28
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Data dan asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah: a. Dimensi pelat lantai Dimensi pelat lantai yang dianalisa disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini: Tabel 4.1 Dimensi Pelat Lantai Bentang Pelat (m) Tebal Pelat (mm) 125 150 175 5 × 5 200 125 150 175 10 × 10 200 b. Data bahan Data-data bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Beton - Mutu beton f’ c = 30 MPa - Modulus elastisitas (E c ) = MPa c ' f 4700 = MPa 30 4700 = 25743 MPa

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASANthesis.binus.ac.id/doc/Bab4/2010-2-00449-SP bab 4.pdf• Profil kabel prategang didesain berbentuk parabolik, dimana pada arah-x kabel prategang diawali dan

  • Upload
    ngophuc

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengumpulan Data

Data dan asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah:

a. Dimensi pelat lantai

Dimensi pelat lantai yang dianalisa disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Dimensi Pelat Lantai

Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm)

125 150 175

5 × 5

200 125 150 175

10 × 10

200

b. Data bahan

Data-data bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

• Beton

- Mutu beton f’c = 30 MPa

- Modulus elastisitas (Ec) = MPac'f4700

= MPa304700

= 25743 MPa

38

• Baja prategang

- Mutu baja prategang pada ultimit, fpu = 1860 MPa

- Modulus elastisitas baja prategang, Eps = 196500 MPa

• Baja tulangan

- Mutu baja tulangan, fy = 400 MPa

- Modulus elastisitas baja tulangan, Es = 200000 MPa

c. Data beban

Data pembebanan mengacu pada SKBI – 1.3.53.1987 mengenai ”Pedoman

Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung”, yaitu:

• Berat sendiri beton bertulang = 2400 kg/m3

• Beban hidup = 500 kg/m2

Pelat lantai diasumsikan berfungsi sebagai panggung penonton dengan

tempat duduk tidak tetap atau untuk penonton yang berdiri.

d. Data dan asumsi lainnya

• Tebal selimut beton = 20 mm

• Tebal spesi + penutup lantai sebagai beban mati tambahan pada pelat = 50

mm

• Keempat sisi pelat diasumsikan terjepit penuh

• Profil kabel prategang didesain berbentuk parabolik, dimana pada arah-x

kabel prategang diawali dan diakhiri dari serat atas setelah selimut beton

dengan lembah parabolik pada garis netral penampang, sedangkan pada arah-

y kabel prategang diawali dan diakhiri dari garis netral penampang dengan

lembah parabolik pada serat bawah sebelum selimut beton.

39

• Kombinasi pembebanan

- Beton bertulang = 1,4 beban mati + 1,6 beban hidup

- Beton Prategang = 1,4 beban mati + 1,6 beban hidup + 1 beban

prategang

• Lendutan izin maksimum = 480

L, berdasarkan SNI 03-2847-2002 ”Tata Cara

Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung”, dengan jenis

komponen struktur adalah konstruksi atap atau lantai yang menahan atau

disatukan dengan komponen nonstruktural yang mungkin akan rusak oleh

lendutan yang besar.

• Gaya prategang awal pada saat transfer (Pi) diasumsikan sebesar 70 % dari

beban putus dari baja prategang itu sendiri.

• Total kehilangan gaya prategang diasumsikan sebesar 20 % dari nilai Pi.

4.2. Hasil Pengolahan Data

4.2.1. Langkah Awal Sebelum Dilakukan Analisa Menggunakan SAP2000

Sebelum dilakukan analisa struktur dengan menggunakan SAP2000, ada

beberapa hal yang harus dihitung sebagai data input pada program SAP2000, seperti

beban rencana yang bekerja pada pelat, gaya prategang pada setiap tendon untuk pelat

beton prategang.

