Upload
nanik-ika
View
18
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
LBM 1 : KEPALAKU SAKIT
Seorang perempuan berusia 35 tahun datang ke praktek dokter swasta mengeluh
sakit kepala. Sakit kepala mulai dirasakan sejak dia diangkat sebagai menajer. Akhir-
akhir ini sakit kepala dirasakan semakin sering dan lama. Bisa sampai satu hari penuh.
Tidak ada riwayat trauma dan pemakaian obat triptan. Dari pemeriksaaan fisik
didapatkan TD 110/70 mmHg, suhu aksila 36,7˚c, nadi 74x/menit. Pemeriksaana
neurologi dalam batas normal. Hanya didapatkan nyeri tekan di daerah temporal dan
sternokleidomastoid.
Terminology
a. Sakit kepala/ chepalgia
Definisi
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan yang sedang terjadi atau telah terjadi atau yang digambarkan
dengan kerusakan jaringan. Nyeri kepala adalah perasaan sakit atau nyeri,
termasuk rasa tidak nyaman yang mnyerang daerah tengkorak (kepala) mulai
dari kening kearah atas dan belakang kepala. dan daerah wajah.
Anatomi dan fisiologi sakit kepala
Daerah sensitif terhadap nyeri kepala dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
intrakranial dan ekstrakranial. Intrakranial yaitu sinus venosus, vena korteks
serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta fossa
posterior. Ektrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian
dari orbita, membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah
dan luar, gigi, dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif terhadap nyeri
adalah parenkim otak, ventrikular ependima, dan pleksus koroideus.
Nyeri kepala dipengaruhi oleh nukleus trigeminoservikalis yang
merupakan nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher
bagian atas. Semua aferen nosiseptif dari saraf trigeminus, fasial,
glosofaringeus, vagus, dan saraf dari C1 ± 3 beramifikasi pada grey matter
area ini. Nukleus trigeminoservikalis terdiri dari tiga bagian yaitu pars oralis
yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil diskriminatif dari regio
orofasial, pars interpolaris yang berhubungan dengan transmisi sensasi taktil
diskriminatif seperti sakit gigi, pars kaudalis yang berhubungan dengan
transmisi nosiseptif dan suhu.
Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap
saat bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri
inilah, seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri
tersebut.
Rasa nyeri dimulai dengan adanya perangsangan pada reseptor nyeri oleh
stimulus nyeri. Stimulus nyeri dapat dibagi tiga yaitu mekanik, termal, dan
kimia.
- Mekanik
spasme otot merupakan penyebab nyeri yang umum karena dapat
mengakibatkan terhentinya aliran darah ke jaringan ( iskemia
jaringan), meningkatkan metabolisme di jaringan dan juga
perangsangan langsung ke reseptor nyeri sensitif mekanik.
- Termal
rasa nyeri yang ditimbulkan oleh suhu yang tinggi tidak berkorelasi
dengan jumlah kerusakan yang telah terjadi melainkan berkorelasi
dengan kecepatan kerusakan jaringan yang timbul. Hal ini juga berlaku
untuk penyebab nyeri lainnya yang bukan termal seperti infeksi,
iskemia jaringan, memar jaringan, dll. Pada suhu 45 C, jaringan ±
jaringan dalam tubuh akan mengalami kerusakan yang didapati pada
sebagian besar populasi.
- Kimia
ada beberapa zat kimia yang dapat merangsang nyeri seperti
bradikinin, serotonin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan
enzim proteolitik. Dua zat lainnya yang diidentifikasi adalah
prostaglandin dan substansi P yang bekerja dengan meningkatkan
sensitivitas dari free nerve endings. Prostaglandin dan substansi P
tidak langsung merangsang nyeri tersebut. Dari berbagai zat yang telah
dikemukakan, bradikinin telah dikenal sebagai penyebab utama yang
menimbulkan nyeri yang hebat dibandingkan dengan zat lain. Kadar
ion kalium yang meningkat dan enzim proteolitik lokal yang
meningkat sebanding dengan intensitas nyeri yang sirasakan karena
kedua zat ini dapat mengakibatkan membran plasma lebih permeabel
terhadap ion. Iskemia jaringan juga termasuk stimulus kimia karena
pada keadaan iskemia terdapat penumpukan asam laktat, bradikinin,
dan enzim proteolitik.
Semua jenis reseptor nyeri pada manusia merupakan free nerve endings.
Reseptor nyeri banyak tersebar pada lapisan superfisial kulit dan juga pada
jaringan internal tertentu, seperti periosteum, dinding arteri, permukaan sendi,
falx, dan tentorium. Kebanyakan jaringan internal lainnya hanya diinervasi
oleh free nerve endings yang letaknya berjauhan sehingga nyeri pada organ
internal umumnya timbul akibat penjumlahan perangsangan berbagai nerve
endings dan dirasakan sebagaisl ow ± chronic- aching type pain. Nyeri dapat
dibagi atas dua yaitu fast pain dan slow pain.
- Fast pain
nyeri akut, merupakan nyeri yang dirasakan dalam waktu 0,1 s
setelah stimulus diberikan. Nyeri ini disebabkan oleh adanya stimulus
mekanik dan termal. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf perifer
menuju korda spinalis melalui serat saraf dengan kecepatan mencapai
6 ± 30 m/s. Neurotransmitter yang mungkin digunakan adalah
glutamat yang juga merupakan neurotransmitter eksitatorik yang
banyak digunakan pada CNS. Glutamat umumnya hanya memiliki
durasi kerja selama beberapa milliseconds.
- Slow pain
nyeri kronik, merupakan nyeri yang dirasakan dalam wkatu lebih
dari 1 detik setelah stimulus diberikan. Nyeri ini dapat disebabkan oleh
adanya stimulus mekanik, kimia dan termal tetapi stimulus yang paling
sering adalah stimulus kimia. Signal nyeri ini ditransmisikan dari saraf
perifer menuju korda spinalis melalui serat C dengan kecepatan
mencapai 0,5 ± 2 m/s. Neurotramitter yang mungkin digunakan adalah
substansi P. Setelah mencapai korda spinalis melalui dorsal spinalis,
serat nyeri ini akan berakhir pada relay neuron pada kornu dorsalis dan
selanjutnya akan dibagi menjadi dua traktus yang selanjutnya akan
menuju ke otak. Traktus itu adalah neospinotalamikus untukfast pain
dan paleospinotalamikus untuk slow pain.
Klasifikasi sakit kepala
Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer, sakit
kepala sekunder, dan neuralgia kranial, nyeri fasial serta sakit kepala lainnya.
Sakit kepala primer dapat dibagi menjadi migraine, tension type headache,
cluster headache dengan sefalgia trigeminal/autonomik, dan sakit kepala
primer lainnya. Sakit kepala sekunder dapat dibagi menjadi sakit kepala yang
disebabkan oleh karena trauma pada kepala dan leher, sakit kepala akibat
kelainan vaskular kranial dan servikal, sakit kepala yang bukan disebabkan
kelainan vaskular intrakranial, sakit kepala akibat adanya zat atau withdrawal,
sakit kepala akibat infeksi, sakit kepala akibat gangguan homeostasis, sakit
kepala atau nyeri pada wajah akibat kelainan kranium, leher, telinga, hidung,
dinud, gigi, mulut atau struktur lain di kepala dan wajah, sakit kepala akibat
kelainan psikiatri
the internatinal headache society (2004)
1. infrequent episodic tension type headache (ietth)
– minimal terdapat 10 episode serangan dalam <1 hari /bulan (<12
hari tahun)
– nyeri kepala berakhir dalam 30 menit - 7 hari
– bilateral, menekan, mengikat, tidak berdenyut
– sifat nyeri ringan sampai sedang
– tdak ada mual / muntah
– mungkin ada fonofobia / fotofobia
– tidak ada hubungan dengan penyakit nk lain
1.1 ietth associated with pericranial tenderness
– episode sesuai ietth
– disertai nyeri tekan yg bertambah daerah perikranial pada
palpasi manual
1.2 ietth not associated with pericranial tenderness
– episode sesuai ietth
– tanpai nyeri tekan yg bertambah daerah perikranial pada
palpasi manual
2. probable tension type headache (ptth)
memenuhi kriteria tth akan tetapi kurang satu kriteria untuk tth
bercampur dengan salah satu kriteria probable migren
2.1 probable inrequent episodic tension t.headache
episode memenuhi kriteria etth akan tetapi kurang satu
kriteria saja dari point 1.1 dan tidak memenuhi kriteria
migrentanpa aura, dan tidak ada hubungan nk lain
2.2 probable frequent episodic tension t.headache
episode memenuhi kriteria etth akan tetapi kurang satu
kriteria saja dari point 1.2 dan tidak memenuhi kriteria
migrentanpa aura, dan tidak ada hubungan nk lain
2.3 probable inrequent episodic tension t.headache
– nk berlangsung > 15 hr/bulan selama >3 (atau >180 hr/th)
– nk berlangsung selama sekian jam atau kontinyu
– bilateral, rasa menekan, mengikat,
– intensitas ringan sampai sedang
– tidak ada mual / muntah yang berat
– mungkin ada fotofobia / fonofobia
– tdk ada hub.nya n lain minimal 2 bln terakhir
Patomekanisme sakit kepala
Nociseptor yang diterima reseptor2 di kulit, pembuluh darah, visera,
muskulusskeletal,dan lain-lain, jalannya sebagai berikut : reseptor– syaraf tepi
— medulla spinalis– thalamus–korteks. Dari sini baru ada reaksi emosi –
psikis- motorik tanpa ada modulasi, sedangkan dalam perjalanan hanya kesan
sensorik. Ada beberapa teori mengenai mekanisme nyeri kepala :
- Teori Melzack & Wall (1985)
“ Teori gerbang nyeri “ bahwa : Nyeri diteruskan dari perifer melalui
saraf kecil A delta dan C rasa raba, mekanik dan termal melalui A
delta A beta dan C ( serabut besar, kecepatan hantar serabut besar
lebih tinggi dari serabut kecil ). Disubstamtia Gelatinosa (SG) ada sel-
sel gerbang yang dapat bekerja menutup dan membuka sel T (targaet).
Serabut besar aktif merangsang sel gerbang di SG, sel gerbang aktif
dan sel T tertutup, maka nyeri tidak dirasa. Serabut kecil aktif, sel SG
tidak aktif, dan sel T terbuka maka nyeri dirasa. Bila dirangsang
bersama-sama, misal antara rasa raba, mekanik,vibrasi,dll dengan
rangsang nyeri maka nyeri tidak dirasa (seperti pada teknik tens, DCS,
koyo-koyo, dll.) Didapatkan kontrol desenden ke medulla spinalis dari
pusat2 supra spinal (emosi,pikiran, dll).
- Konsep II: “Central Biasing mekanism”
Diduga ada daerah batang otak jadi ”CBM” yang menyebarkan impuls
nyeri keberbagai tempat diotak dan dapat menimbulkan inhibisi ke
medulla spinalis. Ternyata formatioreticularis peri-acuaductus dan
peri-ventriculer kaya akan reseptor2 morpin dan serotonin.
- Konsep III ; Pembangkit pola
Bila nyeri khronik telah membuat pola (gambar diotak), yang dapat
dicetuskan oleh input sensorik lain.
Gambaran Klinis
- Nyeri kepala berdenyut yang bersifat unilateral tetapi dapat bilateral
atau ganti sisi
- Serangan nyeri kepala yang timbul secara tiba – tiba dan biasanya
unilateral
- Lamanya serangan antara 4 – 24 jam atau bisa lebih
- Intensitas nyeri sedang – berat
- Gejala penyerta : mual, muntah, wajah pucat, tinitus.
- Nyeri dirasakan sebagai nyeri kepala yang berdenyut-denyut,
menusuk-nusuk, dan rasa kepala mau pecah
- Anoreksia mual, muntah, takut cahaya, atau kelainan otonom lainnya
Pemeriksaan
- Pemeriksaan Fisik :
Dilakukan lengkap : pemeriksaan umum, internus dan neurologik.
Pemeriksaan lokal kepala, nyeri tekan didaerah kepala, gerakan kepala
ke segala arah, palpasi arteri temporalis,spasme otot peri-cranial dan
tengkuk, bruit orbital dan temporal.
- Pemeriksaan Penunjang :
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu
mendiagnosa nyeri kepala seperti :
1. Foto Rongten kepela
2. EEG
3. CT-SCAN
4. Arteriografi, Brain Scan Nuklir
5. Pemeriksaan laboratorium(Tidak rutin atas indikasi)
6. Pemeriksaaan psikologi (jarang dilakukan).
Penatalaksaan
1. pengobatan proses dasar atau kelainan fisiologik spesifik (kausa
etiologi,patogenesa), missal antibiotik untuk infeksi, spasmolitik untuk
kolik, ergot untuk migren, dll termasuk pembedahan bila diperlukan.
2. pengobatan psikologik/psikiatrik dan atau psikotropik yang bertujuan
untuk : menolong penderita untuk menyesuaikan diri dengan stress akibat
nyeri, dan mengobati faktor2 [sikologik yang mnyebabkan atau
mengkambuhkan nyeri.
3. terapi medikamentosa berupa analgetik untuk pengobatan simptomatik
nyeri, apabila pengobatan spesifik tidak ada atau kurang memadai
4. terapi2 dengan metoda fisik yang sifatnya simptomatik apabila pengobatan
1,2, dan 3 kurang memadai atau dianggap gagal..
Prognosis
prognosis dari sakit kepala bergantung pada jenis sakit kepalanya
sedangkan indikasi merujuk adalahsebagai berikut:
(1) sakit kepala yang tiba ± tiba dan timbul kekakuan di leher,
(2) sakit kepala dengan demam dan kehilangan kesadaran,
(3) sakit kepala setelah terkena trauma mekanik pada kepala,
(4) sakit kepala disertai sakit pada bagian mata dan telinga,
(5) sakit kepala yang menetap pada pasien yang sebelumnya tidak pernah
mengalami serangan,
(6) sakit kepala yang rekuren pada anak.
b. Obat triptan
golongan triptan termasuk medikasi kelas agonis selektif reseptor serotonin.
Sifat triptan berbeda dari obat anti nyeri yang biasa dikenal, semisal asetaminofen dan
NSAID. Obat anti nyeri biasanya meningkatkan toleransi terhadap nyeri hanya
bersifat sementara saja. Gejala akan kembali saat obat nyeri itu sudah hilang atau
habis. Sedangkan triptan lebih dikatakan sebagai obat abortive migraine. Meski tidak
bisa mencegah migren, namun obat ini mampu menggagalkan serta menghentikan
serangan migren dan gejala terkait. Tiptan paling efektif jika diberikan sejak awal
serangan.
Triptan termasuk dalam kelompok obat tryptamine. Obat ini bekerja dengan
mengikat reseptor serotonin 5-HT1B dan 5-HT1D di pembuluh darah kranial
(penyebab kontriksinya) dan berikutnya inhibisi pelepasan pro-inflammatory
neuropeptida.
1. Sumatriptan
Farmakologi Sumatriptan merupakan triptan yang termasuk dalam grup
sulfonamide. Menjelang terjadi serangan migren, kerapkali
kadar serotonin di otak menjadi sangat tak menentu.
Sumatriptan bekerja membantu menstabilkan kadar
serotonin di otak. Sumatriptan secara struktural sama
dengan serotonin, dan obat ini bertindak sebagai agonis
reseptor 5-HT (5-HT1D), yakni salah satu reseptor
serotonin. Subtipe reseptor spesifik yang diaktifkannya ada
dalam arteri kranial dan basilar. Aktivasi reseptor ini
menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi.
Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf
trigeminal.
Sumatriptan diberikan beberapa bentuk, tablet, injeksi
subkutan, dan semprot hidung. Pemberian oral (seperti
succinate) memiliki bioavailabilitas buruk, sebagian terkait
dengan metabolisme prasistemik, beberapa diantaranya
rusak di lambung dan aliran darah sebelum mencapai arteri
target. Formulasi tablet baru dengan pelepasan dipercepat
memiliki bioavailabilitas sama, tapi konsentrasi maksimum
dicapai sekitar 10-15 menit lebih awal.
Ketika diinjeksikan, sumatriptan bekerja lebih cepat
(biasanya dalam satu menit), tapi efek berakhir juga lebih
pendek. Sumatriptan dimetabolisme terutama oleh
monoamine oxidase A menjadi suatu analog asam asetat
indol, bagian yang lebih lanjut mengalami konjugasi
dengan asam glukoronat. Metabolit ini dieksresikan pada
urin dan empedu.
Indikasi Serangan migren akut dengan atau tanpa aura
Dosis & Cara
Pemberian
Dosis awal 100 mg. Jika gejala timbul lagi, dosis bisa
diulang maksimal 300 mg per hari dengan interval
pemberian lebih kurang dua jam.
Kontraindikasi Penyakit jantung iskemik, riwayat infark miokard,
prinzmetal’s angina, dan hipertensi yang tidak terkontrol.
Interaksi *Obat yang mengandung ergot dilaporkan bisa
menyebabkan perpanjangan reaksi vasospastik. Oleh
karena itu, penggunaan obat yang mengandung ergot atau
tipe ergot semisal dihydroergotamine atau dan sumatriptan
dalam 24 jam harus dihindari.
*MAO-A inhibitor mengurangi klirens sumatriptan,
sehingga secara signifikan bisa meningkatkan paparan
sistemik.
*Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) semisal
fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, dan sertraline, telah
dilaporkan, meski jarang, menyebabkan lemah,
hiperrefleksia, dan inkoordinasi.
Efek Samping Flushing, pusing, lemah, drownsiness, mual dan muntah,
peningkatan tekanan darah sementara.
Nama dagang Imitrex, Cetatrex, Triptagic
2. Zolmitriptan
Farmakologi Zolmitriptan merupakan agonis selektif reseptor 5-
hydroxytryptamine 1B/1D (5-HT 1B/1D ). Ini merupakan
triptan generasi kedua, untuk serangan akut migrain
dengan atau tanpa aura dan cluster headaches. Obat ini
tidak ditujukan untuk terapi profilaksis migren atau untuk
penggunaan manajemen migren hemiplegic atau basilar.
Zolmitriptan diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral
dan kadar puncak plasma terjadi dalam 2 jam.
Bioavailabilitas absolute sekitar 40%. Waktu paruh
zolmitriptan dan metabolit N-desmethyl adalah 3 jam.
Karena potensi metabolit 5HT1B/1D sekitar 2-6 kali obat
induk, maka metabolit berkontribusi besar dalam efek
keseluruhan setelah pemberian zolmitriptan. Tmax
metabolit sekitar 2-3 jam. Tidak terjadi akumulasi pada
pemberian dosis multiple.
Indikasi Mengatasi serangan akut dengan atau tanpa aura pada
dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi profilaksis migren
atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau basilar.
Dosis & Cara
Pemberian
Pada uji klinis, dosis tunggal 1; 2,5 dan 5 mg efektif
mengatasi serangan akut. Pada perbandingan dosis 2,5 dan
5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat dari dosis
lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena
itu, pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih
rendah. Jika sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2
jam, dan tidak lebih dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Kontraindikasi Pasien dengan penyakit jantung iskemik (angina pectoris,
riwayat infark miokard, atau silent iskemik, pasien yang
memiliki gejala penyakit jantung iskemik, coronary artery
vasospasm, termasuk Prinzmetal's variant angina, dan
pasien hipersensitif.
Zolmitriptan tidak boleh digunakan dalam 24 jam bersama
dengan agonis 5HT1, atau obat tipe ergot.
Pemberian zolmitriptan bersamaan dengan MAO A inibitor
atau penggunaan zolmitriptan dalam 2 minggu penghentian
MAO A inhibitor.
Interaksi MAO Inhibitor: meningkatkan bioavailabilitas keduanya.
Propranolol: Cmax dan AUC zolmitriptan meningkat 1,5
kali lipat setelah satu minggu pemberian propranolol
dosis160 mg/day. Cmax dan AUC metablot N-desmethyl
berkurang 30% dan 15%, masing-masingnya.
Kontrasepsi oral : studi retrospektif menunjukkan
konsentrasi plasma zolmitriptan biasanya lebih tinggi pada
wanita yang menggunakan kontraspsi oral. Cmax dan AUC
zolmitriptan ditemukan lebih tinggi sekitar 30% dan 50%,
masing-masingnya. Tmax obat ini juga tertunda sekitar
setengah jam pada wanita yang menggunakan kontrasepsi.
Simetidin : waktu paruh dan AUC zolmatriptan 5 mg dan
metabolit aktifnya meningkat dua kali lipat.
Obat yang mengandung ergot : dilaporkan bisa
memperpanjang reaksi vasospastik. Sehingga penggunaan
keduanya dalam 24 jam harus dihindarkan.
Efek Samping Efek terhadap jantung termasuk infark miokard dikaitkan
zolmitriptan. Beberapa efek samping yang mungkin timbul
: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan dingin, nyeri
dada, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea, mengantuk,
vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Nama dagang Zomig
3. Eletriptan
Farmakologi Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi terhadap reseptor
5-HT1B, 5-HT1D dan 5-HT1F, afinitas rendah dengan
reseptor 5-HT1A, 5-HT1E, 5-HT2B dan 5-HT7 , serta
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali terhadap
reseptor 5-HT2A, 5-HT2C, 5-HT3, 5-HT4, 5-HT5A dan
5-HT6. Eletriptan tidak memiliki afinitas signifikan atau
aktivitas farmakologi pada adrenergic alpha1, alpha2, atau
beta; dopaminergik D1 atau D2; muskarinik; atau reseptor
opiod.
Dua teori telah diajukan untuk menjelaskan efikasi agonis
reseptor 5-HT pada migren. Teori pertama, aktivasi
reseptor 5-HT1 pada pembuluh darah intrakranial,
termasuk pada arteriovenous anastomoses, sehingga
mengalami vasokontriksi yang berkorelasi dengan
meredanya sakit kepala migren. Hipotesis lainnya, aktivasi
reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada system
trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory
neuropeptida.
Eletriptan dapat diabsorpsi dengan baik setelah pemberian
oral dengan waktu tercapainya kadar puncak plasma
(Tmax) sekitar 1,5 jam pada subjek sehat. Pada pasien
dengan migren sedang sampai parah, Tmax rata-rata 2
jam. Bioavailabilitas absolut eletriptan sekitar 50%. AUC
dan Cmax eletriptan meningkat sekitar 20-30% bila
diberikan bersama makanan kaya lemak.
Metabolit N-demethylated eletriptan merupakan satu-
satunya metabolit yang diketahui juga aktif. Metabolit
menyebabkan vasokontriksi serupa dengan obat induk.
Waktu paruhnya sekitar 13 jam, konsentrasi plasma
metabolit N-demethylated sekitar 10-20% obat induk,
sehingga diperkirakan tidak berkontribusi signifikan
terhadap efek keseluruhan.Sementara eletriptan sendiri
memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 4 jam.
Indikasi Penanganan migren akut dengan atau tanpa aura.
Dosis & Cara
Pemberian
Pada uji klinis, dosis 20 dan 40 mg efektif untuk serangan
migren akut. Jumlah pasien yang berespon dengan dosis
40 mg lebih besar. Pemilihan dosis harus dilakukan secara
individual. Dosis 80 mg, meski juga efektif, namun
meningkatkan insiden efek samping. Jika setelah
pemberian dosis awal, sakit terasa lagi bisa diberikan dosis
kedua setidaknya dua jam setelah dosis pertama. Dosis
maksimum harian tidak melebihi 80 mg.
Interaksi Obat yang mengandung ergot: menyebabkan perpanjangan
reaksi vasospastik. CYP3A4
Inhibitors: Eletriptan dimetabolisme terutama oleh
CYP3A4.
Propranolol: Cmax dan AUC eletriptan meningkat
masing-masing 10 dan 33% dengan keberadaan
propanolol. Selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs): SSRIs (e.g., fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine,
sertraline), meski jarang menyeabkan lemah,
hiperrefleksia, dan inkoordinasi saat diberikan bersama
dengn agonis 5-HT1.
Efek Samping Efek yang dialami pada lebih dari 2% pasien (total 988:
parestesia, flushing, hangat, nyeri dada, rasa tidak enak
pada perut, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea,
pusing, sakit kepala, mengantuk.
Nama Dagang Relpax
c. Temporal
Lobus temporalis merupakan satu dari empat lobus utama dari otak. Lobus
temporalis berada di bawah sylvian fissure dan di anterior korteks oksipital dan
parietal. Brodmann mengidentifikasi 10 area temporal, tetapi penelitian anatomi
terbaru menunjukkan banyak area pada monyet, apalagi pada wanita. Region pada
permukaan lateral temporal dapat dilihat pada bentuk auditory dan visual. Sylvian
fissure berisi jaringan yang membentuk insula yang meliputi gustatory cortex.
Superior temporal sulcus (STS) memisahkan girus superior dan middle serta berisi
jumlah yang signifikan dari neocortex, yang bisa dibagi dalam beberapa region.
Korteks dari STS bersifat multimodal, menerima input dari auditory, visual, dan
region somatik. Lobus temporal memiliki dua sulci penting yang terletak secara
horizontal dan parallel dengan Sylvian fissure. Mereka membagi lobus temporal
menjadi 3 gyri: Superior Temporal Gyrus, Middle Temporal Gyrus, dan Inferior
Temporal Gyrus. Inferior Temporal Gyrus ukurannya lebih besar daripada yang kita
lihat biasa dari samping korteks karena itu letaknya di permukaan bawah dalam
tengkorak. Lobus temporalis merupakan satu dari empat lobus utama dari otak. Lobus
temporalis berada di bawah sylvian fissure dan di anterior korteks oksipital dan
parietal. Brodmann mengidentifikasi 10 area temporal, tetapi penelitian anatomi
terbaru menunjukkan banyak area pada monyet, apalagi pada wanita. Region pada
permukaan lateral temporal dapat dilihat pada bentuk auditory dan visual. Sylvian
fissure berisi jaringan yang membentuk insula yang meliputi gustatory cortex.
Superior temporal sulcus (STS) memisahkan girus superior dan middle serta berisi
jumlah yang signifikan dari neocortex, yang bisa dibagi dalam beberapa region.
Korteks dari STS bersifat multimodal, menerima input dari auditory, visual, dan
region somatik. Lobus temporal memiliki dua sulci penting yang terletak secara
horizontal dan parallel dengan Sylvian fissure. Mereka membagi lobus temporal
menjadi 3 gyri: Superior Temporal Gyrus, Middle Temporal Gyrus, dan Inferior
Temporal Gyrus. Inferior Temporal Gyrus ukurannya lebih besar daripada yang kita
lihat biasa dari samping korteks karena itu letaknya di permukaan bawah dalam
tengkorak.
Lobus temporalis tidak memiliki fungsi yang satu, karena dalam lobus
temporalis terdapat primary auditory cortex, the secondary auditory, dan visual
cortex, limbic cortex, dan amygdala. Tiga fungsi basis dari korteks temporal adalah
memproses input auditori, mengenali objek visual, dan penyimpanan jangka lama dari
input sensori, ditambah dengan fungsi amigdala, yaitu nada afeksi (emosi) pada input
sensori dan memori. Beberapa fungsi lainnya adalah sebagai berikut :
Fungsi Keterangan
Kemampuan Berbicara diatur pada bagian sebelah kiri
temporal, terdapat zona bahasa
atau berbicara bernama
Wernicke. Area ini mengontrol
proses termasuk komprehensif
dan memori verbal.
Memori mengatur retensi memori
jangka panjang berupa fakta,
kejadian, orang, dan tempat
Membaca memproses suara dan kata-kata
tertulis menjadi suatu
informasi sehingga menjadi
ingat.
Respon emosi berasal dari amygdala didalam
lobus temporalis
Respon auditori primary auditory
cortex(terletak pada Heschl’s
gyri) bertanggung jawab untuk
merespon frekuensi suara yang
berbeda untuk lokalisasi suara.
Bagian ini bertugas untuk peka
terhadap suara.
Pemrosesan Visual memunculkan perasaan yakin
dan insight.
Fungsi Penciuman tugas dari lobus olfaktori
untuk identifikasi informasi.
- Proses bahasa ucapan :
Diterima alat dengar → Pusat otak primer dan sekunder → Pusat otak asosiatif:
area wernicke, kata yang didengar akan dipahami → Girus angularis, tempat pola
kata-kata dibayangkan lewat area Wernicke di fasikulus arkuatus area Broca:
gerakan motorik pembicaraan area motorik primer ; otot-otot lidah untuk ucapan
→ area motorik suplementer, agar ucapan/gerakan lidah menjadi jelas
- Proses bahasa Visual :
Diterima alat visual → Pusat otak primer penglihatan → Pusat otak asosiasi
penglihatan: (di sini terjadi pengenalan informasi) → Girus angularis → area
Wernicke → area Broca (gerakan pembicaraan) → area motorik primer dan
suplementer, sehingga pada akhirnya tulisan dapat dimengerti.
d. Sternokleidomastoid
Otot sternokleidomastoid adalah otot pada leher yang berfungsi untuk menolehkan
kepala ke kiri dan ke kanan dan dipersarafi oleh saraf asesoria spinal.
e. Photophobia
Photophobia adalah rasa tidak nyaman di mata cahaya terang. Photophobia adalah
gejala yang cukup umum. Bagi banyak orang, photophobia bukan disebabkan oleh
penyakit yang mendasari. Photophobia parah dapat berhubungan dengan masalah
mata dan menyebabkan sakit mata parah bahkan dalam cahaya relatif rendah.
Penyebab umum photophobia antara lain:
- Berlebihan memakai lensa kontak, atau memakai lensa kontak dipasang buruk
- Penyakit mata, cedera, atau infeksi (seperti chalazion, episkleritis, glaukoma)
- Sensasi mata terbakar
- Migrain
- Meningitis
- Iritis atau uveitis akut (peradangan di dalam mata)
- Abrasi kornea
- Ulkus kornea
- Obat-obatan seperti amfetamin, atropin, kokain, cyclopentolate, idoxuridine,
phenylephrine, scopolamine, trifluridine, tropicamide, dan vidarabine
- Tes mata di mana mata telah melebar
Stimulasi yang berlebihan pada sel-sel fotokonseptor di retina yang kemudian
dihantarkan pada saraf optik dapat menimbulkan refleks keenganan untuk menerima
cahaya sehingga menyebabkan rasa sakit pada mata bahkan ada yang sampai
mengalami migraine. Seseorang dengan warna mata terang juga mungkin mengalami
kepekaan cahaya yang lebih besar karena warna mata gelap mengandung lebih
banyak pigmen untuk melindungi dari silau cahaya.
Cara termudah mengatasinya adalah selalu menggunakan kacamata hitam
dengan lapisan 100% UV protection saat beraktivitas di tempat terang. Ada baiknya
untuk mengetahui penyebab dasar dari photophobia tersebut sebelum mengambil
langkah pengobatan lebih lanjut. Dalam kasus akut, beberapa orang disarankan
memakai lensa kontak prostetik dengan warna tertentu yang lebih gelap dari warna
mata asli. Lensa kontak ini dapat mengurangi jumlah cahaya yang masuk dan
membuat mata lebih nyaman.
Diagnosa Banding
a. Tension-Type Headache (TTH)
Definisi
Nyeri kepala tegang otot menurut kriteria International Headache Society
(IHS) adalah episode yang berulang dari nyeri kepala yang berlangsung
bermenit menit sampai berhari-hari. Nyerinya khas, menekan atau ketat dalam
kualitas, ringan atau sedang intensitasnya, umumnya bilateral lokasinya dan
tidak memberat dengan aktivitasfisik rutin, nausea biasanya tidak ada, tetapi
fotofobi bisa ditemukan.
Istilah lain yang pernah digunakan untuk menyingkatkan gambaran klinis
daritension headache adalah psychomyogenic headache, stress headache,
ordinary headache,idiopathic headache, dan psychogenic headache.
Epidemiologi
Nyeri kepala tegang otot memiliki angka kejadian yang tinggi.
Beberapa studi berbasis populasi telah dilakukan, untuk memperkirakan
prevalensi periode 1 tahun dari Nyeri kepala tipe tegang episodik (NTE) dan
Nyeri kepala tipe kronik (NTK) berdasarkan jenis kelamin, umur, pendidikan ,
dan ras, dan untuk menjelaskan frekuensi dan intensitas serangan sakit kepala
sakit. Survei yang dilakukan 1993 hingga 1994, terhadap sebanyak 13.345
subyek dari masyarakat, mendapatkan hasil prevalensi keseluruhan NTE
dalam satu tahun terakhir adalah 38,3%.
perempuan memiliki prevalensi NTE 1 tahun lebih tinggi daripada pria di
semua usia, ras, dan kelompok pendidikan, dengan rasio prevalensi 1:16 .
Prevalensi memuncak pada kelompok umur 39 tahun, pada laki-laki
(42,3%) dan perempuan (46,9%). Populasi kulit putih
memiliki prevalensi 1 tahun lebih tinggi dari kulit hitam, pada pria
Amerika : Afrika(40,1% :22,8%) dan
perempuan(46,8%:30,9%) .Prevalensi meningkat dengan
meningkatnya tingkat pendidikan pada kedua jenis kelamin.
KLASIFIKASI
International Headache Society (IHS) membuat klasifikasi
kriteria diagnostik operasional menjadi 3 sub tipe yaitu : Nyeri Tegang
Episodik (NTE), Nyeri Tegang Kronik (NTK) danTension type like Headache
yang tidak memenuhi kriteria episodik maupun kronik. Dalam klasifikasi IHS
tahun 1988, NTE dan NTK dibagi lagi dalam
1. Nyeri kepala tipe tegang episodik yang terdiri dari :
Nyeri kepala tipe tegang episodik disertai oleh gangguan otot
perikranial
Nyeri kepala tipe tegang episodik tidak disertai oleh gangguan otot
perikranial
2. Nyeri kepala tipe tegang kronik yang terdiri dari :
Nyeri kepala tipe tegang kronik disertai gangguan otot
perikranial
Nyeri kepala tipe tegang kronik tidak disertai gangguan otot
perikranial
Berdasarkan f r e k u e n s i s e r a n g a n n y a , b i l a s e r a n g a n n y a
k u r a n g d a r i 1 8 0 h a r i p e r t a h u n disebut episodik (NTE), dan
disebut kronik (NTK) bila serangannya 180 hari atau lebih dalam
setahun, sedangkan Tension type like headache adalah suatu bentuk NT yang
tidak memenuhi salah satu bentuk kriteria diagnostik operasional
Nyeri Tegang diatas. Diagnosis ini ditegakkan bila serangan khas
Nyeri Tegang kurang dari 10 kali atau dengan beberapa serangan
yang tidak memenuhi salah satu kriteria. Diagnosis ini dapat juga ditegakkan
pada pasien yang belum kronik tetapi episode serangannya lebih dari
7 hari, atau dengan serangan nyeri kepala lebih dari 15 hari perbulan
tetapi berlangsung kurang dari 6 bulan.
ETIOLOGI
Etiologi nyeri kepala tipe tegang (NT) kurang dipahami,
etiologi nyeri kepala tipe tegang episodik (NTE) terutama akibat
gangguan mekanisme perifer, sementara nyeri kepala tipe tegang
kronis (NTK) mencerminkan gangguan sakit di pusat.
N a m a sebelumnya u n t u k n y e r i k e p a l a t i p e t e g a n g
m e n c e r m i n k a n p e n y e b a b dugaannya, termasuk sakit kepala
kontraksi otot, sakit kepala psikogenik, sakit kepala stres, dan
sakit kepala harian kronis.
Pada zaman dekade sebelum ini dianggap bahwa kontraksi dari otot kepala
dan leher yang dapat menimbulkan iskemik otot sangatlah berperan penting
dalam Nyeri Tegang sehingga pada masa itu sering juga disebut muscle
contraction headache. Akan tetapi akhir-akhir ini beberapa penelitian yang
menggunakan EMG( elektromiografi) pada penderita Nyeri Tegang ternyata
hanya menunjukkan sedikit sekali terjadi aktifitas otot, yang tidak
mengakibatkan iskemik otot, jika meskipun terjdi kenaikan aktifitas otot
maka akan terjadi pula adaptasi protektif terhadap nyeri.Peninggian aktifitas
otot itupun bisa juga terjadi tanpa adanya nyeri kepala.
Meskipun ketegangan otot berkepanjangan bertanggung jawab
atas bangkitnyasakit kepala pada orang-orang tertentu, namun tidak setiap
orang yang tidak dapatmengendurkan otot-otot leher, kepala dan rahang
bawahnya mendapat sakit kepala.Argumentasi itu menjadi dorongan untuk
menyelidiki faktor lain yang mengiringi ketegangan, yakni hipertonia
vaskuler. Banyak fenomena yang menarik terungkap,misalnya vasokonstriksi
ekstrakranial ditemukan pada penderita nyeri kepala tipe tegang. Peran
vaskular ekstrakranial pada NT itu belum dimengerti.
Konsep bahwa Nyeri Tegang adalah psikogenik juga telah
dipertanyakan. Pasien dengan NTK, seperti halnya pasien dengan
gangguan sakit kronis lainnya, memiliki sekitar 25% kemungkinan
berkembangnya depresi sekunder. Setengah dari pasien mengalami
depresi bersamaan dengan rasa sakit,sedangkan pada pasien lain,
depresi berkembang lebih tersembunyi.
Para peneliti kini menduga bahwa Nyeri Tegang dapat diakibatkan oleh
perubahan antara bahan kimia otak tertentu seperti serotonin, endorfin dan
banyak bahan kimia lainnya yang membantu saraf berkomunikasi. meskipun
tidak jelas mengapa tingkat kimia berfluktasi, prosesnya diduga
mengaktifkan jalur nyeri ke otak dan mengganggu kemampuan otak untuk
menekan nyeri.
Faktor pemicu
Tampaknya faktor lain mungkin juga memberikan kontribusi
bagi berkembangnya nyeri kepala tipe tegang. Potensi yang mungkin memicu
termasuk :
1. Stres2. Depresi dan kecemasan3. B e k e r j a d a l a m p o s i s i c a n g g u n g a t a u b e r t a h a n p a d a
s a t u p o s i s i u n t u k w a k t u y a n g panjang4. Cengkeraman rahang
Faktor risiko
Faktor risiko untuk Nyeri Tegang meliputi:
1. Seorang wanita
Satu studi menemukan bahwa hampir 90 % wanita dan sekitar 70
% p r i a m e n g a l a m i n y e r i k e p a l a t i p e t e g a n g s e p a n j a n g
h i d u p m e r e k a . P a d a s u a t u p e n e l i t i a n d e n g a n P E T S c a n ,
t e r n y a t a m e m b u k t i k a n b a h w a k e c e p a t a n b i o s i n t e s a
serotonin pada pria jauh lebih cepat 52% dibandingkan dengan wanita.
Dengan bukti tersebut di asumsikan bahwa memang terbukti
bahwa angka kejadian depresi pada wanita lebih tinggi 2- 3 kali dari
pria.
2. Usia setengah baya
Kejadian nyeri kepala tipe tegang memuncak pada usia
40an,meskipun orang-orang dari segala usia dapat terkena jenis sakit
kepala ini.
Patogenesa
Nyeri miofascial adalah suatu nyeri pada otot bergaris
termasuk juga struktur fascia dan tendonnya. Dalam keadaan
normal nyeri miofascial di mediasi oleh serabut k e c i l b e r m y e l i n
( A o c ) d a n s e r a b u t t a k b e r m y e l i n ( C ) , s e d a n g k a n s e r a b u t
t e b a l y a n g bermyelin (A. dan AB) dalam keadaan normal
mengantarkan sensasi yang ringan/ tidak merusak (inocuous).
Pada rangsang noxious dan inocuous event, seperti misalnya
prosesiskemik, stimuli mekanik, maka mediator kimiawi terangsang dan
timbul prosessensitisasi serabut Aa dan serabut C yang berperan menambah
rasa nyeri tekan pada tension type headache. Nyeri myofascial dapat di
dideteksi dengan EMG jarum pada miofascial trigger point yang berukuran
kecil beberapa milimeter saja (tidak terdapat pada semua otot) Mediator
kimiawi substansi endogen seperti serotonin(dilepas dari platelet), bradikinin
(dilepas dari belahan precursor plasma molekul kallin) dan Kalium (yang
dilepas dari sel otot), SP dan CGRP dari aferens otot berperan sebagai
stimulant sensitisasi terhadap nosiseptor otot skelet.
Jadi dianggap yang lebih sahih pada saat iniadalah peran
miofascial terhadap timbulnya nyeri kepala tipe tegang. Untuk jenis Nyeri
Tegang episodik biasanya terjadi sensitisasi perifer terhadap
nosiseptor, sedang yang jenis kronik berlaku sensitisasi sentral. Proses
kontraksi otot sefalik secara involunter, berkurangnya supraspinal descending
pain inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli
nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri pada Tension type
Headache. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal & electrical
detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik. Stress dan
depresi pada umumnya berperan sebagai faktor pencetus (87%),exaserbasi
maupun mempertahankan lamanya nyeri kepala. Prevalensi life time
depresi pada penduduk adalah sekitar 17%. Pada penderita depresi dijumpai
adanya defisit kadar serotonin dan noradrenalin di otaknya.
Manifestasi klinis1. Anamnesis
Tidak seperti nyeri kepala lainnya, Nyeri Tegang
mempunyai fenomena yang kompleks yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor psikososial. Nyeri kepala bersifat konstan dan
terus menerus, terasa berat seperti ikatan kepala yang ketat, nyeri tidak
pernah berat. Sifat nyeri tidak berdenyut, tidak bertambah berat
dengan aktifitas fisik, lokasinya biasanya bilateral.
Di samping rasa kencang pada kepala sering kali dijumpai
sensasi ketat dan kaku p a d a l e h e r . K a d a n g - k a d a n g s e n s a s i
n y e r i d i r a s a k a n u n i l a t e r a l a t a u h a n y a m e n g e n a i daerah
frontal atau oksipital saja, dan kadang kadang juga di vertex,
sehingga jarang pasien bisa menentukan suatu lokasi yang tepat.
Gambar area nyeri pada tension headache
Pada pasien yang onsetnya baru atau akut biasanya
disertai ansietas, sedangkan pada serangan kronik depresi lebih sering
di jumpai.
Pada Nyeri Tekan episodik, serangan nyeri kepala berulang kali,
tiap serangan berlangsung a n t a r a b e b e r a p a m e n i t s a m p a i
b e b e r a p a h a r i , s i f a t n y e r i s e p e r t i t e r i k a t k e n c a n g a t a u
tertekan dengan intensitas ringan atau sedang, bilateral
lokasinya atau bervariasi dan tidak memberat dengan aktivitas
fisik. Pada umumnya tidak disertai mual dan fotofobi, bila ada
bersifat ringan.
Sedangkan jumlah serangan nyeri kepala kurang dari 15
hari perbulan atau kurang dari 180 hari pertahun.S e d a n g k a n p a d a
N y e r i T e g a n g k r o n i k , n y e r i k e p a l a d a p a t b e r l a n g s u n g
s e p a n j a n g h a r i , mungkin juga dapat terjadi setiap hari dengan jumlah
serangan lebih dari 15 hari sebulan atau lebih dari 180 hari setahun.
Banyak gejala mengiringi Nyeri Tegang, tetapi jarang
yang bersifat visual atau orogastral, melainkan lebih sering bersifat
tegang mental, psikoneurotik, dan depresif, yakni :
Kuduk dan bahu sesisi atau kedua sisi pegal dan kencang
Tendomiosis sekitar scapula sesisi atau bilateral
Pusing kalau melihat orang banyak
Pusing kalau mendengar keberisikan
Jantung sering berdebar-debar
Perut sering kembung
Setiap malam mimpi, bahkan mimpi yang aneh-aneh (berjumpa
dengan orang-orangyang sudah meninggal)
Perasaan sekujur badan kurang sehat
Insomnia, cepat marah, cepat tersinggung, sedih, dan keluhan depresi
lain
2. Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Tension type headache didapati gejala yang
menonjolyaitu nyeri tekan yang bertambah pada palpasi jaringan
miofascial perikranial. Impuls nosiseptif dari otot perikranial yang
menjalar ke kepala mengakibatkan timbulnya nyeri kepala dan nyeri yang
bertambah pada daerah otot maupun tendon tempat insersinya.
Baik dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik tidak terdapat
kelainan organic. namun demikian reaksi badaniah terhadap stress dan
emosi seringkali ditemukan. Adapun bodily reactions to stress and
emotion itu ialah :
1. ketegangan otot
Ketegangan otot leher, rahang dan bahu
Jika mata ditutup kelopak mata terus bergerak gerak
Gegenhalten (perlawanan paksa terhadap gerakan pasif
ekstremitas)
Uji relaksasi otot sering positif
2. Tanda-tanda simpatik :
Hiperhidrosis palmaris/ plantaris
Tremor, palpitasi, takipnea
Defisit neurologik tidak ada, namun pasien dapat menyatakan
adanya parestesi. deficit motorik tidak ada dan pada umunya lebih sering
ditemukan hiperefleksia daripada hiporefleksia tendon.
Diagnosa
Kriteria diagnostik Nyeri Tegang menurut IHS tahun 1988 dapat
dilihat pada criteria diagnostik berikut :
1. Kriteria Diagnostik NT Episodik (NTE)
Setidak-tidaknya telah mengalami 10 kali serangan nyeri kepala
yang memenuhi kriteria yang ke 2-4. Dalam satu tahun mengalami
nyeri kepala selama kurang dari 180 hari, atau dalam satu bulan
mengalami nyeri kepala selama kurang dari 15 hari.
Serangan nyeri kepala berlangsung antara 30 menit sampai 7 hari.
Setidak-tidaknya dua dari ciri-ciri nyeri berikut ini terpenuhi :
Nyeri bersifat menekan atau terasa kencang (tidak berdenyut)
Intensitas nyeri ringan sampai sedang (aktifitas berkurang, tapi
tidak terhenti)
L o k a s i n y e r i u m u m n y a b i l a t e r a l
Tidak bertambah berat bila menaiki tangga atau aktivitas
semacamnya.
Tidak disertai gejala ikutan berikut :
- Mual a t a u muntah ( anoreksia mungkin saja terjadi ).
- Fotofobi dan fonofobi tidak ada, apabila ada hanya
salah satu saja.
Satu kriteria berikut ini harus terpenuhi :
- Anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologik tidak
menunjukkan adanya kelainansesuai daftar pada kelompok
5-11
- Anamnesis atau pemeriksaan fisik atau neurologik
menunjukkan adanya kelainan organik, tetapi hasil
pemeriksaan penunjang yang sesuai untuk gangguan tersebut
tidak mendukungnya.
- Bila kelainan tersebut ada, Nyeri Tegang pertama kali tidak
terjadi pada waktu yang berkaitan dengan kelainan tersebut.
Penyakit-penyakit yang tergolong pada grup 5-11 sebagai
berikut :
- N y e r i k e p a l a y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n t r a u m a
k e p a l a ( n o . 5 )
- N y e r i k e p a l a y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n k e l a i n a n
v a s k u l e r ( n o . 6 )
- Nyeri kepala yang berhubungan dengan kelainan
intrakranial yang sifatnya bukan vaskuler (no.7)
- Nyeri kepala yang berhubungan dengan suatu substansi atau
efek withdrawalnya(no.8)
- N y e r i k e p a l a y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n i n f e k s i
n o n s e f a l i k ( n o . 9 )
- N y e r i k e p a l a y a n g b e r h u b u n g a n d e n g a n k e l a i n a n
m e t a b o l i k ( n o . 1 0 )
- N y e r i k e p a l a a t a u n y e r i w a j a h b e r h u b u n g a n
d e n g a n k e l a i n a n p a d a c r a n i u m , l e h e r , mata, hidung,
rongga sinus, mulut atau struktur di wajah atau kranial lainnya.
2. Kriteria Diagnostik NT kronik (NTK)
Selama 6 bulan atau lebih mengalami nyeri kepala rata-
rata 15 hari atau lebih setiap bulannya/ 180 hari atau lebih
setahun,
Setidak-tidaknya memenuhi 2 ciri-ciri nyeri berikut ini :
- Nyeri bersifat menekan atau terasa kencang
- Intensitas ringan sampai sedang (aktifitas berkurang, tetapi
tidak terhenti)
- L o k a s i b i l a t e r a l
- Tidak memberat bila menaiki tangga atau dengan
aktivitas fisik
Tidak disertai dengan gejala-gejala ikutan:
- M u n t a h
- M u a l , f o t o f o b i a t a u f o n o f o b i
Satu dari persyaratan berikut ini harus terpenuhi :
- A n a m n e s i s , pemeriksaan fisik dan neurologik tidak
menunjukkan adanya kelainan pada kelompok 5-11
- Anamnesis atau pemeriksaan fisik atau neurologik
menunjukkan kemungkinan adanya kelainan organik,
tetapi hasil pemeriksaan penunjang yang sesuai
tidak mendukungnya
- Jika ada kelainan-kelainan tersebut diatas, NT
pertama kali tidak terjadi padawaktu yang berkaitan
dengan kelainan diatas.
3. Kriteria Diagnostik NT yang tidak memenuhi kriteria diatas
Memenuhi semua kriteria kecuali satu kriteria untuk satu atau lebih
bentuk NT
Tidak memenuhi kriteria migren tanpa aura.
4. Pemeriksaan Penunjang :
Kebanyakan nyeri kepala tipe tegang di diagnosa berdasarkan
riwayat penyakit dahulu d a n p e m e r i k s a a n f i s i k y a n g
l e n g k a p . T i d a k d i p e r l u k a n a d a n y a p e m e r i k s a a n
l a n j u t a n untuk orang-orang yang pada pemeriksaan saraf
tidak ditemukan kelainan. Sebaliknya,orang-orang dengan
nyeri kepala tipe tegang kronik walaupun tidak memiliki
kelainan p a d a p e m e r i k s a a n s a r a f , h a r u s d i l a k u k a n
p e m e r i k s a a n C T s c a n d a n M R I .
D e n g a n pemeriksaan radiologi tidak dapat diketahui tipe
spesifik dari nyeri kepala, namun dapat menyingkirkan penyebab sakit
kepala serius seperti tumor atau aneurisma. Pemeriksaan fungsi tiroid,
darah lengkap dan skrining metabolik dapat juga dilakukan.
Penatalaksanaan
1. Terapi farmakologi
o Pengobatan profilaksis
Meskipun sakit kepala Nyeri Tegang umum dan berdampak
besar pada masyarakat, sangat sedikit studi yang terkontrol-baik dari
pengobatannya yang telah dilakukan.
Tidak ada obat baru yang disetujui oleh FDA
khususnya untuk pengobatan sakit kepala tension. N a m u n ,
m e n g i n g a t s i f a t k r o n i s g a n g g u a n i n i d a n r i s i k o
p e n g g u n a a n b e r l e b i h a n - o b a t - o b a t a n s a k i t k e p a l a p a d a
p a s i e n d e n g a n s a k i t k e p a l a s e r i n g , t e r a p i profilaksis
tampaknya terjamin untuk kebanyakan pasien. Sejak sakit
kepala tension-type kronis adalah sebuah gangguan pengolahan
nyeri sentral, obat dengan sentral efek modulasi nyeri
cenderung paling efektif.
o Obat antidepresan
Amitriptyline mengurangi jumlah sakit kepala
harian atau durasi sakit kepalasekitar 50% pada sekitar
sepertiga pasien dalam beberapa studi, meskipun studi
lainmenemukan ini tidak lebih baik daripada placebo.
Pada anak dan pasien tua, dosis awal biasa amitriptyline
(atau obat serupa) adalah10 mg pada waktu tidur. Pada
dewasa, dosis awal biasa adalah 25 mg pada waktu tidur.
Dosis dapat ditingkatkan sampai hasil terapeutik diperoleh atau
efek samping tidak dapatd i t o l e r a n s i . A n t i d e p r e s a n
b i a s a n y a d i b e r i k a n d a r i 4 s a m p a i 6 m i n g g u
u n t u k b i s a menunjukkan efek menguntungkan.
