Upload
aris-muhammad-abidin
View
139
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
Bab 2
Gangguan Kepribadian
A. Pengertian gangguan kepribadian
Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan
perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya,
kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan menurut Koswara (1991) dalam
pengertian sehari-hari kepribadian adalah bagaimana individu menampilkan dan
menimbulkan kesan bagi individu lain. Menurut Maramis (1999) kepribadian adalah
keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam
usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.
Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III
(Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional
tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen,
khas lainnya yang tidak tergolongkan. Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk
suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan
dengan orang lain tidak berfungsi.
Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian
dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan
fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas
gangguan kepribadian.
Orang yang mengalami kepribadian biasanya memiliki tingkah laku yang kompleks
dan berbeda-beda berupa :
Ketergantungan yang berlebihan
Ketakutan yang berlebihan dan intimitas
Kesedihan yang mendalam
Tingkah laku yang eksploitatif
Kemarahan yang tidak dapat dikontrol
Kalau masalah mereka tidak ditangani, kehidupan mereka akan dipenuhi
ketidakpuasan
Gangguan kepribadian merupakan suatu gangguan berat pada karakter dan
kecenderungan perilaku pada individu. Gangguan tersebut melibatkan beberapa bidang
kepribadian dan berhubungan dengan kekacauan pribadi dan sosial. Gangguan itu dapat
disebabkan oleh faktor hereditas dan pengalaman hidup pada awal masa kanak-kanak.
Diagnosa terjadinya gangguan kepribadian pada seseorang yang di dasarkan pada
bentuk perilaku, mood, sosial interaksi, impulsif, dapat menjadi suatu hal yang kontroversial
dan merugikan individu bersangkutan, kebanyakan orang awam memberikan sebutan label
atau pelbagai stigma tertentu pada mereka. Akibatnya, individu tersebut semakin enggan
untuk berobat dan melakukan isolasi diri.
Kemunculan gangguan kepribadian berawal kemunculan distres, yang dilanjutkan
pada penekanan perasaan-perasaan tersebut dan berperilaku tertentu seperti orang mengalami
distres pada umumnya. Rendahnya fungsi interaksi sosial di lingkungan tempat tinggal dan
lingkungan kerja ikut memperburuk kondisi dan suasana emosi dengan cara mendramatisir,
menyimpan erat, mengulang atau mengingat kembali suasana hati (obsesif), dan antisosial.
Beberapa perilaku tersebut menganggu individu dan aktivitas sehari-harinya, secara
umum individu yang mengalami gangguan kepribadian kesulitan untuk mempertahankan atau
menlanjuti hubungan dengan orang lain. Hal ini disebabkan oleh permasalahan interpersonal
yang kronis, atau kesulitan dalam mengenal perasaan-perasaan (emosi) sendiri yang muncul
dalam dirinya.
Penderita gangguan kepribadian mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit
menyesuaikan diri sehingga orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak
permintaan, ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar.
Problem ketergantungan pada alkohol, gangguan mood, kecemasan dan gangguan
makan, melakukan hal-hal yang berbahaya terhadap diri sendiri, keinginan bunuh diri,
gangguan seksual sering menjadi bagian dari permasalahan gangguan kepribadian.
B. Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian
1. Faktor Genetika
Satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan
kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan
kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu
menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat
okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar monozigotikyang dibesarkan terpisah
adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.
2. Faktor Temperamental
Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan
dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya, anak-anak yang secara
temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.
3. Faktor Biologis
Hormon
Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunukkan peningkatan
kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.
Neurotransmitter
Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik, menyatakaan
suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadaar
serotonin dengan obat seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan
dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi,
impulsivitas.
Elektrofisiologi
Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah ditemukaan pada
beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisocial dan
ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat.
4. Faktor Psikoanalitik
Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi
pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium anal, yaitu
anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala,
kikir dan sangat teliti.
C. Gejala Umum Gangguan Kepribadian
Individu dengan gangguan kepribadian sarat dengan pelbagai pengalaman konflik dan
ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka. Gejala secara umum
gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap kategori yang ada. Secara umum
gangguan ini klasifikasikan berdasarkan :
1. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari social expectation.
Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih:
cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi
terhadap dirinya, orang lain dan waktu
afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas
dan cakupan)
fungsi-fungsi interpersonal dan kontrol terhadap impuls
2. Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu dan
berpengaruh pada situasi sosial.
3. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan pembentukan
distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan kerja atau fungsi-
fungsi sosial penting lainnya.
4. Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut dapat
muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak terbatas pada
episode penyakit jiwa
5. Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis yang
muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala.
Catatan:
Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia dibawah 18
tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun sedang mengalami
pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun adanya simtom-simtom tertentu
yang tampak, haruslah simtom tersebut menetap setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak
semua gejala yang ada dapat didiagnosa sebagai bentuk gangguan kepribadian.
D. Klasifikasi Gangguan Kepribadian
1. KELOMPOK A
Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal.
Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku ynag relative sama yaitu
eksentrik dan aneh.
GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai
dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang sangat kuat kepada
orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali sangat sensitive,
mudah marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan.
Salah satu faktor penting dalam gangguan kepribadian paranoid
adalah adanya kecenderungan yang tidak beralasan (gangguan ini biasanya
dimulai sejak masa dewasa awal dan tampak pada berbagai situasi dan
kondisi) untuk menganggap perilaku orang lain sebagai merendahkan dan
mengancam diri mereka.
Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional
dan menjaga jarak dengan orang lain. Dalam situasi sosial, individu dengan
gangguan ini tampak efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka seringkali
menjadi pemicu dari timbulnya masalah konflik dengan lingkungan.
Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki gangguan
ini sepanjang hidup mereka. Beberapa di antara mereka menunjukkan
gangguan ini sebagai pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita
skizofrenia.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya menampilkan
perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah berlangsung dalam jangka
waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi dengan
orang lain, cenderung introvert, dan afek mereka pun terbatas.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya memberikan
tampilan bahwa mereka “dingin” dan penyendiri. Hal ini terjadi karena
mereka memiliki kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara
emosional dengan orang lain.
Kehidupan individu dengan gangguan ini biasanya diwarnai dengan
kegemaran pada aktifitas yang tidak melibatkan orang lain (aktifitas mandiri)
dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan persaingan dengan
orang lain.
Kehidupan seksual mereka biasanya hanya sebatas fantasi dan mereka
sedapat mungkin berusaha menunda kematangan seksualnya. Kaum pria
biasanya tidak menikah karena mereka tidak dapat melakukan hubungan yang
intim dan kaum wanita biasanya secara pasif akan menyetujui untuk menikah
dengan kaum pria yang agresif dan sangat menginginkan mereka menikah
dengannya.
Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya mengalami
kesulitan untuk mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan energi
afektifnya (misalnya kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak melibatkan
orang lain.
Walaupun individu ini sangat penyendiri dan memiliki impian-impian
atau fantasi, namun tidak berarti bahwa individu dengan gangguan ini
mengalami masalah kontak realitas. Mereka tetap mampu membedakan antara
realitas dan fantasi atau impian.
Sejauh ini diketahui bahwa gangguan kepribadian schizoid terjadi pada
7,5 persen populasi pada umumnya. Perbandingan antara laki-laki dan
perempuan juga tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan sekitar 2 : 1
(laki-laki : perempuan).
Awal munculnya gangguan ini biasanya pada masa kanak-kanak awal.
Biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama walaupun belum tentu
seumur hidup mereka. Jumlah individu dengan gangguan ini yang kemudian
menjadi penderita skizofrenia, belum diketahui secara pasti.
GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL
Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya tampak
aneh secara sangat mencolok. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib
(magical), ide-ide yang ganjil, ilusi dan derealisasi yang biasa mereka
tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala isi pikiran mereka
dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan dengan ketakutan dan fantasi yang
biasanya hanya muncul pada masa kanak-kanak.
Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam berpikir dan
berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi orang lain
terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah atau tidak
senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi
dengan orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya
mereka seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.
Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga menampilkan
gejala yang ditampilkan oleh individu dengan gangguan kepribadian
borderline. Apabila hal ini terjadi, terapis boleh sekaligus mendiagnosis
individu tersebut dengan 2 diagnosis, skizotipal dan borderline. Kadangkala
terapis harus lebih berhati-hati karena apabila individu dengan skizotipal
berada di bawah tekanan, mereka dapat menampilkan tingkah laku psikotik
dan tampak seperti penderita skizofrenia, hanya bedanya pada individu ini
gejala psikotik tersebut hanya tampak dalam waktu yang singkat dan segera
menghilang. Jadi harus berhati-hati, jangan langsung memberikan diagnosis
skizofrenia karena mungkin saja ternyata lebih sesuai dengan skizotipal.
Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak muncul pada
keluarga yang memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar satu telur
bila dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4 persen).
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari individu dengan
kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri. Kepribadian
skizotipal adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu menderita
skizofrenia.
Banyak klinisi yang berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan
kepribadian seseorang dengan penyakit seperti gangguan skizophrenia dan
skizoaffective, banyak pasien, khususnya individu yang distabilkan secara
psikis yang tinggal dalam komunitas, telah melakukan coping dan model
interpersonal yang dapat dikonseptualkan sebagai ‘kepribadian’. Hal ini
dikuatkan oleh penelitan kami sebelumnya, yang menunjukkan bahwa trait
kepribadian, seperti yang diukur oleh NEO Personality Inventory (NEO-PI),
diantara pasien dengan gangguan skizoaffective dan skizofrenia, cenderung
stabil dan bebas dari simptom psikotik rata-rata lebih dari 6 bulan, simptom
psikotiknya stabil dan bebas selama interval waktu 6 bulan, bahkan ketika
simptom psikiatrinya beragam. Sementara NEO-PI tidak di validkan dalam
melakukan assessment variable kepribadian pada individu yang penyakit jiwa,
penelitian awal kami pada 21 paseien menunjukkan bahwa traits kepribadian
itu dapat diukur, stabil dalam waktu yang singkat dan secara klinis relevan
dengan populasi skizophrenic. Pada sample kecil ini, korelasi test-retest antara
domain kepribadian menunjukkan korelasi atas ke empat domain yang
kesemuanya lebih besar dari 0,84, yang menunjukkan stabilitas domain selama
interval waktu yang diukur. Skor domain juga menunjukkan korelasi yang
signifikan dengan tingkat fungsi, khususnya yang berhubungan dengan jumlah
kontak sosial. (Jurnal Psychology: The relationship between personality and
quality of life in persons with schizoaffective disorder and schizoprenia, 1997)
2. KELOMPOK B
Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionik, dan
narsistik. Individu pada gangguan tersebut menampakkan perilaku yang dramatis atau
berlebih-lebihan, emosional, dan aneh (tidak menentu).
o GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTI SOSIAL
Individu dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya secara terus
menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial, namun tingkah laku
ini tidak sama dengan melakukan kriminalitas. Gangguan kepribadian ini
lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti norma-
norma sosial yang ada selama perkembangan masa remaja dan dewasa.
Individu dengan kepribadian antisosial biasanya mampu menampilkan
tingkah laku yang menewan, memiliki kemampuan verbal yang baik, bahkan
mampu menarik perhatian lawan jenis dengan perilakunya yang pandai
merayu. Di sisi lain, individu yang sejenis seringkali menganggap perilaku
individu dengan gangguan ini sebagai manipulatif dan terlalu menuntut.
Walaupun penampilan luarnya tampak positif, apabila terapis
menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku
berbohong, membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, pemakaian
obat-obatan, dan berbagai aktivitas ilegal lainnya yang biasanya telah dimulai
sejak masa kanak-kanak. Mereka tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki
tanggung jawab, oleh karena itu setelah dewasa individu dengan kepribadian
antisosial biasanya berkaitan dengan kasus penyikasaan pada pasangan hidup,
pada anak, pelacuran, dan mengandarai dalam keadaan mabuk.
Kepribadian ini lebih tampak pada daerah miskin. Usia kemunculan
gannguan ini adalah sebelum usia 15 tahun. Perempuan biasanya
menampakkan gejala ini sebelum masa pubertas dan pada anak laki-laki
bahkan sebelumnya. Pada populasi di penjara, prevelensi individu yang
memiliki kepribadian antisosial mencapai 75 persen.
