Upload
truongtu
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Persediaan
2.1.1.1 Definisi serta Tujuan Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
Persediaan ( inventory ) didefinisikan sebagai sumber daya yang di
simpan untuk memenuhi permintaan saat ini maupun saat yang akan datang.
Jadi perencanaan dan pengendalian persediaan merupakan suatu usaha
pengaturan dan perencanaan segala sumber daya yang ada dan disimpan untuk
digunakan guna memenuhi kebutuhan permintaan saat ini maupun yang akan
datang.
Secara umum, tujuan suatu perusahaan melakukan perencanaan dan
pengendalian persediaan adalah untuk memperoleh penghematan biaya yang
berarti. Penghematan tersebut diperoleh dengan cara mengelola persediaan
secara efektif dan efisien, artinya persediaan yang ada tidak berlebih ataupun
kurang dalam memenuhi kebutuhan permintaan pasar.
2.1.1.2 Manfaat Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
Perencanaan dan pengendalian persediaan yang meliputi persediaan
bahan baku, barang dalam proses ( work in process ), dan barang jadi
12
memiliki fungsi yang sangat penting bagi perusahaan. Ada beberapa kegunaan
atau manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan dalam melakukan sistem
persediaan, yaitu :
Untuk memenuhi permintaan konsumen yang telah diramalkan.
Karena permintaan tidak dapat diketahui secara pasti, maka diperlukan
persediaan tambahan yang dinamakan safety stock atau buffer stock untuk
memenuhi lonjakan permintaan yang diramalkan.
Dapat memenuhi pesanan konsumen dalam waktu yang cepat.
Jika perusahaan tidak memiliki persediaan sehingga tidak dapat memenuhi
pesanan konsumen pada saat yang tepat, maka kemungkinannya konsumen
akan berpindah ke perusahaan lain.
Untuk berjaga-jaga guna menjaga kelancaran produksi.
Jika tersedianya bahan baku tergantung pada musim tertentu, maka perlu
bagi perusahaan melakukan penyimpanan untuk menghindari stock out
(kehabisan bahan baku). Disamping itu, persediaan dilakukan sebagai
tindakan antisipasi terhadap keterlambatan pengiriman, bencana alam, atau
kerusuhan massa.
Untuk menghindari resiko akibat kenaikan harga.
Untuk mendapatkan potongan harga jika membeli bahan baku dalam
jumlah banyak.
Untuk menekan harga pokok per unit barang.
13
Perusahaan seringkali memanfaatkan apa yang disebut dengan “economics
of scale”, dimana dengan ini biaya produksi per unit dapat ditekan dengan
konsekuensi adanya kebijakan perusahaan untuk menyimpan bahan baku
dalam jumlah besar.
Motivasi suatu perusahaan menyimpan persediaan yaitu :
1. Skala Ekonomis
Banyak perusahaan yang memproduksi barang yang sejenis dalam
perusahaan tersebut dengan menggunakan mesin yang sama.
Mesin tersebut harus diatur, maka suatu jenis barang yang sama
diproduksi dalam jumlah yang banyak juga untuk keperluan
dimasa mendatang untuk mengurangi biaya pengaturan mesin
tersebut.
2. Ketidakpastian
Ketdakpastian ini yang menjadi motif utama perusahaan untuk
menyimpan persediaan. Ketidakpastian terhadap permintaan dari
luar sangat penting, karena seringkali terjadi permintaan dari
konsumen. Jika ternyata tidak dapat dipenuhi, maka konsumen
tersebut akan kecewa dan dimasa mendatang tidak akan membeli
pada perusahaan lagi. Selain terhadap permintaan ketidakpastian
yang lain yaitu terhadap waktu tunggu (lead time). Lead time ini
didefinisikan sebagai sejumlah waktu yang diperlukan dari saat
pesanan diterima sampai pesanan tersebut sampai.
14
3. Spekulasi
Jika nilai suatu barang diprediksikan akan meningkat, akan lebih
ekonomis untuk menyimpan persediaan dalam jumlah besar.
4. Transportasi
Jika transportasi lama, pesanan dalam jumlah yang cukup besar
dapat menghemat biaya dan waktu transportasi.
5. Pemulusan (Smoothing)
Perubahan dalam pola permintaan dari suatu produk dapat bersifat
deterministik maupun acak. Persediaan dapat mengantisipasi
permintaan disaat puncak.
6. Logistik
Beberapa pembatas dapat meningkatkan pembelian, produksi atau
distribusi dari barang yang akan menekan sistem pada persediaan
utama. Salah satu kasus yaitu barang yang dibeli harus dalam
jumlah yang minimum, dan yang lainyaitu masalah logistik,
dimana dimungkinkan untuk mengurangi semua persediaan sampai
nol dan mengharapkan produksi secara terus menerus.
7. Mengontrol Biaya
Biaya untuk menyimpan persediaan tidaklah sama jika persediaan
tersebut disimpan dalam jumlah yang besar atau kecil.
15
2.1.1.3 Item Penting Persediaan
terdapat beberapa item penting persediaan yang berkaitan dengan
penentuan jumlah persediaan yang optimal dan biaya total yang optimal :
1. Permintaan (demand)
Terdapat asumsi tentang pola dan karakteristik dari permintaan
seringkali menjadi hal yang paling signifikan dalam penentuan
kekomplekan dari pengendalian persediaan.
a. Konstan dan Variable. Model persediaan yang sederhana
mengasumsikan bahwa tingkat permintaan adalah konstan.
Model EOQ dan perluasan dari model ini didasarkan pada
asumsi ini. Selain itu juga terdapat permintaan yang berubah-
rubah pada konteks yang beragam.
b. Pasti dan Acak. Sangat mungkin bahwa permintaan konstan
tapi dalam keadaan acak. Persamaan dari acak ini yaitu tidak
pasti atau stokastik. Dalam permintaan stokastik, diasumsikan
bahwa tingkat rata-rata permintaan adalah konstan. Permintaan
acak ini lebih realistik dan kompleks dibandingkan permintaan
yang bersifat deterministik.
2. Lead Time dan Replinishment Rate
Adalah tenggang waktu yang diperlukan antara saat pemesanan
bahan baku dan datangnya bahan baku itu sendiri. Waktu tunggu
ini dapat konstan dan dapat bersifat probabilistik, Replinishment
16
rate adalah sebagai dasar untuk membentuk suatu sistem
persediaan.
3. Persediaan pengaman (Safety Stock)
Adalah persediaan yang diadakan untuk mencegah terjadinya
kekurangan persediaan ketika kondisi permintaan tidak diketahui
atau karena keterlambatan penerimaan bahan baku yang telah
dipesan. Faktor-faktor yang menentukan besarnya persediaan ini
adalah penggunaan bahan baku rata-rata selama periode tertentu
sebelum barang yang dipesan datang dan waktu tunggu yang
bervariasi.
4. Reorder Level
Reorder Level merupakan tingkat pemesanan kembali dimana
digunakan sebagai acuan pemesanan dari suatu sistem persediaan.
Dan untuk mengetahui kebijakan tingkat persediaan barang yang
optimal perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi (Yamit,1996,p6).
Faktor-faktor tersebut antara lain :
Biaya persediaan barang ( Inventory Costs )
Biaya yang berkaitan dengan pemilikan barang dapat dibedakan sebagai
berikut :
a. Holding costs atau Carrying costs
17
Biaya yang dikeluarkan karena memelihara barang atau opportunity
costs karena melakukan investasi dalam barang dan bukan investasi
lainnya.
b. Ordering costs
Biaya yang dikeluarkan untuk memesan barang dari supplier untuk
mengganti barang yang telah dijual.
c. Stock Out costs
Biaya yang timbul karena kehabisan barang pada saat diperlukan.
Sejauh mana permintaan barang oleh konsumen dapat diketahui. Jika
permintaan barang dapat diketahui, maka perusahaan dapat menentukan
berapa kebutuhan barang dalam suatu periode. Kebutuhan barang dalam
periode inilah yang harus dapat dipenuhi oleh perusahaan.
Lama penyerahan barang antara saat dipesan dengan barang tiba, atau
disebut sebagai “lead time” atau “delivery time”.
Terdapat atau tidak kemungkinan untuk menunda pemenuhan pesanan
dari konsumen atau disebut sebagai “backlogging”.
Kemungkinan diperolehnya diskon untuk pembelian dalam jumlah besar.
Kebijaksanaan perusahaan untuk menyimpan barang dalam jumlah besar
atau kecil memiliki untung ruginya masing-masing. Jika perusahaan
melakukan pembelian barang dalam jumlah besar, maka perusahaan akan
menerima diskon, dapat mengantisipasi lonjakan pesanan dari konsumen,
dan dapat menghindari kehabisan bahan baku ( stock out ) dengan
18
konsekuensi meningkatnya biaya penyimpanan atau holding costs.
Sedangkan jika perusahaan hanya memiliki persediaan dalam jumlah
kecil, maka biaya penyimpanan akan relatif kecil dengan konsekuensi
perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku lebih sering guna
memenuhi permintaan konsumen.
2.1.1.4 Klasifikasi Persediaan
Berdasarkan barang yang disimpan, maka persediaan dapat
dikelompokkan sebagai berikut (Handoko,2000,p334) :
Persediaan Bahan baku ( Raw Material Inventory )
Persediaan berupa barang-barang berwujud yang digunakan sebagai bahan
dasar dalam proses produksi yang diperoleh dari alam atau dibeli dari
supplier.
Persediaan Bahan pendukung ( Support Material Inventory )
Persediaan berupa bahan-bahan atau barang-barang yang diperlukan
dalam proses produksi untuk mendukung keberhasilan kegiatan produksi,
bukan merupakan komponen dari barang jadi.
Persediaan Komponen produk ( Parts/Components Inventory )
Persediaan berupa bahan-bahan atau barang-barang yang ikut dirakit
secara langsung dengan komponen lain untuk menghasilkan barang jadi,
merupakan komponen dari barang jadi.
Persediaan Barang dalam proses ( Work In Process Inventory )
19
Persediaan berupa barang-barang yang menjadi output dari suatu bagian
proses produksi yang masih akan diolah lebih lanjut hingga menghasilkan
barang jadi. Adakalanya barang setengah jadi di suatu pabrik merupakan
barang jadi bagi pabrik lain, karena memang proses produksinya hanya
sampai tahap itu saja.
Persediaan Barang jadi ( Product Inventory )
Persediaan berupa barang-barang yang telah selesai diproses atau barang-
barang yang menjadi output terakhir dari suatu proses produksi yang siap
untuk dijual ke pasar.
Berdasarkan fungsinya, maka persediaan dapat dikelompokkan
sebagai berikut (Herjanto,1999,p220) :
Lot Size Inventory atau Batch Stock
Persediaan yang timbul karena terjadinya pengadaan ( replenishment ),
transaksi pembelian, atau pembuatan bahan-bahan atau barang-barang
dalam jumlah yang lebih besar daripada jumlah kebutuhan pada saat itu.
Pembelian dalam jumlah yang besar dilakukan dengan maksud untuk
memperoleh potongan harga atau penghematan biaya pesan dan biaya
angkut.
Fluctuation Inventory atau Safety Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi permintaan konsumen yang
tidak dapat diramalkan; permintaan konsumen yang selalu berubah-ubah
20
setiap saat; dan untuk menghadapi situasi yang tidak menentu, seperti
kesalahan peramalan demand, lead time, jumlah produk yang reject, dan
lain sebagainya. Safety stock ini digunakan sebagai pengaman agar tidak
terjadi kegagalan dalam memenuhi pesanan konsumen atau memenuhi
kebutuhan produksi.
Anticipation Stock
Persediaan yang diadakan untuk menghadapi perubahan permintaan
konsumen yang dapat diramalkan. Disamping itu persediaan jenis ini juga
dilakukan sebagai usaha antisipasi terhadap kemungkinan sulitnya
memperoleh bahan baku agar jalannya proses produksi tidak terganggu.
Pipeline Inventory
Persediaan yang berupa sejumlah item yang mengalir dari suatu lokasi
penyimpanan ke lokasi penyimpanan yang lain. Jika pada perpindahan
tersebut terjadi perubahan fisik disebut WIP ( work in process ).
Rumus : Total WIP + Transport Inventory = Pipeline Inventory
Excess Inventory
Persediaan yang diadakan tanpa adanya alasan apapun.
2.1.1.5 Sistem Persediaan
2.1.1.5.1 Dua Tipe Dasar Sistem Persediaan
Sistem persediaan yang independen dengan model-model
deterministik secara umum terdiri atas dua tipe dasar, yaitu :
21
Sistem ukuran pemesanan tetap ( Sistem Q )
Tipe sistem persediaan ukuran pemesanan tetap ( Sistem Q ) ini memiliki
beberapa karakteristik, antara lain :
o Demand diketahui atau dapat dihitung dengan pasti dan dianggap
kontinu.
o Jumlah yang dipesan tetap.
o Waktu antar pemesanan tidak berubah.
o Tingkat pemesanan diperiksa secara kontinu.
o Pemesanan kembali dilakukan apabila tingkat persediaan telah
mencapai tingkat tertentu.
Sistem persediaan ini mencakup tiga model, yaitu :
o Model Economic Order Quantity Dasar ( EOQ Ideal )
o Model EOQ Back Order
o Model EOQ Discount Quantity
Sistem interval pemesanan tetap ( Sistem P )
Tipe sistem persediaan interval pemesanan tetap ( Sistem P ) ini memiliki
beberapa karakteristik, antara lain :
o Tingkat persediaan maksimum ditentukan berdasarkan pemakaian
selama lead time dan interval pemesanan.
o Pemesanan dilakukan setelah periode tertentu yang tetap.
o Ukuran pemesanan adalah selisih antara persediaan maksimum dengan
posisi persediaan pada saat pemeriksaan.
22
Sistem persediaan ini mencakup dua model, yaitu :
o Model Economic Order Interval satu - item
o Model Economic Order Interval multi-item
Disamping model-model persediaan diatas, ada pula model
Economic Production Quantity untuk satu item dan multi item. Model-
model sistem persediaan tersebut dibedakan satu dengan yang lain
menurut asumsi yang digunakan.
2.1.1.6 Model Sistem Persediaan
Melalui model sistem persediaan maka akan dapat dijawab dua hal
penting yang berkaitan dengan masalah-masalah persediaan dalam realitas
yang rumit, yaitu berapa banyak harus dipesan dan kapan ( berapa kali )
melakukan pesanan sehingga biaya persediaan dapat diminimalkan.
Model persediaan bahan berdasarkan sifat permintaan diantaranya
adalah :
a. Static Deterministic Inventory Model (Model Persediaan Statis
Deterministik)
Model ini mempunyai ukuran permintaan yang deterministik
karena ukuran permintaan dalam suatu periode diketahui dan
konstan, dan laju permintaannya sama untuk tiap periode.
23
b. Dynamic Deterministic Inventory Model (Model Persediaan
dinamis deterministik)
Model ini ukuran permintaanya untuk setiap periode diketahui dan
konstan, tetapi laju permintaannya bervariasi (dinamis).
c. Static Probabilistic Inventory Model (Model Persediaan Statis
Probabilistik)
Pada model ini ukuran permintaannya bersifat acak, namun
berdistribusi tertentu yang sama untuk setiap periodenya.
d. Dynamic Probabilistic Inventory Model (Model Persediaan
Dinamis Probabilistik)
Pada model ini ukuran permintaannya bersifat acak, namun
berdistribusi tertentu yang berbeda dan bervariasi untuk setiap
periodenya.
2.1.1.6.1 Model Basic Economic Order Quantity
Model ini merupakan model yang tertua dan paling sederhana,
pertama kali diperkenalkan oleh Ford W Harris pada tahun 1915. model ini
diturunkan dengan menggunakan beberapa asumsi, yaitu :
o Permintaan diketahui secara pasti dan konstan.
o Biaya yang relevan untuk perhitungan adalah ordering costs dan carrying
costs.
o Tidak ada shortage.
24
o Lead time diketahui dan konstan.
o Sekali pesan sekali terima.
o Tidak ada potongan harga walaupun memesan dalam jumlah besar.
Dengan asumsi di atas, maka masalah biaya persediaan barang akan
ditentukan oleh berapa banyak barang yang dipesan, biaya pesanan, dan biaya
penyimpanan serta pemeliharaan dari barang tersebut. Ordering costs atau
biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang jumlahnya adalah tetap, terlepas
dari jumlah unit barang yang dipesan. Sedangkan carrying costs merupakan
biaya penyimpanan dan pemeliharaan barang selama satu tahun. Besarnya
carrying costs umumnya dinyatakan dengan suatu nilai persentase tertentu
dari harga persediaan barang yang disimpan. Alternatifnya, carrying costs
dihitung dari nilai rata-rata persediaan barang.
Perilaku dari ordering costs dan carrying costs tergantung dari
kuantitas barang yang dipesan atau tergantung dari tingkat persediaan barang.
Jika kuantitas barang yang dipesan besar sehingga tingkat persediaan barang
yang ada juga besar, maka ordering costs akan berkurang tetapi carrying costs
akan meningkat. Sebaliknya, jika kuantitas barang yang dipesan kecil
sehingga tingkat persediaan barang yang ada juga kecil, maka ordering costs
akan relatif besar dan carrying costs kecil. Dengan demikian terdapat
pertimbangan untung rugi antara ordering costs dan carrying costs yang
ditentukan oleh tingkat barang yang dipesan atau tingkat persediaan barang
yang ada.
25
Gambar 2.1 di bawah ini menjelaskan siklus pengendalian persediaan
yang sesuai dengan asumsi model ini. Suatu volume pesanan (Q) diterima dan
digunakan pada tingkat yang konstan. Jika persediaan berkurang sampai
reorder point (R) maka pesanan selanjutnya segera ditempatkan, jadi tidak
perlu menunggu persediaan habis karena penyerahan barang perlu waktu yang
disebut lead time. Setiap pesanan diterima seluruhnya sekali pada saat
persediaan habis, sehingga tidak ada stock out. Siklus ini berulang dengan
volume pesanan, lead time, dan reorder point yang sama.
Gambar 2.1 Siklus Model Basic Economic Order Quantity
Hubungan antara unsur-unsur biaya persediaan dengan volume
pesanan ditunjukkan oleh gambar 2.2. Karena antara ordering cost dengan
carrying cost berbanding terbalik, maka jumlah dari keduanya menghasilkan
26
kurva total inventory cost yang cembung ( convex ). Besarnya carrying cost
per tahun adalah rata-rata tingkat persediaan barang dikalikan dengan biaya
pemeliharaan dan penyimpanan per unit barang dalam setahun.sedangkan
besarnya ordering cost per tahun adalah jumlah pesanan dalam setahun
dikalikan dengan biaya pesanan untuk setiap kali pesan barang. Jadi, total
biaya persediaan barang per tahun adalah jumlah dari carrying cost dan
ordering cost.