Antidepresan trisiklik lainnya mungkin juga efektif,
sebagaimana disarankan oleh pengalaman klinis, meskipun belum
diteliti pada sakit kepala tension-type kronis.
SSRI: fluoxetine, paroxetine, dan citalopram belum
menunjukkan efikasi studi- t e r k o n t r o l . O b a t i n i s e r i n g
d i g u n a k a n , n a m u n , k a r e n a m e r e k a m e m i l i k i i n s i d e n
e f e k samping lebih rendah.
o Relaksan otot
Cyclobenzaprine adalah relaksan otot struktural terkait
dengan amitriptyline. Pada1972 studi double-blind, 10 dari 20
pasien menerima cyclobenzaprine mengalami 50 %a t a u
l e b i h p e r b a i k a n p a d a s a k i t k e p a l a tension-type,
d i b a n d i n g k a n d e n g a n 5 d a r i 2 0 pasien yang menerima
plasebo. Dosis biasa cyclobenzaprine adalah 10 mg pada
waktutidur.
Tizanidine, sebuah penghambat alfa-adrenergik,
dilaporkan efektif untuk sakit kepala tension type kronis
pada percobaan plasebo-terkontrol tunggal. Dosis biasanya
dititrasi dari 2 mg pada waktu tidur hingga 20 mg per hari,
dibagi menjadi tiga dosis. Sedasi adalah efek samping paling
umum dari agen ini.
o Valproate
Valproate, a n t i k o n v u l s i a g o n i s a s a m
gamma-aminobutyric ( G A B A ) , t e l a h dievaluasi untuk
keberhasilannya pada migraine, dan “sakit kepala harian
kronis”. Efek s a m p i n g y a n g p a l i n g s e r i n g d i l a p o r k a n
a d a l a h b e r a t b e r t a m b a h , g e m e t a r a n , r a m b u t rontok, dan
mual.
o Obat anti-inflamasi non steroid
Obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) secara luas
diresepkan baik sebagai terapi tambahan sakit kepala tension-type
dan untuk profilaksis dari migraine.
o Toksin botulinum
Suntikan toksin botulinum pada otot kepala dan leher
ditemukan efektif untuk meredakan sakit kepala tension-type
kronis pada pasien.
o Terapi akut
Pengobatan akut sakit kepala tension-typeharian sulit.
NSAID mungkin berguna sebagai analgesik untuk sakit kepala
harian. R e l a k s a n o t o t s e p e r t i c h l o r z o x a z o n e ,
o r p h e n a d r i n e s i t r a t , c a r i s o p r o d o l , d a n metaxalone
umumnya digunakan oleh pasien dengan sakit kepala
tension-type kronis, tetapi belum terbukti efektif untuk melegakan
nyeri akut.
Sumatriptan telah dievaluasi pada beberapa studi
sakit kepala tension-type. Obat ini tidak lebih efektif daripada
plasebo untuk serangan akut pada pasien dengan sakit kepala
tension-type kronis; namun, sakit kepala tension-type episodik
berat pada pasien bersama dengan migraine tampaknya merespon
terhadap agen ini.
Agen untuk mencegah. Benzodiazepine, kombinasi
butalbital, kombinasi kafein,dan narkotika harus dihindari, atau
gunakanlah obat-obatan tersebut dengan kontrol yangcermat, karena
risiko habituasi dan sakit kepala diinduksi-pengobatan.
2. Terapi non farmakologi
Manajemen stres dengan menggunakan terapi perilaku-kognitif
sama efektif dengan menggunakan relaksasi atau biofeedback dalam
mengurangi sakit kepala tension-type.
Terapi non-farmakologi terutama berguna untuk pasien yang
enggan untuk minum obat karena efek samping sebelumnya dari
obat-obatan, seiring masalah medis,atau ada keinginan untuk hamil.
Sementara biofeedback dan terapi manajemen stres biasanya memerlukan
rujukan ke psikolog.
Prognosa
Nyeri kepala tipe tegang biasanya merespon dengan baik
pengobatan tanpa gejalasisa. Meskipun Nyeri Tegang tidak
secara medis berbahaya, sakit kepala ketegangan kronis
dapat berdampak negatif pada kualitas hidup dan produktivitas
kerja. N y e r i k e p a l a t i p e t e g a n g y a n g t i d a k t e r j a d i s e b a g a i
g e j a l a d a r i k o n d i s i l a i n m u n g k i n s a n g a t n y e r i , t e t a p i
t i d a k m e m b a h a y a k a n d a n e m b e r r e s p o n y a n g b a i k terhadap
pengobatan, sedangkan nyeri tipe tegang yang terjadi sebagai gejala dari
kondisi lain baru dapat menghilang setelah kondisi yang mendasarinya
diobati. Penggunaan obat penghilang nyeri pada pasien dengan tension
headache yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya overdosis obat
tersebut dan dapat berkembang mejadi rebound headache.
b. MIGRAINE
Definisi
Nyeri kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72
jam. Karekteristik nyeri kepala unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau
berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin dan diikuti dengan
mual dan/atau fotofobia dan fonofobia.
Epidemiologi
Migraine dapat terjadi pada 18% dari wanita dan 6% dari pria
sepanjang hidupnya. Prevalensi tertinggi berada diantara umur 25-55 tahun.
Migraine timbul pada 11% masyarakat Amerika Serikat yaitu kira-kira 28
juta orang. Prevalensi migraine ini beranekaragam bervariasi berdasarkan
umur dan jenis kelamin. Migraine dapat tejadi dari mulai kanak-kanak
sampai dewasa. Migraine lebih sering terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan sebelum usia 12 tahun, tetapi lebih
sering ditemukan pada wanita setelah pubertas, yaitu paling sering pada
kelompok umur 25-44 tahun. Onset migraine muncul pada usia di bawah 30
tahun pada 80% kasus. Migraine jarang terjadi setelah usia 40 tahun. Wanita
hamil pun tidak luput dari serangan migraine yang biasanya menyeang pada
trimester I kehamilan. Risiko mengalami migraine semakin besar pada orang
yang mempunyai riwayat keluarga penderita migraine.
Etiologi
Penyebab pasti migraine tidak diketahui, namun 70-80% penderita
migraine memiliki anggota keluarga dekat dengan riwayat migraine juga.
Risiko terkena migraine meningkat 4 kali lipat pada anggota keluarga para
penderita migraine dengan aura. Namun, dalam migraine tanpa aura tidak ada
keterkaitan genetik yang mendasarinya, walaupun secara umum
menunjukkan hubungan antara riwayat migraine dari pihak ibu. Migraine
juga meningkat frekuensinya pada orang-orang dengan kelainan mitokondria
seperti MELAS (mitochondrial myopathy, encephalopathy, lactic acidosis,
and strokelike episodes). Pada pasien dengan kelainan genetik CADASIL
(cerebral autosomal dominant arteriopathy with subcortical infarcts and
leukoencephalopathy) cenderung timbul migrane dengan aura.
Klasifikasi
Menurut The International Headache Society (1988)
Migren tanpa aura
Migren ini tidak jelas penyebabnya (idiopatik), bersifat kronis
dengan manifestasi serangan nyeri kepala 4-72 jam, nyeri kepala
unilateral, berdenyut-denyut, dengan intensitas sedang sampai berat,
disertai mual, muntah fotofobia dan fonofobia. Nyeri kepala diperberat
dengan aktivitas fisik. Gejala tambahan meliputi nyeri kepala pada
waktu menstruasi dan berhenti pada waktu hamil.
Migren dengan aura
Nyeri kepala ini idiopatik, bersifat kronis dengan bentuk
serangan dengan gejala neurologic (aura) yang berasal dari korteks
serebri dan batang otak, biasanya berlangsung selama 5-20 menit dan
berlangsung tidak lebih dari 60 menit. Nyeri kepala, mual dengan atau
tanpa fotofobia biasanya langsung mengikuti gejala aura atau setelah
interval bebas serangan tidak sampai 1 jam. Aura dapat berupa
gangguan mata homonimus, gejala hemisensorik, hemiparesis, disfagia
atau gabungan dari gangguan tersebut. Klasifikasi migren dengan aura :
Migren dengan aura yang tipikal
Migren dengan aura yang diperpanjang
Migren hemiplagia familial
Migren dengan aura termasuk hemiparesis dengan criteria klinik yang
sama, biasanya keluarga mempunyai riwayat migren yang sama.
Migren basilaris
Migren dengan aura yang jelas berasal dari batang otak atau
berasal dari kedua lobus oksipitalis. Criteria klinik dengan migren
dengan aura secara umum ditambah dua atau lebih dari gejala
dibawah ini :
Gangguan lapangan penglihatan temporal dan nasal bilateral
Disartria
Vertigo
Tinnitus
Pengurangan pendengaran
Diplopia
Ataksia
Parestesia bilateral
Penurunan kesadaran
Migren aura tanpa nyeri kepala
Migren jenis ini mempunyai gejala yang khas tetapi tanpa diikuti
nyeri kepala. Biasanya menyerang usia diatas 40 tahun.
Migren dengan awitan aura akut
Migren dengan aura berlangsung penuh kurang dari 5 menit.
Gejala neurologic aura terjadi seketika lebih kurang 4 menit. Nyeri
kepala berlangsung 4-72 jam.
Migren oftalmoplegik
Migren ini dicirikan oleh serangan yang berulang-ulang yang
berhubungan dengan paresis satu atau lebih saraf otak okuler dan tidak
didapatkan kelainan organic. Pada pemeriksaan penunjang tidak
didapatkan kelainan cairan serebrospinal.
Migren retinal
Terjadi serangan berulang kali dalam bentuk skotoma
monokuler atau buta tidak lebih dari satu jam. Dapat berhubungan
dengan nyeri kepala atau tidak.
Migren yang berhubungan dengan gangguan intracranial
Migren dan gangguan intracranial berhubungan dengan awitan
secara temporal. Aura dan lokasi nyeri berhubungan dengan jenis lesi
intracranial.
Migren dengan komplikasi
Status migren
Serangan migren dengan nyeri kepala lebih dari 72 jam
walaupun telah diobati, namun demikian nyeri kepala tidak
kunjung sembuh.
Infark migren
Penderita termasuk dalam criteria migren dengan aura.
Serangan yang terjadi sama tetapi deficit neurologic tetap ada
setelah 3 minggu dan pemeriksaan menunjukkan hipodensitas
yang nyata.
Migren yang tidak terklarifikasi
Patofisiologi
Teori vaskular
Menurut teori atau hipotesis vascular aura disebabkan oleh
vasokontriksi intraserebral diikuti dengan vasodilatasi ekstrakranial. Aura
merupakan manifestasi penyebaran depresi, suatu peristiwa neuronal yang
di karakteristik oleh gelombang penghambatan yang menyebabkan
turunnya aliran darah otak sampai 25-35%. Nyeri diakibatkan oleh
aktivitas trigeminal yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktif
→vasodilatasi plasma protein ekstravasation dan nyeri. Aktivitas di dalam
trigeminal di regulasi oleh saraf noreadrenergik dan serotonergik. Resptor
5HT, terutama 5HT1 dan 5HT2→ ikut terlibat dalam patofisiologi migren.
Peningkatan kadar 5HT menyebabkan vasokonstriksi →
menurunkan aliran darah cranial → terjadi iskemia → aura
Iskemi selanjutnya akan berkurang dan diikuti oleh periode
vaodilatasi serebral, neurogenic inflamasi dan nyeri.
Teori Neurovaskular dan Neurokimia
Teori vaskular berkembang menjadi teori neurovaskular yang
dianut oleh para neurologist di dunia. Pada saat serangan migraine terjadi,
nervus trigeminus mengeluarkan CGRP (Calcitonin Gene-related Peptide)
dalam jumlah besar. Hal inilah yang mengakibatkan vasodilatasi
pembuluh darah multipel, sehingga menimbulkan nyeri kepala. CGRP
adalah peptida yang tergolong dalam anggota keluarga calcitonin yang
terdiri dari calcitonin, adrenomedulin, dan amilin. Seperti calcitonin,
CGRP ada dalam jumlah besar di sel C dari kelenjar tiroid. Namun CGRP
juga terdistribusi luas di dalam sistem saraf sentral dan perifer, sistem
kardiovaskular, sistem gastrointestinal, dan sistem urologenital. Ketika
CGRP diinjeksikan ke sistem saraf, CGRP dapat menimbulkan berbagai
efek seperti hipertensi dan penekanan pemberian nutrisi. Namun jika
diinjeksikan ke sirkulasi sistemik maka yang akan terjadi adalah hipotensi
dan takikardia. CGRP adalah peptida yang memiliki aksi kerja sebagai
vasodilator poten. Aksi keja CGRP dimediasi oleh 2 reseptor yaitu CGRP
1 dan CGRP 2. Pada prinsipnya, penderita migraine yang sedang tidak
mengalami serangan mengalami hipereksitabilitas neuron pada korteks
serebral, terutama di korteks oksipital, yang diketahui dari studi rekaman
MRI dan stimulasi magnetik transkranial. Hipereksitabilitas ini
menyebabkan penderita migraine menjadi rentan mendapat serangan,
sebuah keadaan yang sama dengan para pengidap epilepsi. Pendapat ini
diperkuat fakta bahwa pada saat serangan migraine, sering terjadi alodinia
(hipersensitif nyeri) kulit karena jalur trigeminotalamus ikut tersensitisasi
saat episode migraine. Mekanisme migraine berwujud sebagai refleks
trigeminal vaskular yang tidak stabil dengan cacat segmental pada jalur
nyeri. Cacat segmental ini yang memasukkan aferen secara berlebihan
yang kemudian akan terjadi dorongan pada kortibular yang berlebihan.
