2
BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Diagnosis Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditemukan Tn.N usia 26 tahun datang dengan mengiris pergelangan tangan kirinya. Pasien mengatakan bahwa pasien mengiris pergelangan tangan kirinya karena disuruh oleh sekelompok pria yang tidak tampak wujudnya yang menyatakan bahwa pasien sudah tidak diterima oleh masyarakat. Dari heteroanamnesa dari ibu pasien, didapatkan bahwa sudah selama 2 bulan ini pasien sering bicara sendiri dan lebih menyendiri. Pasien sebelumnya memang pribadi yang pendiam dan tertutup. Selain itu ditemukan adanya faktor pencetus yaitu tekanan dari teman- teman sekantornya di Jakarta yang sering memaksa pasien untuk mengonsumsi minuman keras dan narkorba sampai uang pasien habis. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ruptur AVN di pergelangan tangannya tanpa disertai kelainan organik lainnya. Diagnosis ditegakkan dari kriteria diagnosis PPDGJ- III. Pasien ini dinyatakan skizofrenia dengan adanya gejala halusinasi auditori yang berlangsung selama lebih satu bulan dan adanya gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang yang berdampak pada penarikan diri dari pergaulan sosiall sehingga terjadi menurunnya kinerja sosial. Skizofrenia pasien ini adalah jenis paranoid karena 43

BAB 4 SP.docx

Embed Size (px)

Citation preview

BAB 4PEMBAHASAN

4.1DiagnosisDiagnosis ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis ditemukan Tn.N usia 26 tahun datang dengan mengiris pergelangan tangan kirinya. Pasien mengatakan bahwa pasien mengiris pergelangan tangan kirinya karena disuruh oleh sekelompok pria yang tidak tampak wujudnya yang menyatakan bahwa pasien sudah tidak diterima oleh masyarakat. Dari heteroanamnesa dari ibu pasien, didapatkan bahwa sudah selama 2 bulan ini pasien sering bicara sendiri dan lebih menyendiri. Pasien sebelumnya memang pribadi yang pendiam dan tertutup. Selain itu ditemukan adanya faktor pencetus yaitu tekanan dari teman-teman sekantornya di Jakarta yang sering memaksa pasien untuk mengonsumsi minuman keras dan narkorba sampai uang pasien habis. Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami gejala seperti ini. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya ruptur AVN di pergelangan tangannya tanpa disertai kelainan organik lainnya.Diagnosis ditegakkan dari kriteria diagnosis PPDGJ-III. Pasien ini dinyatakan skizofrenia dengan adanya gejala halusinasi auditori yang berlangsung selama lebih satu bulan dan adanya gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang yang berdampak pada penarikan diri dari pergaulan sosiall sehingga terjadi menurunnya kinerja sosial. Skizofrenia pasien ini adalah jenis paranoid karena halusinasi auditori yang menonjol dan bersifat berkomentar tentang diri pasien, dan memberi perintah. 4.2PenatalaksanaanPada pasien ini, didapatkan kegawatdaruratan yaitu Tentamen Suicide. Pada kasus seperti ini, kegawat daruratannya harus diselesaikan terlebih dahulu. Tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah dilakukan bebat tekan, infus RL 20 tpm. Inj. Ketorolac 3x1, Inj. Ranitidin 2x1, dan konsul dokter spesialis orthopaedi. Setelah dikonsulkan ke dokter bedah orthopaedi, pasien direncanakan untuk dirujuk karena adanya kondisi kelainan jiwa dan tidak adanya dokter ahli jiwa di RSUD Kanjuruhan Kepanjen. Diagnosis pasien ini adalah tentament suicide e.c Skizofrenia Paranoid. Menurut teori, terapi yang adekuat diperlukan pada pasien dengan percobaan bunuh diri. Meliputi, rawat inap, pemberian obat antipsikosis bisa golongan tipikal maupun atipikal, pemberian psikoterapi oleh dokter ahli jiwa, dan terapi keluarga.

43