Upload
suryapratama
View
216
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/19/2019 Bab 2 i
1/36
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Bank Syariah
2.1.1 Pengertian Bank Syariah
Definisi bank syariah menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan sebagai
berikut :
“Bank syariah adalah bank umum yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa lalu lintas pembayaran.”
Selain itu, dalam pasal 1 ayat 13 Undang-Undang No.10 tahun 1998
dinyatakan bahwa :
“Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau
pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan
sesuai dengan syariah, antara lain, pembiayaan berdasarkan prinsipbagi hasil (mudharabah), pembiayan berdasarkan penyertaan modal
(musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal
berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa
dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtisna).”
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank
yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa
disebut dengan Bank Tanpa Bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan yang
operasional dan produknya dikembang berlandaskan pada Al-Quran dan Hadits
Nabi Muhammad SAW. Menurut Antonio dan Perwataatmadja yang dikutip
oleh Muhammad (2005:13) membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank
Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam, yaitu:
“Bank Islam adalah (1) bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah Islam; (2) bank yang tata cara beroperasinya
mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits;
sementara bank yang beroperasi sesuai prinsip syariah Islam adalah
8/19/2019 Bab 2 i
2/36
bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat
dalam Islam.”
Prinsip yang diterapkan oleh bank Islam atau bank syariah salah satunya
menjauhkan riba dalam praktek perbankan. Hukum Islam telah melarang riba
seperti yang tercantum dalam Al-Quran surat Ali-Imran ayat 130 :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan.”
Prinsip utama yang dianut oleh bank syariah adalah seperti yang tercantum
dalam PSAK No.59 mengenai akuntansi perbankan syariah adalah :
1. Azas utama: kemitraan, keadilan, transparasi dan universal
2. Pelarangan riba
3. Tidak mengenal konsep time value of money
4. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas
5. Kegiatan tidak boleh spekulatif
6. Tidak boleh menggunakan dua harga untuk satu barang
7. Tidak boleh melakukan dua transaksi dalam satu akad
8. Konsep bagi hasil (tidak menggunakan bunga sebagai alat pendapatan dan
beban)
9. Tidak membedakan secara jelas antara sektor moneter dan sektor riil
10. Dapat memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah.
2.1.2
Dasar Falsafah Bank Syariah
Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi
masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil
sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan
memberikan mashalat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan Islam.
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan
Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan akherat. Dengan landasan
8/19/2019 Bab 2 i
3/36
falsafah dasar tersebut dan dengan visi misi perbankan Islam, maka setiap
kelembagaan keuangan syariah akan menerapakan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut :
1. Menjauhi diri dari kemungkinan adanya unsur riba
a. QS. Luqman: 34 :
“Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara
pasti keberhasilan suatu usaha. Seperti penetapan bunga simpanan
atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional.”
Intinya adalah hanya Allah Subhanahu Wata’ala sajalah yang mengetahui
apa yang akan terjadi esok.
b. QS. Ali-Imron:130 :
“Menghindari penggunaan sistem presentasi untuk pembebanan
biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan
yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis
hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu.”
c. HR. Muslim Bab Riba No. 1551 s/d 1567 :
“Menghindari pengunaan sistem perdagangan/penyewaan barang
ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh
kelebihan baik kuantitas maupun kualitas”.
d. HR. Muslim Bab Riba No. 1569 s/d1572 :
“Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka
tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai
hutang secara sukarela.”
2. Menerapkan prinsip sistem bagi hasil dan jual beli
Dengan mengacu kepada petunjuk Al-Quran, QS. Al-Baqarah (2):275 dan
surat an-Nisaa (4):29 yang intinya:
”Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba serta
suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka.”
Oleh karena itu, transaksi setiap kelembagaan ekonomi Islami harus selalu
dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya
didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa. Akibatnya
pada kegiatan muamalah berlaku prinsip “ada barang/jasa dulu baru ada
8/19/2019 Bab 2 i
4/36
uang”, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran
arus barang/jasa, dapat menghindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi,
dan inflasi.
2.1.3 Peranan Bank Syariah
Keberadaan perbankan Islam di tanah air telah mendapatkan pijakan
kokoh setelah lahirnya Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 yang
direvisi melalui Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, yang dengan tegas
mengakui keberadaan dan berfungsinya Bank Bagi Hasil atau Bank Islam.
Dengan demikian, bank ini adalah bank yang beroperasi dengan prinsip bagi hasil.
Bagi hasil adalah prinsip muamalah berdasarkan syariah dalam melakukan
kegiatan usaha bank.
Adanya bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang
dikeluarkan oleh bank Islam. Melalui pembiayaan ini bank Islam dapat menjadi
mitra dengan nasabah, sehingga hubungan bank Islam dengan nasabah tidak lagi
sebagai kreditur dan debitur tetapi menjadi hubungan kemitraan.
Menurut Muhammad (2005:16) secara khusus peranan bank syariah
secara nyata dapat terwujud dalam aspek-aspek berikut :
”1. Menjadi perekat nasionalisme baru
2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan
3. Memberikan return yang lebih baik
4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan
5. Mendorong pemerataan pendapatan
6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana
7. Uswah hasanah8. Menghindari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)”
Uraian secara lengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Menjadi perekat nasionalisme baru, artinya bank syariah dapat menjadi
fasilitator aktif bagi terbentuknya jaringan usaha ekonomi kerakyatan. Di
samping itu, bank syariah perlu mencontoh keberhasilan Syarikat Dagang
Islam, kemudian ditarik keberhasilannya untuk masa kini (nasionalis,
demokratis, religius, ekonomis).
8/19/2019 Bab 2 i
5/36
2. Memberdayakan ekonomi umat dan beroperasi secara transparan. Artinya,
pengelolan bank syariah harus didasarkan pada visi ekonomi kerakyatan, dan
upaya ini terwujud jika ada mekanisme operasi yang transparan.
