Bab 5. Pencemaran Pantai Kota Makassar

Embed Size (px)

DESCRIPTION

paper

Citation preview

  • 5. PENCEMARAN PANTAI KOTA MAKASSAR

    5.1 Beban Pencemaran Perairan Pantai Kota Makassar

    Air merupakan sumberdaya alam yang mempunyai fungsi sangat penting

    bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Dengan perannya yang sangat

    penting, air akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kondisi/komponen lainnya.

    Pencemaran air atau polusi air mempunyai pemahaman yang berbeda beda antara

    satu dengan lainnya mengingat begitu banyak pustaka acuan yang merumuskan

    definisi istilah tersebut, baik dalam kamus atau buku teks ilmiah. Pengertian

    pencemaran air juga didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah, sebagai turunan

    dari pengertian pencemaran lingkungan hidup yang didefinisikan dalam undang-

    undang. Dalam praktek operasionalnya, pencemaran lingkungan hidup tidak

    pernah ditunjukkan secara utuh, melainkan sebagai pencemaraan dari komponen-

    komponen lingkungan hidup, seperti pencemaran air, pencemaran air laut,

    pencemaran air tanah dan pencemaran udara.

    Dalam PP No. 20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air,

    pencemaran air didefinisikan sebagai : pencemaran air adalah masuknya atau

    dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air

    oleh kegiaan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang

    menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1,

    angka 2). Definisi pencemaran air tersebut dapat diuraikan sesuai makna

    pokoknya menjadi 3 (tga) aspek, yaitu aspek kejadian, aspek penyebab atau

    pelaku dan aspek akibat (Setiawan, 2001).

    . Berdasarkan definisi pencemaran air, penyebab terjadinya pencemaran

    dapat berupa masuknya mahluk hidup, zat, energi atau komponen lain ke dalam

    air sehingga menyebabkan kualitas air tercemar. Masukan tersebut sering disebut

    dengan istilah unsur pencemar, yang pada prakteknya masukan tersebut berupa

    buangan yang bersifat rutin, misalnya buangan limbah cair. Aspek

    pelaku/penyebab dapat yang disebabkan oleh alam, atau oleh manusia.

    Pencemaran yang disebabkan oleh alam tidak dapat berimplikasi hukum, tetapi

    Pemerintah tetap harus menanggulangi pencemaran tersebut. Sedangkan aspek

    akibat dapat dilihat berdasarkan penurunan kualitas air sampai ke tingkat tertentu.

  • 76

    Pengertian tingkat tertentu dalam definisi tersebut adalah tingkat kualitas air yang

    menjadi batas antara tingkat tak-cemar (tingkat kualitas air belum sampai batas)

    dan tingkat cemar (kualitas air yang telah sampai ke batas atau melewati batas)

    Adanya berbagai aktivitas di pantai Kota Makassar saat ini menyebabkan

    terjadinya penurunan kualitas lingkungan berupa pencemaran dan kerusakan

    terumbu karang dan perubahan morfologi pantai. Penelitian mengenai

    pencemaran pantai Kota di juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti

    diantaranya yang dilakukan di Teluk Jakarta dimana ditemukan perbedaan tingkat

    pencemaran berbeda dan yang menetukan perbedaan tersebut adalah industri

    (Rochyatun dan Rozak, 2007). Berdasarkan hasil penelitian Monoarfa (2002),

    penyebab menurunnya kualitas perairan Kota Makassar diduga berasal dari tiga

    sumber yang dominan yaitu adanya pemusatan penduduk di Kota, kegiatan

    industri di sekitar Kota Makassar dan kegiatan pertanian di hulu sungai

    Jeneberang serta sungai Tallo. Terpusatnya penduduk kota menghasilkan limbah

    yang cukup besar, baik limbah padat maupun limbah cair. limbah tersebut masuk

    ke Wilayah perairan pantai Makassar dan mengakibatkan pendangkalan pantai

    serta perubahan parameter kualitas air seperti kandungan DO, nilai BOD, nilai

    COD dan munculnya senyawa-senyawa beracun dan eutrofikasi.

    Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, sumber pencemar yang

    terjadi di pantai Kota Makassar bersumber pada aktivitas penduduk, industri,

    wisata dan perhotelan. Sumber-sumber pencemaran tersebut masuk melalui aliran

    sungai Tallo dan Jenneberang serta beberapa kanal yang ada seperti Kanal

    Panampu, Benteng, H Bau dan Jongaya. Bahan-bahan pencemar yang berasal

    dari aktivitas rumah tangga berupa air buangan rumah tangga serta padatan berupa

    sampah yang langsung dibuang ke sungai dan laut. Hal ini juga terjadi pada

    limbah bahan pencemar yang berasal dari aktivitas industri, wisata dan perhotelan

    dapat berupa limbah organik maupun anorganik.

    Perhitungan beban pencemaran ditujukan untuk mengetahui sumber

    pencemaran, jenis bahan pencemar dan besarnya beban pencemaran yang masuk

    ke dalam perairan pantai Kota Makassar. Namun sumber pencemaran tidak

    dibedakan apakah berasal dari non-point source atau point source. Sumber

  • 77

    pencemaran yang dimaksud adalah berasal dari aliran beban pencemara Sungai

    Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal yang masuk ke perairan pantai Kota

    Makassar. Perhitungan beban pencemaran berupa limbah organik (BOD5

    dan

    COD) dan hara (nitrat dan fosfat) diperoleh dari perkalian bulanan debit sungai

    (m3

    Stasiun

    /bulan) dengan konsentrasi parameter di sungai yang telah diukur. Perhitungan

    Beban Pencemaran Pantai yang berasal dari Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo

    dapat dilihat pada Tabel 12 .

    Tabel 12. Beban pencemaran bulanan dari sungai dan kanal di pantai Kota Makassar

    Konsentrasi Beban Limbah (ton/bln) BOD COD 5 NO PO3 4

    S Jenneberang 18.127,93 95.971,39 159,95 1.199,64 S Tallo 7.037,15 23.122,07 20,11 281,49 K Panampu 253,72 15.629,22 30,75 38,26 K Benteng 9,29 379,52 1,61 1,68 KHaji Bau 13,30 482,58 2,22 1,38 K Jongaya 155,03 10.593,62 13,18 42,83 Total 25.596,42 146.178,40 227,82 1.565,28

    Sumber : Hasil olahan Data Primer dan Sekunder 2010

    Beban limbah yang bermuara di pantai kota Makassar berasal dari

    berbagai sumber. Sumbangan terbesar dari limbah yang ada berasal dari aliran

    masuk Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo, kemudian berbagai kanal yang ada

    yakni kanal Panampu, Jongaya, H Bau dan Benteng. Perbedaan loading beban

    limbah yang terjadi umumnya kerena pebedaan debit aliran.

    Gambar 7 komposisi beban limbah BOD5 dan COD berdasarkan aliran sungai

    dan Kanal

  • 78

    Komposisi aliran beban limbah BOD pada total beban limbah terlihat

    bahwa, beban limbah pada aliran sungai Jennebarang memberikan kontribusi

    terbesar dengan 70,82%, kemudian Sungai Tallo, Kanal Jongaya, Kanal

    Panampu, Kanal Haji Bau serta Kanal Benteng dengan nilai kontribusi berturut-

    turut 72,45%, 0,99%, 0,61%, 0,05% serta 0,04%. Adapun komposisi beban

    limbah COD adalah Sungai Jenneberang terbanyak dengan 65,7%, kemudian

    berturut adalah Sungai Tallo 15,8%, Kanal Panampu 10,7%, Kanal Jongaya 7,2%,

    serta Kanal Haji Bau dan dan Kanal Benteng 0,3%.

