme melalui selang
Resti infeksi nosokomial
Resti infeksi
nosokomial
71
4. DS : - Klien menanyakan
tentang ASI-nya yang belum bisa keluar.
- Klien mengatakan tidak tahu tentang perawatan payudara dan tidak pernah perawatan payudara selama dan setelah hamil.
DO : - Klien tampak cemas
dan gelisah. - Klien banyak
bertanya tentang mengeluarkan ASI
- Payudara teraba lunak dan puting payudara tampak menonjol dan kotor.
Post partum hari ke IV
Kurang perawatan payudara pasca
melahirkan
Colostrum belum keluar
Kurangnya
Pengetahuan
Ansietas
Ansietas
III. Diagnosa Keperawatan
1. Inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
3. Resti infeksi nosokomial berhubungan dengan pemakaian alat medis
yang lama.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
perawatan payudara.
72
IV. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan Pada Ny. S
Diagnosa
Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb akibat perdarahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diharapkan nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil : 1. Klien
mengatakan sesak berkurang.
2. RR kembali normal. Dari 25x/menit menjadi 20x/menit.
3. Tidak tampak sianosis dan retraksi intercosta.
4. CRT < 2”. 5. Jumlah Hb
mengalami peningkatan. dari 4,1 menjadi 9 g/dl
Mandiri : 1. Lakukan
pengaturan posisi semifowler.
2. Kaji frekuensi
dan kedalaman pernafasan.
3. Kaji dan awasi
warna secara rutin kulit dan membrane mukosa.
4. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan atau bunyi tambahan.
Kolaborasi : 1. Pertahankan
pemberian therapi oksigen.
2. Kolaborasi
pemberian
Mandiri : 1. Posisi
semifowler dapat meningkatkan ekspansi paru.
2. Berguna dalam evaluasi derajat distres atau kronisnya proses penyakit.
3. Sianosis mengindikasikan beratnya hipoxemia.
4. Bunyi nafas
mungkin redup karena penurunan aliran udara pada paru.
Kolaborasi : 1. Therapi
oksigen yang adekuat dapat mencegah terjadinya hipoxemia.
2. Transfusi sel darah merah
73
transfusi darah sesuai dengan indikasi dokter.
(9-4.1x70x4 PRC)= 4 KOLF 3. Kolaborasi
pemberian obat penambah darah.
dapat meningkatkan hemoglobin dalam darah.
3. Penambah darah akan meningkatkan pembentukan sel darah merah.
2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam kebutuhan klien akan personal hygiene dapat terpenuhi dengan kriteria hasil : 1. Menunjukkan
perawatan diri : aktivitas kehidupan sehari –hari seperti mandi dan oral hygiene.
2. Mengungkapkan secara verbal kepuasan tentang kebersihan tubuh dan hygiene oral.
3. Dapat melakukan perawatan mulut.
4. Tingkat fungsi pasien dari tingkat 3 menjadi tingkat 0.
Mandiri : 1. Mengkaji
kemampuan klien dalam memenuhi personal hygiene.
2. Mendukung
kemandirian dalam melakukan mandi dan oral hygiene, bantu pasien hanya jika diperlukan.
3. Melibatkan keluarga dalam pemberian asuhan.
4. Memberikan
bantuan sampai pasien benar-benar mampu melakukan perawatan diri.
Mandiri : 1. Mentukan
sejauh mana klien membutuhkan bantuan dalam memenuhi aktivitas sehari-hari.
2. Meningkatkan usaha klien dalam melakukan perawatan diri secara mandiri.
3. Keluarga adalah pengaruh besar dalam kesembuhan klien.
4. Klien yang tidak dapat melakukan personal hygiene secara mandiri tentunya harus dibantu
74
5. Letakkan sabun,
handuk, deodoran, dan peralatan lain yang dibutuhkan di samping tempat tidur.
agar dapat terpenuhi kebutuhanny.
