38
7 BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Untuk mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang akan digunakan, maka dalam bab ini akan diuraikan tentang experiential marketing, brand Image, brand trust, dan brand loyalty. 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Experiential Marketing Experiential marketing menurut Kartajaya (2004, p163) adalah suatu konsep pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan servis. Experiental Marketing menunjukkan bagaimana menciptakan suatu produk tidak hanya menawarkan manfaat fungsional, tetapi juga manfaat emosional yang justru bukan diciptakan oleh si pembuat , melainkan pengalaman yang dinikmati sesama rekan pengunjung (Sumardy, 2009). (http://www.republika.co.id ) Experiential is defined as “a fusion of non-traditional modern marketing practices integrated to enchance a consumer’s personal and emotional association with a brand”, inti kutipan itu experiential marketing merupakan perpaduan praktek non-traditional marketing yang diintegrasikan untuk meningkatkan pengalaman pribadi dan emotional customer yang berkaitan dengan merek. (http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/exactly_what_is.html ) Definisi experience menurut Schmitt (1999, p60) “Experiences are private events that occur in response tosome stimulation (e.g. as provided b ymarketing efforts before and after purchase)” yang berarti pengalaman merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

7

BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Untuk mendapatkan pemahaman mengenai teori-teori yang akan digunakan, maka

dalam bab ini akan diuraikan tentang experiential marketing, brand Image, brand trust, dan

brand loyalty.

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Experiential Marketing

Experiential marketing menurut Kartajaya (2004, p163) adalah suatu konsep

pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal dengan

menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif terhadap produk dan

servis.

Experiental Marketing menunjukkan bagaimana menciptakan suatu produk tidak

hanya menawarkan manfaat fungsional, tetapi juga manfaat emosional yang justru bukan

diciptakan oleh si pembuat , melainkan pengalaman yang dinikmati sesama rekan

pengunjung (Sumardy, 2009). (http://www.republika.co.id)

Experiential is defined as “a fusion of non-traditional modern marketing practices

integrated to enchance a consumer’s personal and emotional association with a brand”, inti

kutipan itu experiential marketing merupakan perpaduan praktek non-traditional marketing

yang diintegrasikan untuk meningkatkan pengalaman pribadi dan emotional customer yang

berkaitan dengan merek.

(http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/exactly_what_is.html)

Definisi experience menurut Schmitt (1999, p60) “Experiences are private events

that occur in response tosome stimulation (e.g. as provided b ymarketing efforts before and

after purchase)” yang berarti pengalaman merupakan peristiwa-peristiwa pribadi yang terjadi

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

8

dikarenakan adanya stimulus tertentu (misalnya usaha yang diberikan oleh pihak pemasar

sebelum dan sesudah pembelian barang atau jasa).

Menurut Kartajaya (2003, p165-170) Experiential Marketing “ Pada dasarnya adalah

upaya untuk menciptakan berbagai pengalaman yang menyenangkan dengan konsumen

sehingga mereka cenderung berpihak kepada brand kita seperti layaknya seorang wanita

akan setia kepada seseorang yang mempunyai cerita dan kenangan dengan dirinya”.

Importantly, the idea of experiential marketing reflects a right brain bias because it is

about fulfilling consumers’ aspirations to experience certain feelings – comfort and pleasure

on one hand, and avoidance of discomfort and displeasure on the other. Inti dari kutipan ini

menyatakan bahwa experiential marketing sangat penting dalam merefleksikan adanya bias

pada otak kanan karena menyangkut aspirasi konsumen yang disertai dengan perasaan,

kenyamanan, dan di satu sisi dan menghindari ketidaknyamanan dan ketidaksenangan disisi

lainnya.

(http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_what_is.html)

Menurut Wong (2005, p11), Pengalaman merupakan sebuah alat yang membedakan

produk atau jasa. Tidak dapat disangkal bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi

produk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit, bahkan kadang kala

tidak mungkin dilakukan. Dengan kematangan sebuah produk maka kompetisi menjadi

sangat ketat Karena para kompetitor menawarkan core product dengan fungsi dan fitur yang

sama. Oleh karena itu hanya ada sedikit perbedaan yang bisa diciptakan.

Menurut Malcolm Tatum ( 2008 ) Experiential Marketing ialah suatu konsep yang

menggabungkan elemen emosi, logika dan keseluruhan proses berpikir lalu kemudian

menguhubungkannya kepada konsumen. Tujuan dari Experiential Marketing ialah untuk

membangun hubungan dimana konsumen merespon produk yang ditawarkan berdasarkan

emosi dan tingkat pemikiran mereka.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

9

Dengan mempertimbangkan berbagai macam variasi dari panca indera yang dimiliki

oleh seseorang, Experiential Marketing mencari tempat yang khusus dalam benak konsumen

untuk menarik perhatian mereka dimana dilakukan dengan mempengaruhi alam pikir mereka

mengenai kenyamanan dan kesukaan apa yang mereka idamkan. Dengan kata lain, para

marketer harus berusaha merenggut dan mempengaruhi pola pikir konsumen yang menjadi

target pasar mereka.

2.1.1.1 Karakteristik Experiential Marketing

Pendekatan pemasaran experiential marketing merupakan pendekatan yang

mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan non tradisional ini

menurut Schmitt (dalam Rahmawati, 2003, p111) memiliki 4 (empat) karakteristik yaitu:

1. Fokus pada pengalaman konsumen

Suatu pengalaman terjadi sebagai pertemuan, menjalani atau melewati situasi tertentu yang

memberikan nilai-nilai indrawi, emosional, kognitif, perilaku dan relasional yang

menggantikan nilai-nilai fungsional. Dengan adanya pengalaman tersebut dapat

menghubungkan badan usaha beserta produknya dengan gaya hidup konsumen yang

mendorong terjadinya pembelian pribadi dan dalam lingkup usahanya.

2. Menguji situasi konsumen

Berdasarkan pengalaman yang telah ada konsumen tidak hanya menginginkan suatu produk

dilihat dari keseluruhan situasi pada saat mengkonsumsi produk tersebut tetapi juga dari

pengalaman yang didapatkan pada saat mengkonsumsi produk tersebut.

3. Mengenali aspek rasional dan emosional sebagai pemicu dari konsumsi

Dalam Experiential Marketing, konsumen bukan hanya dilihat dari sisi rasional saja melainkan

juga dari sisi emosionalnya. Jangan memperlakukan konsumen hanya sebagai pembuat

keputusan yang rasional tetapi konsumen lebih menginginkan untuk dihibur, dirangsang

serta dipengaruhi secara emosional dan ditantang secara kreatif.

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

10

4. Metode dan perangkat bersifat elektik

Metode dan perangkat untuk mengukur pengalaman seseorang lebih bersifat elektik.

Maksudnya lebih bergantung pada objek yang akan diukur atau lebih mengacu pada setiap

situasi yang terjadi daripada menggunakan suatu standar yang sama. Pada Experiential

Marketing, merek bukan hanya sebagai pengenal perusahaan saja, melainkan lebih sebagai

pemberi pengalaman positif pada konsumen sehingga dapat menimbulkan loyalitas pada

konsumen terhadap perusahaan dan merek tersebut.

Pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang dominan yaitu:

1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indera, pengalaman

perasaan, dan pengalaman pikiran.

2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan lay out, pelayanan yang

diberikan, fasilitas-fasilitas yang disediakan.

3. Menyadari bahwa konsumen adalah mahkluk rasional dan sekaligus emosional,

maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga mengikut

sertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian.

Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan

pemasaran experiential terjadi menurut Schmitt (dalam Rahmawati, 2003, p112) karena

adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis, yaitu:

1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga kecanggihan-

kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat menciptakan suatu

pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan orang lain dimanapun berada.

2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka informasi

mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan cepat dan global.

Ketika brand atau merek memegang kendali, suatu produk atau jasa tidak lagi

sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat pencipta experience bagi

konsumen.

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

11

3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang mengakibatkan semua

produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan jumlahnya banyak.

