35
23 Bab 2 Landasan Teori 2.1 Pengertian Prestasi Belajar Belajar dapat terjadi di mana saja, di kelas, di laboratorium, di lapangan, di warung telekomunikasi dan melalui dunia maya. Bahkan sekolah itu adalah seluruh alam semesta ini. (Prawiradilaga, 2007) Menurut John Dewey (dalam Suparno, 2001), belajar merupakan bagian dari interaksi manusia dengan lingkungannya. Dewey mengemukakan konsep Learning by doing” yaitu belajar melalui kegiatan melakukan bukan hanya mendengar dan melihat. Karena kenyataannya sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam kehidupan nyata. (Muslich, 2008) Proses belajar terjadi karena pemahaman individu akan lingkungannya. (Sanjaya, 2010) Hasil dari proses belajar inilah yang disebut prestasi belajar. Hasil belajar siswa (prestasi) dapat menunjukkan telah terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan siswa. Pencapaian hasil belajar yang tinggi merupakan suatu harapan dari setiap siswa. (Sopiatin, 2010) Menurut Mulyasa (2006), hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang

Bab 2 Landasan Teori - repository.uksw.edu · untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh

  • Upload
    others

  • View
    5

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • 23

    Bab 2 Landasan Teori

    2.1 Pengertian Prestasi Belajar Belajar dapat terjadi di mana saja, di kelas, di

    laboratorium, di lapangan, di warung telekomunikasi

    dan melalui dunia maya. Bahkan sekolah itu adalah

    seluruh alam semesta ini. (Prawiradilaga, 2007)

    Menurut John Dewey (dalam Suparno, 2001),

    belajar merupakan bagian dari interaksi manusia

    dengan lingkungannya. Dewey mengemukakan konsep

    “Learning by doing” yaitu belajar melalui kegiatan

    melakukan bukan hanya mendengar dan melihat.

    Karena kenyataannya sebagian besar siswa tidak

    mampu menghubungkan antara apa yang mereka

    pelajari dengan bagaimana pemanfaatannya dalam

    kehidupan nyata. (Muslich, 2008)

    Proses belajar terjadi karena pemahaman individu

    akan lingkungannya. (Sanjaya, 2010) Hasil dari proses

    belajar inilah yang disebut prestasi belajar. Hasil

    belajar siswa (prestasi) dapat menunjukkan telah

    terjadi peningkatan pengetahuan dan kemampuan

    siswa. Pencapaian hasil belajar yang tinggi merupakan

    suatu harapan dari setiap siswa. (Sopiatin, 2010)

    Menurut Mulyasa (2006), hasil belajar merupakan

    prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan yang

  • 24

    menjadi indikator kompetensi dasar. Slameto (2003)

    mendefinisikan prestasi belajar sebagai performance

    dan kompetensinya setelah mempelajari materi untuk

    mencapai tujuan pengajaran dalam satuan waktu

    tertentu yang dapat berupa semester atau tahun

    pelajaran. Hall dan Jones (dalam Muslich, 2008)

    menyatakan bahwa kompetensi adalah penampilan

    suatu kemampuan tertentu secara bulat yang

    merupakan perpaduan antara pengetahuan dan

    kemampuan yang dapat diamati dan diukur.

    Dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang

    standar proses, merumuskan bahwa kompetensi

    adalah (1) seperangkat tindakan cerdas, penuh

    tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat

    untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam

    melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan

    tertentu; (2) keseluruhan sikap, keterampilan, dan

    pengetahuan yang dinyatakan dengan ciri yang dapat

    diukur.

    Menurut Susilawati (2011), prestasi belajar

    berdasarkan KTSP adalah merupakan tingkat

    keberhasilan siswa dari kegiatan belajar, biasanya

    berupa pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill),

    dan sikap. Kompetensi yang telah dimiliki siswa diukur

    berdasarkan pencapaian KKM (Kriteria Ketuntasan

    Minimal). KTSP adalah pembelajaran yang

  • 25

    menitikberatkan pada aspek pengembangan

    kompetensi siswa dan target keterampilan sesuai

    dengan standar yang telah ditetapkan. Pembelajaran

    bagi siswa pada akhirnya ditujukan untuk pencapaian

    kompetensi-kompetensi yang dinyatakan dengan

    tumbuh dan berkembangnya satu kesatuan nilai-nilai,

    pengetahuan, sikap dan kinerja/perbuatan secara

    nyata. (Akbar, 2010)

    Jadi, prestasi belajar adalah kompetensi yang

    dikuasai siswa setelah mengikuti proses pembelajaran

    yang diukur berdasarkan tercapai tidaknya KKM.

    Dalam penelitian ini prestasi belajar dirumuskan

    sebagai kompetensi siswa yang terukur lewat kegiatan

    evaluasi setelah mengikuti proses pembelajaran.

    Ukuran keberhasilan peserta didik berupa penguasaan

    pengetahuan, sikap, dan keterampilan berdasarkan

    tercapai tidaknya KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)

    yang telah ditetapkan. Prestasi belajar yang dicapai

    siswa dituangkan dalam bentuk angka atau nilai, yang

    tertera dalam buku daftar nilai, dalam ukuran atau

    satuan waktu semester dan tahunan.

  • 26

    2.2 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

    merupakan kurikulum terbaru di Indonesia. KTSP yang

    dilaksanakan mulai tahun 2006 dimana pembelajaran

    lebih ditekankan pada aspek pengembangan

    kompetensi siswa (Susilo, 2008) dan target

    keterampilan dengan harapan mutu lulusan lebih

    bermakna dalam kehidupannya. Pembelajaran berbasis

    kompetensi menekankan pembelajaran ke arah

    penciptaan dan peningkatan serangkaian kemampuan

    dan potensi siswa agar bisa mengantisipasi tantangan

    aneka kehidupannya. (Muslich, 2008)

    Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar

    Nasional Pendidikan pasal 1 ayat 15, KTSP adalah

    kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan

    oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan

    KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan

    memerhatikan dan berdasarkan standar kompetensi

    serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan

    Standar Nasional Pendidikan.(BSNP, 2005)

    KTSP tidak akan lepas dari ketetapan-ketetapan

    yang telah disusun pemerintah secara nasional.

    Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk

    mengembangkan kurikulum akan tetapi kewenangan

    itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya

  • 27

    saja; sedangkan yang menjadi rujukan

    pengembangannya itu sendiri ditentukan oleh

    pemerintah, misalnya jenis mata pelajaran beserta

    jumlah jam pelajarannya, isi dari setiap mata pelajaran

    itu sendiri, serta kompetensi yang harus dicapai oleh

    setiap mata pelajaran itu. KTSP berorientasi pada

    pengembangan individu. Hal ini dapat dilihat dari

    prinsip-prinsip pembelajaran dalam KTSP yang

    menekankan pada aktivitas siswa untuk mencari dan

    menemukan sendiri materi pelajaran melalui berbagai

    pendekatan dan strategi pembelajaran. Kriteria

    keberhasilan KTSP lebih banyak diukur dari

    kompetensi siswa. KTSP mengakses kepentingan

    daerah. Hal ini tampak pada salah satu prinsip KTSP,

    yakni berpusat pada potensi, perkembangan,

    kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan

    lingkungannya. (Sanjaya, 2008)

    Kedalaman muatan KTSP pada setiap mata

    pelajaran di Sekolah Dasar (SD) dituangkan dalam

    kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai

    dengan beban belajar. Kompetensi yang dimaksud

    terdiri dari standar kompetensi dan kompetensi dasar

    yang dikembangkan BSNP (Badan Standar Nasional

    Pendidikan) berdasarkan standar kompetensi lulusan.

    Mata pelajaran wajib di Sekolah Dasar (SD) yang

    ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama enam

  • 28

    tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI adalah

    Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan,

    Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam

    (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan

    Keterampilan (SBK), Pendidikan Jasmani Olahraga dan

    Kesehatan (Penjaskes). Muatan lokal merupakan

    kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi

    yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan

    prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan

    daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke

    dalam mata pelajaran yang ada. (BSNP, 2005) Muatan

    lokal yang diselenggarakan di Propinsi Jawa Tengah

    adalah Bahasa Jawa dan di Kabupaten Banyubiru

    adalah Tembang Jawa. Pembelajaran pada Kelas IV SD

    dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.

    Pengembangan diri bukan merupakan mata

    pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan

    diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta

    didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri

    sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat setiap

    peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan

    pengembangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh

    konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat

    dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.

    Kegiatan pengembangan diri dilakukan melalui

    kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan

  • 29

    masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan

    pengembangan karir peserta didik. (BSNP, 2005)

    Mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta

    didik dalam kegiatan pembelajaran yang ditempuh di

    kelas IV SD adalah sebagai berikut :

    1. Pendidikan Agama Peran Agama dalam kehidupan umat manusia.

    Sehingga internalisasi nilai-nilai agama dalam

    kehidupan setiap individu dapat ditempuh melalui

    pendidikan. BSNP (2005) merumuskan standar sebagai

    berikut : Pendidikan agama dimaksudkan untuk peningkatan

    potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar

    menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

    Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak

    mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai

    perwujudan dari pendidikan agama. Peningkatan potensi

    spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan

    penanaman nilai-nilai keagamaan, serta pengamalan

    nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun

    kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual

    tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi

    berbagai potensi yang dimiliki manusia yang

    aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya

    sebagai makhluk Tuhan.

    Menurut Nuhamara (2009), pendidik-pendidik

    agama mempunyai tanggung jawab dalam

    meningkatkan kualitas pendidikan dalam masyarakat.

  • 30

    Karena pendidikan agama dapat menyumbang

    terhadap perkembangan manusia secara intelektual,

    sosial, moral dan spiritual. Dengan demikian tentunya

    prestasi belajar pendidikan agama siswa akan

    meningkat seiring dengan pendidik-pendidik agama

    melaksanakan tanggungjawabnya.

    Azizah (2009) menyatakan bahwa sangatlah tepat

    apabila usaha penanaman nilai-nilai agama selain dari

    keluarga juga diberikan pada pendidikan prasekolah.

    Hendaknya nilai-nilai agama ditanamkan kepada anak

    sedini mungkin. Seiring dengan bertambahnya usia,

    hendaknya semakin banyak pula penjelasan dan

    pengertian tentang nilai-nilai agama itu sesuai dengan

    dengan perkembangan kecerdasannya.

    2. Pendidikan Kewarganegaraan

    BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan merupakan

    mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan

    warga negara yang memahami dan mampu

    melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk

    menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil,

    dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan

    UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

    bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan (1)

    berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam

    menanggapi isu kewarganegaraan; (2) berpartisipasi

    secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak

  • 31

    secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat,

    berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi; (3)

    berkembang secara positif dan demokratis untuk

    membentuk diri berdasarkan karakter-karakter

    masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan

    bangsa-bangsa lainnya; (4) berinteraksi dengan bangsa-

    bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung

    atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi

    informasi dan komunikasi.