5. Memberikan kemudahan bagi pasien melakukan perawatan diri secara mandiri.
3. Resti infeksi nosokomial berhubungan dengan pemakaian alat medis yang lama.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil : 1. Tanda-tanda
vital normal. 2. Tidak terdapat
tanda-tanda infeksi pada daerah tempat pemasangan alat.
Mandiri : 1. Memonitor
tanda-tanda vital. 2. Kaji apakah
terdapat tanda-tanda infeksi disekitar pemasangan alat.
3. Melepaskan alat-alat yang sudah terpasang lama dan menggantinya dengan yang baru.
Kolaborasi : 1. Melakukan
pemasangan alat-alat medis baru. Seperti folley kateter yang baru, infus set yang baru.
2. Memberikan antibiotik.
Mandiri : 1. Mengetahui
tanda-tanda awal terjadinya infeksi.
2. Mengetahui secara dini tanda-tanda infeksi.
3. Untuk
mencegah terjadinya infeksi.
Kolaborasi : 1. Mencegah
terjadinya infeksi nosokomial dan mencegah komplikasi.
2. Antibiotik
adalah obat antibakteri yang dapat mencegah terjadinya infeksi.
75
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan payudara
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit diharapkan cemas berkurang atau hilang dengan kriteria hasil : 1. Klien dapat
memahami dan menjelaskan kembali tentang pengertian, manfaat dan tujuan perawatan payudara.
2. Klien dapat memperagakan cara perawatan payudara secara mandiri.
3. Klien terlihat tenang
Mandiri : 1. Mengkaji sejauh
mana pengetahuan klien tentang perawatan payudara dan tentang penyakit darah tinggi.
2. Melakukan demonstrasi teknik cara perawatan payudara post partum.
Mandiri : 1. Menentukan
materi yang tepat yang akan diberikan.
2. Demonstrasi
secara visual dapat mempermudah penerimaan materi yang diberikan.
V. Implementasi Keperawatan
Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan Pada Ny.S
Tanggal Jam Tindakan Dx Paraf
01-07-2013 08.00 09.00
1. Membantu menggantikan diapers yang lama dengan yang baru. R: Diapers lama telah diganti Klien terlihat nyaman dan senang dan terdapat lochea alba.
2. Melakukan pengaturan posisi
semifowler. R: Klien berbaring dengan posisi semifowler. Klien tampak tenang
2
1
76
09.05 09.10 09.25 09.25 09.35 09.50 09.55
dan nyaman.
3. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital. R: TD : 160/90 mmHg
RR : 25x/menit. N : 97x/menit S : 38,1℃
4. Mengkaji warna kulit dan membrane mukosa bibir. R: Warna kulit kecoklatan, tidak terdapat sianosis pada membrane mukosa dan CRT 3, konjungtiva anemis”.
5. Mengkaji kedalaman pernafasan. R:Tidak terdapat retraksi intercosta, tidak terdapat penggunaan otot-otot pernafasan.
6. Melakukan auskultasi bunyi nafas. R: Bunyi nafas vesikuler.
7. Mengganti air oksigen yang lama
dengan yang baru. R:Air oksigen telah diganti, klien tampak tenang dan sudah merasakan kembali aliran udara.
8. Mengkaji genitalia yang terpasang kateter dan extermitas atas yang terpasang infus. R : Pada genitalia tidak terdapat tanda-tanda infeksi, labia mayora terlihat masih bengkak dan pada extermitas atas sebelah kiri yang terpasang infus terlihat bengkak.
9. Mengkaji sejauh mana tingkat kecemasan ibu tentang ASI yang belum keluar. R:Klien banyak bertanya
1&3 1
1
1
1&2
3 4
77
bagaimana mengeluarkan ASI yang tidak keluar.
