50
BAB III DASAR TEORI 3.1 Pengertian Pondasi Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya. Menurut Bowles (1989), pondasi di definisikan sebagai bagian bangunan bawah tanah yang berfungsi untuk meneruskan (mentransmisikan) beban-beban bagian bangunan atas tanah. Beban ini berasal dari kolom dengan intensitas tegangan dapat mencapai 140 m Pa untuk baja dan 10 m Pa untuk beton. Setiap konstruksi yang akan dibangun haruslah ditopang dengan aman oleh pondasi sebagai jantungnya suatu konstruksi. Oleh karena itu, perencanaan pondasi sebelum pelaksanaan harus diperhitungkan dengan tepat agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, beban gempa, tekanan angin serta beban lainnya. Pemilihan jenis pondasi yang digunakan sebagai bagian konstruksi bawah bangunan tidak hanya berdasarkan pada besarnya beban bangunan saja tetapi jenis dan keadaan tanah dasar sekitar juga perlu dipertimbangkan. Berikut ini hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi, antara lain: Fungsi bangunan atas (upper structure) 1. Keadaan tanah pendukung 2. Beban konstruksi diatasnya 12

Bab 3 .docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab 3 .docx

BAB III

DASAR TEORI

3.1 Pengertian Pondasi

Pondasi adalah bagian terendah dari bangunan yang meneruskan beban

bangunan ke tanah atau batuan yang ada dibawahnya. Menurut Bowles (1989),

pondasi di definisikan sebagai bagian bangunan bawah tanah yang berfungsi untuk

meneruskan (mentransmisikan) beban-beban bagian bangunan atas tanah. Beban ini

berasal dari kolom dengan intensitas tegangan dapat mencapai 140 m Pa untuk baja

dan 10 m Pa untuk beton. Setiap konstruksi yang akan dibangun haruslah ditopang

dengan aman oleh pondasi sebagai jantungnya suatu konstruksi. Oleh karena itu,

perencanaan pondasi sebelum pelaksanaan harus diperhitungkan dengan tepat agar

dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat sendiri dan beban yang bekerja

pada bangunan tersebut yang meliputi beban berguna, beban gempa, tekanan angin

serta beban lainnya.

Pemilihan jenis pondasi yang digunakan sebagai bagian konstruksi bawah

bangunan tidak hanya berdasarkan pada besarnya beban bangunan saja tetapi jenis

dan keadaan tanah dasar sekitar juga perlu dipertimbangkan. Berikut ini hal-hal yang

perlu dipertimbangkan dalam memilih jenis pondasi, antara lain:

Fungsi bangunan atas (upper structure)

1. Keadaan tanah pendukung

2. Beban konstruksi diatasnya

3. Batasan-batasan konstruksi dan keadaan di sekelilingnya

4. Waktu dan biaya pengerjaan

Jenis pondasi yang dipilih biasanya ditentukan oleh berat bangunan

berdasarkan pelimpahan beban. Namun kondisi tanah pendukung, batasan-batasan

konstruksi disekelilingnya, biaya dan waktu pengerjaan juga mempengaruhi struktur

pondasi. Permasalahan yang paling menonjol dalam pemilihan jenis pondasi adalah

kondisi tanah, yaitu jenis tanah seperti apa yang akan menjadi tempat berdirinya

bangunan. Karena setiap jenis tanah memiliki daya dukung yang berbeda, sehingga

penurunan yang terjadi pun semakin beragam.

12

Page 2: Bab 3 .docx

13

3.2 Jenis - Jenis Pondasi

Berdasarkan elevasi kedalamannya, pondasi dapat diklasifikasikan menjadi

dua kelompok yaitu pondasi dangkal (shallow foundations) dan pondasi dalam (deep

foundations).

3.2.1 Pondasi Dangkal

Pondasi dangkal adalah struktur bangunan paling bawah yang berfungsi

meneruskan (mendistribusi) beban bangunan ke lapisan tanah yang berada relatif

dekat dengan permukaan tanah. Yang termasuk dalam kategori pondasi dangkal

adalah pondasi setempat (spread footings) dan pondasi plat penuh (mat

foundations).

Jenis pondasi dangkal antara lain :

1. Pondasi telapak

Pondasi telapak berfungsi untuk menahan beban dari satu kolom dan

menyalurkannya melalui dasar pondasi menuju tanah pendukung.

2. Pondasi memanjang

Pondasi memanjang, yaitu pondasi yang digunakan untuk mendukung

sederetan kolom yang berjarak dekat sehingga bila dipakai pondasi telapak sisinya

akan terhimpit satu sama lain

3. Pondasi Rakit

Pondasi rakit merupakan pondasi kombinasi yang meliputi seluruh luas area

struktur dan menyalurkan secara keseluruhan beban – beban kolom maupun dinding.

Pondasi jenis ini digunakan untuk tanah dengan daya dukung rendah dan merupakan

pilihan yang cukup ekonomis bila jumlah luas masing – masing pondasi setempat

melebihi luas bangunan

3.2.2 Pondasi Dalam

Pondasi dalam dipakai bila tanah permukaan atau dekat permukaan memiliki

kapasitas dukung yang rendah dan tanah keras dengan kapasitas dukung yang baik

terletak sangat dalam. Dalam hal ini, tahanan geser tanah sangat mempengaruhi

kapasitas dukung tanah. Kedalamannya adalah perbandingan antara kedalaman

pondasi dan lebar pondasi lebih dari empat (Df

B≥4)

Page 3: Bab 3 .docx

14

Jenis pondasi dalam terdiri dari :

1. Pondasi Sumuran

Pondasi sumuran adalah peralihan antara pondasi dangkal dan pondasi tiang,

digunakan bila tanah dasar yang kuat terletak pada kedalaman relatif dalam, dimana

pondasi sumuran nilai DfB

≥ 4 sedangkan pondasi dangkal DfB

≤ 1.

2. Pondasi Tiang Pancang

Sistem pondasi tiang pancang merupakan sistem yang paling sering

digunakan pada proyek bangunan sipil khususnya di Indonesia dibandingkan dengan

sistem lain. Hali ini dikarenakan Indonesia merupakan daerah topis yang memiliki

kelembaban tinggi dengan pelapukan yang besar dan memiliki lapisan tanah yang

relatif tebal dibandingkan dengan negara-negara non-tropis.

Tiang pancang adalah bagian-bagian konstruksi yang dibuat dari kayu, beton,

atau baja, yang digunakan untuk mentransmisikan beban-beban permukaan ke

tingkat-tingkat permukaan yang lebih rendah dalam massa tanah. Hal tersebut dapat

merupakan distribusi vertikal dari beban sepanjang poros tiang pancang atau

pemakaian beban secara langsung terhadap lapisan yang lebih rendah sepanjang

ujung tiang pancang.

Pondasi tiang pancang dipergunakan untuk pondasi suatu bangunan apabila

tanah dasar dibawah bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing

capacity) yang cukup untuk memikul berat bangunan dan bebannya, atau apabila

tanah keras yang mempunyai daya dukung cukup untuk memikul berat bangunan dan

beban letaknya sangat dalam. Selain itu pondasi tiang pancang dapat juga digunakan

jika kita menginginkan keamanan yang lebih terjamin bagi bangunan, walaupun

tanah yang baik tidak begitu dalam letaknya misalnya untuk jembatan besar, gedung

bertingkat banyak, menara dan sebagainya termasuk juga kalau ada bahaya

pengerusan tanah dasar dibawah pondasi oleh arus air.