2.1.1.2 Modul Stratregi Experiential (Strategic Experiential Modules)

Merupakan modul yang dapat digunakan untuk menciptakan berbagai jenis

pengalaman bagi konsumen. Menurut pendapat Schmitt (dalam Kartajaya, 2006, p228)

bahwa Experiential marketing dapat dihadirkan melalui 5 (lima) unsur yaitu yaitu panca

indera (sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan (act) dan pertalian atau

relasi (relate). Hal ini digunakan untuk menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi

konsumen.

• Panca Indera (Sense)

Sense menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007, p23). merupakan tipe

experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga,

kulit, lidah dan hidung. Sense marketing menurut Kartajaya (dalam Amir Hamzah, 2007, p24)

merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang

dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang

mereka miliki melalui produk dan servis. Lebih lanjut Kartajaya (2006, p228) menyebutkan

bahwa sense artinya panca indera yang merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus

dirangsang secara benar dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus

dijaga konsistensi pesan yang ingin disampaikan.

Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat

berpengaruh positif maupun negatif terhadap loyalitas. Mungkin saja suatu produk dan jasa

yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera konsumen atau mungkin juga

konsumen menjadi sangat loyal, dan akhirnya harga yang ditawarkan oleh produsen tidak

menjadi masalah bagi konsumen. Kelima indera yang dirangsang ini diharapkan bisa

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

12

membawa masuk suatu pesan yang solid dan terintegrasi. Pada saat konsumen datang ke

salon, mata melihat desain lay out yang menarik, hidung mencium aroma terapi, telinga

mendengar alunan musik yang menghibur dan kulit merasakan kesejukan AC.

Dilihat dari pengertian di atas, dalam penelitian ini sense marketing yaitu emosi/

pengalaman yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk atau servis yang

dilihat dari aspek atau hal-hal yang dapat ditangkap dan dirasakan kemudian merangsang

panca indera untuk menerima pesan yang disampaikan oleh produsen.

• Perasaan (Feel) Marketing

Feel Marketing menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007, p23) ditujukan

terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang

dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan

dan kebanggaan. Feel menurut Kartajaya (2004, p164) adalah suatu perhatian-perhatian

kecil yang ditunjukkan kepada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan

secara luar biasa. Kartajaya (2006, p228) menambahkan bahwa dalam mengelola perasaan

ini, ada dua hal yang mesti diperhatikan, yaitu mood dan emotion. Seorang pemasar yang

berhasil apabila dapat membuat mood dan emotion si pelanggan sama dengan apa yang

diinginkannya.

Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi experientaial

marketing. Feel dapat dilakukan dengan servis dan layanan yang bagus, serta keramahan

pelayan atau karyawan. Agar konsumen mendapatkan feel yang kuat terhadap suatu produk

atau jasa, maka produsen harus mampu memperhitungkan kondisi konsumen dalam arti

memperhitungkan mood yang dirasakan konsumen. Kebanyakan konsumen akan menjadi

pelanggan apabila mereka merasa cocok terhadap produk atau jasa yang ditawarkan, umtuk

itu diperlukan waktu yang tepat yaitu pada waktu yang tepat yaitu pada waktu konsumen

dalam keadaan good mood sehingga produk dan jasa tersebut benar-benar mampu

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

13

memberikan memorable experience sehingga berdampak positif terhadap loyalitas

pelanggan. Feeling yang bagus akan membuat pelanggan mampu berpikir positif.

Pelayanan yang memuaskan sangat diperlukan termasuk didalamnya keramahan dan

sopan santun karyawan, pelayanan yang tepat waktu, dan sikap simpatik yang membuat

pelanggan merasa puas sehingga mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian ulang

produk atau jasa yang ditawarkan di masa yang akan datang.

Berdasarkan dari pengertian-pengertian di atas, dalam penelitian ini feel marketing

merupakan upaya dari pihak pemasar atau perusahaan untuk mengikat emosi dari konsumen

melalui perhatian-perhatian kecil untuk membentuk suasana hati dan emosi yang

menyenangkan bagi konsumen agar sama atau sesuai dengan yang diharapkan pemasar.

• Think Marketing

Think menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007, p23) merupakan tipe experience

yang bertujuan untuk menciptakan kognitif, pemecahan masalah yang mengajak konsumen

untuk berfikir kreatif. Think marketing menurut Kartajaya (2004, p164) adalah salah satu

cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk membawa komoditi menjadi pengalaman

(experience) dengan melakukan cuztomization secara terus-menerus.

Think menurut Kartajaya (2006, p229) dibagi menjadi dua, yang pertama divergent

thinking atau pola pikir menyebar, dan yang kedua adalah convergent thinking atau pola

pikir menyatu. Ketika pelanggan sedang mencari beberapa alternatif, inilah yang disebut

divergent thinking. Kemudian ketika pelanggan sudah mulai mengevaluasi untuk kemudian

menyempitkan alternatif dan menyatukan pilihan, itulah yang dimaksud convergent thinking.

Kedua pilihan itu boleh diberikan sama-sama sekaligus kepada pelanggan. Ketika pelanggan

masuk toko, pelanggan dihadapkan pada pilihan produk atau servis yang diberikan,

kemudian pelanggan diharapkan mengkombinasikan pilihannya sendiri untuk menentukan

dan menikmati kombinasi pikiran pelanggan tersebut.

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

14

Berdasarkan dari definisi-definisi di atas, kesimpulan menurut penulis think marketing

berupa ajakan kepada konsumen untuk berperan aktif bersama produsen dalam

memecahkan masalah yang bertujuan untuk mempengaruhi pelanggan agar terlibat dalam

pemikiran yang kreatif. Hal ini dilakukan melalui penyediaan produk atau servis yang

diberikan kepada pelanggan kemudian pelanggan diminta untuk berpikir kreatif dalam

menentukan produk atau servis yang akan dibelinya.

• Act Marketing

Act menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007, p23) merupakan tipe experience

yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen.

Act Marketing menurut Kartajaya (2004, p164) adalah salah satu cara untuk membentuk

persepsi pelanggan terhadap produk dan jasa yang bersangkutan. Act menurut Kartajaya

(2006, p229) adalah tindakan dari konsumen karena pengaruh luar dan opini dalam dari

pelanggan.

Act marketing ini memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan ketika act

marketing mampu mempengaruhi perilaku dan gaya hidup pelanggan maka akan berdampak

positif terhadap loyalitas pelanggan karena pelanggan merasa bahwa produk atau jasa

tersebut sudah sesuai dengan gaya hidupnya. Akan tetapi sebaliknya juga dapat

berpengaruh negatif apabila pelanggan merasa produk atau jasa tidak sesuai dengan gaya

hidupnya.

Seorang pemasar dalam hal membentuk act dari pelanggannya agar pelanggannya

tersebut memperoleh pengalaman tak terlupakan (memorable experience) adalah dengan

melakukan pengaruh eksternal untuk digabungkan dengan kondisi feel dan think yang ada di

dalam diri pelanggan untuk menjadi suatu aksi.

Dilihat dari pengertian di atas penulis menyimpulkan act marketing dapat berupa

bentuk atau desain yang dibuat dengan menggabungkan pengaruh eksternal dengan kondisi

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

15

feel dan think sedemikian rupa yang bertujuan untuk menciptakan tindakan yang memberi

pengalaman bagi konsumen dalam hubungannya pengaruh yang diberikan dari bentuk fisik

produk atau servis yang dirasakan kemudian hal itu mempengaruhi kebiasaan, gaya hidup

dan interaksi pelanggan dengan orang lain.

• Relate Marketing

Relate menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007, p23) merupakan tipe experience

yang digunakan untuk mempengaruhi pelanggan dan menggabungkan seluruh aspek, sense,

feel, think dan act serta menitik beratkan pada penciptaan persepsi positif dimata pelanggan.

Relate marketing menurut Kertajaya (2004, p175) adalah salah satu cara membentuk atau

menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi.

Relate marketing dapat memberikan pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan

ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam komunitas serta merasa

bangga dan diterima. Sebaliknya relate marketing dapat memberikan pengaruh negatif

terhadap loyalitas pelanggan ketika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu

dengan apa yang ada di luar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dalam penelitian ini relate marketing adalah

penggabungan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu

dengan apa yang diluar dirinya dan mengimplementasikan hubungan antara orang lain dan

kelompok sosial lain sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima di komunitasnya. Hal

ini bisa terwujud dimana produsen menciptakan relate antara pelanggannya dengan kontak

langsung baik telepon maupun kontak fisik, diterima menjadi salah satu bagian dalam

kelompok tersebut atau menjadi member sehingga membuat konsumen menjadi senang dan

tidak segan untuk datang kembali. Sebaliknya bila hal tersebut tidak terjadi dalam arti

konsumen merasa terabaikan, maka konsumen akan berfikir ulang untuk datang kembali.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

16

2.1.1.3 Key Experiential Provider (ExPross)

Kotler & Keller (2006, p.229) mengutip pernyataan Schmitt bahwa pengalaman

pelanggan dapat dilakukan melalui experience providers (sarana/alat yang

memberikan/menyediakan pengalaman bagi pelanggan). Strategi ini mencakup :

1. Communications: iklan, public relations, laporan tahunan, brosur, newsletters dan

magalogs.

2. Visual/ verbal identity : nama merek, logo, signage, kendaraan sebagai transportasi.

3. Product presense : desain produk, packaging, point-of-sale displays.

4. Co-branding : event marketing, sponsorships, alliances & partnership (kemitraan),

licencing (hak paten), iklan di TV atau bioskop.

5. Environments : retail and public spaces, trade booths, corporate buildings, interior kantor

dan pabrik.

6. Web sites and electronic media : situs perusahaan, situs produk dan jasa, CD-ROMs,

automated emails, online advertising, intranets.

7. People : salespeople, customer service representtatives, technical support/repair providers

(layanan perbaikan), company spokepersons, CEOs dan eksekutif terkait.

2.1.1.4 Manfaat Experiential Marketing

Fokus utama dari suatu Experiential Marketing adalah pada tanggapan panca indra,

pengaruh, tindakan serta hubungan. Oleh karena itu suatu badan usaha harus dapat

menciptakan experiential brands yang dihubungkan dengan kehidupan nyata dari konsumen.

Dan Experiential Marketing dapat dimanfaatkan secara efektif apabila diterapkan pada

beberapa situasi tertentu. Ada beberapa manfaat yang dapat diterima dan dirasakan suatu

badan usaha menurut pandangan Schmitt (1999, p.34) apabila menerapkan Experiential

Marketing antara lain:

(a) to turn around a declining brand

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

17

(b) to be differentiate a product from competition

(c) to create an image and identity for a corporation

(d) to promote innovation

(e) to induce trial, purchase and the most important, loyal consumption

yang kurang lebih memiliki arti (a) untuk membangkitkan kembali merek yang

sedang merosot, (b) untuk membedakan satu produk dengan produk pesaing, (c) untuk

menciptakan citra dan identitas sebuah perusahaan, (d) untuk mempromosikan inovasi, (e)

untuk membujuk percobaan, pembelian dan loyalitas konsumen.

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/08/experiential-marketing-pengertian.html)

2.1.2 Brand Image

Brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen.

Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra

tentang merek atau brand image di dalam benak konsumen. Konsumen yang terbiasa

menggunakan merek tertentu cenderung memiliki konsistensi terhadap brand image atau

hal ini disebut juga dengan kepribadian merek atau brand personality (Rangkuti, 2002,

p43).

Brand image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori

konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut (Ferrinadewi, 2008, p165).

Citra merek menurut Keller (2008, p51) dalam Roslina (2010, p334) adalah persepsi

konsumen tentang suatu merek sebagai refleksi dari asosiasi merek yang ada pada pikiran

konsumen.

Dalam jurnal Ajeng Peni Hapsari (2008, p5) Dolak (2004)“Brand image is defined as

consumer’s perception as reflected by the association they hold in their minds when they

think of your brand”. Wells, Burnett, dan Moriarty (2000, p163), yaitu ” A brand image is a

mental image that reflects the way consumers perceive the brand, including all the

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

18

identification elements, the product personality, and the emotions and associations evoked in

the mind consumers”. Aaker ( 1996 , p69), yaitu“Brand image is how customers and others

perceive the brand”.

Dimensi kedua dari pengetahuan tentang merek yang berdasarkan konsumen

(consumer-based brand knowledge) adalah citra dari sebuah merek. Citra merek dapat

dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat

suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk

pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita

berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasi berdasarkan jenis,

dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek meliputi atribut, manfaat dan

sikap. Atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk misalnya desain, warna,

ukuran dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai dan

citra penggunaan. Sedangkan manfaat mencakup manfaat secara fungsional, manfaat

secara simbolis dan manfaat berdasarkan pengalaman. (Shimp, 2003, p12).

(http://thewinnerlife.multiply.com/journal/item/52/Hubungan_Citra_Merek_Bran_Image_da

n_Keputusan_Pembelian_Studi_Kasus_Bank_Muamalat_Indonesia_Palembang)

Lebih dalam, Kotler (Simamora, 2004, p63) mendefinisikan citra merek sebagai

seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek.

Karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra

merek tersebut. Kotler juga menambahkan bahwa citra merek merupakan syarat dari merek

yang kuat. Simamora (2002) mengatakan bahwa citra adalah persepsi yang relatif konsisten

dalam jangka panjang (enduring perception). Jadi tidak mudah untuk membentuk citra,

sehingga bila terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan

memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya. Saat perbedaan dan keunggulan

merek dihadapkan dengan merek lain, muncullah posisi merek. Pada dasarnya sama dengan

proses persepsi, karena citra terbentuk dari persepsi yang telah terbentuk lama. Setelah

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

19

melalui tahap yang terjadi dalam proses persepsi, kemudian dilanjutkan pada tahap

keterlibatan konsumen. Level keterlibatan ini selain mempengaruhi persepsi juga

mempengaruhi fungsi memori.

Pengertian brand image (Keller,2003):

1. Anggapan tentang merek yang direfleksikan konsumen yang berpegang pada ingatan

konsumen.

2. Cara orang berpikir tentang sebuah merek secara abstrak dalam pemikiran mereka,

sekalipun pada saat mereka memikirkannya, mereka tidak berhadapan langsung dengan

produk Membangun brand image yang positif dapat dicapai dengan program marketing

yang kuat terhadap produk tersebut, yang unik dan memiliki kelebihan yang ditonjolkan,

yang membedakannya dengan produk lain. Kombinasi yang baik dari elemen–elemen yang

mendukung (seperti yang telah dijelaskan sebelumnya) dapat menciptakan brand image

yang kuat bagi konsumen.

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/membangun-brand-image-produk.html)

Bagaimana citra merek terbentuk pada konsumen? Menurut Simamora (2002, p92)

citra merek merupakan merupakan interpretasi akumulasi berbagai informasi yang diterima

konsumen. Jadi yang menginterpretasi adalah konsumen, dan yang diinterpretasi adalah

informasi. Hasil interpretasi bergantung pada dua hal. Pertama, bagaimana konsumen

melakukan interpretasi, dan kedua, informasi apa yang diinterpretasi. Perusahaan tidak

sepenuhnya dapat mengontrol kedua faktor ini. Karena faktor ” Bagaimana konsumen

melakukan interpretasi” dipengaruhi oleh aspek konsumen sendiri dan lingkungan .

Citra merek penting untuk diketahui karena citra merek dibentuk melalui kepuasan

konsumen. Penjualan dengan sendirinya diperoleh melalui kepuasan konsumen, sebab

konsumen yang puas selain akan membeli lagi, juga akan mengajak calon pembeli lainnya.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

20

Merek mengandung janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan ciri,

manfaat, dan jasa tertentu kepada pembeli. Merek lebih dari sekedar jaminan kualitas

karena didalamnya tercakup enam pengertian berikut ini dalam Durianto, dkk (2004, p2) :

1. Atribut Produk, sepeti halnya kualitas, gengsi, nilai jual kembali, desain dan lain-lain.

Mercedes menyatakan sesuatu yang mahal, produk yang dibuat dengan baik

terancang baik, tahan lama, bergengsi tinggi, dan sebagainya.

2. Manfaat. Meskipun suatu merek membawa sejumlah atribut, konsumen sebenarnya

membeli manfaat dari produk tersebut. Dalam hal ini atribut merek diperlukan untuk

diterjemahkan menjadi manfaat fungsional atau manfaat emosional. Sebagai

gambaran, atribut ” mahal ” cenderung diterjemahkan sebagai manfaat emosional,

sehingga orang yang mengendarai Mercedes akan merasa dirinya dianggap penting

dan dihargai.

3. Nilai. Merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Mercedes menyatakan

produk yang berkinerja tinggi, aman, bergengsi, dan sebagainya. Dengan demikian

produsen Mercedes juga mendapat nilai tinggi di masyarakat.

4. Budaya. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan

budaya Jerman yang terorganisir, konsisten, tingkat keseriusannya tinggi, efisien,

dan berkualitas tinggi.

5. Kepribadian. Merek juga mencerminkan kepribadian tertentu. Seringkali produk

tertentu menggunakan kepribadian orang yang terkenal untuk mendongkrak atau

menopang merek produknya.

6. Pemakai. Merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan

produk tersebut. Pemakai mercedes pada umumnya diasosiasikan dengan orang

kaya, kalangan manajer puncak, dan sebagainya.

Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan Brand Image adalah persepsi,

ingatan, kesan konsumen terhadap produk sehingga sikap dan tindakan konsumen

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

21

terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek yang

dipersepsikan konsumen tersebut relatif konsisten dalam jangka panjang.

2.1.2.1 Proses Pengembangan Citra Merek

Dalam proses pengembangan citra merek, harus diketahui bahwa merek yang kuat

memiliki identitas yang jelas. Konsumen umumnya menginginkan sesuatu yang unik dan

khas yang berhubungan dengan merek. Ketidakcocokan citra merek dengan harapan

konsumen akan memberikan kesempatan kepada pesaing.

Kapferer (1992, p37) dalam Roslina (2010, p338) menyatakan bahwa konsumen

membentuk citra melalui sintesis dari semua sinyal atau asosiasi yang dihasilkan merek,

seperti nama merek, simbol visual, produk, periklanan, sponsorship, artikel yang kemudian

dikembangkan dan diinterpretasikan oleh konsumen. Sinyal tersebut dapat bersumber dari

dari identitas merek. Sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut :

Sending Media Receiving

Competition and Noise

Sumber : Roslina , 2010

Gambar 2.1 Identitas Merek dan Citra Merek

Identitas merek adalah sekumpulan asosiasi merek yang menjadi tujuan atau cita-

cita dari strategi merek itu sendiri untuk menciptakan atau mempertahankan kelangsungan

Brand identity

Other sources of

inspiration :

- Mimicry

- Opportunism

Signal transmitted Brand image

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

22

sebuah merek di pasar (Surachman, 2008, p47). Identitas merek harus berbeda dari pesaing

dan dikembangkan secara komprehensif untuk konsumen.

Park (1986) dalam Janonis, Dovaliene, dan Virvilaite (2007, P74) menyatakan bahwa

kesuksesan suatu merek di pasar tergantung kepada pemilihan identitas merek, penggunaan

identitas dalam mengembangkan citra, dan jaminan bahwa citra dapat mentransfer identitas

merek yang dipilih oleh perusahaan, membedakannya dari pesaing dan

merespon keinginan konsumen. Sedangkan Kapferer (2003) dalam artikel yang sama

menyatakan citra merek merupakan cara berkomunikasi dengan konsumen yang paling

efisien dan secara signifikan berkaitan dengan identitas merek.

Doyle (1988) dalam Janonis dan Virvilaite (2007, p79) menyatakan bahwa citra

merek berasal dari berbagai elemen identitas merek dimana periklanan adalah salah satu

elemen yang sangat penting yang memberitahukan kepada konsumen tentang manfaat

suatu produk dan menempatkan suatu produk dalam pikiran konsumen. Pada tingkat yang

lebih emosional atau simbolik, fungsi utama dari periklanan adalah menghasilkan kepribadian

atau persepsi merek di pasar.

Pada berbagai tingkat yang menyangkut pemasaran citra, periklanan dikenal sebagai

salah satu komponen utama yang menciptakan citra. Fungsi dari periklanan adalah untuk

menciptakan simbol dan citra tentang suatu produk yang akan mengakibatkan adanya

hubungan antara merek dengan konsumen.

Peran periklanan sangat penting dan tidak dapat dikesampingkan karena periklanan

membantu mengembangkan pengenalan merek, kesadaran dan citra yang pada akhirnya

memperkuat kepemimpinan merek. Alba dan Marmorstein (1987) dalam Koubaa (2008,

p140) menyatakan bahwa frekuensi informasi atau informasi yang berulang akan

mempengaruhi kebiasaan, kemudian akan mempengaruhi reputasi dan pada akhirnya

mempengaruhi citra dalam pikiran konsumen.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

23

Dalam proses pengembangan citra merek, pemosisian merek (brand positioning)

adalah salah satu tahap yang sangat penting dalam proses pengembangan citra merek.

Pemosisian merek mengacu pada tindakan untuk menempatkan merek suatu produk dalam

pikiran pelanggan terhadap produk-produk lain dalam bentuk atribut dan keuntungan yang

ditawarkan (Roslina, 2010, p340).

Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa hubungan antara identitas merek

dengan citra merek didasarkan pada proses komunikasi, yaitu perusahaan sebagai pengirim

serta konsumen sebagai penerima, dan citra merek terbentuk dalam pikiran konsumen

sebagai akibat dari proses komunikasi yang dilakukan oleh perusahaan (Roslina, 2010,

p340).

2.1.2.2 Manfaat Brand Image

Brand image yang telah dibentuk oleh perusahaan dan telah ada dalam benak

konsumen, akan membawa manfaat baik bagi perusahaan maupun bagi konsumen. Manfaat

tersebut adalah sebagai berikut :

1. Manfaat bagi konsumen : konsumen dengan citra yang positif terhadap

suatu merek, lebih mungkin untuk melakukan pembelian.

2. Manfaat bagi perusahaan : perusahaan dapat mengembangkan lini produk

dengan memanfaatkan citra positif yang telah terbentuk terhadap merek

produk lama.

2.1.2.3 Membangun Brand Image

Menurut Utami (2006, p214) penguatan secara konsisten terhadap citra merek

dapat dilakukan melalui program komunikasi ritel dan bauran pemasaran. Hampir

sependapat dengan Maulana (http://swa.co.id/sekunder/konsultasi), juga menyatakan

bahwa komunikasi pemasaran (marketing communication), iklan dan promosi mempunyai

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

24

peran penting dalam pembangunan brand image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini

mempunyai target audience luas sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin

disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Ada banyak kegiatan lain yang juga

berdampak besar. Contohnya adalah :

1. Desain kemasan, termasuk isi tulisan/pesan yang disampaikan.

2. Event, promosi di toko, promosi di tempat umum, dan kegiatan below the

line lainnya.

3. Iklan tidak langsung yaitu yang bersifat public relations

4. Corporate Social Responsibility (CSR) yaitu kegiatan-kegiatan sosial untuk

komunitas yang dilakukan oleh perusahaan

5. Customer Service, bagaimana perusahaan menangani keluhan, masukan dari

konsumen setelah terjadi transaksi

6. Bagaimana karyawan yang kerja di lini depan/front liners ( apakah itu bagian

penjualan. Kasir, resepsionis, dll) bersikap dalam menghadapi pelanggn, dll.

Jenis tipe komunikasi dalam daftar diatas adalah kegiatan-kegiatan yang baik

buruknya tergantung dari keinginan perusahaan, semuanya dapat dikontrol/dikendalikan.

Komplikasi justru akan muncul dari kegiatan-kegiatan komunikasi seputar brand oleh pihak

lain yang tidak bisa dikontrol oleh perusahaan, misalnya komunikasi oleh konsumen

langsung. Mereka bisa menyebarkan pada networknya berita kurang menyenangkan yang

mereka alami pada saat berinteraksi dengan brand ( yang diwakili oleh banyak hal,

termasuk front liners di perusahaan). Word of mouth communication adalah salah satu jenis

komunikasi yang sangat efektif dan berbahaya apabila itu menyangkut publisitas buruk.

Dalam komunikasi pemasaran (marketing communication), iklan dan promosi mempunyai

peranan penting dalam pembangunan brand image. Hal ini disebabkan karena kegiatan ini

mempunyai target audience luas, sehingga dalam waktu relatif singkat pesan yang ingin

disampaikan tentang brand lebih cepat sampai. Jadi, pada dasarnya perusahaan perlu

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

25

memperhatikan semua elemen komunikasi dalam bentuk apapun yang menghubungkan

konsumen dengan brand perusahaan. Minimalkan kemungkinan terjadinya ketidakpuasan

konsumen, sehingga berita seputar brand bisa selalu merupakan berita baik.

Penyampaian komunikasi yang berbeda mempunyai kekuatan dan juga pandangan

akan suatu tujuan yang berbeda. Pengembangan citra merek penting agar komunikasi yang

disampaikan kepada calon pembeli dapat sejajar dengan maksud dan tujuan dari produsen.

Pengembangan citra merek dapat membentuk kesan tersendiri. Beberapa kesan

yang terbentuk dari sudut pandang konsumen akan memperngaruhi mereka tentang

bagaimana cara mereka memandang merek tersebut, kemudian masuk kedalam ciri dan

kepribadian yang khas sehingga terbentuklah citra terhadap suatu merek.

Dalam pengembangan citra atau kesan terhadap suatu merek, terdapat ciri dan

kepribadian yang khas yang harus diutamakan. Dibutuhkan beberapa perubahan seperti

program pemasaran dengan meningkatkan kekuatan dan keunikan dari suatu merek yang

akan meningkatkan citra merek tersebut. Selain itu juga memperrtahankan citra positif dari

merek tersebut dan juga menetreaisir citra negatif yang terbentuk dari suatu merek.

Dibutuhkan juga strategi-strategi lain dalam hal pengembangan citra positif suatu merek.

Pengembangan citra tersebut dapat berupa promosi ulang produk-produk yang ditawarkan

untuk dapat menimbulkan familiaritas merek atau dengan menciptakan suatu promosi

seperti promosi dari mulut ke mulut, salah satunya melalui pelanggan yang telah

mendapatkan pengalaman positif dari merek tersebut atau melalui pelanggan yang telah

loyal terhadap merek tersebut. Lebih jauh lagi dibutuhkan usaha untuk membangun

pengalaman positif yang lebih sering dan lebih banyak. Usaha-usaha yang dilakukan dari

membentuk citra tersebut tidak lepas dari seperangkat asset dan liabilitas merek yang

berkaitan dengan suatu merek ( Brand Equity ).

2.1.2.4 Komponen Brand image

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

26

Dalam Erna Ferrinadewi (2008, p165) komponen brand image terdiri dari :

• Asosiasi merek (brand association).

Konsumen dapat membuat asosiasi merek berdasarkan :

- Atribut : konsumen dapat membuat asosiasi berdasarkan atribut yang tidak

berkaitan dengan produk misalkan harga, pemakai, personaliti, pengalaman atau

atribut yang berhubungan dengan produk misalkan warna, ukuran, desain dan

fitur-fitur lain.

- Asosiasi juga dapat diciptakan berdasarkan manfaat produk misalkan manfaat

fungsional, manfaat simbolik, dan manfaat experiential.

• Favorability, strength & uniqueness of brand association atau sikap positif.

Sikap positif (favorability) dan keunikan asosiasi merek terdiri dari 3 hal dalam

benak konsumen yaitu adanya keinginan, kemudian adanya keyakinan bahwa

merek tertentu dapat memenuhi keinginannya dan yang terpenting adalah

keyakinan konsumen bahwa merek tersebut memiliki perbedaan yang signifikan

dibandingkan merek lainnya.

2.1.2.5 Faktor - Faktor Pembentuk Brand Image

(http://thewinnerlife.multiply.com/journal/item/52/Hubungan_Citra_Merek_Bran_Ima

ge_dan_Keputusan_Pembelian_Studi_Kasus_Bank_Muamalat_Indonesia_Palembang)

Schiffman dan Kanuk (1997) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek

adalah sebagai berikut: Kualitas atau mutu, berkaitan dengan kualitas produk barang yang

ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu,

1. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk

barang yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen,

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

27

2. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani

konsumennya,

3. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi rendahnya atau banyak

sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi

suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang, dan

4. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,

kesepakatan dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk

tertentu.

2.1.3 Brand trust

Menurut Delgado (2001), Brand Trust ( kepercayaan merek ) adalah perasaan aman

yang dimiliki konsumen akibat dari interaksinya dengan sebuah merek, yang berdasarkan

persepsi bahwa merek tersebut dapat diandalkan dan bertanggung jawab atas kepentingan

dan keselamatan dari konsumen. Selain itu Delgado juga menjelaskan bahwa brand trust

adalah harapan akan kehandalan dan intensi baik merek.

Dalam Kautonen (2008, p24), (Kim Choy Chung: p2) ....The term ”brand trust” is

variously defined as the wilingness of consumer (implies a propensity) to rely on the ability of

the brand to perform its stated function (Chaudhuri dan Holbrook 2001); as the confident

expectations of the brand reliability and intentions in situations entailing risk to the consumer

(Delgado-Ballester dan Munera-Alemen 2001; Delgado-Ballester 2004) or simply described in

term of reliability and dependability (Dawar dan Pillutla 2000). These definition of brand trust

suggest that an individual’s prospensity (a conscious inclination) to trust on a brand’s

qualities or atributes is critical in consumer-brand relationship. Inti dari kutipan diatas adalah

persyaratan “brand trust” secara beragam didefinisikan sebagai kerelaan konsumer

(menunjukkan kecenderungan) untuk mengandalkan kemampuan dari merek untuk

menjalankan fungsi yang dijanjikan. (Chaudhuri dan Holbrook 2001); sebagai harapan

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

28

kepercayaan kehandalan dan tujuan merek pada situasi yang melibatkan resiko bagi

konsumer. (Delgado-Ballester dan Munera-Alemen 2001; Delgado-Ballester 2004). atau

secara sederhana dideskripsikan Keandalan dan ketergantungan. (Dawar dan Pillutla 2000).

Definisi brand trust menyarankan bahwa kecenderungan individu (Kecenderungan sadar)

untuk percaya pada kualitas merek atau atribut sangat penting dalam hubungan konsumer-

merek.

(Anton A Setyawan, p3) Menurut Deutch (dalam Lau dan Lee 2000), Kepercayaan

adalah harapan dari pihak-pihak dalam sebuah transaksi dan resiko yang terkait dengan

resiko dan perkiraan dan perilaku terhadap harapan tersebut. Assael (1998) mengemukakan

bahwa dalam mengukur kepercayaan terhadap merek diperlukan penentuan atribut dan

keuntungan dari sebuah merek. Pembahasan tentang kepercayaan terhadap merek akan

lebih lengkap dengan menjelaskan tentang tiga komponen sikap:

1. Kepercayaan sebagai komponen kognitif. Kepercayaan konsumen terhadap

merek adalah karakteristik yang diberikan konsumen pada sebuah merek.

Seorang pemasar harus mengembangkan atribut dan keuntungan dari

produk untuk membentuk kepercayaan terhadap merek ini.

2. Komponen afektif, evaluasi terhadap merek. Sikap konsumen yang kedua

adalah evaluasi terhadap merek. Komponen ini mempresentasikan evaluasi

konsumen secara keseluruhan terhadap sebuah merek. Kepercayaan

seorang konsumer terhadap suatu merek bersifat multidimensional karena

hal itu terkait dengan atribut produk yang diterima dibenak

konsumen.kepercayaan terhadap merek menjadi relevan pada saat hal itu

berpengaruh pada evaluasi terhadap merek.

3. Komponen konatif. Komponen ketiga dari sikap adalah komponen konatif

yaitu kecenderungan konsumen untuk berperilaku terhadap sebuah obyek,

dan hal ini diukur dengan niat untuk melakuan pembelian.

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

29

Dari definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa Brand trust adalah

gabungan sikap kognitif, afektif dan konatif konsumen yang direfeksikan dari harapan

konsumen terhadap kehandalan dan tujuan merek yang dijanjikan oleh perusahaan kepada

konsumen.

2.1.3.1. Pengukuran Brand Trust

Menurut Delgado (2004) kepercayaan merek adalah harapan akan kehandalan dan

intensi baik merek, karena itu intensi merek mereflesikan dua hal yakni brand Reliability dan

brand Intentions . Berdasarakan definisi ini kepercayaan merek mereflesikan 2 komponen

penting yaitu:

• Brand Reliability atau kehandalan merek yang bersumber pada keyakinan

konsumen bahwa produk tersebut mampu memenuhi nilai yang dijanjikan

atau dengan kata lain persepsi bahwa suatu merek tersebut mampu

memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan. Brand reliability

merupakan hal yang esensial bagi terciptanya kepercayaan terhadap merek

karena kemampuan merek memenuhi nilai yang dijanjikannya akan

membuat konsumen menaruh rasa yakin akan kepuasan yang sama di masa

depan.

• Brand intention didasarkan pada keyakinan konsumen bahwa merek tersebut

mampu mengutamakan kepentingan konsumen ketika masalah dalam

konsumsi produk muncul secara tidak terduga. Kedua komponen

kepercayaan merek bersandar pada penilaian konsumen yang subyektif atau

didasarkan pada persepsi masing-masing konsumen terhadap manfaat yang

dapat diberikan produk/merek.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Brand Trust

Page 24: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

30

Menurut Lau dan Lee (2000, p44) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan dengan tiga entitas yang

tercakup dalam hubungan antara merek dan konsumen. Adapun ketiga faktor tersebut

adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen. Selanjutnya Lau dan

Lee memproporsisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan menimbulkan loyalitas

merek. Hubungan ketiga faktor tersebut dengan kepercayaan merek dapat dijelaskan

sebagai berikut :

• Brand characteristic mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan

menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk memopercayai suatu

merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum

membeli. Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek

meliputi dapat diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten.

• Company characteristic yang ada dibalik suatu merek juga dapat mempengaruhi

tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut. Penegetahuan

konsumen tentang perusahaan yang ada dibalik merek suatu produk.

Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang

diinginkan, dan inetgritas suatu perusahaan.

• Consumer – Brand Characteristic merupakan dua kelompok yang saling

mempengaruhi . oleh sebab itu karakteristik konsumen – merek dapat

mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan

antara konsep emosional konsumen dengan kepribadian merfek, kesukaan

terhadap merek, dan pengalaman terhadapa merek.

2.1.4 Brand Loyalty

(Gede Riana 2008, p187). Loyalitas merek (Brand Loyalty) merupakan suatu konsep

yang sangat penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada

Page 25: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

31

merek sangat diperlukan agar perusahaan dapat bertahan hidup. Loyalitas merek dapat

diartikan sebagai suatu komitmen yang mendalam untuk melakukan pembelian ulang produk

atau jasa yang menjadi preferensinya secara konsisten pada masa yang akan datang dengan

cara membeli ulang merek yang sama meskipun ada pengaruh situasional dan usaha

pemasaran yang yang dapat menimbulkan perilaku peralihan.

Loyalitas merek tidak terbentuk dalam waktu singkat tetapi melalui proses belajar

dan berdasarkan hasil pengalaman dari konsumen itu sendiri dari pembelian yang konsisten

sepanjang waktu. Bila apa yang didapat sudah sesuai dengan harapan maka proses

pembelian ini terus berulang. Hal ini dapat dikatakan bahwa telah timbul adanya kesetiaan

konsumen. Bila dari pengalamannya konsumen tidak mendapatkan merek yang memuaskan

maka tidak akan berhasil untuk mencoba merek – merek lain sampai mendapatkan produk

yang memenuhi kriteria mereka. Loyalitas merek merupakan inti dari brand equity yang

menjadi gagasan sentral dalam pemasaran, karena hal ini merupakan satu ukuran

keterkaitan seorang konsumen pada sebuah merek. Apabila loyalitas merek meningkat, maka

kerentanan kelompok konsumen dari serangan kompetitor dapat dikurangi. Hal ini

merupakan indikator dari brand equity yang berkaitan dengan perolehan laba di masa yang

akan datang karena loyalitas merek secara langsung dapat diartikan sebagai penjualan di

masa depan (Freddy Rangkuti, 2002, pp60–61).

Definisi loyalitas merek menurut Aaker adalah bahwa loyalitas merek (brand loyalty)

sebagai suatu faktor penting dalam menetapkan nilai dari suatu merek, nilai penting dari

merek tersebut dapat meliputi kualitas, bentuk serta kegunaan dari barang dan jasa yang

ditawarkan dapat menjadi lebih baik dari para pesaing (Maylina 2003, p99).

Menurut Durianto, dkk (2004, p126) mendefinisikan Brand loyalty (loyalitas merek)

merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan pada sebuah merek. Ukuran ini mampu

memberikan gambar tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk

Page 26: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

32

lain, terutama jika pada merek didapati ada perubahan, baik menyangkut harga maupun

atribut lain.

Merek yang mampu menciptakan komitmen konsumen akan menghasilkan

kepercayaan konsumen dalam pengambilan keputusan sehingga akhirnya akan menentukan

loyalitas merek. Dari pernyataan tersebut Oliver mendefinisikan loyalitas merek sebagai suatu

komitmen mendalam untuk mengkonsumsi produk atau jasa dimasa akan datang (Rizal Edi

Halim 2002, p3).

Mowen dan Monor, Dharmesta (dalam Johnson Dongorant 2001, p208)

mengemukakan definisi loyalitas merek dalam arti “kondisi dimana konsumen mempunyai

sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut dan

bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang.

Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Brand Loyalty merupakan suatu

sikap yang konsisten, terbentuk karena kepercayaan terhadap suatu merek dan diwujudkan

dalam pembelian ulang dari waktu ke waktu maupun untuk masa yang akan datang.

2.1.4.1 Fungsi Brand Loyalty

Dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas merek dapat menjadi

aset strategis bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh

loyalitas merek kepada perusahaan:

1. Reduce marketing costs (mengurangi biaya pemasaran)

Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah mempertahankan

pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk mendapatkan pelanggan baru.

Jadi, biaya pemasaran akan mengecil jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang

paling nampak dari jenis pelanggan ini adalah membeli suatu produk karena

harga yang murah.

2. Trade Leverage (meningkatkan perdagangan)

Page 27: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

33

Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan

perdagangan dan memperkuat keyakinan perantara pemasaran. Dapat

disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan atas

kebiasaan selama ini.

3. Attracting new customers (menarik minat pelanggan baru)

Dengan banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka

terhadap merek tersebut akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon

pelanggan untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang

dilakukan mengandung risiko tinggi. Disamping itu, pelanggan yang puas

umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang yang dekat

dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.

4. Provide time to respond to competitive threats (memberi waktu untuk

merespon ancaman persaingan)

Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk

merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk

yang unggul, pelanggan yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan

tersebut untuk memperbaharui produknyadengan cara menyesuaikan atau

menetralisasikannya (Durianto dkk, 2001, p127).

Loyalitas merek pelanggan yang ada mewakili suatu asset strategis dan jika

dikelola dengan baik dan dieksploitasi dengan benar akan mempunyai potensi

untuk memberikan fungsi/nilai dalam beberapa bentuk seperti yang

diperlihatkan dalam gambar 2.2

Page 28: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

34

Sumber : Freddy Rangkuti, 2002, p63

Gambar 2.2 Fungsi loyalitas merek

2.1.4.2 Tingkatan Loyalitas Merek

Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya beberapa

tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran

yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas

merek tersebut adalah sebagai berikut :

1. Switcher (berpindah-pindah)

Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang

berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk

memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain

mengindikasikan sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik

pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun dianggap memadai serta

memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembeliaan. Ciri yang paling

nampak dari jenis pelanggan ini adalah merek membeli suatu produk karena

harganya murah.

2. Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan)

Pembeli yang berada pada tingkatan loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai

pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya tidak

Loyalitas merek

Pengurangan biaya pemasaran

Peningkatan perdagangan

Mengikat customer baru : menciptakan kesadaran merek dan menyakinkan kembali

Waktu merespon

Page 29: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

35

mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi meerk produk tersebut. Pada

tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan

keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama

jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai pengorbanan

lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam membeli suatu merek didasarkan

atas kebiasaan mereka selama ini.

3. Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan)

Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mengkonsumsi

merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja pembeli memindahkan

pembeliannya ke merek lain dengan menanggung switching cost (biaya peralihan)

yang terkai dengan waktu, uang atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan

beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat

loyalitas ini para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung

oleh pembeli yang masuk ddalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat

yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

4. Likes the brand (menyukai merek)

Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-

sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional

yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang

terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik

yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived

quality yang tinggi. Meskipun demikian sering kali rasa suka ini merupakan suatu

perasaan yang sulit diidentifikasi atau ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan

ke dalam sesuatu yang spesifik.

5. Commited buyer (pembeli yang komit)

Page 30: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

36

Pada tahapan ini pembeli merupakan pelangggan yang setia. Merek memliki suatu

kebanggan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi

sangat penting bagi pembeli dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu

ekspresi diri. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan

oleh tindakan merekomendasi dan mempromosikan merek tersebut kepada pihak

lain. (Durianto, dkk, 2001, pp128-129)

2.1.4.3 Ciri-Ciri Konsumen yang Loyal

Menurut Giddens et al (2002) Konsumen yang loyal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.

2. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan

merek lain.

3. Akan merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain.

4. dalam melakukan pembelian kembali produk tidak melakukan pertimbangan.

5. selalu mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut.

6. Mereka dapat menjadi semacam juru bicara merek tersebut dan mereka

selalu mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.

2.1.4.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Brand Loyalty

Menurut Aaker (dalam Maylina 2003, p103) faktor-faktor yang mempengaruhi

loyalitas merek adalah :

1. Kepuasaan

Kepuasaan konsumen meliputi penentuan keseluruhan mengenai produk dan

jasa yang mampu menciptakan keinginan dan kebutuhan konsumen. Untuk itu

sangatlah penting bagi suatu perusahaan untuk menciptakan kepuasan

konsumen. Karena konsumen yang puas akan menceritakan kepada orang lain

Page 31: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

37

dan melakukan pembelian ulang. Kepuuasaan merupakan suatu keseluruhan

variabel gabungan yang terdiri dari sebuah kompilasi yang diperhitungkan atau

sebuah perkiraan dari berbagai faktor yang berbeda yang terlibat dalam

hubungan antara perusahaan dengan konsumen. Secara spesifik dikatakan

bahwa beberapa elemen dari penawaran konsumen bisa diterima secara positif

sementara beberapa yang lainnya diterima secara negatif karena tidak bisa

menerima harapan-harapan konsumen.

2. Kebiasaan

Kebiasaan pada sebuah merek dapat terbentuk karena tidak adanya perbedaan

yang signifikan antar merek untuk produk yang sejenis, sehingga konsumen

tidak melakukan evaluasi alternatif pada merek tersebut. Dengan demikian

pengambilan keputusan yang dilakukan pada saat melakukan pembelian ttidak

melalui proses yang panjang. Loyalitas konsumen terhadap sebuah merek juga

dapat terbentuk karena kebiasaan konsumen secara umum, artinya kebiasaan

yang dipengaruhi faktor psikologis. Pada kondisi ini, dapat dikatakan bahwa

loyalitas konsumen telah terbentuk merek tersebut, yaitu bahwa konsumen tetap

membeli merek yang sama untuk suatu jenis produk dan cenderung tidak akan

berganti-ganti merek. Situasi ini bisa terjadi karena tiga faktor. Pertama,

konsumen menjadi familiar dengan merek yang telah digunakan berulangkali,

kemudian merasa nyaman dan cocok dengan merek tersebut serta ingin

menghindari situasi yang tidak familiar dengan alternatif produk atau merek lain.

Kedua, konsumen sering kali membentuk selera atau preferensinya karena

conditioning, artinya setelah beberapa kali mencoba kemudian belajar

menyukainya. Intergenerational influence berpengaruh signifikan terhadap

adopsi sejumlah merek. Artinya, merek yang digunakan oleh anggota keluarga

Page 32: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

38

tertentu bisa menjadi semacam testimoni tentang keunggulan merek

bersangkutan bagi anggota keluarga lainnya.

Kebiasaan sangat erat kaitannya dengan perilaku konsumen. Ada konsumen

yang memiliki perilaku yang sama dengan orang tuanya dalam mengkonsumsi

suatu produk yang merupakan kebiasaan yang dibawa sejak kecil, namun ada

juga faktor kebiasaan yang terbentuk bahwa konsumen tidak suka berpindah

merek karena konsumen merasa merek tersebut dapat memnuhi semua

kebutuhan dan harapannya, bukan karena pengaruh dari orang lain.

3. Kesukaan konsumen

Kesukaan konsumen merupakan bagian dari sikap konsumen yang merupakan

hasil dari pengalaman sebelumnya. Sikap biasanya memainkan peranan utama

dalam membentuk perilaku, dalam memutuskan merek apa yang akan dibeli

atau toko mana yang akan dijadikan langganan. Konsumen secara khas memilih

merek atau toko yang dievaluasi secara paling menguntungkan. Sebagai

akibatnya, peningkatan sikap dapat menjadi sasaran pemasaran yang berguna.

2.1.4.5 Pengukuran Brand Loyalty

Menurut (Aaker, 1991) dalam Wijarnako (2004, p128) loyalitas merek dapat diukur

melalui beberapa keuntungan, yaitu dengan adanya pembelian berulang (repeated purchase)

dan rekomendasi (recomendation) merek kepada teman dan lainnya.

• Repeated Purchase ( pembelian berulang ) : perilaku mengutamakan sebuah

merek dengan melakukan pembelian berulang.

• Recommendation ( rekomendasi ) : perilaku niat untuk membeli sebuah

produk dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.

2.1.4.6 Strategi Untuk Memelihara dan Meningkatkan Loyalitas Merek

Page 33: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

39

Secara umum, langkah-langkah untuk memelihara dan meningkatkan loyalitas merek

adalah dengan melakukan pemasaran hubungan (relationship marketing), pemasaran

frekuensi (frequency marketing). Berikut adalah beberapa contoh strategi yang dapat

dilakukan untuk dapat memelihara dan meningkatkan loyalitas merek :

1. Menjaga hubungan yang saling menguntungkan dengan pelanggan. Untuk itu

diperlukan suatru “relationship marketing” yang terpadu dari perusahaan agar

konsumen dapat terpuaskan terus menerus, sehingga loyalitas konsumen akan

terjaga sepanjang masa. Kepuasan konsumen menjadi salah satu faktor kunci dan

sangat menentukan langgengnya loyalitas merek.

2. Menjaga kedekatan dengan pelanggan secara berkesinambungan. Seorang

pemasar aatu sales person seringkali lupa dalam menjaga kedekatan dengan

pelanggan. Serngkali jalinan kedekatan hanya dilakukan pada saat transaksi

belum atau sedang terjadi dan begitu transaksi sedang berlangsung, cenderung

melupakan pelanggan. Beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain dengan

membentuk keanggotaan perusahaan dengan menggelar berbagai acar agar

kedekatan dapat terus terjaga. Aktivitas lain yang dapat dijalankan adalah

pengiriman kartu ucapan selamat kepada pelanggan pada momen-momen

tertentu.

3. Menciptakan biaya peralihan yang tinggi dan mampu menyulitkan konsumen

untuk berpindah merek. Langkah ini diadakan untuk mengikat konsumen agar

tidak beralih ke merek pesaing. Disamping itu, banyak pula perusahaan yang

melakukan program promosi yang bersifat fixed cost kepada konsumennya agar

konsumen terus memakai merek produk yang dipasarkan.

4. Memberi imbalan atas loyalitas pelanggan. Dalam hal ini perusahaan dapat

memberi imbalan berupa hadiah/reward lainnya.

5. Memberi pelayanan ekstra kepada pelanggan (Durianto, dkk, 2001, pp144-145).

Page 34: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

40

2.1.5 Hubungan antar Variabel

Kartajaya (2002, p227) mengungkapkan salah satu bentuk konsep pemasaran yang

bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal melalui experiential marketing

pemasar melihat emosi dari pelanggannya untuk mendapatkan loyalitas. Experiential

menurut Schmitt dapat dihadirkan melalui lima unsur panca indra (sense), perasaan (feel),

cara berpikir (think), kebiasan (act), dan pertalian atau relasi (relate). Jadi dengan

experiential marketing yang dibantu dengan citra merek dan reputasi perusahaan yang

memegang merek tersebut, sesuai dengan kepribadian konsumen maka konsumen merasa

percaya akan merek tersebut dan pada akhirnya konsumen akan loyal terhadap merek

perusahaan tersebut.

Dalam jurnal Ajeng peni hapsari (2008, p6) Brand image sangat berpatokan pada

pemahaman, kepercayaan, dan pandangan atau persepsi konsumen terhadap suatu merek.

Dalam jurnal Gede riana (2008, pp187-188) menurut Lau and Lee terdapat tiga

faktor yang mempengaruhi kepercayaan terhadap merek. Ketiga faktor ini berhubungan

dengan tiga entitas yang tercakup dalam hubungan antar merek dan konsumen. Adapun

ketiga faktor adalah merek itu sendiri, perusahaan pembuat merek, dan konsumen.

Selanjutnya Lau dan Lee memposisikan bahwa kepercayaan terhadap merek akan

menimbulkan loyalitas merek. Hubungan ketiga faktor tersebut terhadap kepercayaan merek

dapat dijelaskan sebagai berikut :

• Brand characteristic (image dari brand) mempunyai peran yang sangat penting

dalam menentukan pengambilan keputusan konsumen untuk mempercayai suatu

merek. Hal ini disebabkan oleh konsumen melakukan penilaian sebelum membeli.

Karakteristik merek yang berkaitan dengan kepercayaan merek meliputi dapat

diramalkan, mempunyai reputasi, dan kompeten.

• Company characteristic (corporate image) yang ada dibalik suatu merek juga dapat

mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen terhadap merek tersebut.

Page 35: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

41

Pengetahuan konsumen tentang perusahaan yang ada dibalik merek suatu produk

merupakan dasar awal pemahaman konsumen terhadap merek suatu produk.

Karakteristik ini meliputi reputasi suatu perusahaan, motivasi perusahaan yang

diinginkan, dan integritas suatu perusahaan.

• Consumer-brand characteristic merupakan dua kelompok yang saling mempengaruhi.

Oleh sebab itu karakteristik konsumen-merek dapat mempengaruhi kepercayaan

terhadap merek. Karakteristik ini meliputi kemiripan antar konsep emosional

konsumen dengan kepribadian merek, kesukaan terhadap merek, dan pengalaman

terhadap merek.

Freddy Rangkuti (2002, pp43-44) apabila para konsumen beranggapan bahwa merek

tertentu secara fisik berbeda dari merek pesaing, citra merek tersebut akan melekat secara

terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu, yang disebut

dengan loyalitas merek (brand loyalty).

Merek yang mampu menciptakan komitmen konsumen akan menghasilkan

kepercayaan konsumen dalam pengambilan keputusan sehingga akhirnya akan menentukan

loyalitas merek (Rizal Edi Halim 2002, p3).

Page 36: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

42

2.2 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis

Menurut Umar husein (2002, p67) hipotesis merupakan pernyataan sementara yang

perlu dibuktikan benar atau tidak. Menurut pola umum metode ilmiah, setiap riset terhadap

suatu objek hendaknya dibawah tuntunan suatu hipotesis yang berfungsi sebagai pegangan

Experiential

marketing

(X1)

• Sense

• Feel

• Think

• Act

• Relate

Brand image

(X2)

• Kualitas

• Pelayanan

• Harga

• Manfaat

• Citra

Brand trust

(Y)

• Brand Reliability

• Brand Intention

Brand loyalty

(Z)

• Repeated

Purchase

• Recommendat

ion

Page 37: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

43

sementara atau jawaban sementara yang masih harus dibuktikan kebenarannya dalam

kenyataan (empirical verification), percobaan (experimentation), atau praktek

(implementation). Dalam penelitian ini hipotesis yang diambil adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh atau kontribusi experiential marketing dan brand image

terhadap brand trust ?

1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, dan Y.

Ho : Variabel Experiential Marketing dan Brand Image tidak berpengaruh atau

berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel Brand Trust.

Ha : Variabel Experiential Marketing dan Brand Image berpengaruh atau

berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel Brand Trust.

2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Y.

Ho : Variabel Experiential Marketing tidak berpengaruh atau berkontribusi secara

signifikan terhadap variabel Brand Trust.

Ha : Variabel Experiential Marketing berpengaruh atau berkontribusi secara

signfikan terhadap variabel Brand Trust.

3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Y

Ho : Variabel Brand Image tidak berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan

terhadap variabel Brand Trust.

Ha : Variabel Brand Image berpengaruh atau berkontribusi secara signfikan

terhadap variabel Brand Trust.

2. Bagaimana pengaruh atau kontribusi experiential marketing dan brand image

terhadap brand trust dan dampaknya terhadap brand loyalty secara simultan dan

parsial?

1. Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z.

Page 38: BAB 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRANlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-1-00471-mn 2.pdfproduk dan jasa maka penciptaan Product Differentiation sangatlah sulit,

44

Ho : Variabel Experiential Marketing, Brand Image, dan Brand Trust tidak

berpengaruh atau berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap

variabel Brand Loyalty.

Ha : Variabel Experiential Marketing, Brand Image, dan Brand Trust berpengaruh

atau berkontribusi secara simultan dan signifikan terhadap variabel Brand

Loyalty.

2. Hipotesis pengujian secara individual antara X1 dan Z.

Ho : Variabel Experiential Marketing tidak berpengaruh atau berkontribusi secara

signifikan terhadap variabel Brand Loyalty.

Ha : Variabel Experiential Marketing berpengaruh atau berkontribusi secara

signfikan terhadap variabel Brand Loyalty.

3. Hipotesis pengujian secara individual antara X2 dan Z.

Ho : Variabel Brand Image tidak berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan

terhadap variabel Brand Loyalty.

Ha : Variabel Brand Image berpengaruh atau berkontribusi secara signfikan

terhadap variabel Brand Loyalty.

4. Hipotesis pengujian secara individual antara Y dan Z.

Ho : Variabel Brand Trust tidak berpengaruh atau berkontribusi secara signifikan

terhadap variabel Brand Loyalty.

Ha : Variabel Brand Trust berpengaruh atau berkontribusi secara signfikan

terhadap variabel Brand Loyalty.