    Rahmawati (2003) menyatakan bahwa prestasi

    belajar Pendidikan Kewarganegaraan adalah

    pengetahuan yang dicapai dan keterampilan yang

    dikembangkan dalam melestarikan nilai hukum dan

    moral yang berakar pada budaya bangsa, dan

    mencerminkan pencapaian hasil belajar siswa. Menurut

    Murdiono (2007), penananaman nilai moral sejak usia

    dini membawa pengaruh yang positif terhadap

    perkembangan moral anak.

    3. Bahasa Indonesia

    Bahasa merupakan alat berkomunikasi yang

    dipergunakan oleh setiap manusia. BSNP (2005)

    menyebutkan bahwa “pembelajaran bahasa Indonesia

    diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta

    didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia

    dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis,

  • 32

    serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya

    kesastraan manusia Indonesia.”

    Menurut Sawardi (1981), kemahiran dan

    keterampilan berbahasa akan banyak membantu

    berhasilnya pengajaran mata pelajaran lain. Sardja

    (dalam Supriyadi, 2004) menemukan bahwa rendahnya

    tingkat kesiapan belajar membaca (reading readiness)

    yang dimiliki oleh umumnya murid tanpa TK

    menyebabkan murid tanpa TK sering mengalami

    kesulitan belajar membaca dibandingkan dengan murid

    yang melalui TK.

    4. Matematika BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada

    semua peserta didik mulai dari Sekolah Dasar (SD)

    untuk membekali peserta didik dengan kemampuan

    berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif,

    serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut

    diperlukan agar peserta didik dapat memiliki

    kemampuan memperoleh, mengelola, dan

    memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada

    keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan

    kompetitif. Pendekatan pemecahan masalah merupakan

    fokus dalam pembelajaran matematika yang mencakup

    masalah tertutup dengan solusi tunggal, masalah

    terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah

    dengan berbagai cara penyelesaian. Untuk

    meningkatkan kemampuan memecahkan masalah perlu

  • 33

    dikembangkan keterampilan memahami masalah,

    membuat model matematika, menyelesaikan masalah,

    dan menafsirkan solusinya.

    Dalam mengembangkan kreativitas dan

    kompetensi siswa, maka guru hendaknya dapat

    menyajikan pembelajaran yang efektif dan efesien,

    sesuai dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam

    mengajarkan matematika, guru harus memahami

    bahwa kemampuan setiap siswa berbeda-beda, serta

    tidak semua siswa menyenangi mata pelajaran

    matematika. (Heruman, 2010) Oleh karena itu maka

    menurut Apriana (2012), pengembangan dasar-dasar

    konsep matematika diharapkan telah diperkenalkan

    kepada anak usia dini ketika menempuh pendidikan

    prasekolah. Fuller (dalam Ekawati, 2011) menyebutkan

    “Girls are less successful than boy son on mathematics

    achievement test”. Artinya anak laki-laki memiliki

    prestasi matematika yang lebih baik daripada anak

    perempuan.

    5. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

    BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk

    memenuhi kebutuhan manusia melalui pemecahan

    masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan.

    Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar

    tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat

  • 34

    SD diharapkan ada penekanan pembelajaran

    Salingtemas (sains, lingkungan, teknologi, dan

    masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar

    untuk merancang dan membuat suatu karya melalui

    penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah

    secara bijaksana. Pembelajaran IPA sebaiknya

    dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry)

    untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan

    bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai

    aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu

    pembelajaran IPA di SD menekankan pada pemberian

    pengalaman belajar secara langsung melalui

    penggunaan dan pengembangan keterampilan proses

    dan sikap ilmiah.

    Piaget dalam Suparno (2001) menyatakan

    karakteristik siswa SD dominan berada pada fase

    perkembangan konkrit operasional. Pada fase ini anak

    dapat belajar dengan mudah jika mendapat

    pengalaman langsung dengan objek yang nyata. Artinya

    proses belajar terjadi by doing science dimana mereka

    belajar dengan aktif terlibat langsung. (Semiawan,

    2008)

    6. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

    BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Di masa yang akan datang peserta didik akan

    menghadapi tantangan berat karena kehidupan

    masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap

    saat. Oleh karena itu mata pelajaran IPS dirancang

  • 35

    untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan

    kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat

    dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang

    dinamis. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik

    diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia

    yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga

    dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS disusun

    secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam

    proses pembelajaran menuju kedewasaan dan

    keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat.

    Pendidikan IPS pada dasarnya bertujuan untuk

    menjadikan manusia yang baik dalam kehidupannya.

    Artinya manusia tidak mengalami kesulitan hidup

    dalam memenuhi berbagai macam kebutuhannya,

    manusia bisa hidup secara harmonis dengan

    lingkungan dan ruang hidupnya, ia mempunyai

    pengetahuan, sikap, dan kepedulian sosial yang tinggi

    di tengah-tengah kehidupan sosialnya, sangat

    menghargai nilai-nilai agama, sejarah, budaya, sosial,

    politik, ekonomi dan lainnya, dan dengan nilai-nilai itu

    menjadi pengarah dan pengendali sikap dan perilaku

    dalam kehidupannya. ( Akbar, 2010)

    7. Seni Budaya dan Keterampilan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Pendidikan seni budaya dan keterampilan memiliki

    peranan dalam pembentukan pribadi peserta didik yang

    harmonis dengan memperhatikan kebutuhan

  • 36

    perkembangan anak dalam mencapai multikecerdasan

    yang terdiri atas kecerdasan intrapersonal,

    interpersonal, visual spasial, musikal, linguistik, logik

    matematik, naturalis serta kecerdasan adversitas,

    kecerdasan kreativitas, kecerdasan spiritual dan moral,

    dan kecerdasan emosional. Bidang seni rupa, musik,

    tari, dan keterampilan memiliki kekhasan tersendiri

    sesuai dengan kaidah keilmuan masing-masing. Dalam

    pendidikan seni dan keterampilan, aktivitas berkesenian

    harus menampung kekhasan tersebut yang tertuang

    dalam pemberian pengalaman mengembangkan

    konsepsi, apresiasi, dan kreasi. Semua ini diperoleh

    melalui upaya eksplorasi elemen, prinsip, proses, dan

    teknik berkarya dalam konteks budaya masyarakat yang

    beragam.

    Kadir (1973) menyatakan bahwa anak-anak

    berseni sekaligus bermain, sehingga anak merasa

    senang karena tercurah segala gejolak jiwanya. Karena

    menurut Soehardjo (1974), seni membantu

    pertumbuhan dan perkembangan anak, membantu

    perkembangan estetik, membantu menyempurnakan

    kehidupan, meningkatkan pertumbuhan fisik, mental,

    estetika, membina imajinasi kreatif, memberi

    sumbangan kearah pemecahan masalah, memberikan

    sumbangan perkembangan kepribadian. Demikian pula

    dengan Irani (2009) menyatakan bahwa metode

    pembelajaran dan fasilitas di TK dapat

    mengembangkan potensi fisik, sosial emosional,

  • 37

    kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi

    anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak

    masuk SD.

    8. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan BSNP (2005) merumuskan standar bahwa : Pendidikan jasmani, olahraga, dan kesehatan

    merupakan bagian integral dari pendidikan secara

    keseluruhan, bertujuan untuk mengembangkan aspek

    kebugaran jasmani, keterampilan gerak, keterampilan

    berfikir kritis, keterampilan sosial, penalaran, stabilitas

    emosional, tindakan moral, aspek pola hidup sehat dan

    pengenalan lingkungan bersih melalui aktivitas jasmani,

    olahraga dan kesehatan terpilih yang direncanakan

    secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan

    pendidikan nasional. Pendidikan memiliki sasaran

    pedagogis, oleh karena itu pendidikan kurang lengkap

    tanpa adanya pendidikan jasmani, olahraga, dan

    kesehatan karena gerak sebagai aktivitas jasmani adalah

    dasar bagi manusia untuk mengenal dunia dan dirinya

    sendiri yang secara alami berkembang searah dengan

    perkembangan zaman. Pendidikan jasmani, olahraga,

    dan kesehatan merupakan media untuk mendorong

    pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan

    motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-

    nilai (sikap – mental – emosional – sportivitas – spiritual

    - sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang

    bermuara untuk merangsang pertumbuhan dan

    perkembangan kualitas fisik dan psikis yang seimbang.

  • 38

    Pembelajaran Penjaskes yang dilakukan dengan

    keasyikkan yang menyenangkan (enjoyment) seperti

    dalam bentuk permainan dapat memotivasi anak didik

    senang dan mampu belajar. (Semiawan, 2008) Sejalan

    dengan Rusli (1993) yang menyatakan bahwa

    penguasaan konsep-konsep pendidikan jasmani dan

    olahraga mendukung pencapaian prestasi belajar pada

    bidang studi lainnya.

    2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Prestasi belajar pada umumnya merupakan tujuan

    dan sasaran akhir dari kegiatan pembelajaran yang

    dilakukan di sekolah. Apapun bentuk kegiatan

    pembelajaran tentunya akan berakhir pada pencapaian

    prestasi belajar. Dalam upaya mencapai prestasi belajar

    yang baik menurut Hamalik (dalam Nugroho, 2009),

    faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

    adalah (1) faktor yang bersumber dari diri sendiri; (2)

    faktor yang bersumber dari lingkungan belajar; (3)

    faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; (4)

    faktor yang bersumber dari masyarakat.

    Sumargo (dalam Nugroho, 2009) menyebutkan

    bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi

    belajar siswa adalah (1) guru dan pengajarannya. Selain

    mengajarkan ilmu kepada siswa, guru juga melakukan

  • 39

    tugas mendidik dan membimbing siswa untuk belajar

    maksimal; (2) siswa itu sendiri, terutama yang

    berkaitan dengan penguasaan materi prasyarat,

    kebiasaan atau keterampilan belajar, usia, daya

    tangkap dan semangat belajar; (3) sekolah, faktor

    sekolah meliputi ketersediaan alat peraga dan kualitas

    bimbingan; (4) lingkungan, ditekankan pada kualitas

    dukungan orang tua dan lingkungan tempat tinggal

    siswa.

    Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor-faktor

    yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah

    perilaku sosial, konsep diri, strategi belajar siswa,

    motivasi, pola asuh, dan status ekonomi.

    Ruth dan Isabel (dalam Missa, 2005) menjelaskan

    bahwa prestasi belajar dipengaruhi oleh lima faktor

    yaitu (1) assurance (percaya diri) artinya siswa yang

    memiliki sikap percaya diri tinggi cenderung akan

    berhasil dalam belajar; (2) relevance (relevansi) artinya

    siswa akan terdorong untuk mempelajari sesuatu bila

    ada relevansinya dengan kebutuhan hidup; (3) interest

    (minat) artinya minat dan perhatian siswa

    memungkinkan siswa untuk memilih dan menentukan

    pembelajaran yang cocok baginya; (4) assessment

    (pengukuran) bagi siswa evaluasi merupakan umpan

    balik yang dapat mendorong siswa belajar lebih baik;

    dan (5) satisfaction (kepuasan) dan rasa bangga

  • 40

    menjadi penguat bagi siswa untuk mencapai prestasi

    berikutnya.

    2.4 Penilaian Prestasi Belajar Dalam PP No. 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat 17,

    proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk

    mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik

    disebut penilaian.

    Banyak siswa yang belajar karena ingin

    memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar

    dengan giat. Oleh karena itu, penilaian harus

    dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan

    siswa masing-masing. (Sanjaya, 2008)

    Dalam KTSP, ada 2 hal penting yang harus

    dipahami yaitu (1) evaluasi merupakan kegiatan

    integral (tidak terpisahkan) dalam suatu proses

    pembelajaran. Artinya, evaluasi bukan hanya

    berorientasi pada hasil (product oriented) akan tetapi

    juga pada proses pembelajaran (process oriented)

    sebagai upaya memantau perkembangan siswa baik

    perkembangan kemampuan maupun perkembangan

    mental dan kejiwaan; (2) evaluasi bukan hanya

    tanggung jawab guru tetapi juga menjadi tanggung

    jawab siswa. Artinya dalam proses evaluasi siswa

    dilibatkan oleh guru, sehingga mereka memiliki

    kesadaran pentingnya evaluasi untuk memantau

  • 41

    keberhasilannya sendiri dalam proses pembelajaran

    (self evaluation). (Sanjaya, 2008)

    Permendiknas No. 20 Tahun 2007 tentang Standar

    Penilaian Pendidikan, penilaian hasil belajar peserta

    pada jenjang pendidikan dasar didasarkan pada

    prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) sahih, berarti

    penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan

    kemampuan yang diukur; (2) objektif, berarti penilaian

    didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak

    dipengaruhi subjektivitas penilai; (3) adil, berarti

    penilaian tidak menguntungkan atau merugikan

    peserta didik karena berkebutuhan khusus serta

    perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat

    istiadat, status sosial ekonomi, dan gender; (4) terpadu,

    berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu

    komponen yang tak terpisahkan dari kegiatan

    pembelajaran; (5) terbuka, berarti prosedur penilaian,

    kriteria penilaian, dan dasar pengambilan keputusan

    dapat diketahui oleh pihak yang berkepentingan; (6)

    menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian

    oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi

    dengan menggunakan berbagai teknik penilaian yang

    sesuai, untuk memantau perkembangan kemampuan

    peserta didik; (7) sistematis, berarti penilaian dilakukan

    secara berencana dan bertahap dengan mengikuti

    langkah-langkah baku; (8) beracuan kriteria, berarti

  • 42

    penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian

    kompetensi yang ditetapkan; (9) akuntabel, berarti

    penilaian dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi

    teknik, prosedur, maupun hasilnya.

    PP no. 19 tahun 2005 tentang Standar Pendidikan

    Nasional menguraikan bahwa penilaian hasil belajar

    kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia

    serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan

    kepribadian dilakukan melalui (a) pengamatan

    terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai

    perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik; (b)

    ujian, ulangan, dan/atau penugasan untuk mengukur

    aspek kognitif peserta didik. Penilaian hasil belajar

    kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan

    teknologi diukur melalui ulangan, penugasan,

    dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik

    materi yang dinilai. Penilaian hasil belajar kelompok

    mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan

    terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai

    perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik

    peserta didik. Penilaian hasil belajar kelompok mata

    pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan dilakukan

    melalui (a) pengamatan terhadap perubahan perilaku

    dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik

    dan afeksi peserta didik; (b) ulangan, dan/atau

  • 43

    penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta

    didik.

    Evaluasi memegang peranan yang sangat penting

    sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menilai

    keberhasilan siswa. Sebab melalui evaluasi guru dapat

    menentukan apakah siswa yang diajarnya sudah

    memiliki kompetensi yang telah ditetapkan, sehingga

    mereka layak diberikan program pembelajaran baru

    ataukah malah sebaliknya siswa belum dapat mencapai

    standar minimal, sehingga mereka perlu diberikan

    program remidial. (Sanjaya, 2008)

    Standar minimal yang ditetapkan guru mengacu

    pada ketentuan yang ditetapkan Depdiknas tentang

    ketuntasan belajar siswa yang didasarkan pada kriteria

    dan mekanisme penetapan ketuntasan minimal per

    mata pelajaran yang ditetapkan oleh masing-masing

    sekolah dengan mempertimbangkan (1) ketuntasan

    belajar ideal untuk setiap indikator adalah 0 – 100%,

    dengan batas kriteria ideal minimum 75%; (2) sekolah

    harus menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)

    per mata pelajaran dengan mempertimbangkan

    kemampuan rata-rata siswa, kompleksitas, sumber

    daya pendukung; (3) sekolah dapat menentukan KKM

    di bawah batas kriteria ideal tetapi secara bertahap

    harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal.

    (Muslich, 2008)

  • 44

    Nilai hasil belajar diperoleh dari sistem penilaian

    yang digunakan untuk mata pelajaran yang sesuai

    dengan tuntutan kompetensi dasar. Misalnya nilai 75

    sebagai batas penguasaan (mastery) artinya jika

    seorang siswa sudah mencapai nilai 75 atau lebih

    untuk kompetensi dasar tertentu maka dikatakan

    siswa tersebut berhasil. Akan tetapi jika seorang siswa

    belum mencapai nilai 75, dikatakan belum berhasil.

    (Uno, 2006)

    Guru melakukan evaluasi menggunakan berbagai

    teknik penilaian berupa (1) tes, antara lain tes tertulis,

    tes lisan, dan tes praktik atau tes kinerja; (2) observasi

    atau pengamatan dilakukan selama pembelajaran

    berlangsung dan/atau di luar kegiatan pembelajaran;

    (3) penugasan perseorangan atau kelompok dapat

    berbentuk tugas rumah dan/atau proyek; dan (4)

    bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik

    kompetensi dan tingkat perkembangan peserta didik.

    Instrumen evaluasi yang digunakan guru harus

    memenuhi persyaratan (a) substansi, adalah

    merepresentasikan kompetensi yang dinilai, (b)

    konstruksi, adalah memenuhi persyaratan teknis

    sesuai dengan bentuk instrumen yang digunakan, dan

    (c) bahasa, adalah menggunakan bahasa yang baik dan

    benar serta komunikatif sesuai dengan taraf

    perkembangan peserta didik.

  • 45

    Standar kompetensi dan kompetensi dasar menjadi

    indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.

    (Akbar, 2010) Hasil pengukuran kompetensi dinyatakan

    dalam bentuk angka yang menceritakan hasil yang

    sudah dicapai oleh setiap peserta didik pada periode

    tertentu. Hasil pengukuran kompetensi dituangkan

    dalam rapor yang dibuat guru untuk siswa dan orang

    tua berisi catatan prestasi belajar siswa pada setiap

    semester.

    Data dalam penelitian ini memakai nilai prestasi

    belajar murni siswa kelas IV SD dalam buku daftar

    nilai sebelum dituangkan ke dalam rapor siswa di SD

    Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada semester I dan

    semester II tahun ajaran 2010/2011. Nilai prestasi

    belajar dirumuskan sebagai perolehan hasil

    pengukuran kompetensi yang terukur lewat kegiatan

    evaluasi dan tercantum dalam daftar nilai yang

    diperoleh dari :

    Nilai prestasi belajar = PR + UH + TS + AS

    4

    Keterangan :

    PR = rata-rata nilai pekerjaan rumah

    (minimal 4 nilai pekerjaan harian)

    UH = rata-rata nilai ulangan harian

    (minimal 4 nilai ulangan harian)

    TS = nilai ulangan tengah semester

    AS = nilai akhir semester

  • 46

    2.5 Meningkatkan Prestasi Belajar Untuk meraih prestasi belajar yang baik, banyak

    sekali faktor yang perlu diperhatikan karena di dalam

    dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami

    kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan

    yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk

    meningkatkan prestasi, tapi dalam kenyataannya

    prestasi yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

    Berbeda-bedanya kemampuan merupakan salah

    satu faktor yang menyebabkan berbeda-bedanya

    prestasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi

    peningkatan prestasi belajar siswa meliputi faktor

    internal, faktor eksternal, dan faktor situasional. Faktor

    internal yang dimaksud adalah segala sesuatu yang

    bersumber dari dalam diri subyek yang belajar, seperti

    (1) faktor jasmaniah yang mencakup kesehatan dan

    cacat tubuh; (2) faktor psikologis yang mencakup

    intelgensi, perhatian, minat, bakat motif, kematangan,

    kesiapan, kelelahan. Faktor eksternal adalah segala

    faktor yang bersumber dari luar diri subyek yang

    belajar, seperti (1) faktor keluarga yang mencakup cara

    mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga,

    suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian

    orang tua, latar belakang kebudayaan. (2) faktor

    sekolah yang mencakup metode mengajar, kurikulum,

    relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa,

  • 47

    disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar

    pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode

    belajar, tugas rumah. (3) faktor masyarakat yang

    mencakup kegiatan anak dalam masyarakat, media

    massa, teman bergaul dan bentuk kehidupan

    masyarakat. (Slameto, 2003)

    Selanjutnya Rizqon (2001) menyatakan ada tiga

    faktor utama yang menentukan peningkatan prestasi

    siswa yaitu peranan guru dalam membimbing dan

    mendidik siswa, faktor lingkungan dan faktor kemauan

    atau internal siswa. Peranan guru dalam membimbing

    dan mendidik siswa. Keberhasilan ini, sangat

    dipengaruhi oleh faktor kemandirian profesionalisme

    seorang guru. Bila guru masih terbebani oleh masalah-

    masalah ekonomi dan psikologi pribadi, sulit rasanya

    untuk menciptakan kondisi profesionalisme tersebut.

    Faktor lingkungan dipengaruhi oleh kondisi kompetitor

    yang tersedia. Bila kebiasaan berkompetisi tidak

    tersedia, sulit rasanya bakat dan prestasi siswa

    dimunculkan dan ditingkatkan. Sehingga, greget siswa

    belajar dan bersaing untuk berprestasi sangat lemah.

    Oleh karena itu, kompetitor ini perlu dikondisikan

    terlebih dahulu oleh pihak-pihak terkait. Faktor

    kemauan atau internal siswa merupakan faktor yang

    paling menentukan dari kedua faktor yang lain. Sebab,

    walaupun para guru sudah bersikap profesional dan

  • 48

    kompetitor sudah tersedia. Tapi, bila kemauan dari

    siswa sendiri untuk belajar dan bersaing masih rendah,

    sulit meraih keberhasilan maupun meningkatkan

    prestasi. Faktor ini, akan sangat dipengaruhi oleh

    perhatian dan motivasi yang diberikan para orang tua.

    Bila orang tua kurang memberikan perhatian dan

    motivasi secara khusus kepada perkembangan

    pendidikan anak-anaknya, sangat sulit menciptakan

    kemauan dan kesadaran bagi siswa untuk

    berkompetisi. Oleh karena itu, tanggung jawab orang

    tua dalam mendidik dan mengarahkan anak, sangat

    menunjang terhadap keberhasilan mereka dalam

    meraih keberhasilan dan prestasi belajar di sekolah.

    Menurut Suryabrata (1998) dan Shertzer dan Stone

    (dalam Winkle, 1997), secara garis besar faktor-faktor

    yang mempengaruhi belajar dan peningkatan prestasi

    belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu

    faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

    merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa

    yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini

    dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu faktor

    fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis yang

    dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan

    kesehatan dan pancaindera. Faktor psikologis yang

    dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajar

    siswa yaitu inteligensi, sikap dan motivasi. Faktor

  • 49

    eksternal merupakan faktor di luar diri siswa yang

    dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajar yaitu

    faktor lingkungan keluarga, faktor lingkungan sekolah,

    dan faktor lingkungan masyarakat.Faktor lingkungan

    keluarga meliputi sosial ekonomi keluarga, pendidikan

    orang tua, Perhatian orang tua dan suasana hubungan

    antara anggota keluarga. Faktor lingkungan sekolah

    meliputi sarana dan prasarana sekolah, kompetensi

    guru dan siswa serta kurikulum dan metode mengajar.

    Faktor lingkungan masyarakat meliputi faktor sosial

    budaya dan partisipasi terhadap pendidikan.

    2.6 Siswa SD yang Berlatar Belakang TK dan Non TK Monks, knoers, Haditono (1999) menyebutkan

    bahwa jika anak mengikuti pendidikan prasekolah

    akan menurunkan motivasi belajar dan menimbulkan

    sikap negatif terhadap proses belajar di SD. Hal ini

    terjadi karena anak sudah pernah menerima dan

    menguasai materi pelajaran SD di program pendidikan

    sebelumnya.

    Lebih lanjut, Lorado (Prayitno, 1989) menyatakan

    jika orang tua memaksa anak-anaknya untuk

    mendapat pengalaman belajar guna meraih prestasi

    belajar yang tinggi, hal ini akan membahayakan anak-

    anak. Anak-anak dipaksa mencapai prestasi jauh di

  • 50

    atas kemampuannya. Hal ini membuat anak

    kehilangan motivasi dalam belajar, sehingga dalam

    pekerjaan sekolah mendapatkan nilai kurang

    memuaskan dan mereka memiliki harapan yang rendah

    terhadap dirinya sendiri. Karena menurut Shihab

    (2012), anak yang masuk preschool untuk mendapat

    pendidikan lebih cepat, tidak ada jaminan anak

    tersebut lebih baik perkembangannya daripada anak

    lain yang tidak masuk preschool.

    Tetapi di lain pihak, Rahman (2005) menjelaskan

    bahwa program pendidikan prasekolah dapat

    mengembangkan motivasi dan sikap belajar yang

    positif. Pendidikan prasekolah merupakan fondasi bagi

    dasar kepribadian anak. Anak yang mendapatkan

    pembinaan sejak usia dini akan dapat meningkatkan

    kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental, yang

    akan berdampak ada peningkatan prestasi, etos kerja,

    motivasi belajar dan produktivitasnya. Sejalan dengan

    Lazard (dalam Seefeldt, 2008), pendidikan usia dini

    berdampak pada prestasi akademik anak-anak kelak

    dan keberhasilan hidup masa depan mereka.

    Hawadi (2004) menguraikan bahwa performance

    dan prestasi belajar anak-anak SD yang pernah

    mengikuti TK pada caturwulan pertama pasti berbeda

    dengan anak-anak SD yang belum pernah mengikuti

    TK. Mereka yang sudah pernah mengikuti pendidikan

  • 51

    prasekolah sudah terbiasa terampil untuk membaca

    huruf, suku kata dan kalimat serta sekaligus

    merangkainya dalam tulisan. Sedangkan anak yang

    sama sekali tidak mengkuti pendidikan prasekolah (dan

    tidak dilatih oleh orang tua) tampak tertinggal.

    Hasil penelitian Irani (2009) menunjukkan bahwa

    metode pembelajaran dan fasilitas di TK dapat

    mengembangkan potensi fisik, sosial emosional,

    kognitif, bahasa, kemandirian, agama, dan seni bagi

    anak usia prasekolah untuk mempersiapkan anak

    masuk SD.

    Isjoni (2009) menyatakan bahwa anak-anak yang

    masuk SD tanpa melalui TK pada umumnya tertinggal

    prestasinya. Sedangkan anak yang masuk SD melalui

    TK akan memiliki kesiapan belajar untuk mencapai

    kompetensi yang lebih besar, baik akademik maupun

    non-akademik.

    Menguatkan pendapat diatas, hasil penelitian/

    kajian yang dilakukan oleh Pusat Kurikulum, Balitbang

    menunjukkan bahwa hampir seluruh aspek

    perkembangan anak yang masuk TK mempunyai

    kemampuan yang lebih tinggi dari pada anak yang

    tidak masuk TK. (Depdiknas, 2004) Demikian pula,

    hasil penelitian Direktorat Pendidikan Dasar,

    menunjukkan bahwa semua aspek perkembangan

    anak, baik bahasa, kecerdasan, sosial, motorik, moral,

  • 52

    perasaan, daya cipta dan kedisiplinan anak dari TK

    memiliki kontribusi terhadap seluruh aspek yang

    mendukung kesiapan belajar siswa SD. Pemberian

    pendidikan prasekolah dapat menjadi strategi efektif

    untuk mengatasi tingginya tingkat pengulangan di SD,

    dan secara ekonomis menghasilkan rasio manfaat dan

    biaya 17:1. (Kusuma, 2009)

    Adanya perbedaan yang besar antara pola

    pendidikan di sekolah dan di rumah menyebabkan

    anak yang tidak masuk pendidikan Taman Kanak-

    kanak (prasekolah) mengalami kejutan sekolah dan

    mereka mogok sekolah atau tidak mampu

    menyesuaikan diri sehingga tidak dapat berkembang

    secara optimal. Hal ini menunjukkan pentingnya upaya

    pengembangan seluruh potensi anak pada usia

    prasekolah. (Sisdiknas, 2003)

    2.7 Kajian yang Relevan Susanto (2011) melakukan penelitian terhadap 25

    orang siswa yang masuk SD dengan melalui jalur TK

    dan 5 siswa yang masuk SD tanpa melalui jalur TK di

    SD Negeri 2 Sambangrejo Kabupaten Blora. Hasil

    analisis data disimpulkan bahwa terdapat perbedaan

    kemampuan membaca permulaan yang signifikan

    antara siswa yang lulus TK dan siswa yang masuk SD

    tanpa melalui jalur TK.

  • 53

    Nambo (2005) melakukan penelitian terhadap 60

    orang siswa SD yang tersebar di tiga kecamatan di

    Kotamadya Gorontalo. Tabulasi data yang digunakan

    adalah nilai rata-rata rapor peserta didik Sekolah Dasar

    yang berlatar belakang ada/tidaknya Pendidikan

    Taman Kanak-kanak (TK). Dari hasil analisa data

    disimpulkan bahwa pada tingkat kelas I

    memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan,

    sedangkan pada kelas III dan kelas VI tidak

    memperlihatkan perbedaan yang signifikan.

    Penelitian Budirahayu (2003) mengatakan bahwa

    tidak ada pengaruh antara pengalaman belajar siswa

    ketika di TK dengan tingkat prestasi belajarnya di SD

    apabila dilakukan pembedaan antara siswa yang

    pernah bersekolah di TK dengan siswa yang tidak

    pernah bersekolah di TK, ternyata siswa yang pernah

    bersekolah di TK prestasi belajarnya di SD cenderung

    sedang-sedang saja.

  • 54

    2.8 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut :

    1. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan

    agama antara siswa kelas IV SD yang berlatar

    belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan

    Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar pendidikan agama

    antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK

    dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru

    pada tahun ajaran 2010/2011.

    2. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar pendidikan

    Kewarganegaraan (PKn) antara siswa kelas IV SD

    yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri

    se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar pendidikan

    Kewarganegaraan (PKn) antara siswa kelas IV SD

    yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri

    se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

  • 55

    3. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar bahasa

    Indonesia antara siswa kelas IV SD yang berlatar

    belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan

    Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar bahasa Indonesia

    antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK

    dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru

    pada tahun ajaran 2010/2011.

    4. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar matematika

    antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK

    dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru

    pada tahun ajaran 2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar matematika antara

    siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan

    non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada

    tahun ajaran 2010/2011.

    5. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar Ilmu

    Pengetahuan Alam (IPA) antara siswa kelas IV SD

    yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri

    se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

  • 56

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan

    Alam (IPA) antara siswa kelas IV SD yang berlatar

    belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan

    Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.

    6. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar Ilmu

    Pengetahuan Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD

    yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri

    se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar Ilmu Pengetahuan

    Sosial (IPS) antara siswa kelas IV SD yang berlatar

    belakang TK dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan

    Banyubiru pada tahun ajaran 2010/2011.

    7. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar Seni Budaya

    dan Keterampilan (SBK) antara siswa kelas IV SD

    yang berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri

    se-Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar Seni Budaya dan

    Keterampilan (SBK) antara siswa kelas IV SD yang

    berlatar belakang TK dan non TK di SD Negeri se-

  • 57

    Kecamatan Banyubiru pada tahun ajaran

    2010/2011.

    8. Ho : µ TK = µ non TK

    Tidak ada perbedaan prestasi belajar Pendidikan

    Jasmani Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes)

    antara siswa kelas IV SD yang berlatar belakang TK

    dan non TK di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru

    pada tahun ajaran 2010/2011.

    Ha : µ TK ≠ µ non TK

    Ada perbedaan prestasi belajar Pendidikan Jasmani

    Olahraga dan Kesehatan (Penjaskes) antara siswa

    kelas IV SD yang berlatar belakang TK dan non TK

    di SD Negeri se-Kecamatan Banyubiru pada tahun

    ajaran 2010/2011.