Pondasi tiang pancang melayani pelimpahan beban dari atas kepala

sekelompok tiang pancang di bawahnya, yang kemudian diteruskan kepada tanah

pendukung melalui gesekan permukaan atau tumpuan ujung tiang. Tiang pancang

umumnya digunakan (Bowles, 1993) :

Page 4: Bab 3 .docx

15

a. Untuk membawa beban-beban konstruksi di atas tanah, ke dalam atau melalui

sebuah lapisan tanah.

b. Untuk menahan gaya desakan ke atas, atau gaya guling seperti untuk telapak

ruangan bawah tanah di bawah bidang batas jenuh atau untuk menopang

kaki-kaki menara terhadap guling.

c. Memampatkan endapan tak berkohesi yang bebas lepas melalui kombinasi

perpindahan isi tiang pancang dan getaran dorongan. Tiang ini dapat ditarik

kemudian.

d. Mengontrol penurunan bila kaki-kaki yang terbesar atau telapak berada pada

tanah tepi atau didasarkan oleh sebuah lapisan yang kemampatannya tinggi.

e. Membuat tanah di bawah pondasi mesin menjadi kaku untuk mengontrol

amplitudo getaran dan frekuensi alamiah dari sistem tersebut.

f. Sebagai faktor keamanan tambahan di bawah tumpuan jembatan atau tiang,

khususnya jika erosi merupakan persoalan yang potensial.

g. Dalam konstruksi lepas pantai untuk meneruskan beban-beban di atas

permukaan air melalui air dan ke dalam tanah yang mendasari air tersebut.

Hal seperti ini adalah mengenai tiang pancang yang ditanamkan sebagian dan

yang terpengaruh baik oleh beban vertikal dan tekuk maupun beban

lateral.Pada umumnya tiang pancang dipancangkan tegak lurus ke dalam

tanah.

Daya dukung tiang pancang dapat berupa tahanan ujung dan tahanan gesek.

Pada kondisi tanah tertentu dimana lapis atas merupakan tanah lunak dan tiang

dipancang hingga mencapai lapisan tanah keras/lapisan pendukungnya, tiang ini

disebut sebagai tiang tahanan ujung (end bearing piles) karena sebagian besar daya

dukung diperoleh dari tahan ujung tiangnya. Selain itu, ada juga tiang yang

mengandalkan gesekan yaitu tiang yang tidak mencapai lapisan keras sehingga daya

dukung tiang didominasi oleh tahanan selimut.

3.3 Penggolongan Tiang Pancang

Karakteristik-karakteristik dan kegunaan tiang pancang sangat beragam. Oleh

sebab itu penggolongan tiang pancang dibagi menjadi empat. Pembagian tersebut

dapat dilihat seperti penjelasan dibawah ini (Bowles,1986) :

Page 5: Bab 3 .docx

16

1. Penggolongan berdasarkan bahan

2. Penggolongan berdasarkan pemindahan beban

3. Penggolongan berdasarkan teknik pemancangan

4. Penggolongan berdasarkan cara pengerjaan

3.3.1 Penggolongan Berdasarkan Bahan

Menurut bahannya,tiang pancang dibagi menjadi empat yaitu (harry

christadi, 2011) :

1. Tiang Pancang Kayu (Timber Pile)

Penggunaan tiang pancang dengan meterial kayu adalah cara tertua dalam

penggunaan tiang pancang sebagai pondasi. Tiang ini umumya berdiameter 10 – 25

cm. Tiang kayu cerucuk,yang banyak dipakai di Indonesia untuk perbaikan kapasitas

dukung tanah lunak berdiameter antara 8 – 10 cm dan panjang 4 m.

Tiang kayu lebih murah dan mudah penanganannya.Permukaan tiang dapat

dilindungi ataupun tidak dilindungi tergantung dari kondisi tanah.Tiang kayu ini

dapat mengalami pembusukan atau rusak akibat dimakan serangga.Tiang kayu yang

selalu terendam air biasanya lebih awet.Beban maksimum yang dapat dipikul oleh

tiang kayu tungga dapat mencapai 270 – 300 kN

2. Tiang Pancang Beton (Concrete Pile)

Tiang beton pracetak yaitu tiang dari beton yang dicetak di suatu tempat dan

kemudian diangkut ke lokasi rencana bangunan.Tiang beton, umumnya berbentuk

prisma atau bulat.Ukuran diameter yang biasanya dipakai untuk tiang yang tidak

berlubang di antara 20 sampai 60 cm. Untuk tiang yang berlubang diameternya dapat

mencapai 140 cm.Panjang tiang beton pracetak biasanya berkisar antara 20 sampai

40 m.Untuk tiang beton berlubang bisa sampai 60 cm.Beban maksimum untuk tiang

ukuran kecil berkisar 300 sampai 800 kN.

3. Tiang Beton cetak di tempat

Tiang beton cetak ditempat terdiri dari 2 tipe,yaitu :

a. Tiang yang berselubung pipa

Pada tiang tanah yang berselubung pipa,pia baja dipancang lebih dulu ke

tanah .Kemudian, ke dalam lubang dimasukkan adukan beton.Pada akhirnya

nanti,pipa besi tetap tinggal didalam tiang.

b. Tiang yang tidak berselubung pipa

Page 6: Bab 3 .docx

17

Pada tiang yang tidak berselubung pipa,pipa baja yang berlubang dipacang

lebih dulu ke dalam tanah. Kemudian ke dalam lubangnya dimasukkan adukan beton

dan pipa ditarik keluar ketika sesudah pengecoran.

4. Tiang baja profil

Tiang baja profil termasuk tiang pancang, dengan bahan yang dibuat dari baja

profil. Tiang ini mudah penanganannya dan dapat mendukung beban pukulan yang

besar waktu dipancang pada lapisan yang keras.Tiang baja profil berbentuk profil H,

empat persegi panjang,segi enam dan lain – lainnya

3.3.2 Penggolongan Berdasarkan Cara Tiang Meneruskan Beban

Tipe tiang dapat dibedakan terhadap cara tiang meneruskan beban yang

diterimanya ke tanah dasar pondasi. Hal ini tergantung juga pada jenis tanah dasar

pondasi yang akan menerima beban yang bekerja (Suryolelono, 1994).

1. Bilamana ujung tiang mencapai tanah keras atau tanah baik dengan kuat dukung

tinggi, maka beban yang diterima tiang akan diteruskan ke tanah dasar

pondasi melalui ujung tiang. Jenis tiang ini disebut end/bearing point pile.

2. Bila tiang dipancang pada tanah dengan nilai kuat gesek tinggi atau jenis tanah

pasir, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan berdasarkan gesekan

antara tiang dan tanah di sekeliling tiang. Jenis tiang ini disebut friction pile.

3. Bilamana tiang dipancang pada tanah dasar pondasi yang mempunyai nilai

kohesi tinggi, maka beban yang diterima oleh tiang akan ditahan oleh

pelekatan antara tanah sekitar permukaan tiang. Jenis tiang ini disebut

adhesive pile.

Pada umumnya di lapangan dijumpai tipe tiang yang merupakan kombinasi

dari ketiga hal tersebut. Keadaan ini disebabkan karena jenis tanah merupakan

campuran atau kombinasi tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan kadang-

kadang merupakan tanah yang kompak, sehingga cara tiang meneruskan beban ke

tanah dasar pondasi, merupakan kombinasinya.

Berikut gambar tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban :

Page 7: Bab 3 .docx

18

Sumber : Suryolelono, 1994Gambar 3.1 Tipe tiang berdasarkan cara tiang meneruskan beban ke tanah pondasi

3.3.3 Penggolongan Berdasarkan Teknik Pemancangan

Pada proses pemancangan tiang pancang ada 2 metode umum yang sering

digunakan di lapangan diproyek, yakni metode jack-in pile dan metode hammer.

Pertama metode Jack-In Pile adalah metode pemancangan dengan

menggunakan mesin pancang hydraulic dimana proses pemancang tiang pancang

dengan memberikan tekanan beban secara statis (beban tetap, baik besarnya

(intensitasnya), titik bekerjanya dan arah garis kerjanya) pada tiang pancang.

Penekanan/pemancangan tiang akan berhenti bila tiang telah mencapai tanah

keras aktual (bisa sesuai data sondir report dan bisa juga kurang atau lebih dalam dari

kedalaman sondir). Pada pemancangan dengan metode jack-in pile ini, gaya tekan

langsung dapat dibaca melalui manometer sehingga gaya tekan tiang dapat diketahui

setiap mencapai kedalaman tertentu.

Metode kedua yakni dengan metode pukulan dimana proses pemancang tiang

pancang dengan memberikan tekanan beban secara dinamik pada bagian ujung tiang

dengan cara menjatuhkan beban ke tiang pancang seperti dipukul secara berulang

ulang hingga penetrasi tiang pancang sudah maksimum. Alat pemukul berupa palu

(hammer) yang beratnya disesuaikan dengan tiangnya. Palu tiang pancang adalah alat

yang digunakan untuk memberi energi yang cukup kepada tiang pancang untuk

menembus tanah. Biasanya dalam pelaksanaan diperlukan alat bantu berupa tripod

atau menara (crane). Mobil crane dapat dijalankan di atas rel yang disediakan atau

berupa roda lantai dan bila tanah sangat lemah roda diganti dengan rakit baja atau

beton.

Berikut contoh alat pemancangan hydraulic jack-in Pile :

Page 8: Bab 3 .docx

19

Sumber : Dokumen pribadiGambar 3.2 Alat pemancangan hydraulic jack-in pile

Metode Jack-In Pile memiliki beberapa kelebihan dibanding metode Hammer

antara lain :

1. Menghasilkan daya dukung gesek tanah yang lebih

baik karena metode hydraulic jack-in merupakan metode penetrasi tekan

statis sehingga tanah yang tadinya mendorong ke samping akibat penetrasi

tiang, dalam beberapa jam tanah yang terdorong akan kembali menjepit

tiang dan memberikan daya dukung tambahan (friksi tanah terhadap tiang akan

semakin besar).

2. Tidak menghasilkan suara bising seperti pada hammer. Umumnya

menggunakan Silent Genset sebagai main power untuk aktifitas mesin pada

hydraulic jack-in pile sehingga tidak menghasilkan polusi asap yang cukup

berarti.

3. Output pekerjaan/ produktifitas kerjanya lebih baik daripada hammer (untuk

pekerjaan pemancangan dimana penetrasi max adalah rata tanah , minimum

300 m' / hari ~ 10 jam kerja/hari)

4. Tidak menimbulkan getaran disekeliling sehingga aman untuk bangunan di

dekatnya (Minim Retak Struktural pada bangunan sekelilingnya).

5. Tidak diperlukan loading test beban aksial, karena mesin hydraulic jack-in

dilengkapi dengan pressure gauge (MPA) sehingga beban aksial aktual dapat

diketahui dari pembacaan nilai MPA pada pressure Gauge di instrument

mesin.

Page 9: Bab 3 .docx

20

Beberapa kekurangan pemancangan dengan metode Jack-in Pile antara lain :

a. Tidak maksimal pengerjaannya jika terjadi hujan karena bila tiang diperlukan

welding atau pengelasan sambungan, maka proses penyambungan tiang

pancang butuh waktu lama.

b.  Jika menggunakan mesin Hydraulic Jack In Robot membutuhkan waktu

yang relatif lama untuk berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang

lain, sedangkan jika menggunakan mesin Hydraulic Jack In dengan roda

Crawler : cepat untuk berpindah dari satu titik ke titik pemancangan yang

lain, akan tetapi tidak terlalu baik dalam pressure pemancangan dan kurang

siku. Hal ini tergantung permukaan tanah yang menjadi landasan.

c. Tidak cocok untuk lokasi yang tanahnya sempit karena jarak bebas alat ke

tembok harus 2,5 m – 5 m.

3.3.4 Penggolongan Berdasarkan Cara Pengerjaan

Berdasarkan cara pengerjaannya maka tiang pancang dapat dibedakan

menjadi dua macam (Sardjono, HS, 1988)

1. Displacement Pile

Displacement pile yaitu tiang pancang dimana dalam pemancanganya tidak

dilakukan penggalian tanah, melainkan terjadi pemindahan tanah di sekitar tiang

yang diabaikan oleh desakan tiang sewaktu pemancangan.

Berdasarkan banyaknya tanah yang dipindahkan karena pemancangan,

standar klasifikasi yang membedakan displacement pile ada dua, yaitu:

a. Large Displacement Pile, yaitu suatu pemancangan tiang dengan

memindahkan tanah dalam volume yang relatif besar.

b. Small Displacement Pile, yaitu tiang pancang yang sewaktu proses

pemancangannya memindahkan tanah dalam volume yang relatif kecil.

2. Non Displacement Pile

Non Displacement pile adalah tiang pancang dimana pemancangannya

dilakukan penggalian terlebih dahulu dengan menggunakan berbagai cara dan

peralatan, kemudian tempat galian diganti dengan bahan tiang pancang. Berdasarkan

cara pemancangan tersebut maka pada replacement pile terjadi pemindahan tanah.

Page 10: Bab 3 .docx

21

3.4 Dasar Perencanaan Pondasi

Pondasi tiang hendaknya direncanakan sehingga gaya luar yang bekerja pada

kepala tiang tidak melebihi daya dukung tiang yang diizinkan. Daya dukung tiang

pancang meliputi aspek daya dukung tanah yang diizinkan, tegangan pada tiang

pancang yang diizinkan, dan perpindahan kepala tiang pancang yang diizinkan.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah kemungkinan adanya gaya geser

negatif (negative skin friction) dan gaya-gaya lain seperti perbedaan tekanan tanah

aktif dan pasif. Perhitungan dan pengevaluasian tersebut tidak saja dilaksanakan

terhadap tiang secara individu tetapi juga harus dilaksanakan terhadap tiang-tiang

dalam kelompok (pile group).

Perencanaan pondasi biasanya dilakukan sesuai dengan prosedur di bawah

ini:

1. Pada langkah awal dilakukan penyelidikan tanah. Penyelidikan ini sangat

penting dalam hal penentuan konstruksi tiang.

2. Melakukan perhitungan daya dukung (bearing capacity) yang diizinkan

untuk satu tiang. Daya dukung yang diizinkan didapat dengan memperhatikan

ketiga macam cara arah gaya tekan atau gaya tarik pada arah tegak dan arah

mendatar.

3. Setelah daya dukung satu tiang sudah didapatkan maka daya dukung tiang

kelompok perlu diperhitungkan juga. Harga akhir akibat gabungan tiang ini

atau gaya gesekan dinding tiang merupakan daya dukung yang diizinkan

untuk pondasi tiang.

4. Menghitung reaksi yang didistribusikan ke setiap kepala tiang dan

menentukan jumlah tiang yang dibutuhkan sacara tepat.

5. Setelah reaksi pada kepala tiang dihitung, maka pembagian momen lentur

atau gaya geser tiang dalam vertikal dapat dicari. Untuk tiang yang terbuat

dari pipa baja, perlu dihitung ketebalan platnya, dan untuk tiang pancang

yang terbuat dari beton, banyaknya beton yang diperlukan perlu dihitung

secara cermat.

3.5 Pengujian Tanah di Lapangan

Page 11: Bab 3 .docx

22

Pengujian tanah sangat diperlukan untuk mengetahui sifat maupun daya

dukung tanah bangunan akan didirikan. Pengujian tanah di lapangan meliputi :

3.5.1 Data Sondir atau Cone Penetration Test

Pemeriksaan kekuatan tanah dengan sondir bertujuan untuk mengetahui

kekuatan suatu lapisan tanah berdasarkan pada perlawanan penetrasi konus dan

hambatan lekat. Perlawanan penetrasi konus adalah perlawanan tanah terhadap ujung

konus yang dinyatakan dalam gaya per satuan luas. Sedangkan hambatan lekat

adalah perlawanan geser tanah terhadap selubung bikonus dalam gaya per satuan

luas. Data-data ini sangat dibutuhkan dalam perencanaan pondasi tiang.

