32
Bab 2 Gangguan Kepribadian A. Pengertian gangguan kepribadian Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya, kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan menurut Koswara (1991) dalam pengertian sehari-hari kepribadian adalah bagaimana individu menampilkan dan menimbulkan kesan bagi individu lain. Menurut Maramis (1999) kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya. Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan. Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi. Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang. Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat

Bab 2 Gangguan Kepribadian

Embed Size (px)

Citation preview

Bab 2

Gangguan Kepribadian

A. Pengertian gangguan kepribadian

Kaplan dan Saddock mendefinisikan kepribadian sebagai totalitas sifat emosional dan

perilaku yang menandai kehidupan seseorang dari hari ke hari dalam kondisi yang biasanya,

kepribadian relatif stabil dan dapat diramalkan. Sedangkan menurut Koswara (1991) dalam

pengertian sehari-hari kepribadian adalah bagaimana individu menampilkan dan

menimbulkan kesan bagi individu lain. Menurut Maramis (1999) kepribadian adalah

keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam

usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.

Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III

(Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional

tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen,

khas lainnya yang tidak tergolongkan. Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk

suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan

dengan orang lain tidak berfungsi.

Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian

dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.

Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan

fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas

gangguan kepribadian.

Orang yang mengalami kepribadian biasanya memiliki tingkah laku yang kompleks

dan berbeda-beda berupa :

Ketergantungan yang berlebihan

Ketakutan yang berlebihan dan intimitas

Kesedihan yang mendalam

Tingkah laku yang eksploitatif

Kemarahan yang tidak dapat dikontrol

Kalau masalah mereka tidak ditangani, kehidupan mereka akan dipenuhi

ketidakpuasan

Gangguan kepribadian merupakan suatu gangguan berat pada karakter dan

kecenderungan perilaku pada individu. Gangguan tersebut melibatkan beberapa bidang

kepribadian dan berhubungan dengan kekacauan pribadi dan sosial. Gangguan itu dapat

disebabkan oleh faktor hereditas dan pengalaman hidup pada awal masa kanak-kanak.

Diagnosa terjadinya gangguan kepribadian pada seseorang yang di dasarkan pada

bentuk perilaku, mood, sosial interaksi, impulsif, dapat menjadi suatu hal yang kontroversial

dan merugikan individu bersangkutan, kebanyakan orang awam memberikan sebutan label

atau pelbagai stigma tertentu pada mereka. Akibatnya, individu tersebut semakin enggan

untuk berobat dan melakukan isolasi diri.

Kemunculan gangguan kepribadian berawal kemunculan distres, yang dilanjutkan

pada penekanan perasaan-perasaan tersebut dan berperilaku tertentu seperti orang mengalami

distres pada umumnya. Rendahnya fungsi interaksi sosial di lingkungan tempat tinggal dan

lingkungan kerja ikut memperburuk kondisi dan suasana emosi dengan cara mendramatisir,

menyimpan erat, mengulang atau mengingat kembali suasana hati (obsesif), dan antisosial.

Beberapa perilaku tersebut menganggu individu dan aktivitas sehari-harinya, secara

umum individu yang mengalami gangguan kepribadian kesulitan untuk mempertahankan atau

menlanjuti hubungan dengan orang lain. Hal ini disebabkan oleh permasalahan interpersonal

yang kronis, atau kesulitan dalam mengenal perasaan-perasaan (emosi) sendiri yang muncul

dalam dirinya.

Penderita gangguan kepribadian mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit

menyesuaikan diri sehingga orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak

permintaan, ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar.

Problem ketergantungan pada alkohol, gangguan mood, kecemasan dan gangguan

makan, melakukan hal-hal yang berbahaya terhadap diri sendiri, keinginan bunuh diri,

gangguan seksual sering menjadi bagian dari permasalahan gangguan kepribadian.

B. Faktor Penyebab Munculnya Gangguan Kepribadian

1. Faktor Genetika

Satu buktinya berasal dari penelitian gangguan psikiatrik pada 15.000 pasangan

kembar di Amerika Serikat. Diantara kembar monozigotik, angka kesesuaian untuk gangguan

kepribadian adalah beberapa kali lebih tinggi dibandingkan kembar dizigotik. Selain itu

menurut suatu penelitian, tentang penilaian multiple kepribadian dan temperamen, minat

okupasional dan waktu luang, dan sikap social, kembar monozigotikyang dibesarkan terpisah

adalah kira-kira sama dengan kembar monozigotik yang dibesarkan bersama-sama.

2. Faktor Temperamental

Faktor temperamental yang diidentifikasi pada masa anak-anak mungkin berhubungan

dengan gangguan kepribadian pada masa dewasa. Contohnya, anak-anak yang secara

temperamental ketakutan mungkin mengalami kepribadian menghindar.

3. Faktor Biologis

Hormon

Orang yang menunjukkan sifat impulsive seringkali juga menunukkan peningkatan

kadar testosterone, 17-estradiol dan estrone.

Neurotransmitter

Penilaian sifat kepribadian dan system dopaminergik dan serotonergik, menyatakaan

suatu fungsi mengaktivasi kesadaran dari neurotransmitter tersebut. Meningkatkan kadaar

serotonin dengan obat seretonergik tertentu seperti fluoxetine dapat menghasilkan perubahan

dramatik pada beberapa karakteristik kepribadian. Serotonin menurunkan depresi,

impulsivitas.

Elektrofisiologi

Perubahan konduktansi elektrik pada elektroensefalogram telah ditemukaan pada

beberaapa pasien dengan gangguan kepribadian, paling sering pada tipe antisocial dan

ambang, dimana ditemukan aktivitas gelombang lambat.

4. Faktor Psikoanalitik

Sigmund Freud menyatakan bahwa sifat kepribadian berhubungan dengan fiksasi

pada salah satu stadium perkembangan psikoseksual. Fiksasi pada stadium anal, yaitu

anakyang berlebihan atau kurang pada pemuasan anal dapat menimbulkan sifat keras kepala,

kikir dan sangat teliti.

C. Gejala Umum Gangguan Kepribadian

Individu dengan gangguan kepribadian sarat dengan pelbagai pengalaman konflik dan

ketidakstabilan dalam beberapa aspek dalam kehidupan mereka. Gejala secara umum

gangguan kepribadian berdasarkan kriteria dalam setiap kategori yang ada. Secara umum

gangguan ini klasifikasikan berdasarkan :

1. Pengalaman dan perilaku individu yang menyimpang dari social expectation.

Penyimpangan pola tersebut pada satu atau lebih:

cara berpikir (kognisi) termasuk perubahan persepsi dan interpretasi

terhadap dirinya, orang lain dan waktu

afeksi (respon emosional terhadap terhadap diri sendiri, labil, intensitas

dan cakupan)

fungsi-fungsi interpersonal dan kontrol terhadap impuls

2. Gangguan-gangguan tersebut bersifat menetap dalam diri pribadi individu dan

berpengaruh pada situasi sosial.

3. Gangguan kepribadian yang terbentuk berhubungan erat dengan pembentukan

distress atau memburuknya hubungan sosial, permasalahan kerja atau fungsi-

fungsi sosial penting lainnya.

4. Pola gangguan bersifat stabil dengan durasi lama dan gangguan tersebut dapat

muncul dan memuncak menjelang memasuki dewasa dan tidak terbatas pada

episode penyakit jiwa

5. Gangguan pola kepribadian tidak disebabkan oleh efek-efek psikologis yang

muncul yang disebabkan oleh kondisi medis seperti luka di kepala.

Catatan:

Gangguan kepribadian tidak didiagnosa pada pada individu yang berusia dibawah 18

tahun, dengan pertimbangan bahwa pada usia dibawah 18 tahun sedang mengalami

pertumbuhan dan perkembangan pada remaja awal, bila pun adanya simtom-simtom tertentu

yang tampak, haruslah simtom tersebut menetap setidaknya 1 tahun lamanya, namun tidak

semua gejala yang ada dapat didiagnosa sebagai bentuk gangguan kepribadian.

D. Klasifikasi Gangguan Kepribadian

1. KELOMPOK A

Terdiri dari gangguan kepribadian paranoid, schizoid, dan skizotipal.

Individu pada ketiga gangguan ini menampilkan perilaku ynag relative sama yaitu

eksentrik dan aneh.

GANGGUAN KEPRIBADIAN PARANOID

Individu dengan gangguan kepribadian paranoid biasanya ditandai

dengan adanya kecurigaan dan ketidakpercayaan yang sangat kuat kepada

orang-orang di lingkungan sekitarnya. Mereka seringkali sangat sensitive,

mudah marah, dan menunjukkan sikap bermusuhan.

Salah satu faktor penting dalam gangguan kepribadian paranoid

adalah adanya kecenderungan yang tidak beralasan (gangguan ini biasanya

dimulai sejak masa dewasa awal dan tampak pada berbagai situasi dan

kondisi) untuk menganggap perilaku orang lain sebagai merendahkan dan

mengancam diri mereka.

Individu dengan gangguan ini tidak mampu terlibat secara emosional

dan menjaga jarak dengan orang lain. Dalam situasi sosial, individu dengan

gangguan ini tampak efisien, praktis, dan cekatan, namun mereka seringkali

menjadi pemicu dari timbulnya masalah konflik dengan lingkungan.

Individu dengan gangguan kepribadian paranoid memiliki gangguan

ini sepanjang hidup mereka. Beberapa di antara mereka menunjukkan

gangguan ini sebagai pertanda awal sebelum akhirnya mereka menderita

skizofrenia.

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOID

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya menampilkan

perilaku atau pola menarik diri dan biasanya telah berlangsung dalam jangka

waktu yang lama. Mereka merasa tidak nyaman dalam berinteraksi dengan

orang lain, cenderung introvert, dan afek mereka pun terbatas.

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya memberikan

tampilan bahwa mereka “dingin” dan penyendiri. Hal ini terjadi karena

mereka memiliki kebutuhan yang sangat rendah untuk berhubungan secara

emosional dengan orang lain.

Kehidupan individu dengan gangguan ini biasanya diwarnai dengan

kegemaran pada aktifitas yang tidak melibatkan orang lain (aktifitas mandiri)

dan berhasil pada bidang-bidang yang tidak melibatkan persaingan dengan

orang lain.

Kehidupan seksual mereka biasanya hanya sebatas fantasi dan mereka

sedapat mungkin berusaha menunda kematangan seksualnya. Kaum pria

biasanya tidak menikah karena mereka tidak dapat melakukan hubungan yang

intim dan kaum wanita biasanya secara pasif akan menyetujui untuk menikah

dengan kaum pria yang agresif dan sangat menginginkan mereka menikah

dengannya.

