Upload
vuthien
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Dalam proses pengembangan produk ada tiga Departement yang ada
diperusahaan, yang diperlukan kontribusinya dan peranannya dalam menjalankan
suatu proyek atau proses pengembangan produk yaitu pemasaran, perancangan
design dan Manufaktur. Proses pengembangan produk pun secara umum terdiri
dari beberapa tahapan atau fase-fase.Menurut Karl T Ulrich dan Steven D.
Epingger dalam bukunya yang berjudul ”Perancangan dan Pengembangan
Produk” proses pengembangan produk terdiri dari enam fase yaitu:
1. Perencanaan
2. Pengembangan Konsep
3. Perancangan Tingkat Sistem
4. Perancangan Detail
5. Pengujian dan Perbaikan
6. Produksi Awal
Urutan fase-fase tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 9 )
Gambar 2.1 Fase Pengembanga Produk
o Fase 0. Perencanaan: Kegiatan ini disebut sebagai ‘zerofase’ karena kegiatan
ini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran pengembangan
produk aktual.
o Fase 1. Pengembangan Konsep: Pada fase pengembangan konsep,
kebutuhan pasar target diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk
dibangkitkan dan dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk
pengembangan dan percobaan lebih jauh. Dimana yang dimaksud dengan
konsep di sini adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan tampilan suatu produk
dan biasanya disertai dengan sekumpulan spesifikasi, analisis produk-produk
pesaing serta pertimbangan ekonomis proyek.
o Fase 2. Perancangan Tingkatan Sistem: Fase Perancangan Tingkatan
Sistem mencakup definisi arsitektur produk dan uraian produk menjadi
subsistem-subsistem serta komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir
untuk sistem produksi biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada
fase ini biasanya mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara
fungsional dari tiap subsistem produk, serta diagram aliran proses
pendahuluan untuk proses rakitan akhir.
o Fase 3. Perancangan Detil: Fase perancangan detail mencakup spesifikasi
lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari seluruh komponen
unit pada produk dan identifikasi seluruh komponen standar yang dibeli dari
pemasok. Rencana proses dinyatakan dan peralatan dirancang untuk tiap
komponen yang dibuat, dalam sistem produksi. Output dari fase ini adalah
pencatatan pengendalian untuk produk, gambar untuk tiap komponen produk
dan peralatan produksinya, spesifikasi komponen-komponen yang dapat
dibeli, serta rencana untuk proses pabrikasi dan perakitan produk.
o Fase 4. Pengujian dan Perbaikan: Fase pengujian dan perbaikan melibatkan
konstruksi dan evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk.
Prototipe awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-
komponen dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya,
namun tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan
yang dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe alpha diuji
untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan apa yang
direncanakan dan apakah produk memuaskan kebutuhan konsumen utama.
Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat dengan komponen-komponen
yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan
proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta
dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan
menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya
adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai kinerja dan keandalan dalam
rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan-perubahan secara teknik untuk
produk akhir.
o Fase 5. Produksi awal: Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan
menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi awal
ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan permasalahan yang
mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya. Produk-produk yang
dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang disesuaikan dengan
keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi untuk mengidentifikasi
kekurangan-kekurangan yang timbul. Peralihan dari produksi awal menjadi
produksi sesungguhnya harus melewati tahap demi tahap. Pada beberapa titik
pada masa peralihan ini, produk diluncurkan dan mulai disediakan untuk
didistribusikan.
Sementara itu menurut C. Merle Crawford dan C. Anthony Di Benedetto
dalam buku mereka yang berjudul “New Products Management”, dikatakan
bahwa tahapan pengembangan produk terdiri atas 5 fase yaitu:
1. Opportuniy indentification and selection
2. Concept generation
3. Concept or project evalution
4. Development
5. Launch
• Fase 1. Identifikasi peluang dan Seleksi ( Opportunity Identification and
Selection): menghasilkan sebuah peluang dari produk baru menjadi peluang
bisnis, mengadakan perubahan pada rencana pemasaran, sumber daya, dan
kebutuhan yang terdapat pada pasar. Mengadakan riset pasar untuk kemudian
dievaluasi, divalidasi dan keluarannya adalah pernyataan strategic untuk
menuntun lebih jauh ke tahap selanjutnya.
• Fase 2. Pengembangan Konsep (concept generation): Memilih peluang
yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan mulai dengan keterlibatan
konsumen dalam tahap identifikasi kebutuhan. Mulai menyusun konsep
produk baru yang dapat menjawab kesempatan atau peluang yang ada.
• Fase 3. Evaluasi Proyek/Konsep (Concept / Project Evaluation):
Mengevaluasi konsep produk tersebut (seperti pada saat mereka mulai masuk)
pada kriteria teknis, pemasaran dan keuangan. Beri bobot dan pilih yang
terbaik kedua atau ketiga.
• Fase 4. Pengembangan (Development): Pada fase ini merupakan tahap
pengujian konsep yang sudah matang dengan pembuatan prototipe yang
langsung diujikan kepada konsumen, desain pembuatan dan peralatan yang
dibutuhkan sudah mulai disusun, sambil tidak lupa mempersiapkan strategi
pemasaran dan persiapan peluncuran produk tersebut dengan memperhatikan
jalur distribusi dan biaya-biaya yang dibutuhkan melalui sebuah business
plan.