Static penetration test di Indonesia lebih dikenal sebagai alat sondir dengan

kemampuan yang disesuaikan dengan beban yang nantinya akan bekerja sebesar 20

kN atau 100 kN, sedangkan bentuk ujung alat atau konus dibedakan dua tipe sebagai

konus biasa dan bikonus. (SNI 2827 : 2008)

Kedua tipe konus tersebut dapat dijelaskan dalam penjelasan dibawah ini :

1. Konus biasa

Konus biasa merupakan tipe alat yang mula-mula dibuat dan hanya tekanan

pada ujung konus saja yang dapat diukur.

Cara pelaksanaannya, bagian inti ditekan sehingga ujung konus masuk ke

dalam tanah. Pembacaan P atau tekanan yang diberikan setiap kedalaman

mencapai 20 cm atau kelipatannya demikian seterusnya. Selanjutnya dibuat

grafik hubungan antar nilai konus dengan kedalaman. Metode ini dapat

dilakukan secara cepat dan hanya saja tidak diperlukan besarnya hambatan

akibat lekatan yang terjadi.

2. Bikonus

Alat ini merupakan pengembangan dari alat konus biasa dan dapat digunakan

untuk menentukan besarnya nilai konus dan lekatan yang terjadi. Pada

prinsipnya cara pengujian tidak berbeda jauh dengan alat konus biasa. Berikut

gambar skema alat bikonus pada tanah yang akan diuji :

Page 12: Bab 3 .docx

23

Sumber : Suryolelono, 1994Gambar 3.3 Skema alat bikonus

Adapun proses pengujian sondir berdasarkan SNI 2827 : 2008 adalah

sebagai berikut:

a. Persiapan Pengujian

Lakukan persiapan pengujian sondir di lapangan dengan tahapan sebagai

berikut:

1) Siapkan lubang untuk penusukan konus prtama kalinya, biasanya digali

dengan linggis sedalam sekitar 5 cm.

2) Masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan yang tepat sesuai

dengan letak rangka pembeban.

3) Setel rangka pembeban sehingga kedudukan rangka berdiri vertikal.

4) Pasang manometer 0 MPa s.d 2 MPa dan manometer 0 MPa s.d 5 MPa untuk

penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0 MPa s.d 5 MPa dan

manometer 0 MPa s.d 25 MPa untuk penyondiran tanah keras.

5) Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan

kunci piston, dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung

udara dalam sistem.

6) Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di

atasnya.

7) Pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan memutar

baut pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat

Page 13: Bab 3 .docx

24

pada permukaan tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian,

tambahkan beban mati di atas balok-balok penjepit.

8) Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala

pipa dorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar

sekitar 8 cm di atas kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa

ditambah dengan potongan besi berdiameter sama dengan batang dalam.

b. Prosedur Pengujian

Lakukan pengujian penetrasi konus ganda dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

1) Tegakkan batang dalam dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada

kedudukan yang tepat.

2) Dorong/tarik kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan

hidraulik hanya akan menekan pipa dorong.

3) Putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi penekan dan penekan hidraulik

bergerak turun dan menekan pipa luar sampai mencapai kedalaman 20 cm

sesuai interval pengujian.

4) Pada tiap interval 20 cm lakukan penekanan batang dalam dengan menarik

kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik hanya menekan batang dalam

saja (kedudukan 1,lihat Gambar 3.3).

5) Putar engkol searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus

berkisar antara 10 mm/s sampai 20 mm/s ± 5. Selama penekanan batang pipa

dorong tidak boleh ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.

c. Pembacaan Hasil Pengujian

Lakukan pembacaan hasil pengujian penetrasi konus sebagai berikut:

1) Baca nilai perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4

cm pertama (kedudukan 2, lihat Gambar 3.3) dan catat pada formulir di

kolom Cw.

2) Baca jumlah nilai perlawanan geser dan nilai perlawanan konus pada penekan

batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua (kedudukan 3, lihat Gambar 3.3)

dan catat pada formulir di kolom Tw.

Ulangi langkah-langkah pengujian tersebut di atas hingga nilai perlawanan

konus mencapai batas maksimumnya (sesuai kapasitas alat) atau hingga

kedalaman maksimum 20 m s.d 40 m tercapai atau sesuai dengan kebutuhan.

Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat.

Page 14: Bab 3 .docx

25

Sumber : SNI 2827 : 2008Gambar 3.4 Kedudukan pergerakan konus pada waktu pengujian sondir

d. Penyelesaian Pengujian

1) Cabut pipa dorong, batang dalam dan konus ganda dengan

mendorong/menarik kunci pengatur pada posisi cabut dan putar engkol

berlawanan arah jarum jam.

2) Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.

Sumber : SNI 2827 : 2008

Gambar 3.5 Rangkaian alat penetrasi konus

Ringkasan pelaksanaan pengujian sebagai berikut: pada kondisi awal alat

diletakkan di atas tanah dan siap ditekan. Bagian inti ditekan sehingga ujung konus

masuk ke dalam tanah dan besarnya gaya P1 diimbangi oleh perlawanan pada ujung

konus. Pencatatan nilai konus dilakukan pada setiap ujung konus mencapai

kedalaman 20 cm. Selanjutnya bagian selubung bersama-sama bagian inti ditekan

untuk mendapatkan gaya P2 yang diimbangi oleh perlawanan di ujung konus (qc)

Page 15: Bab 3 .docx

26

dan gesekan atau lekatan di bagian mantel (qf) sehingga diperoleh perlawanan total

dari hasil uji tersebut.

Data yang diperoleh adalah perlawanan ujung konus qc (kg/cm2) dan geseka

atau lekatan setempat qf (kg/cm). Dimensi alat dengan luas mantel 100 cm2 dan luas

tampang ujung konus 10 cm2. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk grafik

hubungan antara nilai konus (qc) dan nilai lekatan/gesekan (qf) dengan kedalaman

(m).

Dibandingkan dengan uji SPT, uji sondir memberikan hasil yang lebih runtuh

dalam arti continius dan lebih konsisten. Kendala pengaplikasikan hasil uji sondir

dalam perencanaan pondasi dalam adalah bilamana dijumpai lapisan tanah keras,

misalnya cemented sand. Sekalipun dengan menggunakan sondir 10 ton biasanya

tanah ini tidak dapat ditembus. Padahal sering kali dijumpai lapisan tanah keras

tersebut tipis saja. Untuk mengatasi maslah tersebut dapat dilakukan kombinasi

antara SPT dan Sondir. Saat dijumpai tanah yang sangat keras maka dilakukan uji

SPT selanjutnya dobawah lapisan tersebut dilakukan kembali uji Sondir. Paling baik

adalah dilakukan penyondiran dengan menggunakan sondir yang berkapasitas 20 ton.

Kendala lain yang akan dijumpai dari hasil uji sondir ini diantaranya efek

skala, keceptan pembebanan, perbedaan cara penetrasi (insertion method) dan posisi

dari selimut sondir. Efek skala terjadi akibat perbedaan ukuran antara pondasi tiang

dengan alat sondir. Ukuran pondasi tiang jauh lebih besar dibandingkan dengan

sondir, sehingga tidak merasakan adanya lapisan tipis yang mempunyai nilai qc yang

lebih besar (Raharjo, 1990). Akibatnya perlawanan ujung pada tiang rata-rata lebih

kecil daripada yang diberikan oleh sondir.

3.5.2 Pengujian Standart Penetration Test

SPT merupakan suatu metode uji yang dilaksanakan bersamaan dengan

pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan

contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji SPT terdiri atas uji pemukulan

tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai pengukuran jumlah pukulan

untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm vertikal.

