Upload
reza-niscahya
View
42
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB III
DASAR TEORI
3.1 Pengertian Pondasi
Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban
bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya. Menurut Bowles (1989),
pondasi di definisikan sebagai bagian bangunan bawah tanah yang berfungsi untuk
meneruskan (mentransmisikan) beban-beban bagian bangunan atas tanah. Beban ini
berasal dari kolom dengan intensitas tegangan dapat mencapai 140 m Pa untuk baja
dan 10 m Pa untuk beton. Setiap konstruksi yang akan dibangun haruslah ditopang
dengan aman oleh pondasi sebagai jantungnya suatu konstruksi. Oleh karena itu,
perencanaan pondasi sebelum pelaksanaan harus diperhitungkan dengan tepat agar
dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja
pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, beban gempa, tekanan angin
serta beban lainnya.
Pemilihan jenis pondasi yang digunakan sebagai bagian konstruksi bawah
bangunan tidak hanya berdasarkan pada besarnya beban bangunan saja tetapi jenis
dan keadaan tanah dasar sekitar juga perlu dipertimbangkan. Berikut ini hal-hal yang
perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi, antara lain:
Fungsi bangunan atas (upper structure)
1. Keadaan tanah pendukung
2. Beban konstruksi diatasnya
3. Batasan-batasan konstruksi dan keadaan di sekelilingnya
4. Waktu dan biaya pengerjaan
Jenis pondasi yang dipilih biasanya ditentukan oleh berat bangunan
berdasarkan pelimpahan beban. Namun kondisi tanah pendukung, batasan-batasan
konstruksi disekelilingnya, biaya dan waktu pengerjaan juga mempengaruhi struktur
pondasi. Permasalahan yang paling menonjol dalam pemilihan jenis pondasi adalah
kondisi tanah, yaitu jenis tanah seperti apa yang akan menjadi tempat berdirinya
bangunan. Karena setiap jenis tanah memiliki daya dukung yang berbeda, sehingga
penurunan yang terjadi pun semakin beragam.
12
13
3.2 Jenis - Jenis Pondasi
Berdasarkan elevasi kedalamannya, pondasi dapat diklasifikasikan menjadi
dua kelompok yaitu pondasi dangkal (shallow foundations) dan pondasi dalam (deep
foundations).
3.2.1 Pondasi Dangkal
Pondasi dangkal adalah struktur bangunan paling bawah yang berfungsi
meneruskan (mendistribusi) beban bangunan ke lapisan tanah yang berada relatif
dekat dengan permukaan tanah. Yang termasuk dalam kategori pondasi dangkal
adalah pondasi setempat (spread footings) dan pondasi plat penuh (mat
foundations).
Jenis pondasi dangkal antara lain :
1. Pondasi telapak
Pondasi telapak berfungsi untuk menahan beban dari satu kolom dan
menyalurkannya melalui dasar pondasi menuju tanah pendukung.
2. Pondasi memanjang
Pondasi memanjang, yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung
sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya
akan terhimpit satu sama lain
3. Pondasi Rakit
Pondasi rakit merupakan pondasi kombinasi yang meliputi seluruh luas area
struktur dan menyalurkan secara keseluruhan beban – beban kolom maupun dinding.
Pondasi jenis ini digunakan untuk tanah dengan daya dukung rendah dan merupakan
pilihan yang cukup ekonomis bila jumlah luas masing – masing pondasi setempat
melebihi luas bangunan
3.2.2 Pondasi Dalam
Pondasi dalam dipakai bila tanah permukaan atau dekat permukaan memiliki
kapasitas dukung yang rendah dan tanah keras dengan kapasitas dukung yang baik
terletak sangat dalam. Dalam hal ini, tahanan geser tanah sangat mempengaruhi
kapasitas dukung tanah. Kedalamannya adalah perbandingan antara kedalaman
pondasi dan lebar pondasi lebih dari empat (Df
B≥4)
14
Jenis pondasi dalam terdiri dari :
1. Pondasi Sumuran
Pondasi sumuran adalah peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang,
digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman relatif dalam, dimana
pondasi sumuran nilai DfB
≥ 4 sedangkan pondasi dangkal DfB
≤ 1.
2. Pondasi Tiang Pancang
Sistem pondasi tiang pancang merupakan sistem yang paling sering
digunakan pada proyek bangunan sipil khususnya di Indonesia dibandingkan dengan
sistem lain. Hali ini dikarenakan Indonesia merupakan daerah topis yang memiliki
kelembaban tinggi dengan pelapukan yang besar dan memiliki lapisan tanah yang
relatif tebal dibandingkan dengan negara-negara non-tropis.
Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton,
atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke
tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah dalam massa tanah. Hal tersebut dapat
merupakan distribusi vertikal dari beban sepanjang poros tiang pancang atau
pemakaian beban secara langsung terhadap lapisan yang lebih rendah sepanjang
ujung tiang pancang.
Pondasi tiang pancang dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila
tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing
capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila
tanah keras yang mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan
beban letaknya sangat dalam. Selain itu pondasi tiang pancang dapat juga digunakan
jika kita menginginkan keamanan yang lebih terjamin bagi bangunan, walaupun
tanah yang baik tidak begitu dalam letaknya misalnya untuk jembatan besar, gedung
bertingkat banyak, menara dan sebagainya termasuk juga kalau ada bahaya
pengerusan tanah dasar dibawah pondasi oleh arus air.
Pondasi tiang pancang melayani pelimpahan beban dari atas kepala
sekelompok tiang pancang di bawahnya, yang kemudian diteruskan kepada tanah
pendukung melalui gesekan permukaan atau tumpuan ujung tiang. Tiang pancang
umumnya digunakan (Bowles, 1993) :
15
a. Untuk membawa beban-beban konstruksi di atas tanah, ke dalam atau melalui
sebuah lapisan tanah.
b. Untuk menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling seperti untuk telapak
ruangan bawah tanah di bawah bidang batas jenuh atau untuk menopang
kaki-kaki menara terhadap guling.
c. Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi
perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang ini dapat ditarik
kemudian.
d. Mengontrol penurunan bila kaki-kaki yang terbesar atau telapak berada pada
tanah tepi atau didasarkan oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.
e. Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol
amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.
f. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan atau tiang,
khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.
g. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban di atas
permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut.
Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan
yang terpengaruh baik oleh beban vertikal dan tekuk maupun beban
lateral.Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam
tanah.
Daya dukung tiang pancang dapat berupa tahanan ujung dan tahanan gesek.
