Upload
vuongquynh
View
223
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi Akuntansi
Suwardjono (2013:4), mengatakan kata akuntansi berasal dari kata bahasa
Inggris to account yang berarti memperhitungkan atau mempertangungjawabkan.
Kata akuntansi sebenarnya diserap dari kata accountancy yang berarti hal-hal yang
bersangkutan dengan accountant (akuntan) atau bersangkutan dengan hal-hal yang
dikerjakan oleh akuntan dalam menjalankan profesinya.
Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi
dan kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam
bentuk satuan uang dan penginterpretasian hasil proses tersebut. Pengertian seni
dalam definisi tersebut dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa akuntansi bukan
merupakan ilmu pengetahuan eksata atau sains karena dalam proses penalaran dan
perancangan akuntansi banyak terlibat unsur pertimbangan (judgment). Seni dalam
definisi diatas lebih mempunyai konotasi sebagai kerajinan dan keterampilan atau
pengetahuan terapan yang isi dan strukturnya disesuaikan dengan kebutuhan untuk
mencapai suatu tujuan. Ismail (2010:2), mengatakan akuntansi adalah seni dalam
mencatat, menggolongkan dan mengikhtisarkan semua transaksi-transaksi yang
terkait dengan keuangan yang telah terjadi dengan suatu cara yang bermakna dan
dalam satuan uang.
Menurut Kieso (2012:4), akuntansi dapat didefinisikan secara tepat dengan
menjelaskan tiga karakteristik penting dari akuntansi: (1) pengidentifikasian,
pengukuran, dan pengkomunikasian informasi keuangan tentang (2) entitas ekonomi
kepada (3) pemakai yang berkepentingan.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa:
a. Akuntansi menyediakan jasa yang penting di dalam lingkungan bisnis untuk
membantu pengambilan keputusan alokasi sumber daya yang terbatas.
b. Informasi yang disediakan akuntansi bersifat kuantitatif yang dapat digunakan
dengan evaluasi kualitatif dalam pengambilan keputusan ekonomi.
c. Meskipun akuntansi melaporkan apa yang telah terjadi tetapi berguna untuk
pengambilan keputusan di masa mendatang.
8
2.2. Laporan Keuangan
2.2.1. Pengertian Laporan Keuangan
Kieso dan Weygandt dalam Intermediate Accounting (2014) mendefinisikan
laporan keuangan sebagai berikut:
“Financial statements are the principal means through which a company
communicates its financial information to those outside it. These statements
provide a company’s history quantified in money terms. The financial statements most frequently provided are (1) the statement of financial
position, (2) the income statement (or statement of comprehensive income),
(3) the statement of cash flows, and (4) the stetement of change in equity.”
Laporan Keuangan merupakan sarana pengomunikasian informasi keuangan
utama kepada pihak-pihak diluar perusahaan. Laporan ini menampilkan sejarah
perusahaan yang dikualifikasikan dalam nilai moneter. Laporan keuangan yang
sering disajikan adalah laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas,
dan laporan perubahan ekuitas. Selain itu catatan atas laporan keuangan atau
pengungkapan juga merupakan bagian penting dari setiap laporan keuangan.
Pelaporan keuangan harus menyediakan informasi yang:
1. Berguna bagi investor serta kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai
lainnya untuk membuat keputusan investasi, kredit, dan keputusan serupa secara
rasional.
2. Membantu investor serta kreditor saat ini atau potensial dan para pemakai
lainnya dalam menilai jumlah, penetapan waktu dan ketidakpastian penerimaan
kas prospektif dari dividen atau bunga dan hasil dari penjualan, penebusan,atau
jatuh tempo sekuritas atau pinjaman.
3. Dengan jelas menggambarkan sumber daya ekonomi dari sebuah perusahaan,
klaim terhadap sumber daya tersebut (kewajiban perusahaan untuk mentransfer
sumber daya entitas lainnya dan ekuitas pemilik), dan pengaruh dari transaksi,
kejadian, serta situasi yang mengubah daya perusahaan dan klaim pihak lain
terhadap sumber daya tersebut.
2.2.2. Fungsi dan Tujuan Laporan Keuangan
Kieso (2014) menyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk
menyediakan informasi :
a. That is useful to present and potential investors and creditors and other
users in making rational investment, credit, and similar decision
9
b. That is useful to help present potential investors and uncertainty of
prospective cash receipt from dividends or interest and the proceed from
sale, redemption, or maturity of security or loans
c. Information about the economic resources of an enterprise, the claims of
those resources, and the effect of transactions, events, and circumstances
that change its resources and claims to those resources.
Selain itu, Standar Akuntansi Keuangan juga menjelaskan tujuan dari laporan
keuangan yaitu:
a. Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta
perubahan posisi keuangan suatu entitas yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik.
b. Memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna. Namun demikian,
laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin
dibutuhkan pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomik karena secara
umum menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak
diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan.
c. Menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen (stewardship), atau
pertanggung jawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya. Pengguna yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau
pertanggungjawaban manajemen berbuat demikian agar mereka dapat membuat
keputusan ekonomik; keputusan ini mungkin mencakup, sebagai contoh,
keputusan untuk menahan atau menjual investasi mereka dalam entitas atau
keputusan untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.
2.2.3. Komponen Laporan Keuangan
Menurut PSAK No. 1 tentang penyajian laporan keuangan paragraf 10,
laporan keuangan yang lengkap terdiri dari lima komponen, yaitu laporan posisi
keuangan pada akhir periode, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain
selama periode, laporan perubahan ekuitas selama periode, laporan arus kas selama
periode, dan catatan atas laporan keuangan. Namun, jika diperlukan perusahaan
dapat pula menyajikan laporan tambahan, seperti laporan mengenai lingkungan
hidup dan laporan nilai tambah (value added statement). Berikut ini dijelaskan secara
rinci mengenai tiap komponen laporan keuangan:
a. Laporan Posisi Keuangan (The Statement of Financial Position)
Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2014),
yang dimaksud dengan laporan posisi keuangan adalah sebagai berikut:
10
“The statement of financial position, also referred to as the balance sheet,
reports the assets, liabilities, and equity of a business enterprise at a spesific
date”.
Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan laporan posisi keuangan
sebagai laporan yang menunjukkan posisi keuangan perusahaan, yaitu aset,
kewajiban, dan ekuitas. Laporan posisi keuangan mengungkapkan informasi
mengenai jumlah dan informasi lainnya tentang sumber daya perusahaan, kewajiban
pada kreditur, dan ekuitas pemilik yang dimiliki perusahaan sampai dengan tanggal
pelaporan laporan posisi keuangan tersebut.
b. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2014),
yang dimaksud dengan laporan laba rugi adalah sebagai berikut:
“The income statement is the report that measures the success of company
operations for a given period of time.”
Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan laporan laba rugi sebagai
laporan kinerja yang mengungkapkan kesuksesan hasil operasi perusahaan pada
suatu periode tertentu.
c. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes in Equity)
Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2014),
yang dimaksud dengan laporan perubahan ekuitas adalah sebagai berikut:
“Statement of Changes in Equity is the reports which reconciles the balance of
retained earning account from the beginning to the end of period.”
Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan laporan perubahan ekuitas
sebagai laporan yang menunjukkan rekonsiliasi saldo awal ekuitas hingga
menunjukkan saldo akhir ekuitas. Rekonsiliasi tersebut berasal dari tambahan
investasi, laba rugi usaha, dan pendistribusian hasil untuk pemilik (dividend atau
drawing).
d. Laporan Arus Kas (Statement of Cash Flow)
Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2014),
yang dimaksud dengan laporan arus kas adalah:
“The statement of cash flow therefore reports cash receipts, cash payments, and net change in cash resulting from operating, investing, and financing activities
of an enterprise during a period, in format that reconciles the beginning and
ending cash balance.”
11
Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan laporan arus kas sebagai
laporan yang menyajikan penerimaan dan pengeluaran kas yang berasal dari aktivitas
operasi, investasi, dan pendanaan. Laporan arus kas akan menunjukkan rekonsiliasi
antara saldo awal dan saldo akhir kas.
e. Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to the Financial Statement)
Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku Intermediate Accounting (2014),
yang dimaksud dengan catatan atas laporan keuangan adalah:
“Notes to Financial Statement are the accontants’ means of amplifying or explaining the items presented in the main body of the statements (the statement
of financial position, income statement, statement of changes in equity, and
statement of cashflow).”
Dari pengertian di atas, penulis dapat mendefinisikan catatan atas laporan
keuangan sebagai penjelasan-penjelasan mengenai nilai, angka, maupun unsur-unsur
lain yang terdapat dalam laporan keuangan, termasuk kebijakan dan metode
akuntansi yang digunakan.
2.2.4. Pengguna dan Kebutuhan Informasi Laporan Keuangan
Pengguna Laporan Keuangan meliputi investor sekarang dan investor
potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya,
pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya, dan masyarakat. Mereka
menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi
yang berbeda. Beberapa kebutuhan ini meliputi :
a. Investor. Penanam modal berisiko dan penasihat mereka berkepentingan dengan
risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka
lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah
harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga
tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen.
b. Karyawan. Karyawan dan kelompok-kelompok yang mewakili mereka tertarik
pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas entitas. Mereka juga
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai
kemampuan entitas dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan
kesempatan kerja.
12
c. Pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya
dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d. Pemasok dan kreditor usaha lainnya. Pemasok dan kreditor usaha lainnya
tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan
apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. Kreditor usaha
berkepentingan pada entitas dalam tenggang waktu yang lebih pendek daripada
pemberi pinjaman kecuali jika sebagai pelanggan utama mereka bergantung
pada kelangsungan hidup entitas.
e. Pelanggan. Para pelanggan berkepentingan dengan informasi mengenai
kelangsungan hidup entitas, terutama jika mereka terlibat dalam perjanjian
jangka panjang dengan, atau bergantung pada entitas.
f. Pemerintah. Pemerintah dan berbagai lembaga yang berada dibawah
kekuasaannya berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu
berkepentingan dengan aktivitas entitas. Mereka juga membutuhkan informasi
untuk mengukur aktivitas entitas, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai
dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
g. Masyarakat. Perusahaan memengaruhi anggota masyarakat dalam berbagai cara.
Sebagai contoh, entitas dapat memberikan kontribusi berarti pada perekonomian
nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan dan perlindungan kepada
penanam modal domestik. Laporan keuangan dapat membantu masyarakat
dengan menyediakan informasi kecenderungan (trend) dan perkembangan
terakhir kemakmuran entitas serta rangkaian aktivitasnya.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bersifat umum. Dengan
demikian tidak sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan informasi setiap pengguna.
Berhubung para investor merupakan penanam modal berisiko ke entitas, maka
ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan mereka juga akan memenuhi
sebagian besar kebutuhan pengguna lain. Manajemen entitas memikul tanggung
jawab utama dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas. Manajemen
juga berkepentingan dengan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
meskipun memiliki akses terhadap informasi manajemen dan keuangan tambahan
yang membantu dalam melaksanakan tanggung jawab perencanaan, pengendalian,
dan pengambilan keputusan. Manajemen memiliki kemampuan untuk menentukan
13
bentuk dan isi informasi tambahan tersebut untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Namun demikian, pelaporan informasi semacam itu berada di luar ruang lingkup
kerangka dasar ini. Bagaimanapun juga, laporan keuangan yang diterbitkan
didasarkan pada informasi yang digunakan manajemen tentang posisi keuangan,
kinerja, serta perubahan posisi keuangan. (IAI, 2015:2)
2.3. Aset Tetap
2.3.1. Pengertian Aset Tetap
Dalam Standar Akuntansi Keuangan No.16, Aset tetap adalah aset berwujud
yang dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa,
untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administratif, dan
diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Suhayati (2009: 68),
mengatakan aset tetap adalah aset yang dapat digunakan oleh perusahaan dalam
menjalankan aktivitas usaha dan sifatnya relatif tetap atau jangka waktu
perputarannya lebih dari satu tahun. Firdaus (2010:177), mengatakan aset tetap
adalah aset yang diperoleh untuk digunakan dalam kegiatan perusahaan untuk jangka
waktu yang lebih dari satu tahun, tidak dimaksudkan untuk dijual kembali dalam
kegiatan normal perusahaan, dan merupakan pengeluaran yang nilainya besar atau
material. Aset tetap merupakan barang berwujud milik perusahaan yang sifatnya
relatif permanen dan digunakan dalam kegiatan normal perusahaan, bukan untuk
diperjualbelikan (Rudianto,2012:256). Menurut Kieso dan Weygandt dalam buku
Intermediate Accounting (2014), yang dimaksud dengan aset tetap adalah:
“Property, plant, and equipment therefore includes land, building structures
(offices, factories, warehouses), and equipment (machinery, furniture, tools). The
major characteristics of propoerty, plant, and equipment are as follows: (1) They are
acquired for use in operations and not for resale (2) They are long-term in nature
and usually depreciated (3) They posses physical substance.”
Dari pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan karakter utama dari Aset
Tetap Berwujud adalah: (1) Aset tersebut diperoleh untuk digunakan dalam operasi
dan bukan untuk dijual kembali (2) Aktivitas tersebut bersifat jangka panjang dan
merupakan subjek penyusutan (3) Aset tersebut memiliki substansi fisik.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan aset tetap adalah aset yang mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut,
14
a. Aset ini diperoleh bukan untuk dijual kembali seperti barang dagang atau
persediaan melainkan digunakan dalam kegiatan operasional perusahaan.
b. Aset ini memiliki masa manfaat jangka panjang atau lebih dari satu tahun
sehingga perlu dilakukan penyusutan, kecuali aset berupa tanah.
c. Aset ini memiliki wujud yang dapat diidentifikasi.
2.3.2. Penggolongan Aset Tetap Berwujud
Secara umum, menurut Kieso (2014:445) Pengelompokan berdasarkan
penyusutan mengenal 2 (dua) macam jenis aset tetap yaitu :
1. Depreciated Plant Asets, yaitu : aset tetap yang mengalami penurunan manfaat
melalui penyusutan yang dilakukan perusahaan, seperti: Building (bangunan),
Equipment (peralatan), Machinery (mesin), Inventaris, Jalan dll.
2. Undedepreciated Plant Asets, yaitu : aset tetap yang mempunyai manfaat relatif
tetap selama masa penggunaannya, karena itu tidak perlu di susutkan nilainya,
seperti: Land (tanah).
Jadi secara umum penggolongan aset tetap untuk tujuan akuntansi dan pelaporan
keuangan yang di bagi dua yaitu: aset yang disusutkan dan aset yang tidak
disusutkan.
Aset tetap berdasarkan jenisnya, dapat di bedakan menjadi sebagai berikut:
a. Tanah (land)
b. Bangunan (building)
c. Mesin (machinery)
d. Kendaraan
e. Perlengkapan kantor (Office Furniture)
f. Peralatan kantor
Sedangkan dalam PSAK (IAI, 2015: 16.7) untuk mengklasifikasi aset tetap adalah:
“suatu kelompok aset tetap adalah pengelompokan aset-aset yang memiliki sifat dan
kegunaan yang serupa dalam operasi entitas. Berikut adalah contoh dari kelas
tersendiri :
a. Tanah
b. Tanah dan Bangunan.
15
c. Mesin
d. Kapal.
e. Pesawat udara.
f. Kendaraan bermotor.
g. Perabot.
h. Peralatan kantor.
2.4. Pengakuan Aset Tetap
Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai
wajar dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat
perolehan atau konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada
aset pada ketika pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu dalam PSAK
lain, contohnya PSAK 53: Pembayaran Berbasis Saham (IAI, 2015: 16.2). Biaya
perolehan aset tetap diakui sebagai aset jika dan hanya jika:
a. Kemungkinan besar entitas akan memperoleh manfaat ekonomik masa depan dari
aset tersebut; dan
b. Biaya perolehannya dapat diukur secara andal. (IAI, 2015: 16.2).
Suku cadang, peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diakui sesuai
dengan Pernyataan ini ketika memenuhi definisi dari aset tetap. Namun, jika tidak
maka suku cadang peralatan siap pakai dan peralatan pemeliharaan diklasifikasikan
sebagai persediaan.
Pernyataan ini tidak mengatur unit ukuran dalam pengakuan aset tetap, yaitu
apa yang membentuk aset tetap. Oleh karena itu, diisyaratkan pertimbangan untuk
menerapkan kriteria pengakuan yang sesuai dengan keadaan spesifik entitas. Hal
yang mungkin sesuai untuk menggabungkan unit-unit yang secara individual tidak
signifikan, seperti cetakan dan perkakas, kemudian menerapkan kriteria pengakuan
terhadap nilai gabungan tersebut. Entitas mengevaluasi berdasarkan prinsip
pengakuan ini terhadap seluruh biaya perolehan aset tetap pada saat terjadinya. Biaya
tersebut termasuk biaya awal untuk memperoleh atau mengkonstruksi aset tetap dan
biaya selanjutnya yang timbul untuk menambah, mengganti bagian, atau
memperbaikinya. (IAI, 2015: 16.3)
16
Dalam Standar Akuntansi Keuangan penilaian aset tetap harus dicatat pada
nilai wajar yang diberikan pada saat akuisisi atau nilai wajar aset yang diterima,
bergantung pada mana yang memiliki bukti yang lebih jelas. Menurut PSAK No.16
tentang Aset Tetap, nilai wajar adalah harga yang akan diterima untuk menjual suatu
aset atau harga yang akan dibayar untuk mengalihkan suatu liabilitas dalam transaksi
teratur antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran.
Aset Tetap dapat diperoleh dengan berbagai cara, dimana masing-masing cara
perolehan akan mempengaruhi penentuan harga perolehan. Menurut Satriawan
(2012: 152-158), untuk memperoleh suatu aset tetap dapat diperoleh dengan cara:
1. Pembelian Tunai
Aset tetap berwujud diperoleh dari pembelian tunai dicatat dalam buku-buku
dengan jumlah sebesar uang yang dikeluarkan. Dalam jumlah uang yang
dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap termasuk harga faktur dan semua
biaya yang dikeluarkan agar aset tetap tersebut siap untuk dipakai, seperti biaya
angkut, premi asuransi dalam perjalanan, biaya balik nama, biaya pemasangan
dan biaya percobaan. Semua biaya-biaya diatas dikapitalisasi sebagai harga
perolehan aset tetap. Apabila dalam pembelian aset tetap ada potongan tunai,
maka potongan tunai tersebut merupakan pengurangan terhadap harga faktur,
tidak memandang apakah potongan itu didapat atau tidak.
2. Pembelian secara Lumpsum / Gabungan
Apabila dalam suatu pembelian diperoleh lebih dari satu macam aset tetap maka
harga perolehan harus dialokasikan pada masing-masing aset tetap. Menurut
PSAK No.16, harga perolehan dari setiap aset yang diperoleh secara gabungan
ditentukan dengan mengaloksikan harga gabungan tersebut berdasarkan
perbandingan nilai wajar setiap aset yang bersangkutan.
3. Pembelian Angsuran
Apabila aset tetap diperoleh dari pembelian angsuran, maka dalam harga
perolehan tetap tidak boleh termasuk bunga. Bunga selama masa angsuran baik
jelas-jelas dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan tersendiri, harus
dikeluarkan dari harga perolehan dan dibebankan sebagai biaya bunga.
4. Perolehan melalui pertukaran
Menurut Kieso (2014) pertukaran dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:
a. Ditukar dengan surat-surat berharga
17
Aset tetap yang diperoleh dengan cara ditukar dengan saham atau obligasi
perusahaan, dicatat dalam buku sebesar harga pasar saham atau obligasi
yang digunakan penukar. Apabila harga pasar saham atau obligasi itu tidak
diketahui, harga perolehan aset tetap ditentukan sebesar harga pasar aset
tersebut. Kadang-kadang harga pasar surat berharga dan aset tetap yang
ditukar kedua-duanya tidak diketahui, dalam keadaan seperti ini nilai
pertukaran ditentukan oleh keputusan pemimpin perusahaan. Nilai
pertukaran ini dipakai sebagai dasar pencatatan harga perolehan aset tetap
dan nilai-nilai surat-surat berharga yang dikeluarkan.
b. Pertukaran Aset Non-moneter
Akuntansi untuk pertukaran ini harus didasarkan atas nilai wajar aset yang
diberikan atau nilai wajar aset yang diterima, dengan mengakui suatu
keuntungan atau kerugian. Alasan untuk mengakui keuntungan atau
kerugian itu karena kebanyakan transaksi memiliki substansi komersial.
Entitas mempertimbangkan suatu transaksi pertukaran memiliki substansi
komersial atau tidak dengan mempertimbangkan sejauh mana arus kas masa
depan (setelah pajak) diharapkan dapat berubah dan jika dalam transaksi itu
menimbulkan perubahan posisi ekonomi entitas maka transaksi itu memiliki
substansi komersial.
Ketentuan pertukaran aset memiliki Substansi komersial menurut Kieso (2014)
adalah,
a. Konfigurasi arus kas / aset yang diterima berbeda dengan yang diserahkan
atau
b. Nilai khusus entitas dari kegiatan operasional berubah akibat pertukaran; dan
c. Selisih a atau b relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang
dipertukarkan.
Pertukaran aset non-moneter dengan non-moneter lainnya tetap diukur pada
nilai wajar kecuali :
a. Transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial atau
b. Nilai wajar aset yang diterima dan diserahkan tidak dapat diukur secara
andal.
Biaya perolehannya diukur dengan jumlah tercatat dari aset yang diserahkan.
Ada dua macam jenis pertukaran aset non-moneter menurut Kieso (2014) yaitu,
18
1. Pertukaran memiliki substansi komersial
2. Pertukaran tidak memiliki substansi komersial
Untuk mengilustrasikan akuntansi untuk perbedaan jenis pertukaran di atas
menurut Kieso (2014) dilihat dari situasi pertukaran dalam keadaan rugi dan
untung.
a. Pertukaran – Keadaan Rugi
Dalam situasi pertukaran ini baik pertukaran yang memiliki substansi
komersial atau tidak harus mengakui kerugian dengan segera.
b. Pertukaran – Keadaan Untung
1. Memiliki Substansi Komersial
Jika entitas dapat menentukan nilai yang wajar dari aset yang diterima
dan diserahkan maka nilai wajar dari aset yang diserahkan digunakan
untuk mengukur nilai perolehan dari aset yang diterima kecuali nilai
wajar aset yang diterima lebih jelas. Dan segera mengakui keuntungan.
2. Tidak Memiliki Substansi Komersial
Keuntungan dari pertukaran ditangguhkan, namun jika entitas ingin
mengakui keuntungan maka entitas harus menjual aset tersebut bukan
pada saat pertukaran.
5. Diperoleh dari hadiah / donasi
Aset tetap yang diperoleh dari hadiah / donasi, pencatatannya bisa dilakukan
menyimpang dari prinsip harga perolehan. Untuk menerima hadiah, mungkin
dikeluarkan biaya-biaya tersebut jauh lebih kecil dari nilai aset tetap yang
diterima. Apabila aset dicatat sebesar biaya yang sudah dikeluarkan, maka hal
ini akan menyebabkan jumlah aset dan modal terlalu kecil, juga beban depresiasi
menjadi terlalu kecil. Untuk mengatasi keadaan ini maka aset yang diterima
sebagi hadiah dicatat sebesar harga pasarnya.
6. Aset yang dibuat sendiri
Dalam pembuatan aset, semua biaya yang dapat dibebankan langsung seperti
bahan, upah langsung dan biaya overhead langsung tidak menimbulkan masalah
dalam menentukan harga pokok aset yang dibuat.
19
2.5. Pengukuran Awal Aset Tetap
Menurut Satriawan (2012: 158) aset tetap yang memenuhi kualifikasi
pengakuan sebagai aset diukur pada biaya perolehan
2.5.1. Elemen Biaya Perolehan
Biaya perolehan aset tetap meliputi:
a. Harga perolehannya, termasuk bea impor dan pajak pembelian yang tidak dapat
dikreditkan setelah dikurangi diskon dan potongan lain.
b. Setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung untuk membawa aset ke
lokasi dan kondisi yang diinginkan supaya aset tersebut siap digunakan sesuai
dengan intensi manajemen.
c. Estimasi awal biaya pembongkaran dan pemindahan aset tetap dan restorasi
lokasi aset tetap, kewajiban tersebut timbul ketika aset tetap diperoleh atau
sebagai konsekuensi penggunaan aset tetap selama periode tertentu untuk tujuan
selain untuk memproduksi persediaan selama periode tersebut.
Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
a. Biaya imbalan kerja (sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 24:Imbalan Kerja)
yang timbul secara langsung dari konstruksi atau perolehan aset tetap;
b. Biaya penyiapan lahan untuk pabrik;
c. Biaya penanganan dan penyerahan awal;
d. Biaya perakitan dan instalasi;
e. Biaya pengujian aset apakah aset berfungsi dengan baik, setelah dikurangi hasil
neto penjualan setiap produk yang dihasilkan sehubungan dengan pengujian
tersebut (seperti, contoh hasil dari peralatan yang sedang diuji); dan
f. Fee profesional.
Contoh biaya-biaya yang bukan merupakan biaya perolehan aset tetap adalah:
a. Biaya pembukaan fasilitas baru;
b. Biaya pengenalan produk atau jasa baru (termasuk biaya iklan dan aktivitas
promosi);
c. Biaya penyelenggaraan bisnis di lokasi baru atau kelas pelanggan baru (termasuk
biaya pelatihan staf); dan
20
d. Biaya administrasi dan biaya overhead umum lain.
Pengakuan biaya dalam jumlah tercatat aset tetap dihentikan ketika aset tetap
tersebut berada pada lokasi dan kondisi yang diperlukan supaya aset siap digunakan
sesuai dengan intensi manajemen. Oleh karena itu, biaya pemakaian dan
pengembangan aset tidak dimasukkan dalam jumlah tercatat aset tersebut. Sebagai
contoh, biaya berikut ini tidak termasuk dalam jumlah tercatat aset tetap:
a. Biaya yang terjadi ketika aset telah mampu beroperasi sesuai dengan intensi
manajemen namun belum digunakan atau masih beroperasi dibawah kapasitas
penuh;
b. Kerugian awal operasi, seperti ketika permintaan terhadap output masih rendah;
dan
c. Biaya relokasi atau reorganisasi sebagian atau seluruh operasi entitas.
2.5.2. Pengukuran Biaya Perolehan
Biaya perolehan aset tetap adalah setara harga tunai pada tanggal pengakuan.
Jika pembayaran ditangguhkan melampaui jangka waktu kredit normal, maka
perbedaan antara harga tunai dan total pembayaran diakui sebagai beban bunga
selama periode kredit kecuali beban bunga tersebut dikapitalisasi sesuai dengan
PSAK 26: Biaya Pinjaman.
Satu atau lebih aset tetap mungkin diperoleh dalam pertukaran dengan aset
moneter atau aset nonmoneter atau kombinasi aset moneter dan nonmoneter.
Pembahasan berikut mengacu pada pertukaran satu aset nonmoneter dengan aset
nonmoneter lain, tetapi hal ini juga berlaku untuk seluruh pertukaran yang
dideskripsikan dalam kalimat sebelumnya. Biaya perolehan aset tetap tersebut diukur
pada nilai wajar kecuali:
a. transaksi pertukaran tidak memiliki substansi komersial; atau
b. nilai wajar dari aset yang diterima dan aset yang diserahkan tidak dapat diukur
secara andal.
Aset yang diperoleh diukur dengan cara tersebut bahkan jika entitas tidak
dapat segera menghentikan pengakuan aset yang diserahkan. Jika aset yang diperoleh
21
tidak dapat diukur dengan nilai wajar, maka biaya perolehannya diukur pada jumlah
tercatat aset yang diserahkan.
Entitas menentukan apakah transaksi pertukaran memiliki substansi
komersial dengan mempertimbangkan sejauh mana arus kas masa depan diharapkan
dapat berubah sebagai akibat dari transaksi tersebut. Suatu transaksi pertukaran
memiliki substansi komersial jika:
a. konfigurasi (risiko, waktu, dan jumlah) arus kas dari aset yang diterima berbeda
dengan konfigurasi dari aset yang diserahkan; atau
b. nilai spesifik entitas dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh transaksi
berubah sebagai akibat dari pertukaran; dan
c. selisih di (a) atau (b) adalah relatif signifikan terhadap nilai wajar dari aset yang
dipertukarkan.
Untuk tujuan penentuan apakah transaksi pertukaran memiliki substansi
komersial, nilai spesifik entitas dari bagian operasi entitas yang terpengaruh oleh
transaksi tersebut mencerminkan arus kas sesudah pajak. Hasil analisis ini dapat
menjadi jelas tanpa entitas menyajikan perhitungan yang rinci. Nilai wajar suatu aset
dapat diukur secara andal jika:
a. variabilitas dalam rentang pengukuran nilai wajar yang rasional untuk aset
tersebut adalah tidak signifikan; atau
b. probabilitas dari beragam estimasi dalam rentang tersebut dapat dinilai secara
rasional dan digunakan dalam mengukur nilai wajar.
Jika entitas dapat mengukur nilai wajar secara andal, baik dari aset yang
diterima atau diserahkan, maka nilai wajar dari aset yang diserahkan digunakan
untuk mengukur biaya perolehan dari aset yang diterima, kecuali jika nilai wajar aset
yang diterima lebih jelas.
2.6. Pengukuran Setelah pengakuan Awal
Entitas memilih model biaya atau model revaluasi sebagai kebijakan
akuntansinya dan menerapkan kebijakan tersebut terhadap seluruh aset tetap dalam
kelas yang sama. (IAI, 2015: 16.6).
22
a. Model Biaya (Cost Model)
Setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap dicatat pada biaya perolehan dikurangi
akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai.
b. Model Revaluasi (Revaluation Model)
Setelah pengakuan sebagai aset, aset tetap yang nilai wajarnya dapat diukur
secara andal dicatat pada jumlah revaluasian, yaitu nilai wajar pada tanggal
revaluasi dikurangi akumulasi penyusutan dan akumulasi rugi penurunan nilai
setelah tanggal revaluasi. Revaluasi dilakukan dengan keteraturan yang cukup
reguler untuk memastikan bahwa jumlah tercatat tidak berbeda secara material
dengan jumlah yang ditentukan dengan menggunakan nilai wajar pada akhir
periode pelaporan.
2.7. Pengeluaran Biaya selama Penggunaan Aset Tetap
Pengeluaran reparasi besar adalah pengeluaran reparasi yang membutuhkan
pengeluaran dalam jumlah yang relatif besar dan pengeluaran ini tidak bersifat rutin.
Reparasi rutin adalah pengeluaran untuk mempertahankan agar aset tetap beroperasi
dengan efisien dan dapat mencapai masa pemakaian yang diharapkan. Biaya reparasi
rutin umumnya tidak besar jumlahnya, tetapi terjadi berulang-ulang selama masa
pemakaian aset (Efraim, 2012: 233).
Sedangkan menurut Kieso (2014) menyatakan bahwa secara umum, biaya
yang dikeluarkan untuk memperoleh manfaat masa depan yang lebih besar harus
dikapitalisasi, sementara pengeluaran yang hanya ditujukan untuk mempertahankan
tingkat pelayanan tertentu harus dianggap sebagai beban. Agar biaya-biaya dapat
dikapitalisasi, tiga kondisi berikut harus terpenuhi:
1. Umur manfaat aset harus meningkat.
2. Kuantitas unit yang diproduksi oleh aset harus meningkat.
3. Kualitas unit yang diproduksi harus ditingkatkan.
Perbedaan antara pengerluaran modal (capital expenditure) dan pengeluaran
pendapatan (revenue expenditure) tidak selalu jelas. Secara umum, terdapat empat
jenis pengeluaran utama berkaitan dengan aset yang ada, yaitu:
a. Penambahan
23
Penambahan umumnya tidak menimbulkan masalah akuntansi yang besar.
Menurut definisinya setiap penambahan pada aset tetap akan dikapitalisasi karena
aset baru telah diciptakan.
b. Perbaikan dan Penggantian
1. Nilai tercatat diketahui : hilangkan biaya dan akumulasi penyusutan aset
lama, dengan mengakui setiap keuntungan atau kerugian. Kapitalisasi biaya
perbaikan / penggantian.
2. Nilai tercatat tidak diketahui :
a. Jika umur manfaat aset diperpanjang, maka debet akumulasi penyusutan
untuk biaya perbaikan / penggantian.
b. Jika kuantitas atau kualitas dari produktivitas aset ditingkatkan, maka
kapitalisasi biaya perbaikan / penggantian ke akun aset.
c. Penyusunan Kembali dan Pemasangan Kembali
1. Jika biaya pemasangan awal diketahui, perlakuan biaya penyusunan kembali/
pemasangan kembali sebagai penggantian (nilai tercatat diketahui)
2. Jika biaya pemasangan awal tidak diketahui dan biaya penyusunan kembali /
pemasangan kembali berjumlah material dan bermanfaat pada periode masa
depan, maka kapitalisasi sebagai aset.
3. Jika biaya pemasangan awal tidak diketahui dan biaya penyusunan kembali /
pemasangan kembali tidak meterial jumlahnya atau manfaat periode masa
depan diragukan, maka bebankan biaya ketika terjadi.
d. Reparasi
1. Biasa: Bebankan biaya reparasi ketika terjadi.
2. Besar: Jika layak, perlakukan sebagai penambahan, perbaikan, atau
penggantian.
2.8. Depresiasi
2.8.1 Pengertian Depresiasi
Menurut Kieso (2014) definisi dari penyusutan (depreciation) adalah proses
akuntansi dalam mengalokasikan biaya aset berwujud ke beban dengan cara yang
sistematis dan rasional selama periode yang diharapkan mendapat manfaat dari
penggunaan aset tersebut. Sedangkan berdasarkan PSAK No.16 penyusutan adalah
alokasi sistematis jumlah jumlah tersusutkan dari aset selama umur manfaatnya.
24
Sugiri (2009:158), mengatakan penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah
yang dapat disusutkan dari suatu aset selama umur manfaatnya. Hery (2011:170),
mengatakan pembebanan penyusutan merupakan pengakuan terjadinya penurunan
nilai atas potensi manfaat (jasa) suatu aset. Pengalokasian beban penyusutan
mencakup beberapa periode pendapatan sehingga banyak faktor yang harus
dipertimbangkan oleh manajemen untuk menghitung besarnya beban penyusutan
periodik secara tepat.
1. Sebab-sebab Depresiasi
a. Faktor – faktor fisik
Faktor-faktor fisik yang mengurangi fungsi aset tetap adalah aus kerena
dipakai (wear and tear), aus karena umur (deterioration and decay) dan
kerusakan-kerusakan.
b. Faktor – faktor fungsional
Faktor-faktor fungsional yang membatasi umur aset tetap antara lain, ketidak-
mampuan aset untuk memenuhi kebutuhan produksi sehingga perlu diganti
dan karena adanya perubahan permintaan terhadap barang atau jasa yang
dihasilkan, atau karena adanya kemajuan teknologi sehingga aset tersebut
tidak ekonomis lagi jika dipakai.
2. Faktor – faktor yang mempengaruhi depresiasi
Terdapat tiga faktor yang berpengaruh terhadap perhitungan depresiasi, antara
lain,
a. Harga perolehan (cost)
Yaitu uang yang dikeluarkan atau utang yang timbul dan biaya-biaya lain
yang terjadi dalam memperoleh suatu aset dan menempatkannya agar dapat
digunakan.
b. Nilai sisa (residu)
Nilai sisa suatu aset yang didepresiasi adalah jumlah yang diterima bila aset
itu dijual, ditukarkan atau cara-cara lain ketika aset tersebut sudah tidak dapat
digunakan lagi, dikurangi dengan biaya-biaya yang terjadi pada saat menjual /
menukarnya.
c. Taksiran umur kegunaan (masa manfaat)
Taksiran umur kegunaan (masa manfaat) suatu aset dipengaruhi oleh cara-
cara pemeliharaan dan kebijakan-kebijakan yang dianut dalam reparasi.
25
Taksiran umur ini bisa dinyatakan dalam satuan periode waktu, satuan hasil
produksi atau satuan jam kerjanya. Dalam menaksir umur (masa manfaat)
aset, harus dipertimbangkan sebab-sebab keausan fisik dan fungsional.
2.8.2 Metode Perhitungan Depresiasi
Untuk menghitung penyusutan dapat dilakukan beberapa metode
perhitungan. Untuk dapat memilih salahsatu metode hendaknya dipertimbangkan
keadaan-keadaan yang mempengaruhi aset tersebut. Metode-metode itu adalah,
1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)
Metode ini adalah metode depresiasi yang paling sederhana dan banyak
digunakan. Dalam cara ini beban depresiasi tiap periode jumlahnya sama (kecuali
kalau ada penyesuaian – penyesuaian).
Depresiasi = Harga Perolehan − Nilai SisaTaksiran Umur Kegunaan
2. Metode Jam Jasa (Service Hour Method)
Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa aset (terutama mesin-mesin) akan
lebih cepat rusak bila digunakan sepenuhnya (full time) dibanding dengan
penggunaan yang tidak sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban depresiasi
dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban depresiasi periodic besarnya akan
sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai (digunakan).
Depresiasi = Harga Perolehan − Nilai SisaTaksiran jam pemakaian total
3. Metode Hasil Produksi (Productive Output Method)
Dalam metode ini umur kegunaan aset ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil
produksi. Beban depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi. Beban
depresiasi dihitung dengan dasar satuan hasil produksi, sehingga depresiasi tiap
periode akan berfluktuasi sesuai dengan fluktuasi dalam hasil produksi.
Depresiasi/unit = Harga Perolehan − Nilai SisaTaksiran Hasil Produksi Unit
26
4. Metode Beban Berkurang (Reducing Charge Methods)
Metode ini didasarkan pada teori bahwa aset yang baru akan dapat digunakan
dengan lebih efisien dibandingkan aset yang lebih tua. Begitu juga biaya reparasi
dan pemeliharaannya, biasanya aset tetap yang baru akan memerlukan reparasi
dan pemeliharaan yang lebih sedikit dibanding dengan aset yang lama. Jika
dipakai metode ini maka diharapkan jumlah beban depresiasi dan biaya reparasi
dan pemeliharaan dari tahun ke tahun akan relatif lebih stabil, karena jika
depresiasinya besar maka biaya reparasi dan pemeliharaannya kecil (dalam tahun
pertama), dan sebaliknya dalam tahun terakhir, beban depresiasi kecil sedangkan
biaya reparasi dan pemeliharaannya besar. Ada 4 cara untuk menghitung beban
depresiasi yang menurun dari tahun ke tahun yaitu,
1. Metode jumlah angka tahun (Sum of year’s digits method)
Didalam metode ini depresiasi dihitung dengan cara mengalikan bagian
pengurang (reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun dengan
harga perolehan dikurangi nilai residu. Bagian pengurang ini dihitung sebagai
berikut,
Pembilang: bobot (weight) untuk tahun yang bersangkutan
Penyebut : jumlah angka tahun selama umur ekonomis aset atau jumlah
angka bobot (weight).
Jumlah Angka Tahun = 𝑛 𝑛 +
Keterangan:
n = nilai ekonomis
2. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Dalam cara ini beban depresiasi periodik dihitung dengan cara mengalikan
tarif yang tetap dengan nilai buku aset tetap. Karena nilai buku aset ini setiap
tahun selalu menurun maka beban depresiasi tiap tahunnya juga selalu
menurun.
27
3. Double Declining Balance Method
Dalam metode ini, beban depresiasi tiap tahunnya menurun. Untuk dapat
menghitung beban depresiasi yang selalu menurun, dasar yang digunakan
adalah persentase depresiasi dengan cara garis lurus. Persentase ini dikalikan
dua dan setiap tahunnya dikalikan pada nilai buku aset tetap. Karena nilai
buku selalu menurun maka beban depresiasi juga selalu menurun.
4. Metode Tarif Menurun (Declining Rate on Cost Method)
Tarif (%) ini setiap periode dikalikan dengan harga perolehan. Penurunan
tarif (%) setiap periode dilakukan tanpa menggunakan dasar yang pasti, tetapi
ditentukan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Karena tarif (%)
nya setiap periode selalu menurun maka beban depresiasinya juga selalu
menurun.
2.9 Penurunan Nilai
2.9.1 Definisi Penurunan Nilai
Dalam menentukan apakah aset tetap mengalami penurunan nilai, entitas
menerapkan PSAK 48: Penurunan Nilai Aset. PSAK 48 menjelaskan bagaimana
entitas menelaah jumlah tercatat asetnya, bagaimana menentukan jumlah terpulihkan
dari aset, dan kapan mengakui atau membalik rugi penurunan nilai. Definisi dari
penurunan nilai adalah jumlah yang merupakan selisih lebih jumlah tercatat aset atas
jumlah terpulihkannya.
2.9.2 Pengakuan Penurunan Nilai
Menurut buku Intermediate Accounting (Kieso, 2014) pengakuan penurunan nilai
terjadi apabila jumlah tercatat aset tidak dapat dipulihkan dan oleh karena itu, perlu
dihapuskan. Berbagai contoh kejadian dan perubahan situasi mungkin akan
mengarah pada suatu penurunan nilai. Contohnya adalah :
a. Suatu penurunan signifikan dalam nilai pasar aset.
b. Suatu perubahan yang signifikan dalam jangka waktu atau cara aset itu
digunakan.
28
2.9.3 Pengukuran Penurunan Nilai
Menurut Kieso (2014) kerugian penurunan nilai adalah jumlah di mana jumlah
tercatat aset melebihi nilai wajarnya. Nilai wajar aset diukur menurut nilai pasarnya
jika ada pasar aktif untuk aset itu. Jika tidak ada pasar aktif, maka nilai sekarang dari
arus kas bersih masa depan yang diharapkan harus digunakan. Proses penentuan
kerugian penurunan nilai adalah sebagai berikut:
1. Menelaah kejadian atau perubahan situasi atas kemungkinan terjadinya
penurunan nilai.
2. Jika hasil penelaahan menunjukkan penurunan nilai, maka pengujian tentang
kemampuan pemulihan akan diterapkan. Jika jumlah arus kas bersih masa depan
yang diharapkan dari aset jangka panjang lebih kecil dari jumlah tercatat aset,
maka suatu penurunan nilai telah terjadi.
3. Dengan mengasumsikan terjadi penurunan nilai, kerugian penurunan nilai adalah
jumlah di mana nilai tercatat aset lebih besar daripada nilai wajar aset. Nilai
wajar adalah nilai pasar atau nilai sekarang.
2.10 Penghentian dan Pelepasan Aset Tetap
Efraim (2012:234), mengatakan ada beberapa transaksi yang menghentikan
pemakaian aset tetap, yaitu:
a. Penjualan Aset Tetap
Jika penggunaan aset tetap tertentu dihentikan, rekening-rekening yang
bersangkutan dengan aset tetap tersebut harus dihapuskan. Jika penghentian
disebabkan transaksi penjualan, selisih antara harga jual dengan nilai buku aset
tetap yang tersisa harus diakui sebagai laba atau rugi. Jika nilai buku aset lebih
kecil dibandingkan dengan kas/aset lain yang diterima, timbul keuntungan.
Sebaliknya jika nilai buku aset lebih besar dibandingkan dengan kas/aset lain
yang diterima, timbul kerugian.
b. Berakhirnya Masa Manfaat Aset Tetap
Apabila aset tetap dihentikan karena berakhirnya masa manfaatnya, semua akun
yang berkaitan dengan aset tetap tersebut harus dihapus. Dalam transaksi ini,
29
saat aset tetap dihentikan masa pemakaiannya masih memiliki nilai residu, harus
diakui sebagai rugi penghentian aset tetap.
c. Pertukaran Dengan Aset Lain
Harga pertukaran aset tetap yang didapat melalui pertukaran dengan surat
berharga diukur dengan jumlah uang yang dapat direalisasikan apabila surat
berharga tersebut dijual. Jika harga pasar surat-surat berharga tidak dapat
ditentukan, harga pasar aset tetap yang diperoleh menjadi dasar pencatatan aset
yang bersangkutan. Jika harga pasar kedua aset tersebut tidak ada maka aset
tetap tersebut harus ditaksir oleh pihak yang independen, misalnya oleh penilai
(appraiser).
Berdasarkan PSAK Nomor 16 tentang penghentian dan pelepasan disebutkan
bahwa suatu aset tetap dieliminasi dari laporan posisi keuangan ketika dilepaskan
atau bila aset secara permanen ditarik dari penggunaannya dan tidak ada manfaat
keekonomian masa yang akan datang diharapkan dari pelepasannya. Keuntungan
atau kerugian yang timbul dari penghentian atau pelepasan suatu aset tetap diakui
sebagai keuntungan atau kerugian dalam laporan laba rugi.
2.11 Pengungkapan Aset Tetap dalam Laporan Keuangan
Berdasarkan PSAK Nomor 16 laporan keuangan harus mengungkapkan untuk setiap
kelas aset tetap:
1. Dasar pengukuran yang digunakan untuk menentukan jumlah tercatat bruto;
2. Metode penyusutan yang digunakan;
3. Umur manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
4. Jumlah tercatat bruto dan akumulasi penyusutan (digabungkan dengan akumulasi
rugi penurunan nilai) pada awal dan akhir periode;
5. Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan :
a. Penambahan;
b. Aset yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual atau termasuk dalam
kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai dimiliki untuk dijual sesuai
dengan PSAK 58: Aset Tidak Lancar yang Dimiliki untuk Dijual dan Operasi
yang Dihentikan dan pelepasan lain;
c. Perolehan melalui kombinasi bisnis;
30
d. Peningkatan atau penurunan akibat dari revaluasi serta dari rugi penurunan
nilai yang diakui atau dibalik dalam penghasilan komprehensif lain sesuai
dengan PSAK 48: Penurunan Nilai Aset;
e. Rugi penurunan nilai yang diakui dalam laba rugi sesuai dengan PSAK 48;
f. Pembalikan rugi penurunan nilai dalam laba rugi sesuai dengan PSAK 48;
g. Penyusutan;
h. Selisih kurs neto yang timbul dalam penjabaran laporan keuangan dari mata
uang fungsional menjadi mata uang pelaporan yang berbeda, termasuk
penjabaran dari kegiatan usaha luar negeri menjadi mata uang pelaporan dari
entitas pelapor.
i. Perubahan lain
Pada paragraf selanjutnya dikatakan bahwa laporan keuangan juga harus
mengungkapkan:
1. Keberadaan dan jumlah pembatasan atas hak milik dan aset tetap yang
dijaminkan untuk liabilitas;
2. Jumlah pengeluaran yang diakui dalam jumlah tercatat aset tetap yang sedang
dalam konstruksi;
3. Jumlah komitmen kontraktual dalam perolehan aset tetap; dan
4. Jumlah kompensasi dari pihak ketiga untuk aset tetap yang mengalami penurunan
nilai, hilang, atau dihentikan yang termasuk dalam laba rugi, jika tidak
diungkapkan secara terpisah dalam laporan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain.
Jika aset tetap disajikan pada jumlah revaluasian, hal berikut diungkapkan sebagai
tambahan pengungkapan yang disyaratkan oleh PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar:
a. Tanggal efektif revaluasi;
b. Apakah melibatkan penilai independen;
c. Untuk setiap kelas aset tetap yang direvaluasi, jumlah tercatat aset seandainya
aset tersebut dicatat dengan model biaya; dan
d. Surplus revaluasi, yang mengindikasikan perubahan selama periode dan setiap
pembatasan distribusi kepada pemegang saham.
2.12 Penelitian Terdahulu
1. Erwin, Sifrid, Steven (2014) dengan judul: Analisis Perlakuan Akuntansi Aset
Tetap pada PT. Hasjrat Multifinance Manado. Tujuan Penulis melakukan
31
penelitian ini adalah untuk menganalisis perlakuan akuntasi aset tetap yang
dilakukan pada PT. Hasjrat Multifinance Manado 2012 apakah telah sesuai
dengan Standar Akuntansi yang berlaku umum. Metode penelitian yang
digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu
perlakuan akuntansi terhadap aset tetap terdapat beberapa hal yang belum sesuai
dengan SAK (Standar Akuntansi Keuangan) yang berhubungan dengan
pengakuan harga perolehan, penurunan nilai aset serta penghentian aset tetap.
2. Agnes (2013) dengan judul: Evaluasi Penerapan Akuntansi Aset Tetap pada PT.
PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado. Tujuan Penulis melakukan
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi penerapan akuntansi aset tetap PT. PLN
(Persero) Wilayah Suluttenggo Area Manado apakah telah diterapkan dengan baik
dan benar sesuai dengan PSAK No. 16. Hasil dari penelitian yang dilakukan yaitu
perlakuan akuntansi atas aset tetap yang diterapkan oleh PT. PLN (Persero)
Wilayah Suluttenggo Area Manado sudah sesuai dengan PSAK No. 16.
Perusahaan menerapkan harga perolehan (historical cost) sebagai dasar dalam
mengukur aset tetapnya. Perlakuan ini sesuai dengan standar akuntansi keuangan.
Pengeluaran setelah perolehan aset tetap, meliputi pengeluaran-pengeluaran rutin
selama penggunaan aset tetap pada perusahaan seperti rehabilitasi, renovasi,
restorasi dan reparasi menurut standar akuntansi keuangan harus diperlakukan
sebagai pengeluaran modal. Penyusutan aset tetap berwujud, semua aset tetap
pada perusahaan telah memenuhi syarat untuk disusutkan.
3. “FACTORS AFFECTING THE CHOICE OF TANGIBLE FIXED ASSET
ACCOUNTING METHODS: THEORETICAL APPROACH” oleh Danute
Zinkeviciene, Dr. dan Giedre Vaisnoraite, MSt. tahun 2014 dengan kesimpulan
klasifikasi faktor yang mempengaruhi pilihan metode akuntansi TFA
mempertimbangkan lingkungan organisasi bisnis. Berikut faktor-faktor
diklasifikasikan ke dalam faktor lingkungan internal dan eksternal. Faktor
keuangan dan manusia yang disebabkan faktor lingkungan internal, sedangkan
faktor ekonomi dan teknologi dianggap sebagai faktor lingkungan eksternal. Pada
kelompok faktor keuangan, yang paling penting adalah leverage keuangan, yang
didasarkan pada hipotesis leverage, dan nilai perusahaan maksimalisasi terkait
dengan pasar dan insentif manajemen yang efisien hipotesis. Faktor-faktor situasi
ekonomi nasional dan proses politik dapat dikaitkan faktor ekonomi. Faktor
proses politik dapat dihubungkan dengan ukuran dan profitabilitas dari suatu
32
organisasi dan industri itu milik. Selanjutnya, faktor teknologi dan manusia
memainkan peran penting dalam pengembangan kebijakan akuntansi TFA.
Mereka terkait dengan kebutuhan pengguna informasi akuntansi dan harapan
manajemen. Diagram alir yang dihasilkan dari keterkaitan antara metode
akuntansi dan faktor yang mempengaruhi pilihan mereka mengarah ke
kesimpulan bahwa faktor keuangan mempengaruhi keputusan manajemen untuk
memilih keuntungan meningkatkan metode akuntansi TFA. Faktor teknologi
mempengaruhi pilihan keuntungan mengurangi kebijakan akuntansi TFA,
sedangkan pengaruh faktor manusia dan ekonomi memungkinkan untuk
mendukung kedua metode akuntansi TFA keuntungan meningkat dan laba
menurun dan akibatnya kebijakan akuntansi TFA campuran dapat dimasukkan ke
dalam praktek. Hasil penelitian akan berkontribusi pada pilihan yang paling benar
dari metode yang tetap berwujud akuntansi aset oleh manajemen perusahaan,
keputusan manajemen yang tepat, dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
4. "TANGIBLE FIXED ASSETS ACCOUNTING SYSTEM FOR ENTERPRISE IN
VIETNAM” oleh Pham Duc Binh tahun 2014 dengan kesimpulan membandingkan
perbedaan antara kedua standar, beberapa isi dasar teoritis dari standar akuntansi
Vietnam Nomor 03 - Aset Tetap Berwujud (VAS03), akuntansi internasional
standar No. 16 - Properti, Mesin dan Peralatan (IAS16). Pada saat yang sama,
penulis juga menafsirkan kekurangan, keterbatasan standar akuntansi No. 03-
Aset Tetap Berwujud (VAS03) dan dokumen dengan petunjuk tentang perlakuan
akuntansi aset tetap berwujud. Dari menafsirkan keterbatasan standar akuntansi
No. 03- Aset Tetap Berwujud (VAS03), ditetapkann di bawah Keputusan Nomor
149/2001 / QĐ-BTC tanggal 31/12/2001, dan Surat Edaran No. 45/2013 / TT-
BTC tanggal 25/4/2013 tentang manajemen aset tetap, pemanfaatan dan
depresiasi, penulis telah mengusulkan beberapa solusi untuk perbaikan. Penulisan
ini dimaksudkan untuk memberikan kontribusi untuk meningkatkan standar
akuntansi No. 03- Aset Tetap Berwujud (VAS03) dan Surat Edaran No. 45/2013 /
TT-BTC, sehingga dapat memenuhi akhir sesuai dengan ekonomi, lingkungan
hukum dari Vietnam, dengan sistem akuntansi dari Vietnam dan praktek
internasional.
5. “SOLUTIONS FOR COMMON ERRORS IN FIXED ASSETS ACCOUNTING
PRACTICE” oleh Trần Văn Thuậntahun 2014 dengan kesimpulan penulisan ini
disajikan dan dianalisis kesalahan umum dalam aset tetap akuntansi dalam
33
akuntansi entitas dan mengusulkan solusi korelatif.Kesalahan umum dalam
akuntansi aset tetap berhubungan tujuh hal: Makalah untuk mengidentifikasi
biayaaset tetap; Pencacahan, dikurangi PPN masukan aset tetap; Mematuhi saat
keuangan peraturan tentang penyusutan aset tetap; Menghitung akumulasi
penyusutan ke waktu tetap pembuangan aset dan penjualan; Metode perubahan
perhitungan aset tetap depresiasi; Mendefinisikan dan merekam nilai merek
dagang dan Balancing perbaikan aset tetap biaya pengeluaran. Untuk setiap
kesalahan, penulis dianalisis dampak kesalahan pada akuntansi entitas Informasi
serta mengajukan solusi untuk itu kesalahan. Dalam rangka meminimalkan
akuntansi kesalahan pada umumnya dan kesalahan dalam aset tetapakuntansi
khususnya, entitas akuntansi akuntan harus memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang sistem hukum, standar akuntansi, sistem akuntansi, peraturan keuangan
saat ini negara serta entitas akuntansi pegang manajemen dan operasi
karakteristik.