Gambar 2.2 Kurva Biaya Persediaan
Economic Order Quantity (EOQ) = Cc
S x Co x 2
27
Frekuensi pesan dalam 1 tahun (m) = EOQ
S
Interval pemesanan (t) = m
kerja/thn Hari
Re-Order Point (ROP) = kerja/thn Hari
L x S
Total carrying cost adalah perkalian antara carrying cost per unit per
periode waktu, Cc, dengan rata-rata persediaan yang dimiliki. Karena
permintaan konstan, maka Total carrying cost = 2
EOQ Cc×
Total ordering cost adalah perkalian antara ordering cost per pesanan,
Co, dengan frekuensi pemesanan per periode waktu yang diamati. Karena
permintaan diketahui dengan pasti dan konstan, maka Total ordering cost =
EOQS Co×
Karena diasumsikan tidak ada shortage ( tidak ada shortage cost ), maka
total inventory cost , TC, adalah gabungan dari Total carrying cost dan Total
ordering cost. TC = ( ) ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ ×
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ×+×
2Cc EOQ
EOQCo S P S
2.1.1.6.2 Model Economic Order Quantity Bertahap
Economic Order Quantity (EOQ) =
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛−
QS1Cc
S x Co x 2
28
Frekuensi pesan dalam 1 tahun (m) = EOQ
S
Interval pemesanan (t) = m
kerja/thn Hari
Tingkat persediaan maksimal = ⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛×
QS-1 EOQ
Rata-rata tingkat persediaan = 2
maksimalpersediaanTingkat
TC = ( )⎟⎟⎟⎟⎟
⎠
⎞
⎜⎜⎜⎜⎜
⎝
⎛⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛××
+⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ ×+×
2QS-1 Cc EOQ
EOQ
Co S P S
2.1.2 Fungsi Distribusi dan Pengujian Distribusi Dengan SPSS
Jenis distribusi yang digunakan adalah distribusi variabel kontinu.
Jenis ini yang umum digunakan adalah distribusi normal dan Kolmogorov
Smirnov.
2.1.2.1 Fungsi Distribusi Normal (Barnes, 1994, p65-68)
Suatu variabel acak X dikatakan berdistribusi normal dengan rata-rata
μ dan variansi 2σ , jika probability function (pdf) nya adalah :
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡⎟⎠⎞
⎜⎝⎛ −
=
2
21
21)( σ
μ
πσ
x
exf ∞<<∞− x
29
Pada distribusi normal standar (Standarlized normal distribusions)
dengan raa-rata μ = 0 dan variansi 2σ = 1, yang dilambangkan dengan
N(0,1), maka variable acaknya dilambangkan dengan Z. Maka rumus pdf-nya
adalah sebagai berikut :
⎥⎥⎦
⎤
⎢⎢⎣
⎡−
=
2
21
21)( ezfπ
∞<<∞− z
dimana : σμ−
=XZ
2.1.2.2 SPSS
SPSS adalah sebuah program software khusus statistic dan
paling popular dan banyak digunakan diseluruh dunia, yang dulu
merupakan kepanjangan dari Statistical Package for The Social
Science, sekarang ini menjadi Statistical Product and Service
Solutions. Dimana fungsinya meluas, dari ilmu-ilmu sosial menjadi
suatu program yang dapat melayani berbagai jenis user, seperti proses
produksi di pabrik juga sangat baik untuk pengolahan data statistik,
sebab prosedur berbagai analisis yang dilakukan dengan program
aplikasi ini ternyata cukup lengkap serta didukung cara
pengoperasiannya yang cukup mudah jika kita mengetahui kuncinya
dan kemampuannya yang dapat menampung banyak data sekaligus,
dan lain-lain.(Santoso, 1999,p9-10)
30
Berbagai analistik statistik yang dapat dilakukan oleh SPSS
adalah seperti manipulasi data, penyajian data datar dan grafik,
statistik deskritif, kolerasi dan regresi, komparasi mean grup,
klasifikasi dan kluster, statistik non parametrik, dan lain-lain.
(Santoso, 1999, p.10-12)
2.1.2.3 Uji Kolmogorov Smirnov
Definisi Uji Kolmogorov Smirnov adalah : suatu uji distribusi
kesesuaian dimana ditemukan pada akhir dekade 1930 oleh dua
matematikawan Rusia. Uji ini juga dapat digunakan untuk memeriksa
apakah distribusi nilai-nilai sample yang teramati sesuai dengan
teoritis tertentu. Uji Kolmogorov Smirnov ini biasa dipakai untuk uji
keselarasan data yang berskala minimal ordinal, dan variabel bersifat
kontinu. (Murti, 1996, p46)
Penerapan Uji Kesesuaian Kolmogorov Smirnov dapat
dilaksanakan dalam 2 jenis keadaan yaitu :
- Menguji apakah suatu sample mengikuti suatu bentuk distribusi
populasi teoritis
- Menguji apakah 2 buah sample berasal dari 2 populasi yang identik.
31
2.1.3 Peramalan
2.1.3.1 Definisi Peramalan
Peramalan adalah prediksi, proyeksi, estimasi tingkat kejadian yang
tidak pasti di masa yang akan datang. Ketepatan secara mutlak dalam
memprediksi dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkin
dicapai oleh karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang
akan datang secara pasti, diperlukan waktu dan tenaga besar agar mereka
dapat memiliki kekuatan untuk menarik kesimpulan terhadap kejadian yang
akan datang (Yamit,1999,p13).
2.1.3.2 Jenis-jenis Peramalan
Berdasarkan horison waktu, peramalan dapat dibedakan atas
(Herjanto, 1999, p116) :
1. Peramalan Jangka Panjang
Yaitu yang mencangkup waktu lebih besar dari 24 bulan, misalnya
peramalan yang diperlukan dalam kaitannya dengan penanaman
modal dan perencanaan fasilitas.
2. Peramalan Jangka Menengah
Yaitu antara 3 - 24 bulan, misalnya untuk perencanaan penjualan,
perencanaan dan anggaran produksi.
3. Peramalan Jangka Pendek
32
Yaitu untuk jangka waktu yang kurang dari 3 bulan, misalnya
peramalan dalam hubungannya dengan perencanaan pembelian
material, penjadwalan kerja dan penugasan.
2.1.3.3 Pola Data
Pola data dapat dibedakan menjadi empat jenis antara lain yaitu
(Makridakis, 1999, p10) :
a. Pola Horisontal atau stationary ( H )
Pola data ini terjadi apabila nilai data observasi berfluktuasi disekitar
nilai rata – rata yang konstan. Dengan demikian dapat dikatakan pola
ini sebagai stationary pada rata-rata hitungannya (mean). Pola data
horisontal ini juga sering disebut ‘Average Demand for The Period‘.
b. Pola Musiman arau Seasonal ( S )
Pola data ini terjadi apabila data observasinya dipengaruhi oleh faktor
musiman (musim dingin, semi, panas, gugur) seperti harian ( hari
besar : Natal, Valentine, dll), mingguan, bulanan atau tahunan (tahun
baru) tertentu. Pola data musiman ini juga sering disebut ‘Seasonal
Element’.
c. Pola Siklis atau Cyclical ( C )
Pola data ini terjadi apabila data observasinya dipengaruhi oleh
fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan
33
siklus bisnis (Business Cycle), pola ini dapat terlihat seperti pada
penjualan produk seperti kendaraan bermotor atau peralatan
elektronik. Pola data siklis ini juga sering disebut ‘Cyclical Element’.
d. Pola Trend ( T )
Pola data ini terjadi apabila data observasinya mengalami kenaikan
atau penurunan sekular jangka panjang didalam datanya. Penjualan
banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai
indikator bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend
selama perubahannya sepanjang waktu. Pola data trend ini sering
disebut ‘Trend Linier‘.
34
2.1.3.4 Metode Peramalan
Metode peramalan yang dapat digunakan yaitu :
• Metode Double Moving Average. Metode ini membuat peramalan untuk
periode berikutnya dengan jalan merata-ratakan nilai permintaan aktual n
periode terakhir, pemilihan nilai n dan koefisien pembebanan ditentukan
secara sembarang dan dapat ditentukan dengan mencoba beberapa
kombinasi.
• Metode Double Exponential Smoothing satu parameter dari Brown.
Pemulusan eksponensial linear hanya dapat dengan tiga nilai data dan satu
nilai untuk α. Pendekatan ini juga memberikan bobot yang semakin
menurun pada observasi masa lalu sehingga pemulusan eksponensial linear
lebih disukai daripada rata-rata bergerak linear sebagai suatu metode
peramalan dalam berbagai kasus yang terjadi.
Metoda pemulusan eksponensial metode Brown adalah serupa dengan rata-
rata bergerak linier karena kedua nilai pemulusan tunggal dan ganda
ketinggalan dari data yang sebenarnya bilamana terdapat unsur trend,
perbedaan antara nilai pemulusan tunggal dan ganda dapat ditambahkan
kepada nilai pemulusan tunggal dan disesuaikan untuk trend.
35
Dimana dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linear dari Brown
adalah serupa dengan rata–rata bergerak linear, dimana persamaan yang
dipakai yaitu :
φ Metode Double Exponential Satu Parameter dari Brown :
Inisialisasi awal : ttt XSS == "'
( ) ( )1'' 1. −−+= tSXttS αα
( ) ( )1"'" 11.. −−+= tSStS αα
ttt SSa "'.2 −=
( )tt SSbt "'
1−
−=
αα
( ) mbaF ttmt .+=+
• Metode Asosiatif atau Analisa Regresi. Metode ini dapat digunakan apabila
pola data permintaan secara konsistensi naik atau turun. Metode ini
mencocokan garis pada sejumlah persamaan sehingga jumlah dari kuadrat
jarak vertikal observasi dari garis dapat diminimasi.
Berikut adalah rumus – rumus regresi linear sederhana tbaty += dengan :
( )∑ ∑∑ ∑ ∑
−
−= 22 xxn
yxxynb
xbya −=
Di mana ;
36
y = nilai peramalan
a = konstanta y
b = nilai kemiringan
n = jumlah data
t = indeks penunjuk waktu ( dimulai dari 0 dan terus berlanjut untuk
periode yang diramalkan)
2.1.3.5 Statistik Ketepatan peramalan
Ukuran Statistik Standar (Makridakis, 1999,p40) :
a. Error
ttt FXe −=
b. Nilai Tengah Kesalahan Absolut (Mean Error)
neMEn
tt /
1∑=
=
c. Nilai tengah Galat Absolut (Mean Absolute Error )
∑ +=
n
tet
nMAE
1
1
d. Nilai tengah Galat Kuadrat ( Mean Square Error )
∑ +=
n
tet
nMSE
121
37
e. Deviasi Standar Galat ( Standard Deviation of Error )
∑ =−=
n
tet
nSDE
12
11
f. Nilai Tengah Deviasi Absolut ( Mean Absolut Deviation )
MAD = ||1 XXn t∑ −
♣ Statistik Ketepatan Ramalan Relatif
a. Galat Persentase ( Percentage Error )
100xX
FXPE
t
tt⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
b. Nilai tengah Galat Persentase ( Mean Percentage Error )
∑ ==
n
t tPEn
MPE1
1
38
c. Nilai tengah Galat Persentase Absolut ( Mean Absolute Percentage
Error )
∑ ==
n
t tPEn
MAPE1
1
2.1.4 Master Production Schedule (MPS)
Jadwal Produksi Induk (MPS) adalah gambaran atas periode
perencanaan dari suatu periode perencanaan dari suatu permintaan,
termasuk peramalan, pesanan-pesanan pelanggan yang telah diterima
tetapi belum dikirim, rencana suplai penawaran, permintaan akhir, dan
kuantitas yang dijanjikan tersedia (Available to Promise /ATP).
(Herjanto,1999,p260)
2.1.4.1 Fungsi MPS
Penjadwalan produksi induk pada dasarnya berkaitab dengan aktivitas
melakukan 4 fungsi utama, yaitu :
1) Menyediakan atau memberi input utama kepada sistem perencana
kebutuhan material atau kapasitas.
2) Menjadwalkan pesanan-pesanan produksi dan pembelian (Production
and Purchase Orders) untuk item-item MPS.
39
3) Memberikan landasan untuk penentuan kebutuhan sumber daya dan
kapasitas.
2.1.4.2 Input MPS
Sebagai suatu aktivitas proses, penjadwalan produksi induk (MPS)
membutuhkan 5 input utama (Gasperz,2002,p142) seperti :
1) Data permintaan total merupakan salah satu sumber data bagi proses
penjadwalan produksi induk. Data permintaan total berkaitan dengan
ramalan penjualan dan pesanan-pesanan.
2) Status inventory berkaitan dengan informasi tentang on hand
inventory, stok yang dialokasikan untuk penggunaan tertentu
(allocated stock), pesanan-pesanan produksi dan pembelian yang
dikeluarkan (released production and purchase orders), dan Firm
Planned Orders, MPS harus mengetahui secara akurat berapa banyak
persediaan yang tersedia dan berapa banyak yang harus dipesan.
3) Rencana produksi memberikan sekumpulan batasan kepada MPS.
MPS harus menjumlahkannya untuk menentukan tingkat produksi,
inventory, dan sumber-sumber daya lain dalam rencana produksi itu.
4) Data perencanaan berkaitan dengan aturan-aturan tentang Lot sizing
yang harus digunakan, Shrinkage factor, stok pengaman (Safety stock),
dan waktu tunggu (Lead time) dari masing-masing item yang biasanya
tersedia dalam file induk dari item (Item Master File).