3. Memberikan return yang lebih baik. Artinya investasi di bank syariah tidak
memberikan janji yang pasti mengenai return (keuntungan) yang diberikan
kepada investor. Oleh karena itu, bank syariah harus mampu memberikan
return yang lebih baik dibandingkan bank konvensional. Di samping itu,
nasabah pembiayaan akan memberikan bagi hasil sesuai dengan keuntungan
yang diperolehnya. Oleh karena itu, pengusaha harus bersedia memberikan
keuntungan yang tinggi kepada bank syariah.
4. Mendorong penurunan spekulasi di pasar keuangan. Artinya, bank syariah
mendorong terjadinya transaksi produktif dari dana masyarakat. Dengan
demikian spekulasi dapat ditekan.
5. Mendorong pemerataan pendapatan. Artinya, bank syariah bukan hanya
mengumpulkan dana pihak ketiga, namun dapat mengumpulkan dana Zakat,
Infaq, dan Shadaqah (ZIS). Dana ZIS dapat disalurkan melalui pembiaayaan
Qardul Hasan, sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada
akhirnya terjadi pemerataan ekonomi.
6. Peningkatan efisiensi mobilisasi dana. Artinya, adanya produk al-mudharabah
al muqayyadah, berarti terjadi kebebasan bank untuk melakukan investasi atas
dana yang diserahkan oleh investor, maka bank syariah sebagai financial
arranger, bank memperoleh komisi atau bagi hasil, bukan karena spread
bunga.
7. Uswah hasanah implementasi moral dalam penyelenggaraan usaha bank.
8. Salah satu sebab terjadinya krisis adalah adanya Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN).
2.1.4
Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Sistem perbankan Islam berbeda dengan sistem perbankan konvensional,
karena sistem keuangan dan perbankan Islam merupakan subsistem dari suatu
sistem ekonomi Islam yang cakupannya lebih luas. Oleh karena itu, perbankan
8/19/2019 Bab 2 i
6/36
Islam, tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit secara komersial, namun
dituntut secara sungguh-sungguh menampilkan realisasi nilai-nilai syariah.
Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah
yang melarang sistem bunga dan riba yang memberatkan, maka bank syariah
beroperasi berdasarkan kemitraan pada semua aktivitas bisnis atas dasar
kesetaraan dan keadilan. Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso
(2006:156) perbedaan mendasar antara bank syariah dengan bank konvensional,
antara lain :
“1. Perbedaan Falsafah
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
3. Kewajiban Mengelola Zakat”
Uraian perbedaan di atas adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan Falsafah
Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank syariah terletak pada
landasan falsafah yang dianutnya. Bank syariah tidak melaksanakan sistem
bunga dalam seluruh aktivitasnya sedangkan bank konvensional justru
kebalikannya. Hal inilah yang menjadi perbedaan yang sangat mendalam
terhadap produk-produk yang dikembangkan oleh bank syariah, dimana untuk
menghindari sistem bunga maka sistem yang dikembangkan adalah jual beli
serta kemitraan yang dilaksanakan dalam bentuk bagi hasil. Pada dasarnya,
semua jenis transaksi perniagaan melalui bank syariah diperbolehkan asalkan
tidak mengandung unsur bunga (riba). Riba secara sederhana berarti sistem
bunga berbunga atau compound interest yang dalam semua prosesnya bisamengakibatkan membengkaknya kewajiban salah satu pihak.
2. Konsep Pengelolaan Dana Nasabah
Dalam sistem bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan
maupun investasi. Cara titipan dan investasi berbeda dengan deposito pada
bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang.
Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank syariah
harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid.
8/19/2019 Bab 2 i
7/36
Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat
suatu investasi yang membutuhkan pengendapan dana. Sesuai dengan fungsi
bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah
penyimpan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan
cara titipan atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke
dalam transaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah.
Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan ke dalam
berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha
semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank
kepada nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil
pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya.
3. Kewajiban Mengelola Zakat
Bank syariah diwajibkan menjadi pengelola zakat yaitu dalam arti wajib
membayar zakat, menghimpun, mengadministrasikannya dan
mendistribusikannya. Hal ini merupakan fungsi dan peran yang melekat pada
bank syariah untuk memobilisasi dana-dana sosial (zakat, infak, sedekah).
Berdasarkan prinsip-prinsip utama tersebut, maka secara operasional bila
dibandingkan dengan bank konvensional, bank syariah memiliki beberapa
karakteristik esensial yang membedakannya dengan bank konvensional, yaitu:
Tabel 2.1
Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvensional
Akad & Aspek
Legalitas
Hukum Islam & Hukum Positif Hukum Positif
Investasi Melakukan investasi-investasi yang
halal saja
Investasi yang halal
dan haram
Prinsip Operasional Berdasarkan prinsip Bagi Hasil, Jual-
Beli, atau Sewa
Memakai perangkat
bunga
Tujuan Profit dan Falah Oriented Profit Oriented
Struktur Organisasi Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan
Syariah Nasional (DSN)
Tidak terdapat dewan
sejenis
Hubungan nasabah Kemitraan Debitor dan Kreditor
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
8/19/2019 Bab 2 i
8/36
Ada beberapa perbedaan mendasar dalam konsep pelaksanaan di bank
konvensional dan bank Islam, yaitu antara lain perbedaan konsep antara bunga
dan bagi hasil, perbedaan konsep antara investasi dengan membungakan uang,
dan perbedaan konsep antara utang uang, dan utang barang.
Adapun perbedaan tersebut diatas menurut Wirdyaningsih (2005:49)
dapat dijelaskan sebagai berikut :
”1. Perbedaan antara bunga dengan bagi hasil
2. Perbedaan investasi dengan membungakan uang
3. Perbedaan utang uang dan utang barang”
Uraian perbedaan tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan antara bunga dengan bagi hasil
Islam mengharamkan bunga dan menghalalkan bagi hasil. Keduanya
memberikan keuntungan, tetapi memiliki perbedaan mendasar sebagai akibat
adanya perbedaan antara investasi dan pembungaan uang. Dalam investasi, usaha
yang dilakukan mengandung risiko, dan karenanya mengandung unsur
ketidakpastian. Sebaliknya, pembungaan uang adalah aktivitas yang tidak
memiliki risiko, karena adanya presentase suku bunga tertentu yang ditetapkan
berdasarkan besarnya modal.
Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di Bank Islam termasuk
kategori investasi. Besar kecilnya perolehan kembalian itu tergantung pada hasil
usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana.
Dengan demikian, Bank Islam tidak dapat hanya sekadar menyalurkan uang. Bank
Islam harus terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment sehinggalebih menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
Perbedaan antara bunga dan bagi hasil dapat dijelaskan dalam tabel
sebagai berikut :
8/19/2019 Bab 2 i
9/36
Tabel 2.2
Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil
BUNGA BAGI HASIL
Penentuan
Keuntungan
Penentuan bunga dibuat
pada waktu perjanjian
dengan asumsi harus selalu
untung
Penentuan besarnya
rasio/nisbah bagi hasil
dibuat pada waktu akad
dengan berpedoman
pada kemungkinan
untung rugi
Besarnya presentase
Besarnya presentase
berdasarkan pada jumlah
uang (modal) yangdipinjamkan
Besarnya rasio bagi hasil
berdasarkan pada jumlah
keuntungan yangdiperoleh
Pembiayaan
Pembayaran bunga tetap
seperti yang dijanjikan
tanpa pertimbangan apakah
proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau
rugi
Bagi hasil tergantung
pada keuntungan proyek
yang dijalankan. Bila
usaha merugi, kerugian
akan ditanggung
bersama oleh kedua
belah pihak
Jumlah Pembiayaan
Jumlah pembayaran bunga
tidak meningkat sekalipun
jumlah keuntungan berlipatatau keadaan ekonomi
sedang "booming"
Jumlah pembagian laba
meningkat sesuaidengan peningkatan
jumlah pendapatan
Eksistensi
Eksistensi bunga diragukan
(kalau tidak dikecam) oleh
semua agama, termasuk
agama Islam
Tidak ada yang
meragukan keabsahan
bagi hasil
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001:61)
2.
Perbedaan investasi dengan membungakan uang
Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang.
Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing :
a. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko, karena berhadapan
dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembalinya
(return) tidak pasti dan tidak tetap.
b. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko,
karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
8/19/2019 Bab 2 i
10/36
Islam mendorong masyarakat kearah usaha nyata dan produktif. Islam
mendorong masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan
uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk
kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke
waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung
kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib
atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang.
Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan tingkat kembalian atau return of
investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik
dana.
3. Perbedaan utang uang dan utang barang
Ada dua jenis utang yang berbeda satu sama lainnya, yakni utang yang
terjadi karena pinjam-meminjam uang dan utang yang terjadi karena pengadaan
barang. Utang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada
tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya
notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang bersifat tidak pasti dan tidak
jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan.
Utang yang terjadi, karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas
dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri
terdiri dari harga pokok barang ditambah keuntungan yang disepakati, maka
selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl.
Dalam transaksi perbankan Islam yang muncul adalah kewajiban dalam bentukutang pengadaan barang, bukan utang uang.
2.1.5 Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di
bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan
keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada
mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian
pembagian keuntungan sesuai kesepakatan.
8/19/2019 Bab 2 i
11/36
Secara garis besar, pengembangan produk bank syariah dikelompokkan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
1. Produk Penghimpunan Dana
2. Produk Penyaluran Dana
3. Produk jasa
2.1.5.1 Prinsip Titipan atau Simpanan
Dalam tradisi fiqih Islam, prinsip titipan atau simpanan dikenal dengan
prinsip Al-wadi’ah. Menurut Muhammad Syafi’i (2001:85) Al-wadi’ah dapat
diartikan sebagai berikut:
“Titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun
badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si
penitip menghendaki.”
Prinsip wadi’ah implikasi hukumnya sama dengan qardh, dimana nasabah
bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan bank bertindak sebagai peminjam.
Prinsip ini dikembangkan berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai
berikut:
1. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak
menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada
pemilik dana sebagai suatu insentif.
2. Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup ijin
penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama
tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
3. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya
administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi.
4. Ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan tetap
berlaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Prinsip wadi’ah dalam produk syariah dapat dikembangkan menjadi dua
jenis, yaitu: (1) wadi’ah yad amanah dan (2) wadi’ah yad dhomanah.
8/19/2019 Bab 2 i
12/36
1. Wadi’ah Yad Amanah
Adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima tidak
diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak
bertanggungjawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan kelalaian penerima titipan.
2. Wadi’ah Yad Dhamanah
Adalah akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan
dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat memanfaatkan barang
atau uang, dan harus bertanggungjawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang atau uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh
dalam penggunaan barang atau uang tersebut menjadi hak penerima titipan.
Gambaran singkat mekanisme produk bank syariah dengan prinsip
wadi’ah digambarkan dalam gambar berikut:
Gambar 2.1
Skema al-Wadi’ah Yad al-amanah
(1) Titip Barang
(2) Bebankan Biaya Penitipan
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 87)
Gambar 2.2
Skema al-Wadi’ah Yad Dhamanah
(1) Titip Dana
(4) Beri Bonus
(3) Bagi Hasil (2) Pemanfaatan Dana
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 88)
NASABAHMuwaddi’
(Penitip)
BANKMustawda’
(Penyimpan)
NASABAH
Muwaddi’(Penitip)
USERS OF
FUND
(Dunia Usaha)
Bank
Mustawda’(penyimpan)
8/19/2019 Bab 2 i
13/36
2.1.5.2 Bagi Hasil ( Profit-Sharing)
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:90) secara umum, prinsip bagi hasil
dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu:
”Al-musyarakah , al-mudharabah, al-muzara’ah, dan al-musaqah.”
Tetapi prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-
mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan al-musaqah dipergunakan khusus untuk
plantation financing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.