    Gambar 8 komposisi beban limbah NO3 dan PO4

    Total beban limbah NO

    berdasarkan aliran sungai dan kanal

    3 yang bermuara di kawasan pesisir Kota makassar

    adalah 227.82 ton/bln, dengan komposisi penyumbang terbesar dari aliran beban

    pada Sungai Jenneberang sebesar 70%, kemudian Kanal panampu dengan

    kontribusi 13%, sungai Tallo 9%, Kanal Jongaya 6%, serta Kanal Benteng dan

    Haji Bau masing-masing 1%. Ada sedikit perbedaan dalam kontribusi beban

    limbah untuk parameter NO3, walaupun dengan debit aliran yang sedikit lebih

    kecil Kanal Panampu menyumbang beban limbah yang lebih besar dibandingkan

    dengan Sungai Tallo. Hasil perhitungan beban limbah PO4 di perairan pesisisr

    Kota Makassar adalah 1.565,28 ton/bln. Penyumbang beban limbah terbesar

    adalah sungai Jenneberang, Sungai Tallo, Kanal Jongaya, Kanal Panampu, kanal

    Benteng serta Kanal Haji Bau dengan masing-masing nilai beban adalah 76,6%,

    18,0%, 2, 7%, 2,4% serta 1%. Nilai PO4 pada Sungai Jenneberang ralatif sangat

    tinggi dibandingkan dengan prosentase sumbangan limbah untuk parameter

    lainnya.

  • 79

    5.2 Tingkat Pencemaran Pantai Kota Makassar

    Sumitomo dan Nemerow (1970) dalam Kepmen LH No 115 tahun 2003,

    telah mengusulkan suatu indeks yang berkaitan dengan senyawa pencemar yang

    bermakna untuk suatu peruntukan. Indeks ini dinyatakan sebagai Indeks

    Pencemaran (Pollution Index) yang digunakan untuk menentukan tingkat

    pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan. Indeks ini

    memiliki konsep yang berlainan dengan Indeks Kualitas Air (Water Quality

    Index). Indeks Pencemaran (IP) ditentukan untuk suatu peruntukan, kemudian

    dapat dikembangkan untuk beberapa peruntukan bagi seluruh bagian badan air

    atau sebagian dari suatu sungai. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks

    Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar

    dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan

    tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat

    kehadiran senyawa pencemar. IP mencakup berbagai kelompok parameter

    kualitas yang independent dan bermakna.

    Hasil perhitungan indeks pencemaran di kawasan pantai Kota Makassar

    dapat dilihat pada tabel berikut:

    Tabel 13 Tingkat pencemaran di lingkungan pantai dan kanal Kota Makassar

    Nama Lokasi Stasiun

    IP Rata-rata

    IP Maks

    IP

    Kategori Pencemaran

    Sungai Jenneberang 1,65 5,38 3,98 Tercemar ringan Muara S Jenneberang 1,68 6,26 4,58 Tercemar ringan Tanjung Bunga 2,18 9,94 7,20 Tercemar sedang Pantai losari 2,42 11,11 8,04 Tercemar sedang Pelabuhan 1,42 5,38 3,94 Tercemar ringan Potere 2,29 10,95 7,91 Tercemar sedang Muara S Tallo 2,51 11,37 8,23 Tercemar sedang S Tallo 1,22 2,99 2,28 Tercemar ringan K Panampu 2,56 8,90 6,55 Tercemar sedang K Benteng 2,52 9,59 7,01 Tercemar sedang K H Bau 2,47 9,76 7,12 Tercemar sedang K Jongaya 2,68 8,03 5,98 Tercemar sedang

    Sumber : Data Primer yang Diolah 2010

    Beberapa parameter yang dijadikan perhitungan dalam indeks

    pencemaran pantai Kota Makassar adalah pH, BOD, COD, DO, PO4 dan NO3.

  • 80

    Nilai dari enam parameter tersebut ditrasformasikan dalam suatu nilai tunggal

    yakni indeks pencemaran. Tujuan perhitungan Indeks adalah untuk

    menyederhanakan informasi sehingga dalam menyajikan kualitas suatu perairan

    cukup disajikan dalam suatu nilai tunggal, sehingga dapat dibandingkan antara

    kualitas suatu perairan dan juga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan

    dalam pengelolaan pantai. Jadi status lingkungan hidup dengan melihat indeks

    pencemaran yang ada akan memberikan informasi secara keseluruhan status

    ketercemaran lingkungan perairan dengan lebih sederhana dan cepat. Namun bila

    mengukur secara akurat status lingkungan tersebut dapat dilakukan dengan

    melihat kondisi perairan dengan standar baku mutu yang diperuntukkan, baik

    untuk kegiatan budidaya, wisata ataupun peruntukkan lainnya. Dengan demikian

    akan berbeda penilaian status lingkungan bergantung pada peruntukkan

    pengukurannya

    Dari nilai indeks pada tabel 13, terlihat bahwa secara umum lingkungan

    pantai kota Makassar telah mengalami pencemaran. Indeks pencemaran dengan

    kategori sedang terdapat pada semua kanal yang ada serta Pantai Losari ,Tanjung

    Bunga dan Potere. Kanal-kanal yang ada di Kota Makassar umumnya memiliki

    tingkat indeks pencemaran cukup tinggi karena umumnya melintasi daerah

    perkotaan dengan populasi yang tinggi sehingga tentu akan membawa beban

    limbah yang besar. Hal ini tentunya tidak terlepas dari masih kurangnya tingkat

    kesadaran penduduk yang membuang sampah atau mengalirkan limbah langsung

    ke aliran kanal. Walaupun demikian untuk beberapa stasiun pengukuran terdapat

    nilai indeks pencemaran dengan taraf tercemar ringan yakni Sungai Jenneberang,

    Sungai Tallo dan perairan sekitar pelabuhan.

    5.3 Kapasitas Asimilasi Perairan Pantai Kota Makassar

    Nilai kapasitas asimilasi di perairan pantai Makassar dalam penilitian ini

    dihitung secara tidak langsung sesuai yang disarankan oleh Dahuri (1999) bahwa

    Pendugaan kapasitas asimilasi perairan pantai dalam menampung limbah

    menggunakan metode hubungan antara konsentrasi limbah pada muara dan beban

    limbah. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik

    hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di perairan pantai

  • 81

    dengan limbah parameter tersebut di muara sungai dan selanjutnya dianalisis

    dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut

    Nilai hasil pengukuran parameter kualitas perairan pantai Kota Makassar

    kemudian dibandingkan dengan nilai baku mutu air laut menurut KepMen LH

    No. 51. Tahun 2003. Apabila kapasitas asimilasi telah terlampaui, berarti beban

    yang masuk ke perairan pantai tergolong tinggi. Hal ini ditandai oleh konsentrasi

    parameter pada saat pengukuran yang telah melebihi nilai ambang baku mutu air

    laut. Sebaliknya apabila kapasitas asimilasi belum terlampaui, berarti beban

    limbah masih rendah dan bahan-bahan yang masuk ke perairan pantai telah

    mengalami proses-proses difusi. Nilai pengukuran kapasitas asimilasi perairan

    sekitar pantai Kota Makassar dapat dilihat pada gambar 9 dan 10.