Individu dengan gangguan kepribadian skizoid biasanya mengalami

kesulitan untuk mengekspresikan kemarahannya. Mereka menyalurkan energi

afektifnya (misalnya kemarahan) kepada bidang-bidang yang tidak melibatkan

orang lain.

Walaupun individu ini sangat penyendiri dan memiliki impian-impian

atau fantasi, namun tidak berarti bahwa individu dengan gangguan ini

mengalami masalah kontak realitas. Mereka tetap mampu membedakan antara

realitas dan fantasi atau impian.

Sejauh ini diketahui bahwa gangguan kepribadian schizoid terjadi pada

7,5 persen populasi pada umumnya. Perbandingan antara laki-laki dan

perempuan juga tidak diketahui secara pasti namun diperkirakan sekitar 2 : 1

(laki-laki : perempuan).

Awal munculnya gangguan ini biasanya pada masa kanak-kanak awal.

Biasanya berlangsung dalam jangka waktu yang lama walaupun belum tentu

seumur hidup mereka. Jumlah individu dengan gangguan ini yang kemudian

menjadi penderita skizofrenia, belum diketahui secara pasti.

GANGGUAN KEPRIBADIAN SKIZOTIPAL

Individu dengan gangguan kepribadian skizotipal biasanya tampak

aneh secara sangat mencolok. Mereka memiliki pemikiran yang ajaib

(magical), ide-ide yang ganjil, ilusi dan derealisasi yang biasa mereka

tampilkan dalam kehidupan sehari-hari. Kadangkala isi pikiran mereka

dipenuhi oleh fantasi yang berkaitan dengan ketakutan dan fantasi yang

biasanya hanya muncul pada masa kanak-kanak.

Individu dengan gangguan ini mengalami masalah dalam berpikir dan

berkomunikasi. Mereka sensitive terhadap perasaan atau reaksi orang lain

terhadap dirinya, terutama reaksi yang negative seperti rasa marah atau tidak

senang. Mereka pun memiliki kemampuan yang rendah dalam berinteraksi

dengan orang lain dan kadangkala bertingkah laku aneh sehingga akhirnya

mereka seringkali terkucil dan tidak memiliki banyak teman.

Individu dengan gangguan skizotipal kadangkala juga menampilkan

gejala yang ditampilkan oleh individu dengan gangguan kepribadian

borderline. Apabila hal ini terjadi, terapis boleh sekaligus mendiagnosis

individu tersebut dengan 2 diagnosis, skizotipal dan borderline. Kadangkala

terapis harus lebih berhati-hati karena apabila individu dengan skizotipal

berada di bawah tekanan, mereka dapat menampilkan tingkah laku psikotik

dan tampak seperti penderita skizofrenia, hanya bedanya pada individu ini

gejala psikotik tersebut hanya tampak dalam waktu yang singkat dan segera

menghilang. Jadi harus berhati-hati, jangan langsung memberikan diagnosis

skizofrenia karena mungkin saja ternyata lebih sesuai dengan skizotipal.

Gangguan kepribadian skizotipal ini lebih banyak muncul pada

keluarga yang memiliki penderita skizofrenia dan di antara kembar satu telur

bila dibandingkan dengan kembar dari dua telur (33 persen vs 4 persen).

Berdasarkan penelitian diketahui bahwa 10 persen dari individu dengan

kepribadian skizotipal pernah merencanakan untuk bunuh diri. Kepribadian

skizotipal adalah titik awal yang memungkinkan seorang individu menderita

skizofrenia.

Banyak klinisi yang berhati-hati dalam mendiagnosis gangguan

kepribadian seseorang dengan penyakit seperti gangguan skizophrenia dan

skizoaffective, banyak pasien, khususnya individu yang distabilkan secara

psikis yang tinggal dalam komunitas, telah melakukan coping dan model

interpersonal yang dapat dikonseptualkan sebagai ‘kepribadian’. Hal ini

dikuatkan oleh penelitan kami sebelumnya, yang menunjukkan bahwa trait

kepribadian, seperti yang diukur oleh NEO Personality Inventory (NEO-PI),

diantara pasien dengan gangguan skizoaffective dan skizofrenia, cenderung

stabil dan bebas dari simptom psikotik rata-rata lebih dari 6 bulan, simptom

psikotiknya stabil dan bebas selama interval waktu 6 bulan, bahkan ketika

simptom psikiatrinya beragam. Sementara NEO-PI tidak di validkan dalam

melakukan assessment variable kepribadian pada individu yang penyakit jiwa,

penelitian awal kami pada 21 paseien menunjukkan bahwa traits kepribadian

itu dapat diukur, stabil dalam waktu yang singkat dan secara klinis relevan

dengan populasi skizophrenic. Pada sample kecil ini, korelasi test-retest antara

domain kepribadian menunjukkan korelasi atas ke empat domain yang

kesemuanya lebih besar dari 0,84, yang menunjukkan stabilitas domain selama

interval waktu yang diukur. Skor domain juga menunjukkan korelasi yang

signifikan dengan tingkat fungsi, khususnya yang berhubungan dengan jumlah

kontak sosial. (Jurnal Psychology: The relationship between personality and

quality of life in persons with schizoaffective disorder and schizoprenia, 1997)

2. KELOMPOK B

Terdiri dari gangguan kepribadian antisosial, borderline, histrionik, dan

narsistik. Individu pada gangguan tersebut menampakkan perilaku yang dramatis atau

berlebih-lebihan, emosional, dan aneh (tidak menentu).

o GANGGUAN KEPRIBADIAN ANTI SOSIAL

Individu dengan gangguan kepribadian antisosial biasanya secara terus

menerus melakukan tingkah laku kriminal atau antisosial, namun tingkah laku

ini tidak sama dengan melakukan kriminalitas. Gangguan kepribadian ini

lebih menekankan pada ketidakmampuan individu untuk mengikuti norma-

norma sosial yang ada selama perkembangan masa remaja dan dewasa.