02-07-2013 07.15 07.30 08.15 08.25 09.00
1. Memeriksa tanda-tanda vital R: TD : 190/90 mmHg
RR : 24x/menit. N : 88x/menit S : 37,5℃
2. Memberikan therapy injeksi intravena dan oral. Inj : Ceftriaxone 2 gr IV Furocemide 80 mg IV Extrace 200gr IV Oral : Donperidone 10mg Pecticosil 200mg Asam mefenamat 500mg Amlodipine 5mg Clonidine 0,15mg R : tidak terdapat tanda-tanda alergi, klien terlihat meringis, obat dapat ditoleransi oleh tubuh.
3. Melakukan vulva hygiene.
R:Terdapat lochea sanguinolenta, pada labia mayora terdapat edema, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada vagina. Tidak terdapat perdarahan pervaginam. Klien kooperatif saat dilakukan tindakan.
4. Mengganti diapers yang baru.
R: Diapers telah diganti dan klien tampak senang dan nyaman.
5. Melakukan perawatan kuku pada pasien. R: Kuku tampak bersih dan rapi setelah dipotong dan dibersihkan.
1&3 3
2
2
2
78
11.00 14.00
6. Melakukan penyuluhan
kesehatan dan mendemonstrasikan perawatan payudara. R: Colostrum dapat keluar dan klien masih perlu dibimbing untuk praktik perawatan payudara selanjutnya.
7. Melakukan pemasangan infus baru dan memberikan transfusi darah 1 kantong 250cc. R: tidak terdapat tanda-tanda alergi, demam, dan darah dapat ditoleransi oleh tubuh.
4
1&3
03-07-2013 07.45 08.00 08.10
1. Memeriksa tanda-tanda vital. R: TD : 170/70 mmHg
RR : 22x/menit. N : 71x/menit S : 35,5℃
2. Memberikan therapy injeksi
intravena dan oral. Inj : Ceftriaxone 2 gr IV Furocemide 80 mg IV Extrace 200gr IV Oral : Donperidone 10mg Pecticosil 200mg Asam mefenamat 500mg Amlodipine 5mg Clonidine 0,15mg R : Klien kooperatif, tidak terdapat tanda-tanda alergi, klien terlihat meringis saat disuntikkan obat.
3. Mengkaji warna kulit dan membrane mukosa. R: Warna kulit kecoklatan, tidak terdapat sianosis pada membrane
1&3
3 1
79
08.30 08.45 09.00 09.03 10.00 12.30 14.00
mukosa dan CRT 2, konjungtiva sudah tidak anemis”.
4. Melakukan vulva hygiene dan pemeriksaan vagina yang terpasang kateter. R:Terdapat lochea sanguinolenta, pada labia mayora terdapat edema, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada vagina. Tidak terdapat perdarahan pervaginam. Klien kooperatif saat dilakukan tindakan.
5. Melakukan oral hygiene. R: Klien dapat melakukan sikat gigi secara mandiri ditempat tidur. Klien tampak segar dan nyaman.
6. Mengkaji kedalaman pernafasan. R:Tidak terdapat retraksi intercosta, tidak terdapat pengguunaan otot-otot pernafasan.
7. Melakukan auskultasi bunyi nafas. R: Bunyi nafas vesikuler.
8. Melatih kemampuan ibu melakukan perawatan payudara secara mandiri. R: Klien dapat melakukan perawatan payudara secara mandiri.
9. Memeriksa tanda-tanda vital R: TD : 140/70 mmHg
RR : 20x/menit. N : 75x/menit S : 36,2℃
10.Memeriksa tangan yang
2 2 1 1 4
1&3 3
80
terpasang cairan infus. R: Tidak terdapat tanda-tanda plebitis pada daerah sekitar pemasangan infus.
04-07-2013 07.30
08.00 08.05 08.20
1. Memeriksa tanda-tanda vital. R: TD : 130/70 mmHg
RR : 20x/menit. N : 80x/menit S : 36℃
2. Memberikan therapy oral.
Oral : Donperidone 10mg Pecticosil 200mg Asam mefenamat 500mg Amlodipine 5mg Clonidine 0,15mg R : Klien kooperatif, tidak terdapat tanda-tanda alergi, klien terlihat meringis saat disuntikkan obat.