    Gambar 9 Kapasitas asimilasi BO5Berdasarkan hasil pengukuran parameter-paramater limbah cair yang

    masuk ke parairan pantai Kota Makassar diperolah hasil bahwa secara umum

    bervariasi antara berbagai parameter. Parameter limbah belum melampaui

    kapasitas asimilasi karena mempunyai nilai konsentrasi yang belum melewati

    batas baku mutu air yang diperkenankan adalah BOD

    dan COD di pantai Kota Makassar

    5. Hasil perhitungan regresi

    antara loading beban limbah pada aliran sungai dan kanal dengan konsntrasi

    BOD5 di muara ditemukan bahwa nilai daya tampung beban asimilasi adalah

    83.269,32 ton/bln. Hasil perhitungan regresi antara loading beban limbah pada

  • 82

    aliran sungai dan kanal dengan konsentrasi COD di daerah muara didapatkan

    kapasitas asimilasi beban limbah adalah 142.718 ton/bulan. Hal ini

    mengindikasikan bahwa loading beban COD di perairan pantai kota Makassar

    telah melewati batas kemampuan

    Hasil pengukuran kapasitas asimilasi beban limbah NO3 di perairan pesisir

    Kota Makassar dengan metode regresi, adalah 234,4 ton/bln. Berdasarkan hasil

    tersebut maka loading beban NO3 untuk peraiaran pantai Kota Makassar telah

    melewati kemampuan kapasitas asimilasi perairan. Kondisi perairan pantai kota

    Makassar juga telah melewati batas baku mutu dan kemampuan asimilasinya

    untuk beban pencemaran parameter PO4, hal ini berdasarkan perhitungan regresi

    kaspasitas asimilasi PO4

    Gambar 10 Kapasitas asimilasi NO

    yang didapatkan 503,6 ton/bln

    3 dan PO4Berdasarkan kondisi pantai kota Makassar, terlihat bahwa letak Pantai

    berhubungan langsung dengan perairan laut terbuka yakni Selat Makassar.

    Kondisi ini pada dasarnya dapat mengurangi efek pencemaran yang ditimbulkan

    oleh limbah yang masuk ke parairan pantai, yakni dengan terjadinya pergerakan

    massa air kearah laut lepas, akan tetapi posisi Tanjung Bunga, Pulau Lae-lae dan

    Barrier yang berada tepat di depan Pelabuhan Soekarno-Hatta memposisikan

    pantai ini dalam keadaan semi tertutup sehingga sirkulasi air ke laut lepas tidak

    berlangsung cepat. Jadi secara tdk langsung juga dapat memperlambat flushing

    di pantai Kota Makassar

  • 83

    time dari perairan pantai. Kondisi yang sama di jumpai juga pada daerah pantai

    losari dimana terdapat laguna akibat reklamasi pantai Losari.

    Dampak pencemaran dapat berkurang karena adanya proses alami yakni

    proses asimilasi selain itu tingkat pencemaran dapat dikurangi dengan intervensi

    manusia seperti pembuatan instalasi pengolahan limbah. Hal ini tengah

    diupayakan oleh pemerintah Kota Makassar dengan membangun sistem instalasi

    pengolahan limbah terpadu yang mampu menampung aliran beban limbah dari

    penduduk kota Makassar. Sistem IPAL rencananya akan dibangun saat ini

    dengan insvestasi sebesar 407 milyar. IPAL ini diharapkan dapat mengurangi

    dampak pencemaran, sebab semua beban limbah akan ditampung dan diproses

    untuk selenjutnya akan dibuang diperairan pantai apabila sudah memenuhi

    estndar baku mutu dan tidak berbahaya bagi lingkungan (Pemkot Makassar,

    2011). Efektifitas kerja dari IPAL Menurut Marsono (1998) unit pengolah limbah

    mampu menurunkan bahan pencemar organik antara 30 85%. Septik tank

    dengan waktu detensi 2 hari akan mampu menurunkan pencemar organik (BOD)

    sekitar 43 47%. IPAL dengan sistem activated sludge convensional akan

    mampu menurunkan pencemar organik (BOD) sebesar 80 85%. Kolam dapat

    berfungsi sebagai primary sedimentation tank akan mampu menurunkan

    pencemar organik (BOD) sebesar 30 40%.

    5.4 Hubungan Pencemaran Perairan dan Perikanan

    Berdasarkan analisis kesesuai lahan dan daya dukung, di perairan pantai

    kota Makassar terdapat beberapa area yang dipat dijadikan lokasi perikanan.

    Untuk itu perlu diketahui bagaimana pengaruh dar berbagai parameter kualitas air

    terhadap aktivitas perikanan, terutama budidaya KJA dan rumput laut. Gambaran

    tentang kondisi beberapa parameter kualitas air di perairan pantai Kota Makassar

    adalah sebagai berikut:

    5.4.1 Suhu

    Hasil pengukuran suhu pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa

    suhu di perairan Pantai Kota Makassar berkisar antara 28,6-31,30C. Suhu terendah

    terdapat pada perairan sekitar Pelabuhan Soekarno-Hata dan tertinggi terdapat

    pada beberapa stasiun diantaranya Tanjung Bungan dan Muara Sungai Tallo,

  • 84

    sedangkan suhu perairan rata-rata pada stasiun pengukuran adalah 30,44 0C.

    Fluktuasi dan variasi suhu perairan dipengaruhi berbagai faktor terutama oleh

    intensitas sinar matahari

    Gambar 11 Sebaran suhu pada berbagai stasiun pengamatan

    Kisaran nilai paramater suhu pada stasiun-stasiun pengukuran masih

    berada dalam toleransi untuk mendukung kehidupan biota (ikan/rumput laut).

    Berdasarkan acuan baku mutu (Kepmen LH No 51 Tahun 2004 lampiran III)

    untuk kehidupan biota/ kegiatan budidaya laut kisaran suhu air masih

    diperbolehkan < 20C dari suhu alami. Suhu Nybakken (1988) menjelaskan bahwa

    suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses

    kehidupan dan penyebaran organisme. Kaidah umum menyebutkan bahwa reaksi

    kimia dan biologi air (proses fisiologis) akan meningkat 2 kali lipat pada kenaikan

    temperatur 100 C, selain itu suhu juga berpengaruh terhadap penyebaran dan

    komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan

    adalah antara 18-30 oC. Selain itu di dukung oleh pernyataan Nontji (1984) Tiap

    organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan

    suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme perairan. Oleh karena

    itu suhu merupakan salah satu faktor fisika perairan yang sangat penting bagi

    kehidupan organisme atau biota perairan. Secara umum suhu berpengaruh

    langsung terhadap biota perairan berupa reaksi enzimatik pada organisme dan

    tidak berpengaruh langsung terhadap struktur dan disperse hewan air.

    Berdasarkan hal tersebut maka suhu perairan di Pantai Kota Makassar dapat

  • 85

    mendukung dan memungkinkan untuk kegiatan budidaya termasuk KJA dan

    rumput laut

    5.4.2 pH pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe

    dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. Selain itu, ikan dan

    makhlukmakhluk lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan

    diketahuinya nilai pH, kita dapat mengetahui apakah air tersebut sesuai atau tidak

    untuk menunjang kehidupan mereka. Nilai pH suatu perairan memiliki ciri yang

    khusus, adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur

    adalah konsentrasi ion hidrogen. Dengan adanya asam-asam mineral bebas dan

    asam karbonat menaikkan pH, sementara adanya karbonat, hidroksida dan

    bikarbonat dapat menaikkan kebasaan air.

    Hasil pengukuran nilai derajat keasaman (pH) perairan Pantai dan sungai

    di sekitar Kota Makassar berkisar antara 6,93 8,4 dengan nilai rata-rata 7,58.

    Hal ini menunjukkan bahwa perairan pantai dan sungai cenderung bersifat basa.

    Kondisi ini diperkirakan karena massa air yang dibawa oleh sungai Jenneberang

    dan sungai Tallo banyak melewati pegunungan dan bukit kapur sebelum bermuara

    ke pantai, terutama perairan sungai Tallo yang mana nilai pH tertinggi ditemukan

    yakni 8,4.

    Gambar 12 Sebaran pH pada berbagai stasiun pengamatan

    Kisaran nilai paramater pH pada stasiun-stasiun pengukuran masih

    berada dalam toleransi untuk mendukung kehidupan biota, kecuali pada stasiun

  • 86

    kanal Panampu yang mepunyai nilai pH relatif rendah yakni 6,92 . Berdasarkan

    acuan baku mutu (Kepmen LH No 51 Tahun 2004 lampiran III) untuk kehidupan

    biota bahwa kisaran yang diperbolehkan antara 7-8,5 dan diperbolehkan terjadi

    perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. Kisaran nilai yang aman bagi biota

    perairan juga dikemukakan oleh Novotny dan Olem dalam Effendi 2003 bahwa

    sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai pH

    dalam kisara 7-8,5

    Ada 2 fungsi dari pH yaitu sebagai faktor pembatas, setiap organism

    mempunyai toleransi yang berbeda terhadap pH maksimal, minimal serta optimal

    dan sebagai indeks keadaan lingkungan. Batas toleransi organisme terhadap pH

    bervariasi tergantung pada suhu air, oksigen terlarut, adanya berbagi anion dan

    kation serta jenis organisme. Bengen et.al (1994) menyatakan bahwa pH pada

    perairan laut selalu dalam keadaan keseimbangan, karena ekosistem laut

    mempunyai kapasitas penyangga yang mampu mempertahankan kisaran nilai pH.

    Dengan demikian dapat dikatakan pH perairan di lokasi penelitian masih dapat

    mendukung aktivitas budidaya

    Table 14 Pengaruh pH terhadap komunitas biologi perairan

    Nilai pH Pengaruh Umum

    6,0 6,5 Keanekaragaman plankton dan bentos sedikit menurun Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas tidak mengalami

    perubahan

    5,5 6,0 Penurunan nilai keanekaragaman plankton dan benthos semakin tampak

    Kelimpahan total, biomassa dan produktivitas belum mengalami perubahan yang berarti

    Alga hijau berfilamen semakin banyak

    5,0 5,5 Penurunan nilai keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin tampak

    Terjadi penurunan Kelimpahan total, biomassa zooplankton dan benthos

    Alga hijau berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat

  • 87

    4,5 5,0 Penurunan nilai keanekaragaman dan komposisi jenis plankton, perifiton dan benthos semakin besar

    Penurunan kelimpahan total dan biomassa zooplankton dan benthos Alga berfilamen semakin banyak Proses nitrifikasi terhambat

    Sumber : Modifikasi Baker et al., 1990 in effendi 2003

    5.4.3 Salinitas Salinitas merupakan gambaran jumlah garam dalam suatu perairan

    (Dahuri, et al, 1996). Salinitas pada umumnya dinyatakan sebagai berat jenis

    (specific gravity), yaitu rasio antara berat larutan terhadap berat air murni dalam

    volume yang sama Sebaran salinitas di air laut dipengaruhi oleh berbagai faktor

    seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji, 1987).

    Berdasarkan pengukuran salinitas didapatkan nilai yang bervariasi antara

    stasiun ,salinitas yang terukur berada pada kisaran yang cukup lebar antara 2 35

    ppm dengan nilai rata-rata 22,75 ppm (gambar 16). Kondisi ini bergantung pada

    lokasi pengukuran, nilai terendah 2 ppm ditemukan pada stasiun kanal benteng

    dan H Bau, sementara tertinggi di sekitar pelabuhan Makassar. Pengukuran nilai

    salinitas pada perairan pantai selain sungai dan muara ditemukan nilai fariasi yang

    kecil antara 30 35 ppm. Kondisi ini terkait dengan sifat dari suatu lingkungan

    pesisir yang dinamis karena dipengaruhi oleh adanya pasang surut. Nybakken

    (1992) menyatakan bahwa daerah pesisir (litoral) merupakan perairan yang

    dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu tinggi

    Variasi salinitas selain dipengaruhi oleh aliran sungai yang masuk pada

    perairan pantai juga dipearuhi oleh penguapan dan curah hujan. Organisme yang

    hidup diperairan pesisir cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan

    salinitas sampai dengan 15 . Salinitas mempunyai peran penting dan memiliki

    ikatan erat dengan kehidupan organisme perairan termasuk ikan, dimana secara

    fisiologis salinitas berkaitan erat dengan penyesuaian tekanan osmotik ikan

    tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kadar salinitas pada lokasi

    penelitian dapat mendukung kegiatan budidaya (mengacu pada standur baku mutu

    Kepmen LH No 51 Tahun 2004)

  • 88

    Gambar 13 Sebaran kadar salinitas pada berbagai stasiun pengamatan

    5.4.4 Oksigen Terlarut (DO)

    Dalam badan air oksigen ditemukan dalam bentuk oksigen terlarut dan

    berbentuk gelembung yang berukuran mikroskopik diantara molekul-molekul air.

    Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari proses fotosintesis oleh fitoplankton

    dan tumbuhan air lainnya serta difusi dari udara (APHA 1989). Difusi oksigen

    dari atmosfer ke perairan berlangsung relatif lambat walaupun terjadi pergolakan

    massa air, sehingga sumber oksigen terlarut yang berasal dari difusi oksigen

    hanya sekitar 35 % (Effendi 2003).

    Peranan Oksigen terlarut ini sangat penting bagi kehidupan organisme

    untuk pernapasan dan mengoksidasi bahan organik didalam tambak. Pencemaran

    limbah organik dapat menyebabkan menurunnya kandungan oksigen terlarut

    dalam perairan (Connel dan Miller 1995 in Efendi 2003). Peranan oksigen terlarut

    juga diungkapkan oleh Salmin (2000) yang meyatakan bahwa (Oksigen terlarut

    (Dissolved Oxygen =DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan,

    proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi

    untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan

    untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber

    utama oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara

    bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut.

    Variasi nilai parameter DO juga ditentukan oleh suhu dan aktivitas fotosintesa

    dalam perairan (Imam and El Baradei, 2009). Kadar oksigen juga berfluktuasi

    secara harian (diurnal) dan musiman, bergantung pada pencampuran (mixing) dan

  • 89

    pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah

    (effluent) yang masuk ke badan air (Effendi, 2003). Hal ini mengindikasikan

    bahwa kadar konsentrasi DO dalam perairan, termasuk di sungai-sungai dan

    kanal-kanal yang ada di kota Makassar sangat dipengaruhi oleh banyak faktor

    penentu

    Berdasarkan hasil pengukuran konsentrasi DO pada perairan di sekitar

    pantai Kota Makassar, ditemukan nila konsentrasi dengan rentang yang cukup

    lebar yakni 2,4 7,8 mg/l, dengan nilai rata-rata 5,27 mg/l. Nilai DO terendah

    didapatkan di perairan kanal Jongaya dan tertinggi di sekitar sekitar perairan

    pelabuhan. Nilai oksigen yang rendah sangat membahayakan karena Oksigen

    terlarut merupakan salah satu komponen penting dalam kehidupan biota, karena

    diperlukan untuk pernapasan dan proses metabolism. Dalam kondisi oksigen

    yang rendah dapat mengakibatkan kematian bagi organism dan disisi lain bila

    berada dalam kondidi optimum dapat meningkatkan rasio pertumbuhan dari ikan.

    Gambar 14 Sebaran kadar DO pada berbagai stasiun pengamatan

    Secara umum level oksigen terlarut yang direkomendasikan dalam

    perairan minimal 5 mg/l, karena dibawah level tersebut dapat mengakibatkan

    stress bahkan kematian. Huguenin and colt (1989) merekomendasikan untuk ikan

    laut kadar oksigen terlarut >6 mg/l. Linsley dan Franzini (1995) menyatakan

    bahwa keseimbangan oksigen terlarut juga akan berpengaruh pada biota dalam

    air. Organisme tingkat tinggi pada badan air selalu membutuhkan terpeliharanya

    kondisi aerob. Ikan dan biota air lainnya hanya dapat hidup pada kondisi kadar

  • 90

    oksigen terlarut (DO = dissolved oxygen) dalam air di atas 3-4 mg/lt. Variasi level

    oksigen dalam perairan dikelompokkan Menurut Lee et al. (1978) bahwa

    kandungan oksigen terlarut pada suatu perairan dapat digunakan sebagai indikator

    kualitas perairan dan terbagi dalam empat kategori, yaitu: 1) kadar oskigen

    terlarut > 6 mg/l kategori tidak tercemar sampai tercemar sangat ringan; 2) kadar

    oskigen terlarut antara 4.5 6.4 termasuk kategori tercemar ringan; 3) kadar

    oksigen terlarut 2.0 4.4 mg/l termasuk kategori tercemar sedang; dan 4) kadar

    oksigen terlarut < 2.0 termasuk kategori tercemar berat. Jadi dengan melihat nilai

    parameter DO yang terukur, dapat dikatakan bahwa perairan sekitar Pantai

    Makassar dapat mendukung kegiatan budidaya perikanan, kecuali pada stasiun

    Sungai Tallo dan semua kanal, terkecuali untuk beberapa jenis ikan tertentu yang

    mempunyai kemampuan toleransi DO yang rendah

    5.4.5 BOD (Biological Oxygen Demand)

    Kebutuhan oksigen biokimia (BOD) adalah parameter yang

    menunjukkkan besarnya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk

    menguraikan bahan organik dalam proses dekomposisi secara kimia Boyd (1982)

    in Adnan (2008). Selain itu nilai BOD dapat digunakan sebagai indikator adanya

    Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya

    oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik,

    pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik

    ini digunakan oleh organism sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari

    proses oksidasi (Pescod,1973). Parameter BOD, secara umum banyak dipakai

    untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat

    penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara.

    Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang

    menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme

    selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu

    perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam.

    Parameter ini merupakan salah satu parameter kunci dalam pemantauan

    pencemaran laut, khususnya pencemaran bahan organik mudah urai (Samawi,

    2007),

  • 91

    pencemaran dalam suatu perairan. Tingkat pencemaran suatu perairan dapat

    dilihat berdasarkan nilai BOD5 dan terbagi dalam 4 (empat) kategori (Lee et

    al.1978) : (1). Nilai BOD5 < 2.9 mg/l termasuk kategori tidak tercemar; (2) nilai

    BOD5 antara 3,0 5.0 mg/l termasuk kategori tercemar ringan; (3) nilai BOD5

    antara 5.1 14.9 mg/l termasuk kategori tercemar sedang; dan (5) nilai BOD5 >

    15 mg/l termasuk kategori tercemar berat

    Gambar 15 Sebaran kadar BOD5

    5.4.6 COD (Chemical Oxygen Demand)

    pada berbagai stasiun pengamatan

    Nilai BOD perairan dipengaruhi oleh suhu, densitas plankton, keberadaan

    mikroba, serta jenis dan kandungan bahan organik (Effendi, 2003). Berdasarkan

    pengukuran nilai BOD didapatkan nilai yang bervariasi antara stasiun dan berada

    pada kisaran antara 2,4 9,0 mg/l dengan rata-rata 5,55 mg/l. Menurut Jeffries

    dan Mills, 1996 dalam Effendi 2003, Pada perairan alami yang berperan sebagai

    sumber bahan organik adalah pembusukan tanaman dan memiliki nilai BOD

    antara 0,5 7,0 mg/liter. Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 mg/liter

    dianggap telah mengalami pencemaran. Mengacu pada nilai baku mutu yang

    dipersyaratkan untuk kegiatan budidaya, BOD pada perairan pantai Kota

    Makassar masih belum mengalami pencemaran karena masih berada di bawah 20

    mg/l. Jadi dapat simpulkan bahwa kondisi perairan Kota Makassar dapat

    mendukung kegiatan budidaya KJA dan rumput laut.

    COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan buangan yang

    ada dalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia baik yang dapat didegradasi

  • 92

    secara biologis maupun yang sukar didegradasi. Bahan buangan organik tersebut

    akan dioksidasi oleh kalium bichromat yang digunakan sebagai sumber oksigen

    (oxidizing agent) menjadi gas CO2 dan gas H2O serta sejumlah ion chrom.

    Gambar 16 Sebaran kadar COD pada berbagai stasiun pengamatan

    Jika pada perairan terdapat bahan organik yang resisten terhadap degradasi

    biologis, misalnya tannin, fenol, polisacharida dan sebagainya, maka lebih cocok

    dilakukan pengukuran COD daripada BOD. Kenyataannya hampir semua zat

    organik dapat dioksidasi oleh oksidator kuat seperti kalium permanganat dalam

    suasana asam,diperkirakan 95% - 100% bahan organik dapat dioksidasi. Seperti

    pada BOD, perairan dengan nilai COD tinggi tidak diinginkan bagi kepentingan

    perikanan dan pertanian.

    Parameter COD menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk

    mengoksidasi seluruh bahan organik, baik yang mudah urai maupun yang sulit

    terurai. Bahan organik mudah urai umumnya berasal dari limbah domestik atau

    pemukiman, sedangkan yang sukar terurai umumnya berasal dari dari limbah

    industri, pertambangan dan pertanian Berdasarkan hasil pengukuran pada stasiun

    pengamatan,didapatkan nilai COD antara 22 164 mg/l, dengan rata-rata 60,48

    mg/l. Dalam baku mutu air laut menurut Kep. MenLH No.2 Th 1988 nilai COD <

    30 mg/l. Selain itu menurut acuan dari (UNESCO/WHO/UNEP, 1992) nilai COD

    pada perairan yang tidak tercemar biasanya kurang dari 20 mg/liter, sedangkan

    pada perairan tercemar dapat lebih 200 mg/liter. Jadi sebaran nilai COD di sekitar

    perairan pantai Kota Makassar menggambarkan perairan tersebut telah tercemar,

  • 93

    selain itu tidak dimungkinkan untuk melakukan aktivitas budidaya kerena nilainya

    telah melewati baku mutu yang dipersyaratkan

    5.4.7 Nitrat (NO3 Nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan juga

    sebagai sumber pertumbuhan tanaman air dan algae. Nitrat (NO

    )

    3-N) mudah larut

    dalam air dan bersifat stabil (Effendi 2003). Senyawa amoniak yang terdapat

    pada air laut merupakan hasil reduksi senyawa nitrat oleh mikroorganisme.

    Meningkatnya konsentrasi amoniak dalam air laut erat kaitannya dengan

    masukknya bahan organik yang mudah urai (Samawi, 2007). Nitrogen sebagai

    nitrat dibutuhkan phytoplankton untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya

    (Nybakken, 1988). Nitrogen dalam bentuk anorganik yang berguna bagi tumbuh-

    tumbuhan adalah nitrat.

    Terbentuknya senyawa-senyawa nitrat disebabkan oleh proses

    perombakan material yang mengandung nitrogen dalam batuan mikroorganisme

    (Raymont,1993) Senyawa ammonia (NH3-N) merupakan senyawa beracun bagi

    kehidupan biota laut. Bersama dengan nitrit dapat menjadi indikator adanya

    pencemaran terutama yang disebabkan oleh bahan organik. Salah satu yang

    menyebabkan adanya kedua senyawa ini di dalam air laut adalah terhambatnya

    proses dekomposisi bahan organik. Keberadannya sering berfluktuasi tergantung

    kadar oksigen terlarut selain itu juga pH dan suhu mempengaruhi. Nitrat terbentuk

    dari proses nitrifikasi, proses oksidasi dari NO2 ke NO3

    Pengukuran kadar nitrat pada lokasi penilitian didapatkan nilai yang

    bervariasi antara 0,002 0,950 mg/l, dengan rata-rata 0,390 mg/l. Bila mengacu

    pada standar baku mutu kualitas air menurut Kepmen LH No 51 Tahun 2004

    di dilakukan oleh bakteri.

    Dalam sistem tropic, proses denitrifikasi terjadi secara intensif pada area:(a)

    tempat terjadinya akumulasi detritus; (b) di dalam badan air tempat terjadinya

    loading nutrient dari proses pencemaran; (c) dalam badan air yang dengan

    residence time yang lama; dan (d) dalam ekosistem lahan basah yang dikeringkan

    secara periodic, yang mana masukan oksigen secara peridik menstimulasi

    mineralisasi-nitrifikasi-denitrifikasi bersama sedimen yang kaya bahan organik

    (Furnas, 1992)

  • 94

    bahwa nilai nitrat yang diperbolehkan 0,008 mg/l, maka perairan pantai Kota

    Makassar telah mengalami pencemaran. Nilai nitrat di lokasi yang lebih tinggi

    dari baku mutu yang ada dapat disebabkan oleh oksidasi ammonia yang tidak

    sempurna. Kandungan nitrat (NO3-N) yang terdapat dalam suatu perairan, dapat

    dikelompokkan berdasarkan tingkat kesuburannya, yaitu perairan oligotrofik

    mempunyai kandungan nitrat (NO3-N) antara 0 1 mg/l, perairan mesotrofik

    mempunyai kandungan nitrat (NO3-N) antara 1 5 mg/l, dan perairan eutrofik

    mempunyai kandungan nitrat (NO3-N) antara 5 50 mg/l (Volenweider dan

    Wetzel 1975 diacu dalam Effendi 2003).

    Gambar 17 Sebaran kadar NO3

    Nitrat merupakan salah satu senyawa hasil senyawa hasil sampingan dari

    proses perombakan bahan organik yang bersifat racun bagi udang. Tingkat

    keracunannya semakin meningkat jika nilai pH nya 9 (Asbar, 2007) . Apabila

    pada berbagai stasiun pengamatan

    Menurut Kristianto (2002), tumbuhan dan hewan yang telah mati akan

    diuraikan proteinnya oleh organisme pembusuk menjadi amoniak dan senyawa

    amonium. Nitrogen dalam kotoran dan air seni akan berakhir menjadi amonia

    juga. Jika amonia diubah menjadi nitrat maka akan terdapat nitrit dalam air. Hal

    ini terjadi jika air tidak mengalir, khususnya di bagian dasar. Nitrit amat beracun

    di dalam air, tetapi tidak bertahan lama.Kandungan nitrogen di dalam air

    sebaiknya di bawah 0,3 ppm. Kandungan nitrogen diatas jumlah tersebut

    mengakibatkan ganggang tumbuh dengan subur. Jika kandungan nitrat di dalam

    air mencapai 45 ppm maka berbahaya untuk diminum

  • 95

    suatu perairan menunjukkan kadar nitrat lebih dari 5 mg/l ( > 5 mg/l), maka

    perairan tersebut mengalami pencemaran limbah antropogenik yang berasal dari

    aktivitas manusia dan sisa kotoran hewan. Kadar nitrat (NO3

    5.4.8 Fosfat (PO4)

    -N) yang lebih dari 2

    mg/l dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan, yang

    selanjutnya dapat menstimulir pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat

    (blooming). Pada perairan yang menerima limpasan air dari daerah pertanian yang

    banyak mengandung pupuk, maka kadar nitrat dapat mencapai 1.000 mg/l (Davis

    dan Cornwell, 1991 diacu dalam Effendi 2003).

    Keberadaan fosfor di laut dalam bentuk yang beragam dan terutama

    sebagai ortofosfat anorganik (PO4

    ) yang secara sederhana disebut fosfat. Fosfor

    sebagai fosfat dibutuhkan oleh phytoplankton untuk pertumbuhan dan

    perkembangbiakannya (Nybakken, 1988). Fosfor yang telah diserap oleh sel

    merupakan bagian dari komponen struktural sel dan berperan pula dalam proses

    pengalihan energi dalam sel. Senyawa fosfat adalah suatu zat hara yang dapat

    menunjukkan kesuburan perairan dan dibutuhkan dalam pertumbuhan dan

    perkembangan hidup biota perairan. Fosfat dalam air atau air limbah ditemukan

    dalam bentuk senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organik. Fosfor tidak

    ditemukan dalam keadaan bebas di alam dan hamper selalu terjadi dalam kesatuan

    yang telah dioksidasi sepenehnya sebagai fosfat (Rilley and Skirow, 1975)

    Gambar 18 Sebaran kadar PO4 pada berbagai stasiun pengamatan

  • 96

    Pengukuran kadar fosfat pada lokasi penelitian didapatkan nilai yang

    bervariasi antara 0,21 0,663 mg/l, dengan rata-rata 0,33 mg/l. Berdasarkan

    kadar fosfat, perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : perairan oligrotofik

    yang mempunyai kadar fosfat 0.003 0.01 mg/l, perairan mesotrofik mempunyai

    kadar fosfat 0.011 0.031 mg/l dan perairan eutrofik mempunyai kadar fosfat

    0.031 0.1 mg/l (Wetzel 1975 in Effendi 2003). Nilai fosfat yang diperkenankan

    dalam standar baku mutu hanya 0,015 mg/l. Jadi perairan disekitar pantai kota

    Makassar telah melewati batas baku mutu. Dari kadar fosfat yang ditemukan

    diperairan yang kondisi rata-rata berada diatas baku mutu perairan, maka potensi

    untuk terjadinya blooming plankton dapat terjadi. Hal ini dimungkinkan karena

    kadar fosfat sangat dibutuhkan oleh phytoplankton untuk pertumbuhan dan

    perkembangbiakannya.

    Dalam air limbah, senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk,

    industri dan pertanian yang masuk ke laut melalui sungai. Fosfat (PO4

    Daya dukung lingkungan sangat erat kaitannya dengan kapasitas asimilasi

    dari lingkungan yang menggambarkan jumlah limbah yang dapat dibuang ke

    dalam lingkungan tanpa menyebabkan polusi (UNEP, 1993). Jadi terdapat

    hubungan antara pencemaran dan fluktuasi daya dukung. Menurut PPLKPL-

    KLH/FPIK IPB (2002) konsep daya dukung didasarkan pada pemikiran bahwa

    lingkungan memiliki kapasitas maksimum untuk mendukung suatu

    pertumbuhan organisme. Mengacu pada konsep ini, maka daya dukung

    merupakan tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara

    berkesinambungan tanpa menimbulkan kerusakan sumberdaya dan lingkungan.

    Dengan demikian jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau

    ekosistem yang dapat diabsorpsi oleh suatu kawasan atau zona tanpa

    )

    merupakan faktor pembatas produktivitas plankton dan pertumbuhan tanaman air.

    Dampak dari fosfat pada perairan salah satunya adalah dapat mengakibatkan

    blooming alga (Muller and Helsel, 1999). Secara umum pengaruh posfat tidak

    tidak mengakibatkan racun bagi hewan maupun manusia, tapi dapat mengganggu

    pencernaan bila berada dalam konsentrasi yang sangat tinggi

    5.5 Pencemaran dan Daya Dukung Lingkungan Pantai Kota Makassar

  • 97

    menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik dan tingkat

    kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem

    terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya pengguna lain dalam waktu

    bersamaan.

    Konsep daya dukung ini dikembangkan terutama untuk mencegah

    kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan sehingga

    kelestarian, keberadaan, dan fungsinya dapat tetap terwujud dan pada saat yang

    bersamaan, masyarakat atau pengguna sumberdaya tersebut akan tetap berada

    dalam kondisi sejahtera dan atau tidak dirugikan (Intergenerational Welfare).

    Konsep dan penghitungan terhadap daya dukung sumberdaya alam dan

    lingkungan juga awalnyadigunakan untuk mempelajari pertumbuhan populasi

    dalam suatu unit ekologis (ekosistem). Sebagai contoh dari beberapa penilaian

    yang umum dilakukan terhadap penghitungan daya dukung ini adalah : (1)

    penghitungan terhadap ecological capacity atau daya dukung ekologis yaitu

    jumlah individu yang yang dapat didukung oleh sutau habitat dan; (2)

    penghitungan terhadap grazing capacity yaitu jumlah individu (biota) dalam

    keadaan sehat dan kuat yang dapat didukung oleh ketersediaan pakannya dalam

    suatu areal tertentu

    Kota Makassar mengalami perkembangan pembangunan yang cukup

    pesat. Salah satu kawasan yang mengalami pertumbuhan pembangunan yang

    pesat adalah kawasan pnatai Kota Makassar. Pembangunan dan pemanfaatan di

    kawasan Pantai Kota Makassar tentunya harus mempertimbangkan daya dukung

    lingkungan yang ada sehingga manfaat yg diperoleh bukan hanya merupakan

    keuntungan sesaat tetapi kelestariannya akan tetap terjaga. Menurut Nurfarida

    (2009) berdasarkan pertimbangan manfaat dan biaya lingkungan, kesesuaian

    lahan, aspek keindahan, kenyamanan, dan daya dukung, kawasan menurut pantai

    Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai waterfront city dengan

    prioritas utama pengembangan sebagai kawasan rekreasi. Rekomendasi

    pengembangan dan pengelolaan dilakukan dengan strategi the responsible city

    atau kota berwawasan bijak

  • 98

    5.5.1 Daya Dukung Budidaya KJA

    Keberhasilan dari usaha budidaya keramba jarang apung sangat ditentuk

    oleh lingkungan ekologis tempat budidaya itu dilakukan. Ukuran lingkungan

    ekologis yang tepat bagi organism yang dibudidayakan bergantung dari daya

    dukung lingkungan tersebut. Selanjutnya Turner (1988) menyebutkan bahwa

    daya dukung merupakan populasi organisme akuatik yang ditunjang oleh suatu

    kawasan/areal atau volume perairan yang ditentukan tanpa mengalami penurunan

    mutu (destorasi). Sementara, Kechington dan Hudson (1984) mendefinisikan daya

    dukung sebagai kuantitas maksimum ikan yang dapat didukung oleh suatu badan

    air selama jangka waktu yang panjang

    Berdasarkan pada hasil analisis pemetaan luasan area yang sesuai untuk

    peuntukkan budidaya KJA adalah 490, 39 ha sementara yang sangat sesuai 120,5

    ha. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan

    KJA adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan

    Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m2 = 144 m2 = 0,00014

    km2., sementara itu luasan unit KJA dengan ukuran karamba (3x3x3) m3

    Lokasi perairan tempat kegiatan budidaya dalam keramba jaring apung

    terdapat di beberapa lokasi seperti pulau Barrang Lompo, Barrang Caddi, dan

    Bone Tambung. Pada lokasi tersebut KJA yang dibuat oleh masyaralat nelayan

    .

    Mengacu pada formulasi dari Yulianda (2007) maka daya dukung lahan untuk

    KJA 8,796 ha, sementara jumlah unit KJA yang dapat di dukung adalah 3.258 unit

    Secara umum kegiatan budidaya KJA di kawasan pesisir pantai Kota

    Makassar belum berkembang secara baik, hal terindikasi dari jumlah kegiatan

    budidaya dalam karamba jarang apung yang relatif masih sedikit jumlahnya.

    Selain itu kegiatan budidaya KJA yang dilakukan bukan merupakan murni

    kegiatan budidaya, tetapi hanya berupa kegiatan penangkaran sementara atau

    pembesaran. Hasil tangkapan nelayan berupa ikan-ikan karang dalam ukuran

    yang kecil dimasukkan ke dalam keramba untuk dibesarkan sampai pada ukuran

    ekonomis yang dapat dijual dengan harga yang menguntungkan. Selain

    menungggu sampai ukuran yang ideal untuk dijual, pembesaran pada KJA juga

    berguna untuk mengumpulkan sampai pada jumlah yang diinginkan.

  • 99

    terletak pada daerah yang mempunyai kedalaman yang cukup yakni >5 m, hal ini

    di dukung oleh kondisi topografi pantai pada lokasi-lokasi tersebut banyak titik

    lokasi yang mempunyai kedalaman yang sesuai. Selain daripada itu lokasi tempat

    kegiatan budidaya pembesaran pada KJA mempunyai jarak yang relatif dekat

    dengan daratan utama Kota Makassar sehingga mudah untuk dipasarkan.

    Karakteristik lain yang ditemui adalah bahwa pelaku dari usaha KJA adalah para

    ponggawa atau juragan yang mendiami pulau-pulau tersebut. Jenis-jenis ikan

    yang dibesarkan dalam keramba jarring apung umumnya adalah dari jenis ikan

    karang seperti kerapu dan juga dari jenis ikan hias.

    Berbagai jenis Ikan Kerapu sering ditangkap oleh nelayan sebelum

    dibudidayakan atau dibesarkan dalam keramba. Nelayan setempat biasanya

    menggunakan berbagai jenis alat tangkap untuk menangkap kerapu diantaranya

    pancing (kedo kedo), bubu, racun bahkan dengan menggunakan bom. Dari 43

    jenis ikan karang yang ditemukan di Sulawesi Selatan, kerapu bebek atau tikus

    (Cromoliptis altivelis), kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus), kerapu lumpur

    (E. tauvina), kerapu sunu (Plectropomus leopardus) dan ikan Napoleon (Cheilinus

    undulatus) memiliki nilai ekonomi yang tergolong sangat tinggi (BPPT 2002).

    Selanjutnya Kasnir et al. (2004), bahwa ada tiga alasan ikan kerapu di

    perioritaskan sebagai komoditas unggulan yakni (1) kerapu hidup merupakan

    peluang ekspor yang sangat menarik yang selama ini belum dimanfaatkan secara

    optimal, (2) pertumbuhan bisnis ikan kerapu secara keseluruhan dapat membawa

    dampak peningkatan kesejahteraan lapisan bawah masyarakat yang hidup dari

    kegiatan perikanan, (3) modernisasi penangkapan ikan kerapu akan mengurangi

    dampak negatif terhadap lingkungan laut khususnya terumbu karang.

    5.5.2 Daya Dukung Budidaya Rumput Laut

    Daya dukung budidaya rumput laut dihitung berdasarkan luasan area yang

    sesuai bagi kegiatan tersebut. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan,

    diperoleh luasan lahan yang mendukung untuk kegiatan budidaya rumput laut

    adalah adalah 1108,5 ha. Dengan menggunakan metode budidaya sistem long

    line dengan ukuran 40 x 60 m dan kapasitas lahan yang memungkinkan 50% dari

    kapasitas lahan, maka diperoleh 231 unit pada kawasan seluas 554,25 ha. Dengan

  • 100

    metode ini maka dapat diperoleh hasil budidaya rumput laut 1.000 sampai 1.500

    kg/ha/panen atau 6-9 ton/ha/tahun bila di lakukan pemeliharaan dengan metode

    yang baik Aggadireja et al. (2004) dalam Kasnir (2010)

    Keanekaragaman jenis Sea Weed (rumput laut) di perairan Indonesia

    cukup tinggi tetapi pada saat ini baru dikenal lima jenis yang bernilai ekspor

    tinggi, yakni Gelidium, Gelidiella, Hypnea, Eucheuma, dan Gracilaria. Dua jenis

    terakhir sudah dibudidayakan dan berkembang di masyarakat pesisir Kota

    Makassar, yaitu Eucheuma dan Gracilaria. Jenis-jenis rumput laut secara

    ekonomi menjadi penting karena mengandung senyawa polisakarida. Rumput laut

    penghasil karaginan (karaginofit) dan penghasil agar (agarofit) termasuk kelas

    alga merah (Rhodophyceae) dan penghasil alginat (alginofit) termasuk kelas algae

    coklat (Phaeophyceae).

    5.5.3 Daya Dukung Wisata Pantai

    Daya dukung ekowisata adalah jumlah maksimum pengunjung yang

    secara fisik ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa

    menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Batasan daya dukung untuk

    populasi manusia dinyatakan juga oleh Soerianegara (1977), yaitu merupakan

    jumlah individu yang dapat didukung oleh satuan luas sumberdaya dan

    lingkungan dalam keadaan sejahtera. Daya dukung mempunyai dua komponen

    utama yang harus diperhatikan, yakni besarnya atau jumlah populasi mahluk

    hidup yang akan menggunakan sumberdaya tersebut pada tingkat kesejahteraan

    yang baik serta ukuran atau luas sumberdaya alam dan lingkungan yang dapat

    memberikan kesejahteraan kepada populasi manusia pada tingkat yang lestari

    Mengacu Pada analisis GIS yang telah dilakukan maka lokasi dan luasan

    daerah di Pantai Kota Makassar yang sesuai untuk wisata pantai adalah 10373,7

    m, yang terdapat di pantai pulau Kayangan, Lae-lae, Tanjung Bayam, Tanjung

    Bunga dan Akkarena, Pantai Losari serta Pantai Barombong, sedangkan yang

    tidak sesuai terdapat di pantai Kecamatan Biringkanayya dan Tamalanrea.

    Selanjutnya dilakukan perhitungan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata

    pantai.. Daya dukung masing-masing kawasan untuk wisata pantai dengan asumsi

    50 meter garis pantai diperuntukkan untuk 1 orang, waktu yang disediakan

  • 101

    kawasan untuk kegiatan wisata rekreasi adalah 6 jam/hari dan waktu yang

    dihabiskan oleh setiap pengunjung 3 jam/hari (Julianda 2007) maka daya

    dukungnya adalah sebagai berikut: Pulau kayangan 15 orang;Pulau Lae-lae 53

    orang; Tanjung Bayam, Tanjung Bunga dan Akarena 162 orang; pantai Losari 137

    orang; Pantai Barombong 47 orang. Daya dukung untuk wisata pantai dapat

    dilihat pada tabel 18:

    Selain dari sisi ekologis dari lingkungan pantai, akatifitas dari wisata

    pantai juga mestinya ditinjau dari tingkat kenyamanan dari wisata atau wisatawan

    itu sendiri terhadap lingkungan Somerville et al. (2003) dalam Laapo (2010)

    menyatakan bahwa selain karakteristik fisik pantai berpasir, kesesuaian wisata

    pantai juga memerlukan pengukuran terhadap estetika kebersihan (kesehatan)

    pantai dari sisi unsur yang dapat menyebabkan penyakit bagi turis. Terkait dengan

    kesehatan pantai tersebut, diperlukan 7 (tujuh) parameter khusus yakni sisa-sisa

    kotoran rumah tangga, sampah dengan zat berbahaya (ada unsur melukai,

    misalnya pecahan kaca), sampah ukuran besar (pohon), sampah umum (kertas,

    botol dan lainnya), sampah berbahan bakar minyak, feces, dan sampah bentuk

    lain. Lokasi dan kemampuan daya dukung wisata dapat dilihat pada tabel berikut.

    Tabel 15 Lokasi dan daya dukung untuk wisata pantai

    No Lokasi Panjang Pantai (m) Daya dukung (orang/hari)

    1 Pulau Kahyangan 373,38 15 2 Pulau Lae-lae 1.325,32 53 3 Pantai Tg Bayam, Tg bunga dan Akarena 4.058,28 162 4 Pantai Losari 3.434,75 137 5 Pantai Barombong 1.181,97 47

    Sumber : Data sekunder yang diolah 2010