Individu dengan kepribadian antisosial biasanya mampu menampilkan

tingkah laku yang menewan, memiliki kemampuan verbal yang baik, bahkan

mampu menarik perhatian lawan jenis dengan perilakunya yang pandai

merayu. Di sisi lain, individu yang sejenis seringkali menganggap perilaku

individu dengan gangguan ini sebagai manipulatif dan terlalu menuntut.

Walaupun penampilan luarnya tampak positif, apabila terapis

menelusuri riwayat kehidupannya, biasanya dipenuhi dengan perilaku

berbohong, membolos, kabur dari rumah, mencuri, berkelahi, pemakaian

obat-obatan, dan berbagai aktivitas ilegal lainnya yang biasanya telah dimulai

sejak masa kanak-kanak. Mereka tidak dapat dipercaya dan tidak memiliki

tanggung jawab, oleh karena itu setelah dewasa individu dengan kepribadian

antisosial biasanya berkaitan dengan kasus penyikasaan pada pasangan hidup,

pada anak, pelacuran, dan mengandarai dalam keadaan mabuk.

Kepribadian ini lebih tampak pada daerah miskin. Usia kemunculan

gannguan ini adalah sebelum usia 15 tahun. Perempuan biasanya

menampakkan gejala ini sebelum masa pubertas dan pada anak laki-laki

bahkan sebelumnya. Pada populasi di penjara, prevelensi individu yang

memiliki kepribadian antisosial mencapai 75 persen.

Gangguan kepribadian antisosial biasanya muncul pada masa remaja

akhir. Prognosisnya bervariasi. Gangguan yang umum terjadi pada individu

dengan kepribadian antisosial adalah gangguan depresi, gangguam alkohol,

dan zat-zat tertentu (obat-obatan terlarang).

o GANGGUAN KEPRIBADIAN BORDERLINE

Gangguan kepribadian borderline berada di perbatasan antara

gangguan neurotik dan psikotik dengan gejala-gejala afek, mood, tingkah laku

dan self-image yang sangat tidak stabil. Individu dengan gangguan

kepribadian ini moodnya selalu berubah-ubah.

Tingkah laku dari individu dengan kepribadian borderline sangat tidak

dapat diduga, akibatnya mereka jarang mencapai hasil yang sesuai dengan

kemampuan yang mereka miliki (under-achiever). Mereka juga memiliki

kecenderungan menyakiti diri sendiri (self-destrictive). Individu ini memiliki

kemungkinan untuk mengiris pergelangan tangannya dan menampilkan

berbagai self-mutilation (tindakan melukai diri sendiri, memotong)dengan

tujuan mencari pertolongan dari orang lain, untuk mengekspresikan

kemarahan mereka, atau mengumpulkan afek-afek yang mereka rasakan.

Individu dengan kepribadian borderline merasa bergantung pada orang

lain, namun mereka juga memiliki perasaan bermusuhan terhadap orang lain.

Individu dengan gangguan ini pun tidak tahan atau tidak dapat hidup apabila

sendirian. Ketika kesepian dan kebosanan melanda mereka, walaupun hanya

untuk waktu yang singkat mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk

menemukan teman, walaupun hanya sebatas teman duduk.

Diperkirakan gangguan ini muncul pada sekitar 1 atau 2 persen pada

populasi umum. Gangguan kepribadian ini dua kali lebih banyak pada kaum

perempuan ketimbang laki-laki.

Berdasarkan penelitian longitudinal diketahui bahwa individu dengan

gangguan kepribadian borderline tidak menunjukkan tanda-tanda

perkembangan kea rah gangguan skizofrenia, namun individu ini memiliki

kecenderungan untuk mengalami episode major depressive disorder.

Menghindari distorsi pasien dalam psikoterapi pada pasien BPD

(Borderline personality disorder)

Dalam praktek dan literatur klinis, pasien dengan BPD mempunyai

reputasi yang berupa distorted thinking (pikiran yang menyimpang) yang

panjang tentang apa yang terjadi dalam hubungan interpersonal mereka

(Kernberg, 1985; Noy, 1982). Kroll (1982) menegaskan kecenderungan

pasien ini mengarah ke persepsi global dengan kurangnya perhatian terhadap

detail, perubahan makna, amnesia yang turun naik, dan deskripsi yang

kontradiktif atau keliru mengenai suatu kejadian atau orang-orang. Pasien

BPD seringkali dikarakteristikkan dengan adanya “splitting”, yang

didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk mengintegrasikan gambaran

buruk atau baik tentang orang lain.

