Upload
andika-khalifah-ardi-da
View
23
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
medis
Citation preview
PENGUKURAN KINERJA PUSKESMAS DI PUSKESMAS I CILONGOK DAN
PUSKESMAS JATILAWANG DENGAN BALANCED SCORECARD
USUL PENELITIAN
Apsopela Sandivera
NIM. P2CC130
PROGRAM STUDI MANAJEMEN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi
organisasi bisnis. Didalam sistem pengendalian manajemen pada suatu organisasi
bisnis, pengukuran kinerja merupakan usaha yang dilakukan pihak manajemen untuk
mengevaluasi hasil-hasil kegiatan yang telah dilaksanakan oleh masing masing pusat
pertanggungjawaban yang dibandingkan dengan tolak ukur yang telah ditetapkan
(Widayanto,1993 dalam Aurora, 2010). Pengukuran kinerja merupakan salah satu
faktor yang sangat penting bagi perusahaan karena pengukuran kinerja merupakan
usaha memetakan strategi kedalam tindakan pencapaian target tertentu. Sistem
pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena
pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan punishment system.
Puskesmas adalah salah satu instansi pemerintah yang harus memberikan
pertanggungjawaban baik secara finansial maupun non finansial kepada pemerintah
daerah dan masyarajat sebagai pengguna jasa. Oleh karena itu perlu adanya suatu
pengukuran kinerja yang tidak hanya melihat aspek finansial rumah sakit saja, namun
juga aspek non finansial.
Selama ini pengukuran kinerja di keempat puskesmas tersebut hanya dengan
pengukuran tradisional yaitu dengan membandingkan target yang telah ditetapkan
dengan realisasi pendapatan yang diterima oleh rumah sakit, serta ukuran jasa standar
pelayanan rumah sakit.
Sistem pengukuran kinerja dalam manajemen tradisional ditekankan pada aspek
keuangan, karena ukuran keuangan ini mudah dilakukan sehingga kinerja personal
yang diukur hanya berkaitan dengan aspek keuangan. Sistem pengukuran kinerja pada
aspek keuangan memang umum dilakukan, namun ada beberapa kelebihan dan
kelemahan dalam sistem pengukuran tradisional yang menitikberatkan pada aspek
keuangan (Sapardianto, 2012).
Kelebihannya adalah berorientasi pada keuntungan jangka pendek dan hal ini akan
mendorong manajer lebih banyak memperbaiki kinerja perusahaan jangka pendek
(Wardani dalam Sulastri, 2001). Kelemahannya adalah terbatas dengan waktu,
mengungkapkan prestasi keuangan yang nyara tanpa dengan adanya suatu
pengharapan yang dapat dilihat dari faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya
prestasi itu sendiri, dan ketidakmampuan dalam mengukur kinerja harta tak tampak
(intangible asset) dan harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan (Soetjipto,
1997 dalam Sapardianto, 2012).
Oleh karena adanya beberapa kelemahan tersebut, maka muncul ide untuk
mengukur kinerja non keuangan. Penilaian kinerja dengan menggunakan data non
keuangan antara lain meliputi, besarnya pangsa pasar dan tingkat pertumbuhannya,
kemampuan perusahaan menghasilkan produk yang digemari oleh konsumen,
pengembangan dan penilaian karyawan termasuk tingkat perputaran karyawan, citra
perusahaan dimata masyarakat, tingkat ketepatan waktu perusahaan untuk menepati
jadwal yang telah ditetapkan, persentase barang rusak selama produksi, banyaknya
keluhan pelanggan dan pemberian garansi bagi pelanggan (Yuwono, 2003). Untuk
itulah diperlukan adanya pengukuran kinerja dengan menggunakan balanced
scorecard, di mana alat pengukuran kinerja ini mencakup semua aspek yang
dikembangkan oleh Kaplan dan Norton (2000) dikelompokkan menjadi empat
perspektif utama yaitu financial perspective, customer perspective, internal bussiness
perspective, dan learning and growth perspective. Dari 39 puskesmas di Purwokerto,
hanya terdapat dua puskesmas rawat inap yang memiliki data yang lengkap sehingga
dapat dianilisis dengan menggunakan balanced score card, yaitu Puskesmas Cilongok
1 dan Puskesmas Jatilawang.
Beberapa penelitian terkait pengukuran kinerja pelayanan kesehatan dengan
menggunakan balanced scorecard sudah pernah dilakukan yaitu oleh Aurora (2010)
yang meneliti penerapan balanced socrecard sebagai tolak ukur pengukuran kinerja
pada RSUD Tugurejo Semarang. Penelitian tersebut memberikan hasil baha RSUD
Tugurejo memungkinkan untuk menerapkan balanced scorecard karena dengan
balanced scorecard semua aspek dapat diukur. Penerapan balanced scorecard
dimungkinkan karena rumah sakit telah memformulasikan visi, misi, dan strateginya,
hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kinerja tergolong cukup baik.
Penelitian Pramadhany dan Rahardjo (2010) mengenai penerapan metode balanced
scorecard sebagai tolak ukur penilaian kinerja pada organisasi nirlaba. Penelitian ini
memberikan hasil bahwa RS Bhayangkara Seamrang memungkinkan untuk
menerapkan balanced scorecard. Penerapan dapat dilakukan melalui empat perpektif,
yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran dan
pertumbuhan, dinilai cukup baik untuk diterapkan. Berdasarkan pengukuran balanced
scorecard, rumah sakit perlu memperhatikan beberapa aspek kinerja dari keempat
perspektif yang dinilai masih berada pada tingkat kurang dan cukup. Aspek yang
dinilai kurang adalah pertumbuhan pendapatan dan akuisisi pelanggan. Aspel yang
dinilai cukup adalah penurunan biaya, retensi pelanggan, tingkat pelayanan, retensi
karyawan, dan pelatihan karyawan.
Penelitian lain oleh Nizar dan Bambang (2011) menunjukkan bahwa berdasarkan
persepktif keuangan, kinerja RSUD Prof. Dr. Soekandar telah ekonomis dan efisien
namun belum efektif. Berdasarkan perspektif pelanggan, kinerja RSUD Prof. Dr.
Soekandar masih kurang terutama dalam hal customer acquisition. Berdasarkan
perspektif internal bisnis, hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio pelayanan
kesehatan secara umum sudah cukup baik namun untuk rasio ALOS dan BTO masih
belum baik. Berdasarkan perspektif pembelajaran dan perumbuhan, RSUD Prof.Dr.
Soekandar dinilai sudah baik. Jadi, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
kinerja RSUD Prof. Dr. Soekandar berdasarkan balanced scorecard adalah cukup
baik.
Berdasarkan besaran masalah yang telah diuraikan di atas, peneliti tergerak untuk
melakukan penelitian mengenai pengukuran kinerja puskesmas dengan menggunakan
balanced scorecard di Puskesmas Cilongok 1 dan Jatilawang.
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana kinerja Puskesmas Cilongok 1 dan Jatilawang dinilai dengan penerapan
perspektif keuangan dalam Balanced Scorecard?
2. Bagaimana kinerja Puskesmas Cilongok 1 dan Jatilawang dinilai dengan penerapan
perspektif pelanggan dalam Balanced Scorecard?
3. Bagaimana kinerja Puskesmas Cilongok 1 dan Jatilawang dinilai dengan penerapan
perspektif proses bisnis internal dalam Balanced Scorecard?
4. Bagaimana kinerja Puskesmas Cilongok 1 dan Jatilawang dinilai dengan penerapan
perspektif pertumbuhan dan pembelajaran dalam Balanced Scorecard?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis kinerja puskesmas dengan penerapan perspektif keuangan dalam
Balanced Scorecard.
2. Menganalisis kinerja puskesmas dengan penerapan perspektif pelanggan dalam
Balanced Scorecard.
3. Menganalisis kinerja puskesmas dengan penerapan perspektif proses bisnis
internal dalam Balanced Scorecard.
4. Menganalisis kinerja puskesmas dengan penerapan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran dalam Balanced Scorecard.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
penilaian kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Puskesmas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu Puskesmas sebagai
organisasi sektor publik yang memberikan pelayanan jasa kepada publik dalam
melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced Scorecard dan
mungkin dapat diterapkan di masa yang akan datang.
b) Bagi Pemerintah Daerah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pemerintah
daerah dalam pengambilan keputusan dan kebijakan mengenai pengukuran
kinerja pada instansi instansi pemerintah daerah yang lain.
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Pengertian Organisasi Sektor Publik
Organisasi adalah sekelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara
yang terstruktur untuk mencapai tujuan atau sejumlah sasaran tertentu yang telah
ditetapkan bersama (Mahsun dkk, 2007). Setiap organisasi memerlukan manajemen yang
baik agar bisa mencapai tujuan. Manajemen merupakan proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bergerak, melayani, menyediakan
atau menjual barang atau jasa dengan maksud melayani dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Yang termasuk organisasi sektor publik di Indonesia adalah pemerintahan
pusat, pemerintahan daerah, sejumlah perusahaan dimana pemerintah memiliki saham
(BUMN dan BUMD), organisasi bidang pendidikan, organisasi bidang kesehatan dan
organisasi-organisasi massa. Sumber pendanaan organisasi sektor publik berasal dari
pajak, retribusi, utang, obligasi, laba, BUMN/BUMD, sumbangan, dan penjualan aset
negara (Mahsun dkk, 2007).
B. Puskesmas
1. Definisi
a. Puskesmas atau pusat keseahatan masyarakat atau puskesmas adalah
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat
dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul
oleh pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan
dengan menitikberatkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna
mencapai derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan
pada perorangan.
2. Tugas
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis kesehatan di bawah supervisi Dinas
Kesehatan Kabupaten/ota. Secara umum, mereka harus memberikan pelayanan
promotif, preventif, kuratif sampai dengan rehabilitatif baik upaya kesehatan
perorangan (UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM). Puskesmas dapat
memberikan pelayanan rawat inap dan rawat jalan. Puskesmas juga biasanya
memiliki sub unit pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas keliling,
posyandu, pos kesehatan desa, maupun pos bersalin desa.
3. Puskesmas di Kabupaten Banyumas
1. Puskesmas Cilongok 1
a. Profil umum
Wilayah kerja puskesmas I Cilongok meliputi 11 desa yang berada di
Kecamatan Cilongok yaitu Desa Cilongok, Cikidang, Pernasidi,
Gununglurah, Karanlo, Kalisari, Karang Tengah, Sambirata, Sokawera,
dan Panembangan dengan luas wilayah kurang lebih sebesar 62.1 Ha.
Sebagian besar wilayah kerja terdiri dari dataran tinggi (73.5%) dan hanya
sebagian kecil dataran rendah (26.5%).
Pelayanan rawat jalan di Puskesmas I Cilongok selama tahun 2014
terdapat 43.590 kunjungan dan tahun 2013 terdapat 32.427 kunjungan
yang terdiri atas 26.323 kunjungan lama dan 6.014 kunjungan baru.
Sedangkan pelayanan rawat inap kasus kunjungan baru selama tahun 2014
adalah sebesar 2.2% dan 1.5% pada tahun 2013, serta hanya 1.25% pada
tahun 2012.
Jumlah tenaga medis yang ada di Puskesmas I Cilongok pada tahun 2014
adalah sebanyak 5 orang. Dokter umum empat orang dan satu orang dokter
gigi. Berdasarkan rasio tenaga medis terhadap jumlah penduduk yaitu
sebesar 5.78 per 100.000 penduduk maka tenaga medis di wilayah
Puskesmas I Cilongok masih kurang. Pada tahun 2014, jumlah perawat
dan bidan yang ada adalah 36 orang sehingga rasio jumlah perawat dan
bidan terhadap penduduk di wilayah Puskesmas 1 Cilongok adalah 5,20
per 10.000 penduduk. Rasio ini masih cukup rendah jika dibandingkan
dengan standar nasional yaitu 8.56 per 10.000 penduduk. Selain itu,
terdapat pula 1 orang tenaga gizi yang bekerja sejak pertengahan tahun
2010 dan 1 tenaga analis serta radiografer sejak pertengahan tahun 2013.
Tenaga sanitasi yang bekerja di Puskesmas 1 Cilongok adalah sebanyak 2
tenaga atau 0.29 per 10.000 penduduk yang berarti memenuhi standar rasio
nasional.
b. Pengukuran Kinerja
2. Puskesmas Jatilawang
a. Profil umum
b. Pengukuran Kinerja
C. Kinerja dan Pengukuran Kinerja
1. Definisi
a. Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu
organisasi (Mahsun dkk, 2007). Istilah kinerja sering digunakan untuk
menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu maupun kelompok
individu. Kinerja bisaa diketahui hanya jika individu atau kelompok individu
tersebut memiliki kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang
hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan atau target, kinerja seseorang atau
organisasi tidak mungkin diketahui karena tidak ada tolak ukurnya.
b. Pengukuran kinerja (performance measurement) adalah suatu proses penilaian
kemajuan pekeraan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan
sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya
dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik
barang dan jasa diserahkan dan sampai berapa jauh pelanggan terpuaskan);
hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas
tindakan dalam mencapai tujuan (Robertson, 2002 dalam Mahsun dkk, 2007).
Pengukuran kinerja menurut Lohman (2003) dalam Mahsun dkk (2007)
pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian pencapaian target-
target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Jadi
pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk
mencatat dan menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan,
sasaran, dan strategi sehingga dapat diketahui kemajuan organisasi serta
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan. Ada beberapa elemen pokok
pengukuran kinerja menurut Mahsun dkk (2007) yaitu :
a) Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
b) Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
c) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
d) Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan
kualitas pengambilan keputusan dan akuntanbilitas).
2. Manfaat Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Berikut manfaat pengukuran kinerja baik untuk internal maupun eksternal
organisasi sektor publik seperti yang diungkapkan oleh BPKP (2000) dalam
Mahsun dkk (2007) :
a. Memastikan pemahaman para pelaksana akan ukuran yang digunakan untuk
pencapaian kinerja.
b. Memastikan tercapainya rencana kinerja yang telah disepakati.
c. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya
dnegan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
d. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas prestasi pelaksana
yang telah diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah
disepakati.
e. Menjadi alat komunikasi antarbawahan dan pimpinan dalam upaya
memperbaiki kinerja organisasi.
f. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi.
g. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
i. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan.
j. Mengungkapkan permasalahan yang terjadi.
3. Konsep Pengukuran Kinerja Tradisional
Konsep tradisional merupakan konsep pengukuran kinerja yang sering sekali
digunakan perusahaan karena mudah dalam melakukan penilaiannya. Menurut
Mulyadi dan Jhoni Setiawan (1999) dalam Mahsun dkk (2007), ukuran keuangan
tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu
menuntun sepenuhnya perusahaan kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi
jangka pendek. Namun sistem pengukuran tradisional yang digunakan selama ini
kurang menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk mengukur dan mengelola
semua kompetensi yang memicu keunggulan kompetitif organisasi bisnis (Giri,
1998 dalam Aurora, 2010). Adanya beberapa kritik terhadap penggunaan
penilaian kinerja tradisional menurut Kaplan dan Norton (1996:7), yaitu :
a. Adanya ketidak cukupan dalam pendokumentasian dari sistem pengukuran
finansial tersebut. Kesulitan dalam menghitung nilai finansial untuk aktiva-
aktiva seperti kapabilitas proses, keahlian dan motivasi, loyalitas customer dan
sistem database akan membuat aktiva-aktiva ini tidak dicantumkan dalam
neraca.
b. Memfokuskan pada ukuran masa lalu. Ukuran finansial hanya menjelaskan
beberapa peristiwa masa lalu yang cocok untuk perusahaan abad industri
dimana investasi dalam kapabilitas jangka panjang dan hubungan dengan
pelanggan bukanlah faktor penting dalam mencapai keberhasilan.
c. Ketidakmampuan merefleksikan nilai-nilai yang diciptakan dari tindakan
kontemporer. Ukuran finansial oleh manajer senior seolah-olah mampu
menjelaskan hasil operasi yang dilakukan oleh karyawan tingkat rendah dan
menengah.
Pengukuran kinerja keuangan akan mendorong manajer lebih banyak
memperbaiki kinerja jangka pendek dan seringkali mengorbankan tujuan jangka
panjang. Kinerja keuangan yang baik saat ini boleh jadi mengorbankan
kepentingan-kepentingan jangka panjang perusahaan. Sebaliknya kinerja
keuangan yang kurang baik saat ini bisa terjadi karena perusahaan melakukan
investasi demi kepentingan jangka panjangnya (Aurora, 2010). Banyaknya
kelemahan dalam sistem pengukuran kinerja tradisional mendorong Kaplan dan
Norton untuk mengembangkan suatu sistem pengukuran kinerja yang
memperhatikan empat perspektif yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan,
perspektif proses bisnis/internal serta perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Pendekatan ini dikenal dengan konsep Balanced Scorecard.
4. Total Performanced Scorecard
a. Definisi
Total Performance Scorecard (TPS) merupakan suatu konsep holistik baru
tentang manajemen perubahan dan perbaikan dan dapat juga didefinisikan
sebagai proses sistematis perbaikan, pengembangan, dan pembelajaran yang
berkesinambungan, bertahap dan rutin yang terpusat pada perbaikan kinerja
pribadi dan organisasi secara berkelanjutan.
b. Konsep
Konsep TPS adalah penggabungan dan pengembangan konsep Balanced
Scorecard, Total Quality Management, dan Competence Management yang
mencakup filosofi dan aturan pembentukan dasar perbaikan berkesinambungan
melalui perbaikan pribadi karyawan. Konsep TPS berawal dengan
mempelajari dan merumuskan ambisi pribadi tiap karyawan, kemudian
menyeimbangkannya dengan perilaku pribadi dan ambisi bersama organisasi.
Berdasarkan keterkaitan dari perbaikan, pengembangan dan pembelajaran
maka diperoleh suatu model holistik dimana interaksi ketiganya membentuk
sebuah inti kekuatan yang disebut siklus TPS seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Konsep Total Performance Scorecard
5. Balanced Scorecard
Balanced Scorecard adalah suatu pendekatan untuk mengukur kinerja yang akan
menilai kinerja keuangan dan kinerja bukan keuangan. Pemikiran dari Balanced
Scorecard adalah mengukur kinerja serta target perusahaan dari empat sudut
berbeda. Selama ini ukuran itu secara formal hanya untuk keuangan (finance)
seperti menggunakan “Balanced Sheet” dan “Income Statement” atau dengan
menghitung rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, solvabilitas dan
rentabilitas perusahaan. Pada konsep Balanced Scorecard tidak hanya aspek
keuangan (finance) saja, yang menjadi tolak ukur kinerja perusahaan, ada tiga
sudut pengukuran lain yang juga diperhitungkan, aspek tersebut yaitu, pelanggan
(Customer), proses bisnis internal (Internal Business Process) dan tumbuh dan
berkembang (Learning and Growth).
Balanced Scorecard merupakan suatu kerangka kerja, suatu bahasa yang
mengkomunikasikan visi, misi, dan strategi kepada seluruh karyawan tentang
kunci penentu sukses saat ini dan masa datang. Selain itu, Balanced Scorecard
juga menekankan bahwa pengukuran kinerja keuangan maupun non keuangan
tersebut haruslah merupakan bagian dari sistem informasi seluruh karyawan baik
manajemen tingkat atas maupun tingkat bawah. Balanced Scorecard menekankan
bahwa semua ukuran finansial dan non finansial harus menjadi bagian sistem
informasi untuk para pekerja di semua tingkat perusahaan. Balanced Scorecard
berbeda dengan sistem pengukuran kinerja tradisional yang bertumpu pada ukuran
kinerja semata (Aurora, 2010).
Menurut Kaplan dan Norton langkah-langkah Balanced Scorecard meliputi empat
proses manajemen baru. Pendekatan ini mengkombinasikan antara tujuan strategi
jangka panjang dan peristiwa jangka pendek. Keempat proses tersebut adalah ;
c. Menerjemahkan visi, misi dan strategi perusahaan.
Untuk menentukan ukuran kinerja, visi organisasi dijabarkan dalam tujuan dan
sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh perusahaan
di masa datang. Tujuan juga menjadi salah satu landasan bagi perumusan
strategi untuk mewujudkannya.
d. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
Balanced Scorecard memperlihatkan kepada tiap karyawan apa yang
dilakukan perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para
pemegang saham dan konsumen, karena oleh tujuan tersebut dibuthkan kinerja
karyawan yang baik.
e. Merencanakan, menetapkan sasaran, menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis. Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara
rencana bisnis dan rencana keuangan mereka. Balanced Scorecard sebagai
dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih
penting untuk diprioritaskan, akan menggerakkan kearah tujuan jangka
panjang perusahaan secara menyeluruh.
f. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan
Balanced Scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan melakukan
monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka pendek.
Terdapat empat Perspektif Balanced Scorecard :
a. Perspektif Finansial
Balanced Scorecard tetap menggunakan perspektif finansial, karena ukuran
finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan
ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk
apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan
kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan. Tujuan finansial
biasanya berhubungan dengan profitabilitas, yang diukur misalnya laba operasi,
tingkat pengembalian modal yang diperoleh (ROE dan ROI), likuiditas,
solvabilitas. (Sipayung,2009). Tujuan finansial mungkin sangat berbeda untuk
setiap tahap siklus hidup bisnis. Teori strategi bisnis menawarkan beberapa
strategi yang berbeda yang dapat diikuti oleh unit bisnis, dari pertumbuhan pasar
yang agresif sampai kepada konsolidasi bisnis. Pada umumnya ada tiga tahap
yaitu :
1) Growth
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus hidup perusahaan.
Mereka menghasilkan produk dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan.
2) Sustain
Sebagian besar unit bisnis dalam sebuah perusahaan mungkin berada pada tahap
bertahan, situasi dimana unit bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman
investasi dan investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan
pengembalian modal yang cukup tinggi.
3) Harvest
Sebagian unit bisnis akan mencapai tahap kedewasaan dalam siklus hidupnya,
tahap dimana perusahaan ingin “menuai” investasi yang dibuat pada tahap
sebelumnya. Tujuan bisnis pada tahap ini adalah arus kas operasi dan
penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.
b. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan Balanced Scorecard, para manajer
mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis tersebut akan
bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif
ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generik keberhasilan
perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik (Sipayung,
2009). Perspektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis
mengartikulasikan strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan
memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar.
Gambar 2 Perspektif Pelanggan
Sumber : Kaplan & Norton (2000 : 60) dalam Sipayung (2009)
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif proses bisnis internal, eksekutif mengidentifikasi berbagai
proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini
memungkinkan unit bisnis untuk memberikan proposisi nilai yang akan menarik
perhatian dan mempertahankan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan
memenuhi harapan keuntungan finansial yang tinggi para pemegang saham. Ukuran
proses bisnis internal berfokus kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan
finansial perusahaan.
Pangsa Pasar
Akuisisi Pelanggan
Retensi Pelanggan
Kepuasan Pelanggan
Profitabilitas Pelanggan
Gambar 3. Perspektif Proses Bisnis Internal-Model Rantai Nilai Generik
Sumber : Kaplan & Norton (2000 : 84) dalam Sipayung (2009)
Dalam proses inovasi, unit bisnis meneliti kebutuhan pelangan yang sedang
berkembang atau yang masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk atau
jasa yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Proses operasi, langkah utama kedua
dalam rantai nilai internal generik, adalah tempat dimana produk dan jasa diproduksi
dan disampaikan kepada pelanggan. Proses ini secara historis telah menjadi fokus
sebagian besar sistem pengukuran kinerja perusahaan. Langkah utama ketiga dalam
rantai nilai internal adalah layanan kepada pelanggan setelah penjuan atau
penyampaian produk dan jasa.
d. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif keempat dari Balanced Scorecard yaitu pembelajaran dan
pertumbuhan, mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan dalam
menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Tiga sumber
utama pembelajaran dan pertumbuhan perusahaan berasal dari manusia, sistem dan
Kebutuhan Pelanggan di identifikasi
Kenali pasar
Ciptakan produk/jasa
Bangun produk/jasa
Layani Pelanggan
Kebutuhan Pelanggan terpuaskan
Proses Inovasi
Proses operasi
Proses Layanan
Purnajual
Luncurkan produk/jasa
prosedur perusahaan. Tujuan finansial, pelanggan dan proses bisnis internal di
Balanced Scorecard biasanya akan memperlihatkan adanya kesenjangan antara
kapabilitas sumber daya manusia, sistem dan prosedur saat ini dengan apa yang
dibutuhkan untuk menghasilkan kinerja yang penuh dengan terobosan. Untuk
menutup kesenjangan ini, perusahaan harus melakukan investasi dengan melatih
ulang para pekerja, meningkatkan teknologi dan sistem informasi serta menyelaraskan
berbagai prosedur dan kegiatan sehari-hari perusahaan.
Balanced Scorecard sebagai suatu kerangka kerja
Sumber : Norton dan Kaplan (1996) dalam Aurora (2010).
“Balanced Scorecard Menerapkan Strategi menjadi Aksi.”
e. Cara Pengukuran dalam Balanced Scorecard
Cara pengukuran dalam Balanced Scorecard adalah mengukur secara
seimbang antara perspektif yang satu dengan perspektif lainnya dengan tolak ukur
masing-masing perspektif. Menurut Mulyadi (2001) dalam Aurora (2010), kriteria
keseimbangan digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana sasaran strategik kita
capai seimbang di semua perspektif.
Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi
Memperjelas visi Menghasilkan konsensus
Mengkomunikasikan dan menghubungkan
Mengkomunikasikan dan mendidik
Menetapkan tujuan
Merencanakan dan Menetapkan Sasaran
Menetapkan Sasaran
Memadukan inisiatif strategis
Balanced Scorecard
Umpan Balik dan Pembelajaran Strategis
Mengartikulasi visi bersama Memberikan Umpan balik strategis Memfasilitasi tinjauan ulang
Skor dalam tabel kriteria keseimbangan adalah skor standar, jika kinerja
semua aspek dalam perusahaan adalah “baik”. Skor diberikan berdasarkan rating scale
berikut :
Tabel 1. Rating Scale
Skor Nilai
-1 Kurang
0 Cukup
1 Baik
Sumber : Mulyadi (2001) dalam Aurora (2010)
Berikut tabel kriteria keseimbangan :
Tabel 2. Kriteria Keseimbangan
Perspektif Sasaran
Strategik
Ukuran Hasil Ukuran Pemicu
Kinerja
Score
Perspektif
Keuangan
Pertumbuhan
Pendapatan
Perubahan
Biaya
Pertumbuhan
Biaya
Penurunan
Biaya/ hutang
ROI
Likuiditas
(optimal 200%)
1
1
Perspektif
Pelanggan
Brand Equity
Meningkatnya
kualitas
layanan
customer
Customer
Acquisition
Customer
Retention
Customer
Satisfaction
Bertambahnya
pasien baru
Depth of
relationship
Berkurangnya
jumlah keluhan
1
1
1
Perspektif
Bisnis
Internal
Peningkatan
Kualitas
proses layanan
langganan
Jumlah
penanganan
keluhan
Peningkatan
pendapatan
Semakin
sedikitnya
jumlah keluhan
1
1
Respons Times
1
Perspektif
Pembelajaran
dan
pertumbuhan
Meningkatnya
komitmen
karyawan
Meingkatnya
kapabilitas
karyawan
Retensi
karyawan
Pelatihan
Karyawan
Berkurangnya
jumlah
karyawan yang
keluar
Jumlah
karyawan yang
mengikuti
pelatihan
1
1
Total Skor 10
C. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian mengenai Balanced Scorecard telah dilakukan pada beberapa
perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan. Penelitian tersebut menunjukkan
bahwa pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard lebih memberikan
informasi yang akurat, karena tidak hanya mengukur kinerja keuangan, tetapi juga
kinerja nonkeuangan. Beberapa penelitian terdahulu mengenai Balanced
Scorecard adalah sebagai berikut :
1. Aurora (2010) tentang Penerapan Balanced Scorecard sebagai Tolak Ukur
Pengukuran Kinerja (Studi kasus pada RSUD Tugurejo Semarang), hasil
penelitiannya mengatakan RSUD Tugurejo Semarang memungkinkan untuk
menerapkan Balanced Scorecard, karena dengan Balanced Scorecard semua
aspek dapat diukur.
2. Sipayung (2009) tentang Balanced Scorecard : Pengukuran Kinerja
Perusahaan dan Sistem Manajemen Strategis, mengatakan bahwa Balanced
Scorecard menutup lubang yang ada di sebagian besar sistem manajemen,
yaitu kurangnya proses sistematis untuk melaksanakan dan memperoleh
umpan balik sebuah strategi. Proses manajemen yang dibangun di seputar
scorecard memungkinkan adanya keselarasan dan pemusatan perhatian kepada
pelaksanaan strategi jangka panjang.
3. Sapardianto (2010) tentang Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan
Konsep Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada PT Trustco Insan Mandiri
Samarinda) hasil penelitiannya mengatakan bahwa perlu adanya pemanfaatan
aktiva lancar (terutama kas) untuk menormalkan nilai current ratio, perlu
adanya penambahan karyawan agar lebih fokus pembagian kerjanya, dan
untuk proses operasi disarankan perusahaan menetapkan waktu yang lebih
singkat dalam proses pengurusan administrasi dan hal-hal lainnya yang
menunjang proses penyaluran produk jasa perusahaan.
4. Penelitian Pramadhany dan Rahardjo (2010) mengenai penerapan metode
balanced scorecard sebagai tolak ukur penilaian kinerja pada organisasi
nirlaba. Penelitian ini memberikan hasil bahwa RS Bhayangkara Seamrang
memungkinkan untuk menerapkan balanced scorecard. Penerapan dapat
dilakukan melalui empat perpektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis
internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan, dinilai cukup baik untuk
diterapkan. Berdasarkan pengukuran balanced scorecard, rumah sakit perlu
memperhatikan beberapa aspek kinerja dari keempat perspektif yang dinilai
masih berada pada tingkat kurang dan cukup. Aspek yang dinilai kurang
adalah pertumbuhan pendapatan dan akuisisi pelanggan. Aspek yang dinilai
cukup adalah penurunan biaya, retensi pelanggan, tingkat pelayanan, retensi
karyawan, dan pelatihan karyawan.
5. Penelitian oleh Nizar dan Bambang (2011) menunjukkan bahwa berdasarkan
persepktif keuangan, kinerja RSUD Prof. Dr. Soekandar telah ekonomis dan
efisien namun belum efektif. Berdasarkan perspektif pelanggan, kinerja RSUD
Prof. Dr. Soekandar masih kurang terutama dalam hal customer acquisition.
Berdasarkan perspektif internal bisnis, hasil penelitian menunjukkan bahwa
rasio pelayanan kesehatan secara umum sudah cukup baik namun untuk rasio
ALOS dan BTO masih belum baik. Berdasarkan perspektif pembelajaran dan
perumbuhan, RSUD Prof.Dr. Soekandar dinilai sudah baik. Jadi, secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kinerja RSUD Prof. Dr. Soekandar
berdasarkan balanced scorecard adalah cukup baik.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Metode dalam penelitian ini menggunakan penelitian penjelasan (Explanatory
research). Format eksplanasi dimaksud untuk menggambarkan suatu generalisasi
atau menjelaskan suatu variabel dengan variabel lainnya (Bungin, 2001).
Berdasarkan masalah yang diteliti, pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Metode ini bertujuan untuk menggambarkan,
meringkaskan berbagai kondisi berbagai situasi atau variabel yang timbul di
masyarakat yang menjadi objek penelitian tersebut.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Jatilawang dan Puskesmas Cilongok 1. Latar
belakang pemilihan adalah karena puskesmas ini termasuk dalam puskesmas rawat
inap dan memiliki data administratif serta keuangan yang lengkap sehingga dapat
diteliti dengan menggunakan Balanced Score Card.
3. Metode dan Penentuan Ukuran Sampel
Teknik pengambilan sampel adalah dengan menggunakan teknik Slovin dan Umar
(2005) n= N1+Ne2
Dimana n = jumlah sampel
N= ukuran populasi
e = standar error 10%
sehingga jumlah sampel n= 781+78.10 %2 =44 orang
4. Sumber data
Sumber data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah:
a) Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari kuesioner terhadap
responden
b) Data sekunder adalah data yang didapatkan dari dokumen di Puskesmas Cilongok
1 dan Puskesmas Jatilawang
5. Metode Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a) Pengisian kuesioner oleh tenaga kerja di puskesmas dan pasien pengunjung
puskesmas.
b) Studi dokumentasi yaitu studi yang mempelajari dan mengumpulkan data-data
yang relevan dan mendukung penelitian.
6. Definisi Konseptual dan Operasional
Penelitian ini menggunakan ukuran yang terkandung dalam keempat perspektif
Balanced Scorecard, yaitu :
a. Perspektif Keuangan (Financial Perspective)
1) Definisi konseptual : perspektif keuangan merupakan ukuran yang sangat
penting dalam merangkum kinerja dari tindakan ekonomis yang telah diambil.
Ukuran kinerja keuangan memberikan penilaian terhadap target keuangan
yang dicapai oleh organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya. Perspektif
keuangan dalam penelitian ini meliputi pertumbuhan pendapatan, penurunan
biaya/tingkat hutang (likuiditas).
2) Definisi operasional : Data sekunder yang memuat rasio ekonomi, rasio
efisiensi, dam rasio efektivitas puskesmas.
b. Perspektif Pelanggan
1) Definisi konseptual : perspektif pelanggan merupakan ukuran yang dilihat
dari jumlah pelanggan yang dimiliki dan tingkat kepuasan pelanggan.
Pengukuran kinerja yang dinilai dari jumlah pelanggan dan tingkat kepuasan
pelanggan terdiri dari pangsa pasar, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan, dan
kepuasan pelanggan.
2) Definisi operasional : perspektif pelanggan dibagi menjadi tiga komponen,
komponen pertama adalah kepuasan pelanggan yang dinilai melalui kuesioner
dan komponen kedua adalah customer acquisition yang diperoleh melalui
penghitungan oleh peneliti mengenai data sekunder dengan rumus hasil bagi
antara jumlah pelanggan baru dibagi jumlah total pelanggan dikali seratus
persen. Komponen ketiga adalah customer retention yang memiliki rumus
jumlah pelanggan lama dibagi total pelanggan dikalikan dengan seratus
persen.
c. Perspektif Proses Bisnis Internal
1) Definisi konseptual : Perspektif proses internal memberikan penilaian atas
gambaran proses yang telah dibangun dalam melayani masyarakat. Perspektif
proses internal menggunakan pengembangan program layanan, perbaikan
sistem operasional dan peningkatan kualitas proses layanan. Pengukuran
kinerja yang bertujuan untuk mendorong perusahaan agar menjadi learning
organization dan juga mendorong pertumbuhan organisasi.
2) Definisi operasional : Penghitungan oleh peneliti dengan sumber didapatkan
dari data sekunder yang memuat persentase inovasi, jumlah kunjungan rawat
jalan, jumlah kunjungan rawat inap (ALOS/Average Length Of Stay,
BOR/Bed Occupancy Ratio, TOI/Turn Over Internal, BTO/Bed Turn Over
Rate, GDR/Gross Death Rate, dan NDR/Net Death Rate).
d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
1) Definisi konseptual : perspektif Pertumbuhan dan pembelajaran memberikan
penilaian yang merupakan pemacu untuk membangun kualitas pelayanan dan
kualitas personel yang diperlukan untuk mewujudkan target keuangan,
pelanggan dan proses internal. Tolok ukur yang digunakan adalah
peningkatan kapabilitas karyawan dan peningkatan komitmen karyawan.
Untuk peningkatan kapabilitas dilihat dari adanya peningkatan
pelatihan/seminar yang diadakan baik dari dalam kegiatan rumah sakit
maupun dari luar pihak rumah sakit, sedangkan untuk peningkatan komitmen
karyawan dapat dilihat dari persentase berkurangnya jumlah karyawan yang
keluar karena diakibatkan oleh beberapa alasan.
2) Definisi operasional : perpektif pertumbuhan dan pembelajaran memuat
kepuasan karyawan yang diukur dengan menggunakan kuesioner oleh peneliti
(lampiran 2), retensi karyawan, dan produktivitas karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Aurora, Novella. 2010. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Tolak Ukur Pengukuran
Kinerja (Studi Kasus pada RSUD Tugurejo Semarang). Skripsi Ekonomika dan Bisnis
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Anthony, Robert N. dan Vijay Govindarajan. 2005. Management Control Systems, 11th
Edition. Salemba Empat. Jakarta.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan
Kualitatif. Surabaya: Airlangga University Press.
Imelda, R.H.N. 2004. Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi Publik. Jurnal
Akuntansi Dan Keuangan 6(2): 106-122.
Mahsun, Mohamad dkk. 2007. Akuntansi Sektor Publik Edisi Kedua. Penerbit BPFE
Yogyakarta.
Santoso, Singgih. 2005. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional, Cetakan
Keempat. Penerbit PT Elexmedia Komputindo. Jakarta.
Sapardianto. 2012. Analisis Pengukuran Kinerja Perusahaan Dengan Konsep Balanced
Scorecard (Studi Kasus pada PT Trustco Insan Mandiri Samarinda). Ejournal
Administrasi Bisnis, 2013.
Sipayung, Friska. 2009. Balanced Scorecard : Pengukuran Kinerja Perusahaan dan Sistem
Manajemen Strategis. Jurnal Manajemen Bisnis volume 2.
Sulastri, A., 2003. Penerapan Balanced Scorecard Sebagai Sistem Penilaian Kinerja Pada
Rumah Sakit Islam Surakarta Skripsi, Tidak Dipublikasikan, Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret.