Upload
others
View
6
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
153
BAB 5 KESIMPULAN
1. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian secara subyektif (oleh peneliti)
dan obyektif (pendapat responden) maka elemen identitas fisik yang
membentuk dan memperkuat karakter (ciri khas) koridor Jalan Mastrip
diantaranya:
a. Bangunan industri dan perdagangan yang menjadi obyek yang
merepresentasikan nilai kekhasan dan keunikan setempat dalam kegiatan
sosial ekonomi yang ditunjukan melalui tampilan fasadenya yang menjadi
ciri khas koridor Jalan Mastrip sebagai bagian dari kawasan industri dan
perdagangan. Namun secara visual kualitas fisik dari bengunan-bangunan
tersebut belum memberikan pengaruh positif terhadap pengalaman visual
pengamatnya karena belum memiliki penataan pada komposisi fasadenya
sehingga belum memenuhi nilai etetika visual koridor jalan.
b. Elemen Edge berupa area sempadan sungai (Kali Surabaya) yang menjadi
potensi alam yang memberikan keunikan dan keragaman visual pada Jalan
Mastrip diantara padatnya deretan bangunan yang membentuk sisi koridor.
Namun secara visual kondisi fisiknya belum optimal dalam memberikan
pengalaman visual yang estetis bagi pengguna jalan. Dilihat dari nilai
kesejarahannya Kali Surabaya merupakan sarana transportasi darat yang
sangat berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat hingga
saat ini (salah satunya sebagai sarana penyebrangan).
c. Elemen gate yang menjadi titik atau batas yang membedakan antara dua
wilayah yang berbatasan. Elemen ini sangat diperlukan dalam memberikan
kesan pertama pada pengguna jalan bahwa koridor Jalan Mastrip merupakan
entrance Kota Surabaya yang dapat menggambarkan secara singkat kondisi
visual kota tersebut. Sehingga dalam desainnya elemen gate perlu memiliki
sombol-simbol yang mewakili image kota yang dituju (Surabaya) serta
image/ identitas lingkungan setempat (Jalan Mastrip). Namun secara visual
keberadaan elemen gate pada wilayah perbatasan belum terlihat secara jelas
karena strukturnya yang kurang menonjol yang didukung oleh obyek-obyek
154
sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan
tertentu tidak terdapat elemen gate).
d. Elemen nodes dan landmark yang merupakan elemen identitas skala mikro
pada koridor Jalan Mastrip. Skala tersebut dipengaruhi oleh nilai keunikan
bentuk yang hanya bersifat lokal (berbeda dengan obyek di sekitarnya)
namun tidak bersifat kawasan yang lebih luas karena bentuknya memiliki
kesamaan dengan obyek-obyek di tempat lain serta fungsinya yang hanya
bersifat lokal (sebagai orientasi lingkungan setempat) tidak berfungsi secara
luas (sebagai landmark kawasan/ kota). Elemen nodes tersebut berupa
simpul pergerakan yaitu persimpangan jalan-jalan utama dan simpul
aktivitas berupa pasar, sentra PKL dan taman kawasan. Sedangkan elemen
Landmark berupa bangunan-bangunan ibadah (masjid), struktur jembatan &
flyover, dan gate-gate jalan lokal.
2. Elemen 3 dimensional pembentuk ruang koridor Jalan Mastrip terdiri dari
bangunan sebagai elemen ‘dinding’, vegetasi sebagai elemen ‘dinding’ dan
‘atap’, jalur sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki sebagai elemen ‘ lantai’ dan
street furniture sebagai obyek dalam ruang koridor. Masing-masing elemen
tersebut memiliki karakteristik visual yang dijabarkan sebagai berikut:
a. Bangunan sebagai elemen ‘dinding’ dibentuk oleh 5 unsur visual berupa
komposisi fasade, bentuk & gaya bangunan, pemunduran & ketinggian
banguan serta elemen warna dan tekstur bangunan. Berdasarkan hasil
pengamatan dan penilaian secara subyektif dan obyektif, kelima unsur
visual tersebut sebagaian besar memiliki karakteristik yang negatif terhadap
visual ruang koridor Jalan Mastrip karena tingkat individualis yang tinggi
(sesuai selera pemilik bangunan) sehingga menimbulkan variasi/ kontras
yang berlebihan atau kekacauan visual.