Yang jelas, pasien BPD seringkali menggambarkan orang lain seakan-

akan mereka percaya bahwa orang lain merupakan bentuk teladan yang

sempurna atau sebaliknya merupakan perwujudan yang buruk dari sebuah

bentuk kebencian. Mereka seringkali menggambarkan rangkaian interaksi

dalam cara yang salah. Mereka sering menceritakan dugaan tentang kelakuan

buruk orang lain dengan memperagakan secara sistematis perilaku provokatif

mereka sebagai alasan potensial bagi mereka.

Terapis harus membedakan apakan jenis perilaku ini menunjukkan

defisit kognitif yang nyata, mekanisme pertahanan pada kejiwaan mereka,

manipulasi bawah sadar atau manipulasi ketidaksengajaan tentang orang lain

untuk tujuan yang tersembunyi atau merupakan kombinasi dari semua hal

tersebut. Pertanyaan ini merupakan hal yang sangat penting bagi psikoterapis,

jika distorsi terbukti sebagai sebuah bentuk defisit dalam pemrosesan

informasi, treatment haruslah sangat dipertimbangkan. Nyatanya, jika terdapat

sejenis defisit neurologis permanen yang menyebabkan pasien BPD

kekurangan kemampuan untuk membuat penilaian yang lebih realistik tentang

lingkungan interpersonal mereka, maka psikoterapi mungkin tidak akan

menjadi jalan yang efektif sama sekali.

Berbagai kesulitan dalam mengevaluasi munculnya Distorted thinking

pada BPD.

Kesulitan utama yang mungkin menghalangi keakuratan pada

assessment kemunculan distorsi pada pasien BPD adalah hampir tidak

mungkinnya merancang metode yang reliable untuk defisiensi

ketidakmampuan mental dari performance perilaku yang direncanakan yang

berdasarkan pada motivasi psikologis interpersonal atau tujuan intrapsikis.

Terapis tertentu mungkin akan melakukan kesalahan jika mereka tidak

mempunyai pengetahuan tentang motif yang mendasari beberapa perilaku

yang ditunjukkan oleh individu. (Jurnal Psychology: Avoiding Patient

Distortions in Psychotherapy with Borderline Personality Disorder Patients,

2004)

o GANGGUAN KEPRIBADIAN HISTRIONIK

Gangguan Kepribadian Histrionik ditandai dengan tingkah laku yang

bersemangat (colorfull), dramatis atau suka menonjolkan diri dan ekstrovert

pada individu yang emosional dan mudah terstimulasi oleh lingkungan.

Individu dengan gangguan ini selalu berusaha mencari perhatian dari

lingkungan. Mereka cenderung untuk melebih-lebihkan pikiran atau perasaan

mereka dan membuat segala sesuatunya tampak lebih penting dari yang

sesungguhnya.

Tingkah laku merayu (seduktif) umum terjadi baik pada kaum pria

maupun wanita dengan gangguan ini. Mereka pun kadangkala memiliki

fantasi-fantasi seksual dengan mereka akan berhubungan. Pada kenyataannya,

individu dengan gangguan histrionik biasanya memiliki masalah atau ganggan

disfungsi seksual, pada kaum wanita biasanya anorgasmik (masalah dalam

orgasme) dan pada kaum prianya impoten. Mereka melakukan tingkah laku

seduktif lebih karena ingin meyakinkan diri sendiri bahwa mereka menarik

untuk lawan jenisnya.

Individu dengan gangguan ini cenderung untuk tidak menyadari

perasaan-perasaan mereka dan tidak pula menyadari serta mampu

menjelaskan motivasi dari berbagai tindakan yang dilakukannya karena salah

satu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan adalah represi. Apabila

individu ini dalam kondisi stress, kontak dengan realitas dapat terganggu.

Gangguan kepribadian histrionik lebih banyak ditemukan pada

perempuan ketimbang laki-laki. Kadangkala gangguan ini bersamaan dengan

gangguan somatisasi dan penggunaan alkohol.

Dengan bertambahnya usia, biasanya gejala-gejala gangguan

kepribadian histrionik ini akan menurun. Individu dengan gangguan ini

biasanya dapat terlibat dengan masalah hukum, penggunaan zat , dan

pelacuran karena mereka selalu memiliki tujuan untuk mencari dan

mendapatkan perhatian dari lingkungan.

o GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

Individu dengan gangguan kepribadian narsisistik memiliki perasaan

yang kuat bahwa dirinya adalah orang yang penting serta individu yang unik.

Mereka merasa bahwa dirinya spesial dan berharap mendapatkan perlakuan

yang khusus pula. Oleh karena itu, mereka sangat sulit atau tidak dapat

menerima kritik dari orang lain.

Sikap mereka mengakibatkan hubungan yang mereka miliki biasanya

rentan (mudah pecah) dan mereka dapat membuat orang lain sangat marah

karena penolakan mereka untuk mengikuti aturan yang ada.

Individu dengan gangguan narsisistik tidak memiliki self-estem yang

mantap dan mereka rentan mengalami depresi. Masalah-masalah yang

biasanya muncul karena tingkah laku individu yang narsisistik misalnya sulit

membina hubungan interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan

sesuatu atau masalah dalam pekerjaan.

Prevalensi mengalami peningkatan pada populasi dengan orang tua

yang selalu menanamkan ide-ide kepada anaknya bahwa mereka cantik,

berbakat, dan spesial secara berlebihan.