Dengan adanya rangsangan aferen pada pembuluh darah, maka
menimbulkan nyeri berdenyut.
Teori cortical spreading depression (CSD)
Patofisiologi migraine dengan aura dikenal dengan teori cortical
spreading depression (CSD). Aura terjadi karena terdapat eksitasi neuron
di substansia nigra yang menyebar dengan kecepatan 2-6 mm/menit.
Penyebaran ini diikuti dengan gelombang supresi neuron dengan pola
yang sama sehingga membentuk irama vasodilatasi yang diikuti dengan
vasokonstriksi. Prinsip neurokimia CSD ialah pelepasan Kalium atau asam
amino eksitatorik seperti glutamat dari jaringan neural sehingga terjadi
depolarisasi dan pelepasan neurotransmiter lagi.
CSD pada episode aura akan menstimulasi nervus trigeminalis
nukleus kaudatus, memulai terjadinya migraine. Pada migraine tanpa aura,
kejadian kecil di neuron juga mungkin merangsang nukleus kaudalis
kemudian menginisiasi migren. Nervus trigeminalis yang teraktivasi akan
menstimulasi pembuluh kranial untuk dilatasi. Hasilnya, senyawa-
senyawa neurokimia seperti calcitonin gene-related peptide (CGRP) dan
substansi P akan dikeluarkan, terjadilah ekstravasasi plasma. Kejadian ini
akhirnya menyebabkan vasodilatasi yang lebih hebat, terjadilah inflamasi
steril neurogenik pada kompleks trigeminovaskular. Selain CSD, migren
juga terjadi akibat beberapa mekanisme lain, di antaranya aktivasi batang
otak bagian rostral, stimulasi dopaminergik, dan defisiensi magnesium di
otak. Mekanisme ini bermanifestasi pelepasan 5-hidroksitriptamin (5-HT)
yang bersifat vasokonstriktor. Pemberian antagonis dopamin, misalnya
Proklorperazin, dan antagonis 5-HT, misalnya Sumatriptan dapat
menghilangkan migraine dengan efektif.
Manifestasi Klinis
Migraine tanpa aura
Serangan dimulai dengan nyeri kepala berdenyut di satu sisi
dengan durasi serangan selama 4-72 jam. Nyeri bertambah berat dengan
aktivitas fisik dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan
fonofobia.
Migraine dengan aura
Sekitar 10-30 menit sebelum sakit kepala dimulai (suatu periode
yang disebut aura), gejala-gejala depresi, mudah tersinggung, gelisah,
mual atau hilangnya nafsu makan muncul pada sekitar 20% penderita.
Penderita yang lainnya mengalami hilangnya penglihatan pada daerah
tertentu (bintik buta atau skotoma) atau melihat cahaya yang berkelap-
kelip. Ada juga penderita yang mengalami perubahan gambaran, seperti
sebuah benda tampak lebih kecil atau lebih besar dari sesungguhnya.
Beberapa penderita merasakan kesemutan atau kelemahan pada lengan
dan tungkainya. Biasanya gejala-gejala tersebut menghilang sesaat
sebelum sakit kepala dimulai, tetapi kadang timbul bersamaan dengan
munculnya sakit kepala. Nyeri karena migraine bisa dirasakan pada
salah satu sisi kepala atau di seluruh kepala. Kadang tangan dan kaki
teraba dingin dan menjadi kebiru-biruan. Pada penderita yang memiliki
aura, pola dan lokasi sakit kepalanya pada setiap serangan migran adalah
sama. Migraine bisa sering terjadi selama waktu yang panjang tetapi
kemudian menghilang selama beberapa minggu, bulan bahkan tahun.
Migraine dengan aura dapat dibagi menjadi empat fase, yaitu:
Fase I Prodromal
Sebanyak 50% pasien mengalami fase prodromal ini yang
berkembang pelan-pelan selama 24 jam sebelum serangan. Gejala: kepala
terasa ringan, tidak nyaman, bahkan memburuk bila makan makanan
tertentu seperti makanan manis, mengunyah terlalu kuat, sulit/malas
berbicara.
Fase II Aura.
Berlangsung lebih kurang 30 menit, dan dapat memberikan
kesempatan bagi pasien untuk menentukan obat yang digunakan untuk
mencegah serangan yang dalam. Gejala dari periode ini adalah gangguan
penglihatan (silau/fotofobia), kesemutan, perasaan gatal pada wajah dan
tangan, sedikit lemah pada ekstremitas dan pusing.
Periode aura ini berhubungan dengan vasokonstriksi tanpa nyeri
yang diawali dengan perubahan fisiologi awal. Aliran darah serebral
berkurang, dengan kehilangan autoregulasi lanjut dan kerusakan
responsivitas CO2.
Fase III sakit kepala
Fase sakit kepala berdenyut yang berat dan menjadikan tidak
mampu yang dihubungkan dengan fotofobia, mual dan muntah. Durasi
keadaan ini bervariasi, beberapa jam dalam satu hari atau beberapa hari.
Fase IV pemulihan
Periode kontraksi otot leher dan kulit kepala yang dihubungkan
dengan sakit otot dan ketegangan lokal. Kelelahan biasanya terjadi, dan
pasien dapat tidur untuk waktu yang panjang.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukan untuk menyingkirkan sakit kepala yang diakibatkan
oleh penyakit struktural, metabolik, dan kausa lainnya yang memiliki
gejala hampir sama dengan migraine. Selain itu, pemeriksaan
laboratorium dapat menunjukkan apakah ada penyakit komorbid yang
dapat memperparah sakit kepala dan mempersulit pengobatannya.
Pencitraan
CT scan dan MRI dapa dilakukan dengan indikasi tertentu, seperti:
pasien baru pertama kali mengalami sakit kepala, ada perubahan dalam
frekuensi serta derajat keparahan sakit kepala, pasien mengeluh sakit
kepala hebat, sakit kepala persisten, adanya pemeriksaan neurologis
abnormal, pasien tidak merespon terhadap pengobatan, sakit kepala
unilateral selalu pada sisi yang sama disertai gejala neurologis
kontralateral.
Pungsi Lumbal
Indikasinya adalah jika pasien baru pertama kali mengalami sakit
kepala, sakit kepala yang dirasakan adalah yang terburuk sepanjang
hidupnya, sakit kepala rekuren, onset cepat, progresif, kronik, dan sulit
disembuhkan. Sebelum dilakukan LP seharusnya dilakukan CT scan atau
MRI terlebih dulu untuk menyingkirkan adanya massa lesi yang dapat
meningkatkan tekanan intracranial.
Kriteria Diagnosis
Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi Abortif
1. Sumatriptan
Sumatriptan cukup efektif sebagai terapi abortif jika
diberikan secara subkutan dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang
sekali setelah 2 jam kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum
12 mg per 24 jam. Triptan merupakan serotonin 5-HT1B/1D–
receptor agonists. Golongan obat ini ditemukan dalam suatu
penelitian mengenai serotonin dan migraine yang mendapatkan
adanya suatu atypical 5-HT receptor. Aktivasi reseptor ini
menyebabkan vasokontriksi dari arteri yang berdilatasi.
Sumatriptan juga terlihat menurunkan aktivitas saraf trigeminal.
Terdapat tujuh subkelas utama dari 5-HT receptors. Semua
triptan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1B/1D, serta dalam
potensi yang lebih ringan dapat mengaktivasi reseptor 5-HT1A
atau 5-HT1F. Namun, aktivitas 5-HT1B/1D–agonist merupakan
mekanisme utama dari efek terapeutik golongan triptan.
Farmakologi: Sumatriptan merupakan triptan yang
termasuk dalam grup sulfonamide yang bekerja membantu
menstabilkan kadar serotonin di otak. Sumatriptan dan serotonin
memiliki kesamaan struktur. Subtipe reseptor spesifik yang
diaktifkannya ada dalam arteri kranial dan basilar. Sumatriptan
diberikan beberapa bentuk, tablet, injeksi subkutan, dan nasal
spray. Ketika diinjeksikan, sumatriptan bekerja lebih cepat, tapi
efek berakhir juga lebih pendek. Sumatriptan dimetabolisme oleh
monoamine oxidase A dan metabolitnya dieksresi melalui urin
dan empedu.
Indikasi: serangan migren akut dengan atau tanpa aura
Dosis & Cara Pemberian: dapat diberikan secara subkutan
dengan dosis 4-6 mg. Dapat diulang sekali setelah 2 jam
kemudian jika dibutuhkan. Dosis maksimum 12 mg per 24 jam.
Cara kerja:
Triptan memiliki tiga mekanisme kerja yang potensial:
vasokonstriksi kranial
inhibisi neuronal perifer
inhibisi terhadap transmisi yang melewati second-order
neurons dari kompleks trigeminoservikal.
Ketiga mekanisme kerja tersebut menghambat efek yang
ditimbulkan oleh teraktivasinya serabut aferen nosiseptif
trigeminal (activated nociceptive trigeminal afferents); melalui
mekanisme inilah triptan menghentikan serangan akut migraine.
Efek Samping: flushing, lemah, mengantuk, mual, muntah,
peningkatan tekanan darah sementara.
Kontraindikasi:
o penyakit jantung iskemik
o riwayat infark miokard
o prinzmetal’s angina
o hipertensi yang tidak terkontrol.
Interaksi obat:
Obat yang mengandung ergot dilaporkan bisa menyebabkan
perpanjangan reaksi vasospastik. Oleh karena itu, penggunaan obat
yang mengandung ergot atau tipe ergot seperti dihydroergotamine
atau dan sumatriptan dalam 24 jam harus dihindari.
MAO-A inhibitor mengurangi clearance sumatriptan, sehingga
secara signifikan bisa meningkatkan paparan sistemik.
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) seperti fluoxetine,
fluvoxamine, paroxetine, dan sertraline menyebabkan lemah,
hiperrefleksia, dan inkoordinasi.
2. Zolmitriptan
Zolmitriptan efektif untuk pengobatan akut. Dosis awal oral
5 mg. Gejala-gejala akan berkurang dalam 1 jam. Obat ini dapat
diulang sekali lagi setelah 2 jam jika diperlukan. Dosis maksimal
adalah 10 mg untuk 24 jam. Zolmitriptan juga dapat digunakan
melalui nasal spray.
Farmakologi: Zolmitriptan merupakan agonis selektif
reseptor 5-HT1B/1D yang merupakan triptan generasi kedua yang
iabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral dan kadar puncak
plasma terjadi dalam 2 jam. Bioavailabilitas absolute sekitar 40%.
Waktu paruh zolmitriptan dan metabolit N-desmethyl adalah 3
jam. Karena potensi metabolit 5HT1B/1D sekitar 2-6 kali obat induk,
maka metabolit berkontribusi besar dalam efek keseluruhan setelah
pemberian zolmitriptan.
Indikasi: Untuk mengatasi serangan migraine akut dengan
atau tanpa aura pada dewasa. Tidak ditujukan untuk terapi
profilaksis migren atau untuk tatalaksana migren hemiplegi atau
basilar.
Dosis & Cara Pemberian: Pada uji klinis, dosis tunggal 1;
2,5 dan 5 mg efektif mengatasi serangan akut. Pada perbandingan
dosis 2,5 dan 5 mg, hanya terjadi sedikit penambahan manfaat dari
dosis lebih besar, namun efek samping meningkat. Oleh karena itu,
pasien sebaiknya mulai dengan doss 2,5 atau lebih rendah. Jika
sakit terasa lagi, dosis bisa diulang setelah 2 jam, dan tidak lebih
dari 10 mg dalam periode 24 jam.
Efek Samping: hiperestesia, parestesia, sensasi hangat dan
dingin, nyeri dada, mulut kering, dispepsia, disfagia, nausea,
mengantuk, vertigo, astenia, mialgia, miastenia, berkeringat.
Kontraindikasi: Pasien dengan penyakit jantung iskemik
(angina pectoris, riwayat infark miokard, coronary artery
vasospasm, Prinzmetal's angina), dan pasien hipersensitif.
Interaksi obat:
MAO Inhibitor: meningkatkan bioavailabilitas keduanya,
sehingga pemberian zolmitriptan tidak boleh bersamaan
dengan MAO-A inhibitor. Jika penggunaan MAO-A inhibitor
sudah berhenti >2 minggu, zolmitriptan boleh digunakan.
Kontrasepsi oral: studi retrospektif menunjukkan konsentrasi
plasma zolmitriptan biasanya lebih tinggi pada wanita yang
menggunakan kontraspsi oral.
Ergot: penggunaan keduanya dalam 24 jam harus dihindarkan
karena dapat memperpanjang reaksi vasospastik.