Page 16: Bab 3 .docx

27

Sumber : SNI 4153:2008

Gambar 3.6 Penetrasi dengan SPT

3.6 Prosedur Pemilihan alat pemancangan

Petunjuk pemilihan alat pemancangan berdasarakan Surat edaran mentri

pekeraan umum dan perumahan rakyat Nomor : 31/SE/M/2015 yaitu :

3.6.1 Berdasarkan Jenis tanah

1. Penentuan jenis tanah

Berdasarkan hasil penyelidikan tanah, dapat ditentukan jenis tanah di

lapangan (kohesif atau non kohesif)

2. Penentuan jenis alat pemancang tiang (palu tiang)

Untuk tanah kohesif dapat menggunakan palu single acting air / steam, palu

hidrolik,atau palu getar, sedangkan untuk tanah non kohesif, dapat digunakan

Page 17: Bab 3 .docx

28

palu gravitasi, palu double acting air / steam, palu single acting diesel, palu

double acting diesel, atau palu hidrolik.

3. Penentuan berat piston, berat fondasi tiang, dan ketinggian jatuh.

4. Hitung daya dukung fondasi tiang dan daya dukung rencana.

5. Periksa daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung fondasi

rencana. Apabila daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung

fondasi rencana, maka alat pemancang tiang (palu tiang) tersebut dapat

digunakan.

3.6.2 Berdasarkan Jenis Tiang pancang

1. Penentuan jenis fondasi tiang

Fondasi tiang yang digunakan adalah sesuai dengan perencanaan.

2. Penentuan jenis alat pemancang tiang (palu tiang)

Untuk fondasi tiang dengan kedalaman cukup dangkal dapat menggunakan

palugravitasi. Untuk fondasi yang dalam, dengan jenis fondasi tiang beton,

dapat menggunakan palu single acting air / steam, palu double acting

diesel, palu hidrolik, atau palu getar. Untuk fondasi yang dalam, dengan

jenis fondasi tiang baja, dapat menggunakan palu gravitasi, palu single

acting air / steam, palu double acting air / steam, palu single acting

diesel,palu double acting diesel, palu hidrolik, atau palu getar.

3. Penentuan berat piston, berat fondasi tiang, dan ketinggian jatuh.

4. Hitung daya dukung fondasi tiang dan daya dukung rencana.

5. Periksa daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung fondasi

rencana. Apabila daya dukung fondasi lebih besar daripada daya dukung

fondasi rencana, maka alat pemancang tiang (palu tiang) tersebut dapat

digunakan.

3.7 Teknis Pengawasan Pekerjaan Pelaksanaan pondasi pancang

Pengawasan pekerjaan pelaksanaan pondasi pancang berdasarakan peraturan

Direktorat jendral Bina Marga tahun 2011:

1. Untuk kesiapan kerja,harus ada gambar kerja,program

pemancangan.Perhitungan rancangan

2. Toleransi:

a. Lokasi kepala tiang pancang

Page 18: Bab 3 .docx

29

Pergeseran lateral kepala tiang pancang dari posisi yang ditentukan dalam

segala arah tidak lebih dari 75 mm.

b. Kemiringan tiang pancang

Penyimpangan arah vertikal atau kemiringan yang disyaratkan 20 mm

permeter (1/50) tidak melebihi 20 mm per meter (1/50).

c. Kelengkungan (Bow)

1) Kelengkungan tiang pancang beton cor langsung tidak melebihi 1% panjang

tiang ditempat dalam segala arah.

2) Kelengkungan lateral tiang pancang baja tidak melebihi 0,7% panjang total

tiang pancang.

3. Dalam hal pemancangan tiang,alat yang digunakan harus disesuaikan jenis

dan berat tiang yang dipancang dan harus dibuat catatan proses pemancangan

(calendering).

4. Keselamatan dan kesehatan kerja.

3.8 Teknologi Dalam Sistem Pondasi

Dalam perkembangannya banyak teknologi yang dikembangkan dalam sistem

pondasi. Teknologi tersebut anatara lain:

1. Auger Boring Pile

Teknologi ini sesuai untuk proyek-proyek di pusat-pusat perkotaan , karena

menghilangkan getaran dan gangguan terhadap struktur yang berdekatan dan

mengurangi emisi kebisingan. Auger boring pile memungkinkan untuk menghindari

dekompresi tanah dan penggunaan lumpur bentonit untuk pengeboran. Hal ini sangat

menyederhanakan pembuangan puing-puing . Berkat perbaikan teknis terus-menerus,

teknologi ini telah secara signifikan memperluas bidang aplikasinya dan

memungkinkan untuk rentang yang lebih luas dari diameter dan panjang.

Tahap pertama pengerjaannya yaitu menggali tanah dengan pisau bor terus

menerus yang dipasang pada pusat pipa berongga. Pada akhir fase menggali,

ekstraksi pisau terjadi dan pada saat yang bersamaan beton dituangkan dengan

memompa dari dalam pisau yang sama . Setelah terisi penuh , tiang dapat diperkuat

dengan tulangan sepanjang galian yang dimasukkan ke dalam beton saat masih

basah. Proses pengerjaannya dapat dilihat pada gambar 3.6.

Page 19: Bab 3 .docx

30

Gambar 3.7 Cara kerja metode auger bored pilingSumber : Sardjono, HS, 1988

2. Press Pile

Press Pile digunakan terutama ketika diperlukan tambahan pile atau tiangke

dalam lapisan tanah. Dalam proses ini, pile dapat dibor langsung di sebalah atau di

bawah pondasi yang rentan tanpa getaran dan tidak menyebabkan banyak kebisingan.

Press Pile sangat cocok untuk memperkuat pondasi pada konstruks yang

telah ada dan rentan terhadap penurunan sehingga bangunan tersebut harus

dipertahankan. Dengan cara ini konstruksi dapat distabilkan dan penurunan yang

telah terjadi dapat diimbangi dengan angkatan dari press pile tersebut. Sistem pile ini

juga sering menjadi satu-satunya alternatif untuk memperkuat pondasi pada

konstruksi dimana pondasi yang telah ada sebelumnya tidak lagi memadai.

3.9 Material Penyusun Pondasi

Material yang digunakan dalam pembuatan pondasi harus memenuhi

kelayakan standar persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung sesuai

dengan SNI 2847:2002 yaitu :

Page 20: Bab 3 .docx

31

3.9.1. Semen Portland

Semen Portland menurut SNI 15 2049-2004 adalah semen hidraulis yang

dihasilkan dengan cara menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas

kalsium silikat yang bersifat hidraulis dan digiling bersama sama dengan bahan

tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat dan boleh

ditambah dengan bahan tambahan lain.

Semen merupakan bahan penting dalam pencampuran adukan beton harus

memenuhi ketentuan sebagai berikut :

1. Semen harus memuhi persyaratan SNI 15 2049-2004

2. Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan semen

yang digunakan pada perencanaan proporsi campuran.

3.9.2. Agregat

Material granular,misalnya pasir,kerikil,batu pecah,dan kerak tungku pijar ,

yang dipakai bersama sama dengan suatu media pengikat untuk membentuk suatu

beton atau adukan semen hidraulik

Agregat dibagi menjadi 2 yaitu :

1. Agregat Halus

Pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir oleh industri

pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran sebesar 5 mm

2. Agregat Kasar

Kerikil sebagai hasil disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah

yang di peroleh dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butiran antara 5

mm sampai 40 mm.

3. Agregat Ringan

Agregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat isi sebesar

1/100 kg/m3

3.9.3 Air

Air dalam penggunaan sebagai campuran dalam adukan harus mempunyai

kriteria sebagai berikut :

1. Air yang digunakan dalam campuran beton harus bersih dan bebas dari bahan

yang merusak yang mengandung oli, asam alkali, garam, bahan organik, atau

bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

2. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau beton yang

didalamnya tertanam logam aluminium , termasuk air bebas yang terkandung

Page 21: Bab 3 .docx

32

didalam agregat , tidak boleh mengandung bahan ion klorida dalam jumlah

yang membahayakan.

3. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali

ketentuan berikut terpenuhi:

a. Pemelihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran beton

yang menggunakan air dari sumber yang sama.

b. Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubur mortal yang dibuat dari

dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai kekuatan

sekurang kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat

dengan air yang dapat diminum.

3.9.4 Baja Tulangan

Dalam hal ini baja tulangan yang digunakan yaitu :

1. Baja tulangan ulir (BJTD)

a. Baja tulangan ulir harus memenuhi ketentuan ASTM A 615M,A 617 M, A

706 M

b. Baja tulangan ulir dengan spesifikasi kuat leleh fy melebihi 400 MPa boleh

digunakan selama fy adalah nilai tegangan pada rengangan 0,35%.

c. Anyaman batang baja untuk penulangan harus memenuhi ASTM A 184M

d. Kawat ulir penulangan beton harus memenuhi ASTM A 496 M

2. Baja tulangan polos (BJTP)

a. Tulangan polos untuk spiral harus memenuhi ketentuan ASTM A 615M,A

617 M, A 706 M

b. Kawat polos untuk spiral harus memenuhi ASTM A 82

3.10 Kapasitas Dukung Tiang Tunggal

Untuk menentukan kapasitas dukung satu tiang digunakan metode

pendekatan analitis dari hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanik tanah di

laboratorium dan kemudian didekati dengan formula klasik dan metode empiris

dengan mengandalkan hail pengujian lapangan.

Adapun metode-metode tersebuat adalah metode statik yaitu hasil interpretasi

dari diagram penetrasi yang didapat dari hasil penetrometer, metode dinamis yaitu

menggunakan rumus pancang, dan hasil uji beban langsung.

Kekuatan bahan tiang pancang juga harus diperhatikan dalam mendesain

suatu pondasi tiang pancang. Kekuatan bahan tiang harus disesuaikan dengan

Page 22: Bab 3 .docx

33

keadaan tanah di proyek tersebut serta beban yang akan dipukul tiang pancang

tersebut.

Rumus yang digunakan untuk menghitung kekuatan bahan tiang pancang

adalah :

σ tiang= P tiangA tiang

≤ σ izin. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (Rumus 3.1)

Keterangan : Ptiang = Kekuatan yang diizinkan pada tiang pancang

σ tiang = Tegangan tekan bahan tiang

σ izin = Tegangan tekan izin bahan

Atiang = Luas penampang tiang pancang

Untuk menghitung kapasitas dukung tiang tunggal dapat digunakan beberapa

metode :

1. Metode Statis Analisis

2. Metode Statis Empiris

3. Metode Dinamis

4. Metode Loading Test

3.10.1 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Statis

Dalam menentukan kapasitas dukung tiang diperlukan klasifikasi tiang dalam

mendukung beban yang bekerja. Menurut Terzaghi, klasifikasi tiang didasarkan

pada pondasi tiang, yaitu:

1. Tiang gesek (friction pile),

2. Tiang lekat (cohesion pile),

3. Tiang mendukung di bagian ujung tiang (point/end bearing pile)

a) Mengunakan Formula Statis Analisis

Penentuan Daya Dukung Tiang Pancang dengan metoda ini berdasarkan data

hasil pengujian tanah di laboratorium. Pengujian di laboratorium berupa uji Triaxial.

Hasil yang diperoleh dari pengujian Laboratorium ini ialah Kohesi(C) dan Sudut

Geser Tanah (ⱷ).

Rumusan yang mengacu pada metoda ini antara lain (Hary

ChristadiHardiyatmo, 1996) :

1. Menurut Terzaghi

Qu = (Ap(1,3C .Nc+q Nq+.B.N.a)+(ad.Cu.As).........................(Rumus 3.2)

2. Menurut Mayerhof

Page 23: Bab 3 .docx

34

Qu = (Ap(C .N`c+n.q Nq)+(As.Xm.N).............................................(Rumus 3.3)

3. Menurut Tomlinson

Qu = (Ap(C .Nc+q Nq)+(α.Cn.As+0,5Kq tan()As)........................(Rumus 3.4)

Dimana :

Qu = Kapasitas Dukung Tiang

Ap = Luas Penampang Tiang (m2)

As = Luas Selimut Tiang (m2)

C = Kohesi pada tanah(kg/m2)

Nc,Nq,N = Faktor Daya Dukung

a = Faktor Penampang

α = Faktor Adhesi

K = Koefisien Tekanan Tanah Lateral

= Sudut Geser Efektif antara Tanah dan Tiang

Pancang

= Berat Volume Tanah

Tabel 3.2 Nilai Nc,Nq,N

Sumber : Hary Christadi Hardiyatmo, 1996

b) Mengunakan

Formula Statis Empiris

Perbedaan metode statis analisis dan statis empiris terletak pada korelasi yang

digunakan. Pada metode analisis, korelasi yang digunakan adalah hasil dari

penyelidikan laboratorium sedangkan analisis empiris menguunakan korelasi berupa

∅ , degree Nc Nq N

0 5,7 1,0 0,0

5 7,3 1,6 0,5

10 9,6 2,7 1,2

15 12,9 4,4 2,5

20 17,7 7,4 5,0

25 52,6 12,7 9,7

30 37,2 22,5 19,7

34 52,6 36,5 36,0

35 57,8 41,4 42,4

40 95,7 81,3 100,4

45 172,3 173,3 297,5

48 258,3 287,9 780,1

50 347,5 415,1 1153,2

Page 24: Bab 3 .docx

35

hasil pembacaan penetrasi dari suatu alat penetrometer. Alat penetrometer yang

biasa digunakan pada metode statis empiris yaitu Cone Penetration Test (CPT) atau

Standard Penetration Test (SPT). Metode statis empiris yang paling dikenal adalah

metode yang dikembangkan oleh Meyerhof (1956) baik untuk SPT maupun CPT.

Rumus yang digunakan adalah :

1. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian Sondir / CPT

Kapasitas daya dukung tiang dapat dihitung dengan menggunakan rumus

Meyerhof (Sunggono K, 1995) :

QAll=(NK . A )

3+

(JHP .O )5

................................................(Rumus 3.5)

dimana:

QAll = Daya dukung tiang tunggal (kg)

NK = Nilai konus rata-rata pada ujung tiang (kg/cm2)

A = Luas penampang tiang (cm2)

O = Keliling tiang (cm)

JHP = Jumlah hambatan pelekat rata-rata (Kg/cm)

3 & 5 = Faktor Keamanan

2. Kapasitas Dukung Tiang dari Pengujian SPT

Meyerhof menggunakan dua rumus, yaitu (Bowles, 1986) :

a. Tiang berpenampang bundar

Pu=40 N . Ap+0,2 N . AS................................................................(Rumus 3.6)

b. Tiang berpenampang H atau I

Pu=40 N . Ap+0,1 N . AS................................................................(Rumus 3.7)

Sedangkan untuk korelasi nilai N pada tanah pasir halus terendam air, yaitu :

N = 15 + ½ (N’ – 15) ......................................................................(Rumus 3.8)

dimana:

Pu = daya dukung maksimum (ton)

N = nilai standar penetrasi pada ujung tiang

N = nilai rata-rata standar penetrasi sepanjang tiang

Ap = luas penampang ujung tiang (m2)

As = luas selimut tiang (m2)

N’ = N yang terukur di lapangan

Page 25: Bab 3 .docx

36

3.10.2 Kapasitas Dukung Tiang Pancang Dengan Metode Dinamis

Perhitungan kapasitas tiang pancang secara dinamis didasarkan pada analisa

data rekaman getaran gelombang yang terjadi waktu tiang dipukul dengan palu

pancang. Formula dinamis ini biasa disebut formula tiang pancang rasional yang

bergantung pada prinsip-prinsip impuls-momentum Palu tiang pancang adalah alat

yang digunakan untuk memberikan energi yang cukup kepada tiang pancang untuk

menembus tanah. Adapun jenis palu tiang pancang antara lain (Bowles, 1986) :

1. Palu Kerja Tunggal (Single Acting Hammer)

Palu kerja tunggal diidealkan dengan uap atau tekanan udara digunakan untuk

mengangkat balok besi panjang sampai ke ketinggian yang diperlukan. Balok besi

panjang tersebut kemudian jatuh karena gravitasi ke dalam landasan (anvil), yang

mentranmisikan energi tumbukan ke blok sungkup, dan kemudian ke tiang pancang.