3. Mengkaji warna kulit dan membrane mukosa. R: Warna kulit kecoklatan, tidak terdapat sianosis pada membrane mukosa dan CRT 2, konjungtiva sudah tidak anemis”.
4. Melakukan vulva hygiene dan melepaskan selang kateter. R: Kateter sudah dilepas. Terdapat lochea sanguinolenta, edema sudah berkurang pada labia mayora, tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada vagina. Tidak terdapat perdarahan pervaginam. Klien kooperatif saat dilakukan tindakan.
1&3
3 1 2
81
08.30 10.00 11.30 11.35 14.00 15.30
5. Melakukan auskultasi bunyi nafas. R: Bunyi nafas vesikuler
6. Mengkaji kemampuan klien
berkemih secara mandiri. R: Klien dapat berkemih secara mandiri ke kamar mandi.
7. Mengkaji pengetahuan klien dan keluarga tentang darah tinggi. R: Klien dan keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakit darah tinggi dan cara pencegahannya.
8. Melakukan penyuluhan
kesehatan tentang penyakit darah tinggi. R: Keluarga dan pasien sudah memahami tentang hipertensi dan paham bagaimana pencegahannya.
9. Memeriksa tanda-tanda vital. R: TD : 120/80 mmHg
RR : 20x/menit. N : 83x/menit S : 36℃
10. Pasien pulang kerumahnya.
1
2 4 4
1&3
05-07-2013
(Home Visit)
11.00 12.10
1. Memeriksa tanda-tanda vital. R: TD : 130/80 mmHg
RR : 20x/menit. N : 80x/menit S : 36℃
2. Memberikan obat oral. Pectocil 200mg Asam Mefenamat 500mg Amlodopine 5 mg Clonidine 0,15mg R: Klien kooperatif dan mau meminum obat secara mandiri dan rutin.
3
3
82
VI. Evaluasi
Nama : Ny. S
Usia : 33 Tahun
NO CM : 13711978
Tabel 3.5 Evaluasi Tindakan Pada Ny.S
Tanggal/jam Dx Catatan Perkembangan Paraf
02-07-2013
4 S : - Klien mengatakan sudah
mengerti tentang perawatan payudara setelah melahirkan.
O : - Klien dapat menjelaskan
kembali pengertian, tujuan dan manfaat untuk perawatan payudara.
- Klien dapat memperagakan kembali bagaimana cara perawatan payudara .
- Colostrum sudah keluar - Klien tampak senang A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi
04-07-2013 1 S : - Klien mengatakan sudah
tidak sesak dan akan pulang pada hari ini.
O : - TD : 130/70 mmHg - RR : 20x/menit. - N : 80x/menit - S : 36℃ - Konjungtiva tidak anemis. - Tidak tampak retraksi
intercosta - Bunyi nafas vesikuler. - Klien sudah tidak memakai
83
kanul. A : Masalah teratasi (pasien pulang) P : Lakukan Home Visit
04-07-2013 2 S : - Klien mengatakan sudah mandi
pada pagi hari, sudah sikat gigi dan akan pulang kerumah pada hari ini.
- O : - Klien terlihat bersih dan rapi. A : - Masalah teratasi (pasien
pulang) P : - Lakukan Home Visit.
04-07-2013 4 S : - Klien dan keluarga
mengatakan sudah mengerti tentang perawatan dirumah mengenai pencegahan penyakit hipertensi.
- Klien dan keluarga sudah dapat menjelaskan kembali bagaimana cara perawatan dirumah mengenai pencegahan hipertensi.
- Klien mengatakan akan pulang kerumah pada hari ini.