• Fase 5. Peluncuran (Launch): mulai produksi awal dan pemasaran dengan
ruang lingkup yang kecil dulu sambil memantapkan sistem produksi
pembuatan produk tersebut, dan mulai menjalankan program peluncuran
sesuai yang direncanakan secara bertahap.
Kelima fase ini lebih difokuskan pada pengembangan produk yang betul-betul
merupakan produk baru (Crawford-Beneditto, 2000)
2.1.1 Perencanaan Produk
Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan yang di
dalamnya terdapat pertimbangan mengenai peluang-peluang pengembangan
produk yang akan dilakukan serta berkaitan dengan kegiatan-kegiatan
pengembangan teknologi dan penelitian tingkat lanjut. Output fase perencanaan
ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya akan digunakan sebagai input
yang dibutuhkan untuk memulai tahapan pengembangan konsep dan merupakan
suatu petunjuk untuk tim pengembangan.
Dalam mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi proyek,
ada lima tahapan proses berikut:
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger,2001: 36 )
Gambar 2.2 Proses Perencanaan Produk
1) Mengidentifikasi peluang: Langkah ini dapat dibayangkan sebagai
terowongan peluang karena membawa bersama-sama input berupa ide-ide
untuk produk baru yang dikumpulkan secara pasif atau bisa juga dikumpulkan
melalui proses identifikasi kebtuhan pelanggan yang mencatat kelemahan
produk yang sudah ada, kecenderungan gaya hidup (trend), studi para pesaing
dan status teknologi. Bila ditelusuri secara aktif, maka terowongan peluang
dapat menampung ide-ide secara kontinu dan peluang-peluang produk baru
mungkin dapat dihasilkan setiap waktu.
2) Mengevaluasi dan Memprioritaskan proyek: Langkah kedua dalam proses
perencanaan produk adalah memilih proyek yang paling menjanjikan untuk
diikuti. Empat perspektif dasar yang berguna dalam mengevaluasi dan
memprioritaskan peluang-peluang bagi produk baru dalam kategori produk
yang sudah ada adalah strategi bersaing, segmentasi pasar, mengikuti
perkembangan teknologi dan platform produk yang merupakan sekumpulan
aset yang dibagi dalam sekumpulan produk.
3) Mengalokasikan Sumberdaya dan rencana waktu: Penentuan waktu dan
alokasi sumber daya ditentukan untuk proyek-proyek yang lebih menjanjikan,
terlalu banyak proyek akan menimbulkan persaingan untuk beberapa sumber
daya. Sebagai hasilnya, usaha untuk merancang sumber daya dan
merencanakan waktu hampir selalu menghasilkan suatu tingkat pengembalian
untuk evaluasi sebelumnya dan penentuan prioritas langkah untuk
memendekkan sekumpulan proyek yang akan diikuti.
4) Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek: Setelah proyek disetujui,
maka diadakan kegiatan perencanaan proyek pendahuluan, dibentuk sebuah
tim inti yang terdiri dari ahli teknik, pemasaran, manufaktur dan fungsi
pelayanan untuk menghasilkan suatu pernyataan visi dan pernyataan misi
produk yang isinya memformulasikan suatu definisi yang lebih detil dari pasar
target dan asumsi-asumsi yang mendasari operasional tim pengembangan.
5) Merefleksikan kembali hasil dan proses: Pada tahap ini dilakukan reality
check terhadap pernyataan misi yang merupakan pegangan untuk tim
pengembangan. Langkah awal untuk ini adalah waktu untuk memperbaiki
apakah pengembangan ini bisa berjalan dan konsisten.
2.1.2 Indentifikasi kebutuhan Pelanggan
Indentifikasi kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral
dari proses pengembangan produk dan merupakan tahap yang mempunyai
hubungan yang paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep,
benchmark dengan pesaing dan menetapkan spesifikasi produk.
Filosofi yang mendukung metode ini adalah menciptakan jalur informasi
yang berkualitas antara pelanggan sebagai target pasar dengan perusahaan
pengembang produk.
Filosofi ini dibangun berdasarkan anggapan bahwa siapapun yang secara
langsung mengatur detail-detail produk, apakah seorang ahli teknik maupun
desainer industri, harus berinteraksi dengan pelanggan dan memiliki
pengalaman dengan lingkungan pengguna.
Tujuan dari identifikasi kebutuhan pelanggan adalah:
• Meyakinkan bahwa produk telah difokuskan kepada kebutuhan
pelanggan
• Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan yang tersembunyi dan tidak
terucapkan (latent needs) seperti halnya kebutuhan yang ekplisit
• Menjadi basis untuk menyusun spesifikasi produk
• Memudahkan pembuatan arsip dari aktivitas identifikasi kebutuhan
untuk proses pengembangan produk
• Menjamin tidak ada kebutuhan pelanggan penting yang terlupakan
• Menanamkan pemahaman bersama mengenai kebutuhan pelanggan di
antara anggota tim pengembangan
Lima tahap proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah:
1. Mengumpulkan data mentah dari pelanggan, proses pengumpulan data
mentah dari pelanggan akan mencakup kontak dengan pelanggan dan
mengumpulkan pengalaman dari lingkungan pengguna produk. Tiga
metode yang biasa digunakan adalah wawancara, kelompok fokus dan
observasi pada saat produk sedang digunakan.
2. Menginterpretasikan data mentah menjadi kebutuhan pelanggan,
kebutuhan pelanggan diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan
merupakan hasil interpretasi kebutuhan yang merupakan data mentah
setiap pernyataan atau hasil observasi dapat diterjemahkan sebagai
kebutuhan pelanggan.
3. Mengorganisasikan kebutuhan menjadi beberapa hierarki yaitu
kebutuhan primer, sekunder dan jika perlu tertier, daftar kebutuhan
yang didapatkan sebelumnya beberapa diantaranya merupakan kebutuhan
primer, dimana kebutuhan primer dapat tersusun dari beberapa kebutuhan
sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang paling umum
sifatnya, sementara kebutuhan sekunder dan tertier diekspresikan secara
lebih terperinci.
4. Menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan, dalam
menetapkan derajat kepentingan relatif setiap kebutuhan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu cara pertama tim pengembang mendiskusikan
secara bersama untuk menentukan langsung derajat kepentingan setiap
kebutuhan secara bersama-sama. Atau cara kedua adalah dengan
melakukan survey lanjutan dengan memilih variabel yang dianggap
penting.
5. Menganalisa hasil dan proses, langkah terakhir pada metode identifikasi
kebutuhan pelanggan adalah menguji hasil dan meyakinkan bahwa hasil
tersebut konsisten dengan pengetahuan dan intuisi yang telah
dikembangkan melalui interaksi yang cukup lama dengan pelanggan.
Beberapa pertanyaan dapat dijadikan acuan:
Sudahkah interaksi dilakukan dengan semua tipe pelanggan penting dalam
target pasar?
Apakah sudah sanggup untuk menangkap kebutuhan tersembunyi dari
pelanggan?
Masihkah ada wilayah penyelidikan yang harus dikejar untuk mencatat
kemajuan wawancara atau survei yang telah dilakukan?
Manakah diantara pelanggan yang diwawancara merupakan partisipan
yang baik yang dapat membantu untuk lanjutan proses pengembangan
produk lebih lanjut?
Apakah didapatkan kejutan dengan kebutuhan yang terkumpul?
Bagaimana perbaikan untuk pengembangan dimasa yang akan datang?
2.1.3 Spesifikasi Produk
Maksud dari spesifikasi produk adalah menjelaskan tentang hal-hal yang
harus dilakukan oleh sebuah produk. Proses pembuatan target spesifikasi terdiri
dari empat langkah, yang secara keseluruhan menggunakan metode QFD
(Quality Function Deployment). QFD merupakan alat perencanaan yang
digunakan untuk memenuhi harapan –harapan konsumen. Pendekatan disiplin
QFD terletak pada desain produk, rekayasa, produktivitas serta memberikan
evaluasi yang mendalam terhadap suatu produk . Suatu organisasi yang
mengimplementasikan QFD secara tepat dapat meningkatkan pengetahuan
rekayasa, produktivitas dan kualitas, mengurangi biaya, mengurangi waktu
pengembangan produk serta perubahan-perubahan rekayasa seiring dengan
kemajuan jaman dan permintaan konsumen.
Tujuan QFD adalah memenuhi sebanyak mungkin harapan konsumen dan
berusaha melampaui harapan tersebut dengan merancang produk baru agar
dapat berkompetisi dengan produk dari kompetitor untuk kepuasan konsumen.
QFD berguna untuk memastikan bahwa suatu perusahaan memusatkan
perhatiannya terhadap kebutuhan konsumen sebelum setiap pekerjaan
perancangan dilakukan. Manfaat – manfaat QFD adalah sebagai berikut :
Memuaskan perancangan produk dan jasa pada kebutuhan dan kepuasan
konsumen.
Menganalisa kinerja produk perusahaan untuk memenuhi kepuasan
konsumen.
Mengurangi banyaknya perubahan desain.
Empat lamgkah dalam membuat QFD :
1. Menyiapkan gambar metrik dan menggunakan matriks-metrik
kebutuhan jika diperlukan. Metrik yang baik adalah yang merefleksikan
secara langsung nilai produk yang memuaskan kebutuhan pelanggan.
Hubungan antara kebutuhan dan metrik merupakan inti dari proses
penetapan spesifikasi. Hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam membuat
daftar metrik: Komplit, merupakan variabel yang berhubungan (dependent),
praktis dan merupakan istilah yang populer untuk perbandingan di pasar.
Hal yang harus dipertimbangkan bahwa tidak semua kebutuhan dapat
diterjemahkan menjadi metrik yang terukur sehingga dapat bersifat
subyektif.
2. Mengumpulkan informasi tentang pesaing. Analisis hubungan antara
produk baru dengan produk pesaing sangat penting dalam menentukan
kesuksesan komersial.
Informasi mengenai produk pesaing harus dikumpulkan untuk mendukung
keputusan mengenai Positioning produk.
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 86 )
Gambar 2.3 Contoh Format Bagan Analisis Pesaing
3. Menentukan nilai target ideal dan marginal yang dapat dicapai untuk
tiap metrik. Dengan memproses bagan analisis pesaing maka dapat
ditetapkan kedua nilai target marginal dan ideal untuk tiap metrik. Karena
sebagian besar nilai diekspresikan dalam batasan-batasan tertentu (maksimal,
minimal atau keduanya) perlu dibuat batasan-batasan nilai yang layak dan
dapat bersaing dengan produk pesaing.
No. Metrik Kebutuhan Metrik Kepentingan Satuan Pesaing
1
Pesaing
2
1
2
No.
Metrik Kebutuhan Metrik Kepentingan Satuan
Nilai
marginal
Nilai
Ideal
1
2
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 88 )
Gambar 2.4 Contoh Format Spesifikasi Target
4. Merefleksikan hasil dan proses. Perlu dilakukan beberapa kali pengulangan
sampai akhirnya target disetujui. Melakukan pertimbangan pada tiap kali
pengulangan akan membantu meyakinkan bahwa hasil yang diperoleh sudah
konsisten dengan tujuan proyek.
Spesifikasi secara keseluruhan dapat ditinjau kembali untuk diperbaiki agar
lebih tepat sehingga yang tadinya hanya berupa pernyataan target dan selang
tertentu kini dapat dibuat lebih tepat.
Menurut Cohen (1992) tahap-tahap dalam menyusun rumah kualitas adalah
sebagai berikut :
a. Tahap I Matrik Kebutuhan Pelanggan, tahap ini meliputi :
- Memutuskan siapa pelanggan
- Mengumpulkan data kualitatif berupa keinginan dan kebutuhan
konsumen
- Menyusun keinginan dan kebutuhan tersebut
- Pembuatan diagram afinitas
b. Tahap II Matrik Perencanaan
Tahap ini bertujuan untuk Mengukur kebutuhan-kebutuhan pelanggan
Disini kebutuhan-kebutuhan konsumen dipertimbangkan tingkat
kepentingannya. Dapat dilakukan dengan dengan debat dari team
pelaksana atau dengan riset preferensi pasar dengan melakukan
survey. Dari survey ini konsumen diminta mengurutkan dati
keinginan konsumen yang diperoleh dari survey sebelumnya.
- Menetapkan tujuan-tujuan performansi kepuasan
Setelah performansi konsumen diketahui untuk masing-masing
kebutuhannya, maka perusahaan harus menentukan apa tingkat
performansi konsumen yang ingin dicapai untuk memenuhi masingmasing
kebutuhan konsumen.
c. Tahap III Respon Teknis
Memunculkan karakteristik kualitas pengganti (substitute quality
characteristic). Tahap ini mempunyai transformasi dari kebutuhan .
kebutuhan konsumen yang bersifat non teknis menjadi data yang
besifat teknis guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Hal ini
biasanya dilakukan oleh bagian yang mengerti teknologi produk,
misalnya bagian Produksi atau R&D.
d. Tahap IV Menentukan Hubungan Respon Teknis dengan Kebutuhan
Konsumen
Tahap ini menentukan seberapa kuat hubungan antara respon teknis
(tahap 3) dengan kebutuhan-kebutuhan pelanggan (tahap 1).
Hubungan antar keduanya dapat berupa hubungan yang sangat kuat,
sedang, tidak kuat atau tidak ada korelasi antara keduanya. Hubungan
sangat kuat berarti jika respon teknis perusahaan dapat semakin baik
berarti tingkat kepuasan konsumen akan meningkat pula.
e. Tahap V Korelasi Teknis
Tahap ini memetakan hubungan dan kepentingan antara karakterisitik
kualitas pengganti atau respon teknis. Sehingga dapat dilihat apabila
suatu respon teknis yang satu dipengaruhi atau mempengaruhi respon
teknis lainnya dalam proses produksi, dan dapat diusahakan agar
tidak terjadi botlleneck.
f. Tahap IV Benchmarking dan Penetapan Target
Tidak ada organisasi manapun yang menginterpretasikan tanpa tahu
tentang persaingan yang ada untuk memastikan rancangan kompetitif
sehingga pada tahap ini perusahaan perlu menentukan respon teknis
mana yang ingin dikonsentrasikan dan bagaimana jika dibandingkan
oleh produk sejenis.
Gambar 2.5 Penjelasan Mengenai House Of Quality
Gambar 2.6 Four Phase QFD Approach
2.1.4 Penyusunan Konsep
Penyusunan konsep produk adalah sebuah gambaran atau perkiraan
mengenai teknologi, prinsip kerja dan bentuk produk. Proses penyususnan
konsep dimulai dengan serangkaian kebutuhan pelanggan dan spesifikasi target,
dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai sebuah pilihan
akhir. Penyususnan konsep yang baik adalah dapat memberi keyakinan bahwa
seluruh kemungkinan telah digali. Metode penyusunan konsep secara umum
terdiri atas 5 langkah dengan memecahkan sebuah masalah kompleks yang
menjadi submasalah yang lebih sederhana.
Berikut gambar dari lima langkah metode penyusunan konsep:
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 104 )
Gambar 2.7 Lima Langkah Metode Penyusunan Konsep
Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan
prosedur pencarian eksternal dan internal, pencarian eksternal untuk konsep yang
sudah ada, sedangkan pencarian internal untuk konsep baru.
Pohon klasifikasi dan tabel kombinasi kemudian digunakan untuk menggali
secara sistematis konsep penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan
penyelesaian sub masalah ke dalam sebuah penyelesaian total. Akhirnya dapat
dibuat sebuah langkah mundur untuk merefleksikan validitas dan kemampuan
aplikasi dari hasil, seperti yang digunakan oleh proses.
Dari sini akan muncul beberapa macam konsep yang tujuannya sama yaitu
untuk menjawab penyelesaian dari submasalah yang sudah difokuskan karena
sifatnya memang penting.
2.1.5 Seleksi Konsep
Beberapa konsep yang sudah terbentuk pasti memilih kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Untuk itu seleksi konsep merupakan proses menilai konsep dengan
memperhatikan kebutuhan pelanggan dan kriteria lain, membandingkan kekuatan dan
kelemahan relatif dari konsep dan memilih satu atau lebih konsep untuk penyelidikan,
pengujian dan pengembangan selanjutnya.
Metode seleksi konsep pada proses ini didasarkan pada penggunaan matriks
keputusan untuk mengevaluasi masing-masing konsep dengan mempertimbangkan
serangkaian kriteria seleksi.
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 134 )
Gambar 2.8 Seleksi Dan Penyaringan Konsep
Proses seleksi konsep terdiri atas 2 langkah utama yaitu penyaringan konsep dan
penilaian konsep dengan metode yang dikembangkan oleh Stuart Pugh pada tahun
1980-an dan sering sekali disebut seleksi konsep Pugh (Pugh, 1990). Tujuan tahapan
ini adalah mempersempit jumlah konsep secara cepat dan untuk memperbaiki konsep.
Kriteria seleksi Konsep
1 2 3 Kriteria 1 0 0 0 Kriteria 2 0 0 0 Kriteria 3 - 0 + Kriteria 4 - - + Kriteria 5 + + 0 Kriteria 6 - 0 + Kriteria 7 - 0 + Jumlah + 1 1 4 Jumlah 0 2 5 3 Jumlah - 4 1 0 Nilai akhir -3 0 4 Peringkat 3 2 1 lanjutkan ? Tidak Ya Ya
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 137 )
Gambar 2.9 Matriks Penyaringan Konsep
Proses penyaringan konsep merupakan proses penilaian yang sederhana yang
menggunakan tiga simbol yaitu nilai relatif “lebih baik” (+), jika konsep tersebut
lebih baik dari konsep yang lain dalam hal kriteria tersebut. “sama dengan” (0),
jika untuk kriteria tersebut konsep tersebut sama dengan konsep yang lainnya.
Dan terakhir “lebih buruk” (-), bila konsep tersebut lebih buruk dari konsep yang
lainnya. Kemudian jumlah bobot tiap kriteria dijumlahkan untuk masing-masing
konsep diberi rangking. Konsep yang dipilih untuk diteruskan adalah satu atau
lebih konsep yang memiliki tingkat rangking yang lebih tinggi.
Tahapan selanjutnya pada seleksi konsep adalah dengan menggunakan
matriks penilaian konsep, dengan cara menambahkan bobot kepentingan ke
dalam matriks.
Konsep
2 3 Kriteria Beban Rating Nilai Beban Rating Nilai Beban Kriteria 1 5% 3 0.15 3 0.15 Kriteria 2 15% 3 0.45 3 0.45 Kriteria 3 25% 3 0.75 4 1 Kriteria 4 20% 4 0.8 4 0.8 Kriteria 5 10% 4 0.4 3 0.3 Kriteria 6 15% 2 0.3 3 0.45 Kriteria 7 10% 2 0.2 3 0.3 Total Nilai 3.05 3.45 Peringkat 2 1 Lanjutkan? Tidak Ya
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 141 )
Gambar 2.10 Matriks Penilaian Konsep
Beberapa pola yang berbeda dapat digunakan untuk memberi bobot pada
kriteria seperti menandai nilai kepentingan dari 1-5 atau mengalokasi nilai 100%.
Selanjutnya penetapan rating dapat dilakukan oleh beberapa responden untuk
menentukan apakah bobot yang diberikan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Nilai rating dan beban dikalikan untuk mendapatkan nilai beban. Nilai beban
ini yang akan dijumlahkan untuk menentukan rangking tiap konsep yang dinilai.
Sama seperti tahap penyaringan konsep, konsep yang terpilih adalah konsep yang
memiliki rangking tertinggi.
Dengan dasar kedua matriks seleksi tersebut dapat diputuskan untuk
memilih satu atau lebih konsep terbaik, konsep-konsep ini mungkin lebih lanjut
dikembangkan, dibuat prototipe dan diuji untuk memperoleh umpan balik dari
pelanggan.