b. Vegetasi sebagai elemen ‘dinding’ dibentuk oleh 3 unsur visual berupa
bentuk, warna dan penempatan. Berdasarkan hasil pengamatan dan
penilaian secara subyektif dan obyektif, karakteristik vegetasi yang
dihasilkan 3 unsur visual tersebut belum memenuhi nilai yang estetis serta
aspek teknis karena disebabkan minimnya variasi jenis tanaman yang ada
di ruang koridor Jalan Mastrip serta komposisi penataannya yang masih
155
bersifat alamiah (tanpa perencanaan). Penempatan tanaman tidak mengalai
kontinuitas serta tidak ada komposisi yang memperhatikan aspek irama,
kesatuan dan keseimbangan antar beragam jenis tanaman yang ada.
c. Jalur sirkulasi kendaraan dan pejalan kaki sebagai elemen ‘lantai’ belum
memenuhi kriteria 4C (Conspicious/ Kejelasan, comfortable/ Kenyamanan,
convenient/ Kesesuaian dan Convivial/ Keramahan) baik secara visual
maupun teknis. Belum terpenuhinya kriteria tersebut disebabkan oleh
kondisi fisik yang banyak mengalami kerusakan, desain pola perkerasan
yang kurang atraktif, jalur sirkulasi yang tidak mengalami kontinuitas,
dimensi yang belum memenuhi keleluasaan fisik dan visual serta minimnya
elemen pendukung aktivitas pergerakan tersebut.
d. Street furniture sebagai elemen dalam ruang yang dibentuk secara visual
oleh unsur skala, bentuk/ ornamen, warna. Karakteristik visual yang
dibentuk oleh unsur tersebut sebagian besar belum memenuhi nilai estetika
visual yang estetis. Hal tersebut disebabkan karena minimnya jumlah &
jenis dari obyek street furniture tersebut, desain yang tergolong standar
(tidak mencerminkan image kota yang dituju dan image lingkungan) serta
pola penempatannya yang tidak memenuhi syarat teknis maupun estetika
khususnya street furniture yang menjadi elemen pendukung aktivitas
pejalan kaki seperti tempat sampah, shelter/ halte, boks telepon & surat.
3. Karakteristik dan kualitas visual negatif yang sebagian besar dimiliki oleh
obyek-obyek identitas dan elemen fisik pembentuk ruang koridor jalan tentu
saja memerlukan adanya penataan yang bertumpu pada kaidah estetika visual
ruang koridor jalan. Dalam melakukan penataan koridor Jalan Mastrip sebagai
jalan masuk Kota Surabaya yang memiliki kualitas visual yang estetis dan
memiliki kekhasan visual dibutuhkan beberapa aspek penataan yang masing-
masing memiliki arahan sebagai berikut:
a. Aspek komposisi visual yang estetis (unity, keseimbangan, irama) yang
dicapai melalui:
• Elemen Bangunan:
1. Pada elemen wajah bangunan lebih menonjolkan komposisi horizontal
melalui deretan bukaan (pintu, jendela) yang memanjang horizontal dan
156
elemen atap menggunakan bentuk segitiga (perisai atau pelana) yang
berorientasi ke jalan.
2. Dinding muka bangunan menggunakan warna yang senada pada
lingkaran warna dingin dan menggunakan warna kontras sebagai
penekanan dalam komposisi yang dapat dihadirkan pada papan
reklame. Jarak perubahan irama warna yaitu 180 meter.
3. Menggunakan kesamaan bentuk dan level kantilever, kesamaan level
papan iklan, dan kesamaan garis ornamen.
4. Bangunan perdagangan menonjolkan kesan transparan dengan
pemberian elemen pintu & jendela tembus pandang dan etalase.
Sedangkan bangunan industri menojolkan kesan masif melalui dinding
bangunan yang tertutup minim bukaan.
• Elemen Vegetasi:
1. Menggunakan jenis vegetasi yang beragam seperti tanaman keras,
perdu, semak dan groundcover pada jalur hijau jalan yang disusun
secara mengelompok atau memanjang dengan tanaman keras (pohon
besar) sebagai unsur dominan (focal point) dan tanaman lain (perdu,
semak, groundcover) sebagai unsur pendukung.
2. Jarak dan tanaman pada muka bangunan perdagangan lebih lebar (15-
20 meter) atau tidak menghalangi pandangan ke bangunan atau obyek
komersil. Sedangkan jarak dan komposisi tanaman pada muka
bangunan industri memiliki jarak yang lebih rapat (10 meter) sebagai
penghalang pandang dan sebagai fungsi ekologis (penyerap polusi
industri).
• Elemen jalur kendaraan:
1. Membentuk keleluasaan visual dengan meningkatkan dimensi jalur
sirkulasi kendaraan dari 9,5 meter menjadi 14 meter (Sesuai dengan
kebijakan pemerintah dalam RDTRK UP-Wiyung 2009-2029)
2. Menyesuaikan jari-jari tikungan pada persimpangan-persimpangan
utama menjadi 35 meter dan menertibkan obyek penghalang pandang
sejauh 10 meter dari sudut tikungan.
157
• Elemen Jalur pejalan kaki:
1. Menggunakan desain pola perkerasan jalur pejalan kaki dengan motif
yang atraktif, mengalir dan simple (representasi dari desain yang
modern)
2. Memperlebar dimensi jalur pejalan kaki dengan memanfaatkan
permukaan saluran air buangan/ selokan tertutup dan lebih
memperlebar dimensi jalur pejalan kaki pada muka bangunan industri
3. Menggunakan street furniture dengan warna dan desain (motif &
bentuk) yang memuat simbol identitas lingkungan (Jalan Mastrip) dan
kota yang dituju (Kota Surabaya).
4. Penempatan street furniture seperti tempat sampah, shelter, boks
telepon, boks surat dan lampu jalan mudah terlihat dan terjangkau
secara fisik. Lengan lampu jalan diperpanjang agat cahayanya tidak
terhalang oleh tajuk pohon.
b. Aspek sekuens visual (serial vision) yang dicapai melalui:
• Melakukan penataan terhadap perubahan ketinggian bangunan dengan
urutan perubahan dari yang terendah ke yang tertinggi (klimaks) sebanyak
1 lantai dengan jarak perubahan tiap 180 meter atau sekitar 10 kavling.
• Melakukan penyesuaian kemunduran bangunan pada masing-masing
bangunan dengan ketinggian yang berbeda-beda dan disesuaikan dengan
dimensi kavling yang ada. Kemunduran bangunan yang ideal untuk setiap
ketinggian bangunan dan dimensi kavling dengan melakukan penyesuaian
Sky Exposure Plan yaitu sejauh 7 meter dihitung dari batas DAMIJA atau
sempadan pagar.
• Menggunakan variasi jenis tanaman keras (pohon besar) yang berbeda
pada tiap segmen koridor Jalan Mastrip, mulai dari segmen 1 hingga
segmen 3 dengan rincian sebagai berikut:
- Bagian awal (segmen 1) menggunakan tanaman yang membentuk kesan
ruang terbuka
- Bagian pertengahan (segmen 2) menggunakan tanaman yang
membentuk kesan ruang semi tertutup
158
- Bagian akhir (Segmen 3) menggunakan tanaman yang membentuk
kesan ruang tertutup.
c. Adanya kesinambungan atau kontinuitas visual yang dicapai melalui:
• Peletakan street furniture pada sisi kanan kiri koridor jalan secara linier
mengikuti arah pergerakan koridor jalan tanpa terputus dengan jarak yang
disesuaikan dengan aspek teknis & visual.
• Jalur pejalan kaki menerus tanpa terputus lintasannya dan peniadaan
perbedaan level permukaan dalam satu lintasan.
• Peletakan vegetasi utama pada jalur hijau menerus di sepanjang koridor
jalan.
d. Adanya keunikan dan keragaman visual yang dicapai melalui:
• Menghadirkan elemen gate pada pintu-pintu masuk kota atau jalan lokal
berupa gapura atau pengolahan sudut bangunan yang didukung oleh ruang
luar terpadu.
• Desain Gate sesuai dengan karakter identitas lingkungan setempat serta
menampilkan kekhasan (simbol, arsitektural) kawasan yang dituju.
• Memanfaatkan dan mengolah fisik daerah sempadan sungai yang menjadi
batas ruang koridor jalan sebagai RTH rekreatif dan elemen estetis koridor
jalan melalui penataan elemen softscape dan hardscapenya yang
menyesuaikan dengan karakter lingkungan setempat dan kota.
• Mempertegas bentuk persimpangan dengan mengatur kebebasan pandang
pengamat dan memperkuatnya dengan meberikan obyek landamark
sebagai pusat orientasi, memperkuat keberadaan nodes kawasan yang
berupa aktivitas-aktivitas khusus dengan menata tampilan arsitekturalnya
sesuai dengan karakter setempat serta melakukan penataan taman kawasan
melalui variasi penggunaan elemen softcape dan hardscape yang disusun
dengan prinsip komposisi visual yang estetis (unity, keseimbangan, irama).
dan menyesuaiakan dengan karakteristik lokal dan kota secara
keseluruhan.