Pada kondisi tanah tertentu dimana lapis atas merupakan tanah lunak dan tiang
dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras/lapisan pendukungnya, tiang ini
disebut sebagai tiang tahanan ujung (end bearing piles) karena sebagian besar daya
dukung diperoleh dari tahan ujung tiangnya. Selain itu, ada juga tiang yang
mengandalkan gesekan yaitu tiang yang tidak mencapai lapisan keras sehingga daya
dukung tiang didominasi oleh tahanan selimut.
3.3 Penggolongan Tiang Pancang
Karakteristik-karakteristik dan kegunaan tiang pancang sangat beragam. Oleh
sebab itu penggolongan tiang pancang dibagi menjadi empat. Pembagian tersebut
dapat dilihat seperti penjelasan dibawah ini (Bowles,1986) :
16
1. Penggolongan berdasarkan bahan
2. Penggolongan berdasarkan pemindahan beban
3. Penggolongan berdasarkan teknik pemancangan
4. Penggolongan berdasarkan cara pengerjaan
3.3.1 Penggolongan Berdasarkan Bahan
Menurut bahannya,tiang pancang dibagi menjadi empat yaitu (harry
christadi, 2011) :
1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)
Penggunaan tiang pancang dengan meterial kayu adalah cara tertua dalam
penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang ini umumya berdiameter 10 – 25
cm. Tiang kayu cerucuk,yang banyak dipakai di Indonesia untuk perbaikan kapasitas
dukung tanah lunak berdiameter antara 8 – 10 cm dan panjang 4 m.
Tiang kayu lebih murah dan mudah penanganannya.Permukaan tiang dapat
dilindungi ataupun tidak dilindungi tergantung dari kondisi tanah.Tiang kayu ini
dapat mengalami pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga.Tiang kayu yang
selalu terendam air biasanya lebih awet.Beban maksimum yang dapat dipikul oleh
tiang kayu tungga dapat mencapai 270 – 300 kN
2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)
Tiang beton pracetak yaitu tiang dari beton yang dicetak di suatu tempat dan
kemudian diangkut ke lokasi rencana bangunan.Tiang beton, umumnya berbentuk
prisma atau bulat.Ukuran diameter yang biasanya dipakai untuk tiang yang tidak
berlubang di antara 20 sampai 60 cm. Untuk tiang yang berlubang diameternya dapat
mencapai 140 cm.Panjang tiang beton pracetak biasanya berkisar antara 20 sampai
40 m.Untuk tiang beton berlubang bisa sampai 60 cm.Beban maksimum untuk tiang
ukuran kecil berkisar 300 sampai 800 kN.
3. Tiang Beton cetak di tempat
Tiang beton cetak ditempat terdiri dari 2 tipe,yaitu :
a. Tiang yang berselubung pipa
Pada tiang tanah yang berselubung pipa,pia baja dipancang lebih dulu ke
tanah .Kemudian, ke dalam lubang dimasukkan adukan beton.Pada akhirnya
nanti,pipa besi tetap tinggal didalam tiang.
b. Tiang yang tidak berselubung pipa
17
Pada tiang yang tidak berselubung pipa,pipa baja yang berlubang dipacang
lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian ke dalam lubangnya dimasukkan adukan beton
dan pipa ditarik keluar ketika sesudah pengecoran.
4. Tiang baja profil
Tiang baja profil termasuk tiang pancang, dengan bahan yang dibuat dari baja
profil. Tiang ini mudah penanganannya dan dapat mendukung beban pukulan yang
besar waktu dipancang pada lapisan yang keras.Tiang baja profil berbentuk profil H,
empat persegi panjang,segi enam dan lain – lainnya
3.3.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Tiang Meneruskan Beban
Tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban yang
diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis tanah dasar
pondasi yang akan menerima beban yang bekerja (Suryolelono, 1994).
1. Bilamana ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat dukung
tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ke tanah dasar
pondasi melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut end/bearing point pile.
2. Bila tiang dipancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi atau jenis tanah
pasir, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan gesekan
antara tiang dan tanah di sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut friction pile.
3. Bilamana tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai
kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh
pelekatan antara tanah sekitar permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut
adhesive pile.
Pada umumnya di lapangan dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi
dari ketiga hal tersebut. Keadaan ini disebabkan karena jenis tanah merupakan
campuran atau kombinasi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan kadang-
kadang merupakan tanah yang kompak, sehingga cara tiang meneruskan beban ke
tanah dasar pondasi, merupakan kombinasinya.
Berikut gambar tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban :
18
Sumber : Suryolelono, 1994Gambar 3.1 Tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban ke tanah pondasi
3.3.3 Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan
Pada proses pemancangan tiang pancang ada 2 metode umum yang sering
digunakan di lapangan diproyek, yakni metode jack-in pile dan metode hammer.
Pertama metode Jack-In Pile adalah metode pemancangan dengan
menggunakan mesin pancang hydraulic dimana proses pemancang tiang pancang
dengan memberikan tekanan beban secara statis (beban tetap, baik besarnya
(intensitasnya), titik bekerjanya dan arah garis kerjanya) pada tiang pancang.
Penekanan/pemancangan tiang akan berhenti bila tiang telah mencapai tanah
keras aktual (bisa sesuai data sondir report dan bisa juga kurang atau lebih dalam dari
kedalaman sondir). Pada pemancangan dengan metode jack-in pile ini, gaya tekan
langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang dapat diketahui
setiap mencapai kedalaman tertentu.
Metode kedua yakni dengan metode pukulan dimana proses pemancang tiang
pancang dengan memberikan tekanan beban secara dinamik pada bagian ujung tiang
dengan cara menjatuhkan beban ke tiang pancang seperti dipukul secara berulang
ulang hingga penetrasi tiang pancang sudah maksimum. Alat pemukul berupa palu
(hammer) yang beratnya disesuaikan dengan tiangnya. Palu tiang pancang adalah alat
yang digunakan untuk memberi energi yang cukup kepada tiang pancang untuk
menembus tanah. Biasanya dalam pelaksanaan diperlukan alat bantu berupa tripod
atau menara (crane). Mobil crane dapat dijalankan di atas rel yang disediakan atau
berupa roda lantai dan bila tanah sangat lemah roda diganti dengan rakit baja atau
beton.
Berikut contoh alat pemancangan hydraulic jack-in Pile :
19
Sumber : Dokumen pribadiGambar 3.2 Alat pemancangan hydraulic jack-in pile
Metode Jack-In Pile memiliki beberapa kelebihan dibanding metode Hammer
antara lain :
1. Menghasilkan daya dukung gesek tanah yang lebih
baik karena metode hydraulic jack-in merupakan metode penetrasi tekan
statis sehingga tanah yang tadinya mendorong ke samping akibat penetrasi
tiang, dalam beberapa jam tanah yang terdorong akan kembali menjepit
tiang dan memberikan daya dukung tambahan (friksi tanah terhadap tiang akan
semakin besar).
2. Tidak menghasilkan suara bising seperti pada hammer. Umumnya
menggunakan Silent Genset sebagai main power untuk aktifitas mesin pada
hydraulic jack-in pile sehingga tidak menghasilkan polusi asap yang cukup
berarti.
3. Output pekerjaan/ produktifitas kerjanya lebih baik daripada hammer (untuk
pekerjaan pemancangan dimana penetrasi max adalah rata tanah , minimum
300 m' / hari ~ 10 jam kerja/hari)
4. Tidak menimbulkan getaran disekeliling sehingga aman untuk bangunan di
dekatnya (Minim Retak Struktural pada bangunan sekelilingnya).
5. Tidak diperlukan loading test beban aksial, karena mesin hydraulic jack-in
dilengkapi dengan pressure gauge (MPA) sehingga beban aksial aktual dapat
diketahui dari pembacaan nilai MPA pada pressure Gauge di instrument
mesin.
20
Beberapa kekurangan pemancangan dengan metode Jack-in Pile antara lain :
a. Tidak maksimal pengerjaannya jika terjadi hujan karena bila tiang diperlukan
welding atau pengelasan sambungan, maka proses penyambungan tiang
pancang butuh waktu lama.
b. Jika menggunakan mesin Hydraulic Jack In Robot membutuhkan waktu
yang relatif lama untuk berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang
lain, sedangkan jika menggunakan mesin Hydraulic Jack In dengan roda
Crawler : cepat untuk berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang
lain, akan tetapi tidak terlalu baik dalam pressure pemancangan dan kurang
siku. Hal ini tergantung permukaan tanah yang menjadi landasan.
c. Tidak cocok untuk lokasi yang tanahnya sempit karena jarak bebas alat ke
tembok harus 2,5 m – 5 m.
3.3.4 Penggolongan Berdasarkan Cara Pengerjaan
Berdasarkan cara pengerjaannya maka tiang pancang dapat dibedakan
menjadi dua macam (Sardjono, HS, 1988)
1. Displacement Pile
Displacement pile yaitu tiang pancang dimana dalam pemancanganya tidak
dilakukan penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah di sekitar tiang
yang diabaikan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan.
Berdasarkan banyaknya tanah yang dipindahkan karena pemancangan,
standar klasifikasi yang membedakan displacement pile ada dua, yaitu:
a. Large Displacement Pile, yaitu suatu pemancangan tiang dengan
memindahkan tanah dalam volume yang relatif besar.
b. Small Displacement Pile, yaitu tiang pancang yang sewaktu proses
pemancangannya memindahkan tanah dalam volume yang relatif kecil.
2. Non Displacement Pile
Non Displacement pile adalah tiang pancang dimana pemancangannya
dilakukan penggalian terlebih dahulu dengan menggunakan berbagai cara dan
peralatan, kemudian tempat galian diganti dengan bahan tiang pancang. Berdasarkan
cara pemancangan tersebut maka pada replacement pile terjadi pemindahan tanah.
21
3.4 Dasar Perencanaan Pondasi
Pondasi tiang hendaknya direncanakan sehingga gaya luar yang bekerja pada
kepala tiang tidak melebihi daya dukung tiang yang diizinkan. Daya dukung tiang
pancang meliputi aspek daya dukung tanah yang diizinkan, tegangan pada tiang
pancang yang diizinkan, dan perpindahan kepala tiang pancang yang diizinkan.
Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan adanya gaya geser
negatif (negative skin friction) dan gaya-gaya lain seperti perbedaan tekanan tanah
aktif dan pasif. Perhitungan dan pengevaluasian tersebut tidak saja dilaksanakan
terhadap tiang secara individu tetapi juga harus dilaksanakan terhadap tiang-tiang
dalam kelompok (pile group).
Perencanaan pondasi biasanya dilakukan sesuai dengan prosedur di bawah
ini:
1. Pada langkah awal dilakukan penyelidikan tanah. Penyelidikan ini sangat
penting dalam hal penentuan konstruksi tiang.
2. Melakukan perhitungan daya dukung (bearing capacity) yang diizinkan
untuk satu tiang. Daya dukung yang diizinkan didapat dengan memperhatikan
ketiga macam cara arah gaya tekan atau gaya tarik pada arah tegak dan arah
mendatar.
3. Setelah daya dukung satu tiang sudah didapatkan maka daya dukung tiang
kelompok perlu diperhitungkan juga. Harga akhir akibat gabungan tiang ini
atau gaya gesekan dinding tiang merupakan daya dukung yang diizinkan
untuk pondasi tiang.
4. Menghitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang dan
menentukan jumlah tiang yang dibutuhkan sacara tepat.
5. Setelah reaksi pada kepala tiang dihitung, maka pembagian momen lentur
atau gaya geser tiang dalam vertikal dapat dicari. Untuk tiang yang terbuat
dari pipa baja, perlu dihitung ketebalan platnya, dan untuk tiang pancang
yang terbuat dari beton, banyaknya beton yang diperlukan perlu dihitung
secara cermat.
3.5 Pengujian Tanah di Lapangan
22
Pengujian tanah sangat diperlukan untuk mengetahui sifat maupun daya
dukung tanah bangunan akan didirikan. Pengujian tanah di lapangan meliputi :
3.5.1 Data Sondir atau Cone Penetration Test
Pemeriksaan kekuatan tanah dengan sondir bertujuan untuk mengetahui
kekuatan suatu lapisan tanah berdasarkan pada perlawanan penetrasi konus dan
hambatan lekat. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung
konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan hambatan lekat
adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya per satuan
luas. Data-data ini sangat dibutuhkan dalam perencanaan pondasi tiang.
Static penetration test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir dengan
kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan bekerja sebesar 20
kN atau 100 kN, sedangkan bentuk ujung alat atau konus dibedakan dua tipe sebagai
konus biasa dan bikonus. (SNI 2827 : 2008)
Kedua tipe konus tersebut dapat dijelaskan dalam penjelasan dibawah ini :
1. Konus biasa
Konus biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya tekanan
pada ujung konus saja yang dapat diukur.
Cara pelaksanaannya, bagian inti ditekan sehingga ujung konus masuk ke
dalam tanah. Pembacaan P atau tekanan yang diberikan setiap kedalaman
mencapai 20 cm atau kelipatannya demikian seterusnya. Selanjutnya dibuat
grafik hubungan antar nilai konus dengan kedalaman. Metode ini dapat
dilakukan secara cepat dan hanya saja tidak diperlukan besarnya hambatan
akibat lekatan yang terjadi.
2. Bikonus
Alat ini merupakan pengembangan dari alat konus biasa dan dapat digunakan
untuk menentukan besarnya nilai konus dan lekatan yang terjadi. Pada
prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konus biasa. Berikut
gambar skema alat bikonus pada tanah yang akan diuji :
23
Sumber : Suryolelono, 1994Gambar 3.3 Skema alat bikonus
Adapun proses pengujian sondir berdasarkan SNI 2827 : 2008 adalah
sebagai berikut:
a. Persiapan Pengujian
Lakukan persiapan pengujian sondir di lapangan dengan tahapan sebagai
berikut:
1) Siapkan lubang untuk penusukan konus prtama kalinya, biasanya digali
dengan linggis sedalam sekitar 5 cm.
2) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat sesuai
dengan letak rangka pembeban.
3) Setel rangka pembeban sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal.
4) Pasang manometer 0 MPa s.d 2 MPa dan manometer 0 MPa s.d 5 MPa untuk
penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 MPa s.d 5 MPa dan
manometer 0 MPa s.d 25 MPa untuk penyondiran tanah keras.
5) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan
kunci piston, dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung
udara dalam sistem.
6) Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di
atasnya.
7) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar
baut pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat
24
pada permukaan tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian,
tambahkan beban mati di atas balok-balok penjepit.
8) Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala
pipa dorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar
sekitar 8 cm di atas kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa
ditambah dengan potongan besi berdiameter sama dengan batang dalam.
b. Prosedur Pengujian
Lakukan pengujian penetrasi konus ganda dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada
kedudukan yang tepat.
2) Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan
hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.
3) Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik
bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm
sesuai interval pengujian.
4) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik
kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam
saja (kedudukan 1,lihat Gambar 3.3).
5) Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus
berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa
dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.
c. Pembacaan Hasil Pengujian
Lakukan pembacaan hasil pengujian penetrasi konus sebagai berikut:
1) Baca nilai perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4
cm pertama (kedudukan 2, lihat Gambar 3.3) dan catat pada formulir di
kolom Cw.
2) Baca jumlah nilai perlawanan geser dan nilai perlawanan konus pada penekan
batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, lihat Gambar 3.3)
dan catat pada formulir di kolom Tw.
Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan
konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga
kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan.
Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.
25
Sumber : SNI 2827 : 2008Gambar 3.4 Kedudukan pergerakan konus pada waktu pengujian sondir
d. Penyelesaian Pengujian
1) Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda dengan
mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol
berlawanan arah jarum jam.
2) Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.
Sumber : SNI 2827 : 2008
Gambar 3.5 Rangkaian alat penetrasi konus
Ringkasan pelaksanaan pengujian sebagai berikut: pada kondisi awal alat
diletakkan di atas tanah dan siap ditekan. Bagian inti ditekan sehingga ujung konus
masuk ke dalam tanah dan besarnya gaya P1 diimbangi oleh perlawanan pada ujung
konus. Pencatatan nilai konus dilakukan pada setiap ujung konus mencapai
kedalaman 20 cm. Selanjutnya bagian selubung bersama-sama bagian inti ditekan
untuk mendapatkan gaya P2 yang diimbangi oleh perlawanan di ujung konus (qc)
26
dan gesekan atau lekatan di bagian mantel (qf) sehingga diperoleh perlawanan total
dari hasil uji tersebut.
Data yang diperoleh adalah perlawanan ujung konus qc (kg/cm2) dan geseka
atau lekatan setempat qf (kg/cm). Dimensi alat dengan luas mantel 100 cm2 dan luas
tampang ujung konus 10 cm2. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafik
hubungan antara nilai konus (qc) dan nilai lekatan/gesekan (qf) dengan kedalaman
(m).
Dibandingkan dengan uji SPT, uji sondir memberikan hasil yang lebih runtuh
dalam arti continius dan lebih konsisten. Kendala pengaplikasikan hasil uji sondir
dalam perencanaan pondasi dalam adalah bilamana dijumpai lapisan tanah keras,
misalnya cemented sand. Sekalipun dengan menggunakan sondir 10 ton biasanya
tanah ini tidak dapat ditembus. Padahal sering kali dijumpai lapisan tanah keras
tersebut tipis saja. Untuk mengatasi maslah tersebut dapat dilakukan kombinasi
antara SPT dan Sondir. Saat dijumpai tanah yang sangat keras maka dilakukan uji
SPT selanjutnya dobawah lapisan tersebut dilakukan kembali uji Sondir. Paling baik
adalah dilakukan penyondiran dengan menggunakan sondir yang berkapasitas 20 ton.
Kendala lain yang akan dijumpai dari hasil uji sondir ini diantaranya efek
skala, keceptan pembebanan, perbedaan cara penetrasi (insertion method) dan posisi
dari selimut sondir. Efek skala terjadi akibat perbedaan ukuran antara pondasi tiang
dengan alat sondir. Ukuran pondasi tiang jauh lebih besar dibandingkan dengan
sondir, sehingga tidak merasakan adanya lapisan tipis yang mempunyai nilai qc yang
lebih besar (Raharjo, 1990). Akibatnya perlawanan ujung pada tiang rata-rata lebih
kecil daripada yang diberikan oleh sondir.
3.5.2 Pengujian Standart Penetration Test
SPT merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan
pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan
contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan
tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan
untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.
27
Sumber : SNI 4153:2008
Gambar 3.6 Penetrasi dengan SPT
3.6 Prosedur Pemilihan alat pemancangan
Petunjuk pemilihan alat pemancangan berdasarakan Surat edaran mentri
pekeraan umum dan perumahan rakyat Nomor : 31/SE/M/2015 yaitu :
3.6.1 Berdasarkan Jenis tanah
1. Penentuan jenis tanah
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, dapat ditentukan jenis tanah di
lapangan (kohesif atau non kohesif)
2. Penentuan jenis alat pemancang tiang (palu tiang)
Untuk tanah kohesif dapat menggunakan palu single acting air / steam, palu
hidrolik,atau palu getar, sedangkan untuk tanah non kohesif, dapat digunakan
28
palu gravitasi, palu double acting air / steam, palu single acting diesel, palu
double acting diesel, atau palu hidrolik.
3. Penentuan berat piston, berat fondasi tiang, dan ketinggian jatuh.
4. Hitung daya dukung fondasi tiang dan daya dukung rencana.
5. Periksa daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung fondasi
rencana. Apabila daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung
fondasi rencana, maka alat pemancang tiang (palu tiang) tersebut dapat
digunakan.
3.6.2 Berdasarkan Jenis Tiang pancang
1. Penentuan jenis fondasi tiang
Fondasi tiang yang digunakan adalah sesuai dengan perencanaan.
2. Penentuan jenis alat pemancang tiang (palu tiang)
Untuk fondasi tiang dengan kedalaman cukup dangkal dapat menggunakan
palugravitasi. Untuk fondasi yang dalam, dengan jenis fondasi tiang beton,
dapat menggunakan palu single acting air / steam, palu double acting
diesel, palu hidrolik, atau palu getar. Untuk fondasi yang dalam, dengan
jenis fondasi tiang baja, dapat menggunakan palu gravitasi, palu single
acting air / steam, palu double acting air / steam, palu single acting
diesel,palu double acting diesel, palu hidrolik, atau palu getar.
3. Penentuan berat piston, berat fondasi tiang, dan ketinggian jatuh.
4. Hitung daya dukung fondasi tiang dan daya dukung rencana.
5. Periksa daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung fondasi
rencana. Apabila daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung
fondasi rencana, maka alat pemancang tiang (palu tiang) tersebut dapat
digunakan.
3.7 Teknis Pengawasan Pekerjaan Pelaksanaan pondasi pancang
Pengawasan pekerjaan pelaksanaan pondasi pancang berdasarakan peraturan
Direktorat jendral Bina Marga tahun 2011:
1. Untuk kesiapan kerja,harus ada gambar kerja,program
pemancangan.Perhitungan rancangan
2. Toleransi:
a. Lokasi kepala tiang pancang
29
Pergeseran lateral kepala tiang pancang dari posisi yang ditentukan dalam
segala arah tidak lebih dari 75 mm.
b. Kemiringan tiang pancang
Penyimpangan arah vertikal atau kemiringan yang disyaratkan 20 mm
permeter (1/50) tidak melebihi 20 mm per meter (1/50).
c. Kelengkungan (Bow)
1) Kelengkungan tiang pancang beton cor langsung tidak melebihi 1% panjang
tiang ditempat dalam segala arah.
2) Kelengkungan lateral tiang pancang baja tidak melebihi 0,7% panjang total
tiang pancang.
3. Dalam hal pemancangan tiang,alat yang digunakan harus disesuaikan jenis
dan berat tiang yang dipancang dan harus dibuat catatan proses pemancangan
(calendering).
4. Keselamatan dan kesehatan kerja.
3.8 Teknologi Dalam Sistem Pondasi
Dalam perkembangannya banyak teknologi yang dikembangkan dalam sistem
pondasi. Teknologi tersebut anatara lain:
1. Auger Boring Pile
Teknologi ini sesuai untuk proyek-proyek di pusat-pusat perkotaan , karena
menghilangkan getaran dan gangguan terhadap struktur yang berdekatan dan
mengurangi emisi kebisingan. Auger boring pile memungkinkan untuk menghindari
dekompresi tanah dan penggunaan lumpur bentonit untuk pengeboran. Hal ini sangat
menyederhanakan pembuangan puing-puing . Berkat perbaikan teknis terus-menerus,
teknologi ini telah secara signifikan memperluas bidang aplikasinya dan
memungkinkan untuk rentang yang lebih luas dari diameter dan panjang.
Tahap pertama pengerjaannya yaitu menggali tanah dengan pisau bor terus
menerus yang dipasang pada pusat pipa berongga. Pada akhir fase menggali,
ekstraksi pisau terjadi dan pada saat yang bersamaan beton dituangkan dengan
memompa dari dalam pisau yang sama . Setelah terisi penuh , tiang dapat diperkuat
dengan tulangan sepanjang galian yang dimasukkan ke dalam beton saat masih
basah. Proses pengerjaannya dapat dilihat pada gambar 3.6.
30
Gambar 3.7 Cara kerja metode auger bored pilingSumber : Sardjono, HS, 1988
2. Press Pile
Press Pile digunakan terutama ketika diperlukan tambahan pile atau tiangke
dalam lapisan tanah. Dalam proses ini, pile dapat dibor langsung di sebalah atau di
bawah pondasi yang rentan tanpa getaran dan tidak menyebabkan banyak kebisingan.
Press Pile sangat cocok untuk memperkuat pondasi pada konstruks yang
telah ada dan rentan terhadap penurunan sehingga bangunan tersebut harus
dipertahankan. Dengan cara ini konstruksi dapat distabilkan dan penurunan yang
telah terjadi dapat diimbangi dengan angkatan dari press pile tersebut. Sistem pile ini
juga sering menjadi satu-satunya alternatif untuk memperkuat pondasi pada
konstruksi dimana pondasi yang telah ada sebelumnya tidak lagi memadai.
3.9 Material Penyusun Pondasi
Material yang digunakan dalam pembuatan pondasi harus memenuhi
kelayakan standar persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung sesuai
dengan SNI 2847:2002 yaitu :
31
3.9.1. Semen Portland
Semen Portland menurut SNI 15 2049-2004 adalah semen hidraulis yang
dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas
kalsium silikat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama sama dengan bahan
tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh
ditambah dengan bahan tambahan lain.
Semen merupakan bahan penting dalam pencampuran adukan beton harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
1. Semen harus memuhi persyaratan SNI 15 2049-2004
2. Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan semen
yang digunakan pada perencanaan proporsi campuran.
3.9.2. Agregat
Material granular,misalnya pasir,kerikil,batu pecah,dan kerak tungku pijar ,
yang dipakai bersama sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu
beton atau adukan semen hidraulik
Agregat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Agregat Halus
Pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir oleh industri
pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran sebesar 5 mm
2. Agregat Kasar
Kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah
yang di peroleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran antara 5
mm sampai 40 mm.
3. Agregat Ringan
Agregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat isi sebesar
1/100 kg/m3
3.9.3 Air
Air dalam penggunaan sebagai campuran dalam adukan harus mempunyai
kriteria sebagai berikut :
1. Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan
yang merusak yang mengandung oli, asam alkali, garam, bahan organik, atau
bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.
2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau beton yang
didalamnya tertanam logam aluminium , termasuk air bebas yang terkandung
32
didalam agregat , tidak boleh mengandung bahan ion klorida dalam jumlah
yang membahayakan.
3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali
ketentuan berikut terpenuhi:
a. Pemelihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton
yang menggunakan air dari sumber yang sama.
b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubur mortal yang dibuat dari
dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan
sekurang kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum.
3.9.4 Baja Tulangan
Dalam hal ini baja tulangan yang digunakan yaitu :
1. Baja tulangan ulir (BJTD)
a. Baja tulangan ulir harus memenuhi ketentuan ASTM A 615M,A 617 M, A
706 M
b. Baja tulangan ulir dengan spesifikasi kuat leleh fy melebihi 400 MPa boleh
digunakan selama fy adalah nilai tegangan pada rengangan 0,35%.
c. Anyaman batang baja untuk penulangan harus memenuhi ASTM A 184M
d. Kawat ulir penulangan beton harus memenuhi ASTM A 496 M
2. Baja tulangan polos (BJTP)
a. Tulangan polos untuk spiral harus memenuhi ketentuan ASTM A 615M,A
617 M, A 706 M
b. Kawat polos untuk spiral harus memenuhi ASTM A 82
3.10 Kapasitas Dukung Tiang Tunggal
Untuk menentukan kapasitas dukung satu tiang digunakan metode
pendekatan analitis dari hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanik tanah di
laboratorium dan kemudian didekati dengan formula klasik dan metode empiris
dengan mengandalkan hail pengujian lapangan.
Adapun metode-metode tersebuat adalah metode statik yaitu hasil interpretasi
dari diagram penetrasi yang didapat dari hasil penetrometer, metode dinamis yaitu
menggunakan rumus pancang, dan hasil uji beban langsung.
Kekuatan bahan tiang pancang juga harus diperhatikan dalam mendesain
suatu pondasi tiang pancang. Kekuatan bahan tiang harus disesuaikan dengan
33
keadaan tanah di proyek tersebut serta beban yang akan dipukul tiang pancang
tersebut.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan tiang pancang
adalah :
σ tiang= P tiangA tiang
≤ σ izin. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Rumus 3.1)
Keterangan : Ptiang = Kekuatan yang diizinkan pada tiang pancang
σ tiang = Tegangan tekan bahan tiang
σ izin = Tegangan tekan izin bahan
Atiang = Luas penampang tiang pancang
Untuk menghitung kapasitas dukung tiang tunggal dapat digunakan beberapa
metode :
1. Metode Statis Analisis
2. Metode Statis Empiris
3. Metode Dinamis
4. Metode Loading Test
3.10.1 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Statis
Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam
mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan
pada pondasi tiang, yaitu:
1. Tiang gesek (friction pile),
2. Tiang lekat (cohesion pile),
3. Tiang mendukung di bagian ujung tiang (point/end bearing pile)
a) Mengunakan Formula Statis Analisis
Penentuan Daya Dukung Tiang Pancang dengan metoda ini berdasarkan data
hasil pengujian tanah di laboratorium. Pengujian di laboratorium berupa uji Triaxial.
Hasil yang diperoleh dari pengujian Laboratorium ini ialah Kohesi(C) dan Sudut
Geser Tanah (ⱷ).
Rumusan yang mengacu pada metoda ini antara lain (Hary
ChristadiHardiyatmo, 1996) :
1. Menurut Terzaghi
Qu = (Ap(1,3C .Nc+q Nq+.B.N.a)+(ad.Cu.As).........................(Rumus 3.2)
2. Menurut Mayerhof
34
Qu = (Ap(C .N`c+n.q Nq)+(As.Xm.N).............................................(Rumus 3.3)
3. Menurut Tomlinson
Qu = (Ap(C .Nc+q Nq)+(α.Cn.As+0,5Kq tan()As)........................(Rumus 3.4)
Dimana :
Qu = Kapasitas Dukung Tiang
Ap = Luas Penampang Tiang (m2)
As = Luas Selimut Tiang (m2)
C = Kohesi pada tanah(kg/m2)
Nc,Nq,N = Faktor Daya Dukung
a = Faktor Penampang
α = Faktor Adhesi
K = Koefisien Tekanan Tanah Lateral
= Sudut Geser Efektif antara Tanah dan Tiang
Pancang
= Berat Volume Tanah
Tabel 3.2 Nilai Nc,Nq,N
Sumber : Hary Christadi Hardiyatmo, 1996
b) Mengunakan
Formula Statis Empiris
Perbedaan metode statis analisis dan statis empiris terletak pada korelasi yang
digunakan. Pada metode analisis, korelasi yang digunakan adalah hasil dari
penyelidikan laboratorium sedangkan analisis empiris menguunakan korelasi berupa
∅ , degree Nc Nq N
0 5,7 1,0 0,0
5 7,3 1,6 0,5
10 9,6 2,7 1,2
15 12,9 4,4 2,5
20 17,7 7,4 5,0
25 52,6 12,7 9,7
30 37,2 22,5 19,7
34 52,6 36,5 36,0
35 57,8 41,4 42,4
40 95,7 81,3 100,4
45 172,3 173,3 297,5
48 258,3 287,9 780,1
50 347,5 415,1 1153,2
35
hasil pembacaan penetrasi dari suatu alat penetrometer. Alat penetrometer yang
biasa digunakan pada metode statis empiris yaitu Cone Penetration Test (CPT) atau
Standard Penetration Test (SPT). Metode statis empiris yang paling dikenal adalah
metode yang dikembangkan oleh Meyerhof (1956) baik untuk SPT maupun CPT.
Rumus yang digunakan adalah :
1. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian Sondir / CPT
Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan menggunakan rumus
Meyerhof (Sunggono K, 1995) :
QAll=(NK . A )
3+
(JHP .O )5
................................................(Rumus 3.5)
dimana:
QAll = Daya dukung tiang tunggal (kg)
NK = Nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)
A = Luas penampang tiang (cm2)
O = Keliling tiang (cm)
JHP = Jumlah hambatan pelekat rata-rata (Kg/cm)
3 & 5 = Faktor Keamanan
2. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian SPT
Meyerhof menggunakan dua rumus, yaitu (Bowles, 1986) :
a. Tiang berpenampang bundar
Pu=40 N . Ap+0,2 N . AS................................................................(Rumus 3.6)
b. Tiang berpenampang H atau I
Pu=40 N . Ap+0,1 N . AS................................................................(Rumus 3.7)
Sedangkan untuk korelasi nilai N pada tanah pasir halus terendam air, yaitu :
N = 15 + ½ (N’ – 15) ......................................................................(Rumus 3.8)
dimana:
Pu = daya dukung maksimum (ton)
N = nilai standar penetrasi pada ujung tiang
N = nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang
Ap = luas penampang ujung tiang (m2)
As = luas selimut tiang (m2)
N’ = N yang terukur di lapangan
36
3.10.2 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Dinamis
Perhitungan kapasitas tiang pancang secara dinamis didasarkan pada analisa
data rekaman getaran gelombang yang terjadi waktu tiang dipukul dengan palu
pancang. Formula dinamis ini biasa disebut formula tiang pancang rasional yang
bergantung pada prinsip-prinsip impuls-momentum Palu tiang pancang adalah alat
yang digunakan untuk memberikan energi yang cukup kepada tiang pancang untuk
menembus tanah. Adapun jenis palu tiang pancang antara lain (Bowles, 1986) :
1. Palu Kerja Tunggal (Single Acting Hammer)
Palu kerja tunggal diidealkan dengan uap atau tekanan udara digunakan untuk
mengangkat balok besi panjang sampai ke ketinggian yang diperlukan. Balok besi
panjang tersebut kemudian jatuh karena gravitasi ke dalam landasan (anvil), yang
mentranmisikan energi tumbukan ke blok sungkup, dan kemudian ke tiang pancang.
Palu dikarekterisasi oleh banyaknya pukulan yang relatif lambat. Panjang palu
haruslah sesuai dengan kecepatan tumbukan (h atau tinggi jatuh balok besi panjang),
yang tidak sesuai akan memberikan energi pendorong yang kecil. Banyaknya
pukulan persatuan waktu (blow rate) agak jauh lebih tinggi dibandingkan banyaknya
pukulan per satuan waktu dan blok pancang.
2. Palu Kerja Rangkap (Double Acting Hammer)
Palu ini menggunakan uap untuk mengangkat balok besi panjang dan untuk
mempercepatnya ke bawah. Palu kerja differensial agak serupa kecuali bahwa
digunakannya lebih banyak kontrol tehadap uap atau udara untuk mempertahankan
tekanan konstan atau tak berekspansi pada sisi pemercepat dari pengisap atau piston
balok besi panjang. Penambahan tekanan ini menghasilkan keluaran energi yang
lebih besar per pukulan dibandingkan dengan palu kerja rangkap konvensional.
Banyaknya pukulan per satuan waktu dan keluaran energi biasanya lebih tinggi untuk
palu kerja rangkap, pemakaian uap juga lebih tinggi dibandingkan untuk palu kerja
tunggal.
3. Palu Diesel (Diesel Hammer)
Palu diesel terdiri dari sebuah silinder atau lengkungan(casing), balok besi
panjang, balok landasan, dan sebuah sistem injeksi bahan bakar sederhana. Balok
besi panjang dinaikkan di lapangan pada permulaan operasi, bahan bakar
diinjeksikan atau disuntikkan dekat balok landasan, dan balok besi panjang
37
dilepaskan. Sewaktu balok besi panjang jatuh, maka udara dan bahan bakar menjadi
mampat dan menjadi panas karena pemampatan tersebut bila balok besi panjang
berada di dekat landasan, maka kalor sudah cukup untuk menyalakan campuran
udara dan bahan bakar.
Berikut beberapa formula pada metode dinamis yang umum digunakan dalam
perhitungan kapasitas dukung tiang pancang, yaitu (Bowles, 1986) :
a. Formula Janbu (1953)
Qu=eh .Eh
Ku . S .........................................................................(Rumus 3.9)
Cd=0,75+0,15W p
W r λ=
eh . Eh . LA . E s
2
Ku=Cd (1+√1+ λCd
)Qi=
Qu
SF; SF = 4
b. Formula Hilley
Qu=eh .W r . h
s+ 12 (k 1+k2+k3 )
W r+n2W p
W r+W p ..........................................(Rumus 3.10)
Qi=Qu
SF
c. Formula Kobe
Formula Kobe dapat dijabarkan sebagai berikut :
Qu=2 W r . hs+K
W r+e2 W p
W r+W p ..............................................................(Rumus
3.11)
;SF = 4
38
Qi=Qu
SF
4. Formula ENR (Engineering News Record)
ENR didapat dengan mengumpulkan semua kehilangan menjadi sebuah
faktor tunggal serta dengan mengambil eh = 1 untuk mendapatkan blok pancang (drop hammer),
Pu=W r hs+1,0
...................................................................................(Rumus 3.12)
dan palu uap,
Pu=W r hs+0,1
..............................................................................(Rumus 3.13)
Sebuah modifikasi ENR yang terakhir seperti yang digunakan dalam tabel
adalah,
Pu=ehW p hs+0,1
W r+n2 W p
W r+W p ............................................................(Rumus 3.14)
Keterangan :
A = luas penampang tiang pancang L2
E = modulus elastisitas FL-2
eh = efisiensi palu
h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)
L = panjang tiang pancang (L)
N = koefisien restitusi
s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)
Wr = berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu
pemancang, dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja
rangkap) (F)
Wp = berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk
berat kosen kotak) (F)
3.10.3 Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Loading Test
; SF = 4
39
Pengujian tiang pancang dengan cara ini didasarkan pada analisis data hasil
rekaman getaran gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu
pancang. PDA test (Pile Driving Analyzer) adalah cara pengujian kapasitas dukung
tiang pancang dengan cara mengukur regangan dan alatnya dipasang di bagian atas
tiang, minimum 2d dari ujung tiang. Regangan dan percepatan gelombang akibat
tumbukan alat pancang diukur dengan menggunakan strain transducer dan
accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang
pada bagian atas tiang dengan jarak minimum 1,5 diameter dari kepala tiang
(Bowles, 1986).
Tujuan pemasangan dua buah instrumen untuk masing-masing pengukuran
adalah untuk mendapatkan data yang lebih baik dan mempunyai perbandingan rata-
rata disamping sebagai faktor keamanan apabila salah satu instrumen tidak bekerja
dengan baik. Hasil pengukuran dianalisis dengan cara yang dikenal dengan nama
‘Case Method’, berdasarkan teori gelombang satu dimensi (one dimensional wave
theory).
Loading test dilakukan untuk beberapa alasan, antara lain:
1. Hasil penyelidikan tanah meragukan.
2. Nilai proyek yang diharapkan ekonomis dan strategis.
3. Termasuk dalam spesifikasi.
3.11 Kapasitas Dukung Kelompok Tiang
Kapasitas dukung kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas
tiang tunggal yang berada dikelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang dipancang
dlam lapisan pendukuang yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah
yang tidak mudah mampat tapi di bawahnya terdapat lapisan lunak.
Stabilitas kelompok tiang bergatung pada:
1. Kemampuan tanah sekitar tiang dan di bawahnya
2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak dibawah kelompok tiang.
Perhitungan efisiensi kelompok tiang pancang diperlukan untuk mengetahui
tingkat efesiensi suatu kelompok tiang pancang serta utuk menghindari besarnya
tegangan tumpang tindih dalam kelompok tiang pancang. Dari perhitungan efisiensi
ini diharapkan agar konstruksi pondasi menjadi lebih praktis.
3.11.1 Jarak Antara Tiang dalam Kelompok
40
Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga
Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiang adalah:
Keterangan :
S = Jarak antara sumbu tiang dalam kelompok
B = Lebar atau diameter tiang
Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut :
1. Bila S < 2,5 B
a. Tanah di sekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik berlebihan karena
terdesak oleh tiang yang dipancang terlalu berdekatan.
b. Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan akan
terangkat.
2. Bila S > 3,0 B
Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi dari poer
atau footing
Berikut skema pola-pola kelompok tiang :
Sumber: Bowles, 1993
3.11.2 Efisiensi Kelompok Tiang
S = 2,5B s.d 3,0B; dimana: Smin= 0,6 meter ; Smaks = 2,0 meter
Gambar 3.8 Pola-Pola Kelompok Tiang Pancang
41
Feld (1943) mengusulkan metoda kaidah ibu jari untuk menghitung efisiensi,
dengan mereduksi kapasitas tiang pancang 1/16 untuk setiap tiang pancang yang
berdekatan. Berikut persamaan tersebut :
η=1−θ [ (n−1 )m+(m−1 ) n tukansebelumnya .90 mn ]...........................(Rumus 3.15)
dimana:
m = jumlah tiang dalam deretan baris
n = jumlah tiang dalam deretan kolom
θ = arc tan (d/s) dalam derajat
s = jarak antar tiang atau as ke as
d = diameter tiang
3.11.3 Kapasitas Dukung Tiang Kelompok
Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk meneruskan
beban struktural ke tanah. Sebuah kepala tiang atau pilecap dibuat hingga meliputi
seluruh tiang. Oleh sebab itu, rumus kapasitas dukung tiang kelompok sebagai
berikut (Sardjono, HS, 1987) :
Qg = Qall x η x Ntiang ...................................................................(Rumus 3.16)
Dimana :
Qg = Daya dukung tiang kelompok
Qall = Daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir
η = Faktor efisiensi
Ntiang = Jumlah tiang dalam kelompok
3.12 Pilecap
Pilecap merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk menerima beban
dari kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang dan juga untuk menyatukan
kelompok tiang pancang. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tebal selimut beton minum
untuk beton yang dicor langsung di atas taanh dan selalu berhubungan dengan tanah
adalah 75 mm.
Sedangkan Tie Beam adalah elemen struktur yang bertumpu pada tanah dan
berfungsi untuk penghubung antar pilecap dan dengan plat lantai.
42
Dalam perhitungan-perhitungan pilecap dianggap atau dibuat kaku sempurna
sehingga :
1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut
menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pilecap tetap akan
merupakan bidang datar.
2. Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan
tiang-tiang tersebut.
3.11.1 Jenis-Jenis Pilecap
Meskipun pada tiang berdiameter besar sering digunakan pondasi tiang
tunggal untuk memikul beban struktur atasnya, tetapi pada lazimnya akan dipikul
oleh kelompok tiang atau pile cap. Tetapi dalam hal pengelompokan tiang baik pada
ujung maupun keliling tiang, akan terjadi overleping daerah beban kerja struktur.
Berikut ini adalah gambar dari beberapa tipe pile cap :
Sumber : www. Sipilusm. com
3.11.2 Perhitungan Tulangan Pilecap
Pada perhitungan pilecap yang akan di bahas adalah mengenai perhitungan
pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile. Kedua bahasan
tersebut akan dijelaskan pada penjelasan dibawah ini :
1. Perhitungan Beban yang Bekerja Pada Kolom
Gambar 3.9 Jenis-jenis Pilecap
43
Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur
program SAP 2000.Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat: pembebanan
plat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input SAP 2000. Pada
perhitungan pembesian kolom ini akan menggunakan perhitungan momen dan gaya
aksial yang didapat dari output program SAP 2000.
Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan antara lain sebagai berikut:
a. Pembebanan pada plat atap
b. Pembebanan pada lantai 3
c. Pembebanan pada lantai 2
d. Pembebanan pada lantai 1
Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax.
2. Perhitungan Tulangan Pilecap
Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi pengikat
yang diberi nama pilecap. Tulangan pilecap ini diperhitungkan dengan
memperhatikan tegangan pons atau tegangan geser. Adapun tahap-tahap
perhitungannya yaitu (SNI 03 – 2847 – 2002):
Intensitas beban rencana =
pu kolomApilecap ................................... (Rumus 3.17)
Hitung jarak pelimpahan geser dari kolom ke pilecap (B)
B = lebar kolom + (1/2 d).2 ..........................................................(Rumus 3.18)
Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang adalah :
Vu = Pu (A-B2
) .............................................................................(Rumus 3.19)
Kuat geser adalah :
Vc = ( 4√ f ' c ) bo . d .........................................................................................(Rumus 3.20)
Vn = Vc /φ = Vc / 0,8
Bila Vc >Vn maka pilecap memenuhi persyaratan geser.
Kemudian dilanjutkan dengan mencari berat sendiri dari pilecap yaitu volume
ukuran pilecap. Setelah didapat beban sendiri pilecap dicari beban per tiang pancang:
44
Beban per tiang pancang =
Pkolom+beratsendiritiangjumlahtiang
.........................................................(Rumus 3.21)
Beban merata pilecap (q) =
lebar pilecap x tinggi pilecap x γbeton
...........................................(Rumus 3.22)
Pada rencana pile cap dicari momen maksimum sebagai nilai Mu, yang
dilanjutkan dengan mencari jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat
tulangan tarik (d)=
h – (selimut beton + tulangan sengkang+1/2 φ tulangan utama). . . (Rumus 3.23)
Momen maksimum digunakan untuk mencari k (Istimawan Dipuhusodo,
1999)
K= Muφ⋅b⋅d2
..................................................................................(Rumus 3.24)
m= fy0 , 85 fc .....................................................................................(Rumus 3.25)
ρ= 1m (1−√1−2mRn
fy ).................................................................(Rumus 3.26)
ρmin=1,4fy .......................................................................................(Rumus 3.27)
ρ min ≤ ρ ≤ ρmaks
Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus
As= ρ⋅b⋅d ..................................................................................(Rumus 3.28)
As’ = diambil 30 % dari tulangan utama.........................................(Rumus 3.29)
45
Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui
tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.
Keterangan:
Mu = Momen terfaktor pada penampang pilecap
b = Lebar pilecap
d = Tinggi efektif pilecap
Fy = Tegangan luluh baja
Fc’ = Kuat tekan beton
ρ = Rasio penulangan
As = Luas penampang tulangan baja tarik
As’ = Luas penampang baja tekan