Upload
hendy-buana-vijaya
View
67
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jelas
Citation preview
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Faktor Resiko Umur
Berdasarkan penelitian di wilayah kerja Puskesmas Guntung Payung yang
dilakukan terhadap 60 sampel, dengan 30 sampel pertama adalah orang yang
memiliki penyakit hipertensi dan 30 sampel kedua tidak memiliki penyakit hipertensi
yang merupakan sebagai kontrol, kemudian dilakukan pendataan mengenai faktor
resiko berupa umur, jenis kelamin, Indeks Masa Tubuh, kebiasaan merokok, aktivitas
fisik, konsumsi garam dan faktor keturunan.
Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
UmurCase Control Jumlah
N % N %>40 tahun 26 86,7 13 43,3 39<40 tahun 4 13,3 17 56,7 21
Total 30 100% 30 100% 60
≥ 40 tahun < 40 Tahun0
5
10
15
20
25
30
CaseControl
Gambar4.1.Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Umur Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Dari data diatas dapat dilihat bahwa pada umur > 40 tahun memiliki faktor
resiko lebih besar terhadap penyakit hipertensi dibandingkan dengan umur < 40
tahun. Dari 30 sampel didapatkan 26 sampel yang mempunyai penyakit hipertensi
dengan usia > 40 tahun (86,7%) sedangkan usia < 40 tahun yang memiliki penyakit
hipertensi terdapat sebanyak 4 sampel (13,3%). Pada kelompok control ditemukan
sebanyak 17 sampel yang tidak menderita hipertensi untuk umur < 40 tahun (56,7%)
dan 13 sampel pada umur > 40 tahun (43,3%).
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel Chi square p value Odd Rasio
Umur> 40
10,549 0,001 8,500<40
25
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable umur terhadap hipertensi
didapatkan nilai chi square sebesar 10,549 dan P-value sebesar 0.001 yang berarti
lebih kecil dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha diterima yaitu terdapat hubungan
yang bermakna antara umur dengan kejadian hipertensi di wilayah cakupan
Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Sedangkan nilai OR didapatkan sebesar
8,500 yang menunjukkan bahwa umur > 40 tahun memiliki resiko 8,5 kali lebih besar
untuk menderita hipertensi dibandingkan umur < 40 tahun.
Mekanisme terjadinya hipertensi pada lansia sebenarnya diduga terjadi karena
proses degeneratif sehingga terjadi perubahan pada pembuluh darah yang
mengakibatkan pembuluh darah menjadi kaku dan menebal. Selain itu juga terjadi
penurunan sensitivitas baroreseptor yang mengakibatkan perubahan keseimbangan
antara vasodilatasi adrenergik dan vasokonstriksi adrenergik yang menyebabkan
kecenderungan untuk vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan peningkatan
resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Pada lansia juga dapat terjadi
retensi natrium akibat penurunan sekresi yang juga berperan dalam terjadinya
hipertensi. Kuswardhani Tuty RA. Penatalaksanaan Hipertensi pada Lanjut Usia.
J Peny Dalam. 2006; 7(2): 135-0
4.1.2 Faktor Resiko Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Jenis Kelamin Case Control Jumlah
26
N % N %Perempuan 20 66,7 19 63.3 39Laki-laki 10 33,3 11 36,7 21
Total 30 100% 30 100% 60
Perempuan laki-laki0
5
10
15
20
25
CaseControl
Gambar 4.2 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelammin Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013Dari data di atas berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penyakit
hipertensi lebih banyak di temukan pada jenis kelamin perempuan. Dari 30 sampel
kelompok kasus didapatkan 20 sampel berjenis kelamin perempuan yang menderita
hipertensi atau sebesar 66,7% sedangkan pada laki-laki hanya terdapat sebanyak 10
sampel (33,3%). Hal ini juga sama terjadi pada kelompok control,yaitu didapatkan 19
sampel jenis kelamin perempuan (63,3%) dan 11 sampel untuk jenis kelamin laki-laki
36,7%.
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel χ square p value Odd Rasio
Jenis
kelamin
Perempuan0,000 1,000 1,157
Laki-laki
27
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable jenis kelamin terhadap
hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 0,000 dan P-value sebesar 1,000 yang
berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di wilayah
cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Pada penelitian ini proporsi jumlah
sampel antara kelompok control untuk jenis kelamin perempuan memiliki perbedaan
yang kecil sehingga uji statistik tidak bermakna. Selain itu pada proses pengambilan
sampel yang di lakukan secara acak diperoleh jumlah sampel banyak dibandingkan
jenis kelamin laki-laki. Sedang nilai OR didapatkan sebesar 1,157 yang menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan yang bermakna, walaupun demikian namun jenis kelamin
perempuan beresiko 1,15 kali lebih besar untuk menderita hipertensi.