1.
Al-Musyarakah ( Partnership, Project Financing Participation)
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah. Transaksi
musyarakah dilandasi oleh adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk
usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama
memadukan seluruh bentuk sumber daya baik berwujud maupun tidak berwujud.
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukanakibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian terserbut.
3. Al-Muzara’ah ( Harvest-Yield Profit Sharing)
Al-Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
8/19/2019 Bab 2 i
14/36
penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(presentase) dari hasil panen.
4. Al-Musaqah ( Plantation Management Fee Based on Certain Portion of
Yield )
Al-musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara’ah dimana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai
imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
2.1.5.3 Jual Beli (Sale and Purchase)
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:101), ada tiga jenis akad jual beli
yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja
dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu:
“ bai’ al-murabahah, bai’ as-salam, dan bai’al-isthisna.”
Uraian tiga jenis akad jual beli sebagai berikut:
1. Bai’ Al-Murabahah ( Deffered Payment Sale)
Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’ al-murabahah, penjual harus
memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.
Secara umum, aplikasi perbankan dari bai’ al-murabahah dapat
digambarkan dalam skema berikut ini.
Gambar 2.3
Skema Bai’ al-Murabahah
(1) Negosiasi& Persyaratan
(2) Akad Jual Beli
(6) Bayar
(3)Beli Barang (4) Kirim (5) Terima
Barang &
Dokumen
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio 2001: 107)
BANK NASABAH
SUPLIER
PENJUAL
8/19/2019 Bab 2 i
15/36
2. Bai’As-Salam ( In-Front Payment Sale)
Dalam pengertian yang sederhana, bai’as-salam berarti pembelian barang
yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan di muka.
3.
Bai’ Al-Istishna’ ( Purchase by Order or Manufacture)
Transaksi bai’al-isthisna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari
pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membuat atau
membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada
pembeli akhir.
Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran: apakah
pembayaran dilakukan di muka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu
waktu pada masa yang akan datang.
2.1.5.4 Sewa (Operational Lease and Financial Lease)
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:117), secara umum prinsip sewa bank
syariah dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu:
“1. Al-Ijarah (Operational Lease)
2. Al-ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik ( Financial Lease with Purchase
Option)”
Uraian prinsip sewa bank syariah dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Al-Ijarah (Operational Lease)
Al-Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
(ownership /milkiyyah) atas barang itu sendiri.
2. Al-ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik ( Financial Lease with Purchase
Option)
Transaksi yang disebut dengan al-ijarah al-muntaha bit-tamlik, atau dalam
dunia financial sering dikenal dengan istilah hire-purchase adalah sejenis
perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa yang
diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan
kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.
8/19/2019 Bab 2 i
16/36
2.1.5.5 Jasa ( Fee- Based Services)
Selain dari jenis-jenis pembiayaan utama tersebut di atas, perbankan
syariah juga menyelenggarakan pelayanan-pelayanan non-pembiayaan dengan
memperoleh upah atau fee sebagaimana yang dilakukan perbankan konvensional
pada umumnya. Bentuk produk antara lain bank garansi, kliring, inkaso, jasa,
transfer, dan lain-lain. Muhammad Syafi’i (2001:120) membagi prinsip jasa ini
atas lima jenis, yaitu:
”1. Al-Wakalah ( Deputyship)
2. AL-Kafalah (Guaranty)
3. AL-Hawalah (Transfer Service)4. Ar-rahn ( Mortgage)
5. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)”
Uraian prinsip jasa pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:
1.
Al-Wakalah ( Deputyship)
Wakalah atau wikalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat. Atau akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa (muakkil) kepada kuasa
(wakil) untuk melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa.
2. AL-Kafalah (Guaranty)
Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil)
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang
ditangggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti mengalihkan
tanggungjawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggungjawab
orang lain sebagi penjamin.
3. AL-Hawalah (Transfer Service)
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada
orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam istilah para ulama, hal ini
merupakan pemindahan beban utang dari muhil (orang yang berutang) menjadi
tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang.
Secara sederhana, hal itu dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi
pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai piutang pada C
(muhal’alaih). Begitu B tidak mampu membayar utangnya pada A, ia lalu
8/19/2019 Bab 2 i
17/36
mengalihkan beban utang tersebut pada C. dengan demikian, C yang harus
membayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya pada B dianggap
selesai.
4.
Ar-rahn ( Mortgage)
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.
5.
Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan)
Al-Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqd tathawwui
atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.
2.1.6 Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Penjelasan Pasal 6 Huruf M Undang-Undang Perbankan No.10 Tahun
1998 tentang Perubahan, Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan
menjelaskan bahwa dalam lembaga Perbankan Islam harus dibentuk Dewan
Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang bersifat
independen yang dibentuk oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no.72 tahun 1992 tanggal
30 Oktober 1992 pasal 5 tentang Badan Pengawas Syariah pada bank
berdasarkan prinsip bagi hasil adalah:
“Ayat 1: Bank berdasarkan prinsip bagi hasil wajib memiliki Dewan
Pengawas Syariah yang mempunyai tugas melakukan pengawasan
atas produk perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkannya kepada masyarakat agar berjalan sesuai dengan
prinsip syariah.”
8/19/2019 Bab 2 i
18/36
“Ayat 2: Pembentukan Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh
bank yang bersangkutan berdasarkan hasil konsultasi dengan
lembaga yang menjadi wadah para ulama Indonesia.”
“Ayat 3 : Dalam melaksanakan tugasnya Dewan Pengawas Syariah
berkonsultasi dengan lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat 2.”
Peran utama para ulama dalam Dewan Pengawas Syariah adalah
mengawasi jalannya operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan
ketentuan-ketentuan syariah. Hal ini karena transaksi-transaksi yang berlaku
dalam bank syariah sangat khusus bila dibanding bank konvensional. Karena itu,
diperlukan garis panduan (guidelines) yang mengaturnya. Garis panduan ini
disusun dan ditentukan oleh Dewan syariah Nasional.