O : - Klien dan keluarga
mengatakan sudah mengerti tentanf perawatan pasien hipertensi dirumah.
A : Masalah teratasi.(pasien pulang) P : Lakukan Home Visite.
05-07-2013
(Home Visite)
3 S : - O : - TD : 130/80 mmHg - RR : 20x/menit. - N : 80x/menit
84
- S : 36℃ - Tidak terdapat tanda-tanda
infeksi pada vagina. - Klien tidak terpasang kateter. A : Masalah teratasi P : Hentikan intervensi
85
85
BAB IV
PEMBAHASAN
Fokus pembahasan pada karya tulis ini untuk mencermati persamaan dan
ketidaksesuaian antara teori dan praktek dalam asuhan keperawatan pada pada
paien dengan gangguan sistem kardiovaskuler : congestif heart failure pada post
partum hari ke iv atas indikasi pre eklampsia berat yang telah dilakukan dari
tanggal 01 Juli 2013 sampai 05 Juli 2013 di ruang Cempaka Rumah Sakit Umum
Tangerang, dengan pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan,
tindakan keperawatan dan evaluasi.
1. Tahapan Pengkajian
Tahap ini merupakan tahap awal dari proses keperawatan, penulis
menggunakan pendekatan pada pasien dan keluarga, untuk mengumpulkan
data subyektif dan data obyektif dengan teknik pengkajian berupa wawancara
pada pasien dan keluarga serta melaksanakan pemeriksaan fisik secara head to
toe dengan menggunakan empat metode yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Dalam melakukan tahap pengkajian ini penulis tidak menemukan
hambatan yang berarti. Hal ini dikarenakan keluarga dan klien yang sangat
kooperatif dan peran perawat ruangan yang dapat membantu dalam
memperoleh data-data penunjang yang berhubungan dengan pasien.
Menurut Brunner and Suddarth (2002) penyebab gagal jantung kongestif
antara lain kelainan otot jantung, aterosklerosis koroner, hipertesnsi sistemik
86
atau pulmonal, peradangan dan penyakit jantung degeneratif. Sedangkan data
yang diperoleh dari hasil anamnesa dan pengkajian fisik pada Ny.S bahwa
pasien sebelumnya memiliki riwayat hipertensi selama masa kehamilan dan
pada saat masa post partum.
Dengan melihat penyebab gagal jantung kongestif berdasarkan teori dan
melihat data yang diperoleh dari pasien, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa kemungkinan penyebab gagal jantung pada Ny. S karena komplikasi
dari preeklampsi berat.
Dari data yang diperoleh selama melakukan pengkajian telah ditemukan
tanda dan gejala yaitu dispneu, ortopneu, kelemahan dan kelelahan dan asites.
Sedangkan tanda dan gejala secara teoritis yang tidak ditemukan adalah
kardiomegali, anoreksia, distensi vena jugularis, hepatomegali, pitting edema
pada ekstermitas bawah, peningkatan tekanan darah dan pusing kepala. Hal ini
disebabkan karena pasien meminum obat penurun tekanan darah yaitu
amlodipin 3x5mg, bisoprolol 1x2.5mg, dan clonidin 3x0,15 mg sehingga tidak
terjadi bendungan pada vena jugularis dan hepar. Pasien juga mendapatkan
obat injeksi furosemide 3x80 mg sehingga tidak terjadi penumpukan cairan di
dalam tubuh. Pada klien juga tidak ditemukan adanya nokturia karena pasien
menggunakan folley catheter. Tidak ada kegelisahan dan kecemasan karena
klien dan keluarga telah mendapatkan penjelasan dari dokter.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Ny. S yang dilakukan yaitu
pemeriksaan EKG, kreatinin, elektrolite, hematologi dan pemeriksaan AGD.