Kejadian hipertensi pada perempuan dan laki-laki hampir sama. Namun, untuk usia
kurang dari 40 tahun hipertensi lebih sering pada laki-laki. Sedangkan pada usia lebih
dari 50 tahun kejadian hipertensi lebih banyak pada perempuan dibandingkan pada
laki-laki. Hal tersebut diduga akibat efek kardioprotektif estrogen yang mempunyai
efek sebagai vasodilator dan mencegah pertumbuhan otot polos vaskular yang
berlebihan yang dapat menyebabkan sempitnya pembuluh darah. Benjamin D.
Hypertension and Antihypertensive Therapy in Elderly Women Hypertension 2006;
47: 323-324.
4.2.3 Faktor Resiko IMT
28
Tabel 4.3Distribusi Sampel Berdasarkan Indeks Massa Tubuh Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
IMTCase Control Jumlah
N % N %> 25 13 43,3 7 23,3 20< 25 17 56,7 23 76,7 40Total 30 100% 30 100% 60
≥ 25 < 250
5
10
15
20
25
CaseControl
Gambar 4.3Grafik Distribusi Faktor Resiko Penderita Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013 Berdasarkan IMT
Dari data table 4.8 berdasarkan Indeks Massa Tubuh, pada kelompok kasus
didapatkan angka penyakit hipertensi dengan Indeks Massa Tubuh > 25 sebanyak 13
sampel (43,3%) dan < 25 sebanyak 17 sampel (56,7%) dari total 30 sampel.
Sedangkan pada kelompok control didapatkan Indeks Massa Tubuh > 25 sebanyak 7
sampel (23,3%) dan Indeks Massa Tubuh yang < 25 didapatkan 23 sampel (76,7%)
dari 30 sampel yang tidak memiliki penyakit hipertensi.
29
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel χ square p value Odd Rasio
Indeks Massa
Tubuh
> 25
< 25 1,875 0,170 2,512
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable Indeks Massa TubuhMassa
terhadap hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 1,875 dan P-value sebesar
0,170 yang berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu
tidak terdapat hubungan yang bermakna antara Indeks Massa Tubuh dengan kejadian
hipertensi di wilayah cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Sebagian
besar sampel pada penelitian ini memiliki IMT < 25 baik pada kalompok kasus
maupun pada kelompok control. Selain itu pada proses pengukuran sampel dapat
terjadi bias berupa kurangnya ketelitian dalam pengukuran tinggi badan maupun berat
badan. Hasil penelitian ini sama seperti penelitian Rachman dkk yang hasil
penelitiannya bahwa Indeks Masa Tubuh tidak terbukti sebagai faktor resiko
hipertensi.
Untuk nilai OR nya didapatkan sebesar 2,512 hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang bermakna, walaupun demikian namun IMT > 25 beresiko
2,51 kali lebih besar untuk menderita hipertensi.
4.1.4 Faktor Resiko Merokok
30
Tabel 4.4 Distribusi Berdasarkan Kebiasaan Merokok Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Kebiasaan MerokokCase Control Jumlah
N % N %Ya 7 23,3 4 13,3 11
Tidak 23 76,7 26 86,7 49Total 30 100% 30 100% 60
Ya Tidak0
5
10
15
20
25
30
CaseControl
Gambar 4.4 Grafik Distribusi Berdasarkan Kebiasaan Merokok Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Dari data di atas berdasarkan kebiasaan merokok didapatkan angka kejadian
hipertensi lebih banyak ditemukan pada yang tidak merokok yaitu sebesar 23 sampel
(76,7%) dibandingkan dengan yang memiliki kebiasaan merokok yaitu 7 sampel
(23,3%) dari 30 sampel yang memiliki penyakit hipertensi, hal ini disebabkan pada
pengambilan sampel penelitian dilakukan secara acak yaitu jumlah sampel yang
memiliki kebiasaan merokok lebih sedikit daripada sampel yang tidak merokok. Di
tambah lagi bahwa sampel dalam penilitian ini sebagian besar adalah perempuan.
31
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel χ square p value Odd Rasio
Kebiasaan merokokYa
0,445 0,504 1,978Tidak
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable jenis kelamin terhadap
hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 0,445 dan P-value sebesar 0,504 yang
berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kejadian hipertensi di
wilayah cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Hal ini dikarenakan
kemungkinan besar dari sampel adalah perempuan. OR nya didapatkan sebesar 1,978
seharusnya hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna,
walaupun demikian namun kebiasaan merokok beresiko 1,97 kali lebih besar untuk
menderita hipertensi.
Merokok merupakan faktor risiko kardiovaskular yang kuat. Efek rokok dapat berupa
penurunan fungsi endotel, kekakuan arteri, peradangan, modifikasi lipid serta
perubahan faktor antitrombotik dan protrombotik, serta stimulasi sistem saraf
simpatik. Virdis A, Giannarelli C, Neves MF, Taddei S, Ghiadoni. Cigarette smoking
and hypertension. Curr Pharm Des. 2010;16(23):2518-25.
4.1.5 Faktor Resiko Aktifitas Fisik
Tabel 4.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Kebiasaan Melakukan Aktifitas Fisik Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013.
32
Aktivitas FisikCase Control Jumlah
N % N %Tidak teratur 20 66,7 20 66,7 40
Teratur 10 33,3 10 33,3 20Total 30 100% 30 100% 60
Tidak teratur Teratur0
5
10
15
20
25
CaseControl
Gambar 4.4Grafik Distribusi Berdasarkan Kebiasaan Melakukan Aktifitas Fisik Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Dari data diatas berdasarkan kebiasaan melakukan aktivitas fisik angka
kejadian hipertensi lebih tinggi pada sampel dengan aktivitas fisik tidak teratur yaitu
20 sampel atau 66,7% dan 10 sampel atau 33,3% yang memiliki aktivitas teratur baik
dari klompok kasus maupun kelompok kontrol.
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
No Variabel χ square p value Odd Rasio
33
Aktifitas fisikTidak teratur
0,750 0,784 1,000Teratur
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable aktiitas fisik terhadap
hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 0,750 dan P-value sebesar 0,784 yang
berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara aktifitas fisik dengan kejadian hipertensi di wilayah
cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Dari data didapatkan sampel yang
memiliki aktivitas fisik lebih sedikit dibandingkan yang tidak memiliki aktivitas, hal
ini dipengaruhi pada saat wawancara hal yang ditanyakan hanya aktifitas fisik berupa
olah raga. Nilai OR yang didapat yaitu sebesar 1,000 hal ini berarti bahwa rendahnya
aktivitas fisik tidak meningkatkan resiko kejadian hipertensi.
Dyer et al. mendapat suatu hubungan terbalik walau secara statistik tidak signifikan
mengenai aktivitas fisik dan peningkatan tekanan darah pada subjek dewasa muda
yang diamati lebih dari 10 tahun melalui follow up pada penelitian kohort CARDIA.
Namun hasil tersebut tidak signifikan kaena seharusnya aktivitas fisik sangat
berkontribusi terhadap peningkatan kejadian hipertensi. Selain hubungan langsung
dengan hipertensi, aktivitas fisik memiliki hubungan langsung dengan perkembangan
hipertensi melalui kerjasama dengan faktor risiko seperti obesitas, resistensi insulin,
dan hiperinsulinemia. Aktivitas fisik dan obesitas telah dikaitkan langsung dengan
pengembangan hipertensi melalui asosiasi mereka dengan faktor risiko seperti
resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Insulin dan resistensi insulin telah terbukti
34
berhubungan dengan hipertensi. Sejumlah mekanisme yang mungkin telah diusulkan
untuk menjelaskan hubungan ini. Kelebihan insulin mungkin memainkan peran
dalam pengembangan hipertensi melalui efek insulin pada retensi natrium, produksi
norepinefrin berlebih, aktivitas sistem saraf simpatik, dan proliferasi otot polos, dan
penigkatan resistensi pembuluh darah perifer. Perubahan ini akan berdampak pada
peningkatan tekanan darah.
Parker ED, Schmitz KH, Jacobs DR. Physical Activity in Young Adults and Incident
Hypertension Over 15 Years of Follow-Up: The CARDIA Study. Am J Public Health
2007 April; 97(4): 703–709.
4.1.6 Faktor Resiko Asupan Garam
Tabel 4.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Makanan Tinggi Garam Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Asupan GaramCase Control Jumlah
N % N %Sering 4 13,3 8 26,7 12Jarang 26 86,7 22 73,3 48Total 30 100% 30 100% 60
35
Sering Jarang0
5
10
15
20
25
30
CaseControl
Gambar 4.6 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Asupan Makanan Tinggi Garam Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Berdasarkan data di atas diketahui bahwa kejadian hipertensi banyak
ditemukan pada sampel yang jarang mengkonsumsi ikan asin yaitu terdapat sebanyak
26 sampel (86,6%) sedangkan yang sering mengkonsumsi hanya 4 sampel (13,3%)
dari kelompok kasus. Hal yang sama juga terdapat pada kelompok control yaitu di
dapatkan sampel sebanyak 8 atau 26,7% yang sering mengkonsumsi ikan asin dan
terdapat 22 (73,3%) sampel yang jarang mengkonsumsi ikan asin.
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel χ square p value Odd Rasio
Asupan garamSering
0,937 0,332 0,423Jarang
36
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable asupan garam terhadap
hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 0,937 dan P-value sebesar 0,332 yang
berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara asupan makanan tinggi garam dengan kejadian
hipertensi di wilayah cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru.
Hal ini disebabkan pada daerah cakupan wilayah Puskesmas Guntung Payung
sebagian besar sampel yang diperiksa adalah suku Jawa, dimana mereka tidak
memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan asin. Disamping itu kemungkinan adanya
asupan garam dari jenis makanan lain (selain ikan asin) juga dapat mempengaruhi.
Nilai OR didapatkan 0,423 yaitu pada sampel yang mengkonsumsi ikan asin memiliki
faktor resiko hipertensi yang lebih rendah sebanyak 0,4 kali dibandingkan dengan
sampel yang tidak memiliki kebiasaan mengkonsumsi ikan asin. Ketidaksesuaian
dengan teori disebabkan faktor lain yang mempengaruhi lebih dominan misalnya
usia, serta dalam asupan garam dari jenis makan lain.
Garam merupakan hal yang sangat sentral dalam patofisiologi hipertensi.
HIPERTENSI HAMPIR TIDAK PERNAH DITEMUKAN PADA GOLONGAN
SUKU BANGSA DENGAN ASUPAN GARAM YANG MINIMAL. Apabila
asupan garam kurang dari 3 gram per hari, prevalensi hipertensi beberapa persen saja,
sedangkan apabila asupan garam antara 5-15 gram per hari, prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi
terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Mungkin asupan subjek < 3 gram. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI
37
4.1.7 Faktor Resiko Keturunan/Genetik
Tabel 4.7 Distribusi Sampel Berdasarkan Keturunan Keluarga Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Keturunan HipertensiCase Control Jumlah
N % N %Ada 9 30 6 20 15
Tidak 21 70 24 80 45Total 30 100% 30 100% 60
Ada Tidak0
5
10
15
20
25
30
CaseControl
Gambar 4.7 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Keturunan Keluarga Di Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru Periode Bulan Agustus 2012-Januari 2013
Dari data di atas dapat dilihat bahwa dari kelompok kasus didapatkan sampel
sebanyak 9 kasus atau 30% yang memiliki keturunan untuk terjadinya hipertensi
sedangkan yang tidak memiliki keturunan terdapat sebanyak 21 sampel (70%). Hal
ini sama seperti pada kelompok control yaitu terdapat sebanyak 6 atau 20% sampel
yang memiliki keturunan hipertensi dalam keluarganya dan sebanyak 24 atau 80%
sampel yang tidak memiliki keturunan hipertensi.
38
Tabel 4.8 Hubungan Faktor Resiko Dengan Kejadian Hipertensi Di Puskesmas Guntung Payung Periode Agustus 2012-Januari 2013
Variabel χ square p value Odd Rasio
KeturunanAda
0,355 0,550 1,714Tidak
Berdasarkan tabel 4.8 hasil analisis antara variable keturunan terhadap
hipertensi didapatkan nilai chi square sebesar 0,355 dan P-value sebesar 0,550 yang
berarti lebih besar dibanding nilai alpha (0.05) maka Ha ditolak yaitu tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara keturunan dengan kejadian hipertensi di wilayah
cakupan Puskesmas Guntung Payung Banjarbaru. Nilai OR yang didapat yaitu
sebesar 1,714 hal ini berarti bahwa seharusnya pada sampel yang terdapat faktor
keturunan hipertensi bersiko 1,7 kali untuk menderita hipertensi.
39