40
5) Informasi dari RCCP berupa kebutuhan kapsitas untuk
mengimplementasikan MPS menjadi salah satu input bagi MPS.
2.1.4.3 Teknik Penyusunan MPS
Bentuk umum dari MPS adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Master Production Schedule
Item No : Tabel Description :
Lead Time : Safety Stock :
On Hand : Demand Time Fences : Planning Time Fences :
Period Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Forecast
Actual Order
Project Available Balance
Available to Promise
Master ScheduledKapasitas Produksi Terpasang (KPT)
Keterangan untuk tabel di atas adalah sebagai berikut :
1) Lead time menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi
atau membeli suatu item.
2) On hand adalah posisi persediaan bahan baku awal yang secara fisik
tersedia dalam stok, yang merupakan kuantitas dari item yang ada
dalam stok.
3) Lot size adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik
atau pemasok.
4) Safety stock adalah stok tambahan dari item yang direncanakan untuk
berada dalam inventory yang dijadikan sebagai stok pengaman guna
41
mengatasi fluktuasi dalam ramalan penjualan, pesanan-pesanan
pelanggan dalam waktu singkat, kebijaksanaan manajemen berkaitan
dengan stabilisasi dari sistem manufakturing, dimana apabila sistem
manufakturing semakin stabil kebijaksanaan stok pengaman dapat
diminimumkan.
5) Demand Time Fence (DTF) adalah periode mendatang dari MPS,
dimana dalam periode ini perubahan-perubahan terhadap MPS tidak
diizinkan atau tidak diterima karena akan menimbulkan kerugian biaya
yang besar akibat ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal.
6) Planning Time Fence (PTF) adalah periode mendatang dari MPS
dimana dalam ini perubahan-perubahan terhadap MPS dievaluasi guna
mencegah ketidaksesuaian atau kekacauan jadwal yang akan
menimbulkan kerugian dalam biaya.
7) Time Periods for Display adalah banyaknya periode waktu yang
ditampilkan dalam format MPS.
8) Sales Plan (Sales Forecast) merupakan rencana penjualan atau
peramalan penjulan item yang dijadwalkan itu.
9) Actual orders merupakan pesanan-pesanan yang diterima dan bersifat
pasti.
10) Projected Available Balances (PAB) merupakan proyeksi on hand
inventory dari waktu ke waktu selama horison perencanaan MPS, yang
42
menunjukkan status inventory yang diproyeksikan pada akhir dari
setiap periode waktu dalam horison perencanaan MPS.
11) Available To Promise (ATP) merupakan informasi yang sangat
berguna bagi departemen pemasaran untuk mampu memberikan
jawaban yang tepat terhadap penyataan pelanggaran tentang : “Kapan
Anda dapat mengirimkan item yang telah dipesan itu?” Nilai ATP
memberikan informasi tentang berapa banyak item atau produk
tertentu yang dijadwalkan pada periode waktu itu tersedia untuk
pesanan pelanggan sehingga berdasarkan informasi itu bagian
pemasaran dapat membuat janji yang tepat pada pelanggan.
12) Master Production Schedule (MPS) merupakan jadwal produksi atau
manufakturing yang diantisipasi (anticipated manufacturing schedule)
untuk item tertentu.
2.1.5 Bill Of Material
Bill of material atau struktur produk adalah daftar (list) dari bahan,
material, atau komponen yang dibutuhkan untuk dirakit, dicampur untuk
membuat produk akhir (Herjanto,1999,p260). Atau dapat juga didefinisikan
sebagai cara-cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu produk
selama proses manufacturing (Gasperz,2002,p148). Struktur produk terbagi
atas :
43
Struktur standart
Dimana lebih banyak subassemblies daripada produk akhir, dan lebih
banyak komponen daripada subassemblies.
Struktur modular
Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir.
Struktur Inverted
Dimana lebih sedikit subassemblies daripada produk akhir, dan lebih
sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan subassemblies.
Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat,
tetapi menggambarkan pseudo product atau composite product yang
diciptakan untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalan
penjualan, mengurangi jumlah end items, membuat proses perencanaan dan
penjadwalan menjadi lebih akurat.
Planning Bills Of Material (Gasperz,2002,p149)terbagi dalam dua
jenis :
Planning Bills dengan item yang dijadwalkan merupakan komponen
atau subassemblies untuk pembuatan produk akhir (end items), dimana
item-item yang dijadwalkan itu secara fisik lebih kecil daripada
produk akhir. Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
1. Modular Bills
Keuntungan dari penggunaan modular planning bills adalah :
44
- cocok dipergunakan untuk produk yang memiliki banyak pilihan.
- jumlah items yang dijadwalkan dalam MPS menjadi lebih sedikit
- peramalan berdasarkan modules lebih akurat dibandingkan dengan
peramalan untuk konfigurasi spesifik.
2. Inverted BillsOf Material
Adalah suatu komponen tunggal atau bahan baku, seperti minyak,
besi, pulp, atau coklat yang dapat diubah kedalam banyak produk
unik. Perencanaan menggunakan inverted bills umum diterapkan
dalam industri proses (Flow Shop manufacturing).
Petroleum(100%)
Gasoline(50%)
Diesel Fuel(25%)
Kerosne(15%)
Asphalt(10%)
Gambar 2.7 Contoh Inverted Bill Of Material
Planning Bills dengan item yang dijadwalkan secara fisik lebih besar
daripada produk akhir.
45
Yang termasuk dalam kategori ini adalah :
- Super Bill OF Material
Secara spesifik, suatu super bill adalah single level BOM dimana
parent adalah pseudo (not real) assembly dan children adalah real end
product.
Kuantitas adri setiap child adalah fraksi atau pecahan dari ramalan
total untuk parent. Berdasarkan kenyataan ini, super bills sering
disebut juga sebagai ratio bill of percentage bill. Fraksi untuk setiap
child biasanya didasarkan pada informasi penjualan waktu lalu.
Meskipun dapat juga merefleksikan kecendrungan penjualan yang
diproyeksikan.
Super Family Of Material
Untuk meningkatkan akurasi dari peramalan permintaan, banyak
perusahaan membentuk kelompok dari produk dengan pola
permintaan serupa. Ramalan agregat (family) biasanya lebih akurat
daripada ramalan untuk satu produk. Penggunaan ramalan agregat
harus mengembangkan super family bill of material yang terdiri dari
family(pseudo)assembly sebagai parent dan berbagai produk akhir
individual dalam family itu sebagai children.
46
Produk Bor(Family 100%)
Bor 1/6"(12%)
Bor ¼”(37%)
Bor 1/8"(34%)
Bor ½”(17%)
Gambar 2.8 Contoh Super family of Material
Super modular bill of material
Merupakan kombinasi antara super bill dan modular bill. Dalam hal
ini parent adalah suatu unbuildable group of modules yang digunakan
hanya untuk tujuan perencanaan, sedangkan children adalah modules
yang dapat muncul dalam produk akhir.
2.1.6 Material Requirement Planning (MRP)
Material Requirement Planning dikembangkan untuk membantu
pengelolahan persediaan barang yang permintaannya memiliki
ketergantungan (Herjanto,1999,p257). MRP adalah suatu konsep dalam
manajemen produksi yang membahas cara yang tepat dalam perencanaan
47
kebutuhan barang dalam proses produksi, sehingga barang dibutuhkan dapat
tersedia sesuai dengan yang direncanakan.
2.1.6.1 Tujuan MRP
Secara umum sistem MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan
(Herjanto,1999,p258)sebagai berikut :
1) Memindahkan persediaan
MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen
diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (master
production schedule). Dengan menggunakan metode ini, pembelian
atas komponen yang diperlukan untuk suatu rencana produksi dapat
dilakukan sebatas yang diperlukan saja sehingga dapat meminimalkan
biaya persediaan.
2) Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengiriman
MRP mengidentifikasi banyaknya bahan dan komponen yang
diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan memperhatikan
waktu tenggang produksi maupun pembelian komponen, sehingga
memperkecil resiko tidak tersedianya bahan yang akan diproses yang
mengakibatkan terganggunya rencana produksi.
3) Komitmen yang realistis
Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai
dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang
48
dilakukan secara lebih realistis. Hal ini mendorongnya meningkatkan
kepuasan dan kepercayaan konsumen.
4) Meningkatkan realistis
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan,
waktu produksi, dan waktu pengiriman barang dapat direncanakan
lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi.
2.1.6.2 Karakteristik Dasar Sistem MRP
Manajemen persediaan sistem MRP (Yamit,1999,p152)memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Perhatian terhadap kapan dibutuhkan
Integrasi pemikiran antara fungsi pengawasan produksin dan
manajemen persediaan mengakibatkan pergeseran perhatian terhadap
kapan dibutuhkan ketimbang perhatian langsung terhadap kapan
melakukan pemesanan. Jika manajer operasi memiliki informasi
tanggal permintaan, maka pemesanan dan penjadwalan komponen
untuk merakit produk merupakan masalah kapan dibutuhkan.
2. Perhatian terhadap prioritas pemesanan
Adanya kesadaran bahwa semua pesanan konsumen tidak memiliki
prioritas yang sama atau produk yang satu lebih penting dari produk
yang lain. Hal ini memungkinkan dilakukannya penjadwalan untuk
memenuhi prioritas pemesanan.
49
3. Penundaan pengiriman permintaan
Konsekuensi dari prioritas pesanan menghasilkan konsep penundaan
pengiriman yaitu menunda produksi atau pesanan terhadap item yang
telah dijadwal, untuk memaksimumkan kesalahan produksi.
4. Fungsi integrasi
Pengawasan produksi dan manajemen persediaan dipandang sebagai
fungsi yang terintegrasi.
2.1.6.3 Masukan bagi MRP
MRP membutuhkan 5 sumber informasi utama (gasperz,2002,p178),
yaitu :
1. Master Production Schedule (MPS)
MPS yang merupakan suatu pernyataan definitif tentang produk akhir
apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas
yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan, dan bilamana produk
itu akan diproduksi.
2. Bill OF Material (BOM)
BOM merupakan daftar dari semua material, part, dan subassemblies,
serta kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk
memproduksi satu unit produk atau parent assembly. MRP
50
menggunakan BOM sebagai basis untuk perhitungan banyaknya setiap
setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu.
3. Item Master
Item Master merupakan suatu komponen file yang berisi informasi
status tentang material, parts, subassemblies, dan produk-produk yang
menunjukan kuantitas on-hand, kuantitas yang dialokasikan (allocated
quantity), waktu tunggu yang direncanakan (planned lead time),
ukuran lot (lot size), stok pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk
scrap atau hasil, dan berbagai informasi penting lainnya yang
berkaitan dengan suatu item.
4. Pesanan-pesanan (orders)
Pesanan-pesanan (orders) akan memberitahukan tentang berapa
banyak dari setiap item yang akan diperoleh sehingga akan
meningkatkan stock-on-hand dimasa mendatang. Pada dasarnya
terdapat dua jenis pesanan, yaitu : shop orders or work orders or
manufacturing orders berupa pesanan-pesanan yang akan dibuat atau
diproduksi di dalam pabrik, dan purchase orders yang merupakan
pesanan-pesanan pembelian suatu item dari pemasok eksternal. Kita
dapat juga mengkategorikan pesanan-pesanan yang datang (incoming
orders) apabila dari shop orders atau purchase orders dalam bentuk
51
yang berbeda, yang memberitahu apakah pesanan-pesanan itu telah
dikeluarkan (release orders) atau apakah pesanan itu masih berupa
rencana yang belum dikeluarkan (planned orders).
5. Kebutuhan – kebutuhan (requirements)
Kebutuhan-kebutuhan (requirements) akan memberitahukan tentang
berapa banyak dari masing-masing item itu dibutuhkan sehingga akan
mengurangi stock-on-hand di masa mendatang. Pada dasarnya terdapat
dua jenis kebutuhan, yaitu : kebutuhan internal yang biasanya
digunakan dalam pabrik untuk membuat produk lain, dan kebutuhan
eksternal yang akan dikirim ke luar negri berupa : pesanan pelanggan
(customers orders), service parts, dan sales forecasts. Suatu catatan
kebutuhan biasanya berisi informasi tentang : nomor item yang
dibutuhkan, kuantitas yang dibutuhkan, waktu yang dibutuhkan,
kuantitas yang telah dikeluarkan dari stock room, dan lain-lain.
Pesanan pelangan juga berisi informasi tambahan seperti : nama
pelanggan, alamat pengiriman, waktu penyerahan yang diinginkan
oleh pelanggan, waktu yang dijanjikan untuk dikirim, dan lain-lain.
52
2.1.6.4 Perhitungan MRP
Tabel 2.2 Material Requirement Planning
Part No : Description : BOM UOM : On Hand : Lead Time : Order Policy : Safety Stock : Lot Size :
Period Past Due 6 7 8 9 10 11 12 13Gross ReguirementScheduled ReceiptsPAB 1Net ReguirementPlan Order ReceiptsPlan Order ReleasePAB 2
Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut :
1. Lead Time merupakan jangka waktu yang dibutuhkan sejak MRP
menyarankan suatu pesanan sampai item yang dipesan itu siap untuk
digunakan.
2. On Hand merupakan inventory on-hand yang menunjukan kuantitas
dari item yang secara fisik ada dalam stock room.
3. Lot Size merupakan kuantias pesanan (order quantity) dari item yang
memberitahukan MRP berapa banyak kuantitas yang harus dipesan
serta teknik lot-sizing apa yang dipakai.
53
4. Safety Stock merupakan stok pengaman yang ditetapkan oleh
perencana MRP untuk mengatasi fluktuasi dalam permintaan
(demand) atau penawaran (supply).
5. Gross Requirement merupakan total dari semua kebutuhan, termasuk
kebutuhan yang diantisipasi (anticipated requirements) untuk setiap
periode waktu.
6. Schedule Receipts adalah jumlah item yang akan diterima pada suatu
periode tertentu berdasarkan pesanan yang dibuat.
7. Net Requirement adalah jumlah kebutuhan bersih dari suatu item yang
diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan kasar pada suatu periode
yang akan datang.
8. Planned Order Receipt menyatakan kuantitas pesanan pengisian
kembali (pesanan manufacturing atau pesanan pembelian) yang telah
direncanakan guna memenuhi kebutuhan bersih (net requirement).
9. Planned Order Release merupakan kuantitas planned order release
yang ditempatkan atau dikeluarkan dalam periode tertentu, agar item
yang dipesan itu akan tersedia pada saat dibutuhkan. Item yang
tersedia pada saat dibutuhkan tidak lain adalah kuantitas planned
order receipts yang ditetapkan menggunakan lead time offset.
54
2.1.6.5 Proses MRP
Kebutuhan untuk setiap komponen yang diperlukan dalam
melaksanakan MRP dihitung dengan menggunakan prosedur
(Herjanto,1999,p263)sebagai berikut :
1. Netting, yaitu jumlah menghitung kebutuhan bersih dari kebutuhan
kasar dengan memperhitungkan jumlah barang yang akan diterima,
jumlah persediaan yang ada, dan jumlah persediaan yang akan
dialokasikan.
2. Konversi dari kebutuhan bersih menjadi kuantitas-kuantitas
pemesanan.
3. Menempatkan suatu pelepasan pemesanan pada waktu yang tepat
dengan cara menghitung mundur (backward schedulling) dari waktu
yang dikehendaki dengan memperhitungkan waktu tenggang, agar
memenuhi pesanan komponen yang bersangkutan.
4. Menjabarkan rencana produksi produk akhir ke perusahaan kasar
untuk komponen-komponennya melalui daftar material.
55
2.2 Kerangka Pemikiran
Ukuran jumlah barang yang dipesan (lot size) akan berhubungan dengan biaya
pemesanan ataupun biaya penyimpanan barang. Semakin rendah ukuran lot,
yang bearti semakin sering melakukan pemesanan barang, akan menurunkan
biaya penyimpanan, tetapi menambah biaya pemesanan. Sebaliknya, semakin
tinggi ukuran lot akan mengurangi frekuensi pemesanan, yang berarti
mengurangi biaya pemesanan, tetapi meningkatnya biaya penyimpanan
(Herjanto,1999,p270).
Untuk itu perlu dicari ukuran lot yang tepat yang dapat meminimalkan total
biaya persediaan.
2.2.1 Lot For Lot (LFL)
Metode Lot For Lot atau metode persediaan minimal berdasarkan pada ide
menyediakan persediaan atau memproduksi sesuai dengan yang diperlukan
saja, jumlah persediaan diusahakan seminimal mungkin.
Jika pesanan dapat dilakukan dalam jumlah berapa saja, pesanan sesuai
dengan jumlah yang sesungguhnya diperlukan (Lot For Lot) menghasilkan
tidak adanya persediaan. Biaya yang timbul hanya berupa biaya pemesanan.
Metode ini mengandung resiko yang tinggi. Apabila terjadi keterlambatan
dalam pengiriman barang, mengakibatkan terhentinya produksi jika
persediaan itu berupa bahan baku, atau tidak terpenuhinya permintaan
pelanggan apabila persediaan itu berupa barang jadi. Namun, bagi perusahaan
56
tertentu seperti yang menjual barang-barang yang tidak tahan lama, metode ini
merupakan satu-satunya pilihan terbaik.
2.2.2 Economic Order Quantity (EOQ)
Economic Order Quantity (EOQ) atau jumlah pesanan ekonomis merupakan
salah satu model yang sudah tua, diperkenalkan oleh F.W.Harris pada tahun
1914, tetapi paling banyak dikenal dalam teknik pengendalian persediaan.
EOQ banyak dogunakan sampai saat ini karena mudah penggunaannya,
meskipun dalam penerapannya harus memperhatikan asumsi yang dipakai.
Asumsi tersebut antara lain sebagai berikut :
1. Barang yang dipesan dan disimpan hanya satu macam.
2. Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan.
3. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan.
4. Barang yang dipesan diterima dalam satu batch.
5. Harga barang tetap dan tidak tergantung dari jumlah yang dibeli (tidak ada
potongan kuantitas).
6. Waktu tenggang (Lead Time) diketahui dan konstan.
Perhitungan untuk EOQ adalah sebagai berikut :
HDSEOQ .2
=
Dimana :
D = Jumlah kebutuhan barang
57
S = Biaya pemesanan
H = Biaya penyimpanan
2.2.3 Periodic Order Quantity (POQ)
Metode ini sering juga disebut dengan metode Uniform Order Cycle,
merupakan pengembangan dari metode EOQ untuk permintaan yang tidak
seragam dengan beberapa periode. Rata-rata permintaan digunakan dalam
model EOQ untuk mendapatkan rata-rata jumlah barang setiap kali
pemesanan. Angka terakhir ini menentukan jumlah periode waktu yang
dicangkup dalam setiap kali pemesanan. Angka ini selanjutnya dibagi dengan
rata-rata jumlah permintaan per periode dan hasilnya dibulatkan ke dalam
integer. Angka terakhir menunjukan jumlah periode waktu yang dicakup
dalam setiap kali pemesanan. Perhitungan diatas dapat diselesaikan dalam
satu rumus sebagai berikut :
dEOQPOQ =
Dimana :
EOQ = hasil Perhitungan EOQ
D = Rata-rata kebutuhan
58
Setelah pengukuran lot dilakukan, maka langkah berikutnya untuk
mengetahui perbandingan biaya terminal yang dapat dikeluarkan oleh
perusahaan baru dapat dilaksanakan.