Pada SAP2000 berat sendiri struktur yang dimodelkan akan secara otomatis

dimasukkan oleh program dalam beban mati sewaktu dilakukannya analisa, oleh karena

itu beban rencana yang bekerja pada pelat beton bertulang maupun beton prategang yang

diinput pada program hanya beban mati tambahan dan beban hidup, yaitu:

40

Beban mati tambahan : 50 / 1000 × 2400 = 120 kg/m2

Beban hidup : = 500 kg/m2

Untuk analisa pelat beton bertulang dapat langsung dimodelkan dalam SAP2000

dengan input beban seperti yang telah dihitung sebelumnya. Namun untuk analisa pelat

beton prategang terlebih dahulu harus dihitung gaya prategang yang akan diberikan pada

setiap tendon serta profil tendon prategang itu sendiri. Berikut ini adalah langkah-

langkah perhitungan yang dilakukan dengan mengambil contoh untuk dimensi pelat

lantai 5000 mm × 5000 mm × 125 mm, yaitu:

a. Hitung beban rencana yang bekerja

Beban mati : 125 / 1000 × 2400 = 300 kg/m2

Beban mati tambahan : 50 / 1000 × 2400 = 120 kg/m2

Beban hidup : = 500 kg/m2

Total beban rencana (wT) : 1,4 × (300+120) + 1,6 × (500) = 1388 kg/m2

b. Tentukan profil tendon prategang

Profil tendon prategang dapat secara sederhana ditunjukkan paada Gambar 4.1 di

bawah ini.

Gambar 4.1 Profil Tendon Prategang

e

Pp Pp

5000 mm

CL

41

Sesuai pada asumsi yang ditetapkan, maka nilai eksentrisitas kabel (e) dapat

dihitung sebagai berikut:

ex = 42,5 mm

ey = 42,5 mm

c. Hitung equivalent load akibat tendon prategang

Dengan dianggap beban hidup yang bekerja adalah beban yang akan

diseimbangkan oleh tendon prategang. Maka equivalent load akibat tendon

prategang untuk arah-x dapat dihitung dengan persamaan (2.12), yaitu:

2

44

4

b4y

4x

4y

px

m/kg250

500551

5

wLL

Lw

=

×+×

=

+α=

Setelah didapat equivalent load untuk arah-x, maka dapat dihitung equivalent

load untuk arah-y dengan persamaan (2.11), yaitu:

2

pxBpy

m/kg250

250500

www

=−=

−=

d. Hitung gaya prategang

Equivalent load akibat tendon prategang yang telah didapat kemudian digunakan

untuk menghitung kebutuhan gaya prategang untuk masing-masing arah dengan

menggunakan persamaan (2.10).

42

• Gaya prategang pada arah-x:

m/kN184

m/kg35,18382

0425,08

5250

e8

LwP

2

x

2xpx

x

≈=

××=

⋅=

• Gaya prategang pada arah-y:

m/kN184

m/kg35,18382

0425,08

5250

e8

LwP

2

x

2xpx

y

≈=

××=

⋅=

e. Tentukan kebutuhan kabel prategang dan jarak antar tendon

Dengan gaya prategang yang telah didapat, maka selanjutnya digunakan untuk

menentukan kebutuhan kabel prategang dan jarak antar tendon pada masing-

masing arah.

• Tendon untuk arah-x (Px = 184 kN/m):

Coba gunakan 2 strand Ø 12,7 mm, maka:

luas penampang tendon (Ap) = 200 mm2

gaya prategang awal (Pi) = 2 × 70 % × 184 kN

= 258 kN

gaya prategang efektif (Pe) = Pi – (Pi × 20 %)

= 258 – (258 × 20 %)

= 206 kN

43

buah1

89,0206

184

P

P)n(pelatlebarmeter1dalamtendonjumlah

e

x

≈=

=

=

sehingga dalam bentang 5 meter terdapat 5 buah tendon,

mm800

mm83315

mm5000

1tendontotaljumlah

Ltendonantarjarak x

≈=

+=

+=

Dapat disimpulkan, dalam bentang arah-x digunakan total 5 buah tendon

dengan jarak 800 mm antar tendon.

• Tendon untuk arah-y (Py = 184 kN/m):

Coba gunakan 1 strand Ø 12,7 mm, maka:

luas penampang tendon (Ap) = 100 mm2

gaya prategang awal (Pi) = 2 × 70 % × 184 kN

= 258 kN

gaya prategang efektif (Pe) = Pi – (Pi × 20 %)

= 258 – (258 × 20 %)

= 206 kN

buah1

89,0206

184

P

P)n(pelatlebarmeter1dalamtendonjumlah

e

y

≈=

=

=

44

sehingga dalam bentang 5 meter terdapat 5 buah tendon,

mm800

mm83315

mm5000

1tendontotaljumlah

Ltendonantarjarak y

≈=

+=

+=

Dapat disimpulkan, dalam bentang arah-y digunakan total 5 buah tendon

dengan jarak 800 mm antar tendon.

Dari hasil perhitungan, maka dapat dibuat layout susunan tendon pada pelat

beton prategang seperti yang disajikan pada Gambar 4.2 sampai Gambar 4.4

berikut ini.

900 4@800 900

900

4@

800

90

0

B

B

AA

x

y

Gambar 4.2 Layout Susunan Tendon pada Pelat Beton Prategang ukuran

5000 mm × 5000 mm × 125 mm

45

Gambar 4.3 Potongan A-A Gambar 4.2

Gambar 4.4 Potongan B-B Gambar 4.2

Dengan mengikuti langkah-langkah perhitungan seperti yang dijelaskan

sebelumnya, maka dapat dirangkum kebutuhan gaya prategang serta komposisi tendon

prategang pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.2 Gaya Prategang dan Komposisi Kabel Prategang pada Arah-x

Bentang pelat (m)

Tebal pelat (mm)

Gaya prategang / meter (kN/m)

Jumlah tendon / meter (Konfigurasi

tendon)

Ap (mm2)

Jarak antar tendon (mm)

125 184 1 (2 Ø 12,7 mm) 200 800 150 143 1 (2 Ø 12,7 mm) 200 800 175 116 1 (1 Ø 15.2 mm) 143 800

5 × 5

200 98 1 (1 Ø 12,7 mm) 100 800 125 736 1 (8 Ø 15,2 mm) 800 900 150 569 1 (6 Ø 12.7 mm) 600 900 175 463 1 (5 Ø 12.7 mm) 500 900

10 × 10

200 391 1 (4 Ø 12.7 mm) 400 900

42,5 mm 184 kN 184 kN

5000 mm

CL

42,5 mm

184 kN 184 kN

5000 mm

CL

46

Tabel 4.3 Gaya Prategang dan Komposisi Kabel Prategang pada Arah-y

Bentang pelat (m)

Tebal pelat (mm)

Gaya prategang / meter (kN/m)

Jumlah tendon / meter (Konfigurasi

tendon)

Ap (mm2)

Jarak antar tendon (mm)

125 184 1 (2 Ø 12,7 mm) 200 800 150 143 1 (2 Ø 12,7 mm) 200 800 175 116 1 (1 Ø 15.2 mm) 143 800

5 × 5

200 98 1 (1 Ø 12,7 mm) 100 800 125 736 1 (8 Ø 15,2 mm) 800 900 150 569 1 (6 Ø 12.7 mm) 600 900 175 463 1 (5 Ø 12.7 mm) 500 900

10 × 10

200 391 1 (4 Ø 12.7 mm) 400 900

Nilai-nilai yang disajikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 selanjutnya digunakan

dalam pemodelan pelat beton prategang dengan menggunakan SAP2000.

4.2.2. Analisa Menggunakan SAP2000

Setelah dilakukan perhitungan beban rencana yang bekerja pada pelat serta daya

prategang yang akan dimasukkan, maka selanjutnya dapat dimodelkan struktur pelat

pada program SAP2000. pada SAP2000 struktur pelat dimodelkan dengan menggunakan

elemen Shell. Pemodelan pelat lantai pada SAP2000 disajikan pada Gambar 4.5 berikut

ini dengan mengambil contoh untuk dimensi pelat lantai 5000 mm × 5000 mm × 125

mm.

47

Gambar 4.5 Pemodelan Pelat Lantai 5000 mm × 5000 mm × 125 mm dengan

SAP2000

Pada pelat lantai beton bertulang, maka selanjutnya dapat langsung dianalisa

setelah dilakukan input beban rencana yang bekerja serta kombinasi pembebanannya.

Hasil analisa menggunakan SAP2000 untuk dimensi pelat lantai 5000 mm × 5000 mm ×

125 mm, yaitu lendutan maksimum yang terjadi serta frekuensi alamiah struktur

disajikan pada Gambar 4.6 dan Gambar 4.7 berikut ini. Nilai frekuensi alamiah yang

digunakan sebagai acuan penelitian adalah frekuensi alamiah dengan frekuensi terkecil

pada setiap dimensi pelat lantai yang dianalisa baik untuk beton bertulang maupun beton

prategang.

48

Gambar 4.6 Lendutan Maksimum pada Pelat Lantai Beton Bertulang

Nilai perpindahan pada SAP2000 dinotasikan dengan variable U diikuti dengan

angka 1, 2 atau 3 yang menunjukkan arah perpindahan terhadap sumbu berturut-turut x,

y dan z. Arah perpindahan terhadap sumbu-z dapat disebut juga lendutan. Tanda negatif

(−) menunjukkan perpindahan yang terjadi ke arah negatif (−) dari sumbu-z yaitu ke

bawah. Dari Gambar 4.6 dapat dilihat perpindahan pelat lantai beton bertulang dengan

dimensi 5000 mm × 5000 mm × 125 mm terhadap sumbu-z adalah -2,70676 mm.

49

Gambar 4.7 Output Nilai Periode dan Frekuensi Almiah pelat Lantai Beton Bertulang

pada SAP2000

Pada SAP2000 nilai frekuensi alamiah disajikan dalam bentuk tabel, dimana

pada tabel yang dikeluarkan SAP2000 untuk analisa modal sudah berikut periode dan

frekuensi alamiah, nilai Eigen untuk setiap pola getar yang ditetapkan. Pada Gambar 4.7

dapat dilihat nilai frekuensi alamiah terkecil struktur beton bertulang dengan dimensi

5000 mm × 5000 mm × 125 mm adalah 26,514 Hz.

Pada pelat lantai lantai beton prategang, setelah dilakukannya pemodelan dan

input beban rencana serta kombinasi pembebanannya maka selanjutnya harus

dimodelkan profil dan susunan tendon prategang pada struktur pelat lantai tersebut. Pada

Gambar 4.8 disajikan window pada SAP2000 dalam mengatur profil tendon yang

direncanakan. Setelah tendon prategang dimodelkan maka selanjutnya dapat dilakukan

50

analisa terhadap lendutan maksimum dan frekuensi alamiah terkecil untuk struktur pelat

lantai beton prategang. Hasil analisa SAP2000 untuk nilai lendutan maksimum dan

frekuensi alamiah disajikan pada Gambar 4.9 dan Gambar 4.10.

Gambar 4.8 Tampilan pada SAP2000 dalam Mengatur Tendon Prategang

Window pada SAP2000 yang ditampilkan pada Gambar 4.8 digunakan untuk

mengatur profil tendon prategang pada struktur. Pada window ini sekaligus dimasukkan

nilai gaya prategang yang akan diaplikasikan pada setiap elemen tendon.

51

Gambar 4.9 Lendutan Maksimum pada Pelat Lantai Beton Prategang

Pada Gambar 4.9 dapat dilihat perindahan pada sumbu-z struktur pelat lantai

beton prategang dengan dimensi 5000 mm × 5000 mm × 125 mm adalah -0,19627 mm.

Gambar 4.10 Output Nilai Periode dan Frekuensi Almiah pelat Lantai Beton Prategang

pada SAP2000

52

Berdasarkan pada Gambar 4.10 nilai frekuensi alamiah terkcil untuk struktur

pelat lantai beton prategang dengan dimensi 5000 mm × 5000 mm × 125 mm adalah

66,076 Hz.

Setelah dilakukan analisa untuk semua dimensi pelat lantai yang ditinjau dengan

menggunakan SAP2000, maka hasil yang didapat dapat dirangkum seperti yang

disajikan pada Tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Hasil Analisa dengan Menggunakan SAP2000

Beton Bertulang Beton Prategang Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm) f (Hz) ∆ (mm) f (Hz) ∆ (mm) 125 26,51 -1,79 65,92 -0,08 150 31,82 -1,10 79,16 -0,05 175 37,12 -0,74 92,48 -0,04

5 × 5

200 42,42 -0,52 105,77 -0,03 125 6,82 -26,39 31,44 -0,45 150 8,19 -16,25 37,93 -0,29 175 9,55 -10,85 44,37 -0,21

10 × 10

200 10,92 -7,69 50,81 -0,16

4.3. Pembahasan Hasil

Dari hasil analisa dengan menggunakan SAP2000, dapat dilihat besarnya momen

lentur yang bekerja pada pelat akibat beban rencana seperti pada Gambar 4.11 dan

Gambar 4.12 dengan mengambil contoh untuk pelat lantai dengan dimensi 5000 mm ×

5000 mm × 125 mm. Pada SAP2000 momen lentur pada arah-x dinotasikan dengan M11

sedangkan momen lentur pada arah-y dinotasikan dengan M22.

53

Gambar 4.11 Kontur Momen Lentur Arah-x

Gambar 4.12 Kontur Momen Lentur Arah-y

Nilai momen lentur untuk setiap dimensi pelat lantai beton bertulang dan beton

prategang disajikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 berikut.

54

Tabel 4.5 Momen Lentur yang Bekerja pada Pelat Lantai Beton Bertulang

Momen Lentur (kN.m) Bentang pelat (m)

Tebal pelat (mm) MLy MLx M ty M tx

125 8,12 8,12 -17,17 -17,17 150 8,60 8,60 -18,19 -18,19 175 9,09 9,09 -19,22 -19,22

5 × 5

200 9,57 9,57 -20,24 -20,24 125 29,30 29,30 -69,73 -69,73 150 31,05 31,05 -73,57 -73,57 175 32,80 32,80 -77,72 -77,72

10 × 10

200 34,55 34,55 -81,87 -81,87

Tabel 4.6 Momen Lentur yang Bekerja pada Pelat Lantai Beton Prategang

Momen Lentur (kN,m) Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm) MLy MLx M ty M tx

125 1,35 1,35 -7,78 -7,78 150 1,43 1,43 -8,25 -8,25 175 1,51 1,51 -8,70 -8,70

5 × 5

200 1,59 1,59 -9,16 -9,16 125 3,03 3,03 -19,17 -19,17 150 3,20 3,20 -20,23 -20,23 175 3,37 3,37 -21,33 -21,33

10 × 10

200 3,54 3,54 -22,43 -22,43

Dari nilai momen lentur maksimum pada pelat lantai seperti yang disajikan pada

Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dapat diperiksa kekuatan pelat lantai tersebut dalam menahan

momen lentur yang bekerja. Untuk pelat lantai beton bertulang, kekuatan pelat dapat

diperiksa dengan menghitung rasio tulangan yang dibutuhkan dengan persamaan (2.9)

kemudian dibandingkan dengan rasio tulangan maksimum yang diizinkan. Contoh

perhitungan untuk pelat lantai dengan dimensi 5000 mm × 5000 mm × 125 mm

disajikan sebagai berikut:

55

• Rasio tulangan maksimum:

bmaks 75,0 ρ=ρ

0325,0

400600

60085,0

400

3085,0

f600

600

f

c'f85,0

yyb

=

+×=

+β=ρ

0244,0

0325,075,0maks

=×=ρ

• Rasio tulangan yang dibutuhkan

( )

( )

0051,0

307,1

4008,02

1051000

17,17

307,1

4008,044008,04008,0

c'f7,1

f2

db

M

c'f7,1

f4ff

2

2

22

2y

2u

2y2

yy

=×××

×

××−×−×

=

Φ

Φ−Φ−Φ

Rasio tulangan yang dibutuhkan lebih kecil dari rasio tulangan maksimum yang

diizinkan, dengan demikian pelat lantai beton bertulang dengan dimensi 5000 mm ×

5000 mm × 125 mm kuat dalam menahan momen maksimum yang bekerja.

Pada pelat lantai beton prategang dapat juga diperiksa kekuatan pelat tersebut

dalam menahan momen maksimum yang terjadi, nilai momen pada Tabel 4.6 merupakan

momen lentur yang masih harus dipikul oleh tulangan non-prategang tambahan.

56

• Rasio tulangan non-prategang tambahan yang dibutuhkan

( )

( )

0022,0

307,1

4008,02

1051000

77,7

307,1

4008,044008,04008,0

c'f7,1

f2

db

M

c'f7,1

f4ff

2

2

22

2y

2u

2y2

yy

=×××

×

××−×−×

=

Φ

Φ−Φ−Φ

Rasio tulangan non-prategang tambahan yang dibutuhkan lebih kecil dari rasio tulangan

maksimum yang diizinkan, dengan demikian pelat lantai beton bertulang dengan

dimensi 5000 mm × 5000 mm × 125 mm kuat dalam menahan momen maksimum yang

bekerja.

Dengan mengikuti langkah-langkah yang telah dijelaskan sebelumnya, kekuatan

pelat lantai beton bertulang maupun beton prategang dalam memikul beban rencana

dapat disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 berikut ini.

Tabel 4.7 Pelat Lantai Beton Bertulang dalam Memikul Beban Rencana

Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm) ρmaks ρperlu Keterangan

125 0,0051 Kuat 150 0,0035 Kuat 175 0,0026 Kuat

5 × 5

200 0,0020 Kuat 125 0,0245 Tidak kuat 150 0,0155 Kuat 175 0,0111 Kuat

10 × 10

200

0,0244

0,0085 Kuat

57

Tabel 4.8 Pelat Lantai Beton Prategang dalam Memikul Beban Rencana

Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm) ρmaks ρperlu Keterangan

125 0,0022 Kuat 150 0,0154 Kuat 175 0,0011 Kuat

5 × 5

200 0,0009 Kuat 125 0.0056 Kuat 150 0,0038 Kuat 175 0,0028 Kuat

10 × 10

200

0,0244

0.0022 Kuat

Dari hasil yang disajikan Tabel 4.7 dan Tabel 4.8 dapat disimpulkan bahwa

penggunaan prategang dapat menambah kekuatan pelat lantai, dimana penggunaan

prategang pada konstruksi pelat lantai bentang 10000 mm × 10000 mm dan tebal 125

mm menjadi cukup kuat dalam memikul beban rencana yang bekerja dibandingkan

dengan tanpa menggunakan prategang pada konstruksi dengan dimensi yang sama.

4.3.1. Momen Lentur pada Pelat Lantai

Nilai momen lentur pelat lantai pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6 dapat juga disajikan

dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.13 untuk bentang 5000 mm × 5000 mm dan

Gambar 4.14 untuk bentang 10000 mm × 10000 mm.

58

-25.00-20.00-15.00

-10.00-5.000.005.00

10.0015.00

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Mom

en L

entu

r (k

N.m

)

Beton Bertulang - Lapangan Beton Bertulang - Tumpuan

Beton Prategang - Lapangan Beton Prategang - Tumpuan

Gambar 4.13 Momen Lentur Bentang 5000 mm × 5000 mm Arah X dan Y

-100.00-80.00

-60.00-40.00-20.00

0.0020.00

40.0060.00

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Mom

en L

entu

r (k

N.m

)

Beton Bertulang - Lapangan Beton Bertulang - Tumpuan

Beton Prategang - Lapngan Beton Prategang - Tumpuan

Gambar 4.14 Momen Lentur Bentang 10000 mm × 10000 mm Arah X dan Y

Pada Gambar 4.13 dan Gambar 4.14, dapat dilihat bahwa penggunaan prategang

pada konstruksi pelat lantai memberikan pengaruh terhadap momen lentur yang terjadi.

Momen lentur pada pelat lantai beton prategang jauh lebih kecil daripada momen lentur

pada pelat lantai beton bertulang, dengan demikian kebutuhan tulangan non-prategang

untuk konstruksi pelat lantai beton prategang juga akan semakin sedikit dibandingkan

pada pelat lantai beton bertulang.

59

4.3.2. Lendutan pada Pelat Lantai

Kriteria daya layan pelat lantai dapat ditentukan dengan membandingkan

lendutan yang terjadi terhadap lendutan izin maksimum yang diperbolehkan.

Perbandingan lendutan yang terjadi disajikan pada Tabel 4.9 berikut ini.

Tabel 4.9 Lendutan pada Pelat Lantai

Beton Bertulang Beton Prategang Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm)

Lendutan izin

(mm) ∆

(mm) Keterangan

∆ (mm)

Keterangan

125 10,42 -1,79 Memenuhi -0,08 Memenuhi 150 10,42 -1,10 Memenuhi -0,05 Memenuhi 175 10,42 -0,74 Memenuhi -0,04 Memenuhi

5 × 5

200 10,42 -0,52 Memenuhi -0,03 Memenuhi 125 20,83 -26,39 Tidak memenuhi -0,45 Memenuhi 150 20,83 -16,25 Memenuhi -0,29 Memenuhi 175 20,83 -10,85 Memenuhi -0,21 Memenuhi

10 × 10

200 20,83 -7,69 Memenuhi -0,16 Memenuhi

Lendutan yang terjadi pada pelat dengan kriteria memenuhi pada konstruksi

beton bertulang maupun beton prategang dapat disajikan dalam bentuk grafik seperti

pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16 berikut ini.

-5.00

-4.50

-4.00

-3.50

-3.00

-2.50

-2.00

-1.50

-1.00

-0.50

0.00

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Len

du

tan

(m

m)

Beton Bertulang

Beton Prategang

Gambar 4.15 Lendutan pada Pelat Lantai dengan Bentang 5000 mm × 5000 mm

60

-50.00

-45.00

-40.00

-35.00

-30.00

-25.00

-20.00

-15.00

-10.00

-5.00

0.00

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Len

du

tan

(mm

)

Beton Bertulang

Beton Prategang

Gambar 4.16 Lendutan pada Pelat Lantai dengan Bentang 10000 mm × 10000 mm

Berdasarkan Gambar 4.15 dan Gambar 4.16, dapat dilihat bahwa penggunaan

prategang dapat meminimalkan lendutan yang terjadi, bahkan lendutan yang terjadi pada

pelat lantai beton prategang nyaris sama dengan nol. Dengan mengikuti trend lendutan

yang terjadi pada pelat lantai beton bertulang pada Gambar 4.15 dan Gambar 4.16, maka

untuk menyamakan lendutan yang terjadi dengan pelat lantai beton prategang, dapat

dilakukan dengan menambah tebal pelat lantai tersebut. Namun penambahan tebal pelat

lantai secara otomatis juga akan menambah beban mati yang harus dipikul oleh pelat itu

sendiri, sehingga besarnya beban mati yang akan dipikul pelat lantai menjadi tidak

efektif lagi, dimana rasio beban hidup terhadap beban mati menjadi sangat kecil. Selain

itu, penambahan volume beton juga akan berdampak pada biaya konstruksi yang

dikeluarkan, sehingga akan lebih efektif dengan mengaplikasikan prategang pada pelat

lantai sebagai pengganti penambahan tebal pelat.

61

4.3.3. Frekuensi Alamiah Pelat Lantai

Hasil analisa nilai frekuensi alamiah pelat lantai pada Tabel 4.4 dapat disajikan

juga dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18 berikut ini, nilai

frekuensi alamiah yang ditampilkan pada grafik adalah nilai frekuensi alamiah untuk

dimensi pelat lantai yang telah memenuhi kriteria dalam menahan kuat lentur serta daya

layan (lendutan) dengan konstruksi beton bertulang maupun beton prategang.

0102030405060708090

100110120

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Fre

kue

nsi

Ala

mia

h (

Hz)

Beton Bertulang

Beton Prategang

Gambar 4.17 Frekuensi Alamiah pada Pelat Lantai dengan Bentang

5000 mm × 5000 mm

0102030405060708090

100110120

100 125 150 175 200 225

Tebal Pelat (mm)

Fre

kue

nsi

Ala

mia

h (

Hz)

Beton Bertulang

Beton Prategang

Gambar 4.18 Frekuensi Alamiah pada Pelat Lantai dengan Bentang

10000 mm × 10000 mm

62

Berdasarkan pada grafik yang disajikan pada Gambar 4.17 dan Gambar 4.18,

dapat dilihat bahwa penggunaan prategang pada pelat lantai dapat meningkatkan

frekuensi alamiah struktur. Penggunaan prategang pada pelat lantai dapat meningkatkan

frekuensi alamiah struktur rata-rata hampir 150 % besarnya dari frekuensi alamiah pelat

lantai non-prategang pada bentang 5000 mm × 5000 mm, peningkatan ini semakin besar

ketika pengaplikasian prategang dilakukan pada bentang yang semakin panjang, dimana

pada bentang 10000 mm × 10000 mm frekuensi alamiah pelat lantai beton prategang

meningkat rata-rata sebesar 360 % dari nilai frekuensi alamiah pelat lantai beton

bertulang. Peningkatan frekuensi alamiah yang dihasilkan dari penggunaan beton

prategang memiliki dampak yang signifikan pada bentang yang panjang. Sekumpulan

orang yang berjalan di atas pelat lantai dengan bentang yang panjang pada sebuah

gedung akan menimbulkan getaran yang dapat mengganggu aktivitas penghuni gedung

lainnya. Dengan semakin besarnya frekuensi alamiah struktur berarti semakin

diperlukannya suatu gerakan dengan frekuensi yang lebih besar untuk menggetarkan

struktur tersebut.

Pada Tabel 4.10 berikut ini disajikan perbandingan hasil analisa frekuensi

alamiah dari program SAP2000 dengan perhitungan manual menggunakan persamaan

2.38. Equivalent load yang disebabkan oleh kabel prategang mempengaruhi nilai w pada

persamaan 2.38, dimana beban yang yang bekerja per satuan luas (w) dikurangi nilai

equivalent load akibat prategang sehingga frekuensi alamiah pelat lantai beton prategang

dapat meningkat. Contoh perhitungan frekuensi alamiah pelat lantai beton prategang

secara manual disajikan sebagai berikut, yaitu untuk pelat dengan dimensi 5000 mm ×

5000 mm × 125 mm.

63

Beban per satuan luas yang bekerja (w):

kPa2,4

kPa5kPa2,9

www bT

=−=

−=

Momen inersia pelat lantai arah-x:

44

3

3x

m106276,1

5112

1

hb12

1I

−×=

××=

⋅=

Momen inersia pelat lantai arah-y:

44

3

3y

m106276,1

5112

1

hb12

1I

−×=

××=

⋅=

Sehingga rasio aspek efektif dai panel pelat:

1

106276,1

106276,1

5

51

I

I

L

Ln

44

4

4

x

y

y

xxx

=×××=

Faktor modifikasi:

21

11

11k

2

2x

x

=

+=

λ+=

64

Maka frekuensi alamiah pelat lantai:

Hz55,12

52,4

10106276,11025743

22

Lw

gIE

2kf

4

43

4y

ycxnx

××××π×=

π=

Hz75,62

Lff xnxn

=×=

Dapat dlihat bahwa hasil perhitungan secara manual menghasilkan nilai

frekuensi alamiah yang tidak berbeda jauh dari nilai frekuensi alamiah yang didapatkan

dari program SAP2000.

Tabel 4.10 Perbandingan Frekuensi Alamiah dari Program Sap2000 dengan

Perhitungan Manual

fn (Hz) Bentang Pelat (m)

Tebal Pelat (mm) SAP2000 Persamaan (2.38) 125 65,92 62,75 150 79,16 77,15 175 92,48 91,70

5 x 5

200 105,77 108,10 125 31,44 31,40 150 37,93 38,60 175 44,37 45,80

10 x 10

200 50,81 54,00