Namun berdasarkan hasil laboratorium didapatkan pemeriksaan kreatinin
87
tanggal 26 Juni 2013 dalam batas normal. Hal ini dikarenakan tidak terdapat
kerusakan pada ginjal klien. Dan hasil pemeriksaan EKG menunjukkan gambar
sinus rhythm. Sedangkan hasil pemeriksaan elektrolite,hematologi,dan AGD
mendukung diagnosa CHF. Sedangkan pemeriksaan penunjang secara teoritis
yang tidak dilakukan pada Ny.S antara lain, rontgen thorak, scan jantung,
kateterisasi jantung dan enzim hepar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang terdapat dalam teori Arif Muttaqin 2009 adalah sebagai berikut:
Aktual/resiko menurunnya curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi
elektrikal, aktual/resiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan
dengan perembesan cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membrane
kapiler alveoli dan retensi cairan interstitial, aktual/resiko tinggi gangguan pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan pengembangan paru yang tidak
optimal, kelebihan cairan di paru sekunder pada edema paru akut, aktual/resiko
tinggi gangguan perfusi perifer berhubungan dengan menurunnya curah
jantung, aktual/resiko tinggi kelebihan volume cairan yang berhubungan
kelebihan cairan elektrolit, perebesan cairan interstitial di sistemik sebagai
dampak sekunder dari penurunan curah jantung : gagal jantung kanan,
intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung,
defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
88
Berdasarkan analisa data dari Ny. S ketujuh diagnosa diatas tidak dapat
dirumuskan semua. hanya satu yang dapat dirumuskan yaitu defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan fisik. Sedangkan diagnosa lainnya tidak
dapat dirumuskan karena Ny. S menderita gagal jantung kongestif akibat
komplikasi dari preeklampsi berat. Adapun diagnosa yang tidak sesuai dengan
teori yaitu inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb, resti
infeksi nosokomial berhubungan dengan pemakaian alat medis yang lama,
ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan
payudara.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan pada Ny. S
diantaranya inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb.
Penulis mengangkat diagnosa ini dikarenakan klien mengalami sesak nafas
namun tidak ditemukan tanda-tanda yang dapat mendukung sesak nafas yang
sesuai dengan tanda-tanda gagal jantung secara teoritis dan pada hasil
laboratorium terjadi penurunan Hb dimana fungsi dari Hb itu sendiri adalah
mengikat oksigen.
Diagnosa yang kedua adalah defisit perawatan diri berhubungan dengan
kelemahan. Penulis mengangkat diagnosa ini karena pada saat dilakukan
pengkajian klien masih sesak dan merasa lemah, sehingga tidak dapat
melakukan perawatan diri secara mandiri.
Diagnosa yang ketiga yaitu resti infeksi nosokomial berhubungan dengan
pemakaian alat medis yang lama. Penulis mengangkat masalah ini karena
berdasarkan data medical record pasien, tidak terdapat data yang menyatakan
89
bahwa pasien dilakukan pemasangan alat medis baru dan pasien juga
menuturkan bahwa infus dan selang kateter yang terpasang belum pernah
diganti sebelumnya.
Diagnosa yang keempat yaitu ansietas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang perawatan payudara. Masalah ini diangkat karena klien
masih dalam masa post partum hari ke empat dan klien tidak pernah melakukan
perawatan payudara setelah melahirkan sehingga ASI belum keluar. Hal ini
terjadi karena klien tidak mengerti tentang perawatan payudara post partum
sehingga penulis merasa perlu memberikan penyuluhan kesehatan untuk
mengatasi kecemasan ibu.
3. Tahapan Perencanaan
Rencana keperawatan yang diberikan kepada Ny.S secara garis besar
mengacu pada konsep teori. Sesuai dengan fungsi perawat yaitu independen,
dependen, dan interdependen oleh karena itu rencana keperawatan harus terdiri
dari rencana tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi yang disesuaikan
dengan kondisi pasien untuk mengatasi masalah yang dialami pasien. Karena
klien baru saja melahirkan, intervensi yang disusun tidak hanya berfokus pada
perencanaan untuk gagal jantung saja, perencanaan untuk post partum juga
dimasukkan oleh penulis sebagai intervensi.
Rencana tindakan mandiri yang dirumuskan untuk Ny.S diantaranya
lakukan pengaturan posisi semifowler, kaji frekuensi dan kedalaman
pernafasan, kaji dan awasi warna secara rutin kulit dan membrane
90
mukosa,mengkaji konjungtiva, auskultasi bunyi nafas, kaji kemampuan klien
dalam memenuhi personal hygiene, dukung kemandirian dalam melakukan
mandi dan oral hygiene, bantu pasien hanya jika diperlukan, libatkan keluarga
dalam pemberian asuhan, berikan bantuan sampai pasien benar-benar mampu
melakukan perawatan diri, yaitu monitor tanda-tanda vital, kaji apakah terdapat
tanda-tanda infeksi disekitar pemasangan alat, ganti alat-alat yang sudah
terpasang lama dengan yang baru, kaji sejauh mana pengetahuan klien tentang
perawatan payudara dan tentang penyakit darah tinggi, berikan penyuluhan
kesehatan tentang perawatan payudara post partum dan perawatan pasien
hipertensi dirumah, lakukan demonstrasi teknik cara perawatan payudara post
partum.
Sedangkan rencana tindakan kolaborasi yang dirumuskan untuk Ny.S
diantaranya pertahankan pemberian therapi oksigen, kolaborasi pemberian
transfusi darah sesuai dengan indikasi dokter, kolaborasi pemberian obat
penambah darah, lakukan pemasangan alat-alat medis baru, pemberian
antibiotik.
4. Tahap Pelaksanaan
Secara garis besar dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada Ny.S
berdasarkan pada intervensi yang telah disusun sebelumnya, antara lain
memeriksa TTV, melakukan pengaturan posisi semifowler, mengkaji warna
kulit dan membrane mukosa, mengakaji kedalaman pernafasan, melakukan
auskultasi bunyi nafas, mengkaji genetalia yang terpasang kateter dan
91
extermitas atas yang terpasang infus, mengkaji sejauh mana tingkat kecemasan
ibu, memberikan therapy injeksi ceftriaxone untuk mencegah terjadinya
infeksi, furosemide untuk membantu meningkatkan produksi urine melalui
ginjal, memberikan obat oral pectosil, amlodipine, bisoprolol, dan clonidine
yang dimana obat-obatan tersebut merupakan obat yang digunakan untuk
menurunkan tekanan darah yang tinggi, melakukan vulva hygiene, mengganti
diapers yang baru, melakukan perawatan kuku pada pasien, melakukan penkes
dan demonstrasi mengenai perawatan payudara.
Dalam melaksanakan tindakan, penulis tidak mendapatkan kesulitan yang
berarti dikarenakan klien dan keluarga yang sangat kooperatif, disamping itu
kerjasama yang diberikan perawat ruangan sangat membantu penulis dalam
melakukan asuhan keperawatan pada Ny. S.
5. Tahap Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai
keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada klien. Evaluasi
yang digunakan oleh penulis adalah evaluasi formatif dan sumatif. Evaluasi
formatif dilakukan selama 3 hari setelah dilakukan implementasi, sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan berdasarkan kriteria waktu yang telah ditentukan
dengan hasil sebagai berikut :
a. Inefektif pola nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb masalah
teratasi pada hari kedua.
92
b. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan masalah teratasi
pada hari kedua.
c. Resti infeksi nosokomial berhubungan dengan pemakaian alat medis yang
lama masalah teratasi pada hari ketiga.
d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan
payudara masalah teratasi pada hari pertama.
93
BAB V
PENUTUP
1. Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.S dengan
gangguan sistem kardiovaskuler : Congestif Heart Failure pada post
partum hari ke IV atas indikasi preeklampsi berat di Paviliun Cempaka
Rumah Sakit Umum Tangerang tanggal 01 Juli 2013 sampai 05 Juli 2013
dengan menggunakan proses keperawatan maka penulis mengambil
beberapa kesimpulan yaitu :
a. Pada pengkajian yang dilakukan terhadap Ny. S ditemukan tanda dan
gejala antara lain dispneu, ortopneu, kelemahan dan kelelahan. Tidak
semua tanda dan gejala yang ada di teori terdapat dalam kasus ini hal
ini menunjukkan bahwa manusia bersifat unik dalam merespon suatu
keadaan baik secara biologis maupun psikologis.
b. Diagnosa keperawatan yang timbul pada Ny. S adalah inefektif pola
nafas berhubungan dengan penurunan jumlah Hb, defisit perawatan
diri berhubungan dengan kelemahan, resti infeksi nosokomial
berhubungan dengan pemakaian alat medis yang lama, ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang perawatan
payudara.
c. Rencana keperawatan yang ditetapkan disesuaikan dengan masalah
keperawatan yang timbul pada pasien. Rencana keperawatan harus
94
terdiri dari rencana tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi yang
disesuaikan dengan kondisi pasien untuk mengatasi masalah yang
dialami pasien.
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. S dilakukan sesuai dengan
rencana asuhan keperawatan yang ditetapkan yaitu memeriksa TTV,
melakukan pengaturan posisi semifowler, mengkaji warna kulit dan
membrane mukosa, mengakji kedalaman pernafasan, melakukan
auskultasi bunyi nafas, dll.
e. Evaluasi sangat membantu dalam menentukan tercapai tidaknya suatu
tujuan masalah-masalah yang terjadi pada pasien dan semua masalah
dapat teratasi sesuai dengan kriteria waktu yang ditentukan.
2. Saran
Sehubungan dengan penulisan kasus ini, penulis memberikan beberapa
saran sebagai berikut :
a. Bagi rumah sakit
Untuk menambah pengetahuan pasien dan keluarga diharapkan rumah
sakit memasang penkes tentang gagal jantung kongestif dan resiko
tinggi pengidap gagal jantung kongestif di tempat-tempat yang
strategis.
b. Bagi perawat
Adanya peningkatan dalam proses pengawasan, pemeriksaan serta
penggantian alat medis yang terpasang pada pasien-pasien yang
95
memang menggunakan alat medis dalam jangka waktu yang lama agar
tidak menimbulkan komplikasi baru pada pasien.
c. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan institusi menyediakan lebih banyak lagi referensi mengenai
gagal jantung kongestif agar memudahkan mencari informasi dan
menyusun data yang diperoleh.
96
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mansjoer . 2005 . Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 ed.3. Jakarta : Media Aesculapius.
Bobak, dkk . 2005 . Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Brunner and Suddarth. 2001 . Keperawatan Medikal Bedah Volume 2 ed.8 Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Chandranita, Ida A, dkk . 2012 . Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan , dan KB . Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2007. Buku Saku Patofisiologi, ed. 3. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Doengoes, E Marilynn . 2002 . Rencana Asuhan Keperawatan . Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Joesoef, Andang, dr, SpJP. 2007. Gagal jantung. PJNHK. Ethical Digest, No.29, Th IV. Terdapat dalam: http://www.pjnhk.go.id/content/view/560/1/. (Diakses pada 01 Juli 2012).
Mariyono, H., 2007. Gagal Jantung. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam, FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar. Volume 8 Nomor 3 Bulan September 2007. Terdapat dalam http://ojs.unud.ac.id/index.php/jim/article/download/3853/2848&ei. (Diakses pada 13 Juli 2013).
Mutaqqin, Arif . 2009 . Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi . Jakarta : Salemba Medika
Wilkinson, M. Judith . 2012 . Buku Saku Diagnosis Keperawatan . Jakarta : Buku Kedokteran EGC