Gangguan kepribadian antisosial biasanya muncul pada masa remaja
akhir. Prognosisnya bervariasi. Gangguan yang umum terjadi pada individu
dengan kepribadian antisosial adalah gangguan depresi, gangguam alkohol,
dan zat-zat tertentu (obat-obatan terlarang).
o GANGGUAN KEPRIBADIAN BORDERLINE
Gangguan kepribadian borderline berada di perbatasan antara
gangguan neurotik dan psikotik dengan gejala-gejala afek, mood, tingkah laku
dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu dengan gangguan
kepribadian ini moodnya selalu berubah-ubah.
Tingkah laku dari individu dengan kepribadian borderline sangat tidak
dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil yang sesuai dengan
kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka juga memiliki
kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-destrictive). Individu ini memiliki
kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan menampilkan
berbagai self-mutilation (tindakan melukai diri sendiri, memotong)dengan
tujuan mencari pertolongan dari orang lain, untuk mengekspresikan
kemarahan mereka, atau mengumpulkan afek-afek yang mereka rasakan.
Individu dengan kepribadian borderline merasa bergantung pada orang
lain, namun mereka juga memiliki perasaan bermusuhan terhadap orang lain.
Individu dengan gangguan ini pun tidak tahan atau tidak dapat hidup apabila
sendirian. Ketika kesepian dan kebosanan melanda mereka, walaupun hanya
untuk waktu yang singkat mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk
menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk.
Diperkirakan gangguan ini muncul pada sekitar 1 atau 2 persen pada
populasi umum. Gangguan kepribadian ini dua kali lebih banyak pada kaum
perempuan ketimbang laki-laki.
Berdasarkan penelitian longitudinal diketahui bahwa individu dengan
gangguan kepribadian borderline tidak menunjukkan tanda-tanda
perkembangan kea rah gangguan skizofrenia, namun individu ini memiliki
kecenderungan untuk mengalami episode major depressive disorder.
Menghindari distorsi pasien dalam psikoterapi pada pasien BPD
(Borderline personality disorder)
Dalam praktek dan literatur klinis, pasien dengan BPD mempunyai
reputasi yang berupa distorted thinking (pikiran yang menyimpang) yang
panjang tentang apa yang terjadi dalam hubungan interpersonal mereka
(Kernberg, 1985; Noy, 1982). Kroll (1982) menegaskan kecenderungan
pasien ini mengarah ke persepsi global dengan kurangnya perhatian terhadap
detail, perubahan makna, amnesia yang turun naik, dan deskripsi yang
kontradiktif atau keliru mengenai suatu kejadian atau orang-orang. Pasien
BPD seringkali dikarakteristikkan dengan adanya “splitting”, yang
didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mengintegrasikan gambaran
buruk atau baik tentang orang lain.
Yang jelas, pasien BPD seringkali menggambarkan orang lain seakan-
akan mereka percaya bahwa orang lain merupakan bentuk teladan yang
sempurna atau sebaliknya merupakan perwujudan yang buruk dari sebuah
bentuk kebencian. Mereka seringkali menggambarkan rangkaian interaksi
dalam cara yang salah. Mereka sering menceritakan dugaan tentang kelakuan
buruk orang lain dengan memperagakan secara sistematis perilaku provokatif
mereka sebagai alasan potensial bagi mereka.
Terapis harus membedakan apakan jenis perilaku ini menunjukkan
defisit kognitif yang nyata, mekanisme pertahanan pada kejiwaan mereka,
manipulasi bawah sadar atau manipulasi ketidaksengajaan tentang orang lain
untuk tujuan yang tersembunyi atau merupakan kombinasi dari semua hal
tersebut. Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi psikoterapis,
jika distorsi terbukti sebagai sebuah bentuk defisit dalam pemrosesan
informasi, treatment haruslah sangat dipertimbangkan. Nyatanya, jika terdapat
sejenis defisit neurologis permanen yang menyebabkan pasien BPD
kekurangan kemampuan untuk membuat penilaian yang lebih realistik tentang
lingkungan interpersonal mereka, maka psikoterapi mungkin tidak akan
menjadi jalan yang efektif sama sekali.