Palu dikarekterisasi oleh banyaknya pukulan yang relatif lambat. Panjang palu

haruslah sesuai dengan kecepatan tumbukan (h atau tinggi jatuh balok besi panjang),

yang tidak sesuai akan memberikan energi pendorong yang kecil. Banyaknya

pukulan persatuan waktu (blow rate) agak jauh lebih tinggi dibandingkan banyaknya

pukulan per satuan waktu dan blok pancang.

2. Palu Kerja Rangkap (Double Acting Hammer)

Palu ini menggunakan uap untuk mengangkat balok besi panjang dan untuk

mempercepatnya ke bawah. Palu kerja differensial agak serupa kecuali bahwa

digunakannya lebih banyak kontrol tehadap uap atau udara untuk mempertahankan

tekanan konstan atau tak berekspansi pada sisi pemercepat dari pengisap atau piston

balok besi panjang. Penambahan tekanan ini menghasilkan keluaran energi yang

lebih besar per pukulan dibandingkan dengan palu kerja rangkap konvensional.

Banyaknya pukulan per satuan waktu dan keluaran energi biasanya lebih tinggi untuk

palu kerja rangkap, pemakaian uap juga lebih tinggi dibandingkan untuk palu kerja

tunggal.

3. Palu Diesel (Diesel Hammer)

Palu diesel terdiri dari sebuah silinder atau lengkungan(casing), balok besi

panjang, balok landasan, dan sebuah sistem injeksi bahan bakar sederhana. Balok

besi panjang dinaikkan di lapangan pada permulaan operasi, bahan bakar

diinjeksikan atau disuntikkan dekat balok landasan, dan balok besi panjang

Page 26: Bab 3 .docx

37

dilepaskan. Sewaktu balok besi panjang jatuh, maka udara dan bahan bakar menjadi

mampat dan menjadi panas karena pemampatan tersebut bila balok besi panjang

berada di dekat landasan, maka kalor sudah cukup untuk menyalakan campuran

udara dan bahan bakar.

Berikut beberapa formula pada metode dinamis yang umum digunakan dalam

perhitungan kapasitas dukung tiang pancang, yaitu (Bowles, 1986) :

a. Formula Janbu (1953)

Qu=eh .Eh

Ku . S .........................................................................(Rumus 3.9)

Cd=0,75+0,15W p

W r λ=

eh . Eh . LA . E s

2

Ku=Cd (1+√1+ λCd

)Qi=

Qu

SF; SF = 4

b. Formula Hilley

Qu=eh .W r . h

s+ 12 (k 1+k2+k3 )

W r+n2W p

W r+W p ..........................................(Rumus 3.10)

Qi=Qu

SF

c. Formula Kobe

Formula Kobe dapat dijabarkan sebagai berikut :

Qu=2 W r . hs+K

W r+e2 W p

W r+W p ..............................................................(Rumus

3.11)

;SF = 4

Page 27: Bab 3 .docx

38

Qi=Qu

SF

4. Formula ENR (Engineering News Record)

ENR didapat dengan mengumpulkan semua kehilangan menjadi sebuah

faktor tunggal serta dengan mengambil eh = 1 untuk mendapatkan blok pancang (drop hammer),

Pu=W r hs+1,0

...................................................................................(Rumus 3.12)

dan palu uap,

Pu=W r hs+0,1

..............................................................................(Rumus 3.13)

Sebuah modifikasi ENR yang terakhir seperti yang digunakan dalam tabel

adalah,

Pu=ehW p hs+0,1

W r+n2 W p

W r+W p ............................................................(Rumus 3.14)

Keterangan :

A = luas penampang tiang pancang L2

E = modulus elastisitas FL-2

eh = efisiensi palu

h = tinggi jatuhnya balok besi panjang (L)

L = panjang tiang pancang (L)

N = koefisien restitusi

s = banyaknya penetrasi titik per pukulan (L)

Wr = berat tiang pancang termasuk berat topi tiang pancang, sepatu

pemancang, dan blok topi (juga termasuk landasan untuk palu uap kerja

rangkap) (F)

Wp = berat balok besi panjang (untuk palu kerja rangkap termasuk

berat kosen kotak) (F)

3.10.3 Kapasitas Dukung Tiang Pancang dengan Metode Loading Test

; SF = 4

Page 28: Bab 3 .docx

39

Pengujian tiang pancang dengan cara ini didasarkan pada analisis data hasil

rekaman getaran gelombang yang terjadi pada waktu tiang dipukul dengan palu

pancang. PDA test (Pile Driving Analyzer) adalah cara pengujian kapasitas dukung

tiang pancang dengan cara mengukur regangan dan alatnya dipasang di bagian atas

tiang, minimum 2d dari ujung tiang. Regangan dan percepatan gelombang akibat

tumbukan alat pancang diukur dengan menggunakan strain transducer dan

accelerometer. Dua buah strain transducer dan dua buah accelerometer dipasang

pada bagian atas tiang dengan jarak minimum 1,5 diameter dari kepala tiang

(Bowles, 1986).

Tujuan pemasangan dua buah instrumen untuk masing-masing pengukuran

adalah untuk mendapatkan data yang lebih baik dan mempunyai perbandingan rata-

rata disamping sebagai faktor keamanan apabila salah satu instrumen tidak bekerja

dengan baik. Hasil pengukuran dianalisis dengan cara yang dikenal dengan nama

‘Case Method’, berdasarkan teori gelombang satu dimensi (one dimensional wave

theory).

Loading test dilakukan untuk beberapa alasan, antara lain:

1. Hasil penyelidikan tanah meragukan.

2. Nilai proyek yang diharapkan ekonomis dan strategis.

3. Termasuk dalam spesifikasi.

3.11 Kapasitas Dukung Kelompok Tiang

Kapasitas dukung kelompok tiang tidak selalu sama dengan jumlah kapasitas

tiang tunggal yang berada dikelompoknya. Hal ini dapat terjadi jika tiang dipancang

dlam lapisan pendukuang yang mudah mampat atau dipancang pada lapisan tanah

yang tidak mudah mampat tapi di bawahnya terdapat lapisan lunak.

Stabilitas kelompok tiang bergatung pada:

1. Kemampuan tanah sekitar tiang dan di bawahnya

2. Pengaruh konsolidasi tanah yang terletak dibawah kelompok tiang.

Perhitungan efisiensi kelompok tiang pancang diperlukan untuk mengetahui

tingkat efesiensi suatu kelompok tiang pancang serta utuk menghindari besarnya

tegangan tumpang tindih dalam kelompok tiang pancang. Dari perhitungan efisiensi

ini diharapkan agar konstruksi pondasi menjadi lebih praktis.

3.11.1 Jarak Antara Tiang dalam Kelompok

Page 29: Bab 3 .docx

40

Berdasarkan perhitungan daya dukung tanah oleh Dirjen Bina Marga

Departemen Kimpraswil disyaratkan jarak antar tiang adalah:

Keterangan :

S = Jarak antara sumbu tiang dalam kelompok

B = Lebar atau diameter tiang

Ketentuan tersebut di atas berdasarkan pertimbangan berikut :

1. Bila S < 2,5 B

a. Tanah di sekitar kelompok tiang kemungkinan akan naik berlebihan karena

terdesak oleh tiang yang dipancang terlalu berdekatan.

b. Tiang yang telah dipancang terlebih dahulu di sekitarnya kemungkinan akan

terangkat.

2. Bila S > 3,0 B

Tidak ekonomis karena akan memperbesar ukuran atau dimensi dari poer

atau footing

Berikut skema pola-pola kelompok tiang :

Sumber: Bowles, 1993

3.11.2 Efisiensi Kelompok Tiang

S = 2,5B s.d 3,0B; dimana: Smin= 0,6 meter ; Smaks = 2,0 meter

Gambar 3.8 Pola-Pola Kelompok Tiang Pancang

Page 30: Bab 3 .docx

41

Feld (1943) mengusulkan metoda kaidah ibu jari untuk menghitung efisiensi,

dengan mereduksi kapasitas tiang pancang 1/16 untuk setiap tiang pancang yang

berdekatan. Berikut persamaan tersebut :

η=1−θ [ (n−1 )m+(m−1 ) n tukansebelumnya .90 mn ]...........................(Rumus 3.15)

dimana:

m = jumlah tiang dalam deretan baris

n = jumlah tiang dalam deretan kolom

θ = arc tan (d/s) dalam derajat

s = jarak antar tiang atau as ke as

d = diameter tiang

3.11.3 Kapasitas Dukung Tiang Kelompok

Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk meneruskan

beban struktural ke tanah. Sebuah kepala tiang atau pilecap dibuat hingga meliputi

seluruh tiang. Oleh sebab itu, rumus kapasitas dukung tiang kelompok sebagai

berikut (Sardjono, HS, 1987) :

Qg = Qall x η x Ntiang ...................................................................(Rumus 3.16)

Dimana :

Qg = Daya dukung tiang kelompok

Qall = Daya dukung tiang tunggal berdasarkan hasil pengujian sondir

η = Faktor efisiensi

Ntiang = Jumlah tiang dalam kelompok

3.12 Pilecap

Pilecap merupakan elemen struktur yang berfungsi untuk menerima beban

dari kolom yang kemudian diteruskan ke tiang pancang dan juga untuk menyatukan

kelompok tiang pancang. Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tebal selimut beton minum

untuk beton yang dicor langsung di atas taanh dan selalu berhubungan dengan tanah

adalah 75 mm.

Sedangkan Tie Beam adalah elemen struktur yang bertumpu pada tanah dan

berfungsi untuk penghubung antar pilecap dan dengan plat lantai.

Page 31: Bab 3 .docx

42

Dalam perhitungan-perhitungan pilecap dianggap atau dibuat kaku sempurna

sehingga :

1. Bila beban-beban yang bekerja pada kelompok tiang pancang tersebut

menimbulkan penurunan maka setelah penurunan bidang pilecap tetap akan

merupakan bidang datar.

2. Gaya-gaya yang bekerja pada tiang berbanding lurus dengan penurunan

tiang-tiang tersebut.

3.11.1 Jenis-Jenis Pilecap

Meskipun pada tiang berdiameter besar sering digunakan pondasi tiang

tunggal untuk memikul beban struktur atasnya, tetapi pada lazimnya akan dipikul

oleh kelompok tiang atau pile cap. Tetapi dalam hal pengelompokan tiang baik pada

ujung maupun keliling tiang, akan terjadi overleping daerah beban kerja struktur.

Berikut ini adalah gambar dari beberapa tipe pile cap :

Sumber : www. Sipilusm. com

3.11.2 Perhitungan Tulangan Pilecap

Pada perhitungan pilecap yang akan di bahas adalah mengenai perhitungan

pembebanan pada kolom dan perhitungan rencana tulangan pile. Kedua bahasan

tersebut akan dijelaskan pada penjelasan dibawah ini :

1. Perhitungan Beban yang Bekerja Pada Kolom

Gambar 3.9 Jenis-jenis Pilecap

Page 32: Bab 3 .docx

43

Analisa struktur kolom pada bangunan ditinjau dengan analisa struktur

program SAP 2000.Analisa ini memperhitungkan pembebanan akibat: pembebanan

plat, pembebanan angin, pembebanan atap yang dijadikan input SAP 2000. Pada

perhitungan pembesian kolom ini akan menggunakan perhitungan momen dan gaya

aksial yang didapat dari output program SAP 2000.

Perhitungan pembebanan pada struktur bangunan antara lain sebagai berikut:

a. Pembebanan pada plat atap

b. Pembebanan pada lantai 3

c. Pembebanan pada lantai 2

d. Pembebanan pada lantai 1

Dari hasil analisa diatas maka di dapat hasil Pmax, Mmax.

2. Perhitungan Tulangan Pilecap

Di atas pondasi tiang, terutama jika menggunakan kelompok tiang diberi pengikat

yang diberi nama pilecap. Tulangan pilecap ini diperhitungkan dengan

memperhatikan tegangan pons atau tegangan geser. Adapun tahap-tahap

perhitungannya yaitu (SNI 03 – 2847 – 2002):

Intensitas beban rencana =

pu kolomApilecap ................................... (Rumus 3.17)

Hitung jarak pelimpahan geser dari kolom ke pilecap (B)

B = lebar kolom + (1/2 d).2 ..........................................................(Rumus 3.18)

Gaya geser terfaktor yang bekerja pada penampang adalah :

Vu = Pu (A-B2

) .............................................................................(Rumus 3.19)

Kuat geser adalah :

Vc = ( 4√ f ' c ) bo . d .........................................................................................(Rumus 3.20)

Vn = Vc /φ = Vc / 0,8

Bila Vc >Vn maka pilecap memenuhi persyaratan geser.

Kemudian dilanjutkan dengan mencari berat sendiri dari pilecap yaitu volume

ukuran pilecap. Setelah didapat beban sendiri pilecap dicari beban per tiang pancang:

Page 33: Bab 3 .docx

44

Beban per tiang pancang =

Pkolom+beratsendiritiangjumlahtiang

.........................................................(Rumus 3.21)

Beban merata pilecap (q) =

lebar pilecap x tinggi pilecap x γbeton

...........................................(Rumus 3.22)

Pada rencana pile cap dicari momen maksimum sebagai nilai Mu, yang

dilanjutkan dengan mencari jarak dari serat tepi tekan terluar terhadap titik berat

tulangan tarik (d)=

h – (selimut beton + tulangan sengkang+1/2 φ tulangan utama). . . (Rumus 3.23)

Momen maksimum digunakan untuk mencari k (Istimawan Dipuhusodo,

1999)

K= Muφ⋅b⋅d2

..................................................................................(Rumus 3.24)

m= fy0 , 85 fc .....................................................................................(Rumus 3.25)

ρ= 1m (1−√1−2mRn

fy ).................................................................(Rumus 3.26)

ρmin=1,4fy .......................................................................................(Rumus 3.27)

ρ min ≤ ρ ≤ ρmaks

Kemudian dicari luas tulangan dengan rumus

As= ρ⋅b⋅d ..................................................................................(Rumus 3.28)

As’ = diambil 30 % dari tulangan utama.........................................(Rumus 3.29)

Page 34: Bab 3 .docx

45

Dari luas tulangan yang didapat akan diperoleh rencana tulangan melalui

tabel hubungan antara luas penampang tulangan dengan diameter tulangan.

Keterangan:

Mu = Momen terfaktor pada penampang pilecap

b = Lebar pilecap

d = Tinggi efektif pilecap

Fy = Tegangan luluh baja

Fc’ = Kuat tekan beton

ρ = Rasio penulangan

As = Luas penampang tulangan baja tarik

As’ = Luas penampang baja tekan