5
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus Dengue dan yang paling cepat menyebar di dunia (WHO, 2009). Penyebaran secara geografi dari vektor nyamuk dan virus dengue menyebabkan munculnya epidemi demam dengue dan demam berdarah dengue dalam dua puluh lima tahun terakhir, sehingga tingginya tingkat endemik di perkotaan di negara tropis (Karyanti dan Hadinegoro, 2009). Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sekitar 1,8 milyar (lebih dari 70%) dari populasi berisiko terinfeksi virus Dengue tinggal pada regio Asia Tenggara dan regio Pasifik Barat, yang merupakan 75% terjadinya infeksi dengue di seluruh dunia (WHO, 2009). Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Depkes RI, 2010). Departemen Kementrian Kesehatan melaporkan sampai pertengahan tahun 2008 penyakit BDB telah menjadi masalah endemik di 122 kecamatan, 1800 desa dan menjadi 1

Bab I (2)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: Bab I (2)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi akut yang

disebabkan oleh virus Dengue dan yang paling cepat menyebar di dunia (WHO,

2009). Penyebaran secara geografi dari vektor nyamuk dan virus dengue

menyebabkan munculnya epidemi demam dengue dan demam berdarah dengue

dalam dua puluh lima tahun terakhir, sehingga tingginya tingkat endemik di

perkotaan di negara tropis (Karyanti dan Hadinegoro, 2009). Data dari seluruh

dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD

setiap tahunnya. Sekitar 1,8 milyar (lebih dari 70%) dari populasi berisiko

terinfeksi virus Dengue tinggal pada regio Asia Tenggara dan regio Pasifik Barat,

yang merupakan 75% terjadinya infeksi dengue di seluruh dunia (WHO, 2009).

Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health

Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus

DBD tertinggi di Asia Tenggara (Depkes RI, 2010).

Departemen Kementrian Kesehatan melaporkan sampai pertengahan tahun

2008 penyakit BDB telah menjadi masalah endemik di 122 kecamatan, 1800 desa

dan menjadi kejadian luar biasa (KLB) pada tahun 2005 dengan angka kematian

sekitar 2%. Pada tahun 2006, kasus DBD sekitar 104.656 kasus dengan angka

kematian 1,03% dan pada tahun 2007 jumlah kasus mencapai 140.000 dengan

angka kematian 1% (Depkes RI, 2008).

Pada tahun 2005 sampai 2009, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi

Kemenkes RI tahun 2010 mencatat angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk

Indonesia cenderung meningkat terutama 3 provinsi tertinggi yaitu DKI Jakarta

(313,41), Kalimantan Barat (228,3) dan Kalimantan Timur (173,84). Kejadian

tertinggi kasus DBD di Kalimantan Barat pada tahun 2009 adalah Kota Pontianak

dengan jumlah kasus positif DBD tercatat 3.842 orang dan 71 kasus meninggal

dunia akibat penyakit DBD. Penyakit DBD merupakan salah satu penyakit

1

Page 2: Bab I (2)

2

menular yang berbahaya yang dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat

bila tidak segera ditangani (Dinkes Kota Pontianak, 2010).

Kecamatan Pontianak Kota merupakan kecamatan dengan angka kejadian

tertinggi kasus DBD di Kota Pontianak pada tahun 2011 dan tahun 2012. Angka

kejadian DBD di Kecamatan Pontianak Kota adalah 68 kasus pada tahun 2011

dan 34 kasus pada tahun 2012 (Dinkes Kota Pontianak 2012; 2011).

Berdasarkan profil Puskesmas Pal Tiga Kecamatan Pontianak Kota, penyakit

DBD di wilayah kerja Puskesmas Pal Tiga Pontianak pada 2 bulan terakhir yaitu

pada bulan Oktober dan November 2014 terjadi peningkatan angka kejadian kasus

DBD dari 4 kasus hingga 16 kasus dan tercatat 1 kasus yang meninggal di wilayah

puskesmas akibat penyakit BDB.

Untuk mengatasi masalah ini perlu adanya kerjasama dari pemerintah dan

masyarakat, sebab masyarakat merupakan suatu komponen yang sangat penting

dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit DBD. Pengetahuan keluarga

tentang penyakit DBD perlu untuk digali karena keluarga merupakan bagian dari

masyarakat. Penyakit DBD bisa saja timbul karena kurangnya tingkat kesadaran

keluarga tentang penyakit DBD. Diharapkan semakin tinggi pengetahuan

seseorang tentang penyakit DBD dan bahaya yang dapat ditimbulkan maka

partsipasi masyarakat tinggi dalam upaya pencegahan dan pengendalian penyakit

DBD. Menentukan upaya - upaya pencegahan DBD menjadi hal penting yang

harus dilakukan untuk mencegah kemungkinan kejadian luar biasa dari penyakit

DBD.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan untuk

penelitian ini yaitu bagaimana gambaran pengetahuan, sikap dan prilaku

masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pal Tiga Pontianak tentang DBD dan

upaya pencegahan DBD.

Page 3: Bab I (2)

3

C. Tujuan Penelitian

C.1 Tujuan umum

Mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan prilaku masyarakat di wilayah

kerja puskesmas Pal Tiga Pontianak tentang DBD dan upaya pencegahan penyakit

DBD.

C.2 Tujuan khusus

a. Mengetahui gambaran karakteristik masyarakat di wilayah kerja

puskesmas Pal Tiga

b. Mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat di wilayah kerja puskesmas

Pal Tiga mengenai DBD dan upaya pencegahan penyakit DBD

c. Mengetahui sikap masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pal Tiga

mengenai DBD dan upaya pencegahan penyakit DBD

d. Mengetahui prilaku masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pal Tiga

mengenai upaya pencegahan penyakit DBD

D. Manfaat Penelitian

D.1 Bagi peneliti

Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dan untuk mendapatkan

pengalaman secara langsung dalam melakukan penelitian.

D.2 Bagi masyarakat

Memberikan informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku

pencegahan DBD pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pal Tiga

Pontianak

D.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak

Menambah informasi mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku

pencegahan DBD pada masyarakat di wilayah kerja puskesmas Pal Tiga

Pontianak dan saran dalam merencanakan program pencegahan dan

pemberantasan penyakit DBD.