Pasal 27 PBI No.6/24/PBI/2004, menguraikan mengenai tugas, wewenang
dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah, yaitu antara lain meliputi:
1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN;
2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional, dan produk yang
dikeluarkan bank;
3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank;
4. Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa
kepada DSN;
5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap
6 (enam) bulan kepada direksi, Komisaris, Dewan Syariah Nasional, dan Bank
Indonesia.
2.2 Pembiayaan Bank Syariah
Pembiayaan merupakan bentuk aktiva produktif bank. Pengertian aktiva
produktif menurut PSAK No.31 Akuntansi Perbankan (Revisi 2000) adalah:
“Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank, baik dalam rupiah
maupun valuta asing dalam bentuk kredit, efek (surat berharga), efek
yang dibeli dengan janji dijual kembali ( reserve repo), tagihan
derivatif, tagihan akseptasi, penempatan dana pada bank lain,
penyertaan, dan lain-lain.”
8/19/2019 Bab 2 i
19/36
Dengan demikian aktiva produktif dapat didefinisikan sebagai penanaman
dana dalam rupiah dan valuta asing yang dimaksudkan untuk memperoleh
penghasilan sesuai dengan fungsinya.
2.2.1 Pengertian Pembiayaan
Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998
tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan
pasal 1 ayat 12 adalah:
“Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan ataukesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.”
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:190) pembiayaan adalah:
“Pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan
pihak-pihak yang merupakan deficit unit.”
Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu
pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan,
baik dilakukan sendiri maupun dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit,
pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh
lembaga pembiayaan seperti bank syariah.
2.2.2 Prinsip Analisis Pembiayaan
Menurut Muhammad (2005: 304) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam prinsip analisis pembiayaan di bank syariah yang didasarkan
pada rumus 5C, yaitu:
”1. Character
2. Capacity
3. Capital
4. Collateral
5. Condition”
8/19/2019 Bab 2 i
20/36
Uraian prinsip 5C adalah sebagai berikut:
1. Character , artinya sifat atau karakter nasabah pengambil pinjaman.
2. Capacity, artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan
mengembalikan pinjaman yang diambil.
3. Capital, artinya besarnya modal yang diperlukan peminjam.
4. Collateral, artinya jaminan yang telah dimiliki yang diberikan peminjam
kepada bank.
5. Condition, artinya keadaan usaha atau nasabah prospek atau tidak.
Prinsip-prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu
Constraint artinya hambatan-hambatan yang menggangu proses usaha.
2.2.3 Jenis-jenis Pembiayaan
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:160) pembiayaan dapat dibagi
menjadi dua hal berikut:
“1. Pembiayaan Produktif
2. Pembiayaan konsumtif”
Uraian singkat jenis pembiayaan sebagai berikut:
1. Pembiayaan Produktif, yaitu pembiayaan yang ditunjukan untuk memenuhi
kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha
produksi, perdagangan, maupun investasi.
2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
Menurut Muhammad Syafi’i (2001:160) jika dilihat dari keperluannya,
pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut:
“1. Pembiayaan modal kerja
2. Pembiayaan investasi”
Uraian singkat pembiayaan dilihat dari keperluannya sebagai berikut:
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan:
a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produksi,
maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil
produksi; dan
8/19/2019 Bab 2 i
21/36
b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu
barang.
2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang
(capital goods) serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu.
Secara umum, jenis-jenis pembiayaan dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.4
Jenis-jenis Pembiayaan
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 161)
2.2.4 Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil ( Profit sharing)
Perbankan dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya
kebersamaan dalam menanggung risiko usaha dan berbagi hasil usaha antara:
pemilik dana (shahibul maal) yang menyimpan uangnya di bank, bank selaku
pengelola dana (mudharib), dan masyarakat yang mebutuhkan dana yang bisa
berstastus peminjam dana atau pengelola usaha (mudharib).Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
1. Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama
dengan kesepakatan.
PEMBIAYAAN
InvestasiModal Kerja
ProduktifKonsumtif
8/19/2019 Bab 2 i
22/36
2. Mudharabah
Mudharabah adalah kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal.
2.3 Pembiayaan Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
2.3.1 Pengertian Mudharabah
Mudharabah berasal dari kata adhdharbu fil ardhi, yaitu bepergian untuk
urusan dagang. Firman Allah dalam surat 73 ayat 20, “mereka bepergian di muka
bumi mencari karunia Allah”. disebut juga qiradh yang berasal dari kata al qardhu
yang berarti al qath’u (potongan) karena pemilik memotong sebagian hartanya
untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungan.
Secara teknis mudharabah adalah akad kerjasama usaha antar dua pihak
dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh modal, sedangkan
pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi
menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi
ditanggung oleh pemilik modal selama keruigan itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian
si pengelola, si pengelola hatus bertanggung jawab atas kerugian tersebut.
Landasan hukum, Al Quran Surat al-Muzzamil ayat 20:
”Dan jika dari orang-orang berjalan dimuka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT.”
Al Quran Surat al-Jumuah ayat 10:
”Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu dimuka
bumi dan carilah karunia Allah SWT”
Al-Hadis Thabrani:
”Diriwayakan dari Abbas bahwa Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan dana ke miktra usahanya secara mudharabah ia
mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan,
menuruni lembah yang erbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi aturan tersebut yang bersangkutan bertanggung jawab
8/19/2019 Bab 2 i
23/36
atas dana tersebut. kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah pun
membolehkannya.”
Hadits Ibnu Majah:
”Dari Shalih bin Suaib ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tiga hal
yang didalmnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampuradukkan dengan tepung
untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”
Menurut Latifa M.Algaoud dan Mervyn K.Lewis (2005: 66):
“ Mudharabah dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian di antara
paling sedikit dua pihak, dimana satu pihak, pemilik modal (shahib
al-mal atau rabb al-mal), mempercayakan sejumlah dana kepadapihak lain, pengusaha ( mudharib), untuk menjalankan suatu aktivitas
atau usaha.”
Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertma (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
2.3.2 Jenis-jenis Pembiayaan Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Mudharabah Muthlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja
sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan
tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah atau disebut juga dengan istilah restricted
mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah
muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau
tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan
kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
8/19/2019 Bab 2 i
24/36
2.3.3 Aplikasi dalam Perbankan
Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan
pendanaan. Pada sisi penghimpunan dana, al-mudharabah diterapkan pada:
1. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus,
seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya; deposito biasa;
2. Deposito spesial (special investment ), dimana dana ditipkan nasabah khusus
untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja.
3. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk:
4. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
5. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana
khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah
ditetapkan oleh shahibul maal.
2.3.4 Manfaat Pembiayaan Mudharabah
1. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha
nasabah meningkat.
2. Bank tidak akan berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah
pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha
bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread .
3. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow /arus kas
usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
4. Bank akan lebih selektif dan hati-hati ( prudent ) mencari usaha yang benar-
benar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan
benar-benar terjadi itulah yang kann dibagikan.5. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan
prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan
(nasabah) satu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan
nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi.
2.3.5 Risiko al-Mudharabah
Risiko yang terdapat dalam al-mudharabah, terutama pada penerapannya
dalam pembiayaan, relatif tinggi. Di antaranya:
8/19/2019 Bab 2 i
25/36
1. Slide streaming; nasabah menggunakan dana itu bukan seperti yang disebut
dalam kontrak;
2. Lalai dan kesalahan yang disengaja;
3. Penyembunyian keuntungan oleh nasabah bila nasabahnya tidak jujur.
Secara umum, aplikasi perbankan al-mudharabah dapat digambarkan
dalam skema berikut ini.
Gambar 2.5
Skema al-Mudharabah
PERJANJIAN
BAGI HASIL
KEAHLIAN/ MODAL
KETERAMPILAN 100%
Nisbah Nisbah
X% Y%
Pengambilan Modal Pokok
Sumber : Muhammad Syafi’i Antonio (2001: 98)
2.4 Suku Bunga
2.4.1 Pengertian Suku Bunga
Dalam menjaga kelangsungan variabel makro ekonomi negara, pemerintah
biasanya menetapkan tingkat suku bunga. Dalam hal ini tingkat suku bunga juga
dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran dana seperti dikemukakan dalam
artikel “ Interest” yang terdapat pada Encarta Reference Libraray (2005: 91),
bahwa:
PROYEK/
USAHA
NASABAH
(Mudharib)
BANK
(Shahibul Maal)
PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
MODAL
8/19/2019 Bab 2 i
26/36
“Conversely, interest rates generally rise when the demand for
investment funds grows faster than the available supply of funds to meet
that demand. Business executives will not borrow money at an interest rate that exceeds the return they expect the use of the money to yield”.
Menurut Tajul Khalwaty (2000 :143) definisi dari suku bunga adalah :
“Suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk
mengendalikan atau menekan laju pertumbuhan inflasi.”
Salah satu lembaga negara yang berwenang dalam menetapkan suku bunga
adalah Bank Indonesia untuk menjaga kestabilan moneter. Salah satu piranti
moneter tidak langsung Bank Indonesia yaitu menggunakan Operasi PasarTerbuka (OPT) yang dilaksanakan untuk mempengaruhi likuiditas Rupiah di
pasar uang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat suku bunga. Operasi
pasar terbuka ini dilakukan melalui dua cara yaitu penjualan Sertifikat Bank
Indonesia dengan sistem pelelangan dan Intervensi Rupiah.
2.4.2 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998
tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia dan Intervensi Rupiah. Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek
dengan sistem diskonto.
Tujuan penerbitan SBI adalah sebagai otoritas moneter dalam memelihara
kestabilan nilai Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang
kartal dan uang giral) di Bank Indonesia yang berlebihan dapat mengurangi
kestabilan nilai Rupiah. Sertifikat Bank Indonesia (SBI) diterbitkan dan dijual
untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut.
2.4.2.1 Karakteristik SBI
Karakteristik dari Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimuat dalam
leaflet Bank Indonesia, sebagai berikut :
8/19/2019 Bab 2 i
27/36
8/19/2019 Bab 2 i
28/36
Tabel 2.3
Ilustrasi Penawaran SBI
Target lelang : Rp. 5.000.000.000,-
Peserta Jumlah PenawaranTingkat
DiskontoJumlah Kumulatif
A Rp.1.500.000.000,- 20 % Rp.1.500.000.000,-
B Rp.1.000.000.000,- 26% Rp.2.500.000.000,-
C Rp.2.000.000.000,- 30% Rp.4.500.000.000,-
D Rp.2.000.000.000,- 34% Rp.5.000.000.000,-
E Rp. 750.000.000,- 37% -
F Rp. 1.250.000.000,- 40% -
(sumber : www.bi.go.id)
Keterangan :
Peserta A, B, dan C, menang lelang Peserta D menang sebagian (Rp.500.000.000,-) Peserta E dan F kalah.
Dari ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat diskonto SBI tidak
ditentukan oleh peserta lelang itu sendiri. Semakin rendah tingkat diskonto
yang ditawarkan oleh peserta, maka semakin besar kemungkinan peserta
tersebut memenangkan lelang.5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan atau pencurian serta menghindari
terjadinya pemalsuan, pihak membeli SBI memperoleh Bilyet Depot
Simpanan (BDS) sebagai bukti atas penyimpanan fisik warkat SBI pada Bank
Indonesia tanpa dipungut biaya penyimpanan.
2.4.2.3 Mekanisme Pembentukan Suku Bunga SBI
Melalui penggunaan SBI, Bank Indonesia dapat secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan jalan mengumumkan
step out rate (SOR) yaitu tingkat suku bunga yang diterima oleh BI atas
penawaran tingkat bunga dari peserta lelang harian, maupun lelang mingguan.
Selanjutnya step out rate (SOR) tersebut akan dipakai sebagai indikator bagi
tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya.
Sedangkan cara penentuan suku bunga SBI dihitung dengan cara
menghitung Weighted Average dari SBI yang telah terjual dengan tingkat
8/19/2019 Bab 2 i
29/36
diskontonya masing-masing, suku bunga SBI yang berlaku pada saat itu dengan
rumus seperti di bawah ini :
∑ ⋅= iW
iMSBIBungaSuku
Dimana :
M i = Nominal SBI yang terjual kepada peserta i
Wi = Tingkat diskonto yang ditawarkan peserta i
Ada juga kelemahan dari penerbitan SBI yaitu membuat perbankan
“malas” menjalankan fungsi intermediasinya. Perbankan seolah termanjakan oleh
keuntungan SBI ketimbang harus membiayai dunia usaha yang beresiko. Olehsebab itu bank sentral saat ini terus berupaya untuk menurunkan tingkat suku
bunga SBI secara bertahap agar dunia usaha kembali bergairah sebagai imbas
berjalannya fungsi intermediasi perbankan.
2.5. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil adalah pembagian keuntungan yang berdasarkan nisbah dalam
perjanjian antara deposan dengan mudharib (Suseno, 2003). Nisbah bagi hasil ini
besarannya adalah 51:49, 60:40, atau tergantung pada akad yang disepakati
bersama dan bagi hasil yang diterima tergantung dari keuntungan yang didapat
oleh bank.
2.5..1 Teori Umum Bagi Hasil ( Profit Loss Sharing)
Bagi Hasil Menurut Terminologi asing (Inggris) dikenal dengan “ profit
sharing”. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan sebagai laba. Secara
definitif profit sharing diartikan: “distribusi beberapa bagian dari laba pada parapegawai dari suatu perusahaan”. Lebih lanjut dikatakan bahwa hal itu dapat
berbentuk suatu bentuk uang tunai tahunan yang didasarkan pada laba yang
diperoleh pada tahun-tahun sebelumnya, atau dapat berbentuk pembayaran
mingguan atau bulanan.
Bagi hasil menurut Suseno adalah suatu prinsip pembagian laba yang
diterapkan dalam kemitraan kerja, dimana porsi bagi hasil ditentukan pada saat
aqad kerja sama. Jika usaha mendapatkan keuntungan, porsi bagi hasil adalah
8/19/2019 Bab 2 i
30/36
sesuai kesepakatan namun jika terjadi kerugian maka porsi bagi hasil disesuaikan
dengan kontribusi modal masing-masing pihak. Suseno (2003: 129) mengatakan
bahwa:
“Dasar yang gunakan dalam perhitungan bagi hasil adalah berupa
laba bersih usaha setelah dikurangi dengan biaya operasional.”
Dapat disimpulkan bahwa bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata
cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana.
Pembagian hasil usaha ini salah satu contohnya dapat terjadi diantara pihak bank
dengan pihak nasabah. Kedua belah pihak sama-sama sepakat bahwa modal usaha
yang diberikan pihak pertama akan dikelola pihak kedua secara professional dan
bertanggung jawab.
2.5.2 Teori Bagi Hasil ( Profit Loss Sharing) Dalam Perbankan Syari’ah
Sebagaimana diketahui, bank yang beroprasi berdasarkan prinsip-prinsip
Islam menawarkan sistem bagi hasil kepada nasabahnya. Artinya, selain
pembagian untung dan rugi sama-sama ditanggung oleh kedua belah pihak, dan
juga dapat dipahami bahwa keuntungan yang akan diperoleh nasabah bisa
berubah-ubah, semuanya tergantung pada pendapatan atau keuntungan yang
diperoleh bank syariah. Besarnya prsentase bagi hasil sudah ditetapkan oleh pihak
bank. Namun, biasanya masih membuka ruang tawar-menawar dalam batas yang
wajar.
Perhitungan bagi hasil di bank syariah ada dua jenis; pertama Profit/Loss
Sharing. Dalam sistem ini, besar-kecil pendapatan bagi hasil yang diterima
nasabah tergantung keuntungan bank. Kedua Revenue Sharing. Dalam sistem ini,penentuan bagi hasil akan tergantung pada pendapatan kotor bank. Bank-bank
syariah di Indonesia umumnya menerapkan sistem Revenue Sharing. Pola ini
dapat memperkecil kerugian bagi nasabah, Hanya saja jika bagi hasil didasarkan
pada profit sharing, maka presentase bagi hasil untuk nasabah akan jauh lebih
tinggi.
Menurut pengamat perbankan dan investasi Elvyn G.Masassya, bahwa
menabung di bank syariah cukup menarik, tidak hanya bagi masyarakat muslim
8/19/2019 Bab 2 i
31/36
tetapi juga non-muslim. Soalnya, dengan sistem bagi hasil akan terbuka peluang
mendapatkan hasil investasi yang lebih besar dibandingkan dengan bunga di bank
konvensional. Jika ingin mendapatkan return yang lebih besar, “simpanan di bank
syariah dapat menjadi alternative,” ujar Elvyn. Tentu saja harus didukung kondisi
ekonomi yang kondusif, yang memungkinkan perusahaan disektor riil mampu
membukukan keuntungan besar.
Prinsip bagi hasil dalam perbankan syaria’ah menjadi prinsip utama dan
terpenting, karena keuntungan (bagi hasil) merupakan balasan (upah) atas usaha
dan modal, besar-kecilnya pun tergantung pada keduanya. Dalam qawaid fiqhiyah
(kaidah fiqh) dikatakan “algharam bil ghanam” (ada untung rugi), prinsip ini
memenuhi prinsip keadilan ekonomi. Dan didalam kaedah bisnis dikatakan bahwa
setiap yang akan menghasilkan keuntungan yang besar, terkandung juga rsiko
yang besar (high risk, high return).