Gangguan kepribadian narsisistik merupakan gangguan yang kronis

dan sulit untuk mendapat perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima

kenyataan bahwa usia mereka bahwa sudah lanjut, mereka tetap menghargai

kecantikan, kekuatan, dan usia muda secara tidak wajar. Oleh karena itu,

mereka lebih sulit melewati krisis pada usia senja ketimbang individu lain

pada umumnya.

3. KELOMPOK C

Terdiri dari gangguan kepribadian avoidant, dependent, dan obsesif-kompulsif.

Individu dengan gangguan kepribadian semacam ini tampak selalu cemas dan ketakutan.

o GANGGUAN KEPRIBADIAN MENGHINDAR (AVOIDANT)

Kunci dari individu dengan gangguan kepribadian menghindar adalah

sangat sensitif terhadap penolakan, sehingga akhirnya yang tampak adalah

tingkah laku menarik diri. Individu dengan gangguan ini adalah individu yang

memiliki ketakutan yang besar akan kemungkinan adanya kritik, penolakan

atau ketidaksetujuan, sehingga merasa enggan untuk menjalin hubungan,

kecuali ia yakin bahwa ia akan diterima.

Individu tersebut bahkan terkadang menghindari pekerjaan yang

banyak memerlukan kontak interpersonal. Dalam situasi sosial, ia sangat

mengendalikan diri (kaku) karena sangat amat takut mengatakan sesuatu yang

bodoh atau dipermalukan atau tanda-tanda lain dari kecemasan. Ia merasa

yakin bahwa dirinya tidak kompeten dan inferior, serta tidak berani

mengambil risiko atau mencoba hal-hal baru.

Individu dengan gangguan kepribadian menghindar biasanya tidak

memiliki teman dekat. Secara umum dapat dikatakan bahwa sifat yang

dominan pada individu ini adalah malu-malu. Biasanya individu dengan

gangguan kepribadian menghindar biasanya memiliki sejarah fobia sosial atau

malahan menjadi fobia sosial dalam perjalanan gangguannya.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dari avoidant personality disorder

adalah sebagai berikut:

Penghindaran terhadap kontak interpersonal karena takut kritik dan

penolakan.

Ketidakmampuan untuk terlibat dengan orang lain kecuali ia

merasa yakin akan disukai atau diterima.

Kekakuan dalam hubungan yang intim karena takut dipermalukan

atau dicemooh.

Perhatian yang berlebihan terhadap kritik atau penolakan.

Perasaan tidak mampu.

Perasaan inferior.

Keengganan yang ekstrem untuk mencoba hal-hal baru karena

takut dipermalukan.

o GANGGUAN KEPRIBADIAN DEPENDEN

Individu dengan gangguan kepribadian dependen cenderung meminta

orang lain untuk memikul tanggung jawab terhadap diri mereka, tidak percaya

diri, merasa tidak nyaman apabila harus sendirian (walaupun dalam jangka

waktu yang singkat). Mereka cenderung submisif atau patuh.

Individu dengan gangguan ini pun tidak mampu membuat suatu

keputusan tanpa adanya nasehat, saran serta dukungan yang sangat banyak

dari lingkungannya. Mereka berusaha menghindar dan tidak bersedia posisi

yang sarat dengan tanggung jawab serta menjadi cemas apabila harus berperan

sebagai pemimpin. Mereka lebih memilih menjadi individu yang submisif

yang patuh dan mengikuti orang lain. Pesimisme, keraguan diri, pasivitas, dan

ketakutan untuk mengekspresikan perasaan seksual dan agresif menandai

perilaku gangguan kepribadian dependen

Individu dengan kepribadian dependen cenderung mengalami kesulitan

dalam fungsi pekerjaan apabila mereka dituntut untuk bekerja secara mandiri

dan tidak disertai adanya pengawasan. Hubungan sosial yang mereka jalin

terbatas hanya pada orang-orang dimana mereka dapat bergantung.

Menurut teori psikodinamika, gangguan ini timbul karena adanya

regresi atau fiksasi pada masa oral karena orang tua yang sangat melindungi

atau orang tua yang mengabaikan kebutuhan tergantung. Pendekatan kognitif-

behavioral mengemukakan bahwa penyebabnya adalah karena kurang asertif

dan kecemasan dalam membuat keputusan.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria gangguan kepribadian dependen

yaitu sebagai berikut:

Kesulitan dalam mengambil keputusan tanpa nasihat dan

dukungan yang berlebihan dari orang lain.

Kebutuhan terhadap orang lain untuk memikul tanggung jawab

dalam hidupnya.

Kesulitan dalam mengatakan atau melakukan penolakan terhadap

orang lain karena takut kehilangan dukungan dari orang lain.

Kesulitan dalam melakukan atau mengerjakan sesuatu sendiri

karena kurang percaya diri.

Melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan baginya sebagai cara

untuk memperoleh penerimaan dan dukungan dari orang lain.

Perasaan tidak berdaya ketika sendiri karena kurang percaya pada

kemampuan diri dalam menyelesaikan sesuatu tanpa bantuan

orang lain.

Segera mencari hubungan baru ketika hubungan yang sedang

terjalin telah berakhir.

