Upload
dhanty-widyanisita
View
29
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lebih kurang 1,1 milyar penduduk dunia merokok (World Bank, 1999). Pada
tahun 2025, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat sampai dengan 1,6 milyar.
Menurut data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2009,
35% laki-laki di negara maju dan 50% laki-laki di negara berkembang merupakan
perokok. 1 Setiap menit, 12.000.000 batang rokok dikonsumsi dan setiap 6,5 detik
terjadinya satu kematian akibat dari pemakaian tembakau. 2
WHO melaporkan bahwa Indonesia adalah salah satu dari lima negara yang
terbanyak perokoknya di dunia.1,2 Diperkirakan bahwa konsumsi rokok Indonesia setiap
tahun mencapai 239 miliar batang rokok atau urutan ke-5 setelah RRC (2163 miliar
batang), AS (357 miliar), Rusia (331 miliar), dan Jepang (259 miliar).3 Dalam 10 tahun
terakhir konsumsi rokok di Indonesia mengalami peningkatan sebesar 44,1 % dan
jumlah perokok di Indonesia sekitar 70 %. Sebelumnya dari survey yang dilakukan
menurut Medika Jurnal Kedokteran Indonesia Maret 2006, bahwa laki-laki remaja lebih
banyak menjadi perokok dan hampir dua pertiga dari kelompok umur produktif adalah
perokok. Selama 5 tahun telah terjadi peningkatan, pada pria prevalensi perokok
tertinggi adalah kelompok umur 25 dan 29 tahun. WHO memperkirakan bahwa 59%
pria berusia diatas 10 tahun di Indonesia telah menjadi perokok harian. 1
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik
dengan menggunakan rokok maupun pipa.4 Tomkins (dikutip oleh Brannon & Feist,
2000) menjelaskan terdapat empat tipe perilaku merokok, yaitu positive affect, negative
affect, addictive, dan habitual atau kebiasaan. Pada perilaku merokok yang sudah
menjadi kebiasaan, mereka menggunakan rokok bukan untuk mengendalikan perasaan
mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi rutinitas atau kebiasaan. Dengan kata
lain, orang-orang pada tipe ini menganggap bahwa merokok sudah merupakan suatu
perilaku yang bersifat otomatis. Seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari, mereka
menjadi pecandu rokok.5 Menurut Sitepoe (2000) terdapat tiga tipe perokok berdasarkan
intensitasnya yaitu perokok ringan, yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok 1-10
batang per hari; perokok sedang, yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok 11-20
batang per hari; dan perokok berat, yaitu perokok yang mengkonsumsi rokok lebih dari
20 batang per harinya.4
Kebiasaan merokok didukung oleh beberapa faktor.6, 7 Perokok beralasan bahwa
dengan merokok akan mendapatkan ketenangan, lebih diakui dalam hubungan sosial
karena merokok seringkali merupakan bagian dari aktifitas sosial, menghilangkan stress
dan perasaan negatif, serta merasa lebih baik (Shuaib dkk, 2010). Pekerja merupakan
subjek yang cenderung memiliki banyak stressor. Ketika sudah memasuki dunia kerja,
orang dewasa cenderung merasa tertekan oleh tuntutan pekerjaan yang dijalani serta
tanggung jawab untuk mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Perokok dapat
kembali merokok bahkan meningkatkan intensitas merokoknya ketika dalam keadaan
stress. Perilaku merokok pada saat stress didukung oleh hasil yang dirasakan setelah
menghisap rokok.6 Menurut penelitian yang dilakukan Trikie Silawati (2010), para
perokok mengatakan bahwa merokok dapat menimbulkan ketenangan dan hidup terasa
tanpa beban dan mereka yakin bahwa ketenangan yang dirasakan disebabkan oleh rokok
yang mereka hisap.7
Rokok merupakan gabungan dari bahan-bahan kimia. Rokok menghasilkan
suatu pembakaran yang tidak sempurna yang dapat diendapkan dalam tubuh ketika
dihisap. Secara umum komponen rokok dibagi menjadi dua golongan, yaitu komponen
gas (92%) dan komponen padat atau partikel (8%).8 Satu batang rokok yang dibakar,
akan mengeluarkan 3800 lebih senyawa. Diantara senyawa tersebut, 60 senyawa adalah
karsinogen pada hewan dan 15 diantaranya bersifat karsinogen pada manusia. Beberapa
senyawa yang bersifat karsinogen ditemukan dalam asap rokok yaitu polycyclic
aromatic hydrocarbons, aldehida, arsenic, nikel dan kadmium.9 Merokok tidak hanya
merugikan perokok tetapi juga merugikan orang-orang di sekitar mereka. 1, 2, 8, 9
Penggunaan tembakau akan membawa efek negatif baik secara sistemik maupun
secara lokal. 8, 9 Merokok terutama dapat menimbulkan penyakit kardiovaskuler dan
kanker, baik kanker paru-paru, oesophagus, laryng, dan rongga mulut.8, 10 Selain itu, 40-
45% dari semua jenis kanker yang menyebabkan kematian merupakan akibat dari
merokok.10 Menurut studi epidemiologi resiko terkena kanker mulut akan meningkat
sembilan kali lebih besar pada perokok. 11
Merokok juga dapat menimbulkan kelainan di rongga mulut misalnya
leukoplakia, stomatitis nikotina, smoker’s melanosis, hairy tongue, median rhomboid
glossitis, kandidiasis, infeksi bakteri, gingivitis ulseratif nekrosis akut, periodontitis,
tobacco keratosis dan kanker mulut..9,12,13 Efek yang terjadi sangat bergantung pada cara
merokok, intensitas merokok dan lama merokok.10 Pada perokok, akan terjadi
perubahan jaringan lunak dan keras dalam rongga mulut. Perubahan tersebut disebabkan
oleh iritasi, toksisitas, dan karsinogen akibat dari asap pembakaran tembakau. 8, 9, 12
Stomatitis nikotina merupakan suatu penebalan dan hiperkeratosis yang
berwarna putih keabu-abuan, umumnya ditemui pada daerah posterior palatum terutama
2/3 posterior palatum keras disertai adanya titik-titik merah cekung menyebar yang
berhubungan dengan lubang-lubang duktus ekskretorius kelenjar liur minor yang
melebar serta meradang.11,13 Lesi ini sering terjadi pada laki-laki dengan pemakain
rokok dalam waktu yang lama.14 Menurut penelitian Henley SJ (2004), stomatitis
nikotina lebih banyak ditemukan pada perokok pipa, perokok cigar dan perokok yang
mengonsumsi lebih dari 20 batang per hari. Trandafir V et al (2010) menyatakan bahwa
stomatitis nikotina disebabkan oleh kontak dengan asap panas yang bersifat iritatif dari
rokok.12 Perubahan ini sering terjadi pada daerah palatum keras yang merupakan daerah
yang paling sering berkontak dengan asap rokok.12,13 Prevalensi stomatitis nikotina
telah di laporkan sebanyak 0,1 – 2,5 %.14 Stomatitis nikotina akan hilang jika berhenti
merokok, bersifat reversible dan bukan sebagai lesi prekanker.12,13,15
Banyak penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh merokok terhadap
kelainan rongga mulut. Enam studi di Eropa telah melaporkan 56-97% leukoplakia
ditemukan pada perokok. Penelitian yang dilakukan pada perokok berat orang kaukasia
menunjukan 30% memiliki smoker’s melanosis dan menurut penelitain terbaru smoker’s
melanosis lebih banyak ditemukan pada populasi di India. 9 Oral submucous fibrosis
sebagai lesi prekanker ditemukan sebanyak 8% menjadi ganas pada perokok di India. 12
Penelitian di barat pada beberapa populasi selatan pedesaan menunjukan 15% orang
yang mengunyah tembakau dan 60% penghisap tembakau menunjukan adanya tobacco
keratosis.11 Kanker mulut telah ditemukan sebanyak 5.970 orang di UK (Oral Cancer –
UK Incidence Statistics, 2011) dan sebanyak 90% merupakan squamos cell
carcinoma.16 Bergstrom and Eliasson (1987) dari swedia melaporkan tidak ada
perbedaan skor indek plak yang dapat menyebabkan penyakit periodontal pada 285
orang (31% perokok dan 69% bukan perokok).17 Menurut penelitian Ramulu C et al
(1972), prevalensi stomatitis nikotina pada perokok laki-laki di India adalah 26,29% dan
33,33% pada perokok wanita.18 Penelitian tersebut dilakukan rata-rata di Eropa, India dan
pada orang-orang yang berkulit putih (kaukasia). Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan pada orang melayu Indonesia
tepatnya di Palembang yang memiliki kebiasaan, intensitas, dan jenis rokok yang
berbeda dimana kebanyakan orang Indonesia mengkonsumsi rokok jenis kretek. Dalam
penelitian ini akan di bahas mengenai adakah hubungan dan berapa prevalensi yang
terjadi pada pekerja laki-laki yang memiliki kebiasaan merokok terhadap stomatitis
nikotina.
Para pekerja bangunan PT. Jaya Kusuma Palembang rata-rata merupakan
perokok harian dan memiliki pekerjaan berat yang dapat menimbulkan stress sehingga
mempengaruhi intensitas merokok. Dari studi pendahuluan yang di lakukakan pada
pekerja bangunan tersebut ditemukan 3 orang yang memiliki lesi palatal keratosis yang
merupakan lesi mirip stomatitis nikotina. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan kebiasaan merokok terhadap
stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang. Hasil
penelitian ini nantinya diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang dengan
usaha memberikan pengetahuan tentang kebiasaan merokok yang dapat menimbulkan
stomatitis nikotina.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan terjadinya
stomatitis nikotina?
2. Berapakah prevalensi stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya
Kusuma Palembang?
3. Apakah ada hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis
nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang?
4. Apakah ada hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma
Palembang?
5. Apakah ada hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang?
6. Apakah ada hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma
Palembang?
7. Apakah ada hubungan antara panjangnya rokok yang dihisap dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma
Palembang?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah :
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dan prevalensi kebiasaan merokok terhadap stomatitis
nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui hubungan antara lama merokok dengan terjadinya stomatitis
nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang.
2. Untuk mengetahui hubungan antara jumlah rokok yang dihisap per hari dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma
Palembang.
3. Untuk mengetahui hubungan antara jenis rokok yang dihisap dengan terjadinya
stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya Kusuma Palembang.
4. Untuk mengetahui hubungan antara lama terpapar terhadap kebiasaan merokok
dengan terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan di PT. Jaya
Kusuma Palembang.
5. Untuk mengetahui hubungan antara panjangnya rokok yang dihisap dengan
terjadinya stomatitis nikotina pada pekerja bangunan PT. Jaya Kusuma
Palembang.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan mengetahui adanya hubungan antara kebiasaan merokok dengan stomatitis
nikotina dalam rongga mulut, maka diharapkan dapat memberi manfaat kepada masyarakat
antara lain:
1. Dapat memberikan infomasi mengenai efek dari merokok terhadap perubahan
mukosa yang terjadi pada rongga mulut.
2. Meningkatkan usaha preventif dan promotif dalam pengurangan prevalensi
merokok disertai dengan pencegahan terjadinya lesi stomatitis nikotina dalam
rongga mulut.
3. Sebagai data dasar penelitian bagi penelitian lanjutan mengenai hubungan
merokok dengan timbulnya stomatitis nikotina.