2.1.6. Pengujian Konsep
Pengujian Konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep, dimana kedua
aktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang akan diproses
lebih lanjut. Namun pengujian konsep berbeda karena aktivitas ini
menitikberatkan pada pengumpulan data langsung dari pelanggaan potensial dan
hanya melibatkan sedikit penilaian dari tim pengembang.
Tahapan ini dilakukan setelah seleksi konsep karena tidak memungkinkan
untuk menyodorkan banyak konsep ke pelanggan potensial untuk diuji sehingga
konsep-konsep alternatif harus dipersempit terlebih dahulu menjadi satu atau dua
konsep untuk diuji.
Metode pengujian konsep terdiri dari 7 tahap yaitu:
1) Mendefinisikan maksud dari pengujian konsep → Pengujian konsep dapat
diartikan sebagai suatu eksperimen, oleh karena itu perlu didefinisikan dahulu
maksud dari eksperimen ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
Konsep mana yang akan diuji? Bagaimana konsep dapat diperbaiki? Berapa
Jumlah produk yang dapat dijual? Dapatkah proses pengembangan
dilanjutkan?
2) Memilih Populasi Survey → Seringkali produk ditujukan untuk pasar
potensial dengan beberapa segmen sekaligus. Hal yang perlu diperhatikan
adalah pengujian ke beberapa segmen sekaligus akan membuang banyak
waktu dan biaya sehingga seringkali untuk menghindari pembengkakan biaya
maka pengujian konsep cukup dilakukan dengan memilih pelanggan potensial
dengan segmen pasar terbesar saja.
3) Memilih Format Survey → Sama seperti survei-survei yang pernah
dilakukan pada tahapan sebelumnya, jenis format yang dapat dipilih adalah
dengan: face-to-face interaction, telepon, surat, e-mail, internet dan tiap
format memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
4) Mengkomunikasikan Konsep → Yang membedakan survei pengujian
konsep dengan survei-survei sebelumnya adalah adanya konsep terpilih yang
harus dikomunikasikan kepada responden untuk dinilai sendiri oleh mereka.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan konsep yaitu:
uraian verbal, sketsa, foto dan gambar, storyboard, video, simulasi,
multimedia interaktif, model fisik dan prototipe yang dioperasikan. Sehingga
tim pengembang dapat memilih cara yang sesuai untuk mengkomunikasikan
konsep disesuaikan dengan biaya dan kemampuan yang ada.
5) Mengukur respon pelanggan → Data yang didapatkan dari survei dapat
diolah dan digunakan untuk mengukur respon pelanggan, dan hal yang
terutama diukur adalah konsep mana yang dipilih, usulan perbaikan serta
keinginan pelanggan untuk membeli dengan dibagi ke dalam 5 skala yaitu
pasti akan membeli, mungkin akan membeli, mungkin atau tidak akan
membeli, mungkin tidak akan membeli, pasti tidak akan membeli atau bisa
juga dengan cara menyuruh responden untuk menyebut angka peluang sendiri
untuk membeli.
6) Menginterpretasikan Hasil → Maksud dari mengiterpretasikan hasil adalah
bila memang ada konsep yang mendominasi maka secara langsung konsep
tersebut dapat dipilih untuk dilanjutkan ke tahap pengembangan model, tetapi
bila hasilnya tidak terbatas maka konsep dapat dipilih berdasarkan
pertimbangan waktu dan biaya. Dan tidak jarang juga tim pengembang dapat
memperkirakan potensi penjualan produk 1 tahun ke depan setelah produk
tersebut diluncurkan. Meskipun sifatnya tidak pasti, tetapi prediksi penjualan
cenderung berkorelasi dengan permintaan yang sebenarnya karena itu prediksi
penjualan merupakan informasi yang sangat berharga bagi tim pengembangan
produk.
7) Merefleksikan Hasil dan Proses → Manfaat utama dari pengujian konsep
adalah memperoleh umpan balik dari pelanggan potensial, yang diuntungkan
oleh pemikiran tentang pengaruh tiga variabel kunci yang terdapat pada model
prediksi yaitu: ukuran pasar keseluruhan, ketersediaan tentang produk dan
proporsi pelanggan yang mungkin akan membeli produk. Dalam
merefleksikan hasil pengujian konsep, sebaiknya dua pertanyaan kunci harus
terjawab, yaitu:
1. apakah konsep sudah dikomunikasikan dengan benar sehingga
menghasilkan respon pelanggan sesuai dengan yang dituju?
2. apakah hasil prediksi konsisten dengan hasil tingkat pengamatan
tingkat penjualan terhadap produk-produk yang sama?
Akhirnya pengalaman dengan produk baru kemungkinan besar dapat
diterapkan di masa yang akan datang untuk produk-produk yang hampir sama.
2.1.7. Arsitektur Produk
Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-elemen
fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang menyumbang
terhadap kinerja keseluruhan produk.
Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian, komponen dan
sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap fungsi produk.
Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha pengembangan berlanjut.
Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan menjadi beberapa building blocks
utama yang disebut chunks. Setiap chunk terdiri dari sekumpulan komponen yang
mengimplementasikan fungsi dari produk.. Arsitektur produk adalah skema
elemen-elemen fungsional dari produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik.
Dan menjelaskan bagaimana setiap chunk berinteraksi.
Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-ciri
arsitektur modular adalah: chunk melaksanakan atau mengimplementasikan satu
atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan fisiknya dan interaksi antar
chunk dapat dijelaskan dengan baik dan umumnya penting untuk menjelaskan
fungsi-fungsi utama produk.
Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan tentang berapa
banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat terkait dengan
beberapa isu yang menyangkut kepentingan seluruh perusahaan seperti:
perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk,
kemampuan manufaktur dan manajemen pengembangan produk.
Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan:
1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan
pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa
elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional.
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 181 )
Gambar 2.11 Contoh Skema Produk
2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan
setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk
memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat
digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim yang mungkin terjadi
adalah semua komponen memiliki chunk sendiri sehingga jumlah
elemen sama dengan jumlah chunk atau sebaliknya mengintegrasikan
semua komponen ke dalam satu fungsi yang sifatnya akan lebih
kompleks.
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 182 )
Gambar 2.12 Contoh Function Diagram
3. Membuat susunan Geometris yang masih kasar, susunan geometris
dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model
fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan geometris yang
masih berbentuk kotak dapat memberikan beberapa alternatif
penyusunan sehingga tidak ada hubungan antar chunk yang saling
bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan
aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk.
2.1.8. Design For Manufacturing (DFM)
Biaya manufaktur merupakan penentu utama dalam keberhasilan ekonomis
dari suatu produk. Keberhasilan ekonomis tergantung dari marjin keuntungan dari
tiap penjualan produk dan berapa banyak yang dapat dijual oleh perusahaan. Jadi
secara keseluruhan design for manufacturing memiliki sasaran jaminan kualitas
produk yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur.
Design for manufacturing mengarahkan untuk meminimasi biaya manufaktur
tanpa harus mengurangi kualitas dari produk tersebut. Metode itu terdiri dari lima
langkah:
- Memperkirakan biaya manufaktur
- Mengurangi biaya komponen
- Mengurangi biaya perakitan
- Mengurangi biaya pendukung produksi
- Mempertimbangkan pengaruh keputusan design for manufacturing pada
faktor lainnya
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 225 )
Gambar 2.13 Metode Dalam Design For Manufacturing
2.1.9. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi membantu tim pengembangan produk untuk mengambil
keputusan, proses ini memuat dua jenis analisis, kuantitatif dan kualitatif.
1. Analisis kuantitatif, adalah analisis yang melihat dari segi aliran kas
masuk (pendapatan) dan kas keluar (biaya). Kas masuk berasal dari hasil
penjualan produk. Kas keluar terdiri atas biaya proses pengembangan,
biaya produksi seperti pembelian perlengkapan dan alat-alat, biaya
pemasaran dan penyokong produk serta biaya produksi yang terus-
menerus seperti bahan mentah, komponen dan pekerja. Produk yang
menguntungkan adalah produk yang menghasilkan jumlah kumulatif kas
yang masuk lebih banyak dibandingkan yang keluar.
Metode ini menggunakan metode Nilai bersih saat ini (Net Present
Value / NPV) karena metode ini lebih mudah dimengerti dan digunakan
secara luas dalam bidang bisnis. Metode analisis NPV menggunakan
rumus :
( )trCPV+
=1
Dimana: PV = Nilai saat ini
C = Nilai pada periode t
R = Suku bunga
t = Periode
Penggunaan rumus tersebut untuk menghitung aliran kas masuk dan
keluar yang untuk mempermudah biasanya disajikan dalam bentuk tabel
seperti di bawah ini.
Nilai dalam ribuan (Rp) Thn 1 Thn
2 Thn 3 Thn
4
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Biaya Pengembangan Biaya Perakitan Biaya Pemasaran dan penunjang
Biaya Produksi Volume produksi Biaya Produksi/unit Pendapatan Penjualan Volume Penjualan Harga / unit Aliran kas / periode Nilai saat ini tahun 1, r+10% Nilai bersih Proyek saat ini
Sumber: Perancangan dan Pengembangan Produk ( Ulrich dan Eppinger, 2001: 285 )
Gambar 2.14 Tabel Aliran Kas, Nilai Saat Ini dan Nilai Bersih Saat Ini
2. Analisis kualitatif, adalah analisis yang lebih memperhatikan masalah
lingkungan proyek, yakni menangkap persoalan-persoalan dan
mempertimbangkan interaksi antara proyek dengan perusahaan, pasar dan
lingkungan ekonomi makro.
Analisis ini menggunakan analisis kuantitatif, hanya saja disesuaikan
dengan keadaan faktor perusahaan, pasar dan lingkungan ekonomi makro
tadi. Analisis kualitatif dilaksanakan untuk menangkap lingkungan yang
lebih kompetitif dan dinamik.
