Upload
vuongminh
View
219
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
4
BAB 2
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Kredit
2.1.1 Pengertian Kredit
Kredit berasal dari kata credere yaitu bahasa Italia yang artinya percaya,
jadi orang yang mendapat kredit dari bank berarti orang tersebut dipercaya oleh
bank untuk mendapat pinjaman.
Pengertian kredit, menurut Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal
(2007,p4) kredit adalah penyerahan barang, jasa atau uang dari satu pihak
(kreditor atau pemberi pinjaman) atas dasar kepercayaan kepada pihak lain
(nasabah atau pengutang/borrower) dengan janji membayar dari penerima
kredit kepada pemberi kredit pada tanggal yang telah disepakati kedua belah
pihak.
Menurut Syamsu Iskandar (2008, p93) kredit merupakan piutang bagi
bank atau lembaga keuangan bukan bank, maka pelunasannya (repayment)
merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh debitur terhadap utangnya,
sehingga risiko kredit macet dapat dihindarkan.
Pengertian kredit menurut (pasal 1 ayat 11 UU No.10 tahun 1998) kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya
setelaj jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Menurut Kasmir (2008, p101) kredit adalah kepercayaan pemberi kredit
kepada penerima kredit, bahwa kredit yang disalurkannya pasti akan
dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit berarti
menerima kepercayaan, sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar
kembali pinjaman tersebut sesuai dengan jangka waktunya.
5
Menurut Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso (2008, p113) kredit
adalah pemberian fasilitas pinjaman (bukan berdasarkan prinsip syariah) kepada
nasabah, baik berupa fasilitas pinjaman tunai (cash loan) maupun pinjaman
nontunai (non cash loan).
2.1.2 Unsur-Unsur Kredit
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal (2007, p5-6) menyatakan
bahwa terdapat unsur-unsur kredit, yaitu;
1. Adanya dua pihak, yaitu pemberi kredit (kreditor) dan penerima kredit
(nasabah).Hubungan pemberi kredit dan penerima kredit merupakan
hubungan kerja sama yang saling menguntungkan.
2. Adanya kepercayaan pemberi kredit kepada penerima kredit yang didasarkan
atas credit rating penerima kredit.
3. Adanya persetujuan, berupa kesepakatan pihak bank dengan pihak lainnya
yang berjanji membayar dari penerima kredit kepada pemberi kredit. Janji
membayar dapat berupa janji lisan, tertulis (akad kredit) atau berupa
instrumen (credit instrumen).
4. Adanya penyerahan barang, jasa, atau uang dari pemberi kredit kepada
penerima kredit.
5. Adanya unsur waktu (time element). Unsur waktu merupakan unsure
essensial kredit. Kredit dapat ada karena unsur waktu, baik dilihat dari
pemberi kredit maupun dilihat dari penerima kredit.
6. Adanya unsur risiko (degree of risk) baik dipihak pemberi kredit maupun
dipihak penerima kredit. Risiko dipihak pemberi kredit adalah risiko gagal
bayar (risk of default), baik karena kegagalan usaha (pinjaman komersial)
atau ketidakmampuan bayar (pinjaman konsumen) atau karena
ketidaksediaan membayar. Risiko dipihak nasabah adalah kecurangan dari
pihak kreditor, antara lain berupa pemberian kredit yang semula
6
dimaksudkan oleh pemberi kredit untuk mencaplok perusahaan yang diberi
kredit atau tanah yang dijaminkan.
7. Adanya unsur bunga sebagai kompensasi (prestasi) kepada pemberi kredit.
Bagi pemberi kredit, bunga tersebut terdiri dari berbagai komponen seperti
biaya modal (cost of capital), biaya umum (overhead cost), risk premium,
dan sebagainya.
Menurut M. Fitri Rahmadana dan Hafniah Lumbanraja (2002) unsur
pemberian kredit terdiri dari :
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan suatu keyakinan bagi sipemberi kredit bahwa kredit
yang diberikan benar-benar diterimakembali dimasa yang akan datang,
sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan oleh bank sebagai dasar
utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan.
2. Kesepakatan
Kesepakatan antara si pemberi kredit dengan si penerima kredit.
Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing
pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan
ini kemudian dituangkan dalam akad kredit dan ditandatangani kedua belah
pihak sebelum kredit dikucurkan.
3. Jangka waktu
Setiap kredit yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu. Jangka
waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. Jangka
waktu tersebut bisa berbentuk jangka pendek (di bawah 1 tahun), jangka
menengah (1 sampai 3 tahun), jangka panjang ( di atas 3 tahun). Jangka
waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah
disepakati kedua belah pihak. Untuk kondisi tertentu, jangka waktu ini dapat
diperpanjang sesuai kebutuhan.
7
4. Risiko
Akibat adanya tenggang waktu,maka pengembalian kredit akan
memungkinkan suatu risiko tidak tertagihnya atau macet pemberian suatu
kredit. Semakin panjang suatu jangka waktu kredit, maka semakin besar
risikonya, demikian pula sebaliknya. Risiko ini menjadi tanggungan bank,
baik risiko yang disengaja oleh nasabah, maupun oleh risiko yang tidak
disengaja, misalnya karena bencana alam, atau bangkrutnya usaha nasabah
tanpa ada unsur kesengajaan lainnya, sehingga nasabah tidak mampu lagi
melunasi kredit yang diperolehnya.
5. Balas Jasa
Bagi bank balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas
pemberian suatu kredit. Dalam bank jenis konvensional balas jasa kita kenal
dengan nama bunga. Selain bunga bank juga membebankan kepada
nasabah biaya administrasi kredit yang juga merupakan keuntungan bank.
2.1.3 Fungsi Kredit
Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal (2007,p7-11), kredit
mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Secara garis
besar, fungsi kredit di dalam perekonomian, perdagangan, dan keuangan dapat
dikemukakan sebagai berikut;
1. Kredit dapat meningkatkan utility (daya guna) dari modal/uang
2. Kredit meningkatkan utility (daya guna) suatu barang
3. Kredit meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
4. Kredit menimbulkan kegairahan berusaha masyarakat
5. Kredit sebagai alat stabilitas ekonomi
6. Kredit sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional
7. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional
8
Menurut Kasmir (2008, p107-108) kredit memiliki fungsi yang sangat
luas. Fungsi kredit adalah sebagai berikut;
1. Untuk meningkatkan daya guna uang
2. Untuk meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
3. Untuk meningkatkan daya guna barang
4. Meningkatkan peredaran barang
5. Sebagai alat stabilitas ekonomi
6. Untuk meningkatkan kegairahan berusaha
7. Untuk meningkatkan pemerataan pendapatan
8. Untuk meningkatkan hubungan internasional
2.1.4 Tujuan Kredit
Menurut Taswan (2006, p155), tujuan kredit yaitu :
1. Bagi bank
Yaitu dapat digunakan sebagai instrumen bank dalam memelihara likuiditas,
solvabilitas dan rentabilitas. Kemudian dapat menjadi pendorong
peningkatan penjualan produk bank yang lain dan kredit diharapkan dapat
menjadi sumber utama pendapatan bank yang berguna bagi kelangsungan
hidup bank tersebut.
2. Bagi debitur
Yaitu bahwa pemberian kredit oleh bank dapat digunakan untuk
memperlancar usaha dan selanjutnya meningkatkan gairah usaha sehingga
menjadi kontinuitas perusahaan.
3. Bagi masyarakat (negara)
Yaitu bahwa pemberian kredit oleh bank akan mampu menggerakan
perekonomian masyarakat, peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat akan
mampu menyerap tenaga kerja dan pada gilirannya mampu
mensejahterakan masyarakat.
9
2.1.5 Jenis-Jenis Kredit
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2001, p88) jenis kredit dibedakan
berdasarkan sudut pendekatan yang kita lakukan, yaitu :
1. Berdasakan tujuan/kegunaannya
a) Kredit konsumtif
b) Kredit modal kerja
c) Kredit investasi
2. Berdasarkan jangka waktu
a) Kredit jangka pendek
b) Kredit jangka menengah
c) Kredit jangka panjang
3. Berdasarkan macamnya
a) Kredit aksep
b) Kredit penjual
c) Kredit pembeli
4. Berdasarkan sektor perekonomian
a) Kredit pertanian
b) Kredit perindustrian
c) Kredit pertambangan
d) Kredit ekspor-impor
e) Kredit koperasi
f) Kredit profesi
5. Berdasarkan agunan/jaminan
a) Kredit agunan orang
b) Kredit agunan efek
c) Kredit agunan barang
d) Kredit agunan dokumen
6. Berdasarkan golongan ekonomi
10
a) Golongan ekonomi lemah
b) Golongan ekonomi menengah dan konglomerat
7. Berdasarkan penarikan dan pelunasan
a) Kredit rekening koran (kredit perdagangan)
b) Kredit berjangka
2.1.6 Penggolongan Kualitas Kredit
Menurut Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal (2007,p42-48) ada
beberapa penggolongan kualitas kredit, yaitu;
1. Kredit lancar (pass)
Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di antaranya:
a. Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu
b. Memiliki mutasi rekening yang aktif
c. Bagian dari kredit yang dijamin dengan jaminan tunai (cash collateral)
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Industri
1) Diterima/umum
2) Permintaan cukup
3) Prifitabilitas cukup
4) Persaingan minimal
b. Perusahaan
1) Di atas rata-rata sektor
2) Daya saing kuat
3) Produk dan pasar yang baik
c. Keuangan
1) Menguntungkan
2) Likuid
3) Cash flow memadai
11
4) Rasio utang rendah
5) Dua sumber pembayaran kembali
6) Sedikit ketergantungan terhadap foreign exchange dan stabilitas
suku bunga.
d. Manajemen
1) Memiliki kemampuan
2) Memiliki integritas
3) Memiliki visi strategis yang jelas
4) Kontrol yang baik
5) Eksternal audit yang baik
e. Viability, tidak ada risiko yang signifikan
2. Perhatian Khusus (Special Mention)
Kredit yang digolongkan ke dalam kredit dalam perhatian khusus apabila
memenuhi kriteria diantaranya:
a. Terdapat Tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui sembilan puluh hari
b. Kadang-kadang terjadi cerukan
c. Mutasi rekening relatif aktif
d. Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan
e. Didukung oleh pinjaman baru
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Industri
1) Dipertanyakan
2) Pendapatan menurun
3) Kompetisi meningkat
4) Kompetisi harga meningkat
5) Biaya operasi meningkat
6) Dalam real estate: tingkat hunian dan/atau daya serap menurun
12
b. Perusahaan
1) Di dalam rata-rata sektor
2) Beberapa kelemahan dalam persaingan
c. Keuangan
1) Keuntungan rendah
2) Likuiditas dapat diterima
3) Rasio utang moderat
4) Dua sumber pembayaran kembali
5) Aliran kas lebih rendah dari pada pembayaran pokok dan bunga
pinjaman
6) Dapat menopang perubahan kecil foreign exchange dan suku
bunga
d. Manajemen
1) Mampu memenuhi syarat
2) Memiliki integritas
3) Beberapa permasalahan strategis
4) Perbaikan dalam kontrol
5) Komite pemilik dan manajemen
6) Eksternal audit dapat diterima
e. Viability
1) Kemauan melepaskan diri dari masalah
2) Kekuatan untuk menanggulangi
3) Pemilik dapat mendukung
4) Modal bari dimungkinkan bila perlu
5) Tidak terdapat masalah ketenagakerjaan yang berarti
3. Kurang lancar (Substandard)
Kriteria kredit kurang lancar adalah sebagai berikut:
13
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui sembilan puluh hari
b. Sering terjadi cerukan
c. Frekuensi mutasi rekening relatif rendah
d. Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari
sembilan puluh hari
e. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi nasabah
f. Dokumentasi pinjaman yang lemah
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Industri
1) Bergejolak
2) Pendapatan menurun
3) Permintaan menurun
4) Risiko liberalisasi
5) Risiko bahan mentah
6) Risiko devaluasi
7) Regulasi harga
8) Weak co under preasure
b. Perusahaan
1) Di bawah rata-rata sektor
2) Tingkat kompetisi tinggi
3) Aspek teknologi lemah
c. Keuangan
1) Pendapatan rendah mendekati 0
2) Likuiditas rendah
3) Rasio utang tinggi
4) Satu sumber pembayaran kembali
14
5) Aliran kas lebih rendah daripada pembayaran pokok dan bunga
pinjaman
6) Aset rentan terhadap perubahan kurs foreign exchange dan
bunga
7) Meningkatkan masalah modal kerja
d. Manajemen
1) Kapasitas rendah
2) Kurang pengalaman
3) Integritas diragukan
4) Tidak ada visi strategis
5) Kontrol yang lemah
6) Konflik kepemimpinan
7) Eksternal audit dapat lemah
e. Viability
1) Dukungan pemilik diragukan
2) Memerlukan pemasaran yang baru
3) Risiko masa depan yang potensial
4) Terdapat masalah ketenagakerjaan
5) Produk dan pasar tidak dapat ditingkatkan
4. Diragukan (Doubtful)
Kredit digolongkan kredit diragukan apabila memenuhi kriteria berikut:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 hari
b. Terjadi cerukan yang bersifat permanen
c. Terjadi wanprestasi lebih dari 180 hari
d. Terjadi kapitalisasi bunga
e. Dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit maupun
pengikatan jaminan
15
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Industri
1) Tidak baik
2) Pendapatan 0 atau negatif
3) Kompetisi harga sangat tajam
4) Harga menurun
5) Memerlukan restrukturisasi operasional
6) Harga politis
b. Perusahaan
1) Jauh dibawah rata-rata sektor
2) Tingkat kompetisi yang sangat tinggi
3) Masalah teknologi yang parah
4) Membutuhkan modernisasi yang mendesak
5) Kehilangan pasar
6) Masalah produk
7) Ekspansi yang terlalu cepat
c. Keuangan
1) Kerugian operasional
2) Tidak likuid
3) Menjual aset untuk mempertahankan usaha
4) Aliran kas < pembayaran bunga
5) Rasio utang sangat tinggi
6) Sumber pembayaran tidak cukup
7) Meningkatnya modal kerja menyembunyikan kerugian
operasional
d. Manajemen
1) Parah
2) Tidak kompeten
16
3) Tidak bisa bekerjasama
4) Kontrol sangat lemah
5) Masalah kepemilikan
6) Tidak ada sumber permodalan baru
7) Eksternal audit yang parah
e. Viability
1) Masalah operasional
2) Kelebihan tenaga kerja yang banyak
3) Membutuhkan penghapusan utang
4) Restrukturisasi produk
5) Restrukturisasi proses
6) Pengembalian biaya tidak penuh
5. Macet (Loss)
Kredit digolongkan kredit macet apabila memenuhi kriteria di antaranya:
a. Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 270 hari
b. Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru
c. Dari segi hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan
pada nilai wajar
Dengan indikator sebagai berikut:
a. Industri
1) Hampir mati
2) Struktur industri lemah
3) Bersifat anakronis
b. Perusahaan
1) Tidak dapat berkompetisi
2) Ketinggalan teknologi
3) Produk yang lemah
17
4) Risiko negara
5) Peran yang sangat terbatas
6) Lower quartile
c. Keuangan
1) Kerugian yang besar
2) Penjualan aset saat merugi
3) Masalah kas dan utang yang parah
4) Aliran kas < biaya produksi
5) Tidak ada sumber pembayaran
d. Manajemen
1) Sangat parah
2) Tidak dapat dipercaya
3) Sangat tidak kompeten
4) Kemungkinan terjadi fraud
5) Tidak ada kepemimpinan
e. Viability
1) Sangat dipertanyakan
2) Harus dilikuidasi
3) Harus dipecah-pecah
4) Likuidasi pada nilai dasar
5) Pembeli sedikit
2.1.7 Prosedur Pemberian Kredit
Menurut Rachmat Firdaus dan Maya Ariyanti (2003, p91-146), langkah-
langkah yang umum dalam prosedur perkreditan yaitu :
1. Persiapan kredit
Kegiatan tahap permulaan dengan maksud untuk saling mengetahui
informasi dasar antara calon debitur dengan bank, terutama calon debitur
18
yang baru pertama kali akan mengajukan kredit kepada bank yang
bersangkutan, biasanya dilakukan wawancara atau cara-cara lain.
2. Analisis kredit atau penilaian kredit
Dalam tahap ini diadakan penilaian yang mendalam tentang keadaan usaha
atau proyek pemohon kredit.
3. Keputusan kredit
Atas dasar laporan hasil analisis kredit, maka pihak bank melalui pemutus
kredit, baik berupa seorang pejabat yang ditunjuk atau pimpinan bank
tersebut maupun berupa satu komite dengan anggota lebih dari satu orang
pejabat sesuai dengan yang tertuang dalam kebijakan perkreditan bank
masing-masing dapat memutuskan apakah permohonan kredit tersebut layak
untuk diberi kredit atau tidak.
4. Pelaksanaan dan administrasi kredit
Setelah calon peminjam mempelajari dan meyetujui isi keputusan kredit
serta bank telah menerima dan meneliti semua persyaratan kredit dari calon
peminjam terutama surat-surat asli bukti jaminan, fotocopy izin usaha dan
tempat usaha, fotocopy NPWP dan bukti pembayaran pajak tahun terakhir
dan sebagainya, maka kedua belah pihak menandatangani perjanjian kredit
serta syarat-syarat umum pemberian kredit, beserta lampiran-lampirannya.
2.1.8 Analisis Kredit
Analisis kredit merupakan saah satu tahap dalam proses kegiatan
perkreditan yang amat penting, yang akan mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan bank dalam usaha perkreditan.
Analisis kredit menurut Lukman Dendawijaya (2005, p88) yaitu suatu
proses yang dimaksudkan untuk menganalisis atau menilai suatu permohonan
kredit yang diajukan oleh calon debitur kredit sehingga dapat memberikan
19
keyakinan kepada pihak bank bahwa proyek yang akan dibiayai dengan kredit
bank cukup layak (feasible).
Menurut pendapat Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal (2006,
p287), analisis kredit adalah kajian yang dilakukan untuk mengetahui kelayakan
dari suatu permasalahan kredit melalui hasil analisis kreditnya, dapat diketahui
apakah usaha nasabah layak dan marketable, dan profitable, serta dapat dilunasi
tepat waktu.
Tujuan analisis kredit berdasarkan jurnal Frengky Lady (2008) adalah
untuk menentukan kesanggupan dan kesungguhan seorang peminjam untuk
membayar kembali pinjaman sesuai dengan persyaratan yang terdapat dalam
perjanjian pinjaman.
Analisis kredit ini dilakukan dengan tujuan agar kredit yang diberikan
mencapai sasaran, yaitu aman. Artinya kredit tersebut harus diterima kembali
pengembaliannya secara tertib, teratur, dan tepat waktu sesuai dengan
perjanjian antara bank dengan nasabah sebagai penerima dan pemakai kredit.
Selain itu, dengan tujuan terarah, artinya kredit yang diberikan tersebut akan
digunakan untuk tujuan seperti yang dimaksud dalam permohonan kredit dan
sesuai dengan peraturan dan kesepakatan ketika disyaratkan dalam akad kredit.
Analisis kredit amat penting, karena analisis kredit dapat untuk :
1. Menentukan berbagai resiko yang akan dihadapi oleh bank dalam
memberikan kredit kepada seseorang atau badan usaha.
2. Mengantisipasi kemungkinan pelunasan kredit.
3. Mengetahui jenis kredit, jumlah kredit, dan jangka waktu kredit yang
dibutuhkan oleh usaha debitur.
4. Mengetahui kemampuan dan kemauan debitur untuk melunasi kreditnya.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa analisis kredit merupakan
peralatan yang sangat penting untuk pengambilan keputusan yang tepat apakah
20
kredit diberikan atau tidak. Analisis kredit yang baik haruslah memenuhi
persyaratan :
1. Analisis hendaknya lengkap meliputi semua aspek dari pemohon.
2. Semua aspek tersebut hendaknya dianalisis secara objektif dalam arti semua
aspek kekuatan dan kelemahan dari pemohon dapat dianalisis.
3. Analisis mengandung penilaian yang tegas dan jelas, sehingga memudahkan
untuk pengambilan keputusan.
2.1.9 Teknik Analisis Kredit Perorangan
Menurut Sutojo, Siswanto (2007, p175-186) ada beberapa metode
analisa untuk kredit perorangan, yaitu:
• Metode Pertimbangan (Judgemental Credit Analysis)
Kemampuan calon debitur mencicil kredit yang dipinjam, dapat diukur
dengan jalan memperbandingkan jumlah penghasilan tetap mereka dengan
jumlah kewajiban keuangan tiap bulan.
DIR (Debt to Income Ratio) = pengeluaran tetap/bulan
Pendapatan tetap/bulan
• Metode Empiris
Menggunakan SCS (Standard Credit Scoring) dengan jalan menyusun standar
jumlah nilai evauasi sebagai dasar pertimbangan untuk meluluskan atau
menolak permintaan kredit yang diajukan.
Menurut Nyoman Duari (2009, xa.yimg.com), salah satu teknik analisis
kredit untuk perorangan, yaitu :
• Analisis kemampuan membayar (Affordability Assessment)
Dapat dihitung dengan rumus : income
Pembayaran
Menurut KeluargaCerdas123 (2009, keluargacerdas123.com), dapat
digunakan analisis DSR (Debt Service Ratio) dengan rumus :
21
DSR = total pembayaran pinjaman atau angsuran bulanan
total pendapatan penghasilan/bulan
2.2 5 C (The Five C’s of Credit)
Dalam dunia perbankan prinsip analisis kredit dikenal dengan konsep 5C.
Berdasarkan jurnal Muanas (2006), Metode analisis 5 C adalah sebagai berikut :
1. Character
Suatu keyakinan bahwa sifat atau watak dari orang-orang yang akan
diberikan kredit benar-benar dapat dipercaya, hal ini tercermin dari latar
belakang si nasabah baik dari pekerjaan maupun yang bersifat pribadi
seperti: gaya hidup, keadaan keluarga dsbnya.Ini semua ukuran “kemauan”
membayar.
2. Capacity
Untuk melihat nasabah dalam kemampuannya dalam bidang bisnis yang
dihubungkan dengan pendidikannya, kemampuan bisnis juga diukur dengan
kemampuannya dalam memahami tentang ketentuan-ketentuan pemerintah.
Begitu pula dengan kemampuannya dalam menjalankan usahanya selama
ini. Pada akhirnya akan terlihat “kemampuannya” dalam mengembalikan
kredit yang telah disalurkan.
3. Capital
Untuk melihat penggunaan modal apakah efektif, dilihat laporan keuangan
(neraca dan laporan laba rugi) dengan melakukan pengukuran seperti dari
segi likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, dan ukuran lainnya. Capital juga
harus dilihat dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini.
4. Colleteral
Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik
maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan.
Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu
22
masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat dipergunakan secepat
mungkin.
5. Condition
Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi dan politik
sekarang dan dimasa yang akan datang sesuai sektor masing-masing, serta
prospek usaha dari sektor yang ia jalankan. Penilaian prospek bidang usaha
yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga
kemungkinan kredit itu bermasalah kecil.
2.3 Standard Credit Scoring
Menurut Siswanto (2007, p177), dalam analisa kredit dengan metode
empiris, bank akan menyusun standar jumlah nilai evaluasi (standard credit
scoring) yang dipergunakan sebagai dasar pertimbangan untuk meluluskan atau
menolak permintaan kredit yang diajukan. Standar nilai tersebut disusun dari
gabungan hasil evaluasi berbagai macam kriteria yang dapat mempengaruhi
kemampuan dan kesediaan debitur melunasi kredit yang mereka terima.
Setelah diteliti, maka permintaan kredit yang jumlah nilainya sama atau
di atas jumlah minimal standard credit scoring, dapat diluluskan, sedangkan
permintaan kredit yang tidak dapat memenuhi jumlah minimal standard credit
scoring akan ditolak. Penentuan Scoring menggunakan Expert Judgment.
2.4 Metode Perbandingan Eksponensial
Menurut Syamsul Maarif dan Hendri Tanjung (2003, p100), Metode
Perbandingan Eksponensial merupakan salah satu metode pengambilan
keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala
tertentu.
23
Menurut Marimin (2004, p21), MPE merupakan salah satu metode untuk
menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.
Keunggulan metode ini adalah mengurangi bias dalam pengambilan keputusan.
Metode ini sekilas sangat sederhana, yang pada prinsipnya merupakan
suatu metode skoring terhadap pilihan-pilihan yang ada. Namun demikian,
dengan perhitungan secara eksponensial, perbedaan nilai kriteria yang satu
dengan kriteria yang lainnya dapat dibedakan dengan jelas tergantung tingkat
penilaian tersebut. Hal yang sangat penting dalam metode ini adalah penentuan
bobot dari setiap kriteria yang ada.
2.4.1 Prosedur MPE
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pemilihan keputusan dengan
menggunakan MPE :
1. Penentuan alternatif keputusan
2. Penyusunan kriteria keputusan yang akan dikaji
3. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap kriteria keputusan dengan
menggunakan skala konversi tertentu sesuai dengan keinginan pengambil
keputusan.
4. Penentuan derajat kepentingan relatif setiap pilihan keputusan pada setiap
kriteri keputusan.
5. Penghitungan nilai dari setiap alternatif keputusan.
6. Pemeringkatan nilai yang diperoleh dari setiap alternatif keputusan.
2.4.2 Penghitungan MPE
2.4.2.1 Penghitungan Total Nilai Setiap Alternatif Keputusan
Rumus :
m
Total Nilai (TNi) = ∑ (RKij)TKK j
j=1
24
Dengan :
TNi = total nilai alternatif ke-i
RKij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada keputusan ke-i
TKKj = derajat kepentingan kriteria keputusan ke-j, yang dinyatakan
dengan bobot; TKKj > 0; bulat
n = jumlah pilihan keputusan
m = jumlah kriteria keputusan
Penerapan metode perbandingan eksponensial dalam suatu tabel
keputusan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.4.2.1 Bagan Matriks Metode Perbandingan Eksponensial
Pilihan
KeputusanKriteria Keputusan Nilai Prioritas
1 2 3 - - m
1
2
-
-
n
RK11
RKnm
TN1
TNn
Derajat
kepentinganTKK1
TK
K2
TK
K3 - -
Sumber: Peneliti
2.4.2.2 Metode Pembobotan (Derajat Kepentingan)
Penentuan derajat kepentingan atau bobot dari setiap kriteria
merupakan hal yang sangat penting Dalam pengambilan keputusan
menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial. Penentuan bobot ini
dinilai sangat penting karena akan mempengaruhi nilai total akhir dari
25
setiap pilihan keputusan. Bobot merupakan nilai preferensi tujuan tak
berdimensi. Bobot mempunya sifat sebagai berikut :
0 ≤ We ≤ 1, dimana We = bobot ke e, dan e = 1,2,...k
k
∑ We = 1 e=1
Pernyataan We > Wk, artinya tujuan/kriteria Ze lebih penting
dari tujuan /kriteria Zk. Ketika We = Wk, artinya tujuan/kriteria Ze sama
penting dari tujuan/kriteria Zk.
Beberapa metode dalam penentuan bobot adalah sebagai
berikut :
1. Pemberian bobot secara langsung kepada setiap kriteria.
Pemberian bobot seperti ini sangat bersifat subyektif, karena
penilaian setiap kriteria akan terpisah. Disini seorang akan
memberikan bobot secara langsung tanpa melakukan perbandingan
relatif terhadap kriteria yang lainnya. Pemberian bobot ini bisa
dilakukan oelh orang yang mengerti , paham, dan berpengalaman
dalam menghadapi masalah keputusan yang dihadapi.
2. Penentuan bobot dengan Metode Eckenrode
Konsep dari pembobotan ini adalah dengan melakukan perubahan
urutan menjadi nilai, dimana :
• Urutan 1 dengan tingkat (nilai) yang tertinggi,
• Urutan 2 dengan tingkat (nilai) dibawahnya,
• Dan seterusnya.
Misalkan kita akan menentukan alternatif keputusan dengan
beberapa kriteria keputusan (misal jumlah k kriteria), maka :
• Urutan 1 mempunyai nilai = k – 1,
• Urutan 2 mempunyai nilai = k – 2,
26
• Dan seterusnya.
Dengan demikian, nilai = jumlah kriteria – urutan
Formula penentuan bobot:
n
∑ λej j=1
We = , untuk e = 1,2,...k
k n
∑ λej ∑ eej e=1 j=1
dimana λej = nilai tujuan ke λ oleh ekspert ke j
n = jumlah ekspert
2.5 Kerangka Pemikiran
Analisa kelayakan kredit yang dimaksud adalah analisis terhadap
kemampuan dan kemauan calon debitur, yang dilakukan perusahaan untuk
memperoleh keputusan pemberian atau penolakan sebuah permintaan kredit.
Kemampuan calon debitur ditunjukan melalui proses analisis 5 C, dan selanjutnya
dilakukan penilaian terhadap point-point pada masing-masing kriteria dengan
menggunakan analisis SCS.
Dalam analisis SCS, tiap-tiap point pada masing-masing kriteria diberi
nilai, nilai weakness akan menjadi pengurang nilai strength dari calon debitur.
Kemudian hasilnya akan dianalisis lebih lanjut menggunakan analisis MPE.
Dalam analisis MPE, nilai tiap-tiap kriteria akan dimasukan dalam analisis
MPE dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditentukan
sebelumnya. Nilai total masing-masing alternatif diperoleh dari penghitungan nilai
tiap kriteria pada masing-masing alternatif keputusan yang direlasikan dengan
derajat kepentingan (bobot) masing-masing kriteria. Dan total nilai dari masing-
masing alternative keputusan akan diberi peringkat, dengan nilai yang terbesar
27
memiliki peringkat pertama dan nilai yang lebih rendah memiliki peringkat kedua.
Alternatif keputusan yang memiliki peringkat pertama tersebut akan dijadikan
keputusan akhir untuk memberikan atau menolak permintaan kredit.
Kerangka pemikiran proses analisis dalam penelitian ini dapat dilihat
melalui gambar berikut ini:
Gambar 2.5 Kerangka Penelitian
Sumber: Peneliti
5 C (The Five C’s of Credit)
SCS (Standard Credit Scoring)
MPE (Metode Perbandingan Eksponensial)
Analisa Kelayakan Kredit
PT. Aryaniaga Mitranusa
(Data & Proses Kredit)
Debitur
Keputusan Pemberian Kredit