40
Universitas Indonesia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI GRAMATIKAL Pengantar Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang terkait dengan masalah wacana, referensi, kohesi, dan koherensi, baik dalam linguistik secara umun maupun dalam linguistik Arab secara khusus. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, dalam linguistik Arab sebenarnya sudah terdapat beberapa konsep yang terkait dengan permasalahan tersebut, hanya saja dalam linguistik Arab belum terdapat istilah yang memayungi materi pembahasan tersebut. Oleh sebab itu, peneliti akan menyesuaikan pembahasan masalah ini dengan materi pembahasan yang terdapat dalam teori kohesi, referensi, dan koherensi yang berkembang dalam linguistik umum. 2.1 Kridalaksana (1978) Kridalaksana (1978: 38-44) menelaah syarat keutuhan wacana. Menurutnya, aspek yang memperlihatkan keutuhan wacana dapat dibedakan atas aspek semantis, aspek leksikal, aspek gramatikal, dan aspek fonologis. Aspek semantis meliputi 1) hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana dan 2) kesatuan latar belakang semantis. Hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana tampak dari hubungan antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan semantis di antara bagian- bagian wacana tersebut meliputi 1) hubungan sebab-akibat, 2) hubungan alasan- akibat, 3) hubungan sarana-hasil, 4) hubungan sarana-tujuan, 5) hubungan latar- kesimpulan, 6) hubungan kelonggaran-hasil, 7) hubungan syarat-hasil, 8) hubungan perbandingan, 9) hubungan parafrasis, 10) hubungan aplikatif, 11) hubungan aditif yang berkaitan dengan waktu, 12) hubungan aditif yang tidak berkaitan dengan waktu, 13) hubungan identifikasi di antara bagian-bagian wacana, 14) hubungan generik-spesifik, dan 15) hubungan ibarat. Kesatuan latar belakang semantis yang menandai keutuhan wacana meliputi 1) kesatuan topik, 2) hubungan sosial para pembicara, dan 3) jenis medium penyampaian. Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

TERHADAP KOHESI GRAMATIKAL

Pengantar

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang terkait dengan masalah wacana,

referensi, kohesi, dan koherensi, baik dalam linguistik secara umun maupun dalam

linguistik Arab secara khusus. Seperti yang akan dijelaskan selanjutnya, dalam

linguistik Arab sebenarnya sudah terdapat beberapa konsep yang terkait dengan

permasalahan tersebut, hanya saja dalam linguistik Arab belum terdapat istilah

yang memayungi materi pembahasan tersebut. Oleh sebab itu, peneliti akan

menyesuaikan pembahasan masalah ini dengan materi pembahasan yang terdapat

dalam teori kohesi, referensi, dan koherensi yang berkembang dalam linguistik

umum.

2.1 Kridalaksana (1978)

Kridalaksana (1978: 38-44) menelaah syarat keutuhan wacana.

Menurutnya, aspek yang memperlihatkan keutuhan wacana dapat dibedakan atas

aspek semantis, aspek leksikal, aspek gramatikal, dan aspek fonologis. Aspek

semantis meliputi 1) hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana dan 2)

kesatuan latar belakang semantis.

Hubungan semantis di antara bagian-bagian wacana tampak dari hubungan

antarproposisi dari bagian-bagian wacana. Hubungan semantis di antara bagian-

bagian wacana tersebut meliputi 1) hubungan sebab-akibat, 2) hubungan alasan-

akibat, 3) hubungan sarana-hasil, 4) hubungan sarana-tujuan, 5) hubungan latar-

kesimpulan, 6) hubungan kelonggaran-hasil, 7) hubungan syarat-hasil, 8)

hubungan perbandingan, 9) hubungan parafrasis, 10) hubungan aplikatif, 11)

hubungan aditif yang berkaitan dengan waktu, 12) hubungan aditif yang tidak

berkaitan dengan waktu, 13) hubungan identifikasi di antara bagian-bagian

wacana, 14) hubungan generik-spesifik, dan 15) hubungan ibarat.

Kesatuan latar belakang semantis yang menandai keutuhan wacana

meliputi 1) kesatuan topik, 2) hubungan sosial para pembicara, dan 3) jenis

medium penyampaian.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Dalam aspek leksikal, hubungan di antara bagian-bagian wacana dapat

dinyatakan dengan pertalian unsur-unsur leksikal dalam bagian itu. Yang

termasuk dalam aspek leksikal itu adalah 1) ekuivalensi leksikal, 2) antonim, 3)

hiponim, 4) kolokasi, 5) kosokbali, 6) pengulangan, dan 7) penutup dan pembuka

wacana.

Dalam aspek gramatikal, unsur-unsur yang mendukung keutuhan suatu

wacana meliputi 1) konjungsi, 2) elipsis, 3) paralelisme, dan 4) bentuk penyulih

dengan anaforis dan kataforis yang berupa pronomina persona ketiga dan

proverba, yakni kata yang mengacu kepada perbuatan, keadaan, hal, atau isi dari

bagian wacana.

2.2 Dardjowidjojo (1986)

Dardjowidjojo (1986: 94) di dalam penelitiannya tentang wacana

menyatakan bahwa suatu rentetan kalimat dapat membentuk suatu pengertian jika

rentetan kalimat itu serasi dan terpadu. Untuk memadukannya diperlukan benang

pengikat. Benang pengikat itu diwujudkan dalam 1) penyebutan sebelumnya, 2)

sifat verba, 3) peranan verba bantu, 4) proposisi positif, 5) praanggapan, dan 6)

konjungsi. Dalam tulisannya, Dardjowidjojo tidak membedakan secara tegas

benang pengikat gramatikal dan benang pengikat leksikal.

2.3 Samsuri (1987)

Pada tahun 1987, Samsuri menulis “Analisis Wacana”. Dalam tulisannya,

Samsuri mengatakan bahwa hubungan kohesi terbentuk jika penafsiran suatu

unsur dalam ujaran bergantung pada penafsiran makna ujaran yang lain. Suatu

ujaran tidak dapat ditafsirkan maknanya secara efektif tanpa mengacu kepada

unsur atau ujaran yang lain. Lebih lanjut, Samsuri membagi berbagai hubungan

kohesi wacana menjadi lima, yaitu 1) hubungan sebab-akibat, 2) hubungan

referensi dengan pronomina persona dan demonstrativa, 3) konjungsi, 4)

hubungan leksikal, seperti hiponimi, hubungan bagian-utuhan, hubungan

kolokasi, dan 5) hubungan struktural lanjutan, seperti substitusi, perbandingan,

dan pengulangan sintaksis. Di samping itu, juga dibedakan pengertian antara

referensi dan inferensi kewacanaan.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

2.4 Sugono (1995)

Sugono (1995) menelaah wacana dari segi pelesapan (delesi), khususnya

pelesapan subjek. Dalam tulisannya, Sugono mengatakan bahwa telaah pelesapan

subjek merupakan telaah kohesi (cohesion), telaah perpautan antarkalimat dalam

wacana dan telaah perpautan antarklausa dalam kalimat. Menurutnya, kohesi yang

dinyatakan melalui tata bahasa disebut kohesi gramatikal, sedangkan yang

dinyatakan melalui kosakata disebut kohesi leksikal. Kohesi gramatikal meliputi

pengacuan (reference), elipsis, penyulihan (substitution), sedangkan kohesi

leksikal meliputi penyebutan ulang, sinonimi, dan kolokasi. Konjungsi berada di

antara gramatikal dan leksikal (berdasarkan konsep Halliday dan Hasan, 1976).

Secara ringkas dikatakan bahwa kohesi dapat diwujudkan, antara lain, melalui a)

pelesapan (deletion), b) pemakaian pronomina, c) penyulihan (substitution), dan

d) penyebutan ulang, dan e) pemakaian konjungsi.

2.5 Rustono (1999)

Di dalam tulisannya yang berjudul “Realisasi Konsep Anafora dan

Katafora dalam Bahasa Indonesia”, Rustono (1999: 1-12) mengatakan bahwa

konsep anafora dan katafora dapat ditemukan di dalam bahasa Indonesia. Hal ini

dibuktikan dengan ditemukannya penggunaan bentuk-bentuk sebagai peranti yang

merujuk silang anteseden yang telah disebutkan atau yang disebutkan kemudian.

Peranti-peranti anafora dan katafora di dalam bahasa Indonesia, menurut

Rustono ada tujuh macam, di antaranya:

(a) Kata ganti persona

Kata ganti persona adalah kata ganti yang menyatakan orang. Di dalam

bahasa Indonesia kata ganti persona dibedakan menjadi tiga, yaitu kata

ganti persona pertama (pembicara), kata ganti persona kedua (mitra

bicara), dan kata ganti persona ketiga (orang yang dibicarakan). Ketiga

kata ganti persona itu dapat menjadi peranti anafora dan katafora.

(b) Klitik

Klitik yaitu bentuk terikat yang secara fonologis tidak mempunyai

tekanan sendiri dan yang tidak dapat dianggap morfem terikat karena

mengisi gatra pada tingkat frasa atau klausa, tetapi tidak mempunyai ciri-

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

ciri kata karena tidak dapat berlaku sebagai bentuk bebas (Kridalaksana

dalam Rustono, 1999: 6). Bentuk “ku-, -ku, kau-, -mu, dan –nya” adalah

contoh klitik di dalam bahasa Indonesia. Klitik dibedakan menjadi dua,

proklitik dan enklitik. Proklitik adalah klitik yang melekat pada awal kata,

sedangkan enklitik melekat pada akhir sebuah kata. Baik proklitik maupun

enklitik dapat berperan sebagai peranti anafora dan katafora.

(c) Nomina

Nomina adalah kata yang mengacu pada manusia, binatang, dan

konsep atau pengertian (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 7).

(d) Demonstrativa

Demonstrativa adalah kata yang dipakai untuk merujuk atau menandai

secara khusus orang atau benda (Kridalaksana dalam Rustono, 1999: 8).

Di dalam bahasa Indonesia, kata ini dan itu termasuk ke dalam

demontrativa.

(e) Keterangan waktu

Keterangan waktu adalah keterangan yang memberikan informasi

mengenai saat terjadinya suatu peristiwa (Alwi et al dalam Rustono, 1999:

8). Bentuk-bentuk yang dapat mengisi keterangan waktu adalah kata

tunggal, frasa nominal, dan frasa preposisional. Umumnya keterangan

waktu diletakkan di bagian belakang kalimat, tetapi dapat pula terletak di

tengah atau di awal kalimat.

(f) Keterangan tempat

Keterangan tempat adalah keterangan yang menunjukkan tempat

terjadinya peristiwa atau keadaan (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 9).

Bentuk yang dapat mengisi keterangan tempat hanyalah frasa

preposisional. Preposisi yang biasa digunakan adalah di, ke, dari, sampai,

dan pada. Setelah preposisi itu terdapat kata yang memiliki ciri tempat

seperti sana, sini, situ, mana sehingga frasa preposisional yang berfungsi

keterangan tempat itu berwujud di sana, di situ, ke sana, ke situ, ke sini,

dan sebagainya.

(g) Keterangan cara

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Keterangan cara adalah keterangan yang menyatakan jalannya suatu

peristiwa berlangsung (Alwi et al dalam Rustono, 1999: 10). Kata tunggal

dan frasa preposisional adalah dua bentuk yang dapat mengisi keterangan

cara. Kata tunggal yang menyatakan cara antara lain seenaknya,

semaunya, secepatnya, sebaliknya, dan sebagainya. Frasa preposisional

yang biasanya menyatakan cara terdiri atas preposisi dengan, secara, atau

tanpa dan ajektivanya.

Selanjutnya Rustono juga mengatakan bahwa hubungan yang ada antara

ketujuh peranti ini dan anteseden yang dirujuk silang meliputi dua macam

hubungan, yaitu hubungan anaforis dan hubungan kataforis.

2.6 Alwi et al. (2000)

Alwi et al. (2000) dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia menyatakan

bahwa kohesi merupakan keserasian hubungan antara unsur yang satu dan unsur

yang lain dalam wacana sehingga tercipta pengertian yang apik dan koheren.

Suatu wacana dikatakan kohesif apabila hubungan antara unsur yang satu

dan unsur lainnya dalam wacana tersebut serasi sehingga tercipta suatu pengertian

yang apik dan koheren. Pada bagian itu disebutkan bahwa salah satu unsur kohesi

adalah hubungan sebab-akibat, apik antarklausa maupun antarkalimat. Hubungan

sebab-akibat tersebut ditandai oleh konjungsi karena dan sebab. Pada bagian

tersebut juga disebutkan bahwa kohesi dapat dinyatakan dengan hubungan unsur-

unsur yang menyatakan pertentangan yang dinyatakan dengan konjungsi tetapi,

pengutamaan dinyatakan dengan konjungsi kecuali, konsesif dinyatakan dengan

konjungsi walaupun dan meskipun, dan tujuan yang dinyatakan dengan konjungsi

agar atau supaya.

Walaupun tidak secara tegas dinyatakan, buku Alwi et al. (2000) tersebut

juga menyinggung adanya referensi, baik yang bersifat anaforis maupun kataforis,

baik yang berupa pronomina persona maupun pronomina demonstrativa. Di

samping itu, buku Alwi et al. (2000) juga menyinggung masalah elipsis yang juga

termasuk unsur pembentuk kohesi dan koherensi wacana.

Kalau dicermati, dalam keseluruhan buku itu sebenarnya terdapat beberapa

jenis hubungan kohesi wacana yang diuraikan secara terpisah-pisah. Hubungan

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

tersebut, antara lain, adalah a) hubungan sebab-akibat, b) hubungan pertentangan,

c) hubungan kelebihan, d) hubungan perkecualian, e) hubungan konsesif, f)

hubungan tujuan, g) perulangan, h) penggantian unsur leksikal yang maknanya

berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak

mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

metaforis, k) elipsis, l) hiponimi, m) bagian keutuhan, dan n) referensi/pengacuan.

2.7 Chodijah (2006)

Chodijah (2006: 7) dalam skripsinya meneliti tentang keutuhan teks iklan

dalam media cetak berbahasa Arab melalui kohesi gramatikal. Sebagai sumber

datanya, Chodijah mengambil beberapa majalah serta booklet berbahasa Arab.

Dari hasil penelitiannya itu, Chodijah menyimpulkan bahwa sebagian besar iklan-

iklan tersebut menggunakan referensi endofora, yaitu berjumlah 163 buah

referensi. Sedangkan untuk referensi eksofora berjumlah 144 buah referensi.

Selanjutnya sebagian besar iklan tersebut menggunakan dami:r atau

pronomina sebagai alat referensinya, yaitu sebanyak 239 buah, referensi

demonstrativa 56 buah, dan referensi perbandingan sebanyak 12 buah. Sedangkan

untuk arah acuannya, didapati lebih banyak menggunakan anafora, yaitu sebanyak

144 buah dibandingkan dengan katafora, yang berjumlah 19 buah.

Kemudian Chodijah juga menemukan bahwa iklan dalam media cetak Arab,

khususnya majalah, pada umumnya menggunakan pronomina-pronomina sebagai

berikut: pronomina persona pertama jamak حنن /nahnu/ ‘kami’, yang ditujukan

pada puhak produsen produk atau pengiklan, pronomina persona pertama tunggal

ana/ ‘saya atau aku’ diacukan pada seseorang yang telah menggunakan?/ أنا

produk yang diiklankan serta berperan sebagai pihak pemberi saran untuk

menggunakan produk yang sama, pronomina persona kedua tunggal أنت /?anta/

‘kamu’ (maskulin), أنت /?anti/ ‘kamu’ (feminin), serta pronomina persona kedua

jamak أنتم /?antum/ ‘anda atau kamu’ (maskulin) adalah pihak addressee,

pronomina ketiga tunggal هو /huwa/ ‘dia’ (maskulin) dan هي /hiya/ ‘dia’ (feminin)

mengacu pada produk yang diiklankan.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

2.8 Subuki (2008)

Subuki (2008: 277-280), dalam tesisnya yang berjudul Kohesi dan

Koherensi dalam Surat Al-Baqarah mengkaji masalah kohesi dan koherensi

melalui tiga konsep pendekatan, yaitu melalui teori kohesi dan koherensi,

balaghah, dan’ulu:m Al-Quran.

Dalam tesisnya ini, Subuki mengemukakan bahwa perwujudan kohesi di

dalam surat Al-Baqarah meliputi dua hal:

1. Berdasarkan bentuk yang digunakannya.

Berdasarkan bentuk yang digunakan, kohesi di dalam surat Al-

Baqarah diwujudkan melalui delapan peranti, yaitu referensi,

substitusi, elipsis, penggantian leksikal, pemilihan stilistis, persesuaian

kala, kohesi leksikal, dan konjungsi.

2. Berdasarkan asal (nature) hubungan kohesi, kohesi dikaitkan dalam

tiga hal:

a. kohesi yang didasarkan atas keterkaitan referensi (relatedness

of reference) diwujudkan melalui referensi, substitusi, elipsis,

penggantian leksikal, sebagian dari kohesi leksikal, dan

persesuaian kala, jenis, dan jumlah.

b. Kohesi yang didasarkan atas keterkaitan bentuk (relatedness of

form) diwujudkan melalui elipsis, penggantian leksikal,

pemilihan stilistis, dan kohesi leksikal.

c. Kohesi atas dasar keterkaitan semantik (semantic connection)

diwujudkan melalui konjungsi.

Sementara itu, dalam ilmu balaghah, menurut Subuki, peranti kohesi

berhubungan dengan beberapa bidang pembahasan: (1) ‘ilm al-ma’a:ni:, terkait

dengan fungsi pemanfaatan pronomina (dami:r) dan demonstrativa (isyarah), ijaz

dan itnab, wasl dan fasl, dan al-qasr dan al-ikhtisas; (2) ‘ilm al-bayan; dan (3)

‘ilm al-badi:. Sedangkan dalam ’ulu:m Al-Quran, hal ini terkait dengan bidang

pembahasan dami:r secara khusus, taqdim dan ta’khir, peranti pemarkah ‘am dan

takhsis, dan juga dengan hal lainnya yang merupakan bagian dari balaghah.

Selanjutnya Subuki mengemukakan bahwa terdapat tiga kecenderungan

hubungan antara perwujudan peranti kohesi dengan koherensi:

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

1. Koherensi dalam surat Al-Baqarah sebagaian besar dicapai bukan

melalui perwujudan satu peranti kohesi saja, melainkan oleh beberapa

peranti kohesi sekaligus, baik berdasarkan bentuk yang digunakannya

maupun berdasarkan asal hubungan kohesifnya.

2. Koherensi kadangkala tetap terjaga meskipun tidak terdapat

perwujudan peranti kohesi.

3. Kadangkala perwujudan kohesi sama sekali tidak dapat

memperlihatkan koherensi antarbagian dalam teks, dan, oleh sebab itu,

tidak dibutuhkan dalam proses pemahaman teks.

Sedangkan dalam hal kaitannya fungsi peranti kohesi dalam pemahaman

teks, Subuki mengatakan bahwa kadang peranti kohesi dalam teks berguna dalam

pemahaman, sebab peranti tersebut kadang mampu menunjukkan maksud penutur,

misalnya untuk memuliakan, merendahkan, menunjukkan urutan dan tingkatan,

membatasi dan membatalkan informasi, mempertentangkan, mempermudah

pemahaman, mempertegas, menjaga intensitas penutur, dan menghindari

kesalahpahaman. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pemahaman kadang

bergantung kepada peranti kohesi atau, dengan lain perkataan, peranti kohesi

kadang juga dibutuhkan dalam pemahaman teks.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

BAB 3

KERANGKA TEORI

Pengantar

Bab ini mengemukakan teori-teori yang akan digunakan sebagai dasar

analisis alat kohesi gramatikal, khususnya untuk jenis referensi, yang digunakan

sebagai salah satu cara menjaga keutuhan wacana dalam cerpen yang berjudul

wardah al-ha:ni:/ ‘Wardah Hani’ karya Kahlil Gibran. Teori-teori yang/ وردة اهلاين

dibahas di dalam bagian ini adalah teori-teori tentang wacana dan teks, kohesi,

referensi, dan koherensi.

3.1 Wacana dan Teks

Dari asal usul katanya, kata wacana berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu

dari kata vacana yang berarti ‘bacaan’. Kata vacana itu, masuk ke dalam bahasa

Jawa Kuno menjadi wacana (wacana) dan selanjutnya masuk ke dalam bahasa

Jawa Baru menjadi wacana yang berarti ‘bicara, ucapan’. Kata wacana di dalam

bahasa Jawa Baru diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi wacana yang

berarti ‘komunikasi verbal, percakapan’ (Wedhawati dkk., 2001: 595-596).

Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar yang digunakan

dalam komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah

kalimat, frasa, kata, dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi membentuk

kata. Rangkaian kata membentuk frasa, dan rangkaian frasa membentuk kalimat.

Akhirnya rangkaian kalimat membentuk wacana (semuanya ini bisa lisan bisa

tulis) (Arifin dan Rani, 2000: 3).

Menurut HG Tarigan (1987:27) wacana adalah satuan bahasa yang paling

lengkap, lebih tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang

baik, mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat

disampaikan secara lisan atau tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat,

misalnya, dapat disebut sebagai wacana atau bukan wacana tergantung pada

keutuhan unsur-unsur makna dan konteks yang melingkupinya.

Sementara itu, di dalam Kamus Linguistik, Kridalaksana (1993: 231)

memadankan wacana dengan discourse, dan didefinisikan sebagai satuan bahasa

terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku,

seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frasa atau kata yang

membawa amanat lengkap.

Sebagai sebuah disiplin ilmu dalam ilmu bahasa, wacana dapat dikaji

keberadaannya. Ilmu yang mengkaji tentang wacana dinamakan analisis wacana.

Stubbs (dalam Arifin dan Rani, 2000: 8) mengatakan bahwa analisis wacana

merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan

secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan. Penggunaan bahasa secara

alamiah ini berarti penggunaan bahasa seperti dalam komunikasi sehari-hari.

Stubbs menjelaskan bahwa analisis wacana menekankan penggunaan bahasa

dalam konteks sosial, khususnya dalam interaksi antarpenutur. Senada dengan itu,

J.D. Parera (2004: 219) mengungkapkan bahwa analisis wacana adalah satu

penjelasan tentang bagaimana kalimat-kalimat dihubung-hubungkan dan

memberikan satu kerangka acuan yang terpahami tentang pelbagai jenis wacana,

memberikan penjelasan tentang runtun kelogisan, pengelolaan wacana, dan

karakteristik stilistik sebuah wacana. Untuk menjelaskan pendapatnya itu, Parera

memberikan dua contoh teks. Bandingkan dua teks di bawah ini.

A. Sukamandi desa yang cantik. Perjalanan ke sana agak

membosankan. Sungai-sungai jernih airnya. Rumah-rumah

berpagar bunga. Orang-orang bersifat periang. Kendaraan ke

Sukamandi tidak banyak. Hawanya sejuk. Jalannya buruk. Desa itu

jauh dari jalan raya (Parera, 2004: 219).

Rasanya sulit bagi kita memahami teks (A) di atas. Teks (A) di atas hanya

merupakan himpunan kalimat-kalimat yang belum/tidak berhubungan. Agar teks

(A) itu dapat dipahami, maka teks itu akan dikelola dan ditata agar runtun pikiran

teks itu terlihat kelogisannya.

B. Perjalanan ke desa Sukamandi mungkin agak membosankan. Desa

itu jauh dari jalan raya. Jalan ke sana buruk dan kendaraan tidak

banyak. Walaupun demikian, sungai-sungai yang jernih airnya,

rumah-rumah yang berpagar bunga, hawa yang sejuk, dan orang-

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

orang yang bersifat periang dapat mengurangi kebosanan itu.

Sukamandi memang desa yang cantik (Parera, 2004: 219).

Dalam teks (B) telah muncul hubungan yang runtun dan logis

antarkalimat, sehingga bila kita nilai, teks (B) lebih mudah dipahami

dibandingkan dengan teks (A).

Di dalam pemakaiannya, wacana dapat dikelompokkan menjadi beberapa

macam. Sebagai contoh, Djajasudarma (1994:6) mengelompokkan wacana

menjadi:

a. Berdasarkan eksistensi (realitas) wacana

Wacana ini dibedakan menjadi dua, yaitu wacana verbal dan

nonverbal.

b. Berdasarkan pemaparan wacana

Wacana ini dibedakan menjadi lima, yaitu wacana prosedural,

hartatori, ekspositori, naratif, dan deskriptif.

c. Berdasarkan jenis pemakaian wacana

Wacana ini dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana monolog, dialog,

dan polilog.

d. Berdasarkan media komunikasi wacana

Wacana ini dibedakan menjadi tiga, yaitu wacana lisan, tulis, dan

wacana lisan yang dituliskan.

Setelah pemaparan di atas mengenai wacana, lalu apakah yang dinamakan

teks?. Teks, menurut Guy Cook (dalam Eriyanto, 2001: 9) adalah semua bentuk

bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua

jenis ekspresi komunikasi, ucapan, musik gambar, efek suara, citra, dan

sebagainya.

Sementara itu Brinker (dalam Nainggolan, 1998: 1) mengatakan, teks

adalah serangkaian lambang-lambang bahasa yang koheren atau yang membentuk

kesatuan gagasan dan secara keseluruhan mengandung fungsi komunikatif

tertentu. Sedangkan Brown dan Yule (dalam Choiriyah, 2006: 14) mengatakan,

teks merupakan rekaman verbal tindak komunikasi. Sebagai bentuk rekaman

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

verbal tersebut, teks terdiri atas teks tertulis yang diartikan sebagai rekaman cetak;

dan teks lisan yang diartikan rekaman pita tindak komunikasi yang meliputi hal-

hal yang terjadi pada sebuah tuturan.

Ada beberapa pandangan yang berbeda mengenai wacana dan teks.

Pandangan pertama beranggapan bahwa wacana dan teks itu berbeda. Malmkjaer

(1990: 461) yang mengutip pendapat Hoey (1983: 1) mengatakan bahwa teks

merupakan bahasa tulis (written), sedangkan wacana merupakan bahasa lisan

(spoken) (Crystal, 1987: 116 ; Coulthard, 1998: 3 ; Richards dan Schmidt, 2002:

161). Jadi dari uraian itu tampak bahwa teks dan wacana berbeda. Wacana

memfokuskan pada bahasa lisan, sedangkan teks memfokuskan pada bahasa tulis.

Hoed (1994) membedakan pengertian wacana dari teks berdasarkan

pandangan de Saussure (1915) yang membedakan langue dan parole. Di

katakannya oleh Hoed bahwa wacana adalah bangun teoritis abstrak yang

maknanya dikaji dalam kaitannya dengan konteks dan situasi komunikasi. Yang

dimaksud konteks adalah unsur bahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran, sedangkan

situasi adalah unsur nonbahasa yang dirujuk oleh suatu ujaran. Dengan demikian

wacana ada dalam tataran langue, sedangkan teks adalah realisasi sebuah wacana

dan ada pada tataran parole.

Senada dengan pendapat di atas, Leech (1979: 209) menggunakan istilah

discourse/wacana sebagai suatu interaksi antara pembicara dengan pendengar,

yang bentuknya ditentukan oleh maksud dan tujuan sosialnya, sedangkan teks

merupakan bentuk komunikasi lisan atau tulisan dengan pesan tertentu di

dalamnya. Dari batasan yang diberikannya, Leech cenderung melihat

discourse/wacana sebagai bentuk komunikasi lisan, sedangkan teks dapat

berbentuk lisan atau tulisan.

Pandangan Leech ini hampir senada dengan pendapat Widdowson yang

juga membedakan teks dengan discourse/wacana. Menurut Widdowson, teks

adalah seperangkat kalimat yang terjalin satu sama lain, sedangkan discourse/

wacana adalah seperangkat kalimat yang digunakan untuk tujuan komunikatif

dalam interaksi sosial (Widdowson, 1979: 90). Sementara itu pandangan yang

kedua beranggapan bahwa wacana dan teks itu pada dasarnya sama. Menurut

Teun Van Dijk (dalam Lubis, 1993: 21), teks sama dengan discourse, yaitu

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

kesatuan dari beberapa kalimat satu dengan yang lain yang terikat dengan erat.

Senada dengan Dijk, Halliday dan Hasan (1976: 1) menyebut wacana text (teks).

Disebutkannya bahwa sebuah teks adalah kumpulan sejumlah unsur bahasa, baik

lisan maupun tulisan, yang secara semantik merupakan satu kesatuan bentuk dan

makna. Teks adalah bahasa yang berfungsi, yaitu bahasa yang sedang melakukan

tugas tertentu dalam konteks situasi tertentu (Halliday dan Hasan, 1992: 13).

Halliday dan Hasan tidak membedakan konsep teks dan wacana secara tajam.

Memang, dikatakannya bahwa wacana cenderung panjang, sedangkan teks dapat

singkat, seperti pada tanda “Pintu darurat”.

3.2 Kohesi

Kohesi menurut Samsuri (1987: 68) adalah keserasian hubungan struktural

lahir antara ujaran yang satu dengan yang lain. Sementara itu Sumarlam, dkk

(2003: 23) mendefinisikan kohesi sebagai pertautan bentuk. Sedangkan Halliday

dan Hasan (1976: 4) menjelaskan bahwa kohesi adalah suatu konsep semantik

yang mengacu kepada hubungan makna yang ada dalam suatu wacana yang

ditandai dengan penggunaan alat-alat kohesi seperti substitusi, konjungsi, dan

lain-lain. Kohesi dapat terjadi saat unsur dalam sebuah teks saling berkaitan

(berhubungan), saling menjelaskan satu sama lain, dan mengacu pada hal yang

sama sehingga memungkinkan suatu wacana menjadi terpadu dalam suatu

kesatuan gagasan. (Halliday dan Hasan, 1976: 10). Perhatikan contoh di bawah ini

“Wash and core six cooking apples. Put them into a fireproof dish”

(Halliday dan Hasan, 1976: 2).

Interpretasi makna them pada kalimat kedua hanya dapat dilakukan dengan

mengaitkannya dengan kalimat pertama. Berdasarkan hubungan kedua kalimat

tersebut diketahui bahwa them pada kalimat kedua mengacu kepada six cooking

apples.

Kohesi sangat diperlukan di dalam sebuah wacana atau teks, karena

dengan kohesi, sebuah wacana atau teks akan dengan mudah dipahami oleh

pembaca. Ada beberapa cara untuk membuat teks atau wacana memiliki kohesi.

Moeliono (dalam Suladi, dkk, 2000: 14) mengajukan tiga metode untuk mencapai

kohesi (perpautan bentuk), yaitu a) kata atau frasa peralihan, b) pengulangan kata

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

yang penting, dan c) pengacuan dengan kata ganti. Namun demikian, ternyata

kohesi saja tidaklah cukup untuk membuat suatu wacana atau teks dapat dipahami

dengan baik. Oleh sebab itu dibutuhkan satu unsur tambahan lagi, yaitu koherensi,

agar sebuah wacana atau teks tersebut dapat dipahami dengan baik oleh pembaca.

Mengenai kohesi, Halliday dan Hasan (1976) mengklasifikasi kohesi

secara garis besar berdasarkan dua hal. Pertama, berdasarkan pilihan bentuk yang

digunakan, kohesi dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian:

(1) kohesi gramatikal, yaitu hubungan yang kohesif yang dicapai

dengan penggunaan elemen dan aturan gramatikal, meliputi

referensi, substitusi, elipsis, dan konjungsi.

(2) kohesi leksikal, yaitu efek kohesif yang dicapai melalui pemilihan

kata, meliputi reiterasi dan kolokasi.

Kedua, berdasarkan asal (nature) hubungannya, kohesi diklasifikasikan

lebih jauh berdasarkan tiga hal, yaitu:

(1) keterkaitan bentuk

(2) keterkaitan referensi

(3) keterkaitan semantik

3.3 Referensi

Referensi dalam pandangan lama adalah hubungan antara kata dan

bendanya. Misalnya kata kursi mengacu pada benda yang berfungsi sebagai

tempat duduk, berkaki empat, terbuat dari kayu, besi, atau bambu dan seterusnya

(Pranowo, 2002: 77). Sementara itu Nunan dalam bukunya yang berjudul

Introduction Discourse Analysis (1993: 123) menjelaskan bahwa referensi adalah

“Those cohesive devices in a text that can only be interpreted with reference

either to some other part of the text or to the world experienced by the sender or

receiver of the text”. Referensi adalah alat kohesi dalam sebuah teks yang hanya

bisa ditafsirkan maknanya dengan menunjuk kembali pada bagian teks yang lain

atau pada dunia yang dialami oleh pengirim atau penerima pesan dalam teks.

Halliday dan Hasan (1976) membagi referensi menjadi dua jenis, yaitu

eksofora dan endofora.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

(1) Referensi eksofora atau referensi situasional adalah pengacuan

terhadap antiseden yang terdapat di luar bahasa (ekstratekstual),

seperti manusia, hewan, alam sekitar pada umumnya, atau suatu

peristiwa. Contoh

For he’s jelly good fellow

And so say all of us

(Halliday dan Hasan, 1976: 32).

Contoh di atas adalah referensi eksofora, karena dalam teks tersebut

(berbentuk lagu) tidak dijelaskan siapa yang diacu oleh he. He

berubah-ubah tergantung situasi pada saat lagu tersebut dinyanyikan.

Jadi, contoh tersebut adalah referensi eksofora yang terikat dengan

konteks situasi.

(2) Referensi endofora atau referensi tekstual adalah pengacuan

terhadap anteseden yang terdapat di dalam teks (intratekstual).

Pengacuan dan yang diacu adalah koreferensial (Arifin dan Rani,

2000: 82). Dalam kedua jenis referensi tersebut, referen atau acuan

harus dapat diidentifikasi.

Contoh

(a) Nauval hari ini tidak masuk sekolah. (b) Ia ikut ibunya pergi ke

Surabaya (Arifin dan Rani, 2000: 84).

Contoh di atas merupakan referensi endofora. Hal ini ditunjukkan

oleh kata Ia pada kalimat (b) mengacu pada anteseden yang berada

di dalam teks, yaitu kata Nauval pada kalimat (a).

Di dalam analisis wacana, Arifin dan Rani (2000: 82-83) menganggap

referensi itu sebagai tindak tanduk si penutur. Dengan kata lain, referensi dari

sebuah kalimat sebenarnya ditentukan oleh si penutur. Mitra tutur hanya dapat

menduga apa yang yang direferensikan oleh si penutur. Dugaan mitra tutur ini

terkadang benar dan terkadang salah. Contoh

Yang merah yang aku senangi! (Arifin dan Rani, 2000: 28).

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

apa yang dimaksud dengan yang merah pada tuturan ini hanya dapat ditafsirkan

dengan melihat tuturan sebelumnya, misalnya Baju warna apa yang kamu sukai?,

sehingga jelaslah bahwa yang dimaksud dengan yang merah adalah baju. Akan

tetapi jika ada kalimat:

Ton, di lemari ada celana, kemeja, rok, dan jilbab. Itu boleh

kamu pakai (Arifin dan Rani, 2000: 28).

Jelaslah bahwa maksud itu dalam kalimat tersebut adalah celana dan kemeja, dan

bukan rok dan jilbab karena dari pengetahuan tentang dunia bahwa Tono sebagai

laki-laki tidak mungkin memakai busana rok dan jilbab. Jadi, di samping

hubungan antarkalimat, pengetahuan ‘tentang dunia’ ini pun juga menentukan

referensi itu sekaligus menentukan makna tuturan.

Halliday dan Hasan membagi alat kohesi referensi menjadi tiga jenis,

yaitu:

3.3.1 Referensi Persona

Referensi persona adalah penunjukan kembali fungsi atau peran dalam

situasi ujaran dengan menggunakan kategori persona (Halliday dan Hasan, 1976:

37). Referensi persona diekspresikan melalui pronomina dan determinator

(pewatas). Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi orang dan objek yang

disebutkan dalam suatu titik dalam teks (Nunan, 1993: 23).

Pronomina dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah الضمائر /al-

dama:?iru/(jm) الضمري /al-dami:r/ (tg), yaitu pronomina yang digunakan untuk

menyebut pembicara, lawan bicara, dan yang dibicarakan.(Ghalayini, 1973: 116).

Dalam prakteknya, Bawani (1987: 62) mengatakan, dami:r (pronomina persona)

itu bukan sekedar untuk menggantikan nama orang atau jenis manusia saja,

melainkan juga untuk jenis hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan benda-benda lain

pada umumnya. Adapun ketentuannya sama saja, yakni dengan menyesuaikan

jenis mudzakkar (maskulin) maupun muannatsnya (feminin), demikian pula

mengenai mufrod (tunggal), mutsanna (dual) atau jamaknya. Sebagai contoh:

al-masjidu/ ‘masjid’, dami:rnya adalah pronomina persona ketiga tunggal/ املسجد

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

maskulin هو /huwa/ ‘dia’, sedang املدرسة /al-madrasatu/ ‘sekolah’, dami:rnya

adalah pronomina persona ketiga tunggal feminin هي /hiya/ ‘dia’.

Melihat penjelasan di atas mengenai dami:r (pronomina persona),

bagaimana jika ada dua benda atau lebih campuran antara jenis mudzakkar

(maskulin) dan muannats (feminin)?. Dalam hal ini, maka dami:rnya mengikuti

ketentuan jenis mudzakkar (maskulin). Sebagai contoh kata وعائشة علي /’aliyyu wa

‘a:isyatu/ ‘Ali dan Aisyah’, dami:rnya adalah مها /huma/, sedangkan املسلمون al-muslimu:na wa al-muslima:tu/ ‘beberapa lelaki muslim dan beberapa/ واملسلمات

wanita muslim’, dami:rnya adalah هم /hum/ dan bukan هن /hunna/, demikian

seterusnya. Dami:r yang nyata wujudnya (ba:riz) terbagi menjadi dua jenis, yaitu

/al-dami:r al-muttasil/ الضمري املتصل al-dami:r al-munfasil/ dan/ الضمري املنفصل

(‘Aqil, 1992: 53). Berikut ini penjelasannya:

a. Pronomina persona independen atau الضمري املنفصل /al-dami:r al-munfasil/,

yaitu pronomina berupa morfem-morfem bebas yang ditulis sebagai satu

kata terpisah. Pronomina persona independen itu dapat menduduki kasus

nominatif (marfu) jika kata ganti tersebut berfungsi sebagai subyek, selain

itu dapat pula menduduki kasus akusatif (mansub) jika kata ganti tersebut

berfungsi sebagai obyek langsung. Contoh

حنن نعرف الواجب (1)

/nahnu na’rifu al-wa:jiba/

‘Kami mengetahui tugas’

ما أكرم املعلم إال إياك (2) /ma: ?akrama al-mu’allimu ?illa ?iyya:ka/

‘Guru hanya menghormati kamu’ (‘Alī al-Jārim dan Amin, tt).

Dalam contoh (1) حنن /nahnu/ ‘kami’ adalah pronomina persona pertama

jamak independen baik maskulin maupun feminin, yang berkasus

nominatif, sedangkan dalam contoh (2) إاكي /?iyya:ka/ ‘kamu’ adalah

pronomina persona kedua tunggal maskulin independen, yang berkasus

akusatif.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Sebagai gambarannya, perhatikan tabel dibawah ini:

Jumlah

Persona

Tunggal Dual Jamak

M1F1 ?ana: �mأ nahnu �tm

M2

F2

?anta �mأ

?anti �mأ

?antuma: �u�mأ

?antuma: �u�mأ

antum ��mأ

antunna ��mأ

M3

F3

huwa ه�

hiya ه�

huma: �uه

huma: �uه

hum ه�

hunna �ه

Tabel 3.1 Pronomina Persona Independen berkasus nominatif (Holes, 2005: 145)

Jumlah

Persona

Tunggal Dual Jamak

M1F1 ?iyya:ya ي�� إ

?iyya:na: �m�� إ

M2

F2

?iyya:ka ك�� إ

?iyya:ki �� إ

?iyya:kuma: �uآ�� إ

?iyya:kuma: �uآ�� إ

?iyya:kum آ��� إ

?iyya:kunna �آ�� إ

M3

F3

?iyya:hu � �� إ

?iyya:ha: ه��� إ

?iyya:huma: �uه�� إ

?iyya:huma: �uه�� إ

?iyya:hum ه��� إ

?iyya:hunna �ه�� إ

Tabel 3. 2 Pronomina Persona Independen berkasus akusatif (‘Aqil, 1992: 59-60)

b. Pronomina persona dependen atau الضمري املتصل /al-dami:r al-muttasil/,

yaitu dami:r (pronomina) yang terikat (Bawani, 1987: 126-127).

Dikatakan demikian karena dami:r tersebut harus selalu dirangkaikan atau

dihubungkan dengan kata yang lain sebelumnya. Jadi, dami:r al-muttasil

itu tidak dapat berdiri sendiri, karena harus terikat dengan kata yang

mendahuluinya. Oleh karena itu, dami:r al-muttasil selalu berada di bagian

belakang suatu kata. Dami:r al-muttasil adakalanya dapat terikat dengan

isim (kata benda), fi’il (kata kerja), dan bahkan bisa pula dengan harf

(partikel). Melihat bentuknya, Nasr (1967) membagi dami:r al-muttasil

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

menjadi dua, yaitu dami:r al-muttasil tunggal dan dami:r al-muttasil

ganda. Dami:r al-muttasil tunggal dapat terjadi jika hanya satu dami:r al-

muttasil yang terikat pada kata lain, seperti:

مسعت (3)

/sami’tu/

‘Saya telah mendengar’ (Nasr, 1967).

Dalam contoh (3), dapat dilihat hanya ada sebuah pronomina persona

pertama tunggal baik maskulin maupun feminin dependen, yaitu ت | … /

…tu/ yang terikat pada verba. Sedangkan disebut dami:r al-muttasil ganda

jika terdapat dua dami:r atau lebih sekaligus yang terikat pada kata lain,

seperti:

ضربته (4)

/dharabtuhu/

‘Saya telah memukulnya’ (Nasr, 1967).

Dalam contoh (4), terdapat dua pronomina persona dependen, yaitu ت |…

/…tu/ sebagai pronomina persona pertama tunggal baik maskulin maupun

feminin dependen dan ه |… /…hu/ sebagai pronomina persona ketiga

tunggal maskulin dependen, yang terikat pada sebuah verba sekaligus.

Dami:r al-muttasil ini dapat menduduki kasus nominatif (marfu), akusatif

(mansub), dan genitif (majrur), seperti:

رأيت القطر (5)

/ra?aitu al-qithara/

‘Saya melihat kereta’

الغالمان ينظران أبامها (6) /al-gula:ma:ni yandzura:ni ?aba:huma:/

‘Dua anak kecil sedang menanti ayahnya’ (Anam, 2000: 139)

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

يذهب أمحد معي (7) /yadzhabu ?ahmadu ma’iy/

‘Ahmad sedang pergi denganku’

Pada contoh (5) terdapat pronomina persona pertama tunggal baik

maskulin maupun feminin dependen ت /tu/ ‘saya’ yang berkasus

nominatif. Sementara itu, pada contoh (6), terdapat pronomina persona

ketiga dual baik maskulin maupun feminin dependen مها /huma:/ ‘mereka

berdua’ yang berkasus akusatif. Sedangkan pada contoh (7), terdapat

pronomina persona pertama tunggal baik maskulin maupun feminin

dependen ي /iy/ ‘-ku’ yang berkasus genitif.

Pronomina jenis ini digambarkan sebagai berikut:

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Tabel 3.3

Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Nominatif

Jenis

�� sا

/al-jinsu/

Maskulin

qآ¡usا

/al-mudzakkaru/

Feminin

¢m£usا

/al-mu?annatsu/

Orang

/al-syakhsu/

¤¥�sا

Jumlah

اx�sد

/al-‘adadu/

Pertama

/al-

mutakall

imu/

sا�¦§�u

Kedua

/al-

mukha:th

abu/

���¥usا

Ketiga

/al-

ga:?i

bu/

�¨�©sا

Pertama

/al-

mutakalli

matu/

ªu¦§�usا

Kedua

/al-

mukha:tha

batu/

ªr�«¥usا

Ketiga

/al-

ga:?ib

atu/

ªr¨�©sا

Tunggal

اq�usد

/al-

mufrad

u/

VMd

/tu/

…ت

/ta/

…ت

- /tu/

…ت

/ti/

…ت

-

Dual

��¬usا

/al-

mutsan

na:/

VMd

- ...�u­

/tuma:/

ا.. .

/a:/

- ...�u­

/tuma:/

...�­

/ta:/

Jamak

®u sا

/al-

jam’u/

VMd

�m

/na:/

....�­

/tum/

وا.....

/u:/

....�m

/na:/

...�­

/tuna/

ن....

/na/

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Tabel 3.4

Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Akusatif

Jenis

�� sا

/al-

jinsu/

Maskulin

qآ¡usا

/al-mudzakkaru/

Feminin

¢m£usا

/al-mu?annatsu/

Orang

/al-

syakhsu/

¤¥�sا

Jumlah

اx�sد

/al-

‘adadu/

Pertama

/al-

mutakalli

mu/

�¦§�usا

Kedua

/al-

mukha:tha

bu/

���¥usا

Ketiga

/al-

ga:?ib

u/

�¨�©sا

Pertama

/al-

mutakallim

atu/

ªu¦§�usا

Kedua

/al-

mukha:thab

atu/

ªr�«¥usا

Ketiga

/al-

ga:?iba

tu/

ªr¨�©sا

Tunggal

اq�usد

/al-

mufradu

/

...�m

/ni:/

ك...

/ka/

...�

/hu/

...�m

/ni:/

ك...

/ki/

ه�...

/ha:/

Dual

��¬usا

/al-

mutsann

a:/

_

...�uآ

/kuma:/

...�uه

/huma

:/

_

...�uآ

/kuma:/

...�uه

/huma:/

Jamak

®u sا

/al-

jam’u/

�m

/na:/

آ�...

/kum/

ه�...

/hum/

...�m

/na:/

آ�...

/kunna/

ه�

/hunna/

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Tabel 3.5

Bentuk-Bentuk Pronomina Persona Dependen Berkasus Genitif

Jenis

�� sا

/al-

jinsu/

Maskulin

qآ¡usا

/al-mudzakkaru/

Feminin

¢m£usا

/al-mu?annatsu/

Orang

/al-

syakhsu/

¤¥�sا

Jumlah

اx�sد

/al-

‘adadu/

Pertama

/al-

mutakalli

mu/

�¦§�usا

Kedua

/al-

mukha:tha

bu/

���¥usا

Ketiga

/al-

ga:?ib

u/

�¨�©sا

Pertama

/al-

mutakallim

atu/

ªu¦§�usا

Kedua

/al-

mukha:thab

atu/

ªr�«¥usا

Ketiga

/al-

ga:?iba

tu/

ªr¨�©sا

Tunggal

اq�usد

/al-

mufradu

/

ي...

/iy/

ك...

/ka/

...�

/hu/

ي...

/iy/

ك...

/ki/

ه�...

/ha:/

Dual

��¬usا

/al-

mutsann

a:/

-

...�uآ

/kuma:/

...�uه

/huma

:/

-

...�uآ

/kuma:/

...�uه

/huma:/

Jamak

®u sا

/al-

jam’u/

�m

/na:/

آ�...

/kum/

ه�...

/hum/

...�m

/na:/

آ�...

/kunna/

ه�

/hunna/

Catatan: Bentuk ى /iy/, � /hu/, �uه /huma:/, �ه /hum/, nه� /hunna/, jika bertemu

dengan partikel �� /fi:/, �¦° /’ala:/, dan �sإ /?ila:/ maka berubah menjadi

nى /ya/, � /hi/, �uه /hima:/, �ه /him/, nه� /hinna/

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Selain kedua dami:r di atas tadi, di dalam bahasa Arab juga dikenal dami:r

yang tersembunyi, yang dinamakan الضمري املستتر /al-damir al-mustatir/ atau kata

ganti yang tidak tampak (Bawani, 1987: 136). Dikatakan demikian karena, dami:r

mustatir ini wujudnya melekat pada verba, sehingga tidak nampak jelas seperti

dami:r muttasil dan dami:r munfasil. Misalnya kata ضرب /dharaba/ ‘memukul’,

mengandung dami:r mustatir yang kalau diwujudkan ialah هو /huwa/ , kata ضربا

/dharaba:/ mengandung dami:r mustatil مها /huma:/, kata ضربوا /dharabu:/

mengandung dami:r mustatir هم /hum/.

Alat referensi persona yang digunakan menurut pembagian yang dilakukan

Halliday dan Hasan (1976) sebagai berikut:

A. Pronomina Persona (Personal Pronoun)

Pronomina persona merupakan bentuk pronomina yang menunjuk

kepada orang atau benda. Bentuk pronomina ini terdiri atas pronomina yang

mengacu kepada kelompok partisipan (speech roles/speaker – addressee),

yaitu orang-orang yang terlibat langsung dalam proses komunikasi, dan

pronomina persona yang mengacu kepada kelompok di luar partisipan (other

roles/other than participants), yaitu orang-orang atau obyek yang tidak

terlibat langsung dalam proses komunikasi. Kelompok yang terakhir ini

disebut juga kelompok yang dibicarakan (being narrated) oleh kelompok

partisipan (Halliday dan Hasan 1976, 43-50).

Bentuk pronomina persona yang dipakai untuk menunjuk kepada

kelompok pertama, dalam bahasa Inggris adalah I, you, we, me, dan us,

sedangkan untuk menunjuk kepada kelompok kedua, pronomina persona yang

dipakai adalah he, she, they, it, one, him, her, dan them.

Contoh:

A. My husband and I are leaving. We have seen quite enough of this

unpleasantness (Halliday dan Hasan, 1976: 50).

B. John has moved to a new house. He had it built last year (Halliday

dan Hasan, 1976: 54).

Contoh (A) merupakan referensi endofora. Hal ini ditunjukkan oleh

kata we, pada contoh (A), mengacu pada kata my husband dan I. Sedangkan

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

pada contoh (B) merupakan referensi endofora, hal ini ditunjukkan oleh kata

it, pada contoh (B), mengacu pada kata house.

Sementara itu dalam bahasa Arab, pronomina persona disebut al-

Syakhsu. Di bawah ini klasifikasi pronomina persona menurut Ghalayini

(1973: 116) :

a. Persona pertama (al-mutakallim): bertindak sebagai pembicara.

b. Persona kedua (al-mukha:tab): bertindak sebagai lawan bicara.

c. Persona ketiga (al-ga:?ib): merupakan yang dibicarakan.

B. Pronomina Posesif (Possesive Pronoun)

Pronomina posesif adalah pronomina persona penanda milik yang

dapat berdiri sendiri. Dalam bahasa Inggris, misalnya mine, my, yours, his,

her, ours, dan theirs.

Dalam bahasa Arab tidak terdapat pronomina posesif yang berdiri

sendiri sebagai sebuah bentuk tunggal. Namun, pronomina posesif dalam

bahasa Arab dapat dibentuk melalui konstruksi اإلضافة /al-?ida:fah/. Dalam

konstruksi ini, pronomina diimbuhkan sebagai klitika pada nomina, dan ia

disebut sebagai frasa nominal yang bermakna posesif (Holes, 1995: 166-167).

Pronomina posesif juga dapat dibentuk dari struktur yang diawali oleh

preposisi tertentu yang secara semantis memiliki makna kepemilikan seperti ل /li:/, لدى /lada:/, dan عندى /’indi:/. Konstruksi seperti ini menjadi frasa

preposisional posesif. Pronomina posesif dalam kedua bentuk ini selalu

berkasus genitif.

Contoh

عندي دينار واحد /’indi: di:na:ran wa:hidan/

‘saya memiliki satu dinar’ (Wher, 1980: 648).

Contoh di atas terdapat pemakaian pronomina posesif, yaitu عندي /’indi:/ ‘saya memiliki’, yang mengacu pada دينار واحد /di:na:ran wa:hidan/

‘satu dinar’.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

3.3.2 Referensi Demonstrativa

Referensi demonstrativa adalah referensi yang mengacu suatu tempat

dalam skala jarak. Pada dasarnya ia merupakan suatu bentuk penunjukan lokasi

secara verbal. Pembicara mengidentifikasi acuan dengan menempatkannya pada

skala tertentu (Halliday dan Hasan, 1976: 57).

Nunan (1993: 23) mengutip Halliday dan Hasan mengatakan bahwa

referensi demonstrativa diekspresikan oleh determinator dan adverbia. Kedua hal

tersebut dapat mewakili satu kata tunggal, frasa, bahkan teks yang panjangnya

terdiri dari beberapa paragraf atau halaman.

Pronomina demonstrativa adalah demonstrativa yang digunakan untuk

menggantikan nomina (Kridalaksana, 1993: 179). Lyons (1979) berpendapat

bahwa dalam pronomina demonstrativa terdapat komponen ketentuan, yaitu yang

ini dan yang itu seperti halnya dalam pronomina persona. Dalam pronomina ini

terdapat pula komponen berjarak dan tidak berjarak yang menunjukkan sesuatu

yang dekat maupun yang jauh (Arifin dan Rani, 2000: 86).

Dalam bahasa Arab, pronomina demonstrativa diistilahkan dengan أمساء أمساء اإلشارة ,asma:?-u al-?isya:rat-i/. Menurut Ghalayini (1973: 128)?/ اإلشارة/?asma:?-u al-?isya:rat-i/ adalah kata yang digunakan untuk menunjuk hal

tertentu melalui penunjukan secara inderawi dengan menggunakan tangan atau

sejenisnya jika hal yang ditunjuk atau diacu hadir, maupun dengan menggunakan

isyarat secara maknawi jika acuan bersifat abstrak. Seperti halnya pronomina

persona, pronomina demonstrativa bahasa Arab mengenal jenis dan jumlah.

Perhatikan tabel berikut:

Penunjuk Dekat Penunjuk Jauh Jumlah

Maskulin Feminin Maskulin Feminin

ذا

/dza/

ذي

/dzi:/

ذاك

/dza:ka/

ه¡ي

/ha:dzi:/

Tunggal

ه¡ا

/ha:dza:/

ه¡�

�sذ

/dza:lika/

�¦­

/tilka/

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

/ha:dzihi:/

ذ��–ذان

/dzaini-dza:ni/

­�w–­�ن

/taini –ta:ni/

Dual ه¡ان–�� ه¡

/ha:dzaini-

ha:dza:ni/

ه�­�w–ه�­�ن

/ha:taini-

ha:ta:ni/

�mذا–��� ذ

/dzainika-

dza:nika/

�m�­–��w­

/tainika-

ta:nika/

أو±ء

/?u:la:?i/

Jamak

ه£±ء

/ha?ula:?i/

�²sأو

/?u:la?ika/

ه��ك

/huna:ka/

ه��

/huna:/

�sه��

/huna:lika/

�³

/tsamma/

Petunjuk

tempat ه�ه��

/ha:huna:/

ªu³

/tsammah/

Tabel 3.6. Pronomina Demonstrativa (Dayyab, 2004: 194-195)

Referensi demonstrativa menurut Halliday dan Hasan dibagi ke dalam tiga

jenis:

A. Referensi Demonstrativa Netral

Referensi demonstrativa netral adalah referensi yang digunakan

untuk menunjuk nomina (persona atau non persona) yang telah dinyatakan

sebelumnya untuk menunjuk kehadiran nomina tersebut. Referensi ini di

dalam bahasa Inggris ditandai dengan penggunaan the (Halliday dan

Hasan, 1976: 70-72). Referensi jenis ini ada yang bersifat endoforis

dengan fungsi anaforis atau kataforis, dan ada pula yang bersifat eksoforis.

Contoh

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Last year we went to Devon for a holliday. The holliday we

had there was the best we’ve ever had (Halliday dan Hasan,

1976: 73).

Contoh di atas berfungsi anaforis ataupun kataforis karena the

holliday di sini selain mengacu kepada a holliday yang telah disebutkan,

juga mengacu kepada the best we’ve ever had.

Mengenai referensi demonstrativa netral the, Halliday dan Hasan

mengemukakan empat penggunaan, yaitu:

(a) The digunakan pada situasi tertentu, seperti pada “Don’t go, the

train’s coming”. The bersifat eksoforis karena dalam hal ini

pembicara dan pendengar sama-sama telah mengetahui benda yang

dimaksud. Kata benda yang dimaksud tersebut telah takrif

(definite).

(b) The digunakan dengan benda-benda tertentu. Dalam hal ini telah

menjadi bagian dari kesepakatan masyarakat pemakai bahasa

Inggris untuk menyebut benda yang bersangkutan dengan the.

Contohnya adalah the sun, the moon. The di sini juga bersifat

eksoforis.

(c) Penggunaan the yang bersifat endoforis dengan fungsi kataforis

tampak pada contoh berikut: the ascent of Mount Everest, the

party in power.

(d) Penggunaan the yang bersifat endoforis dengan fungsi anaforis

seperti pada: A man came up to a policeman and asked him a

question. The policeman didn’t understand the question, so he

asked the man to repeat it (Swan, 1980: 69).

Sementara ini di dalam bahasa Arab, jenis referensi ini ditandai

dengan penggunaan ال /al/, yang pada dasarnya memiliki makna yang

sama dengan ‘the’. Contoh

الضيففأكرمت . ضيفجاءين /ja;ani: dhayfun fa?akramtu adh-dhayfa/

‘Seorang tamu mengunjungiku. Aku lalu memuliakan tamu tersebut’

(Ghalayini, 1973: 150).

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Pada contoh di atas terdapat pemakaian ال /al/ yang melekat pada

dhayfun/ ‘tamu’ dan berfungsi sebagai referensi demonstrativa/ ضيف

netral. Pemakaian ال /al/ tersebut digunakan untuk menyebut kembali ضيف /dhayfun/ yang telah disebutkan sebelumnya dalam ujaran.

B. Referensi Demonstrativa Selektif

Referensi demonstrativa selektif dipakai dengan

mempertimbangkan skala jauh-dekat dari penyapa dan juga berdasarkan

tunggal atau jamak. Pada umumnya referensi demonstrativa selektif

bersifat endoforis dengan fungsi anaforis ataupun kataforis. Berikut

contoh-contoh kalimat:

a. Referensi demonstratif selektif bersifat endoforis dengan fungsi

anaforis:

A: “I’ve ordered two turkeys, a leg of lamb, some cooked ham and

tounge, and two pound of minced beef.”

B: “whatever are you going to do with all that food?” (Halliday

dan Hasan, 1976: 62).

Pada contoh di atas, demonstratif that diikuti oleh sebuah nomina (food).

Hal ini berarti bahwa makna that tersebut identik dengan benda yang

mengikutinya. Maka dari itu that bersama-sama dengan food mengacu

kepada two turkey, a leg of lamb, some cooked ham and tounge, and two

pounds of minced beef.

b. Referensi demonstratif selektif yang bersifat endoforis dengan fungsi

kataforis:

This is what worries me: I can’t get any reliable information

(Halliday dan Hasan, 1976: 70).

Pada contoh (b) terlihat pemakaian kata demonstratif, yaitu this. Kata this

mengacu pada anteseden I can’t get any reliable information, yang berada

di sebelah kanan.

Referensi demonstratif juga dapat mengacu kepada teks yang

diperluas (extended) (Halliday dan Hasan, 1976: 66). Dalam kalimat they

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

broke a chinese vase and damaged two chandeliers. That was all very

careless. That di sini tidak lagi hanya mengacu kepada broke a chinese

vase, tetapi juga mengacu kepada damaged two chandeliers. Oleh sebab

itu, that dikatakan mengacu kepada teks yang diperluas.

Di dalam bahasa Arab, penggunaan referensi demonstrativa

selektif ini dibagi menjadi tiga pembagian yang sistematis:

(1) antara ‘dekat’, yaitu: هذا /hadza:/ ‘ini’, هذه /hadzihi/ ‘ini’, هذان

/hadza:ni/ ‘ini(m)’, هاتان /ha:ta:ni/ ‘ini (f)’, هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’; dan

‘tidak dekat’ yaitu: ذلك /dzalika/ ‘itu’, تلك /tilka/ ‘itu’, ذانك /dza:nika/

‘itu’, تانك /ta:nika/ ‘itu’, أولئك /?u:la:?i/ ‘itu’.

Contoh

(a) هذا كتاب /hadza: kita:bun/

‘ini sebuah kitab’

(b) تلك مسطرة /tilka mistharatun/

‘itu sebuah penggaris’ (Anam, 2000: 8).

Contoh (a) terdapat pemakaian pronomina demonstrativa هذا /hadza:/

‘ini’, yang digunakan untuk menunjuk orang atau benda yang berjarak

dekat. Sedangkan contoh (b) terdapat pemakaian pronomina

demonstrativa تلك /tilka/ ‘itu’, yang digunakan untuk menunjuk orang

atau benda yang berjarak jauh.

(2) antara ‘tunggal’, yaitu:تلك /tilka/ ‘itu’, ذلك /dzalika/ ‘itu’, هذه

/hadzihi/ ‘ini’, هذا /hadza:/ ‘ini’ ; dual, yaitu: هذان /hadza:ni/ ‘ini’, تانك /ta:nika/ ‘itu’, ذانك /dza:nika/ ‘itu’, هاتان /ha:ta:ni/ ‘ini’ ; serta jamak,

yaitu: هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’.

Contoh

(c) ذلك كتاب

/dzalika kita:bun/

‘itu sebuah kitab’

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

(d) تانك شجرتان /ta:nika syajarata:ni/

‘itu dua buah pohon’

(e) هؤالء رجال /ha?ula:?i rija:lun/

‘ini adalah para lelaki’ (Anam, 2000: 8).

Pada contoh (c), terlihat pemakaian pronomina demonstrativa ذلك

/dzalika/ ‘itu’, yang digunakan untuk menunjuk suatu benda tunggal

( بكتا /kita:bun/ ‘sebuah buku’). Sementara itu pada contoh (d),

terlihat pemakaian pronomina demonstrativa تانك /ta:nika/ ‘itu’, yang

digunakan untuk menunjuk suatu benda dual (شجرتان /syajarata:ni/

‘dua buah pohon’). Sedangkan pada contoh (e), terdapat pemakaian

pronomina demonstrativa هؤالء /ha?ula:?i/ ‘itu’, yang digunakan untuk

menunjuk banyak orang (رجال /rija:lun/ ‘para lelaki’).

(3) antara pewatas atau modifikator dan inti. Kata tunjuk sebagai

modifikator ditandai dengan penggunaan adjektiva demonstrativa

sementara kata tunjuk sebagai inti ditandai dengan pronomina

demonstrativa. Modifikator adalah unsur yang membatasi,

memperluas, atau menyifatkan suatu induk dalam frase (Kridalaksana,

1993: 139).

Contoh

(f) هذا كتاب /hadza: kita:bun/

‘ini sebuah buku’ (Anam, 2000: 8).

(g) هذا املسجد كبري /hadza: al-masjidu kabi:run/

‘masjid ini besar’ (Anam, 2000: 21).

Contoh (f) merupakan contoh penggunaan pronomina demonstrativa

yang berfungsi sebagai inti, sedangkan contoh (g) merupakan contoh

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

penggunaan pronomina demonstrativa yang berfungsi sebagai

modifikator.

C. Referensi Demonstrativa Adverbia

Referensi demonstrativa adverbial mengacu pada lokasi suatu

proses dalam ruang dan waktu dalam situasi komunikasi. Seringkali

demonstrativa adverbia mengacu pada teks yang lebih panjang dan bukan

bermakna tempat melainkan ‘anggapan’. Referensi ini menggunakan kata

yang menunjukkan keterangan tempat seperti dalam bahasa Arab ه��

/huna:/ dan ه��ك /huna:ka/ dan keterangan waktu seperti م�wsا /al-yawm-a/.

Contoh

أكتب الدرس هنا/?aktubu ad-darsa huna:/

‘saya menulis pelajaran di sini’ (Anam, 2000: 149).

Contoh di atas, terdapat penggunaan pronomina demonstrativa adverbia,

yaitu هنا /huna:/ ‘di sini’. Kata هنا /huna:/ ‘di sini’ pada kalimat di atas,

mengacu secara eksoforis pada seorang pelajar yang sedang mengerjakan

tugas di buku.

3.3.3 Referensi Komparatif

Referensi komparatif (perbandingan) merupakan salah satu jenis kohesi

gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai

kemiripan atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku, dan

sebagainya (Sumarlam, 2003: 27). Di dalam bahasa Indonesia, kata-kata yang

digunakan untuk membandingkan misalnya seperti, bagai, bagaikan, sama,

persis, identik, serupa, segitu rupa, selain, berbeda, dan sebagainya.

Sebagai contoh, perhatikan teks dibawah ini yang mengandung pronomina

komparatif.

(a) Sudah dua tahun Ali ditinggal mati Sumiati. (b) Sekarang dia

mendapat pacar baru. (c) Mirip benar wajahnya dengan Sumiati,

gadis yang pernah dicintainya itu (Arifin dan Rani, 2000: 88).

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Kata mirip pada kalimat (c) adalah pronomina komparatif dari Sumiati,

gadis yang pernah dicintainya.

Referensi komparatif dibagi menjadi dua jenis:

a. Referensi Perbandingan Umum

Referensi perbandingan umum adalah perbandingan yang

menyangkut kesamaan (identity), kemiripan (similarity), dan

perbedaan (difference) (Halliday dan Hasan, 1976: 77). Alat-alat yang

digunakan adalah apa yang disebut adjectives of comparison, dalam

bahasa Inggris misalnya same, identical (untuk kesamaan), such,

similar (untuk menunjukkan kemiripan), other, different (untuk

menunjukkan perbedaan), dan adverbs of comparison, misalnya

identically (untuk menunjukkan kesamaan), similarly, likewise (untuk

menunjukkan kemiripan), differently, otherwise (untuk menunjukkan

perbedaan).

Contoh:

The other squirrels hunted up and down the nut bushes; but

Nutkin gathered robin’s pincushions off a briar bush, and stuck

them full of pine needle pins (Halliday dan Hasan, 1976: 78).

Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum yang

menunjukkan perbedaan. Hal ini dapat terlihat dengan penggunaan

kata other yang mengacu pada nutkin.

Gerald Middleton was a man of mildly but persistently

depressive temperament. Such men are not at their best at

breakfast (Halliday dan Hasan, 1976: 79).

Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum yang

menunjukkan kemiripan. Hal ini dapat terlihat dengan penggunaan

kata such yang mengacu pada mildly but persistently depressive

temperament.

Bentuk Referensi ini ada yang bersifat endoforis dengan fungsi

anaforis ataupun kataforis, dan ada pula yang bersifat eksoforis.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Contoh:

A. We have received exactly the same report as was submitted

two months ago (Halliday dan Hasan, 1976: 78).

B. Would you prefer the other seats? (Halliday dan Hasan,

1976: 79).

Contoh (A) berfungsi kataforis karena kata same merujuk pada

anteseden was submitted two months ago, yang berada di sebelah

kanannya. Sedangkan Contoh (B) bersifat eksoforis karena other seats

mengacu kepada other than those you see here.

Dalam bahasa Arab, referensi perbandingan umum menggunakan

adjektiva dan adverbia yang menyatakan kesamaan atau perbedaan

sepertiشبه /syibhu/ ‘sama/serupa’, ك /ka/ ‘seperti’, مثل /mitslu/

‘sama/serupa’.

يتكلم العربية مثل أجنيب/yatakallamu al-‘arabiyyata mitsla ?ajanabiyyin/

‘Dia berbicara bahasa Arab seperti bicara orang asing’

(Abboud, 1983: 563).

Pada contoh di atas terdapat kata مثل /mitsla/ ‘seperti’ yang berfungsi

sebagai referensi perbandingan umum. Dalam hal ini, مثل /mitsla/

‘seperti’ mengacu kepada ةيتكلم العربي /yatakallamu al-‘arabiyyata/ ‘dia

berbicara bahasa Arab’.

العلم بال عمل كالشجر بال مثر/al-‘ilmu bila: ‘amalin ka-lsyajari bila: tsamarin/

‘Ilmu tanpa amal seperti pohon yang tidak berbuah’

(Muhammad, 1982: 225).

Contoh di atas merupakan referensi perbandingan umum. Hal ini

ditandai dengan pemakaian alat referensi perbandingan, yaitu ك /ka/

‘seperti’. ك /ka/ pada kalimat tersebut mengacu pada بال عملالعلم /al-

‘ilmu bila: ‘amalin/ ‘ilmu tanpa amalan’.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

b. Referensi Perbandingan Khusus

Referensi perbandingan khusus didasarkan pada perbandingan

kuantitas atau kualitas. Di dalam bahasa Inggris, untuk menunjukkan

suatu teks yang mengandung perbandingan kuantitas digunakan

numeratif seperti more dan many, sedangkan untuk menunjukkan

perbandingan kualitas digunakan adjektiva perbandingan atau adverbia

perbandingan. Contoh

There are more things in heaven and earth, Horatio, than are

dreamt of in your philosophy (Halliday dan Hasan, 1976: 82).

Perbandingan dalam kalimat tersebut bersifat kuantitatif dan juga

berfungsi kataforis karena kata more merujuk pada anteseden (the

things that) are dreamt of in your philosophy, yang berada di sebelah

kanannya.

Apparently Brown resigned, when his proposal was rejected.

- I wish he could have acted less precipitately (Halliday dan

Hasan, 1976: 83).

Perbandingan tersebut bersifat kualitatif dan berfungsi anaforis

karena kata less merujuk pada anteseden resigned, yang terletak di

sebelah kirinya.

Untuk menyatakan perbandingan dalam bahasa Arab digunakan

pola أفعل /?af’alu/. Objek yang diperbandingkan ditandai dengan

preposisi من /min/ dan diterjemahkan menjadi ‘daripada’. Pola

perbandingan ini selalu dalam bentuk indefinit serta tidak

menunjukkan kesesuaian dalam jenis maupun jumlah, seperti:

ربأق , أمحل , أقدم . contoh:

تعلمنا أكثر منكم/ta’allamna: ?aktsaru minkum/

‘Kami belajar lebih banyak daripada kamu’ (Abboud, 1983:

342).

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

Contoh di atas adalah referensi perbandingan khusus yang bersifat

kuantitatif dan berfungsi anaforis karena kata أكثر من /?aksaru min/

‘lebih banyak dari’ mengacu pada تعلمنا /ta’allamna:/ ‘kami belajar’.

3.3.4 Arah Acuan

Berdasarkan arah acuan, referensi dibedakan menjadi dua macam yaitu

anafora dan katafora.

(1) Referensi anafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa

satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang

mendahuluinya, atau mengacu pada anteseden di sebelah kiri, atau

mengacu pada unsur yang telah disebutkan terdahulu.

Contoh

Bu Mastuti belum mendapat pekerjaan, padahal dia memperoleh

ijazah sarjananya dua tahun lalu (Alwi, et.al., 2000: 43).

Contoh di atas merupakan referensi anafora karena terdapat pemakaian

pronomina seperti dia yang merujuk pada anteseden Bu Mastuti yang

berada di sebelah kirinya.

(2) Referensi katafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa

satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang

mengikutinya, atau mengacu pada anteseden di sebelah kanan, atau

mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian (Indiyastini,

2006: 39).

Contoh

Setelah dia masuk, langsung Tony memeluk adiknya (Alwi, et.al.,

2000: 43).

Contoh di atas merupakan referensi katafora karena pada kalimat di

atas terdapat pemakaian pronomina seperti dia yang merujuk pada

anteseden Tony yang berada di sebelah kanannya.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

3.4 Koherensi

Koherensi adalah kepaduan hubungan maknawi antara bagian-bagian

dalam wacana (Arifin dan Rani, 2000: 73). Wahab (1990: 60) menyatakan bahwa

koherensi ialah suatu keadaan yang menunjukkan bahwa kalimat-kalimat yang

berurutan dalam suatu wacana dianggap mempunyai kaitan satu sama lain,

walaupun tidak ada tanda-tanda linguistik yang tampak.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya (tentang kohesi) bahwa sebuah

wacana atau teks yang baik adalah yang memiliki hubungan kohesif dan koheren.

Akan tetapi pada kenyataannya, dalam pemakaian bahasa sehari-hari, sering kita

jumpai pemakaian bahasa di dalam sebuah teks atau wacana, yang hanya

menggunakan satu unsur saja (kohesi saja atau koherensi saja), namun masih

dapat kita pahami maksud teks atau wacana tersebut. Perhatikan contoh berikut

ini:

a. Listrik mempunyai banyak kegunaan. Orangtuaku berlangganan

listrik dari PLN. Baru-baru ini tarif pemakaian listrik naik 25%,

sehingga banyak masyarakat yang mengeluh. Akibatnya, banyak

pelanggan listrik yang melakukan penghematan. Jumlah

peralatan yang mennggunakan listrik sekarang meningkat. Alat

yang banyak menyedot listrik adalah AC atau alat penyejuk

udara. Di kantor-kantor sekarang penggunaan alat penyejuk

udara itu sudah biasa saja, bukan barang mewah (Arifin dan

Rani, 2000: 73).

Contoh (a) di atas dapat dikatakan kohesif, karena menggunakan alat

kohesi pengulangan, misalnya listrik yang diulang beberapa kali. Namun, paragraf

tersebut tidak padu (tidak memiliki koherensi). Paragraf tersebut dapat

digolongkan paragraf yang jelek, sebab bagian-bagian paragraf itu tidak

mempunyai kepaduan hubungan maknawi. Bandingkan dengan paragraf yang

padu di bawah ini.

b. (1) Bahasa sehari-hari merupakan bahasa yang dipakai dalam

pergaulan dan percakapan sehari-hari. (2) Pada umumnya bentuk

bahasa yang dipakai sederhana dan singkat. (3) Kata-kata yang

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

digunakan pun tidak banyak jumlah dan ragamnya. (4) Kata-

kata yang dipakai hanyalah kata-kata yang lazim dan umum

dalam pergaulan sehari-hari, misalnya kata bilang, bikin,

ngapain, ngerjain. (5) Kata itu hanya cocok dipakai dalam

percakapan. (6) Sering juga kata-kata yang digunakan itu

menyimpang dari pola kaidah yang benar, misalnya dibikin betul

(dibetulkan), ngeliatin (melihat), belum liat (belum melihat). (7)

Bahkan, lafalnya pun sering menyimpang, misalnya malem hari

(malam hari), dapet (dapat), mas’alah (masalah) (Arifin dan

Rani, 2000: 74).

Bagian-bagian pada wacana (b) saling mempunyai kaitan secara maknawi,

misalnya kalimat (2) merupakan penjelasan rinci kalimat (1). Wacana itu

termasuk wacana yang padu, karena hampir setiap bagian kalimat berhubungan

padu secara maknawi dengan bagian lain. Selain itu, wacana itu juga kohesif. Ada

beberapa kata yang diulang (bahasa pada kalimat 1 dan 2 dan kata-kata pada

kalimat 3, 4, dan 6) dan ada juga penggunaan penanda transisi yang menunjukkan

hubungan kohesif (juga pada kalimat 6 dan bahkan pada kalimat 7). Jadi, wacana

selain harus kohesif juga harus padu.

Selain hal di atas, ada wacana yang mempunyai koherensi baik, tetapi

tidak tampak hubungan kohesifnya. Contoh

c. A: Ada telepon.

B: Aku sedang mandi.

A: Beres.

(Arifin dan Rani, 2000: 74)

Contoh wacana (c) yang berupa penggalan percakapan dapat dipahami.

Dalam percakapan itu ada lompatan ide, tetapi lompatan itu tidak terasa (karena

didukung oleh konteks). Pada penggalan percakapan itu, ide yang telah diketahui

secara bersama (antara pembicara dan pendengar) tidak disebutkan lagi. Kalau

penggalan percakapan itu direkonstruksi kira-kira menjadi berikut ini.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

c1. A: Telepon berdering dan telah di angkat oleh A. A

memberitahukan pada B bahwa ada seseorang mencari B.

B: B tidak dapat menerima telepon karena dia sedang mandi.

(B menyuruh secara tidak langsung untuk memberitahu

pada penelepon bahwa B sedang mandi).

A: A memahami alasan B.

(Arifin dan Rani, 2000: 75)

Dengan demikian tampak bahwa penggalan wacana percakapan (c)

mempunyai koherensi yang baik. Namun, jika diperhatikan secara teliti,

percakapan itu tidak mempunyai hubungan kohesif. Pada penggalan percakapan

itu tidak terdapat alat kohesi yang menghubungkan antarbagian dalam percakapan

itu. Sebaliknya, pada penggalan percakapan itu terdapat penghilangan bagian-

bagian yang dirasa sudah diketahui mitra tuturnya. Jadi jelas bahwa ada wacana

yang mempunyai koherensi, tetapi tidak mempunyai hubungan kohesi.

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana

atau teks memiliki koherensi, misalnya menurut Rentel (dalam Arifin dan Rani,

2000: 75-78), koherensi dapat tercipta melalui kohesi. Menurutnya kohesi itu

berfungsi untuk menghubungkan bagian-bagian teks sehingga sangat penting

untuk menginterpretasikan sebuah teks dan membantu memahami makna ujaran

atau kalimat. Selanjutnya koherensi dapat diciptakan dengan menggunakan

bentuk-bentuk yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis. Hubungan

parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan

yang sejajar dan subordinatif, sedangkan hubungan hipotaktsis dapat diciptakan

dengan mengungkapkan kondisional dan penambahan/kelanjutan.

Koherensi wacana juga dapat dibentuk dengan menyusun ide-ide secara

runtun, logis, dan tidak keluar dari topik pembicaraan. Menyusun ide secara

runtun berarti menata ide-ide secara teratur, tidak melompat-lompat, sedangkan

penyusunan secara logis berarti ide-ide itu disusun dengan cara yang dapat

diterima oleh akal, misalnya ide disusun dari yang dekat ke yang jauh, dari yang

dikenal ke yang belum dikenal, dari kanan ke kiri (sebaliknya). Penyusunan ide

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA TERHADAP KOHESI … berbeda dengan makna kata yang diacu, i) penggantian bentuk yang tidak mengacu ke acuan yang sama, tetapi ke kumpulan yang sama, j) hubungan

Universitas Indonesia

yang tidak keluar dari topik pembicaraan berarti ide-ide yang dipilih tidak

menyimpang atau masih dalam ruang lingkup topik yang sedang dibicarakan.

Sementara itu, ada juga pendapat lain yang menerangkan cara mencapai

koherensi, seperti yang diungkapkan oleh Kramer. Kramer, dkk (1995: 89-93)

mengungkapkan ada empat cara untuk mencapai koherensi, yakni (1) adanya frasa

dan kata kunci yang diulang, (2) struktur gramatikal yang paralel. Maksudnya

yakni memberikan penekanan adanya hubungan antarkalimat dan ide utama dalam

paragraf (3) pemarkah transisional, (4) informasi lama mengawali informasi baru.

Adapun yang dimaksud dengan informasi lama adalah informasi yang

diasumsikan sudah pernah dibicarakan atau dimengerti oleh pembaca atau

pendengar, sedangkan informasi baru merupakan informasi yang diasumsikan

belum dibicarakan atau belum diketahui.

Dari uraian tersebut tampak bahwa koherensi sangat penting di dalam

wacana. Dengan perkataan lain (1) koherensi wacana dapat terjadi tanpa adanya

pemarkah kohesi dan (2) koherensi wacana dapat pula terjadi dengan

memanfaatkan pemarkah kohesi, menggunakan bentuk-bentuk yang mempunyai

hubungan parataksis dan hipotaksis, dan sebagainya.

Kohesi gramatikal..., Bayu Rusman Prayitno, FIB UI, 2009