Bagi pihak yang akan menjalankan prinsip ini, maka harus membuat
kesepakatan diawal yang berkaitan dengan usaha yang akan dijalankan dan
menetapkan nisbah (bagian) bagi hasil masing-masing pihak menurut cara
pembagiannya. Usaha yang akan dijalankan merupakan usaha-usaha yang
dibenarkan menurut syariah, tidak boleh ditanamkan pada usaha yang di
haramkan. Yang akan dibagi hasilkan adalah keuntungan bersih dari usaha
tersebut tetapi boleh juga dibuat kesepakatan diantara dua pihak jika bagi hasil
diperhitungkan dari total sales. Karena yang dibagi hasilkan merupakan suatu
keuntungan, maka besar kecilnya nominal keuntungan akan mengalami turun-
naik, tergantung dari usaha dan kesungguhan dalam mengelola usaha tersebut.
2.5.3 Teori Prinsip Bagi Hasil Syari’ah
Prinsip bagi hasil ( profit sharing), secara umum dalam prbankan syariah
dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah,
almuzara’ah dan al-mushaqah. Walau demikian, prinsip yang paling banyak
dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah dan
al-mushaqah dipergunakan khusus untuk plantation financing atau pembiayaan
pertariian oleh beberapa bank islam.
8/19/2019 Bab 2 i
32/36
Al-musyaraqah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Adapun yang menjadi landasan syariah akad al-musyaraqah ini adalah Al-
Qur’an Surat An-Nisaa ayat 12, yang artinya:
“…maka mereka berserikat pada sepertiga…”
Selanjutnya didalam Al-Qur’an surat As-shaad ayat 24, dikatakan pula:
“…dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat
itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali
orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh…”
Sedangkan Hadits Nabi yang berkaitan dengan hal ini adalah:
“Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW, bersabda: Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang
brserikat selama salah satunya tidak menghianati lainnya”.
Hadits ini menunjukkan kecintaan Allah kepada hamba-hambaNya yang
melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan
dan menjauhi penghianatan.
Al-Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan.
Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang
memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.
Secara teknis, Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua
pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha berdasarkan
mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak,
sedangkan apabila rugi di tanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan
akibat kelalaian sipengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena
kekurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut.
8/19/2019 Bab 2 i
33/36
8/19/2019 Bab 2 i
34/36
permintaan pasar untuk suatu komoditi tergantung pada semua faktor yang
menentukan permintaan individu dan selanjutnya pada jumlah pembeli komoditi
tersebut di pasar. Secara geometris kurva permintaan pasar untuk suatu komoditi
diperoleh melalui penjumlahan horizontal dari semua kurva permintaan individu
untuk komoditi tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan deposito
mudharabah yaitu :
1. Bunga
2. Bagi Hasil
Hubungan permintaan menjelaskan bahwa jika harga naik maka jumlah
output yang diminta akan turun dan sebaliknya, jika harga turun maka output yang
diminta akan naik. Artinya jika harga atau bunga bank umum mengalami
kenaikan maka permintaan akan deposito mudharabah akan berkurang atau
menurun dan sebaliknya, jika bagi hasil lebih besar dari bunga bank umum maka
permintaan akan deposito mudharabah meningkat karena nasabah bersifat profit
motif.
Jika dilihat dari sisi permintaan akan deposito maka hubungan antara
bunga dengan deposito mudharabah adalah negatif. Fungsi permintaan adalah
permintaan yang dinyatakan dalam hubungan matematis dengan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Dalam fungsi permintaan, maka kita dapat mengetahui
hubungan antara variabel terikat dan variabel bebas. Fungsi permintaan dapat
ditulis sebagai berikut:
Qdx = f ( Px, Py )
Keterangan :
Qdx : Deposito Mudharabah
Px : Bunga
Py : Bagi hasil
Dari fungsi permintaan diatas dapat dilihat bahwa ada beberapa faktor
yang mempengaruhi deposito mudharabah antara lain bunga dan bagi hasil.
Hubungan antar variabel dapat dijelaskan sebagai berikut:
8/19/2019 Bab 2 i
35/36
1. Bunga.
Apabila bunga pada bank umum mengalami kenaikan maka permintaan akan
deposito mudharabah akan mengalami penurunan sedangkan jika bunga itu
menurun maka permintaan akan deposito mudharabah bertambah atau
meningkat.
2. Bagi hasil
Bagi hasil disini adalah diasumsikan sebagai substitusi atau pembanding suku
bunga pada bank umum dimana keinginan masyarakat dalam mendepositokan
dananya adalah bersifat profit motif yang mana ingin mendapatkan
keuntungan yang besar. Hubungan yang terjadi adalah apabila tingkat bagi
hasil yang diberikan mengalami kenaikan maka volume deposito mudharabah
juga akan meningkat dan sebaliknya jika bagi hasil yang diberikan menurun
maka volume deposito mudharabah menurun.
Berikut adalah beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
yaitu:
Penelitian Sebelumnya Penelitian Sekarang
No Judul Variabel Hasil Judul Variabel1 Hubungan
tingkat bunga
bank
konvensional
dengan
simpanan di
bank syariah
a. Tingkat
bunga
b. Simpanan di
bank syariah
Hubungan
antara tingkat
bunga dibank
konvensional
dengan
simpanan
dibank syariah
adalah
hubungan
negatif
Pengaruh
Tingkat
Suku Bunga
dan Bagi
Hasil
Terhadap
Deposito
Mudharabah
Bank
Syariah
Mandiri
a. Tingkat
Suku
Bunga
b. Bagi Hasil
c. Deposito
Mudhara
bah Bank
Syariah
Mandiri
2 Analisisperilaku
nasabah bank
syariah dalam
memilih bank
syariah
a. Faktor agamab. Faktor
keuntungan
Ketaatanterhadap
prinsip-prinsip
agama
mempengaruhi
keputusan
nasabah dalam
memilih bank
syariah
3 Pengaruh
pendapatan
bagi hasil
terhadap
a. Bagi Hasil
b. Deposito
Mudharabah
Bagi hasil
berpengaruh
secara
signifikan
8/19/2019 Bab 2 i
36/36