Setelah mengenal kedua jenis analisis yang umumnya dipakai pada
analisis ekonomi suatu produk maka perlu diketahui kapan seharusnya
analisis tersebut ditampilkan. Analisis ekonomi yang mencakup kedua
pendekatan kuantitatif dan kualitatif, berguna paling tidak dalam kedua
keadaan yang berbeda, yakni:
- Melaksanakan / tidak kejadian penting, yaitu biasanya pada setiap fase
akhir pengembangan dimana perlu diambil keputusan untuk meneruskan atau
tidak peluncuran dari produk tersebut.
- Keputusan bentuk operasional dan pengembangan, keputusan operasional
berkaitan dengan memperkirakan jumlah biaya pengembangan yang paling
ideal atau menunda peluncuran dikaitkan dengan faktor lingkungan pasar dan
keadaan ekonomi makro dan dengan mengharapkan penurunan harga bahan
baku pada periode tersebut.
2.2. Kerangka Pemikiran
Secara garis besar, perlu dibedakan antara tahapan proses perencanaan produk
dan proses pengembangan produk. Proses perencanaan hanya dilakukan di awal,
yaitu pada saat sebelum tahapan proses pengembangan produk dimulai dari awal
identifikasi kebutuhan pelanggan sampai akhirnya peluncuran dari produk
tersebut.
2.2.1. Proses Perencanaan Produk
Dalam tahapan ini dibahas mengenai bagaimana merencanakan suatu proses
pengembangan yang akan dilakukan dengan bermula dari suatu ide hingga
nantinya dapat diwujudkan dalam bentuk fisik untuk diproduksi dan
mempunyai nilai komersil.
Proses perencanaan meliputi memilih jumlah orang dalam tim, pembagian
struktur disesuaikan dengan bidang keahlian masing-masing anggota tim dan
output yang terakhir dari tahapan perencanaan ini adalah berupa pernyataan
misi yang isinya gambaran kasar mengenai bagaimana cara produk tersebut
akan bekerja, sasaran pasar primer (utama) dan pasar sekunder. Serta pihak-
pihak yang akan terkait langsung dengan produk tersebut dari mulai distributor
hingga penjual. Semuanya masuk dalam tahap perencanaan produk.
2.2.2. Proses Pengembangan Produk
Proses pengembangan produk seperti diketahui memiliki urutan, yakni:
1. Identifikasi kebutuhan pelanggan
Tahapan ini merupakan tahapan awal pada proses pengembangan
produk, dimana kelemahan dan kelebihan produk yang sudah ada saat
ini diidentifikasi, untuk selanjutnya disimpulkan kebutuhan apa saja
yang teridentifikasi untuk produk tersebut yang selama ini belum
didapatkan oleh pelanggan tetapi memang dibutuhkan.
2. Spesifikasi Produk
Kebutuhan-kebutuhan yang telah diinterpretasikan, akan dijawab
dengan apa yang harus dilakukan oleh produk untuk menjawab
kebutuhan tersebut. Inilah yang dimaksud dengan menentukan
spesifikasi produk dengan mengelompokkan kebutuhan dan menjawab
kebutuhan tersebut dengan metrik-metrik tertentu.
3. Penyusunan Konsep
Penyusunan konsep dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa
variasi dengan kriteria tertentu sehingga muncul beberapa konsep yang
berbeda tetapi dengan tidak mengubah spesifikasi produk yang sudah
ditetapkan.
4. Seleksi Konsep
Karena terlalu banyak konsep, maka akan mempersulit proses
pengujian karena responden yang dalam hal ini adalah pelanggan akan
dibingungkan dengan terlalu banyak variabel yang ditanyakan. Untuk
itu konsep tersebut perlu dipersempit menjadi hanya satu atau dua
konsep yang paling unggul dengan memberikan penilaian dan
membandingkan konsep mana yang paling memiliki kelebihan daripada
kekurangan dengan memberikan bobot tertentu untuk setiap kriteria.
5. Pengujian Konsep
Satu atau dua konsep yang sudah terpilih akan dilakukan pengujian
dengan melakukan survei terhadap para pelanggan potensial dengan
tujuan utama adalah memilih konsep produk yang paling disukai, usulan
untuk perbaikan dan terkhir adalah minat untuk membeli.
6. Arsitektur Produk
Menetapkan arsitektur produk adalah dengan mengelompokkan
elemen-elemen fisik yang memiliki fungsi yang sama ke dalam
kelompok chunk. Dalam satu skema produk dapat terdiri dari beberapa
chunk jika produk tersebut bersifat modular. Susunan geometris juga
dapat disusun untuk memastikan tidak ada pertentangan antara satu
elemen fungsi dengan elemen fungsi yang lain.
7. Design For Manufacturing (DFM)
Design for manufacturing memiliki sasaran jaminan kualitas produk
yang tinggi, sambil meminimasi biaya manufaktur dengan
memperkirakan ulang jumlah komponen, sistem perakitan yang
nantinya akan meminimasi biaya manufaktur secara keseluruhan. Tetapi
yang perlu diingat dari prinsip Design For Manufacturing adalah fungsi
dan kualitas produk tidak boleh diminimasi seiring dengan pengurangan
biaya.