Sangat ketakutan untuk mengurus atau menjaga diri sendiri.

o GANGGUAN KEPRIBADIAN OBSESIF KOMPULSIF

Obsessive-compulsive personality disorder, yaitu gangguan pada

individu yang mempunyai gaya hidup yang perfeksionis.Gangguan ini

ditandai dengan tingkah laku yang keras kepala, kebimbangan, sangat teratur,

dan cenderung mengulang-ulang sesuatu hal. Kunci utama dari gangguan ini

adalah kecenderungan perfeksionis dan tidak fleksibel yang sudah menetap

pada diri individu. Sebagai contoh: individu dengan gangguan ini terus

menerus mengecek seluruh kunci pintu di rumah karena mereka merasa takut

pada pencuri, mencuci tangan terus-menerus kadangkala hingga kulit tangan

menjadi luka.

Individu dengan obsessive-compulsive personality bersifat

perfeksionis, sangat memperhatikan detail, aturan, jadwal, dan sebagainya.

Individu yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif sangat memperhatikan

detail sehingga kadang ia tidak dapat menyelesaikan hal yang dikerjakannya.

Ia lebih berorientasi pada pekerjaan daripada bersantai-santai dan sangat sulit

mengambil keputusan karena takut membuat kesalahan. Selain itu, ia juga

sangat sulit mengalokasikan waktu karena terlalu memfokuskan diri pada hal-

hal yang tidak seharusnya. Biasanya ia memiliki hubungan interpersonal yang

kurang baik karena keras kepala dan meminta segala sesuatu dilakukan sesuai

dengan keinginannya. Istilah yang umum digunakan sebagai julukan bagi

individu seperti itu adalah “control freak”. Individu dengan gangguan

kepribadian ini pada umumnya bersifat serius, kaku, formal dan tidak

fleksibel, terutama berkaitan dengan isu-isu moral. Ia tidak mampu membuang

objek yang tidak berguna, walaupun objek tersebut tidak bernilai. Di samping

itu, ia juga pelit atau kikir.

Berdasarkan DSM-IV-TR, kriteria dependent personality disorder

yaitu sebagai berikut:

Sangat perhatian terhadap aturan dan detail secara berlebihan

sehingga poin penting dari aktivitas hilang.

Perfeksionisme yang ekstrem pada tingkat di mana pekerjaan

jarang terselesaikan.

Ketaatan yang berlebihan terhadap pekerjaan sehingga

mengesampingkan waktu senggang dan persahabatan.

Kekakuan dalam hal moral.

Kesulitan dalam membuang barang-barang yang tidak

berguna.Tidak ingin mendelegasikan pekerjaan kecuali orang lain

megacu pada satu standar yang sama dengannya.

Kikir atau pelit.

Kaku dan keras kepala.

E. Treatment bagi Gangguan Kepribadian

Treatment untuk gangguan kepribadian merupakan kombinasi dari pengobatan dan

psikoterapi.

1. Kelompok A

a. Paranoid

Psikoterapi – Pasien paranoid tidak bekerja baik dalam psikoterapi

kelompok, karena itu ahli terapi harus berhadapan langsung dalam menghadapi

pasien dan harus diingat bahwa kejujuran merupakan halyang sangat penting bagi

pasien.

Farmakoterapi – Farmakoterapi berguna dalam menghadapi agitasi dan

kecemasan. Pada sebagian besar kasus obat anti anxietas seperti diazepam dapat

digunakan.

b. Skizoid

Psikoterapi – Dalam lingkungan terapi kelompok, pasien gangguan

kepribadiaan schizoid mungkin diam untuk jangka waktu yang lama, namun suatu

waktu, mereka akan ikut terlibat.

Pasien harus dilindungi dari serangan agresif anggota kelompok lain

mengingat kecenderungan mereka akan ketenangan. Dengan berjalaannya waktu,

anggota kelompok menjadi penting bagi pasien schizoid dan dapaat memberikan

kontak sosial.

Farmakoterapi – Dengan antipsikotik dosis kecil, anti depresan dan

psikostimulan dapat digunakan dan efektif pada beberapa pasien.

c. Skizotipal

Psikoterapi – Pikiran yang aneh dan ganjil pada pasien gangguan

kepribadian skizotipal harus ditangani dengan berhati-hati. Beberapa pasien

terlibat dalam pemujaan, praktek religius yang aneh. Ahli terapi tidak boleh

menertawakan aktivitas tersebut atau mengadili kepercayaan atau aktivitas

mereka.

Farmakoterapi – Medikasi antipsikotik mungkin berguna dalaam

menghadapi gagasan mengenai diri sendiri, wahaam dan gejala lain dari gangguan

dan dapaat digunakan bersama-sama psikoterapi. Penggunaan haloperidol

dilaporkan memberikan hasil positif pada.

2. Kelompok B

a. Antisosial

Psikoterapi – Jika pasien merasa berada diantara teman-teman sebayanya,

tidak adanya motivasi mereka untuk berubah bisa menghilang, kemungkinan

karena hal itulah kelompok yang menolong diri sendiri akan lebih berguna

dibandingkan di penjara dalam menghilangkan gangguan.

Tetapi ahli terapi harus menemukan suatu cara untuk menghadapi perilaku

merusak pada pasien. Dan untuk mengatasi rasa takut pasien terhadap keintiman,

ahli terapi harus mengagalkan usaha pasien untuk melarikan diri dari perjumpaan

dengan orang lain.

Farmakoterapi – Farmakoterapi digunakan untuk menghadaapi gejala yang

diperkirakan akan timbul seperti kecemasan, penyerangan dan depresi.

b. Ambang

Psikoterapi – Pendekatan berorientasi realitas lebih efektif dibandingkan

interpretasi bawah sadar secaraa mendalam. Terapi perilaku digunakan pada

pasiem gangguan kepribadian ambang untuk mengendalikan impuls dan ledakan

kemarahan dan untuk menurunkan kepekaan terhadaap kritik dan penolakan.

Latihan keterampilan social, khususnya dengan video tape, membantu

pasien untuk melihat bagaimana tindakan mereka mempengaruhi orang lain, hal

ini untuk meningkatkan perilaku interpersonal mereka.

Farmakoterapi – Antipsikotik dapat digunakan untuk mengendalikan

kemarahan, permusuhan dan episode psikotik yang singkat. Antidepresan

memperrbaiki mood yang terdepresi yang sering ditemukan pada pasien.

c. Gangguan Kepribadian Historinic

Psikoterapi – Pasien dengan gaangguan kepribadian histrionic seringkali

tidak menyadari perasaan mereeka yang sesungguhnya.

Psikoterapi berorientasi psikoanaliasis, baik dalam kelompok atau

individual.

Farmakoterapi – Farmaakoterapi dapaat ditaambaahkaan jikaa gejala

adalah menjadi sasarannya, seperti penggunaan aantidepresan untuk depresi dan

keluhan somatic, obat anti anxietas untuk kecemasan dan antipsikotik untuk

derealisasi dan ilusi.

d. Gangguan Kepribadian Narsistik

Psikoterapi – Mengobati gangguan kepribadiaan naarsistik sukaar karena

pasien harus meninggalkaan narsismenya jika ingin mendapatkan kemajuan

Farmakoterapi – Lithium (eskalith) digunakaan pada pasien yang memiliki

pergeseran mood sebagai bagian dari gambaran klinis. Dan karena rentan terhadap

depresi, maka antidepresan juga dapat digunakan

3. Kelompok C

a. Menghindar/ Avoid

Psikoterapi – Ahli terapi mendorong pasien untuk ke luar ke dunia

untuk melakukan apa yang dirasakan mereka memiliki resiko tinggi

penghinaan, penolakan dan kegagalan.

Tetapi ahli terapi harus berhati-hati saat memberikan tugas untuk

berlatih keterampilan social yang baru di luar terapi, karena kegagalan dapat

memperberat harga diri pasien yang telah buruk.

Tetapi kelompok dapat membantu pasien mengerti efek kepekaan

mereka terhadap penolakan pada diri mereka sendiri dan orang lain. Melatih

ketegasan adalah bentuk terapi perilaku yang dapat mengajarkan pasien untuk

mengekspresikan kebutuhan mereka secara terbuka dan untuk meningkatkan

harga diri mereka.

Farmakoterapi - Beberapa pasien tertolong oleh penghambat beta,

seperti atenolol (Tenormin), untuk mengatasi hiperaktivitas sistem saraf

otonomik, yang cenderung tinggi pada pasien dengan gangguan kepribadian

menghindar, khususnya jika mereka menghadapi situasi yang menakutkan.

b. Dependen

Psikoterapi – Terapi yang digunakan yaitu melalui proses kognitif

behavioral, dengan menciptakan kemandirian pada pasien, melatih ketegasan

dan menumbuhkan rasa percaya diri.

Farmakoterapi – Benzodiazepine dan obat serotonergik dapat berguna.

c. Obsesif Kompulsif

Psikoterapi – Pasien gangguan kepribadian obsesif kompulsif

seringkali tahu bahwa mereka sakit dan mencari pengobatan ataas kemauaan

sendiri. Asosiasi bebas dan terapi yang tidak terlalu mengarahkan, sangat

dihargai oleh pasien gangguan ini.

Farmakoterapi – Clonazepam (klonopin) adalah suatu benzodiazepine

dengan anti konvulsan, pemakaian obat ini untuk menurunkan gejala pada

pasien dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif parah.

Bab 3

Penutup

A. Kesimpulan

Menurut Maramis (1999) kepribadian adalah keseluruhan pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang sering digunakan oleh seseorang dalam usaha adaptasi yang terus menerus terhadap hidupnya.

Gangguan kepribadian menurut Rusdi Malim (1998) yang merujuk pada PPGDJ-III (Pedoman Penggolongan diagnose Gangguan Jiwa III) adalah paranoid, schizoid, emosional tak stabil tipe implusif dan ambang, historic, anankastik, cemas (menghindar), dependen, khas lainnya yang tidak tergolongkan.

Gangguan Kepribadian adalah istilah umum untuk suatu jenis penyakit mental di mana cara berpikir, memahami situasi, dan berhubungan dengan orang lain tidak berfungsi.

Sedangkan gangguan kepribadian menurut Kaplan dan Saddock adalah suatu varian dari sifat karakter tersebut yang diluar rentang yang ditemukan pada sebagian besar orang.

Hanya jika sifat kepribadian tidak fleksibel dan maladaptif dan dapat menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan subyektif maka dimasukkan sebagai kelas gangguan kepribadian.

Penderita gangguan kepribadian mempunyai karakteristik perilaku yang kaku sulit menyesuaikan diri sehingga orang lain seperti bersikap impulsif, lekas marah, banyak permintaan, ketakutan, permusuhan, manipulatif, atau bahkan bertindak kasar.