Berbagai kesulitan dalam mengevaluasi munculnya Distorted thinking
pada BPD.
Kesulitan utama yang mungkin menghalangi keakuratan pada
assessment kemunculan distorsi pada pasien BPD adalah hampir tidak
mungkinnya merancang metode yang reliable untuk defisiensi
ketidakmampuan mental dari performance perilaku yang direncanakan yang
berdasarkan pada motivasi psikologis interpersonal atau tujuan intrapsikis.
Terapis tertentu mungkin akan melakukan kesalahan jika mereka tidak
mempunyai pengetahuan tentang motif yang mendasari beberapa perilaku
yang ditunjukkan oleh individu. (Jurnal Psychology: Avoiding Patient
Distortions in Psychotherapy with Borderline Personality Disorder Patients,
2004)
o GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK
Gangguan Kepribadian Histrionik ditandai dengan tingkah laku yang
bersemangat (colorfull), dramatis atau suka menonjolkan diri dan ekstrovert
pada individu yang emosional dan mudah terstimulasi oleh lingkungan.
Individu dengan gangguan ini selalu berusaha mencari perhatian dari
lingkungan. Mereka cenderung untuk melebih-lebihkan pikiran atau perasaan
mereka dan membuat segala sesuatunya tampak lebih penting dari yang
sesungguhnya.
Tingkah laku merayu (seduktif) umum terjadi baik pada kaum pria
maupun wanita dengan gangguan ini. Mereka pun kadangkala memiliki
fantasi-fantasi seksual dengan mereka akan berhubungan. Pada kenyataannya,
individu dengan gangguan histrionik biasanya memiliki masalah atau ganggan
disfungsi seksual, pada kaum wanita biasanya anorgasmik (masalah dalam
orgasme) dan pada kaum prianya impoten. Mereka melakukan tingkah laku
seduktif lebih karena ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka menarik
untuk lawan jenisnya.
Individu dengan gangguan ini cenderung untuk tidak menyadari
perasaan-perasaan mereka dan tidak pula menyadari serta mampu
menjelaskan motivasi dari berbagai tindakan yang dilakukannya karena salah
satu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan adalah represi. Apabila
individu ini dalam kondisi stress, kontak dengan realitas dapat terganggu.
Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak ditemukan pada
perempuan ketimbang laki-laki. Kadangkala gangguan ini bersamaan dengan
gangguan somatisasi dan penggunaan alkohol.
Dengan bertambahnya usia, biasanya gejala-gejala gangguan
kepribadian histrionik ini akan menurun. Individu dengan gangguan ini
biasanya dapat terlibat dengan masalah hukum, penggunaan zat , dan
pelacuran karena mereka selalu memiliki tujuan untuk mencari dan
mendapatkan perhatian dari lingkungan.
o GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK
Individu dengan gangguan kepribadian narsisistik memiliki perasaan
yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting serta individu yang unik.
Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan
yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit atau tidak dapat
menerima kritik dari orang lain.
Sikap mereka mengakibatkan hubungan yang mereka miliki biasanya
rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah
karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang ada.
Individu dengan gangguan narsisistik tidak memiliki self-estem yang
mantap dan mereka rentan mengalami depresi. Masalah-masalah yang
biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsisistik misalnya sulit
membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan
sesuatu atau masalah dalam pekerjaan.
Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan orang tua
yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik,
berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsisistik merupakan gangguan yang kronis
dan sulit untuk mendapat perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima
kenyataan bahwa usia mereka bahwa sudah lanjut, mereka tetap menghargai
kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu,
mereka lebih sulit melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain
pada umumnya.
3. KELOMPOK C
Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsesif-kompulsif.
Individu dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak selalu cemas dan ketakutan.
o GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR (AVOIDANT)
Kunci dari individu dengan gangguan kepribadian menghindar adalah
sangat sensitif terhadap penolakan, sehingga akhirnya yang tampak adalah
tingkah laku menarik diri. Individu dengan gangguan ini adalah individu yang
memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan
atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan,
kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.
Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang
banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat
mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu yang
bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa
yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani
mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.
Individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya tidak
memiliki teman dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang
dominan pada individu ini adalah malu-malu. Biasanya individu dengan
gangguan kepribadian menghindar biasanya memiliki sejarah fobia sosial atau
malahan menjadi fobia sosial dalam perjalanan gangguannya.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder
adalah sebagai berikut:
Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan
penolakan.
Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia
merasa yakin akan disukai atau diterima.
Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan
atau dicemooh.
Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.
Perasaan tidak mampu.
Perasaan inferior.
Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena
takut dipermalukan.
o GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN
Individu dengan gangguan kepribadian dependen cenderung meminta
orang lain untuk memikul tanggung jawab terhadap diri mereka, tidak percaya
diri, merasa tidak nyaman apabila harus sendirian (walaupun dalam jangka
waktu yang singkat). Mereka cenderung submisif atau patuh.
Individu dengan gangguan ini pun tidak mampu membuat suatu
keputusan tanpa adanya nasehat, saran serta dukungan yang sangat banyak
dari lingkungannya. Mereka berusaha menghindar dan tidak bersedia posisi
yang sarat dengan tanggung jawab serta menjadi cemas apabila harus berperan
sebagai pemimpin. Mereka lebih memilih menjadi individu yang submisif
yang patuh dan mengikuti orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan
ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai
perilaku gangguan kepribadian dependen
Individu dengan kepribadian dependen cenderung mengalami kesulitan
dalam fungsi pekerjaan apabila mereka dituntut untuk bekerja secara mandiri
dan tidak disertai adanya pengawasan. Hubungan sosial yang mereka jalin
terbatas hanya pada orang-orang dimana mereka dapat bergantung.
Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya
regresi atau fiksasi pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi
atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan tergantung. Pendekatan kognitif-
behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif
dan kecemasan dalam membuat keputusan.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian dependen
yaitu sebagai berikut:
Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan
dukungan yang berlebihan dari orang lain.
Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab
dalam hidupnya.
Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap
orang lain karena takut kehilangan dukungan dari orang lain.
Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri
karena kurang percaya diri.
Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara
untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari orang lain.
Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada
kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan
orang lain.
Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang
terjalin telah berakhir.
Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.
o GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF KOMPULSIF
Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan pada
individu yang mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.Gangguan ini
ditandai dengan tingkah laku yang keras kepala, kebimbangan, sangat teratur,
dan cenderung mengulang-ulang sesuatu hal. Kunci utama dari gangguan ini
adalah kecenderungan perfeksionis dan tidak fleksibel yang sudah menetap
pada diri individu. Sebagai contoh: individu dengan gangguan ini terus
menerus mengecek seluruh kunci pintu di rumah karena mereka merasa takut
pada pencuri, mencuci tangan terus-menerus kadangkala hingga kulit tangan
menjadi luka.
Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat
perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya.
Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan
detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya.
Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit
mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga
sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-
hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang
kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai
dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi
individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan
kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak
fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang
objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping
itu, ia juga pelit atau kikir.
Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality disorder
yaitu sebagai berikut:
Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan
sehingga poin penting dari aktivitas hilang.
Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan
jarang terselesaikan.
Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga
mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.
Kekakuan dalam hal moral.
Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak
berguna.Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain
megacu pada satu standar yang sama dengannya.
Kikir atau pelit.
Kaku dan keras kepala.
E. Treatment bagi Gangguan Kepribadian
Treatment untuk gangguan kepribadian merupakan kombinasi dari pengobatan dan
psikoterapi.
1. Kelompok A
a. Paranoid
Psikoterapi – Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi
kelompok, karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi
pasien dan harus diingat bahwa kejujuran merupakan halyang sangat penting bagi
pasien.
Farmakoterapi – Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan
kecemasan. Pada sebagian besar kasus obat anti anxietas seperti diazepam dapat
digunakan.
b. Skizoid
Psikoterapi – Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan
kepribadiaan schizoid mungkin diam untuk jangka waktu yang lama, namun suatu
waktu, mereka akan ikut terlibat.
Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain
mengingat kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalaannya waktu,
anggota kelompok menjadi penting bagi pasien schizoid dan dapaat memberikan
kontak sosial.
Farmakoterapi – Dengan antipsikotik dosis kecil, anti depresan dan
psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa pasien.
c. Skizotipal
Psikoterapi – Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan
kepribadian skizotipal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa pasien
terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh. Ahli terapi tidak boleh
menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas
mereka.
Farmakoterapi – Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalaam
menghadapi gagasan mengenai diri sendiri, wahaam dan gejala lain dari gangguan
dan dapaat digunakan bersama-sama psikoterapi. Penggunaan haloperidol
dilaporkan memberikan hasil positif pada.
2. Kelompok B
a. Antisosial
Psikoterapi – Jika pasien merasa berada diantara teman-teman sebayanya,
tidak adanya motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan
karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri akan lebih berguna
dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan.
Tetapi ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku
merusak pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman,
ahli terapi harus mengagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan
dengan orang lain.
Farmakoterapi – Farmakoterapi digunakan untuk menghadaapi gejala yang
diperkirakan akan timbul seperti kecemasan, penyerangan dan depresi.
b. Ambang
Psikoterapi – Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan
interpretasi bawah sadar secaraa mendalam. Terapi perilaku digunakan pada
pasiem gangguan kepribadian ambang untuk mengendalikan impuls dan ledakan
kemarahan dan untuk menurunkan kepekaan terhadaap kritik dan penolakan.
Latihan keterampilan social, khususnya dengan video tape, membantu
pasien untuk melihat bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain, hal
ini untuk meningkatkan perilaku interpersonal mereka.
Farmakoterapi – Antipsikotik dapat digunakan untuk mengendalikan
kemarahan, permusuhan dan episode psikotik yang singkat. Antidepresan
memperrbaiki mood yang terdepresi yang sering ditemukan pada pasien.
c. Gangguan Kepribadian Historinic
Psikoterapi – Pasien dengan gaangguan kepribadian histrionic seringkali
tidak menyadari perasaan mereeka yang sesungguhnya.
Psikoterapi berorientasi psikoanaliasis, baik dalam kelompok atau
individual.
Farmakoterapi – Farmaakoterapi dapaat ditaambaahkaan jikaa gejala
adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan aantidepresan untuk depresi dan
keluhan somatic, obat anti anxietas untuk kecemasan dan antipsikotik untuk
derealisasi dan ilusi.
d. Gangguan Kepribadian Narsistik
Psikoterapi – Mengobati gangguan kepribadiaan naarsistik sukaar karena
pasien harus meninggalkaan narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan
Farmakoterapi – Lithium (eskalith) digunakaan pada pasien yang memiliki
pergeseran mood sebagai bagian dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap
depresi, maka antidepresan juga dapat digunakan
3. Kelompok C
a. Menghindar/ Avoid
Psikoterapi – Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke dunia
untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi
penghinaan, penolakan dan kegagalan.
Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk
berlatih keterampilan social yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat
memperberat harga diri pasien yang telah buruk.
Tetapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan
mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih
ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk
mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan
harga diri mereka.
Farmakoterapi - Beberapa pasien tertolong oleh penghambat beta,
seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf
otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian
menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.
b. Dependen
Psikoterapi – Terapi yang digunakan yaitu melalui proses kognitif
behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih ketegasan
dan menumbuhkan rasa percaya diri.
Farmakoterapi – Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna.
c. Obsesif Kompulsif
Psikoterapi – Pasien gangguan kepribadian obsesif kompulsif
seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan ataas kemauaan
sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan, sangat
dihargai oleh pasien gangguan ini.
Farmakoterapi – Clonazepam (klonopin) adalah suatu benzodiazepine
dengan anti konvulsan, pemakaian obat ini untuk menurunkan gejala pada
pasien dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif parah.
Bab 3
Penutup
A. Kesimpulan
Menurut Maramis (1999) kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.
Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan.
Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.
Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.
Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.
Penderita gangguan kepribadian mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit menyesuaikan diri sehingga orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak permintaan, ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar.