36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan meningkatnya populasi manusia, maka meningkat pula kebutuhan akan perumahan. Meningkatnya kebutuhan akan perumahan sementara tanah yang tersedia tidak bertambah dan justru semakin berkurang, menjadi salah satu alasan penting sulitnya mendapatkan tempat tinggal yang layak bagi manusia, khususnya bagi mereka yang kurang mampu. Guna mendukung usaha tersebut, perlu dilakukan penataan tanah sedemikian rupa, sehingga terpenuhinya kebutuhan akan tempat tinggal yang layak betul-betul dapat dirasakan secara adil oleh masyarakat banyak. Mengingat laju kebutuhan perumahan sangatlah tinggi setiap tahunnya, maka penyediaan rumah-rumah baru secara horizontal tidak akan dapat memenuhi kebutuhan akan rumah yang sudah mendesak. Oleh karena itu, di kota-kota besar perlu diarahkan pembangunan dan permukiman yang diutamakan sepenuhnya pada pembangunan rumah susun 1 . 1 Suyono, Kemungkinan Pemilikan Rumah Susun Oleh Orang Asing (Makalah pada Konferensi Kemungkinan Pemilikan Satuan Rumah Susun / Srata Title Oleh Orang Asing), Jakarta, 1994, hlm. 1. 1

BAB I-BAB V

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I-BAB V

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dengan meningkatnya populasi manusia, maka meningkat pula

kebutuhan akan perumahan. Meningkatnya kebutuhan akan

perumahan sementara tanah yang tersedia tidak bertambah dan

justru semakin berkurang, menjadi salah satu alasan penting

sulitnya mendapatkan tempat tinggal yang layak bagi manusia,

khususnya bagi mereka yang kurang mampu.

Guna mendukung usaha tersebut, perlu dilakukan penataan tanah

sedemikian rupa, sehingga terpenuhinya kebutuhan akan tempat

tinggal yang layak betul-betul dapat dirasakan secara adil oleh

masyarakat banyak. Mengingat laju kebutuhan perumahan

sangatlah tinggi setiap tahunnya, maka penyediaan rumah-rumah

baru secara horizontal tidak akan dapat memenuhi kebutuhan akan

rumah yang sudah mendesak. Oleh karena itu, di kota-kota besar

perlu diarahkan pembangunan dan permukiman yang diutamakan

sepenuhnya pada pembangunan rumah susun1.

Pembangunan rumah susun merupakan alternatif yang tepat untuk

menjawab permasalahan pengadaan tanah bagi perumahan dan

permukiman. Menurut pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 16

tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU RuSun), yang dimaksud

Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun

vertikal, dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat

dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat

1 Suyono, Kemungkinan Pemilikan Rumah Susun Oleh Orang Asing (Makalah pada Konferensi Kemungkinan Pemilikan Satuan Rumah Susun / Srata Title Oleh Orang Asing), Jakarta, 1994, hlm. 1.

1

Page 2: BAB I-BAB V

hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama,

dan tanah bersama.

Rumah susun yang telah selesai dibangun dan telah mendapatkan

izin layak huni dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan, dapat

langsung dipasarkan untuk segera dihuni oleh para pembeli

ataupun penyewa satuan rumah susun. Setelah satuan rumah

susun tersebut ada yang menghuni, Pasal 19 ayat 1 UU RuSun

mengatur bahwa pemilik atau penghuni yang telah menempati

rumah susun kemudian diwajibkan untuk membentuk Perhimpunan

Penghuni.

Permasalahan muncul manakala rumah susun baru selesai

dibangun dan baru ada beberapa penghuni yang menempati.

Keadaan yang demikian tentunya menyebabkan dibentuknya

Perhimpunan Penghuni menjadi sedikit terhambat.

Mengingat dalam rumah susun terdapat apa yang dinamakan

bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, maka

meskipun Perhimpunan Penghuni belum terbentuk, tetapi tetap

harus ada yang mengurus dan mengelola ketiga hal tersebut, bagi

para penghuni yang telah menempati rumah susun. Pasal 57 ayat 4

PP RuSun mengatur bahwa sebelum Perhimpunan Penghuni

terbentuk, kepengurusan sementara selanjutnya dibebankan

kepada penyelenggara pembangunan (pengembang), yang akan

bertindak sebagai Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara.

Perhimpunan Penghuni Rumah Susun yang ada saat ini umumnya

tidak lain perpanjangan tangan dari pengembang, sehingga

maknanya Perhimpunan Penghuni Rumah Susun sebagaimana

dimaksud oleh Undang Undang seakan-akan telah berubah

menjadi Perhimpunan Pengusaha Rumah Susun. Dalam keadaaan

2

Page 3: BAB I-BAB V

yang demikian, maka hak-hak dan kepentingan para pemilik atau

penghuni rumah susun menjadi sangat penting untuk diberi

perlindungan hukum.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik

untuk melakukan suatu penelitian yang dituangkan dalam bentuk

karya ilmiah dengan mengangkat judul sebagai berikut :

“ PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGHUNI RUMAH SUSUN

ATAS TINDAKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI SEMENTARA ”

B. Identifikasi Masalah

Bagaimana pertanggungjawaban Perhimpunan Penghuni

Sementara apabila Perhimpunan Penghuni Sementara melakukan

tindakan yang merugikan kepada penghuni rumah susun ?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pertanggungjawaban dari Perhimpunan

Penghuni Sementara, apabila Perhimpunan Penghuni Sementara

melakukan tindakan yang merugikan kepada penghuni rumah

susun.

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis, hasil penelitian ini akan memberikan pengetahuan

dan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu

hukum pada umumnya dan hukum agraria khususnya bidang

pertanahan dalam hal mengenai kejelasan tentang perlindungan

hukum bagi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun yang

didasarkan pada pengaturan hukum menurut peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Secara praktis, hasil penelitian ini akan memberikan masukan bagi

pihak-pihak yang terkait dalam masalah pertanahan agar menjadi

3

Page 4: BAB I-BAB V

jelas tentang pihak yang paling berwenang dalam mengurus

masalah Perhimpunan Penghuni di dalam sebuah rumah susun.

E. Kerangka Pemikiran

Seiring dengan perkembangan jaman, kebutuhan akan tempat

tinggal semakin meningkat. Bersamaan dengan hal tersebut,

muncul masalah baru yaitu semakin sempitnya lahan yang dapat

digunakan untuk kawasan pemukiman. Salah satu solusi untuk

permasalahan tersebut adalah dengan pembangunan secara

vertikal, atau pembangunan rumah susun.

Di dalam kepemilikan rumah susun terdapat bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama, yang mana untuk

pengurusannya dibutuhkan apa yang disebut Perhimpunan

Penghuni. Sesuai dengan ketentuan dari Pasal 19 ayat 1 UU

RuSun mengatur bahwa pemilik atau penghuni yang telah

menempati rumah susun kemudian diwajibkan untuk membentuk

Perhimpunan Penghuni.

Dalam prakteknya, seringkali penghuni dirugikan oleh pengembang

karena berbagai hal yang berkaitan dengan kepengurusan

Perhimpunan Penghuni. Oleh karena itu dibutuhkan suatu

perlindungan hukum bagi para penghuni rumh susun.

F. Metode Penelitian

F.1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah metode

penelitian yuridis normatif. Metode penelitian yuridis normatif

adalah suatu metode penelitian yang didasarkan pada data

sekunder bidang hukum yang ada sebagai data

kepustakaan. Metode ini bertujuan untuk mengetahui dasar

hukum positif yang digunakan terhadap suatu

4

Page 5: BAB I-BAB V

permasalahan, bagaimana hukum tersebut mengatur dan

penerapan ketentuannya dalam masalah tersebut.

Pendekatan hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka atau data sekunder ataupun perundang-

undangan. Di dalam penelitian hukum, data sekunder

mencakup :

a. Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan hukum

yang mengikat. Contoh : peraturan perundang-undangan.

b. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan yang

memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum

primer. Contoh : hasil penelitian kalangan akademik, karya

ilmiah para sarjana.

c. Bahan Hukum Tersier yaitu kamus, ensiklopedi,

dan bahan-bahan lain yang terkait.

F.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi

kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik

pengumpulan data yang bersifat teoritis dengan membaca

dan mempelajari data sekunder bidang hukum seperti

peraturan perundang-undangan yang berlaku, buku-buku,

makalah, artikel, serta data kepustakaan lainnya yang

berkaitan dengan penyusunan skripsi ini.

F.3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang dilakukan adalah secara kualitatif

yaitu analisis terhadap permasalahan dengan menggunakan

peraturan perundang-undangan serta bahan-bahan lain

yang relevan sebagai acuan.

G. Rencana Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN

5

Page 6: BAB I-BAB V

Membahas secara garis besar kekuasaan Negara dalam bidang

pertanahan serta permasalahan mengenai pemegang kewenangan

di bidang pertanahan.

Bab II PERLINDUNGAN HUKUM

Menjabarkan tentang pengertian dari perlindungan hukum dan

unsur – unsur yang terdapat dalam perlindungan hukum.

Bab III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH

SUSUN SEBAGAI BADAN HUKUM.

Menjabarkan tentang dasar hukum pembentukan rumah susun

sampai dengan pertanggungjawaban dari badan hukum.

Bab IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGHUNI RUMAH

SUSUN ATAS TINDAKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI

SEMENTARA.

Menjawab pertanyaan mengenai perlindungan hukum bagi

penghuni rumah susun.

Bab V SIMPULAN DAN SARAN.

6

Page 7: BAB I-BAB V

BAB II

PERLINDUNGAN HUKUM

A. Pengertian Perlindungan Hukum

Beberapa pengertian tentang perlindungan hukum yang diperoleh

antara lain sebagai berikut :

a. Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro.

Koerniatmanto Soetoprawiro mengemukakan bahwa

perlindungan hukum itu pada hakekatnya adalah suatu upaya

dari pihak yang berwenang untuk memberikan jaminan dan

kemudahan yang sedemikian rupa, sehingga setiap

warganegara ataupun segenap warga negara dapat

mengaktualisasikan hak dan kewajiban mereka secara optimal

dengan tertib dan tenang2.

b. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Perlindungan adalah hal, perbuatan (dan sebagainya) untuk

melindungi3. Hukum sendiri diartikan sebagai kumpulan

peraturan-peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum.

Berdasarkan penggabungan dua kata tersebut, maka

perlindungan hukum dapat diartikan sebagai hal, perbuatan

(dan sebagainya) untuk melindungi berdasarkan kumpulan

peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum.

Dari beberapa pengertian tentang perlindungan hukum yang telah

dikemukakan diatas, maka secara garis besar dapat dikemukakan bahwa

yang dimaksud dengan perlindungan hukum adalah suatu jaminan yang

diberikan oleh pihak yang berwenang kepada semua pihak, untuk dapat

2 Koerniatmanto Soetoprawiro, Pengaturan Perlindungan Hukum Hak-hak Perempuan dan Anak-anak Dalam Hukum Kewarganegaraan Indonesia, Jurnal Hukum Pro Justitia, Tahun XX Nomor 3 Juli 2002, FH UNPAR, Bandung, hal. 20.

3 W. J. S Purwadaminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta; Balai Pustaka, 1996.

7

Page 8: BAB I-BAB V

melaksanakan hak dan kewajiban hukum yang dimilikinya, dalam

kapasitasnya sebagai subjek hukum.

B. Unsur-Unsur Yang Terkandung Dalam Perlindungan Hukum

Dari pengertian perlindungan hukum yang secara garis besar telah

dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan unsur-unsur yang

terkandung di dalam Perlindungan Hukum, yaitu :

a. Suatu jaminan yang diberikan oleh pihak yang berwenang;

b. Kepada semua pihak;

c. Untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban hukum yang

dimilikinya;

d. Dalam kapasitasnya sebagai subjek hukum.

8

Page 9: BAB I-BAB V

BAB III

TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH

SUSUN

SEBAGAI BADAN HUKUM

A. Pokok-Pokok Pengaturan Badan Hukum

3.A.1 Pengertian Badan Hukum

Pengertian badan hukum lahir dari doktrin ilmu hukum, yang

dikembangkan oleh para ahli, berdasarkan pada kebutuhan praktek

hukum dan dunia usaha4.

Pada intinya badan hukum adalah subjek hukum selain manusia,

yang mengemban hak dan kewajiban hukum, dapat mengikatkan diri dan

melakukan pebuatan hukum seperti orang pribadi, dapat mempunyai

kekayaan atau hutang, serta dapat digugat maupun menggugat di

pengadilan.

3.A.2 Teori-Teori Badan Hukum

Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para sarjana untuk

mengetahui hakekat dari apa yang disebut badan hukum. Teori-teori

tersebut kemudian dapat dikelompok / digolongan menjadi dua, yakni 5:

1. Kelompok / golongan teori yang berusaha mengarah pada

peniadaan persoalan dari badan hukum itu sendiri, yakni

dengan jalan mengembalikan persoalan itu kepada orang-orang

yang sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban (persoalan

moralis). Termasuk ke dalam kelompok / golongan ini adalah :

a. Teori Eigendom Bersama (Propiete Collectief Theorie)

Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jehring.

Dalam teori ini dikatakan bahwa badan hukum itu bukan

abstraksi dan bukan organisme. Hak dan kewajiban

4 Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 17.

5 Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung; Alumni, 1976, hlm. 30.

9

Page 10: BAB I-BAB V

badan hukum pada hakekatnya adalah hak dan

kewajiban anggota bersama-sama. Para anggotanya

bersama-sama mempunyai eigendom,

bertanggungjawab bersama-sama, memiliki hak

bersama. Kekayaan dari badan hukum itu milik bersama

dari semua anggotanya. Anggota-anggota tidak hanya

dapat memiliki masing-masing untuk bagian yang tidak

dapat dibagi, tetapi juga sebagai pemilik bersama-sama

untuk keseluruhan, sehingga mereka secara pribadi tidak

bersama-sama semuanya menjadi pemilik. Orang-orang

yang berhimpun itu semuanya merupakan satu kesatuan

yang membentuk suatu pribadi yang dinamakan badan

hukum. Maka dari itu badan hukum adalah suatu

konstruksi yuridis saja.

b. Teori Organ (Orgaan Theorie)

Teori ini dikemukakan oleh Otto von Gierke dan dibela

oleh Z. E. Polano.

Menurut teori ini, badan hukum itu bukan suatu hal yang

astrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum itu bukan

suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek. Tetapi badan

hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan

bekerja seperti manusia biasa. Badan hukum itu adalah

suatu realitas sesungguhnya, sama seperti sifat

kepribadian alam manusia yang berada di dalam

pergaulan hukum. Di sini tidak hanya suatu pribadi

sesungguhnya, tetapi badan hukum itu juga mempunyai

kehendak atau kemauan sendiri yang dibentuk melalui

alat-alat perlengkapannya (pengurus, anggota-

anggotanya). Apa yang mereka putuskan merupakan

kehendak atau kemauan dari badan hukum. Teori ini

10

Page 11: BAB I-BAB V

menggambarkan badan hukum sebagai sesuatu yang

tidak berbeda dengan manusia.

2. Kelompok / golongan yang tetap mempersoalkan badan hukum,

yakni:

a. Teori Fiksi (Fictie Theorie)

Teori ini dikemukakan oleh F. C. von Savigny dan

Opzomer (Belanda).

Dikatakan oleh von Savigny bahwa badan hukum adalah

suatu abstraksi, bukan merupakan suatu hal yang

kongkrit. Badan hukum itu semata-mata buatan negara

saja. Sebetulnya menurut alam, hanya manusia sajalah

sebagai subjek hukum, badan hukum itu hanya fiksi saja,

yaitu sesuatu yang sesungguhnya tidak ada, tetapi orang

menciptakan dalam bayangannya suatu pelaku hukum

(badan hukum) sebagai subjek hukum yang

dipersamakan dengan manusia.

b. Teori Harta Kekayaan Bertujuan (Doel Vermogens Theorie)

Teori ini dikemukakan oleh Brinz.

Menurut teori ini hanya manusia saja yang dapat menjadi

subjek hukum. Tetapi tidak dibantah bahwa ada hak-hak

atas suatu kekayaan, namun tiada manusia pun yang

menjadi pendukung hak-hak itu. Apa yang kita namakan

hak-hak dari suatu badan hukum sebenarnya adalah

hak-hak yang tidak dimiliki, dan sebagai penggantinya

adalah suatu harta kekayaan yang terikat oleh suatu

tujuan atau kekayaan yang memiliki suatu tujuan. Brinz

mengatakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak

terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya. Kekayaan

dari badan hukum dipandang sebagai wewenang

terlepas dari yang memegangnya. Yang penting bukan

11

Page 12: BAB I-BAB V

siapakah badan hukum itu, tetapi kekayaan itu diurus

dengan tujuan tertentu. Karena itu menurut teori ini, tidak

perduli manusia atau bukan, tidak perduli kekayaan itu

merupakan hak-hak yang normal atau bukan, tetapi yang

penting adalah tujuan dari kekayaan itu.

c. Teori Kenyataan (Yuridische Realiteitsleer)

Teori ini dikemukakan oleh Meyers.

Dikatakannya, bahwa badan hukum itu merupakan suatu

realitas, kongkrit, riil, bukan khayal, walaupun tidak bisa

di raba, tetapi suatu relitas yuridis. Teori ini menekankan

bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum

dengan manusia terbatas sampai pada bidang hukum

saja.

3.A.3 Ciri-Ciri Badan Hukum

Bertolak dari berbagai definisi badan hukum yang dikemukakan

oleh para ahli diatas, terlihat bahwa badan hukum mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut :

a. Memiliki organisasi yang teratur.

b. Memiliki kekayaan yang terpisah.

c. Memiliki tujuan tertentu.

d. Memiliki kepentingan sendiri.

3.A.4 Perbuatan Hukum Dari Badan Hukum

Mengingat bahwa badan hukum tidak dapat melakukan perbuatan-

perbuatan hukum6 sendiri, melainkan harus bertindak dengan perantaraan

orang-orang biasa (natuurlijkpersoon), maka dalam Undang-Undang

maupun dalam Anggaran Dasar dari badan hukum biasanya ditunjuk

siapa yang dapat bertindak / melakukan perbuatan hukum untuk dan atas

6 Perbuatan hukum adalah perbuatan subjek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum yang disengaja dikehendaki oleh subjek hukum.

12

Page 13: BAB I-BAB V

nama badan hukum tersebut. Menurut Pasal 1655 KUHPerdata ditentukan

sebagai berikut :

“Para pengurus suatu perkumpulan adalah sekedar tentang itu telah tidak

diatur secara lain dalam surat pendiriannya, perjanjian-perjanjianya,

reglemen-reglemennya, berkuasa untuk bertindak atas nama

perkumpulan, mengikat perkumpulan kepada orang-orang pihak ketiga

dan sebaliknya, begitu pula bertindak di muka hakim, baik sebagai

penggugat maupun sebagai tergugat.”

Dari isi Pasal 1655 KUHPerdata tersebut terlihat bahwa penguruslah

ditunjuk untuk bertindak bagi badan hukum. Orang-orang yang ditunjuk ini

(pengurus) disebut organ / alat perlengkapan dari badan hukum, yang

nantinya akan mewakili badan hukum dalam melakukan perbuatan hukum

dengan pihak ketiga.

Bertitik tolak dari isi Pasal 1655 KUHPerdata di atas, maka pada

dasarnya segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus sebagai

organ (alat perlengkapan) yang mewakili badan hukum adalah perbuatan

dari badan hukum itu sendiri.

3.A.5 Pertanggungjawaban Badan Hukum

Menurut Theorie Yuridische Realiteit yang dikemukakan oleh

Meyers, mengenai pertanggungjawaban dari badan hukum ini pada

dasarnya adalah segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus

(organ) sepanjang masih dalam batas-batas kewenangannya yang

ditentukan oleh Anggaran Dasar dan ketentuan-ketentuan lainnya, serta

hakekat dari tujuan badan hukum itu, maka segala perbuatan tersebut

dapat dipertanggungjawabkan kepada badan hukum itu sendiri.

Perbuatan hukum yang dilakukan oleh organ diluar batas-batas

wewenangnya hanya dapat terikat dan dapat dipertanggungjawabkan

kepada bada hukum apabila :

13

Page 14: BAB I-BAB V

1. Ternyata dari tindakan hukum yang dilakukan oleh organ diluar

batas-batas wewenangnya itu menguntungkan badan hukum;

dan

2. Suatu organ yang lebih tinggi kedudukannya kemudian

menyetujui tindakan itu dan persetujuan dari organ yang

berkedudukan lebih tinggi itu harus masih dalam batas-batas

kompetensinya.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 1656 KUHPerdata yang menyebutkan

bahwa :

“Segala perbuatan, untuk mana para pengurus tidak berkuasa

melakukannya, hanyalah mengikat perkumpulan sekedar perkumpulan itu

sungguh-sungguh telah mendapat manfaat karenanya atau sekedar

perbuatan-perbuatan itu terkemudian telah disetujui secara sah.”

Dengan disahkannya perbuatan diluar wewenang tersebut oleh

organ yang berkedudukan lebih tinggi, maka perbuatan yang batal itu

menjadi berlaku. Pengesahan itu bahkan mempunyai kekuatan berlaku

surut sampai pada saat perbuatan yang diluar wewenangnya itu

dilakukan.

B. Pengertian dan Dasar Hukum Pembentukan Perhimpunan

Penghuni Rumah Susun

3.B.1 Pengertian Perhimpunan Penghuni

Pasal 1 angka 11 UU RuSun menjelaskan bahwa yang dimaksud

dengan Perhimpunan Penghuni adalah perhimpunan yang anggotanya

terdiri dari para penghuni. Sedangkan penghuni sendiri dalam Pasal 1

angka 10 UU RuSun diartikan sebagai perseorangan yang bertempat

tinggal dalam satuan rumah susun.

3.B.2 Dasar Hukum Pembentukan Perhimpunan Penghuni

Dasar hukum pembentukan Perhimpunan Penghuni diatur dalam :

14

Page 15: BAB I-BAB V

a. Undang Undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (UU

RuSun).

b. Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1988 tentang Rumah Susun

(PP RuSun)

Dijelaskan dalam Pasal 1 angka 1 UU RuSun bahwa di dalam

bangunan rumah susun dilengkapi dengan apa yang dinamakan :

a. bagian bersama;

b. benda bersama; dan

c. tanah bersama.

Baik bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama,

ketiganya ini merupakan hak bersama dan menyangkut kepentingan

bersama yang dimiliki oleh setiap penghuni satuan rumah susun. Dengan

dibentuknya Perhimpunan Penghuni, diharapkan segala kepentingan dan

hak bersama setiap penghuni satuan rumah susun dapat terpenuhi dan

terlaksana dengan baik.

C. Syarat Pembentukan dan Kedudukan Perhimpunan Penghuni

Sebagai Badan Hukum

3.C.1 Syarat Pembentukan Perhimpunan Penghuni

Pasal 54 ayat 2 PP RuSun mengatur bahwa pembentukan

Perhimpunan Penghuni dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan

oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan untuk

Daerah khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

3.C.2 Kedudukan Perhimpunan Penghuni Sebagai Badan Hukum

UU RuSun secara tegas mengatur bahwa Perhimpunan Penghuni

diberi kedudukan sebagai badan hukum. Hal ini diatur dalam Pasal 19

ayat 2 UU RuSun, yang menyatakan bahwa :

“Perhimpunan Penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberi

kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan Undang Undang ini.”

15

Page 16: BAB I-BAB V

Lebih lanjut penjelasan Pasal 19 ayat 2 UU RuSun mengatakan

bahwa Perhimpunan Penghuni berdasarkan Undang Undang ini

berkedudukan sebagai badan hukum yang susunan organisasi, hak dan

kewajibannya diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah

Tangga. Sebagai badan hukum, pengurus Perhimpunan Penghuni dapat

mewakili para penghuni atau pemilik satuan rumah susun baik di dalam

maupun di luar pengadilan.

Mengingat dalam doktrin dikatakan bahwa untuk menentukan

adanya suatu badan hukum setidaknya harus memenuhi empat unsur

sebagaimana telah disebutkan dalam sub-bab sebelumnya, maka sebagai

badan hukum, Perhimpunan Penghuni pun memenuhi unsur-unsur

tersebut, yakni :

1. Perhimpunan Penghuni memiliki organisasi yang teratur.

2. Perhimpunan Penghuni memiliki kekayaan sendiri.

Menurut KepMenPeRa No. 6/1995, harta kekayaan

Perhimpunan Penghuni ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan

Anggaran Rumah Tangga.

3. Perhimpunan Penghuni memiliki tujuan tertentu.

Menurut KepMenPeRa No. 6/1995, maksud dan tujuan

Perhimpunan Penghuni adalah :

a. untuk mencapai pemanfaatan dan pemakaian rumah susun

sebagaimana ditentukan dalam UU RuSun dan PP RuSun

serta peraturan perundang-undangan lainnya;

b. untuk membina, mengatur dan mengurus kepentingan

bersama diantara para penghuni satuan rumah susun,

dengan menerapkan keseimbangan kepentingan penghuni

agar dapat tercapai ketertiban dan keselarasan kehidupan

bertetangga sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa

Indonesia, khususnya dalam mengelola bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama;

16

Page 17: BAB I-BAB V

c. untuk menjaga dan saling melengkapi kebutuhan penghuni

dalam menggunakan bagian bersama, benda bersama, dan

tanah bersama;

d. untuk menjamin kelestarian penggunaan fungsi hak bersama

(bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama);

e. untuk membina terciptanya kegotongroyongan dalam

kehidupan lingkungan diantara penghuni satuan rumah

susun.

4. Perhimpunan Penghuni memiliki kepentingan (hak dan

kewajiban) sendiri.

Hak dan kewajiban Perhimpunan Penghuni diatur lebih lanjut

dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga masing-

masing rumah susun.

D. Pertanggungjawaban Perhimpunan Penghuni Sebagai Badan

Hukum

Pada pokok pembahasan mengenai pertanggungjawaban badan

hukum, telah dijelaskan sebelumnya bahwa menurut Theorie Yuridische

Realiteit yang dikemukakan oleh Meyers, pada dasarnya segala

perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus (organ) sepanjang masih

dalam batas-batas kewenangannya yang ditentukan oleh Anggaran Dasar

dan ketentuan-ketentuan lainnya, serta hakekat dari tujuan badan hukum

itu, dapat dipertanggungjawabkan kepada badan hukum itu sendiri.

Berdasarkan teori di atas, maka segala perbuatan hukum yang dilakukan

oleh Rapat-rapat Para Penghuni, Pengurus Perhimpunan Penghuni, dan

Badan Pengelola yang merupakan organ-organ yang mewakili

Perhimpunan Penghuni sebagai badan hukum, sepanjang masih dalam

batas-batas kewenangannya yang ditentukan oleh Anggaran Dasar,

Anggaran Rumah Tangga, dan ketentuan-ketentuan lainnya, serta

hakekat dari tujuan badan hukum itu, dapat dipertanggungjawabkan

kepada Perhimpunan Penghuni sebagai badan hukum.

17

Page 18: BAB I-BAB V

Keberadaan Perhimpunan Penghuni dalam suatu rumah susun

memiliki peranan yang sangat penting, mengingat tugas dan fungsinya

untuk mengurus dan megelola rumah susun menyangkut bagian bersama,

benda bersama, dan tanah bersama. Oleh karena itu, selain memang

karena diwajibkan oleh UU RuSun dan PP RuSun, sudah seharusnya

pembentukan Perhimpunan Penghuni tidak boleh diabaikan. Yang

menjadi kendala adalah Perhimpunan Penghuni ini tidak dapat begitu saja

langsung dibentuk, terlebih apabila kondisi rumah susunnya sendiri baru

Mengingat dalam rumah susun terdapat apa yang dinamakan

bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, bukan berarti tidak

adanya Perhimpunan Penghuni maka kegiatan kepengurusan dan

pengelolaan rumah susun menjadi terbengkalai. Pasal 57 ayat 4 PP

RuSun mengatur bahwa sebelum Perhimpunan Penghuni yang

berkedudukan badan hukum terbentuk, penyelenggara pembangunan

rumah susun (pengembang) wajib bertindak sebagai Pengurus

Perhimpunan Penghuni Sementara, dan membantu penyiapan

terbentuknya Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya dalam waktu yang

secepatnya. Dengan adanya pengaturan dalam Pasal 57 ayat 4 PP

RuSun, diharapkan pengurusan dan pengelolaan rumah susun

menyangkut bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama bagi

beberapa penghuni yang telah lebih dulu menempati rumah susun

menjadi tidak terbengkalai.

Pada dasarnya pengaturan dalam Pasal 57 ayat 4 PP RuSun

tersebut adalah baik, yakni agar penghuni-penghuni yang telah lebih dulu

menempati rumah susun jangan sampai dirugikan, akibat tidak ada yang

mengurus dan mengelola rumah susun. Tetapi kemudian akibat

ketidaktahuan dan ketidakpahaman penghuni akan hak-haknya dalam

mengurus dan mengelola rumah susun, kerap kali kondisi tersebut

dimanfaatkan oleh pengembang beserta oknum-oknumnya yang tidak

bertanggung jawab, untuk mencapai maksud atau keinginan tertentu dari

pengurusan dan pengelolaan rumah susun. Untuk mencapai maksud

tertentu tersebut, selama mereka menjadi Pengurus Perhimpunan

18

Page 19: BAB I-BAB V

Penghuni Sementara, mereka kerap kali melakukan tindakan-tindakan

yang dapat merugikan penghuni rumah susun. Beberapa tindakan

merugikan tersebut antara lain seperti tindakan penggelapan dengan

kedok service charge (biaya pengelolaan), memark-up biaya pengelolaan,

penunjukkan sepihak pengembang sebagai Badan Pengelola, lalai dan

mengabaikan pembentukan Perhimpunan Penghuni sesungguhnya,

mengubah peruntukkan area bersama tanpa persetujuan penghuni, dan

yang lainnya. Kondisi ini kian menjadi parah mengingat Pasal 57 ayat 4

PP RuSun tidak memberikan batas waktu yang jelas sampai kapan

pengembang dapat bertindak sebagai Pengurus Perhimpunan Penghuni

Sementara, dan sampai kapan pengembang sudah harus melaksanakan

kewajibannya untuk membantu membentuk Perhimpunan Penghuni. Itu

berarti selama pengembang belum atau bahkan tidak membentuk

Perhimpunan Penghuni yang diwajibkan oleh UU RuSun dan PP RuSun,

maka selama itu pula pengurusan dan pengelolaan rumah susun berada

di tangan Perhimpunan Penghuni Sementara, melalui pengembang yang

akan bertindak sebagai pengurusnya. Dan selama itu pula penghuni akan

dirugikan akibat tindakan-tindakan yang tidak bertanggung jawab dari

pengembang beserta oknum-oknumnya. Jika kondisi ini tetap dibiarkan

terjadi, tentunya akan banyak penghuni rumah susun yang menjadi

korban akibat tindakan tidak bertanggungjawab dari pengembang beserta

oknum-oknumnya.

Melihat kondisi yang sangat merugikan para penghuni rumah susun

di atas, upaya untuk melindungi hak-hak penghuni menjadi hal yang

sangat penting yang harus diberikan kepada para penghuni rumah susun.

Sudah sepantasnyalah apabila pihak-pihak yang tergabung dalam

Perhimpunan Penghuni Sementara, yang melakukan tindakan yang

merugikan kepada penghuni rumah susun tersebut, bertanggung jawab

atas segala tindakan yang mereka perbuat. Oleh karena itu,

permasalahan ini akan dibahas lebih lanjut dalam bab berikutnya.

19

Page 20: BAB I-BAB V

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENGHUNI RUMAH SUSUN

ATAS TINDAKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI SEMENTARA

A. Kedudukan Hukum Perhimpunan Penghuni Sementara

Pasal 19 ayat (2) UU RuSun mengatur bahwa :

“Perhimpunan Penghuni sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberi

kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan Undang Undang ini.”

Berdasarkan isi Pasal 19 ayat (2) UU RuSun di atas, terlihat jelas bahwa

UU RuSun secara tegas hanya memberikan kedudukan badan hukum

kepada Perhimpunan Penghuni sebagaimana yang dimaksud dalam

Pasal 19 ayat (1) UU RuSun. Oleh karena itu, untuk mengetahui

kedudukan hukum dari Perhimpunan Penghuni Sementara, menurut

penulis haruslah terlebih dahulu mengetahui Perhimpunan Penghuni yang

seperti apa yang dimaksud oleh UU RuSun sehingga diberikan kedudukan

sebagai badan hukum.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 19 ayat (5) UU RuSun,

pengaturan mengenai Perhimpunan Penghuni ini kemudian diatur lebih

lanjut dalam PP RuSun. Dalam Pasal 54 ayat (2) PP RuSun diatur bahwa

pembentukan Perhimpunan Penghuni dilakukan dengan pembuatan akta

yang disahkan oleh Bupati atau Walikota, dan untuk Daerah khusus

Ibukota Jakarta oleh Gubernur. Sesuai dengan KepMenPeRa No.

6/KPTS/BKP4N/1995, akta yang dimaksud dalam Pasal 54 ayat (2) PP

RuSun adalah akta pendirian yang dibuat dihadapan notaris. Ketentuan

Pasal 54 ayat (2) PP RuSun dan KepMenPeRa No. 6/KPTS/BKP4N/1995

tersebut merupakan syarat yuridis yang harus dipenuhi dalam membentuk

suatu Perhimpunan Penghuni sebagaimana yang dimaksud oleh UU

RuSun.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis berpendapat bahwa

dalam hal ini Perhimpunan Penghuni Sementara tidaklah berkedudukan

sebagai badan hukum karena Perhimpunan Penghuni Sementara

20

Page 21: BAB I-BAB V

bukanlah Perhimpunan Penghuni sebagaimana dimaksud oleh UU RuSun

(tidak memenuhi persyaratan yuridis), adanya Perhimpunan Penghuni

Sementara hanya merupakan suatu proses awal dalam membentuk

Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya, sebagaimana dimaksud oleh

UU RuSun. Sebagai proses belajar awal dibentuklah dulu Perhimpunan

Penghuni Sementara, dimana pengembanglah yang nantinya akan

bertindak sebagai Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara (Pasal 57

ayat 4 PP RuSun).

Pengembang inilah yang bertugas membantu mempersiapkan

penghuni-penghuni rumah susun agar nantinya dapat mewakili

Perhimpunan Penghuni dalam mengurus dan mengelola rumah susun.

Setelah semuanya siap, dalam arti secara mandiri dapat mengurus dan

mengelola rumah susun tanpa bantuan dari pengembang, barulah

kemudian dibuat akta pendirian / pembentukan Perhimpunan Penghuni

oleh notaris, sebagaimana diatur dalam Kepmenpera No.

6/KPTS/BKP4N/1995.

Pembentukan akta pendirian tersebut merupakan proses lebih

lanjut dalam membentuk Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya,

sebagaimana dimaksud oleh UU RuSun. Setelah notaris membuat akta

pendirian tersebut, maka sesuai Pasal 54 ayat 2 PP RuSun, selanjutnya

akta pendirian Perhimpunan Penghuni untuk daerah kabupaten disahkan

oleh Bupati, untuk daerah kota oleh Walikota, dan untuk Daerah khusus

Ibukota Jakarta oleh Gubernur. Dengan disahkannya akta pendirian

tersebut, berarti syarat yuridis telah terpenuhi, dan itu menandakan bahwa

Perhimpunan Penghuni seperti yang dimaksud oleh UU RuSun sudah

terbentuk. Oleh karena Perhimpunan Penghuni sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat 1 UU RuSun sudah terbentuk, maka dengan

sendirinya UU RuSun memberikan kedudukan sebagai badan hukum

kepada Perhimpunan Penghuni tersebut. Mengingat Perhimpunan

Penghuni Sementara bukanlah Perhimpunan Penghuni sebagaimana

dimaksud oleh UU RuSun, maka jelaslah dalam hal ini Perhimpunan

Penghuni Sementara tidak berkedudukan sebagai badan hukum.

21

Page 22: BAB I-BAB V

B. Perbuatan Hukum Perhimpunan Penghuni Sementara

Menurut penulis, pengembang yang tetap ingin menjadi Pengurus

Perhimpunan Penghuni tersebut, hanya dapat dikatakan sebagai organ

dari Perhimpunan Penghuni, selama memang hak untuk menjadi

Pengurus tersebut didapat dari keanggotaannya dalam Perhimpunan

Penghuni. Pada prakteknya, apabila masih ada satuan rumah susun yang

belum terjual, maka yang bertindak sebagai pemilik tersebut adalah

pengembangnya. Sebagai pemilik, maka pengembang pun adalah

anggota Perhimpunan Penghuni. Sebagai sesama "anggota Perhimpunan

Penghuni", dapat dikatakan pengembang mempunyai hak untuk dipilih

menjadi Pengurus Perhimpunan Penghuni. Namun jika pada

kenyataannya satuan rumah susun tersebut belum juga laku terjual, tetapi

Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya telah dibentuk, maka

seyogianya pengaturan dan pengurusan rumah susun diserahkan saja

kepada pihak lain selain pengembang, yang juga bertindak sebagai

Pengurus Perhimpunan Penghuni.

Menurut penulis, sudah seyogianya jika Perhimpunan Penghuni

yang sebenarnya telah terbentuk, maka untuk seterusnya pengembang

tidak perlu lagi berlama-lama bertindak sebagai pengurus ataupun

pengelola rumah susun. Sebaiknya serahkan saja sepenuhnya

pengurusan dan pengelolaan tersebut kepada Perhimpunan Penghuni

yang telah ada. Dengan demikian, setelah jangka waktu sebagaimana

diatur dalam Pasal 67 PP RuSun telah habis, maka untuk seterusnya

pengembang harus menyerahkan sepenuhnya pengelolaan rumah susun

kepada Perhimpunan Penghuni.

Batas waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 67 PP RuSun

tersebut menurut penulis dapat pula diterapkan untuk memberikan

kepastian hukum, sampai kapan pengembang dapat bertindak sebagai

Pengurus Perhimpunan.

Dari apa yang sudah penulis coba bahas di atas, dan mengingat

Perhimpunan Penghuni Sementara tidak berkedudukan sebagai badan

22

Page 23: BAB I-BAB V

hukum, maka penulis berpendapat bahwa segala perbuatan hukum

menyangkut pengurusan dan pengelolaan rumah susun, yang dilakukan

oleh Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara dan Badan Pengelola

Sementara tersebut, menjadi tidak mengikat dan tidak dapat dianggap

sebagai perbuatan hukum dari Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya,

setelah disahkan dan diberi kedudukan sebagai badan hukum.

C. Pertanggungjawaban Hukum Perhimpunan Penghuni

Sementara

Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa menurut Theorie

Yuridische Realiteit yang dikemukakan oleh Meyers, mengenai

pertanggungjawaban dari badan hukum ini pada dasarnya adalah segala

perbuatan hukum yang dilakukan oleh pengurus (organ) sepanjang masih

dalam batas-batas kewenangannya yang ditentukan oleh Anggaran Dasar

dan ketentuan-ketentuan lainnya, serta hakekat dari tujuan badan hukum

itu, maka segala perbuatan tersebut dapat dipertanggungjawabkan

kepada badan hukum itu sendiri.

Telah disinggung juga bahwa selama pengurusan dan pengelolaan

rumah susun berada di tangan Perhimpunan Penghuni Sementara,

Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara maupun Badan Pengelola

Sementara kerap kali melakukan perbuatan / tindakan yang melanggar

hak-hak dan merugikan penghuni rumah susun. Perbuatan-perbuatan

tersebut antara lain : penggelapan dengan kedok service charge (biaya

pengelolaan), memark-up biaya pengelolaan, penunjukkan sepihak

pengembang sebagai Badan Pengelola, lalai dan mengabaikan

pembentukan Perhimpunan Penghuni sesungguhnya, mengubah

peruntukkan area bersama tanpa persetujuan penghuni. Dengan

dilakukannya tindakan yang melanggar hak-hak dan merugikan penghuni

rumah susun tersebut, berarti Pengurus Perhimpunan Penghuni

Sementara dan Badan Pengelola Sementara, telah melakukan perbuatan

di luar wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

23

Page 24: BAB I-BAB V

Oleh karena Perhimpunan Penghuni Sementara bukanlah badan

hukum, dan mengingat Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara

maupun Badan Pengelola Sementara bukanlah organ dalam

Perhimpunan Penghuni Sementara, maka jelaslah kiranya bahwa

terhadap segala perbuatan / tindakan yang merugikan penghuni rumah

susun yang dilakukan oleh Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara

maupun Badan Pengelola Sementara, maka Pengurus Perhimpunan

Penghuni Sementara dan Badan Pengelola Sementara sepenuhnya akan

bertanggungjawab secara pribadi atas segala perbuatan / tindakan yang

mereka lakukan.

24

Page 25: BAB I-BAB V

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka penulis menarik

simpulan bahwa untuk pertanggungjawaban Perhimpunan Penghuni

Sementara ini, Pengurus Perhimpunan Penghuni Sementara maupun

Badan Pengelola Sementara, sepenuhnya akan bertanggungjawab secara

pribadi atas segala tindakan merugikan yang mereka lakukan kepada

penghuni rumah susun.

B. Saran

1. Lebih baik apabila kesadaran dan pemahaman para penghuni

rumah susun akan hak-haknya dalam pengurusan dan

pengelolaan rumah susun menyangkut bagian bersama, benda

bersama, dan tanah bersama lebih ditingkatkan lagi..

2. Pengaturan tentang pembentukan Perhimpunan Penghuni

dalam PP RuSun perlu disempurnakan lagi. Pengaturan batas

waktu yang jelas tentang kapan pengembang sudah harus

melaksanakan kewajibannya untuk membantu terbentuknya

Perhimpunan Penghuni yang sebenarnya, adalah hal utama

yang harus diatur. Pemberian sanksi yang tegas dapat pula

diatur bagi pengembang melanggar batas waktu tersebut, guna

mencegah terjadinya tindakan yang serupa.

3. Pemberian kewenangan kepada pengembang untuk menjadi

Pengurus Perhimpunan kiranya perlu dibatasi. Itu berarti PP

RuSun harus mengatur batas waktu yang jelas sampai kapan

pengembang boleh menjadi Pengurus Perhimpunan.

25

Page 26: BAB I-BAB V