3. Eletriptan
Farmakologi: Eletriptan terikat dengan afinitas tinggi
terhadap reseptor 5-HT1B, 5-HT1D dan 5-HT1F. Aktivasi reseptor 5-
HT1 pada pembuluh darah intrakranial menimbulkan vasokontriksi
yang berkorelasi dengan meredanya sakit kepala migraine. Selain
itu, aktivasi reseptor 5-HT1 pada ujung saraf sensoris pada sistem
trigeminal menghambat pelepasan pro-inflammatory neuropeptida.
Eletriptan dapat diabsorpsi dengan baik setelah pemberian oral
dengan waktu tercapainya kadar puncak plasma (Tmax) sekitar 1,5
jam. Eletriptan dimetabolisme terutama oleh CYP3A4 dan
memiliki waktu paruh eliminasi sekitar 4 jam. Namun
metabolitnya, N-demethylated eletriptan, butuh waktu sekitar 13
jam karena metabolit tersebut juga aktif dan menyebabkan
vasokontriksi seperti obat induk.
Indikasi: Penanganan migraine akut dengan atau tanpa aura.
Dosis & Cara Pemberian: 20–40 mg po saat onset
berlangsung, dapat diulang 2 jam kemudian sebanyak 1 kali. Dosis
maksimum tidak melebihi 80 mg/24 jam.
Efek Samping: parestesia, flushing, hangat, nyeri dada,
rasa tidak enak pada perut, mulut kering, dispepsia, disfagia,
nausea, pusing, sakit kepala, mengantuk.
Interaksi obat:
Obat yang mengandung ergot: menyebabkan perpanjangan
reaksi vasospastik.
Selective serotonin reuptake inhibitors seperti fluoxetine,
fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dapat menyeabkan lemah,
hiperrefleksia, dan inkoordinasi.
1. Rizatriptan dengan dosis 5-10 mg po saat onset berlangsung,
dapat diulang setiap 2 jam sebanyak 2 kali. Dosis maksimum
30 mg/24 jam.
2. Naratriptan dengan dosis 1-2,5 mg po saat serangan migraine
akut, boleh diulang setelah 4 jam. Dosis maksimum 5 mg/24
jam.
3. Almotriptan dengan dosis 6,25-12,5 mg po saat onset
berlangsung, dapat diulang setelah 2 jam sebanyak sekali.
Dosis maksimum 25 mg/24 jam.
4. Frovatriptan dengan dosis 2,5 mg po saat onset berlangsung,
dapat diulang setelah 2 jam. Waktu paruhnya lebih panjang
dari eletriptan sehingga sangat membantu bagi pasien dengan
serangan migraine yang panjang. Dosis maksimum 7,5 mg/24
jam.
5. Analgesik seperti aspirin
6. Analgesik opioid seperti meperidin 100 mg IM atau
butorphanol tartat dengan nasal spray 1 mg untuk setiap
lubang hidung. Bisa diulang setelah 3 atau 4 jam berikutnya.
7. Dihidroergotamin mesilat 0.5–1 mg IV atau 1–2 mg SK atau
IM.
8. Proklorperazin 25 mg rektal atau 10 mg IV
9. Cafergot yaitu kombinasi antara ergotamin tartat 1 mg dan
kafein 100 mg. Cafergot dapat diberikan sebanyak 1-2 tablet
yang diminum pada saat onset serangan atau ketika gejala-
gejala prodromal berlangsung diikuti dengan 1 tablet setiap 30
menit. Cafergot dapat diminum maksimal 6 tablet untuk setiap
serangan namun tidak boleh dikonsumsi lebih dari 10 hari per
bulan. Ergotamin harus dihindari untuk orang hamil dan bagi
orang yang berisiko stroke.
Terapi Profilaktif
Tujuan dari terapi profilaktif adalah untuk mengurangi
frekuensi berat dan lamanya serangan, meningkatkan respon pasien
terhadap pengobatan, serta pengurangan disabilitas. Terapi
preventif yang dilaksanakan mencakup pemakaian obat dimulai
dengan dosis rendah yang efektif dinaikkan pelan-pelan sampai
dosis efektif. Efek klinik tercapai setelah 2-3 bulan pengobatan,
pemberian edukasi supaya pasien teratur memakai obat, diskusi
rasional tentang pengobatan, efek samping obat. Pasien juga
dianjurkan untuk menulis headache diary yang berguna untuk
mengevaluasi serangan, frekuensi, lama, beratnya serangan,
disabilitas dan respon terhadap pengobatan yang diberikan. Obat-
obatan yang sering diberikan:
a. Beta-blocker:
propanolol yang dimulai dengan dosis 10-20 mg 2-3x1 dan
dapat ditingkatkan secara gradual menjadi 240 mg/hari.
atenolol 40-160 mg/hari
timolol 20-40 mg/hari
metoprolol 100-200 mg/hari
b. Calcium Channel Blocker:
verapamil 320-480 mg/hari
nifedipin 90-360 mg/hari
c. Antidepresan, misalnya amitriptilin 25-125 mg, antidepresan
trisiklik, yang terbukti efektif untuk mencegah timbulnya
migraine.
d. Antikonvulsan:
asam valproat 250 mg 3-4x1
topiramat
e. Methysergid, derivatif ergot 2-6 mg/hari untuk beberapa
minggu sampai bulan efektif untuk mencegah serangan
migraine.
Terapi non-medikamentosa
Terapi abortif
Para penderita migraine pada umumnya mencari tempat yang
tenang dan gelap pada saat serangan migraine terjadi karena
fotofobia dan fonofobia yang dialaminya. Serangan juga akan sangat
berkurang jika pada saat serangan penderita istirahat atau tidur.
Terapi profilaktif
Pasien harus memperhatikan pencetus dari serangan migraine
yang dialami, seperti kurang tidur, setelah memakan makanan
tertentu misalnya kopi, keju, coklat, MSG, akibat stress, perubahan
suhu ruangan dan cuaca, kepekaan terhadap cahaya terang, kelap
kelip, perubahan cuaca, dan lain-lain. Selanjutnya, pasien diharapkan
dapat menghindari faktor-faktor pencetus timbulnya serangan
migraine. Disamping itu, pasien dianjurkan untuk berolahraga secara
teratur untuk memperlancar aliran darah. Olahraga yang dipilih
adalah yang membawa ketenangan dan relaksasi seperti yoga dan
senam. Olahraga yang berat seperti lari, tenis, basket, dan sepak bola
justru dapat menyebabkan migraine.
Prognosis
Untuk banyak orang, migraine dapat remisi dan menghilang secara
utuh pada akhirnya, terutama karena faktor penuaan/usia. Penurunan kadar
estrogen setelah menopause bertanggungjawab atas remisi ini bagi beberapa
wanita. Walaupun demikian, migraine juga dapat meningkatkan faktor risiko
seseorang terkena stroke, baik bagi pria maupun wanita terutama sebelum
usia 50 tahun. Sekitar 19% dari seluruh kasus stroke terjadi pada orang-orang
dengan riwayat migraine. Migrain dengan aura lebih berisiko untuk
terjadinya stroke khususnya pada wanita. Selain itu, migraine juga
meningkatkan risiko terkena penyakit jantung. Para peneliti menemukan
bahwa 50% pasien dengan Patent Foramen Ovale menderita migraine
dengan aura dan operasi perbaikan pada pasien Patent Foramen Ovale dapat
mengontrol serangan migraine.
c. CLUSTER HEADACHE
Definisi
Cluster headache adalah suatu sindrom idiopatik yang terdiri dari
serangan yang jelas dan berulang dari suatu nyeri periorbital unilateral yang
mendadak dan parah.
Patofisiologi
Patofisiologi dari cluster headache belum sepenuhnya dimengerti.
Periodisitasnya dikaitkan dengan pengaruh hormon pada hipotalamus
(terutama nukleus suprachiasmatik). Baru-baru ini neuroimaging fungsional
dengan positron emision tomografi (PET) dan pencitraan anatomis dengan
morfometri voxel-base telah mengidentifikasikan bagian posterior dari
substansia grisea dari hipotalamus sebagai area kunci dasar kerusakan pada
cluster headache.
Nyeri pada cluster headache diperkirakan dihasilkan pada tingkat
kompleks perikarotid/sinus kavernosus. Daerah ini menerima impuls simpatis
dan parasimpatis dari batang otak, mungkin memperantarai terjadinya
fenomena otonom pada saat serangan. Peranan pasti dari faktor-faktor
imunologis dan vasoregulator, sebagaimana pengaruh hipoksemia dan
hipokapnia pada cluster headache masih kontroversial.
Penyebab
Penyebab cluster headache masih belum diketahui. Cluster headache
sepertinya tidak berkaitan dengan penyakit lainnya pada otak. Berdasarkan
jangka waktu periode cluster dan periode remisi, international headache
society telah mengklasifikasikan cluster headache menjadi dua tipe :
Episodik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama
satu minggu sampai satu tahun diikuti oleh remisi tanpa nyeri yang
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa tahun sebelum
berkembangnya periode cluster selanjutnya.
Kronik, dalam bentuk ini cluster headache terjadi setiap hari selama
lebih dari satu tahun dengan tidak ada remisi atau dengan periode tanpa
nyeri berlangsung kurang dari dua minggu.
Sekitar 10 sampai 20 % orang dengan cluster headache mempunyai
tipe kronik. Cluster headache kronik dapat berkembang setelah suatu periode
serangan episodik atau dapat berkembang secara spontan tanpa di dahului
oleh riwayat sakit kepala sebelumnya. Beberapa orang mengalami fase
episodik dan kronik secara bergantian.
Para peneliti memusatkan pada mekanisme yang berbeda untuk
menjelaskan karakter utama dari cluster headache. Mungkin terdapat riwayat
keluarga dengan cluster headache pada penderita, yang berarti ada
kemungkinan faktor genetik yang terlibat. Beberapa faktor dapat bekerja
sama menyebabkan cluster headache.
Pemicu Cluster Headache
Tidak seperti migraine dan sakit kepala tipe tension, cluster headache
umumnya tidak berkaitan dengan pemicu seperti makanan, perubahan
hormonal atau stress. Namun pada beberapa orang dengan cluster headache
adalah merupakan peminum berat dan perokok berat. Setelah periode cluster
dimulai, konsumsi alkohol dapat memicu sakit kepala yang sangat parah
dalam beberapa menit. Untuk alasan ini banyak orang dengan cluster
headache menjauhkan diri dari alkohol selama periode cluster. Pemicu
lainnya adalah penggunaan obat-obatan seperti nitrogliserin, yang digunakan
pada pasien dengan penyakit jantung.
Permulaan periode cluster seringkali setelah terganggunya pola tidur
yang normal, seperti pada saat liburan atau ketika memulai pekerjaan baru
atau jam kerja yang baru. Beberapa orang dengan cluster headache juga
mengalami apnea pada saat tidur, suatu kondisi dimana terjadinya kolaps
sementara pada dinding tenggorokan sehingga menyumbat jalan nafas
berulang kali pada saat tidur.
Peningkatan Sensitivitas dari Jalur Saraf
Nyeri yang sangat pada cluster headache berpusat di belakang atau di
sekitar mata, di suatu daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus, suatu
jalur nyeri utama. Rangsangan pada saraf ini menghasilkan reaksi abnormal
dari arteri yang menyuplai darah ke kepala. Pembuluh darah itu akan
berdilatasi dan menyebabkan nyeri.
Beberapa gejala dari cluster headache seperti mata berair, hidung
tersumbat dan atau berair, serta kelopak mata yang sulit diangkat melibatkan
sistem saraf otonom. Saraf yang merupakan bagian dari sistem ini
membentuk suatu jalur pada dasar otak. Ketika saraf trigeminus di aktivasi,
menyebabkan nyeri pada mata, sistem saraf otonom juga diaktivasi dengan
apa yang disebut refleks trigeminal otonom. Para peneliti percaya bahwa
masih ada proses yang belum diketahui yang melibatkan peradangan atau
aktivitas pembuluh darah abnormal pada daerah ini yang mungkin terlibat
menyebabkan sakit kepala.
Fungsi Abnormal dari Hipotalamus
Serangan cluster biasanya terjadi dengan pengaturan seperti jam 24
jam sehari. Siklus periode cluster seringkali mengikuti pola musim dalam
satu tahun. Pola ini menunjukkan bahwa jam biologis tubuh ikut terlibat.
Pada manusia jam biologis terletak pada hipotalamus yang berada jauh di
dalam otak. Dari banyak fungsi hipotalamus, bagian ini mengontrol siklus
tidur bangun dan irama internal lainnya. Kelainan hipotalamus mungkin
dapat menjelaskan adanya pengaturan waktu dan siklus pada cluster
headache. Penelitian telah menemukan peningkatan aktivitas di dalam
hipotalamus selama terjadinya cluster headache. Peningkatan aktivitas ini
tidak ditemukan pada orang-orang dengan sakit kepala lainnya seperti
migraine.
Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang mempunyai
tingkat hormon tertentu yang abnormal, termasuk melatonin dan testoteron,
kadar hormon tersebut meningkat pada periode cluster. Perubahan hormon-
hormon tersebut dipercayai karena ada masalah pada hipotalamus. Peneliti
lainnya menemukan bahwa orang-orang dengan cluster headache mempunyai
hipotalamus yang lebih besar daripada mereka yang tidak memiliki cluster
headache. Namun masih belum diketahui mengapa bisa terjadi kelainan-
kelainan semacam itu.
Tanda dan Gejala
Cluster headache menyerang dengan cepat, biasanya tanpa peringatan.
Dalam hitungan menit nyeri yang sangat menyiksa berkembang. Rasa nyeri
tersebut biasanya berkembang pada sisi kepala yang sama pada periode
cluster, dan terkadang sakit kepala menetap pada sisi tersebut seumur hidup
pasien. Jarang sekali rasa nyeri berpindah ke sisi lain kepala pada periode
cluster selanjutnya. Jauh lebih jarang lagi rasa nyeri berpindah-pindah setiap
kali terjadi serangan.
Rasa nyeri pada cluster headache seringkali digambarkan sebagai
suatu nyeri yang tajam, menusuk, atau seperti terbakar. Orang-orang dengan
kondisi ini mengatakan bahwa rasa sakitnya seperti suatu alat pengorek yang
panas ditusukkan pada mata atau seperti mata di dorong keluar dari
tempatnya.
Orang-orang dengan cluster headache tampak gelisah, cenderung
untuk melangkah bolak-balik atau duduk sambil menggoyang-goyangkan
badannya ke depan dan ke belakang untuk mengurangi rasa sakit. Mereka
mungkin dapat menekan tangannya pada mata atau kepala atau meletakkan
es ataupun kompres hangat pada daerah yang sakit. Berlawanan dengan
orang-orang dengan migraine, orang-orang dengan cluster headache biasanya
menghindari untuk berbaring pada masa serangan karena sepertinya posisi ini
hanya menambah rasa sakit.
Banyak orang dengan cluster headache memilih untuk sendirian.
Mereka mungkin tetap berada di luar rumah bahkan pada cuaca yang sangat
dingin, selama masa serangan. Mereka mungkin berteriak, membenturkan
kepala ke dinding atau melukai dirinya sendiri untuk mengalihkan perhatian
dari sakit yang tidak tertahankan. Beberapa orang menyatakan pengurangan
rasa sakit dengan berlatih, seperti lari di tempat atau melakukan shit-up atau
push-up.
Cluster headache selalu dipicu oleh respon sistem saraf otonom.
Sistem ini mengontrol banyak aktivitas vital tanpa disadari dan kita tidak
harus memikirkan apa yang dilakukannya. Contohnya, sistem saraf otonom
mengatur tekanan darah, denyut jantung, keringat dan suhu tubuh. Respon
tersering sistem otonom pada cluster headache adalah keluarnya air mata
berlebihan dan mata merah pada sisi yang sakit.
Tanda dan gejala lainnya yang mungkin bersamaan dengan cluster
headache antara lain :
Lubang hidung tersumbat atau berair pada sisi kepala yang terserang.
Kemerahan pada muka.
Bengkak di sekitar mata pada sisi wajah yang terkena.
Ukuran pupil mengecil.
Kelopak mata sulit untuk dibuka.
Tanda dan gejala tersebut hanya terjadi selama masa serangan.
Namun demikina pada beberapa orang kelopak mata yang sulit ditutup dan
mengecilnya ukuran pupil tetap ada lama setelah periode serangan. Beberapa
gejala-gejala seperti migraine termasuk mual, fotofobia dan fonofobia, serta
aura dapat terjadi pada cluster headache.
Karakteristik Periode Cluster
Suatu periode cluster umumnya berlangsung antara 2 sampai 12
minggu. Periode cluster kronik dapat berlanjut lebih dari satu tahun. Tanggal
permulaan dan jangka waktu dari tiap-tiap periode cluster seringkali dengan
sangat mengagumkan konsisten dari waktu ke waktu. Untuk kebanyakan
orang, periode cluster dapat terjadi musiman, sperti tiap kali musim semi atau
tiap kali musim gugur. Adalah biasa untuk cluster bermula segera setelah
salah satu titik balik matahari. Seiring dengan waktu periode cluster dapat
menjadi lebih sering, lebih sulit untuk diramalkan, dan lebih lama.
Selama periode cluster, sakit kepala biasanya terjadi tiap hari,
terkadang beberapa kali sehari. Suatu serangan tunggal rata-rata berlangsung
45 sampai 90 menit. Serangan terjadi pada waktu yang sama dalam tiap 24
jam. Serangan pada malam hari lebih sering daripada siang hari, seringkali
berlangsung 90 menit sampai 3 jam setelah tertidur. Waktu tersering
terjadinya serangan adalah antara jam satu sampai jam dua pagi, antara jam
satu sampai jam tiga siang dan sekitar jam sembilan malam.
Cluster headache dapat menakutkan penderita serta orang-orang di
sekitarnya. Serangan yang sangat membuat lemah sepertinya tak tertahankan.
Namun nyerinya seringkali hilang mendadak sebagaimana ia di mulai,
dengan intensitas yang menurun secara cepat. Setelah serangan, kebanyakan
orang bebas sepenuhnya dari rasa sakit namun mengalami kelelahan.
Kesembuhan sementara selama periode cluster dapat berlangsung beberapa
jam sampai sehari penuh sebelum serangan selanjutnya.
Diagnosis
Cluster headache mempunyai ciri khas tipe nyeri dan pola serangan.
Suatu diagnosis tergantung kepada gambaran dari serangan, termasuk nyeri,
lokasi dan keparahan sakit kepala, dan gejala-gejala lainnya yang terkait.
Frekuensi dan lama waktu terjadinya sakit kepala juga merupakan faktor
yang penting.
Keterlibatan fenomena otonom yang jelas adalah sangat penting pada
cluster headache. Tanda-tanda tersebut diantaranya adalah rinorea dan hidung
tersumbat ipsilateral, lakrimasi, hiperemi pada konjungtiva, diaforesis pada
wajah, edema pada palpebra dan sindrom Horner parsial atau komplit,
takikardia juga sering ditemukan.
Pemeriksaan neurologis dapat membantu untuk mendeteksi tanda-
tanda dari cluster headache. Terkadang pupil terlihat lebih kecil atau palpebra
terjatuh bahkan diantara serangan.
Cluster headache adalah suatu diagnosis klinis, pada kasus-kasus
yang jarang lesi struktural dapat menyerupai gejala-gejala dari cluster
headache, menegaskan perlunya pemeriksaan neuroimaging. Uji yang
dilakukan adalah CT- Scan dan MRI.
Diagnosis Banding
• Anisocoria
• Atypical Facial Pain
• Basilar Artery Thrombosis
• Brainstem Gliomas
• Cavernous Sinus Syndromes
• Chronic Paroxysmal Hemicrania
• Craniopharyngioma
• Headache: Pediatric Perspective
• Intracranial Hemorrhage
• Migraine Headache
• Migraine Variants
• Pituitary Tumors
• Postherpetic Neuralgia
• Subarachnoid Hemorrhage
• Temporomandibular Joint Syndrome
• Tolosa-Hunt Syndrome
• Trigeminal Neuralgia
Terapi
Tidak ada terapi untuk menyembuhkan cluster headache. Tujuan dari
pengobatan adalah menolong menurunkan keparahan nyeri dan
memperpendek jangka waktu serangan. Obat-obat yang digunakan untuk
cluster headache dapat dibagi menjadi obat-obat simtomatik dan profilaktik.
Obta-obat simtomatik bertujuan untuk menghentikan atau mengurangi rasa
nyeri setelah terjadi serangan cluster headache, sedangkan obat-obat
profilaktik digunakan untuk mengurangi frekuensi dan intensitas eksaserbasi
sakit kepala.
Karena sakit kepala tipe ini meningkat dengan cepat pengobatan
simtomatik harus mempunyai sifat bekerja dengan cepat dan dapat diberikan
segera, biasanya menggunakan injeksi atau inhaler daripada tablet per oral.
Pengobatan simtomatik termasuk :
Oksigen. Menghirup oksigen 100 % melalui sungkup wajah dengan
kapasitas 7 liter/menit memberikan kesembuhan yang baik pada 50
sampai 90 % orang-orang yang menggunakannya. Terkadang jumlah
yang lebih besar dapat lebih efektif. Efek dari penggunaannya relatif
aman, tidak mahal, dan efeknya dapat dirasakan setelah sekitar 15
menit. Kerugian utama dari penggunaan oksdigen ini adalah pasien
harus membawa-bawa tabung oksigen dan pengaturnya, membuat
pengobatan dengan cara ini menjadi tidak nyaman dan tidak dapat di
akses setiap waktu. Terkadang oksigen mungkin hanya menunda
daripada menghentikan serangan dan rasa sakit tersebut akan kembali.
Sumatriptan. Obat injeksi sumatriptan yang biasa digunakan untuk
mengobati migraine, juga efektif digunakan pada cluster headache.
Beberapa orang diuntungkan dengan penggunaan sumatriptan dalam
bentuk nasal spray namun penelitian lebih lanjut masih perlu dilakukan
untuk menentukan keefektifannya.
Ergotamin. Alkaloid ergot ini menyebabkan vasokontriksi pada otot-
otot polos di pembuluh darah otak. Tersedia dalam bentuk injeksi dan
inhaler, penggunaan intra vena bekerja lebih cepat daripada inhaler
dosis harus dibatasi untuk mencegah terjadinya efek samping terutama
mual, serta hati-hati pada penderita dengan riwayat hipertensi.
Obat-obat anestesi lokal. Anestesi lokal menstabilkan membran saraf
sehingga sel saraf menjadi kurang permeabel terhadap ion-ion. Hal ini
mencegah pembentukan dan penghantaran impuls saraf, sehingga
menyebabkan efek anestesi lokal. Lidokain intra nasal dapat digunakan
secara efektif pada serangan cluster headache. Namun harus berhati-
hati jika digunakan pada pasien-pasien dengan hipoksia, depresi
pernafasan, atau bradikardi.
Obat-obat profilaksis :
Anti konvulsan. Penggunaan anti konvulsan sebagai profilaksis pada
cluster headache telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang
terbatas. Mekanisme kerja obat-obat ini untuk mencegah cluster
headache masih belum jelas, mungkin bekerja dengan mengatur
sensitisasi di pusat nyeri.
Kortikosteroid. Obat-obat kortikosteroid sangat efektif menghilangkan
siklus cluster headache dan mencegah rekurensi segera. Prednison dosis
tinggi diberikan selam beberapa hari selanjutnya diturunkan perlahan.
Mekanisme kerja kortikosteroid pada cluster headache masih belum
diketahui.
Pembedahan
Pembedahan di rekomendasikan pada orang-orang dengan cluster
headache kronik yang tidak merespon dengan baik dengan pengobatan atau
pada orang-orang yang memiliki kontraindikasi pada obat-obatan yang
digunakan. Seseorang yang akan mengalami pembedahan hanyalah yang
mengalami serangan pada satu sisi kepal saja karena operasi ini hanya bisa
dilakukan satu kali. Orang-orang yang mengalami serangan berpindah-
pindah dari satu sisi ke sisi yang lain mempunyai resiko kegagalan operasi.
Ada beberapa tipe pembedahan yang dapat dilakukan untuk
mengobati cluster headache. Prosedur yang dilakukan adalah merusak jalur
saraf yang bertanggungjawab terhadap nyeri.
Blok saraf invasif ataupun prosedur bedah saraf non-invasif
(contohnya radio frekuensi pericutaneus, gangliorhizolisis trigeminal,
rhizotomi) telah terbukti berhasil mengobati cluster headache. Namun
demikian terjadi efek samping berupa diastesia pada wajah, kehilangan
sensoris pada kornea dan anestesia dolorosa.
Pembedahan dengan menggunakan sinar gamma sekarang lebih
sering digunakan karena kurang invasif. Metode baru dan menjanjikan adalah
penanaman elektroda perangsang dengan menggunakan penunjuk jalan
stereostatik di bagian inferior hipotalamus. Penelitian menunjukkan bahwa
perangsangan hipotalamus pada pasien dengan cluster headache yang parah
memberikan kesembuhan yang komplit dan tidak ada efek samping yang
signifikan.
Pencegahan
Karena penyebab dari cluster headache masih belum diketahui
dengan pasti kita belum bisa mencegah terjadinya serangan pertama. Namun
kita dapat mencegah sakit kepala ulangan yang lebih berat. Penggunaan obat-
obat preventif jangka panjang lebih menguntungkan dari yang jangka
pendek. Obat-obat preventif jangka panjang antara lain adalah penghambat
kanal kalsium dan kanal karbonat. Sedangakan yang jangka pendek termasuk
diantaranya adalah kortikosteroid, ergotamin dan obat-obat anestesi lokal.
Menghindari alkohol dan nikotin dan faktor resiko lainnya dapat
membantu mengurangi terjadinya serangan.
Prognosis
80 % pasien dengan cluster headache berulang cenderung untuk
mengalami serangan berulang.
Cluster headache tipe episodik dapat berubah menjadi tipe kronik pada 4
sampai13 % penderita.
Remisi spontan dan bertahan lama terjadi pada 12 % penderita, terutama
pada cluster headache tipe episodik.
Umumnya cluster headache adalah masalah seumur hidup.
Onset lanjut dari gangguan ini teruama pada pria dengan riwayat
cluster headache tipe episodik mempunyai prognosa lebih buruk
BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA